View
31
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA
PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN PEMBANGUNAN
MUHAMMADIYAH TANA TORAJA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
SUMARNI
105430021715
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
iii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Sumarni
Nim : 105430021715
Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Judul skripsi : Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pola Pembinaan Santri
di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji
adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan
oleh siapapun.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, 2020
Yang Membuat Pernyataan
Sumarni
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
v
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sumarni
NIM : 105430021715
Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya
akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, 2020
Yang Membuat Perjanjian
Sumarni
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqarah:
153).
Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidup dan Matiku Hanya Untuk Allah SWT.
“ Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang seharusnya ditunjukan
untuk mencari ridho Allah bahkan hanya untuk mendapatkan
kedudukan/kekayaan duniawi maka ia tidak akan mendapatkan bauhnya surga
nanti pada hari kiamat” (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan
Ahmad 2: 338).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini adalah bagian dari ibadahku kepada Allah SWT, karena kepadaNyalah
kami menyembah dan kepadaNyalah kami mohon pertolongan Sekaligus sebagai
ungkapan terima kasihku kepada :
Kedua orang tuaku, ketua prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
pembimbing saya, keluarga, sahabat dan teman-teman atas saran dan keikhlasan
yang diberikan kepada saya serta do’a yang mendukukung penulis mewujudkan
harapan menjadi kenyataan
vii
ABSTRAK
Sumarni. 2020 Implementasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pola Pembinaan Santri
di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Bapak
Nurdin sebagai pembimbing I dan Ibu Jumiati Nur sebagai pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pancasila
dalam pembinaan santri, dan kendala Pembina dalam mengimplementasikan nilai-
nilai pancasila dalam pembinaan santri di pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja.
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan
data melalui observasi langsung, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian
ini menggunakan purposive, yaitu penentuan subjek penelitian dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang digunakan antara lain subjek mengerti
masalah dan paham terhadap masalah yang diteliti. Subjek utama dalam penelitian
ini yakni kepala pondok pesantren dan Pembina putra dan putri.. Adapun teknik
analisis datanya dengan cara pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai pancasila dalam
pembinaan santri dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Kendala Pembina dalam mengimplemantasikan nilai-nilai pancasila yakni karena
faktor lingkungan atau masyarakat yang kurang memadai serta faktor karakter
santri yang berbeda-beda. Pesantren dalam mengatasi kendala tersebut dengan
terus memberikan bimbingan, pembiasaan dan pembinaan kepada santri.
Kata kunci : Implementasi, Nilai-nilai Pancasila, Pembinaan, Pesantren
viii
KATA PENGANTAR
Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas
segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah
pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio pada-Mu,
Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang
kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang.
Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin
menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan,
tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin
mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya
dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik
dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya selesaidalam ruang lingkup
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Motivasi dari berbagi pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini.
Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
Mustakin Upa’ dan Karia yang telah berjuang, berdoa, mengasuh, membesarkan,
mendidik, dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Demikian pula,
penulis mengucapkan kepada keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
ix
Kepada Bapak Drs. Nurdin, M.Pd., dan Ibu Dra. Jumiati Nur, M.Pd. selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan
serta motivasi sejak awal penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ambo
Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd.,
M.Pd., PhD. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Muhajir, M. Pd., ketua Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta seluruh dosen dan para staf
pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian
ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada
Kepala Pondok, Pembina dan guru-guru Pesantren Pmbangunan Muhammadiyah
Tana Toraja yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.
Penulis juga mengucakan terima kasih kepada teman seperjuangan, kepada teman-
teman FIMSZ (Fajri, Ira Sinar Sari) yang selalu memotivasi dan memberikan
saran-saran, kepada pengurus UKM cabang 43 Unismuh Makassar terkhusus
kepada Widiarti, SE, Hermiati Taufik, SE, dan Jira Baktik yang selalu membantu
dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, serta seluruh
rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Angkatan
2015 atas segala kebersamaan, motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis
yang telah memberi warna dalam hidupku.
x
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan
kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya
membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama
sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para
pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin.
Makassar, Agustus 2020
Penulis
SUMARNI
NIM. 105430021715
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.
SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii
SURAT PERJANJIAN ........................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 7
A. Kajian Pustaka ................................................................................................ 7
1. Implementasi .............................................................................................. 7
2. Nilai-nilai Pancasila ................................................................................... 8
3. Pola Pembinaan ........................................................................................ 15
4. Santri ........................................................................................................ 19
5. Pondok Pesantren ..................................................................................... 20
B. Kerangka Pikir .............................................................................................. 25
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 28
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 28
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ........................................................................ 28
C. Sumber Data Penelitian ................................................................................ 29
D. Instrument Penelitian .................................................................................... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 32
F. Teknik Analisis Data .................................................................................... 33
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 36
A. Gambaran Umum Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja .. 35
1. Sejarah dan Tujuan
2. Visi dan Misi ............................................................................................ 38
3. Profil dan Struktur Organisasi ................................................................ 40
4. Keadaan Santri .........................................................................................
5. Sarana dan Prasarana ...............................................................................
B. Hasil Penelitian ............................................................................................. 45
1. mplementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ........................... 45
2. Kendala Pembina dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila
dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja ................................................................... 59
C. Pembahasan .................................................................................................. 62
1. Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ........................... 65
2. Kendala Pembina dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila
dalam Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja ................................................................... 72
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 75
A. Kesimpulan ................................................................................................... 74
B. Saran ............................................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 Jumlah Santri Tiga Tahun Terakhir ................................................ 43
2. Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana ...................................................................... 44
xiv
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Pikir....................................................................... 27
2. Gambar 4.2 Struktur Organisasi ................................................................ 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang terlahir dari
kebudayaan dan sejarah masyarakat Indonesia yang telah ada jauh sebelum
bangsa Indonesia merdeka. Para pendiri bangsa berhasil menggali nilai-nilai luhur
dan kemudian merumuskan menjadi sebuah pedoman atau ideologi yakni
Pancasila.
Pancasila yang notabenya merupakan kebudayaan yang telah ada di
tengah-tengah masyarakat Indonesia tetap lestari hingga saat ini.
Eksistensi Pancasila seiring berjalanya waktu mengalami cobaan ketika terjadi
gejolak gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia. Pemberontakan
PKI masa itu dapat menjadi acuan bagaimana Pancasila tetap berdiri, hal ini
membuktikan Pancasila memang bukan hanya ideologi yang muncul secara tiba-
tiba, namun merupakan nilai-nilai yang telah melekat dalam diri bangsa
Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai luhur yang
tercermin dalam sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat
pada sila pertama Pancasila menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia menempatkan
Tuhan pada kedudukan yang paling tinggi dan hal ini bukanlah suatu nilai yang
tiba-tiba muncul. Seperti yang kita ketahui Indonesia secara sejarah merupakan
masyarakat yang telah mengenal ajaran Tuhan, ini terlihat dimana berbagai agama
2
telah menyebar luas sebelum kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh
Soekarno.
Budaya gotong-royong serta sikap kekeluargaan masyarakat Indonesia
mencerminkan betapa nilai kemanusiaan telah ada jauh sebelum Pancasila
dirumuskan. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai
luhur.
Nilai- nilai pancasila menjadi sumber segala aturan baik aturan yang bersifat
fomal maupun informal. Pendidikan nasional merupakan aspek pokok harus
berlandaskan pancasila karena merupakan proses awal dalam pengaplikasian
nilai-nilai pancasila secara umum dalam hidup bermasyarakat.
Pancasila juga sebagai dasar negara merupakan kesepakatan politik ketika
negara Indonesia didirikan melalui sidang BPUPKI yang dihadiri dari berbagai
utusan, baik dari utusan Islam maupun non-Islam. Pancasila merupakan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila artinya lima dasar atau lima asas
yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila
telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad 17 yang terdapat dalam buku
Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular.
Dalam buku Sutasoma ini, Pancasila selain mempunyai arti “berbatu sendi
yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “pelaksanaan
kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai 1) tidak boleh melakukan
kekerasan; 2) tidak boleh mencuri; 3) tidak boleh berjiwa dengki; 4) tidak boleh
berbohong, dan; 5) tidak boleh mabuk minuman keras/obat-obatan terlarang
(Surip, Syarbaini, & Rahman, 2015, hal. 1820). Menurut Latif (2015) angka
3
“lima” bukan hanya sebagai simbolis, angka lima merupakan integritas dari
keyakinan bangsa Indonesia.
Dilihat dari segi agama, misalnya, rukun Islam ada lima, salat wajib ada lima
(magrib, isya, subuh, zuhur, dan asar) yang dikerjakan sehari semalam. Tokoh
pandawa juga lima. Bukan hanya itu, angka lima memang memberikan hal yang
berbeda bagi bangsa Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara,
maka nilai-nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sejak saat itu haruslah
berdasarkan pada Pancasila. Pancasila sebagai konsensus nasional yang dapat
diterima oleh semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional diperlukan strategi dan usaha
serta dukungan dari segala aspek baik secara materi maupun fisikal.
Pendidikan Nasional memiliki peranan yang penting sebagai upaya
melestarikan nilai-nilai luhur Pancasila. Nilai-nilai pancasila dewasa ini semakin
terkikis oleh arus globalisasi yang secara langsung maupun tidak langsung
memberikan dampak positif maupun negaif.
Pelaksanaan nilai-nilai pancasila semakin mengalami kemerosotan.
Kemerosotan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila semakin terasa ketika tidak
berlakunya lagi TAP MPR No. II/MPR/1978 dengan dikeluarkanya TAP MPR
No. XVIII/MPR/1998. TAP MPR No. II/MPR/1978 berisikan pedoman tentang
bagaimana mengamalkan nilai-nilai pancasila yang lebih umum dikenal sebagai
P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
4
Oleh karenanya, suatu keniscayaan bahwa Pancasila difungsikan dalam
setiap elemen kelembagaan, pendidikan, kebudayaan, dan organisasi-organisasi di
Indonesia. Misalnya pesantren sebagai pendidikan tertua di Indonesia sangat
berkembang pesat dan besar. Perkembangannya pun tidak hanya pada tekstual,
namun lebih mengikuti perkembangan zaman, dengan tujuan mempersiapkan
siswa atau santri lebih maju, bukan hanya ahli di bidang agama, namun tentang
kepemerintahan juga digalakkan dengan diadakan Pendidikan-pendidikan di
pondok pesantren.
Secara umum pola pembinaan yang diterapkan oleh setiap instansi
pendidikan, khususnya pondok pesantren di indonesia pasti berdasarkan asas
pancasila, namun dalam penerapannya, sudah menjdi hal yang lumrah dengan
adanya kendala-kendala yang kemudian menjadi penghalang dari penerapan
pembinaan yang berasas pancasila di lingkungan pondok pesantren.
Pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja merupakan
salah satu sarana pendidikan yang diharapkan dapat membentuk santri yang
mampu mengembangkan skill (keterampilan), bakat serta kemampuan yang
dimiliki oleh setiap santri tanpa meninggalkan ranah kognitif ( berfikir rasional ),
maupun ranah religius terutama dalam hal berperilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila
Namun harus juga dipahami bahwa faktor lingkungan juga sangat berpengaruh
terhadap penanaman nilai-nilai pancasila pada santri yang sedang dalam tahap
menuntut ilmu, karena secara umum pondok pesantren yang berada didaerah yang
5
identik dengan penduduk muslim yang mayoritas, namun ada juga pondok
pesantren yang berada pada daerah yang penduduknya mayoritas non muslim.
Khususnya di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
yang notabenenya adalah pondok pesantren yang berdiri pada daerah yang mana
penduduknya mayoritas non muslim, pasti akan memiliki kendala yang lebih
menantang lagi untuk penerapan nilai-nilai pancasila pada santrinya. Maka dari itu
peneliti berharap bahwa Pesantren yang berada di daerah mayoritas non muslim
juga dapat menerapkan semua nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
harinya.
Oleh karena itu sangat diperlukan peran seorang pembina dalam memberikan
bimbingan dan pembelajaran dalam rangka menanamkan serta menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Implementasi Nilai-Nilai
Pancasila Dalam Pola Pembinaan Santri Di Pondok Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja ?
2. Apa kendala pembina dalam mengimplementasi nilai–nilai Pancasila dalam
Pembinaan Santri di Pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja ?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini
yaitu :
1. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri
di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
2. Untuk mengetahui kendala pembina dalam mengimplementasi nilai – nilai
Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja
D. Manfaat Penelitian
1. Secara umum, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai
implementasi nilai-nilai pancasila dan pola pembinaan terhadap santri di pondok
pesantren
2. Secara teoritis, penelitian ini dapat dapat dimanfaatkan sebagai masukan dan
sumbangan pemikiran mengenai implementasi nilai-nilai pancasila dalam pola
pembinaan santri di pondok pesantren
3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebagai bahan rujukan
bagi peneliti lain terhadap objek penelitian yang sama. Penelitian ini diharapkan
mampu memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi lembaga dan
instansi yang terkait.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Implementasi
Implementasi berasal dari Bahasa inggris yang berarti “Pelaksanaan”.
Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Popular yang berarti Penerapan, Pelaksanaan.
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau
inovasi, dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa
perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap. Dikemukakan
bahwa implementasi adalah :”put something into effect” (penerapan sesuatu yang
memberikan efek atas dampak).
Jadi implementasi secara sederahana adalah pelaksanaan atau penerapan.
Sedangkan pengertian secara luas, implementasi adalah bukan sekedar aktivitas
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Pancasila sebagai Dasar Negara dan
landasan ideologi Bangsa Indonesia.Namun sebaliknya sakralisasi dan
penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam format politik orde baru
banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila.Sejarah implementasi
pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian
keabsahan Seminar Nasional Hukum 432 substansialnya, tetapi dalam konteks
implementasinya.
8
Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik
berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga
dunia internasional. Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian Pancasila
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena didalam Pancasila terkandung nilai-
nilai luhur Bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
2. Nilai-nilai Pancasila
a. Pengertian Nilai
Nilai atau “Value” (bahasa. Inggris) termasuk bidang kajian filsafat.
Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat
yaitu filsafat nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan
sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk
menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan”(Worth) atau
“kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan
tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Muchson AR (2000 : 16) mendefinisikan nilai yang dalam bahasa Inggrisnya
adalah value sebagai harga, penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga
yang melekat pada sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu. Sementara itu,
menurut Mulyana (2004: 24) nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga
melahirkan tindakan pada diri seseorang.
Nilai tersebut pada umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai intelektual
(benar-salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan nilai etika (baik-buruk).
Sementara itu, menurut Kaelan (2002 : 123), nilai itu pada hakekatnya adalah sifat
9
atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu
mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.
b. Nilai-nilai Pancasila
Pancasila yang berisi seperangkat nilai-nilai dasar ideal, merupakan
komitmen kebangsaan, identitas bangsa dan menjadi dasar pembangunan karakter
keindonesiaan. Mendasarkan pada perspektif teori fungsionalisme struktural,
sebuah negara bangsa yang majemuk seperti Indonesia membutuhkan nilai
bersama yang dapat dijadikan nilai pengikat integrasi (integrative value), titik
temu (common denominator), jati diri bangsa ( national identity) dan sekaligus
nilai yang dianggap baik untuk diwujudkan (ideal value) (Winarno Narmoatmojo,
2010: 1)
Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: Ketuhana,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Kelima nilai ini merupakan satu
kesatuan yang utuh, tak terpisahkan mengacuh kepada tujuan yang satu. Pancasila
sebagai suatu sistem nilai termasuk kedalam nilai moral (nilai kebaikan) dan
merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak
1) Nilai Ketuhanan
Didalam pancasila sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa”
terkandung nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan adalah nilai yang menggabarkan
bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang memiliki agama dan meyakini akan
adanya Tuhan. Dengan keyakinan tersebut maka secara langsung harus bertakwa
kepada Tuhan dan menjalankan aturan-aturan yang ada didalam agama oleh setiap
10
pemeluknya. Dengan kata lain menjalakan semua perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya.
2) Nilai Kemanusiaan
Didalam sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan
beradab” terkandung nilai kemanusiaan. Dan makna dari nilai kemanusiaan
tersebut adalah pengakuan dan menghormati martabat dan hak orang lain / sesama
manusia, saling tolong menolong, dan bersikap sebagai manusia yang beradab.
3) Nilai persatuan
Untuk sila ketiga Pancasila yang berbunyi “ Persatuan Indonesia” terdapat
nilai persatuan yang memiliki makna walaupun Indonesia merupakan negara
kepulauan dan dihuni oleh bebagai suku bangsa persatuan haruslah tetap
dijunjung dengan tidak saling membeda-bedakan apalagi sampai terjadi
perpecahan. Dalam nilai persatuan juga terkandung nilai patriotisme dan cinta
tanah air, dimana setiap rakyat Indonesia haruslah bersatu dan rela berkorban
demi tanah air tercinta.
4) Nilai Kerakyatan
Dalam sila keempat pancasila yang berbunyi “ Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” yang dimana
nilai yang terkandung dalam sila ini adalah nilai kerakyatan yang berarti
kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap rakyat berhak memilih perwakilan
mereka, setiap rakyat memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, dan
musyawarah seta gotong royongmerupakan nilai yang terkandung dalam sila
keempat
11
5) Nilai Keadilan
Terakhir untuk sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” yang dimana didalamnya terkandung nilai keadilan yang berarti
keadilan dalam kehidupan sosial haruslah meliputi seluruh rakyat Indonesia,
persamaan hak dalam berbagai hak yang dilandasi dengan hak dan kewajiban
setiap orang, dan sikap saling menghormati orang lain agar dapat tercapainya
keadilan.
Menurut Moerdiono (dalam Mulyono: 2-3) terdapat tiga tataran nilai dalam
ideologi Pancasila yaitu dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketiga nilai
tersebut adalah sebagai berikut:
a) Nilai dasar
yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari
pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat
abstrak bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan
kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma.
Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar yang berkenaan dengan
eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri
khasnya. Nilai dasar Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. Nilai dasar
Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang
ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga
masyarakat.
12
b) Nilai instrumental
yaitu suatu nilai yang bersifat konstektual. Nilai instrumental merupakan
penjabaran dari nilai Pancasila, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun
waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan
harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah
mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan
secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan
semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.
Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan,
strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang
menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun
nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
c) Nilai praksis
yaitu nilai yang terdapat dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana
rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai pancasila. Nilai praksis terdapat
pada demikian banyak wujud penerapan nilai–nilai Pancasila, baik secara
tertertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh
pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan.
Pancasila sebagai nilai yang termasuk nilai moral atau nilai kerohanian juga
mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini bersumber dari dasar
Pancasila, yaitu manusia yang mempunyai susuna kodrat, sebagai makhluk yang
tersusun atas jiwa (rohani) dan raga (materi). Disamping itu Pancasila sebagai
13
sistem nilai juga mengakui nilai-nilainya secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai
kebenaran (epistimologis), estetis, etis, maupun nilai religius. Oleh karena itu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat lengkap, karena terdiri dari
nilai-nilai di atas.
c. Implementasi nilai-nilai Pancasila
Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Nurdin Usman,
2002: 70). Menurut Muhammad Joko Susilo (2008: 174) Implementasi
merupakan penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan
praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan, maupun nilai dan sikap.
Berdasarkan definisi implementasi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
implementasi nilai-nilai Pancasila adalah pelaksanaan atau pengamalan nilai-nilai
Pancasila yang dilaksanakan dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Pancasila sangat
penting untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan agar cita-cita dan harapan bangsa Indonesia dapat
tercapai.
14
Secara umum, pengamalan sila Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengamalan secara objektif
Pengamalan objektif dilakukan dengan menataati peraturan perundang
undangan sebagai norma hukum negara yang berdasarkan Pancasila. Menurut
Kaelan (2010: 259) menyatakan bahwa pengamalan Pancasila yang obyektif yaitu
aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan bernegara yang meliputi
kelembagaan negara dan bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hokum
terutama penjabarannya dalam undang-undang. Pengamalan secara objektif
membutuhkan dukungan kekuasaan negara dalam menerapkannya.
Setiap warga negara atau penyelenggara negara tidak boleh menyimpang dari
peraturan perundang-undangan, jika menyimpang maka akan dikenakan sanksi.
Pengamalan secara objektif bersifat memaksa artinya jika ada yang melanggar
aturan hukum maka akan dikenakan sanksi. Pengamalan secara objektif ini
merupakan konsekuensi dari mewujudkan nilai pancasila sebagai norma hukum
negara.
b. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila
secara pribadi atau kelompok dalam berperilaku atau bersikap pada kehidupan
sehari-hari. Pengamalan secara subjektif dilakukan oleh siapa saja baik itu warga
negara biasa, aparatur negara, kalangan elit politik maupun yang lainnya.
Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Melanggar norma etik tidak mendapat sanksi hukum namun akan
15
mendapat sanksi dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini
merupakan konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai normaetik
bangsa dan negara.
3. Pola Pembinaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pola berarti gambar, contoh dan
model. Adapun pembinaan adalah usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang baik. Menurut Arifin
pembinaan yaitu usaha manusia secara sadar untuk membimbing dan
mengarahkan kepribadian serta kemampuan anak, baik dalam pendidikan formal
maupun non formal.
Pembinaan memberikan arah penting dalam masa perkembangan anak,
khususnya dalam perkembangan sikap dan perilaku. Untuk itu, pembinaan bagi
anak-anak pasti sangat diperlukan sejak dini guna memberikan arah dan
penentuan pandangan hidupnya, pembentukan Akhlak dipengaruhi oleh Faktor
internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan
pembinaan yang di buat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan
sosial.
Pola pembinaan pada dasarnya diciptakan untuk menjalin hubungan sehari-
hari dengan anak-anak asuh. Pola pembinaan disertai tindakan dari lembaga atau
pengasuh untuk membentuk anak. Pola pembinaan merupakan cara atau teknik
yang dipakai oleh lembaga atau pengasuh di dalam mendidik dan membimbing
anak-anak asuhnya agar kelak menjadi orang yang berguna. Menurut Ibnu
Maskawaih di dalam bukunya sudarsono berpendapat bahwa pembinaan akhlak
16
dititik beratkan kepada pembentukan mental anak atau remaja agar tidak
mengalami penyimpangan.
Pola pembinaan juga merupakan suatu untuk menjalankan peran orang tua,
cara orang tua menjalankan peranan yang penting bagi perkembangan anak
selanjutnya, dengan memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan
pengawasan agar anak dapat menghadapi kehidupan yang akan datang dengan
sukses, sebab di dalam keluarga yang merupakan kelompok sosial dalam
kehidupan individu, anak akan belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia
sosial dalam hubungan dan interaksi dengan kelompok
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pola pembinaan adalah cara dalam
mendidik dan memberi bimbingan dan pengalaman serta memberikan
pengawasan kepada anak-anak agar kelak menjadi orang yang berguna, serta
memenuhi kebutuhan fisik dan psikis yang akan menjadi faktor penentu dalam
menginterpretasikan, menilai dan mendeskripsikan kemudian memberikan
tanggapan dan menentukan sikap maupun berperilaku.
Terdapat beberapa jenis pola pembinaan, yaitu:
a) Pola Pembinaan yang Otoriter
Menurut Enung ada beberapa pendekatan yang diikuti orang tua dalam
berhubungan dan mendidik anak-anaknya salah satu di antaranya adalah sikap dan
pendidikan otoriter. Pola pembinaan otoriter ditandai dengan ciri-ciri sikap orang
tua yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin.
Orang tua bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan anak agar
bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh orang tuanya.
17
Karena orang tua tidak mempunyai pegangan mengenai cara bagaimana
mereka harus mendidik, maka timbullah berbagai sikap orang tua yang mendidik
menurut apa yang dinggap terbaik oleh mereka sendiri, diantaranya adalah dengan
hukuman dan sikap acuh tak acuh, sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan
ketidak nyamanan, sehingga memungkinkan kericuhan di dalam rumah.
Kemudian menurut Baumrind juga mengemukakan bahwa pola asuh otoritatif
atau demokrasi, pada pola asuh ini orang tua yang mendorong anak-anaknya agar
mandiri namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-
tindakan mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Shapiro bahwa, “Orang tua
otoriter berusaha menjalankan rumah tangga yang didasarkan pada struktur dan
tradisi, walaupun dalam banyak hal tekanan mereka akan keteraturan dan
pengawasan membebani anak.”
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola
asuh orang tua yang permisif, tidak dapat menanamkan perilaku moral yang
sesuai dengan standar sosial pada anak. Karena orang tua bersifat longgar dan
menuruti semua keinginan anak.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing
dari pola asuh yang diterapkan akan menghasilkan macam-macam bentuk perilaku
moral pada anak. Oleh karena itu orang tua harus memahami dan mengetahui pola
asuh mana yang paling baik dia terapkan dalam mengasuh dan mendidik anak-
anaknya.
18
b) Pola Pembinaan yang Permisif
Dalam pola pembinaan ini anak diberi kebebasan yang penuh dan diijinkan
membuat keputusan sendiri tanpa mempertimbangkan orang tua serta bebas apa
yang diinginkan. Pola asuh permisif dikatakan pola asuh tanpa disiplin sama
sekali. Orang tua enggan bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang
dikemukakan anak.
Menurut Kartono dalam pola asuh permisif, orang tua memberikan kebebasan
sepenuhnya dan anak diijinkan membuat keputusan sendiri tentang langkah apa
yang akan dilakukan, orang tua tidak pernah memberikan pengarahan dan
penjelasan kepada anak tentang apa yang sebaiknya dilakukan anak. Dalam pola
asuh permisif hampir tidak ada komunikasi antara anak dengan orang tua serta
tanpa ada disiplin sama sekali.
c) Pola Pembinaan yang Demokratis
Hurlock berpendapat bahwa pola pembinaan demokrasi adalah salah satu
teknik atau cara mendidik dan membimbing anak, di mana orang tua atau
pendidik bersikap terbuka terhadap tuntutan dan pendapat yang dikemukakan
anak, kemudian mendiskusikan hal tersebut bersama-sama. Pola ini lebih
memusatkan perhatian pada aspek pendidikan dari pada aspek hukuman, orang tua
atau pendidik memberikan peraturan yang luas serta memberikan penjelasan
tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan tersebut.
Pola asuh demokrasi ditandai dengan sikap menerima, responsif, berorientasi
pada kebutuhan anak yang disertai dengan tuntutan, kontrol dan pembatasan.
Sehingga penerapan pola asuh demokrasi dapat memberikan keleluasaan anak
19
untuk menyampaikan segala persoalan yang dialaminya tanpa ada perasaan takut,
keleluasaan yang diberikan orang tua tidak bersifat mutlak akan tetapi adanya
kontrol dan pembatasan berdasarkan norma-norma yang ada.
4. Santri
Santri adalah orang yang mendalami pengetahuan tentang agama Islam
dengan pergi ke tempat yang jauh seperti pesantren. Santri juga bisa diartikan
anak didik yakni orang yang mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan
bimbingan dari pendidik serta mempunyai kewajiban untuk mematuhi aturan-
aturan yang berlaku selama daqlam proses belajar.
Menurut C.C. Berg dalam M. Ridwan Nasir menjelaskan bahwa istilah santri
berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti orang-orang yang tahu
buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari shastra yang berarti buku-
buku suci, buku-buku agama atau buku tentang ilmu pengetahuan.
Dari pengertian santri di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa santri
adalah anak didik yang tinggal di suatu asrama yang bernama pondok pesantren
untuk mengkaji hazanah keilmuan Islam.
Pada umumnya santri terbagi dalam dua kategori yaitu:
a. Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari tempat yang jauh dan
menetap di pesantren.
b. Santri kalong yaitu para siswa yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren.
Mereka pulang pergi dari rumahnya sendiri.
Kebanyakan seorang santri lebih memilih tinggal di pesantren, karena:
20
1. Berkeinginan mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih
mendalam langsung di bawah bimbingan seorang Kyai yang memimpin pesantren
tersebut.
2. Berkeinginan untuk memperoleh pengalaman kehidupan pesantren baik dalam
bidang pengajaran, pengorganisasian, maupun hubungan dengan pesantren-
pesantren lain.
3. Berkeinginan memusatkan perhatian pada studi di pesantren tanpa harus
disibukkan dengan kewajiban sehari-hari di rumah.
5. Pondok Pesantren
Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana sosial intelektual di Indonesia
adalah Pondok Pesantren. Ia adalah model sistem sosial sekaligus sebagai sistem
intelektual yang pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami
model dan sistem-sistem pendidikan yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak
lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar,
baik lokal maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan kajian,
maka tidak jarang beberapa tesis dan disertasi membahas tentang lembaga
pendidikan Islam tertua ini sebagai obyek maupun subyek penelitiannya.
Studi mengenai pesantren telah banyak dilakukan, sehingga istilah mengenai
pesantren telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara etimologi (bahasa)
maupun terminologi. Soegarda Purbakawatja menjelaskan bahwa pesantren
berasal dari kata adalah santri, yaitu seseorang yang belajar agama Islam, dengan
demikian pesantren memiliki makna tempat orang berkumpul untuk belajar agama
Islam.
21
Selain itu, Mastuhu memberikan gambaran yang gamblang bahwa dunia
pesantren ternyata tidak selalu tampak seragam. Menurutnya, masing-masing
pesantren memiliki keunikan-keunikan sendiri sehingga sulit dibuat satu
perumusan yang dapat menampung semua pesantren.
Walaupun rumusan tentang pesantren agak sulit dibuat secara komprehensif,
tetapi setidaknya akar-akar pengertian pesantren dapat digali dari asal-usul kata
pesantren itu sendiri. Secara umum, pesantren diartikan sebagai tempat tinggal
para santri. Oleh karena itu, perkataan pesantren disinyalir berasal dari kata santri
juga, dengan penambahan awalan “pe” dan akhiran “an”.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan
tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau
mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian
dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut
Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru
mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah
shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama
Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.
Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan
suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat
pendidikan manusia baik-baik. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia
Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
dinyatakan bahwa:
22
Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan
Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau
secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama,
tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah
pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana para santri biasanya tinggal
di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab
umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta
mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan
pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Marwan Saridjo dalam mengemukakan substansi pesantren sebagai suatu
lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khas: yang mendidik adalah kiai,
para santrinya tinggal di asrama (mukim), memiliki masjid sebagai tempat ibadah
sekaligus tempat mengaji.
Muljono Damopolii mengungkapkan, bahwa pesantren yang merupakan
wadah pendidikan Islam memiliki peran strategis dalam memajukan kualitas
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam memajukan kualitas
kehidupan keberagamaan (spritualitas) umat Islam. Peran strategis ini dilakukan
dalam berbagai bentuk dakwah yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas
pengetahuan umat Islam. Hal ini dapat dicapai melalui lembaga pendidikan Islam
seperti pondok pesantren, baik tradisional mapun modern.
Tujuan umum pesantren adalah membina warga Negara agar berkepribadian
muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa
23
keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai
orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan Negara. Adapun tujuan
khususnya yaitu sebagai berikut:
a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang
bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan
dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang pancasila.
b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah tangguh, wiraswasta dalam
mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.
c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan memperoleh
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan
yang dapat membangun dirinya dan bertanggungjawab kepada pembangunan
bangsa dan Negara.
d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga dan regional
(pedesaan/masyarakat lingkungan).
e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sector pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat.
Ada tiga elemen yang mampu membentuk pondok pesantren sebagai sebuah
subkultur yaitu:
1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh
negara.
24
2. Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad.
3. Sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas.
Suwendi mengatakan bahwa sistem pendidikan pondok pesantren yang
dibangun dalam rangkaian sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pesantren yang
meniscayakan standarisasi nilai. Jiwa yang dibangun itu secara keseluruhan akan
menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah dibangun oleh sistem
pendidikan manapun. Jadi pesantren yang dimaksud tersimplikasi dalam panca-
jiwa pesantren berikut:
1. Jiwa keikhlasan.
2. Jiwa kesederhanaan tapi agung.
3. Jiwa ukhuwwah Islamiyyah yang demokratis.
4. Jiwa kemandirian.
5. Jiwa bebas dalam memilih alternatif jalan hidup dan menentukan masa depan
dengan jiwa besar dan sikap optimis menghadapi segala problematika hidup
berdasarkan nilai-nilai Islam.
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terletak di
kecamatan Mengkendek kabupaten Tana Toraja didirikan pada tahun 1990 di area
seluas 1000 m2. Ide dasa pembangunan Islamic Centre ini adalah sebagai pusat
kegiatan umat islam Tana Toraja, yang meliputi bidang pendidikan, bidang
keagamaan, ekonomi dan kesehatan. Sebagai tahap awal, direncanakan awal
pembangunan lembaga pendidikan, dalam hal ini Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja.
25
Seperti halnya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, sejak berdirinya pondok
pesantren ini mengalami pasang surut. Walaupun demikian, berkat komitmen,
kerja keras dan kebersamaan ummat islam Tana Toraja, pondok pesantren ini
masih eksis dan terus berupaya berbenah diri meningkatkan kualitas pembinaan
dan pengeloaan pendidikan.
Saat ini Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
membina 4 (empat) unit tingkatan sekolah ; Madrasah Ibtidayyah (MI), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK).
B. Kerangka Pikir
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, maka nilai yang terkandung
dalam agamanya dijadikan sebagai dasar dalam membentuk karakter bangsa.
Pancasila dijadikan sebagai pedoman karena dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara Pancasila adalah dasarnya. Selain itu, mengingat bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan
beraneka macam budaya, oleh karena itu, maka suatu keharusan dalam
menanamkan nilai karakter bangsa berdasarkan nilai budaya yang ada di mana
mereka berada.
Implementasi nilai-nilai pancasila pada hakikatnya dalam kehidupan
bermasyarakat secara menyeluruh merupakan sebuah realisasi praktis untuk
mencapai tujuan bangsa, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berkepribadian
luhur memiliki jiwa dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
yang telah dimiliki sejak jaman nenek moyang. Nilai-nilai yang telah tertanam
26
dalam jiwa, hati dan sanubari bangsa Indonesia yang dicerminkan dalam
kehidupan sehari-hari yang hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun
dengan sesamanya.
Pola pembinaan santri yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja Kec. Mengkendek Kab. Tana Toraja menjadi suatu
hal yang penting bagi perkembangan pembinaan santri di Pondok Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Karena hal ini relevan dengan
kondisi para santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja yang giat untuk menuntut ilmu.
Pola pembinaan merupakan suatu usaha untuk melakukan untuk merubah
sesuatu menjadi lebih baik. Pola pembinaan yang dilakukan dalam pondok
pesantren dapat berupa pembinaan yang berkaitan dengan nilai-nilai pancasila
terhadap santri dan tindakan yang dilakukan pembina pondok pesantren ialah
melakukan bimbingan, pemahaman dan pembelajaran terhadap santri
Proses pembinaan yang dilakukan di Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja Kec. Mengkendek Kab. Tana Toraja memiliki ciri
khas tersendiri dalam rangka membina para santri, yaitu dengan selalu mengontrol
dan terus membina dengan baik sehingga para santri tumbuh menjadi anak yang
berakhlak islami.
Pola pembinaan santri merupakan salah satu media yang potensial untuk
mengembangkan nilai-nilai Pancasila terhadap santri. Melalui pembinaan ini
diharapkan dapat menjadikan santri dapat bertanggung jawab sebagai generasi
penerus bangsa yang berkarakter islam.
27
Oleh karena maka penulis kerangka pikir pada penelitian kali ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM POLA
PEMBINAAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN
PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA TORAJA
IMPLEMENTASI NILAI-
NILAI PANCASILA DALAM
POLA PEMBINAAN SANTRI
KENDALA PEMBINA DALAM
IMPLEMENTASI NILAI –
NILAI PANCASILA
TERBENTUKKNYA
NILAI-NILAI PANCASILA
DALAM POLA
PEMBINAAN SANTRI
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007:6).
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,
wawancara atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena
beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan
secara langsung hakikat hubungan antara penliti dan responden. Ketiga, metode
ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2007 :10).
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja yang beralamat Jalan Poros Enrekang-Makale Km
12, Kelurahan Rante Kalua, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja,
pada penelitian ini berkaitan dengan permasalahan implementasi nilai-nilai
pancasila dalam pola pembinaan santri di pondok pesantren pembangunan
muhammadiyah Tana Toraja.
29
Subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan purposive atau
pengambilan subjek dari sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan yang digunakan antara lain sampel mengerti masalah dan paham
masalah yang akan diteliti. Subjek penelitian ini adalah kepala pondok
pesantren/mudir, pembina yang ada di pondok pesantren pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja.
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Data primer merupakan data yang didapat secara langsung dari
sumber-sumber pertama baik dari individu maupun dari kelompok atau
sumber data yang lansung memberikan data pada pengumpul data.
a. Informan utama dari penelitian ini adalah kepala pondok Pesantren/Mudir.
b. Pembina santri di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana
Toraja.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau
data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpul data primer atau oleh pihak lain atau bisa dikatakan sumber
yang tidak lansung memberikan data pada pengumpul data. Data tersebut meliputi
buku-buku, arsip, dokumentasi dan literatur yang berkaitan dengan tujuan
penelitian.
30
Dalam menentukan sumber data dalam penelitian ini menggunakan cara
snowball sampling (sampel bergulir) yang merupakan salah satu bentuk dari
purposipe sampling (penunjukan langsung) yaitu dengan menentukan satu atau
lebih informan kunci terlebih dahulu kemudian menentukan informan pendukung
lainnya, sebagaimana yang di katakan Hunaini Usmani:
Responden dalam metode penelitian kualitatif berkembang terus (snowball)
secara bertujuan (purposif) sampai data yang di kumpulkan dianggap memuaskan.
Alat pengumpulan data atau instrumen penelitian kualitatif ialah si peneliti sendiri
atau peneliti merupakan key instrumen (instrumen kunci).
Dalam penelitian ini sumber data yang di maksudkan adalah:
a. Informan yang menguasai atau memahami keadaan santri di pondok pesantren.
Dalam hal ini adalah bidang kesantrian pondok pesantren pembangunan
muhammadiyah Tana Toraja.
b. Informan yang masih berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan pada objek
yang sedang diteliti. Dalam hal ini adalah pembina pondok Pesantren
pembangunan muhammadiyah Tana Toraja.
c. Informan yang memiliki waktu yang cukup untuk dimintai informasi sebagai
usaha pemenuhan kesempurnaan data. Dalam hal ini adalah para guru dan
beberapa santri
D. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data sebuah penelitian yang dilakukan dengan berbagai
metode-metode penelitian seperti observasi, wawancara, dan dukumentasi,
31
memerlukan alat bantu sebagai instrumen. Instrumen yang di maksud yaitu
kamera, telepon genggam untuk recorder, pensil. Ballpoint, dan buku.
Kamera digunakan ketika penulis melakukan observasi untuk merekam
kejadian yang penting pada suatu peristiwa baik dalam bentuk foto maupun video.
Recorder digunakan untuk merekam suara ketika melakukan pengumpulan data,
baik menggunakan metode wawancara, observasi dsn sebagainya. Sedangkan
pensil, ballpoint, dan buku digunakan untuk menuliskan atau menggambarkan
informasi data yang di dapat dari narasumber.
a. Pedoman wawancara
Labovits (1981:70-71) wawancara terdiri dari sehimpunan butir atau
pertanyaan (tersusun atau bebas) yang diajukan dan dikemukakan oleh seorang
pewawancara dalam situasi tatap muka dengan responden. Menurut
Setyobudiyanto (2005:133) teknik wawancara adalah pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan percakapan langsung antara pewancara
dengan responden atau informan.
Sedangkan menurut Bagong (2006:69) wawancara (interview) dapat diartikan
sebagai cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari
responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara
merupakan teknik/cara pengumpulan data dengan mengadakan percakapan
langsung secara betatap muka (face to face). Namun demikian teknik wawancara
ini dalam perkembangannya tidak harus dilakukan secara berhadapan langsung
32
(face to face),melainkan dapat saja dengan memanfaatkan sarana komunikasi lain,
misalnya telepon dan internet.
b. Lembar observasi
Lembar Observasi bertujuan untuk mengamati kegiatan Pembinaan santri
selama berlangsung .Lembar observasi ini ditunjukkan kepada peneliti untuk
melihat sejauh mana kemampuan peneliti dalam melaksanakan tugasnya.
c. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan sebagai pedoman dalam memperoleh data-data
dokumentasi seperti profil pesantren, buku pedoman pembinaan santri struktur
kepengurusan pondok pesantren maupun data-data yang diperlukan oleh peneliti
(dokumentasi terlampir)
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu langkah yang paling utama dalam
penelitian, disebabkan tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data
yang sesuai. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan, Sugiyono,
(2016:308).
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui hasil pengamatan secara langsung pada objek penelitian
33
mengenai implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pola pembinaan santri di
Pondok pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan
berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada si
peneliti, wawancara ini dapat di pakai untuk melengkapi data yang di peroleh
(Mardalis 2007:54).
Wawancara ini dilakukan dalam pengumpulan data. Penulis melaksanakan
wawancara dengan cara berdialog atau bertanya secara langsung dengan
melibatkan beberapa pembina dan guru yang kemudian dijadikan sebagai
informan dalam penelitian ini dan kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam
menarik kesimpulan.
Dalam wawancara ini penulis melakukannya secara terencana. Wawancara
yang penulis lakukan bertujuan untuk mendapatkan beragam keterangan dengan
cara mengajukan beragam pertanyaan, sehingga dapat diketahui tanggapan dari
pembina dan beberapa informan lainnya.
3. Dokumentasi
Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan
menelusuri dan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah ada. Hal ini
dimaksud untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan
materi penelitian. Dokumentasi dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan
hasil laporan yang berkaitan dengan penelitian.
34
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan
secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi,
wawancara, dan dokumentasi.
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi
dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam
unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2010: 334).
1. Pengumpulan data
Yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi,
wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan strategi pengumpulan data yang
dipandang tepat dan untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses
pengumpulan data berikutnya.
2. Reduksi data
Yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan, transformasi data
kasar yang ada di lapangan langsung, dan diteruskan pada waktu pengumpulan
data, dengan demikian reduksi data dimulai sejak peneliti memfokuskan wilayah
penelitian.
35
3. Penyajian Data
Yaitu data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk laporan sistematis
dengan dilengkapi bagan, data, tabel, gambar, atau foto yang sesuai. Bentuk
penyajian laporannya berupa deskriptif dan logis.Dalam tahap ini peneliti
menyajikan data yang telah dikategorisasikan kedalam laporan secara sistematis
sehingga mudah dipahami oleh pembaca.Data disajikan dalam bentuk narasi yang
berupa informasi mengenai fokus penelitian.
4. Penarikan kesimpulan
Yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus mengerti dan tanggap terhadap
sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan menyusun pola-pola
pengarahan dan sebab akibat.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja
1. Sejarah dan Tujuan
Pendirian Pesantren Pembangunan Muhammadiyah pada awalnya merupakan
program bantuan Pemerintah Qatar kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang
hendak mendirikan adanya sebuah lembaga Islamic Centre sebagai pusat
pembinaan dan kajian masyarakat muslim mengenai keislaman. Selanjutnya
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menunjuk Sulawesi Selatan sebagai lokasi
pendirian lembaga tersebut, oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah memilih
Kabupaten Tana Toraja sebagai lokasi pendirian program bantuan pembangunan
lembaga Islamic Centre tersebut.
Dipilihnya Tana Toraja sebagai lokasi pendirian Islamic Centre tersebut
didasarkan pada beberapa pertimbangan, bahwa Tana Toraja merupakan daerah
minoritas muslim yang membutuhkan adanya lembaga pembinaan umat yang
terkelola dengan baik dan sistematis agar mampu mempertahankan umat Islam
dari upaya pendangkalan akidah maupun pemurtadan.
Salah satu persyaratan utama pendirian Islamic Centre adalah Pimpinan
Daerah Muhammadiyah yang ditunjuk harus mampu menyiapkan lokasi tempat
pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tana
37
Toraja segera menindaklanjutinya dengan membentuk Panitia Pendirian Islamic
Centre Muhammadiyah yang terdiri atas beberapa tokoh yang selanjutnya dikenal
sebagai tokoh pendiri, antara lain Tjora Makkawaru (alm.), Muhallim (alm.),
Abdul Aziz Tera, H. Abd. Rahman Kadir, H. A.R. Marissangan, Syamsuddin
Paisal, M. N. Kamase, H. Muh. Lamadang (alm.), H. Tajuddin Nawi (alm.),
Muktar Andilolo, Ahmad Zainal Muttaqin, dan beberapa nama lainnya.
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terletak di Jl. Poros
Makale-Makassar Km. 11 Ge’tengan 91871. Berdiri di area tanah seluas ± 20.000
. Pada awal didirikan, Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
hanya memiliki 26 ruang belajar dan perlahan-lahan bertambah jumlah bangunan
sesuai dengan jumlah kebutuhan. Jika pada awalnya area tanah yang begitu luas
hanya terdapat tiga bangunan, dan dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran
terhadap 36 peserta didik.
Akan tetapi dengan bergulirnya waktu yang begitu cepat dan animo
masyarakat yang besar terhadap lembaga pendidikan keagamaan tersebut, maka
saat ini Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja telah memiliki
luas tanah lebih dari 20.000 serta diperuntukan pada kegiatan pembelajaran
peserta didik dan tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan.
Setelah dibangun selama + 18 bulan dan rampung pada pertengahan tahun
1990, akhirnya Pesantren Pembangunan Muhammadiyah mulai beroperasi pada
14 Juli 1990 dan menerima santri-santriyah pada tahun pelajaran 1990/1991
dengan jumlah 29 orang yang merupakan utusan dari Pimpinan Cabang
Muhammadiyah se- Tana Toraja. Pada awal berdirinya, diangkat Drs. Muhallim
38
dan Drs. Abdul Aziz Tera sebagai Direktur dan Wakil Direktur Pesantren dan Drs.
Nirwan Muallim selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah.
Setelah mulai beroperasi beberapa bulan, pada tanggal 28 Oktober 1990,
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah diresmikan oleh Bupati Dati II Tana
Toraja, T.R. Andilolo, Ph.D. yang disaksikan oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Pimpinan
dan Tokoh Muhammadiyah, serta disambut antusias oleh seluruh warga
masyarakat muslim khususnya warga Muhammadiyah Tana Toraja.
Adapun tujuan didirikan Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja, adalah sebagai salah satu upaya untuk menciptakan generasi cerdas secara
intelektual dan spiritual, jujur dan amanah serta peka terhadap fenomena ummat
dan bangsa itulah kader.
Selain itu, Pesanten Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja sebagai
lembaga Pendidikan di Muhammadiyah, berinovasi meramu kurikulum dalam
proses pembelajaran sehingga Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang
diterbitkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan(BSNP) dengan memadukan
kurikulum Kementerian pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan
kepesantrenan yang senantiasa mengedepankan akhlaqul karimah dan
keterampilan (IMTAQ dan IPTEK).
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja terdaftar di
Departemen Agama dengan Nomer Statistik Pesantren (NSP) 510073180004.
Saat ini Pesantren ini menyelenggarakan beberapa tingkatan pendidikan yakni :
39
Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Aliyah
(MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
2. Visi dan Misi
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja memiliki Visi dan
Misi sebagai berikut :
1) Visi
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah yang berlandaskan Al-Quran
dan Al-Sunnah dengan watak tajdid menjadi Pondok Pesantren unggul
Berkemajuan
2) Misi
a) Menyiapkan Santri yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia
mempunyai kemampuan yang memadai dan beramal menuju terwujudnya
masyarakat utama yang diridhoi Allah SWT.
b) Mengamalkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kebudayaan dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam.
c) Menjadikan Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
sebagai lahan perkaderan ulama, pendidik, kader persyarikatan, Kader ummat dan
kader bangsa dalam rangka melangsungkan dan menyempurnakan amal usaha
Muhammadiyah.
3) Tujuan
a) Menjawab tuntutan dan perkembangan masyarakat yang menginginkan putra–
putrinya dapat belajar di sekolah yang bermutu, terbimbing agamanya bagi
40
perannya pada masa datang, baik secara individual yaitu menjadi hamba Allah
yang taat sedangkan secaara kolegial mampu menciptakan kemakmuran di muka
bumi.
b) Menampung anak–anak cerdas dan berbakat untuk dikembangkan secara
optimal sehingga tersedai Sumber Daya Manusia yang berkualitas sebagai kader
ummat dan bangsa pada masa datang.
c) Menjadikan arena pembinaan dan pembentukan kader inti Muhammadiyah
yang siap berkompetisi di segala bidang dalam era globalisasi, dengan bekal
pengetahuan agama, Iptek, keterampilan dan bahasa yang memadai.
d) Menjadikan rujukan bagi Pesantren Muhammadiyah khususnya dan Pesantren
lain pada umumnya.
e) Mengembangkan bakat dan potensi individu secara demokratis sesuai dengan
undang-undang bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan program
kurikuler tidak terikat oleh waktu tetapi oleh kemampuan, sedangkan bakat
individu didorong dan disalurkan secara wajar (Program Akselerasi).
f) Menjadikan arena pendidikan sebagai indikasi bagi terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar- benarnya dengan prestasi amal usaha ( output ) pendidikan
yang unggul.
g) Menjadikan pusat penelitian dan pengembangan pendidikan Muhammadiyah
pada masa yang akan datang.
h) Menjadikan tempat beramal (berbakti) dan mengembangkan diri kader-kader
persyarikatan di bidang pendidikan dan tidak menutup kemungkinan dapat
41
mengembangkannya di tempat-tempat lain pada pendidikan yang diyakinnya tepat
sesuai dengan keadaan.
i) Mendorong lahirnya ulama cendekiawan muslim yang paripurna
3. Profil dan Struktur Organisasi
a) Profil
1. Nama Persantren : Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja
2. Nomor Statistik : 510073180004
3. Alamat Pesantren :
Jalan : Jl. Poros Makale-Makassar Km. 11
Lingkungan : Ge’tengan
Kelurahan : Rantekalua’
Kecamatan : Mengkendek
Kabupaten : Tana Toraja
4. Tahun Berdiri : 1990
5. Satuan Pendidikan : 1. MA Pesantren Pembangunan Muhammadiyah
Diselenggarakan Tana Toraja.
NPSN :
1. SMK Pesantren Pembangunan Muhammadiyah
Tana Toraja
NPSN : 69788971
2. SMP Pesantren Pembangunan Muhammadiyan
Tana Toraja
NSPN :
3. MI Muhammadiyah Plus 1 Tana Toraja
42
NSPN :
4. TK ABA Ge’tengan
NSPN :
5. TK/TPI Quba Pesantren
NSPN :
6. Nama Direktur : Sudirman, S.Pd., M.Pd.
7. Penyelenggara : PWM Sulawesi Selatan/ LP2M
8. Luas Tanah : 20.000 m2
9. Luas Bangunan : 1.696 m2
10. Jenis Pesantren : Khalafiyah
11. Status Kepemilikan : Milik sendiri (Persyarikatan)
12. Pendiri Pesantren : MPK Muhammadiyah
13. Akta Yayasan : 4498/II-01/Sw.S-90/1991.3 Shafar 1412 H/ 13
Agustus 1991 M
14. No. Menkum HAM : AHU-88.AH.01.07 Tahun 1010 tanggal 23 Juni
1010
15. Jarak Ke Pusat Kec. : 1 Km
16. Jarak Ke Pusat Kab. : 11 Km
17. Waktu Belajar : Pagi dan siang (Formal), 24 jam Kepesantrenan
18. Status Gedung : Permanen
19. Bangunan Sementara : Asrama
20. Luas Bangunan : 7 x 8 Setiap kelas sebanyak 26 ruang kelas
21. Input : Beragama Islam, Ingin berprestasi, semangat
belajar Tinggi, didukung oleh keluarga meraih
sukses.
22. Output : Menghasilkan lulusan yang unggul cerdas
intelektual, Cerdas emosional dan cerdas spiritual
yang berwawasan IPTEK berdasrkan IMTAQ
yang dibuktikan dengan ijazah nasional dan ijazah
persyarikatan.
43
b) Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI
PESANTREN PEMBANGUNAN MUHAMMADIYAH TANA TORAJA
BERDASARKAN SK LP2M PWM SULSEL NO:097/II/21/A/2020
PWM SULAWESI SELATAN
DEWAN PEMBINA PESANTREN KEMENTRIAN AGAMA
DIKDAS/DIKMEN
PDM TANA TORAJA
DIREKTUR
SUDIRMAN, S.Pd.,M.Pd
BENDAHARA
HABIL, S.P.si
NBM : 980916
FATIMAH, S.Hut
NBM : 1156304
SEKRETARIS
ROY MAKKASAU
NBM :
BAKTIAR ANSHAR, S.S
NBM : 883434
WAKIL MUDIR BID.
PENGASUHAN SANTRI
SUDARMAN, S.Pd.,M.Pd
NBM : 1082296
Ka. MA PPM
M. PARINDING,
SE
NBM : 980917
Ka. SMK PPM
BAKTIAR
ANSHAR, S.S
NBM : 883434
Ka. SMP PPM
BINTORO
HADI, S.Pd
NBM : 935038
Ka. MI PLUS
ERNI, S.Pd., SD
NBM : 935038
MUH. DANIAL,
S.Pd.i
NBM : 1294726
PEMBINA
TAHFIDZ
SARPRAS
MUSLIMIN, S.Pd.i
NBM : 1021679
Ka. ASPURA
ARWIN
PARA’PAK, S,Pd.i
NBM :
Ka. ASPURI
SURNIWATI.
P, S. Hum
NBM : 980919
KOMPONTREN
M.H. TAMRIN,
S.Pd., M.Pd, Kons
(KETUA)
MATAHARI MART
FITRI LULLUNG
(PENGELOLA)
LITBANG
YULIANTI
PANDUNG,
S.Pd., M.Pd
Gambar Struktur Organisasi 4.2
44
4. Keadaan Santri
Tabel 4.1 Jumlah Santri Tiga Tahun Terakhir
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan suatu alat atau media terpenting yang dapat
mempermudah dalam proses mencapai tujuan lembaga pendidikan. Demikian pula
pada lembaga pendidikan selain menjadi daya tarik bagi masyarakat juga menjadi
motivasi bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan. Dengan
adanya sarana dan prasarana pesantren mampu meningkatkan motovasi belajar
santri. Adapun sarana dan prasarana yang adadi pondok pesantren adalah sebagai
berikut:
Tahun Pelajaran
2017/2018
Tahun Pelajaran
2018/2019
Tahun Pelajaran
2019/2020
345 350 331
45
NO JENIS SARANA/PRASARANA JUMLAH KETERANGAN
1 Masjid 1
2 Ruang Kelas 17
3 Asrama Putra 4
4 Asrama Putri 8
5 Rumah Pembina 5
6 Dapur Umum 1
7 Kantor 4
8 Aula 2
9 Kantin 2
10 Perpustakaan 2
11 Laboratorium IPA 2
12 Laboratorium Komputer 3
13 Laboratorium Otomotif 1
14 Komputer
15 Jaringan Wifi
16 Print
17 LCD/Projector
18 Ruang Osis/IPM/Pramuka 1
19 Sarana Olahraga
20 Sumur Umum
21 Kamar Mandi/WC 13
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana
46
B. Hasil Penelitian
1. Implementasi Nilai – nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Ditinjau dari misi Pesantren dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila pada
kehidupan santri di pondok pesantren terdapat dua aspek yakni aspek melalui
pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Hal ini diungkapkan oleh salah satu
informan yang berinisial (AP) mengatakan bahwa :
“Dalam rana pembinaan santri di pesantern ada dua dimana ada pembinaan
melalui pendidikan formal dimana pembinaan ini dilakukan ketika santri-santri
berada di sekolah masing-masing tingkatan ya, dan pendidikan nonformal,
dimana pendidikan ini kami sebagai Pembina asrama berperan untuk mendidik
santri agar dapat menjadi santri yang berguna untuk diri sendiri, bangsa dan
Negara, ketika mereka keluar dari pesantren ini. Pada dasarnya bahwa nilai-nilai
pancasila ini diterapkan secara langsung terhadap pembinaan santri mereka
mendapat teori ketika di sekolah maka ketika mereka berada di asrama
diterapkan secara langsung” (Wawancara, 18 Maret 2020)
Berdasarkan hasil observasi langsung di asrama bahwa seorang Pembina
berperan memberikan bimbingan, pembelajaran dan mengarahkan santri agar
dapat menerapkan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila baik di sekolah,
asrama maupun di lingkungan masyarakat. Pembina berperan dalam pembinaan
santri yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila dari sila pertama hingga sila
kelima. Terutama dalam membentuk sikap yang religius sesuai dengan tujuan
pesantren tanpa harus melupakan nilai humanitas, nasionalis, demokrasi dan
keadilan. Sesuai dengan pernyataan salah satu informan yang berinisial (S)
sebagai berikut :
“Implementasi nilai-nilai pancasila di pesantren masing-masing memiliki nilai,
seperti kita ketahui bahwa semua sila pancasila itu memiliki nilai yang saling
47
berkaitan satu dengan yang lainnya, karena sila pertama itu adalah ketuhanan
Yang Maha Esa maka itu menjiwai semua sila yang ada dibawahnya sila pertama
menjiwai sila kedua, sila ketiga dan seterusnya dijiwai dan saling menjiwai.
Itulah niai-nilai yang kami terapkan di pesantren sehingga tidak ada satu sila
yang terabaikan karena itu ada keterkaitan satu sila dengan sila yang laiinya. “
(Wawancara Pada 16 Maret 2020)
Pada dasarnya implementasi nilai- nilai pancasila di Pondok Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja sudah diterapkan dengan baik sesuai
dengan pernyataan informan berinisial (S) sebagai berikut :
“implementasi nilai-nilai pancasila dari sila pertama hingga sila kelima di
pesantren sudah diterapkan dengan baik.” (Wawancara, 17 Maret 2020 )
Peran pesantren dalam menanamkan nilai-nilai pancasila pada kehidupan
santri di pesantren terdapat beberapa aspek. Yakni, penanaman nilai-nilai
pancasila melalui aspek pendidikan di pesantren yang mengarah kepada bentuk
kesadaran santri untuk mengamalkan nilai-nilai pancasila. Pendidikan yang
dilaksanakan di pesantren ini terdiri atas dua bagian, yaitu melalui pendidikan
formal dimana pendidikan ini diajarkan ketika santri-santri berada di sekolah
masing-masing tingkatan misalnya tentang Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan mata pelajaran lainnya
yang bisa menanamkan kesadaran santri dalam ber-Pancasila.
Kemudian melalui pendidikan nonformal, pendidikan yang menjadi prioritas
pembinaan santri ketika berada di pesantren untuk menciptakan manusia yang
mempunyai pemahaman yang baik tentang ilmu agama. Misalnya tentang ilmu
hadist, tauhid, fiqih, akhlak, dan tafsir Al-qur’an. Materi ini diajarkan agar santri
menjadi manusia berpengetahuan luas khususnya dalam bidang ilmu agama dan
mempunyai kepribadian, akhlak, serta jiwa sosial yang tinggi. Tak lupa pula santri
48
dibina melalui ekstrakurikuler seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
sebagai pengganti OSIS, Tapak Suci yang dilaksanakan setiap hari sabtu dan
minggu pukul 16.00 WITA dan Hizbul Wathan/Pramuka yang dilaksanakan
setiap hari senin dan selasa Pukul 14.00 WITA. Sesuai dengan pernyataan salah
satu informan yang berinisial (SP) sebagai berikut :
“implementasi nilai-nilai pancasila di pondok pesantren itu sangat penting
karena pancasila adalah ideologi dasar bangsa Indonesia. Sebagai nilai-nilai
yang mendasari segala aspek kehidupan bermasyarakat rakyat Indonesia yang
harus ditanamkan dalam diri generasi bangsa sejak dini. Pancasila terdiri dari
lima sendi utama yakni, ketuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan yang terakhir keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dari ajaran agama islam, dan sebenarnya nilai-nilai pancasila
itu tidak bertolak belakang dengan dengan Al-Qur’an, dan jelas segala sesuatu
yang terdapat di dalam Al-Qur’an akan diajarkan di lingkungan Pesantren.
Semua proses pembinaan tersebut dilaksanakan melalui dua pembinaan yakni
pembinaan melalui pendidikan formal dan nonformal” (wawancara, 19 Maret
2020)
Pelaksanaan atau pengamalan Pancasila dibedakan menjadi dua yaitu
pengamalan secara obyektif dan secara subyektif. Pengamalan Pancasila dalam
kegiatan di Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja dapat berupa
pengamalan secara obyektif dan subyektif.
a. Pengamalan Nilai-nilai Sila 1 ( Ketuhanan Yang Maha Esa) di Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Dalam hal ini para santri ketika mereka berada di asrama maka Pembina
melakukan pembinaan yang sesuai dengan sila pertama seperti melaksanakan
shalat secara berjamaah, mengikuti kegiatan kemasjidan dan berkegiatan
49
keagamaan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara salah satu informan
yang berinisial (S) mengatakan bahwa :
“sesuai dengan sila pertama pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa yang
berkaitan langsung dengan penguatan akidah-akidah, hubungan langsung antara
manusia dan Allah sang pencipta. Jadi kami meyakinkan pada santri-santri
bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah. Karena itu sila pertama
yang tercantum di piagam Jakarta ada tujuh kata yang betul-betul islami yang
berbunyi Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi
Pemeluk-pemeluknya itulah yang asli sebenarnya maka itulah yang ditanamkan
kepada santri-santri. Santri diajarkan membiasakan diri untuk melaksanakan
shalat berjamaah, shalat tepat waktu, mengaji, berceramah, yang berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan islami.” (Wawancara 16 Maret 2020)
Hal ini sesuai juga yang dikatakan oleh salah satu informan yang berinisial (SP)
bahwa :
“Pada sila pertama yang pasti diajarkan di lingkungan pondok pesantren, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang mana kita harus mengajarkan kepada santri
bahwa kita wajib mempercayai Tuhan itu satu, kita wajib menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya sesuai dengan norma agama yang dianut, seperti ikut
serta shalat berjamaah, mengikuti kegiatan kemasjidan, membaca do’a sebelum
belajar, mengucapkan salam ketika bertemu sesama muslim, itulah yang kami
terapkan didalam kehidupan pondok pesantren sehari-hari.” (Wawancara 19
Maret 2020)
Dalam pembinaan pada pendidikam formal Pembina memberikan
pembelajaran dengan mengawali dan mengakhiri kegiatan dengan berdo’a
bersama. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan yang berinisial (BH)
yang mengatakan bahwa :
“Implementasinya tidak hanya di ranah sekolah saja tetapi bagaimana
bersosialisasi di masyarakat. Seperti halnya ketika mereka di sekolah berdo’a
sebelum belajar, memberi salam bila bertemu guru, saling menghargai sesame
teman, tidak membeda-bedakan, mengikuti upacara bendera setiap hari senin,
bergotong royong, mengikuti pelajaran dengan baik. Santri yang pulang balik
wajib melaksanakan shalat duhur berjamaah di masjid sebelum pulang dan
wasjib juga menginap di asrama ketika malam jum’at untuk mengikuti kegiata-
kegiatan pesantren seperti kajian-kajian, mengaji dan belajar berbicara didepan
umum.” (Wawancara, 20 Maret 2020)
50
Kegiatan shalat dan kegiatan keagamaan lainnya juga di biasakan di
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja. Santri dan Pembina wajib
melaksanakan shalat secara berjamaah di masjid. Pada kegiatan ini para santri
berbaur dengan santri yang lainnya. Namun dalam kegiatan ini masih ada
beberapa santri yang kurang tertib sehingga harus selalu diingatkan oleh Pembina
hal ini dikatakan oleh salah satu informan yang berinisial (YP) bahwa :
“Implementasi nilai Ketuhan Yang Maha Esa diselaraskan berdasarkan agama
yang dilihat dari Al-qur’an dan Hadist saya kira pancasila dan agama itu tidak
bertentangan. Namun banyak orang yang beranggapan bahwa pancasila dan
agama itu tidak selaras.jadi saya kira pancasila dalam implentasinya di pondok
pesantren itu sudah baik karena semua sila pancasila itu di terapkan pada santri
mulai dari shalat fardu berjamaah, mengaji, belajar berceramah, mengikuti
kegiatan-kegiatan kemasjidan setiap selesai shalat magrib meskipun pada
dasarnya santri-santri ini harus slalu diingatkan terlebih terhadap kegiatan
ibadah mereka seperti shalat.”
(Wawancara, 19 Maret 2019)
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan nilai-nilai
pancasila sila pertama yaitu dengan membiasakan santri menanamkan budaya-
budaya islami seperti : melaksanakan shalat berjamaah, mengikuti kegiatan
kemasjidan, membaca do’a sebelum memulai pembelajaran dan sesudah
pembelajaran memberi salam kepada Pembina.
b. Pengamalan Nilai-nilai Sila ke II (Kemanusiaan Adil dan Beradab) di
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengandung arti kesadaran sikap
dan perilaku manusia sesuai nilai-nilai moral dengan memperlakukan sesuatu
dengan semestinya. Nilai yang ada dalam sila ini adalah menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, menjunjung tinggi hak asasi
51
manusia, menghargai kesamaan hak dan derajad tanpa membedakan suku, agama,
ras, dan status sosial. Mengembangkan sikap saling menghargai dan mencintai
sesama manusia serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Hal ini didukung dengan pernyataan informan yang berinisial (S) yang
mengatakan bahwa :
“Sila yang kedua Kemanusiaan Adil dan Beradab, islam mengajarkan Hamblum
Minannas selain manusia itu sebagai makhluk individu memperbaiki hubungan
dengan Allah juga sebagai makhluk sosial, memperbaiki hubungan dengan
sesama manusia. Jadi di pesantren santri diajarkan bagaimana, tidak sewenang-
wenang terhadap teman, mengakui persmaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan kedudukan sosial, jenis kelamin, warna kulit dan lain
sebagainya.” (wawancara, 16 Maret 2020)
Nilai dari sila kedua yang lain yaitu dengan tidak membeda-bedakan santri
dan menjunjung tinggi hak tanpa melihat suku, agama, ras dan status sosial.
Dalam kegiatan pembinaan di Pesantren pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja, hal ini dilakukan pembina dengan memberikan kesempatan yang sama
kepada santri untuk menyampaikan pendapat di asrama maupun di kelas dan
siswa mempunyai hak yang sama.
Hal ini didukung wawancara dengan salah satu informan yang berinisial (SP)
yang mengatakan bahwa :
“Pada sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab. Apabila sudah masuk
dalam lingkungan pondok pesantren pasti akan diajarkan bagaimana untuk
menjadi orang yang adil. Adil dalam memilih sesuatu, serta adil dalam
memutuskan suatu perkara. Di dalam lingkungan pondok pesantren santri
dituntut untuk bisa menjadi pribadi yang adil serta beradab. Karena pada
dasarnya akhlak dalam setiap hal itu sangatlah penting, orang pintar tidak akan
ada apa-apanya apabila dia tidak berakhlak, maka dari itu santri diajarkan sejak
dini agar bias menjadi orang berakhlak ketika keluar dari lingkungan pondok
pesantren.” (Wawancara, 19 Maret 2020)
52
Sikap saling peduli terhadap sesama juga dilaksanakan di pesantren dengan
berbagai kegiatan seperti santri yang sudah paham terhadap suatu materi mau
mengajari santri lain yang belum paham, hal lain juga ditunjukkan oleh pembina
dengan membiasakan agar santri mau berbagi, seperti saat kegiatan
ekstrakurikuler.
Serta kesadaran dalam diri santri akan peduli sesama juga terlihat saat peneliti
akan mengembalikan dan membereskan alat-alat untuk kegiatan ekstrakurikuler
ada anak yang tanpa diminta mau membantu dalam tugas ini. Sikap saling peduli
terhadap sesama manusia sudah tercermin dalam beberapa kegiatan santri, selain
itu pesantren juga membiasakan santri untuk mau membantu santri yang sedang
dalam kesusahan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Implementasi nilai-nilai
Pancasila Implementasi Nilai-nilai sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
dengan membiasakan santri untuk mengembangkan budaya senyum, salam, sapa,
dan menghormati kepada orang yang lebih tua serta hak-hak orang lain. Pembina
juga membiasakan santri untuk bersikap sopan dan menegur santri yang tidak
sopan.
Pembinaaan juga memberikan kesempatan yang sama kepada santri tanpa
memandang latar belakang santri, jenis kelamin, dan lain sebagainya dalam
kegiatan pembinaan maupun pembelajaran atau melaksankan suatu tugas. Santri
juga terlihat sudah ada kepedulain dengan sesama dengan mau mengajari teman
yang tidak bisa, membagi makanan, maupun membantu dalam orang yang sedang
butuh bantuan. Sekolah juga membiasakan santri untuk saling tolong menolong
53
c. Pengamalan Nilai-nilai sila ke 3 (Persatuan Indonesia) di Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai-nilai yang dapat menjadikan
Indonesia bersatu, tidak terpecah belah dan menumbuhkan rasa nasionalisme serta
kebersamaan sebagai suatu bangsa. Persatuan Indonesia menghendaki warga
masyarakat bersatu padu demi mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa dan
negara berdaulat, sesuai dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pengamalan sila ketiga dalam kegiatan pembinaan di Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja yaitu dengan wujud cinta tanah air dan bangsa
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai kegiatan Pesantren seperti
menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap setiap upacara bendera. Hal ini sesuai
dengan wawancara terhadap (S) yang mengatahan bahwa:
“Implementasi sila ketiga ini diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan seperti
upacara bendera setiap hari senin juga ketika memperingati hari-hari nasional”
(Wawancara, 16 Maret 2020).
Hal yang sama diungkapkan oleh salah satu informan yang berinisial (S)
mengatakan bahwa :
“ implementasi nilai-nilai pancasila persatuan Indonesia kalau disini
persatuannya itu lancar karena setiap hari senin pihak pesantren mengadakan
upacara bendera yang wajib diikuti oleh setiap santri-santri baik itu santri dari
MI, SMP, MA dan SMK. Disini juga selalu memperingati hari-hari nasional
seperti hari pancasila, hari guru, kesaktian pancasila dan lain sebagainya tetapi
belum maksimal karena masih ada beberapa santri yang tidak ikut serta dalam
kegiatan ini.” (Wawancara, 17 Maret 2020)
Berdasarkan hasil observasi, santri memang terlihat melaksankan piket
kelasnya masing-masing. Mereka ada yang menyapu lantai, membuang sampah,
atau membagikan buku kepada teman-temannya.
54
Pada setiap kelas di Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
juga dipasang gambar foto Presiden, Wakil Presiden, dan Burung Garuda
Pancasila sebagai wujud rasa cinta terhadap tanah air. Pada dinding setiap ruang
kelas juga di pajang beberapa karya santri seperti hasil menggambar siswa, dan
hasil kreasi santri. Hal ini akan menumbuhkan rasa bangga terhadap diri santri.
Kegiatan lain yang dilakukan untuk menanamkan cinta tanah air dan
persatuan yaitu dengan mengembangkan sikap gotong royong dalam menjaga
kebersihan lingkungan pesantren. Santri setiap hari diberi giliran untuk
menjalankan piket kelas.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan yang berinisial (YP) yang
mengatakan bahwa :
“Para santri disni diberikan pembelajaran mengenai bagaimana
mengembangkan sikap gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Santri juga diberikan piket harian baik piket untuk di sekolah maupun piket di
asrama” (Wawancara, 19 Maret 2020)
Berdasarkan hasil observasi para santri terlihat melaksanakan piket yang telah
di bagikan oleh masing-masing Pembina baik itu piket untuk membersihkan di
lingkungan sekolah maupun piket untuk membersihkan diarea asrama dan masjid.
Pembina juga memasukkan pengamalan nilai-nilai Pancasila sila ke tiga ini dalam
kegiatan pembelajaran seperti terlihat di kelas pada materi bahasa Indonesia
mengajarkan siswa untuk tertib saat upacara, berpakaian rapi, cara hormat yang
benar dan mengenai lagu Indonesia Raya serta mengheningkan cipta dalam
pembelajaran.
55
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Implementasi nilai-nilai
Pancasila sila Persatuan Indonesia dilaksankan dengan berbagai cara diantaranya
membudayakan kegiatan gotong royong dalam piket, mengajarkan cinta tanah air
dan lingkungan dengan berbagai cara seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya,
kegiatan Upacara Bendera dan menjaga kebersihan lingkungan.
Selain itu pesantren juga mengadakan kegiatan sholat bersama yang dapat
menjadikan antar siswa lebih akrab dan dapat membaur antar tingkatan. Pesantren
juga membiasakan untuk tertib dalam upacara maupun dalam kegiatan lainnya.
Dalam setiap kelas juga dipasang foto Presiden, Wakil Presiden, serta Burung
Garuda sebagai wujud bangga terhadap bangsa Indonesia, selain itu di dalam
kelas juga dipajang berbagai karya santri seperti hasil daur ulang, menggabar dan
lain sebagainya yang dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap karyanya.
Pembina juga menerapkan penanaman nilai-nilai ini melalui pendidikan formal.
d. Pengamalan Nilai-nilai Sila 4 (Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan) di Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanann Dalam
Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilai demokrasi. Demokrasi harus
dijamin secara bebas tetapi juga harus disertai dengan rasa tanggung jawab,
menjamin hak warga negara untuk menyampaikan pendapat, dan pengambilan
keputusan dilaksanakan secara bulat dan bijaksana disertai dengan rasa kejujuran
dan tanggung jawab.
56
Kegiatan pembinaan di Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja berdasarkan observasi langsung ke lapangan, pembina selalu memberikan
kesempatan kepada santri untuk bertanya ataupun menyampaikan pendapatnya di
dalam kelas maupun di asrama. Hal itu terlihat dengan banyaknya santri yang
bertanya dan menyampaikan pendapatnya di dalam proses pembelajaran. Pembina
juga menanggapi pertanyaan ataupun masukan dari para santri. Hal ini di
ungkapkan oleh salah satu informan yang berinisial (S) mengatakan bahwa :
”Penerapan nilai sila keempat ini lebih kepada pembinaan ekstrakurikuler
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tentang belajar bermusyawarah dan
mufakat” (Wawancara, 17 Maret 2020)
Hal ini juga diungkapkan oleh salah satu informan yang berinisial (S) mengatakan
bahwa :
“Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan setiap apapun atau sekecil apapun masalah-
masalah maka dilakukan dengan musyawarah mufakat. Implementasi tentang
demokrasi dalam pembinaan, santri itu dilatih bermusyawarah, rapat-rapat,
memimpin sidang supaya terbiasa dan bisa mengetahui bagaimana
bermusyawarah dengan baik, mengambil keputuasan yang baik sehingga
keputusan yang diambil itu benar kemudian semua keputusan yang diambil itu
wajib hukumnya dilaksanakan itulah yang di tanamkan dalam pembinaan santri
di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja. Kegiatan sila
keempat ini biasa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM)” (Wawancara, 16 Maret 2020)
Susunan kepengurusan kelas yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan
Bendahara ada dalam setiap kelas. Dalam hal ini santri dilatih untuk dapat
memimpin dan menjalankan tugasnya di kelas. Dalam pemilihan pengurus kelas
dilakukan dengan musyawarah kelas, seperti yang dikemukakan oleh informan
(YP) sebagai berikut:
57
“Sila keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, santri diajarkan bagaimana memutuskan suatu
masalah dengan cara musyawarah dan mufakat agar dapat menghasilkan
keputusan yang baik. Baik itu masalah ketika di asrama maupun di sekolah.
Seperti Pemilihan ketua-ketua kelas dan jajarannya. Hal ini dilakukan untuk
melatih para santri untuk bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya”
(Wawancara, 19 Maret 2020)
Hal lain yang sudah dilakukan pesantren yaitu dengan melatih siswa untuk
berani memimpin teman-temannya. Hal itu dilakukan dengan kegiatan memimpin
baris masuk ke kelas dan memimpin do’a sebelum memulai pembelajaran,
memimpin kegiatan-kegiatan kemasjidan. santri mendapatkan giliran secara
bergantian setiap hari untuk melaksankan tugas tersebut. Berdasarkan observasi,
siswa sudah melaksankan hal tersebut dengan baik. Dalam hal ini Pembina
berperan penting dalam mengawasi para santri dalam menyelesaikan
permasalahan sekecil apapun. Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan yang
berinisial (SP) sebagai berikut :
“Pada sila keempat ini kami sebagai Pembina mengutamakan musywarah untuk
mufakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, walau sekecil apapun itu. Hal
ini juga diterapkan dalam lingkungan pondok pesantren baik itu untuk santri
maupun Pembina, tidak ada yang bisa berjalan dengan sendirinya apabila hanya
sepihak, semua tetap berlandaskan pada ketentuan bersama-sama”. (Wawancara,
19 Maret 2020)
Berdasarkan uraian keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi
nilai-nilai Pancasila sila Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan Perwakilan dalam kegitan pembinaan di Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja yaitu pembina memberikan
kesempatan yang sama kepada santri untuk dapat menyampaikan pendapatnya, di
dalam kelas juga terdapat susunan kepengurusan kelas yang ditentukan dengan
cara musyawarah, dan penyelesaian masalah dengan musyawarah untuk mendapat
58
keputusan yang adil dan bijaksana. Pembina juga memberikan tanggung jawab
kepada santri untuk berani memimpin temannya secara bergantian dalam beberapa
kegiatan seperti memimpin baris, melaksanakan kegiatan kemasjidan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan lainnya.
e. Pengamalan Nilai-nilai Sila 5 (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia) di Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Keadilan artinya memberikan sesuatu hal kepada seseorang sesuai dengan
haknya. Keadilan harus dijiwai oleh hakikat keadilan yaitu adil terhadap diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Keadilan harus diberikan sesuai dan kewajibannya. Kegiatan Pembinaan di
pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja, Pembina memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap santri dalam berpendapat dan Pembina juga
menanggapi pertanyaan atau pendapat santri tersebut tanpa membeda-bedakan
santri. Pembina membina santri sesuai dengan apa yang santri-santri butuhkan Hal
ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh salah satu informan yang berinisial
(S) sebagai berikut :
“Sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dalam pembinaan
ini santri diajarkan berperilaku adil tanpa mebeda-bedakan, adil itu bukan
berarti disama ratakan semua tetapi bagaimana diperlakukan seseorang sesuai
dengan proporsinya sesuai dengan kebutuhan misalnya yang kecil tidak
disamakan dengan yang besar, bagaimana menghadapi santri lain secara adil
kalau sesama sebaya bagaimana memperlakukan santri yang muda dan yang tua
tidak di beda-bedakan antara satu dengan yang lain . dalam pembinaan itu perlu
memang pembinaan secara menyeluruh jadi implementasinya itu melihat kondisi
dari setiap santri.” (Wawancara, 16 Maret 2020)
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh salah satu informan yang berinisial (YP)
mengatakan bahwa :
59
“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, santri diajarkan agar dapat
berbuat adil seperti halnya Pembina memperlakujan mereka dengan adil tanpa
membeda-bedakannya, menjaga keseimbangan hak dan kewajibannya sebagai
santri, gotong royong, kerja bakti yang dilakukan setiap hari Jum’at pagi. Saya
rasa bahwa penerapan nilai-nilai pancasila di pondok pesantren pembangunan
muhammadiyah Tana Toraja sudah di terapkan dengan baik karena di pesantren
secara langsung diterapkan dalam diri santri ketika ada santri tidak
melaksanakannya maka ada sanksi yang akan diberikan.” (Wawancara, 19 Maret
2020)
Dalam kegiatan sehari-hari santri juga tidak memilih-milih dalam berteman.
Santri mau berteman dengan siapa saja di dalam lingkungan pesantren. Pada
dasarnya pembinaan di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah tana
Toraja ini mengutamakan keadilan dalam membentuk karakter santri yang sesuai
dengan nilai-nilai pancasila seperti yang diungkapkan oleh sala satu informan
yang berinisial (SP) mengatakan bahwa :
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebuah keadilan yang sangat
diutamakan pula untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nilai pancasila
yaitu keadilan sosial. Di lingkungan pondok pesantren tidak perbedaan yang
mencakup keluarga, entah dari keluarga yang terhormat, sedang, sampai
kuluarga yang biasa-biasa saja, semua perlakuan tetap disamaratakan. Seperti
halnya fasilitas, makanan, pembinaan dan pembelajaran” (Wawancara, 19 Maret
2020)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi nilai-nilai
sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam kegiatan pembinaan
diwujudkan pembina dengan memberikan kesempatan yang sama kepada para
santri untuk berpendapat dan berlaku adil terhadap santri. pembina juga
memberikan kesempatan sama kepada santri untuk dapat memimpin temannya
dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan pada rana pendidikan formal maupun
melalui rana pendidikan nonformal. Para santri juga terlihat tidak pilih-pilih dalam
berteman.
60
2. Kendala Pembina dalam Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila
dalam Pembinaan Santri
Pada pembinaan santri untuk mengimplementasikan nilai-nilai pancasila
ditemukan berbagai kendala. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
informan S yang mengatakan bahwa :
“Kendala Pembina dalam menerapkan nilai-nilai pancasila di pondok pesantren
itu banyak namun ada beberapa kendala yang memang lebih mendominan
kaitannya dengan pembinaan santri karena sumber atau asal daripada santri-
santri ini inputnya itu beraneka ragam, bermacam-macam ada keanekaragaman
tetapi yang menonjol itu karena santri itu membawa karakter dari kampung
masing-masing. Karena berbedanya karakter-karakter itu maka kita harus lihat
bagaimana karakter-karakter itu bias saling memahami satu sama lain.”
(Wawancara, 16 Maret 2020)
Kepala Pondok menyatakan bahwa lingkungan santri di kampung yang
kurang baik dan kebiasaan di kampung santri yang kurang baik akan terbawa ke
Pesantren, hal itu akan menyulitkan pembina dalam upaya implementasi nilai-
nilai Pancasila di pesantren. Seperti hal yang diungkapkan oleh informan RM
mengatakan bahwa :
“Kendala dalam menerapkan nilai-nilai pancasila karena masih ada beberapa
santri yang memang pada dasarnya susah untuk dibentuk karena faktor
lingkungan santri ketika mereka pulang kampung juga untuk santri yang pulang
pergi kita tidak tahu bagaimana keadaannya diluar sana” (Wawancara 18 Maret
2020)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan SP yang mengatakan bahwa :
“Ada beberapa kendala kami dalam mengimplementasikan nilai-nilai pancasila
salah satunya itu faktor lingkungan asal santri karena tempat asal santri juga
sangat mempengaruhi penanaman nilai-nilai pancasila” (Wawancara, 19 Maret
2020)
61
Hal lain yang menjadi kendala Pembina dalam mengimplementasikan nilai-
nilai pancasila yaitu Karen faktor karakter santri. Setiap santri tentunya
mempunyai karakter yang berbeda-beda. Seperti sulitnya santri untuk dinasihati
itu akan membuat Pembina merasa sulit untuk menerapkan nilai-nilai pancasila
dalam diri santri. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan YP
mengatakan bahwa :
“Kendala kami dalam menerapkan nilai-nilai pancasila saya kira banyak ya
rintangan dan tantangannya seperti perbedaan karakter santri yang berbeda-
beda ya namanya anak-anak pasti ada yang di nasehati satu kali langsung
mendengar ada jga santri yang memang harus diingatkan setiap saat. Seperti
masih ada santri yang harus selalu diingatkan shalatnya, seperti halnya juga
kerja bakti masih perlu untuk di dampingi, masih banyak juga santri-santri yang
tidak sadar akan kewajibannya ketika mereka di asrama” (Wawancara, 19 Maret
2020)
Kemudian kendala yang lainnya yakni kurangnya pemahaman santri terhadap
nilai-nilai pancasila yang sebenarnya, santri yang cenderung terhadap alat
komunikasi seperti gadget, kemudian ada kurangnya pemahaman orang tua
mengenai pembinaan santri seperti pada pembinaan pembelajaran pada santri MI.
seperti yang diunkapkan oleh informan HM mengatakan bahwa :
“Kendala dalam mengimplementasikan nilai-nilai pancasila di MI Pesantren
yakni masih banyak santri-santri yang belum faham tentang pancasiladan
kurangnya dukungan dari orang tua mungkin karena orang tua mereka berfikir
bahwa mereka masih kecil. Tetapi masih ada beberapa orang tua santri yang
sudah memahami tentang pembelajaran yang ada di pesantren” (Wawancara, 22
Maret 2020)
Hal yang sama diungkapkan oleh salah satu informan HP mengatakan bahwa :
“Saya rasa kendala untuk mengimplementasikan nilai-nilai pancasila di
pesantren ini karena kurangnya pemahaman santri mengenai nilai-nilai pancasila
itu sendiri mereka hanya tahu sila-silanya tetapi mereka tidak memahami makna-
makna yang terkandung didalamnya. Jadi saya rasa bahwa perlunya sosialisasi
mengenai pancasila itu sendiri”. (Wawancara, 21 Maret 2020)
62
Dalam mengatasi kendala tersebut pesantren tentunya mempunyai strategi
untuk meminimalisirrnya, upaya yang dilakukan pesantren dengan terus
membiasakan santri dan melaksanakan beberapa program pesantren yang
mendukung implementasi nilai-nilai Pancasila. Upaya yang juga dilakukan
Pembina dalam mengatasi kendala tersebut yakni dengan pembiasaan santri ketika
diasrama, selalu diingatkan, dibimbing, dan selalu diawasi dalam berbagai
kegiatan-kegiatan baik itu pada saat santri berada di sekolah maupun pada saat
santri di asrama.Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan YP mengatakan
bahwa :
“Untuk mengatasi beberapa kendala yang ada pada pembinaan ini maka kami
sebagai pembina membiasakan santri untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang
ada di pesantren dengan terus mengawasi dan mengingatkan” (Wawancara, 19
maret 2020)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kendala yang dialami
pembina dalam implementasi nilai-nilai Pancasila yaitu jika lingkungan santri di
lingkungan masyarakat saat pulang kampung kurang mendukung maka akan sulit
untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila di pesantren, selain itu karakter santri dan
kebiasaan santri di luar pesantren yang kurang baik yang kadang ada yang sulit
untuk dinasehati juga menjadi kendala bagi pembina dalam mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila di pesantren. Upaya yang dilakukan pesantren untuk
mengatasi kendala tersebut yaitu dengan pembiasaan di pesantren, diingatkan di
asrama, dan dilakukan kegiatan-kegiatan positif di pesantren.
63
C. Pembahasan
Pancasila merupakan dasar negara republik Indonesia, yang didalamnya
mengandung nilai-nilai luhur yang harus diamalkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila mengandung nilai-nilai luhur bangsa yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai Pancasila merupakan gambaran
bagaimana kehidupan bernegara harus dijalankan. Nilai-nilai Pancasila tersebut
akan tidak berarti apabila kita sebagai warga negara tidak mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Pada masa sekarang, nilai-nilai luhur Pancasila tampaknya sudah mulai
hilang dari kepribadian masyarakat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran terhadap
nilai-nilai Pancasila. Keutuhan negara serta kedamaian negara akan terganggu jika
hal ini terus terjadi dalam masyarakat Indonesia, dan bukan tidak mungkin kelak
akan sangat mengancam kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila haruslah menjadi pedoman dalam bertindak, untuk itu dilakukan
beberapa cara untuk dapat menanamkan dan mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila pada generasi sekarang.
Cara yang dilakukan yaitu dengan mengimplementasikannya melalui
pendidikan formal dan nonformal, salah satunya Pendidikan yang ada di Pondok
Pesantren. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS pasal 2 yaitu Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa
besar peran lembaga pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila.
64
Generasi muda sejak dini membutuhkan pembinaan untuk mencapai investasi
jangka panjang bagi keluarga maupun Negara yang sangat bermakna bagi
kelangsungan dan kemajuan bangsa. Kemajuan suatu Negara akan banyak
ditentukan oleh kemajuan pembinaan generasi mudanya. Oleh karena itu,
pembinaan generasi muda merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua/
keluarga, masyarakat dan Negara. Pembinaan anak akan dianggap bermakna bagi
masyarakat bila dalam proses pembinaan mampu memberikan bekal kepada anak
berbagai kompetensi yang mampu dijadikan dasar untuk menghadapi dan
memecahkan problema kehidupan.
Pembinaan yang bermakna merupakan upaya untuk membantu generasi muda
untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya, sebagai bekal hidup di masa
depan. Pembinaan generasi muda atau remaja yang baik dan bermakna pada
hakikatnya adalah pembinaan yang mampu mengantarkan dan memberdayakan
potensinya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimilikinya dan pada
akhirnya akan menjadi bekal di masa depan.
Pembinaan harus mampu membekali generasi muda dalam menghadapi
problema kehidupan dan tantangan di masa depan, maka generasi muda
membutuhkan fasilitas dan tempat untuk mendapatkan pembinaan yang baik.
Pesantren adalah salah satu tempat pembinaan remaja yang mampu
mengantarkannya mencapai harapan negara masyarakat dan orang tua dalam
mencapai pembinaan yang baik, karena pesantren merupakan tempat pembinaan
yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW.
65
Pesantren dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama,
umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama
Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab
oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok
(asrama) dalam pesantren tersebut. Di Indonesia terdapat puluhan ribu pesantren,
diantaranya adalah Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja.
Pesantren adalah tempat yang menfasilitasi remaja dalam pembinaan
keagamaan, moralitas dan akhlak yang mulia, baik bagi yang orang tuanya
berkecukupan, maupun yang orang tuanya tidak berkecukupan, atau yang orang
tuanya sibuk dengan pekerjaannya.
Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja merupakan
lembaga yang memiliki program dalam pembinaan keislaman, moralitas dan
akhlak, yaitu aspek Pembinaan ruhiyyah, pembinaan fikriyah, dan pembinaan
jasadiyyah yang dilakukan selama 24 jam dari mulai anak bangun tidur sampai
anak tidur kembali, maka anak yang terdaftar di Pondok Pesantren di panggil
dengan sebutan “santri”.
Santri adalah anak yang mendapatkan pendidikan dan pembinaan keagamaan
yang mendalam sehingga santri menjadi harapan di masa depan sebagai seorang
yang mengemban amanah yang mulia yaitu sebagai pembawa risalah agama Islam
sebagaimana yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW, bahwa agama Islam
adalah agama yang rahmatal lil „alamin.
66
Berdasarkan hasil penelitian terhadap informan kepala pondok/mudir,
pembina, dan guru pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja serta
dilakukannya observasi dan pengumpulan beberapa dokumen maka diperoleh
informasi dan pembahasan sebagai berikut:
1. Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pembinaan Santri di Pondok
Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Berdasarkan hasil penelitian, Pembina Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja sudah berupaya mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dari sila I sampai sila ke V. Pesantren mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dalam berbagai pembinaan santri. Implementasi nilai-nilai pancasila
dicerminkan dalam keseharian antar anggota pesantren, baik antara Pembina
dengan Pembina, Pembina dengan guru, Pembina dengan santri, maupun santri
dengan santri lainnya.
Perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila di pesantren merupakan
miniatur budaya yang ada di Indonesia ras, suku, serta budaya. Namun, di
pesantren hanya terdapat ajaran yang berbasis Islam, sesuai dengan later belakang
pesantren adalah pendidikan Islam pertama kali di Indonesia. Pola dalam
mengamalkan nilai Pancasila santri dapat diimbangi dengan pengetahuan yang
luas untuk memahami arti sila pertama.
Menghargai agama orang lain dalam pendidikan pesantren sudah diterapkan
mulai dulu oleh para ulama. Bukti yang nyata adalah terciptalah sebuah persatuan
yang dikemas dengan kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila
merupakan sublimasi nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat Indonesia
67
beragam suku, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu, damai dan
tenteram tidak ada permusuhan antara satu dan yang lain (Rachmah, 2013). Nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sebagai berikut :
a. Pengamalan Nilai-nilai Sila I (Ketuhanan Yang Maha Esa)
Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan pembinaan santri di pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja yang mengimplementasikan nilai-
nilai pancasila sila I baik dalam pembinaan pendidikan formal maupun nonformal
yakni dengan melaksanakan shalat berjamaah, mengaji, belajar ilmu-ilmu agama,
mengikuti kegiatan-kegiatan kemasjidan, membudidayakan berdo’a sebelum dan
sesudah belajar, memberi salam ketika bertemu pembina maupun guru. Kegiatan
ini dilakukan santri setiap hari.
Selain itu, pada saat santri berada di sekolah masing-masing tingkatan wajib
melaksanakan shalat duhur berjamaah di masjid baik itu untuk santri yang
mondok maupun santri yang pulang pergi. Setiap jam shalat maka para santri akan
segera bergegas ke masjid, Setiap selesai shalat santri melakukan kegiatan dzikir,
dan membaca surah-surah pendek. Selain kegiatan tersebut di pesantren juga
diadakan kegiatan TPA untuk melatih santri yang belum tahu mengaji maupun
belum lancer membaca Al-qur’an. Kegiatan implementasi nilai-nilai pancasila sila
yang pertama di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja
sudah mencerminkan nilai-nilai pancasila sila pertama.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung arti pengakuan adanya
kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa, menjamin penduduk
68
untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya, tidak
memaksa warga Negara untuk beragama, menjamin berkembang dan tumbuh
suburnya kehidupan beragama, bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini
toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing (Tukiran
& Udhie, 2014).
implementasi nilai-nilai Pancasila sila pertama menurut Ketut Rindjin yaitu
sembahyang, berdoa, membaca buku suci, berguru pada tokoh agama, serta
mempunyai toleransi agama/ kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ketut
Ridjin, 2012: 192).
b. Pengamalan Nilai-nilai Sila II (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
Pembinaan di pondok pesantren pembangunan muhammadiya Tana Toraj
menunjukkan adanya ilmplementasi nilai-nilai pancasila sila kedua. Berdasarkan
hasil penelitian dapat dilihat bahwa implementasi nilai-nilai kemanusian Yang
Adi dan Beradab dengan membiasakan santri untuk mengembangkan budaya
sapa, salam dan saling menghormati baik itu kepada Pembina, guru, ataupun
sesama teman. Kegiatan ini dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari santri baik
ketika mereka di sekolah, asrama maupun ketika diluar lingkungan pesantren.
Pembina dalam mendidik santri memberikan contoh yang sesuai terlebih dahulu
seperti ketika menegur santri dengan kata-kata yang baik dan sopan.
Pembina juga memberikan kesempatan yang sama kepada santri-santri tanpa
harus melihat latar belakang santri dalam proses pembinaan. Hal ini dilihaty
ketika Pembina memberikan kesempatan santri dalam berpendapat, memimpin
santri lain secara bergiliran, dan juga pembagian piket harian secara adil. Santri
69
juga telihat mempunyai kepedulian terhadap santri lain seperti saling berbagi,
saling membantu bekerja sama dalam kegiatan piket dan saling menhormati satu
sama lain.
Darmdiharjo (1996) dalam Kaelan (2010: 81) bahwa konsekuensi nilai yang
terkandung dalam Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, menjunjung tinggi hak asasi
manusia, menghargai kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, agama,
ras keturunan, dan status sosial. Mengembangkan sikap saling mencintai sesame
manusia, saling meghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
c. Pengamalan Nilai-nilai Sila III (Persatuan Indonesia)
Implementasi nilai-nilai Pancasila sila Persatuan Indonesia di Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja dilaksanakan berbagai cara. Baik itu
melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Menanamkan rasa
cinta bangsa dan tanah air, Pembina mau pun guru memulainya dengan hal-hal
yang ada di lingkungan sekitar yaitu dengan mengadakan piket, menjaga
kebersihan lingkungan, menyanyikan lagu Indonesia raya.
Kegiatan piket di sekolah di semua tingkatan masing-masing, begitupun
ketika santri berada di asrama dengan pembagian setiap santri mendapat bagian
yang sama setiap minggunya dan untuk pembagian kelompok piket setiap
Pembina mempunyai pertimbangan tersendiri sesuai dengan keadaan santri. Setiap
hari senin para santri wajib melaksanakan upacara bendera dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Nilai yang terkandung dalam sila ketiga yang lain yaitu nilai
70
persatuan, Pembina melaksanakan pembagian kamar santri dengan membaurkan
santri-santri tanpa membeda-bedakan tingkatan sekolah, suku maupun ras.
Maka dengan itu santri memiliki rasa satu kesatuan satu dengan lainnya tanpa
harus membeda-bedakan antar tingkatan. Sila ketiga ini lebih di terapkan di
pendidikan formal seperti dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan para
santri diajarkan tentang sejarah bangsa dan Negara, perjuangan para pejuang
untuk memerdekakan Negara dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
menumbuhkan santri untuk cinta tanah air.
Hasil penelitian sesuai dengan nilai-nilai sila ketiga menurut Rukiyati dkk
(2013: 61) menyatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sila
Persatuan Indonesia adalah nasionalisme, cinta bangsa dan tanah air, menggalang
persatuan dan kesatuan bangsa, menghilangkan penonjolan atau kekuasaan
keturunan dan perbedaan warna kulit serta menumbuhkan rasa senasib dan
seperjuangan.
d. Pengamalan Nilai-nilai Sila IV (Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan)
Implementasi nilai-nilai Pancasila sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dalam kegiatan pendidikan
formal di pesantren yaitu guru memberikan kesempatan yang sama kepada santri
untuk menyampaikan pendapatnya, seperti pada saat pembelajaran santri
dibolehkan bertanya, menyampaikan jawaban dan idenya. Pada pembinaan
pendidikan formal di ruang kelas terdapat susunan kepengurusan kelas yaitu
71
ketua, sekretaris dang bendahara. Penentuan kepengurusan kelas dilaksanakan
secara musyawarah.
Begitupun dalam pendidikan nonformal seperti dalam kegiatan rapat Ikatan
Pelajar Muhammadiyah santri diberikan untuk berpendapat maupun memberikan
gagasannya, maupun pemilihan kepengurusan dilakukan secara musyawarah
mufakat. Pada saat santri-santri berada di asrama tentunya pernah ada suatu
masalah. Masalah dapat terjadii antara santri dengan santri, santri dengan Pembina
maupun Pembina dengan Pembina.
Namun yang paling sering terjadi adalah masalah santri dengan santri yang
berbeda pendapat, saling mengejek, melanggar peraturan dan lain sebagainya
yang menimbulkan konfik dan permusuhan antar santri. Dalam menghadapi
konflik antar santri tersebut Pembina menyelesaikan masalah tersebut dengan
musyawarah untuk mendapatkan keputusan yang adil dan bijaksana. Pembina
akan mencarikan solusi dengan bermusyawarah terhadap Pembina-pembina lain
untuk menyelesaikan masalah, memberikan sanksi kepada santri seadil adilnya
sehingga para santri tidak menimbulkan masalah lagi.
Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Kelan (2010: 82), menyatakan bahwa
dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup bernegara. Rukiyati (2013: 62) juga menyatakan bahwa
hakikat utama sila keempat ini adalah demokrasi dan permusyawaratan.
Demokrasi dalam arti umum yaitu, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Permusyawaratan artinya mengusahakan putusan bersama secara
bulat, baru setelah itu diadakan tindakan bersama.
72
e. Pengamalan nilai-nilai sila V (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia)
Implementasi nilai-nilai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam pembinaan diwujudkan Pembina dengan memberikan kesempatan yang
sama kepada santri untuk berpendapat dan berlaku adil terhadap santri. Pembina
menanggapi pendapat santri tanpa membeda-bedakan tingkatan santri. Santri juga
tidak pilih-pilih dalam berteman. Santri mau berteman dengan siapa sja baik itu
bukan teman sekamarnya atau teman sekelasnya.
Santri juga saling berbagi dengan santri lainnya. Hal ini ditunjukkan ketika
santri pulang kampung dan membawa beberapa makanan. Makanan itu dibagikan
ke teman-teman lainnya. Dalam keseharian santri di asrama saling berbagi satu
sama lain baik itu berbagi makanan maupun yang lainnya. Dengan berbagi
kebiasaan dan kegiatan tersebut diharapkan santri dapat menerapkan nilai-nilai
keadilan sosial dalam kehidupan sehari-harinya.
Rukiyati dkk (2013: 63) menyatakan pokok pikiran yang perlu dipahami
dalam sila kelima ini adalah kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam
arti dinamis dan meningkat, seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan
bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing, serta melindungi yang
lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai bidangnya. Nilai
keadilan harus tercermin dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
73
2. Kendala Pembina dalam Mengimplentasikan Nilai-nilai Pancasila dalam
Pembinaan Santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah
Tana Toraja
Kendala Pembina dalam mengimplementasikan nilai-nilai pancasila ada
beberapa yaitu karena faktor lingkungan atau masyarakat kurang mendukung
ketika santri belum memasuki lingkungan pesantren dan juga ketika santri pulang
kampung membuat Pembina sulit menerapkan nilai-nilai pancasila dalam diri
santri. Pembina sudah menanamkan nilai-nilai pancasila di pesantren namun
apabila di lingkungan rumah santri mendapatkan contoh yang kurang baik dari
lingkungan keluarga maupun masyarakat tepat asal santri, maka hal ini akan
mempengaruhi keberhasilan penanaman nilai-nilai pancasila pada santri. Hal ini
sependapat dengan pendapat Rita Eka dkk (2013: 16) yang menyatakan bahwa
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak yaitu pola asuh
dan kasih sayang dari orang tua. Bagaimana individu terbentuk dapat dipengaruhi
oleh pembiasaan-pembiasaan yang terjadi pada situasi rumah.
Hal lain yang menjadi kendala Pembina dalam mengimplementasikan nilai-
nilai pancasila di pondok pesantren pembangunan muhammadiyah Tana Toraja
yaitu karakter santri. Setiap santri tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil observasi, ada beberapa santri yang sulit untuk di nasihati
terutama santri yang pulan pergi. Santri yang sulit dinasihati ini akan menyulitkan
Pembina dalam mengarahkan santri untuk dapat mengimplementasikan nilai-nilai
pancasila. Kendala yang lainnya juga yakni kurangnya pemahaman santri tentang
nilai-nilai pancasila.
74
Upaya yang dilakukan Pembina dalam mangatasi kendala ini yakni dengan
bekerja sama dengan pimpinan pondok pesantren untuk mencarikan solusi
bersama, dengan membiasakan santri hidup di lingkungan pesantren, terus
diingatkan ketika melanggar, dan membiasakan santri mengamalkan nilai-nilai
pancasila baik dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan nonformal
yang ada di pondok pesantren pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja dan
lebih memahamankan nilai-nilai pancasila kepada para santri.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Implementasi nilai-nilai pancasila dalam pembinaan santri di pondok pesantren
pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja di implementasikan secara baik dan
menyeluruh baik itu melalui pembinaan pendidikan formal maupun pembinaan
pendidikan nonformal.
2. Kendala Pembina dalam mengimplementasikan nilai-nilai pancasila di pondok
pesantren pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja yakni karena faktor
lingkungan atau masyarakat yang kurang memadai, faktor karakter santri yang
berbeda-beda membuat Pembina sulit membentuk sikap santri yang sesuai dengan
nilai-nilai pancasila, dan kurangnya pemahaman santri terhadap nilai-nilai
pancasila itu sendiri.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat memberika saran
sebagai berikut :
1. Kepada Pondok Pesantren sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab
terhadap implementasi nilai-nilai pancasila baik di asrama maupu di sekolah pihak
pesantren memberikan dukungan berupa program-program yang berkaitan dengan
implentasi nilai-nilai pancasila terhadap santri-santri
2. Kepada Pembina maupun guru harus memberika teladan terhadap santri
tentang implemntasi nilai-nilai pancasila baik di lingkungan asrama, sekolah
maupun lingkungan masyarakat.
76
3. Bagi orang tua semestinya ikut mendukung implementasi nilai-nilai pancasila
baik ketika santri di pesantren maupun di rumah terlebih terhadap lingkungan
masyarakat yang ada di Toraja.
4. Bagi santri agar senantiasa membiasakan diri untuk mengimplementasikan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
77
DAFTAR PUSTAKA
Bagong S, Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial :Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Kencana
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta :
Pusat Bahasa, 2008), hlm.1197.
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan : Perkembangan Peserta Didik,
(Bandung: Pustaka Setia 2008), hal 85
Hurlock, Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya,
(Yogyakarta : UGM Press, 2006), hlm. 99
Kaelan (2002) Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Paradigma.Yogyakarta.
Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Labovitz S & Hegedorn R. 1981. Metode Riset Sosial. Jakarta Pusat: Erlangga
Moleong, J (2004) Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Mangunhardjana, Pembinaan : Arti Dan Metodenya, ( Yogyakarta : Kanisius,
1986), h. 8.
M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren
di Tengah Arus Perubahan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 82
Maftuh, Bunyamin. 2008. Internalisasi nilai-nilai Pancasila dan Nasionalisme
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan: Jurnal Penelitian Vol II No. 2
Juli ( http://id.portalgaruda.org.com, diakses pada 25 agustus 2019
Mulyana Rohmat, (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung,
Alfabeta.
Mulyasa, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakter, dan
Implementasi, Cet. I, Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang,
2008), hlm. 30
78
Moleong, Lexy J.. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sujarwo, Metodologi Penelitian Sosial (Bandar Lampung : CV Mandar Maju,
2001), h. 45
Setyo B. 2005. Dasar-dasar Metodologi Penelitian dalam ilmu keolaragaan
Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang
Lembaga Penelitian
Sudjana, N. (1996) Metode Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sutrisno Hadi, Metodologi Rasearch, Jilid II, Andi Offset, Yogyakarta, 2001, hal.
136
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :
Rosdakarya.
2003, Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan
bernegara, Sinar Grafika, Jakarta
Rukiyati, Purwastuti, L.A., Dwikurniani,D., et al. (2013). Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: UNY Press.
Hendri, Cecep Darmawan, Muhammad Halimi, 2018, Penanaman nilai-nilai
Pancasila pada Kehidupan Santri di Pondok Pesantren, Media Kajian
Kewarganegaraan, Vol. 15 No. 2 Tahun 2018,
(https://journal.uny.ac.id/index.php/civics/index)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Informan Wawancara
Daftar informan Penelitian
Informan I
Nama Lengkap : Sudirman, S.Pd., M.Pd (S)
Jenis kelamin/ Usia : Laki-laki/55 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Mudir/Direktur Pesantren Pembangunan Muhammadiyah
Tana Toraja
Informan II
Nama Lengkap : Sudarman, S.Pd., M.Pd (S)
Jenis Kelamin/Usia : Laki-laki/
Agama : Islam
Jabatan : Wakil Mudir
Informan III
Nama Lengkap : Arwin Para’pak, S.Pd.i (AP)
Jenis Kelamin/Usia : Laki-laki/
Agama : Islam
Jabatan : Pembina Asrama Putra
Informan IV
Nama Lengkap : Roy Makkasau (RM)
Jenis Kelamin/Usia : Laki-laki/31 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Pembina Asrama Putra/Staff SMK
Informan V
Nama Lengkap : Surniwati Patiku, S.Hum (SP)
Jenis Kelamin/Usia : Perempuan/42 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Pembina Asrama Putri
Informan VI
Nama Lengkap : Yusnadia Palimbung, S.Pd (YP)
Jenis Kelamin/Usia : Perempuan/ 41 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Pembina Asrama Putri
Informan VII
Nama Lengkap : Bintoro Hadi, S.Pd (BH)
Jenis Kelamin/Usia : Laki-laki/49 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Kepala Sekolah SMP Pesantren Pembangunan
Muhammadiyah Tana Toraja
Informan VIII
Nama Lengkap : Hasdar Pakiding, S.Pd (HP)
Jenis Kelamin/Usia : Laki-laki/28 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Pelatih Ekstrakurikuler Tapak Suci
Informan IX
Nama Lengkap : Hajar Mardatillah, S.Pd (HM)
Jenis Kelamin/Usia : Perempuan/ 26 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Guru Madrasah Ibtidaiyah
Lampiran II
Pedoman Lembar Observasi Santri
Nilai-nilai Pancasila Kegiatan santri
Nilai Ketuhanan
Shalat berjamaah, mengikuti kegiatan kemasjidan,
shalat tepat waktu, mengaji, memberi salam,
berdo’a sebelum dan sesudah belajar.
Nilai Kemanusiaan
Saling menhargai, tidak membeda-bedakan teman,
bersikap adil, melaksanakan hak dan kewajiban
sebagai santri.
Nilai Persatuan Mengikuti upacara bendera, bergotong royong,
melaksanakan piket harian.
Nilai Kerakyatan
Mengeluarkan pendapat, ikut berpartisipasi dalam
kegiatan masyarakat, bermusyawarah dalam
kegiatan bersama
Nilai Keadilan Saling tolong menolong, tidak membeda-bedakan
suku, ras, bersikap adil.
Lembar Observasi Pembina
No.
Aspek yang diamati
Penilaian
Ya Tidak
1 Pembina memberikan arahan kepada santri
2 Pembina memberi sanksi kepada santri yang
melanggar
3 Pembina memberikan pembelajaran kepada santri
4 Pembina membimbing santri dalam setiap kegiatan
5
Intrumen Penelitian Wawancara
Pedoman Wawancara Mudir/Kepala Pondok
NO Pertanyaan
1. bagaimana strategi pondok dalam mengimplementasikan pengamalan sila
pancasila dalam pembinaan santri ?
2. Bagaimana peran kepala pondok dan Pembina dalam
mengimplementasikan pengamalan sila pancasila dalam pembinaan santri ?
3. Bagaimana penerapan nilai-nilai pancasila yang diterapkan Pembina
kepada santri ?
4. Apa saja kegiatan santri yang berkaitan dengan nilai-nilai pancasila di
pondok pesantren ?
5. Apa kendala pembina dalam menerapkan nilai-nilai pancasila di pondok
pesantren
6. Apa yang bapak lakukan dalam mengatasi kendala Pembina
mengimplementasikan nilai-nilai pancasila ?
Pedoman Wawancara Pembina
NO Pertanyaan
1. Bagaimana Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pembinaan santri di
pondok pesantren ?
2. Apa saja kegiatan santri yang berkaitan dengan nilai-nilai pancasila di
pondok pesantren ?
3. Apakah nilai-nilai pancasila sudah diterapkan dengan baik pada santri ?
4. Bagaimana pendapat bapak/ibu tentang santri yang pulang pergi ?
5. Apa kendala Bapak/Ibu dalam menerapkan nilai-nilai pancasila pada
pembinaan santri ?
6. Upaya apa yang Bapak/Ibu lakukan dalam mengatasi kendala penerapan
sila pancasila dalam pembinaan ?
Lampiran III
Dokumentasi
Lingkungan Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana toraja
Asrama Putra
Asrama Putri
Ruang Belajar SMP Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Ruangan Belajar SMK Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Struktur Organisasi Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana
Toraja
Kegiatan santri di Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja
Wawancara Peneliti dengan Informan
RIWAYAT HIDUP
Sumarni, Lahir pada tanggal 10 Januari 1997 di
Gandang batu, Kecamatan Gandang Batu Sillanan,
Kabupaten Tana Toraja. Anak ke enam dari delapan
bersaudara dari pasangan, Ayahanda Mustakin Upa’ dan
Ibunda Karia. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun
2003 di SDN Lolu dan tamat tahun 2009, kemudian
melanjutkan sekolah di MTsN Palu Selatan pada tahun yang sama dan tamat pada
tahun 2012, kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMK Pesantren
Pembangunan Muhammadiyah Tana Toraja lulus pada tahun 2015. Pada tahun
2015 penulis melanjutkan pendidikan pada program strata satu (S1) di Universitas
Muhammadiyah Makassar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),
jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Semasa kuliah penulis aktif
di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Hima Prodi PPKn dan Tapak Suci Putra
Muhammadiyah, dan sekarang sedang dalam proses menyelesaikan program
studi S1.
Recommended