View
318
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Hepatitis B Kronik Pada Kehamilan.
Suatu Tantangan dan Kesempatan Yang Menarik
Kumaresan Yogeswaran and Scott K. Fung
Department of Medicine, University of Toronto, Toronto, Canada
Hepatitis B kronik (CHB) mempengaruhi 350 juta orang di seluruh dunia. Penularan
secara perinatal merupakan penyebab infeksi dan komplikasi terbanyak, termasuk sirosis dan
karsinoma hepatoseluler (HCC). Sangatlah penting untuk mengenali dan memberikan
perawatan secara tepat pada pasien-pasien yang menderita Hepatitis B Kronik dalam
kehamilan, yang berfungsi untuk mengurangi resiko penularan pada neonatus dan
mengurangi angka morbilitas dan mortilitas penyakit Hepatitis B Kronik. Skrining untuk
Hepatitis B Kronik sangatlah di rekomendasikan pada seluruh ibu-ibu hamil dengan
penggunaan vaksinasi Hepatitis B dengan atau tanpa adanya HBIG. Penggunaan vaksin ini
memberikan hasil dengan menurunnya angka kejadian HBsAg seropositif dan HCC di daerah
dimana vaksinasi ini diberlakukan. Metode persalinan dan pemberian asi tidak berperan
dalam penularan Virus Hepatitis B (HBV) berdasarkan data yang ada. Secara keseluruhan,
HBV tidak meningkatkan angka mortalitas ibu dan anak. Penggunaan terapi antivirus oral
selama trimester III terhadap ibu dengan HBsAg + dengan HBV DNA=7 log IU/ml mungkin
bisa berguna dalam pencegahan terhadap infeksi. Penggunaan terapi bisa digunakan lebih
awal pada ibu-ibu hamil untuk penderita penyakit hati yang sedang aktif terinfeksi yang
ditandai dengan tinggi ALT, konsentrasi HBV DNA dan atau fibrosis hepatik yang
signifikan. Lamivudin, tenofovir dan telbifudin aman dan efektif dan merupakan obat pilihan
untuk ibu hamil. Bagaimanapun juga, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan
peranan utama terhadap terapi antivirus pada wanita hamil yang carier HBV. (Korean J
Hepatol 2011;17:1-8)
PENDAHULUAN
CHB pada kehamilan merupakan suatu kejadian dan tantangan yang menarik. Lebih
dari 50% dari 350 juta orang yang carier CHB mendapatkan infeksi secara perinatal; pada
ibu-ibu yang HBeAg + angka penularan tinggi sebesar 90%. Kebanyakan (lebih dari 95%)
orang yang menderita infeksi secara perinatal ini dikarenakan variable durasi induksi
daripada tolerasi sistem imun. Di seluruh dunia, CHB tetap menjadi masalah kesehatan;
setiap tahun 600.000 orang meninggal karena penyakit ini seperti gagal hati, sirosis, dan
karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu, pencegahan infeksi secara perinatal merupakan
target utama dalam perjuangan untuk mengahapuskan infeksi hepatitis B.
Angka kejadian hepatitis B pada ibu hamil bervariasi berdasarkan lokasi geografis
dan etnik yang berbeda. Di USA, angka kejadian HBsAg pada wanita asia 6%, afrika-
amerika 1%, 0,6% pada non Hispanics white dan 0,1 pada etnik Hispanics. Di daerah
endemis seperti cina dan asia tenggara angka kejadian mungkin saja tinggi sebesar 10-20%.
Kali ini dikarenakan pola imigrasi di Amerika Utara, negara tempat di lahirkan dan etnik
merupakan faktor resiko yang penting dalam angka kejadian HBV.
Pada jurnal ini akan fokus terhadap strategi untuk mengurangi angka penularan CHB
pada ibu dan anak. Skrining HBsAg, vaksinasi HBV, metode persalinan dan asi dengan obat
oral profilaksis antivirus akan dibahas disini. Berdasarkan penelitian dari agen anti virus
dalam kehamilan. Kami merancanakan suatu algoritma dalam pencegahan penularan HBV
secara perinatal.
SKRINING
Karena dibutuhkannya suatu vaksin yang aman dan efektif dalam melawan HBV,
skrining HBV selama perinatal telah menjadi standar dalam ANC (perawatan antenatal).
Dalam proses skrining kita dapat mengidentifikasi janin mana yang membutuhkan
imunoprofilaksis dengan vaksinasi HBV dan HBIG, dan terapi antivirus terhadap ibu-ibu
hamil yang carier dan konsuling terhadap masalah sexual dan rumah tangga. Skrining
hepatitis b secara menyuluruh terhadap ibu hamil merupakan standar ANC. Hal ini menjadi
standar dikarenakan ditemukan penurunan HbsAg + pada ibu hamil sebesar 50% pada
beberapa populasi di Denmark. Oleh karena itu, AASLD merekomendasikan terhadap semua
wanita hamil harus di skrining HBsAg pada trimester 1 kehamilan, walapun sebelumnya
sudah di vaksinasi atau di test. Sama halnya dengan USPSTF merekomendasikan skrining
pada saat pertama kali kontrol kehamilan. Dalam prakteknya semua pasien HBSAG + yang
ingin melahirkan, harus di rujuk ke rumah sakit dengan tujuan untuk medapatkan
imunoprofilaksis yang tepat. Lebih lanjut lagi semua pasien hamil dengan HBsAg+ secara
ideal harus disarankan untuk konseling dan mendapatkan pengelolahan medis secara tepat.
VAKSINASI
Sejak ditemukannya vaksin HBV rekombinan pada tahun 1982, beberapa badan
kesehatan, termasuk WHO merekomendasikan penggunaan vaksin ini terhadap janin-janin
yang akan dilahirkan oleh ibu-ibu hamil yang HbsAg + dan beberapa grup yang mempunyai
faktor resiko yang tinggi pada penularan penyakit ini (tabel 1). Secara global, lebih dari 160
negara telah menggalakan vaksinasi ini terutama di negara-negara yang endemik HBV. WHO
merekomendasikan vaksin HBV pertama kali diberikan dalam 24 jam persalinan dan
vaksinasi kedua dan ketiga diberikan secara rutin berdasarkan jadwal imunisasi. Imunisasi
pasif HBIG dan pemberian vaksinansi HBV boleh diberikan pada janin yang akan dilahirkan
oleh ibu yang HBsAg +. Bagaimanapun, WHO mengakui batasan yang berhubungan dengan
masalah biaya dan suplai dari HBIG di daerah endemik tertentu. CDC juga menyarankan
pemberian vaksinasi HBV pertama kali diberikan segera setelah persalinan dengan atau tanpa
HBIG. USPSTF merekomendasikan dosis pertama HBV dan HBIG diberikan dalam waktu
12 jam setelah persalinan. Beberapa penelitian telah merekomendasikan keuntungan dari
penggunaan vaksinasi dalam mengurangi angka kejadian HBsAg.
Beasley dkk, telah melaporkan hasil dari pemberian vaksin HBV dan HBIG secara
random terhadap pencegahan penularan perinatal pada 172 janin yang ibunya menderita
HBsAg + yang dipantau selama 2 tahun setelah kelahiran. Secara keseluruhan, ada perbedaan
yang sangat signifikan pada orang yang HBSAG + 6 % (9/156) janin yang menerima
imunoprofilaksis dibandingkan dengan 88% orang yang sering kontrrol. Tidak ada perbedaan
kemanjuran antara vaksinasi HBIG dan HBV (94%), dibandingkan dengan pemberian HBIG
saja (71%) atau pemberiaan vaksinasi HBV saja (75%). Penelitian yang serupa yang
dikerjakan oleh wong dkk,meneliti 4 jadwal vaksinasi pada 1440 janin yang terlahir dari ibu
yang HBeAg+. Pemberian HBV diberikan pada usia 0,1,2 dan 6 bulan setelah kelahiran.
HBV persisten (>/ 6 bulan) akan berkurang secara signifikan dengan terapi vaksinasi dan 7x
suntikan HBIG (2,9%), vaksinasi + 1 kali suntikan HBIG presetasinya (6,8%), dengan
pemberian vaksinasi saja (21%), dibandingkan dengan pemberian plasebo (73%, P<0.0001) .
Pemberian suntikan HBIG secara multiple sepertinya tidak memberikan efek tambahan yang
menguntungkan. Sistem etik dan metanalisis terbaru dari 29 percobaan secara random yang
terkontrol melaporkan secara keseluruhan pengurangan dari HBSAG seropositif dengan
penggunaan vaksin sendiri ( RR 0,28) atau dengan kombinasi HBIG (RR= 0,08)
dibandingkan terhadap plasebo. Bagaimanapun, hanya sebagian kecil dari percobaan yang
kulaitas tinggi yang melibatkan dalam penelitian ini dan kebanyakan (62%) hanya melibatkan
ibu yang HBeAg +
Meskipun keterbatasan pada percobaan, vaksinasi secara universal telah diterima dan
dlaksanakan mengurangi faktor resiko penularan perinatal dan akhirnya sebagai
menghentikan penyakit (table 2). Pemantauan jangka panjang terhadap penelitian di Taiwan
dimana vaksinasi telah diberlakukan lebih dari 20 tahun telah menunjukan penuruan secara
signifikan terhadap penularan perinatal dan komplikasi CHB termasuk infeksi akut dan
HCC. Chang dkk, telah medomonstrasikan bahwa penurunan kejadian HCC di taiwan pada
anak 6-14 tahun dari 0,70/100.00 pada tahun1981-1986 berkurang menjadi 0,36/100.000
pada tahun 1990-1994 ( P<0,01). Walapun penelitian ini menyarankan bahwa pemberian
vaksinasi terhadap janin itu efektif, tidak semua janin merespon terhadap vaksinnya dan
infeksi kronis telah dilaporkan sebesar 1-10% terhadap janin yang telah menerima imunisasi
sebelummnya. Hal ini dikarenakan berkembangnya infeksi sudah ada.
Tabel.1 Faktor resiko hepatitis virus B berdasarkan AASLD 6
- Orang yang tinggal di daerah endemis (asia, afrika, pulau pasifik selatan, amerika utara dan
selatan, karibian, termasuk alaska, kanada, greenland)
- Orang yang tidak di vaksinasi tinggal di daerah endemis HBV
- Pasangan sexual yang berubungan dengan pasangannya HbsAg+
- Pengguna narkoba
- Pasangan sexual yang lebih dari satu
- Pasien dialisis
- Semua wanita hamil
- Riwayat HIV dan HCV
- Orang yang mendapatkan terapi imunosupresive
Tabel.2 Jadwal Vaksinasi HBV berdasarkan CDC
Pada saat dilahirkan
- Bayi lahir dengan ibu HbsAg+ sebaiknya diberikan vaksin HBV dan HBIG ≤ 12 jam
setelah melahirkan
- Jika status ibu dengan HbsAg tidak diketahui, bayi yang baru lahir sebaiknya
diberikan vaksin HBV ≤ 12 jam; sebaiknya seorang ibu harus mengetahui status
HbsAg dia +/-, dan juga bayi yang baru lahir sebaiknya mendapatkan vaksin HBIG ≤
1 minggu setelah melahirkan dengan ibu HbsAg -, pertama kali vaksin HBV
seharusnya diberikan sebelum masuk rumah sakit pada saat kehamilan aterm dan 1
bulan setelah melahirkan atau
Setelah melahirkan
- Semua bayi harus menyelesaikan seri vaksinasi HBV (biasanya dua vaksin tambahan)
sesuai vaksinasi secara lokal direkomendasikan jadwal
- Bayi yang lahir dari ibu yang HbsAg + seharunya di tes untuk HbsAg dan anti HBS
untuk melakukan vaksinasi (biasanya 9-18 bulan)
PERANAN DARI TERAPI ANTI VIRUS
Transmisi dari infeksi HBV termasuk pasien dengan status HBeAg positif dan
tingginya kadar HBV DNA, biasanya nilai kadarnya ≥108 copies/ml. Peranan faktor lain
seperti genotype dari virus dan mutasinya masih belum jelas terpapar. Strategi untuk
mencegah terjadinya penyebaran infeksi “despite” vaksinasi termasuk pemberian HBIG
selama masa kehamilan dan sesegera mungkin setelah terjadinya proses persalinan. Baru –
baru ini, terapi antivirus nucleostide seperti lamivudine telah diteliti untuk kasus ini, sama
halnya dengan pengaruhnya terhadap kondisi pada penyakit immunodefisiensi virus pada
manusia (HIV) yang menginfeksi wanita hamil. Peranan dalam terapi antivirus pada wanita
hamil yang membawa virus HBV telah digunakan dalam beberapa penelitian. Suatu
penelitian telah melibatkan 8 orang ibu yang mengidap HBeAg positif dengan kadar virus
yang tinggi ( ≥1,2 x 109 gec/mL) dimana mereka telah di terapi dengan lamivudine 150 mg rutin
sehari – hari mulai dari kehamilan 34 minggu sampai ke masa persalinan dibandingkan
dengan 24 janin yang terlahir dari ibu yang mengidap HBeAg positif yang tidak diterapi
(grup kontrol). Semua ibu memperoleh imunisasi secara pasif maupun aktif. Pada group
terapi, hanya 1 bayi (12,5%) yang tetap mengidap HBsAg-positive pada satu tahun
dibandingkan dengan 28% bayi yang didalam group kontrol. Terjadi penurunan kadar HBV
DNA sebesar 1 log genome yang equivalen per mL (geq/mL) atau lebih dalam 5 (63%) janin
yang terdapat dalam group terapi (durasi 6 – 40 hari). Tidak ada kejadian merugikan yang
dilaporkan dalam percobaan kecil ini, hal ini membuat kita memperkirakan bahwa
penggunaan lamivudin adalah aman dan efektif dalam mengganggu transmisi virus HBV
selama masa perinatal.
Penelitian dalam sekala besar dalam penggunaan metode double blind plasebo secara
acak dari 155 wanita yang mengidap HBeAg-positive dengan kadar HBV DNA ≥1,000
Meq/mL tetapi mainly normal ALT dibandingkan dengan penggunaan lamivudin 100mg
secara rutin terhadap plasebo ( tabel 3 ). Terdapat 141 bayi yang menerima
immunoprophylaxis, tetapi hanya 115 orang yang menerima vaksin HBV dan HBIG yang
dilibatkan sebagai analisis akhir. Ibu – ibu yang secara acak menerima terapi lamivudin
dimulai pada kehamilan 32 minggu dan berakhir pada 4 minggu setelah melahirkan. Pada 52
minggu setelah melahirkan, 10/56 (18%) janin yang terlahir dari ibu dengan terapi lamivudin
tetap menderita HbsAG positif dibandingkan dengan 23/59 (39%) janin yang berada dalam
perawatan group kontrol/standar. HBV DNA tetap terdeteksi pada 20% janin yang berada
pada grup terapi lamivudin dibandingkan dengan 46% janin yang yang berada pada group
kontrol ( p = 0,003). Tidak ada kejadian tambahan yang telah dilaporkan. Bagaimanapun, ada
beberapa batasan penting dalam penelitian ini. Peningkatan kadar HBsAg seropositif yang tak
terduga telah terlihat dalam grup perawatan standar, hal ini dengan memperkirakan bahwa
mungkin tidak semua bayi menerima immunoprophylaxis sebagaimana protokol
menganjurkan. Sebagai tambahan, kematian janin terhadap kontrol terjadi secara signifikan.
Dari data berdasarkan reanalisis menunjukan bahwa hanya terdapat suatu trend tetapi tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam kepositifan HBsAg (6% grup lamivudin vs 12% grup
kontrol).
Data lebih lanjut berdasarkan keamanan dan kemunjuran dari telbivudine dalam
pencegahan penularan HBV secara perinatal telah bermuculan. Pan et al. Dengan
membandingkan hasil dalam 53 ibu yang menderita HBeAg yang telah diterapi dengan
telbivudine dari trimeseter ke 2 dan ketiga sampai 4 minggu setelah melahirkan dengan 35
pasien yang tidak terkontrol. Dalam penelitian ini, data dasar HBV-DNA adalah >6 log
copies/mL dan ALT > 40 IU/mL tetapi kurang dari 10x batas atas dari normal. Semua bayi
menerima imunisasi secara aktif maupun pasif. Pada persalinan, 4% dan 23% bayi yang baru
lahir memiliki kadar HBsAG yang positif pada grup telbivudin dan grup kontrol. Walaupun
data ini menjanjikan, penelitian lebih lanjut dan kontrol lebih jauh masih diperlukan. Data
keamaan dalam penggunaan terapi anti virus sangatlah penting dilaporkan dari berbagai
macam penelitian klinis dan pendataan terhadapt antivirus yang dapat digunakan selama
kehamilan, pendataan utnuk HIV-positif secara individual, seperti yang tersebut pada tahun
2010, hanya 112 wanita dengan mono-infeksi HBV yang terlibat. Data klinik secara massal
telah dilaporkan. Dengan adanya lamivudin dan tenofir memiliki hasil yang sama dengan
penggunaan agent antivirus lainnya seperti entecavir, adefovir dan telbivudin tetaplah
terbatas. Secara keseluruhan rata-rata angka defek kelahiran berdasarkan terapi antivirus
diperkirakan sebesar 2,7% lahir hidup, dimana bisa dibandingkan dengan prevalensi di
populasi secara umum. FDA telah mengklasifikasikan entecavir, lamivudin, dan adefovir
sebagai obat kategori C, dimana telbivudine dan tenofovir dikategorikan sebgai obat kategori
B. Interferon telah diklasifikasikan sebagai kategori X ( tabel 4 ).
Keuntungan dari penggunaan terapi antiviral selama kehamilan meliputi: memberikan
efek penekanan terhadap antivirus yang ampuh, relatif aman dan tolerabilitas pada kehamilan
dan, dapat menurunkan transmisi HBV secara perinatal. Kerugiannya meliputi risiko
berkembangya resistensi antivirus pada ibu yang tergantung pada agen antivirus yang
digunakan, merupakan suatu kontraindikasi untuk ibu-ibu yang menyusui, dan akan
memberikan risiko flare hepatitis pada penghentian terapi. Dalam satu penelitian yang
melibatkan 31 pasien HBeAg-positif dan negatif, suar postpartum didefinisikan sebagai tiga
kali lipat dari peningkatan alanine amino transferase (ALT) yang terjadi pada 62% dari ibu
yang menggunakan lamivudine sebagai pengobatan dan kemudian menghentikan terapinya,
dibandingkan dengan 42% ibu yang tidak diobati. Mengingat keterbatasan jangka panjang
dan kemanjuran data pada terapi antiviral yang digunakan pada wanita hamil, Keputusan
untuk memulai pengobatan harus dilakukan berdasarkan pada kasus-kasus yang terjadi.
Dalam praktek klinis, tingkat DNA HBV diukur selama trimester kedua di semua ibu
hamil yang HBsAgnya positif (Gambar 1). Jika DNA HBV adalah ≥ 7 log IU / mL kemudian
profilaksis pengobatan awal pada trimester ketiga awal dengan menggunakan lamivudine,
tenofovir atau telbivudine harus dipertimbangkan. Konseling harus diberikan mengenai
tujuan pengobatan, Jangka waktu pengobatan, efek samping yang potensial, keamanan secara
keseluruhan di kehamilan bagi ibu dan janin, pemantauan pada pengobatan dan menyusui.
Jika ibu memutuskan untuk menyusui bayinya, maka semua terapi antivirus harus dihentikan
pada saat kelahiran, dengan tujuan untuk membatasi paparan terhadap si bayi. Selain itu,
jadwal vaksinasi standar harus diikuti. Setelah penghentian terapi, ibu harus dipantau dengan
ALT serial dan tingkat HBV DNA untuk mendeteksi gejala pengobatan penarikan flare, yang
mungkin memerlukan pengobatan berikutnya.
Untuk pasien pembawa HBsAg-positif yang mengidap penyakit hati aktif selama
kehamilan, dapat kita menggunakan pedoman pengobatan standar yang yang berlaku. Tujuan
pengobatan dalam situasi ini adalah untuk mendorong remisi penyakit hati pada ibu, untuk
meminimalkan risiko kelahiran prematur. Aktivitas penyakit Persistent tercermin oleh ALT,
HBV DNA dan / atau kehadiran yang signifikan hati fibrosis (≥ F2 pada METAVIR)
menjamin pengobatan dini, (mis. pada trimester pertama). Karena pengobatan jangka panjang
mungkin diperlukan dalam pengaturan ini, pengobatan dengan tenofovir akan disukai karena
keselamatan secara keseluruhan dengan tingkat resiko antivirus resistance sangat rendah.
Tabel 3. Karakteristik awal ibu dan hasil pada bayi dari ibu yang menerima lamivudine
dibandingkan dengan placebo16
Lamivudine+vaksin+HBIG
(n=56)*
Plasebo+vaksin+HBIG (n= 59)
Karakteristik maternal
Umur rata-rata 26 25
ASIA 100% 100%
HbeAg + 99% 100%
Median HBV DNA 1,936 2390
Hasil pada janin
HbsAg positif (52
minggu kelahiran)
6% 12%
HBV DNA (52
minggu kelahiran)
20% 46%
Tabel 4. FDA kehamilan kategori untuk HBV terapi antivirus
Kategori
kehamilan
menurut FDA
Deskripsi Antivirus
A Studi yang adekuat dan terkontrol tidak menunjukan
adanya suatu kegagalan atau resiko pada bayi yang
dikandung pada trimester 1 (aman digunakan) dan
tidak ada bukti obat ini beresiko pada trimester
selanjutnya
B Studi terhadap reproduksi binatang percobaan
tidak memperlihatkan adanya resiko
terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol pada
ibu hamil atau sistem reproduksi binatang percobaan
yang menunjukkan efek samping ( selain penurunan
tingkat kesuburan), yang juga tidak diperoleh pada
studi terkontrol pada trisemester 1 dan tidak terdapat
bukti adanya resiko pada trisemester selanjutnya
Telbivudine
Tenofovir
C Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya
efek samping pada janin (teratogenik) dantidak ada
studi terkontrol pada wanita. Atau studi pada wanita
maupun binatang percobaan tidak tersedia. Obat
dalam kategori ini hanya boleh diberikan
kepada ibu hamil jika manfaat yangdiperoleh
lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi pada
janin.
Adefovir
Entecavir
Lamivudine
D Ada bukti positif yang menunjukan resiko merugikan
kepada ibu hamil. Data ini diperoleh dari investigasi
dan pengalaman marketing atau penelitian terhadap
manusia. Tapi keuntungan yang potensial dapat
diperoleh dari obat ini terhadap wanita hamil meskipun
terdapat resiko yang potensial dari penggunaan obat ini
X Studi pada binatang percobaan atau manusia
telah memperlihatkan adanya kelainan
janin(abnormalitas) atau terbukti beresiko terhadap
janin. Resiko penggunaan obat pada wanita hamil jelas
lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Obat kategori
X merupakan kontra indikasi bagi wanita hamil atau
interferon
PERTIMBANGAN KHUSUS
Cara persalinan
Cara persalinan juga dapat berpotensi mempengaruhi risiko penularan HBV perinatal,
meskipun penelitian yang berbeda dapat menghasilkan data yang berbeda. Suatu penelitian
di Cina membandingkan kelahiran spontan vaginam, ekstraksi vakum atau forseps, dan
Caesar bagian dalam hal risiko penularan HBV. Di total, 301 bayi dari ibu HBsAg-positif
dilibatkan dan semua bayi menerima HBIG pada saat kelahiran dan vaksin hepatitis B segera
setelah lahir. Tidak ada perbedaan dalam tingkat HBsAg positif saat lahir antara 3 kelompok:
8,1%, 7,7%, dan 9,7% bayi, masing-masing. Sebaliknya, meta-analisis yang termasuk empat
percobaan acak menemukan bahwa operasi Caesar dibandingkan dengan spontan pervaginam
resiko penularan HBV lebih berkurang dari bu-ke-bayi (10,5% vs 28%). Meskipun hasilnya
signifikan secara statistik, studi termasuk memiliki metodologis flaws. Oleh karena itu, paling
kebidanan pedoman tidak mendukung rutin penggunaan operasi Caesar untuk mencegah
penularan perinatal HBV.
Menyusui
Penularan HBV melalui ASI sering menjadi keprihatinan lain dalam menghadapi ibu yang
HBsAgnya positif. Penelitian sebelumnya melaporkan HBsAg, HBeAg dan HBV DNA
terdeteksi di kolostrum. Titer HBsAg dan HBeAg yang tinggi dapat ditemukan pada ibu
dengan HBV DNA yang tinggi di serum, hal ini menunjukkan bahwa ASI merupakan
kendaraan yang penting untuk terjadinya proses transmisi. Namun, dalam studi populasi dari
69 bayi yang divaksinasi yang lahir dari ibu carrier, prevalensi HBsAg pada bayi yang diberi
ASI adalah 0/101 (0%) dibandingkan 9/268 (3%) yang diberi susu formula khusus untuk
bayi. Meskipun perbedaan ini tidak signifikan, hal ini menyarankan bahwa ASI mungkin
memiliki sifat antivirus karena ditemukannya imunoglobulin dan protein lain seperti
laktoferin didalam ASI, yang mungkin dapat menjelaskan terjadinya prevalensi HBsAg yang
lebih rendah pada bayi yang diberi ASI. Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan tidak
ada peningkatan risiko penularan dalam hal menyusui. Mengingat beberapa keuntungan
menyusui, WHO merekomendasikan menyusui bayi dari ibu HBsAg-positif bahkan di daerah
endemik dimana vaksinasi HBV mungkin tidak mudah didapatkan. Namun, masalah ini
masih kontroversial dan organisasi seperti American Academy of Pediatrics menunjukkan
bahwa menyusui tidak dihentikan, asalkan bahwa bayi menerima vaksin HBV dan HBIG.
Terapi Nucleostide selama menyusui tidak direkomendasikan. Tidak didapatkan data
mengenai antivirus lamivudine dan agen lainnya dalam infeksi HBV mono-infeksi. Satu
studi yang membandingkan hematologi bayi dan toksisitas hati pada ibu yang menggunakan
terapi antiretroviral untuk infeksi HIV melalui ASI tidak menemukan perbedaan signifikan
antara ASI dan bayi yang diberi susu formula. Namun, hingga ada data klinis lebih lanjut
tentang keamanan dari tenofovir dan agen antivirus lainnya selama masa menyusui tersedia,
pegobatan antivirus pada infeksi HBV selama masa menyusui tetap menjadi suatu
kontraindikasi.
Hal ini dapat dijelaskan oleh penyakit hati aktif berhubungan dengan infeksi HBV
selama kehamilan dalam proporsi pasien yang dilibatkan, yang mungkin memiliki cenderung
untuk pengembangan obstetrik complications.33 Namun, angka kematian tidak berbeda nyata
antara kelompok dan studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hubungan antara
komplikasi CHB dan ibu dan janin.
IBU DAN JANIN
Meskipun CHB mungkin berhubungan dengan angka kematian yang signifikan pada
pasien karier kronik yang tidak hamil, infeksi HBV tidak meningkatkan angka kejadian
mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin. Suatu penelitian besar yang membandingkan
824 ibu yang terkena HBsAg positif dibandingkan dengan 628 ibu yang HbsAgnya negatif
didapatkan tidak adanya perbedaan persalinan prematur, berat lahir, neonatal jaundice,
kelainan kongenital, begitu pula halnya dengan mortalitas selama masa perinatal.32 Namun,
beberapa case tercontrol terbaru meneliti perbandingan hasil dari 253 ibu hamil pembawa
HbsAg dibandingkan dengan 253 kontrol yang sesuai. Dalam analisis multivarietas, carier
HbsAg memiliki kenaikan resiko daripada DM gestasional, perdarahan antepartum,dan
ancaman akan terjadinya kelahiran prematur. Hal ini dapat dijelaskan oleh penyakit hati aktif
yang berhubungan dengan infeksi HBV yang terjadi selama kehamilan dalam proporsi pasien
yang dilibatkan, yang mungkin memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi
komplikasi dari obstetrik.33 Namun, angka kematian tidak berbeda nyata antara kelompok dan
studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan hubungan antara komplikasi CHB dan ibu
dan janin.
KESIMPULAN
CHB pada kehamilan menghadirkan tantangan unik, tetapi juga kesempatan yang
penting untuk menghambat transmisi penularan HBV. Karena jalur transmisi melalui ibu-
janin adalah rute utama penularan HBV di seluruh dunia, strategi untuk memberantas HBV
atau untuk mengurangi beban global penyakit ini harus menargetkan langkah penting dalam
propagasi penyakit HBV. Untuk tujuan ini, berdasarkan populasi skrining dari semua wanita
hamil untuk HBV dan vaksinasi bayi universal yang diperlukan. Standar perawatan untuk ibu
HBsAg-positif termasuk vaksinasi HBV HBIG di pusat Amerika Utara. Infeksi kronis HBV
tampaknya tidak meningkatkan risiko maternalfetal morbiditas dan mortalitas. Selain itu,
standar persalinan pervaginam dan menyusui tampaknya tidak meningkatkan risiko penularan
HBV. Antivirus terapi menggunakan lamivudine, tenofovir atau telbivudine harus disediakan
untuk mereka yang memiliki penyakit hati aktif selama kehamilan dan bagi mereka dengan
sangat tinggi viral load HBV DNA> 7 log IU / mL pada ketiga trimester. Namun, uji klinis
lebih lanjut adalah diperlukan untuk menentukan peran profilaksis antivirus pada kehamilan.
Singkatnya, wanita hamil carier HBV diharuskan diberikan pengobatan dengan antivirus
yang aman, jika diindikasikan, dan immunoprophylaxis akan mengurangi Infeksi perinatal
HBV dan komplikasinya, risiko dan meminimalkan resiko ke janin atau bayi
DAFTAR PUSTAKA
1. Jonas MM. Hepatitis B and pregnancy: an underestimated issue. Liver Int 2009;29 (Suppl
1):133-139.
2. World Health Organization. Hepatitis B vaccines. Wkly Epidemiol Rec 2009;84:405-419.
3. Chen CJ, Wang LY, Yu MW. Epidemiology of hepatitis B virus infectionin the Asia-
Pacific region. J Gastroenterol Hepatol 2000;15(Suppl): E3-E6.
4. Cowan SA, Bagdonaite J, Qureshi K. Universal hepatitis B screening of pregnant women
in Denmark ascertains substantial additional infections: results from the first five months.
Euro Surveill 2006;11:E060608.3.
5. Lok AS, McMahon BJ. Chronic hepatitis B: update 2009. Hepatology 2009;50:661-662.
6. Lin K, Vickery J. Screening for hepatitis B virus infection in pregnant women: evidence
for the U.S. Preventive Services Task Force reaffirmation recommendation statement. Ann
Intern Med 2009;150:874-876.
7. Mast EE, Margolis HS, Fiore AE, Brink EW, Goldstein ST, Wang SA, et al. A
comprehensive immunization strategy to eliminate transmission of hepatitis B virus infection
in the United States: recommendations of the Advisory Committee on Immunization
Practices (ACIP) part 1: immunization of infants, children, and adolescents. MMWR
Recomm Rep 2005;54:1-31.
8. U.S. Preventive Services Task Force. Screening for hepatitis B virus infection in
pregnancy: U.S. Preventive Services Task Force reaffirmation recommendation statement.
Ann Intern Med 2009;150:869-873.
9. Beasley RP, Hwang LY, Lee GC, Lan CC, Roan CH, Huang FY, et al. Prevention of
perinatally transmitted hepatitis B virus infections with hepatitis B virus infections with
hepatitis B immune globulin and hepatitis B vaccine. Lancet 1983;2:1099-1102.
10. Wong VC, Ip HM, Reesink HW, Lelie PN, Reerink-Brongers EE, Yeung CY, et al.
Prevention of the HBsAg carrier state in newborn infants of mothers who are chronic carriers
of HBsAg and HBeAg by administration of hepatitis-B vaccine and hepatitis-B
immunoglobulin. Doubleblind randomised placebo-controlled study. Lancet 1984;1:921-926.
11. Lee C, Gong Y, Brok J, Boxall EH, Gluud C. Effect of hepatitis B immunisation in
newborn infants of mothers positive for hepatitis B surface antigen: systematic review and
meta-analysis. BMJ 2006;332: 328-336.
12. Chang MH, Chen CJ, Lai MS, Hsu HM, Wu TC, Kong MS, et al. Universal hepatitis B
vaccination in Taiwan and the incidence of hepatocellular carcinoma in children. Taiwan
Childhood Hepatoma Study Group. N Engl J Med 1997;336:1855-1859.
13. Chen HL, Chang CJ, Kong MS, Huang FC, Lee HC, Lin CC, et al. Pediatric fulminant
hepatic failure in endemic areas of hepatitis B infection: 15 years after universal hepatitis B
vaccination. Hepatology 2004;39:58-63.
14. del Canho R, Grosheide PM, Mazel JA, Heijtink RA, Hop WC, Gerards LJ, et al. Ten-
year neonatal hepatitis B vaccination program, The Netherlands, 1982-1992: protective
efficacy and long-term immunogenicity. Vaccine 1997;15:1624-1630.
15. van Zonneveld M, van Nunen AB, Niesters HG, de Man RA, Schalm
SW, Janssen HL. Lamivudine treatment during pregnancy to prevent
perinatal transmission of hepatitis B virus infection. J Viral Hepat 2003; 10:294-297. 8 The
Korean Journal of Hepatology Vol. 17. No. 1, March 2011
16. Xu WM, Cui YT, Wang L, Yang H, Liang ZQ, Li XM, et al. Lamivudine in late
pregnancy to prevent perinatal transmission of hepatitis B virus infection: a multicentre,
randomized, double-blind, placebo-controlled study. J Viral Hepat 2009;16:94-103.
17. Pan C, Han GR, Zhao W, Jiang HX, Cao MK. A prospective open-label study to evaluate
the efficacy, safety and tolerability of telbuvidine (Ltd) in HBeAg+Chronic Hepatitis B
(CHB) pregnant women. [Abstract]. Hepatology 2010;52(Suppl 1):500A.
18. Feld JJ, Bzowej NH. Case presentation and debate: Hepatitis B. AASLD Postgraduate
Course 2010:63-68.
19. ter Borg MJ, Leemans WF, de Man RA, Janssen HL. Exacerbation of chronic hepatitis B
infection after delivery. J Viral Hepat 2008;15:37-41.
20. Marcellin P, Heathcote EJ, Buti M, Gane E, de Man RA, Krastev Z, et al. Tenofovir
disoproxil fumarate versus adefovir dipivoxil for chronic hepatitis B. N Engl J Med
2008;359:2442-2455.
21. Tran TT. Management of hepatitis B in pregnancy: weighing the options. Cleve Clin J
Med 2009;76(Suppl 3):S25-S29.
22. Bzowej NH. Hepatitis B therapy in Pregnancy. Curr Hepat Rep 2010; 9:197-204.
23. Wang J, Zhu Q, Zhang X. Effect of delivery mode on maternal-infant transmission of
hepatitis B virus by immunoprophylaxis. Chin Med J (Engl) 2002;115:1510-1512.
24. Yang J, Zeng XM, Men YL, Zhao LS. Elective caesarean section versus vaginal delivery
for preventing mother to child transmission of hepatitis B virus--a systematic review. Virol J
2008;5:100.
25. Lin HH, Hsu HY, Chang MH, Chen PJ, Chen DS. Hepatitis B virus in the colostra of
HBeAg-positive carrier mothers. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1993;17:207-210.
26. Hill JB, Sheffield JS, Kim MJ, Alexander JM, Sercely B, Wendel GD. Risk of hepatitis B
transmission in breast-fed infants of chronic hepatitis B carriers. Obstet Gynecol
2002;99:1049-1052.
27. Petrova M, Kamburov V. Breastfeeding and chronic HBV infection: clinical and social
implications. World J Gastroenterol 2010;16:5042-5046.
28. Beasley RP, Stevens CE, Shiao IS, Meng HC. Evidence againstbreast-feeding as a
mechanism for vertical transmission of hepatitis B. Lancet 1975;2:740-741
29. World Health Organization(WHO); Hepatitis B and breastfeeding. Update No. 22,
November 1996. WHO Web site (online), <http://www.
who.int/child_adolescent_health/documents/pdfs/hepatitis_b_and_ breastfeeding.pdf>
Accessed 2011.
30. Gartner LM, Morton J, Lawrence RA, Naylor AJ, O'Hare D, Schanler RJ, et al.
Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics 2005; 115:496-506.
31. Bae WH, Wester C, Smeaton LM, Shapiro RL, Lockman S, Onyait K, et al. Hematologic
and hepatic toxicities associated with antenatal and postnatal exposure to maternal highly
active antiretroviral therapy among infants. AIDS 2008;22:1633-1640.
32. Wong S, Chan LY, Yu V, Ho L. Hepatitis B carrier and perinatal outcome in singleton
pregnancy. Am J Perinatol 1999;16:485-488.
33. Tse KY, Ho LF, Lao T. The impact of maternal HBsAg carrier status on pregnancy
outcomes: a case-control study. J Hepatol 2005;43:771-775.
Recommended