View
268
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mempelajari fenomena pengerasan pada baja karbon
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada logam
Memahami mekanisme dan fenomena precipitation hardening pada paduan
Al-Cu.
II. TEORI DASAR
Pada dasarnya proses pengerasan logam dilakukan dengan menghambat
pergerakan dislokasi sehingga logam yang bersangkutan akan semakin sulit untuk
dideformasi plastis, atau dengan kata lain ia menjadi lebih keras dari keadaan
sebelumnya. Untuk menghambat pergerakan dislokasi ini digunakan beberapa
metode antara lain : pengerasan dengan mekanisme pembentukan martensit pada
baja, precipitation hardening, pengerasan dengan cold working dan sebagainya.
Dalam praktikum ini dilakukan proses pengerasan baja , precipitation pada paduan
Al-Cu. Selain itu pada praktikum ini juga dilakukan proses rekristalisasi pada
logam Cu.
A. Pengerasan Baja Karbon
Baja dapat dikeraskan dengan menerapkan proses perlakuan panas atau
heat treatment. Proses heat treatment sendiri merupakan prose pengubahan sifat
logam melalui pengubahan struktur mikro dengan cara pemanasan dan
penganturan laju pendinginan.
Pengerasan baja ini dilakukan dengan pemanasan baja tersebut sampai
terbentuk fasa austenit pada baja tersebut. Setelah dilakukan holding time untuk
membuat temperature bersifat homogen di seluruh baja, baja tersebut kemudian
didinginkan secara cepat sehingga timbul fasa martensit yang keras.
T b
a : Pemanasan
a b : Holding timec
c : Quenching
B. Precipitation Hardening pada paduan Al-Cu
Precipitation hardening adalah proses perlakuan panas yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan material dengan pembentukan
precipitat yang tersebar secara seragam di dalam matrik. Precipitation hardening
memiliki 2 tahapan Antara lain :
1. Solution heat treating
2. Precipitation heat treating
Pada tahap solution heat treating, unsur Cu akan melarut dalam paduan
yang dilakukan dengan memanaskannya hingga batas kelarutannya. Setelah
dilakukan holding time maka akan terbentuk larutan padat lewat jenuh (super
saturated solid solution). Kemudian paduan tersebut diquenching.
Tahapan selanjutnya adalah Precipitation heat treating. Pada tahapan ini
paduan tersebut kemudian di aging sehingga terbentuk precipitat yang nantinya
akan menghambat pergerakan dislokasi. Dengan terhambatnya pergerakan
dislokasi inilah paduan Al-Cu tersebut akan menjadi lebih keras.
Ta
b
t
a : Solution Heat Treatingb : Precipitation Heat Treating
C. Rekristalisasi
Material kristalin yang mengalami deformasi plastis pada temperature
rendah (cold work) akan mengalami perubahan bentuk butir dan terjadi
peningkatan kekerasan meningkatnya kerapatan dislokasinya. Rekristalisasi
sendiri merupakan proses perlakuan panas yang ditandai dengan terbentuknya
butir baru yang berbentuk equiaksial dengan kerapatan dislokasi yang kecil
disertai dengan penurunan kekerasan. Temperatur rekristalisasi dipengaruhi oleh
deformasi plastis yang dialami oleh material. Semakin banyak ia mengalami
deformasi plastis maka temperature rekristalisainya akan semakin turun.
Rekristalisasi ini merupakan fungsi dari temperature dan waktu.
BAB III
Data Praktikum
A. Pengerasan Baja
Spesimen Temp.(ºC) Waktu (menit) HRA Awal HRC AkhirBaja karbon
rendah
850
30 2,67 37,5
Baja karbon
medium
Baja karbon
tinggi 850 30 11,76 47,3
Gambar specimen baja setelah heat
treatment
B. Rekristalisasi Tembaga.
No.Spesimen Temp.(ºC) Waktu (mnt) HRE Awal HRE Akhir
1 850 120 86,67 51
2 400 10 mnt 86,67 47
3 400 30 mnt 86,67 79
4 400 45 mnt 87 23,3
5 400 60 mnt 87 77,67
6 400 90 mnt 87 73
Gambar specimen tembaga setelah heat treatment
C. Precipitation Hardening Pada paduan Al-Cu
No.Spesimen Temp.(ºC) Waktu (menit) HRE Awal HRE Akhir
1 200 - 84 84
2 200 10 84 79
3 200 30 84 93
4 200 60 84 78
5 200 120 84 85
Gambar specimen Al-Cu setelah heat treatment
BAB IV
ANALISIS
1. Pengerasan baja karbon
Baja dapat dikeraskan melalui proses perlakuan panas atau heat treatment.
Proses heat treatment ini merupakan proses pemanasan dan pendinginan pada
material logam yang bertujuan untuk mengubah sifat mekanik material dengan
cara pengaturan laju pendinginan.
Pada percobaan pengerasan baja karbon, digunakan tiga jenis baja karbon,
yaitu baja karbon tinggi dan baja karbon rendah. Sebelum dilakukan pemanasan,
spesimen diuji dulu kekerasannya dengan menggunakan uji keras Rockwell.
Harga kekerasan awal baja karbon tinggi adalah 11,76HRA, dan baja karbon
rendah adalah 2,67HRA. Setelah itu, kedua spesimen tersebut dipanaskan selama
30 menit pada temperatur 850o C yang merupakan temperatur austenisasinya.
Pemanasan ini bertujuan untuk membentuk fasa austenit pada baja tersebut.
Setelah selesai pemanasan dilakukan holding time untuk membuat temperature
bersifat homogen di seluruh baja, ketiga baja tersebut kemudian didinginkan
secara cepat sehingga timbul fasa martensit yang keras.
Kekerasan material diukur kembali, dan diperoleh harga kekerasan
masing-masing spesimen meningkat, yaitu pada baja karbon tinggi menjadi
47,3HRC, dan baja karbon rendah menjadi 37,5HRC.
Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga
kekerasan pada kedua spesimen disebabkan oleh banyaknya kandungan karbon
pada baja tersebut karena karbon yang terdapat pada baja tersebut akan larut
secara interstisi ataupun substitusi dan akan menyebabkan distorsi latis pada kisi
dan internal strength akan naik akibatnya kekerasan akan meningkat. Dengan kata
lain banyaknya kadar karbon yag terdapat pada suatu baja akan mempengaruhi
kekerasan baja tersebut. Jumlah C pada baja karbon tinggi lebih banyak daripada
baja karbon rendah, sehingga harga kekerasan baja karbon tinggi lebih besar
daripada baja karbon rendah. Selain itu, laju pendinginan juga mempengaruhi
kekerasan material seperti yang terlihat dari diagram CCT, bahwa makin lambat
laju pendinginan maka akan mempengaruhi jumlah martensit yang terbentuk
(untuk suatu baja yang sama) :
Dari kurva diatas akan terukur harga kekerasan yang berbeda pada laju
pendinginan suatu material. Semakin cepat laju pendinginan, kekerasan
materialnya akan semakin keras.
2. Rekristalisasi
Percobaan selanjutnya adalah proses rekristalisasi dari Tembaga (Cu).
Pada percobaan ini digunakan 6 buah spesimen Cu yang diberi nomor 1, 2, 3, 4, 5,
dan 6 serta diperoleh data harga kekerasan awal dan akhir dari keenam spesimen
tersebut. Tembaga memiliki temperature melting sekitar 1085ºC. Dari keterangan
ini kita dapat perkirakan bahwa temperature rekristalisasi dari tembaga sekitar
542.5ºC (setengah dari temperature melting).
Pada percobaan tembaga no.6, spesimen dipanaskan pada temperature
400ºC. Dari data percobaan didapatkan harga kekerasan awal adalah 87 HRE dan
kekerasan akhir adalah 73. Kekerasannya menurun cukup besar, padahal
seharusnya kekerasan setelah dipanaskan dengan sebelum dipanaskan relative
sama karena pada temperature ini yang terjadi adalah proses recovery dimana
distorsi latis yang menghalangi pergerakan dislokasi melalui struktur tidak
terpengaruh. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan pengukuran pada uji
kekerasan.
Dari gafik di atas, kekerasan akhir dari spesimen no.2 sampai no.5
mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori yang terdapat pada literatur
dimana kekerasan material berbanding terbalik dengan ukuran butir material
tersebut, makin kecil butir maka kekerasan suatu material akan semakin kuat.
Spesimen no.1 dipanaskan sampai suhu 850 ºC dan didapatkan kekerasan
akhirnya menurun secara drastis. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh
butir-butir dari tembaga tersebut tumbuh sehingga menjadi lebih besar ukurannya
daripada ukuran semula. Membesarnya ukuran butir inilah yang menyebabkan
kekerasan dari spesimen menurun.
3. Precipitation Hardening pada Al-Cu
Harga kekerasan yang diperoleh dari pemanasan kelima spesimen pada
percobaan ini berbeda-beda . Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu pemanasan
yang berbeda-beda pula.
Pada Precipitation hardening kekerasan akan meningkat karena terbentuk
presipitat pada batas butir dan bidang geser. Presipitat inilah yang menghambat
pergerakan dislokasi, sehingga kekerasannya akan meningkat. Mekanisme pada
precipitation hardening adalah substitusi dimana atom Cu mensubstitusi atom Al.
Kemudian karena proses pemanasan atom Cu berkumpul pada bagian tengah
membentuk presipitat yang letaknya tidak sejajar lagi dengan atom Al. Karena
adanya presipitat tersebut pergerakan dislokasi menjadi terhambat.
Pada pengerasan Al-Cu tahapan pertama dalam proses precipitation
hardening telah dilakukan oleh asisten (pemanasan 550ºC selama 12 jam
kemudian diquench). Tahapan berikutnya yaitu precipitation heat treating
dilakukan oleh praktikan. Caranya dipanaskan sampai temperature 200ºC lalu
diquench seperti proses pengerasan pada logam. Dari data yang diperoleh
didapatkan kurva hubungan antara kekerasan yang terjadi terhadap waktu aging :
Dari kurva diatas terlihat bahwa kekerasan meningkat seiring dengan
meningkatnya waktu aging. Peningkatan kekerasasn tersebut disebabkan karena
timbulnya partikel precipitat yang masih koheren dengan solvent atom (Al). Hal
ini menyebabkan terjadinya distorsi latis sehingga dislokasi dapat dihambat
(paduan mengeras). Partikel precipitat tersebut akan terus membesar seiring
dengan lamanya pemanasan sehingga paduan semakin keras.
BAB V
KESIMPULAN
1. Baja dapat diperkeras dengan cara mengontrol transformasi austenit.
Kekerasan baja maksimum dapat diperoleh dengan cara mendinginkan
baja dari temperature austenisasi dengan laju pendinginan yang sama atau
lebih besar dari laju pendinginan kritis.
2. Rekristalisasi merupakan perlakuan panas yang membentuk butir-butir
baru equaksial dengan kerapatan dislokasi yang kecil yang meyebabkan
penurunan kekerasan.
3. Pada precipitation hardening kekerasan akan meningkat karena terbentuk
presipitat pada batas butir dan bidang geser.
BAB VI
TUGAS SETELAH PRAKTIKUM
II.3
a. Mengapa setelah dikeraskan ,kekerasan baja karbon rendah lebih rendah
dibandingakan dengan baja karbon medium atau tinggi?
Karena pada baja karbon rendah walaupun sudah dilakukan pendinginan
secara cepat tetap masih ada perlit yang terbentuk selain fasa martensit. Hal ini
terlihat pada diagram CCT, garis Ps (perlit start) yang dekat dengan sumbu tegak
mengakibatkan walaupun sudah dilakukan pendinginan yang cepat tetap masih
ada kemungkinan terbentuknya perlit.
b. Mekanisme terbentuknya martensit dan mengapa martensit keras.
Mekanisme terbentuknya martensit adalah bergesernya atom C. Dalam hal ini
atom C tidak sempat berdifusi karena pendinginan yang cepat sehingga ia hanya
akan bergeser ke rongga-rongga dalam sel satuan FCC milik Fe dengan mengisi
terlebih dahulu rongga oktahedralnya kemudian rongga tetrahedralnya.
c. Mengapa terbentuk Austenit sisa, apa pengaruhnya terhadap kekerasan, cara
untuk mengatasinya ?
Karena Mf terletak pada temperature yang rendah sehingga pada saat
pendinginan tidak semua austenit bertranformasi menjadi martensit.Austenit sisa
akan mengurangi kekerasan sehingga hasil pengerasan yang didapat tidak
optimum. Untuk mengatasinya dilakukan subzero treatment sehingga Mf-nya
tercapai dan semua austenitnya bertranformasi menjadi martensit.
d. Bagaimana cara membuat diagram CCT ?
Dengan memplotkan tranformasi yang terjadi pada temperature tertentu
terhadap waktu pendinginan.
III.3
a. Buat analisis pengaruh waktu aging terhadap kekerasan?
(dalam pembahasan)
b. Apa yang anda ketahui mengenai GP zone?
Suatu daerah dimana terbentuk cluster (berkumpulnya atom-atom terlarut
substitusi)/partikel precipitat dimana cluster tersebut masih koheren dengan
atom-atom solvent. Hal ini menyebabkan distorsi latis yang berakibat pada
meningkatnya kekerasan logam.
c. Mengapa presipitasi meningkatkan kekearasan ?
Presipitasi dapat meningkatkan kekerasan karena ia akan menghalangi
pergerakan dislokasi. Pada GP zone terlihat bahwa adanya presipitat akan
menyebabkan distorsi latis sehingga meningkatkan internal strees, karena inilah
dislokasi dapat dihambat pergerakannya.
d. Apa yang dimaksud dg natural aging,artificial aging dan overaging ?
Natural aging : pada precipitation hardening aging dilakukan pada
temperature kamar
Artificial aging : Pada precipitation hardening aging dilakukan diatas
temperature kamar.
Over aging : aging yang melewati batas kekuatan dan kekerasan yang
dapat diperoleh , sehingga kekerasan malah turun.
IV.3
a. Pengaruh temperature anil terhadap kekerasan dan ukuran butir ?
Dengan meningkatnya temperature anil kekerasan akan menurun (material
akan menjadi lebih lunak.
Dengan meningkatnya temperature anil, untuk daerah recovery sampai
dengan rekristalisasi butir menjadi semakin halus (dari elongated menjadi
equiaksial), namun apabila dianil lebih tinggi lagi butir-butir tadi akan tumbuh.
b. Pada pemanasan 400ºC apa pengaruhnya terhadap kekerasan ?
Kekerasan meningkat. Hal ini disebabkan berubahnya ukuran dan bentuk
butir menjadi lebih halus.
D. Mengapa pemberian hot working tidak meningkatkan kekerasan ?
Karena pada Hot Working dislokasi menjadi relative sedikit akibat
dipanaskan diatas temperature rekristalisasi sehingga kekerasan akibat strain
hardening tidak ada.
E. Apa keuntungan rekristalisasi ?
a. Dapat mengurangi kegetasan dengan mengurangi densitas dislokasinya.
b. Sifat mekanik dan sifat elektriknya dapat kembali seperti keadaan semula
(sebelum dilakukan cold work)
F. Pengaruh cold work terhadap temperature rekristalisasi material ?
Makin banyak cold work yang diberikan kepada suatu material maka
kecepatan rekristalisasi makin meningkat atau dengan kata lain temperature
rekristalisasi semakin menurun.
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Callister,W.D. Materials Science And Engineering An Introducing, sixth edition,
John Wiley & Sons, New York, 2003.
Tugas tambahan
Diagram CCT
Tugas tambahan
1. Mengapa CCT bergeser ke kanan, Ms-nya turun?
Temperatur Ms menurun seiring dengan kenaikan temperature austenisasi.
Hal ini dikarenakan Ms bergantung terhadap kandungan karbon austenite.
Dimana semakin tinggi karbon semakin turun temperature Ms.
2. Gambarkan diagram CCT?
3. Adakah Mf yang berada di bawah sumbu x dan memotong sumbu y?
Mf tidak ada yang berada di bawah sumbu-x, tetapi ada yang memotong
sumbu-y yaitu pada kondisi isothermal cooling temperature.
4. Arah bidang geser FCC dan BCC?
FCC BCC
5. Persamaan apa yang mempengaruhi besar butir?
n = + 1
Ket : N = banyaknya butir dan satuan luas
n = grain size number
jadi, semakin sedikit butir dalam satuan luas maka ukuran butirnya
semakin besar.
6. Cara kerja tungku?
Cara kerja tungku adalah dengan mengubah energi listrik menjadi energi
panas dengan cara memanaskan filamen yang terdapat pada bagian dalam
tungku. Meningkatnya temperature pada filamen akibat adanya hambatan
listrik yang mengalir pada rangkaian listrik dalam tungku. Filamem inilah
yang meningkatkan temperature dalam tungku. Untuk mengatur suhu pada
tungku dilakukan dengan mengatur hambatan yang mengalir pada
rangkaian listrik.
7. Recovery, Recristalisasi, Grain growth ?
Recovery : kembali ke sifat fisik awal sebelum dilakukan cold working
dengan penyusunan kembali dislokasi menjadi susunan yang lebih teratur
namun tidak ada perubahan yang berarti secara microstruktural.
Recristalisasi : Pengintian butir baru yang bebas regangan , sedikit
dislokasi dan memiliki karakteristik sama seperti sebelum dilakukan cold
working.
Graingrowth : Pertumbuhan butir equiaksial menjadi lebih besar
ukurannya.
Recommended