View
30
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KAJIAN : MEMAKNAI ARTI RADIKALISME
DI INDONESIA
Mulyadi1)
Muzaki2)
1)Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi,
Univesitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.100 Pondok Cina – Depok
2)Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Syariah,
Univesitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.100 Pondok Cina – Depok
UNIVERSITAS GUNADARMA
JANUARI 2020
KAJIAN : MEMAKNAI ARTI RADIKALISME
DI INDONESIA
Mulyadi1)
Muzaki2)
1)Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi,
Univesitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.100 Pondok Cina – Depok
2)Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Syariah,
Univesitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No.100 Pondok Cina – Depok
ABSTRAK
Radikalisme merupakan suatu paham baru yang dibuat oleh sekelompok orang atau
pihak tertentu dengan dasar berdasarkan agama, sosial dan politik dengan tujuan mengubah
suatu paham dan ideologi yang ada dengan menggunakan kekerasan.
Gerakan ini merupakan sebuah gerakan politik yang berkedok agama Islam dengan
tujuan membuat sebuah Negara Islam Indonesia. Dalam catatan sejarah gerakan ini berhasil
ditumpas akan tetapi pada era Soeharto gerakan ini muncul kembali dengan model yang
berbeda dan berafiliasi dengan militer dan intelijen di bawah pimpinan Ali Moertopo dengan
beranggotakan mantan-mantan anggota DI/TII dan para simpatisan lainnya.
Gerakan radikalisme merupakan sebuah gerakan minoritas tetapi mulai merebak dan
menunjukan eksistensinya sejak runtuhnya rezim orde baru dan dmulainya era reformasi
dimana sebuah kebebasan dalam berkumpul, berserikat dan mengelurakan pendapat. Di era
reformasi peran media menambah bumbu-bumbu gerakan radikal yang disebarkan melalui
media elektroniik dan cetak. Semangat radikalisme pada intinya adalah sebuah fenomena
akibat dari persoalan politik yang di terwadahi dengan baik.
Masyarakat Sipil adalah ormas semacam NU, Muhammadiyah di samping juga LSM-
LSM. Pada umumnya, Ormas-ormas besar Islam seperti NU dan Muhammadiyah memiliki
pandangan yang sama soal dampak yang diakibatkan oleh ekstremisme keagamaan. Sejalan
dengan NU dan Muhammadiyah adalah MUI yang sudah mengeluarkan fatwa tentang
keharaman tindakan terorisme.
Kata Kunci : NU, LSM, MUI, MUHAMMADIYAH
PENDAHULUAN
Radikalisme berasal dari Bahasa Latin, Radix yang berarti akar. Maksudnya
yakni berpikir secara mendalam terhadap sesuatu sampai ke akar-akarnya. Merupakan istilah
yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung gerakan radikal. Pertama, radikalisme
merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian, dan penjebolan
terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya. Radikalisme menginginkan adanya
perubahan secara total terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat. Tentu
saja melakukan perubahan (pembaruan) merupakan hal yang wajar dilakukan bahkan harus
dilakukan demi menuju masa depan yang lebih baik. Namun perubahan yang sifatnya
revolusioner sering kali “memakan korban” lebih banyak sementara keberhasilannya tidak
sebanding. Sebagian ilmuwan sosial menyarankan perubahan dilakukan secara perlahan-lahan,
tetapi kontinu dan sistematik, ketimbang revolusioner tetapi tergesagesa. Kedua, Beberapa
tahun belakangan ini marak terjadi kasus yang berhubungan dengan ISIS (Islamic State of Iraq
and Syiria). Problematika tersebut sudah memasuki kancah internasional dan sudah diliput
diberbagai media. ISIS merupakan salah satu gerakan yang berpaham radikalisme. Orang-
orang yang menganut paham radikalisme menginginkan terbentuknya negara Islam dengan
model tatanan yang berbasiskan nilai-nilai ajaran Islam fundamental, yakni Al-Qur’an, Al-
Hadits, dan praktek kehidupan sahabat nabi generasi pertama. Ketiga, mereka menolak tatanan
yang ada terutama yang dinilai berasal dari barat.
Fenomena gerakan Islam radikal di Indonesia belakangan ini, pemicunya sangat
kompleks, baik secara lokal, nasional maupun global. Menurut Giora Eliraz dalam bukunya
Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi, gerakan radikalisme merupakan respon terhadap lamban
atau bahkan kegagalan proyek modernisasi di dunia Islam. Tidak sedikit umat Islam mengalami
kendala teologis, sosiologis dan intelektual dalam menyikapi modernisasi. Akibatnya mereka
menjadi marjinal, baik secara ekonomi, sosial, pendidikan, maupun politik. Mereka menuduh
ada “konspirasi barat”, sehingga umat Islam tertinggal. Mark Juergenseyer dalam bukunya
"Teror atas nama Tuhan", membandingkan kelompok teroris dalam beberapa tradisi
kepercayaan, ia menyimpulkan bahwa teroris agama berbagi atribut berikut: Pertama, mereka
menganggap bentuk kontemporer agama sebagai versi melemah dari yang benar, iman yang
otentik. Teroris mengajak lebih menuntut agama "keras" yang membutuhkan pengorbanan.
Kedua, mereka menolak untuk berkompromi dengan lembaga sekuler, mengkritisi agama
"lunak" untuk mudah menampung dengan budaya mainstream. Dengan demikian Islam radikal
menyerukan sikap lebih kuat terhadap pengaruh barat. Akhirnya, Juergensmeyer mencatat
bahwa teroris agama menolak perpecahan publik swasta dimana kepercayaan dianggap sebagai
masalah pribadi untuk disimpan di luar bidang politik. Beberapa bahkan berharap bahwa aksi
mereka akan berkontribusi pada runtuhnya negara sekuler, pada akhirnya mengarah pada
pembentukan teokrasi.
Dilihat dari fenomena yang ada, ternyata peranan guru agama Islam di sekolah itu
sangat penting dalam meningkatkan pemahaman akidah peserta didik, agar peserta didik
mengetahui keyakinan dalam menjalankan syariat Islam dengan benar serta mampu menyaring
ajaran-ajaran yang bertolak belakang terhadap ajaran Islam.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi literatur terutama pada ajaran Agama Islam
yang diperoleh dari berbagai sumber buku maupun sumber-sumber lain dan
melakukan pengamatan pada masyarakat sekitar serta media yang ada.
PEMBAHASAN
Radikalisme sudah ada sejak manusia ada. Sekarang yang utama adalah bagaimana
bangsa Indonesia adalah menangkal gerakan radikalisme dan terorisme tersebut. Radikalisme
dan terorisme terjadi akibat banyak faktor, yang paling banyak adalah persoalan ideologi
agama.
Sejak itu para penganut paham radikalisme dan terorisme mengafirkan dan
menganggap orang beda agama sebagai musuh. Bahkan yang seagama tetap dianggap musuh
dan harus dimusnahkan.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,
Murodi mengatakan, upaya mengkafirkan sudah muncul sejak abad 7-8 masehi. Dia
menceritakan, ketika itu terjadi konflik internal dan perebutan kekuasan di banyak negara yang
menjadi akar munculnya radikalisme.
Tujuannya, kata dia, untuk menggulingkan kekuasaan politik, makanya gerakan radikal
itu muncul di negara-negara Islam, termasuk di Indonesia. "Mereka ingin mengganti ideologi
negara dengan ideologi Islam. Itulah salahnya, mestinya yang harus diajarkan ke masyarakat
adalah bahwa negara ini didirikan oleh para pahlawan yang berideologi Pancasila yang digali
dari sumber-sumber agama itu sendiri," ujar Murodi, Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Dia menegaskan, tujuan kelompok radikal yang ingin mengganti NKRI menjadi
khilafah juga tidak jelas. Menurutnya, khilafah sudah hancur pada abad ke-8 masehi, saat
munculnya dinasti Bani Umayah.
Maka itu dia meyakini, ideologi Pancasila adalah ideologi terbaik bagi bangsa
Indonesia, bahkan terbaik di muka bumi karena mencakup seluruh sendi kehidupan manusia
mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.
Radikalisme Dalam Pandangan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2007), radikalisme adalah
1. Paham atau aliran yang radikal dalam politik.
2. Paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dengan cara
kekerasan atau drastis.
3. Sikap ekstrem dalam aliran politik. Dalam Kamus Politik, yang dimaksud radikal
adalah orang yang ingin membawa ide-ide politiknya ke akar-akarnya dan mempertegas
dengan cara yang sempurna doktrin-doktrin yang dihasilkan oleh usaha tersebut.
Seiring perjalanan waktu, dalam konteks ke Indonesiaan dakwah dan
perkembanganIslam mulai mengalami kemunduran dan penuh dengan penodaan. Gejala
kekerasan melaluigerakan radikalisme mulai bermunculan. Seperti sebuah gerakan politik yang
mengatas namakan agama, justifikasi agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya, gerakan-
gerakan ini akhirnya dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan-gerakan ini muncul
kembali pada masa pemerintahan Soeharto, hanya saja bedanya gerakan radikalisme di zaman
Soeharto ini sebagian muncul karena rekayasa oleh militer atau melalui intelijen.
Muncul Komando Jihad (Komji) pada 1976, kemudian meledakkan tempat ibadah. Pada
1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal yang sama. Dan tindakan teror oleh
Pola Perjuangan Revolusioner Islam, tahun 1978. Tidak lama kemudian setelah pasca reformasi
muncul lagi gerakan yang beraroma radikal yang dipimpin oleh Dr. Azhari dan Nurdin M. Top
dan gerakan-gerakan radikal lainnya yang bertebar di beberapa wilayah di Indonesia, seperti
Poso, Ambon dan lain-lain. Semangat yang dimunculkan pun juga tidak luput dari persoalan
politik. Sering kali persoalan politik memang menimbulkan gejala-gejala tindakan yang radikal.
Dalam konteks Internasional, realitas politik standar ganda Amerika Serikat (AS) dan sekutunya
merupakan pemicu berkembangnya Radikalisme Islam. “Perkembangan ini semakin menguat
setelah terjadinya tragedi WTC pada 11 September 2001. Mengenai tragedi ini AS dan sekutunya
di samping telah menuduh orang-orang Islam sebagai pelakunya juga telah menyamakan
berbagai gerakan Islam militan dengan gerakan teroris. Selain itu, AS dan aliansinya bukan
hanya menghukum tertuduh pemboman WTC tanpa bukti, yakni jaringan Al-Qaeda serta rezim
Taliban Afganistan yang menjadi pelindungnya, tetapi juga melakukan operasi penumpasan
terorisme yang melebar ke banyak gerakanIslam lain di beberapa Negara, termasuk Indonesia”.
Pada dasarnya istilah radikalisme bukanlah merupakan konsep yang asing. Berikut adalah
kecenderungan yang menjadi indikasi radikalisme, antara lain:
1. Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung, biasanya respons
tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah
yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dipandang bertanggung
jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak.
2. Radikalisme tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupayamengganti
tatanan tersebut dengan bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di dalam radikalisme
terkandung suatu program atau pandangan dunia tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk
menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang ada.
Berikut definisi dan pengertian radikalisme dari beberapa sumber buku:
1. Menurut Kartodirdjo (1985), radikalisme adalah gerakan sosial yang menolak secara
menyeluruh tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat
untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan yang
berkuasa.
2. Menurut Rubaidi (2007), radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha
merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan.
Sebenarnya radikalisme keagamaan merupakan fenomena yang biasa muncul dalam
agama apa saja. Radikalisme sangat erat hubungannya dengan fundamentalisme, yang ditandai
oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme adalah semacam
Ideologi yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup baik oleh masyarakat maupun
individu. Fundamentalisme ini biasanya akan diiringi oleh radikalisme dan kekerasan ketika
kebebasan untuk kembali kepada agama tadi dihalangi oleh situasi sosial politik yang
mengelilingi masyarakat.
Selama ini persoalan radikalisme hanyalah permainan kekuasaan yang mengental dalam
fanatisme akut. Radikalisme lahir dari persilangan sosial dan politik. Radikalisme Islam yang
ada di Indonesia merupakan realitas tarikan yang berseberangan itu dalam konstelasi politik
Indonesia. Masalah radikalisme Islam telah semakin membesar karena pendukungnya juga
semakin meningkat. Namun gerakan-gerakan ini terkadang jugaberbeda tujuan, serta tidak
mempunyai pola yang seragam.
Beberapa kelompok Islam seperti Jaringan Islam Liberal (JIL), Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) NU, Jaringan Intelektual Muda
Muhammadiyah (JIMM), adalah beberapa kelompok Islam yang dapat dikatagorikan ke dalam
kelompok Islam yang beraliran terbuka. Selain Islam liberal, Islam garis keras atau Islam
radikal banyak menikmati perubahan politik di Indonesia ini. Islam radikal ini telah berkembang
menjadi salah satu kelompok gerakan Islam baru yang mempunyai arti penting di Indonesia.
Berbagai kelompok Islam radikal yang muncul, sebagian adalah gerakan Islam yang berskala
internasional seperti gerakan Salafi dan Hizbut Tahrir. Sebagian yang lain adalah gerakan
berskala nasional seperti Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, Laskar Mujahidin,
Ikhwanul Muslimin Indonesia. Selain itu muncul gerakan Islam radikallokal seperti Front
Pemuda Islam Surakarta (FPIS) di Surakarta dan Front Thariqah Jihad (FTJ) di Kebumen.
Faktor Radikalisme
Menurut Azyumardi (2012), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab atau
sumber masalah tumbuhnya paham radikalisme pada seseorang adalah sebagai berikut :
1. Pemahaman keagamaan yang liberal, sepotong-sepotong terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Pemahaman seperti itu hampir tidak umumnya moderat dan karena itu menjadi arus utama
(mainstream) umat.
2. Bacaan yang salah terhadap sejarah umat Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi
berlebihan terhadap umat Islam pada masa tertentu.
3. Deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat.
Kelompok-kelompok ini dengan dogma eskatologis tertentu bahkan memandang dunia sudah
menjelang akhir zaman dan kiamat, sehingga sekarang sudah waktunya bertaubat melalui
pemimpin dan kelompok mereka.
4. Masih berlanjutnya konflik sosial bernuansa intra dan antar agama dalam masa reformasi.
5. Melalui internet, selain menggunakan media kertas, kelompok radikal juga memanfaatkan
dunia maya untuk menyebarkan buku-buku dan informasi tentang jihad.
Ciri-Ciri Radikalisme
Menurut Masduqi (2012), seseorang atau kelompok yang terpapar paham radikalisme
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tidak sependapat.
Klaim kebenaran selalu muncul dari kalangan yang seakan-akan mereka adalah Nabi yang tak
pernah melakukan kesalahan ma’sum padahal mereka hanya manusia biasa. Oleh sebab itu,
jika ada kelompok yang merasa benar sendiri maka secara langsung mereka telah bertindak
congkak merebut otoritas Allah SWT.
2. Radikalisme mempersulit agama Islam yang sejatinya samhah (ringan) dengan menganggap
ibadah sunnah seakan-akan wajib dan makruh seakan-akan haram. Radikalisme dicirikan
dengan perilaku beragama yang lebih memprioritaskan persoalan-persoalan sekunder dan
mengesampingkan yang primer.
3. Berlebihan dalam beragama yang tidak pada tempatnya. Dalam berdakwah mereka
mengesampingkan metode gradual yang digunakan oleh Nabi, sehingga dakwah mereka justru
membuat umat Islam yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan.
4. Kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam berdakwah. Ciri-ciri
dakwah seperti ini sangat bertolak belakang dengan kesantunan dan kelembutan dakwah Nabi
SAW.
5. Kelompok radikal mudah berburuk sangka kepada orang lain di luar golongannya.
Mereka senantiasa memandang orang lain hanya dari aspek negatifnya dan mengabaikan
aspek positifnya. Berburuk sangka adalah bentuk sikap merendahkan orang lain. Kelompok
radikal sering tampak merasa suci dan menganggap kelompok lain sebagai ahli bid’ah dan
sesat.
6. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Kelompok ini mengkafirkan orang
lain yang berbuat maksiat, mengkafirkan pemerintah yang menganut demokrasi, mengkafirkan
rakyat yang rela terhadap penerapan demokrasi, mengkafirkan umat Islam di Indonesia yang
menjunjung tradisi lokal, dan mengkafirkan semua orang yang berbeda pandangan dengan
mereka sebab mereka yakin bahwa pendapat mereka adalah pendapat Allah SWT.
Kelebihan Dan Kekurangan Radikalisme
Jangan salah paham, sejak awal artikel ini menyebutkan bahwa radikalisme merupakan
paham yang salah dan banyak menganggapnya sesat. Namun, di dalam radikalisme juga
terdapat kelebihan.
Kelebihan
• Penganut radikalisme punya tujuan yang jelas dan sangat yakin dengan tujuan tersebut.
• Penganut radikalisme memiliki kesetiaan dan semangat juang yang sangat besar dalam
mewujudkan tujuannya.
Kekurangan
• Penganut radikalisme tidak dapat melihat kenyataan yang sebenarnya karena
beranggapan bahwa semua yang berseberangan pendapat adalah salah.
• Umumnya memakai cara kekerasan dan cara negatif lainnya dalam upaya
mewujudkan tujuannya.
• Penganut radikalisme menganggap semua pihak yang berbeda pandangan dengannya
adalah musuh yang harus disingkirkan.
Dalil-Dalil Radikalisme Dan Perkembangan Terorisme Di Indonesia
Radikalisme dan terorisme mulai bermunculan di Indonesia setelah Orde Baru.
Masyarakat mengartikan radikalisme sebagai pemahaman yang mendasar dan dikaitkan
dengan konsep agama, yang dapat menggiring pada laku ekstremisme dan merongrong
ideologi bangsa dan negara. Seperti gerakan Jamaah Islamiyah, Hizbut Tahrir, ISIS (Islamic
State in Iraq and Syria), dan negara Islam Indonesia. Tiga contoh tersebut merupakan gerakan
radikal yang mempunyai tujuan untuk merubah ideologi dan sistem pemerintahan Indonesia.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga pada
awal tahun 1998 sampai sekarang telah menjamur gerakan radikal yang berujung aksi
terorisme. Radikalisme seringkali dikaitkan dengan kebangkitan politik Islam dan al-Quran dan
hadis dijadikan sebagai rujukan utama disebabkan kebangkitan yang fundamental dalam Islam.
Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam buku yang berjudul “Islam dan
Radikalisme di Indonesia” menjelaskan bahwa istilah radikalisme sering dikaitkan dengan
politik, seperti paham fundamentalisme Islam yang menafsirkan ormas lain sulit untuk
membedakan satu dengan yang lainnya. Gerakan-gerakan tersebut yang memiliki visi dan misi
untuk merubah sistem dan ideologi negara. Hal ini dapat merusak eksistensi Indonesia sebagai
negara yang plural dan multi budaya.
Dalam penelitian Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos yang berjudul “From
Radicalism toward Terrorism” menjelaskan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia adalah gerakan
yang mempunyai tujuan jelas mendirikan negara Islam di Indonesia. Di satu sisi ada juga
Laskar Mujahiddin Indonesia atau Laskar Hizbah yang terdapat di Solo. Munculnya gerakan-
gerakan tersebut menimbulkan sebuah kekhawatiran besar akan adanya peruntuhan sistem
pemerintahan Indonesia.
Secara substansi gerakan radikalisme dan terorisme sangat membahayakan untuk
masyarakat. Terkhusus masyarakat yang pemahaman Islamnya masih awam. Karena visi dan
misinya dapat menyebabkan perubahan sudut pandang masyarakat Indonesia yang dapat
menimbulkan tindakan kekerasan dan mengikis ideologi Pancasila. Pada dasarnya, gerakan-
gerakan tersebut menawarkan pemahaman dan doktrin yang sesat lagi menyesatkan, tentunya
keterlibatan para pendakwah yang terindikasi radikal sangat besar peranannya di sini.
Mengutip dari buku karya Nasr Abas yang berjudul “Melawan Pemikiran Aksi Bob
Imam Samudra dan Nurdin M. Top”, bahwa Imam Samudra dan Nurdin M. Top sebagai
pelaku bom Bali mempunyai prinsip yang kuat tentang keinginannya memerangi umat kafir
dan kelompok yang tak sepaham dengan mereka lewat cara apa pun. Pemikiran tersebut telah
mengakar ke masyarakat, terutama yang baru akrab dengan agama. Doktrin tersebut sangat
membahayakan karena menyimpang dari tuntunan syariat sebenarnya.
Imam Samudra, Nurdin M. Top dan Ali Imron adalah penggerak atas pengeboman di
Bali dan telah sukses membuat masyarakat Indonesia menjadi geger. Al-Quran dan Al-Hadits
menjadi sumber rujukan mereka, sehingga mereka percaya diri melakukan aksi pengeboman
karena sesuai dengan rujukannya.
Banyak dalil-dalil al-Quran yang dijadikan rujukan oleh kelompok radikalisme dan
terorisme. Salah satunya Q.S. Al-Baqarah ayat 190-193:
فى سبيل ا لل الذين يقاتلونكم و ل تعتدوا ان ا لل ل يحب المعتدين ﴿2:190﴾ واقتلوهم حيث ثقفتموهم واخرجوهم من
و لتقلا نم دشا هولتقاف مكو لتق ناف هيف مكولتقي ىتح مارـحلا دجسملا دنع مهولتقت ل اولتاقو ء ا زج كلذك م
حيث اخرجوكماولفتنة
فان انتهوا فل عدوان الكفرين ﴿12:19﴾ فان انـتهوا فان ا لل غفرو رحيم ﴿22:19﴾ وقتلوهم حتى ل تكون فتنة ويكون الدين لل
ا ﴿2:193﴾ نيملظلا ىلع ل
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kau
melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui
batas (190). Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari
pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjid Haram, kecuali jika mereka
memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah
mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir (191). Kemudian jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(192). Dan perangilah mereka itu, hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang
zalim(193)".
Ayat di atas yang dijadikan dalil oleh Imam Samudra, Amrozi, Ali Imron dan Nurdin
M. Top. Kalimat “fitnah lebih bersar bahayanya dari pembunuhan” selalu menjadi legitimasi
dan justifikasi bagi gerakan radikal dan teroris.
Radikalisme Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT. secara tegas melarang untuk berlebihan atau melewati
batas yang telah ditetapkan dalam urusan beragama, hal ini bisa dijumpai dalam surat An-Nisa'
ayat 171:
ل تغلوا في د ينكم و ل تقولوا على الل إ ل الحق إنما الم سيح عيسى ابن م ريم رسول الل وكلم ته
ور وح منه فآمنوا بالل ورسله و ل تقولوا ث لثة ان تهوا خيار لكم إن ما الل إله واحد سبحانه أن ا أهل الكتاب
ألقاها إلى مريم
﴾ ولد له ام في السم اتاو امو في األضر وكفى بالل وكي ل ﴿١١٧
يكون له
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah
kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera
Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nyayang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga",
berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha
Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaanNya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara”.
Imam Ibnu katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
berlebihan dalan teks ayat tersebut adalah berlebihan dalam mengikuti dan mengamalkan
ajaran agama, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang nasrani yang mentuhankan
Nabi Isa AS., padahal mereka hanya diperintahkan untuk mengimaninya sebagai Nabi, bukan
Tuhan.
Rasulullah SAW. dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Ibnu Abbas beliau
melarang ummatnya untuk melakukan ajaran-ajaran agama secara radikal atau ekstrim.
Dari Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda: hindarilah berlebihan dalam urusan agama,
sesungguhnya sikap radikal atau berlebihan dalam beragama telah menghancurkan ummat
sebelum kalian.
Historisitas (sabab al-wurud) hadis tersebut mempunyai pesan penting buat umat
beliau bahwa radikalisme muncul dan bermula dari sesuatu yang remeh atau perkara kecil,
kemudian meluas ke masalah-masalah yang besar. Hal ini bisa dilihat dari redaksi hadits secara
sempurna bahwa ketika Nabi SAW. sampai di Muzdalifah dalam Haji Wada', beliau meminta
Ibnu Abbas untuk mengambil beberapa kerikil guna keperluan melempar jumrah di Mina, Ibnu
Abbas pun mengambilkan tujuh kerikil untuk Nabi SAW., lalu Nabi SAW. meletakkan kerikil-
kerikil itu di tangannya, seraya bersabda: "orang-orang seperti mereka jauhilah".
Mereka dalam redaksi hadits tersebut adalah orang-orang atau kelompok-kelompok
yang radikal dalam beragama, hal ini dibuktikan dengan redaksi kalimat yang disabdakan Nabi
SAW. setelah mengatakan "jauhilah orang-orang seperti mereka".
Dalam riwayat Imam Muslim Nabi SAW. menegaskan bahwa binasalah orang-
orang yang berlebihan atau bersikap radikal, demikian ini dapat dibaca dalam redaksi hadits
berikut ini: Dari Abdullah, Nabi SAW. bersabda: celakalah orang-orang yang bersikap
berlebihan atau radikal. Nabi SAW. mengulanginya tiga kali.
Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam sumber buku yang sama (Shahih Muslim cetakan
Dar Ihya al-Turats al-Araby) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kalimat "al-
mutanaththi'un" adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang berlebihan dan melampaui
batas dalam segala hal, baik dari segi ucapannya atau perbuatannya. Kiranya cukuplah kalimat
“celaka” sebagai sebuah gambaran bahwa berlebihan atau bersikap secara radikal dalam
beragama sebagai sebuah larangan yang sangat merugikan dan membawa dampak kehancuran
bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Dari hadits ini dan hadits sebelumnya dapat
diambil kesimpulan dan hasil dari sikap radikal atau ekstrim dalam berbagai hal termasuk
beragama mempunyai efek dan dampak kehancuran dan kerugian bagi pelakunya. Demikian ini
dikuatkan dengan pernyatan hadits berikut :
Rasulullah SAW. bersabda: “Janganlah kalian bersikap keras terhadap diri sendiri,
sehingga dietapkan ketetuan yang keras terhadap kalian, sesungguhnya terdapat suatu kaum/
kelompok yang bersikap keras kepada diri mereka sendiri, lantas ditetapkan bagi mereka
ketentuan yang keras pula. Itulah peninggalanpeninggalan mereka di biara-biara dan rumah-
rumah ibadah mereka; sifat rahbaniyah (beribadah layaknya rahib atau ahli agama di kalangan
kaum yahudi yang mengharuskan seseorang menjauhkan diri dari semua kesenangan dan
pernak-pernik kenikmatan serat kemewahan kehidupan dunia) yang mereka ciptakan sendiri
yang tidak Aku (Allah SWT) wajbkan bagi mereka”.
Nabi SAW. sebagai uswah hasanah bagi seluruh ummatnya menlarang semua sahabat-
sahabatnya untuk berperilaku radikal dalam beragama, sebagaimana dinyatakan dalam hadits
tersebut. Nabi SAW. tidak mengajarkan berlebihan dalam menjalankan agama. Islam adalah
agama yang selalu mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan atau humanisme. Islam
mempunyai prinsip pokok yaitu sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin dalam setiap nilai
atau syariat yang telah ditetapkan. Demikian ini dapat dijumpai dalam beberapa ayat Al-Qur'an
yang melarang seseorang mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam Surat Al-A'raf ayat 31 :
بني آد م خذ وا زينتكم عند كل م سجد وكلوا واشربوا و ل تسرفوا إن ه ل يحب الم سر فين
يا 31. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid
[Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-
ibadat yang lain], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan [Maksudnya:
janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-
batas makanan yang dihalalkan.]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih- lebihan”.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 87-88, Allah SWT. berfirman :
يأيها الذ ين امنوا ل تحرم وا طيبت ام لحأ الل لكم و ل تعتدوا إن الل ل يحب المعتدين٨٧ وكلوا امم رزقكم
الل حل ل طيبا وا تقوا الل الذ ي أنتم به م ؤم نون ٨٨
87. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas”. 88. “Dan makanlah makanan yang halal lagi
baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepadaNya”.
Kedua ayat di atas menjelaskan kepada segenap umat bahwa Islam tidak melarang untuk
menikmati kebaikan-kebaikan yang dihalalkan oleh Allah SWT., ayat tecrsebut bahkan
melarang dan memerangi sikap berlebihan atau melampaui batas yang telah ditetapkan.
Historisitas ayat tersebut menyebutkan bahwa sebagian sahabat mengatakan bahwa mereka
akan memotong kemaluan mereka, meninggalkan semua kesenangan dunia dan menjalani
hidup layaknya pendeta. Setelah menegetahui ungkapan mereka ini Nabi SAW. bersabda:
"sesungguhnya saya puasa dan juga berbuka, shalat dan juga tidur, menikah dengan perempuan,
siapa saja yang ingin menjalankan sunnahku, maka ia termasuk golonganku, dan siapa saja yang
mengingkarinya maka ia bukan termasuk golonganku".
Sunnah yang dimaksud dalam hadits di atas adalah model dan cara Nabi SAW. dalam
memahami dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Kedua hadits di atas telah jelas
menunjukkan bahwa nilai dasar Islam adalah proporsional dan bukan radikal. Oleh karena itu
apapun dan bagaimanapun sikap radikal tidak dibenarkan dalam Islam.
KESIMPULAN
Radikalisme di Indonesia umumnya didasari oleh isu agama. Radikalisme terjadi
karena adanya ketimpangan baik dalam segi sosial, politik, dan ekonomi. Radikalisme
terbentuk dari respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung, respon tersebut diwujudkan
dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan. Tindakan radikal yang terjadi bahkan
memunculkan kasus terorisme atas dasar keagamaan. Hal ini menjadi fokus UNDP dalam
mengatasi tindakan radikal yang mengarah ke terorisme melalui dunia pendidikan.
Upaya yang dilakukan UNDP dalam mengatasi radikalisme agama diantaranya yakni
melakukan riset dan advokasi kebijakan kepada pihak tekait dalam penanganan radikalisme
agama, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian
Sosial, dan BNPT. Hal ini dilakukan guna merubah struktur yang kontradiktif dalam dunia
pendidikan dan merubah perspektif radikal pada elemen yang ada di dunia pendidikan.
Munculnya paham-paham radikal dan teroris disebabkan oleh ketidakbenaran atau
kekeliruan dalam menafsirkan Al-Quran. Dengan demikian, supaya tidak terjadi kekeliruan
maka perlu penafsiran lebih mendalam agar mendapatkan ide atau pesan moral yang
kontekstual lagi bijak. Jika Al-Qur’an dipaksa untuk mengamini gerakan radikal, kenapa tidak
diarahkan untuk menciptakan perdamaian dan menyemai keindahan?
Peranan guru, dosen, pembimbing atau pengajar Agama Islam bukan hanya seputar dan
sekedar penyampaian materi pelajaran yang sudah ditentukan di dalam buku pegangan,
melainkan perlunya mengaitkan masalah-masalah yang ada sekarang terutama yang
menyangkut pemahaman akidah Islam itu sendiri. Misalnya, masalah radikalisme yang dapat
menimbulkan dampak signifikan terhadap keyakinan dalam beragama dan tingkah laku peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi, Azra, Akar Radikalisme Keagamaan Peran Aparat Negara, Pemimpin Agama dan
Guru untuk Kerukunan Umat Beragama, Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Islam UIN Sunan
Kalijaga, No.2, Vol.1, 2012.
Masduqi, Irwan, Deardikalisasi Pendidikan Islam Berbasis Khazanah Pesantren, Jakarta, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol.I, No. 2, 2012.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Gramedia Pustaka, 2007.
Kartodirdjo, Sartono, Ratu Adil, Jakarta, Sinar Harapan, 1985.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Solo, PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandri, 2015.
Rubaidi, A., Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama Masa depan Moderatisme Islam di
Indonesia, Yogyakarta, Logung Pustaka, 2007.
Recommended