View
224
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
51
III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN
BURUNG AIR
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur komunitas makrozoobentos
di Percut Sei Tuan terkait dengan kekayaan spesies, keanekaragaman spesies,
kesamaan spesies, dan biomassa. Penelitian dilakukan di 10 plot yaitu Bagan
Percut (3 plot), Pematang Lalang (1 plot), Tanjung Rejo (5 plot) dan Pantai Labu
(1 plot). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 dan identifikasi dilakukan
pada bulan Nopember 2010 sampai Mei 2011. Pengambilan sampel menggunakan
sweep-netdan pipa paralon. Waktu pengamatan dilakukan saat air laut surut, pada
lokasi mencari makan burung air. Komunitas makrozoobentos dikalkulasi
menggunakan Shannon, eveness dan similaritas indeks. Kesamaan antar
komunitas ditunjukkan dengan dendrogram. Hasil penelitian menunjukkan di
Percut Sei Tuan ditemukan 26 spesies makrozoobentos, yang termasuk dalam 20
famili dan empat klas. Komunitas makrozoobentos di Percut Sei Tuan mempunyai
tingkat keanekaragaman sebesar 2,68 dan tingkat keanekaragaman tiap lokasi
berkisar antara 0,00 2,26. Berdasarkan jumlah spesies (10 spesies) dan jumlah
individu, bivalvia merupakan klas yang paling banyak ditemukan. Sinonovacula
virens merupakan spesies yang mendominasi dan hanya ditemukan di Bagan
Percut. Hasil analisis terhadap faktor fisik dan kimia perairan meliputi (kedalaman
sedimen, salinitas, pH, ketinggian air, kecerahan dan BOD) menunjukkan
pengaruh yang signifikan 85% terhadap kehadiran spesies makrozoobentos di
lokasi penelitian. Hasil analisis indeks kesamaan spesies yang ditunjukkan
dendrogram menghasilkan enam kelompok komunitas makrozoobentos. Percut
Sei Tuan ditemukan sebanyak 15 spesies, 18 spesies di Pematang Lalang, 23
spesies di Tanjung Rejo, dan 13 spesies di Pantai Labu. Biomassa tertinggi
ditemukan di Tanjung Rejo.
Kata kunci: makrozoobentos, komunitas, Sumatera Utara, Percut Sei Tuan
52
III MACROZOOBENTHOS COMMUNITY AS FOOD OF WATERBIRDS
Abstract
The objective of the research was to analyze the structure of
macrozoobenthos community in Percut Sei Tuan regarding its species richness,
species diversity, evenness and biomass. Ten plots, namely Bagan Percut (3
plots), Pematang Lalang (1 plot), Tanjung Rejo (5 plots), and Pantai Labu (1 plot)
were selected as samples. The research was conducted in October 2010 until May
2011. The data on macrozoobenthos from each plot were collected using sweep-
net method and core samples. Macrozoobenthic observation were conducted from
feeding ground of waterbirds depend on tide cycle. Macrozoobenthic community
was calculated with Shannon, evenness and similarity indences. Similarity among
communities were presented by a dendrogram. Sediment depth was showed by
sediment profiles. Physical and chemical factor were analyzed with a stepwise
regression. The research revealed that there were 26 species of macrozoobenthos
in Percut Sei Tuan belonging to 20 families and four classes. The diversity index
of the macrozoobenthic community in Percut Sei Tuan were 2.68 and the diversity
indices in each plot as the research site ranged 0 2.26. Based on the species and
number of individuals, bivalves were the highest in the community. Sinonovacula
virens was dominant and only found in Bagan Percut. Sediment profile between
plots ranged 20-155 cm. The analysis to physical and chemistry factor (i.e.
sediment, water depth, pH, BOD, salinity and turbidities) showed significant
effect up to 85% for species macrozoobenthos presence. Dendrograms analysis
showed that there were six major macrozoobenthic communities. The highest
spesies number was found in Tanjung Rejo (23 spesies) followed by Pematang
Lalang (18 species), Pantai Labu (13 species) danBagan Percut(15 species). The
highest biomass was found in Tanjung Rejo.
Key Word: Macrozoobenthos, Community, North Sumatera, Percut Sei Tuan
53
PENDAHULUAN
Makanan merupakan faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup
makhluk hidup termasuk burung air. Burung merupakan konsumer penting pada
komunitas intertidal, burung membutuhkan energi yang tinggi dan efisiensi dalam
memperoleh makanan (Botto et al. 1998). Burung air membutuhkan makanan
sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai proses fisiologi dalam
kelangsungan hidupnya diantara untuk bergerak, berbiak, dan interaksi dengan
burung air lainnya. Makanan merupakan sumber daya yang sangat penting dalam
banyak aspek bagi ekologi burung (Wiens 1989).
Meskipun banyak jenis makrozoobentos yang hidup di wilayah pasang
surut, hanya sebagian yang dapat dijadikan sebagai makanan yang
menguntungkan bagi burung air. Makrozoobentos merupakan hewan invertebrata
yang hidup didasar substrat (sedimen) yang umum ditemukan di perairan
(Fredrickson-Knapp 2001). Makrozoobentos adalah organisme tidak bertulang
belakang yang hidup di dasar perairan dengan ukuran > 1 mm (van der Graaf et
al. 2009). Komunitas makrozoobentos merupakan hewan dasar yang hidup di
sedimen dasar perairan, baik yang merayap, menggali lubang atau melekatkan diri
pada substrat (sessile) (Odum, 1993).
Peranan makrozoobentos dalam jaring-jaring makanan adalah sebagai
organisme pengurai dan penyaring. Keberadaan makrozoobentos erat kaitannya
dengan kondisi substrat sebagai tempat hidupnya. Perubahan kondisi fisik dan
kimia yang terjadi pada perairan akan berpengaruh pada sedimen dan selanjutnya
akan mempengaruhi kehidupan zoobentos.
Makrozoobentos merupakan sumber makanan primer bagi burung air, baik
migran maupun burung penetap. Bagi burung migran kelimpahan dan
ketersediaan makrozoobentos merupakan makanan yang penting sebagai sumber
energinya (Fredrickson-Knapp 2001). Untuk wilayah Asia terdapat 5 kelompok
mangsa sebagai sumber makanan yang penting bagi burung pantai, yaitu Bivalvia,
Gastropoda, Crustacea, Polychaeta, dan Pisces (ikan) (Howes et al. 2003).
Bagi burung migran faktor yang mendorong terjadinya migrasi adalah
makanan dari kelompok makrozoobentos. Burung air memiliki strategi dalam
54
mencari makan disesuaikan dengan morfologi dari masing-masing spesies, hal ini
untuk mengurangi kompetisi dan kekurangan sumber makanan pada suatu area
mencari makan yang dipenuhi beranekaragam jenis burung air (Lee 2007; Botto et
al. 1998).
Burung air (Anseriformes, Charadriiformes, Ciconiiformes,
Pelecaniformes dan Procellariformes) memiliki variasi morfologi untuk
mengeksploitasi lahan basah, seperti bentuk paruh yang bervariasi, leher panjang,
kaki panjang dan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan kemampuan mencari
makan spesies pada ketinggian air dan makanan yang berbeda (Baker 1979).
Kebutuhan makan burung air tergantung pada beberapa faktor antara lain:
kepadatan mangsa, ukuran mangsa, kandungan kalori, kemampuan mencerna,
aktivitas, dan kemampuan memperoleh makan dari makanan yang tersedia
(Zwarts & Blomert, 1992; Zwarts et al. 1990b). Kepadatan makrozoobentos
merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung pantai. Kepadatan
burung air sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan biomassa makrozoobentos,
substrat, kemampuan burung mendeteksi mangsa, predator, lama waktu pasang
dan kehadiran manusia (De Boer 2002).
Kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan faktor yang
sangat penting untuk menentukan kualitas habitat bagi burung air dan burung
pantai, karena burung-burung ini mengkonsumsi makrozoobentos sebagai sumber
makanan dalam jumlah besar (Lee 2007). Ketersediaan makrozoobentos ini
dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik diantaranya, pasang surut, karakteristik
sedimen, morfologi lumpur, luas hamparan lumpur, kepadatan spesies burung
pantai dan predator.
Kondisi fisik sedimen yang terbentuk akibat pasang surut akan
mempengaruhi ketersediaan mangsa dan secara langsung akan mempengaruhi
perilaku dan distribusi burung air. Sedimen yang lembut dan lembab akan
mempengaruhi keberhasilan burung air memperoleh mangsa dalam sedimen dan
mempermudah pergerakan burung air selama aktivitas mencari makan
berlangsung (Velasquez & Navarro 1993). Sedimen yang lunak akan
memudahkan penetrasi paruh burung air untuk mendeteksi keberadaan mangsa
dan memperolehnya secara cepat (Zwarts et al. 1990b).
55
Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang
mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Penyebaran makrobenthos
berkorelasi dengan tipe substrat. Odum (1993) menyatakan substrat dasar atau
tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan
organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan
komposisi jenis dari hewan bentos.
Pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi,
kelimpahan dan mortalitas sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu dapat
menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan
oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken 1988). Penyebaran organisme
bentos secara horizontal dan vertikal sangat dipengaruhi oleh salinitas. Salinitas
secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi organisme
dalam suatu ekosistem (Odum 1993).
Konversi mangrove menjadi lahan perkebunan dan pembangunan darmaga
serta tempat pelelangan ikan di Percut Sei Tuan akan mempengaruhi luas area
mencari makan burung air dan mempengaruhi kualitas lingkungan tempat burung
air mencari makan akibat aktivitas perdagangan, perkebunan, pertambakan dan
aktivitas lainnya. Keadaan ini secara langsung akan mempengaruhi kehadiran,
distribusi dan komposisi makrozoobentos sebagai sumber makanan burung air.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis makanan burung air
pada beberapa tipe habitat meliputi: keanekaragaman, kekayaan dan komposisi
makrozoobentos
Bahan dan Metode
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2010 sampai April
2011 di hamparan lumpur yang dipergunakan oleh burung air untuk mencari
makan dan tempat beristirahat secara bersama-sama. Untuk mengetahui potensi
sumber makanan yang terdapat di wilayah penelitian dilakukan pengambilan
contoh pada 10 plot dengan 10 ulangan/titik masing-masing dilakukan hanya
sekali, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa selama penelitian berlangsung
56
dianggap tidak terdapat perubahan yang terlalu berarti (Gambar 18). Pemilihan
plot didasari oleh luas lahan (hamparan lumpur) dan pentingnya satu lokasi bagi
burung air.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, GPS, pipa
paralon, ayakan 1 mm, termometer, refraktrometer, pH meter, tali, gunting, jangka
sorong, mistar kayu (200 cm), tanur 1000oC, oven, alkohol 70 aquades, botol
terang dan gelap, bahan-bahan kimia lain untuk mengukur DO dan BOD, kantung
plastik untuk menyimpan sampel tanah/lumpur, botol koleksi.
Gambar 18 Peta pengambilan sampel makrozoobentos.
Profil Sedimen
Pengukuran kedalaman substrat dilakukan pada hamparan lumpur (saat air
laut surut), sawah dan tambak yang digunakan burung air untuk mencari makan
menggunakan mistar kayu. Pengukuran profil sedimen pada hamparan lumpur
dilakukan pada arah Utara dan Timur sampai mistar benar-benar menyentuh dasar
sedimen dan tidak dapat bergerak lagi dengan membuat transek sepanjang 150 m
57
arah utara dan 100 m arah timur kompas (disesuaikan dengan luas hamparan
lumpur).
Pengukuran profil sedimen sawah dilakukan pada sawah dan tidak aktif
karena terkena banjir akibat air pasang yang digunakan oleh burung air untuk
mencari makan. Pengukuran dilakukan secara silang, hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan panjang transek yang maksimal, karena luas sawah dan tambak
berbeda dengan hamparan lumpur (Gambar 19 dan 20).
Gambar 19 Skema pengukuran kedalaman sedimen di hamparan lumpur.
Gambar 20 Skema pengukuran kedalaman sedimen di sawah dan tambak.
Pengukuran Parameter Fisika Kimia
Pengukuran kimia sedimen (bahan organik dan tekstur sedimen) dilakukan
di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Pengukuran DO dan BOD dilakukan di laboratorium Ekologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Pengukuran suhu, kecerahan, salinitas dan pH dilakukan di lokasi penelitian, alat
dan metode yang digunakan pada penelitian terdapat pada Tabel 16.
58
Tabel 16 Pengukuran faktor fisik, kimia dan biologi, alat dan metode
No Variabel Satuan Alat/metode
A. Faktor Fisik
1. Suhu 0C Termometer 2. Kecerahan Cm Secchi disk
B. Faktor Kimia
3. Salinitas 0/00 Refraktometer 4. pH - pH meter
5. Oksigen terlarut (DO) Mg/l Titrasi Winkler
6. BOD5 Mg/l Titrasi Winkler
C. Kimia sedimen
7. Bahan organik % Pembakaran sedimen
D. Tekstur Sedimen
8. Analisis ukuran butir Analisis saringan (sieve Analysis)
9. Tekstur sedimen Segitiga tekstur tanah (USDA 2009)
E. Biologi
10. Makrozoobentos Ind/m2 Pipa paralon/sweepnet
Tekstur Sedimen
Tekstur sedimen dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan
komposisi pasir, debu dan liat. Selanjutnya sedimen tersebut dianalisis
menggunakan software segitiga tekstur tanah dengan macromedia flash player 7
(http://abuzadan.staff.uns.ac.id) (Gambar 21).
Gambar 21 Segitiga untuk mengetahui tekstur sedimen
(http://abuzadan.staff.uns.ac.id).
http://abuzadan.staff.uns.ac.id/http://abuzadan.staff.uns.ac.id/
59
Pengambilan Contoh Makrozoobentos
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada 10 plot (tiga plot
Bagan Percut, satu plot Pematang Lalang dan Pantai Labu, lima plot Tanjung
Rejo). Untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan oleh burung air digunakan
dua metode, yaitu:
a. Pengambilan contoh pakan menggunakan pipa paralon (Swennen & Marteijn
1985 dalam Howes et al. 2003). Metode ini melalui beberapa tahapan sebagai
berikut:
1. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada areal burung air mencari makan
sebanyak 10 pipa paralon pada masing-masing lokasi sampai kedalaman
40 cm, hal ini dimaksudkan untuk dapat mengambil mangsa yang bergerak
cepat secara vertikal, serta mangsa yang hanya dapat diambil oleh burung
berparuh panjang.
2. Sedimen yang diperoleh dari masing-masing pipa paralon pada tiap lokasi
selanjutnya dimasukkan kedalam ember dan dicampur dengan air.
3. Sedimen yang telah dicampur air selanjutnya diayak, sehingga partikel
atau organisme yang ukurannya lebih besar dari 1 mm dapat disaring dan
tertinggal dalam ayakan.
b Pengambilan contoh pakan menggunakan sweep net. Pengambilan sampel
hanya dilakukan pada plot yang berairan (tambak, dua plot hamparan lumpur
(Bagan Percut 2 dan Tanjung Rejo 4), tempat burung merandai mencari
makan. Sampel diambil dengan cara mencelupkan sweep net dengan hati-hati
dan menariknya sejauh 1 m (dengan demikian volume air yang disampel
adalah 0,1 m3).
Selanjutnya makrozoobentos yang tersaring dipisahkan berdasarkan lokasi
pengambilan sampel dan disimpan didalam plastik yang telah diberi alkohol 70%
untuk selanjutnya sampel hewan tanah ini diidentifikasi di laboratorium sampai
tingkat spesies dengan menggunakan buku identifikasi oleh Dharma (2005), Pratt
(1951), Henry dan Pratt (1935) dan selanjutnya dihitung biomassanya.
60
Pengukuran Biomassa
1. Pengukuran biomassa dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Makrozoobentos yang telah diidentifikasi dikelompokkan dan dihitung
jumlah kemudian disimpan dalam cawan petri yang telah diberi label.
2. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100C selama 2 hari untuk
mendapatkan berat kering yang konstan dan selanjutnya ditimbang beratnya.
3. Sample dikering abukan dalam oven dengan suhu 600C selama 4 jam.
Selanjutnya dihitung berat bersih dengan demikian akan diketahui secara pasti
kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan
burung air.
Pada penelitian ini polychaeta tidak dihitung biomassanya karena telah luruh
selama proses pengambilan sampel berlangsung.
Analisis Data
Indeks Keanekaragaman Jenis
Untuk menentukan indeks keanekaragaman makrozoobentos digunakan
Indeks Shannon (Magurran 1988) yaitu:
spilnpi'H
1i Indeks Shannon
ntosmakrozoobetotal
ikespesiesntosmakrozoobepidengan
Indeks Kemerataan Jenis (E)
Untuk menentukan indeks kemerataan jenis makrozoobentos digunakan
Indeks Shannon (Magurran 2004) yaitu:
Sln/'H'J
dengan S = jumlah spesies
61
Indeks Kesamaan Spesies
Untuk mengetahui kesamaan atau perbedaan komposisi spesies
makrozoobentos pada 10 plot digunakan indeks kesamaan Jaccard (Magurran
1988; 2004):
cba
aCJ
Dengan Cj = indeks kesamaan Jaccard
a = jumlah spesies yang dijumpai pada kedua lokasi
b = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 1
c = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 2
Biomassa Makrozoobentos
Berat kering bebas abu dihitung menggunakan rumus:
ADW (gr) = Berat X Berat Y
Dimana : X = berat awal spesies 1, 2,...dst
Y = berat akhir spesies 1, 1,.. dst setelah jadi abu
Dimana: Bj = biomassa semua spesies
LA = luas area (r2 X n)
n = jumlah pipa paralon
62
HASIL
Faktor Fisik Kimia Perairan Percut Sei Tuan
Tekstur sedimen dilokasi penelitian dibagi menjadi empat klas yaitu:
lempung (L), lempung berliat (Lb) 3), lempung berdebu (Ld) dan lempung
berpasir (Lp) (Tabel 17). Lempung berdebu dan lempung berpasir memiliki nilai
fisik dan kimia yang bervariasi dibandingkan lempung dan lempung berliat.
Perbedaan faktor fisik dan kimia ini diduga yang mempengaruhi kehidupan dan
kehadiran makrozoobentos sebagai sumber makanan burung air.
Tabel 17 Faktor fisik kimia di lokasi penelitian (L= lempung, Lb= lempung
berliat, Ld= lempung berdebu dan Lp= lempung berpasir)
Lokasi Plot pH Suhu 0C
Salinitas
000
Kecerahan cm
DO Mg/l
BOD Mg/l
B. Organik
%
B.Percut1 L 6,1 26 24 8 4,5 1,2 1,98
T.Rejo1 *Lb1 6 24 - - - - 7,79
T.Rejo2
*Lb2 6,4 23,5 - - - - 7,72
T.Rejo3 **Lb3 6,5 25 - - - - 3,32
T.Rejo4 Ld1 6,9 24,5 28 30 3,7 2,9 2,77
B.Percut2 Ld2 6,8 26,5 25 8 4,5 1,3 3,70
T.Rejo5 Ld3 6,7 25 28 30 3,6 1,1 3,15
B.Percut3 Ld4 6,7 25 28 29 4,1 2,1 3,22
P.Lalang Lp1 6,8 24 21 25 3,9 1,3 1,44
P.Labu Lp2 6,8 24 21 25 3,8 1,4 2,71
Baku Mutu
+ 7-
8,5 Alami 34 - > 5 20
Keterangan: * = sawah tidak aktif ** = tambak tidak aktif + =KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Lamp. 3. Untuk Biota Laut
- = tidak dilakukan pengukuran karena dalam keadaan kering/tidak dapat diukur.
Faktor-faktor yang diduga sangat mempengaruhi kehidupan
makrozoobentos dan secara tidak langsung juga burung air yaitu: salinitas, pH,
bahan organik, kecerahan, BOD, DO, suhu, kecerahan dan profil sedimen.
Analisis regresi stepwise yang dilakukan untuk mengetahui kadar pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap jumlah individu makrozoobentos sebesar 59%,
nilai korelasi 0,768 (R2 = 0,590), hasil uji F hitung 11.517 menunjukkan faktor
fisik dan kimia perairan ini berpengaruh signifikan terhadap jumlah individu
makrozoobentos dengan persamaan sebagai berikut;
63
Y = -48501,704 + 7817,535pH+ 0,015Hsedimen + 0,015HAir + 0,103Suhu + 0,306Salinitas
+ 0,217Kecerahan + 0,148DO + 0,030BOD + 0,0368BahanOrganik
Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan ini
bersifat positif. Uji normalitas menunjukkan data memiliki distribusi normal,
dengan Nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (0,194;-1,250).
Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan jumlah spesies
makrozoobentos sebesar 85%, nilai korelasi 0,923 (R2 = 0,852), uji F hitung
46,138 menunjukkan bahwa faktor fisik dan kimia perairan ini berpengaruh
signifikan terhadap jumlah spesies makrozoobentos. Hasil regresi menunjukkan
pengaruh faktor fisik dan kimia perairan ini bersifat positif dan negatif. Uji
normalisasi menunjukkan bahwa hasil regresi baik untuk digunakan dalam
memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran makrozoobentos
dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (0,310; -1,395) atau
distribusi normal (Gambar 22) dengan persamaan sebagai berikut:
Y = 2,565 + 0,428kecerahan -0,133sedimen + 0,096pH 0,133Hair 0,157suhu 0,442
Salinitas 0,374DO 0,239BOD + 0,136 Bahan Organik
A B
Gambar 22 Uji normalitas pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan
individu makrozoobentos dan spesies makrozoobentos.
64
Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan jumlah spesies burung air
sebesar 88%, nilai korelasi 0,940 (R2 = 0,884), uji F hitung 61,194 menunjukkan
faktor fisik dan kimia perairan berpengaruh signifikan terhadap kehadiran spesies
burung air. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan
bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan hasil regresi baik
digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran
spesies burung air dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2
(-0,425; -1,516) yang terdistribusi secara normal dengan persamaan sebagai
berikut:
Y = 3,908 + 0,005NMakrozoobentos+ 0,276HSedimen+ 0,135pH + 0,276X4HAir 0,171Suhu
+ 0,143Salinitas + 0,356Kecerahan + 0,062DO + 0,0187BOD 0,044Bahan Organik
+ 0,375SpMakrozoobentos + 0,419Biomassa
Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan terhadap jumlah individu burung
air sebesar 74% dengan nilai korelasi 0,860 (R2 = 0,740), uji F hitung 22,816
menunjukkan faktor fisik dan kimia perairan berpengaruh signifikan terhadap
kehadiran individu burung air. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik
dan kimia perairan bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan hasil
regresi baik digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap
kehadiran individu burung air dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada
pada -2 dan 2 (1,642; -0,104) yang terdistribusi secara normal (Gambar 23),
dengan persamaan sebagai berikut:
Y = -975,417 + 1,297NMakrozoobentos 0,199Sedimen 0,323pH 0,199HAir + 0,221suhu
0,170salinitas 0,416Kecerahan 0,081DO 0,347BOD + 0,190BahanOrganik
0,485SpMakrozoobentos 0,325Biomassa
65
A B
Gambar 23 Uji normalitas pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan
individu burung air dan spesies burung air.
Profil Sedimen
Profil sedimen di lokasi penelitian berkisar antara 20 155 cm. Secara
umum profil sedimen pada lokasi penelitian untuk hamparan lumpur memiliki
pola yang hampir sama (Gambar 24 dan 25).
Profile sedimen pada stasiun Ld1 (T. Rejo 4) sampai Ld 4 (B. Percut 3)
memperlihatkan pola yang bervariasi antara profil utara dan timur, umumnya
kedalaman meningkat semakin jauh dari bibir pantai. Profil sedimen pada stasiun
Ld1 (T. Rejo 4) sampai Ld4 (B. Percut 3) memperlihatkan pola berbeda bila
dibandingkan dengan profil sedimen pada stasiun Lp1 (P. Lalang) dan Lp2 (P.
Labu) yang memiliki pola yang sama antara Utara dan Timur. Pola sedimen
sawah dan tambak berbeda dengan profil sedimen pada hamparan lumpur. Profil
kedalaman sedimen pada sawah (Lb1 = T. Rejo 1) dan tambak memiliki pola yang
sama Utara dan Timur. Pola yang sedikit berbeda terlihat pada stasiun Lb2 (T.
Rejo 2).
66
Gambar 24 Profil sedimen lempung dan lempung berdebu (BP=Bagan Percut dan TR= Tanjung Rejo).
66
67
Gambar 25 Profil sedimen lempung berpasir dan lempung berliat (PL=Pematang Lalang, Pla=Pantai Labu dan TR=Tanjung Rejo).
67
68
Jenis-jenis Makrozoobentos di Percut Sei Tuan
Makrozoobenthos yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri atas empat
kelas yaitu: Bivalvia, Crustacea, Gastropoda dan Polychaeta. Bivalvia merupakan
kelompok kerang-kerangan, memiliki sepasang cangkang (bivalvia berarti dua
cangkang) yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian (10 spesies, 6
famili). Kelompok ini didominasi oleh Sinonovacula virens dan Donax faba.
Gastropoda merupakan kelompok siput ditemukan lima spesies dan lima
famili. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Cerithidea cingulata dan
Clanculus microdon. Crustacea merupakan hewan air yang dikenal sebagai udang,
kepiting, lobster. Ditemukan 9 spesies dan 7 famili, spesies yang paling banyak
ditemukan di lokasi penelitian adalah Balanus spp. dan Palaemon elegans.
Polychaeta merupakan kelompok cacing yang hidup pada sedimen yang lembut,
ditemukan dua famili dan dua spesies, yaitu Nereis sp. dan Arenicolides ecaudata
(Gambar 26).
Gambar 26 Makrozoobentos yang umum ditemukan di lokasi penelitian
(sumber:http://www.treasures of thesea.org) [24 September 2011].
Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Makrozoobentos
Sebanyak 31.722 individu makrozoobentos yang ditemukan (26 spesies 4
klas) selama penelitan, terdiri atas: Bivalvia (10 spesies), Crustacea (9 spesies),
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Cangkang&action=edit&redlink=1
69
Gastropoda (5 spesies) dan Polychaeta (2 spesies). Jumlah individu yang
ditemukan pada tiap plot pengamatan bervariasi antara 266 sampai 7.142 individu,
individu tertinggi ditemukan pada Ld2 (B. Percut 2) dan terendah pada plot Lb1
(T. Rejo1) (Tabel 18).
Lempung berliat memiliki spesies dan jumlah individu yang rendah
dibandingkan lempung berdebu dan lempung berpasir. Pada penelitian ini
ditemukan plot yang tidak mengandung makrozoobentos yaitu lempung (L = B.
Percut 1). Arenicolides ecaudata mendominasi di lempung berliat, Donax faba
mendominasi di lempung berdebu, Corbula tunicata dan Matra turgida
mendominasi di lempung berpasir dan Sinonovacula virens merupakan spesies
yang eksklusif hanya ditemukan di Ld2 (B. Percut 2). Bivalvia umum ditemukan
pada semua plot (hamparan lumpur) dan tidak ditemukan di lempung berliat dan
lempung.
Tekstur sedimen mempengaruhi kehadiran dan kelimpahan spesies
makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian (Tabel 20). Spesies yang
khusus ditemukan pada tekstur khusus, Sinonovacula virens (Ld2), Nereis sp.
(Ld), Pleuroploca filamentosa (Lp1 = P. Lalang) dan, Arenicolides ecaudata (Lb
= T. Rejo) (Tabel 19).
Indeks keanekaragaman total di Percut Sei Tuan adalah 2,68 dengan
indeks keanekaragaman di masing-masing stasiun bervariasi antara 0 hingga
2,26 (Tabel 19). Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan di Ld3 (T. Rejo 5)
(2,26) dan terendah ditemukan Ld2 (B. Percut 2) (0,71). Tingkat kemerataan
spesies secara total di Percut Sei Tuan ditunjukkan dengan nilai kemerataan jenis
(evenness) 0,82.
Secara umum tekstur lempung berliat memiliki nilai keanekaragaman
spesies yang rendah, sedangkan lempung tidak ditemukan adanya
makrozoobentos. Tekstur lempung berdebu memiliki nilai keanekaragaman lebih
bervariasi dibandingkan dengan lempung berpasir. Jumlah individu yang
melimpah di Ld2 (B. Percut 2) tidak diikuti dengan nilai keanekaragaman yang
tinggi tetapi sebaliknya nilai keanekaragaman rendah.
70
Tabel 18 Komposisi makrozoobentos di lokasi penelitian L o k a s i BP TJ TJ TJ TJ BP Tj BP PL PLa
No Klas Genus Spesies L *Lb1 *Lb2 **Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 LP2
1 Bivalvia Anadara Anadara gubernaculum - - - - 380 304 - 114 114 152 2 Bivalvia Corbula Corbula crassa - - - - 228 - 190 798 228 342 3 Bivalvia Corbula tunicata - - - - 38 - 190 114 1368 456 4 Bivalvia Donax Donax faba - - - - 2089 - 760 1026 114 418 5 Bivalvia Mactra Mactra turgida - - - - 684 - 722 608 1292 1026 6 Bivalvia Mactrellona Mactrellona alata - - - - 76 - 190 342 1216 266 7 Bivalvia Gari Gari crassula - - - - 228 - - 190 - - 8 Bivalvia Gari elongata - - - - 38 - - - - 9 Bivalvia Sinonovacula Sinonovacula virens - - - - - 5926 - - - 10 Bivalvia Tellina Tellina perplexa - - - - - - 38 114 304 152 11 Crustacea Balanus Balanus crenatus - - - - - 76 76 - 114 114 12 Crustacea Balanus improvisus - - - - 100 - 76 - 950 760 13 Crustacea Balanus perforatus - - - - - - 76 - 76 38 14 Crustacea Corophium Corophium volutator - - 76 266 - - - - - 15 Crustacea Goneplax Goneplax rhomboides - - - - 38 - 38 76 190 190 16 Crustacea Palaemon Palaemon elegans - - - - 304 - - 190 76 - 17 Crustacea Penaeus Penaeus sp. - - - 114 - 190 114 114 114 - 18 Crustacea Liocarnicus Liocarnicus depurator - - - - - - - 152 76 19 Crustacea Megatrema Megatrema anglicum - - - - - - 38 - - 20 Gastropoda Cantharus Cantharus cecillei - - 38 38 - - - - 38 - 21 Gastropoda Cerithidea Cerithidea cingulata - 76 38 38 38 266 114 342 38 - 22 Gastropoda Clanculus Clanculus microdon - - - 38 684 - - - - - 23 Gastropoda Coralliophila Coralliophila clathrata - - - - 38 - 38 38 114 114 24 Gastropoda Pleuroploca Pleuroploca filamentosa - - - - - - - 38 25 Polychaeta Nereis Nereis sp. - - - - 342 380 342 152 - - 26 Polychaeta Arenicolides Arenicolides ecaudata - 190 228 114 76 - - - -
N Total - 266 380 608 5471 7142 3001 4217 6534 4103 Keterangan:L=lempung, Lb=lempung berliat, Ld=lembung berdebu, Lp=lempung berpasir, *=sawah, **=tambak, BP = Bagan Percut, TJ = Tanjung Rejo, PL = Pematang
Lalang, PLa = Pantai Labu
70
71
Tabel 19 Jumlah spesies (S), individu rata-rata (N), indeks keanekaragaman (H)
dan indeks kemerataan (E) makrozoobentos di Percut Sei Tuan
Lokasi Plot N Total
Ind/m2
Sdev F S H' E
B.Percut *L 0 0 0 0 0 0 T.Rejo **Lb1 266 39,56 2 2 0,60 0,86 T.Rejo **Lb2 380 46,93 4 4 1,09 0,79 T.Rejo ***Lb3 608 58,93 6 6 1,51 0,84
+T.Rejo *Ld1 5471 431,85 13 16 2,08 0,75
+B.Percut *Ld2 7142 1157,76 6 6 0,71 0,40
T.Rejo *Ld3 3001 205,37 11 15 2,09 0,77 B.Percut *Ld4 4217 289,67 12 14 2,26 0,86
+P.Lalang *Lp1 6534 427,12 14 16 2,24 0,81
+P.Labu *Lp2 4103 261,53 9 13 2,18 0,85
Total 31722 2919 20 26 2,68 0,82 Ket: * = hamparan lumpur, ** = sawah, *** = Tambak + = titik konsentrasi pengamatan burung
Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman
Nilai total keanekaragaman jenis masing-masing plot pada kedalaman 10
sampai 40 cm bervariasi (2,35 sampai 2,72) dan nilai kemerataan jenis 0,66
sampai 0,85 (Tabel 21). Nilai keanekaragaman spesies dan kelimpahan individu
makrozoobentos berkurang seiring bertambahnya kedalaman sedimen. Lempung
berpasir (Lp) memiliki nilai keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan lempung
berdebu (Ld) dan lempung berliat (Lb).
Kedalaman sedimen dan tekstur sedimen mempengaruhi kelimpahan jenis
dan kekayaan spesies makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian,
seiring bertambahnya kedalaman maka jumlah makrozoobentos semakin
berkurang untuk semua klas (Tabel 20). Bivalvia tersebar pada kedalaman 0 40
cm (52,84% sampai 84,10%) dan jumlahnya makin bertambah seiring
bertambahnya kedalaman sedimen, sebaliknya polychaeta hanya ditemukan pada
kedalaman 0 sampai 10 cm dan tidak ditemukan pada kedalam diatas 10 cm
(Gambar 27).
72
Gambar 27 Penyebaran makrozoobentos berdasarkan kedalaman.
73
Tabel 20 Jumlah individu (N), Spesies (S), Keanekaragaman (H), dan kemerataan jenis (E) makrozoobentos berdasarkan kedalaman
Kedalaman
(cm)
L Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 Total
10
S - 2 2 4 7 6 6 8 11 7 21
N 0 266 266 342 1634 2507 646 1178 1558 950 9346
Sdev 0 43,87 50,02 37,17 157,32 314,49 77,50 90,40 130,21 71,70 972,66
H' - 0,60 0,41 1,31 1,64 1,34 1,39 1,93 1,97 1,88 2,72
E - 0,86 0,59 0,95 0,85 0,57 0,78 0,93 0,74 0,83 0,89
20
S - - 1 3 6 2 4 7 11 9 17
N - - 38 152 950 1672 266 1064 1900 1634 7674
Sdev - - 9,21 21,36 164,57 377,05 33,06 109,07 166,39 110,04 990,76
H' - - 0,00 1,04 1,01 0,25 1,28 1,64 1,97 2,11 2,49
E - - 0,00 0,95 0,56 0,36 0,92 0,84 0,82 0,96 0,88
30
S 2 2 9 1 4 5 11 5 17
N - - 76 114 1900 1520 836 760 1444 760 7408
Sdev - - 19,00 28,49 207,09 368,56 125,83 83,05 127,52 80,85 1040,39
H' - - 0,00 0,00 1,69 0,00 0,99 1,47 1,98 1,49 2,19
E - - 0,00 0,00 0,77 0,00 0,72 0,91 0,82 0,93 0,77
40
S - - - - 6 1 12 7 12 5 17
N - - - - 988 1444 1254 1216 1634 760 7294
Sdev - - - - 173,63 360,91 76,54 117,00 117,95 95,20 941,23
H' - - - - 0,98 0,00 2,29 1,70 2,15 1,33 2,31
E - - - - 0,55 0,00 0,92 0,87 0,87 0,83 0,82
73
74
Tabel 21 Komposisi klas makrozoobentos berdasarkan kedalaman
Kedalaman
(cm)
klas L Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 Total %
10 Bivalvia - - - - 874 1710 199 684 1026 456 4939 52,84
Crustacea - 190 - - 342 266 114 342 456 380 2089 22,36
Gastropoda - 38 76 38 - 152 - - 76 114 494 5,28
Polychaeta - 114 190 228 418 380 342 152 - - 1824 19,51
20 Bivalvia - - - 266 1558 228 608 1254 1140 5053 65,84
Crustacea - - 76 - - - 114 608 494 1292 16,83
Gastropoda - 38 76 684 114 38 342 38 - 1330 17,33
30 Bivalvia - - - - 1672 1529 798 722 988 532 6239 84,10
Crustacea - - 76 114 190 - 38 38 418 228 1102 14,87
Gastropoda - - - - 38 - - - 38 - 76 1,03
40 Bivalvia - 950 1444 874 1178 1064 532 6040 82,81
Crustacea - - - 266 - 494 228 988 13,54
Gastropoda - 38 - 114 38 76 - 266 3,65
Total - 342 380 532 5471 7142 3001 4217 6534 4103 31722
Sdev - 59 56 68 502 711 290 371 452 327 2263
74
75
Indeks Kesamaan Spesies Makrozoobentos di Percut Sei Tuan
Tingkat kesamaan komunitas makrozoobentos pada masing-masing plot
secara umum sangat rendah. Tingkat kesamaan spesies penyusun pada masing-
masing plot dibawah 50% (Tabel 22). Tingkat kesamaan ini terlihat dari nilai
indeks kesamaan yang berkisar antara 0,00 sampai 0,72 dan analisis dendrogram
(Gambar 28). Plot yang memiliki tingkat kesamaan diatas 0,50 hanya ditemukan
pada Lp1-Lp2 (0,722), Ld3-Lp2 (0,65), Lp1-Ld3 (0,65), Ld1-Ld4 (0,63), Lp1-
Ld4, Ld3-Ld4 masing-masing 0,61. Hasil analisis dendrogram memperlihatkan
bahwa terdapat dua kelompok besar yang sangat berbeda yaitu L, Lb1-Lb3
dengan kelompok LP dan Ld.
Tabel 22 Indeks kesamaan makrozoobentos di lokasi penelitian
Lokasi Plot Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2
T.Rejo1
Lb1 - - - - - - - - - T.Rejo
2 Lb2 0,667 - - - - - - - - T.Rejo
3 Lb3 0,333 0,667 - - - - - - -
T.Rejo4
Ld1 0,125 0,111 0,158 - - - - - - B.Percut
2 Ld2 0,143 0,111 0,222 0,158 - - - - -
T.Rejo5 Ld3 0,063 0,05 0,105 0,50 0,667 - - - -
B.Percut3 Ld4 0,067 0,059 0,111 0,667 0,286 0,611 - - -
P.Lalang Lp1 0,053 0,100 0,143 0,478 0,222 0,684 0,600 - - P.Labu Lp2 0,000 0,000 0,000 0,450 0,154 0,647 0,500 0,722 -
Gambar 28 Dendrogram tingkat kesamaan komunitas makrozoobentos antar
plot penelitian
76
Biomassa
Biomassa terbesar ditemukan pada plot Ld3 (T. Rejo 5) (14,53 gr.m2) dan
terendah pada plot Lb1 (T. Rejo 1) (0,22 gr.m2). Individu makrozoobentos
terbanyak ditemukan pada plot Ld2 (B. Percut 2) (7.142 individu) dan terendah
ditemukan pada plot Lb1 (T. Rejo 1) (266 individu), sedangkan burung air
terbanyak ditemukan pada plot Ld2 (B. Percut 2) (11.123 individu) dan terendah
ditemukan pada plot Lb3 (T. Rejo 3) (24 individu). Biomassa yang tinggi
mengambarkan bahwa wilayah tersebut memiliki potensi sumber makanan yang
banyak bagi burung air (Tabel 23).
Tabel 23 Biomassa, jumlah makrozoobentos (N), jumlah burung air (N)
Lokasi Plot Biomassa
(gram.m2)
NMakro
bentos
N
Burung
S Makro
bentos
S
Burung +T.Rejo *Ld 1 8,32 5.471 3.343 16 36
+B.Percut *Ld 2 6,59 7.142 11.123 6 32 +P.Lalang *Lp 1 13,20 6.534 8.697 16 38
T.Rejo *Ld 3 14,53 3.001 1.226 15 28
B.Percut *Ld 4 9,46 4.217 698 14 24 +P.Labu *Lp 2 9,71 4.103 6.212 13 34
T.Rejo **Lb 1 0,22 266 31 2 5
T.Rejo **Lb 2 0,50 380 26 4 4
T.Rejo ***Lb 3 0,48 608 24 6 5
Ket: * = hamparan lumpur, ** = sawah, *** = Tambak + = titik konsentrasi pengamatan burung
77
PEMBAHASAN
Profil Sedimen
Secara umum profil sedimen tempat burung air mencari makan relatif
sama atau tidak memperlihatkan pola yang berbeda secara ekstrim. Profil yang
dangkal mengandung lebih banyak jumlah individu makrozoobentos
dibandingkan profil yang dalam. Sedimen berupa lempung berpasir, lempung
berdebu dan lempung berliat merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan dan
keberadaan makroozoobentos terbukti dari jumlah individu dan jenis
makrozoobentos yang ditemukan. Tekstur sedimen yang lunak dan berlumpur
pada plot sampel sangat cocok bagi kehidupan makrozoobentos. Ukuran, tekstur
dan komposisi sedimen akan mempengaruhi kepadatan makrozoobentos dan
secara tidak langsung kepadatan burung air (Goss-Custrad et al. 1991).
Bivalvia banyak ditemukan pada Ld1 (T. Rejo 4) sampai Lp2 (P. Labu)
menunjukkan substrat di Ld1 (T. Rejo 4) sampai Lp2 (P. Labu) merupakan tempat
yang sesuai untuk mendukung hidupnya, karena memiliki sedimen yang lunak. Ini
mendukung dengan pendapat Nybakken (1988) substrat dasar merupakan faktor
ekologis yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos. Penyebaran
makrozoobentos berkorelasi dengan tipe substrat. Makrozoobentos yang
mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen
lumpur dan sedimen lunak yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat
dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi
kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan
dan komposisi jenis dari makrozoobentos (Odum 1993).
Penyebaran makrozoobentos sampai kedalaman 40 cm mengambarkan
burung yang memiliki kaki dan paruh yang panjang mempunyai pilihan dan
kesempatan mendapatkan makanan lebih banyak dan lebih beragam dibandingkan
spesies burung air yang memiliki kaki dan paruh yang pendek. Burung yang
memilik kaki panjang dapat memperoleh makanannya pada area yang tergenang
air. Kecepatan gerakan burung air dalam mengejar dan menangkap mangsa
menjadi faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan memperoleh makan.
Burung air yang berukuran kecil dan berparuh pendek mengandalkan kecepatan
78
gerak dalam memperoleh makan dibandingkan burung yang berukuran besar.
Burung yang mencari makan di hamparan lumpur didominasi oleh jenis burung
pantai yang mencari makan pada sedimen bertekstur lunak sampai kedalaman 40
cm.
Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Makrozoobentos
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos (komposisi,
penyebaran, kelimpahan dan keanekaragaman) berdasarkan analisis regresi dapat
dibagi pada dua kategori: secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung
dapat menyebabkan penurunan atau hilangnya makrozoobentos pada suatu
perairan terutama bagi jenis-jenis yang memiliki tingkat spesifikasi terhadap
faktor-faktor tersebut. Pengaruh tidak langsung adalah bila faktor tersebut berdiri
sendiri tidak akan memberikan dampak negatif bagi makrozoobentos tetapi bila
berkorelasi dengan faktor lain akan berakibat negatif bagi kehidupan
makrozoobentos.
Kelimpahan makrozoobentos seperti udang, moluska, kerang dan cacing
pada suatu wilayah sangat menentukan kehadiran dan kelimpahan burung air.
Keanekaragaman dan kekayaan burung air yang pada suatu area dapat
mengindikasikan bahwa wilayah tersebut menyediakan makanan yang berlimpah.
Ada hubungan positif antara kepadatan mangsa dengan kepadatan burung air.
Makin banyak mangsa maka burung air yang ditemukan makin banyak.
Makrozoobentos merupakan sumber makanan yang penting bagi burung air dan
burung pantai (Fredrickson-Knapp 2001). Kelimpahan dan kehadiran sumber
makanan (makrofauna) terutama ikan, moluska dan udang pada suatu wilayah
akan mempengaruhi kelimpahan burung air (van Eerden & Voslamber 1995,
Clarket al. 1993). Kepadatan burung air pada lahan basah dipengaruhi oleh
kepadatan mangsa (Goss-Custard et al. 1991).
Distribusi dan kelimpahan makrozoobentos pada wilayah lahan basah
sangat dipengaruhi oleh salinitas dan sedimen (ukuran sedimen dan bahan
organik) (Warwick et al. 1991). Penyebaran makrozoobentos secara horizontal
dan vertikal pada suatu habitat dipengaruhi oleh salinitas (Odum 1993). Salinitas
diprediksi menentukan distribusi dan komposisi burung air pada suatu ekosistem.
79
Ini sesuai dengan hasil penelitian Grubh dan Mitsch (2003) dan Nagarajan dan
Thiyagesan (1996) secara tidak langsung salinitas mempengaruhi distribusi
burung air pada suatu area sesuai dengan kepadatan dan keanekaragaman
makrozoobentos. Salinitas yang tinggi akan mempengaruhi proses termoregulasi
burung air yang secara langsung atau tidak langsung (dari makrozoobentos)
meminum air laut dengan salinitas yang tinggi (Begon et al. 2004).
Distribusi dan komposisi makrozoobentos pada suatu area sangat
ditentukan oleh faktor abiotik dan biotik diantaranya pH, suhu, kekeruhan dan
oksigen (Grubh & Mitsch 2003). Perubahan suhuber pengaruh pada perilaku
mencari makan burung air. Suhu sangat mempengaruhi proses fisiologi
(pertumbuhan dan termoregulasi) dan distribusi hewan pada suatu area (Begon et
al. 2004).
Distribusi dan struktur komunitas makrozoobentos sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan diantaranya kedalaman sedimen, temperatur, salinitas, DO
dan bahan organik (Perus & Bansdorff 2004). Derajat keasaman (pH) merupakan
faktor lingkungan yang mempengaruhi struktur komunitas dan penyebaran dari
makrozoobentos (Sanchez et al. 2006; Paracuellos & Tellera 2004). pH
merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan
dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup
dan sebaran organisme yang hidup didalamnya (Odum 1993). Effendi (2003)
menambahkan bahwa sebagian besar biota akuatik sangat sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 8,5.
Oksigen terlarut (DO) merupakan variabel kimia yang mempunyai peran
penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Daya larut
oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas (Nybakken
1988). Jumlah individu makrozoobentos yang ditemukan 31.722 lebih banyak
dibandingkan yang diperoleh Amrul (2007) di Percut Sei Tuan pada Maret sampai
Mei (1.210 sampai 3.683), Jumilawaty dan Aththorick (2007) 17.855 dan
Jumilawaty et al. (2008) 13.600. Jumlah spesies yang ditemukan pada penelitian
ini lebih banyak dibandingkan penelitian Jumilawaty dan Aththorick (2007) 15
spesies, Jumilawaty et al. (2008) 10 spesies, dan lebih banyak dari penelitian
80
Amrul (2007) 29 spesies. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan bulan
pengamatan, jumlah sampel, lokasi pengambilan sampel dan alat yang digunakan.
Pada penelitian ini pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada
lokasi makan burung air dengan menggunakan pipa paralon, sedangkan Amrul
(2007) pengambilan sampel berdasarkan aktivitas masyarakat menggunakan alat
Peterson Grab. Perbedaan dengan penelitian Jumilawaty et al. (2008) adalah
lokasi pengambilan sampel hanya 20% sampai 30% dari sampel yang dicuplik
pada penelitian ini. Terjadi penambahan dan penurunan jenis makrozoobentos
yang ditemukan pada penelitian ini disebabkan lokasi penelitian telah mengalami
perubahan terutama penimbunan dan pengerukkan hamparan lumpur pada tempat
mencari makan burung air.
Indeks keanekaragaman pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
penelitian sebelumnya di Percut Sei Tuan. Indeks keanekaragaman jenis 2,68
lebih tinggi dibandingkan penelitian Taqwa (2010) 2,61 di Kalimantan, dan lebih
rendah dibandingkan dengan penelitian Al Hakim (1994) di Teluk Jakarta 3,53.
Lingkungan dan perubahan spesies secara musiman merupakan faktor
yang mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan makrozoobentos. Amrul (2007)
menemukan kelimpahan makrozoobentos mengalami penurunan untuk semua plot
pengamatan pada bulan Mei (1.210 individu). Pergantian spesies penyusun dapat
mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan makrozoobentos. Hasil penelitian
Jumilawaty et al. (2008) menemukan sekitar 7 spesies yang tidak ditemukan
sebelumnya dan hilangnya 9 spesies yang ditemukan pada penelitian sebelumnya
(Jumilawaty & Aththorick 2007).
Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi keberadaan makrozoobentos
diantaranya pengerukan dan penimbunan hamparan lumpur dan jenis sedimen
yang terbentuk akibat pasang surut. Diduga hal ini berkaitan dengan plot L
(B.Percut 1) yang terletak berdekatan dengan plot Ld2 (B.Percut 2) (bibir pantai)
yang mengalami penimbunan sehingga pada saat pasang surut sedimen yang
terbawa dari lautan menumpuk di plot ini dan tidak sampai ke plot L yang terletak
kearah hutan mangrove. Penimbunan dan pengerukan pada plot Ld2 diduga
berhubungan erat dengan ditemukan Sinonovacula virens yang mendominasi dan
hanya ditemukan di lokasi ini.
81
Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman
Pengambilan sampel sampai kedalaman 40 cm bertujuan untuk
memperoleh data penyebaran mangsa burung air sesuai dengan kemampuan
beberapa spesies burung air (burung pantai) yang memiliki kemampuan
memperoleh mangsa sampai kedalaman 40 cm sesuai panjang paruh dan
berdasarkan guild.
Pengambilan makrozoobentos berdasarkan kedalaman disebabkan
beberapa spesies burung air mengambil makanannya sampai kedalaman 40 cm
menggunakan paruhnya. Zwarts et al. (1996) menemukan kebutuhan makan
burung pantai dan burung air dipengaruhi oleh kepadatan mangsa, ukuran mangsa,
kandungan kalori, kemampuan mencerna, aktivitas, dan kemampuan memperoleh
makan oleh burung air.
Berkurangnya dan bervariasi jumlah individu, keanekaragaman jenis
makrozoobentos dipengaruhi oleh sedimen dan bahan organik yang terbentuk dan
terbawa saat pasang surut. Analisis regresi memperlihatkan keterkaitan
makrozoobentos pada bahan organik hanya 32% artinya bahan organik kurang
berpengaruh bagi komposisi makrozoobentos di lokasi penelitian. Tekstur tanah
berupa lempung sampai lempung berpasir menandakan bahwa di lokasi penelitian
kandungan organik tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah.
Endapan yang dibawa air tawar dan air laut akan membentuk sedimen dan
kaya akan bahan organik yang menjadi cadangan makanan bagi organisme estuari
(Dahuri 2005). Kelimpahan, keanekaragamanan, distribusi dan kehadiran
makrozoobentos pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh bahan organik
(Poulton 2004; Chapman et al. 2004). Makrozoobentos merupakan makanan
primer bagi burung air, distribusinya dipengaruhi oleh kedalaman air dan kimia
air. Distribusi makrozoobentos akan mempengaruhi distribusi dan perilaku makan
burung air (Colwell & Landrum 1993).
Indeks Kesamaan Spesies Makrozoobentos di Percut Sei Tuan
Bervariasinya nilai indeks kesamaan (0,00 sampai 0,72) menunjukkan
bahwa wilayah ini kaya akan makrozoobentos. Keadaan ini sangat
82
menguntungkan burung air yang mencari makan karena sumber makanannya
berlimpah dan bervariasi baik dari jenis maupun jumlah. Grubh dan Mitsch (2003)
mengemukankan berlimpahnya jumlah makrozoobentos menandakan bahwa
wilayah tersebut kaya akan sumber makanan bagi burung air.
Kekayaan makrozoobentos sangat menguntungkan burung air memilih
makanan yang disukai dari satu area ke area lainnya untuk memenuhi kebutuhan
energi dan kelanjutan hidupnya. Burung air akan merespon perubahan
ketersediaan ruang untuk mencari makan dan ketersediaan serta diversitas mangsa
dengan berpindah dari satu area ke area lain untuk memanfaatkan sumber
makanan yang bervariasi (Burger et al. 1977).
Hasil analisis dendrogram menunjukan bahwa Tanjung Rejo, Bagan
Percut dan Pematang Lalang memiliki tingkat kemiripan spesies diatas 61%,
sedangkan Pantai Labu hanya memiliki kesamaan spesies dengan Pematang
Lalang tetapi berbeda dengan Bagan Percut dan Tanjung Rejo.
Biomassa Makrozoobentos
Penghitungan biomassa dimaksudkan untuk mengetahui potensi energi
(sumber makan) yang tersedia dan jenis yang paling penting sebagai mangsa
burung air pada suatu wilayah. Howes et al. (2003) mengatakan bahwa
pengukuran biomassa memiliki tujuan untuk mengkalkulasi kerapatan dan
penyebaran dari jenis mangsa burung air dan potensi energi yang tersedia pada
suatu wilayah. Menurut Krebs (1978) dan Newton (1998) Suplai makanan dan
kelimpahan makanan merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi dan
kelimpahan populasi hewan.
Plot Ld2 (B. Percut) memiliki jumlah individu makrozoobentos paling
tinggi (7.142) dan jumlah burung air terbanyak 11.123 individu. Meskipun
mengalami penimbunan, pengerukan dan gangguan yang tinggi (aktivitas
nelayan), burung air tetap memilih Bagan Percut sebagai tempat mencari makan.
Makanan merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung
migran sebagai cadangan energi berupa lemak untuk melanjutkan perjalanan ke
wilayah berbiaknya. Fredrickson-Knapp (2001) menemukan bagi burung migran
83
kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan sumber makanan yang
penting sebagai sumber energinya. Kelimpahan makrozoobentos pada suatu
wilayah sangat menentukan keberadaan burung air, walaupun masih ada faktor
keamanan yang menjadi salah satu pertimbangan bagi burung air dalam memilih
lokasi makannya. Kualitas habitat bagi burung air dan burung pantai ditentukan
oleh jumlah makrozoobentos sebagai sumber makanan (Lee 2007). Laju konsumsi
mangsa oleh burung air ditentukan oleh ukuran dan kepadatan mangsa dan faktor
lingkungan seperti tipe substrat, iklim (temperatur, angin dan hujan) (Botto et al.
1998).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Percut Sei Tuan memiliki
potensi makanan yang kaya dengan ditemukannya 26 spesies makrozoobentos dan
tingkat keanekaragaman (H) sebesar 2,68, tingkat keanekaragaman pada empat
lokasi penelitian berkisar antara 0 2,26 dan tingkat keanekaragaman berdasarkan
kedalaman berkisar antara 2,19 2,72. Hasil analisis keanekaragaman dan
pengukuran biomassa menunjukkan bahwa bivalvia merupakan sumber makanan
yang penting bagi burung air terutama burung pantai.
Analisis regresi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah
makrozoobentos (58%) dan jumlah spesies makrozoobentos (85%) dengan faktor
fisik dan kimia perairan (kedalaman sedimen, ketinggian air, suhu, salinitas,
kecerahan, DO dan BOD) hubungan ini memperlihatkan pengaruh positif dan
negatif. Hasil analisis menunjukkan terdapat spesies yang mendominasi pada
tekstur sedimen tanah berdebu yaitu (Sinonovacula virens). Analisis indeks
kesamaan spesies yang ditunjukkan oleh dendrogram menunjukkan pola bahwa
Pematang Lalang dengan Pantai Labu memiliki komposisi spesies yang sama
dibandingkan dengan Bagan Percut dan Tanjung Rejo.
Recommended