View
234
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB V EFEKTIVITAS PENGGUNAAN JEMBATAN PENYEBERANGAN
ORANG (JPO)
A. Identitas Informan 1. Identitas Informan Secara Umum
1. Rita
Beliau seorang ibu berusia 33 tahun. Bekerja sebagai PNS dan hampir
setiap hari melintasi jalan- jalan besar yang terdapat JPO. ibu Rita
termasuk pengguna jalan yang tidak berkendaraan atau pejalan kaki
yang tidak memanfaatkan JPO sebagai sarana penyeberangan. Beliau
lebih sering menyeberang jalan raya secara langsung, karena merasa
malas menaiki tangga JPO yang bisa menimbulkan efek lelah dan
lebih lama sampai.
2. Erwin
Beliau seorang bapak berusia 35 tahun dan bekerja sebagai
wiraswasta. Beliau memiliki toko yang dekat dengan JPO di jalan
Kartini, sehingga beliau sering melewati jalan di sekitaran JPO. Beliau
termasuk yang tidak setia menggunakan JPO. Hanya sesekali saja dan
itu sangat jarang dalam menggunakan JPO. Hal tersebut karena bagi
bapak Erwin JPO di jalan Kartini (depan Bambu Kuning), tidaklah
kondusif karena banyak gepeng yang berkeliaran.
3. Anita
Beliau seorang wanita berusia 19 tahun dan berstatus sebagai
mahasiswa. Anita termasuk mahasiswa pejalan kaki yang tidak selalu
setia menggunakan JPO. Anita termasuk mahasiswa yang sering
memenuhi kebutuhan hariannya dengan berbelanja di tanjung karang.
Beliau hanya menggunakan JPO jika berjalan bersama dengan teman-
temannya, sedangkan jika berjalan sendiri beliau tidak mau
menggunakan JPO dengan alasan takut di jambret.
4. Afi
Seorang pelajar SMP yang rutin menggunakan JPO. Afi selalu
menggunakan JPO ketika hendak menyeberang. Bagi Afi
menyeberang dengan JPO akan lebih aman dan tidak akan tertabrak
mobil. Afi merasa lebih nyaman menggunakan JPO ketimbang
menyeberang langsung di jalan raya yang beresiko kecelakaan lalu
lintas. Afi merupakan seorang pelajar SMP yang untuk sampai ke
sekolahnya memerlukan JPO untuk menyeberang.
5. Yoga
Beliau adalah seorang pemuda berusia 25 tahun. Beliau termasuk
masyarakat yang mendukung adanya JPO sebagai sarana
penyeberangan orang, namun tidak selalu menggunakan JPO untuk
menyeberang. Beliau adalah seorang wiraswasta yang memiliki toko
di sekitar Bambu Kuning. Bagi beliau JPO digunakan ketika jalan
raya padat kendaraan, jika lengang beliau akan menyeberang jalan
raya secara langsung agar lebih cepat sampai dan tidak lelah karena
harus naik turun tangga.
6. Mar’ah
Beliau adalah seorang ibu rumah tangga berusia 28 tahun. Beliau
sering melintasi jalan yang dekat dengan JPO, dan termasuk yang
selalu menggunakan JPO. Beliau sering bertemu dengan JPO ketika
hendak memenuhi kebutuhan keluarganya. Beliau merasa jika
menyeberang dengan JPO akan lebih aman dan tidak beresiko
kecelakaan lalu lintas.
Tabel 5.1 Karakteristik Informan
No Nama Umur Alamat Pekerjaan Waktu
Wawancara
1. Rita 33 th Tanjung
Karang Pusat PNS 2 Juni 2012
2. Erwin 35 th Langkapura Wiraswasta 3 Juni 2012
3. Anita 19 th Pramuka Mahasiswa 3 Juni 2012
4 Afi 14 th Durian Payung Pelajar SMP
3 Juni 2012
5. Yoga 25 th Rajabasa Wiraswasta 4 Juni 2012
6. Mar’ah 28 th Tanjung
Karang Pusat Ibu Rumah
Tangga 5 Juni 2012
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2012
Keenam orang tersebut di atas merupakan narasumber (informan) yang
dipandang memahami dan mempunyai pengetahuan tentang efektivitas
keberadaan JPO di Kota Bandar Lampung, karena mereka adalah orang-
orang yang notabene bersinggungan dengan JPO dalam mobilitas
hariannya. Berdasarkan dari usianya yaitu interval antara 14 s.d 25 dan
26 s.d 35 tahun hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
gerak dan pola pikir dari masing-masing individu dalam bersikap
terhadap keselamatan pribadi dan orang lain. Sehingga dari keenam
orang tersebut di atas, dapat peneliti yakini untuk menjadi narasumber
data primer melalui wawancara secara mendalam. kemudian jika dilihat
dari pekerjaan dan alamat tinggalnya, keenam orang tersebut merupakan
orang- orang yang akan bertemu dengan JPO dalam aktivitas
kesehariannya. Sehingga penulis merasa layak untuk menjadikan mereka
informan dalam penelitian ini.
2. Data Informan Menurut Pekerjaan dan Jenis Kelamin
Berkaitan dengan identitas informan menurut pekerjaan dan jenis
kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 5.2 Identitas Informan Menurut Jabatan dan Jenis Kelamin
No Nama Pekerjaan Jenis Kelamin
1 Rita PNS Perempuan
2 Erwin Wiraswasta Laki-Laki
3 Anita Mahasiswa Perempuan
4 Afi Pelajar SMP Laki-Laki
5 Yoga Wiraswasta Laki-Laki
6 Mar’ah Ibu Rumah Tangga Perempuan
Sumber : Data Primer diolah Tahun 2012
B. Penggunaan Fasilitas Jembatan Orang (JPO)
1. Penggunaan JPO bagi Pejalan Kaki
Departemen Pekerjaan Umum: 1995 dalam “Tata Cara Perencanaan
Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan”, menyatakan bahwa:
Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi melewatkan lalu lintas yang terputus pada kedua ujung jalan akibat adanya hambatan berupa sungai, saluran, kanal, selat, lembah serta jalan dan jalan kereta api yang menyilang. Sedangkan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) adalah jembatan yang letaknya bersilangan dengan jalan raya atau jalur kereta api, letaknya berada di atas kedua objek tersebut, dan hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki yang melintas (menyeberang) jalan raya atau jalur kereta api Jembatan Penyeberangan Orang juga dapat diartikan sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, menyeberang jalan tol, atau jalur kereta api dengan menggunakan jembatan tersebut, sehingga alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik dan kemungkinan terjadi kecelakaan dapat dikurangi.
Sesuai dengan kegunaannya, JPO selayaknya dipakai oleh pengguna
jalan sebagai sarana untuk menyeberang dari satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini agar alur sirkulasi orang dan lalu lintas kendaraan bisa
berjalan dengan baik. Terpisahnya mobilisasi orang dan kendaraan
bermotor diharapkan dapat menciptakan keamanan dan kenyamanan
dalam berlalu lintas dan berjalan kaki. Akan tetapi, JPO sebagai sarana
untuk menyeberang bagi pejalan kaki menjadi kehilangan fungsinya.
Pejalan kaki banyak yang tidak menggunakan JPO tetapi lebih sering
menyeberang di jalan raya tempat lalu lintas kendaraan bermotor. Hal ini
sesuai dengan pernyataan informan 1 dan 2, sebagai berikut:
“Saya bukan pengguna setia JPO, saya tau konsekuensi menyeberang jalan tidak menggunakan JPO sangatlah tinggi, tetapi
saya merasa malas untuk menggunakan JPO karena harus naik turun tangga.” (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 02 juni 2012) “Saya bukan pengguna setianya namun pernah menggunakannya, tapi saya malas lewat JPO karena banyak gepeng nya.” (wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012)
Kondisi JPO bisa menentukan tingkat keramaian masyarakat pejalan kaki
yang menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan. JPO sering kali
tidak dijadikan alternatif pertama bagi pejalan kaki ketika hendak
menyeberang. Masyarakat pejalan kaki lebih suka menyeberang langsung
di jalan raya karena enggan untuk menaiki tangga dengan berbagai
alasan. Dampak negatif ketika menyeberang jalan secara langsung tanpa
menggunakan JPO sering kali tidak dihiraukan.
JPO sebagai sarana penyeberangan bagi pejalan kaki pada dasarnya
mempunyai dasar pembangunan yang jelas-jelas untuk melindungi
pejalan kaki, namun pada prakteknya tidak keberadaan JPO masih jarang
dimanfaatkan dengan baik oleh pejalan kaki. Hal tersebur bukan hanya
karena faktor internal pejalan kaki tapi juga faktor eksternal, seperti
ketidakamanan JPO. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut
ini:
Informan 3 “Hehehehehe setia sih tidak,tapi pernah saja menggunakannya ketika bareng temen-temen kadang saya menggunakannya, tapi ketika’ sendirian tidak berani. Takut di jambret.” (wawancara dengan Anita, Sabtu 03 Juni 2012)
Kondisi JPO yang tidak aman dan tidak nyaman menjadi alasan
mendasar sebagian besar pejalan kaki untuk tidak menggunakannya
sebagai sarana penyeberangan. Kondisi JPO di kawasan kota Bandar
Lampung cenderung menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki.
Hal tersebut karena di JPO banyak terdapat pengemis dan cenderung
rawan pencopetan. Tentunya pejalan kaki akan merasa terancam dengan
kondisi ini, sehingga sebagian mereka banyak menyeberang jalan tanpa
menggunakan fasilitas JPO. Kecuali ketika waktu- waktu ramai seperti
Ramadhan, menjelang hari raya Idul Fitri ataupun Natal dan Tahun Baru.
Tabel 5.3 Makna JPO bagi Informan
No Nama Alamat Arti JPO 1 Rita Tanjung Karang
Pusat Sarana JPO di buat seharusnya untuk keamanan pejalan kaki menyeberangi/melintasi jalan namun para pejalan kaki malah lebih banyak yang tidak mau menggunakannya
2 Erwin Langkapura Saya sering melewati jalan ini, karena saya punya usaha di bambu kuning dan lorong king, menurut saya JPO adalah jembatan penyeberangan jalan
3 Anita Pramuka JPO menurut saya adalah, Jembatan pnyeberangan orang/ jembatan untuk menyeberang jalan
4 Afi Durian Payung JPO digunakan untuk menyeberang
5 Yoga Rajabasa Jembatan untuk menyeberang jalan dengan aman
6 Mar’ah Tanjung Karang Pusat
Jembatan untuk menyeberang jalan raya
Sumber: Data primer diolah tahun 2012
2. Analisis Pemahaman Masyarakat Pejalan Kaki Akan Latar Belakang Pembuatan JPO
Pada dasarnya sebagian masyarakat telah memahami latar belakang
pembuatan JPO. Masyarakat bisa memahaminya langsung tanpa harus
bertanya pada pemerintah. Hal tersebut karena secara tidak langsung
latara belakang pembuatan JPO bisa dipahami oleh masayarakat dengan
merasakan kebermanfaatan akan fasilitas umum tersebut, walau tidak
sedikit masyarakat yang mengabaikan kebermanfaatan tersebut dengan
berbagai alasan, baik alasana internal dari dalam diri maupun alasan
eksternal terkait ketidakamanan dan ketidaknyamanan fasilitas JPO
diberbagai titik di Bandar Lampung. Hal ini sesuai dengan pernyataan
informan 3 sebagai berikut:
“Latar belakang di buat JPO ini mungkin karena jalan disini begitu padat, kemudian disini kan pusat perbelanjaan dan bisnis, otomatis bakal banyak manusia dan kendaraan jadi JPO ini penting di buat.” (wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012)
Latar belakang JPO sebagai sarana penyeberangan yang aman bagi
pejalan kaki merupakan apresiasi dari UU pejalan kaki yang
mengharuskan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada
pejalan kaki. JPO mempunyai kekhususan bagi pejalan kaki, namun ada
masyarakat yang tidak terbiasa dan tidak nyaman menggunakannya
untuk menyeberang.
Latar belakang pembuatan JPO adalah berdasarkan analisa kebutuhan
pejalan kaki dalam menyeberang di jalan raya. Sudah selayaknya jika
sarana prasarana yang disediakan itu dimaksimalakan pemakaiannya.
Maka dibutuhkan formulasi yang tepat dari pemerintah dengan bekerja
sama dengan kepolisian untuk menciptakan rasa aman dan nyaman dari
pejalan kaki, sekaligus untuk membuat takut dan jera para pelaku
kejahatan di atas jembatan penyeberangan orang. Hal tersebut karena
JPO dibuat sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki, sehingga
perlu untuk dioptimalkan agar apa yang menjadi tujuan pembangunan
bisa tercapai secara substansial. Terkait latar belakang pembangunan JPO
secara substansial, beberapa informan bisa memahaminya. Berikut
pernyataan informan:
Informan 2 “Ehmmmm...untuk orang yang akan menyeberangi jalan seharusnya.” (wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012) Informan 4 “Biar enak nyeberang jalannya, biar tidak ketabrak mobil” (wawancara dengan Afi, Minggu, 03 Juni 2012)
Informan 5 “Untuk memberikan keamanan dari kecelakaan dari lalulintas serta memberi kelancaran pengguna jalan raya sehingga memiminimalisir kemacetan lalulintas” (wawancara dengan bapak Yoga, Senin 4 Juni 2012)
Masyarakat pejalan kaki bisa menilai secara langsung akan latar belakang
pembuatan JPO. Pada dasarnya masyarakat sudah bisa memaknai arti
pembangunan fasilitas umum tersebut. Atas pemahaman tersebut,
tentunya masyarakat terutama pejalan kaki menuntut akan adanya
maksimalisasi dari tujuan pemabangunan tersebut. Masyarakat tentunya
menginginkan keamanan bagi pengguna bangunan tersebut. Masyarakat
paham bahwa pembangunan JPO sebagai sarana menyeberang bagi
pejalan kaki adalah untuk menghindari resiko kecelakaan akibat
menyeberang langsung di jalan raya. Namun, ada berbagai hal yang
mengakibatkan masyarakat pejalan kaki tidak selalu menggunakan JPO,
hal tersbut juga berkaitan dengan keamanan ketika melintas di JPO.
Tabel 5.4 Pemahaman Informan atas Latar Belakang Pembangunan JPO
No Nama Alamat Latar Belakang Pembangunan JPO
1 Rita Tanjung Karang Pusat
Sarana JPO di buat seharusnya untuk keamanan pejalan kaki menyeberangi/melintasi jalan namun para pejalan kaki malah lebih banyak yang tidak mau menggunakannya
2 Erwin Langkapura Ehmmmm...untuk orang yang akan menyeberangi jalan seharusnya
3 Anita Pramuka Latar belakang di buat JPO ini mungkin karna jalan disini begitu padat, kemudian disini kan puast perbelanjaan dan bisnis, otomatis bakal banyak manusia dan kendaraan jadi JPO ini penting di buat
4 Afi Durian Payung Biar enak nyeberang jalannya, agar tidak ketabrak mobil
5 Yoga Rajabasa Untuk memberikan keamanan dari kecelakaan dari lalulintas serta memberi kelancaran pengguna jalan raya sehingga memiminimalisir kemacetan lalulintas
6 Mar’ah Tanjung Karang Pusat
Biar aman ja ketika’ lagi menyeberang dari kndaraan yang melintas
Sumber: Data primer diolah tahun 2012
3. Analisis Kelebihan, Kelemahan dan Hal-hal yang Perlu diperbaiki dari JPO JPO sebagai sarana dan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki bagi
beberapa orang masih dipakai keberadaannya. Ada sebagian masyarakat
yang berjalan kaki menggunakan JPO untuk menyeberang. JPO tetap
difungsikan sebagaimana fungsi aslinya untuk menyeberang bagi pejalan
kaki. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 4 sebagai berikut:
“Biar enak nyeberang jalannya, agar tidak ketabrak mobil” (wawancara dengan Afi, Minggu 3 Juni 2012)
Berbagai macam pandangan pejalan kaki terkait keberadaan JPO sebagai
sarana penyeberangan. Ada yang tetap menggunakan JPO sesuai dengan
fungsinya, dan ada pula yang enggan menggunakan JPO sebagaimana
fungsinya. Masyarakat pejalan kaki yang menggunakan JPO terkadang
mereka pun tidak menggunakan JPO untuk menyeberang. Hanya pada
saat-saat tertentu saja mereka menggunakan JPO untuk menyeberang.
Seperti pendapat informan 5 berikut ini:
“Saya kadang-kadang menggunakan JPO untuk menyeberang jalan, namun kadang-kadang tidak “ (wawancara dengan bapak Yoga, Minggu 4 Juni 2012)
Menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan masih menjadi
alternatif penyeberangan bagi sebagian pejalan kaki. JPO masih memiliki
kebermanfaatan bagi pejalan kaki, seperti mengurangi resiko kecelakaan
lalu lintas, sedangkan bagi beberapa orang JPO dapat mengurangi
kecalakaan lalu lintas namun meningkatkan kekhawatiran akan tindakan
kriminalitas.
Keberadaan JPO selayaknya memberikan keamanan kepada masyarakat
pejalan kaki pengguna JPO, mengingat jika menyeberang langsung di
jalan raya beresiko tinggi untuk menimbulkan kecelakaan lalu lintas,
menyebabkan kemacetan dan kesemerautan lalu lintas di jalan raya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan informan 1 sebagai berikut:
“Kalau kelebihan yang lainya, JPO dapat membantu pejalan kaki dalam menyeberang agar tidak terjadi kecelakaan lalu lintas, oh iyaaa ada para gepeng dan katanya banyak jambret juga”. (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 02 juni 2012)
Masyarakat tidak selamanya mempunyai pandangan yang saklek tentang
JPO, terkadang mereka berpendapat bahwa JPO itu bermanfaat untuk
mengamankan mereka dari resiko kecelakaan lalu lintas, namun
terkadang mereka malas untuk menaiki tangga JPO untuk menyeberangi
jalan dan memilih menyeberang langsung di jalan raya dengan alasan
bisa lebih cepat walaupun mereka beresiko mengalami kecelakaan. Hal
ini sesuai dengan pendapat informan 3 sebagai berikut:
“Mungkin malas dan takut, karena menyeberang jalan jauh lebih cepat , meskipun resiko kecelakaannya tinggi.” (wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012)
Pejalan kaki merupakan orang- orang yang mempunyai hak untuk
dilindungi oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan undang-undang pejalan
kaki sebagai berikut:
“Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, angkutan darat dan jalan, menegaskan peruntukkan trotoar hanya untuk para pejalan kaki. Dalam pasal 131 ayat (1) ditegaskan, pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan dan fasilitas lain.”
Pemerintah perlu untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat
dalam memberikan pelayanan publik. Salah satunya pelayanan terhadap
fasilitas atau sarana prasarana umum, seperti jembatan penyeberangan.
Pemanfaatan sarana JPO sebagai sarana penyeberangan bagi masyarakat
pejalan kaki perlu untuk dirawat, dijaga dan prioritaskan keamanannya
bagi pengguna jembatan. Menyeberang langsung di jalan raya mungkin
lebih cepat namun, resiko kecelakaan sangatlah tinggi. Jika kecelakaan
terjadi maka akan banyak pihak yang dirugikan, termasuk pengguna jalan
yang lainnya. Selain itu, semakin banyak masyarakat pejalan kaki yang
lebih suka menyeberang langsung di jalan raya dapat meingkatkan angka
kemacetan jalan. Sehingga hal ini butuh perhatian dari pihak kepolisian.
Masyarakat pejalan kaki di sekitar JPO juga memahami kelebihan dari
keberadaan JPO sebagai sarana penyeberangan. Hal tersebut terlihat dari
pernyataan informan sebagai berikut:
Informan 3 “Kelebihan secara fisik sih,bngunannya kokoh, sedangkan kekeurangan secara fisik tngganya terlalu curam, kalau perempuan seperti’ saya kan sedikit susah apalagi pakai androk.” (wawancara dengan bu Anita, 3 Juni 2012)
Informan 2 “JPO memberikan jaminan keamanan dari kecelakaan lalulintas.” (wawancara dengan bapak Erwin, Minggu, 03 Juni 2012) Informan 1 “kelebihan JPO itu sendiri menurut saya adalah sebuah fasilitas yg disediakan pemerintah untuk keamanan pejaln kaki dari kecelakaan lalu lintas dalam menyeberangi jalan” (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 03 Juni 2012)
JPO di seputar Bandar Lampung sebagai sarana penyeberangan orang,
ketika tidak banyak masyarakat pejalan kaki yang menggunakan, hal ini
pasti karena ada hal- hal yang tidak membuat nyaman masyarakat pejalan
kaki. Hal tersebut bisa karena faktor internal JPO yang tidak baik, seperti
bangunannya yang tidak membuat nyaman atau karena faktor eksternal
seperti banyaknya penodongan, penjambretan dan tindakan asusila. Hal
ini sesuai dengan pernyataan informan 1 sebagai berikut:
“Sedangkan kelemahan JPO adalah yag seharusnya aman dari kecelakaan lalulintas namun tidak menjamin keamanan tindak kriminal di JPO itu sendiri,selain itu tangganya terlalu tinggi dan curam.” (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 03 Juni 2012)
Beberapa informan menyampaikan hal yang sama terkait kelemahan JPO
sebagai fasilitas penyeberangan orang. Kelemahan JPO ini menjadi
pertimbangan bagi pejalan kaki untuk menaiki tangga JPO sebagai sarana
menyeberang. Seperti penyampaian informan 2 berikut ini:
“Tapi, keamanan dari pengemis dan tindak kriminalitas tidak terjamin. oh iyaaaa, kalau menurut saya JPO ini malah jadi tempat setrategis pemasangan iklan lihat saja banyak spanduk dan iklannya.” (wawancara dengan informan 2, Minggu, 4 Juni 2012)
Kelemahan JPO sebagai fasilitas yang digunakan sebagai sarana
penyeberangan orang mempunyai kelemahan yang beragam. Tidak hanya
pada bangunannya yang dirasa tidak memadai tetapi juga keberadaannya
menjadi beralih fungsi, seperti sebagai sarana pemasangan iklan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan informan di atas. JPO dijadikan tempat yang
strategis sebagai pemasangan berbagai iklan produk tertentu ataupun
iklan kampanye politik. Hal tersebut tentu mengganggu keindahan dan
kebersihan lokasi JPO sebagai sarana penyeberangan. Terlebih, JPO
banyak dijadikan lokasi untuk mengemis bagi beberapa pengemis
jalanan. Tentunya akan semakin menambah ketidaknyamanan JPO,
keindahannya pun menjadi semakin berkurang.
Penggunaan JPO sebagai lokasi pemasangan iklan ternyata juga
dibenarkan oleh petugas badan perizinan kota Bandar Lampung.
Peraturan daerah tentang pemasangan reklame atau iklan, ada yang
memperbolehkan JPO sebagai pemasangan reklame ataupun iklan produk
dan iklan politik. Hal ini tersirat dari peraturan di Bab XI perihal
Pengawasan dan Pengendalian pasal 21 peraturan pemasangan reklame
sebagai berikut:
“Penyelenggara reklame wajib melakukan pemeriksaan kondisi konstruksi, reklame bertiang (baliho, billboard, Billboard dua kaki), termasuk Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) secara berkala (tiga bulan sekali) dan melaporkan hasilnya kepada Walikota Bandar Lampung melalui ketua tim teknis perizinan reklame.”
Keberadaan JPO yang juga dimanfaatkan sebagai lokasi pemasangan
iklan, menuai beberapa pernyataan tidak setuju dari masyarakat. JPO
sebagai lokasi pemasangan iklan menjadi berasa pengap dan gelap.
Sehingga memudahkan akses bagi orang- orang yang berniat jahat seperti
mencopet dan melakukan hipnotis. Hal ini sesuai dengan pernyataan
informan 2 sebagai berikut:
“Tangganya mungkin, itu kan curam banget, sama iklan- iklan di atas itu dilepas saja. Dan seharusnya pemerintah menjamin juga keamanannya.” (wawancara dengan bapak Erwin, Minggu 03 Juni 2012)
Bangunan JPO bagi penggunanya memiliki beberapa kelemahan yang
perlu untuk diperbaiki, salah satunya adalah tangga jembatan yang dirasa
curam dan tidak aman bagi wanita terutama yang memakai rok. Tetapi
tidak berarti secara keseluruhan bangunan JPO menuai kritik dari pejalan
kaki. Ada yang beranggapan bahwa bangunan JPO sudah kokoh dan kuat
namun ada pula anggapan bahwa JPO mempunyai bentuk tangga yang
tidak nyaman jika dilalui terutama oleh wanita. Hal ini sesuai dengan
pendapat informan 3 sebagai berikut:
“Kelebihan secara fisik sih, bangunannya kokoh, kalau kekurangan secara fisik tangganya terlalu curam, kalau perempuan seperti saya kan agak susah nih apalagi pake androk.” (wawancara dengan ibu Anita, 03 Juni 2012)
Penggunaan JPO sebagai sarana publik yang disediakan oleh pemerintah
untuk menyeberang bagi pejalan kaki memang dirasa belum maksimal.
Berikut ini beberapa kelemahan JPO dan beberapa hal yang perlu
diperbaiki dari JPO dalam penggunaannya sebagai sarana penyeberangan
orang bagi pejalan kaki menurut beberapa informan:
Tabel 5.5 Kelamahan JPO Menurut Informan
No Nama Alamat Kelemahan JPO
1 Rita Tanjung Karang Pusat
JPO yang seharusnya aman dari kecelakaan lalulintas namun tidak menjamin keamanan tindak kriminal di JPO itu sendiri,selain itu tangganya terlalu tinggi dan curam
2 Erwin Langkapura Keamanan dari pengemis dan tindak kriminalitas tidak terjamin oh iyaaaa, kalau menurut saya JPO ini malah jadi tempat setrategis pemasangan iklan liat aja tuh banyak spanduk dan iklannya
3 Anita Pramuka Kekurangan secara fisik tangganya terlalu curam, karena wanita yang memakai rok akan kesulitan menaiki tangga JPO, dan seringkali merasa tidak nyaman.
4 Afi Durian Payung Disekitar JPO terdapat banyak pengemis, sehingga butuh pengawasan dan penertiban dari aparat keamanan
5 Yoga Rajabasa JPO sering dijadikan lokasi kriminalitas bagi orang- orang yang tidak bertanggung jawab, seperti pencopetan, penodongan dan beberapa tindakan asusila terhadap wanita.
6 Mar’ah Tanjung Karang Pusat
JPO dijadikan lokasi bagi gepeng untuk mangkal
Sumber: Data primer diolah tahun 2012
Tabel 5.6 Hal- hal yang Perlu Diperbaiki dari JPO Menurut Informan
No Nama Alamat Hal-hal yang Perlu Diperbaiki 1 Rita Tanjung Karang
Pusat Perbaikan di JPO secara fisik tidak perlu namun perbaikan secara moralistas atau jaminan keamann dari tindak kriminal itu yangg perlu dilakukan
2 Erwin Langkapura Tangganya perlu diperbaiki, karena terlalu curam, iklan di badan JPO sebaiknya dilepas saja. Dan seharusnya pemerintah juga menjamin keamanannya
3 Anita Pramuka Tangga jembatan yang tidak memudahkan bagi wanita.
4 Afi Durian Payung Terhindar dari kecelakaan lalu lintas
5 Yoga Rajabasa Sisi keamanan JPO sebagai sarana penyeberangan bagi pejalan kaki, terutama wanita dan anak-anak sekolah (pelajar)
6 Mar’ah Tanjung Karang Pusat
Peningkatan keamanan oleh kepolisian
Sumber: Data primer diolah tahun 2012
4. Analisis Pemanfaatan JPO
Sebagai sarana penyeberangan orang, JPO tentunya mempunyai manfaat
posistif bagi masyarakat khususnya pejalan kaki. Adanya JPO akan
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk menyeberang. Hal ini
mengingat jika masyarakat menyeberang langsung akan mengalami
kesulitan karena harus berhadapan dengan kendaraan-kendaraan yang
terkadang memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, hingga pada
akhirnya menimbulkan resiko kecelakaan. Namun pada kenyataannya
tidak semua masyarakat yang memanfaatkan keberadaan JPO untuk
menyeberang jalan. Ada berbagai alasan dari masyarakat pejalan kaki
yang enggan menyeberang menggunakan JPO.
Informan 1 “Yaa itu tadi, kebanyakan dari masyarakat enggan menggunakan JPO ini karena takut dengan tindak kriminalitas.” (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu 2 Juni 2012)
Katidakmaksimalan masyarakat pejalan kaki untuk menggunakan JPO
sebagai sarana penyeberangan dikarenakan faktor kriminalitas yang bisa
saja menyertai mereka ketika menggunakan JPO untuk menyeberang.
Ancaman kriminalitas membuat masyarakat ragu untuk menggunkan
JPO. Informan lain juga mempunyai pandangan yang sama terkait
minimnya pemanfaatan JPO sebagai sarana menyeberang bagi pejalan
kaki, seperti informan sebagai berikut:
Informan 2 “Yaaa, karna malas dan takut tindak kriminal.” (wawancara dengan bapak Erwin, Minggu 03 Juni 2012)
Selain faktor kriminalitas, faktor internal dari diri pejalan kaki juga ikut
menentukan pemanfaatan JPO untuk menyeberang. Tidak jarang pejalan
kaki merasa malas untuk menyeberang jalan menggunakan JPO. Jika
menggunakan JPO mereka akan lebih lama sampai ke seberang jalan, dan
mereka akan lebih lelah karena harus menaiki dan menuruni tangga.
Seperti pernyataan informan berikut ini
Informan 3 “Mungkin malas dan takut, lagian menyeberang jalan jauh lebih cepat, meskipun resiko kecelakaannya tinggi” (wawancara dengan ibu Rita, Minggu 03 Juni 2012)
Tabel 5.7 Alasan Pemanfaatan JPO Menurut Informan
No Nama Alamat Strategisitas JPO 1 Rita Tanjung Karang
Pusat yaa itu tadi, kebanyakan dari masyarakat enggan menggunakan JPO ini karena takut dengan tindak kriminalitas. Kalo’ saya, selain takut tindak kriminalitas di atas JPO itu, saya males aja naik turun tngga lagian setiap kali menyeberang saya kadang di sebrangkan jalan dengan tukang parkir bahkan oknum polisi yg kadang sering jaga di pos ini.
2 Erwin Langkapura Yaaa, karna malas dan takut tindak kriminal. Kalau saya lebih enak nyeberang jalan, malas kalau lewat jembetan banyak GEPENG lagian kadang ada pencopet juga di atas jembatan itu.
3 Anita Pramuka Mungkin malas dan takut,lagian menyeberang jalan jauh lebih cepat, meskipun resiko kecelakaannya tinggi Kebetulan saja lagi padet kendaraanya jadi takut mau nyeberang jalan hehehehe kebetulan pas lagi sepi GEPRNG nih
4 Afi Durian Payung Malas mungkin yaaaa. Takut kalau menyeberang langsung, jalannya rame kendaraan mobil dan motor. Jadi saya menggunakan JPO untuk menyeberang.
5 Yoga Rajabasa Gak tau kalo’ masyarakat yang lain enggan menggunakannya, mungkin kebanyakan alasannya sama seperti saya. Kalo’ saya sih males ja..., lewat jalan lebih cepet meskipun sedikit bikin repot pengguna jalan
6 Mar’ah Tanjung Karang Pusat
Kebanyakan pada takut kriminal, pa lagi perempuan.
Sumber: Data primer diolah tahun 2012
Efektifitas penggunaan JPO oleh masyarakat pejalan kaki, bisa terlihat dari
sejauhmana masayarakat menggunakan dan memanfaatkan JPO sebagai
sarana penyeberangan. Pengertian efektifitas secara umum menunjukan
sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu
ditentukan. Menurut Sondang P. Siagian (2001:24) memberikan definisi
sebagai berikut : Efektifitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan
prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar di tetepkan sebelumnya
untuk menghasilkan barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektifitas
menunjaukkan keberhasilan dari segi tercapi tidaknya sasaran yang telah
ditetapkan.
Penelitian ini membahas efektifitas kegunaan JPO di Kota Bandar Lampung.
Efektivitas yang dimaksud disini adalah mengkaji dan menguraikan
pemanfaatan JPO oleh masyarakat dan bagaimana strategisitas penempatan
JPO di Kota tersebut. Dalam ukuran penulis, dikatakan efektif apabila JPO
lebih dipilih oleh sebagian besar masyarakat sebagai tempat untuk
menyeberang, walau mereka harus mengambil resiko lebih capek dan lebih
lama sampai dari pada menyebrang langsung dijalanan dengan tingkat
keselamatan yang rendah. Di samping itu, efektivitas juga terletak pada
indikator pemanfaatan JPO sebagai sarana penyebrangan bukan sarana iklan,
pencopetan dan tindak kriminal lainnya atau tempat berpacaran.
Berdasarkan hasil analisis, dapat dilihat bahwa masyarakat lebih banyak
memikirkan dampat negatif ketika menyeberang jalan menggunakan JPO,
seperti pencopetan, penodongan dan tindakan asusila. Faktor lain yang
menyebabkan JPO menjadi sarana penyeberangan yang jarang dipilih
masyarakat pejalan kaki adalah karena banyaknya spanduk-spanduk iklan
produk maupun iklan politik, sehingga membuat JPO tidak bisa begitu
terpantau dari sekitar JPO. hal ini semakin memudahkan akses bagi pelaku-
pelaku tindakan kejahatan untuk menjalankan niatnya.
C. Analisis Strategisitas JPO
John A. Pearce II dan Richard B. Robinson Jr., 2003, dalam bukunya
(Strategic Management, Formulation, Implementation And Control)
mendefinisikan strategi sebagai seperangkat keputusan dan tindakan yang
menghasilkan formulasi dan implementasi dari rencana yang didesain untuk
mencapai tujuan.
Strategisitas sebagai suatu keputusan yang disesuaikan dengan kebutuhan dari
formulasi rencana yang telah ditentukan oleh suatu instansi atau lembaga
tertentu. Kaitannya dengan startegisitas dalam penelitian ini adalah melihat
apakah keberadaan JPO di Kota Bandar Lampung memiliki strategisitas
dalam hal penempatan dan pemnafaatan fasilitas JPO tersebut.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 melihat bahwa lalu lintas dan
angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan
dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan
umum. Selanjutnya di dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang
hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
a. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung
tinggi martabat bangsa;
Mengingat tidak maksimalnya penggunaan JPO oleh masyarakat pejalan
kaki dan masyarakat masih tidak sedikit yang menyeberang secara langsung
di jalan raya, maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa pelayanan lalu
lintas dan angkutan jalan di titik-titik lokasi JPO seperti di jalan RA Kartini,
jalan Teuku Umar dan jalan Radin Intan.
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa
Etika berlalu lintas dan budaya bisa dikatakan baik jika setiap pengguna
jalan mematuhi aturan yang ada. Pejalan kaki menyeberang jalan melalui
fasilitas yang disediakan dan pengguna kendaraan melintas di track yang
telah ditentukan, tidak menyerobot ke trotoar jalan yang diperuntukan oleh
pejalan kaki.
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Ketika masyarakat menggunkan jalan raya dan fasilitas penyeberangan,
maka sebenarnya masyarakat telah membantu dalam penegakan dan
kepastian hokum. Sehingga menjadi sangat penting jika setiap pengguna
jalan mematuhi aturan penggunaan jalan raya semaksimal mungkin.
Undang- Undang No 22 tahun 2009 salah satunya menjelaskan bahwa adanya
harapan untuk mewujudkan etika berlalu lintas dan budaya bangsa. Dalam hal
ini tentunya juga mengarh pada etika bagi pejalan kaki. Dalam UU ini juga
mengatur tentang hak dan kewajiban pejalan kaki. Pasal 131 ayat 1 sudah
menjelaskan bahwa pejalan kaki berhak atas fasilitas penyeberangan. Untuk
memenuhi aturan tersebut, maka pemerintah menyediakan berbagai sarana, di
antaranya zebra cross, trotoar dan jembatan penyeberangan orang (JPO).
Namun dalam prakteknya, uu ini justru dirasakan tidak efektif, karena
masyarakat cenderung tidak menggunakan sarana yang ada, terlebih JPO.
Efektifitas penggunaan JPO sebagai sarana penyeberangan bisa dianalisis dari
segi letak JPO atau strategisitas keberadaan JPO. menurut beberapa informan,
JPO di kota Bandar Lampung sudah memiliki tingkat strategisitas. Hal ini
ditunjukan dengan pendapat informan sebagai berikut.
Informan 1 “Sebenarnya sudah, karena dijalan ini kan sangat padat kendaraan lagian disini juga pusat perbelanjaan sehingga banyak terjadi mobilitas sosial disini.” (wawancara dengan Ibu Rita, Sabtu, 02 Juni 2012)
Informan 2 “Setrategis sih udah,disini kan tempat lalu lalang nya prjalan kaki, ada yang bisnis,belanja,sekolah dll.tapi, pemanfaatanya belum maksimal.” (wawancara dengan Ibu Erwin, Minggu, 03 Juni 2012)
Informan 3 “Sudah, karena disini pusat perpindahan barang dan jasa terus tingkat kepadatan kendaraannya juga tinggi.” (wawancara dengan Ibu Anita, Minggu, 03 Juni 2012)
Infroman 4 “Sudah,disini rame banget dan jalannya lebar.” (wawancara dengan Afi, Senin, 04 Juni 2012)
Informan 5 “Sudah, karena disini pusat keramaian dan tingkat kepadatan kendaraanya tinggi.” (wawancara dengan bapak Yoga, Senin, 04 Juni 2012) Informan 6 “Sudah sih, karna disini padet banget manusia dan kendaraannya” (wawancara dengan Ibu Rita, Selasa, 05 Juni 2012)
Berdasarkan data hasil wawancara dengan infroman di atas, bisa terlihat
bahwa pada dasarnya masyarakat sudah merasa bahwa keberadaan lokasi JPO
sudahlah strategis. Lokasi JPO berada di daerah yang ramai pengguna jalan
dan padat kendaraan. JPO di jalan Kartini dan jalan Radin Intan merupakan
JPO yang berada di daerah pertokoan dan Mall. JPO di jalan Radin Intan
berada di depan Mall Ramayana dan pusat grosir Bandar Lampung,
sementara JPO di jalan Teuku Umar berada di daerah pendidikan, sehingga
diperuntukan bagi pelajar untuk menyeberang jalan.
Permasalahan JPO bukan berada pada strategisitas lokasi JPO, tetapi pada
keamanan lokasi di sekitar JPO. JPO bermasalah pada penambahan fungsi
dari masyarakat yang menggunakan JPO sebagai sarana untuk berduaan
dengan lawan jenisnya (berpacaran), JPO juga bermasalah pada lokasinya
yang tidak aman karena banyak pencopetan, penjambretan, penodongan,
hipnotis dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap wanita. Selain itu juga
ada permasalahan dari internal pejalan kaki, yaitu merasa malas untuk
menyeberang melalui JPO karena harus menaiki tangga yang beresiko capek,
lelah dan lebih lama sampai.
Masyarakat yang tidak menggunakan JPO biasanya atas dasar keamanan yang
tidak terjamin dan beriko kerugian fisik dan materil. Masyarakat pejalan kaki
juga ada yang menggunakan JPO karena rasa takut terhadap bahaya
menyeberang langsung di jalan raya. Seperti pendapat informan berikut ini:
Informan 1 “Seharusnya efektif, kalo’ aman dari kriminalitas.” (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu, 02 Juni 2012) Informan 2 “Antara efektif dan tidak efektif sich,efektif banget kalo’ JPO ini tidak” ada gepeng dan jauh dari rasa was-was tindak kriminalitas. Informan 5 dan 6 “Efektif jika JPO nya aman dan nyaman.” (wawancara dengan bapak Yoga 4 Juni 2012, dan ibu Mar’ah 5 Juni 2012)
Keberadaan JPO dirasakan efektif untuk dipakai sebagai sarana
penyeberangan. Faktor keamanaan dan kenyamanan yang membuat
keberadaan JPO menjadi tidak begitu dimanfaatkan secara efektif oleh
masyarakat pejalan kaki. Rasa aman dan nyaman menjadi pertimbangan bagi
pejalan kaki ketika hendak menyeberang jalan. Hal tersebut mengakibatkan
jarangnya pejalan kaki yang selalu menggunakan JPO ketika hendak
menyeberang jalan. Terkadang pejalan kaki menggunakannya karena kondisi
jalan yang ramai kendaraan, tetapi terkadang langsung menyeberang jalan
karena kondisi jalan yang lengang dari lalu lalalng kendaraan.hal ini sesuai
dengan pernyataan informan sebagai berikut:
Informan 1 “Kalo’ saya, selain takut tindak kriminalitas di atas JPO itu, saya males aja naik turun tngga lagian setiap kali menyeberang saya kadang di sebrangkan jalan dengan tukang parkir bahkan oknum polisi yg kadang sering jaga di pos ini.”
Informan 2 “Kalo’ saya lebih enak nyeberang jalan, males ja lewat jembatan banyak gepeng lagian kadang ada pencopet juga di atas jembatan itu.”
Informan 3 “Kebetulan ja lagi padet kendaraanya jadi takut mau nyeberang hehehehe. lagian pas lagi sepi gepeng nih.”
Informan 4 “Takut kalau menyeberang langsung, jalannya rame kendaraan mobil dan motor. Jadi saya menggunakan JPO untuk menyeberang.”
Informan 5 “Kalo’ saya sih males aja, selain banyak gepeng dan kadang ada pencopet, lewat jalan lebih cepet meskipun sedikit bikin repot pengguna jalan.”
Strategisitas lokasi JPO menjadi diabaikan oleh masyarakat pengguna jalan,
karena faktor- faktor kenyamanan dan keamanan. Perlu ada formulasi dari
pemerintah dan aparat atau petugas keamanan setempat untuk menertibkan
para gepeng yang sering beroperasi disekitar JPO.
Berikut ini beberapa pendapat informan terkait hal- hal yang perlu diperbaiki
agar JPO bisa maksimal digunakan oleh masyarakat pejalan kaki:
1. “Membersihkan JPO dari rasa suram dan tindak kriminalitas sehingga JPO benar2 menjadi sarana yang paling diminati ketika masyarakat ingin menyeberang jalan.” (wawancara dengan Ibu Rita, 2 Juni 2012)
Keberadaan JPO yang sering diramaikan oleh para gepeng, bagi informan
menimbulkan suasana suram dan tidak nyaman bagi masyarakat. Tingkat
kriminalitas juga menjadi faktor yang menyebabkan masyarakat enggan
untuk menggunakan JPO sebagai sarana penyeberangan. Hal ini sesuai
dengan harapan dalam UU No 22 tahun 2009 yang mengharapakan
terciptanya etika berlalu lintas dan budaya masyarakat. Jika suasanan JPO
aman dan bersih dari gepeng, maka masyarakat pejalan kaki akan memilih
untuk menggunakan JPO dalam menyeberang. Dengan demikian, etika
berlalu lintas akan tercipta, masyarakat pejalan kaki dan pengguna
jalannya akan merasakan efek positif dari adanya UU lalu lintas dan uu
pejalan kaki.
2. “Yang perlu diperbaiki adalah bukan dari fisik jembatannya, tapi
bagaimana upaya pemerintah memberikakan keyakinan kepada masyarakat agar JPO ini bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.” (wawancara dengan bapak Erwin, 3 Juni 2012) Pemakaian JPO sebagai alternatif utama dalam menyeberang jalan perlu
disosialisasikan oleh pemerintah, baik melalui iklan dan himbauan di
televise, radio, media cetak, dan reklame. Sosialisasi pemakaian JPO juga
membutuhkan kerja sama dengan pihak kepolisian. Jika perlu, ada
konsekuensi yang akan didapati oleh pejalan kaki yang tidak menyeberang
di tempat- tempat yang seharusnya. Hal tersebut untuk menimbulkan efek
jera dari pejalan kaki yang sering melalaikan kewajibannya untuk
menyeberang melalui JPO atau sarana lainnya yang diperbolehkan.
3. “JPO ini perlu dipertahankan agar wanita dan anak aman dari kecelakaan lalu lintas, kemudian pemerintah juga memberikan kenyamanan melalui kebijakannya untuk membersihakan JPO ini dari tindak kriminalitas.” (wawancara dengan ibu Anita, 3 Juni 2012) Keberadaan JPO diperuntukan bagi pejalan kaki, terutama anak- anak dan
wanita. Karena anak- anak dan wanita biasanya mengalami kesulitan
ketika harus menyberang langsung di jalan raya. Resiko kecelakaan jauh
lebih tinggi ketika mereka harus menyeberang di jalan raya. Undang-
undang pejalan kaki telah mengamanatkan pemerintah untuk menyediakan
fasilitas umum berupa sarana penyeberangan untuk melindungi para
pejalan kaki.
4. “Kesadaran masyarakat” (wawancara dengan bapak Yoga, 4 Juni 2012)
Masyarakat sebagai obyek sasaran pembangunan perlu untuk memiliki
kesadaran dalam mematuhi tata aturan yang ada. Kesadaran masyarakat
menjadi dasar utama dalam emwujudkan tujuan pembangunan. Sejatinya
pembangunan dan program pemerintah itu diperuntukan untuk kebaikan
masyarakat. Kesadaran masyarakat akan hak- hak keamanan bagi dirinya
akan menimbulkan daya kritis masyarakat kepada pemerintah apabila
pemerintah tidak menjalankan perannya dengan maksimal. Kesadaran
masyarakat untuk mematuhi aturan penggunaan jalan bagi pejalan kaki
akan memudahkan pemerintah untuk mewujudkan ketertiban lalu lintas.
5. “Apa yaaaa, biar aman dan nyaman ajalah biar saya juga mau menggunakannya juga. JPO ini pelu dipertahankan, yang penting pemerintah mengerti kebutuhan wanita dan anak2, contoh nya lo’ wanita dan anak- anak kan bahaya tuh lo’ menyeberang sendirian, jadi suruh pol PP nya jagain kita lo’ lg menyeberang lewat jembatan.” (wawancara dengan Ibu Mar’ah, 5 Juni 2012)
Keamanan dan kenyamanan adalah harga yang harus dibayar oleh
pemerintah agar masyarakat mau menggunakan JPO sebagaimana
fungsinya. Tidak hanya sebagai realisasi program kerja pemerintah. Tetapi
juga berdasarkan keinginan, kepedulian dan tanggung jawab pemerintah
untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat terhadap
setiap hasil pembangunan yang ada. Pembangunan yang baik adalah
pembangunan yang bisa dirasakan kebaikannya oleh masyarakat dan tidak
menimbulkan keraguan bagi masyarakat untuk menikmati hasil
pembangunan yang sudah ada.
Tabel 5.8 Strategisitas JPO Menurut Informan
No Nama Alamat Strategisitas JPO 1 Rita Tanjung Karang
Pusat Sebenarnya sudah, karena dijalan ini kan sangat padat kendaraan lagian disini juga pusat perbelanjaan sehingga banyak terjadi mobilitas sosial disini
2 Erwin Langkapura Setragis sih udah,disini kan tempat lalu lalangnya pejalan kaki, ada yang bisnis, belanja, sekolah dll. Tapi, pemanfaatanya belum maksimal
3 Anita Pramuka Sudah, karena disini pusat perpindahan barang dan jasa terus tingkat kepadatan kendaraannya juga tinggi
4 Afi Durian Payung Sudah, disini rame banget dan jalannya lebar
5 Yoga Rajabasa Sudah, karena disini pusat keramaian dan tingkat kepadatan kendaraanya tinggi
6 Mar’ah Tanjung Karang Pusat
Sudah sih, karna disini padet banget manusia dan kendaraannya
Sumber: Data primer diolah tahun 2012
D. Analisis Kesadaran Pejalan Kaki dalam Menggunakan JPO
Kesadaran dalam menggunakan Fasilitas Jembatan Penyeberangan Orang
sangatlah penting bagi kehidupan sosial masyarakat. Terutama kesadaran para
pejalan kaki dan masyarakat. Ketika menyeberangi jalan pejalan kaki
seharusnya menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang yang telah
disediakan oleh pemerintah untuk kenyamanan dan keselamatan dalam
menyeberangi jalan, sehingga konflik yang terjadi antara pejalan kaki yang
akan menyeberangi jalan dengan para pengguna kendaraan bermotor yang
melintas tidak akan terjadi lagi. Dalam teori Struktural Fungsional berasumsi
bahwa anggota-anggota kelompok akan mendapatkan kepuasan apabila
kelompok berproses menuju tujuannya.
Lebih lanjut Talcoot Parsons mengemukakan empat hal penting yang perlu
diperhatikan untuk mencapai suatu tujuan bersama, yaitu:
1. Adaptation adalah sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal
yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya.
Penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang memerlukan
berbagai proses penyesuaian antara pejalan kaki dengan fasilitas
jembatan penyeberangan orang, sehingga tidak terjadi lagi konflik antara
para pengguna kendaraan bermotor yang melintas dengan pejalan kaki.
Efektifitas penggunaan JPO terletak pada penggunaan JPO sesuai dengan
kebutuhan dasarnya yaitu sarana penyeberangan. Efektivitas JPO adalah
ketika JPO dipakai sebagai sarana menyeberang bagi pejalan kaki.
Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung. Bandar
Lampung merupakan daerah di provinsi Lampung yang memiliki tingkat
kemajemukan yang paling tinggi di antara kabupaten atau kota lain yang
ada di provinsi Lampung. Terdapat berbagai suku, budaya dan pekerjaan
di kota Bandar Lampung. Karakteristik kota Bandar Lampung yaitu kota
perdagangan dan jasa. Sebagai kota perdagangan dan jasa, tentunya
mobilitas manusia dan kendaraan menjadi lebih tinggi. Kota Bandar
Lampung mempunyai beberapa jalan raya yang lebar dan jalan raya satu
jalur, sehingga jalur khusus pejalan kaki menjadi sangat dibutuhkan, dan
salah satunya adalah fasilitas jembatan penyeberangan orang. Setidaknya
Bandar Lampung terdapat lima JPO, tiga JPO di jalan Kartini, satu JPO
di jalan Radin Intan, dan satu JPO di jalan Teuku Umar.
Kesesuaian keberadaan JPO dengan kebutuhan masyarakat perlu untuk
diteliti. Penelitian ini menganalisis kesesuaian tersebut berdasarkan
tingkat penggunaan JPO dan strategisitas JPO bagi masyarakat pejalan
kaki. Berdasarkan hasil penelitian, pejalan kaki ada yang setia untuk
selalu menggunakan JPO dalam menyeberang jalan di daerah- daerah
yang ada JPO nya, ada yang kadang- kadang menggunakan JPO untuk
menyeberang dan ada yang merasa malas untuk menyeberang jalan dan
lebih memilih untuk menyeberang langsung di jalan raya, namun untuk
saat-saat tertentu masyarakat khususnya pejalan kaki sangat
membutuhkan JPO untuk menyeberang, terutama ketika jalan raya ramai
dan padat kendaraan, misalnya ketika menjelang hari raya besar
keagamaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan sebagai berikut:
Informan 1 “Saya bukan pengguna setia JPO, saya tau konsekuensi menyeberang jalan tidak menggunakan JPO sangatlah tinggi, tetapi saya merasa malas untuk menggunakan JPO karena harus naik turun tangga.” (wawancara dengan ibu Rita, Sabtu 2 Juni 2012) Informan 3 “Hehehehehe setia sich enggak,tapi pernah ja nggunainnya lo’ bareng temen-temen kadang saya menggunakanny,tapi kalo’ senderian gak berani. Takut di jambret.” (wawancara dengan Ibu Anita, Minggu, 3 Juni 2012)
Informan 4 “Iya. Saya setia menggunakan JPO. saya selalu menggunakan JPO ketika hendak menyeberang.” (wawancara dengan Afi, 3 Juni 2012)
Jika dianalisis, pada dasarnya ada kesesuaian antara keberadaan JPO
dengan kebutuhan masyarakat. Lokasi JPO memang merupakan daerah
yang padat kendaraan dan mobilisasi pejalan kaki sangatlah tinggi. Hal
tersebut karena lokasi keberadaan JPO adalah daerah pusat perbelanjaan
kota Bandar Lampung dan daerah pendidikan. Adapun permasalahan
yang menjadikan JPO terkesan tidak dibutuhkan oleh masyarakat pejalan
kaki adalah faktor ekternal dari bangunan itu sendiri, yaitu kurangnya
kesadaran masyarakat terutama pejalan kaki untuk menyeberang
menggunakan JPO. masyarakat pejalan kaki cenderung malas karena
tidak mau capek dan ingin segera sampai ke seberang.
2. Goal Attaintmen (Pencapaian tujuan), suatu pencapaian tujuan ketika
hambatan muncul sebelum tujuan tercapai.
Dalam penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan orang pejalan kaki
harus sadar dengan keselamatan jiwanya dalam menyeberangi jalan agar
tujuan untuk menciptakan ketertiban dalam berlalu lintas dapat tercapai.
Tujuan pembuatan JPO adalah untuk mempermudah pejalan kaki dalam
menyeberang juga sebagai pilihan penyeberangan yang aman dari bahaya
lalu lintas. Dengan adanya JPO, masyarakat seharusnya terbantu ketika
akan menyeberang.
Pemanfaatan JPO di kota Bandar Lampung dirasakan belum begitu
maksimal, karena masih banyak masyarakat pejalan kaki yang tidak
menggunakan JPO untuk menyeberang jalan. Tujuan pembuatan JPO
adalah untuk memudahkan pejalan kaki dalam menyeberang jalan raya.
Tujuan tersebut berdasarkan hasil penelitian belumlah tercapai secara
keseluruhan. Terdapat beberapa hambatan dalam pencapaian tujuan
tersebut, seperti bangunan JPO yang bagi beberapa masyarakat tidaklah
humanis bagi kalangan tertentu seperti wanita dan anak- anak. Tangga
JPO dirasa curam untuk dinaiki. Selain itu, kondisi JPO yang juga
dijadikan tempat untuk PKL berjualan dan para gepeng untuk beroperasi
menjadikan JPO rawan untuk dilewati. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan informan sebagai berikut:
Informan 2 “Saya bukan pengguna setianya namun pernah menggunakannya, tapi, saya males lewat JPO karena banyak gepeng nya.” (wawancara dengan bapak Erwin, minggu 3 Juni 2012)
Informan 4 “Takut kalau menyeberang langsung, jalannya rame kendaraan mobil dan motor. Jadi saya menggunakan JPO untuk menyeberang.”
Hambatan dalam pencapaian tujuan pembuatan JPO berasal dari faktor
internal dan ekternal bangunan JPO, sehingga yang dibutuhkan adalah
memperbaiki bangunan JPO, melakukan perawatan bangunan
danmelakukan penertiban terhadap para gepeng dan PKL. Namun ada
pula yang masyarakat pejalan kaki yang sudah memiliki kesadaran dalam
menggunakan JPO, karena mengetahui resiko ketika menyeberang jalan
raya secara langsung. Pemerintah perlu mengakomodir masyarakat
pejalan kaki yang telah memiliki kesadaran akan keberadaan JPO dengan
cara melakukan perawatan JPO dan meningkatkan keamanan JPO.
3. Integration (Integrasi), sebuah sistem harus mengatur antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Kelompok harus dapat
mengkoordinasikan serta menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
Oleh sebab itu pejalan kaki yang menyeberangi jalan dan tidak mau
menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan orang biasanya
ditertibkan oleh kebijakan pemerintah melalui sanksi-sanksi yang tegas
bagi pelanggarnya.
UU No 22 tahun 2009 telah mengatur tentang tata tertib pejalan kaki,
namun pada kenyataannya, masih banyak pelangaran- pelanggaran yang
terjadi, baik yang dilakukan oleh pejalan kaki itu sendiri (misalnya: tidak
berjalan di koridor yang telah di tentukan seperti trotoar, zebra cross, dan
JPO) atau karena pengguna lalu lintas yang telah mengambil hak- hak
pejalan kaki. Sebagaimana tujuan peraturan yang telah dibuat, idealnya
ada integrasi antara peraturan yang ada dengan kepatuhan masyarakat.
Pemerintah dalam rangka melindungi pejalan kaki, membuat peraturan
yang dikhususkan bagi pejalan kaki, yaitu Undang-Undang No 22 tahun
2009. Kemudian, dalam rangka mengimplemnatasikan UU tersebut,
pemerintah menyediakan sarana penyeberangan bagi pejalan kaki, seperti
zebra cross, trotoar dan JPO.
Peraturan pemerintah untuk pengguna jalan khususnya pejalan kaki,
berdasarkan hasil penelitian ini belum terlaksana dengan baik, kepatuhan
masyarakat akn undang- undang ini belumlah maksimal. Masih ada
masyarakat pengguna jalan baik yang berkendaraan atau yang tidak
berkendaraan yang tidak mematuhi peraturan yang telah dibuat.
Pengguna jalan yang berkendaraan masih ada yang menggunakan areal
untuk pejalan kaki dan pejalan kaki masih ada yang menyeberang di areal
untuk pengguna jalan yang berkendaraan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan informan sebagai berikut:
Informan 1 “Kalo’ saya lebih enak nyeberang jalan, males ja lewat jembetan banyak gepeng lagian kadang ada pencopet juga di atas jembatan itu.” (wawancara dengan ibu Rita, 2 Juni 2012)
Informan 3 “Kebetulan ja lagi padet kendaraanya jadi takut mau nyeberang hehehehe. Lagian pas lagi sepi gepeng nih.” (wawancara dengan ibu Anita, 3 Juni 2012)
Peraturan pemerintah tentang pejalan kaki berdasarkan hasil penelitian
ini belum terlaksana dengan maksimal. Pejalan kaki masih ada yang
mengabaikan aturan pemerintah dengan tidak menyeberang di tempat
yang telah disediakan. Mereka cenderung mengabaikan efek negatif jika
menyebrang langsung di jalan raya karena berbagai faktor yaitu
keselamatan dan kenyamanan di JPO yang sering dijadikan lokasi
mangkal para gepeng.
4. Latency (Pemeliharaan Pola), mempertahankan pola-pola di dalam
menghadapi tekanan-tekanan yang berlawanan, kelompok harus dapat
mempertahankan prosedur-prosedur yang menguatkan hubungan
anggotanya (Soekanto, 1993).
Seperti yang telah diberitakan di beberapa media, bahwa JPO juga
digunakan untuk hal- hal di luar tujuannya, seperti sarana memasang
iklan dan juga tempat berpacaran, hal ini tentunya berlawanan dengan
tujuan pembuatan JPO. Penelitian merupakan penelitian untuk
menganalisis efektivitas penggunaan JPO dilihat dari maksimalisasi
penggunaannya serta strategisitas penempatannya. Hal- hal yang
berlawanan terhadap tujuan pembuatan JPO adalah lokasi JPO yang tidak
kondusif dan kurang mempertimbangkan aspek- aspek humanis seperti
keselamatan dan kenyaman pejalan kaki ketika melintasi JPO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategisitas JPO di kota
Bandar Lampung ditinjau dari indikator penggunaan atau pemanfaatan
masyarakat terhdap JPO tersebut sebagai sarana pilihan untuk
menyeberang dan indikator tentang strategisitas lokasi JPO di kota
Bandar Lampung. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa
penggunaan JPO masih belum maksimal sedangkan lokasi JPO berada di
lokasi- lokasi strategis yang memang dibutuhkan JPO, namun masyarakat
masih belum maksimal dalam memanfaatkannya. Karena berbagai faktor
seperti ketidaknyaman dan perasaan tidak aman.
Recommended