View
233
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
VERSION 0.0
DESEMBER 2016
DOKUMEN LITBANGYASA PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH LAPAN
TAHUN ANGGARAN 2016
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
1
PRESENTED BY: PUSFATJA LAPAN
Jl. Kalisari No. 8 Pekayon, PasarRebo, Jakarta 13710
Telp. (021) 8710065 Faks. (021) 8722733
DOKUMEN LITBANGYASA PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH LAPAN
Output yang dihasilkan pada IKU 1 berupa 18 model, 2 modul automatisasi, 2 prototipe
dan 9 Pedoman.
a. Model-model tersebut adalah:
1. Identifikasi Lahan tambang
2. DEM InSAR
3. Deteksi Ruang hijau vegetasi
4. Identifikasi Perubahan Ruang (Lahan)
5. Identifikasi saluran irigasi
6. Pemetaan TSS
7. Ekstraksi informasi terumbu paparan dengan menggunakan data penginderaan
jauh di Kep. Seribu
8. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Ekstraksi Informasi Kualitas Air
9. Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Identifikasi
Kerusakan Lingkungan Area Bekas Penambangan
10. Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Deteksi Asap
Kebakaran Hutan/Lahan.
11. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Penilaian Dampak Dinamika
Perubahan Pengunaan/ Penutup Lahan Terhadap Kondisi Hidrologi Banjir Di DAS
Citarum Bagian Hulu
12. Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Detksi
Prekursor Erupsi Gunung Api.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
2
13. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Kelautan (ZPPI)
14. Kajian data satelit penginderaan jauh HIMAWARI-8 untuk Informasi ZPPI
15. Model Pemanfaatan data satelit LAPAN A2
16. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Fase
Pertumbuhan Tanaman Padi
17. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Umur
Tanaman Kelapa Sawit
18. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Inventarisasi Sumber Daya
Kehutanan
Berikut adalah penjelasan dari beberapa hasil penelitian dan pengembangan model
pemanfaatan sebagaimana disebutkan di atas:
(1) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Fase
Pertumbuhan Tanaman Padi.
Pada tahun 2015, telah dilakukan penelitian pemanfaatan data penginderaan jauh
untuk pemantauan pertumbuhan padi di lahan sawah di pulau Kalimantan (Lakin
Pusfatja, tahun 2015). Pada tahun 2016, dilakukan penelitian Pemanfaatan Data
Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Fase Pertumbuhan Tanaman
Padi 2016 di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB atau di pulau Lombok). Pada
penelitian tahun 2016, metode yang digunakan adalah analisis citra Landsat8
multi waktu untuk memperoleh fase pertumbuhan padi berdasarkan indeks
vegetasi EVI (Enhanced Vegetation Index) Dengan menggunakan nilai EVI secara
temporal diharapkan dapat dilihat dan dicirikan fluktuasi pertumbuhan tanaman
padi. Dari hasil tersebut kemudian dibandingkan atau diverifikasi dengan analisis
fase pertumbuhan berbasis data Terra/ Aqua - MODIS. Berdasarkan hasil
analisis tersebut dilakukan penghitungan akurasi model fase pertumbuhan
menggunakan matrik kesalahan. Pada penelitian ini, dilakukan juga validasi
lapangan analisis fase pertumbuhan berdasarkan data Landsat dan Terra/ Aqua
- MODIS. Untuk verifikasi fase pertumbuhan padi digunakan data Landsat tanggal
22 Juli 2016 dan data Terra/ Aqua MODIS tanggal 19-26 Juli 2016. Validasi
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
3
lapangan dilakukan pada tanggal 19-23 Juli 2016, untuk 72 titik survei di 11
Kecamatan yang meliputi Kecamatan Gerung, Sekarbela, Labuapi, Kediri,
Sandubaya, Narmada (Lombok Barat), dan Kecamatan Pringgarata, Jonggat,
Praya, Praya Barat, Praya Tengah (Lombok Tengah). Dalam menentukan tutik
survey tersebut dipertimbangkan kelas EVI maksimum lahan sawah di NTB (pulau
Lombok) dan luas area berdasarkan fase pertumbuhan dengan MODIS. Pada
penelitian ini dilakukan dengan proses “smoothing” dan tanpa “smoothing”
sebelum dilakukan perhitungan EVI untuk melihat pengaruh apakah dapat
mempengaruhi EVI terkait dengan pola pertumbuhan tanaman padi.
Umur tanaman padi untuk panen pada umunya adalah 97 hari setelah tanam (hst)
jika dipantau dengan data Landsat informasi pola dan waktu atau fase tanaman
padi memerlukan 5-6 periode rekaman data Landsat. Fase tanaman padi data
Landsat tentu tidak sama dengan fase pertumbuhan tanaman padi dari data
Terra/Aqua Modis. Siklus pertumbuhan dari air sampai dengan bera mencapai 5-
6 periode Landsat atau sekitar 90-106 hari, sementara Dengan “time lack” (selisih
waktu) antar periode adalah 18 hari kemungkinan memperoleh informasi umur
tanaman padi yang kurang tepat cukup besar, karena itu dilakukan secara
bersamaan pemantauan dengan data Terra/ Aqua MODIS yang dapat memantau
kondisi pertumbuhan tanaman padi dari hari ke hari.
Kenampakan biru, dengan asumsi:
Titik 1 biru kehijauan, perkiraan umur >=20 hst (fase
vegetatif1)
Titik 2 biru gelap, perkiraan umur >17 hst(vegetatif1)
Kenampakan hijau kebiruan dengan asumsi:
Titik 1 hijau, perkiraan umur >=36 hst (fase
vegetatif1)
Titik 2 hijau, perkiraan umur >33 hari (fase
vegetatif1)
1 April 3Mei
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
4
Kenampakan hijau dengan asumsi:
Titik 1 hijau, perkiraan umur >=52 hst (fase
vegetatif2)
Titik 2 hijau, perkiraan umur >=49 hari (fase
vegetatif2)
Kenampakan hijau dengan asumsi:
Titik 1 hijau, perkiraan umur >=68 hst (fase
generatif1)
Titik 2 hijau, perkiraan umur >=65 hari (fase
generatif1)
Kenampakan hijau dengan asumsi:
Titik 1 bayangan awan, perkiraan umur >=84 hst
(fase generatif1)
Titik 2 hijau, perkiraan umur >=81 hari (fase
generatif1)
Asumsi panen pada umur 100 hari maka,
Titik 1 bera/sudah panen (umur >= 100 hst)
Titik 2 belum panen umur >=97 hari (generatif2)
Asumsi panen pada umur 100 hari maka,
Titik 1 bera/sudah panen (umur lebih dari 100
hst)
Titik 2 bera/sudah panen (umur lebih dari 100
hst)
Gambar 1. Analisis Fase Pertumbuhan Tanaman Padi
Dengan data Landsat, dari proses pengolahan data satelit tanpa “smoothing”
diperoleh Akurasi model fase tanaman padi yang disesuaikan dengan fase
pertumbuhan berdasarkan data satelit MODIS sebesar 58-59%, sedangkan
akurasi fase tersebut jika divalidasi dengan data hasil survay lapangan mencapai
53%. Rendahnya nilai ini Rendahnya akurasi ini diduga disebabkan karena tidak
19 Mei
20 Juni’ 16
6 Juli 16
4 Juni’ 16
22 Juli 16
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
5
dilakukan smoothing terhadap data Modis sebelum diekstrak nilai EVI. Hasil
pengujian terhadap fase yang diekstrak dari data smoothing dengan data hasil
survai menunjukkan akurasi 86%. Berkaitan dengan hasil ini, jika model atau
metode ini akan dioperasionalkan maka perlu dilakukan proses smoothing data
input MODIS terlebih dulu sebelum dilakukan ekstrak nilai EVI dan klasifikasi
fasenya. Model aplikasi deteksi pertumbuhan tanaman padi telah dimanfaatkan
dalam kegiatan Katam (Kalender Tanam) Kementerian Pertanian melalui Balai
Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BSDLP) sebagai user yang
mengoperasionalkan model ini.
(2) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Kelautan (ZPPI)
Penelitian pemanfaatan data penginderaan jauh untuk sumberdaya kelautan
khususnya Zona Penangkapan Ikan pada tahun 2016 dilakukan untuk meningkatkan
kapasitas model yang telah dihasilkan dai penelitian-penelitian sebelumya yang
dilakukan LAPAN, dengan menambahkan inpu data yaitu dari data satelit
penginderaan jauh Himawari 8 dan GCOM AMSR2, dan memperhitungkan anomali
tingi muka laut parameter-parameter oceanografi terkait dengan dinamika laut.
Parameter-parameter tersebut antara lain arus geostropik, tinggi gelombang, anomali
tinggi muka laut dan tinggi muka laut. Paramter tersebut juga sekaligus sebagai
bahan masukan untuk analisis kejadian EL Nino terutama aparameter ketinggian
muka air laut. Pada penelitian ini dikembangkan juga metode penentuan ZPPI
dengan ekstraksi koordinat thermal front. Untuk validasi hasil dilakukan survei
lapangan. Pada penelitian ini dilakukan juga kegiatan peningkatan kapasitas
otomatisasi pengolahan informasi produksi. Otomatisasi yang dihasilkan pada tahun
2016 adalah peningkatan kapasitas Teknologi Informasi ZPPI inu versi dari
otomatisasi, ada pada
Pengembangan metode baru yaitu menggunakan metode Minimum Bounding
Rectangle (MBR), dengan menggunakan formula menghitung keliling bidang datar
tak beraturan, sehingga penerapan metode selanjutnya (metode center of gravity)
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
6
bisa lebih efisien dan menghasilkan titik koordinat yang benar benar mewakili setiap
bagian termal front.
Pengembangan metode baru yaitu menggunakan metode Minimum Bounding
Rectangle (MBR), untuk mengoreksi metode yang ada saat ini yaitu metode intersect
dengan Fishnet grid ukuran 10 NM. MBR dilakukan dengan menggunakan formula
menghitung keliling bidang datar tak beraturan, sehingga penerapan metode
selanjutnya (metode center of gravity) bisa lebih efisien dan menghasilkan titik
koordinat yang benar benar mewakili setiap bagian termal front.
Metode MBR
Metode Fishnet Grid
Gambar 2. Metode Minimum Bounding Rectangle (MBR)
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
7
Implementasi Informasi ZPPI di Gorontalo, November 2016
Sosialisasi 21 – 23 September 2016
Gambar 3. Sosialisasi dan Implementasi Informasi ZPPI di Gorontalo
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
8
(3) Pemanfaatan Data Pengnderaan Jauh Untuk Memantau Dan Menganalisis
Umur Tanaman Kelapa Sawit
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode untuk menganalisa
pertumbuhan kelapa sawit dan menghasilkan profil pertumbuhannya dengan
menggunakan data satelit optik Landsat dan SPOT. Daerah penelitian adalah
kabupaten Landak Kalimantan Barat dan Kabipaten Belitong Timur, Bangka Belitung.
Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah perhitungan indeks vegetasi
(NDVI) dan analisis tekstur. Untuk validasi model dilakukan survei lapangan,
terutama untuk mengetahui keterkaitan karakteristik spectral dengan umur tanaman
kelapa swawit. Dari penelitian ini diperoleh model matematik hubungan antara nilai
indek vegetasi (NDVI) dengan umur tanaman kelapa sawit. Selain itu diperoleh
model detekdi uur kelapa sawit dengan parameter NDVI adalah tidak unik karena
setiap daerah mempunayi karakteritik yang berberda. Pada penelitian ini diperoleh
model : y = -0.0746x2 + 1.862x + 140.21 (R² = 0.6909), untuk kabupaten Landak,
Kalimantan Barat, dan y = 8.7259ln(x) + 18.664 (R² =0.6437) untuk daerah Belitung
Timur, di mana y = NDVI dan x = usia kelapa sawit
Kabupaten Landak_Kalbar
Kabupaten Belitong-Babel
Gambar 4. perhitungan indeks vegetasi (NDVI) dan analisis tekstur
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
9
(4) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Inventarisasi dan Evaluasi Lahan
Tambang
Penelitian inventarisasi dan evaluasi lahan tambang dilakukan dengan
memanfaatkan data Landsat tahun 1990, 2000, 2005, dan 2015/2016 untuk melihat
perubahan tutupan lahan, perubahan lingkungan atau fenomena perubahan dari
periode waktu antara 1990-2016. Metode yang digunakan untuk identifikasi lahan
tambang adalah Vegetation Index Differencing (VIDN). Disparitas indeks vegetasi
(VIDN), metode ini umum digunakan untuk tujuan analisis perubahan atau change
detection. Deteksi perubahan merupakan suatu proses mengindetifikasi perubahan-
perubahan suatu objek atau fenomena melalui pengamatan pada berbagai waktu
yang berbeda. Untuk itu, data tersebut di kelompokan ke dalam 2 perode waktu
1990-2000 da 2000-2005, periode 1990-2000 dilakukan untuk melihat perubahan
antara periode untuk ekplorasi dan proses eksploitasi. Lokasi wilayah untuk
identifikasi lahan tambang difokuskan di Sumatera Barat dan Kalimantan. Wilayah
Sumatera Barat lebih fokus pada lahan tambang di Kota Sawahlunto, Kota Padang,
Salido, Gunung Ophir. Selain itu juga dilakukan penelitian parameter geologi di Pusat
Sesar Semangko. Lokasi ini meliputi Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota
Bukittinggi, dan Kota Payakumbuh. Selanjutnya, selain identifikasi lahan tambang
dari perbedaan indeks vegetasi, dilakukan identifikasi parameter geologi. Parameter
geologi meliputi struktur dan formasi geologi, model tinggi, lineament, geomorfologi,
geodinamika, densitas, gaya berat, medan magnet, seismik, geolistrik, alterasi
hidrotermal, dan lain-lain. Model tinggi (Height Model) meliputi Digital Surface Model
(DSM), Digital Elevation Model (DEM), Digital Terrain Model (DTM), Earth
Gravitational Model (EGM), Digital Terrain Elevation Data (DTED), surface volume
(nDSM), dan lain-lain.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
10
Gambar 5. Digital Terrain Model (DTM) Merauke
(5) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Sumber Daya Air
Pada penelitian ini dilakukan pngembangan metode untuk deteksi saluran irigasi dan
pemantauan kualitas perairan danau (luas, TSS dan Kecerahan). Pemetaan saluran
irigasi dilakukan dengan membuat komposit RGB dan algoritma pada data resolusi
sangat tinggi untuk menajamkan penampakan saluran irigasi dan melakukan
deliniasi visual dengan memperhatikan parameter interpretasi (bentuk dan asosiasi).
Dari penelitian ini diperoleh bahwa pemetaan saluran irigasi sekunder dapat dilakuka
dengan data SPOT 6/7, sedangkan untuk mendeteksi saluran tersier diperlukan
data Pleaides.
Untuk pemantauan kualitas perairan danau (luas, TSS dan kecerahan) dilakukan
dengan menggunakan data optis, Landsat 8 multi temporal periode 2014-2015.
Untuk pemantauan kualitas air dilakukan untuk pemantauan danau Limboto sebagai
danau prioritas untuk dipulihkan. pemetaan batas pemukaan air danau dan
penurunan parameter kualitas air danau. Hasil peneltian ini menunjukan bahwa
permukaan air Danau Limboto ditutupi 30-40% vegetasi air, dimana distribusi
vegetasi air sangat dinamis. TSS dan kecerahan perairan dipengaruhi oleh kondisi
curah hujan, dengan rata-rata kecerahan perairan kurang dari 1 meter dan luas
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
11
vegetasi di danau Limboto dari tahun 2015-2016 sangat dinamis dan cenderung
meningkat.
Gambar 6. Perubahan luas area permukaan air danau dan vegetasi air dan Perubahan luas kecerahan
(6) Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Identifikasi
Kerusakan Lingkungan Area Bekas Penambangan
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan lingkungan pada kawasan
area bekas pertambangan atau dikenal sebagai lahan akses terbuka (LAT) bekas
pertambangan. Identifikasi kerusakan lingkungan LAT diperlukan untuk penyusunan
pemulihan kembali lingkungan kawasan tersebut. Untuk mengetahui keruskan
lingkungan kawasan tambang tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu apakah suatu
lahan terbuka merupakan lahan bekas kegiatan tambang atau lahan terbuka oleh
kegiatan selain pertambangan. Untuk itu, pada penelitian ini menganalisis
karakteristik spektral pada lahan bekas penambangan menggunakan citra satelit
Landsat-8. Hipotesis yang diajukan adalah tidak adanya kesamaan karakteristik
spektral pada lahan terbuka bekas lahan tambang dan bukan bekas tambang. Data
yang digunakan adalah data satelit multitemporal dan multispektral untuk identifikasi
area bekas penambangan.
Perubahan luas area permukaan air
danau dan vegetasi air
Perubahan luas kecerahan
0,0
500,0
1000,0
1500,0
2000,0
2500,0
July 2015 Oct 2015 Dec 2015 March 2016 May 2016 July 2016
AR
EA (
HEC
TAR
E)
YEAR (-)
Lake water surface
Aquatic Plant
15 July 2015 3 October 2015 6 December 2015
0 1 m
= Non Air
27 March 2016 14 May 2016 17 July 2016
Max: 86 cm, Ave: 20 cm Max : 2 cm Max: 36 cm, Ave: 3 cm
Max: 62 cm, Ave : 11 cm Max: 134 m, Ave: 26 m Max: 99 m, Ave: 39 m
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
12
Hasil yang telah diperoleh dari pengolahan nilai reflektan dari 4 kelas lahan bekas
tambang, dimana pengkelasan tersebut berdasarkan pengamatan visual, yakni:
timah putih, timah abu-abu, timah coklat, dan kolong, sebagai berikut:
1. Timah putih, mempunyai nilai reflektan berkisar antara 2245 - 3422
2. Timah abu-abu, mempunyai nilai reflektan berkisar antara 1800 - 2860
3. Timah coklat, mempunyai nilai reflektan berkisar antara 1819 - 2858
4. Kolong, mempunyai nilai reflektan berkisar antara 1288 - 2798
Gambar 7. Identifikasi kerusakan lingkungan LAT dan reflektansi objek
Pada citra di sebelah kiri atas, tanda menunjukan Lokasi lahan akses terbuka (LAT)
bekas tambang dan gambar pada kanan atas adalah grafik perbandingan reflektansi dari
daerah lahan akses terbuka tersebut hasil pengukuran secara dijital yang diturunkan dari
citra satelit. Pada foto kiri bawah adalah kondisi sesungguhnya LAT dan gambar kanan
bawah adalah grafik reflektansi hasil pengukuran di lapangan.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
13
(7) Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Mitigasi
Bencana Banjir Dan Longsor (di Hulu DAS Citarum)
Banjir merupakan salah satu bencana alam yang paling sering terjadi, dengan frekuensi
tertinggi atau sebesar 32% dari total seluruh kejadian bencana di Indonesia. DAS Citarum
Hulu merupakan salah satu DAS di Provinsi Jawa Barat yang memiliki masalah kompleks
dan tidak terlepas dari tingginya tekanan penduduk. Salah satu wujud dari tingginya
tekanan penduduk tersebut adalah telah menyebabkan alih fungsi lahan di sekitar DAS
Citarum Hulu. Perubahan penggunaan/penutup lahan (LULC) menjadi masalah besar
dengan semakin meningkatnya lahan terbangun dan semakin menyusutnya lahan
resapan yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan limpasan permukaan, debit
aliran sungai saat musim penghujan dan menyebabkan banjir.
Pada penelitian ini dilakukan pemodelan simulasi perubah peggunaan dan penutup lahan
(LULC) untuk masa yang akan datang berdasarkan model perubahan LULC berdasarkan
data Landsat tahun 1990 1996, 2000, 2003, 2009, dan 2016 di daerah penelitian.
Pemodelan dilakukan dengan penekatan – Cellural Automata (Markov – CA).
Sedangkan simulasi perubahan LULC untuk masa mendatang, 2025, 2030, 2035, 2040,
2045 dan 2050 dilakukan berdasarkan hasil dari model Markov – CA.
Dari data satelit tersebut di atas, terhadap data tahun 1990, 1996, 2000, 2003, dan 2009
dilakukan klasifikasi dengan plugin Semi-automatic classification pada perangkat lunak
Quantum GIS. Dari klasifikasi tersebut kemudian dilakukan pemodelan Markove dan
Klasifikasi tahun 2016 dijadikan sebagai verifikator dari pemodelan kecenderungan
perubahan atau mode Markov-CA. Dari data tahun 1990, 1996, 2000, 2003 dan 2009
dilakukan kombinasi pasangan informasi LULC (misalnya kombinasi 1990-1996). Dari
pemasangan data tersebut diperloleh 10 kombinasi model Markov CA. Klasifikasi data
tahun 2016 dijadikan sebagai verifikator dari kombinasi tersebut diperoleh nilai akurasi
terbaik sebesar 85.94% (berdasarkan input LULC tahun 2000 dan 2009, yang selanjutnya
digunakan untuk dasar pemodelan LULC atau simulasi LULC beberapa tahun
mendatang disebut sebagai optimistic scenario), akurasi menengah sebesar 78,40%
(berdasarkan input LULC tahun 1996 dan 2003, , yang selanjutnya digunakan untuk
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
14
dasar pemodelan LULC atau simulasi LULC beberapa tahun mendatang disebut sebagai
moderate scenario), dan terburuk sebesar 70,76% (berdasarkan input LULC tahun 1990
dan 1996, , yang selanjutnya digunakan untuk dasar pemodelan LULC atau simulasi
LULC beberapa tahun mendatang disebut sebagai pesimistic scenario).
Gambar 8. Skenario Optimistik
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
15
Gambar 9. Skenario Moderat
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
16
Gambar 10. Skenario Worst (Terburuk)
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
17
(8). Pengembangan Model Pemanfaatan Penginderaan untuk deteksi asap
kebakaran hutan/lahan
Kebakaran hutan/lahan merupakan bencana yang selalu mengancam wilayah
Indonesia karena terjadi secara berulang dan terus-menerus terutama saat musim
kemarau. Dampak langsung dari terjadinya kebakaran hutan adalah masuknya
partikel yang berasal dari asap kedalam atmosfer yang dapat mempengaruhi kualitas
udara serta mengganggu kesehatan dan aktifitas masyarakat baik di wilayah
kebakaran maupun wilayah sekitarnya. Asap merupakan salah satu parameter
penting dalam penelitian mengenai kebakaran hutan dari deteksi asap tersebut
memberikan indikasi kuat adanya titik-titik api. Dari informasi asap tersebut dapat
arah dan sebaran spasial asap untuk memantau daerah terdampak kebakaran
hutan/lahan, informasi titik terbakar, dan luas area bekas terbakar untuk mengetahui
besarnya dampak kebakaran. Informasi ini dapat membantu upaya rekonstruksi dan
rehabilitasi lahan pasca kebakaran.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
18
Citra MODIS Tanggal 8 September 2015, Komposit RGB 1-2-18
Klasifikasi menggunakan threshold reflektansi band 5 dan band 3
Gambar 11. Klasifikasi Area Terakar dengan Data MODIS
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
19
Pada penelitian ini, dikembangkan metode deteksi asap dari data satelit VIIRS- Suomi
NPP dan MODIS Terra/Aqua multi temporal untuk mendapatkan algoritma memilih
kanal-kanal dari MODIS Terra/Aqua dan VIIRS NPP Suomi. Hasil kajian ini diharapkan
dapat mendukung deteksi cepat perkiraan daerah terdampak asap (trayektori). Hasil
penelitian ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Gambar 1 merupakan hasil
klasifikasi asap dan non asap dari data MODIS di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Klasifikasi asap dan non asap ini berdasarkan nilai reflektansi MODIS band 3 dan band
5. Sedangkan pada citra VIIRS, klasifikasi menggunakan reflektansi band 5 dan
brightness temperature (BT) band 16.
Gambar 12. Area Perkiraan Terdampak Asap Menggunakan Data NPP
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
20
(9). Pengembangan Model Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Deteksi
Prekursor Erupsi Gunungapi
Posisi Indonesia sebagai bagian dari “cincin api”, memiliki sekitar 129 gunungapi aktif
yang berpotensi mengalami erupsi dan menimbulkan bencana. Bencana yang
berasal dari erupsi gunungapi dapat berasal dari abu vulkanik, semburan lava pijar,
jatuhan piroklastik, dan juga dari aliran lahar dingin. Kejadian besar bencana erupsi
gunungapi di beberapa tahun terakhir ini 2013, 2014 hingga 2015, yaitu erupsi G.
Sinabung, G. Kelud, G. Raung, G. Sangeangapi, dan G. Soputan telah menimbulkan
dampak bencana yang menyebabkan korban jiwa meninggal dan korban harta
benda. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap
seluruh gunung berapi di Indonesia sehingga dapat diperoleh informasi tentang
perkembang atau kondisi gunung berapi. Informasi tersebut sangat bermanfaat
dalam mendukung upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi erupsi gunungapi demi
meminimalisir dampak dan resiko bencana yang ditimbulkannya.
Penelitian lebih diarahkan pada pengembangan model pemanfaatan data
penginderaan jauh untuk deteksi prekursor erupsi (sebelum kejadian erupsi). Pada
penelitian ini digunakan data, Modis Terra/ Aqua dan Landsat -8 multi temporal.
Dengan data MODIS, dilakukan analisis terhadap pola termal di daerah pusat erupsi
(kawah atau rekahan) dari waktu ke waktu dengan menggunakan kanal-kanal
dengan panjang gelombang ~4 µm dan ~11 µm. Cara yang sama dilakukan untuk
data Landsat -8. Hanya pada Modis dilakukan pemantauan secara terus menerus
atau harian sedangkan dengan data Landsat dilakukan untuk periode 16 harian.
Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut
Data citra MODIS dapat diaplikasikan untuk mengukur energi radiatif erupsi
gunungapi (G. Rinjani) serta dapat memberikan gambaran dinamika aktivitas
vulkanisme yang terjadi .
Data citra TIRS dapat diaplikasikan untuk deteksi temperatur kecerahan wilayah
permukaan kawah gunung api (G. Bromo) serta dapat memberikan gambaran
dinamika aktivitas vulkanisme yang terjadi
Data citra Landsat-8 TIRS dapat diterapkan untuk mendeteksi suhu kecerahan
sebelum letusan strombolian gunung api (G. Rinjani). Ada perubahan pola
temperatur di pusat letusan dan sekitarnya sebelum letusan strombolian
gunungapi (G. Rinjani) pada akhir Oktober
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
21
Gambar 13. Gunung Rinjani diamati dari citra Terra MODIS tanggal 1 November
2015, pukul 10.33 WITA (kiri), dan dari Landsat-8 tanggal 24
Oktober 2015
Gambar 14. Hasil ekstraksi temperatur kecerahan wilayah G. Rinjani dari data citra Terra MODIS tanggal 1 November 2015 pukul 10.33 WITA (kiri) dan tanggal 4 November 2015 pukul 11.05 WITA (kanan-pada saat terjadi erupsi)
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
22
Gambar 15. Citra Landsat-8 multitemporal yang merekam wilayah G. Rinjani pada kondisi saat sebelum adanya peningkatan aktivitas vulkanisme, saat terjadi peningkatan serta saat terjadi penurunan.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
23
Gambar 16. Hasil ekstraksi temperatur kecerahan dari citra Landsat-8 multitemporal wilayah G. Rinjani pada saat sebelum adanya peningkatan aktivitas vulkanisme, saat terjadi peningkatan serta saat terjadi penurunan.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
24
Gambar 17. Gambaran 3-D temperatur kecerahan dari citra Landsat-8 wilayah kaldera G. Rinjani, kondisi rerata (atas) dan kondisi tanggal 24 Oktober 2015 (bawah).
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
25
(10). Pemanfaatan Data Satelit LAPAN-A2 Untuk Perkotaan
Data satelit resolusi resolusi tinggi bersifat komersial dan relatif mahal. Data
LAPAN-A2 diharapkan dapat berperan sebagai pelengkap akan kebutuhan data
resolusi tinggi tersebut. Untuk itu diperlukan studi terkait metode ekstraksi,
koreksi serta model pemanfaatan terkait data LAPAN-A2. Penelitian ini adalah
mengaji metode-metode demosaicing sehingga didapatkan metode demosaicing
yang paling tepat, sesuai dan bagus untuk diterapkan pada data LAPAN-A2.
Metode untuk melakukan demosaicing Bayer pattern ini sudah banyak
dikembangkan namun belum banyak diaplikasikan untuk data yang diambil dari
satelit dan cenderung sensor dalam keadaan diam. Beberapa metode yang telah
dikembangkan antara lain menggunakan interpolasi linear, interpolasi
berbasiskan rasio warna, interpolasi berbasiskan nilai tengah, dan lainnya.
Metode-metode tersebut memberikan hasil yang berbeda-beda seperti tingkat
ketajaman dan munculnya artifact atau noise. Dari hasil yang diperoleh, metode
yang paling bagus untuk data satelit LAPAN-A2 adalah menggunakan interpolasi
berbasiskan median filter.
Gambar 18. Hasil Interpretasi Data LAPAN A2 dengan Metode Berbeda
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
26
(11). Pemanfaatan Data Pesawat LAPAN Untuk Pertanian
LAPAN telah mengembangkan wahana pesawat berawak (LSA) dan tidak berawak
(LSU) yang dilengkapi dengan kamera foto udara dan kamera multispectral yang
dapat menghasilkan data citra resolusi tinggi. Pesawat tersebut telah dilakukan
berbagai uji. Pada penelitian ini dilakukan kajian kemampuan kapasitas atau
potensi data kamera Pesawat LAPAN untuk mendukung penyediaan informasi
spasial skala rinci untuk validasi informasi inderaja satelit, serta penyusunan
pedoman pengolahan data kamera pesawat LAPAN. Pada penelitian ini dilakukan
beberapa sub-sub kegiatan terkait antara lain adalah:
a. Studi perbandingan kualitas akuisisi data Pesawat LAPAN secara autopilot dan
manual
Hasil studi menunjukan bahwa dengan autopiliot terbang pesawat relatif stabil
karena kendali pesawat dilakukan otomatis, sedangkan mode manual pesawat
terkadang mengalami ketidak stabilan karena dikendalikan oleh pilot.
Dari ke dua metode pencuplikan data dengan terbang secara autopilot dan pilot
ternyata secara geometric mempengaruhi foto hasil scan kamera pesawat udara
(pemotretan), berbeda secara sangat signifikan hasil pemotretan dengan auto
pilot dan manual. Namun secara radiometric, perbedaan tidak significant atau
dapat dikatakan tidak terlalu banyak perbedaan kualitas informasi
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
27
Gambar 19. Kualitas citra mozaik data foto pesawat terbang manual.
b. Analisis kualitas objek tunggal vegetasi di ruang terbuka hijau
Data hasil akuisisi Pesawat LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) berpotensi untuk
analisis wilayah perkotaan. Penelitian mengembangkan metode pemanfaatan data
LSA multispektral dengan analisis objek tunggal pohon-pohon di perkotaan dengan
OBIA (Object Based Image Analysis) dan indeks vegetasi untuk studi kualitas
vegetasi perkotaan. Metode yang diusulkan dalam penelitian ini yaitu klasifikasi
bertingkat untuk mendapatkan objek pohon secara spesifik yang digunakan analisis
kualitas vegetasi lebih lanjut. Analisis kualitas vegetasi pada objek pohon tersebut
dilakukan dengan menghitung nilai indeks vegetasi NDVI. Hasil penelitian, akurasi
keseluruhan terhadap hasil klasifikasi bertingkat objek-objek di wilayah perkotaan
dalam penelitian mencapai 88% dan berdasarkan hasil analisis kualitas vegetasi
dengan NDVI telah dapat diketahui kondisi pohonpohon di area perkotaan.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
28
Gambar 20. Hasil klasifikasi lahan terbuka hijau
c. Kajian mixel (pixel campuran) data Satelit Landsat-8 menggunakan data
kamera multispectral pesawat LAPAN
Pada penelitian ini dilakukan kajian mixel atau pixel campuran data Landsat
dan data Pesawat LAPAN Surveillance Aircraft (LSA). Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah regresi antara indeks vegetasi pada
data Landsat dengan proporsi vegetasi pada data foto LSA setelah
menentukan sample area dengan pembuatan fishnet dan uji normalitas
data sampel.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
29
Gambar 21. Data LSA dan Data Landsat untuk Area Kajian Mixel
(12). Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Kualitas Air
Penelitian Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Kualitas Air dilakukan di
Teluk Lampung dengan menggunakan data satelit MODIS-Terra/ Aqua, Landsat
8 dan SPOT 6/7. Parameter yang diukur dengan data-data tersebut antara lain
adalah suhu permukaan laut, klorofil-a, dan muatan padatan tersuspensi serta
beberapa parameter lainnya. Untuk memperkuat hasil pengolahan dan analisis
serta interpretasi dari data-data tersebut dilakukan validasi melalui pengukuran
lapangan (survei). Pengukuran sampel suhu permukaan laut menggunakan alat
water checker dilakukan pada 67 lokasi di perairan Teluk Lampung dengan
rentang waktu pengambilan antara pagi hingga sore hari (09.00-16.00).
Data suhu diukur pada beberapa kedalaman, yaitu : 30 cm, 50 cm,1 m, 2 m, dan
3 m kemudian diintegrasikan dengan brightness temperature kanal 10 dan 11 dari
data citra Landsat 8. Hasil integrasi ini dijadikan sebagai input dalam pembuatan
model algoritma ekstraksi suhu permukaan laut dengan menggunakan data
Landsat 8.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
30
Gambar 22. Analisis Antara Brightness Temperature dengan Suhu Lapangan
Landsat 8
Ekstraksi informasi klorofil-a dilakukan dengan menurunkan algoritma yang mengacu pada Algoritma model Reilly 2000. Ekstraksi informasi klorofil-a diperoleh dari nilai-nilai perhitungan algoritma model Reilly 2000 terhadap pengukuran klorofil-a yang sebenarnya (langsung di lapangan). Pengembangan model yang dilakukan pada tahun 2016 ini menggunakan dua set data penginderaan jauh, yaitu data Landsat 8 dan data MODIS. Pengembangan algoritma dilakukan dengan menggunakan data Landsat 8. Nilai Chl-a yang dihasilkan dari data MODIS sudah operasional untuk skala kecil. Kajian data MODIS untuk wilayah Teluk Lampung dilakukan dengan melihat korelasi antara data chl-a dari MODIS dan data Chl-a yang diukur di lapang sedangkan data klorofil-a yang diturunkan dari MODIS diselaraskan dengan tanggal-tanggal dilaksanakannya survei lapangan. Namun, karena sangat sulit ditemui data yang bebas awan, maka diambil data pada minggu yang sama.
20 December 2016 9
y = 50.72x2 - 3.124x + 0.193R² = 0.283
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04
Klo
rofi
l La
pa
ng
an
Klorofil MODIS
Korelasi Klorofil MODIS dengan Lapangan
Klorofil
2. Chl-a
Gambar 23. Korelasi Klorofil Data MODIS dengan Data Lapangan
Ekstraksi informasi muatan padatan tersuspensi dilakukan dengan metode regresi antara
reflektansi citra dengan konsentrasi MPT. Regresi untuk penentuan model MPT memerlukan data satelit dengan waktu perekaman yang sama dengan pengambilan data in situ. Regresi antara
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
31
MPT in situ dan reflektansi citra dari ketiga citra tersebut digunakan untuk menentukan model penentuan sebaran dari MPT. Model yang dibangun menggunakan data Landsat 8 dan data SPOT 6 dan 7 daerah kajian, yaitu Teluk Lampung yang dikorelasikan dengan data lapang yang berjumlah 67 titik. Model regresi dari data citra Landsat 20 Mei 2016 data SPOT 6 dan 7 perolehan tanggal 10 Mei 2016, 4 Juni 2016, 12 Juni 2016, dan 26 juli 2016 digunakan untuk memperoleh model ekstraksi informasi MPT yang sudah tervalidasi dengan data lapang.
Gambar 24. Korelasi Antara Subsurface Reflectance dengan TSM Insitu
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
32
(13). Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemantauan pulau-pulau kecil
terluar Indonesia. Berikut PCS pulau-pulau kecil terluar diantaranya.
Gambar 25. PCS Pulau-Pulau Kecil Terluar
(14). Pemanfaatan Data penginderaan Jauh untuk Ekstraksi Informasi Mangrove
Mangrove merupakan himpunan halophytes tropis dan sub-tropis (yaitu, tanaman yang
toleran terhadap sanilitas) tanaman berkayu yang tumbuh pada daerah-daerah dekat
pantai. Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang paling produktif di dunia
dan unik dalam menghubungkan sistem darat dan laut melalui pasang surut zona
(Hogarth, 2007). Meskipun keragaman jenis pohon yang rendah dan struktur kanopi
sederhana, mangrove memberikan banyak ekosistem yang barang berharga dan jasa
seperti penyerapan karbon, habitat bagi fauna darat serta perikanan ekonomis penting,
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
33
dan mitigasi bencana pesisir (Alongi, 2002). Hutan mangrove terdapat disekitar rawa
yang luas di seluruh sistem muara sungai seperti muara sungai di Cilacap menutupi
vegetasi di sepanjang pinggiran laguna dan garis pantai. Kerena kawasan sekitar hutan
mangrove di hulu sungai biasanya kaya nutiri, merupakan daya tarik untuk usaha
pertambakan ikan atau udang. Kegiatan pertambakan dan kegiatan ekonomi lainnya
sering menyebabkan kerusakan dari hutan mangrove. Untuk menjaga kontinuitas
pertumbuhan hutan mangrove perlu dilakukan pemantauan terus menerus.
Metode yang diterapkan Penelitian ini adalah indeks kerapatan dengan membedakan antara mangrove sejati dan mangrove asosiasi atau menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan. Metode analisa indeks vegetasi ada beberapa macam antara lain NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan EVI (Enhanced Vegetation Index), GNDVI (Green Normalized Difference Vegetation Index), dan OSAVI (Optimized Soil Adjusted Vegetation Index). Beberapa indek vegetasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kerapatan vegetasi yang terbagi menjadi mangrove sangat jarang, jarang, sedang, lebat, dan sangat lebat. Informasi tingkat kerapatan mencerminkan kondisi dari vegetasi di suatu wilayah, masih bagus atau sudah mengalami kerusakan.
Kerapatan dari NDVI
Kerapatan dari EVI
Kerapatan dari GNDVI
Kerapatan dari OSAVI
Gambar 26. Hasil Perhitungan Beberapa Indeks Vegetasi
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
34
(15). Pemanfaatan Data penginderaan Jauh untuk Ekstraksi Informasi Terumbu
Karang
Terumbu paparan adalah platform karbonat yang terdapat di daerah laut dangkal tempat terjadinya sedimentasi karbonat. Lokasi terjadinya platform karbonat ditentukan oleh faktor tektonik pada bentuk dan kedalaman cekungan sedimen. Faktor utama yang dibutuhkan untuk pembentukan platform karbonat adalah lingkungan dimana suplai terrigenous clastik dan detritus volkanik sangat minimum dan ada suplai kalsium karbonat. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan para ahli melakukan klasifikasi terumbu sebagai berikut:
1. Darwin (1842): Hanya membedakan fringing reef, barrier reef, dan atol serta Mengabaikan banyaknya keragaman terumbu.
2. Fairbridge (1950, 1967): Mengklasifikasi berdasarkan aspek genetik. 3. Maxwell (1968): Melengkapi klasifikasi Fairbridge dengan penjelasan tahapan
perkembangan morfologi terumbu. Klasifikasi terumbu berdasarkan Maxwell ini yang kemudian diadopsi oleh Bakosurtanal dan Fakultas Geografi-UGM (2000)
Keberadaan atau kehidupan terumbu karang sangat mendapat ancaman seperti penangkapan berlebihan, pembangunan pesisir, limpasan dari pertanian, dan pelayaran. Disamping itu, ancaman perubahan iklim dunia telah mulai melipatgandakan ancaman setempat tersebut dalam banyak cara. Demikian pula terjadi di Indonesia, meski pemerintah telah berinisiatif untuk memimpin upaya konservasi, sebagian besar ekosistem laut Indonesia masih berada dalam ancaman (Green Peace Indonesia, 2013).
Hal penting dalam validasi adalah penentuan kelas tutupan obyek di lapangan dalam hal
ini adalah bottom type (substrat dasar) dari ekosistem terumbu karang. Keragaman yang
sangat tinggi pada ekosistem terumbu karang membuat proses pengolahan untuk
ekstraksi informasi menjadi sulit dalam menentukan jenis obyek, dalam 1 x 1 m bisa jadi
terdiri dari 2-4 kelas penutup substrat dasar yang berbeda. Lebih rumit lagi kita belum
tahu persentase dari reflektansi dari obyek-onyek tadi berkontribusi dalam satu pixel data.
Dobson and Dustan (2000) dalam Suyarso et al (2011) memberikan catatan bahwa
terumbu karang terdiri dari mosaik dari kenampakan skala detil dengan ukuran antara 1
sampai 5 m dengan tanda-tanda secara optikal yang komplek yang berpadu menjadi
obyek tunggal dengan IFOV yang lebih besar.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
35
Gambar 27. Lokasi pengukuran lapangan di sekitar Kepulauan Seribu
b. Pengembangan Otomatisasi Metode Penentuan Lokasi Ikan ZPPI Penentuan posisi ikan menggunakan metode baru dengan nama Minimum Bounding
Rectangle (MBR) dan center of grafity. Kedua metode tersebut merupakan
pengembangan dari metode penentuan posisi ikan yang sebelumnya sudah digunakan
untuk produksi informasi ZPPI menggunakan pengolahan otomatis. Tahapan pengolahan
dalam menentukan metode baru untuk penentuan posisi ikan ditampilkan pada gambar
3.28.
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
36
Gambar 28. Diagram alir pengolahan
Input yang digunakan dalam penentuan posisi ikan yaitu hasil dari deteksi termal
front seperti ditampilkan pada gambar 3.29. Metode deteksi termal front
menggunakan Single Image Edge Detection (SIED) mengacu pada Cayula dan
Cornillon tahun 1992.
Gambar 29. Deteksi termal front
DESEMBER 2016 Dokumen Litbangyasa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN
37
Hasil deteksi termal front dipisahkan dari input utamanya yaitu suhu permukaan laut
(SPL) seperti ditampilkan pada gambar 30 dan gambar 31 (hasil pembesaran).
Gambar 30. Termal front
Otomatisasi telah dikembangkan pula untuk mendukung kerjasama LAPAN dengan
perusahaan penangkapan ikan (PT. Marlin)
Gambar 31. Otomatisasi yang Dikembangkan
Recommended