View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Kata Pengantar
Nesparnas 2015 (Buku 1) i
KATA PENGANTAR
Publikasi Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) tahun 2015
merupakan publikasi lanjutan tahun-tahun sebelumnya. Publikasi ini memuat data
dan menggambarkan kondisi pariwisata Indonesia dan peranannya terhadap
pembangunan nasional tahun 2014.
Publikasi ini menyajikan informasi mengenai struktur konsumsi wisatawan,
investasi dan promosi serta pembinaan di bidang pariwisata selama tahun 2014.
Selain itu, juga disajikan informasi mengenai struktur tenaga kerja terkait
pariwisata seperti pada usaha Hotel, Objek Wisata, dan Restoran yang merupakan
hasil survei. Secara lebih detil, buku Nesparnas 2015 memberikan gambaran
tentang perilaku wisatawan dalam melakukan transaksi ekonomi dan konsumsi
serta kaitannya dengan sektor-sektor ekonomi domestik yang menyediakan barang
dan jasa yang dibutuhkan wisatawan. Oleh karena itu, publikasi ini dapat
digunakan antara lain untuk mengukur dinamika kegiatan dan skala ekonomi yang
terjadi pada sektor pariwisata, mata rantai sektor-sektor ekonomi terkait
pariwisata, serta peranan pariwisata dalam perekonomian nasional seperti dalam
pembentukan PDB, penciptaan lapangan kerja, penerimaan negara dari pajak dan
retribusi, serta dalam ekspor barang dan jasa.
Saran dan masukan sangat diharapkan guna meningkatkan kualitas dan
cakupan dalam penyusunan Nesparnas di tahun-tahun mendatang. Semoga
publikasi ini dapat dijadikan referensi dalam menyusun strategi dan kebijakan oleh
semua pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Desember 2015
TIM PENYUSUN
ii Nesparnas 2015 (Buku 1)
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab Umum : Sasmito Hadi Wibowo
Penanggung Jawab Teknis : Abdul Kadir
Titi Kanti Lestari
Editor : Titi Kanti Lestari
Dedi Wiyatno
Penulis : Norman Sasono
OP. Nababan
Akhmad Tantowi
Barudin
Pengolah Data/Penyiapan Draft : Wiwit Puji Sulistiyani
Rahmad Basuki
Fadhlullah
Dyah Soendari
Suryani
Rayinda Citra Utami
Septia Awal Hidayah
Rina Irawati
I Dewa Gede Richard Alan Amory
Lestya Aqmarina
Daftar Isi
Nesparnas 2015 (Buku 1) iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………….……….......................……………...... i
TIM PENYUSUN ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI …….............………….……….............………………………………........……….. iii
DAFTAR TABEL ………......……….……….............……………….................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ……...............…………..........……………….………............... 1
1.1. Latar Belakang …….............................…………………………………… 3
1.2. Permasalahan …………………………………....................................... 6
1.3. Tujuan ………………………………………….......................................... 7
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan ………………………................................... 7
1.5. Metodologi ……………………………………........................................ 8
1.6. Tenaga Ahli …………………………………........................................ 9
1.7. Tahapan Kegiatan ……………………………...................................... 9
1.8. Institusi Terkait dalam Penyusunan Nesparnas ………………….… 11
BAB 2 PEMAHAMAN, PENYUSUNAN DAN SUMBER DATA NESPARNAS 13
2.1. Pengertian Umum Nesparnas ……………….................................. 15
2.2. Pemahaman Supply dan Demand …………................................. 17
2.2.1. Supply ……………...…...................................................... 18
2.2.2. Demand ………………………………...................................... 20
2.3. Penyusunan Pengeluaran Terkait Pariwisata ........................... 22
2.3.1. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara …………… 23
2.3.2. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indonesia ke Luar
Negeri (Outbound) ...................................................... 24
2.3.3. Struktur Pengeluaran Wisatawan Mancanegara
(Inbound) ..................................................................... 26
Daftar Isi
iv Nesparnas 2015 (Buku 1)
2.3.4. Struktur Investasi Pariwisata ……............................…... 27
2.3.5. Struktur Pengeluaran Lainnya Terkait Pariwisata …… 29
2.4. Jenis-Jenis Tabel/Subneraca Nesparnas …................................ 31
2.5. Model Pengukuran Dampak Pariwisata ……............................. 32
BAB 3 STRUKTUR PENGELUARAN WISATAWAN, INVESTASI, DAN PROMOSI
PARIWISATA ........................................................................................ 41
3.1. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara ........................... 43
3.2. Struktur Pengeluaran Wisatawan Mancanegara ….................. 47
3.3. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indoenesia ke Luar Negeri
(Wisnas) ................................................................................... 50
3.4. Struktur Pengeluaran Pemerintah dan Swasta untuk Investasi
Pariwisata ................................................................................ 53
3.5. Struktur Pengeluaran Pemerintah untuk Promosi dan
Pembinaan Pariwisata .............................................................. 55
BAB 4 ANALISIS NERACA SATELIT PARIWISATA NAIONAL ........................... 59
4.1. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian …............................ 61
4.2. Dampak Ekonomi Pariwisata ……………………………………….......... 63
4.2.1. Dampak Terhadap Output ……………………………….………. 66
4.2.2. Dampak Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ....... 68
4.2.3. Dampak Terhadap Kompensasi Tenaga Kerja .............. 69
4.2.4. Dampak Terhadap Pajak atas Produksi Neto ............. 70
4.3. Perspektif Pariwisata Indonesia dalam Konteks Dunia ............ 71
Daftar Isi
Nesparnas 2015 (Buku 1) v
BAB 5 TENAGA KERJA USAHA PARIWISATA ………………................................. 77
5.1. Usaha Pariwisata ...................................................................... 79
5.2. Tenaga Kerja Usaha Pariwisata ................................................ 80
5.2.1. Struktur Tenaga Kerja Perhotelan ……………................. 83
5.2.2. Struktur Tenaga Kerja Usaha Restoran/ Rumah
Makan ..........................................................................
86
5.2.3. Struktur Tenaga Kerja Usaha Spa (Solus Per Aqua) ...... 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 91
LAMPIRAN ........................................................................................................ 93
Daftar Tabel
vii Nesparnas 2015 (Buku 1)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.2. Struktur Pengeluaran Wisnus Menurut Produk Barang dan
Jasa yang Dikonsumsi, Tahun 2014 (miliar rupiah) ................ 45
Tabel 3.3a. Struktur Pengeluaran Wisnus Menurut Provinsi Asal Tahun
2014 (miliar rupiah) ................................................................ 46
Tabel 3.3b. Struktur Pengeluaran Wisnus Menurut Provinsi Tujuan
Tahun 2014 (miliar rupiah) ...................................................... 47
Tabel 3.4. Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara yang
Berkunjung ke Indonesia Menurut Negara Tempat Tinggal,
Tahun 2010 – 2014 …………................................................. 48
Tabel 3.5. Struktur Pengeluaran Wisman Menurut Produk Barang dan
Jasa yang Dikonsumsi, Tahun 2014 (miliar rupiah) ............... 50
Tabel 3.6. Jumlah Perjalanan Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri,
Tahun 2010 -2014 (ribu perjalanan) ……................................ 51
Tabel 3.7. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri
Menurut Kategori Pengeluaran dan Jenis Produk Barang dan
Jasa yang Dikonsumsi, Tahun 2014 (miliar rupiah) ................ 52
Tabel 2.1. Input-Output Untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga
Sektor Produksi ...................................................................... 34
Tabel 3.1. Jumlah Perjalanan Wisnus di Indonesia, Tahun 2010-2014
(ribu perjalanan) ……………………………………………………………... 44
Daftar Tabel
Nesparnas 2015 (Buku 1) viii
Tabel 3.8. Struktur Investasi Pariwisata Baik yang Bersifat Langsung
Maupun Tidak Langsung, Tahun 2014 (miliar rupiah) ........... 53
Tabel 3.9. Struktur Pengeluaran Pemerintah untuk Promosi dan
Pembinaan Sektor Pariwisata Tahun 2014, (miliar rupiah) .... 57
Tabel 4.1. Peranan Pariwisata terhadap PDB Indonesia dari Sisi Neraca
Penggunaan, Tahun 2014 (triliun rupiah) ……...................... 62
Tabel 4.2. Peranan Pariwisata dalam Investasi Nasional, Tahun 2014
(persen) .................................................................................. 63
Tabel 4.3. Ringkasan Pengeluaran Terkait Pariwisata Indonesia, Tahun
2014 (miliar rupiah) ................................................................ 64
Tabel 4.4. Dampak Ekonomi Pariwisata Tahun 2014 ……....................... 67
Tabel 4.5. Jumlah Kunjungan Wisatawan Dunia Tahun 2013 dan 2014
(juta orang) .................................................................. 72
Tabel 4.6. Jumlah Penerimaan dari Wisman Dunia Tahun 2013 dan
2014 …………..................................................................... 74
Tabel 4.7. Sepuluh Negara Tujuan Wisata Utama di Dunia Tahun 2013
dan 2014 ....................................................................... 75
Tabel 4.8. Sepuluh Negara Penghasil Devisa Utama di Dunia Tahun
2013 dan 2014 ................................................................ 76
Tabel 5.1. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut
Status Pekerjaan Utama, Tahun 2014 ................................. 80
Tabel 5.2. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut Jenis
Kelamin, Tahun 2014 ........................................................... 81
Tabel 5.3. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut
Kelompok Umur, Tahun 2014 ................................................ 81
Daftar Tabel
ix Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 5.4. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut
Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan, Tahun 2014 ............. 82
Tabel 5.5. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut
Lapangan Usaha, Tahun 2014 ............................................ 83
Tabel 5.6. Struktur Pekerja pada Usaha Akomodasi menurut Jenis
Pekerjaan, Tahun 2014 …...............…..................................... 84
Tabel 5.7. Struktur Pekerja pada Usaha Hotel Berbintang menurut
Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2014 ………..... 85
Tabel 5.8. Struktur Pekerja pada Usaha Akomodasi Lainnya menurut
Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2014 …............ 86
Tabel 5.9. Rata-rata Pekerja WNI pada Usaha Restoran/Rumah Makan
menurut Status Pekerja, Tahun 2014 ….................................. 86
Tabel 5.10. Rata-rata Pekerja WNI pada Usaha Restoran/Rumah Makan
menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2014 …….... 87
Tabel 5.11. Struktur Pekerja WNI pada Usaha Spa menurut Status
Pekerja dan Jenis Kelamin, Tahun 2014 ….............................. 88
Tabel 5.12. Struktur Pekerja WNI pada Usaha Spa menurut Pendidikan,
Tahun 2014 ............................................................................ 89
Pendahuluan
Nesparnas 2015 (Buku 1) 3
1.1. Latar Belakang
Pariwisata terus berkembang dengan pesat seiring pergerakan manusia
yang semakin dinamis dan ditambah akses terhadap moda angkutan yang
memadai. Dinamika yang terjadi telah menciptakan berbagai pola perjalanan yang
bervariasi dari waktu ke waktu. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi
pengembangan kepariwisataan di Indonesia.
Industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dan merupakan
sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini. Peningkatan
jumlah destinasi dan investasi dalam pembangunan pariwisata, telah mengubah
pariwisata sebagai penggerak utama (key driver) kemajuan sosio-ekonomi suatu
negara melalui penerimaan devisa, penciptaan lapangan pekerjaan dan
kesempatan berusaha, dan pembangunan infrastruktur. Organisasi pariwisata
dunia (UNWTO) memperkirakan pada tahun 2030 wisatawan internasional akan
mencapai 1,8 milyar dengan tingkat pertumbuhan kunjungan diperkirakan 3,3
persen per tahun. Untuk wilayah Asia dan Pasifik diperkirakan dapat dicapai
pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu 4,9 persen. Bahkan di negara tertentu
pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dapat tercapai.
Angka estimasi UNWTO ini sudah tentu sangat menggiurkan pelaku usaha
pariwisata. Potensi itu tak boleh hanya dibiarkan menjadi peluang liar yang sulit
ditangkap. Oleh sebab itu, banyak negara terutama di kawasan Asia Pasifik berpacu
dan berbenah diri untuk membangun industri pariwisatanya.
Di tengah kompetisi dunia yang sangat ketat, ditambah dengan ancaman
krisis ekonomi global yang dialami oleh banyak negara dalam beberapa tahun
terakhir, maka dibutuhkan inovasi dan strategi yang tepat dan produktif untuk
merebut pasar pariwisata. Keterkaitan lintas sektor pariwisata akan menjadi mata
rantai pendukung bagi gerak ke depan (moving forward) pembangunan nasional.
Menangani industri pariwisata lebih rumit dari pada menangani industri
pesawat terbang. Industri pesawat terbang memang memerlukan teknologi
canggih dan modal besar, namun tidak melibatkan banyak sektor. Sedangkan
Pendahuluan
4 Nesparnas 2015 (Buku 1)
industri pariwisata melibatkan hampir semua sektor ekonomi baik yang tergolong
industri yang berkarakter pariwisata (tourism characteristic industry) seperti hotel
dan restoran maupun industri yang sepintas tak berkaitan dengan industri
pariwisata namun sebagian demand-nya berasal dari pariwisata (tourism connected
industry). Jumlah industri yang terkait dan menerima dampak multiplier dari
pariwisata tak terbilang.
Terkait perkembangan pariwisata Indonesia, Program Wonderful
Indonesia, yang dicanangkan sejak tahun 2011, dan dilanjutkan hingga sekarang,
telah membawa semangat baru bagi masyarakat pariwisata di Indonesia. Melalui
upaya promosi, peningkatan pelayanan, dan membaiknya situasi keamanan, serta
paska pemulihan dari krisis ekonomi global yang banyak dialami negara-negara
Eropa, statistik kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada
tahun 2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibanding tahun
sebelumnya. Selama tahun 2014 jumlah kunjungan wisman mencapai 9,44 juta,
naik 7,19 persen dibanding jumlah kunjungan wisman selama tahun 2013.
Disamping peningkatan jumlah kunjungan wisman, faktor lain yang juga
sangat berpengaruh terhadap industri pariwisata Indonesia adalah pergerakan
wisatawan nusantara (wisnus). Disadari bahwa peranan wisnus merupakan yang
terbesar dalam menciptakan dampak ekonomi, maka Kementerian Pariwisata
(Kemenpar) semakin gencar untuk mengajak penduduk Indonesia melakukan
perjalanan atau wisata di dalam negeri. Dengan Program Pesona Indonesia,
diharapkan semakin banyak penduduk Indonesia yang ingin mengetahui lebih
banyak tentang negerinya sendiri. Pada tahun 2014 jumlah perjalanan wisnus
mencapai 251,24 juta.
Semakin giatnya promosi dari masing-masing Dinas Pariwisata Daerah
(Diparda) dibantu dengan instansi terkait untuk mengenalkan daerah serta tempat-
tempat wisata lainnya, serta didukung oleh prasarana dan sarana yang ada, maka
diharapkan jumlah pergerakan wisnus semakin meningkat.
Pendahuluan
Nesparnas 2015 (Buku 1) 5
Dengan adanya kegiatan perjalanan wisata, diharapkan akan tercipta
konsumsi wisatawan di dalam negeri. Konsumsi atau belanja wisatawan tersebut
menjadi faktor pendorong bagi pengembangan sarana dan prasarana pariwisata
yang pada akhirnya akan mendorong perkembangan pariwisata khususnya dan
perekonomian pada umumnya.
Nilai ekonomi dari hasil penjualan jasa pariwisata kadang tidak dapat
diukur secara nyata dalam bentuk nominal langsung, nilai ekonomi tersebut
seringkali terkesan hanya langsung berhubungan dengan para pelaku pariwisata itu
sendiri. Namun sesungguhnya nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata tidak hanya
dinikmati oleh suatu sektor tersendiri, tapi juga dinikmati oleh berbagai sektor.
Sebagai contoh, seorang wisatawan membeli sebuah cinderamata, maka yang akan
menikmati rantai dari pembelian tersebut adalah penjual, pembuat cinderamata,
distributor dan bahkan pembuat bahan baku cinderamata tersebut yang dalam
kegiatan ekonomi dikelompokkan dalam industri. Dengan meningkatnya jumlah
konsumsi wisatawan, tentu akan semakin besar dampak ekonomi yang dinikmati,
dan semakin banyak sektor yang terkait.
Untuk melihat keterkaitan antar sektor serta dampak ekonomi yang
diciptakan oleh kegiatan pariwisata, dibutuhkan data yang akurat, terpercaya,
terkini, dan konsisten yang meliputi aspek-aspek yang terkait dengan pariwisata.
Disamping itu, agar terlihat asas manfaat untuk masyarakat luas, perlu penyajian
informasi yang jelas dan menyeluruh dalam bentuk laporan yang mudah dipahami.
Hal ini sejalan dengan dinamika masyarakat sekarang ini, dimana tuntutan
transparansi dan akuntabilitas publik menjadi suatu keharusan. Dengan adanya
informasi pariwisata yang komprehensif, masyarakat dan dunia usaha diharapkan
akan lebih memberikan perhatiannya dan bersedia bekerja sama dengan
pemerintah untuk meningkatkan sektor pariwisata di Indonesia.
Untuk dapat menjawab tantangan tersebut, maka perlu disusun suatu
sistem yang dapat memperlihatkan peranan pariwisata secara komprehensif.
Neraca Satelit Pariwisata Nasional atau yang disingkat dengan Nesparnas adalah
Pendahuluan
6 Nesparnas 2015 (Buku 1)
suatu sistem neraca terpadu sektor pariwisata yang mampu menjawab tuntutan
tersebut di atas. Kajian dan analisis hasil pembangunan kepariwisataan yang
selama ini baru mencakup sebagian aspek dan dilakukan secara terpisah-pisah,
diharapkan pada masa mendatang menjadi kajian yang lebih menyeluruh dan
konsisten dengan diterapkannya metoda Nesparnas yang dilakukan secara
berkesinambungan.
Penerapan metoda Nesparnas ini merupakan kegiatan lanjutan dari tahun-
tahun sebelumnya, yang bertujuan agar dapat tersusun informasi pariwisata dan
kegiatan yang terkait pariwisata secara lengkap, baik dari sisi permintaan maupun
penawaran. Nesparnas merupakan suatu konsep dan metode tampilan informasi
kuantitatif sektor pariwisata yang menyediakan perangkat analisis yang
menyeluruh (comprehensive), kompak (compact), saling berkait (interconnected),
konsisten (consistent), dan terkontrol (controllable). Sistem ini terbilang ampuh dan
handal dalam menjawab tantangan penyediaan informasi kuantitatif dan kualitatif
yang dapat digunakan untuk mengkaji dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
kepariwisataan pada masa lalu serta sekaligus menjawab tantangan dan
permasalahan pariwisata di masa datang.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, penyusunan Nesparnas setiap tahunnya
menjadi sangat penting untuk dilakukan dan diselesaikan mengingat kebutuhan
mendesak baik dalam menetapkan arah kebijakan dan program pembangunan
pariwisata maupun kebutuhan analisis yang lebih luas mengenai kinerja sektor
pariwisata di Indonesia dan dampak ekonomi yang diciptakan.
1.2. Permasalahan
Permasalahan pokok dalam menjawab tantangan di atas adalah bagaimana
menyusun dan membentuk sistem dan kerangka informasi kuantitatif
kepariwisataan Indonesia yang akurat, handal, konsisten, dan komprehensif,
mencakup aspek mikro dan makro ekonomi, serta akomodatif terhadap
rekomendasi Badan-Badan Dunia (UNWTO, WTTC).
Pendahuluan
Nesparnas 2015 (Buku 1) 7
Dalam perumusan masalah di atas, sub masalah yang diangkat dalam
tahapan kegiatan saat ini, yang merupakan kelanjutan dan melengkapi kegiatan
tahun sebelumnya adalah bagaimana melengkapi data dasar, seperti jumlah
wisatawan nusantara, tenaga kerja dan investasi baik langsung maupun tidak
langsung terkait dengan kegiatan pariwisata dan pengeluaran dunia usaha untuk
pariwisata atau yang terkait.
1.3. Tujuan
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah menyusun Nesparnas dan
mempertajam data-data pokok yang akan digunakan dalam menyusun tabel-tabel
dalam Nesparnas. Nesparnas disusun dalam bentuk set data kuantitatif dan
kualitatif yang berfungsi sebagai kerangka dasar pengembangan subsistem
informasi untuk melihat kegiatan kepariwisataan dalam dimensi sektor ekonomi
dan wilayah. Nesparnas disusun dengan tujuan untuk melihat peranan atau
sumbangan pariwisata terhadap perekonomian nasional. Dari hasil tersebut
diharapkan dapat dibuat kebijakan yang tepat dan terarah.
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan mencakup dua hal:
A. Kegiatan penyusunan Nesparnas
Penyusunan Nesparnas mencakup dua sisi dari kegiatan pariwisata yaitu sisi
permintaan yang mencakup konsumsi wisatawan, investasi, dan promosi,
serta sisi penawaran yang meliputi penyediaan sarana dan prasarana
pariwisata.
B. Kegiatan pengumpulan data dunia usaha pariwisata
Dalam pengumpulan data tenaga kerja dan pengeluaran dunia usaha untuk
pariwisata dalam rangka penyusunan Nesparnas dan membuat tabel-tabel
yang sesuai dengan rekomendasi yang ada, meliputi dua hal: pertama, data
Pendahuluan
8 Nesparnas 2015 (Buku 1)
tenaga kerja dari kegiatan dunia usaha yang terkait dengan kegiatan
pariwisata, kedua data pengeluaran dunia usaha untuk pariwisata.
1.5. Metodologi
A. Metodologi Penyusunan Nesparnas
1) Pengumpulan data mengenai jumlah dan konsumsi wisatawan diperoleh
dari data sekunder, yaitu untuk jumlah dan konsumsi wisatawan
nusantara diperoleh dari hasil Survei Rumah Tangga (Modul Perjalanan)
yang dilakukan sejalan dengan pelaksanaan SUSENAS, jumlah dan
konsumsi wisatawan mancanegara diperoleh dari hasil Passenger Exit
Survey, dan konsumsi wisatawan Indonesia ke luar negeri diperoleh dari
Survei Outbound.
2) Dalam mengukur dampak atau peranan pariwisata terhadap
perekonomian digunakan model Input Ouput. Model ini menggunakan
Tabel Input Output (I-O) yang berupa suatu matriks yang menyajikan
informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan
antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dan periode
tertentu. Permintaan akhir yang terdiri dari konsumsi wisatawan,
investasi sektor pariwisata dan promosi pariwisata di dalam Tabel I-O
merupakan faktor eksogen yang mendorong penciptaan nilai produksi
barang dan jasa. Selanjutnya masing-masing struktur pengeluaran dari
permintaan akhir tersebut diklasifikasikan kembali mengikuti klasifikasi
sektor I-O dan mengalikannya dengan koefisien multiplier Leontief
untuk memperoleh dampaknya.
B. Metodologi Pengumpulan Data Pengeluaran Dunia Usaha untuk Pariwisata
Pengumpulan data primer pada kegiatan ini adalah melalui wawancara
langsung terhadap responden terpilih.
Pendahuluan
Nesparnas 2015 (Buku 1) 9
1.6. Tenaga Ahli
Untuk melaksanakan kegiatan Penyusunan Nesparnas Tahun 2014, telah
disiapkan suatu Tim Tenaga Ahli dari berbagai disiplin ilmu terkait, yaitu ahli
metodologi dan design survey, ahli neraca nasional, ahli analisis statistik, ahli
statistik pariwisata, serta dibantu oleh tenaga operator komputer dan
sekretariat/administrasi. Tim bertugas melaksanakan semua kegiatan pekerjaan
mulai dari perencanaan sampai laporan akhir, dan setiap anggota tim memberikan
kontribusinya sesuai tugas dan keahliannya. Tim dipimpin oleh seorang ketua yang
bertugas secara langsung mengkoordinasikan seluruh kegiatan masing-masing
anggota.
1.7. Tahapan Kegiatan
A. Perencanaan dan persiapan
1) Studi literatur
Seperti pada tahun sebelumnya, sebagai awal dari kegiatan ini akan
dilakukan studi literatur dari Tourism Satellite Account (TSA) yang telah
direvisi dan dimodifikasi oleh beberapa negara dan evaluasi data
tenaga kerja yang telah ada dalam penyusunan Nesparnas
sebelumnya.
2) Penyusunan variabel dan kerangka tabel pokok Nesparnas
Variabel-variabel dan data pokok yang diperlukan dalam penyusunan
Nesparnas, terutama data pengeluaran wisatawan dan investasi,
diinventarisir dan dikumpulkan pada tahap ini. Data-data tersebut
merupakan data sekunder hasil survey yang telah dilakukan. Selain itu
juga menyusun kerangka tabel pokok dan data penunjang yang
diperlukan.
3) Penyusunan daftar isian
Pendahuluan
10 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Untuk memperoleh data primer maupun sekunder maka akan disusun
kuesioner sebagai alat kumpul data beserta pedoman cara
pengisiannya yang didahului dengan menginventarisir item-item yang
diperlukan.
B. Pelaksanaan lapangan
Pengumpulan data lapangan dalam hal ini, akan dilakukan oleh petugas yang
telah dilatih dengan menggunakan kuesioner yang telah terstruktur.
C. Pengolahan
1) Pengolahan data pengeluaran wisnus dan dunia usaha untuk
pariwisata
Untuk mempercepat hasil studi ini dilakukan pengolahan dengan
sistem komputer dimana dilakukan tahapan-tahapan standar seperti:
editing, coding, entry data, tabulasi, dan analisis.
2) Pengolahan Nesparnas
Pengolahan pada tahap ini menggunakan Tabel Input Ouput. Data
permintaan akhir dari pariwisata yang telah dikumpulkan pada tahap
awal, diklasifikasikan kembali sesuai struktur sektor di Tabel I-O.
Dengan menggunakan model dan persamaan matriks yang ada, maka
akan diperoleh dampak pariwisata terhadap komponen perekonomian
Indonesia.
3) Pembahasan hasil
Sebelum dilakukan analisis perlu dilakukan pembahasan tabel-tabel
hasil studi, baik untuk hasil survey dunia usaha, maupun hasil
nesparnas secara keseluruhan, untuk lebih mencermati data menurut
berbagai karakteristik.
4) Analisis dan penyajian
Sebagai output akhir kegiatan ini akan dilakukan analisis dari hasil
tabel-tabel olahan yang sudah selesai dibahas dalam bentuk laporan.
Pendahuluan
Nesparnas 2015 (Buku 1) 11
1.8. Institusi Terkait dalam Penyusunan Nesparnas
Kerja sama antar institusi/lembaga pemerintah sangat diperlukan dalam
melakukan penyusunan Nesparnas ini. Dalam penyusunan Nesparnas ini, ada tiga
institusi pemerintah yang terlibat langsung yaitu Badan Pusat Statistik,
Kementerian Pariwisata, dan Bank Indonesia. Adapun tim utama dalam
penyusunan Nesparnas ini adalah Badan Pusat Statistik, terutama yang
bertanggung jawab dalam penyusunan Statistik Pariwisata dan Neraca Nasional. Di
lain pihak, Bank Indonesia terlibat dalam penyusunan ini dikarenakan data-data
yang diperlukan dalam penyusunan neraca perjalanan, diperoleh dari hasil
Nesparnas. Sementara itu Kementerian Pariwisata bertanggung jawab dalam
mengorganisasi sumber data utama yaitu data pengeluaran wisatawan
mancanegara di Indonesia dan pengeluaran penduduk Indonesia yang ke luar
negeri. Ketiga tim ini melakukan diskusi secara reguler khususnya untuk
memecahkan masalah teknis seperti bagaimana mendapatkan sumber data,
konsep dan definisi serta kerangka Nesparnas.
Di dalam struktur organisasi BPS, terdapat tim Input-Output yang
bertanggung jawab dalam penyusunan Tabel I-O. Tabel yang digunakan dalam
penyusunan Nesparnas kali ini adalah Tabel I-O 2010. Sebagian dari tim
penyusunan tabel I-O terlibat juga dalam penyusunan Nesparnas ini, sehingga
Tabel I-O tersebut dapat langsung diimplementasikan ke dalam Nesparnas.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 13
BAB 2
PEMAHAMAN, PENYUSUNAN,DAN SUMBER DATANESPARNAS
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 15
2.1. Pengertian Umum Nesparnas
Nesparnas merupakan perangkat neraca yang berisikan data tentang peran
kegiatan pariwisata dalam tatanan ekonomi nasional. Disebut sistem karena
terdiri dari berbagai elemen neraca, dimana satu dengan lainnya saling terkait dan
saling mempengaruhi, yang digambarkan melalui keterkaitan berbagai jenis
transaksinya. Secara spesifik Nesparnas berisikan data tentang perilaku pariwisata
dalam melakukan transaksi ekonomi dengan berbagai institusi ataupun pelaku-
pelaku ekonomi domestik dalam bentuk neraca dan matriks.
Nesparnas menggambarkan semua kegiatan dan transaksi ekonomi yang
berhubungan dengan barang-barang dan jasa pariwisata, baik sisi produksi (supply)
maupun sisi permintaan (demand). Sebagai suatu sistem data yang komprehensif,
cakupan Nesparnas meliputi: (1) struktur ekonomi dari sektor pariwisata, (2)
struktur pengeluaran wisatawan dan besarannya, (3) struktur sektor yang terkait
pariwisata, (4) struktur investasi pariwisata dan kontribusinya dalam investasi
nasional, (5) struktur pekerja di sektor pariwisata dan kontribusinya pada pekerja
nasional dan (6) peran sektor pariwisata pada perekonomian nasional.
Sebagai perluasan dari Sistem Neraca Nasional (SNN), Nesparnas dapat
digunakan antara lain untuk melihat keterkaitan transaksi yang terjadi antara
pelaku pariwisata dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya (termasuk penyedia jasa
pariwisata) secara mutual. Disamping itu dapat mengetahui bagaimana peran dan
berapa besar kontribusi kegiatan pariwisata dalam sistem ekonomi secara
keseluruhan.
Meskipun secara konsep sangat dimungkinkan membangun neraca-neraca
pendukung lainnya dalam Nesparnas dengan mengikuti struktur dan konsep SNN,
tetapi kesulitan utama yang dihadapi adalah ketersediaan data dasar. Dengan
mempertimbangkan sumber daya dan kemampuan yang tersedia, Nesparnas yang
dibangun di sini hanya akan difokuskan pada kegiatan di sektor produksi atau yang
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
16 Nesparnas 2015 (Buku 1)
umumnya disebut sebagai sektor riil. Melalui perangkat ini dapat diketahui
dampak kegiatan pariwisata dalam tatanan ekonomi nasional.
Dengan demikian, maka perangkat Nesparnas yang akan disajikan dalam
kajian ini hanya berisikan informasi tentang hubungan antara kegiatan pariwisata
dengan kegiatan proses produksi barang dan jasa, dalam wilayah ekonomi
Indonesia. Hubungan tersebut merupakan interaksi antara pelaku pariwisata
dengan produsen pariwisata, dan antar produsen pariwisata itu sendiri. Beberapa
analisis akan diturunkan dari perangkat tersebut, diantaranya analisis tentang nilai
tambah yang diturunkan ataupun analisis tentang dampak pariwisata terhadap
kegiatan ekonomi di sektor riil.
Hubungan transaksi antara pelaku pariwisata (fungsi konsumsi) dengan
pelaku ekonomi (fungsi produksi) domestik tersebut dalam konteks makro disebut
sebagai interaksi antara Supply dan Demand. Apabila pada keseimbangan makro
Supply harus sama dengan Demand, maka hukum ini tidak berlaku sepenuhnya
bagi kegiatan ekonomi pariwisata. Tidak semua produk kegiatan ekonomi tersebut
langsung dikonsumsi habis oleh pariwisata, karena ada kegiatan diluar pariwisata
yang juga mengkonsumsi produk tersebut. Produk barang dan jasa yang dihasilkan
di wilayah ekonomi domestik tersebut apabila dikonsumsi oleh wisatawan
mancanegara (non-resident) maka akan dicatat sebagai ekspor suatu negara.
Begitu pula berlaku sebaliknya apabila produk negara lain dikonsumsi oleh
wisatawan nusantara (resident) akan dicatat sebagai impor.
Kemudian untuk selanjutnya struktur neraca yang akan disajikan dalam
Nesparnas disini adalah keterkaitan Demand pariwisata terhadap Supply pariwisata
yang diturunkan dari neraca produksi, tabel Produk Domestik Bruto (PDB) serta
tabel Input-Output. Dari neraca produksi dapat dilihat struktur neraca kegiatan
ekonomi khusus yang layanan/produknya memang sebagian besar ditujukan bagi
permintaan wisatawan, baik dalam negeri (wisnus dan wisnas) maupun luar negeri
(wisman). Hubungan tersebut menggambarkan transaksi langsung yang terjadi
antara Supply dengan Demand. Sedangkan hubungan secara tidak langsung akan
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 17
disajikan dalam tabel Input-Output. Tabel Input-Output yang disajikan dalam
bentuk matriks tersebut juga akan menghitung dampak kegiatan pariwisata
terhadap tatanan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan di sektor
riil (multiplier effect).
Oleh sebab itu untuk lebih memahami pengertian Nesparnas, disini
difokuskan pada kegiatan produksi pariwisata yang berkaitan dengan sektor riil,
yang diantaranya menghasilkan parameter-parameter ekonomi makro seperti
tentang output yang dihasilkan, struktur biaya antara, nilai tambah yang
diturunkan, investasi fisik yang direalisasikan, serta ekspor dan impor. Informasi
tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel maupun sel-sel matriks, yang
semuanya merupakan bagian tidak terpisahkan dari Nesparnas.
Dengan demikian makna esensi Nesparnas sebenarnya adalah ingin
melihat keseimbangan yang terjadi antara sisi penyediaan dan sisi permintaan jasa
pariwisata dalam arti yang lebih spesifik. Selain itu juga untuk melihat kontribusi
kegiatan pariwisata dalam mendukung sistem perekonomian daerah.
2.2. Pemahaman Supply dan Demand
Meskipun mengacu pada konsepsi yang sama, Supply (penyediaan atau
penawaran) dan Demand (permintaan) bagi kegiatan pariwisata disini mempunyai
arti yang lebih spesifik. Interaksi ini lebih menggambarkan tentang keseimbangan
transaksi ekonomi antara industri pariwisata dengan wisatawan dalam upaya
pemenuhan kebutuhannya. Meningkatnya jumlah wisatawan secara luar biasa
dalam satu dekade terakhir memberikan dampak bagi pertumbuhan industri
pariwisata, baik secara kuantitas maupun kualitas. Penyelenggaraan paket-paket
wisata yang ditawarkan oleh agen perjalanan wisata atau biro perjalanan
merupakan salah satu contoh bagaimana industri pariwisata selalu berusaha untuk
memberikan layanan yang lebih baik sehingga wisatawan dapat menikmati layanan
yang agak berbeda, bahkan jika dilihat dari segi biaya juga bisa lebih murah.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
18 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Dari sisi penyediaan produk jasa pariwisata, terdapat berbagai aktivitas
seperti hotel, restoran, transportasi, agen perjalanan, rekreasi dan hiburan, objek
wisata, serta kegiatan penunjang seperti persewaan, money changer, pusat
industri kerajinan, pusat pertokoan, dan sebagainya. Termasuk juga disini
penyediaan layanan pemerintah dalam hal keimigrasian, kepabeanan, informasi
pariwisata, keamanan dan sejenisnya
Sedangkan sisi permintaan atau tourist demand merupakan permintaan
akan barang dan jasa oleh wisatawan untuk tujuan dikonsumsi langsung yang
jenisnya merupakan produk yang dihasilkan oleh industri pariwisata tersebut.
Secara sederhana pemisahan antara sisi permintaan (demand) dan penawaran
(supply) dapat dilihat dalam Diagram 2.1.
2.2.1. Supply (Penyediaan/Penawaran)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, usaha pariwisata meliputi tiga belas jenis utama, yaitu: daya tarik
wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa
makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan
hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi
dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, wisata tirta, dan
spa. Sedangkan yang dimaksud dengan usaha adalah kegiatan menghasilkan
barang atau jasa untuk dijual dalam suatu lokasi tertentu, mempunyai catatan
administrasi tersendiri dan ada salah satu orang yang bertanggung jawab.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 19
Diagram 2.1. Ruang Lingkup Ekonomi Pariwisata dari Sisi Permintaan dan Penawaran
Industrimesin, alattransport,peralatan
Bangunan &konstruksi
PARIWISATA
PERMINTAAN PENAWARAN
Konsumsi Pariwisata Barang & Jasayang Dikonsumsi
Barang Modal
Pengeluaran Wisman
Pengeluaran Wisnus
PembentukanModal
Promosi
Hotel &Restoran
Angkutandomestik &Komunikasi
BiroPerjalanan
Rekreasi&
Hiburan
Souvenir
Kesehatan,Kecantikan,
& Jasalainnya
Produkindustribukan
makanan
Produkpertanian
Investasi danPengembangan Pariwisata
PengeluaranWisnas
(Pre+Post Trip)
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
20 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Untuk kepentingan analisis, telah disusun Klasifikasi Lapangan Usaha
Pariwisata Indonesia (KLUPI) berdasarkan rekomendasi dari badan-badan
internasional (UN dan UNWTO), seperti: Standard International Classification of
Tourism Activity (SICTA), Tourism Specific Product (TSP) dan International Standard
of Industrial Classification (ISIC). Sehingga klasifikasi tersebut sudah merupakan
penggolongan operasional bagi kegiatan industri pariwisata yang telah
berkembang di Indonesia selama ini. Klasifikasi ini lebih menekankan pada
penggolongan kegiatan ekonomi menurut pelaku produksi (produsen).
2.2.2. Demand (Permintaan)
a. Klasifikasi:
Dari sisi permintaan terdapat aktivitas ekonomi konsumsi yang
dilakukan oleh para wisatawan mancanegara (wisman atau inbound
tourist), wisatawan nusantara (wisnus), wisatawan Indonesia ke luar negeri
(wisnas atau outbond tourist). Sisi permintaan juga mencakup investasi dan
promosi di sektor pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta.
Konsep yang digunakan dalam penyusunan Nesparnas adalah permintaan
pariwisata dan bukan konsumsi pariwisata karena Nesparnas mencoba
untuk mencakup lebih banyak kegiatan pariwisata.
b. Konsep Wisatawan nusantara, Wisatawan mancanegara, dan Penduduk
Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri
Dengan demikian maka konsep dan definisi wisatawan apabila
dilihat dari sisi permintaan adalah sebagai berikut:
Wisatawan nusantara
Adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan dalam
wilayah geografis Indonesia (perjalanan dalam negeri) secara sukarela
kurang dari 6 bulan dan bukan untuk tujuan bersekolah atau bekerja
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 21
(memperoleh upah/gaji), serta sifat perjalanannya bukan rutin, dengan
kriteria:
Mereka yang melakukan perjalanan ke objek wisata komersial, tidak
memandang apakah menginap atau tidak menginap di
hotel/penginapan komersial serta apakah perjalanannya lebih atau
kurang dari 100 km pp.
Mereka yang melakukan perjalanan bukan ke objek wisata komersial
tetapi menginap di hotel/penginapan komersial, walaupun jarak
perjalanannya kurang dari 100 km pp.
Mereka yang melakukan perjalanan bukan ke objek wisata komersial
dan tidak menginap di hotel/penginapan komersial tetapi jarak
perjalanannya lebih dari 100 km pp.
Wisatawan mancanegara (inbound)
Sesuai dengan rekomendasi World Tourism Organization
(UNWTO), definisi wisatawan mancanegara atau wisman adalah setiap
orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya, kurang
dari satu tahun, didorong oleh satu atau beberapa keperluan selain untuk
bekerja dengan penduduk di tempat yang dikunjungi. Wisman pada
dasarnya dibagi dalam dua golongan:
1. Wisatawan (Tourist), yaitu pengunjung yang tinggal di negara yang
dituju paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas)
bulan, dengan maksud utama kunjungan:
a. Personal: berlibur, rekreasi, mengunjungi teman atau keluarga,
belajar atau pelatihan, kesehatan, olah raga, keagamaan, belanja,
transit, dan lain-lain.
b. Bisnis dan profesional: menghadiri pertemuan, konferensi atau
kongres, pameran dagang, konser, pertunjukan, dan lain-lain.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
22 Nesparnas 2015 (Buku 1)
2. Pelancong (Excursionist), yaitu pengunjung yang tinggal di negara yang
dituju kurang dari 24 jam, termasuk cruise passenger yang berkunjung
ke suatu negara dengan kapal pesiar untuk tujuan wisata, lebih atau
kurang dari 24 jam tetapi tetap menginap di kapal bersangkutan.
Wisatawan Indonesia yang ke luar negeri (outbound)
Konsep wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri adalah
penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk
bekerja atau memperoleh penghasilan di luar negeri dan tinggal tidak lebih
dari 12 bulan dengan maksud kunjungan antara lain:
a. berlibur,
b. bisnis,
c. kesehatan,
d. pendidikan,
e. misi/pertemuan/kongres,
f. mengunjungi teman/keluarga,
g. keagamaan,
h. olahraga, dan
i. lainnya.
2.3. Penyusunan Pengeluaran Terkait Pariwisata
Dalam menyusun Nesparnas dibutuhkan berbagai jenis data baik yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan sektor pariwisata maupun data
makro. Jenis data dalam Nesparnas pada umumnya berupa data kuantitatif yang
bisa dipakai untuk mengukur kinerja sektor pariwisata dalam suatu perekonomian
negara.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 23
2.3.1. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara
Pengeluaran yang dicatat dalam pengumpulan data wisatawan nusantara
adalah seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang
melakukan perjalanan di wilayah Indonesia. Karena jumlah penduduk Indonesia
yang sudah mencapai 230 juta lebih pada tahun 2010 dan mulai meningkatnya
kesejahteraan penduduk Indonesia, maka tingkat mobilitas penduduk Indonesia
juga ikut meningkat. Peningkatan mobilitas penduduk ini mengindikasikan adanya
peningkatan penduduk yang melakukan perjalanan “wisata” dalam pengertian
luas. Karena seperti dijelaskan sebelumnya, perjalanan “wisata” yang digunakan
sebagai konsep dasar dalam mengumpulkan data wisnus tidak hanya mencakup
mereka yang melakukan perjalanan untuk tujuan berekreasi atau berlibur saja
tetapi juga termasuk mereka yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis,
keagamaan, kesehatan, olah raga, seminar/pertemuan, maupun mengunjungi
teman/ keluarga. Semua orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan tersebut
bisa dikategorikan sebagai wisnus apabila perjalanan tidak dilakukan lebih dari 6
bulan, perjalanannya bukan merupakan lingkungan sehari-hari, dan bukan untuk
tujuan memperoleh penghasilan di tempat yang dikunjungi.
Pengumpulan data wisatawan nusantara (wisnus) selama ini dilakukan
dengan pendekatan rumahtangga melalui Survei Sosial Ekonomi Daerah (Susenas)
dengan metode sampel. Adapun rincian tentang pengeluaran yang ditanyakan
mencakup biaya-biaya untuk:
1. Akomodasi
2. Makan dan minum
3. Angkutan, baik angkutan darat, angkutan air, maupun angkutan udara
4. Paket perjalanan
5. Pemandu wisata
6. Hiburan dan rekreasi
7. Cinderamata atau oleh-oleh
8. Kesehatan
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
24 Nesparnas 2015 (Buku 1)
9. Lain-lain
Semua rincian biaya diatas adalah seluruh pengeluaran yang dilakukan
oleh penduduk selama melakukan perjalanan, baik yang dibayar sendiri maupun
yang dibayar oleh pihak lain. Disini juga termasuk kewajiban-kewajiban yang harus
dibayar oleh penduduk yang melakukan perjalanan yang sudah menikmati barang
atau jasa selama dalam perjalanan namun pembayaran atas barang atau jasa
tersebut dilakukan setelah selesai melakukan perjalanan. Bahkan secara konsep
pengeluaran perjalanan juga termasuk pengeluaran yang dilakukan sebelum
melakukan perjalanan tetapi akan digunakan dalam perjalanan, seperti membeli
pulsa yang akan digunakan dalam perjalanan. Dalam hal ini termasuk juga
pengeluaran yang dilakukan setelah melakukan perjalanan yang masih berkaitan
dengan perjalanan yang telah dilakukan, seperti biaya cetak foto, servis mobil
yang telah digunakan untuk perjalanan.
2.3.2. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri (outbound)
Jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri akhir-akhir ini
menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan, terutama setelah
membaiknya kondisi perekonomian Indonesia. Berdasarkan iklan paket tur ke luar
negeri yang cukup gencar di media masa ini menunjukkan bahwa pasar wisata ke
luar negeri banyak diminati utamanya oleh mereka yang berkecukupan. Dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir, wisatawan Indonesia ke luar negeri atau
selanjutnya disebut dengan wisatawan nasional (wisnas), jumlahnya sudah hampir
menyamai wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Dan tentu ini
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang membaik, dalam arti mereka
memiliki pendapatan lebih yang dapat digunakan untuk melakukan perjalanan.
Untuk menghitung secara pasti jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke
luar negeri bisa diperoleh dari Ditjen Imigrasi. Namun apabila ingin dilihat negara
tujuan mereka di luar negeri masih belum bisa terpenuhi dari kartu kedatangan
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 25
dan keberangkatan (A/D Card) untuk Warga Negara Indonesia (WNI), karena dalam
kartu tersebut tidak ditanyakan negara tujuan yang akan dikunjungi. Selain itu
sejak tahun 2014 tidak ada kewajiban bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang
akan berangkat ke atau datang dari luar negeri untuk mengisi kartu kedatangan
dan keberangkatan (A/D Card).
Data pengeluaran penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri diperoleh
dengan survei yang dilakukan di beberapa pintu keluar (Outbound Survey).
Pendekatan yang dilakukan adalah mewawancarai mereka saat tiba di Indonesia
dan menanyakan berbagai karakteristik perjalanan mereka termasuk biaya
perjalanan mereka di luar negeri. Dalam menanyakan pengeluaran biaya tiket
perjalanan dari Indonesia ke luar negeri ataupun sebaliknya, dipisah (atau bahkan
tidak ditanyakan) karena dalam konsep neraca, biaya tersebut sudah termasuk
dalam neraca jasa-jasa (angkutan). Sementara itu biaya transportasi selama di luar
negeri tetap dicatat. Namun, survei terhadap penduduk Indonesia yang melakukan
perjalanan ke luar negeri tidak dilaksanakan setiap tahun, dan survei terakhir
dilaksanakan pada tahun 2013.
Jenis pengeluaran yang ditanyakan dalam survei outbound ini hampir sama
dengan survei wisnus, yaitu:
1. Akomodasi
2. Makan dan minum
3. Angkutan, baik angkutan darat, angkutan air, maupun angkutan udara yang
dilakukan di luar negeri (tidak termasuk angkutan dari dan ke Indonesia)
4. Paket perjalanan
5. Pemandu wisata
6. Rekreasi dan hiburan
7. Cenderamata atau oleh-oleh
8. Kesehatan dan kecantikan
9. Lain-lain
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
26 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Dalam rincian pengeluaran di atas juga termasuk pengeluaran sebelum
maupun sesudah melakukan perjalanan dari luar negeri yang masih berkaitan
dengan perjalanannya seperti contoh dalam wisnus.
2.3.3. Struktur Pengeluaran Wisatawan Mancanegara (Inbound)
Secara konsep penghitungan wisman dilakukan berdasarkan rekomendasi
World Tourism Organization (UNWTO) yaitu melalui UPT Imigrasi. Untuk memilah
siapa saja yang termasuk sebagai wisman berdasarkan konsep tersebut, maka
digunakan jenis visa yang dipakai bagi mereka yang berkewarganegaraan asing
(WNA) dan jenis paspor bagi mereka warga negara Indonesia (WNI). Tidak semua
WNA yang datang ke Indonesia adalah wisman, karena WNA yang telah tinggal di
Indonesia lebih dari 1 (satu) tahun sudah tercatat sebagai penduduk Indonesia.
Sehingga apabila mereka ingin pergi ke negara asal mereka kemudian kembali lagi
ke Indonesia, mereka tidak dicatat sebagai wisman saat kembali ke Indonesia.
Dokumen yang mereka gunakan bukan visa tetapi Exit Reentry Permit (ERP) atau
Multiple Exit Reentry Permit (MERP). Sebaliknya, tidak semua WNI yang datang
dari luar negeri tidak termasuk sebagai wisman. Bagi mereka yang sudah tinggal di
luar negeri lebih dari 1 (satu) tahun atau berniat untuk tinggal lebih dari 12 bulan,
mereka dicatat sebagai wisman saat datang ke Indonesia.
Untuk mendeteksi mana yang sebagai penduduk luar negeri dan mana
yang bukan, dari pencatatan laporan UPT Imigrasi mereka itu sudah dipisahkan
dalam kelompok Penduduk Luar Negeri (Penlu/Pendul) bagi mereka yang
menggunakan paspor biasa termasuk di dalamnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Namun TKI yang bekerja di luar negeri pada saat datang ke Indonesia perlu
dicermati kembali apakah mereka masih akan kembali ke luar negeri lagi atau
tidak, karena apabila tidak seharusnya mereka sudah tidak masuk sebagai wisman.
Sedangkan bagi mereka yang menggunakan paspor dinas dan paspor diplomatik
tidak dipisahkan antara mereka yang berdomisili di luar negeri atau di Indonesia.
Untuk itu hanya digunakan perkiraan persentase (rule of thumb) bagi pemegang
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 27
passport dinas 10 persennya adalah wisman dan bagi pemegang passport
diplomatik 50 persennya adalah wisman. Besarnya persentase ini masih perlu
dikaji kembali.
Sebagai dasar penghitungan devisa yang diterima melalui wisman, tidak
hanya jumlah wismannya saja, namun juga diperlukan rata-rata pengeluaran
mereka selama di Indonesia. Untuk mendapatkan rata-rata pengeluaran ini
diperoleh dari hasil Passenger Exit Survey (PES) yang dilakukan oleh Kementerian
Pariwisata.
Secara ideal penghitungan devisa pariwisata baik yang diterima maupun
yang dikeluarkan seperti yang dilakukan dalam penghitungan ekspor dan impor
barang melalui dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan
Impor Barang (PIB). Setiap barang yang keluar masuk dari dalam dan luar negeri
harus mengisi daftar PEB atau PIB yang mencantumkan jenis barang, volume dan
nilai dari barang tersebut. Sedangkan pencatatan lalu lintas manusia yang datang
dan pergi dari dan ke luar negeri harus mengisi A/D Card. A/D Card tersebut harus
diisi oleh setiap orang yang akan memasuki Indonesia, dimana isiannya antara lain:
kebangsaan, negara tempat tinggal, jenis kelamin, maksud kunjungan, dan jenis
pekerjaan.
Tujuan utama dalam PES ini adalah untuk mengetahui rata-rata
pengeluaran wisman selama di Indonesia menurut negara tempat tinggal mereka,
selain rata-rata lama tinggal mereka di Indonesia. Untuk melengkapi keakuratan
hasil survei tersebut juga dilakukan studi mendalam ke biro-biro perjalanan wisata
yang menyelenggarakan paket inbound guna lebih mencermati distribusi
pengeluaran wisman.
2.3.4. Struktur Investasi Pariwisata
Investasi diartikan sebagai suatu kegiatan penanaman modal pada
berbagai kegiatan ekonomi dengan harapan untuk memperoleh benefit atau
manfaat pada masa yang akan datang. Investasi dibutuhkan untuk mendukung
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
28 Nesparnas 2015 (Buku 1)
keberlangsungan pembangunan ekonomi suatu negara. Dari informasi yang
tersedia menunjukkan bahwa tren investasi menunjukkan peningkatan dari waktu
ke waktu, sejalan dengan pembangunan yang dilaksanakan di berbagai bidang.
Dari studi empiris yang dilakukan di berbagai negara hampir dipastikan
bahwa keberhasilan pembangunan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh
pola dan struktur investasinya, bahkan juga sumber investasi tersebut apakah dari
dana domestik atau dari luar negeri. Investasi dapat terbentuk karena terjadinya
surplus usaha yang pada gilirannya akan membentuk tabungan yang merupakan
sumber dana utama investasi.
Secara konsep investasi dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu
“investasi finansial” dan “investasi non-finansial”. Investasi finansial lebih dititik
beratkan pada investasi dalam bentuk pemilikan instrumen finansial seperti uang
tunai, emas, tabungan, deposito, saham, dan sejenisnya. Sedangkan investasi fisik
lebih menekankan pada realisasi berbagai jenis investasi fisik seperti bangunan,
kendaraan, mesin-mesin, dan sejenisnya. Untuk selanjutnya yang dimaksud
dengan investasi dalam kaitannya dengan sektor pariwisata disini adalah investasi
fisik saja.
Secara definitif yang dimaksud dengan investasi pariwisata adalah
pengeluaran dalam rangka pembentukan modal yang dilakukan oleh sektor-sektor
ekonomi yang bertujuan untuk mendukung kegiatan pariwisata baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pelaku investasi tersebut adalah produsen
penghasil produk barang dan jasa, baik pemerintah, BUMN/BUMD maupun pihak
swasta (termasuk rumah tangga).
Investasi fisik tersebut berupa pembuatan bangunan tempat tinggal,
bangunan bukan tempat tinggal (hotel, kantor, tempat hiburan, dan sebagainya),
pembangunan infrastruktur, pembelian mesin, kendaraan dan barang modal
lainnya, termasuk juga perbaikan besar yang dilakukan guna meningkatkan
kapasitas barang modal atau memperpanjang umur pemakaian barang modal
tersebut.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 29
Selanjutnya untuk mengukur besarnya investasi di sektor pariwisata baik
secara langsung maupun tidak langsung tersebut digunakan data Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) yang diturunkan dari data PDB (Produk Domestik
Bruto) Indonesia. Estimasi yang ada menunjukkan bahwa dari total investasi yang
ada, sekitar 4-5 persen yang ditujukan untuk mendukung kegiatan pariwisata.
Investasi tersebut direalisasikan dalam bentuk berbagai jenis barang modal,
diberbagai kegiatan ekonomi dan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sumber data utama yang digunakan dalam menyusun investasi pariwisata
adalah data nilai penyediaan domestik maupun impor yang diturunkan dari tabel
Input-Output 2010 dan PDB tahun 2014. Sebagai data banding digunakan data
investasi yang dikompilasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam
bentuk persetujuan investasi berdasarkan fasilitas yang diberikan yang dibedakan
menurut asal modal perusahaan, yaitu PMA dan PMDN.
Secara umum, pihak swasta paling banyak melakukan PMTB di sektor
pariwisata pada jenis barang modal bangunan hotel dan akomodasi lainnya,
sedangkan pemerintah tidak melakukan PMTB pada jenis barang modal tersebut.
Selanjutnya PMTB berupa bangunan bukan tempat tinggal yang mencakup
bangunan kantor, bangunan pabrik dan sebagainya merupakan jenis barang modal
terbesar kedua yang dibentuk oleh swasta Jenis barang modal alat angkutan serta
bangunan restoran dan sejenisnya menempati urutan ketiga dan keempat.
Pemerintah baik pusat maupun daerah melakukan PMTB terbesar pada
jenis barang modal mesin dan peralatan. PMTB pada jenis barang modal alat
angkutan merupakan PMTB terbesar kedua. Selain jenis barang modal bangunan,
hotel dan akomodasi lainnya, pemerintah juga tidak melakukan PMTB pada jenis
barang modal bangunan restoran dan sejenisnya serta bangunan lainnya.
2.3.5. Struktur Pengeluaran Lainnya Terkait Pariwisata
Pengeluaran lainnya terkait pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah,
mencakup pengeluaran promosi, pembinaan serta pengeluaran lainnya yang
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
30 Nesparnas 2015 (Buku 1)
bersifat non investasi atau modal. Pengeluaran ini terdiri dari pengeluaran
promosi, periklanan pada kegiatan yang terkait dengan pariwisata seperti kegiatan
perhotelan, restoran, industri pengolahan dan pertanian yang terkait dengan
pariwisata, serta sektor jasa yang terkait dengan pariwisata. Secara garis besar
pengeluaran ini akan tergambar dalam belanja barang dalam pengeluaran rutin
pemerintah. Termasuk pula balas jasa dalam rangka pembinaan pegawai
pemerintah yang bergerak di sektor pariwisata yang tercermin dari belanja
pegawai dari anggaran rutin pemerintah.
Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan pengeluaran lainnya
terkait pariwisata pemerintah berasal dari pengeluaran rutin APBN untuk
pemerintah pusat dari Kementerian Keuangan, serta pengeluaran rutin APBD
seluruh provinsi dan kabupaten/kota dari Bappenas. Selain itu, sumber data
diperoleh dari publikasi Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi yang
mencakup pengeluaran rutin APBD Tingkat I seluruh provinsi dan Statistik
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mencakup pengeluaran rutin
APBD Tingkat II seluruh kabupaten/kota, serta Statistik Keuangan Pemerintah Desa
K3 yang mencakup pengeluaran rutin dari pemerintahan desa yang berasal dari
BPS. Disamping itu dipergunakan pula tabel I-O Indonesia tahun 2010 dari BPS.
Pengeluaran pemerintah (current expenditure) dalam promosi dan
pembinaan pariwisata adalah cerminan dari pelaksanaan sebagian besar anggaran
rutin yang berasal dari APBN maupun APBD yang dilakukan oleh pemerintah pusat
maupun daerah, termasuk di dalamnya kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian
Pariwisata beserta seluruh jajarannya, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
pemerintah daerah tingkat I/provinsi dan pemerintah daerah tingkat
II/kabupaten/kota, yang berhubungan dengan sektor kepariwisataan. Jadi lingkup
pengeluaran ini lebih luas dari lingkup investasi pariwisata yang dilakukan oleh
pemerintah yang telah dibicarakan sebelumnya.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 31
2.4. Jenis-Jenis Tabel/Subneraca Nesparnas
Ada 10 (sepuluh) jenis tabel ikhtisar dan tabel subneraca yang digunakan
sebagai bagian analisis dalam kerangka Nesparnas yang direkomendasikan oleh
UNWTO. Tabel-tabel standar ini disusun sedemikian rupa agar kinerja sektor
pariwisata dan posisinya dalam ekonomi makro daerah dapat dijelaskan secara
terukur dan memadai. Namun demikian struktur tabel dalam Nesparnas ini berbeda
dengan sepuluh tabel yang direkomendasikan oleh UNWTO, karena keterbatasan
data di Indonesia dan adanya perbedaan klasifikasi dari produk pariwisata. Sebagai
contoh data same day visitors tidak tersedia secara rinci. Berdasarkan hasil kajian
data yang tersedia, tabel-tabel yang dapat disusun adalah sebagai berikut:
Tabel 1, menggambarkan struktur pengeluaran wisatawan mancanegara
(wisman) menurut jenis-jenis produk barang dan jasa yang dikonsumsi dan
negara asal.
Tabel 2, menggambarkan struktur pengeluaran wisatawan nusantara menurut
jenis produk barang dan jasa yang dikonsumsi dan provinsi asal (Tabel 2.a) serta
provinsi tujuan (Tabel 2.b).
Tabel 3, menggambarkan struktur pengeluaran wisatawan Indonesia yang
bepergian ke luar negeri, menurut jenis produk barang dan jasa yang dikonsumsi
dan kategori pengeluarannya (yaitu pengeluaran dalam negeri berkaitan dengan
pre dan post-trip dan pengeluaran di luar negeri berkaitan dengan trip-nya
sendiri).
Tabel 4, merupakan penggabungan dari tabel 1, tabel 2 dan tabel 3 yang
menggambarkan struktur pengeluaran seluruh wisatawan (wisman, wisnus dan
outbound) menurut jenis produk barang dan jasa yang dikonsumsi dan jenis
wisatawannya.
Tabel 5, (subneraca) menggambarkan tentang struktur input industri (sektor-
sektor) yang terkait dengan pariwisata. Baris-baris pada subneraca ini
menunjukkan input yang digunakan dalam suatu proses produksi yang dibagi
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
32 Nesparnas 2015 (Buku 1)
dalam dua jenis input yaitu: (a) berbagai produk barang dan jasa yang digunakan
sektor pariwisata sebagai input antara, dan (b) balas jasa faktor (nilai tambah)
yang diciptakan oleh sektor pariwisata, atau disebut juga sebagai input primer.
Subneraca ini lebih menggambarkan sebagai bagian dari suatu sistem produksi
yang transaksinya diantaranya disajikan dalam tabel input-output. Dari tabel
tersebut dapat dicerminkan keseimbangan sisi penawaran dan sisi permintaan
barang dan jasa dalam berbagai aktivitas ekonomi pariwisata.
Tabel 6, (subneraca), memperlihatkan tenaga kerja yang bekerja pada usaha-
usaha yang dikategorikan sebagai usaha pariwisata.
Tabel 7, (subneraca), memperlihatkan struktur pembentukan modal tetap bruto
(investasi fisik) yang merupakan bagian dari investasi yang direalisasikan untuk
menunjang kegiatan pariwisata. Investasi fisik tersebut dilakukan oleh
pemerintah (pusat dan daerah) maupun swasta (daerah dan asing) dalam
bentuk bangunan hotel, restoran, mesin dan peralatan, alat angkutan, dan
barang modal penunjang lainnya.
Tabel 8, (subneraca), memperlihatkan struktur pengeluaran pemerintah (pusat
dan daerah) dan dunia usaha dalam promosi dan pembinaan sektor pariwisata
(current expenditure), dirinci menurut jenis aktivitas yang dilakukan
Tabel 9, (subneraca), memperlihatkan peranan pariwisata dalam struktur
output/produksi dan NTB menurut sektor produksi (Neraca Produksi)
2.5. Model Pengukuran Dampak Pariwisata
Pariwisata dengan segala aspeknya dapat memberikan dampak kepada
berbagai aspek kehidupan, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi. Secara
ekonomi, dampak pariwisata menjadi potensi besar dalam penerimaan devisa
negara dari konsumsi wisatawan mancanegara terhadap produk barang dan jasa.
Wisatawan nusantara tidak kalah pentingnya memberi porsi besar dalam
penciptaan ekonomi daerah maupun regional.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 33
Model Input-Output digunakan untuk mengukur dampak pariwisata
terhadap perekonomian Indonesia. Model ini didasarkan pada keterkaitan antar
sektor ekonomi yang memiliki asumsi homogenitas (kesatuan output),
proporsionalitas (hubungan linear input dan output) dan aditivitas. Model ini
menggunakan Tabel Input Output (I-O) berupa suatu matriks yang menyajikan
informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan
kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dan periode tertentu. Kerangka dasar Tabel
I-O menggambarkan transaksi produksi barang dan jasa yang dapat dilihat dari dua
sisi. Sisi pertama (kolom) menunjukkan struktur input sektor-sektor ekonomi,
komposisi nilai tambah yang dihasilkan dan struktur permintaan akhir (final
demand) terhadap barang dan jasa. Sisi kedua (baris) menunjukkan distribusi
(alokasi) output barang dan jasa untuk proses produksi, final demand dan impor.
Tabel I-O yang digunakan dalam mengukur dampak pariwisata tahun 2014
adalah Tabel I-O 2010. Beberapa masalah timbul karena sisi penyediaan (supply)
pariwisata tidak sama dengan struktur yang ada di Tabel I-O. Perbedaan tersebut
muncul karena hasil dari penghitungan pengeluaran wisatawan tidak dimanfaatkan
dalam kompilasi tabel I-O sehingga menyebabkan ketidakkonsistenan antara sisi
permintaan dan penawaran.
Dalam analisis dampak pariwisata terhadap kinerja ekonomi daerah,
permintaan akhir yang terdiri dari (1) pengeluaran wisnus, wisman dan pre dan
post trip dari wisatawan Indonesia yang keluar negeri, (2) investasi sektor
pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, dan (3) pengembangan
dan promosi pariwisata oleh pemerintah dan swasta, menjadi faktor eksogen yang
mendorong penciptaan nilai produksi barang dan jasa. Pengeluaran dari wisnus
dan pre dan post trip wisnas adalah bagian dari konsumsi rumahtangga,
pengeluaran wisman merupakan bagian dari ekspor barang dan jasa, pengeluaran
untuk investasi sektor pariwisata adalah bagian dari pembentukan modal tetap
dan pengeluaran untuk promosi merupakan bagian dari pengeluaran konsumsi
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
34 Nesparnas 2015 (Buku 1)
pemerintah sedangkan pengeluaran wisatawan Indonesia di luar negeri
merupakan impor barang dan jasa.
Tabel 2.1. Input-Output Untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi
Alokasi Permintaan Antara
Permintaan
Akhir
Jumlah
OutputOutput
Sturuktu Input
Sektor produksi
1 2 3
Input
Antara
Sektor
produksi
1 x11 x12 x31 F1 X1
2 x21 x22 x32 F2 X2
3 x31 x23 x33 F3 X3
Input Primer V1 V2 V3
Jumlah Input X1 X2 X3
Dalam pengukuran dampak pariwisata tersebut, masing-masing struktur
pengeluaran dari permintaan akhir tersebut diklasifikasikan kembali mengikuti
klasifikasi sektor dari I-O dan dampaknya diperoleh dengan mengalikannya dengan
koefisien multiplier Leontief (dikenal dengan matriks A).
Dalam analisis dampak pariwisata terhadap kinerja ekonomi daerah,
permintaan akhir menjadi faktor eksogen yang mendorong penciptaan nilai
produksi barang dan jasa. Dalam kaitannya dengan dampak pariwisata, faktor
pendorong (exogenous variable) berupa konsumsi wisatawan mancanegara
(inbound), wisatawan nusantara (wisnus), wisatawan Indonesia ke luar negeri
(outbound) terhadap produk dalam negeri, investasi pariwisata dan pengeluaran
pemerintah untuk pariwisata (APBN) serta lembaga-lembaga nirlaba yang ikut
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 35
andil dalam kegiatan pariwisata. Dengan model I-O dampak kepariwisataan dapat
dihasilkan sebagai berikut:
1. Dampak Terhadap Output
Pengeluaran konsumsi pariwisata akan berdampak terhadap penciptaan
nilai produksi barang dan jasa sektoral. Hubungan antara konsumsi kepariwisataan
dengan nilai output dapat diformulasikan sebagai berikut:
Xi = (I-Ad)-1. C i .................................... (1)
dimana:
Xi = output yang diciptakan akibat konsumsi kepariwisatawaan.
(I-Ad)-1 = invers matriks berfungsi sebagai koefisien regresi dalam
model.
Ci = konsumsi kepariwisataan, mencakup 1) inbound, 2) outbound,
3) wisnus, 4) investasi pariwisata dan 5) pengeluaran
pemerintah untuk pariwisata.
i = 1, 2, 3, 4, 5.
Persamaan (1) mendasarkan hubungan linier antara permintaan akhir,
dalam hal ini konsumsi pariwisata dengan output. Semakin besar jumlah
permintaan terhadap produk barang dan jasa maka output yang harus disediakan
harus bertambah mengikuti matriks pengganda sebagai koefisien regresinya.
Persamaan di atas menghasilkan nilai output barang dan jasa setiap sektor akibat
dari konsumsi pariwisata. Dapat diketahui dampak output akibat masing-masing
komponen konsumsi pariwisata terhadap sektor-sektor ekonomi. Misalkan,
pengeluaran wisman di Indonesia akan berdampak terhadap penambahan nilai
produksi barang dan jasa. Demikian pula akibat adanya aktifitas wisnus, investasi
pariwisata dan pengeluaran pemerintah untuk pengembangan pariwisata akan
memberikan dampak terhadap perekonomian nasional.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
36 Nesparnas 2015 (Buku 1)
2. Dampak Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Nilai tambah bruto merupakan bagian dari nilai output sektor ekonomi.
Sebagai balas jasa atas faktor produksi, nilai tambah bruto mencakup upah dan
gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung dan subsidi. Sebagaimana
model I-O untuk menghasilkan nilai output akibat konsumsi pariwisata, nilai
tambah yang diciptakan juga berbanding lurus dengan permintaan atau konsumsi
kepariwisataan. Formulasi yang menunjukkan hubungan tersebut adalah sebagai
berikut:
Vi = v (I-Ad)-1. C i
= v . Xi ......................................(2)
dimana:
Vi = nilai tambah bruto karena dampak konsumsi kepariwisataan.
v = matriks diagonal koefisien nilai tambah bruto, yaitu rasio antara nilai
tambah bruto sektor tertentu dengan outputnya.
Ci = konsumsi kepariwisataan, mencakup 1) inbound, 2) outbound, 3)
wisnus, 4)investasi pariwisata dan 5) pengeluaran pemerintah untuk
pariwisata
i = 1, 2, 3, 4, 5.
Persamaan (2) menunjukkan hubungan searah antara nilai tambah bruto
dengan nilai outputnya. Ini juga berarti bahwa terdapat hubungan antara konsumsi
kepariwisataan dengan penciptaan nilai tambah sektor ekonomi, yaitu
pengeluaran wisman, wisnus, investasi pariwisata, dan lainnya. Selanjutnya produk
domestik bruto (PDB) dihitung berdasar nilai NTB ditambah pajak dikurangi subsidi
lainnya atas produk (pajak atas produk neto).
Pajak atas produk adalah pajak yang dibayar per unit barang atau jasa.
Pajak dapat berupa sejumlah uang per kuantitas barang atau jasa (volume, berat,
kekuatan, jarak, waktu), atau dihitung berdasarkan nilai sebagai presentase
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 37
spesifik dari harga per unit atau nilai barang dan jasa yang ditransaksikan.
Sementara subsidi atas produk adalah subsidi yang dibayar per unit barang atau
jasa. Subsidi dapat berupa jumlah uang tertentu per unit barang atau jasa, atau
dihitung berdasarkan nilai persentase tertentu dari harga per unit. Subsidi juga
dapat dihitung sebagai selisih antara harga tertentu dan harga pasar aktual yang
dibayar pembeli.
3. Dampak Terhadap Kompensasi Tenaga Kerja dan Pajak Atas Produksi
Neto
Salah satu komponen nilai tambah bruto adalah kompensasi tenaga kerja
dan pajak atas produksi neto. Dari model I-O dapat diturunkan hubungan antara
faktor-faktor tersebut dengan kepariwisataan. Hubungan tersebut dapat disajikan
sebagai berikut:
Vji = vj (I-Ad)-1. C i
= vj . Xi ...............................................(3)
dimana:
Vji = kompensasi tenaga kerja atau pajak atas produksi neto akibat
konsumsi kepariwisataan.
vj = matriks diagonal koefisien kompensasi tenaga kerja atau pajak atas
produksi neto, yaitu rasio antara kompensasi tenaga kerja atau pajak
atas produksi neto sektor tertentu dengan outputnya.
j = 1) kompensasi tenaga kerja, 2) pajak atas produksi neto.
Ci = konsumsi kepariwisataan, mencakup 1) inbound, 2) outbound, 3)
wisnus, 4) investasi pariwisata, dan 5) pengeluaran pemerintah
untuk pariwisata
i = 1, 2, 3, 4, 5.
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
38 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Persamaan (3) ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara konsumsi
kepariwisataan dengan kompensasi kepada para pekerja sektor-sektor ekonomi
dan penerimaan pajak bagi pemerintah dari aktivitas ekonomi tersebut.
4. Dampak Terhadap Kesempatan Kerja
Dalam setiap aktivitas ekonomi dan produksi, dibutuhkan sejumlah faktor
produksi, diantaranya yang penting adalah tenaga kerja. Dalam hubungan yang
sederhana, setiap unit produk yang dihasilkan akan membutuhkan input tenaga
kerja. Dengan demikian, pengeluaran wisatawan terhadap barang dan jasa akan
dapat dihitung pula dampaknya pada kesempatan kerja.
Pariwisata memiliki dimensi yang sangat luas dan lintas sektor. Usaha
pariwisata tidak terbatas pada sektor usaha yang berada di bawah pembinaan
Kementerian Pariwisata atau Dinas Pariwisata, tetapi juga mencakup berbagai
sektor usaha lain yang pembinaannya di bawah kewenangan kementerian/
lembaga lain.
Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pariwisata telah
menyusun Klasifikasi Lapangan Usaha Bidang Pariwisata Indonesia untuk
mengidentifikasi usaha atau industri yang berkaitan langsung dengan kegiatan
pariwisata. Klasifikasi tersebut merupakan sinkronisasi antara usaha pariwisata
sesuai Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 tentang Kepariwisataan beserta
turunannya dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009. Selain
bermanfaat untuk pembinaan, klasifikasi tersebut juga sangat bermanfaat dalam
penyusunan data statistik terkait usaha pariwisata, antara lain mengetahui jumlah
usaha, jumlah tenaga kerja yang terserap, dan karakteristik lainnya terkait industri
atau usaha yang dikategorikan industri pariwisata.
Namun, mengingat luasnya cakupan usaha pariwisata, baik yang terkait
langsung maupun tidak langsung, pembahasan tenaga kerja pada bagian ini hanya
akan difokuskan pada tenaga kerja yang bekerja pada industri atau usaha yang
Pemahaman, Penyusunan, dan Sumber Data Nesparnas
Nesparnas 2015 (Buku 1) 39
terkait langsung dengan kegiatan pariwisata sebagai mana dijabarkan pada
Lampiran A. Sumber data yang digunakan berasal dari Survei Tenaga Kerja
Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS setiap tahun.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 41
BAB 3
STRUKTUR PENGELUARANWISATAWAN, INVESTASI,DAN PROMOSI PARIWISATA
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 43
Untuk melihat dampak kegiatan pariwisata terhadap perekonomian, maka
digunakan analisis dampak dengan pendekatan model input-output. Terkait dengan
hal tersebut, dampak ekonomi pariwisata yang diciptakan sangat tergantung pada
beberapa hal yang berkaitan dengan:
(1) struktur pengeluaran wisatawan dan besarannya,
(2) struktur investasi pariwisata dan kontribusinya dalam investasi nasional,
(3) struktur pengeluaran untuk promosi pariwisata, dan
(4) struktur pekerja dan kontribusinya terhadap pekerja nasional.
3.1. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara
Jumlah perjalanan yang dilakukan penduduk Indonesia terus mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan kondisi
perekonomian yang terus tumbuh tersebut, diharapkan akan meningkatkan daya
beli masyarakat yang pada akhirnya mampu membelanjakan sebagian
penghasilannya untuk hal-hal di luar kebutuhan pokok, salah satunya untuk
melakukan perjalanan wisata. Jumlah perjalanan wisatawan nusantara (wisnus)
pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 251,24 juta atau meningkat sebesar 0,48
persen dibanding tahun 2013 yang tercatat 250,04 juta. Jumlah perjalanan tersebut
terbesar berasal dari Jawa Barat 43,75 juta perjalanan, diikuti Jawa Timur 39,68
juta perjalanan, dan ini sejalan dengan jumlah penduduk di kedua provinsi ini yang
memang besar.
Bila disimak travel balance menurut provinsi, jumlah perjalanan wisatawan
nusantara yang masuk ke suatu provinsi tidak berbeda jauh dengan mereka yang
keluar dari provinsi tersebut. Pola ini terjadi pada provinsi Jawa Tengah, Sumatera
Barat, dan Sulawesi Utara. Jumlah wisatawan domestik yang berkunjung maupun
yang keluar juga proporsional.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
44 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 3.1. Jumlah Perjalanan Wisnus di Indonesia, Tahun 2010 - 2014
(ribu perjalanan)
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Jumlah perjalanan 234.377 236.752 245.290 250.036 251.237
Sumber: BPS
Berdasarkan data jumlah wisnus yang keluar dan masuk, maka setiap
provinsi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) Provinsi yang
mempunyai travel balance positif seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan artinya
jumlah wisnus yang berkunjung ke provinsi ini lebih tinggi dari jumlah wisnus yang
berasal dari provinsi bersangkutan, (2) Provinsi yang mempunyai travel balance
negatif seperti DKI Jakarta, Sulawesi Utara dan beberapa provinsi di Indonesia
Timur, artinya jumlah wisnus yang berkunjung ke provinsi ini lebih rendah dari
jumlah wisnus yang berasal dari provinsi bersangkutan, dan (3) Provinsi yang
mempunyai travel balance tidak tetap.
Perjalanan wisnus ke sejumlah daerah akan menstimulasi pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut, sehingga perjalanan wisnus selain ikut
memperkenalkan budaya daerah kepada wisatawan, juga bisa merupakan sarana
pemerataan pendapatan antar daerah. Dari 251,24 juta perjalanan wisnus pada
tahun 2014, jumlah pengeluaran konsumsinya mencapai Rp 213,97 trilyun atau
rata-rata pengeluaran per perjalanan mencapai Rp 851,68 ribu. Bagian terbesar
pengeluaran ini digunakan untuk angkutan domestik, yaitu 42,11 persen,
sementara untuk pengeluaran akomodasi hanya mencapai 10,34 persen. Ini
mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan domestik
banyak yang tidak menggunakan jasa akomodasi komersial, mereka lebih senang
menginap di rumah teman, kenalan, atau keluarganya.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 45
Sementara itu pengeluaran untuk makanan dan minuman mencapai 19,63
persen dari total pengeluaran, dan pengeluaran untuk belanja produk industri non
makanan mencapai 14,18 persen. Sementara itu, pengeluaran wisnus yang paling
kecil adalah untuk kesehatan dan kecantikan yang hanya mencapai 0,05 persen
dari total pengeluaran. Hal ini disebabkan karena sebagian besar tujuan utama
wisnus melakukan perjalanan adalah untuk mengunjungi keluarga atau
bersilaturahmi.
Tabel 3.2. Struktur Pengeluaran Wisnus menurut Produk Barang dan Jasa
yang Dikonsumsi, Tahun 2014 (miliar rupiah)
Jenis Produk Jumlah Distribusi (%)
(1) (2) (3)1. Hotel dan akomodasi 22.114,43 10,342. Restoran dan sejenisnya 42.008,51 19,633. Angkutan domestik 90.109,91 42,114. Biro perjalanan, operator dan pramuwisata 5.061,84 2,375. Jasa seni budaya, rekreasi dan hiburan 3.196,14 1,496. Jasa pariwisata lainnya 3.100,47 1,457. Souvenir 10.106,75 4,728. Kesehatan dan kecantikan 116,17 0,059. Produk industri non makanan 30.334,73 14,1810.Produk pertanian 7.824,47 3,66
Total Pengeluaran 213.973,41 100,00
Sumber: BPS
Selanjutnya Tabel 3.3.a dan Tabel 3.3.b memperlihatkan struktur
pengeluaran wisnus menurut provinsi asal dan tujuan. Bagi provinsi yang menerima
kunjungan, maka seluruh pengeluaran wisnus di provinsi tersebut merupakan
“devisa” yang diperoleh dari luar provinsi. Namun apabila wisnus hanya melakukan
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
46 Nesparnas 2015 (Buku 1)
perjalanan dalam provinsi di mana mereka tinggal, maka pengeluarannya hanya
berdampak pada sektor usaha di provinsi itu sendiri.
Pengeluaran wisnus terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Barat, mencapai
14,99 persen dari total belanja, diikuti DKI Jakarta dan Jawa Timur, masing-masing
8,72 persen dan 8,49 persen.
Tabel 3.3.a. Struktur Pengeluaran Wisnus Menurut Provinsi Asal,
Tahun 2014 (miliar rupiah)
Sumber: BPS
Sementara dilihat dari provinsi tujuan, penerima terbesar dari perjalanan
domestik adalah provinsi DKI Jakarta, diikuti Jawa Timur dan Jawa Barat. Ketiga
provinsi tersebut masing-masing menerima kontribusi 19,82 persen, 14,25 persen,
dan 14,05 persen dari total pengeluaran wisnus. Hal ini dapat dilihat dari struktur
pengeluaran wisnus menurut provinsi tujuan seperti disajikan pada Tabel 3.3.b
Provinsi yang mendapat “devisa” cukup besar masih berlokasi di Pulau Jawa
dengan jumlah wisnus yang besar.
Provinsi Asal Jumlah Distribusi (%)
(1) (2) (3)1. Sumatera Utara 4.718,09 2,202. Sumatera Barat 3.611,04 1,693. DKI Jakarta 18.653,13 8,724. Jawa Barat 32.082,45 14,995. Jawa Tengah 13.569,39 6,346. DI Yogyakarta 4.177,89 1,957. Jawa Timur 18.176,99 8,498. Bali 4.573,69 2,149. Sulawei Utara 3.983,03 1,8610. Sulawesi Selatan 6.796,52 3,1811. Lainnya 103.631,20 48,43
INDONESIA 213.973,41 100,00
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 47
Tabel 3.3.b. Struktur Pengeluaran Wisnus Menurut Provinsi Tujuan,
Tahun 2014 (miliar rupiah)
Provinsi Tujuan Jumlah Distribusi (%)
(1) (2) (3)1. Sumatera Utara 6.755,78 3,162. Sumatera Barat 2.896,95 1,353. DKI Jakarta 42.416,37 19,824. Jawa Barat 30.060,77 14,055. Jawa Tengah 21.172,96 9,906. DI Yogyakarta 11.255,22 5,267. Jawa Timur 30.495,75 14,258. Bali 8.857,83 4,149. Sulawesi Utara 2.121,66 0,9910. Sulawesi Selatan 9.506,76 4,4411. Lainnya 48.433,33 22,64
INDONESIA 213.973,41 100,00
Sumber: BPS
Hal ini wajar karena jumlah penduduk di pulau ini merupakan yang
terbesar. Selain itu, struktur ini juga menunjukkan bahwa Pulau Jawa masih
merupakan daerah tujuan wisata bagi penduduk Indonesia. Sementara itu Bali yang
merupakan daerah wisata tujuan bagi wisman, ternyata tidak demikian halnya bagi
wisnus. Proporsi pendapatan dari wisnus di Provinsi Bali hanya 4,14 persen dari
total pengeluaran wisnus, jauh lebih rendah dari DKI Jakarta yang sebesar 19,82
persen.
3.2. Struktur Pengeluaran Wisatawan Mancanegara
Seiring meningkatnya jumlah kunjungan wisman, sudah barang tentu akan
memberikan arti yang lebih baik bagi perkembangan kepariwisataan di Indonesia.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
48 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Hal ini dapat dipahami mengingat konsumsi wisman merupakan peranan kedua
yang signifikan dalam struktur pengeluaran pariwisata.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan pada Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang tersebar di seluruh Indonesia, jumlah kunjungan
wisman di tahun 2014 mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Pada
tahun 2014 jumlah kunjungan wisman mencapai 9,44 juta orang. Jumlah ini naik
7,19 persen dibandingkan dengan jumlah wisman tahun 2013 yang sebanyak 8,80
juta orang.
Tabel 3.4. Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke
Indonesia menurut Negara Tempat Tinggal, Tahun 2010- 2014
Sumber: BPS
Negara Tempat
Tinggal2010 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Singapura 1.373.126 1.505.588 1.565.478 1.634.149 1.739.825
Malaysia 1.277.476 1.302.237 1.335.531 1.430.989 1.485.643
Jepang 418.971 412.623 450.687 491.574 525.419
T a i w a n 213.442 221.877 216.535 245.288 244.003
Australia 771.792 931.109 961.595 997.984 1.128.533
Korea, Rep. 274.999 306.061 311.618 343.627 370.142
Amerika Serikat 180.361 204.275 212.851 234.134 251.380
Jerman 145.244 145.160 148.146 168.110 184.815
Inggris 192.259. 192.685 212.087 228.679 249.218
Belanda 151.836 159.063 146.591 158.181 169.308
Tiongkok 469.365 574.179 686.779 807.429 926.750
Lainnya 1.534.073 1.694.874 1.796.564 2.061.985 2.160.375
Jumlah 7.002.944 7.649.731 8.044.462 8.802.129 9.435.411
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 49
Naiknya jumlah wisman tahun 2014 ini disebabkan oleh beberapa faktor,
baik dari dalam (internal factors) maupun luar (external factors). Diluncurkannya
program Wonderful Indonesia, diyakini sebagai salah satu pendorong
meningkatnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Kenaikan jumlah wisman ini
terjadi hampir di semua pintu masuk utama ke Indonesia. Hal lain yang cukup
mendukung kedatangan wisman pada tahun ini adalah semakin kondusifnya situasi
keamanan dalam negeri, serta perkembangan perekonomian yang semakin baik
khususnya di negara-negara pemasok wisman ke Indonesia, seperti Tiongkok,
Malaysia, dan Singapura. Di sisi lain, walaupun ancaman krisis global yang terjadi
sejak triwulan keempat tahun 2009 belum berakhir, namun dampaknya pada
kunjungan wisman di tahun 2014 tidak begitu besar.
Seperti halnya pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2014 jumlah
kunjungan terbanyak berasal dari Singapura yang mencapai 1,74 juta orang atau
18,44 persen, kemudian urutan kedua diikuti oleh wisman asal Malaysia dan
Australia dengan kontribusi masing-masing sebesar 15,75 persen dan 11,96 persen.
Kedekatan geografis secara umum menjadi faktor utama besarnya jumlah wisman
dari negara-negara tersebut. Wisman asal Singapura jumlahnya secara konsisten
tetap terbesar. Sementara itu wisman asal Malaysia pada tahun ini tetap
mengalami peningkatan seperti tahun sebelumnya, hampir menyamai wisman asal
Singapura. Disamping faktor geografis, kedatangan jumlah wisman asal Malaysia ini
juga disebabkan karena faktor hubungan historis sesama rumpun melayu.
Selanjutnya wisman asal Australia yang tahun sebelumnya menempati urutan
ketiga terbesar, dalam tahun ini masih diurutan yang sama. Hal yang menarik untuk
diamati adalah peningkatan jumlah wisman yang berasal dari China yang mencapai
926.750 orang. Dibanding keadaan 4 tahun yang lalu, jumlah wisman yang berasal
dari Tiongkok mengalami peningkatan sebesar 97,45 persen. Perkembangan
ekonomi yang sangat pesat dan semakin terbukanya sistem politik dan ekonomi
Tiongkok menyebabkan jumlah perjalanan penduduknya ke luar negeri semakin
tinggi.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
50 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 3.5. Struktur Pengeluaran Wisman menurut Produk Barang dan Jasa
yang Dikonsumsi, Tahun 2014 (miliar rupiah)
Jenis Produk Jumlah Distribusi (%)
(1) (2) (3)1. Hotel dan akomodasi 60.639,71 41,96
2. Restoran dan sejenisnya 24.447,06 16,92
3. Angkutan domestik 12.371,87 8,56
4. Angkutan Internasional 11.875,50 8,22
5. Biro perjalanan, operator dan pramuwisata 2.981,84 2,06
6. Jasa seni budaya, rekreasi dan hiburan 6.619,00 4,58
7. Jasa pariwisata lainnya 2.514,33 1,74
8. Souvenir 9.481,45 6,56
9. Kesehatan dan kecantikan 3.229,33 2,23
10. Produk industri non makanan 8.338,61 5,77
11. Produk pertanian 2.011,49 1,39
Total Pengeluaran 144.510,19 100,00
Sumber: Kementerian Pariwisata, diolah kembali
Pada tahun 2014 total konsumsi wisman di Indonesia mencapai Rp 144,51
triliun. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2013 yang berjumlah Rp 112,22
triliun, konsumsi wisman tahun 2014 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Peningkatan jumlah konsumsi wisman ini lebih disebabkan oleh
meningkatnya rata-rata konsumsi/belanja wisman di Indonesia. Rata-rata
pengeluaran per kunjungan meningkat dari US$ 1.142 pada tahun 2013 menjadi
US$ 1.183 pada tahun 2014.
3.3. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri (Wisnas)
Selama lima tahun terkhir, jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke
mancanegara (wisnas) menunjukkan tren peningkatan. Disamping adanya
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 51
peningkatan kemampuan masyarakat yang ditandai dengan adanya peningkatan
pendapatan perkapita penduduk sekitar 5 persen per tahun, hal lain yang ikut
mempengaruhi penduduk Indonesia melakukan perjalanan ke luar negeri antara
lain faktor kenyamanan dan keamanan di negara yang dikunjungi, serta harga
perjalanan yang harus dibayar. Dengan berkembangnya perang tarif antar
maskapai penerbangan serta gencarnya promosi dari negara-negara lain, terutama
negara tetangga (ASEAN), menjadi pemicu penduduk Indonesia melakukan
perjalanan ke luar negeri.
Dilihat dari sisi neraca pembayaran sektor jasa, dalam hal ini komponen
travel (pariwisata), masih mengalami surplus hingga akhir tahun ini. Namun
demikian seiring meningkatnya jumlah perjalanan penduduk Indonesia ke luar
negeri, dikhawatirkan surplus itu akan semakin berkurang dan dapat menjadi
balance ataupun negatif. Pada tahun 2014, jumlah kunjungan wisnas mencapai
8,07 juta kunjungan atau naik 0,61 persen dibanding tahun 2013. Dari sisi
pengeluaran atau konsumsi hingga tahun 2014, total pengeluaran wisman masih
lebih tinggi dibanding wisnas, sehingga devisa yang dihasilkan masih bernilai positif
(surplus).
Tabel 3.6 Jumlah Perjalanan Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri, Tahun 2010 –
2014 (ribu perjalanan)
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Jumlah Perjalanan 6.236 6.750 7.454 8.025 8.074
Sumber : BPS
Dalam analisis ini sebenarnya pengeluaran wisatawan Indonesia yang
melakukan perjalanan ke luar negeri tidak hanya uang yang mereka belanjakan di
luar negeri saja (merupakan pengurang devisa) tetapi juga uang yang mereka
belanjakan di Indonesia baik sebelum maupun sesudah mereka kembali ke
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
52 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Indonesia tetapi masih dalam rangkaian perjalanan mereka ke luar negeri. Memang
secara keseluruhan biaya sebelum meninggalkan Indonesia (pre-trip) dan sesudah
tiba di Indonesia (post-trip) yang dikeluarkan relatif kecil, yaitu masing-masing 4,77
persen dan 2,25 persen dari total pengeluaran mereka sebanyak Rp 89,73 triliun.
Tabel 3.7. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indonesia ke Luar Negeri menurut
Kategori Pengeluaran dan Jenis Produk Barang dan Jasa yang Dikonsumsi
Tahun 2014 (miliar rupiah)
Jenis ProdukKategori Pengeluaran Dist
Pre-Trip Trip Post-Trip Jumlah (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Hotel dan akomodasi lain 54,39 27.136,29 25,62 27.216,30 30,33
2. Restoran dan sejenisnya 608,13 12.325,00 286,51 13.219,64 14,73
3. Angkutan 873,65 5.515,39 411,60 6.800,65 7,58
4. Biro perjalanan, operator,
dan pramuwisata1.170,44 875,46 551,43 2.597,32 2,89
5. Jasa seni, budaya, rekreasi,
dan hiburan- 2.089,56 - 2.089,56 2,33
6. Jasa Pariwisata Lainnya - 3.134,34 - 3.134,34 3,49
7. Souvenir - 6.234,97 - 6.234,97 6,95
8. Kesehatan dan Kecantikan - 8.303,61 - 8.303,61 9,25
9. Produk non makanan 1.576,00 16.768,97 742,50 19.087,47 21,27
10.Produk pertanian - 1.048,04 - 1.048,04 1,17
Jumlah 4.282,60 83.431,63 2.017,66 89.731,89 100,00
Sumber: Kementerian Pariwisata, diolah kembali
Dilihat dari keseluruhan pengeluaran yang mereka lakukan, porsi terbesar
adalah untuk akomodasi, yaitu 30,33 persen. Sementara itu untuk keperluan
makan/minum di restoran dan sejenisnya, mereka mengeluarkan dana sekitar
14,73 persen dari total pengeluarannya. Sedangkan untuk keperluan kesehatan dan
kecantikan mereka mengeluarkan uang dengan porsi 9,25 persen.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 53
3.4. Struktur Pengeluaran Pemerintah dan Swasta untuk Investasi Pariwisata
Untuk mengukur besarnya investasi di sektor pariwisata baik secara
langsung maupun tidak langsung digunakan data Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) yang diturunkan dari data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun
2014. Dalam pemahaman PDB, investasi dimaksud juga sebagai PMTB. Dari data
tersebut terlihat bahwa total investasi swasta yang ditujukan untuk mendukung
kegiatan pariwisata adalah sebesar 3.93 persen dari total investasi yang berjumlah
sebesar Rp 3.434,12 trilliun. Investasi pariwisata ini terdiri dari investasi oleh dunia
usaha atau swasta sebesar Rp 134,99 triliun atau sebesar 99,75 persen, sedangkan
sisanya sebesar 0,25 persen dilakukan oleh pemerintah atau senilai Rp 0,34 triliun.
Tabel 3.8. Struktur Investasi Pariwisata Baik yang Bersifat Langsung maupun Tidak
Langsung Tahun 2014 (miliar rupiah)
Jenis Barang ModalSwasta/
BUMN/BUMD
PemerintahJumlah
Pusat Daerah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Bangunan Hotel dan Akomodasi lainnya 28.162,29 - - 28.162,29
2. Bangunan Restoran dan sejenisnya 8.224,25 - - 8.224,25
3. Bangunan Bukan Tempat Tinggal 24.316,34 4,53 6,38 24.327,25
4. Bangunan olahraga, rekreasi, hiburan,seni & budaya 10.596,26 11,64 15,19 10.623,08
5. Infrastuktur (Jalan, Jembatan, pelabuhan) 24.955,67 9,15 10,89 24.975,71
6. Bangunan Lainnya 11.287,25 - - 11.287,25
7. Mesin dan Peralatan 9.398,96 88,65 109,03 9.596,64
8. Alat Angkutan 8.729,70 29,43 53,42 8.812,54
9. Barang modal Lainnya 9.323,65 1,17 3,17 9.327,99
Jumlah 134.994,36 144,57 198,09 135.337,01
Distribusi (%) 99,75 0,11 0,14 100,00
Sumber: BPS
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
54 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Dari Tabel 3.8. dapat dilihat struktur investasi sektor pariwisata baik yang
bersifat langsung maupun tidak langsung yang dirinci menurut jenis barang modal
dan pelaku investasinya. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemerintah tidak melakukan investasi untuk pembangunan gedung atau bangunan
yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata langsung, seperti bangunan hotel dan
restoran dan sebagainya. Hal ini antara lain disebabkan oleh minimnya dan
terbatasnya anggaran pemerintah utamanya anggaran pembangunan, disamping
upaya pemerintah memberikan peluang seluas-luasnya kepada dunia usaha dan
swasta untuk berkiprah dan melakukan investasi di sektor pariwisata ini.
Di lain pihak diharapkan kalangan swasta sudah semakin sadar dan
memahami pentingnya investasi di bidang pariwisata ini untuk menangkap peluang
semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Indonesia di tahun-tahun
mendatang. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan keadaan pada awal Pelita,
dimana kemampuan swasta pada waktu itu masih sangat terbatas sehingga
pemerintah mengambil peran yang lebih besar dalam pengembangan dan
pembangunan fasilitas dan akomodasi untuk menampung jumlah wisatawan yang
mulai meningkat jumlahnya.
Walaupun demikian pemerintah masih melakukan investasi untuk
bangunan bukan tempat tinggal dan bangunan yang berhubungan dan menunjang
kegiatan kepariwisataan seperti bangunan untuk olahraga, rekreasi, hiburan, seni
dan budaya dengan nilai yang masih relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan
pihak swasta. Umumnya fasilitas bangunan ini lebih bersifat kepada pelayanan
publik dan masyarakat sehingga nilainya pun tidak akan memenuhi profit
keekonomian. Begitu juga pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan)
yang terkait pariwisata kalau dilihat secara besaran nilainya memang juga masih
terlalu kecil. Tetapi sesuai dengan tugas pemerintah sebagai agen pembangunan di
segala bidang maka cerminan ini lebih kepada pelayanan masyarakat untuk
menunaikan tujuan wisatanya.
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 55
Dari seluruh investasi pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah dan
swasta, terlihat bahwa investasi terkait sektor pariwisata pada tahun 2014
mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 investasi
mencapai Rp 135,34 trilliun sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp 121,30 trilliun.
Sementara itu investasi yang dilakukan pemerintah terbesar adalah untuk mesin
dan peralatan serta alat angkutan masing-masing sebesar Rp 197,68 miliar dan Rp
82,85 miliar atau masing-masing sebesar 57,69 persen dan 24,18 persen dari total
investasi pemerintah. Investasi mesin dan peralatan serta alat angkutan ini pada
umumnya adalah barang modal dan alat-alat pemerintah yang dipergunakan di
kantor-kantor pemerintah yang mengurus kepariwisataan seperti kantor
Kementerian Pariwisata beserta seluruh jajarannya baik di tingkat pusat dan
daerah, dan Dinas Pariwisata pada pemerintah daerah tingkat I/provinsi dan
pemerintah daerah tingkat II/kabupaten/kota.
Berbeda dengan pola tahun sebelumnya, pihak swasta paling banyak
melakukan investasi pada pembangunan hotel dan akomodasi lainnya senilai Rp
28,16 trilliun atau 20,86 persen, diikuti dengan pembangunan infrastruktur dan
bangunan bukan tempat tinggal sebesar Rp 24,96 triliun dan Rp 24,32 triliun.
Investasi hotel ini disamping adanya penambahan hotel baru, termasuk juga
renovasi besar beberapa hotel dan akomodasi lainnya pada tahun 2014, dan
pembangunan gedung-gedung untuk kegiatan budaya dan pariwisata.
Secara keseluruhan, investasi yang terbesar adalah bangunan hotel dan
akomodasi lainnya (20,81 persen dari total investasi), diikuti infrastruktur (18,44
persen) dimana peran swasta sangat besar.
3.5. Struktur Pengeluaran Pemerintah untuk Promosi dan Pembinaan
Pariwisata
Dalam rangka upaya meningkatkan jumlah wisman maupun wisnus di
Indonesia diperlukan berbagai usaha yang terencana dan terintegrasi. Salah satu
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
56 Nesparnas 2015 (Buku 1)
cara untuk memperkenalkan citra dan potensi pariwisata Indonesia adalah dengan
melakukan promosi secara intensif dan ekstensif baik di dalam maupun luar negeri.
Telah disebutkan pada bab pendahuluan bahwa sektor pariwisata sangat
sensitif terhadap isu perubahan dan kejadian luar biasa, oleh karenanya maka
upaya untuk membangun opini yang lebih baik tentang Indonesia, baik sosial
maupun politik sangat penting untuk dilakukan. Upaya yang dilakukan adalah
membangun informasi yang lebih proporsional mengenai situasi dan kondisi yang
sebenarnya, sekaligus memperkenalkan budaya bangsa dan sumber daya
pariwisata lainnya. Dengan demikian pariwisata tetap diharapkan secara
berkesinambungan menjadi penghasil devisa terbesar di masa mendatang.
Promosi pariwisata yang efektif dan efisien yang dilakukan melalui
kerjasama antara pemerintah dengan swasta akan berdampak positif bila dapat
menarik lebih banyak minat wisman untuk mengunjungi Indonesia. Dari sisi
penyediaan (supply), dilakukan pembinaan usaha-usaha yang bergerak di sektor
pariwisata serta promosi pariwisata untuk penduduk Indonesia sendiri agar lebih
mengenal budaya bangsanya.
Untuk tujuan-tujuan di atas, kemudian Pemerintah mengalokasikan sedikit
anggarannya untuk sejumlah kegiatan yang mendukung pengembangan pariwisata.
Pengeluaran pemerintah yang dimaksud di sini adalah pengeluaran yang digunakan
untuk kegiatan operasional, bukan investasi, dengan ciri-ciri produk yang dibeli
habis digunakan pada saat dipakai. Dalam kajian ini, jenis-jenis pengeluaran yang
dicakup adalah :
1) promosi pariwisata,
2) perencanaan dan koordinasi pembangunan pariwisata,
3) penyusunan statistik dan informasi pariwisata,
4) penelitian dan pengembangan pariwisata,
5) penyelenggaraan dan pelayanan informasi pariwisata,
6) keamanan dan perlindungan pariwisata,
7) pengawasan dan pengaturan, dan
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 57
8) lainnya.
Sebagian besar sumber pembiayaan kegiatan pemerintah di atas berasal
dari anggaran rutin baik dari APBN maupun APBD, termasuk di dalamnya kegiatan
yang bersumber dari anggaran Kementerian Pariwisata beserta seluruh jajarannya
dan Dinas Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota sepanjang berhubungan dengan
sektor kepariwisataan. Jadi lingkup pengeluaran ini lebih luas dari lingkup investasi
pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah yang telah dibicarakan sebelumnya.
Tabel 3.9. Struktur Pengeluaran Pemerintah untuk Promosi dan Pembinaan Sektor
Pariwisata, Tahun 2014 (miliar rupiah)
Sumber: BPS
Jenis AktivitasPemerintah
Dist (%)Pusat Daerah Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Promosi pariwisata 341,72 1.043,20 1.384,92 17,81
2. Rencana dan koordinasi pembangunanpariwisata 438,61 1.600,12 2.038,73 26,22
3. Penyusunan statistik dan informasipariwisata 336,90 916,99 1.253,89 16,13
4. Penelitian dan pengembangan 302,20 1.197,71 1.499,91 19,29
5. Penyelenggaraan dan pelayanan informasipariwisata 220,97 424,80 645,78 8,31
6. Pengamanan dan perlindungan wisatawan 130,17 172,07 302,24 3,897. Pengawasan dan pengaturan 132,73 225,98 358,71 4,618. Lainnya 109,37 182,04 291,41 3,75
Jumlah 2.012,68 5.762,92 7.775,60 100,00
Distribusi (%) 25,88 74,12 100,00
Struktur Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi Pariwisata
58 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 3.9. memperlihatkan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
dengan promosi dan pembinaan pariwisata pada tahun 2014 sebesar Rp 7,78
triliun, dengan komposisi 74,12 persen atau Rp 5,76 triliun dikeluarkan oleh
pemerintah daerah sedangkan sisanya sebesar Rp 2,01 triliun oleh pemerintah
pusat.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran untuk perencanaan
dan koordinasi pengembangan pariwisata merupakan pengeluaran pemerintah
terbesar dengan porsi 26,22 persen dari total pengeluaran atau sebesar Rp 2,04
triliun, diikuti oleh pengeluaran di bidang penelitian dan pengembangan pariwisata
19,29 persen dari total pengeluaran pemerintah. Sementara itu pengeluaran untuk
promosi sendiri hanya 17,81 persen atau sebesar Rp 1,38 triliun. Pengeluaran yang
cukup rendah adalah untuk pengamanan dan perlindungan wisatawan serta
pengeluaran lainnya dengan porsi masing-masing sebesar 3,89 persen dan 3,75
persen. Hal ini mungkin disebabkan komponen ini telah banyak dilakukan oleh
pihak swasta.
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 59
BAB 4ANALISISNERACA SATELITPARIWISATA NASIONAL
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 61
4.1. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian
Pariwisata mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
perekonomian nasional. Selain menghasilkan devisa bagi Negara, pariwisata juga
mampu berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan berusaha. Sebagai contoh,
pembangunan hotel atau restoran di sekitar obyek wisata akan menciptakan
lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar dan dapat pula menciptakan usaha
ekonomi bagi penduduk lokal seperti pembuatan cinderamata atau bingkisan.
Pariwisata bukan merupakan sektor yang berdiri sendiri. Untuk mengukur
peranan pariwisata dalam perekonomian tidak dapat dilakukan secara langsung,
tetapi melalui identifikasi semua sektor yang terkait dengan kegiatan ini. Dengan
menggunakan pendekatan tabel I-O dapat diperkirakan sejauh mana peran
pariwisata di masing-masing sektor yang terkait, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Peranan pariwisata dalam PDB menurut penggunaan (sisi demand) dapat
diidentifikasi melalui: (1) porsi konsumsi rumah tangga untuk kegiatan wisata
dalam negeri dan pengeluaran wisatawan Indonesia ke luar negeri sebelum
meninggalkan dan setelah tiba di Indonesia, (2) porsi konsumsi pemerintah, untuk
berbagai kegiatan pariwisata; (3) porsi ekspor yang mencakup pengeluaran wisman
selama mereka berada di Indonesia; (4) porsi impor yang mencakup pengeluaran
wisatawan Indonesia selama mereka berada di luar negeri; dan (5) porsi investasi
untuk pengembangan dan pembangunan pariwisata. Tabel 4.1 memperlihatkan
besarnya porsi pariwisata di masing-masing komponen penggunaan PDB seperti
disebutkan di atas. Sedangkan untuk melihat peran pariwisata dalam investasi
nasional secara rinci disajikan dalam tabel tersendiri.
Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa peranan pariwisata dalam konsumsi
rumah tangga mencapai 3,73 persen. Sementara itu, peranan pariwisata dalam
pengeluaran pemerintah relatif kecil, yaitu hanya 0,77 persen dari total
pengeluaran (current expenditure) pemerintah.
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
62 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 4.1. Peranan Pariwisata terhadap PDB Indonesia dari Sisi Neraca
Penggunaan, Tahun 2014 (triliun rupiah)
Sumber: BPS
Selanjutnya, peranan pariwisata dalam ekspor barang dan jasa sebesar 6,03
persen. Porsi ini ditentukan oleh besarnya konsumsi wisman pada tahun 2014 ini.
Tentu saja peranan terbesar ada pada jasa hotel, restoran, hiburan dan angkutan
yang mencapai lebih dari 80 persen dari ekspor jasa-jasa tersebut. Sementara itu
peranan pariwisata dalam impor mencapai 3,23 persen. Apabila ingin melihat
“accommodation balance”, maka komposisi besaran nilai antara ekspor dan impor
untuk produk terkait pariwisata menjadi sangat menentukan. Namun analisis kali
ini lebih ditekankan pada peranan pariwisata dalam masing-masing struktur
konsumsi yang ada dalam PDB.
Untuk peranan investasi sektor pariwisata terhadap total investasi nasional
dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel tersebut juga menyajikan peranan investasi
sektor pariwisata yang dirinci menurut jenis barang modal yaitu (1) bangunan, yang
terdiri dari bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat tinggal, infrastruktur
(seperti jalan, jembatan dan dermaga), dan bangunan lainnya; (2) mesin dan
peralatan, (3) alat angkutan; dan (4) barang modal lainnya.
KomponenKonsumsi
rumahtangga
Konsumsipemerintah Investasi Ekspor Impor
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pariwisata 220,27 7,78 135,34 150,81 83,43
PDB Nasional 5.911,17 1.005,40 3.434,12 2.501,20 2.580,53
Share pariwisata (%) 3,73 0,77 3,93 6,03 3,23
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 63
Tabel 4.2. Peranan Pariwisata dalam Investasi Nasional Tahun 2014 (persen)
Sumber: BPS
Peranan investasi sektor pariwisata terhadap investasi nasional pada tahun
2014 mencapai 3,93 persen, turun dibanding tahun 2013 yang sebesar 4,22 persen.
Dilihat dari jenis barang modal, maka peranan pariwisata tertinggi ada pada jenis
barang modal alat angkutan dengan persentase 5,53 persen dari investasi nasional,
sedangkan untuk porsi terendah adalah investasi pada mesin dan peralatan yaitu
2,41 persen.
4.2. Dampak Ekonomi Pariwisata
Kegiatan pariwisata secara langsung maupun tidak langsung akan
memberikan dampak ekonomi dan sosial baik bagi masyarakat sekitar maupun
nasional secara umum. Seperti telah diuraikan pada pembahasan di atas,
pengukuran kinerja pariwisata terhadap perekonomian menggunakan total nilai
transaksi ekonomi yang diciptakan oleh kegiatan pariwisata. Transaksi ekonomi
pariwisata sendiri dibentuk oleh keseimbangan antara supply dan demand dari
barang dan jasa dalam kaitan pariwisata. Pertemuan antara supply dan demand
pariwisata dirangkum dalam Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas).
Struktur Investasi Peranan pariwisatadalam investasi
(1) (2)
1. Bangunan (tempat tinggal dan bukan tempat tinggal) 4,19
2. Mesin dan peralatan 2,41
3. Alat angkutan 5,53
4. Barang modal lainnya 2,96
Jumlah 3,93
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
64 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 4.3. Ringkasan Pengeluaran Terkait Pariwisata Indonesia,
Tahun 2014 (miliar rupiah)
Sektor terkait PariwisataPengeluaran Terkait Pariwisata
Wisman WisnusOutbound
Investasi Promosi JumlahPre-Trip Post-Trip
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)Jasa Pariwisata
Hotel dan Akomodasi lainnya 60.639,71 22.114,43 54,39 25,62 82.834,15Restoran dan sejenisnya 24.447,06 42.008,51 608,13 286,51 67.350,21Angkutan domestik 12.371,87 90.109,91 873,65 411,60 103.767,03Biro perjalanan, operator danpramuwisata 2.981,84 5.061,84 1.170,44 551,43 9.765,54
Jasa seni, budaya, rekreasi danhiburan 6.619,00 3.196,14 - - 9.815,14
Jasa pariwisata lainnya 2.514,33 3.100,47 - - 5.614,80Souvenir 9.481,45 10.106,75 - - 19.588,20Kesehatan dan kecantikan 3.229,33 116,17 - - 3.345,50Produk industri non makanan 8.338,61 30.334,73 1.576,00 742,50 40.991,84Produk pertanian 2.011,49 7.824,47 - - 9.835,96Angkutan internasional 11.875,50 - - - 11.875,50
Investasi PariwisataBangunan hotel dan akomodasilainnya 28.162,29 28.162,29
Bangunan restoran dan sejenisnya 8.224,25 8.224,25Bangunan bukan tempat tinggal 24.327,25 24.327,25Bangunan olahraga, rekreasi,hiburan,seni dan budaya
10.623,08 10.623,08
Infrastruktur 24.975,71 24.975,71Bangunan lainnya 11.287,25 11.287,25Mesin dan peralatan 9.596,64 9.596,64Alat angkutan 8.812,54 8.812,54Barang modal lainnya 9.327,99 9.327,99
Pengeluaran Pemerintah 7.775,60 7.775,60
Jumlah 144.510,19 213.973,41 4.282,60 2.017,66 135.337,01 7.775,60 507.896,48
Sumber: BPS
Nilai transaksi ekonomi yang diciptakan oleh kegiatan pariwisata (direct
economic transaction) pada tahun 2014 mencapai Rp 507,90 triliun atau
mengalami peningkatan sebesar 14,94 persen dibanding tahun 2013 yang sebesar
Rp 441,88 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah belanja
wisman yang mencapai 11,38 persen dibanding tahun sebelumnya. Konsumsi
wisnus juga mengalami kenaikan dari Rp 177,84 triliun menjadi Rp 213,97 triliun,
sementara transaksi ekonomi wisnas juga mengalami kenaikan sebesar 7,06
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 65
persen. Di sisi lain, promosi dan investasi juga memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap perekonomian nasional, masing-masing mengalami kenaikan
sebesar 9,25 persen dan 11,58 persen.
Dari total nilai transaksi sebesar Rp 507,90 triliun pada tahun 2014, nilai
transaksi yang diciptakan oleh konsumsi wisnus menyumbang 42,13 persen
terhadap total nilai transaksi pariwisata, disusul oleh nilai transaksi yang diciptakan
wisman yang mencapai Rp 144,51 triliun atau 28,45 persen. Sementara itu,
kontribusi ketiga terbesar adalah dalam rangka investasi yang mencapai Rp 135,34
triliun atau 26,65 persen.
Ukuran kemajuan pariwisata Indonesia yang hanya menggunakan jumlah
wisman yang datang ke Indonesia belum menggambarkan keutuhan kegiatan
pariwisata. Dengan kata lain, kebijakan pengembangan pariwisata yang lebih
terfokus kepada fluktuasi jumlah wisman sebenarnya kurang tepat sebab secara
ekonomi peranan wisnus lebih besar. Indikator perkembangan jumlah wisman
tetap penting bagi Indonesia secara politis karena menyangkut aspek pencitraan
serta keamanan dan kenyamanan bagi warga asing untuk berkunjung ke Indonesia.
Selanjutnya, untuk mengukur peranan ekonomi pariwisata atau dampak
kegiatan pariwisata terhadap keseluruhan ekonomi nasional tahun 2014 dihitung
dengan menggunakan matriks multiplier input-output berdasarkan Tabel Input-
Output Indonesia tahun 2010. Aspek ekonomi yang diukur adalah peranan
pariwisata dalam output nasional, PDB nasional, kompensasi tenaga kerja, serta
pajak atas produksi neto baik keseluruhan maupun sektoral. Karena transaksi
ekonomi pariwisata dilakukan oleh pihak-pihak yang mengkonsumsi pariwisata
secara independen (wisnus, wisnas, wisman, investor dan promosi) maka proses
penghitungan dimungkinkan dilakukan secara parsial untuk masing-masing pihak
tersebut.
Seperti diuraikan dalam sub-bab sebelumnya, pengeluaran wisatawan
(mancanegara dan nusantara), investasi di bidang kepariwisataan dan pengeluaran
pemerintah untuk promosi pariwisata adalah bagian dari permintaan akhir (final
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
66 Nesparnas 2015 (Buku 1)
demand). Timbulnya pengeluaran-pengeluaran di sektor kepariwisataan tersebut
akan berdampak positif pada penciptaan sejumlah variabel makro ekonomi,
disamping dampak negatif seperti meningkatnya impor dan dampak non-ekonomi.
Dengan menggunakan Tabel Input-Output, permintaan akhir tersebut
diklasifikasikan kembali mengikuti klasifikasi sektor dalam Tabel I-O dan
dampaknya diperoleh dengan mengalikannya dengan koefisien pengganda
Leontief.
Tabel 4.4 menyajikan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata
terhadap sejumlah variabel ekonomi makro, yaitu output, produk domestik bruto
(PDB), kompensasi tenaga kerja, dan pajak atas produksi neto pada tahun 2014.
Jika dibanding dengan dampak ekonomi pariwisata tahun 2013, terlihat bahwa
dampak tersebut mengalami peningkatan.
4.2.1. Dampak Terhadap Output
Output sektor produksi terbentuk karena adanya permintaan domestik dan
luar negeri. Untuk menghasilkan output komoditi sektor-sektor ekonomi tersebut
diperlukan input antara (intermediate input) berupa bahan-bahan dan jasa untuk
proses produksi termasuk jasa faktor produksi. Dorongan permintaan terhadap
produk barang dan jasa akan menciptakan perubahan nilai produksi. Permintaan
atau pengeluaran wisatawan mancanegara (wisman), wisatawan nusantara
(wisnus), pre dan post trip wisatawan Indonesia ke luar negeri, investasi
pemerintah dan swasta di sektor pariwisata, belanja pemerintah untuk pariwisata
dan biaya promosi kepariwisataan akan berdampak pada penciptaan output di
seluruh sektor ekonomi. Dampak yang ditimbulkan secara ekonomi adalah dampak
langsung berupa konsumsi barang dan jasa dan dampak tak langsung berupa
interaksi antar sektor yang terjadi akibat perubahan output barang dan jasa yang
dikonsumsi.
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 67
Tabel 4.4. Dampak Ekonomi Pariwisata, Tahun 2014
Sumber : BPS
Seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, peranan wisnus lebih besar
dan lebih menentukan perkembangan pariwisata dibanding wisman. Persoalan naik
dan turunnya jumlah kunjungan wisman adalah karena perilaku wisman lebih
sensitif terhadap kondisi keamanan dan kenyamanan di negara yang dikunjungi.
Dengan kondisi keamanan yang cukup stabil (menurut pandangan mereka), maka
dengan cepat jumlah wisman akan meningkat. Kondisi ini dialami Indonesia dalam
beberapa tahun terakhir.
Disamping menyajikan dampak secara total, Tabel 4.4 juga menunjukkan
dampak langsung dan tidak langsung atas setiap jenis pengeluaran wisatawan,
investasi, dan promosi. Berdasarkan Tabel Input Output tahun 2010, dengan
struktur pengeluaran institusi kepariwisataan sebagaimana sub-bab terdahulu,
diperoleh nilai output akibat adanya kegiatan pariwisata secara keseluruhan
sebesar Rp 889,29 triliun yang tersebar di seluruh sektor ekonomi. Kontribusi nilai
UraianOutput PDB Kompensasi
TKPajak atas
produksi neto(triliun Rp) (triliun Rp) (triliun Rp) (triliun Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)A. Nilai Ekonomi Nasional 20.361,76 10.565,82 3.365,39 89,26
B. Nilai Ekonomi Pariwisata 889,29 436,78 133,30 3,511. Wisman 246,91 131,91 37,77 1,022. Wisnus 366,61 179,13 53,93 1,483. Wisnas 11,12 5,56 1,64 0,054. Investasi 252,04 113,04 34,98 0,955. Promosi & Pembinaan 12,61 7,14 4,98 0,02
C. Peranan Pariwisata (persen) 4,37 4,13 3,96 3,941. Wisman 1,21 1,25 1,12 1,152. Wisnus 1,80 1,70 1,60 1,653. Wisnas 0,05 0,05 0,05 0,054. Investasi 1,24 1,07 1,04 1,065. Promosi & Pembinaan 0,06 0,07 0,15 0,02
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
68 Nesparnas 2015 (Buku 1)
output akibat kegiatan pariwisata tersebut terhadap output/produksi nasional
mencapai 4,37 persen. Dilihat menurut komponennya, dampak yang diciptakan
akibat pengeluaran wisnus memberikan andil paling besar yaitu Rp 366,61 triliun
atau 1,80 persen terhadap output nasional, diikuti investasi Rp 252,04 triliun atau
1,24 persen dari output nasional. Sementara konsumsi wisman memberikan
dampak sebesar Rp 246,91 triliun atau 1,21 persen dari output nasional. Komponen
lainnya adalah pre dan post trip bagi wisatawan Indonesia ke luar negeri, meskipun
dampak outputnya hanya sebesar Rp 11,12 triliun atau 0,05 persen dari output
nasional, tetapi perlu mendapat perhatian karena nilainya yang cenderung
meningkat setiap tahun. Biaya promosi dan pembinaan pariwisata berdampak pada
penciptaan output yang hampir sama, yaitu sebesar Rp 12,61 triliun atau memiliki
porsi 0,06 persen dari output nasional.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perubahan peranan masing-masing
pelaku pariwisata pada penciptaan output nasional: (1) perubahan besaran
pengeluaran belanja itu sendiri, semakin besar pengeluaran semakin besar pula
output yang dapat diciptakan, (2) pola pengeluarannya, artinya bila porsi
pengeluaran lebih besar pada produk yang memiliki daya penyebaran besar, akan
besar pula output yang tercipta di berbagai sektor.
4.2.2. Dampak Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu
negara dalam periode tertentu adalah Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas
dasar harga konstan maupun harga berlaku. PDB atas dasar harga berlaku dapat
digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Secara
konsep, PDB merupakan bagian dari output, yaitu merupakan nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi atau jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi.
Besarnya PDB yang dihasilkan biasanya sejalan dengan nilai output yang dihasilkan
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 69
oleh sektor-sektor ekonomi. Demikian pula dengan permintaan produk pariwisata
akan memberi perubahan pula pada besarnya PDB seluruh unit usaha.
Dampak kegiatan pariwisata terhadap PDB mencapai Rp 436,78 triliun atau
memberikan kontribusi sebesar 4,13 persen dari total PDB nasional pada tahun
2014. Seperti halnya pada dampak terhadap output, dampak pariwisata pada PDB
paling besar diciptakan oleh belanja wisnus dengan peran 1,70 persen dari PDB
nasional. Hal ini memang sejalan dengan teori dimana PDB merupakan bagian dari
output nasional. Sementara itu, dampak konsumsi wisman terhadap PDB sebesar
1,25 persen, investasi pemerintah dan swasta 1,07 persen, biaya promosi dan
pembinaan 0,07 persen dan pre dan post-trip dari wisatawan Indonesia ke luar
negeri 0,05 persen. Potensi besar dari pengeluaran wisatawan terhadap
perekonomian nasional menjadi pendorong usaha-usaha non pariwisata untuk ikut
mendukung kegiatan di bidang kepariwisataan.
4.2.3. Dampak Terhadap Kompensasi Tenaga Kerja
Seperti diuraikan pada bahasan sebelumnya, adanya aktivitas pariwisata
dipercaya akan menciptakan lapangan pekerjaan, yang selanjutnya akan
menciptakan upah/gaji berupa balas jasa pekerja. Secara konsep kompensasi
tenaga kerja adalah balas jasa yang diterima oleh pekerja yang didasarkan pada
latar belakang (background) pendidikan, kemampuan (skill), jenis pekerjaan
maupun sektor usahanya. Dalam memproduksi barang dan jasa, faktor tenaga kerja
merupakan bagian penting dari proses produksi disamping barang modal dan
teknologi. Tingkat upah dapat pula mencerminkan pendapatan yang diterima oleh
masyarakat yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian nasional melalui
konsumsi. Kompensasi tenaga kerja dalam model ini merupakan bagian dari nilai
tambah berupa balas jasa faktor tenaga kerja.
Permintaan terhadap produk barang dan jasa dalam kegiatan pariwisata
berdampak pula terhadap kompensasi tenaga kerja di setiap sektor ekonomi.
Sesuai dengan asumsi linearitas pada model Input Output, perubahan kompensasi
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
70 Nesparnas 2015 (Buku 1)
tenaga kerja akan sejalan dengan perubahan nilai output yang dihasilkan. Pada
Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa peranan kompensasi tenaga kerja dari kegiatan
pariwisata terhadap kompensasi tenaga kerja secara nasional mencapai Rp 133,30
triliun atau 3,96 persen terhadap seluruh kompensasi tenaga kerja secara nasional.
Sebagaimana dampak terhadap PDB, pengeluaran wisnus juga memberi dampak
paling besar terhadap nilai kompensasi tenaga kerja yaitu 1,60 persen dari upah
nasional, disusul konsumsi wisman yang berperan 1,12 persen. Investasi sektor
pariwisata berdampak terhadap kompensasi pekerja di seluruh sektor ekonomi
sebesar 1,04 persen dari kompensasi tenaga kerja nasional, sedangkan dampak
yang diberikan promosi pariwisata serta pre dan post-trip dari wisatawan Indonesia
ke luar negeri masing-masing hanya berperan 0,15 persen dan 0,05 persen.
4.2.4. Dampak Terhadap Pajak Atas Produksi Neto
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Pajak atas
produksi neto yaitu pajak yang dibayar atas lahan, aset, tenaga kerja, dan lainnya
dalam aktivitas produksi, bukan merupakan pajak yang dibayar per unit output dan
tak dapat dikurangkan dari harga produsen.
Tabel 4.4 menyajikan bahwa dampak kegiatan pariwisata terhadap pajak
atas produksi neto cukup besar. Tercatat bahwa pajak atas produksi neto yang
dihasilkan dari kegiatan pariwisata pada tahun 2014 mencapai Rp 3,51 triliun atau
memberi sumbangan pada pajak atas produksi nasional sebesar 3,94 persen.
Sumbangan diberikan oleh konsumsi wisman mencapai 1,15 persen, konsumsi
wisnus 1,65 persen, pengeluaran investasi pariwisata 1,06 persen, pengeluaran
promosi pariwisata dan pengeluaran pre dan post trip dari wisatawan Indonesia ke
luar negeri masing-masing 0,02 persen dan 0,05 persen.
Untuk lebih jelasnya dampak ekonomi dari kegiatan pariwisata pada tahun
2014 dapat dilihat pada diagram 4.1.
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 71
Diagram 4.1. Dampak Ekonomi Pariwisata, Tahun 2014
4.3. Perspektif Pariwisata Indonesia dalam Konteks Dunia
Berdasarkan data Badan Pariwisata Dunia (UNWTO), jumlah kunjungan
wisatawan internasional pada tahun 2014 mencapai 1.132,8 juta kunjungan atau
Pengeluaran Wisman(144,51)
Pengeluaran Wisnus(213,97)
Investasi SektorPariwisata(135,34)
Pengeluaran Wisnas(pre+post)
(6,30)
PengeluaranAnggaran Pemerintah
untuk Pariwisata(7,78)
I-OMultiplier
matrix
STRUKTUREKONOMI NASIONAL
Dampak terhadapproduksi barang & jasa
(889,29)
TABEL I-O 2010
Produksi Nasional(20.361,76)
Dampak terhadap PDBsektoral(436,78)
Dampak terhadapkompensasi TK
(133,30)
Dampak terhadap pajakatas produksi neto
(3,51)
PDB Indonesia(10.565,82)
Total KompensasiTK Nasioanal
(3.365,39)
Total Pajak atasProduksi Neto
Nasional(89,26)
4,37 %
4,13 %
3,96 %
3,94 %
Angka dalam triliun rupiah
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
72 Nesparnas 2015 (Buku 1)
naik sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun 2013 yang berjumlah 1.086,5 juta
kunjungan. Sebagian besar destinasi pariwisata memberikan hasil yang positif,
kecuali Eropa Tengah/Timur. Kawasan Amerika mengalami pertumbuhan yang
paling cepat dibanding kawasan lainnya, yaitu mencapai 8 persen.
Peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2014 juga dialami negara-
negara di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah yang tumbuh masing-masing
sebesar sebesar 5,4 persen, sedangkan negara-negara kawasan Eropa mengalami
pertumbuhan sebesar 2,7 persen. Sementara itu, negara-negara di kawasan Afrika
mengalami pertumbuhan yang paling sedikit yaitu 2,4 persen.
Sejalan dengan kenaikan kunjungan wisatawan internasional di berbagai
belahan dunia, termasuk Asia Pasifik, pada tahun yang sama kunjungan wisatawan
internasional ke Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu 7,2
persen. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan kunjungan wisatawan internasional di hampir semua kawasan,
kecuali kawasan Amerika.
Tabel 4.5. Jumlah Kunjungan Wisatawan Dunia, Tahun 2013 dan 2014 (juta orang)
KawasanJumlah kunjungan Perubahan
(%)Share 2014
(%)2013 2014*
(1) (3) (3) (4) (5)
Afrika 54,4 55,7 2,4 4,9Amerika 167,5 181,0 8,0 16,0Asia Pasifik (tanpa Indonesia) 241,0 253,9 5,4 22,4Eropa 566,4 581,8 2,7 51,4Timur Tengah 48,4 51,0 5,4 4,5Indonesia 8,8 9,4 7,2 0,8
Jumlah 1.086,5 1.132,8 4,3 100,0
Sumber : Tourism Highlights, 2015 edition, UNWTO
Ditinjau menurut penyebaran, dari seluruh kunjungan wisatawan
internasional pada tahun 2014, Eropa masih merupakan kawasan yang terbanyak
menerima kunjungan yaitu 51,4 persen dari total kunjungan, mengalami kenaikan
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 73
dibanding tahun lalu. Asia Pasifik (selain Indonesia) menerima kunjungan sebanyak
22,4 persen dan Amerika 16,0 persen dari total wisatawan internasional.
Sementara itu kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 9,4 juta kunjungan atau
0,8 persen dari total kunjungan dunia. Masih kecilnya porsi kunjungan wisman di
Indonesia merupakan faktor yang harus diperhatikan pemerintah terutama dalam
hal penyusunan kebijakan, pengembangan dan promosi pariwisata yang lebih
fokus, intensif dan ekstensif serta efisien, dengan tetap memperhatikan kondisi
politik dan keamanan. Sementara itu kawasan Timur Tengah dan Afrika merupakan
kawasan dengan kunjungan wisatawan terendah (sekitar 5 persen dari total
kunjungan dunia).
Di sisi lain, kedatangan wisman ke suatu negara tentu menghasilkan devisa
bagi negara yang dikunjungi. Pengeluaran wisman untuk akomodasi, makanan dan
minuman, transportasi, hiburan dan lainnya merupakan pilar ekonomi yang penting
dari negara tujuan wisata sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan
berkontribusi dalam pembangunan.
Dari hasil pendataan UNWTO, diperoleh bahwa rata-rata pengeluaran per
kunjungan wisatawan pada tahun 2014 mencapai US$ 1.100. Amerika dan Asia
Pasifik menikmati rata-rata pengeluaran per kunjungan yang tertinggi yaitu masing-
masing sebesar US$ 1.510 dan US$ 1.430, diikuti Timur Tengah dan Eropa yaitu US$
970 dan US$ 870. Sementara rata-rata pengeluaran per kunjungan ke Afrika
sebesar US$ 650. Namun demikian, dari sisi total devisa/penerimaan, kawasan
Eropa merupakan penerima devisa tertinggi yaitu US$ 508,9 miliar. Hal ini
disebabkan karena tingginya jumlah kunjungan di kawasan ini dibanding kawasan
lainnya. Pada tahun 2014, penerimaan seluruh negara dari kegiatan pariwisata
mengalami peningkatan sehingga mencapai US$ 1.245 miliar atau naik sebesar 4
persen dibanding tahun 2013 yang mencapai US$ 1.197 miliar.
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
74 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 4.6. Jumlah Penerimaan dari Wisman Dunia Tahun 2013 dan 2014
Kawasan
Devisa(miliar US$) Perubahan
(%)
Perubahan(%)
(mata uanglokal,
konstan)
Share2014(%)2013 2014*
(1) (2) (3) (4) (5) (6)Afrika 35,5 36,4 2,5 2,9 2,9
Amerika 264,2 274,0 3,7 3,1 22,0
Asia Pasifik (tanpa Indonesia) 350,6 365,6 4,3 4,1** 29,4
Eropa 491,7 508,9 3,5 3,6 40,9
Timur Tengah 45,2 49,3 9,1 5,7 4,0
Indonesia 10,1 11,2 10,9 0,9
Total 1.197,3 1.245,4 4,0 3,7 100,0
Sumber: Tourism Highlights, 2015 edition, UNWTO
Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa semua kawasan mengalami peningkatan
penerimaan devisa dari pariwisata. Kawasan Timur Tengah mengalami peningkatan
penerimaan devisa dari pariwisata setelah dua tahun berturut-turut mengalami
penurunan.
Jika dilihat menurut negara tujuan wisata utama, berdasarkan dua
komponen utama, yaitu jumlah kunjungan dan penerimaan devisa, sepuluh negara
masuk dalam daftar keduanya. Untuk sepuluh negara besar penerima kunjungan
wisatawan, tidak banyak pergeseran posisi. Perubahan yang terjadi hanya
perubahan posisi sepuluh, dimana Meksiko masuk dalam 10 negara tujuan utama
wisatawan internasional menggeser Thailand.
Prancis tetap menduduki urutan pertama dalam hal kunjungan wisatawan
internasional. Meksiko, yang menduduki peringkat ke-10 menunjukkan
pertumbuhan yang tinggi di 2014, yaitu sebesar 20,5 persen. Untuk negara-negara
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
Nesparnas 2015 (Buku 1) 75
besar lainnya masih tetap menduduki posisi yang sama dengan tahun lalu dengan
pertumbuhan yang bervariasi.
Tabel 4.7. Sepuluh Negara Tujuan Wisata Utama di Dunia, Tahun 2013 dan 2014
NegaraWisman (juta orang) Perubahan
(%)Share 2014
(%)2013 2014*
(1) (2) (3) (4) (5)1. Perancis 83,6 83,7 0,1 7,39
2. Amerika 70,0 74,8 6,8 6,60
3. Spanyol 60,7 65,0 7,1 5,74
4. Cina 55,7 55,6 -0,1 4,91
5. Italia 47,7 48,6 1,8 4,29
6. Turki 37,8 39,8 5,3 3,51
7. Jerman 31,5 33,0 4,6 2,91
8. Inggris 31,1 32,6 5,0 2,88
9. Russia 28,4 29,8 5,3 2,63
10. Meksiko 24,2 29,1 20,5 2,57
Total Dunia 1.086,5 1.132,8 4,3
Sumber: Tourism Highlights, 2015 edition, UNWTO
Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke suatu negara belum menjamin
besarnya devisa yang diterima negara tersebut dari kedatangan wisatawan. Hal ini
terlihat dari negara penerima devisa terbesar dari wisatawan dunia adalah Amerika
Serikat dengan jumlah penerimaan sebesar US$ 177,2 miliar atau 14,23 persen dari
seluruh penerimaan devisa pariwisata dunia, dimana dalam hal kunjungan Amerika
Serikat menempati urutan kedua.
Sedangkan Perancis sebagai negara yang paling banyak dikunjungi
wisatawan, hanya berada di urutan keempat dengan penerimaan devisa sebesar
US$ 55,4 miliar atau 4,45 persen dari seluruh devisa wisatawan, dan juga nilai
tersebut menunjukkan penurunan 2,3 persen dibanding tahun lalu. Begitu pula
Analisis Neraca Satelit Pariwisata Nasional
76 Nesparnas 2015 (Buku 1)
dengan negara Turki yang menduduki peringkat 6 dalam jumlah kunjungan
wisatawan internasional, namun dalam penerimaan devisa tidak masuk dalam 10
besar.
Begitu juga dengan Russia yang menduduki peringkat 9 dalam hal
penerimaan kunjungan wisatawan internasional, tidak masuk dalam sepuluh
negara utama penghasil devisa pariwisata. Sebaliknya Macao, Thailand, dan
Hongkong yang tidak masuk dalam 10 besar negara penerima wisatawan
internasional, menduduki peringkat 5, 9, dan 10 dalam hal penghasil devisa.
Tabel 4.8. Sepuluh Negara Penghasil Devisa Utama di Dunia, Tahun 2013 dan 2014
NegaraDevisa (miliar US$) Perubahan
(%)Share 2014 (%)
2013 2014
(1) (2) (3) (4) (5)1. Amerika 172,9 177,2 2,5 14,2
2. Spanyol 62,6 65,2 4,2 5,2
3. Cina 51,7 56,9 10,2 4,6
4. Perancis 56,7 55,4 -2,3 4,4
5. Macao 51,8 50,8 -1,9 4,1
6. Italia 43,9 45,5 3,7 3,7
7. Inggris 41,0 45,3 10,3 3,6
8. Jerman 41,3 43,3 5,0 3,5
9. Thailand 41,8 38,4 -8,0 3,1
10. Hongkong 38,9 38,4 -1,4 3,1
Total Dunia 1.197,3 1.245,4 3,7
Sumber: Tourism Highlights, 2015 edition, UNWTO
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 79
Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan harus diimbangi dengan
jumlah sarana dan prasarana yang memadai dan kualitas pelayanannya. Kualitas
pelayanan selain dipengaruhi oleh jumlah fasilitas (sisi supply), juga dipengaruhi
oleh jumlah tenaga kerja khususnya yang melayani mereka secara langsung
terhadap permintaan wisatawan, seperti perhotelan, restoran, dan spa. Tenaga
kerja yang profesional sangat dibutuhkan dalam bidang pariwisata karena terkait
dengan pelayanan terhadap wisatawan.
5.1. Usaha Pariwisata
Pariwisata memiliki dimensi yang sangat luas, dimana usaha pariwisata
tidak terbatas pada sektor usaha yang berada di bawah pembinaan Kementerian
Pariwisata atau Dinas Pariwisata, tetapi juga mencakup berbagai sektor usaha lain
yang pembinaannya di bawah kewenangan kementerian/lembaga lain.
Pada tahun 2010 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama
dengan Badan Pusat Statistik menyusun Klasifikasi Lapangan Usaha Bidang
Pariwisata Indonesia. Klasifikasi tersebut merupakan sinkronisasi antara usaha
pariwisata sesuai Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
beserta turunannya dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009.
Selain bermanfaat untuk pembinaan, klasifikasi tersebut juga sangat bermanfaat
dalam penyusunan data statistik terkait usaha pariwisata, antara lain mengetahui
jumlah tenaga kerja yang bekerja pada industri-industri yang dikategorikan industri
pariwisata.
Namun, mengingat luasnya cakupan usaha pariwisata, baik yang terkait
langsung maupun tidak langsung, pembahasan tenaga kerja pada Nesparnas 2015
ini hanya akan difokuskan pada tenaga kerja yang bekerja pada industri atau usaha
yang terkait langsung dengan kegiatan pariwisata sebagai mana dijabarkan pada
Lampiran A.
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
80 Nesparnas 2015 (Buku 1)
5.2. Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Berdasar data Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) 2014, pada Agustus
2014 jumlah tenaga kerja pada industri pariwisata mencapai 10,15 juta. Dari 10,15
juta orang, porsi terbesar (30,14 persen) merupakan mereka yang bestatus
berusaha mandiri, sementara yang berstatus sebagai karyawan/buruh dan
berusaha dibantu buruh masing-masing sebesar 23,50 persen dan 23,27 persen.
Untuk yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar mencapai 18,13 persen.
Tabel 5.1. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut Status Pekerjaan
Utama, Tahun 2014
Status Pekerjaan Jumlah(000 orang) Distribusi (%)
(1) (2) (3)
01. Berusaha sendiri 3 059,8 30,14
02. Berusaha dibantu buruh tidaktetap/buruh tidak dibayar 2 362,4 23,27
03. Berusaha dibantu buruh tetap/brhdibayar 366,0 3,60
04. Buruh/karyawan 2 385,7 23,5005. Pekerja bebas 138,4 1,3606. Pekerja tak dibayar 1 840,6 18,13
Jumlah 10 152,9 100,00
Sumber: BPS, 2014
Dilihat menurut jenis kelamin, industri pariwisata didominasi oleh tenaga
kerja perempuan (59,99 persen), sementara tenaga kerja laki-laki hanya sebesar
40,01 persen. Ini menunjukkan bahwa industri pariwisata menjadi lapangan usaha
yang sangat potensial bagi perempuan di Indonesia untuk meningkatkan
pendapatan mereka.
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 81
Tabel 5.2. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut Jenis Kelamin,
Tahun 2014
Jenis Kelamin Jumlah(000 orang) Distribusi (%)
(1) (2) (3)
01. Laki-laki 4 062,4 40,01
02. Perempuan 6 090,5 59,99
Jumlah 10 152,9 100,00
Sumber: BPS, 2014
Sementara dilihat menurut kelompok umur, tenaga kerja pada industri
pariwisata didominasi mereka yang berusia antara 25 tahun sampai dengan 54
tahun (71,42 persen), diikuti mereka yang berumur antara 15 tahun sampai dengan
24 tahun (14,33 persen). Yang menarik adalah tenaga kerja di atas 60 tahun lebih
besar dari mereka yang berusia antara 55 tahun sampai dengan 59 tahun. Hal ini
mengindikasikan industri pariwisata menjadi lapangan usaha yang cukup
menjanjikan bagi para lansia di Indonesia.
Tabel 5.3. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut Kelompok Umur,
Tahun 2014
Kelompok Umur Jumlah Distribusi (%)
(1) (2) (3)
01. 15 – 24 1 454,9 14,33
02. 25 – 54 7 251,4 71,42
03. 55 – 59 634,2 6,25
04. 60+ 812,4 8,00
Jumlah 10 152,9 100,00
Sumber: BPS, 2014
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
82 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Apabila dilihat menurut pendidikan yang ditamatkan, tenaga kerja kerja
industri pariwisata didominasi oleh mereka yang menamatkan pendidikan sampai
SMP (60,53 persen). Hal ini menunjukkan pariwisata dapat menjadi salah satu
alternatif bagi pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia
karena secara umum bekerja pada industri pariwisata tidak memerlukan keahlian
yang tinggi.
Tabel 5.4. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut Pendidikan
Terakhir yang Ditamatkan, Tahun 2014
Pendidikan Jumlah Distribusi (%)
(1) (2) (3)
01. ≤ SMP 6 145,1 60,53
02. SMA 3 413,4 33,62
03. Diploma I/II/III 234,4 2,31
04. Universitas 360,0 3,55
Jumlah 10 152,9 100,00
Sumber: BPS, 2014
Dilihat menurut lapangan usaha sebagai mana dapat dilihat pada Tabel 5.5,
industri pariwisata yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah perdagangan
dan usaha penyedia makan minum yang masing-masing mempunyai share
mencapai 42,43 persen dan 42,10 persen. Usaha lain yang cukup besar
kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja adalah usaha penyediaan akomodasi
dan kegiatan olah raga dan rekreasi lainnya yang masing-masing menyumbang 5,23
persen dan 2,06 persen. Sementara kegiatan hiburan, kesenian dan kreativitas
menyumbang 1,72 persen.
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 83
Tabel 5.5. Jumlah Tenaga Kerja pada Industri Pariwisata Menurut Lapangan
Usaha, Tahun 2014
Lapangan Usaha Jumlah(000 orang) Distribusi (%)
(1) (2) (3)
01. Perdagangan 4.308,0 42,43
02. Angkutan darat 43,2 0,43
03. Angkutan Air 6,9 0,07
04. Angkutan Udara 1,3 0,01
05. Penyediaan Akomodasi 531,0 5,23
06. Penyediaan Makan minum 4 274,4 42,10
07. Jasa Agen Perjalanan 61,0 0,60
08. Kegiatan Hiburan, Kesenian danKreativitas 175,1 1,72
09. Perpustakaan, Arsip, Museum danKegiatan Kebudayaan Lainnya 32,1 0,32
10. Kegiatan Olahraga dan Rekreasi Lainnya 209,0 2,06
11. Lainnya 510,9 5,03
Jumlah 10 152,9 100,00Sumber: BPS, 2014
5.2.1. Struktur Tenaga Kerja Perhotelan
Tenaga kerja pada usaha akomodasi seperti hotel berbintang, hotel
melati, maupun usaha akomodasi lainnya terus meningkat dari tahun ke tahun
sejalan meningkatnya jumlah usaha akomodasi di Indonesia.
Ditinjau menurut jenis pekerjaan, sebagian besar pekerja usaha
akomodasi hotel bintang bekerja sebagai pekerja teknis dan pekerja penyelia
masing-masing sebesar 26,65 persen dan 12,21 persen dari total pekerja pada
hotel berbintang. Sementara itu untuk akomodasi lainnya, sebagian besar
pekerjanya merupakan pekerja teknis dan administrasi masing-masing sebesar
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
84 Nesparnas 2015 (Buku 1)
21,78 persen dan 11,42 persen dari total pekerja pada usaha akomodasi lainnya.
Sedangkan untuk pekerja lainnya merupakan yang terbesar untuk kedua jenis
akomodasi tersebut, karena mereka merupakan pelaksana langsung di lapangan.
Tabel 5.6. Struktur Pekerja pada Usaha Akomodasi menurut Jenis Pekerjaan,
Tahun 2014
Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Indonesia 2014, BPS.
Selanjutnya, profesionalisme di bidang perhotelan mutlak diperlukan
seiring dengan meningkatnya jumlah tamu yang menginap di hotel. Peningkatan
mutu layanan hotel terus dilakukan, baik melalui pembinaan yang diselenggarakan
pemerintah maupun oleh para pengusaha hotel itu sendiri. Peningkatan mutu
pendidikan tenaga kerja pada lembaga pendidikan khusus kejuruan pariwisata
merupakan salah satu upaya yang harus ditempuh. Pekerja berpendidikan kejuruan
pariwisata relatif kecil bila dibandingkan dengan pekerja berpendidikan lainnya.
Dari total pekerja pada usaha akomodasi, hanya sebanyak 26,99 persen yang
menyatakan tamat pendidikan kejuruan pariwisata, sedangkan sisanya sebanyak
73,01 persen tamat pendidikan non kejuruan pariwisata.
Jenis Pekerjaan Hotel Bintang Akomodasi lainnya
(1) (2) (3)
Direktur 1,15 6,11
Manajer 4,92 6,90
Asisten Manajer 3,80 1,87
Penyelia 12,21 4,68
Teknis 26,65 21,78
Administrasi 8,79 11,42
Lainnya 42,48 47,24
Jumlah 100,00 100,00
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 85
Sedangkan jika dilihat menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan,
pekerja hotel berbintang terbanyak berpendidikan SMA, baik untuk pekerja laki-laki
maupun pekerja perempuan. Suatu hal yang menarik dari data tersebut adalah
untuk pekerja yang tamat pendidikan tinggi pada kelompok perempuan lebih tinggi
dibanding porsi pekerja berpendidikan tinggi pada kelompok laki-laki. Sebagai
contoh persentase perempuan yang menamatkan pendidikan Diploma I/II/III
sebesar 27,81 persen, sedangkan pada kelompok laki-laki sebesar 22,56 persen.
Demikian pula untuk tingkat pendidikan universitas, pada pekerja perempuan
mencapai 14,70 persen, sedangkan pada kelompok laki-laki hanya mencapai 9,57
persen.
Tabel 5.7. Struktur Pekerja pada Usaha Hotel Berbintang menurut
Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2014
Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
Universitas 9,57 14,70 10,95
Diploma I/II/III 22,56 27,81 23,97
SMA 62,72 53,98 60,37
≤ SMP 5,15 3,52 4,71
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Indonesia 2014, BPS
Sedikit berbeda dengan struktur tenaga kerja di hotel berbintang, pada
usaha akomodasi lainnya, tenaga kerja berpendidikan sampai dengan SMP masih
cukup besar porsinya, baik untuk tenaga kerja laki-laki maupun perempuan, yaitu
masing-masing 21,23 persen dan 25,48 persen. Dan yang berpendidikan sarjana ke
atas masih sangat sedikit jumlahnya. Tenaga kerja di usaha akomodasi lainnya juga
masih didominasi oleh pekerja berpendidikan SMA.
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
86 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 5.8. Struktur Pekerja pada Usaha Akomodasi Lainnya menurut
Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Tahun 2014
Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4)
Universitas 6,33 7,76 6,79
Diploma I/II/III 6,65 8,30 7,18
SMA 65,69 58,45 63,36
≤ SMP 21,23 25,48 22,66
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Indonesia 2014, BPS.
5.2.2. Struktur Tenaga Kerja Usaha Restoran/Rumah Makan
Jenis usaha lain yang juga terkait erat dengan kegiatan pariwisata adalah
usaha restoran/rumah makan. Di dalam melakukan perjalanan, seseorang pasti
akan membutuhkan konsumsi untuk menunjang perjalanannya. Kebutuhan
wisatawan tersebut dapat dipenuhi, salah satunya oleh usaha penyediaan makan
minum yaitu usaha restoran/rumah makan. Usaha restoran/rumah makan yang
dicakup dalam survei ini adalah usaha yang berskala menengah dan besar.
Tabel 5.9. Rata-rata pekerja WNI pada Usaha Restoran/Rumah Makan
menurut Status Pekerja, Tahun 2014
Status Pekerja Pekerja
(1) (2)
Tetap 19
Tidak Tetap 7
Jumlah 26
Sumber: Statistik Restoran/Rumah Makan 2014, BPS
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 87
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja yang terserap
pada usaha restoran/rumah makan secara rata-rata adalah 26 orang per usaha,
yang mencakup pekerja berkewarganegaraan Indonesia. Dalam hal
memperkerjakan tenaga asing, seperti halnya pada usaha perhotelan, jumlah
pekerja asing pada usaha restoran/ rumah makan ini juga relatif masih sangat
sedikit jumlahnya. Indikasi ini menunjukkan bahwa tenaga kerja Indonesia dapat
bersaing dengan tenaga asing, dengan kata lain dalam mengoperasikan kedua jenis
usaha ini, tenaga kerja Indonesia sangat mampu.
Selanjutnya dilihat dari status pekerja, sebagian besar dari pekerja
merupakan pekerja tetap, dimana rata-rata pekerja tetap adalah sebanyak 19
orang per usaha, sedangkan pekerja tidak tetap 7 orang per usaha. Status pekerja
ini sangat berpengaruh terhadap kondisi pekerja, karena dengan status yang tetap,
pekerja mendapat kompensasi yang tetap setiap bulannya.
Berbicara berdasarkan pendidikan pekerja, seperti halnya pada usaha
hotel, sebagian besar pekerja pada usaha restoran/rumah makan adalah
berpendidikan SMA dan sederajat, dimana porsi pekerja laki-laki sebesar 82,01
persen dan pekerja perempuan 80,93.
Tabel 5.10. Struktur Pekerja WNI pada Usaha Restoran/rumah makan
menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2014
Sumber: Statistik Restoran/Rumah Makan 2014, BPS
Pendidikan Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3)Universitas 2,94 3,25Akademi 1,09 1,03Diploma I/II 4,70 5,70SMA 82,01 80,93< SMP 9,26 9,08
Jumlah 100,00 100,00
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
88 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Pekerja dengan pendidikan Diploma dan yang lebih tinggi masih sedikit
jumlahnya pada usaha ini. Hal ini dikarenakan sifat usaha ini yang lebih
membutuhkan skill/keterampilan khusus dalam pengoperasian usaha, terutama
mereka yang terampil dalam ilmu yang berkaitan dengan tata boga. Selanjutnya,
dilihat dari jenis kelamin, dominasi pekerja laki-laki pada usaha restoran/ rumah
makan terjadi pada jenjang pendidikan < SMP, SMA, dan Akademi.
5.2.3. Struktur Tenaga Kerja Usaha Spa (Solus Per Aqua)
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab pendahuluan bahwa salah satu
hasil yang diharapkan dari penyusunan nesparnas tahun 2014 adalah tersedianya
data mengenai tenaga kerja sektor pariwisata terkait. Melalui Survei Spa, juga
diperoleh data. Cakupan survei yang dilakukan adalah usaha spa yang dilakukan
secara sampel. Tabel di bawah menyajikan hasil survei tersebut.
Tabel 5.11. Struktur Pekerja WNI pada Usaha Spa menurut
Status Pekerja dan Jenis Kelamin, Tahun 2014
Status Pekerja Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3)
Tetap 21,94 50,19
Tidak Tetap 7,47 20,14
Jumlah 29,41 70,33
Sumber : Statistik Solus Per Aqua (SPA), BPS
Berdasarkan Table 5.11 di atas, dapat dilihat bahwa pada usaha spa,
tenaga kerja perempuan lebih dominan dibanding tenaga kerja laki-laki. Berbicara
mengenai status pekerja, sebagian besar pekerja merupakan pekerja tetap. Untuk
pekerja asing, jumlahnya relatif masih sedikit yang terlibat di dalam usaha spa.
Tenaga Kerja Usaha Pariwisata
Nesparnas 2015 (Buku 1) 89
Pendidikan maupun keahlian dari seorang pekerja sangat diperlukan
untuk menempati jenjang maupun posisi suatu pekerjaan. Pada tabel 5.12 dapat
dilihat tingkat pendidikan dari pekerja pada usaha spa. Dari hasil Survei Spa,
diketahui bahwa sebagian besar pekerja pada usaha Spa berpendidikan SMA yang
mencapai 77,03 persen. Sementara itu pekerja dengan jenjang pendidikan lebih
tinggi masih sedikit jumlahnya, dan biasanya mereka menempati posisi-posisi
puncak.
Tabel 5.12. Struktur Pekerja WNI pada Usaha Spa menurut
Pendidikan, Tahun 2014
Sumber: Statistik Solus Per Aqua (SPA) 2014, BPS
Pendidikan Pekerja
(1) (2)
Universitas 3,31
Diploma 9,89
SMA 77,03
≤ SMP 9,78
Jumlah 100,00
Daftar Pustaka
Nesparnas 2015 (Buku 1) 91
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input Output, Jakarta,November 2008
, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, Jakarta,Desember 2009
, Statistik Kunjungan Tamu Asing 2014 , Jakarta, Agustus2015
, Tingkat Penghunian Kamar Hotel 2014 , Jakarta, Agustus2015
, Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Indonesia 2014 ,Jakarta, November 2014
, Statistik Angkatan Kerja Nasional 2014, Jakarta, Agustus2014
, Tabel Input Output Indonesia 2010, Jakarta, Desember2015
, Statistik Restoran/Rumah Makan 2014, Jakarta, Desember2015
, Statistik SPA 2014, Jakarta, Desember 2015
Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya, Klasifikasi Lapangan Usaha PariwisataIndonesia (KLUPI) 1999, Jakarta, Desember 1999
Kementerian Pariwisata, Pendataan Profil Wisatawan Mancanegara 2014, Jakarta,Desember 2014
International Monetary Fund, Balance of Payments and International InvestmentPosisition Sixth Ed. (BPM6), Draft, September 2007
United Nations and World Tourism Organization, International Recommendationsfor Tourism Statistics,2008, Madrid, New York, 2008
Daftar Pustaka
92 Nesparnas 2015 (Buku 1)
_________________________________________________, UNWTO TourismHighlights 2015 Edition, Madrid, New York, 2015
United Nations, World Tourism Organization and OECD, 2008 Tourism SatelliteAccount: Recommended Methodological Framework (TSA: RMF 2008),Madrid, New York, 2008
United Nations, European Commission, IMF, and WTO, Manual on Statistics ofInternational Trade in Services, New York, 2002
United Nations, Central Product Classification Ver.2 , New York, 2006
, International Standard Industrial Classification of All EconomicActivities Rev.4, New York, March 2006
, System of National Accounts 1993. Prepared by ISWGNA(Eurostat, IMF, OECD, UN, World Bank), Washington DC, 1993.
World Travel and Tourism Council, Update Principles for Travel and TourismNational Satellite Account, September 1998,
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 95
Tabel 1. Struktur Pengeluaran Wisman Menurut 10 Negara Asal Terbesar dan
Produk Barang dan Jasa yang Dikonsumsi Tahun 2014, (milyar rupiah)
Jenis ProdukNegara Asal
Singapura Malaysia Australia Cina JepangKorea
Selatan(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 6.238,88 5.359,74 9.393,96 5.229,40 3.265,56 2.211,07
2. Restoran dan sejenisnya 2.421,70 2.198,51 4.364,88 1.862,50 1.238,01 901,16
3. Angkutan domestik 1.153,87 1.230,57 1.664,57 862,11 690,55 445,31
4. Angkutan internasional 584,00 1.346,82 2.416,41 1.330,04 1.922,32 994,63
5. Biro perjalanan, operator,dan pramuwisata
381,20 146,01 342,50 406,42 200,53 153,44
6. Jasa seni budaya, rekreasi,dan hiburan
749,43 627,01 1.188,28 555,57 301,17 265,20
7. Jasa pariwisata lainnya 300,30 304,73 264,36 238,07 140,70 84,33
8. Souvenir 879,57 1.194,93 1.319,37 1.118,97 573,11 443,27
9. Kesehatan dan kecantikan 264,52 193,85 964,02 293,02 180,69 101,47
10. Produk industri non makanan 988,40 1.019,14 1.535,04 875,08 409,65 317,18
11. Produk pertanian 232,62 243,99 377,86 216,93 99,75 77,02
Total pengeluaran 14.194,49 13.865,29 23.831,25 12.988,13 9.022,05 5.994,08
a. Jumlah wisatawan 1.559.044 1.418.256 1.145.576 1.052.705 505.175 352.004
b. Lama Tinggal (hari) 4,16 5,30 9,08 6,28 6,75 6,35
c. Rata-rata pengeluaran perkunjungan (000 rupiah)
8.158,57 9.332,86 21.117,01 14.014,70 17.171,15 16.194,01
Lampiran
96 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 1. Struktur Pengeluaran Wisman Menurut 10 Negara Asal Terbesar dan
Produk Barang dan Jasa yang Dikonsumsi Tahun 2014, (milyar rupiah)
Lanjutan
Jenis ProdukNegara Asal
Taiwan FilipinaAmerikaSerikat
Inggris Lainnya Jumlah
(1) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 1.392,85 1.264,14 2.356,53 2.295,29 21.632,28 60.639,71
2. Restoran dan sejenisnya 499,88 459,27 919,98 830,53 8.750,64 24.447,06
3. Angkutan domestik 274,95 261,34 519,21 516,91 4.752,48 12.371,87
4. Angkutan internasional 125,23 143,79 349,12 450,26 2.212,88 11.875,50
5. Biro perjalanan, operator,dan pramuwisata 104,02 30,23 66,40 84,75 1.066,34 2.981,84
6. Jasa seni budaya, rekreasi,dan hiburan 126,16 103,43 227,57 232,79 2.242,39 6.619,00
7. Jasa pariwisata lainnya 71,98 59,95 70,96 62,11 916,83 2.514,33
8. Souvenir 261,47 167,62 282,43 254,69 2.986,02 9.481,45
9. Kesehatan dan kecantikan 68,25 31,13 100,23 194,47 837,68 3.229,33
10. Produk industri non makanan 180,30 122,05 231,44 238,29 2.422,03 8.338,61
11. Produk pertanian 45,08 29,70 54,61 59,09 574,83 2.011,49
Total pengeluaran 3.150,16 2.672,67 5.178,49 5.219,20 48.394,39 144.510,19
a. Jumlah wisatawan 220.328 248.182 246.397 244.594 2.443.150 9.435.411
b. Lama Tinggal (hari) 5,89 5,46 11,07 10,14 8,79 7,66c. Rata-rata pengeluaran per
kunjungan (000 rupiah) 12.910,31 10.554,01 20.600,24 20.942,29 21.401,51 15.315,73
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 97
Tabel 2.a. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara Menurut Provinsi Asal
dan Jenis Pengeluaran Tahun 2014, (milyar rupiah)
Jenis PengeluaranProvinsi Asal
SumateraUtara
SumateraBarat
DKIJakarta Jawa Barat Jawa
TengahDI.
Yogyakarta
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 128,61 361,92 1.603,78 5.941,61 731,43 349,83
2. Restoran dan sejenisnya 1.279,07 711,53 3.599,46 7.083,31 2.958,73 954,69
3. Angkutan domestik 2.277,72 1.381,53 8.986,84 11.972,34 4.617,46 1.902,844. Biro perjalanan, operator dan
pramuwisata 9,77 8,10 72,77 175,72 133,14 18,56
5. Jasa seni budaya, rekreasi danhiburan
67,39 87,42 485,06 869,78 218,18 51,96
6. Jasa pariwisata lainnya 9,49 166,95 185,23 747,91 765,59 234,997. Souvenir 350,76 174,43 1.007,43 1.054,96 832,66 241,258. Kesehatan dan kecantikan 4,02 2,53 4,81 9,85 14,06 13,669. Produk industri non makanan 500,59 618,42 2.160,59 3.592,43 2.986,90 366,43
10. Produk pertanian 90,67 98,22 547,15 634,54 311,24 43,66
Total Pengeluaran 4.718,09 3.611,04 18.653,13 32.082,45 13.569,39 4.177,89
a. Jumlah perjalanan 9.348.703 4.960.445 23.891.529 43.750.926 37.675.542 6.000.375
b. Rata-rata pengeluaran perperjalanan (000 rupiah) 504,68 727,97 780,74 732,15 360,16 696,27
Lampiran
98 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 2.a. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara Menurut Provinsi Asal
dan Jenis Pengeluaran Tahun 2014, (milyar rupiah)
Lanjutan
Jenis PengeluaranProvinsi Asal
Jawa Timur Bali SulawesiUtara
SulawesiSelatan Lainnya Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 2.463,59 199,38 741,01 841,48 8.751,80 22.114,43
2. Restoran dan sejenisnya 4.051,67 987,81 308,08 1.378,07 18.696,09 42.008,51
3. Angkutan domestik 6.355,80 2.027,91 1.995,55 2.779,06 45.812,87 90.109,91
4. Biro perjalanan, operator danpramuwisata 76,74 18,29 1,33 9,45 4.537,98 5.061,84
5. Jasa seni budaya, rekreasi danhiburan
693,69 52,53 30,09 146,24 493,79 3.196,14
6. Jasa pariwisata lainnya 785,05 8,56 122,16 - 74,54 3.100,477. Souvenir 639,68 314,92 55,78 152,85 5.282,04 10.106,758. Kesehatan dan kecantikan 6,32 12,70 16,77 11,06 20,39 116,179. Produk industri non makanan 2.657,62 887,06 600,47 1.345,65 14.618,56 30.334,73
10. Produk pertanian 446,85 64,53 111,80 132,67 5.343,14 7.824,47
Total Pengeluaran 18.176,99 4.573,69 3.983,03 6.796,52 103.631,20 213.973,41
a. Jumlah perjalanan 39.677.739 8.220.658 2.607.211 8.506.206 66.597.928 251.237.262
b. Rata-rata pengeluaranper perjalanan (000 rupiah) 458,12 556,37 1.527,70 799,01 1.556,07 851,68
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 99
Tabel 2.b. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara Menurut Provinsi
Tujuan dan Jenis Pengeluaran Tahun 2014, (milyar rupiah)
Jenis PengeluaranProvinsi Tujuan
SumateraUtara
SumateraBarat DKI Jakarta Jawa Barat Jawa
TengahDI.
Yogyakarta
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 225,52 267,40 6.558,56 4.605,30 1.403,37 1.341,36
2. Restoran dan sejenisnya 1.453,69 593,25 8.610,06 6.461,90 4.955,56 1.593,18
3. Angkutan domestik 2.926,57 1.330,21 15.983,68 10.903,37 8.895,55 5.444,43
4. Biro perjalanan, operator danpramuwisata 12,88 7,22 227,31 201,30 135,49 55,44
5. Jasa seni budaya, rekreasi danhiburan 66,13 105,74 612,72 898,17 193,72 273,97
6. Jasa pariwisata lainnya 76,27 16,08 279,92 469,26 541,57 339,997. Souvenir 450,28 99,70 1.208,23 1.332,28 1.029,31 683,698. Kesehatan dan kecantikan 7,13 1,56 19,91 4,20 1,99 2,279. Produk industri non makanan 1.187,11 414,20 7.876,21 4.312,96 3.313,78 1.286,59
10. Produk pertanian 350,21 61,60 1.039,77 872,03 702,63 234,31
Total Pengeluaran 6.755,78 2.896,95 42.416,37 30.060,77 21.172,96 11.255,22
a. Jumlah perjalanan 10.510.935 5.957.903 16.643.734 46.282.857 38.593.404 10.721.328
b. Rata-rata pengeluaran perperjalanan (000 rupiah 642,74 486,24 2.548,49 649,50 548,62 1.049,80
Lampiran
100 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 2.b. Struktur Pengeluaran Wisatawan Nusantara Menurut Provinsi Tujuan
dan Jenis Pengeluaran Tahun 2014, (milyar rupiah)
Lanjutan
Jenis PengeluaranProvinsi Tujuan
Jawa Timur Bali SulawesiUtara
SulawesiSelatan Lainnya Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 2.635,18 1.580,57 389,86 670,35 2.436,96 22.114,432. Restoran dan sejenisnya 6.524,33 1.529,48 362,30 2.084,63 7.840,12 42.008,513. Angkutan domestik 13.824,80 2.953,97 874,79 4.128,32 22.844,23 90.109,914. Biro perjalanan, operator dan
pramuwisata 125,85 41,62 8,20 22,32 4.224,22 5.061,84
5. Jasa seni budaya, rekreasi danhiburan
663,18 236,45 19,09 79,97 47,00 3.196,14
6. Jasa pariwisata lainnya 534,08 687,86 - 0,30 155,14 3.100,47
7. Souvenir 1.321,12 429,66 28,77 238,66 3.285,05 10.106,75
8. Kesehatan dan kecantikan 5,91 4,82 2,65 5,70 60,02 116,17
9. Produk industri non makanan 4.049,29 1.179,55 360,01 1.873,40 4.481,62 30.334,73
10. Produk pertanian 812,01 213,85 75,99 403,10 3.058,98 7.824,47
Total Pengeluaran 30.495,75 8.857,83 2.121,66 9.506,76 48.433,33 213.973,41
a. Jumlah perjalanan 42.336.099 9.325.470 2.315.042 9.784.175 58.766.315 251.237.262b. Rata-rata pengeluaran
per perjalanan (000 rupiah) 720,33 949,85 916,47 971,65 824,17 851,68
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 101
Tabel 3. Struktur Pengeluaran Wisatawan Indonesia yang ke Luar Negeri
Menurut Kategori Pengeluaran dan Produk Barang dan Jasa yang
Dikonsumsi Tahun 2014, (Milyar Rupiah)
Jenis Produk Pre-Trip Trip Post-Trip Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 54,39 27.136,29 25,62 27.216,302. Restoran dan sejenisnya 608,13 12.325,00 286,51 13.219,64
3. Angkutan domestik 873,65 5.515,39 411,60 6.800,654. Biro perjalanan, operator dan pramuwisata
1.170,44 875,46 551,43 2.597,32
5. Jasa seni budaya, rekreasi dan hiburan - 2.089,56 - 2.089,56
6. Jasa pariwisata lainnya - 3.134,34 - 3.134,34
7. Souvenir - 6.234,97 - 6.234,978. Kesehatan dan kecantikan - 8.303,61 - 8.303,619. Produk industri non makanan 1.576,00 16.768,97 742,50 19.087,47
10. Produk pertanian - 1.048,04 - 1.048,04
Total Pengeluaran 4.282,60 83.431,63 2.017,66 89.731,89
a. Jumlah wisatawan 8.073.552 8.073.552 8.073.552
b. Lama Tinggal (hari) - 6,49 -c. Rata-rata pengeluaran per kunjungan
(000 rupiah) 530,45 10.333,94 249,91
Lampiran
102 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 4. Struktur Pengeluaran Wisatawan Menurut Produk Barang dan Jasa
yang Dikonsumsi dan Jenis Wisatawan Tahun 2014, (Milyar rupiah)
Jenis Pengeluaran Wisman WisnusOutbound
JumlahPre Trip Post Trip
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Hotel dan akomodasi lainnya 60.639,71 22.114,43 54,39 25,62 82.834,15
2. Restoran dan sejenisnya 24.447,06 42.008,51 608,13 286,51 67.350,21
3. Angkutan domestik 12.371,87 90.109,91 873,65 411,60 103.767,03
4. Angkutan internasional 11.875,50 - - - 11.875,50
5. Biro perjalanan, operator, danpramuwisata 2.981,84 5.061,84 1.170,44 551,43 9.765,54
6. Jasa seni budaya, rekreasi, dan hiburan 6.619,00 3.196,14 - - 9.815,14
7. Jasa pariwisata lainnya 2.514,33 3.100,47 - - 5.614,80
8. Souvenir 9.481,45 10.106,75 - - 19.588,20
9. Kesehatan dan kecantikan 3.229,33 116,17 - - 3.345,50
10. Produk industri non makanan 8.338,61 30.334,73 1.576,00 742,50 40.991,84
11. Produk pertanian 2.011,49 7.824,47 - - 9.835,96
Total Pengeluaran 144.510,19 213.973,41 4.282,60 2.017,66 364.783,87
a. Jumlah Perjalanan / kunjungan 9.435.411 251.237.262 8.073.552 8.073.552b. Rata-rata Lama Tinggal/ bepergian
(hari) 7,66 4,34 6,49 6,49
c. Rata-rata Pengeluaran perkunjungan/perjalanan (000 rp) 15.315,73 851,68 530,45 249,91
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 103
Tabel 5. Struktur Input Terkait Pariwisata (Persen)
Struktur Input
Sektor Pariwisata
PenyediaanAkomodasi
PenyediaanMakan dan
Minum
AngkutanKereta Api
AngkutanDarat selainkereta Api
AngkutanAir
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
I. Input Antara 38,00 55,96 62,17 45,50 67,09
1. Pertanian 8,87 15,09 0,11 - 0,12
2. Pertambangan 0,01 - 0,03 - -
3. Industri 19,36 27,47 19,91 29,77 33,01
4. Listrik, gas dan air 1,22 0,36 6,88 0,34 0,68
5. Bangunan 0,70 0,07 6,20 0,55 3,21
6. Perdagangan 3,54 11,47 2,63 8,06 2,25
7. Angkutan 0,28 0,20 2,13 2,90 15,30
8. Penyediaan akomodasi 0,05 0,02 0,55 0,02 0,20
9. Penyediaan makan danminum 0,17 0,00 0,10 0,04 0,17
10. Komunikasi 1,16 0,41 0,38 0,44 1,4211. Lembaga Keuangan dan
jasa perusahaan 2,31 0,61 3,68 3,08 9,96
12. Jasa-jasa 0,33 0,25 19,57 0,30 0,77
II. Input Primer 62,00 44,04 37,83 54,50 32,91
1. Kompensasi tenaga kerja 16,24 16,28 29,89 17,91 10,15
2. Surplus usaha 45,32 27,42 7,64 36,17 22,50
3. Pajak dikurangi subsidilainnya atas produksi 0,44 0,35 0,30 0,42 0,26
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Lampiran
104 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 5. Struktur Input Terkait Pariwisata (Persen)Lanjutan
Struktur Input
Sektor Pariwisata
AngkutanUdara
JasaPenunjangAngkutan
LembagaKeuangan dan Jasa
Perusahaan
Jasa hiburan,rekreasi, dan
budaya(1) (2) (3) (4) (5)
I. Input Antara 49,10 39,16 41,55 62,17
1. Pertanian 0,47 0,00 0,01 0,11
2. Pertambangan - 0,16 0,37 0,03
3. Industri 13,09 2,16 9,13 19,91
4. Listrik, gas dan air 0,08 1,81 0,88 6,88
5. Bangunan 0,04 9,33 6,88 6,20
6. Perdagangan 2,34 1,04 1,33 2,63
7. Angkutan 13,97 14,43 2,34 2,13
8. Penyediaan akomodasi 0,02 0,11 0,05 0,55
9. Penyediaan makan danminum
5,76 0,07 0,06 0,10
10. Komunikasi 3,96 5,00 3,83 0,3811. Lembaga Keuangan dan jasa
perusahaan 8,89 4,54 14,63 3,68
12. Jasa-jasa 0,47 0,49 2,06 19,57
II. Input Primer 50,90 60,84 58,45 37,83
1. Kompensasi tenaga kerja 20,73 22,22 17,87 29,89
2. Surplus usaha 29,76 38,14 40,24 7,64
3. Pajak dikurangi subsidilainnya atas produksi 0,40 0,48 0,33 0,30
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 105
Tabel 6. Struktur PMTB Pariwisata Baik yang Bersifat Langsung maupun Tidak
Langsung Tahun 2014 (Miliar Rupiah)
Jenis Barang Modal
Penanam Modal
Swasta/BUMN/BUMD
Pemerintah
JumlahPusat Daerah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Bangunan Hotel dan Akomodasi lainnya 28.162,29 - - 28.162,29
2. Bangunan Restoran & sejenisnya 8.224,25 - - 8.224,25
3. Bangunan Bukan Tempat Tinggal 24.316,34 4,53 6,38 24.327,25
4. Bangunan olahraga, rekreasi, hiburan,seni, dan budaya 10.596,26 11,64 15,19 10.623,08
5. Infrastuktur (Jalan, Jembatan, Pelabuhan) 24.955,67 9,15 10,89 24.975,71
6. Bangunan Lainnya 11.287,25 - - 11.287,25
7. Mesin dan Peralatan 9.398,96 88,65 109,03 9.596,64
8. Alat Angkutan 8.729,70 29,43 53,42 8.812,54
9. Barang Modal Lainnya 9.323,65 1,17 3,17 9.327,99
Jumlah 134.994,36 144,57 198,09 135.337,01
Lampiran
106 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 7. Struktur Pengeluaran Pemerintah Dalam Promosi dan Pembinaan
Sektor Pariwisata (Current Expenditure) Menurut Jenis Aktivitas
Tahun 2014 (Miliar Rupiah)
Jenis AktivitasPemerintah
Pusat Daerah Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. Promosi pariwisata 341,72 1.043,20 1.384,92
2. Perencanaan dan koordinasi pemb. Pariwisata 438,61 1.600,12 2.038,73
3. Penyusunan statistik dan informasi pariwisata 336,90 916,99 1.253,89
4. Penelitian dan Pengembangan 302,20 1.197,71 1.499,91
5. Penyelenggaraan dan pelayanan informasi pariwisata 220,97 424,80 645,78
6. Pengamanan dan perlindungan wisatawan 130,17 172,07 302,24
7. Pengawasan dan pengaturan 132,73 225,98 358,71
8. Lainnya 109,37 182,04 291,41
Jumlah 2.012,68 5.762,92 7.775,60
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 107
Tabel 8. Struktur Pekerja yang Terlibat dalam Industri Pariwisata Tahun 2014
Sektor Banyaknya(orang)
Distribusi(Persen)
(1) (2) (3)
1. Perdagangan 4.307.958 42,43
2. Angkutan darat 43.174 0,43
3. Angkutan perairan 6.861 0,07
4. Angkutan udara 1.277 0,01
5. Penyediaan akomodasi 531.007 5,23
6. Penyediaan makan minum 4.274.371 42,10
7. Jasa agen perjalanan 61.017 0,60
8. Kegiatan Hiburan, Kesenian dan Kreativitas 175.128 1,72
9. Perpustakaan, Arsip, Museum dan KegiatanKebudayaan Lainnya 32.131 0,32
10. Kegiatan Olahraga dan Rekreasi Lainnya 209.010 2,06
11. Lainnya 510.949 5,03
Jumlah 10.152.883 100,00
Lampiran
108 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Tabel 9. Peranan Pariwisata dalam Struktur Output/Produksi dan Produk
Domestik Bruto (PDB) Tahun 2014
SEKTOR PRODUKSIOutput/Produksi PDB
Total% Par
Total% Par
(Milyar Rp) (Milyar Rp)(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian 57.863,9 3,38 48.775,9 3,46
2. Pertambangan dan Penggalian 27.712,0 1,94 20.566,3 1,97
3. Industri 281.154,3 4,44 112.624,1 4,81
4. Listrik, Gas, Air, dan Daur Ulang 11.857,6 2,87 1.423,2 0,62
5. Konstruksi 115.477,7 3,81 41.956,0 3,95
6. Perdagangan 46.366,2 2,21 31.452,6 2,21
7. Angkutan Kereta Api 4.487,0 39,26 1.270,6 33,35
8. Angkutan Darat 29.124,5 6,32 14.246,0 6,31
9. Angkutan Air 6.885,9 4,55 2.183,4 4,49
10. Angkutan Udara 64.440,4 19,57 21.527,9 19,70
11. Jasa Penunjang Angkutan 16.595,8 12,03 9.685,4 12,27
12. Penyediaan Akomodasi 84.024,6 68,30 53.366,4 70,32
13. Penyediaan Makan Minum 72.141,3 12,58 31.269,4 12,63
14. Komunikasi 20.005,0 3,38 12.888,6 3,44
15. Jasa Lainnya 51.151,1 1,72 33.546,5 1,77
Jumlah 889.287,3 4,37 436.782,3 4,13
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 109
Lampiran A. Kode Klasifikasi Usaha Pariwisata
Kategori lapangan Usaha
47 Perdagangan Eceran, Bukan Mobil dan Motor
47112 Perdagangan Eceran Berbagai Macam Barang Yang Utamanya Makanan,Minuman Atau Tembakau Bukan Di Supermarket/minimarket (Tradisional)
47242 Perdagangan Eceran Roti, Kue Kering, serta Kue Basah dan Sejenisnya47249 Perdagangan Eceran Makanan Lainnya47781 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan Dari Kayu, Bambu,47782 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan Dari Kulit, Tulang47783 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan Dari Logam47784 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan Dari Keramik47785 Perdagangan Eceran Lukisan
47789 Perdagangan Eceran Barang Kerajinan dan Lukisan Lainnya
49 Angkutan Darat dan Angkutan Melalui Saluran Pipa49112 Angkutan Jalan Rel Khusus Wisata49222 Angkutan Bus Pariwisata49425 Angkutan Darat Lainnya Untuk Wisata
50 Angkutan Perairan50113 Angkutan Laut Domestik Khusus Untuk Wisata50123 Angkutan Laut Internasional Khusus Untuk Wisata50213 Angkutan Sungai dan Danau Dengan Trayek Tidak Tetap Da
51 Angkutan Udara51107 Angkutan Udara Khusus Untuk Wisata
55 Penyediaan Akomodasi55111 Hotel Bintang Lima55112 Hotel Bintang Empat55113 Hotel Bintang Tiga55114 Hotel Bintang Dua55115 Hotel Bintang Satu55120 Hotel Melati55130 Pondok Wisata (Home Stay)55191 Penginapan Remaja (Youth Hostel)55192 Bumi Perkemahan55193 Persinggahan Karavan55194 Vila55195 Apartemen Hotel
Lampiran
110 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Kategori lapangan Usaha
55199 Penyediaan Akomodasi Jangka Pendek Lainnya55900 Penyediaan Akomodasi Lainnya
56 Penyediaan Makanan dan Minuman56101 Restoran56102 Warung Makan56103 Kedai Makanan56104 Penyediaan Makanan Keliling/Tempat Tidak Tetap56210 Jasa Boga Untuk Suatu Event Tertentu (Event Catering)56290 Penyediaan Makanan Lainnya56301 Bar56303 Rumah Minum/Kafe56304 Kedai Minuman56305 Rumah/Kedai Obat Tradisional56306 Penyediaan Minuman Keliling/Tempat Tidak Tetap
59 Produksi Gambar Bergerak, Video dan Program Televisi, Perekaman Suara danPenerbitan Musik
59140 Kegiatan Pemutaran Film68 Real Estat
68110 Real Estat Yang Dimiliki Sendiri Atau Disewa68120 Kawasan Pariwisata
70 Kegiatan Kantor Pusat dan Konsultasi Manajemen70201 Jasa Konsultan Pariwisata
79 Jasa Agen Perjalanan, Penyelenggara Tur dan Jasa Reservasi Lainnya79111 Jasa Agen Perjalanan Wisata79120 Jasa Biro Perjalanan Wisata79910 Jasa Informasi Pariwisata79920 Jasa Pramuwisata
82 Jasa Administrasi Kantor, Jasa Penunjang Kantor dan Jasa Penunjang Usaha Lainnya
82301 Jasa Penyelenggara Pertemuan, Perjalanan Insentif, Kon82302 Jasa Event Organizer
84 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan SosialWajib
84126 Pembinaan Kebudayaan/Kesenian/Rekreasi/Olahraga
85 Pendidikan85498 Jasa Pendidikan Kerajinan dan Industri
Lampiran
Nesparnas 2015 (Buku 1) 111
Kategori lapangan Usaha
85499 Jasa Pendidikan Lainnya Swasta90 Kegiatan Hiburan, Kesenian dan Kreativitas
90001 Kegiatan Seni Pertunjukan90002 Kegiatan Pekerja Seni90003 Jasa Penunjang Hiburan90004 Jasa Impresariat Bidang Seni90009 Kegiatan Hiburan, Seni dan Kreativitas Lainnya
91 Perpustakaan, Arsip, Museum dan Kegiatan KebudayaanLainnya
91011 Perpustakaan dan Arsip Pemerintah91012 Perpustakaan Swasta91021 Museum Yang Dikelola Pemerintah91022 Museum Yang Dikelola Swasta91023 Peninggalan Sejarah Yang Dikelola Pemerintah91024 Peninggalan Sejarah Yang Dikelola Swasta91025 Taman Budaya91029 Wisata Budaya Lainnya91031 Kegiatan Taman Konservasi Alam91032 Taman Nasional (TN)91033 Taman Hutan Raya (Tahura)91034 Taman Wisata Alam (TWA)91035 Hutan Lindung (HL), Suaka Margasatwa (SM), dan Cagar A91036 Taman Laut91037 Taman Buru, Kebun Buru dan Areal Buru91039 Kegiatan Taman Konservasi Alam Lainnya
92 Kegiatan Perjudian dan Pertaruhan92000 Kegiatan Perjudian dan Pertaruhan
93 Kegiatan Olahraga dan Rekreasi Lainnya93111 Fasilitas Billiard93112 Lapangan Golf93113 Gelanggang Bowling93114 Gelanggang Renang93116 Lapangan Tenis Lapangan93117 Kegiatan Pusat Kebugaran/Fitness Center93118 Sport Centre93119 Kegiatan Fasilitas Olahraga Lainnya
Lampiran
112 Nesparnas 2015 (Buku 1)
Kategori lapangan Usaha
93191 Promotor Kegiatan Olahraga93210 Kegiatan Taman Bertema Atau Taman Hiburan93221 Pemandian Alam93222 Wisata Gua93223 Wisata Petualangan Alam93229 Daya Tarik Wisata Alam Lainnya93231 Wisata Agro93232 Taman Rekreasi/Taman Wisata93233 Kolam Pemancingan93241 Arung Jeram93242 Wisata Selam93243 Dermaga Marina93249 Wisata Tirta Lainnya93291 Kelab Malam dan Atau Diskotik93292 Karaoke93293 Usaha Arena Permainan93299 Kegiatan Hiburan dan Rekreasi Lainnya Ytdl
96 Jasa Perorangan Lainnya96121 Panti Pijat96122 SPA (Sante Par Aqua)
Recommended