View
226
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENDIDIKAN KAUM MARGINAL DALAM NOVEL
LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA
(KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK)
TESIS
Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Jenjang S2
Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh:
SUTRI
S 840809032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
i
iperpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Sutri
NIM : S840809032
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul DIMENSI PENDIDIKAN
KAUM MARGINAL DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA
HIRATA (KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK) adalah betul-betul karya
saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari
tesis tersebut.
Surakarta, Juli 2011
Yang Membuat Pernyataan,
Sutri
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
MOTTO
Satu titik dalam relativitas waktu masa depan itu adalah saat ini.
(Andrea Hirata)
Semangat adalah cikal bakal keberhasilan. Banyak orang kuat gagal karena ragu-
ragu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Sebagian besar orang gagal karena
mengabaikan kekuatannya sendiri.
(C. Rajagopalachari)
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia,
tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang
menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.
(Mahatma Gandhi)
Singsingkan lengan baju dan bersungguh-sungguhlah menggapai impian karena
kemuliaan tak akan bisa diraih dengan kemalasan.
(Sayyid Ahmad Hasyimi)
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
PERSEMBAHAN
Dengan segenap kerendahan hati, karya kecil ini penulis
persembahkan kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tidak pernah berhenti
menyayangi, mendoakan, dan mendukung, semoga berkah Allah
senantiasa menaungi dalam setiap langkah kehidupan.
2. Adik-adikku (Lis dan Ian) yang selalu memberi motivasi untuk
menjadi model bagi kalian.
3. Drs. Adyana Sunanda, terimakasih sudah berbagi ilmu dan buku
referensi serta meluangkan waktu untuk berdiskusi.
4. Taufik Agung Laksono, terimakasih untuk doa dan dukungannya.
Semoga langkah ke depan berjalan mudah dan indah.
5. Sahabat-sahabatku Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Angkatan 2009.
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena berkat
dan rabmat-Nya tesis yang berjudul “Dimensi Pendidikan Kaum Marginal dalam
Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata (Kajian Strukturalisme Genetik)”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan,
dukungan, maupun doa dan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali
ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada
semua pihak yang telah turut membantu hingga terselesainya tesis ini. Penulis
ucapkan kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur PPs UNS yang telah
memberikan izin penyusunan tesis ini.
3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Indonesia yang memberikan izin dan motivasi dalam penyusunan tesis
ini.
4. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah membimbing
penulis dalam penyusunan tesis mi dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Di
tengah kesibukannya telah memberikan bimbingan, masukan, dan gagasan demi
sempurnanya tesis ini.
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
5. Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan yang berharga kepada penulis
sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
6. Bapak dan Ibu Dosen di Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat dan membekali
penulis tentang teori-teori pendidikan dan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia
sehingga wawasan penulis semakin luas.
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana khususnya Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan semangat dan bertukar
pikir sehingga tesis ini dapat diwujudkan.
8. Rekan-rekan dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta terima kasih atas
suguhan wacananya selama ini dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
hingga diwujudkannya tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dan kesempurnaan.
Maka dan itu, berbagai saran, masukan, dan kritik yang membangun demi
sempurnanya tesis ini sangat penulis harapkan. Semoga berkat dan rahmat Allah
selalu menyertai setiap langkah kita. Amin.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... .. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
PENYATAAN................................................................................................ . iv
MOTTO.......................................................................................................... . v
PERSEMBAHAN........................................................................................... . vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... . vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv
ABSTRAK....................................................................................................... xvi
ABSTRACT ..................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 12
BAB II KERANGKA TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN
KERANGKA BERPIKIR ........................................................... 15
A. Kerangka Teori ......................................................................... 15
1. Hakikat Pendekatan Strukturalisme Genetik..................... 15
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
a. Pengertian Pendekatan Strukturalisme Genetik .......... 15
b. Struktur Karya Sastra .................................................. 21
1) Tema ........................................................................ 24
2) Alur .......................................................................... 25
3) Tokoh....................................................................... 25
4) Latar ......................................................................... 25
c. Fakta Kemanusiaan ..................................................... 26
d. Subjek kolektif/ Subjek Transindividual..................... 27
e. Pandangan Dunia ........................................................ 29
f. Konsep Pemahaman-Penjelasan dan Keseluruhan-
Sebagian ....................................................................... 32
2. Novel ................................................................................. 36
3. Hakikat Pendidikan Kaum Marginal ................................. 41
a. Pengertian Pendidikan ................................................ 41
b. Pengertian Kaum Marginal.......................................... 47
c. Pengertian Pendidikan Kaum Marginal....................... 47
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 55
C. Kerangka Berpikir .................................................................... 60
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 61
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 61
B. Bentuk/Strategi Penelitian ....................................................... 61
C. Data dan Sumber Data ............................................................. 62
D. Teknik Pengumpulan Data....................................................... 63
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
E. Validitas Data.......................................................................... 63
F. Teknik Analisis Data................................................................ 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 68
A. Struktur Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata yang
Mencerminkan Problematika Tokoh Akibat Hubungan
Antartokoh Maupun Lingkungannya ....................................... 68
B. Kehidupan Sosial Andrea Hirata yang Berhubungan dengan
Novel Laskar Pelangi .............................................................. 108
C. Latar Belakang Sejarah atau Peristiwa Sosial Budaya
Masyarakat Indosesia yang melahirkan Laskar Pelangi.......... 112
1. Latar Belakang Penciptaan................................................... 120
2. Karya-karya Andrea Hirata .................................................. 126
3. Ciri khas Karya Andrea Hirata............................................. 128
D. Dimensi Pendidikan Kaum Marginal dalam Novel Laskar
Pelangi Karya Andrea Hirata ................................................... 136
1. Kesadaran Magis (Magical Consciousness) ........................ 142
2. Kesadaran Naif (Naival Consciousness).............................. 143
3. Kesadaran Kritis (Critical Consciousness ........................... 143
4. Kesadarannya Kesadaran (the Consice of the
Consciousness)...................................................................... 144
E. Pandangan Dunia (Vision du Monde) Andrea Hirata............... 144
F. PEMBAHASAN ...................................................................... 156
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB V PENUTUP..................................................................................... 161
A. Simpulan................................................................................... 161
B. Implikasi................................................................................... 166
C. Saran......................................................................................... 167
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 169
LAMPIRAN
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
DAFTAR GAMBAR
Skema 1: Makna dan Hakikat Praxis .............................................................. 47
Skema 2: Pendidikan Humanisasi................................................................... 49
Skema 3: Kerangka Berpikir........................................................................... 60
Skema 4: Komponen Analisis Data Model Interaktif ..................................... 66
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian........................................................ 61
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jurnal .............................................................................................. 174
Lampiran 2 Biografi .......................................................................................... 178
Lampiran 3 Artikel ............................................................................................ 182
Lampiran 4 Sinopsis ........................................................................................... 211
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
ABSTRAK Sutri, S 840809032. PENDIDIKAN KAUM MARGINAL DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA (KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK). Pembimbing I: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd, Pembimbing II: Dr. Nugraheni E.W., M. Hum., Surakarta: Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur yang membangun novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang mencerminkan problematika tokoh akibat hubungan antartokoh dan lingkungannya. 2) Mendeskripsikan dan menjelaskan kehidupan sosial pengarang (dimensi pendidikan kaum marginal) Andrea Hirata yang berhubungan dengan novel Laskar Pelangi; 3) Mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial masyarakat (dimensi pendidikan kaum marginal) yang mengkondisikan lahirnya novel Laskar Pelangi. 4) Mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi.
Bentuk Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, sedangkan pendekatan penelitian adalah pendekatan stukturalisme genetik yang menekankan teks sebagai objek kajian. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa, klausa, kalimat, wacana yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi. Sumber data penelitian ini adalah novel Laskar Pelangi yang diterbitkan oleh penerbit Bentang, Yogyakarta 2008. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik analisis data yang digunakan adalah model dialektik yang dikemukakan oleh Lucien Goldmann dan model interaktif.
Hasil Penelitian ini adalah: (1) Struktur yang terjalin dalam novel Laskar Pelangi memiliki aspek-aspek yang saling berkaitan dan menguatkan satu sama lain. Aspek-aspek struktural tersebut secara padu membangun peristiwa-peristiwa dan makna cerita novel. (2) Kehidupan sosial Andrea Hirata yang berhubungan dengan novel Laskar Pelangi mencakup latar belakang sejarah atau peristiwa sosial budaya masyarakat Indonesia yang melahirkan Laskar Pelangi; dimensi pendidikan kaum marginal ada dua ciri orang termarginalkan (tertindas). Pertama, alienasi dari diri dan lingkungannya. Kedua, self-depreciation, merasa bodoh, tidak mengetahui apa-apa. (3) Pendidikan kaum marginal dalam Laskar Pelangi terdapat pemetaan tipologi kesadaran manusia dalam empat kategori; kesadaran magis (magic conscousness), kesadaran naif (naival consciousness); kesadaran kritis (critical consciousness) dan kesadarannya kesadaran (transformation consciousness). (4) Pandangan dunia (vision du monde) Andrea Hirata sebagai pengarang terhadap novel Laskar Pelangi mencakup problematika ketidakberpihakan sistem pendidikan pada kaum marginal; problematika kemiskinan (sosial ekonomi) dalam novel Laskar Pelangi; dan kesenjangan sosial antara kaum elite dan kaum marginal Kata kunci : Dimensi pendidikan, kaum marginal, strukturalisme genetik
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
ABSTRACT
Sutri. S 840809032. MARGINAL EDUCATION IN THE LASKAR PELANGI NOVEL BY ANDREA HIRATA (STUDY OF GENETIC STRUCTURALISM). Advisor I: Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd, Advisor II: Dr. Nugraheni E.W., M. Hum., Surakarta: Indonesian Language Education Study Program, Post Graduate Program of Sebelas Maret University of Surakarta, 2011.
The aims of this study was to 1) Describe and explain the structure of that building Laskar Pelangi novel by Andrea Hirata which reflects the character problematic due to the relationship between character and environment. 2) Describe and explain the social life of the author (marginal educational dimension) Andrea Hirata, related to Laskar Pelangi novel; 3) Describe and explain the social background of society (marginal education dimensional) that conditioned the birth of the Laskar Pelangi novel. 4) Describe and explain the Andrea Hirata’s views in the Laskar Pelangi novel.
Form of research is qualitative descriptive, while the research approach is an approach the genetic structuralism that emphasizes text as an object of study. The data in this study in form of words, phrases, clauses, sentences, discourse contained in the Laskar Pelangi novel. Data source of this study is Laskar Pelangi novel that published by Bentang, Yogyakarta 2008. Data collection methods used the technique literature, see, and record. Analysis technique used is a dialectical model proposed by Lucien Goldmann and interactive model.
The results of this study are: (1) The structure that exists in the Laskar Pelangi novel has aspects that are interrelated and reinforce each other. Structural aspects of a coherent building events and novel meanings. (2) Andrea Hirata’s social life associated with Laskar Pelangi novel includes historical background or events of socio-cultural Indonesia community that gave birth to Laskar Pelangi; marginal education dimensional there are two features of marginalized people (the oppressed). First, alienation from self and environment. Second, self-depreciation, feeling stupid, not knowing anything. (3) Marginal Education in the Laskar Pelangi in the typology mapping the human consciousness into four categories: magic conscousness, naive consciousness; critical consciousness and consciousness transformation. (4) Andrea Hirata’s world view (vision du monde), as the author of Laskar Pelangi novel include impartiality problematic educational system in the marginal society; poverty problem (social economy) in the Laskar Pelangi novel, and social gap between the elite and marginal. Key words: education dimensions, marginal, genetic structuralism
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan bentuk kegiatan imajinatif, kreatif, dan produktif
dalam menghasilkan sebuah karya yang memiliki nilai rasa estetis serta
mencerminkan realias sosial kemasyarakatan. Faktor lingkungan membentuk karya
sastra karena ditulis pengarang sebagai anggota masyarakat yang bersumber dari
masyarakat.
Karya sastra lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk
mengungkapkan eksistensinya sebagai manusia yang berisi ide, gagasan, dan pesan
tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta
menggunakan media bahasa sebagai penyampaiannya. Karya sastra merupakan
fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari
pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara
mendalam melalui proses imajinasi (Aminuddin, 1990: 57).
Karya sastra memiliki objek, tidak berdiri sendiri, terikat oleh dunia dalam
kata yang diciptakan pengarang berdasarkan realitas sosial, dan pengalaman
pengarang. Hal ini sejalan dengan pemikiran Rahmat Djoko Pradopo (2002: 59) yang
mengemukakan bahwa karya sastra secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi
oleh pengalaman dari lingkungan pengarang. Sastrawan sebagai anggota masyarakat
tidak akan lepas dari tatanan masyarakat dan kebudayaan. Semua itu berpengaruh
dalam proses penciptaan karya sastra.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Penciptaan karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan proses imajinasi
pengarang dalam melakukan proses kreatifnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Rahmat Djoko Pradopo (2001: 61) yang mengemukakan bahwa karya sastra lahir di
tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya
terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya. Akan tetapi karya sastra tidak
hadir dalam kekosongan budaya. Herder (dalam Atmazaki, 1990: 44) menjelaskan
bahwa karya sastra dipengaruhi oleh lingkungannya maka karya sastra merupakan
ekspresi zamannya sendiri sehingga ada hubungan sebab akibat antara karya sastra
dengan situasi sosial tempat dilahirkannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karya sastra
lahir dari latar belakang dan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan
eksistensi dirinya. Sebuah karya sastra dipersepsikan sebagai ungkapan realitas
kehidupan dan konteks penyajiannya disusun secara terstruktur, menarik, serta
menggunakan media bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman
dan pengetahuan secara potensial memiliki berbagai macam bentuk representasi
kehidupan. Ditinjau dari segi pembacanya karya sastra merupakan bayang-bayang
realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan
dalam kehidupan.
Media karya sastra adalah bahasa. Fungsi bahasa sebagai bahasa karya sastra
membawa ciri-ciri tersendiri. Artinya, bahasa sastra adalah bahasa sehari-hari itu
sendiri, kata-katanya dengan sendirinya terkandung dalam kamus, perkembangannya
pun mengikuti perkembangan masyarakat pada umumnya. Tidak ada bahasa sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
secara khusus, yang ada adalah bahasa yang disusun secara khusus sehingga
menampilkan makna-makna tertentu (Nyoman Kutha Ratna, 2006: 334-335).
Karya sastra bukan hanya untuk dinikmati tapi juga dimengerti, untuk itulah
diperlukan kajian atau penelitian dan analisis mendalam mengenai karya sastra.
Chamamah (dalam Jabrohim, 2003: 9) mengemukakan bahwa Penelitian sastra
merupakan kegiatan yang diperlukan untuk menghidupkan, mengembangkan, dan
mempertajam suatu ilmu. Kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu
memerlukan metode yang memadai adalah metode ilmiah. Keilmiahan karya sastra
ditentukan oleh karakteristik kesastraannya.
Widati (dalam Jabrohim, 2003: 31) menjelaskan bahwa penelitian adalah
proses pencarian sesuatu hal secara sistematik dalam waktu yang lama (tidak hanya
selintas) dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku agar
penelitiannya maksimal dan dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Dibutuhkannya pemahaman masyarakat terhadap karya sastra yang dihasilkan
pengarang maka penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.
Teori strukturalisme genetik menekankan hubungan antara karya dengan lingkungan
sosialnya. Manusia berhadapan dengan norma dan nilai dalam lingkungan
masyarakat, karya sastra juga mencerminkan norma serta nilai yang secara sadar
difokuskan dan diusahakan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Sastra
mencerminkan kecemasan, harapan dan aspirasi manusia. Oleh karena itu
kemungkinan karya sastra dapat menjadi ukuran sosiologis paling efektif untuk
mengukur tanggapan manusia terhadap kekuatan sosial. Strukturalisme genetik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
merupakan pendekatan yang tidak meninggalkan faktor genetik atau asal-usul
penciptaan sebuah karya berupa unsur sosial.
Pada prinsipnya teori strukturalisme genetik memandang karya sastra tidak
hanya struktur yang statis dan lahir dengan sendirinya tetapi merupakan hasil
strukturasi pemikiran subjek penciptanya yang timbul akibat interaksi antara subjek
dengan situasi sosial tertentu (Goldmann, 1970: 584). Struktur karya dalam
pandangan Goldmann merupakan struktur dinamis yang lahir dari dinamika
pemikiran manusia.
Hubungan manusia dengan lingkungannya menurut Goldmann termanifestasi
dalam tiga ciri utama perilaku manusia: pertama adanya tendensi manusia untuk
beradaptasi dengan lingkungannya agar hubungan lebih bermakna. Kedua, adanya
tendensi ke arah konsistensi menyeluruh dan penciptaan bentuk-bentuk struktural.
Ketiga, adanya tendensi mengubah dan mengembangkan struktur tersebut sebagai
bukti sifat-sifat dinamik (Goldmann, 1970: 118-119).
Penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik mempunyai kelebihan
karena teks sastra diperlakukan sebagai sasaran utama penelitian dan dianggap
sebagai suatu totalitas yang tidak sekadar terdiri dari unsur-unsur yang lepas-lepas
(Sapardi Djoko Damono, 1979: 46). Teks sastra sebagai hasil proses sejarah manusia
akan bermakna jika dipahami secara menyeluruh dalam hubungan antarbagian teks
dan sejarah masyarakat pengarang.
Keunggulan strukturalisme genetik tidak hanya berorientasi pada teks, tetapi
juga pada pengarang dan latar belakang sejarah yang mengkondisikan kelahiran karya
sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Prinsip dasar strukturalisme genetik adalah mempertimbangkan hal-hal yang
melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Peneliti dalam menganalisis karya sastra yang
diteliti dapat dikaitkan dengan menghubungkannya dengan hal-hal di luar teks. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa karya sastra lahir karena kegelisahan pengarang
melihat realitas. Karya sastra kemudian dapat diteliti dari hubungannya dengan
sejarah zaman yang melahirkannya.
Salah satu genre karya sastra adalah novel. Novel merupakan salah satu
ragam prosa selain puisi dan drama, di dalamnya terdapat peristiwa yang dialami oleh
tokoh-tokohnya secara sistematis serta terstruktur. Hal ini sejalan dengan pemikiran
Panuti Sudjiman (1990: 55) yang menyatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang
panjang, menyuguhkan tokoh-tokoh, dan menampilkan serangkaian peristiwa dan
latar belakang secara terstruktur. Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi,
prosa, dan drama, genre prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan
dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan,
diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki
media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling
luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling
umum digunakan dalam masyarakat.
Novel Laskar Pelangi karya novelis Andrea Hirata buah karya yang
mencengangkan. Sebagai karya pertama yang ditulis seseorang yang tidak berasal
dari lingkungan sastra, dan tidak tunduk pada selera pasar. Kelebihan novel Laskar
Pelangi (LP) adalah ceritanya diangkat dari kehidupan nyata. Novel-novel sekarang
biasanya hanya menceritakan tentang percintaan dan ekspose seksualitas tetapi tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pada novel Laskar Pelangi (LP). Novel ini mengisahkan sepuluh anak kampung di
Pulau Belitong, Sumatera Selatan. Mereka bersekolah di sebuah SD Muhammadiyah
di Belitong yang bangunannya hampir rubuh dan di malam hari menjadi kandang
ternak. Sekolah itu hampir ditutup karena muridnya tidak sampai sepuluh sebagai
persyaratan minimal.
Keberuntungan atau lebih tepatnya takdir, masih berpihak pada sepuluh anak
kampung Pulau Belitong tersebut. Sebelum sekolah tersebut ditutup, ada salah satu
siswa yang bernama Harun mendaftarkan diri. Akhirnya, sekolah ini tetap eksis
melanjutkan pendidikan untuk anak-anak Belitong. Kelebihan yang dimiliki
pengarang (Andrea Hirata) dalam karya-karyanya dari segi stilistik yang menarik,
mengungkapkan setiap kejadian secara sistematis, terarah dan kronologis, sehingga
penulis tertarik untuk mengkaji masalah-masalah yang terdapat di dalam novel
tersebut.
Dimensi pendidikan kaum marginal menjadi tema dalam novel Laskar
Pelangi, termarginalkan secara ekonomi dan termarginalkan secara politik. Sebagai
kaum marginal mereka tetap berjuang memperoleh pendidikan untuk mengubah
kehidupan mereka. Mereka bersekolah tanpa alas kaki, baju tanpa kancing, atap
sekolah bocor jika hujan, dan papan tulis berlubang sehingga terpaksa ditambal
dengan poster Rhoma Irama. Mereka mengesampingkan anggapan bahwa orang
miskin dilarang sekolah.
Munculnya stigma masyarakat marginal bahwa orang miskin dilarang sekolah
karena tidak adanya keberpihakan sekolah pada mereka. Sistem pendidikan yang
diterapkan penentu kebijakan yang tidak memihak kaum marginal dan kemiskinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
menjadikan sekolah sebagai barang mewah. Sebagaimana diungkapkan Eko Prasetyo
(2009: 26) bahwa bukan hanya kebijakan pendidikan yang payah, kebijakan
pemerintah yang lain juga menyebabkan rakyat semakin sulit untuk mendapatkan
pendidikan, kebijakan peperintah itu secara tidak langsung adalah pelarangan orang
miskin dilarang sekolah.
Eko Prasetyo (2009: 21; 25) menyatakan bahwa jika biaya pendidikan mahal
maka pendidikan bisa manjadi biang utama proses pemiskinan. Pemiskinan menjadi
proses yang terus berjalan seperti mesin penggiling, orang tua berhadapan dengan
situasi darurat tanpa mampu mengambil pertimbangan. Biaya pendidikan sama
besarnya dengan biaya kesehatan. Keduanya ditempatkan sebagai kebutuhan Primer.
Orang tua tidak segan-segan meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan biaya
sekolah. Kebutuhan untuk sekolah sama seperti keperluan untuk makan dan minum.
Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi tampak menyajikan konsep
sekolah yang berpihak pada kaum marginal, pemenuhan kebutuhan publik dalam
pendidikan dan wujud protes pendidikan bukan hanya dimiliki oleh segelintir orang
dengan kelas sosial tertentu. Konsep pembelajaran variatif yang ditekankan pada budi
pekerti dominan ditampilkan Andrea Hirata dalam karyanya.
Novel Laskar pelangi menyajikan konsep pembelajaran variatif yang
diterapkan oleh guru-gurunya. Pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas,
tetapi juga di luar kelas. Siswa mengalami secara langsung dan menerapkan dalam
hidup bermasyarakat. Dirunut lebih jauh tampak bahwa pendidik dalam novel Laskar
Pelangi menerapkan sistem pendidikan alternatif dengan memanfaatkan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
sekitar, terbatasnya sarana prasarana tidak menghalangi mereka untuk memenuhi hak
anak dalam memperoleh pendidikan.
Penerapan pembelajaran demikian tampak bahwa pendidik di perguruan
Muhammadiyah tidak menggunakan konsep pendidikan ‘gaya bank’ seperti yang
diungkapkan Paulo Freire. Pendidikan ‘gaya bank’ menurut Freire (1985: 50) anak
didik tidak dilihat sebagai subjek dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai
benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah rumusan atau dalil
pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah” itu,
maka semakin baiklah gurunya dan semakin patuh wadah itu semakin baiklah ia.
Anak didik hanya menghafal semua yang disampaikan oleh gurunya tanpa mengerti.
Anak didik adalah objek bukan subjek sebab dalam proses belajar mengajar guru
tidak memberikan pengertian kepada anak didik, tetapi memindahkan sejumlah dalil
atau rumusan kepada siswa untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan dalam
bentuk yang sama jika diperlukan.
Anak didik adalah pengumpul dan penyimpan sejumlah pengetahuan, tetapi
pada akhirnya anak didik itu sendiri yang “disimpan” sebab miskinnya daya cipta.
Karena itu pendidikan gaya bank menguntungkan kaum penindas dalam melestarikan
penindasan terhadap sesamanya manusia (Freire, 1985: 50-51).
Pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan lahir dari pergumulannya selama
bekerja bertahun-tahun di tengah-tengah masyarakat desa yang miskin dan tidak
berpendidikan. Masyarakat feodal (hirarkis) adalah struktur masyarakat yang umum
berpengaruh di Amerika Latin pada saat itu dan menghadirkan perbedaan mencolok
antara strata masyarakat atas dengan strata masyarakat bawah. Golongan atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
menjadi penindas masyarakat bawah melalui kekuasaan politik dan akumulasi
kekayaan karena itu menyebabkan golongan masyarakat bawah menjadi semakin
miskin sekaligus semakin menguatkan ketergantungan kaum tertindas kepada para
penindas. Kehidupan masyarakat yang sangat kontras melahirlah suatu kebudayaan
yang disebut Freire dengan kebudayaan bisu (Marthen Manggeng, 2005: 41).
Kaum marginal sama halnya dengan kaum tertindas. Adanya kaum tertindas
berarti ada pula kaum penindas. Kaum penindas menggunakan konsep pendidikan
gaya bank bekerjasama dengan aparat-aparat masyarakat paternalistik, di mana kaum
tertindas kemudian memperoleh sebutan yang diperhalus sebagai “kaum penerima
santunan” (Freire, 1985: 53). Hal ini tampak dalam novel Laskar Pelangi, ada
pengelompokkan pendidikan berdasarkan status ekonomi. Tertindas dari sisi politik
dan ekonomi yang berdampak pada pendidikan sangat kental dalam novel ini.
Suksesnya Laskar Pelangi yang mengangkat kehidupan kaum pinggiran
miskin dan terlupakan di Pulau Belitong (sekarang Provinsi Bangka Belitung)
menjadikan tokoh Ikal, Lintang, Mahar dkk. sebagai pahlawan-pahlawan baru
menggantikan tokoh `Cowok Idaman’ dalam kebanyakan karya teenlit atau tokoh
‘Nayla’ si Trauma Seks’ dalam kebanyakan sastra kelamin saat ini. Maka tidak heran,
bila sejumlah kritikus sastra memandang Laskar Pelangi sebagai fenomena baru, baik
di ranah kesusastraan maupun perfilman nasional. Hampir semua komentar pembaca
memberikan pujian, mulai dari cerpenis Linda Christanty, sineas Garin Nugroho dan
Riri Riza, kritikus sastra Nicola Horner, pecinta sastra Diphie Kuron, novelis Ahmad
Tohari, sastrawan Korrie Layun Rampan, Kak Seto, pemikir dan mantan Ketua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Umum Muhamadiyah, Syafii Ma’arif, sampai penyair-kritikus sastra Sapardi Djoko
Damono.
Novel Andrea Hirata menarik karena beberapa hal. Pertama, ia menceritakan
kehidupan suatu daerah yang hampir tidaak pernah masuk dalam pengetahuan sastra
Indonesia, yakni Pulau Belitong. Pulau timah ini hanya dikenal dalam pembicaraan
ekonomi dari pertambangannya oleh pemerintah, tetapi tidak dikenal perikehidupan
penduduk pribuminya. Karya Andrea ini memberikan informasi tangan pertama
tentang kehidupan masyarakat Belitong yang termarginalkan tersebut. Kedua, Andrea
mengangkat suatu tema yang menarik tentang pendidikan kaum marginal, baik secara
ekonomi maupun secara politik, bagaimana seorang anak yang dilahirkan dan hidup
dalam kemiskinan serta perekonomian keluarga yang tak menentu dan termarginalkan
akhirnya mencapai status terpandang dengan melanjutkan studinya ke Eropa. Ketiga,
Andrea menghadirkan kritik pada pelaku pendidikan terkait dengan sistem
pendidikan dan sistem pengajaran yang tidak memihak kaum marginal, Andrea
mencoba mematahkan stigma masyarakat marginal mengenai orang miskin dilarang
sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan secara rinci alasan penelitian
adalah sebagai berikut.
1. Novel Laskar Pelangi menampilkan tokoh anak-anak sekolah yang
termarginalkan secara ekonomi dan politik tetapi memiliki sumber inspirasi kuat
terjelma pada guru-gurunya. Inspirasi ini menjadi motivasi membentuk pribadi
yang mandiri dan menjadi sarana mencapai cita-citanya. Mereka sadar sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kaum marginal yang dapat merubah nasib mereka adalah mereka sendiri melalui
pendidikan.
2. Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata belum dianalisis secara khusus
dengan pendekatan strukturalisme genetik terutama berhubungan dengan dimensi
pendidikan kaum marginal.
3. Analisis terhadap novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan pendekatan
strukturalisme genetik Lucien Goldman diperlukan untuk mengetahui dimensi
pendidikan kaum marginal.
Berdasarkan paparan di atas, maka novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
dianalisis dengan pendekatan strukturalisme genetik untuk mendeskripsikan dimensi
pendidikan kaum marginal.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur yang membangun novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata yang mencerminkan problematika tokoh akibat hubungan antartokoh dan
lingkungannya?
2. Bagaimanakah kehidupan sosial dan latar belakang sosial pengarang (dimensi
pendidikan kaum marginal) Andrea Hirata yang berhubungan dengan novel
Laskar Pelangi?
3. Bagaimana pandangan dunia Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur yang membangun novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata yang mencerminkan problematika tokoh akibat
hubungan antartokoh dan lingkungannya?
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan kehidupan sosial pengarang (dimensi
pendidikan kaum marginal) Andrea Hirata yang berhubungan dengan novel
Laskar Pelangi?
3. Mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial masyarakat (dimensi
pendidikan kaum marginal) yang mengkondisikan lahirnya novel Laskar Pelangi?
4. Mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan Andrea Hirata dalam novel Laskar
Pelangi?
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berhasil dengan baik dan dapat mencapai tujuan
penelitian secara optimal, mampu menghasilkan laporan yang sistematis dan
bermanfaat secara umum.
1. Manfaat teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi
analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel
Indonesia yang memanfatkan teori strukturalisme genetik.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
mengaplikasikan teori sastra dan teori strukturalisme genetik dalam
mengungkap novel Laskar Pelangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konsep
pendidikan yang memanusiakan dalam pandangan Paulo Freire serta
aplikasinya.
d. Hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan mengenai keberagaman
sekolah alternatif dalam dunia pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada
peneliti dan ilmuwan, kalangan pendidikan, pembaca, dan penikmat karya sastra
untuk memahami dan mengapresiasi novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
a. Bagi Penelitian dan Ilmuwan
Penelaahan dan kajian tentang spesifikasi, kreativitas dan tema yang
membangun novel Laskar Pelangi dapat dijadikan bahan kajian lebih
mendalam oleh para peneliti yang selanjutnya dapat digunakan dalam
pengembangan kajian sastra khususnya novel.
b. Kalangan Pendidikan
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi dapat
dijadikan acuan-acuan refleksi dalam membentuk karakter manusia Indonesia
yang cerdas, ulet, konsisten, serta tidak cepat putus asa dalam mewujudkan
cita-cita hidupnya.
c. Bagi Pemimpin Pendidikan
Kritikan yang disampaikan secara halus dan kreatif yang terkandung di dalam
novel Laskar Pelangi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan di bidang pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
d. Bagi Pembaca
Dapat memperoleh gambaran secara lebih jelas, rinci, dan sistematis baik
secara kritis maupun akademis tentang dimensi pendidikan marginal yang
terkandung dalam novel Laskar Pelangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
KERANGKA TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kerangka Teori
1. Hakikat Pendekatan Strukturalisme Genetik
a. Pengertian Pendekatan Strukturalisme Genetik
Dewasa ini telah banyak dikenal berbagai macam pendekatan dalam
penelitian sastra salah satunya yaitu pendekatan strukturalisme genetik.
Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian dalam karya sastra yang tidak
meninggalkan faktor genetik atau asal-usul diciptakannya sebuah karya yaitu
unsur sosial.
Strukturalisme genetik merupakan penelitian sosiologi sastra. Yoseph
Yopi Taum (1997: 47) menyatakan bahwa sosiologi sastra sebagai suatu jenis
pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi
epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra
berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra
menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari
masyarakat. Karya sastra memiliki keterkaitan dengan jaringan-jaringan sistem
dan nilai dalam suatu masyarakat.
Berkaitan dengan hal di atas dalam menelaah hubungan antara sastra
dengan masyarakat Watt (dalam Sapardi Djoko Damono, 2000: 12-13)
mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang dapat diteliti. Ketiga hal tersebut
meliputi, pertama, sosiologi pengarang memfokuskan perhatiannya pada latar
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
belakang sosial pengarang, sumber ekonomi pengarang, ideologi pengarang dan
integrasi sosial pengarang, sosiologi karya serta sosiologi pembaca. Kedua,
sosiologi karya sastra menitikberatkan perhatiannya terhadap isi teks karya sastra,
tujuan karya sastra dan masalah sosial yang terdapat dalam karya sastra. Ketiga,
sosiologi pembaca memfokuskan perhatiannya pada latar sosial pembaca, dampak
sosial karya sastra terhadap pembaca dan perkembangan sosial pembaca.
Kajian sosiologi sastra merupakan upaya melihat fenomena sosial secara
empiris dengan menggunakan teks sastra sebagai cermin fakta sosial. Meski
demikian, sastra bukanlah fakta sosial itu sendiri. Mengenai hal ini Max Weber
(dalam Wellek dan Austin Warren, 1993: 124) mengungkapkan bahwa gejala-
gejala sosial dalam sastra bukanlah fakta objektif dan pola perilaku, tetapi
merupakan sikap yang kompleks. Jadi, teks karya sastra yang ditulis pengarang
bukanlah suatu peristiwa yang langsung terjadi di tengah masyarakat, tetapi
pengarang memproses ide yang diperolehnya dengan imajinasinya sehingga isi
karya sastra menarik untuk dipahami.
Hippolyte Taine (dalam Yoseph Yapi Taum, 1997: 49) mengemukakan
bahwa karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (moment)
dan lingkungan (milieu). Ketiga hal tersebut mengantarkan pemahaman terhadap
iklim suatu kebudayaan yang melahirkan seorang pengarang yang selanjutnya
diwujudkan dalam karya sastra. Ras adalah sesuatu yang diwaris dalam jiwa dan
raga seseorang. Saat (moment) adalah situasi sosial politik pada suatu periode
tertentu. Lingkungan (milieu) meliputi keadaan alam, iklim dan sosial.
Konsep-konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih sistematis dan
ilmiah oleh Goldmann dengan pendekatan strukturalisme genetik (Sapardi Djoko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Damono, 1979: 41). Strukturalisme genetik sebagai salah satu teori penelitian
sosiologi sastra bertumpu pada sosiologi teks dan sosiologi pengarang. Penelitian
dengan strukturalisme genetik hendak mengungkap masalah sosial dalam teks dan
integrasi sosial pengarang dalam masyarakatnya yang tercermin dalam teks. Oleh
karena itu, penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik selalu
mengaitkan antara karya sastra, pengarang sebagai penghasil karya, dan
masyarakat pengarang yang dianggap mampu mengondisikan pengarang untuk
menulis novel. Karya sastra bersumber dari kehidupan masyarakat dalam
konfigurasi status dan peranan yang terbentuk struktur sosial serta dengan
sendirinya menerima berbagai pengaruh sosial.
Adanya perangkat peralatan sastra dan kapasitas regulasi diri dalam
struktur intrinsiknya, karya sastra secara independen mampu membebaskan diri.
Ia menjadi otonom, dalam pengertian bahwa ia bukan lagi merupakan objek yang
tidak terpisahkan dengan struktur sosial yang menghasilkannya dan dengan
sendirinya memiliki kebebasan penuh dalam menunjukkan material-material
sosial. Keterpisahan karya seni dengan struktur sosialnya dianggap sebagai
keterpisahan secara konseptual. Apabila benar-benar terpisah dengan masyarakat,
justru karya seni akan menjadi artifisial (Nyoman Kutha Ratna, 2003: 33).
Secara definisi, Goldmann (dalam Faruk, 1999: 13) menjelaskan bahwa
strukturalisme genetik adalah teori sastra yang berkeyakinan bahwa karya sastra
semata-mata merupakan suatu struktur statis dan lahir dengan sendirinya. Karya
sastra oleh struktur katalogis pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif
tertentu yang terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
ekonomi tertentu. Pemahaman struktur karya sastra harus mempertimbangkan
faktor-faktor sosial yang melahirkannya dan sekaligus memberikan kepaduan
struktur karya sastra.
Hubungan manusia dalam lingkungannya menurut Goldmann
termanifestasi dalam tiga ciri utama perilaku manusia: pertama, adanya tendensi
manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya agar lebih bermakna. Kedua,
adanya tendensi ka arah konsistensi menyeluruh dan penciptaan bentuk-bentuk
struktural. Ketiga, adanya tendensi mengubah dan mengembangkan struktur
tersebut sebagai bukti sifat-sifat dinamik (Goldmann, 1970: 118-119).
Pendekatan strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan
terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik.
Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan
sosiolog Rumania-Perancis. Secara definitif strukturalisme genetik adalah analisis
struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas
berarti bahwa pendekatan strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian
terhadap analisis secara intrinsik dan ekstrinsik (Nyoman Kutha Ratna, 2006:
121-123).
Pendekatan strukturalisme genetik adalah bagian dari kajian sosiologi
sastra yang mengkaji karya sastra berdasarkan struktur luar karya sastra. Hadirnya
teori Lucien Goldmann berupa pendekatan strukturalisme genetik untuk mengkaji
unsur dalam dan unsur di luar karya sastra. Sastra merupakan representasi dari
kehidupan masyarakat berupa kritik sosial dalam masyarakat. Hal ini sejalan
dengan pendapat Elizabeth and Tom Burns (1973: 9) literature is an attempt to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
make sense of our lives, sosiology is an attempt to make sense of the ways in
which we live our lives. For the present writers, sosiology has itself always
represented a critical discipline.
Suwardi Endraswara (2003: 55-56) mengemukakan bahwa pendekatan
strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra struktural yang tidak
murni. Strukturalisme genetik merupakan penggabungan antara struktural dengan
metode penelitian sebelumnya. Dalam beberapa analisis novel, Goldmann selalu
menekankan latar belakang sejarah karya sastra, di samping memiliki unsur
otonom juga tidak bisa lepas dari unsur ekstrinsik. Teks sastra sekaligus
mereprentasikan kenyataan sejarah yang mengkondisikan munculnya karya
sastra.
Teori strukturalisme genetik diutarakan oleh Molina (1991: 140) sebagai
berikut:
Goldmann’s interpretation of tragedy shows that there is a structural homology between dialectical Marxism and the schema of the tragic vision. Goldmann elaborated the letter in terms of three elements: god, man, and world. For him, God is translated into historical terms and made to signify human community, which, in turn, is indentified with realization of socialism in the Marxist sense.
Sapardi Djoko Damono (1979: 46) berpendapat bahwa “metode yang
dipergunakan Goldmann untuk mencari hubungan karya dengan lingkungan
sosialnya adalah strukturalisme historis, yang diistilahkannya sebagai
“strukturalisme genetik yang digeneralisir”, Goldmann sebelumnya meneliti
struktur-struktur tertentu dalam teks kemudian menghubungkan struktur-struktur
tersebut dengan kondisi sosial dan historis yang konkret dengan kelompok sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dan kelas sosial yang mengikat si pengarang dan dengan pandangan dunia kelas
yang bersangkutan.
Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut
yaitu intrinsik dan ekstrinsik studi diawali dari kajian unsur intinsik. Kesatuan dan
koherensinya sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan
menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya, karya dipandang
sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek siosial, budaya,
politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan
dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra (Suwardi
Endraswara 2003: 56).
Goldmann (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2006: 122) mengungkapkan
bahwa struktur mesti disempurnakan menjadi stuktur bermakna, setiap gejala
memiliki ahli apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian
seterusnya sehingga setiap unsur menopang totalitas”.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap
unsur dalam karya sastra, baik itu unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya, masing-
masing tidak dapat bekerja sendiri untuk menciptakan sebuah karya yang bernilai
tinggi. Semua unsurnya harus melebur menjadi satu untuk mencapai totalitas
makna. Goldmann membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu
sama lain untuk menopang teori tersebut sehingga membentuk apa yang
disebutnya sebagai strukturalisme genetik. Kategori-kategori itu adalah (a)
struktur karya sastra (b) fakta kemanusiaan, (c) subjek kolektif, (d) pandangan
dunia pengarang dan (e) pemahaman-penjelasan dan keseluruhan-bagian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Struktur Karya Sastra
Karya sastra merupakan produk strukturasi dari subjek kolektif atau
masyarakat. Karya sastra mempunyai struktur yang koheren. Konsep struktur
karya sastra dalam strukturalisme genetik berbeda dengan konsep karya sastra
otonom. Goldmann menyatakan dua pendapat mengenai karya sastra. Pertama,
karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, dalam
usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu. Pengarang menciptakan semesta
tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Karena itu, dibedakan
karya sastra dari filsafat dan sosiologi. Filsafat mengekspresikan pandangan dunia
secara konseptual sedangkan sosiologi mengacu pada empirisitas (Faruk, 1999:
17).
Struktur karya sastra dalam pandangan Goldmann adalah konsep struktur
yang bersifat tematik. Yang menjadi pusat perhatian adalah relasi antara tokoh
dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di sekitar tokoh. Goldmann
mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian nilai-nilai otentik yang
terdegradasi dalam dunia yang juga terdegradasi. Pencarian tersebut dilakukan
oleh seorang atau tokoh hero yang problematik (Faruk, 1994: 18).
Konsep struktur karya sastra dalam pandangan Goldmann yang bersifat
tematik artinya pusat perhatian antara relasi dengan tokoh, tokoh dengan tokoh
dan antara tokoh dengan objek sekitar novel sebagai cerita mengenai pencarian
nilai-nilai otentik yang terdegradasi dalam dunia dilakukan. Pencarian dilakukan
oleh tokoh hero yang problematik. Nilai otentik adalah totalitas yang secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tersirat muncul dalam cerita, nilai-nilai yang mengorganisasi sesuai dengan mode
dunia sebagai totalitas.
Karya sastra berfungsi untuk menginventarisasikan sejumlah besar
kejadian-kejadian, yaitu kejadian-kejadian yang telah dibuat kerangka (pola-pola)
kreativitas dan imaji. Seluruh kejadian dalam karya sastra bahkan juga karya-
karya yang tergolong ke dalam genre yang paling absurd pun merupakan
prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan kreativitas dan imajinasinya sastra memiliki kemungkinan yang paling
luas dalam mengalihkan keragaman alam semesta ke dalam totalitas naratif
semantis, dari kuantitas kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas dunia fiksional
(Nyoman Kutha Ratna, 2006: 35).
Karya sastra sebagai karya estetis dalam pandangan strukturalisme genetik
mempunyai dua estetika: estetika sosiologis dan estetika sastra. Berkaitan estetika
sastra sosiologis. Pendekatan strukturalisme genetik menunjukkan hubungan
antara salah satu pandangan dunia dan tokoh-tokoh serta hal-hal yang diciptakan
pengarang dalam karyanya. Berkaitan dengan estetika sastra, strukturalisme
genetik menunjukkan hubungan antara alam ciptaan pengarang dengan
perlengkapan sastra yang dipergunakan pengarang untuk menuliskannya (Sapardi
Djoko Damono, 1979: 43).
Membaca novel, secara tidak langsung salah satu sisi kehidupan suatu
masyarakat dapat dipahami. Hukum kehidupan suatu masyarakat dalam novel
juga mungkin berlaku pada masyarakat umumnya. Struktur masyarakat dapat
dipahami melalui struktur karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Struktur karya satra merupakan representasi masyarakat, struktur karya
sastra mempunyai hubungan secara tidak langsung dengan struktur masyarakat.
Dalam hubungan tersebut, peran pengarang sangat menentukan. Struktur karya
sastra yang dihasilkan pengarang menyuarakan aspirasi kelompok sosial tertentu
melalui gambaran problematik hubungan tokoh-tokoh yang dilukiskan.
Karya sastra sebagai kreativitas maupun respon kehidupan sosial,
mencoba mengungkapkan perilaku manusia dalam suatu komunitas yang
dianggap berarti bagi aspirasi kehidupan seniman dan kehidupan manusia pada
umumnya. Dimensi-dimensi yang dilukiskan pengarang bukan hanya entitas
tokoh secara fisik, tetapi sikap, perilaku, dan kejadian-kejadian yang mengacu
pada kualitas struktur sosial. Sebagai dua dunia yang saling bergantung, keduanya
hadir dalam situasi dialogis. Masyarakat mempersiapkan entitas karya sastra
sesuai dengan formasi struktur sosial; sebaliknya karya sastra memanfaatkan
unsur-unsur sosial ke dalam sistem sastra dengan cara-cara yang ditentukan oleh
konvensi dan tradisi (Nyoman Kutha Ratna, 2003: 34).
Struktur karya sastra dengan demikian harus dipahami sebagai totalitas
yang bermakna. Pemahaman itu dapat dilakukan dengan melihat hubungan antara
tokoh dengan tokoh lain maupun antara tokoh dengan lingkungannya.
Berdasarkan hubungan-hubungan tersebut terlihat problematika sang tokoh dalam
memeperjuangkan nilai kehidupan yang dianggap sesuai dengan kelompok
sosialnya dalam menghadapi kelompok sosial lain.
Konsep struktur karya sastra digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara tokoh yang satu dengan yang lainnya maupun
hubungan antara tokoh dengan lingkungannya dalam novel Laskar Pelangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Berdasarkan hubungan tersebut terlihat bahwa masyarakat mengalami
problematika. Berdasarkan problematika yang dihadapi oleh masing-masing
tokoh akan terlihat aspirasi imajiner pengarang dalam struktur novel.
Struktur novel yang mencerminkan pandangan pengarang terlihat pada
problem yang dihadapi tokoh. Problematika tokoh utama disebabkan oleh tokoh
lainnya. Tokoh hero mengalami problematika karena senantiasa berusaha
memperjuangkan nilai-nilai yang dianggap ideal dalam menghadapi tokoh lain
sebagai perwujudan kelompok sosial yang lain.
Perjuangan tokoh utama adalah manifestasi perjuangan subjek kolektif
atau kelompok sosialnya. Tokoh lain dalam hal ini merupakan subjek kolektif di
luar kelompok sosial tokoh hero. Pikiran-pikiran tokoh hero merupakan aspirasi
gagasan pengarang dalam memperjuangkan kelompok sosial pengarang.
1) Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu
diingat. Banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau
emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan,
keyakinan, pengingkaran manusia terhadap dirinya sendiri, atau bahkan usia
lanjut. Sama seperti makna pengalaman manusia, tema membuat cerita lebih
fokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita
akan pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Adapun cara yang
paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati
secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya (Stanton, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam
sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang
terhubung secara kausal saja. Dua elemen dasar yang membangun alur adalah
konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki ‘konflik
internal’ (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter
atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Klimaks adalah saat
ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi.
Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik
dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan (Stanton,
2007).
3) Tokoh
Mengenai tokoh, Atar Semi (1988: 39) mengemukakan bahwa pada
umumnya fiksi mempunyai tokoh utama (a central character) yaitu orang
yang ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita, biasanya
peristiwa atau kejadian-kejadian itu menyebabkan terjadinya perubahan sikap
terhadap diri tokoh atau perubahan pandangan sebagai pembaca terhadap diri
tokoh tersebut.
4) Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan,
dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2007: 35).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
c. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan mempunyai peranan dalam sejarah berupa fakta
individual dan fakta sosial atau historis. Hal ini sejalan dengan Faruk (1994: 12)
yang menyatakan bahwa fakta kemanusiaan adalah seluruh hasil perilaku
manusia, baik verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu
pengetahuan. Fakta tersebut dapat berupa aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik
tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni patung dan sastra.
Fakta kemanusiaan pada hakikatnya ada dua, yaitu fakta individual dan fakta
sosial. Fakta yang kedua memiliki peranan dan sejarah, sedangkan pertama tidak,
sebab hanya merupakan hasil perilaku libidal seperti mimpi, tingkah laku orang
gila, dan sebagainya.
Goldmann (dalam Faruk, 1994: 13) menjelaskan bahwa “semua fakta
kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti” artinya fakta-fakta itu
sekaligus mempunyai struktur tertentu dari arti tertentu. Oleh karena itu,
pemahaman mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus mempertimbangkan
struktur dan artinya.
Karya sastra sebagai fakta kemanusiaan merupakan struktur. Struktur
karya sastra bukanlah struktur yang statis tetapi dinamis. Karya sastra merupakan
produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan
destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat adalah karya sastra yang
bersangkutan (Faruk, 1999: 12).
Goldmann (1977: 159) beranggapan adanya homologi antara struktur
sastra dengan struktur mental kelompok sosial tertentu atau masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Homologi menurut Nyoman Kutha Ratna (2006: 122) diturunkan melalui
organisme primitif yang sama dan disamakan dengan korespondensi, kualitas
hubungan yang bersifat struktural. Homologi memiliki implikasi dengan
hubungan bermakna antara struktur literer dengan struktur sosial. Nilai-nilai
otentik yang terdapat dalam strukturalisme genetik menganggap bahwa karya
sastra sebagai homolagi antara struktur karya sastra dengan struktur lain yang
berkaitan dengan sikap suatu kelas tertentu atau struktur mental dan pandangan
dunia yang dimiliki oleh pengarang dan penyesuaiannya dengan struktur sosial.
Bagi Goldmann (1977: 158-159) karya sastra dipandang: (1) bukan hanya
refleksi kenyataan dan kesadaran kelompok tertentu; (2) karya sastra berhubungan
dengan ideologi kolektif, filosofis dan teologis; (3) karya sastra berhubungan
dengan struktur mental kelompok sosial tertentu yang dapat diperluas melalui
hubungan individu dengan kelompok; dan (4) kesadaran kolektif bukanlah realitas
utama, akan tetapi struktur mental yang merupakan pandangan dunia.
Berpijak dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fakta
kemanusiaan adalah seluruh hasil perilaku manusia yang mempunyai struktur dan
arti tertentu berdasarkan pada fakta-fakta yang ada.
d. Subjek Kolektif/ Subjek Transindividual
Goldmann (dalam Faruk, 1994: 14) mengemukakan bahwa fakta
kemanusiaan, bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan merupakan
hasil aktivitas manusia sebagai subjeknya. Subjek fakta kemanusiaan dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu subjek individual dan subjek kolektif.
Perbedaan itu sesuai dengan perpedaan jenis fakta kemanusiaan. Subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
individual merupakan subjek fakta individual (libinal), sedangkan subjek kolektif
merupakan subjek fakta sosial (historis). Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan
karya-karya kultural yang besar merupakan kenyataan sosial yang tidak akan
mampu menciptakannya. Penciptanya adalah subjek transindividual. Subjek
transindividual adalah subjek yang mengatasi individu, di dalam individu hanya
merupakan bagian. Subjek transindividual bukanlah kumpulan individu-individu
yang berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan, satu kolektivitas.
Goldmann (dalam Faruk, 1994: 15) kosep subjek kolektif atau
transindividual masih sangat kabur karena subjek kolektif itu dapat berupa
kelompok kekerabatan, kelompok kerja, kelompok teritorial, dan sebagainya.
Untuk memperjelasnya, Goldmann mengelompokkannya sebagai kelas sosial.
Kelas sosial tersebut menurut Goldmann merupakan bukti dalam sejarah sebagai
kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan
menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembang
sejarah umat manusia.
Kelas-kelas sosial adalah kolektivitas yang menciptakan gaya hidup
tertentu dengan struktur yang ketat dan koheren. Kelas merupakan salah satu
indikator untuk membatasi kenyataan sosial yang dimaksudkan oleh pengarang
untuk mempengaruhi bentuk, fungsi, makna dan gaya suatu karya sastra.
Hubungan ini sesuai dengan pandangan marxis, karya disebut sebagai wakil kelas
sebab karya sastra dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi kelompoknya.
Goldmann menspesifikasikan kelas sosial dalam pengertian marxis sebab baginya
kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai keompok yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan
dan telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia.
Kajian strukturalisme genetik, subjek transindividual merupakan energi
untuk membangun pandangan dunia. Dikaitkan dengan pengarang, latar belakang
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu latar belakang karena afiliasi dan karena
kelahiran.
Meskipun istilah transindividual diadopsi oleh Goldmann dari khazanah
intelektual Marxis, khususnya Lukacs, Goldmann tidak menggunakan istilah
kesadaran kolektif dengan pertimbangan istilah ini seolah-olah menonjolkan
pikiran-pikiran kelompok. Sebaliknya, konsep transindividual menurut
Goldmann, menampilkan pikiran-pikiran individu tetapi dengan struktur mental
kelompok.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa struktur karya sastra dapat
diselidiki asal-usulnya atau genetiknya. Asal-usul karya sastra tidak lain adalah
pengarang, selain itu pengarang menghasilkan karya sastra karena terdapat faktor-
faktor yang mengkondisikannya. Fakta sosial yang dianggap tidak sejalan dengan
aspirasi subjek kolektif pengarang itulah yang menyebabkan pengarang menulis
karya sastra.
e. Pandangan Dunia
Menurut Goldmann dalam Faruk (1994: 15-16) pandangan dunia
merupakan istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan,
aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersama-
sama anggota kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
kelompk sosial yang lainnya. Masih menurut Goldmann pandangan dunia
merupakan kesadaran kolektif yang dapat digunakan sebagai hipotesis kerja yang
konseptual, suatu model, bagi pemahaman mengenai koherensi struktur teks
sastra. Pandangan dunia ini berkembang sebagai hasil dari situasi sosial dan
ekonomi tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya.
Pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba, ia merupakan transformasi
mentalitas yang lama secara berlahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya
mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama. Proses panjang
tersebut disebabkan oleh kenyataan bahwa pandangan dunia merupakan
kesadaran yang mungkin tidak semua orang memahaminya. Kesadaran yang
mungkin adalah kesadaran yang menyatakan suatu kecenderungan kelompok ke
arah suatu koherensi menyeluruh, perspektif koheren dan terpadu mengenai
hubungan manusia dengan sesamanya dengan alam semesta (Goldmann, 1981:
97).
Kesadaran demikian jarang disadari pemiliknya kecuali dalam momen-
momen krisis dan sebagai ekspresi karya sastra besar yang menurut Goldmann
berbicara tentang alam semesta dan hukum-hukumnya serta persoalan yang
tumbuh darinya (Faruk, 1994: 15).
Visi duniawi merupakan kesadaran kolektif terhadap totalitas pikiran yang
ekspresinya dapat berupa aspirasi atau perasaan yang sama sekali bukan sekedar
kenyataan empiris, itulah sebabnya, menurut Goldmann visi duniawi selalu
muncul seiring dengan krisis sosial. Oleh karena itu sebagai pelopor
strukturalisme genetik Goldmann beranggapan bahwa visi duniawi adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
ekspresi teoritik dari suatu kelas sosial pada saat bersejarah tertentu. Vision du
monde selalu mencerminkan pandangan kelas sosial karena tumbuh dan
berkembang dari situasi sosial-ekonomi tertentu yang dihadapi suatu komunitas
(Wahyu Wibowo, 2003: 30-31).
Visi duniawi tidak lepas dari tragedi dalam karya sastra yang dituangkan
pengarang dalam karyanya. Lucien Goldmann (1991: 18) berpendapat mengenai
hal ini sebagai berikut:
The universe of tragedy is a universe where God is absent; not merely non-existent as He is for the empiricists or rationalists, but absent; that is to say, that everything that happens situates itself in reletion to Him, and to the fact that He never intervenes. Lukacs defined tragedy as a play in which God is the only spectator, but a passive spectator who doesn’t intervene in tehe action or in the destiny of the heroes.
Menurut Goldmann (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 57) karya sastra
sebagai struktur memiliki makna merupakan wakil pandangan dunia penulis tidak
sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang
menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui
pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikanya. Karya sastra tidak akan
dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah
melahirkan teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat dapat
mengakibatkan penelitian menjadi pincang.
Pandangan dunia memicu subjek untuk mengarang dan dianggap sebagai
salah satu ciri keberhasilan suatu karya dalam rangka strukturalisme genetik,
pandangan dunia berfungsi untuk menunjukkan kecenderungan kolektivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
tertentu. Melalui kualitas pandangan dunia inilah karya sastra menunjukkan nilai-
nilainya, sekaligus memperoleh artinya bagi masyarakat. Berdasarkan penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia adalah keseluruhan gagasan,
aspirasi, dan perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-
anggota suatu kelompok sosial yang lain yang diwakili oleh pengarang sebagai
bagian dari masyarakat.
f. Konsep Pemahaman-Penjelasan dan Keseluruhan-Bagian
Konsep ini terkait dengan metode yang digunakan oleh teori
strukturalisme genetik. Karya sastra harus dipahami sebagai struktur yang
menyeluruh. Pemahaman karya sastra sebagai struktur menyeluruh akan
mengarah pada penjelasan hubungan sastra sosial budaya sehingga mempunyai
makna.
Karya sastra merupakan satuan yang dibangun dari bagian-bagian yang
lebih kecil. Karena itu pemahaman terhadap karya sastra dilakukan dengan
konsep keseluruhan-bagian. Teks karya sastra itu sendiri merupakan bagian dari
struktur keseluruhan yang lebih besar, yang membuatnya menjadi struktur berarti.
Konsep tersebut melahirkan metode dialektika. Prinsip dasar metode ini adalah
bahwa karya sastra dengan realita masyarakat mempunyai hubungan dialektika,
hubungan yang secara tidak langsung. Karya sastra mempunyai dunia yang
berlainan, karya sastra dan realita dapat dilihat melalui proses interpretasi.
Perhatian pertama tertuju pada teks karya sastra dan perhatian yang kedua
terhadap latar belakang sosial budaya masyarakat (Umar Junus, 1986: 194).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Konsep pemahaman-penjelasan dalam metode dialektika. Pemahaman
adalah usaha pendeskripsian struktur objek karya sastra yang dikaji, sedangkan
penjelasan adalah usaha menghubungkan pemahaman ke dalam struktur yang
lebih besar.
Konsep keseluruhan-bagian mengemukakan dialektika antara keseluruhan
dan bagian. Keseluruhan hanya dapat dipahami dengan mempelajari bagian-
bagiannya dan bagian-bagian tersebut dapat dipahami jika ditempatkan dalam
satu keseluruhan. Pemahaman dilihat sebagai suatu proses yang melingkar terus-
menerus; dari keseluruhan ke bagian dan dari bagian kekeseluruhan (Ekarini
Saraswati, 2003: 81).
Teori strukturalisme genetik pada prinsipnya memadukan analisis
struktural dengan materialisme historis dan dialektik. Karya sastra harus dipahami
secara keseluruhan terhadap hal yang bermakna. Teks sastra memiliki kepaduan
total. Unsur-unsur yang memebentuk teks mengandung arti sehingga dapat
memberikan gambaran yang lengkap dan padu terhadap makna secara
keseluruhan dalam karya tersebut.
Goldmann memandang karya sastra sebagai produk strukturasi pandangan
dunia sehingga cenderung mempunyai struktur yang koheren. Sebagai struktur
yang koheren karya sastra merupakan satuan yang dibangun dari bagian-bagian
yang lebih kecil. Oleh karena itu, pemahaman terhadapnya dapat dilakukan
dengan konsep keseluruhan bagian. dalam batas teks karya sastra yang dimaksud
dengan keseluruhan dan bagian adalah keseluruhan dan bagian teks sastra.
Berikut pendapat Goldmann (1970: 593, 595).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
“in this respect, the process of investigation is the same throught out the whole field of the sciences of man. The research worker must secure apattern, a model composed of a limited number af elements and relationships, starting from which he must be able to account for the great majority of the empirical data of which the object studied is thought to be composed….
Once the recearch worker has advenced as far as possible in the internal coherence of the work and its structural modes h must direct himself toward explanation”.
Eksplanasi pada kutipan terakhir dinyatakan Goldmann dengan maksud
penggabungan struktur internal yang diterangkan dalam struktur yang lebi besar,
di dalam struktur internal hanya berupa elemen saja. Keterangan ini
mengimplikasikan pengertian bahwa bagi Goldmann struktur internal bukan
tujuan akhir pemahaman karya sastra. Berarti atau tidaknya suatu karya sastra
hanya dapat diuketahui dengan memasukkannya dalam struktur yang lebih besar.
Pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari
(Goldmann, 1970: 589), sedangkan penjelasan adalah usaha manemukan makna
struktur dengan menggabungkannya ke dalam struktur yang lebih besar
(Goldmann, 1970: 590), dengan kata lain pemahaman adalah usaha untuk
mengerti makna bagian dengan menempatkan ke dalam keseluruhan yang lebih
besar (Faruk, 1988: 106).
Penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik Sapardi Djoko
Damono (1979) memberikan ciri-ciri strukturalisme genetik sebagai suatu metode
sebagai berikut.
1) Perhatiannya terhadap keutuhan dan totalitas: kaum strukturalis percaya
bahwa yang menjadi dasar telaah strukturalisme genetik bukanlah bagian-
bagian totalitas tetapi jaringan hubungan yang ada antara bagian-bagian itu
yang menyatukannya menjadi totalitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2) Strukturalisme genetik tidak menelaah struktur pada permukaannya, tetapi
struktur yang ada di balik kenyataan. Kaum strukturalis berpandangan bahwa
yang terlihat dan terdengar, misalnya, bukanlah struktur yang sebenarnya,
tetapi hanya bukti adanya struktur.
3) Analisis yang dilakukan oleh kaum strukturalis menyangkut struktur yang
sinkronis (bukan diakronis). Perhatian kaum strukturalis lebih difokuskan
pada hubungan-hubungan yang ada pada suatu saat di suatu waktu, bukan
dalam perjalanan waktu. Struktur sinkronis dibentuk oleh jaringan hubungan
struktural yang ada.
4) Strukturalisme genetik adalah metode pendekatan yang antikausal. Kaum
strukturalis dalam analisisnya sama sekali tidak menggunakan sebab-akibat;
mereka menggunakan hukum perubahan bentuk.
Langkah-langkah penelitian dengan metode strukturalisme genetik yang
ditawarkan oleh Laurenson dan Alan Swingewood (1972) yang disetujui oleh
Goldmann adalah sebagai berikut.
a) Penelitian sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula diteliti strukturnya
untuk membuktikan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang padu
dan holistik.
b) Penghubung dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra yang
dihubungkan dengan sosial budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan
dengan struktur mental yang dihubungkan dengan dunia pengarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c) Untuk mencapai solusi atau kesimpulan digunakan metode induktif, yaitu
metode pencarian kesimpulan dengan jalan melihat premis-premis yang
sifatnya spesifik untuk selanjutnya mencari premis general.
2. Hakikat Novel
Novel merupakan bagian dari sebuah karya sastra berupa potret kehidupan
manusia dan dunia imajiner yang dibangun melalui berbagai unsurnya. Unsur-unsur
tersebut oleh pengarang dikreasikan dibuat semirip mungkin dan diimajinasikan
dengan dunia nyata lengkap dengan peritiwa-peristiwa dan lakonnya.
Lucien Goldman (1977: 1) menyatakan gagasannya mengenai novel tampak
pada kutipan berikut.
The novel is the story of a degraged search, a search for authentic values in a world itself degraded, but at an otherwise advance level according to a different mode. By authentic values, not the values that the critic or the reader regards as authentic, but those which, without being manifestly present in the novel, organize in accordance with an implicit mode its world as a whole.
Burhan Nurgiyantoro (2007: 4) berpendapat bahwa novel adalah karya fiksi
yang menawarkan sebuah dunia imajiner yang dibangun melalui unsur intrinsiknya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat ditemukan novel imajinatif yang terkadang
berada di luar nalar manusia dan dunia, berusaha dibangun tidak pernah lepas dari
alam pikiran pengarang dari hasil mediasi antara subjek nyata dan imajiner yang ada.
Novel merupakan representasi dari kehidupan sosial. Langland (1984: ix)
mengungkapkan hal yang sama society in the novel is thus seen as replicating an
historical, a contemporaneous, or an imagined miliew. Society in novels, then, never
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
simply replicates a world outside, and the relationship between fictional society and
real world is not primarily a mimetic one but an evaluative one.
Novel merupakan penggambaran sejarah dalam kehidupan dan mempunyai
kekuatan di dalamnya, hal ini dikemukakan oleh Lukacs (1962: 415-416) berikut.
This historical spirit is the great new principle which Balzac learnt from Walter Scott and passed on to all the really great representatives of the medern social novel. The modern social novel is as much a child of the classical historical novel as the latter is of the great social novels of the eighteenth century. The decisive question of the development of the historical novel in our day is how to restore this connexion in keeping with our age.
The classical type of historical novel can only be aesthetically renewed if writers concretely face the question: how was the Hitler regime in germany possible? Then an historical novel many be achieved which will be fully realized artistically.
Atar Semi (1988: 32) menyatakan bahwa novel adalah karya yang
mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan
dengan halus. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa novel selain sebagai
seni, juga dapat berperan sebagai penyampai misi-misi kemanusiaan yang tidak
berkesan menggurui, sebab sangat halus dan mendalam.
Robert Stanton (2007: 90) berpendapat bahwa novel mampu menghadirkan
perkembangan karakter dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun
silam secara lebih mendetail. Itulah yang membedakan novel dengan cerpen. Hal
menarik lain dari novel adalah kemampuannya menciptakan suatu semesta yang
lengkap sekaligus rumit.
Novel sebagai karya sastra yang kompleks memiliki karakteristik yang
menjadi ciri novel tersebut, sebagaimana yang diungkapkan Herman J.Waluyo (2002:
37) bahwa di dalam novel terdapat perubahan nasib dari tokoh cerita, ada beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
episode dalam kehidupan tokoh utamanya dan biasanya tokoh utama tidak sampai
mati.
Novel dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, seperti yang dikemukakan oleh
Herman J.Waluyo (2002: 38-39) yang membedakan novel berdasarkan dua jenis,
yaitu novel serius dan novel pop. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai
sastra (tinggi) sedangkan novel pop adalah novel yang nilai sastranya diragukan
(rendah) karena tidak ada unsur kreativitasnya.
Sesuai dengan teori Lukass, Goldmann (dalam Faruk, 2003: 31) membagi
novel menjadi tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel
pendidikan. Novel jenis pertama menampilkan sang hero yang penuh optimisme
dalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia. Novel jenis kedua sang hero
cenderung pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia fantasi,
sedangkan dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan pencariannya akan
nilai-nilai otentik.
Di pihak lain Lucien Goldmann (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003: 126)
yang memandang karya sastra dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas kultural
mengungkapkan bahwa novellah karya sastra yang berhasil merekonstruksi struktur
mental dan kesadaran sosial secara memadai yaitu dengan cara menyajikannya
melalui tokoh-tokoh dan peristiwa. Penggunaan tokoh-tokoh imajiner juga
merupakan salah satu keunggulan novel dalam usaha untuk merekonstruksi dan
memahami gejala sosial pelaku impersonal, termasuk peristiwa-peristiwa historis
(Nyoman Kutha Ratna, 2003: 127).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Memahami sebuah novel harus dilakukan pembedaan struktur yang dimiliki,
Kenney (1966: 6-7) berpendapat,
”To analyze a literary work is to identify the sparate parts that make it up (this correspondsroughly to the nation of tearing it to pieces), to determine the relationships among the parts, and to discover the relation of the parts, to the whole. The end of the analyze is always the understanding of the literary work as a unified and complex whole”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah bagian
dari karya sastra berupa kisah hasil representasi kehidupan sosial mengenai
penggambaran sejarah dan permasalahan kehidupan yang kompleks, mempunyai
unsur-unsur yang saling berkaitan dan pesan-pesan kemanusiaan yang tidak
menggurui sebab sangat halus dan mendalam. Peristiwa yang terjalin sangat
kompleks karena tidak hanya menciptakan hidup seorang tokoh saja tetapi seluruh
tokoh yang terlibat dalam cerita. Karya sastra berupa novel yang dianalisis harus
diidentifikasi dan ditentukan hubungannya dalam kajian strukturali agar karya sastra
dapat dipahami sebagai satu kesatuan yang menyatu dan kompleks.
Pendekatan struktural dapat pula disebut dengan pendekatan intrinsik, yakni
pendekatan yang berorientasi kepada karya sebagai jagad yang mandiri terlepas dari
dunia eksternal di luar teks. Analisis ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai
kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalin dan analisis dilakukan
berdasarkan pada parameter intrinsik sesuai keberadaan unsur-unsur internal
(Siswantoro, 2005: 19).
Tujuan analisis struktural adalah membongkar, memaparkan, secermat
mungkin keterkaitan dan keterjalinan dari berbagai aspek yang secara bersama-sama
membentuk makna (A.Teeuw, 1984: 135-136).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Menurut Siswantoro (2005: 20) pendekatan struktural membedah novel,
misalnya dapat dilihat dari sudut plot, karakter, setting, point of view, tone, dan theme
sebagaimana unsur-unsur itu saling berinteraksi.
Pembahasan struktur novel Laskar Pelangi hanya terbatas pada masalah tema,
alur, tokoh, dan latar. Alasannya adalah keempat unsure tersebut sesuai dengan tujuan
penelitian dan objek yang dikaji yaitu mengenai dimensi sosial kesenjangan
perekonomian dan kemiskinan. Tema menentukan inti cerita dari novel tersebut, alur
untuk mengetahui bagaimana jalan cerita, penokohan digunakan untuk mengetahui
bagaimana karakteristik setiap tokoh sebagai landasan untuk menggali data
kesenjangan perekonomian dan kemiskinan.
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2007: 37) langkah-langkah dalam menerapkan
teori strukturalisme adalah sebagai berikut:
a. mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara
lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh, latar, dan alur;
b. menggali unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui bagaimana
tema, tokoh, latar, dan alur dari sebuah karya sastra;
c. mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh,
latar, dan alur dari sebuah karya sastra, dan
d. menghubungkan masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh, latar, dan
alur dalam sebuah karya sastra.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam analisis karya sastra, dalam
hal ini novel, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi, mengkaji,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mendeskripsikan fungsi dan kemudian menghubungkan antara unsur intrinsik yang
bersangkutan.
3. Hakikat Pendidikan Kaum Marginal
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya pengenalan realitas secara objektif dan
subjektif. Paulo Freire (1985: xvi) menyatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi
sebagai sarana yang digunakan untuk mempermudah integrasi generasi muda ke
dalam logika dari sistem yang berlaku dan menghasilkan kesesuaian terhadapnya.
Fungsi utama pendidikan disetiap tingkat adalah untuk menyediakan
pelatihan cara-cara berpikir mendasar yang terwakili dalam sejarah, ilmu
pengetahuan alam, metematika, kesusastraan, bahasa, dan kesenian yang selama
ini berkembang dalam pencarian pengetahuan yang dapat digunakan oleh
manusia, perjalanan menggapai pemahaman budaya, dan upaya berkelanjutan
untuk meraih kekuatan intelektual (Arthur Bestor, 1999: 200).
Tolstoy (dalam Archambaulth, 1999: 490) menyatakan bahwa setiap
situasi pendidikan memuat empat unsur pokok: 1) guru, agen utama yang
bertujuan mengarahkan, memikul tanggungjawab atas proses pendidikan; murid
yang menjadi objek upaya pendidikan, dalam arti perilakunya akan diubah, sikap-
sikapnya akan dipupuk dan dimodifikasi; 3) bahan pengajaran, atau bidang
studi, atau pengetahuan yang akan ditanamkan pada murid; 4) tujuan, sasaran,
cita-cita, hasil akhir yang diharapkan dari proses pendidikan yang menjadi
sumber penentu arah pendidikan. Pencirian Tolstoy tentang keempat elemen di
atas dan pendapatnya tentang bagaimana seharusnya keempatnya berfungsi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
langsung menunjukkan jantung konsepsinya mengenai pendidikan dan dari hal
tersebut dapat dilihat gagasannya mengenai hakikat manusia.
Pendidikan tidak lepas dari nilai dan budaya. Pendidikan terbagi menjadi
dua, yaitu pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan formal menjadi bagian
sangat politis karena pendidikan bukan hanya melibatkan semua lapisan
pemerintah, tetapi berpengaruh dalam pembentukan warga sebuah negara. Sistem
pendidikan merupakan pilihan ideologis masyarakat, bangsa, dan negara, karena
itulah disebut persoalan masyarakat (Fiske, 1998: xxii).
Tokoh pendidikan pembebasan fenomenal yaitu Paulo Freire, tokoh
pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah
mapan dalam masyarakat Brasil. Baginya, sistem pendidikan yang ada sama
sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan
dan menjadi alat penindasan oleh penguasa karena pendidikan yang demikian
hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan digantikan dengan
sistem pendidikan yang baru.
Menurut Paulo Freire (1985: 33) pendidikan dipahami sebagai aksi
kultural untuk pembebasan, pendidikan tidak bisa dibatasi fungsinya hanya
sebatas area pembelajaran di sekolah. Ia harus diperluas perannya dalam
menciptakan kehidupan publik yang lebih demokratis. Pandangan Freire,
"reading a word cannot be separated from reading the world and speaking a
word must be related to transforming reality." Dengan demikian, harus ada
semacam kontekstualisasi pembelajaran di kelas. Teks yang diajarkan di kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
harus dikaitkan kehidupan nyata, dengan kata lain harus ada dialektika antara teks
dan konteks, teks dan realitas.
Tugas utama pendidikan sebenarnya mengantar peserta didik menjadi
subjek untuk mencapai tujuan ini, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua
gerakan ganda yaitu: meningkatkan kesadaran kritis peserta didik sekaligus
berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu
berlangsung. Sebab, kesadaran manusia itu berproses secara dialektis antara diri
dan lingkungan. Ia punya potensi untuk berkembang dan mempengaruhi
lingkungan, tetapi ia juga bisa dipengaruhi dan dibentuk oleh struktur sosial atau
tempat ia berkembang, untuk itulah emansipasi dan transendensi tingkat
kesadaran itu harus melibatkan dua gerakan ganda ini sekaligus.
Gagasan Freire banyak dianggap sebagai gagasan pembebasan penuh
pendidikan institusional dan mengacu pada pembebasan masyarakat dalam
mengenyam pendidikan. Gagasan ini banyak disetarakan dengan teori anarkis
mengenai praktik ajar-mengajar yang dinilai sudah cenderung menjadi komoditas
kapitalistik yang tidak lepas dari usaha pemenuhan kebutuhan semu terhadap
tuntutan masyarakat semu produk sistem kapitalis.
Kapitalistik hadir karena adanya kekuasaan, kekuasaan dalam pengertian
kapasitas transformatif agensi manusia merupakan kemampuan aktor untuk
mencampuri rangkaian peristiwa dan juga mengubah rangkaian kekuasaan dalam
pengertian yang lebih sempit dan relasional merupakan properti interaksi dan
mungkin didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengamankan hasil di mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
realisasi atas hasil bergantung pada agensi orang lain, inilah yang disebut Giddens
(2010: 153) sebagai kekuasaan dominan.
Kekuasaan dominan yang mendominasi dalam pandangan Paulo Freire
(2007: 4) lebih dari sekadar penyelewengan oleh suatu kelompok terhadap
kelompok lain. Logika dominasi menunjukkan adanya kombinasi rekayasa
ideologis dan ‘material’. Rekayasa tidak pernah berhasil sepenuhnya, melainkan
menimbulkan hal-hal kontradiktif dan tragisnya pemegang kekuasaan saling
bermusuhan.
Permusuhan atau konflik yang terjadi dikalangan penguasa pemegang
kebijakan berdampak pada kebijakan dalam dunia pendidikan. Mengubah
fenomena demikian Freire berpandangan bahwa pendidikan sebagai pilot project
dan agen untuk melakukan perubahan sosial untuk membentuk masyarakat baru.
Pendidikan sebagai pilot project tidak lepas dari sistem politik kebudayaan
(cultural politics) (Paulo Freire, 2007: 5).
Bagi Paulo Freire pendidikan harus berorientasi pada pengenalan diri
manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan tidak cukup hanya bersifat objektif dan
subjektif, tetapi harus keduanya. Kebutuhan objektif untuk merubah keadaan yang
tidak manusiawi selalu memerlukan kemampuan subjektif (kesadaran subjektif)
untuk mengenali terlebihdahulu keadaan yang tidak manusiawi secara objektif.
Objektivitas dan subjektivitas dalam hal ini tidak bertentangan, tetapi fungsi
dialektis yang tetap dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan
yang saling bertentangan. Subjektif dan objektif bukanlah persoalan mencari yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
benar atau yang salah. Pendidik harus melibatkan tiga unsur dalam hubungan
dialektisnya, yaitu pendidik, anak didik dan realitas dunia. Unsur pertama dan
kedua merupan subjek yang sadar (cognitive) sedangkan yang ketiga adalah objek
yang disadari (cognizable).
Guru, dalam pandangan Freire tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang
memberi instruksi kepada anak didik, tetapi mereka harus memerankan dirinya
sebagai pekerja kultural (cultural workers). Mereka harus sadar, pendidikan itu
mempunyai dua kekuatan sekaligus yaitu sebagai aksi kultural untuk pembebasan
atau sebagai aksi kultural untuk dominasi dan hegemoni dan sebagai medium
untuk memproduksi sistem sosial yang baru atau sebagai medium untuk
mereproduksi status quo.
Pengabaian pelibatan dialektis antara pendidik, anak didik dan realitas
dunia merupakan bentuk penindasan. Praktik seperti ini mengakibatkan timbulnya
dua ciri orang termarginalkan. Pertama, mereka mengalami alienasi dari diri dan
lingkungannya. Mereka tidak bisa menjadi subjek otonom, tetapi hanya mampu
mengintimidasi orang lain. Kedua, mereka mengalami self-depreciation, merasa
bodoh, tidak mengetahui apa-apa. Padahal, saat mereka telah berinteraksi dengan
dunia dan manusia lain, sebenarnya mereka tidak lagi menjadi bejana kosong atau
empty vessel, tetapi telah menjadi makhluk yang mengetahui.
Gagasan Paulo Freire (1985: 51-52) memposisikan anak didik sebagai
subjek dan pendidikan bukan hanya pemberian informasi yang ditelan mentah-
mentah oleh anak didik, hal yang wajib diingat dan dihafalkan tanpa mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
maknanya, konsep pendidikan ini disebut Paulo Freire sebagai pendidikan gaya
bank. Secara sederhana Paulo Freire menyusun daftar antagonisme pendidikan
gaya bank sebagai berikut.
a. Guru mengajar, murid belajar.
b. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
c. Guru berpikir, murid dipikirkan.
d. Guru bercerita, murid patuh mendengarkan.
e. Guru menentukan, murid diatur.
f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
g. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan
gurunya.
h. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya)
menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
i. Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan
jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
j. Guru adalah subjek dalam proses belajar, murid adalah objek belaka.
Secara metodologis prinsip bertindak untuk mengubah paradigma di atas
dapat diputuskan dengan upaya penyadaran realitas dan hasrat merubah kenyataan
yang menindas berupa tindakan praxis. Paulo Freire (1985) menggambarkan
dalam bentuk skema berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tindakan
(action)
Kata (word) = karya (word) = PRAXIS
Pikiran
(reflection)
Skema 1: Makna dan Hakikat Praxis (Diadaptasi dari Paulo Freire, 1985: xiii)
b. Pengertian Kaum Marginal
Kaum marginal atau masyarakat marginal adalah kelompok masyarakat
yang tersisih atau disisihkan dari pembangunan sehingga tidak mendapatkan
kesempatan menikmati pembangunan. Dalam pemahaman yang radikal kaum
marginal adalah kelompok-kelompok sosial yang dimiskinkan dalam
pembangunan (Justin M, Sihombing, Justin M, 2005: vii-viii).
Kaum marginal yang tersisih secara ekonomi, politik dan sosial
menghadirkan kesenjangan bukan kemakmuran dalam masyarakat. Kekayaan
sumber daya alam seyogyanya berdampak pada kemakmuran masyarakat dari sisi
pendapatan. Pendapatan sampai batas tertentu ditentukan oleh pendidikan yang
dimiliki masyarakat. Pendidikan dipandang tidak hanya menambah pengetahuan,
tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan (keahlian tenaga kerja) pada
gilirannya dapat meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan penduduk (Noor
Efendi, 1995: 15).
c. Pengertian Pendidikan Kaum Marginal
Tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan rendahnya tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) suatu indikator keterlibatan sumber daya
manusia dalam dunia kerja (Justin M, Sihombing, 2005: 51). Dengan demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
berdampak pada kemiskinan dalam masyarakat, kemiskinan berdampak pada
pemerolehan pendidikan sebagai hak asasi setiap individu.
Pendidikan kaum marginal atau pendidikan kaum tertindas dalam
pandangan Paulo Freire (1985: 26) yakni pendidikan bagi manusia yang terlibat
dalam perjuangan bagi kebebasan mereka. Lebih lanjut, Paulo Freire menyatakan
tidak ada pendidikan yang sungguh-sungguh membebaskan yang tetap membuat
jarak dari kaum tertindas, dengan menganggap mereka sebagai orang-orang yang
tidak beruntung dan menyajikan model pelajaran pelajaran tiruan yang berasal
dari kaum penindas
Pendidikan kaum tertindas tidak dapat dikembangkan dan dilakukan oleh
kaum penindas. Akan menjadi kontradiksi jika kaum penindas tidak hanya
membela tetapi juga melaksanakan pendidikan pembebasan.
Pendidikan kaum tertindas, sebagai pendidikan humanis dan libertarian,
mempunyai dua tahap yang berlaianan, pertama, kaum tertindas menyingkap
selubung dunia penindasan serta lewat praksis mereka mengikatkan diri pada
transformasi dunia penindasan itu. Kedua, ketika kenyataan penindasan sudah
diubah, pendidikan ini tidak lagi menjadi milik khas kaum tertindas melainkan
menjadi pendidikan semua manusia dalam proses pembebasan yang permanen. Di
kedua tahap itu budaya dominasi selalu dihadapi secara kultural melalui aksi yang
mendalam. Pada tahap pertama konfrontasi berlangsung melalui perubahan cara
kaum tertindas memahami dunia penindasan; dalam tahap kedua, konfrontasi
terjadi lewat penghapusan mitos-mitos yang diciptakan dan dikembangkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
orde lama, yang kini membayangi struktur baru yang mengemuka dari
transformasi revolusioner (Freire, 1999: 444-445).
Penerapan pendidikan pembebasan adalah pendidikan yang tidak
memandang status sosial peserta didik, penempatan siswa sebagai subjek dan
penerapan pendidikan dengan konsep humanisasi.
Pemecahan masalah pendidikan kaum marginal oleh Freire (1985) berupa
pendidikan humanisasi. Pendidikan humanisasi adalah pendidikan yang
mengupayakan penumbuhan rasa prikemanusiaan. Skema pendidikan humanisasi
ditampilkan sebagai berikut.
DIALOGIS ANTIDIALOGIS
Subjek Subjek Subjek (pemimpin pembaharu, (anggota masyarakat (kaum elit misalnya: guru membaharu misalnya: berkuasa)
murid)
Interaksi
Objek Objek (keadaan yang harus mayoritas kaum dipertahankan tertindas sebagai
realitas
Objek (realitas yang harus diperbaharui dan diubah (sebagai objek bersama)
Humanisasi Dehumanisasi sebagai proses berlangsungnya situasi tanpa henti (sebagai tujuan) penindasan (sebagai tujuan)
Skema 2: Pendidikan Humanisasi (Diadaptasi dari Paulo Freire, 1985, xv)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Menggambarkan betapa pentingnya Freire dalam dunia pendidikan dapat
disimak dari statemen Moacir Gadotti dan Carlos Alberto Torres (1997) Educators
can be with Freire or against Freire, but not without Freire. Pernyataan ini
menunjukkan signifikansi Freire dalam diskursus pendidikan di dunia, termasuk di
Indonesia. Sebagai seorang humanis-revolusioner, Freire menunjukkan kecintaannya
yang tinggi kepada manusia. Berbekal kepercayaan ini ia berjuang untuk menegakkan
sebuah dunia yang menos feio, menos malvado, menos desumano (less ugly, less
cruel, less inhumane) (dalam Agus Nuryatno. M, 2005).
Menurut kesaksian Martin Carnoy, Paulo Freire mempunyai arah politik
pendidikan yang jelas. Inilah yang membedakannya dengan Ivan Illich. Arah politik
pendidikan Freire berporos pada keberpihakan kepada kaum tertindas (the
oppressed). Kaum tertindas ini bisa bermacam-macam, tertindas rezim otoriter,
tertindas oleh struktur sosial yang tak adil dan diskriminatif, tertindas karena warna
kulit, jender, ras, dan sebagainya (dalam Agus Nuryanto, M, 2005).
Kondisi yang tidak berimbang sebab dominasi peran suatu kelompok dalam
masyarakat kemudian melahirkan penindasan, tekanan-tekanan dan mungkin juga
kekerasan fisik. Akibatnya struktur sosial yang ada hanya mewakili dari "sistem tuan
dan budak". Kelompok lemah akan semakin tertindas dan hidup dalam
keterbelakangan. Potensi-potensi manusiawi telah dinafikan akibat struktur yang
membentuk antagonisme itu.
Bagi Paulo Freire, kondisi seperti itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setiap
penindasan apapun bentuknya tetap dinilai tidak manusiawi (dehumanisasi). Oleh
karena itu proses pendidikan harus memuat agenda untuk memanusiakan manusia
(humanisasi). Masyarakat yang tertindas itu nantinya hanya akan semakin tengelam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dalam kebudayaan bisu (sub merged in the culture silence), yaitu suatu kondisi yang
senantiasa dalam ketakutan dan ketidakberdayaan umum untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya sendiri (Mu’arif, 2010).
Ketimpangan sosial akibat dominasi peran (fungsi) dari sekelompok orang
yang merasakan kenyamanan di atas penderitaan orang lain bukanlah kondisi yang
harus dibiarkan begitu saja. Paulo Freire (1985) menggarisbawahi bahwa pendidikan
harus bertujuan untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut atau
tertekan akibat otoritas kekuasaan. Ia juga berpendapat bahwa pendidikan untuk
membebaskan kaum tertindas harus didasarkan atas semangat optimisme, sikap kritis
dan resistent. Optimisme berarti merubah pola pikir masyarakat dari kesadaran magis
(magic consciousness) yang sangat determinis itu. Sikap ini merupakan langkah awal
untuk mengubah sistem yang ada karena pada dasarnya setiap manusia itu memiliki
"kehendak" (will) dan "kebebasan" (freedom) untuk menentukan nasibnya sendiri.
Karena itulah, seseorang harusnya optimis dalam menghadapi proses kehidupan ini.
Semuanya penuh dengan "keserbamungkinan".
Mengemansipasi mereka yang tertindas Paulo Freire (1985) berangkat dari
konsep tentang manusia. Baginya, manusia adalah incomplete and unfinished beings.
Untuk itulah manusia dituntut untuk selalu berusaha menjadi subjek yang mampu
mengubah realitas eksistensinya. Menjadi subjek atau makhluk yang lebih manusiawi
dalam pandangan Freire adalah panggilan ontologis (ontological vocation) manusia.
Sebaliknya, dehumanisasi adalah distorsi atas panggilan ontologis manusia.
Filsafat pendidikan Paulo Freire bertumpu pada keyakinan, manusia secara fitrah
mempunyai kapasitas untuk mengubah nasibnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pelajaran yang bisa ditarik dari ajaran Paulo Freire untuk konteks pendidikan
Indonesia adalah komitmen terhadap kaum marginal. Melalui perspektif Paulo Freire
tidak ada lagi kesenjangan yang luar biasa tinggi dalam pendidikan antara kaum elite
dan kaum marginal, sehingga sekolah tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk
melayani kepentingan masyarakat dominan dalam rangka mempertahankan dan
mereproduksi status quo.
Ada dua kelompok kaum marginal yang tereksklusi dan jarang mendapatkan
perhatian serius oleh publik dalam hal pendidikan: pertama, penyandang cacat.
Kelompok ini termasuk mereka yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan
yang memadai. Mereka mengalami apa yang disebut segregasi pendidikan.
Pendidikan mereka dibedakan dengan kaum normal. Segregasi pendidikan ini telah
berlangsung sekian lama dengan asumsi, mereka yang cacat tidak mampu bersaing
dengan yang normal karena ada bagian syaraf tertentu yang tidak bisa bekerja
maksimal. Dampak lain dari segregasi pendidikan adalah para penyandang cacat
menjadi terasing dari lingkungan sosial, mereka tereksklusi dari sistem sosial orang-
orang normal, jadilah mereka sebagai warga kelas dua. Anak-anak normal juga tidak
mendapat pendidikan pluralitas yang memadai. Bagaimana mereka bisa berempati
dan bersimpati kepada penyandang cacat, jika mereka tidak pernah bergaul dengan
kelompok ini karena hanya bergaul dengan sejenisnya di sekolah. Kedua, anak-anak
jalanan. Secara kuantitas kelompok ini semakin banyak, terutama di kota-kota besar.
Mereka adalah kaum miskin kota dan sudah terbiasa dengan kekerasan, seks dan
mabuk-mabukan. Menggunakan perspektif Paulo Freire, kunci utama agar kedua
kelompok dapat menjadi subjek yang otonom dan bisa mengkritisi realitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
eksistensialnya adalah dengan cara mengembangkan kesadaran kritisnya dan
mentransformasi struktur sosial yang adil. Kaum marginal harus diyakinkan bahwa
mereka berhak dan mampu menentukan nasib sendiri, berhak mendapatkan keadilan
dan berhak melawan segala bentuk diskriminasi (Agus Nuryanto. M, 2005).
Tatanan nilai positif Paulo Freire dalam bidang pendidikan relevan dan dapat
disejajarkan dengan pilihan tema pendidikan yang berkembang saat ini yaitu orientasi
institusi pendidikan yang berniat mencetak manusia mekanistis atau berusaha untuk
lebih menghasilkan manusia yang berbudaya. Manusia yang berbudaya lebih
diarahkan pada peralihan kebebasan dan humanisasi, sesuai dengan gagasan Paulo
Freire.
Beberapa konsep Paulo Freire (1985) mengenai pendidikan yang
membebaskan dan memanusiakan dapat dilihat di bawah ini.
a. Pendidikan ditujukan pada kaum tertindas dengan tidak berupaya menempatkan
kaum tertindas dan penindas pada dua kutub berseberangan. Pendidikan bukan
dilaksanakan atas kemurahatian palsu kaum penindas untuk mempertahankan
status quo melalui penciptaan dan legitimasi kesenjangan. Pendidikan kaum
tertindas lebih diarahkan pada pembebasan perasaan/ idealisme melalui
persinggungannya dengan keadaan nyata dan praksis. Penyadaran atas
kemanusiaan secara utuh bukan diperoleh dari kaum penindas, melainkan dari diri
sendiri. Berpijak dari sinilah subjek-didik membebaskan dirinya, bukan untuk
kemudian menjelma sebagai kaum penindas baru, melainkan ikut membebaskan
kaum penindas itu sendiri. Pendidikan ini bukan bertujuan untuk menjadikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kaum tertindas menjadi lebih terpelajar, tetapi untuk membebaskan dan mencapai
kesejajaran pembagian pengetahuan.
b. Bila pembebasan sudah tercapai, pendidikan Freire adalah suatu kampanye
dialogis sebagai suatu usaha pemanusiaan secara terus-menerus. Pendidikan
bukan menuntut ilmu, tetapi bertukar pikiran dan saling mendapatkan ilmu
(kemanusiaan) yang merupakan hak bagi semua orang tanpa kecuali.
c. Kesadaran dan kebersamaan adalah kata-kata kunci dari pendidikan yang
membebaskan dan kemudian memanusiakan. Menumbuhkan kesadaran yang
menjauhkan rasa takut akan kemerdekaan (fear of freedom) berupa:
1) kesadaran magis (magic consciousness)
Kesadaran magis merupakan tingkat kesadaran yang tidak mampu mengetahui
kaitan antara satu faktor dan faktor lainnya. Misalnya masyarakat miskin yang
tidak mampu melihat kaitan kemiskinan dengan sistem politik dan
kebudayaan. Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia sebagai
penyebab ketidakberdayaan. Proses pendidikan yang menggunakan logika ini
tidak memberikan kemampuan analisis permasalahan masyarakat. Anak didik
secara dogmatik menerima keberanian dari guru tanpa ada mekanisme untuk
memahami makna ideologis dari setiap konsepsi kehidupan masyarakat;
2) kesadaran naif (naival consciousness)
Kesadaran yang dikatagorikan dalam kesadaran ini adalah aspek manusia
yang menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Kesadaran ini mencakup
masalah etika kreativitas (need for achevement) dianggap sebagai penentu
perubahan sosial. Menganalisis sebab masyarakat menjadi miskin, bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
mereka hal ini disebabkan salah masyarakat sendiri karena malas, tidak
memiliki jiwa berwirausaha dan tidak mempunyai jiwa membangun. Oleh
karena itu man power development merupakan penentu perubahan.
Pendidikan dalam konteks ini tidak mempertanyakan sistem dan struktur
bahkan sistem dan struktur yang ada sudah baik dan benar tanpa perlu
dipertanyakan lagi. Tugas pendidikan adalah bagaimana membuat dan
mengarahkan murid untuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar
tersebut;
3) kesadaran kritis (critical consciousness)
Kesadaran ini melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah.
Pendekatan struktur menghindari ‘blaming the victims’ dan lebih menganalisis
kritis struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya serta
dampaknya bagi masyarakat. Paradigma ini melatih anak didik untuk
mengidentifikasi ketidakadilan dalam sistem dan struktur yang ada serta
mampu menganalisis bagaimana sistem dan struktur bekerja dan
mentransformasikannya;
4) kesadaran kesadarannya kesadaran (the consice of the consciousness)
merupakan bentuk kesadaran tingkat tertinggi dan terdalam.
B. Penelitian yang Relevan
Sebuah penelitian agar mempunyai orisinilitas perlu adanya tinjauan pustaka
berupa panelitian relevan. Tinjauan pustaka berupa penelitian yang relevan berfungsi
untuk memberikan pemaparan tentang penelitian dan analisis sebelumnya yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dilakukan. Tinjauan terhadap hasil penelitian dan analisis sebelumnya ini akan
dipaparkan yang berkaitan dengan novel Laskar Pelangi.
Analisis mengenai novel Laskar Pelangi sebelumnya telah dilakukan, antara
lain oleh Aldilla Nofrinda (2008) dalam bentuk tesis berjudul “Nilai-nilai Pendidikan
dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Tesis yang disusun Aldilla
merupakan penelitian eksploratif yang ditempuh dengan menggunakan metode
semiotika untuk menganalisis wacana dengan memperhatikan tanda-tanda tertentu
dalam objek penelitian sampai pada tingkat menemukan makna keseluruhan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Aldilla adalah penggunaan objek kajian
novel yaitu Laskar Pelangi, sedangkan perbedaannya pada pendekatan yang
dipergunakan. Penelitian Aldilla menggunakan pendekatan semiotik, sedangkan
penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme genetik.
Iwan Nurdaya Djafar (2008) dalam analisisnya yang berjudul “Dari Aspek
Saintifik Tetralogi Laskar Pelangi” mengemukakan bahwa Laskar Pelangi
merupakan novel bergaya Saintifik karena mensastrakan Fisika, Kimia, Biologi dan
Astronomi, adanya penegasan perbedaan antara Astronomi dan Astrologi dalam
novel Laskar Pelangi, serta tokoh Mahar dan Flo yang mengidap over belief
(keimanan yang berlebihan) yang tergabung dalam Societeit Limpai. Persamaan
analisis tersebut dengan penelitian ini adalah menggunakan novel Laskar Pelangi
sebagai objek, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan analisis di atas adalah
penelitian ini mengkaji dimensi pendidikan kaum marginal, sedangkan dalam analisis
di atas mengkaji aspek saintifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Jakob Sumardjo (2008) dalam analisisnya “Kritik Buku: Biografi atau
Novel, Fakta atau Fiksi?” pengamat sastra ini memberikan simpulan bahwa Laskar
Pelangi sebagai biografi atau otobiografi (memoar) dari sebagian episode hidup
Andrea Hirata, dan Laskar Pelangi merupakan realitas (fakta) kehidupan Andrea
Hirata. Persamaan penelitian ini dengan analisis di atas adalah dalam hal penggunaan
objek yaitu novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Perbedaan penelitian ini
dengan analisis di atas terletak pada pokok bahasan yang dikaji, dalam penelitian ini
mengkaji dimensi pendidikan kaum marginal, sedangkan dalam analisis di atas
mengkaji tentang kritik buku, apakah Laskar Pelangi berupa biografi atau novel?,
fiksi atau fakta? dapat disimpulkan bahwa Laskar Pelangi sebagai biografi atau
otobiografi (memoar) dari sebagian episode hidup Andrea Hirata, dan Laskar Pelangi
merupakan realitas (fakta) kehidupan Andrea Hirata.
Sri Setya Prihatin (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Novel Laskar
Pelangi (Analisis Struktur, Resepsi Pembaca, dan Nilai Pendidikan)”. Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Berdasarkan penelitiannya dapat disimpulkan bahwa dilihat dari struktur,
plot atau alur novel Laskar Pelangi secara umum menggunakan plot atau alur maju.
Penokohan dan perwatakan yang diciptakan pengarang berhasil menggambarkan
secara riil karakter manusia. Setting atau latar cerita, tempat kejadian cerita novel
Laskar Pelangi yaitu di SD Muhammadiyah di wilayah Belitong. Berdasarkan point
of view novel Laskar Pelangi menggunakan sudut pandang persona pertama (firt-
person) atau gaya “aku”. Amanat novel Laskar Pelangi banyak memberi pencerahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
para pendidik, generasi muda, dan para pemegang kebijakan di bidang pendidikan.
Berdasarkan resepsi pembaca, semua pembaca yang diwawancarai berpendapat
bahwa novel Laskar Pelangi merupakan novel yang bernilai positif, novel yang dapat
meningkatkan kualitas tingkah laku dan kecerdasan moral pembaca.Adapun nilai-
pendidikan yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi setidaknya ada empat
macam, yaitu nilai pendidikan keagamaan, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan
kepahlawanan, dan nilai pendidikan sosial kemasyarakatan. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Sri Setya Prihatin terletak pada dimensi kajian. Penelitian Sri Setya
Prihatin menggali resepsi pembaca, dan nilai pendidikan, sedangkan penelitian ini
menggali dimensi pendidikan kaum marginal.
Adek Setiawan (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Aspek Pendidikan
dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dalam tema novel Laskar Pelangi adalah perjuangan dan semangat anak-anak
dalam memperoleh pendidikan di tengah himpitan kemiskinan dan diskriminasi
sosial. Alur dalam novel Laskar Pelangi menggunakan alur maju. Tokoh yang
berperan sebagai tokoh utama adalah Ikal, dan tokoh-tokoh lain adalah tokoh
bawahan yang mendukung tokoh utama. Latar tempat pada novel Laskar Pelangi
terjadi di Pulau Belitong, latar waktu terjadi pada pertengahan tahun 1970-an sampai
pada tahun 1992. Kemudian latar sosial yang tergambar adalah perjuangan
memperoleh pendidikan di tengah kondisi kemiskinan. Aspek pendidikan yang
terkandung dalam novel Laskar Pelangi adalah keteladanan guru, kesenjangan
pendidikan, semangat juang memperoleh pendidikan, dimensi kecerdasan, penerapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pendidikan inklusi, dan konsep pendidikan formal yang ideal. Persamaan penelitian
ini dengan penelitian Adek Setiawan adalah objek kajian berupa novel Laskar
Pelangi, sedangkan sisi perbedaan pada aspek kajian. Aspek kajian penelitian Adek
Setiawan berupa aspek pendidikan, sedangkan penelitian ini difokuskan pada dimensi
pendidikan kaum marginal.
Eko Marini (2010) dalam tesisya yang berjudul “Analisis Stilistika Novel
Laskar Pelangi”. Program Studi Linguistik Deskriptif, Program Pascasarjana.
Universitas Sebelas Maret Surakarta, ditemukan adanya keunikan pemilihan dan
pemakaian kosakata yaitu pada leksikon bahasa asing, leksikon bahasa Jawa, leksikon
ilmu pengetahuan, kata sapaan dan kata konotatif. Kekhususan aspek morfologis
dalam novel Laskar Pelangi yaitu pada penggunaan afiksasi pada leksikon bahasa
Jawa dan bahasa Inggris, reduplikasi dalam leksikon bahasa Jawa dan kata majemuk
dalam bahasa Indonesia. Aspek sintaksis dalam novel Laskar Pelangi yaitu kalimat
majemuk, penggunaan pola kalimat inversi. Pemakaian gaya bahasa figuratif yaitu
idiom, arti kiasan, metafora, metonimia, simile, personifikasi dan hiperbola.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Eko Marini terletak pada bidang ilmu
kajian. Eko Marini mengkaji novel Laskar Pelangi menggunakan kacamata linguistik
khususnya kajian stilistika, sedangkan panelitian ini menggunakan kacamata sastra
dalam hal dimensi pendidikan kaum marginal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian kualitatif hanya merupakan gambaran
bagaimana setiap variabelnya dengan posisinya yang khusus akan dikaji dan
dipahami keterkaitannya dengan variabel yang lain. Tujuannya adalah untuk
menggambarkan bagaimana kerangka berpikir yang digunakan peneliti untuk
mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Dengan pemahaman peta secara
teoritik beragam variabel yang terlibat dalam penelitian, peneliti berusaha
menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel yang terlibat, sehingga posisi
setiap variabel yang akan dikaji menjadi jelas (Sutopo, 2002: 141).
Kerangka teori dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Karya Sastra Laskar Pelangi
Pandangan dunia dan latar belakang
sosial budaya pengarang
Pendidikan Kaum Marginal (Paulo
Freire
Aspek-aspek struktural tema, seting, alur, dan
penokohan
Totalisasi Makna Novel
Strukturalisme Genetik
Skema 3: Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan sehingga tidak
terpancang pada tempat. Penelitian ini dapat dilakukan di perpustakaan, di rumah
maupun tempat tertentu yang telah dipersiapkan. Objek kajian dalam penelitian
ini adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 7 bulan yaitu mulai bulan
Januari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Adapun jadwal pelaksanaan
penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst
1 Persiapan
2 Pengumpulan Data
3 Analisis Data
4 Verifikasi Data
5 Penyusunan Laporan
6 Ujian Tesis
7 Revisi Tesis
B. Bentuk/Strategi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hal ini disesuaikan
dengan rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini
informasi yang bersifat kualitatif dideskripsikan secara teliti dan analitis. Penelitian
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kualitatif menurut Lexy J. Moleong (2004: 4) yang mengutip pendapat Bogdan dan
Taylor adalah sebagai berikut: ”metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskripsi berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau
perilaku yang dapat diamati”. Penelitian ini menggunakan deskripsi berupa kata-kata
tertulis dengan pendekatan strukturalisme genetik.
Pendeskripsian meliputi struktur yang membangun novel Laskar Pelangi,
pandangan dunia pengarang (Andrea Hirata) dan dimensi pendidikan kaum marginal.
Pendekatan ini digunakan dalam rangka pemberian makna yang mendalam terhadap
karya sastra yang diteliti dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat . Dilihat dari
sisi pengarang, pengarang juga merupakan bagian komunitas masyarakat yang sadar
atau tidak pola kehidupannjya akan terpengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data atau informasi penting yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian
ini berupa data kualitatif. Dana penelitian ini diperoleh melalui membaca.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah:
a. Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
b. Biografi penulis
c. Komentar-komentar para sastrawan tentang novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata
d. Artikel-artikel yang terkait dengan novel Laskar Pelangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara sesuai jenis
penelitian kualitatif yang dipilih. Menurut Gotz dan Le Comte, dalam Sutopo (2006:
66), berbagai strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum
dapat dikelompokkan ke dalam 2 cara, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat
interaktif dan noninteraktif. Teknik yang bersifat interaktif, berarti ada kemungkinan
terjadinya saling mempengaruhi antara peneliti dengan sumber datanya, karena
sumber data berupa benda atau sumber datanya manusia atau yang lain, tidak
mengetahui bila sedang diamati atau dikaji.
Teknik interaktif meliputi wawancara mendalam, observasi berperan, dan
focus group discussion. Teknik non interaktif meliputi kuesioner, mencatat dokumen
atau arsip (content analysis), dan observasi tak berperan. Dalam melakukan
pengumpulan data, peneliti menyadari bahwa posisi dan peran utamanya adalah
sebagai alat pengumpul data (human instrument). Sehingga kualita data yang
diperoleh akan bergantung dari kualitas penelitian.
Dalam telaah novel Laskar Pelangi dengan pendekatan strukturalisme genetik
memadukan teknik pengumpulan data dialektik dan nonimperatif dengan melakukan
pembacaan secara intensif terhadap novel, melakukan pencatatan secara aktif dengan
metode content analysis berdasarkan teori sastra yang telah dibahas di depan.
E. Validitas Data
Untuk mengukur validitas tentang pandangan dunia pengaruh dalam novel
Laskar Pelangi, struktur yang membangun novel dan latar belakang sosial budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Laskar Pelangi yang ada, peneliti membaca buku-buku dan rubrik yang berkaitan
dengan pengarang dan hasil karyanya lewat internet.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis novel Laskar Pelangi
karya Andrea Hirata guna mendapatkan gambaran konkrit, analisis dilakukan dengan
menggunakan metode dialektik Goldmann. Goldmann mengembangkan sebuah
metode yang disebutnya sebagai metode dialektik dengan dua pasang konsep;
keseluruhan-bagian dan pemahaman-penjelasan (Goldmann, 1977: 7). Menurut
Goldmann metode dialektik merupakan metode yang khas dan berbeda dari metode
positivis, metode intuitif dan metode biografis yang psikologis (Goldmann, 1977: 8).
Sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal tidak adanya titik awal yang
mutlak, tidak adanya persoalan yang secara final dan pasti terpecahkan karena dalam
pandangan pikiran tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Setiap fakta atau gagasan
individu hanya mempunyai arti jika ditempatkan dalam keseluruhannya. Sebaliknya,
keseluruhan hanya dapat dipahami dengan pengetahuan tentang fakta-fakta parsial
yang membangun keseluruhan itu, karena keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa
bagian dan bagian tidak dapat dipahami tanpa keseluruhan, proses pencapaian
pengetahuan dengan metode dialektik menjadi semacam gerak yang melingkar terus-
menerus tanpa diketahui titik yang menjadi pangkal dan ujungnya (Goldmann, 1977:
5).
Teks sastra merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih besar dan
membuatnya menjadi struktur berarti. Pemahaman mengenai teks sastra sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
keseluruhan harus dilanjutkan dengan usaha menjelaskannya dengan menempatkan
keseluruhan yang lebih besar. Dengan demikian dapat dijelaskan yang dimaksud
dengan pemahaman adalah usaha pendeskripsian struktur objek yang dipelajari.
Penjelasan adalah usaha menggabungkannya ke dalam struktur yang lebih besar
(Goldmann, 1970: 589-590)
Metode dialektik Goldmann bekerja secara timbal balik dari bagian ke
keseluruhan, dari teks sastra ke masyarakat, ke pandangan dunia dan sebaliknya. Ia
dapat dimulai dari mana saja dan berlangsung terus-menerus sampai ditemukan
koherensi total antara struktur karya yang dihadapi dengan struktur sosial yang
melatari. Teknik analisis data dalam strukturalisme genetik adalah metode dialektik
dalam hal ini hubungan timbal balik antara struktur karya sastra dengan materialisme
historis dan subjek yang melahirkan karya sastra (Sangidu, 2004: 29).
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah
sebagai berikut.
1. Menganalisis novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan menggunakan
analisis struktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan memahami
kembali data yang sudah diperoleh. Selanjutnya, mengelompokkan teks-teks
dalam novel Laskar Pelangi yang berkaitan dengan problematika tokoh melalui
hubungan dengan struktur antartokoh dan lingkungannya.
2. Menganalis latar belakang sejarah atau peristiwa sosial masyarakat Indonesia
yang menjadi latar belakang lahirnya novel Laskar Pelangi.
3. Menganalisis latar belakang sosial budaya karya sastra terkait dengan proses
penciptaan karya sastra oleh pengarang (Andrea Hirata) dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
membaca dan memahami kembali data yang diperoleh selanjutnya
mengelompokkan teks-teks yang mengandung fakta-fakta pendidikan kaum
marginal (Paulo Freire) yang ada dalam novel Laskar Pelangi dengan yang ada
di luar novel Laskar Pelangi dan memberikan solusi berupa konsep pendidikan
alternatif yang tepat bagi kaum marginal.
4. Analisis pandangan dunia pengarang (vision du monde) Andrea Hirata sebagai
pengarang.
Teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama-
sama yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Teknik
analisisnya menggunakan model analisis interaktif dan berupa kegiatan yang bergerak
terus pada ketiga alur kegiatan proses penelitian. Kegiatan analisis interaktif dapat
digambarkan sebagai berikut:
Skema 4: Komponen Analisis Data Model Interaktif (Diadaptasi dari Miles dan Huberman, 1992: 20)
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pada saat pengumpulan
data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data. Data yang berupa catatan
yang terdiri dari bagian deskripsi dan refleksinya adalah data yang telah digali dan
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
dicatat. Berpijak pada dua bagian data tersebut peneliti menyusun rumusan
pengertiannya secara singkat berupa pokok-pokok temuan yang penting, yang disebut
reduksi data. Kemudian dilakukan penyusunan sajian data berupa cerita sistematis
dan logis dengan suntingan peneliti supaya makna peristiwanya menjadi lebih jelas
dipahami. Berdasarkan sajian data dilakukan penarikan kesimpulan sementara
dilanjutkan verifikasi.
Apabila simpulan dirasa barang karena rumusan data dalam sajian data, maka
peneliti kembali melakukan pengumpulan data untuk mencari pendukung simpulan
yang telah dikembangkan sebagai usaha pendalaman data. Begitu berulang-ulang
sampai mendapat simpulan yang memuaskan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan inti penelitian pendidikan kaum marginal dengan pendekatan
strukturalisme genetik, peneliti melakukan analisis data dari sumber data novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Analisis data dilakukan dalam lima bagian.
Pertama, analisis data yang berhubungan dengan struktur novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata dalam membentuk totalitas makna yang terlihat melalui hubungan
antartokoh dengan lingkungannya sehingga terlihat problematika yang dihadapi oleh
masing-masing tokoh. Kedua, analisis data yang berkaitan dengan kehidupan sosial
Andrea Hirata yang berhubungan dengan novel Laskar Pelangi. Ketiga, analisis data
yang berhubungan dengan latar belakang sejarah atau peristiwa sosial budaya
masyarakat Indonesia yang melahirkan Laskar Pelangi. Keempat, analisis data yang
berkaitan dengan dimensi pendidikan kaum marginal dalam novel Laskar Pelangi
karya Andrea Hirata. Kelima, analisis data yang berhubungan dengan pandangan
dunia Andrea Hirata tentang masyarakat Indonesia dalam novel Laskar Pelangi.
Kelima bagian analisis tersebut diuraikan sebagai berikut.
A. Struktur Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata yang
Mencerminkan Problematika Tokoh Akibat Hubungan Antartokoh
Maupun Lingkungannya
Analisis struktural karya sastra merupakan jembatan dan prioritas utama
dalam menganalisis unsur-unsur sastra lebih mendalam yang tidak dapat dihindari
dari tahap penelitian sastra karena analisis struktural akan memudahkan dalam
mengidentifikasi dan mendeskripsikan tiap-tiap unsur sastra yang ada. Hal ini sejalan
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
dengan pandapat A.Teeuw (1984: 61) yang mengemukakan bahwa analisis struktural
merupakan prioritas utama sebelum analisis yang lain, tanpa analisis struktural
kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra itu sendiri tidak
akan terungkap.
Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik yang
bersangkutan. Tahap awal karya sastra diidentifikasi dan dideskripsikan unsur-
unsurnya, tahap selanjutnya menjelaskan hubungan dan fungsi tersebut yang
bertujuan untuk menunjang serta membentuk suatu totalitas kemaknaan secara
terpadu.
Struktur karya sastra merupakan sesuatu yang bulat dan bersifat otonom,
antarunsur saling terkait dan tidak dapat berdiri sendiri. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Rahmat Djoko Pradopo (2003: 269) yang mengemukakan bahwa struktur
merupakan keseluruhan yang bulat, yakni bagian-bagian yang membentuknya tidak
bisa berdiri sendiri diluar struktur itu, sebuah karya sastra terdiri dari unsur-unsur
yang bersistem, dimana unsur-unsur tersebut terjadi hubungan yang timbal balik
saling menentukan jadi, kesatuan unsur-unsur dalam karya sastra bukan hanya berupa
kumpulan unsur-unsur yang berdiri sendiri, melainkan hal-hal yang saling terkait dan
saling bergantung.
Novel sebagai salah satu bentuk cerita rekaan, memiliki struktur yang
kompleks oleh sebab itu untuk memahami novel tersebut harus dianalisis unsur-
unsurnya (Hill dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002: 24). Analisis struktural tidak
sekedar memecah struktur novel menjadi fragmen-fragmen yang tidak berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tetapi harus dipahami bagian dari keseluruhan. Jadi untuk memahami novel Laskar
Pelangi haruslah terlebih dahulu dianalisis unsur-unsurnya.
Stanton (2007: 22-36) mendeskripsikan unsur-unsur pembangun karya sastra
terdiri dari fakta cerita (alur, tokoh, dan latar), tema, dan sarana cerita.
1. Fakta Cerita
Fakta cerita adalah hal konkret yang secara langsung membentuk cerita.
Stanton mengelompokkan alur, tokoh, dan latar ke dalam fakta cerita. Fakta cerita
sering disebut sebagai struktural factual atau tahapan factual. Fakta cerita ini
sangat terlihat jelas dan mengisi cerita secara dominan, sehingga pembaca sering
mendapatkan kesulitan untuk mengidentifikasi unsur-unsurnya. Akan tetapi, perlu
diingat bahwa fakta cerita bukan bagian yang terpisah dari cerita dan hanya
merupakan salah satu aspeknya, cerita dipandang secara tertentu (Stanton, 2007:
22).
2. Tema
Tema adalah makna sebuah cerita yang khusus menerangkan sebagian
besar unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema bersinonim dengan ide utama
dan tujuan utama. Tema merupakan aspek utama yang sejajar dengan makna
dalam kehidupan manusia, sesuatu yang dijadikan pengalaman begitu diingat
(Stanton, 2007: 36).
3. Sarana Cerita
Sarana cerita adalah metode pengarang untuk memilih dan menyusun
detail atau bagian-bagian cerita, agar tercapai pola yang bermakna. Tujuan sarana
cerita ini agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut pandang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
gaya bahasa, simbol-simbol, imajinasi dan juga cara pemilihan judul di dalam
karya sastra.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktural
merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada unsur internal karya sastra yang
merupakan satu kesatuan otonom untuk mengungkap makna secara keseluruhan.
Analisis dalam penelitian ini bersifat obyektif. Unsur-unsur yang akan
dianalisis di dalam penelitian ini adalah tema, alur, latar dan penokohan karena
keempat unsur tersebut saling berkaitan dan dapat membentuk satu kesatuan
makna dalam cerita rekaan. Dibawah ini akan dibahas unsur-unsur intrinsik yang
terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata sebagai berikut.
a. Tema
Tema adalah makna yang ditemukan dalam suatu cerita. Stanton
(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2007: 70) mengemukakan bahwa tema adalah
dasar cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan
cara yang sederhana. Tema menurutnya, kurang lebih bersinonim dengan ide
utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose).
Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita atau sebagai gagasan
utama sebuah karya sastra. Gagasan utama itu telah dirumuskan oleh
pengarang sebelum memulai membuat karya sastra hingga diberbagai
peristiwa, konflik, pemikiran dan unsur intrinsik lainnya. Tema sebuah cerita
sesuai dengan pengalaman pengarang. Biasanya pengalaman yang dijadikan
sebagai tema adalah pengalaman yang sulit dilupakan. Kebanyakan cerita
melukiskan dan menganalisis kejadian-kejadian secara umum atau yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
berhubungan dengan emosi manusia, cinta, dan duka cita, ketakutan
kedewasaan, perjalanan iman, penghianatan, kekecewaan, dan perjalanan usia
(Stanton, 1965: 21-22).
Menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari
keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita
(Burhan Nurgiyantoro, 2007: 68). Adapun lebih lanjut dijelaskan oleh Stanton
(2007: 44-45) bahwa tema dibagi menjadi empat, yaitu:
1) interpretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai
detail menonjol dalam sebuah cerita;
2) interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail
cerita yang saling berkontradiksi;
3) interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada
bukti-bukti yang tidak jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit);
4) interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita
bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tema
merupakan makna yang terkandung dalam cerita. Pencarian tema dapat
dilakukan dengan menyimpulkan keseluruhan isi cerita. Adapun tema yang
terkandung dalam novel Laskar Pelangi adalah pendidikan kaum marginal
yang membawa tokoh-tokoh dalam novel ini, anak-anak sekolah serba
kekurangan tetapi memiliki sumber inspirasi yang kuat yang terjelma pada
guru-gurunya. Inspirasi ini menjadi motivasi membentuk pribadi yang mandiri
dan menjadi sarana mencapai cita-citanya. Perekonomian dan kemiskinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
yang menjadi inti novel tersebut. Kesenjangan ini mendorong semangat kaum
muda yang mencintai tanah kelahirannya, Belitong untuk belajar dengan
penuh ketekunan.
Laskar Pelangi mengangkat tema kehidupan dan pendidikan di tengah
perekonomian yang miskin di daerah pedalaman Belitong, pulau kaya
penghasil timah. SD tersebut hanya memiliki sepuluh siswa, kondisi
bangunannya sangat memprihatinkan karena hampir roboh dan di malam hari
bangunan tersebut menjadi kandang ternak. Kegigihan mereka dan jasa Ibu
Muslimah. Satu-satunya guru di sekolah tersebut yang rela mengajar
bertahun-tahun tanpa digaji, mereka semua berhasil menjalani pendidikan.
Keterbatasan tersebut tidak menjadi penghalang mereka untuk memperoleh
pendidikan dan mewujudkan cita-cita serta impian mereka.
Laskar Pelangi bercerita mengenai semangat dalam menempuh
pendidikan dalam situasi yang serba kekurangan, tetapi akhirnya dapat meraih
yang dicita-citakan serta tokoh-tokohnya dapat menemukan jati dirinya. Hal
tersebut tampak pada kutipan berikut.
Pulau Belitong yang makmur seperti mengasingkan diri dari tanah Sumatra yang membujur dan di sana mengalir kebudayaan Melayu yang tua. Pada abad ke-19, katika korporasi secara sistematis mengeksploitasi timah, kebudayaan yang bersahaja itu mulai hidup dalam karakteristik sosiologi tertentu yang atribut-atributnya mencerminkan perbedaan sangat mencolok seolah berdasarkan status kasta-kasta. Kasta majemuk itu tersusun rapi mulai dari para petinggi PN Timah yang disebut ”orang staf” atau urang setap dalam dialek lokal sampai oada para tukang pikul pipa instalasi panambangan serta warga suku Sawang yang menjadi buruh-buruh yuka penjahit karung timah. Salah satu atribut diskriminasi itu adalah sekolah-sekolah PN (Laskar Pelangi, 2008: 41).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Di luar tembok feodal tadi berdirilah rumah-rumah kami, beberapa sekolah negeri, dan satu sekolah kampung Muhammadiyah. Tak ada orang kaya di sana, yang ada hanya kerumunan toko miskin di pasar tradisional dan rumah-rumah panggung yang renta dalam berbagai ukuran (Laskar Pelangi, 2008: 50).
Seperti Lintang, Syahdan yang miskin juga anak seorang
nelayan. Tapi bukan maksudku mencela dia, karena kenyataannya secara ekonomi kami, sepuluh kawan sekelas ini, memang semuanya orang susah. Ayahku contohnya, hanya pegawai rendahan di PN Timah. Beliau bekerja selama 25 tahun mencedok tailing, yaitu material buangan dalam instalasi pencucian timah yang disebut wasserij. Selain bergaji rendah, beliau juga rentan dari risiko kontaminasi radio aktif dari monazite dan senotim. Penghasilan ayahku lebih rendah dibandingkan penghasilan ayah Syahdan yang bekerja di bagan dan gudang kopra. Penghasilan ayah Syahdan sendiri sebagai tukang dempul perahu, serta ibunya yang menggerus pohon karet jika digabungkan sekaligus. Masalahnya di mata Syahdan, gedung sekolah, bagan ikan, dan gudang kopra tempat kelapa-kelapa busuk itu bersemedi adalah sama saja. Ia tak punya sense of fashion sama sekali dan di lingkungannya tidak ada yang mengingatkannya bahwa sekolah berbeda dengan keramba (Laskar Pelangi, 2008: 67-68).
Kami adalah sepuluh umpan nasib dan kami seumpama
kerang-kerang halus yang melekat erat satu sama lain dihantam deburan ombak ilmu. Kami seperti anak-anak bebek. Tak terpisahkan dalam susah dan senang. Induknya adalah Bu Mus. Sekali lagi kulihat wajah mereka, Harun yang murah senyum, Trapani yang rupawan, Syahdan yang liliput, Kucai yang sok gengsi, Sahara yang ketus, A Kiong yang polos, dan pria kedelapan__yaitu Samson __yang duduk seperti patung Ganesha (Laskar Pelangi, 2008: 85).
Lintang memang tak memiliki pengalaman emosional dengan
Bodega seperti yang kualami, tapi bukan baru sekali itu ia dihadang buaya dalam perjalanan ke sekolah. Dapat dikatakan tak jarang Lintang mempertaruhkan nyawa demi menempuh pendidikan, namun tak sehari pun ia pernah membolos. Delapan puluh kilometer pulang pergi ditempuhnya dengan sepeda setiap hari. Tak pernah mengeluh. Jika kegiatan sekolah berlangsung sampai sore, ia akan tiba malam hari di rumahnya. Sering aku merasa ngeri membayangkan perjalanannya (Laskar Pelangi, 2008: 93).
Kembali kami berada dalam sebuah situasi yang
mempertaruhkan reputasi. Lomba kecerdasan. Dan kami berkecil hati melihat murid-murid negeri dan sekolah PN membawa buku-buku teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
yang belum pernah kami lihat. Tabal berkilat-kilat dengan sampul berwarna-warni, pasti buku-buku mahal. Sebagian peserta berteriak-teriak keras menghafalkan nama-nama kantor berita (Laskar Pelangi, 2008: 363).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema dari
novel Laskar Pelangi adalah perjuangan dan kegigihan serta semangat anak-
anak kaum marginal yang menyebut dirinya Laskar Pelangi memperoleh
pendidikan untuk mewujudkan cita-cita dan impian mereka dalam situasi
serba kekurangan, kesenjangan perekonomian dan kemiskinan.
b. Alur
Alur cerita sering juga disebut dengan Plot. Plot merupakan jalan
cerita yang dirangkaikan pada peristiwa-peristiwa yang memiliki hubungan
sebab-akibat. Plot secara singkat dapat didefinisikan sebagai jalannya sebuah
cerita, tetapi dalam sebuah novel untuk mengetahui bagaimana pengarang
menyusun cerita yang bersifat kronologis. Plot atau alur juga pengurutan dan
berbagai peristiwa yang disajikan oleh pengarang. Hal ini sejalan dengan
pendapat Stanton (2007: 26) yang mengungkapkan bahwa alur merupakan
rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur merupakan
peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal
merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai
peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada
keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal fisik saja
seperti ujaran atau tindakan tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
kilasan-kilasan pandangannya, ketepatan-ketepatannya, dan segala yang
menjadi variabel pengubah dalam dirinya.
Plot atau alur cerita sebuah fiksi menyajikan peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian kepada pembaca tidak hanya dalam sifat kewaktuan atau
temporalnya, tetapi juga dalam hubungan-hubungan yang sudah
diperhitungkan (Suminto A.Sayuti, 2000: 30).
Tahapan dalam plot atau alur oleh Tasrif (dalam Burhan Nurgiyantoro,
2007: 149-150) dapat dibagi menjadi lima tahapan. Tahapan-tahapan plot
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Tahap Penyituasian (situation)
Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar atau tokoh-
tokoh. Berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya.
2) Tahap Pemunculan konflik (generating circumstances)
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, konflik itu
sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik
pada tahap berikutnya.
3) Tahap Peningkatan Konflik (rising Action)
Tahap ini merupakan tahap di mana peristiwa-peristiwa dramatik
yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-
konflik yang terjadi, internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-
pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan, masalah, dan tokoh
yang mengarah ke klimaks tidak dapat terhindari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
4) Tahap Klimaks (climaks)
Konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilalui
atau ditimpakan pada tokoh cerita mencapai intensitas puncak.
5) Tahap Penyelesaian (denovement)
Konflik yng telah mencapai klimaks diberi penyelesaian,
ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-sub konflik, atau
konflik-konflik tambahan, jika ada, diberi jalan keluar, cerita diakhiri.
Suminto A.Sayuti (2000: 31-32) mengemukakan bahwa strukur plot
sebuah fiksi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, tengah, dan
akhir. Bagian-bagian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Bagian Awal
Bagian awal sebuah cerita boleh jadi mengandung dua hal yang
penting, yakni pemaparan atau eksposisi dan elemen instabilitas. Eksposisi
merupakan istilah yang biasanya dipergunakan pengarang untuk menunjuk
pada proses yang dipilih dan dipergunakan untuk memberitahukan
(berbagai) informasi yang diperlukan dalam pemahaman cerita. Eksposisi
biasanya merupakan fungsi primer dalam kaitannya dengan awal suatu
cerita sedangkan eleman instabilitas merupakan elemen ketidakstabilan
yang memberikan peluang bagi adanya suatu pengembangan cerita.
2) Bagian Tengah
Bagian tengah plot cerita masih ada hubungannya dengan
elemenelemen ketidakstabilan yang terdapat pada situasi awal karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
elemen-elemen ketidakstabilan tersebut pada bagian tengah ini
mengelompok dengan sendirinyadan membentuk a pattern of conflict
‘pola konflik’, selain itu juga terdapat komplikasi dan klimaks, komplikasi
merupakan perkembangan konflik permulaan, atau konflik permulaan
yang bergerak dalam mencapai klimaks, sedangkan klimaks merupakan
titik intensitas tertinggi komplikasi yang darinya titik hasil (out come)
cerita akan diperoleh dan tidak terelakkan.
3) Bagian Akhir
Bagian akhir plot cerita terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari
klimaks menuju ke pemecahan (denoument) atau hasil ceritanya.
Burhan Nurgiyantoro (2007: 153-155) membedakan alur berdasarkan
urutan waktu menjadi tiga jenis seperti berikut.
1) Plot Lurus, Maju atau Progresif
Plot sebuah novel dikatakan lurus, maju, atau progresif jika
peristiwa-peristiwa yang pertama didikuti oleh peristiwa-peristiwa
kemudian.
2) Plot Mundur, Sorot Balik atau Flash Back, Regresif
Plot Mundur, Sorot Balik atau Flash Back, Regresif adalah cerita
yang langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik, bahkan barangkali
konflik yang telah meruncing. Pembaca belum mengetahui situasi dan
permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik dan pertentangan
dalam cerita tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
3) Plot Campuran
Plot campuran merupakan cerita yang di dalamnya tidak hanya
mengandung plot progresif tetapi juga sering terdapat adegan-adegan sorot
balik.
Berpijak pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan
jalinan urutan peristiwa yang membentuk sebuah cerita sehingga dapat
dipahami oleh pembaca.
Adapun alur dalam novel Laskar Pelangi dianalisis berdasarkan
pendapat Tasrif, analisis alur dalam novel Laskar Pelangi dijelaskan sebagai
berikut.
1. Tahap Penyituasian (Situation)
Tahap ini dimulai ketika pendaftaran sekolah di SD
Muhammadiyah yang miskin. Salah satu yang mendaftar di sekolah
tersebut adalah Lintang. Lintang sangat antusias seperti teman-temannya
yang lain. Sekolah tersebut terancam akan dibubarkan Depdikbud Sumatra
Selatan jika jumlah siswa baru tidak mencapai sepuluh anak. Ketika itu
baru sembilan anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi
tepat ketika pak Harfan, sang kepala sekolah akan berpidato menutup
sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah
Muhammadiyah, dari kisah tersebut cerita dimulai. Hal ini tampak pada
kutipan berikut.
“Baru sembilan orang Pamanda Guru…,” ucap Bu Mus bergetar sekali lagi. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ia berulang kali mengucapkan hal yang sama yang telah diketahui semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
orang. Suaranya berat selayaknya orang yang tertekan batinnya (Laskar pelangi, 2008: 8).
Pak Harfan menghampiri orangtua murid dan menyalami
mereka satu per satu. Sebuah pemandangan yang pilu. Para orangtua menepuk-nepuk bahunya untuk membesarkan hatinya. Mata Bu Mus berkilauan karena air mata yang menggenang. Pak Harfan berdiri di depan para orangtua, wajahnya muram. Beliau bersiap-siap memberikan pidato terakhir. Wajahnya tampak putus asa. Namun ketika beliau akan mengucapkan salam pertama Assalamu’alaikum seluruh hadirin terperanjat karena Trapani berteriak sambil menunjuk ke pinggir lapangan rumput luas halaman sekolah itu.
“Harun!” Kami serentak menoleh dan di kejauhan tampak seorang
pria kurus tinggi berjalan terseok-seok. Pakaian dan sisiran rambutnya sangat rapi. Ia berkemeja lengan panjang putih yang dimasukkan ke dalam. Kaki dan langkahnya membentuk huruf x sehingga jika berjalan seluruh tubuhnya bergoyang-goyang hebat. Seorang wanita gemuk setengah baya yang berseri-seri susah payah memeganginya. Pria itu adalah Harun, pria jenaka sahabat kami semua, yang sudah berusia lima belas tahun dan agak terbelakang mentalnya. Ia sangat gembira dan berjalan cepat setengah berlari tak sabar menghampiri kami. Ia tak menghiraukan ibunya yang tercepuk-cepuk kewalahan menggandengnya.
“Genap sepuluh orang…,” katanya. Harun telah menyelamatkan kami dan kami pun bersorak.
Sahara berdiri tegak merapikan lipatan jilbabnya dan menyandang tasnya dengan gagah, ia tak mau duduk lagi. Bu Mus tersipu. Air mata guru muda ini surut dan ia menyeka keringat di wajahnya yang belepotan karena bercampur dengan bedak tepung beras (Laskar Pelangi, 2008: 7-8).
Semua siswa masuk kelas, Bu Muslimah mengelompokkan
tempat duduk berdasarkan kemiripan. Ikal dan Lintang duduk
sebangku karena sama-sama ikal. Lintang tampak berseri-seri dan
semangat karena akan memulai harinya untuk belajar di sekolah
tersebut. Semangat Lintang untuk memperoleh pendidikan tampak
pada kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Mendengar keputusan itu Lintang meronta-ronta ingin segera masuk kelas. Ayahnya berusaha keras menenangkannya, tapi ia memberontak, menepis pegangan ayahnya, melonjak, dan menghambur ke dalam kelas mencari bangku kosongnya sendiri. Di bangku itu ia seumpama balita yang dinaikkan ke atas tank, girang tak alang kepalang, tak mau turun lagi. Ayahnya telah melepaskan belut yang licin itu, dan anaknya baru saja meloncati nasib, merebut pendidikan (Laskar Pelangi, 2008: 10). Kemiskinan komunitas Melayu di daerahnya dan jarak antara
sekolah dengan rumahnya yang jauh di pedalaman tidak menyurutkan
langkah Lintang untuk pergi menimba ilmu di sekolah, hal ini tampak
pada kutipan berikut:
Agaknya selama turun temurun keluarga laki-laki cemara angin itu tak mampu terangkat dari endemik kemiskinan komunitas Melayu yang menjadi nelayan. Tahun ini beliau mengiginkan perubahan dan ia memutuskan anak laki-laki tertuanya, Lintang, tak akan menjadi seperti dirinya. Lintang akan duduk di samping pria kecil berambut ikal yaitu aku, dan ia akan sekolah di sini lalu pulang pergi setiap hari naik sepeda. Jika panggilan nasibnya memang harus menjadi nelayan maka biarkan jalan kerikil batu merah empat puluh kilo meter mematahkan semangatnya. Bau hangus yang kucium tadi ternyata adalah bau sandal cunghai, yakni sandal yang dibuat dari ban mobil, yang aus karena Lintang terlalu jauh mengayuh sepeda (Laskar Pelangi, 2008: 11). Perjuangan memperoleh pendidikan di tengah kondisi
perekonomian yang miskin dan kesenjangan yang curam di
masyarakat setempat serta keiklasan dari pendidik untuk menerima
anak didiknya tanpa implikasi biaya tampak pada kutipan berikut:
Lalu aku memandangi guruku Bu Mus, seseorang yang bersedia menerima kami apa adanya dengan sepenuh hatinya, segenap jiwanya. Ia paham betul kemiskinan dan posisi kami yang rentan sehingga tak pernah membuat kebijakan apa pun yang mengandung implikasi biaya. Ia selalu membesarkan hati kami. Kupandangi juga sembilan teman sekelasku, orang-orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
muda yang luar biasa. Sebagian mereka ke sekolah hanya memakai sandal, sementara yang bersepatu selalu tampak kebesaran sepatunya. Orangtua kami yang tak mampu memang sengaja membeli sepatu dua nomor lebih besar agar dapat dipakai dalam dua tahun ajaran(Laskar Pelangi, 2008: 83-84).
Sejak kecil aku tertarik untuk menjadi pengamat kehidupan dan sekarang aku menemukan kenyataan yang memesona dalam sosiologi lingkungan kami yang ironis. Di sini ada sekolahku yang sederhana, para sahabatku yang melarat, orang melayu yang terabaikan, juga ada orang staf dan sekolah PN mereka yang glamor, serta PN Timah yang gemah ripah dengan gedong, tembok feodalistisnya. Semua elemen itu adalah perpustakaan berjalan yang memberiku pengetahuan baru setiap hari (Laskar Pelangi, 2008: 84). Kondisi sekolah yang memprihatinkan, sarana-parasarana yang
tidak terpenuhi dan kemiskinan yang dihadapi tidak membuat anggota
Laskar Pelangi berkecil hati. Mereka menganggap perguruan
Muhammadiyah sebagai universitas kehidupan, data tersebut terlihat
pada kutipan berikut:
Pengetahuan terbesar terutama kudapat dari sekolahku, karena perguruan Muhammadiyah bukanlah center of excellence, tapi ia merupakan pusat marginalitas sehingga ia adalah sebuah universitas kehidupan. Di sekolah ini aku memahami arti keikhlasan, perjuangan, dan integritas. Lebih dari itu, perintis perguruan ini mewariskan pelajaran yang amat berharga tentang ide-ide besar islam yang mulia, keberanian untuk merealisasi ide itu meskipun tak putus-putus dirundung kesulitan, dan konsep menjalani hidup dengan gagasan memberi manfaat sebesarbesarnya untuk orang lain melelui pengorbanan tanpa pamrih (Laskar Pelangi, 2008: 84-85).
2. Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstances)
Tahap pemunculan konflik terjadi saat Lintang terlambat masuk
sekolah karena jalan yang dilaluinya terhalang buaya sebesar pohon dan
tidak ada orang yang dapat dimintai bantuan. Di tengah ketakutannya ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
masih memperhitungkan kemungkinan kecepatan buaya menerkam
dirinya dalam jarak tertentu. Terhalangnya Lintang oleh buaya tidak
menyurutkan langkahnya untuk pergi ke sekolah dan akhirnya datanglah
Bodega menolongnya. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut:
“Aku hanya sendirian. Jika ada orang lain aku berani lebih frontal. Tahukah hewan ini pentingnya pendidikan? Aku tak berani lebih dekat. Ia menganga dan bersuara rendah, suara dari perut yang menggetarkan seperti sendawa seekor singa atau seperti suara orang menggeser sebuah lemari yang sangat besar. Aku diam menunggu. Tak ada jalur alternative dan kekuatan jelas tak berimbang. Aku mulai frustasi. Suara sunyi senyap. Yang ada hanya aku, seekor buaya ganas yang egois, dan intaian waktu.
“Tiba-tiba dari arah samping kudengar riak air. Aku terkejut dan takut. Menyeruak di antara lumut kumpai, membelah genangan setinggi dada, seorang laki-laki seram naik dari rawa. Ia berjalan menghampiriku, kakinya bengkok seperti huruf O,” lanjutnya.
“Siapa laki-laki itu Lintang?” tanya Sahara tercekat “Bodega….” (Laskar Pelangi, 2008: 88-89).
Hujan, panas, dan meluapnya air sungai disaat musim hujan
tidak menyurutkan semangat Lintang memperoleh pendidikan. Pada
awalnya ayahnya berpikir Lintang akan menyerah dengan kondisi
tersebut, ternyata Lintang tetap semangat untuk menimba ilmu di
sekolahnya yang miskin dan kondisi perekonomian orangtuanya yang
miskin pula. Rintangan juga terjadi saat sepedanya bocor, rantainya
putus tidak bisa lagi disambung karena terlalu sering putus tetapi
Lintang tidak pernah menyerah, ia tidak pernah sekalipun membolos.
Sesampainya di rumah Lintang bekerja sebagai kuli kopra. Hal ini
tampak pada kutupan berikut:
Dulu ayahnya pernah mengira putranya itu akan takluk pada minggu-minggu pertama sekolah dan terbukti prasangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
itu keliru. Hari demi hari semangat Lintang bukan semakin pudar tapi malah meroket karena ia sangat mencintai sekolah, mencintai teman-temannya, menyukai persahabatan kami yang mengasyikkan, dan mulai kecanduan pada daya tarik rahasia-rahasia ilmu. Jika tiba di rumah ia tak langsung beristirahat melainkan segera bergabung dengan anak-anak seusia di kampungnya untuk bekerja sebagai kuli kopra. Itulah penghasilan sampingan keluarganya dan juga sebagai kompensasi terbebasnya dia dari pekerjaan di laut serta ganjaran yang ia dapat dari ”kemewahan” bersekolah (Laskar Pelangi, 2008: 94-95). Lintang adalah siswa paling cerdas di kelasnya, ia selalu
menempati posisi juara satu, ia selalu menjawab pertanyaan yang
diajukan Bu Mus, bersikap kritis, dan Bu Mus sering kewalahan
menghadapi kecerdasannya. Bu Mus sangat bahagia karena di sekolah
yang miskin tersebut terdapat cahaya terang ilmu dari anak didiknya.
Lintang anak yang lahir dari kelurga miskin, ayahnya seorang nelayan
yang tidak memiliki perahu, rumahnya hanya sebuah gubuk panggung
berdinding lelak dari kulit pohon meranti, benda di rumahnya hanya
enam macam: beberapa helai tikar lais dan bantal, sajadah dan Al-
Qur’an, sebuah lemari kaca kecil yang sudah tidak ada lagi kacanya,
tungku dan alat-alat dapur, tumpukan cucian, dan enam ekor kucing.
Rumahnya dihuni 4 orang tua dari bapak dan ibunya, dua orang adik
lakilaki ayahnya, lima orang adik perempuan Lintang, Lintang, dan
kedua orangtuanya, seluruhnya ada empat belas orang, hidup bersama
dalam rumah sempit memanjang.
Kemiskinan keluarganya tidak menyurutkan langkah Lintang
untuk terus berjuang memperoleh pendidikan di sekolah, demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
pula dengan jarak yang jauh, kecerdasannya semakin terlihat nyata
dari hari kehari, meskipun ia cerdas dan paling pandai di kelasnya ia
tidak sombong, selau rendah hati karena ia merasa ilmu demikian luas
untuk disombongkan dan menggali ilmu tidak ada habis-habisnya. Jika
teman-temannya mengalami kesulitan, ia mengajarinya dengan penuh
kesabaran dan selalu membesarkan hati teman-temannya. Hal ini
tampak pada kutipan berikut:
Meskipun rumahnya paling jauh tapi kalau datang ia paling pagi. Wajah manisnya senantiasa bersinar walaupun baju, celana, dan sandal cunghai-nya buruknya minta ampun. Namun sungguh kuasa Allah, di dalam tempurung kepalanya yang ditumbuhi rambut gimbal awut-awutan itu tersimpan cairan otak yang encer sekali. Pada setiap rangkaian kata yang ditulisnya secara acak-acakkan tersirat kecermelangan yang gilang-gemilang. Di balik tubuhnya yang tak terawat, kotor, miskin, serta berbau hangus, dia memiliki an absolutely beautiful mind. Ia adalah buah akal yang jernih, bibit genius asli, yang lahir di sebuah tampat nun jauh di pinggir laut. Dari sebuah keluarga yang tak satu pun bisa membaca (Laskar Pelangi, 2008: 108-109).
Namun, sahabatku Lintang memiliki hampir semua dimensi kecerdasan. Dia seperti toko serba ada kepandaian. Yang paling menonjol adalah kecerdasan spasialnya sehingga ia sangat unggul dalam geometri multidimensional. Ia dengan cepat dapat membayangkan wajah sebuah konstruksi suatu fungsi jika digerak-gerakkan dalam variabel derajat. Ia mampu memecahkan kasus-kasus dekomposisi modern yang runyam dan mengajari teknik menghitung luas poligon dengan cara membongkar sisi-sisinya sesuai dalil Geometri Euclidian. Ingin kukatakan bahwa ini sama sekali bukan perkara mudah (Laskar Pelangi, 2008: 114-115).
Lintang dan teman-teman sekelasnya suka memandangi pelangi,
Bu Mus memberi nama mereka Laskar Pelangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
3. Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)
Tahap peningkatan konflik terjadi saat anggota Laskar Pelangi
mengharumkan perguruan Muhammadiyah saat karnaval 17 Agustus dan
kejeniusan Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru
sekolah PN Timah yang berijazah dan terkenal, serta memenangkan lomba
cerdas cermat. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Sekolah Muhammadiyah telah menciptakan daripada suatu arwah baru dalam karnaval ini. Maka dari itu mereka telah mencanangkan Sesutu daripada standar baru yang makin kompetitif dari pada mutu festival seni ini. Mereka mendobrak dengan ide kreatif, tampil all out, dan Mereka berhasil menginterpretasikan dengan sempurna daripada sebuah tarian dan musik dari negeri yang jauh. Para penarinya tampil dengan penuh penghayatan, dengan spontanitas dan totalitas yang mengagumkan sebagai suatu manifestasi daripada penghargaan daripada mereka terhadap seni pertunjukan itu sendiri. Penampilan Muhammadiyah tahun ini adalah daripada suatu puncak pencapaian seni yang gilang gemilang dan oleh karena itu dewan juri tak punya daripada pilihan lain selain daripada menganugerahkan penghargaan daripada penampil seni terbaik tahun ini kepada sekolah Muhammadiyah!” (Laskar Pelangi, 2008: 246-247).
Berikut merupakan kekalahan Drs. Zulfikar dan kemenangan
perguruan Muhammadiyah dalam cerdas cermat.
Sang Drs. terkulai lemas, wajahnya pucat pasi. Ia membenamkan pantatnya yang tepos di bantalan kursi seperti tulang belulangnya telah dipresto. Ia kehabisan kata-kata pintar, kacamata minusnya merosot layu di batang hidungnya yang bengkok. Ia paham bahwa berpolemik secara membabi buta dan berkomentar lebih jauh tentang sesuatu yang tak terlalu ia kuasai hanya akan memperlihatkan ketololannya sendiri di mata orang genius seperti Lintang. Maka ia mengibarkan saputangan putih, Lintang telah menghantamnya knock out (Laskar Pelangi, 2008: 382).
Seperti Mahar, Lintang berhasil mengharumkan nama perguruan Muhammadiyah. Kami adalah sekolah kampung pertama yang menjuarai lomba ini, dan dengan kemenangan mutlak. Air yang menggenang di mata Bu Mus dan laki-laki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
cemara angin itu kini menjadi butiran-butiran yang berlinang, air mata kemenangan yang mengobati harapan, pengorbanan, dan jerih payah (Laskar Pelangi, 2008: 383).
4. Tahap Klimaks (Climax)
Tahap klimaks terjadi saat Lintang terpaksa meninggalkan bangku
sekolah karena ayahnya meninggal dan sebagai anak tertua harus
mengambil alih tugas ayahnya menanggung nafkah empat belas orang.
Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
Seorang anak laki-laki tertua keluarga pesisir miskin yang ditinggal mati ayah, harus menanggung nafkah ibu, banyak adik, kakek-nenek, dan paman-paman yang tak berdaya, Lintang tak punya peluang sedikit pun untuk melanjutkan sekolah. Ia sekarang harus mengambil alih menanggung nafkah paling tidak empat belas orang, karena ayahnya, pria kurus berwajah kurus itu, telah mati, karena pria cemara angin itu kini telah tumbang. Jasadnya dimakamkan bersama harapan besarnya terhadap anak lelaki satu-satunya dan justru kematiannya ikut membunuh cita-cita agung anaknya itu. Maka mereka berdua, orang-orang hebat dari peisir ini, hari ini terkubur dalam ironi (Laskar Pelangi, 2008: 430).
Ketika datang keesokan harinya, wajah Lintang tampak
hampa. Aku tahu hatinya menjerit, meronta-ronta dalam putus asa karena penolakan yang hebat terhadap perpisahan ini. Sekolah, kawan-kawan, buku, dan pelajaran adalah segala-galanya baginya, itulah dunianya dan seluruh kecintaannya. Suasana sepi membisu, suara-suara unggas yang biasanya riuh rendah di pohon filicium sore ini lengang. Semua hati terendam air mata melepas sang mutiara ilmu dari lingkaran pendidikan. Ketika kami satu per satu memeluknya tanda perpisahan, air matanya mengalir pelan, pelukannya erat seolah tak mau melepaskan, tubuhnya bergetar saat jiwa kecerdasannya yang agung tercabut paksa meninggalkan sekolah (Laskar Pelangi, 2008: 433).
Aku tak sanggup menatap wajahnya yang pilu dan
kesedihanku yang mengharu biru telah mencurahkan habis air mataku, tak dapat kutahan-tahan sekeras apapun aku berusaha. Kini ia menjadi tangis bisu tanpa air mata, perih sekali aku bahkan tak kuat mengucapka sepatah pun kata perpisahan. Kami semua sesunggukan. Bibir Bu Mus bergetar menahan tangis, matanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
memerah saga. Tak setitik air matanya jatuh. Beliau ingin kami tegar. Dadaku sesak menahankan pemandangan itu. Sore itu adalah sore yang paling sendu di seantero Belitong, dari muara sungai Lenggang sampai ke pesisir Pangkalan Punai, dari jembatan Mirang ke Tanjong Pandan. Itu adalah sore yang paling sendu di seantero jagad alam (Laskar Pelangi, 2008: 433-434).
5. Tahap Penyelesaian (Denouement)
Tahap penyelesaian terjadi dua belas tahun kemudian Lintang
menjadi supir truck di proyek pasir gelas. Hal ini tampak pada kutipan
berikut:
Pria yang kemarin menyapaku, yang menyetir tronton itu, salah satu dari puluhan sopir truk yang tinggal di bedeng ini, duduk di atas dipan, dekat tungku, berhadap-hadapan denganku. Ia kotor, miskin, hidup membujuang, dan kurang gizi, ia adalah Lintang (Laskar Pelangi, 2008: 468).
Meskipun Lintang menjadi supir truk kecerdasan tetap melekat
pada dirinya, pancaran matanya mengisyaratkan binar-binar
kecermelangan buah pikirannya, dengan keadaan demikian Lintang tetap
berbesar hati, sebagaimana kutipan berikut:
”Jangan sedih Ikal, paling tidak aku telah memenuhi harapan ayahku agar tak jadi nelayan....”
Dan kata-kata itu semakin menghancurkan hatiku, maka sekarang aku marah, aku kecewa pada kenyataan begitu banyak anak pintar yang harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi. Aku mengutuki orang-orang bodoh sok pintar yang menyombongkan diri, dan anak-anak orang kaya yang menyia-nyiakan kesempatan pendidikan (Laskar Pelangi, 2008: 93).
Anggota Laskar Pelangi lainnya telah mendapatkan apa yang
mereka harapkan. A Kiong menjadi mualaf dan menikah dengan Sahara,
mereka sekarang mempunyai lima orang anak serta membuka toko
kelontong yang diberi nama Sinar Perkasa, kulinya adalah Samson. Flo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
menjadi guru TK di Tanjong Pandan dan bercita-cita membangun gerakan
wanita Muhammadiyah. Ia menikah dengan seorang petugas teller bank
BRI mantan anggota Societeit serta melahirkan empat anak laki-laki. Dua
kali anak kembar. Mahar mengajar dan mengorganisasi berbagai kegiatan
budaya, Syahdan menjadi aktor dan berkat beasiswa di Kyoto University,
Jepang sekarang menjadi pemimpin divisi inovasi teknologi dengan
ratusan anak buah, Kucai menjadi ketua fraksi di DPRD Belitong dan Ikal
mendapatkan bea siswa kuliah di luar negeri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel Laskar
Pelangi menggunakan alur maju atau Progresif. Hal ini terlihat Peristiwa-
peristiwa yang ditampilkan dalam novel Laskar Pelangi berurutan,
masalah yang mempunyai sebab akibat, dan perubahan sikap tokoh yang
logis dalam cerita, membuat cerita dalam novel ini padu secara
keseluruhan, sehingga bila salah satu bagian dihilangkan akan menganggu
jalannya keseluruhan cerita. Novel ini menampilkan konflik sedikit demi
sedikit dengan intensitas yang semakin meningkat. Hal ini sebenarnya
merupakan suatu cara untuk mempertahankan substansi cerita, karena
pempertahanan substansi ini menghindari pembaca untuk sulit menembak
akhir dari kemisteriusan cerita. Bila digambarkan dengan skema, alur pada
novel Laskar Pelangi terlihat sebagai berikut.
A B C D E
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
c. Penokohan
Zainuddin Fananie (2002: 86) mengemukakan bahwa sebagian besar
tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh-tokoh rekaan. Kendati berupa rekaan atau
hanya imajinasi, masalah penokohan merupakan satu bagian penting dalam
membangun sebuah cerita.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan
penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan
kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 167).
Model dalam mengekspresikan karakter tokoh yang dipakai oleh
pengarang bisa bermacam-macam (Zainuddin Fananie, 2002: 87-88). Model
pengekspresian karakter tokoh tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Tampilan fisik, merupakan gambaran fisik tokoh, termasuk di dalamnya,
uraian mengenai ciri-ciri khusus tang dimilikinya. Dalam hal ini
pengarang biasanya menguraikan pula secara rinci perilaku, latar
belakang, keluarga, kehidupan tokoh pada bagian awal cerita. Model
pengekspresian tokoh seperti ini dalam telaah sastra sering disebut degan
model analitik. Artinya, tokoh-tokoh cerita sudah diekpresikan sendiri
oleh pengarang.
2. Pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan karakter tokohnya.
Biasanya pengarang mencoba menggambarkan tokoh utama melalui
dialog antartokoh dan kemudian membuat suatu presentasi state of mind
tahap demi tahap yang dihubunghan dalam satuan-satuan peristiwa. Model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
pengekspresian tokoh seperti ini dalam telaah sastra disebut dengan model
dramatik.
Setiap tokoh yang hadir dalam cerita memiliki unsur fisiologis yang
berkaitan dengan fisik, unsur psikologis berhubungan dengan psikis tokoh dan
unsur sosiologis menyangkut tentang lingkungan sosial tokoh. Unsur fisiologis
meliputi jenis kelamin, kondisi tubuh (fisik). Unsur psikologis meliputi cita-cita,
ambisi, kekecewaan, kecakapan, dan tempramen. Adapun unsur sosiologis
meliputi lingkungan, pangkat, status sosial, agama, dan kebangsaan (Oemarjati
dalam Ali Imron Al-Ma’ruf, 2003: 110).
Berdasarkan segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi
dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh periferal
atau tokoh tambahan (bawahan). Tokoh sentral merupakan tokoh yang
mengambil bagian terbesar suatu peristiwa dalam cerita. Adapun tokoh periferal
adalah tokoh tambahan (bawahan) yang tidak berperan penting dalam
mempengaruhi tokoh utama (Suminto Sayuti, 2000: 74).
Burhan Nurgiyantoro (2007: 181-183) menjelaskan bahwa berdasarkan
perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sederhana
(simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau
round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu
kausalitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak tertentu saja. Adapun tokoh bulat
adalah tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian, dan jati dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan
merupakan elemen penting dalam pembentukan bangunan dalam suatu cerita.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi meliputi Ikal, Lintang,
Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, Harun, Bu Muslimah,
Pak Harfan, Flo, dan A Ling, tokoh-tokoh tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1) Ikal
Tokoh ‘aku’ dalam novel Laskar Pelangi dan sosok pemimpi. Ikal
yang selalu menjadi peringkat kedua memiliki teman sebangku bernama
Lintang, siswa jenius. Ia berminat pada sastra, terlihat dari kesehariannya
yang senang menulis puisi. Ia menyukai A Ling sepupu A Kiong yang
ditemuinya pertama kali di toko kelontong bernama Toko Sinar Harapan.
Pada akhirnya hubungan mereka terpaksa berakhir oleh jarak karena
kepergian A Ling ke Jakarta untuk menemani bibinya. Hal tersebut tampak
pada kutipan berikut.
Sebaliknya, karena Endensor aku segera pulih jiwa dan raga. Endensor memberiku alternatif guna memecah penghalang mental agar tak stres berkepanjangan karena terus-terusan terpaku pada perasaan patah hati. A Ling telah memberi racun cinta sekaligus penawarnya. Aku mulai tegar meskipun tak ‘kan ada lagi Michele Yeoh. Aku siap menyesuaikan diri dengan kenyataan baru. Aku sudah ikhlas meninggalkan cetak biru kehidupan indah asmara pertamaku yang bertaburan wangi bunga dalam ritual rutin pembelian kapur tulis (Laskar Pelangi, 2008: 335).
2) Lintang
Lintang Samudra Basara bin Syahbani Maulana Basara. Teman
sebangku Ikal yang jenius. Ayahnya seorang nelayan miskin yang tidak
mempunyai perahu dan harus menanggung kehidupan empat belas jiwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
anggota keluarga. Lintang menunjukkan minat bersekolah sejak pertama
berada di sekolah. Ia selalu aktif di dalam kelas dan mempunyai cita-cita
sebagai ahli Matematika, meskipun ia jenius, pria kecil berambut merah Ikal
ini pernah salah membawa peralatan sekolahnya. Cita-citanya terpaksa
ditinggalkan karena harus bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup
keluarganya semenjak ayahnya meninggal. Hal ini tampak pada kutipan
berikut.
Sebaliknya, bagiku pagi itu adalah pagi yang tak terlupakan sampai puluhan tahun mendatang karena pagi itu aku melihat Lintang dengan canggung menggenggam sebuah pensil besar yang belum diserut seperti memegang sebuah belati. Ayahnya pasti telah keliru membeli pensil karena pensil itu memiliki warna yang berbeda dikedua ujungnya. Salah satu ujungnya berwarna merah dan ujung lainnya biru. Bukankah pensil semacam itu dipakai para tukang jahit untuk menggaris kain? Atau para tukang sol sepatu untuk membuat garis pola pada permukaan kulit? Sama sekali bukan untuk menulis. Buku yang dibeli juga keliru. Buku bersampul biru tua itu bergaris tiga. Bukankah buku semacam itu baru akan kami pakai nanti saat kelas dua untuk pelajaran menulis rangkai indah? Hal yang tak akan pernah kulupakan adalah bahwa pagi itu aku menyaksikan seorang anak pesisir melarat__temanku sebangku__untuk pertama kalinya memegang pensil dan buku, dan kemudian pada tahun-tahun berikutnya, setiap apa pun yang ditulisnya merupakan buah pikiran yang gilang gemilang, karena nanti ia__seorang anak miskin pesisir__akan menerangi nebula yang melingkupi sekolah miskin ini sebab ia akan berkembang menjadi manusia paling genius yang pernah kujumpai seumur hidupku (Laskar Pelangi, 2008: 14-15).
3) Mahar
Mahar Ahlan bin Jumadi Ahlan bin Zubair bin Awan. Pria tampan
bertubuh kurus memiliki bakat dan minat besar pada seni. Pertama diketahui
ketika tanpa disengaja Bu Muslimah menunjuknya untuk bernyanyi di depan
kelas saat pelajaran seni rupa. Pria yang menyenangi okultisme ini sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
dipojokkan teman-temannya. Ia tidak pergi kemana-mana karena ibunya sakit-
sakitan akan tetapi nasib baik menyapanya dan ia diajak petinggi untuk
membuat dokumantasi permainan anak-anak tradisional setelah mambaca
artikel yang ia tulis disebuah majalah berhasil menulis sebuah novel
persahabatan. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Seketika kami tersentak dalam pesona, itulah lagu terkenal karya Anne Muray, dan lagu itu dibawakan Mahar dengan teknik seindah Patti Page yang melambungkan lagu lama itu. Ritme ukulele mengiringi vibrasi sempurna suaranya disertai penghayatan yang luar biasa sehingga ia tampak demikian menderita karena kehilangan seorang kekasih (Laskar Pelangi, 2008: 137).
Mahar sangat imajinatif dan tidak logis__seorang dengan bakat
seni yang sangat besar. Sesuatu yang berasal dari Mahar selalu menerbitkan inspirasi, aneh, lucu, janggal, ganjil, dan menggoda keyakinan. Namun, mungkin karena otak sebelah kanannya benar-benar aktif maka ia menjadi pengkhayal luar biasa. Di sisi lain ia adalah maghnet, simply irresistable (Laskar Pelangi, 2008: 143).
4) Harun
Harun Adli Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan. Pria yang
keterbelakangan mental ini memulai sekolah dasar ketika berusia lima belas
tahun. Bersifat jenaka dan selalu bercerita tentang kucingnya yang berbelang
tiga dan melahirkan tiga anak yang masing-masing belang tiga pada tanggal
tiga kepada Sahara serta senang bertanya kapan libur lebaran kepada Bu
Muslimah. Ia menyerahkan tiga botol kecap ketika siswa diberi tugas untuk
mengumpulkan karya seni kelas enam. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Harun mempunyai hobi mengunyah permen asam jawa dan sama sekali tidak bisa menangkap pelajaran membaca atau menulis. Jika Bu Mus menjelaskan pelajaran, ia duduk tenang dan terus-menerus tersenyum. Pada setiap mata pelajaran, pelajaran apa pun, ia akan mengacung sekali dan menanyakan pertanyaan yang sama, setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
hari, sepanjang tahun, “Ibunda Guru, kapan kita akan libur lebaran?” (Laskar Pelangi, 2008: 77).
5) A Kiong (Chau Chin Kiong)
Muhammad Jundullah Gufron Nur Zaman setelah menjadi mualaf.
Anak Hokian, keturunan Tionghoa pengikut sejati Mahar sejak kelas satu.
Baginya Mahar adalah suhunya yang agung. Berwajah buruk rupa tetapi suka
menolong kapada siapapun kecuali Sahara, namun ternyata mereka saling
mencintai. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Tapi jika melihat A Kiong, siapapun akan maklum kenapa nasibnya berakhir di SD kampung ini. Ia memang memiliki penampilan akan ditolak di mana-mana. Wajahnya seperti baru keluar dari bengkel ketok magic, alias menyerupai Frankenstein. Mukanya lebar dan berbentuk lebar, rambutnya menyerupai landak, matanya tertarik ke atas seperti sebilah pedang dan ia hampir tak punya alis. Seluruh giginya tonggos dan hanya tinggal setengah akibat digerogoti phyrite dan markacite dari air minum. Guru mana pun akan tertekan jiwanya, membayangkan betapa susahnya menjejalkan ilmu ke dalam kepala aluminiumnya itu (Laskar Pelangi, 2008: 68). Tapi tak dinyana, sekian lama waktu berlalu, rupanya kepak kalengnya cepat juga menangkap ilmu (Laskar Pelangi, 2008: 69).
6) Trapani
Trapani Ihsan Jamari bin Zainuddin Ilham Jamari. Pria tampan yang
baik hati dan sangat mencintai ibunya. Apapun yang dilakukan harus selalu
didampingi ibunya, pria tampan bercita-cita menjadi guru ini akhirnya
berakhir di rumah sakit jiwa karena ketergantungannya terhadap ibunya. Hal
ini tampak pada kutipan berikut.
Trapani agak pendiam, otaknya lumayan, dan selalu menduduki peringkat ketiga. Aku sering cemburu karena aku kebanjiran salam dari sepupu-sepupuku untuk disampaikan pada laki-laki muda flamboyan itu. Dia tak pernah menanggapi salam-salam itu. Di sisi lain kami juga sering jengkel pada Trapani karena setiap kali kami punya “acara”, misalnya menyangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
sepeda Pak Fahimi__guru kelas empat yang tak bermutu dan suka menggertak murid__di dahan pohon gayam, Trapani harus minta izin dulu pada ibunya (Laskar Pelangi, 2008:75).
7) Borek atau Samson
Pria besar yang terobsesi pada otot. Borek selalu menjaga citranya
sebagai pria macho, ketika dewasa ia menjadi kuli di toko milik A Kiong dan
Sahara. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Samson demikian terobsesi dengan body buiding dan tergila-gila dengan citra cowok macho, dan pada suatu hari aku termakan hasutannya (Laskar Pelangi, 2008: 79).
8) Kucai
Mukharam Kucai Khairani. Ketua kelas sepanjang generasi sekolah
Laskar Pelangi dan bermulut besar, ia menderita rabun jauh karena kurang
gizi dan penglihatannya melenceng dua puluh derajat. Pria ini sejak kecil
terlihat bisa menjadi politikus dan akhirnya diwujudkan ketika ia dewasa
menjadi ketua fraksi di DPRD Belitong. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Kucai sedikit tak beruntung. Kekurangan gizi yang parah ketika kecil mengakibatkan ia menderita miopia alias rabun jauh. Selain itu pandangan matanya tidak fokus, melenceng sekitar 20 derajat. Maka ia memandang lurus ke depan artinya yang ia lihat adalah benda di samping benda yang ada persis di depannya dan demikian sebaliknya, sehingga saat berbicara dengan seseorang ia tidak memandang lawan bicaranya tapi ia menoleh ke samping. Namun, Kucai adalah orang paling optimis yang pernah aku jumpai. Kekurangannya secara fisik tak sedikit pun membuatnya minder. Sebaliknya, ia memiliki kepribadian populis, oportunis, bermulut besar, banyak teori dan sok tahu (Laskar Pelangi, 2008: 69).
9) Sahara
N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramadhani Fadillah.
Satu-satunya perempuan dalam anggota Laskar Pelangi. Sahara dalah gadis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
keras kepala berpendirian kuat yang sangat patuh pada agama, ramah, baik
kepada siapa saja kecuali A Kiong, dan pandai. Hal ini tampak pada kutipan
berikut.
Lalu ada Sahara, satu-satunya hawa di kelas kami. Dia secantik grey cheeked green, atau burung punai lenguak. Ia ramping, berjilbab, dan sedikit lebih beruntung. Bapaknya seorang Taikong, yaitu atasan para Kepala Parit, orang-orang lapangan di PN. Sifatnya yang utama: penuh perhatian dan kepala batu. Maka tak ada yang berani bikin gara-gara dengannya karena ia tak segan mencakar. Jika marah ia akan mengaum dan kedua alisnya bertemu. Sahara sangat tempramental, tapi ia pintar. Peringkatnya bersaing ketat dengan Trapani. Kebalikan dari A Kiong, Sahara sangat skeptis, susah diyakinkan, dan tak mudah dibuat terkesan. Sifat lain Sahara yang amat menonjol adalah kejujurannya yang luar biasa dan benar-benar menghargai kebenaran. Ia pantang berbohong. Walaupun diancam akan dicampakkan ke dalam lautan api berkobar-kobar, tak satu pun dusta akan keluar dari mulutnya (Laskar Pelangi, 2008: 75).
10) Syahdan
Syahdan Noor Aziz bin Syahari Noor Aziz. Anak nelayan yang ceria
dan tidak menonjol, selalu dikalahkan teman-tamannya, serta penurut.
Syahdan adalah saksi cinta pertama Ikal. Ia dan Ikal bertugas membeli kapur
di Toko Sinar Harapan semajak Ikal jatuh cinta pada A Ling. Ia memiliki
cita-cita sebagai aktor, akhirnya ia menjadi aktor setelah bosan ia pergi dan
kursus komputer kemudian ia berhasil menjadi network designer. Hal ini
tampak pada kutipan berikut.
Syahdan yang kecil, santun, dan lemah lembut agaknya memang ditakdirkan untuk menjadi pecundang yang selalu menerima perintah. Jika kami membentuk sebuah tim ia pasti menjadi orang yang tak penting (Laskar Pelangi, 2008: 477).
Ia yang dulu selalu menjadi menerima perintah, tukang
angkatangkat, dan tak becus terhadap sesuatu yang berbau teknik, kini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
memimpin devisi inovasi teknologi dengan ratusan anak buah (Laskar Pelangi, 2008: 479).
11) Flo
Floriana seorang gadis tomboi yang berasal dari keluarga kaya
pindahan dari sekolah PN Timah. Ia merupakan tokoh terakhir yang muncul
sebagai bagian dari Laskar Pelangi. Awal masuk sekolah sempat membuat
kejadian kacau dengan mengambil alih tempat duduk Trapani yang malang
tergusur. Ia melakukannya degan alasan ingin duduk di sebalah Mahar dan
tidak mau didebat. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Floriana atau Flo yang tomboi, salah seorang siswa sekolah PN (Laskar Pelangi, 2008: 46).
Flo sendiri acuh tak acuh, ia tak tersenyum dan hanya menatap
bapaknya. Anak cantik ini berkarakter tegas, pasti, tahu persis apa yang ia inginkan, dan tak pernah ragu-ragu, sebuah gambaran singkat mengesankan (Laskar Pelangi, 2008: 353).
12) Bu Muslimah
N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid, beliau adalah
Ibunda Guru bagi Laskar Pelangi. Wanita lembut ini pengajar pertama Laskar
Pelangi dan guru paling berharga bagi mereka.
Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Bu Mus adalah seorang guru yang pandai, kharismatik, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran Budi pekerti dan mengajarkan pada kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-hak asasi__jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan soal materialisme versus pembangunan spiritualitas dalam pembangunan (Laskar Pelangi, 2008: 30).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
13) Pak Harfan
K.A. Harfan Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor seorang
kepala sekolah Muhammadiyah. Beliau sangat baik hati dan penyabar
meskipun awalnya siswa takut melihatnya. Hal ini tampak pada kutipan
berikut.
Pak Harfan menceritakan semua itu dengan semangat perang Badar sekaligus setenang hembusan angin pagi. Kami terpesona pada tiap pilihan kata dan garak lakunya yang memikat. Ada semacam pengaruh yang lembut dan baik terpancar darinya. Ia mengesankan sebagai pria yang kenyang akan pahit getir perjuangan dan kesusahan hidup, berpengetahuan seluas samudra, bijak, berani mengambil resiko, dan memiliki daya tarik dalam mencari bagaimana cara menjelaskan sesuatu agar setiap orang mengerti (Laskar Pelangi, 2008: 23).
Kami menatap sang juru kisah yang ulung ini. Pria buruk rupa
dan buruk pula setiap apa yang disandangnya, tapi pemikirannya jernih dan kata-katanya bercahaya (Laskar Pelangi, 2008: 25).
14) A Ling
A Ling merupakan sepupu A Kiong, cinta pertama Ikal. A Ling yang
cantik dan tegas terpaksa pindah serta berpisah dengan Ikal karena harus
menemani bibinya yang tinggal sendiri di Jakarta. Tampak pada kutipan
berikut.
Ia memiliki struktur wajah lonjong dengan air muka sangat menawan. Hidungnya kecil dan bangir. Garis wajahnya tirus dengan tatapan mata kharismatik menyejukkan sekaligus menguatkan hati, seperti tatapan wanita-wanita yang telah menjadi ibu suri. Jika menerima nasehat dari wanita bermata semacam ini, semangat pria mana pun akan berkobar (Laskar Pelangi, 2008: 210).
Aku tak dapat menggambarkan perasaanku atas semua info itu.
Kenyataan bahwa A Ling adalah sepupu A Kiong membuatku bersemangat sekaligus was-was (Laskar Pelangi, 2008: 254).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
d. Latar
Latar merupakan elemen fiksi yang menunjukkan dimana dan kapan
kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung. Stanton (2007: 22)
mengelompokkan latar bersama dengan tokoh dan alur ke dalam fakta cerita.
Berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita.
Latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat,
latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang menyangkut
deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Latar waktu mengacu pada saat
terjadinya peristiwa dalam plot, secara historis. Latar sosial merupakan
lukisan status yang menunjuk hakikat seseorang atau beberapa orang tokoh
dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya (Suminto A. Sayuti, 2000: 127).
Uraian-uraian tentang latar yang sudah dikemukakan di atas mengarah
pada kesimpulan bahwa paling tidak terdapat empat elemen unsur yang
membentuk latar fiksi (Suminto A. Sayuti, 2000: 128), empat elemen tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Lokasi geografis yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya tipografi,
scenery ‘pemandangan tertentu’, bahkan detail-detail interior sebuah
kamar ruangan.
2) Pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari.
3) Waktu terjadinya action ‘tindakan atau periatiwa, termasuk periode
historis, musim, tahun, dan sebagainya.
4) Lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-
tokohnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Adapun latar yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dapat
digambarkan sebagai berikut.
a) Latar tempat
Latar tempat pada novel Laskar Pelangi terjadi di pulau Belitong,
provinsi Bangka Belitung, Sumatera Selatan. Hal ini tampak pada kutipan
sebagai berikut.
Kami bertetangga dan kami adalah orang-orang Melayu Belitong dari sebuah komunitas yang paling miskin di pulau itu. Adapun sekolah ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampung yang paling miskin di Belitong. Ada tiga alasan mengapa para orangtua mendaftarkan mendaftarkan anaknya di sini. Pertama, karena sekolah Muhammadiyah tidak menetapkan iuran dalam bentuk apa pun, para orangtua hanya menyumbang sukarela semampu mereka. Kedua, karena firasat, anak-anak mereka dianggap memiliki karakter yang mudah disesatkan iblis sehingga sejak usia muda harus mendapat pendadaran Islam yang tangguh. Ketiga, karena anaknya memang tak diterima di sekolah mana pun (Laskar Pelangi, 2008: 4).
Pulau Belitong yang makmur seperti mengasingkan diri dari
tanah Sumatra yang membujur dan di sana mengalir kebudayaan Melayu yang tua. Pada abad ke-19, ketika korporasi secara sistematis mengeksploitasi timah, kebudayaan yang bersahaja itu mulai hidup dalam karakteristik sosiologi tertentu yang atribut-atributnya mencerminkan perbedaan sangat mencolok seolah berdasarkan status berkasta-kasta (Laskar Pelangi, 2008: 41).
b) Latar waktu
Penceritaan waktu yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi adalah
pertengahan tahun 1970-an sampai pada tahun 1992. Data diperoleh dari
kutipan berikut.
Kami memiliki enam kelas kecil-kecil, pagi untuk SD Muhammadiyah dan sore untuk SMP Muhammadiyah. Maka kami, sepuluh siswa baru ini bercokol selama sembilan tahun di sekolah yang sama dan kelas-kelas yang sama, bahkan susunan kawan sebangku pun tak berubah selama sembilan tahun SD dan SMP itu (Laskar Pelangi, 2008:17).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Kutipan di atas mengungkapkan bahwa anggota Laskar Pelangi
menempuh pendidikan bersama selama sembilan tahun di tempat yang sama,
setelah melewati masa SD dan SMP tersebut, dalam novel Laskar Pelangi
memuat kisah dua belas tahun kemudian yang menceritakan perjumpaan Ikal
sebagai tokoh aku dengan anggota Laskar Pelangi. Tahun 1991 perguruan
Muhammadiyah ditutup jadi rentang waktu pendidikan anggota Laskar
Pelangi selama sembilan tahun dan waktu penceritaan dua belas tahun
kemudian menjadi dua puluh satu tahun dikurangi tahun bertemunya mereka
berpijak pada ditutupnya perguruan Muhammadiyah, maka lattar waktu novel
Laskar Pelangi diawali pada tahun 1971. Hal tersebut tampak pada kutipan di
bawah ini.
Pada tahun 1991 perguruan Muhammadiyah ditutup. Namun perintis jalan terang yang gagah berani ini meninggalkan semangat pendidikan Islam yang tak pernah mati. Sekarang Belitong telah memiliki dua buah pesantren. Pembangunan pesantren ini adalah harapan para tokoh Muhammadiyah sejak lama. Generani baru para legenda K.H. Achmad Dahlan, Zubair, K.A. Abdul Hamid, Ibrahim bin Zaidin, dan K.A. Harfan Effendi Noor lahir silih berganti, suatu hari nanti akan ada yang mengisahkan mereka laksana sebuah epik (Laskar Pelangi, 2008: 486-487).
Latar waktu yang lain tampak pada keterangan berikut. Kejelasan
waktu diindikasikan pada tahun 1979, kejelasan ini diperoleh ketika Andrea
bercerita tentang pertandingan All England yang menayangkan Single Lie
Sumirat melawan Seven Pri, dan Mahar menjadi pahlawan kampungnya
karena idenya yang cemerlang agar seluruh penduduk dapat menyaksikan
tayangan tersebut lewat pantulan cermin besar. Bagaimana reaksi penonton
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
ketika Lie yang kidal menjadi tak kidal. Hal tersebut tampak pada kutipan
berikut.
Mahar adalah Jules Verne kami. Ia penuh ide gila yang tak terpikirkan orang lain, walaupun tak jarang idenya itu absurd dan lucu. Salah satu contohnya adalah ketika ketua RT punya masalah dengan televisinya. TV hitam putih satu-satunya hanya ada di rumah beliau dan tak bisa dikeluarkan dari kamarnya yang sempit karena kabel antenanya sangat pendek dan ia kesulitan mendapatkan kabel untuk memperpanjangnya. Kabel itu tersambung pada antena di puncak pohon randu. Keadaan mendesak sebab malam itu ada pertandingan final badminton All England antara Svend Pri melawan lie Sumirat. Begitu banyak penonton akan hadir, tapi ruangan TV sangat sempit. Sejak sore Pak Ketua RT tak enak hati kerena banyak handai taulan yang akan bertamu tapi tak kan semua mendapat kesempatan menonton pertandingan seru itu.
Ketika beliau berkeluh kesah pada kepala sekolah kami. Maka Mahar yang sudah kondang akal dan taktiknya segera dipanggil dan ia muncul dengan ide ajaib ini:
“Gambar TV itu bisa dipantul-pantulkan melalui kaca, Ayahanda Guru,” kata Mahar berbinar-binar dengan ekspresi lugunya.
Pak Harfan melonjak girang seperti akan meneriakkan “eurika!” Maka digotonglah dua buah lemari pakaian berkaca besar ke rumah ketua. Lemari pertama diletakkan di ruang tamu dengan posisi frontal terhadap layar TV dan ruangan itu paling tidak memuat 17 orang. Sedangkan lemari kedua ditempatkan di beranda. Lemari kaca kedua diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menangkap gambar TV dari lemari kaca pertama. Ada 20 orang menonton TV melalui lemari kaca di beranda.
Tak ada satu pun penonton yang tak kebagian melihat aksi Lie Sumirat. Penonton merasa puas dan benar-benar menonton dari layar kaca dalam arti sesungguhnya. Meskipun Svend Pri yang kidal di layar TV menjadi normal di kaca yang pertama dan kembali kidal pada layar lemari kaca kedua. Menurutku inilah ide paling revolusioner, paling lucu, dan paling hebat yang pernah terjadi pada dunia penyiaran. Aku rasa yang dapat menandingi ide kreatif ini hanya penemuan remote kontrol beberapa waktu kemudian (Laskar Pelangi, 2008: 153-154).
Latar waktu juga tampak pada keterangan berikut.
Setting waktu pada tahun 1974 saat mereka kelas tiga SD ditandai PN
Timah yang masih aktif, para pegawai menggunakan seragam warna biru
muda. Setting tahun 1979 digunakan saat mereka kelas lima SD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
c) Latar sosial
Awal kehidupan sosial yang tergambar dari novel Laskar Pelangi
adalah masyarakat yang religius dan moral yang dijunjung tinggi, perjuangan
memperoleh pendidikan kaum marginal di tengah kondisi kemiskinan, serta
kesenjangan perekonomian dan kemiskinan masyarakat sekitar dengan PN
Timah. Kisah dimulai dari latar sosial di sekolah saat sekolah Muhammadiyah
terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumatra Selatan jika jumlah siswa
baru tidak mencapai sepuluh anak. Ketika itu baru sembilan anak yang
menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika pak Harfan, sang
kepala sekolah akan berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang
untuk mendaftarkan diri di sekolah Muhammadiyah, dari kisah tersebut cerita
dimulai.
Latar sosial di atas tampak pada kutipan berikut.
“Baru sembilan orang Pamanda Guru…,” ucap Bu Mus bergetar sekali lagi. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ia berulang kali mengucapkan hal yang sama yang telah diketahui semua orang. Suaranya berat selayaknya orang yang tertekan batinnya (Laskar pelangi, 2008: 8).
Pak Harfan menghampiri orangtua murid dan menyalami mereka satu per satu. Sebuah pemandangan yang pilu. Para orangtua menepuk-nepuk bahunya untuk membesarkan hatinya. Mata Bu Mus berkilauan karena air mata yang menggenang. Pak Harfan berdiri di depan para orangtua, wajahnya muram. Beliau bersiap-siap memberikan pidato terakhir. Wajahnya tampak putus asa. Namun ketika beliau akan mengucapkan salam pertama Assalamu’alaikum seluruh hadirin terperanjat karena Trapani berteriak sambil menunjuk ke pinggir lapangan rumput luas halaman sekolah itu.
“Harun!” Kami serentak menoleh dan di kejauhan tampak seorang
pria kurus tinggi berjalan terseok-seok. Pakaian dan sisiran rambutnya sangat rapi. Ia berkemeja lengan panjang putih yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
dimasukkan ke dalam. Kaki dan langkahnya membentuk huruf x sehingga jika berjalan seluruh tubuhnya bergoyang-goyang hebat. Seorang wanita gemuk setengah baya yang berseri-seri susah payah memeganginya. Pria itu adalah Harun, pria jenaka sahabat kami semua, yang sudah berusia lima belas tahun dan agak terbelakang mentalnya. Ia sangat gembira dan berjalan cepat setengah berlari tak sabar menghampiri kami. Ia tak menghiraukan ibunya yang tercepuk-cepuk kewalahan menggandengnya.
“Genap sepuluh orang…,” katanya. Harun telah menyelamatkan kami dan kami pun bersorak.
Sahara berdiri tegak merapikan lipatan jilbabnya dan menyandang tasnya dengan gagah, ia tak mau duduk lagi. Bu Mus tersipu. Air mata guru muda ini surut dan ia menyeka keringat di wajahnya yang belepotan karena bercampur dengan bedak tepung beras (Laskar Pelangi, 2008: 7-8)
Perjuangan memperoleh pendidikan meskipun dalam lilitan
kemiskinan tampak pada kutipan berikut.
Seperti Lintang, Syahdan yang miskin juga anak seorang nelayan. Tapi bukan maksudku mencela dia, karena kenyataannya secara ekonomi kami, sepuluh kawan sekelas ini, memang semuanya orang susah. Ayahku contohnya, hanya pegawai rendahan di PN Timah. Beliau bekerja selama 25 tahun mencedok tailing, yaitu material buangan dalam instalasi pencucian timah yang disebut wasserij. Selain bergaji rendah, beliau juga rentan dari risiko kontaminasi radio aktif dari monazite dan senotim. Penghasilan ayahku lebih rendah dibandingkan penghasilan ayah Syahdan yang bekerja di bagan dan gudang kopra. Penghasilan ayah Syahdan sendiri sebagai tukang dempul perahu, serta ibunya yang menggerus pohon karet jika digabungkan sekaligus. Masalahnya di mata Syahdan, gedung sekolah, bagan ikan, dan gudang kopra tempat kelapa-kelapa busuk itu bersemedi adalah sama saja. Ia tak punya sense of fashion sama sekali dan di lingkungannya tidak ada yang mengingatkannya bahwa sekolah berbeda dengan keramba (Laskar Pelangi, 2008: 67-68).
Data di atas menggambarkan semangat juang anggota Laskar Pelangi
untuk memperjuangkan pendidikan meskipun mereka dari kalangan kelurga
miskin dan kuli rendahan, karena mereka beranggapan bahwa pendidikan
sangat berarti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Latar sosial religius dan ajaran moral tampak pada kutipan berikut.
“Kata-kata itu mengajarkan arti penting memegang amanah sebagai pemimpin dan Al-Qur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat.…” (Laskar Pelangi, 2008: 71).
“Sabarlah anakku, pertanyaanmu menyangkut penjelasan tafsir surah Ar-Ruum dan itu adalah ilmu yang telah berusia paling tidak seribu empat ratus tahun. Tafsir baru akan kita diskusikan nanti kalau kelas dua SMP….” (Laskar Pelangi, 2008:110-111).
Data kutipan di atas menggambarkan bahwa setiap tindak-tanduk
siswa perguruan muhammadiyah selalu di dasarkan pada ajaran islam yakni
Al-Qur,an dan hadits.
Adapun kesenjangan pendidikan serta kesenjangan perekonomian dan
kemiskinan masyarakat tampak pada kutipan berikut.
Sekolah-sekolah PN Timah, yaitu TK, SD, SMP, PN berada dalam kawasan gedong. Sekolah-sekolah ini berdiri megah di bawah naungan Aghatis berusia ratusan tahun dan dikelilingi pagar besi tinggi berulir melambangkan kedisiplinan dan mutu tinggi pendidikan. Sekolah PN merupakan center of excellece atau tempat bagi semua hal yang terbaik. Sekolah ini demikian kaya raya karena didukung sepenuhnya oleh PN Timah, sebuah korporasi yang kelebihan duit. Institusi pendidikan yang sangat modern ini lebih tepat di sebut percontohan bagaimana seharusnya generasi muda dibina (Laskar Pelangi, 2008: 58).
Yang dimaksud dengan sekolah kampung tentu saja adalah
perguruan Muhammadiyah dan beberapa sekolah swasta miskin lainnya di Belitong. Selain sekolah miskin memang terdapat pula babarapa sekolah negeri di kampung kami. Namun kondisi sekolah negeri tentu lebih baik karena mereka disokong oleh negara. Sementara sekolah kampung adalah sekolah swadaya yang kelelahan menyokong dirinya sendiri (Laskar Pelangi, 2008: 61).
Tak usah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami adalah satu dari ratusan atau mungkin ribuan sekolah miskin di seantero negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh kambing yang senewen ingin kawin, bisa rubuh berantakan (Laskar Pelangi, 2008:17).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Kutipan di atas menggambarkan latar sosial terkait dengan
kesenjangan pendidikan karena perekonomian sedangkan kutipan di bawah ini
merupakan kesenjangan dalam hal perekonomian dan kemiskinan.
Kekuatan ekonomi Belitong dipimpin oleh orang staf PN dan para cukong swasta yang mengerjakan setiap konsesi eksploitasi timah. Mereka menempati strata tertinggi dalam lapisan yng sangat tipis. Kelas menengah tak ada, oh atau mungkin juga ada, yaitu para camat, para kepala dinas, dan pejabat-pejabat publik yang korupsi kecil-kecilan dan aparat penegak hukum yang mendapat uang dari menggertaki cukong-cukong itu (Laskar Pelangi, 2008: 55).
Sisanya berada di lapisan terendah, jumlahnya banyak dan
perbedaannya amat mencolok dibanding kelas di atasnya. Mereka adalah pegawai kantor desa, karyawan rendah PN, pencari madu dan nira, para pemain organ tunggal, semua orang Sawang, semua orang Tionghoa kebun, semua orang Melayu yang tinggal di pesisir, para tenaga honorer Pemda, dan semua guru dan kepala sekolah__baik sekolah negeri maupun sekolah kampung__kecuali guru dan kepala sekolah PN (Laskar Pelangi, 2008: 55).
Berdasarkan analisis struktural novel Laskar Pelangi di atas dapat
disimpulkan antara alur, penokohan, dan latar merupakan penunjang tema.
Adanya tema tanpa didukung ketiga unsur tersebut tidak dapat berjalan
dengan baik, begitu juga sebaliknya.
Para tokoh novel Laskar Pelangi diungkap dengan cermat sehingga
kepaduannnya terjaga. Tokoh Lintang menjadi penggerak alur utama dan
berinteraksi dengan tokoh-tokoh lain, dengan demikian jalinan peristiwa dapat
terjaga keutuhannya. Kaitan antara kedua aspek intrinsik ini menunjukkan
bahwa karakter masing-masing tokoh bertalian dengan interaksi.
Hubungan antara alur dan latar sangat terkait serta saling mendukung
peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam Laskar Pelangi
yang terbentuk dari tokoh dan lingkungan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Berpijak dari analisis struktural novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata di
atas dapat disimpulkan bahwa unsur yang membangun novel tersebut merupakan
bentuk keseluruhan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain saling terkait dan
menjalin kesatuan yang mendukung totalitas makna. Hal ini dapat dilihat dari jalinan
cerita yang merupakan hasil perpaduan antara alur, penokohan, dan alur.
B. Kehidupan Sosial Andrea Hirata yang berhubungan dengan
Novel Laskar Pelangi
Andrea Hirata, lahir di Belitong. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia sangat
menggemari sains-fisika, kimia, biologi, astronomi dan sastra. Andrea lebih
mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker. Sekarang ia
tengah mengejar mimpinya yang lain ke Kye Gompa, desa tertinggi di dunia,
Himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi dari Universitas Indonesia, ia mendapat
beasiswa Uni Eropa untuk studi, master of science di Universitas de Paris, Sorbonne,
Prancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea di bidang
ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan ia
lulus cumlaude. Tesis tersebut telah diadaptsi dalam bahasa Indonesia dan merupakan
buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku
itu telah beredar sebagai referensi ilmiah. Saat ini Andrea tinggal di Bandung dan
masih bekerja di kantor Pusat PT Telkom. Hobinya naik komidi putar.
Karya-karya Andrea Hirata memberi kesegaran informasi sosial dan budaya
dari suatu daerah di Indonesia yang selama ini terabaikan. Andrea memperkenalkan
salah satu bagian Indonesia yang hanya dikenal sebagai penghasil timah, tetapi orang
tidak pernah tahu arti tambang timah itu bagi penduduk pulau tersebut. Andrea seolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
menggugat Indonesia atas ketidakpeduliannya selama ini sehingga ia tidak menyesali
mengapa tambang timah terbesar di Indonesia selama ini bangkrut total.
Andrea Hirata adalah penulis pertama pulau itu dalam sastra Indonesia. Pulau
Bangka, tetangganya, lebih dikenal secara nasional lewat karya sastra, di samping
kisah-kisah biografis para tokoh yang dilahirkan di pulau tersebut, misalnya Aidit.
Data-data otentik dalam buku-buku Andrea sangat berharga karena dialah saksi mata,
orang yang mengalami semua yang diceritakannya (Jakob Sumardjo, 2008).
Karya-karya Andrea dimaksudkan sebagai otobiografi atau sekurang-
kurangnya buku memoar dari sebagian episode hidupnya. Karya tersebut
mengandung fakta-fakta yang dialami penulisnya. Fakta-fakta itu penuh dengan
keajaiban, bagaimana anak-anak miskin di pulau gersang tersebut dapat begitu
cemerlang pemikirannya dan sebagian berhasil belajar di Eropa.
Buku apa pun, baik sastra maupun bukan sastra, bukan kehidupan itu sendiri.
Buku-buku adalah ungkapan kesadaran penulisnya, jadi sangat subjektif. Buku-buku
telah mengandung penilaian kehidupan nyata dalam bentuk pemikiran tertentu. Buku-
buku adalah refleksi kesadaran penulisnya tentang apa yang dialaminya,
diketahuinya, sehingga realitas kehidupan menjadi realitas kesadaran penulisnya. Kita
berhadapan dengan pemikiran, penghayatan, penilaian, dan sikap hidup penulisnya
dalam buku. Penulis itu sendiri yang muncul dalam buku, bukan realitas faktualnya.
Sebuah biografi atau otobiografi tetap merupakan cermin dari sikap
penulisnya terhadap realitas. Realitas itu masuk dalam buku melalui saringan
penilaian penulisnya. Buku-buku ini mencerminkan realitas subjektif Andrea sendiri
meskipun ia mendasarkan pada fakta-fakta hidupnya sendiri. Data-data yang menarik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
perhatiannya akan diungkapkan, tetapi Andrea tidak peduli atau tidak tertarik pada
fakta atau data yang diharapkan.
Cara Andrea menceritakan pengalaman hidupnya (jadi bukan novel, tetapi
otobiografi atau memoar), sedikit banyak kita mengenal tata nilai yang dianut
penulisnya. Andrea bangga sebagai anak Belitong yang miskin berhasil mewujudkan
mimpi berbekal kecerdasannya sebagai manusia modern mondial. Buku-bukunya
penuh sanjungan terhadap kawan-kawannya dan guru-gurunya yang haus belajar
meningkatkan diri sebagai manusia pintar, banyak pengetahuan dan cerdas dalam
memecahkan masalah-masalah mereka. Cerita-cerita ajaib tentang keunggulan-
keunggulan mereka bertebaran dalam bukunya yang pertama.
Andrea sangat memercayai penguasaan ilmu-ilmu pengetahuan modern dan
cenderung memojokkan kehidupan budaya daerahnya yang terkesan primitif dan bau
kemenyan. Inilah dunia yang harus ditinggalkan, seperti impiannya meninggalkan
Belitong menuju Jawa dan akhirnya meninggalkan Indonesia memasuki dunia
modern yang sesungguhnya.
Andrea adalah korban dari keberadaan perusahaan negara tambang timah
yang telah menghasilkan devisa negara sejak zaman kolonial sampai kemerdekaan.
Kehidupan pertambangan digambarkan berbandingterbalik dengan masyarakat di
lingkungannya.
Belitong, dan yang tegas-tegas tidak menghendaki integrasi dengan penduduk.
Sikapnya terhadap keberadaan masyarakat eksklusif tambang tersebut negatif
mewakili masyarakat Belitong umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Kepercayaan diri Andrea sebagai anak Belitong yang sukses di dunia
internasional dan juga beberapa temannya, memengaruhi sikapnya dalam menuturkan
cerita. Sudut pandangnya adalah sebagai manusia sekarang yang menilai kembali
sejarah hidupnya di masa silam.
Sikap Andrea membuat karyanya dipenuhi antusiasme dan optimisme yang
membuat karya-karyanya digemari pembaca. Semua kemiskinan, kesulitan dan
ketidakberdayaan dilihat dalam perspektif kesuksesan demi kesuksesan. Impian,
tekad dan cita-cita melambung tersebut penting dalam hidup. Nasihat gurunya, Pak
Mustar, memperkuat sikap ini, "pahamkah engkau, berhenti bercita-cita adalah
tragedi terbesar dalam hidup manusia!" (Sang Pemimpi: 148). Semua kejadian dilihat
dalam perspektif keberhasilan mimpi penulisnya.
Royalti dari karyanya cukup besar, berbekal Royalti tersebut Andrea
mempunyai konsep learning centre. Learning centre merupakan tempat orang datang
untuk belajar dan buku-buku yang ada di dalamnya mendukung tujuan belajar
spesifik. Bentuk learning centre seperti workshop tiga hari mengajari orang Belitong
membuat gerabah dengan guru-guru yang didatangkan dari Jogjakarta. Berikutnya
bagaimana industri gerabah diciptakan di Belitong.
Terkait dengan royalti Andrea mengungkapkan bahwa akan mengalokasikan
royalti buku dan film Laskar Pelangi untuk membuat sebuah program yang saya
sebut “Laskar pelangi in action”. Learning centre dalam “Laskar pelangi in action”
tahun ini berupa bimbingan belajar intensif gratis matematika, fisika, kimia, biologi,
dan bahasa Inggris bagi siswa-siswa kelas 3 SMA dari Belitong yang akan mengikuti
SPMB. Cita-cita Andrea adalah ide Laskar pelangi in action menginspirasi dan ditiru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
orang lain sehingga menjadi seperti MLM intelektualitas, dan “Laskar pelangi in
action” menjadi sebuah model learning society (Yuyun, 2008).
C. Latar Belakang Sejarah Atau Peristiwa Sosial Budaya Masyarakat
Indonesia yang Melahirkan Laskar Pelangi
Realitas dalam karya sastra yaitu ilusi, kenyataan dan kesan yang ditampilkan
kepada pembaca tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari, karya sastra mampu
mengubah hal-hal yang pahit dan sakit bila dialami dalam kehidupan nyata menjadi
menyenangkan bila direnungkan dalam sebuah karya sastra, hal ini hanya mampu
menampilkan sebuah dunia daripada sebuah kasus tokoh cerita atau peristiwa saja.
Dunia tumpang tindih dengan kenyataan tetapi memiliki koherensi yang harus
dipahami secara tersendiri. Karya sastra sebagai suatu gejala sosial berkaitan dengan
norma-norma dan adat istiadat. Pengarang sebagai anggota masyarakat terlibat
langsung dalam segala masalah-masalah, peristiwa sekaligus mempengaruhi karya
sastra (Wellek dan Austin Warren, 1990: 70).
Proses kreatif pengarang dalam produksi karya sastra dipengaruhi oleh
lingkungan pengarang, pengalaman sebagai penulis atau sebagai makhluk sosial yang
selalu berhubungan dengan kelompok masyarakat disekitarnya, begitu juga dengan
Andrea Hirata, dalam hidupnya telah mengalami berbagai peristiwa dan pengalaman
yang dijadikan informasi dalam tulisannya. Riwayat hidup Andrea Hirata berupa
sejarah kehidupan yang berperan dalam kariernya.
Selama tiga pekan Andrea menuntaskan buku Laskar Pelangi setebal hampir
600 halaman. Setiap malam Andrea menulis. Padahal Andrea tidak pernah menulis
sastra sebelumnya. Jangankan menulis, membaca buku sastra pun bukan prioritas. Ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
memang gemar membaca, tetapi sebagian besar bacaannya seputar sains. Sebelum
menulis Laskar Pelangi, sepanjang hidupnya, Andrea mengaku baru sekali membaca
buku itu, semula tidak diniatkan untuk diterbitkan tetapi sebagai ungkapan terima
kasih untuk ibu gurunya dan memenuhi janji sewantu kelas 3 SD dulu.
Sebelum menyusun Laskar Pelangi, Andrea Hirata tidak dikenal dalam
belantara sastra Indonesia. Ia tidak pernah sekalipun menulis karya sastra. Sekadar
menulis cerita pendek pun juga tidak pernah, tetapi tetralogi Laskar Pelangi mampu
mengangkat nama Andrea yang semula nobody dalam gelanggang sastra Indonesia
menjadi some body (Asrori S. Karni, 2008: 42).
Andrea telah menggapai mimpinya untuk membuat karya yang bisa menjadi
rujukan setiap keluarga, tentang bagaimana menyemangati anak-anaknya belajar. Hal
ini tertuang dalam (Asrori S. Karni, 2008: 42-45) berikut.
“Yang membuat saya merasa punya value dengan buku Laskar Pelangi bahwa buku ini berada di ruang-ruang tamu keluarga, dibaca oleh anak-anak, tak ada bagian buku yang dirobek halaman tertentu, tak perlu diumpetin bapaknya” kata Andrea dalam diskusi yang dipandu Dick Doang di Metro TV. “Ini buku keluarga, untuk menyemangati mereka, menasehati anak-anak mereka untuk belajar dan sarana introspeksi bagi keluarga untuk bersyukur.
Andrea Hirata, putra Melayu Kelahiran Belitong, lulusan Fakultas Ekonomi
UI selama dua tahun mendalami dunia tulis menulis dan telah meluncurkan buku
Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor, dan Maryamah Karpov yang diterbitkan
oleh penerbit Bentang. Buku-buku tersebut ternyata digemari oleh kalangan anak-
anak, ibu-ibu serta orang tua. Buku pertama Laskar Pelangi (cetakan pertama
September 2005) merupakan bagian dari serial Tetralogi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Laskar Pelangi bercerita mengenai semangat kaum marginal dalam
menempuh pendidikan dalam situasi serba kekurangan, tetapi akhirnya dapat meraih
yang dicita-citakan serta tokoh-tokoh dapat menemukan jati diri. Teknik penulisan
Andrea menempuh sebuah pemaparan yang tidak biasa yaitu merekonstruksi karakter
dan perwatakan tokoh-tokohnya secara menarik dengan mempermainkan tautan
pikiran pembaca pada hal-hal yang sudah dikenal. Pendeskripsian lingkungan alam
sekitar dengan menyebutkan nama latin dari flora dan fauna bahkan sejumlah istilah
dari berbagai bidang ilmu seperti ilmu fisika, kimia, biologi, antropologi, astronomi
dan sosial untuk memberi gambaran konkrit tentang suatu peristiwa atau perilaku
para tokoh, menunjukkan pengarangnya memiliki pengetahuan yang luas.
Bagian belakang novel Laskar Pelangi terdapat glosarium yang membantu
pembaca untuk memahami sejumlah istilah. Andrea telah memadukan bakat dan
intelektualitas di dalam novel secara terang benderang. Tetralogi Laskar Pelangi
memuat kisah yang menyentuh dan berdedikasi tinggi dalam pendidikan, mengangkat
tema perjuangan kaum marginal memperoleh pendidikan di tengah kondisi
perekonomian yang miskin dengan gaya penuturan yang indah dan cerdas.
Awalnya, pria berambut keriting ini sekadar menulis memoar tentang masa
kecilnya untuk dipersembahkan sebagai kado ulang tahun bagi gurunya semasa di
SD, Ibu Muslimah. Keikhlasan guru yang membentuk karakternya untuk berani
bermimpi, berani berpikir out of the box, berpikir yang orang lain tidak memikirkan.
Tampak bahwa inilah esensi pendidikan yang mengangkat harkat dan martabat anak
murid serta membuatnya berani bermimpi melakukan hal-hal besar. Akibat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
"tercuri"nya naskah tersebut oleh seorang sahabat, maka Laskar Pelangi pun
diterbitkan.
Nama Andrea Hirata akhirnya dikenal dalam “dunia” sastra. Angka penjualan
buku Laskar Pelangi mencapai setengah juta eksemplar. Kesuksesannya pun
berulang dengan diterbitkannya dua novel berikutnya, Sang Pemimpi dan Edensor
sedangkan buku ke-4 tahun 2008.
Andrea mengungkapkan bahwa dirinya tidak mempunyai banyak ide karena
novelnya menceritakan pangalaman pribadi sewaktu kecil dan telah terjadi (memoar).
Andrea menulis fiksi kerena adanya kesempatan menulis memoar tersebut untuk
memberikan kado kepada ibu Muslimah gurunya, dan sampai saat ini ia berusaha
menulis buku sains. Novel Maryamah Karpov yang merupakan novel terakhir Laskar
Pelangi diterbitkan setelah penayangan film Laskar Pelangi. Sementara waktu
Andrea menulis buku sains, karena pada dasarnya Andrea tertarik untuk melakukan
penelitian-penelitian di bidangnya. Sains yang akan ditulis lebih condong pada
ekonomi telekomunikasi, tetapi untuk menulis fiksi menurut pengakuannya tidak
akan berhenti. Sains hanya sebagai selingan, agar pembaca dan dirinya tidak jenuh
karena terus-menerus disuguhi novel.
Andrea merupakan seorang pekerja keras dalam berkarya, untuk
memaksimalkan penghayatan ia rela berjalan kaki menuntun motor belasan kilometer
dari Tanjung Pandan (ibu kota Belitong Barat) ke Gantung, kampung Andrea di
Belitong Timur. Andrea juga mendatangi kuburan pukul 01.00 dini hari untuk
merasakan seramnya orang ketakutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Karya Andrea Hirata mengejutkan para pengamat sastra dan menorehkan
terobosan fenomenal. Jakob Sumardjo (2008) pengamat sastra terkemuka menyatakan
bahwa karya-karya Andrea telah mendudukkannya sebagai penulis pertama dari
Pulau Belitong dalam bidang sastra Indonesia. Ini sekaligus mengangkat citra
Belitong yang selama ini tidak dihitung dalam khasanah sastra, berbeda dengan Pulau
Bangka yang sudah sering diulas dalam banyak literatur sastra.
Lebih lanjut Jakob Sumardjo menyatakan bahwa salah satu daya tarik karya-
karya Andrea karena menceritakan kehidupan daerah yang hampir tidak pernah
masuk dalam pengetahuan sastra Indonesia yaitu Pulau Belitong. Pulau timah ini
hanya dikenal dalam pembicaraan ekonomi dan pertambangan, tetapi tidak dikenal
kehidupan penduduk pribuminya. Belitong oleh banyak kalangan Nusantara lebih
dikenal dalam satu paket dengan Bangka menjadi Bangka-Belitong.
Andrea penulis sastra yang berasal dari daerah terpencil dan mengangkat
setting sosial Belitong. Makna terdalam karya-karya Andrea Hirata merupakan
kesegaran informasi sosial dan budaya dari suatu daerah di Indonesia yang selama ini
terabaikan. Andrea memperkenalkan salah satu bagian dari salah satu bagian
Indonesia yang hanya dikenal sebagai penghasil timah, tetapi masyarakat tidak
pernah tahu arti tambang timah bagi penduduk pribuminya. Data autentik dalam
karya-karya Andrea sangat berharga karena dialah saksi mata, orang yang mengalami
semua yang diceritakannya.
Laskar Pelangi memuat masalah-masalah sosial khususnya pendidikan kaum
marginal. Gambaran kaum marginal yang ditampilkan Andrea Hirata berupa marginal
secara politik dan ekonomi, keduanya berimbas pada pendidikan yang seharusnya
menjadi hak individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Potret pendidikan kaum marginal di Indonesia terwakili dalam karya-karya
Andrea Hirata dan menjadi hal utama yang disajikan dalam karyanya. Pendidikan
dikesampingkan karena budaya masyarakat yang berkembang bahwa mengenyam
pendidikan tidak penting, hal terpenting bagi masyarakat Belitong adalah
terpenuhinya kebutuhan mereka akan sandang, pangan dan papan. Masyarakat
berpandangan bahwa sekolah merupakan hal sia-sia karena pada akhirnya mereka
menjadi kuli PN Timah. Hal ini ditentang sepuluh anak Laskar Pelangi, mereka
beranggapan bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang untuk lepas dari
kemiskinan yang selama ini melilit mereka.
Kehidupan masyarakat yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar
berupa sandang, pangan dan papan sangat kontras dengan melimpahnya timah yang
mendatangkan devisa melimpah bagi negara. Hal ini terjadi karena adanya monopoli
PN Timah dan masyarakat sekitar hanya berperan sebagai kuli tambang. Kurangnya
penghasilan dan kekayaan memadai merupakan sisi termarginalnya masyarakat
dalam bidang ekonomi yang berakibat terabaikannya pendidikan, bahkan dalam
bidang politik bertalian erat karena ketidakberdayaan sekelompok masyarakat
terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka dalam
posisi sangat lemah dan tereksploitasi. Tidak terpenuhinya kebutuhan sosial mereka
menjadikan masyarakat yang terkucilkan, mangalami ketergantungan pada satu
sumber yaitu PN Timah dan ketidakmampuan berpartisipasi dalam masyarakat.
Kemiskinan telah membuat tokoh-tokoh Laskar Pelangi tidak dapat mengenyam
pendidikan memadai dari segi sarana dan prasarana, kurangnya akses pelayanan
publik, kurangnya lapangan pekerjaan memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga miskin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Uraian-uraian di atas tertuang dalam novel Laskar Pelangi yang menceritakan
sekumpulan anak yang lahir disebuah pulau kaya timah negeri Indonesia. Namun,
pulau yang semestinya kaya raya itu ternyata miskin dari segi pendidikan dan
ekonomi. Di tengah-tengah keterbatasan fasilitas, anak-anak tersebut ternyata
mempunyai semangat belajar yang tinggi.
Laskar Pelangi berlatar budaya Melayu Belitong termarginalkan dalam
bidang ekonomi dan politik yang berdampak hadirnya kelompok penguasa dan
kelompok yang dikuasai, situasi demikian berakibat pada kesenjangan, tetapi
masyarakat hanya diam karena mereka hanya mempunyai satu tujuan dalam hidup
yakni terpenuhinya kebutuhan dasar. PN Timah berkuasa, memonopoli timah dan
mendominasi segala aspek dalam kehidupan masyarakat Belitong. Hal ini relevan
dengan pendapat Freire (2007:17) bahwa kekuasaan sebagai bentuk dominasi tidak
dipaksakan pemerintah secara sederhana dan dipraktikkan lewat kekuasaan, teknologi
dan ideologi yang bersama-sama menghasilkan pengetahuan, hubungan sosial dan
ekspresi budaya yang berfungsi secara aktif untuk membuat masyarakat diam.
Laskar Pelangi menggambarkan masa kecil tokoh-tokoh yang hidup disebuah
komunitas buruh tambang di Belitong. Pendidikan hanya dapat didikuti anak-anak
pegawai PN Timah dalam pangkat tertentu dan fasilitas yang hanya dapat dimasuki
orang-orang dengan kelas sosial tertentu. Tampak jelas adanya kapitalisme
pendidikan dalam sajian Laskar Pelangi.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar belakang
sosial budaya dari seorang pengarang, dalam hal ini Andrea Hirata sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
berpengaruh dalam penciptaan karya sastra. Pengaruh tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Andrea Hirata awalnya hanya menulis memoar tentang masa kecilnya untuk
dipersembahkan sebagai kado ulang tahun bagi guru SD-nya, Ibu Muslimah.
Akibat "tercuri"nya naskah tersebut oleh seorang sahabat, maka Laskar Pelangi
pun diterbitkan.
2. Teknik penulisan Andrea menempuh sebuah pemaparan yang tidak biasa, yaitu
merekonstruksi karakter dan perwatakan tokoh-tokohnya secara menarik, dengan
mempermainkan tautan pikiran pembaca pada hal-hal yang sudah dikenal.
Pendeskripsian lingkungan alam sekitar dengan menyebutkan nama latin dari
flora dan fauna bahkan sejumlah istilah dari berbagai bidang ilmu seperti ilmu
fisika, kimia, biologi, antropologi, astronomi dan sosial untuk memberi gambaran
konkrit tentang suatu peristiwa atau perilaku para tokoh, menunjukkan
pengarangnya memiliki pengetahuan yang luas.
3. Dimensi pendidikan kaum marginal tampak pada perjuangan tokoh-tokoh dalam
novel Laskar Pelangi untuk mewujudkan mimpi masa depan di tengah kondisi
kemiskinan yang melilit mereka. Inspirasi ini menjadi motivasi membentuk
pribadi yang mandiri dann menjadi sarana mencapai cita-citanya. Kesenjangan ini
mendorong semangat kaum muda yang mencintai tanah kelahirannya, Belitong
untuk belajar dengan penuh ketekunan.
4. Laskar Pelangi memuat masalah-masalah sosial yang kompleks, salah satunya
adalan pendidikan kaum marginal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
1. Latar Belakang Penciptaan
Seorang pengarang bebas untuk mengeksplorasi perasaan, pikiran, dan
imajinasinya untuk dituangkan dalam sebuah karya sastra. Karya sastra sangat
dipengaruhi pengalaman dan pandangan hidup pengarangnya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Luxemburg (dalam Sangidu, 2004: 41) dalam sastra yang ditulis oleh
pengarang pada suatu kurun waktu tertentu berkaitan langsung dengan norma-norma
dan adat istiadat zaman itu. Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya
(pengarang) terhadap dunia (realitas sosial) yang dihadapi. Di dalamnya berisi
pengalaman. Pengalaman subjektif penciptanya, pengalaman kelompok masyarakat
(fakta sosial).
Karya sastra lahir karena proses kreatif dari pengarang yang menuangkan
gagasan melalui berbagai proses dalam produksinya oleh sebab itu penjelasan
mengenai latar belakang dan kehidupan pengarang merupakan metode yang tepat
dalam studi karya sastra. Melalui biografi pengarang akan terlihat ciri khas
kesusastraan pada hasil produksinya, dalam hal ini adalah biografi pengarang terkait
dengan novel Laskar Pelangi.
Pendekatan biografi merupakan studi yang sistematis mengenai proses
kreativitas. Subjek kreator atau pengarang dianggap sebagai asal-usul karya sastra.
Arti sebuah karya sastra tentunya relatif sama dengan maksud, niat, pesan, dan
tujuan-tujuan tertentu pengarang. Karya sastra pada dasarnya identik dengan riwayat
hidup dan pernyataan-pernyataan pengarang yang dianggap sebagai suatu kebenaran
(Nyoman Kutha Ratna, 2004: 56).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Proses penciptaan karya sastra, pengarang dipengaruhi susana kehidupan
sehari-hari, baik pengalaman sebagai penulis atau sebagai makhluk sosial yang
berhubungan dengan sesama dalam suatu lingkungan kelompok maupun dengan alam
sekitarnya, bahkan peristiwa-peristiwa yang dialami semasa kecil yang membentuk
pribadi seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil karya pengarang.
Biografi pengarang akan mempermudah proses interpretasi makna karya
sastra. Menurut Wellek dan Austin Warren (1990: 82) manfaat biografi pengarang
dalam penelitian sastra adalah sebagai berikut.
1) Biografi menerangkan dan menjelaskan proses penciptaan karya yang
sebenarnya.
2) Biografi mengalihkan perhatian dari karya sastra tersebut terhadap kepribadian
pengarang.
3) Biografi dapat diperlakukan sebagai bahan pengetahuan psikologi ciptaan
artistik.
Uraian di atas dapat dipahami bahwa biografi pengarang sangat menunjang
bagi pembaca dalam menginterpretasi makna karya sastra. Hal ini sejalan dengan
pendapat Wellek dan Austin Warren (1990: 37) yang mengemukakan bahwa
pentingnya biografi pengarang akan banyak membantu dalam upaya penafsiran
makna.
Andrea Hirata Seman Said Harun lahir 24 Oktober, dari pasangan Seman Said
Harun dan NA Masturah Seman. Dibesarkan dalam lingkungan religius sebagaimana
masyarakat melayu pedalaman Sumatera yang tidak kental perdebatan ideologinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
dan apa adanya, serta membumi, sehingga diyakini dan dilaksanakan sebagai rambu-
rambu wajib tetapi sering melalaikan perkara-perkara yang jelas halal-haramnya.
Andrea mengungkapkan bahwa ia dan anggota Laskar Pelangi adalah korban
tsunami mental, hal ini terjadi karena selepas sekolah TK mereka sangat terobsesi
masuk SD milik PN Timah. Di sekolah tersebut biaya gratis, buku diberi cuma-cuma,
seragam disediakan dan pengajarnya adalah guru terbaik yang didatangkan dari Jawa.
Itulah SD terbaik di desa Gantung. Itulah SD yang menjadi impian setiap anak usia
sekolah dasar di Belitong Timur. Kriteria siswa yang diterima bukan berdasarkan
inteligensi tetapi, pertimbangan kelas sosial. Hanya anak karyawan PN Timah level
staf yang diterima, anak kuli rendahan tidak diperbolehkan, meski pun lebih pintar
dari anak staf. Perlakuan tersebut membekas hingga kini. Hierarki strata ekonomi
dalam masyarakat Belitong secara natural terbangun. Ada jarak antara orang kaya dan
miskin (Asrori S. Karni, 2008: 24-25).
Lulus SMA, Andrea Hirata merantau ke Jakarta untuk bekerja sambil kuliah
karena terinspirasi dengan kegigihan dan semangat juang bu Muslimah dalam
pendidikan tetapi terdampar di Bogor tanpa saudara. Dia diterima sebagai penyortir
surat kantor pos Bogor sambil kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
kemudian mendapatkan beasiswa di Universite de Paris Sorbone, Prancis dan
Sheffield Hallam University Inggris, lulus cumlaude dan mendapat gelar Master Uni
Eropa of Science.
Tesisnya telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku
teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
tersebut telah beredar sebagai referensi Ilmiah. Tahun 1997/1998 bekerja di PT
Telkom dan sekarang sebagai instruktur PT Telkom pusat Bandung.
Andrea suka naik komidi putar karena berhubungan dengan cinta pertamanya
dan awal mengenal cinta. Dia mengaku bangga menjadi orang Melayu pedalaman
meskipun pernah tinggal di Inggris dan Prancis tidak berubah sebagai orang
kampung. Terlihat pada pandangannya dalam pergaulan pria-wanita, taat shalat, tidak
liberal, sepulang sekolah mengaji, dan tidak mengagumi hedonistik. Meskipun studi
mayor yang diambil Andrea adalah ekonomi, ia sangat menggemari sains-fisika,
kimia, biologi, astronomi, dan sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai
seorang akademisi dan backpacker sedang mengejar mimpinya yang lain untuk
tinggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia, di Himalaya.
Andrea seorang penulis Indonesia yang berasal dari masyarakat terpinggirkan
dari kampung terpencil Manggar pulau Belitong, provinsi Bangka Belitung, Sumatera
Selatan. Novel pertamanya adalah novel Laskar Pelangi merupakan buku pertama
dari tetralogi novelnya, yaitu: (1) Laskar Pelangi (2) Sang Pemimpi (3) Endensor (4)
Maryamah Karpov.
Laskar Pelangi adalah ledakan obsesi yang terpendam hampir tiga puluh
tahun. Tertimbun selama tiga dekade, tekad itu timbul tenggelam, namun gelora
dasarnya tidak pernah redup. Kisah fiksi berbasis kisah nyata ini merupakan ekspresi
hasrat kuat seorang murid yang pernah berjanji dalam hati, sejak masa kanak-kanak
untuk mengukir dedikasi gurunya yang mendidik tanpa pamrih (Asrori S. Karni,
2008: 15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Asrori S. Karni (2008: 15-16) mengungkapkan bahwa Andrea merupakan
murid yang mengidap trauma batin akibat diskriminasi akses pendidikan yang layak,
terdiskriminasi semata karena status sosial-ekonomi, karena berasal dari keluarga
miskin, maka kehadiran guru yang peduli, tidak pernah letih memotivasi dan piawai
membangun rasa percaya diri, adalah anugerah Tuhan yang paling indah dan paling
tidak terlupakan di muka bumi, lebih-lebih, bila sang murid kini berhasil menerobos
keangkuhan tembok institusi pendidikan, hingga mencapai jenjang cukup tinggi,
bahkan melanglang buana ke mancanegara. Berbekal “bahan utama” berupa mimpi
kuat dan harapan mendalam yang benihnya ditanamkan sang guru sejak dini,
ditanamkan dengan penuh kasih sayang, maka guru model itu terus dikenang
sepanjang hayat.
Obsesi terpendam itu meledak tidak terbendung ketika si murid menyaksikan
langsung derita masyarakat Aceh pascamusibah tsunami, Desember 2004. Murid itu,
Andrea Hirata, mendapat tugas sebagai relawan Telkom di Aceh selama dua bulan.
Tugas sebagai relawan itu atas permohonan Andrea sendiri kepada pimpinan Telkom
(Asrori S, Karni, 2008: 16).
Selepas pulang dari Aceh, Andrea segera menulis kisah hidupnya tersebut,
dan hanya dalam tiga minggu draft pertama novel setebal 600 halaman selesai.
Andrea begitu serius mempersiapkan naskahnya dengan menjalani penghayatan total.
Sama seriusnya dengan riset yang ia lakukan untuk memperkaya isi. Dalam banyak
kesempatan Andrea kerap menyampaikan bahwa ia gila riset. Setiap fenomena yang
ia lihat, ia gali akar permasalahannya untuk menemukan konklusi dan bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
mendudukkan masalah secara tepat. Wajar saja bila karya-karyanya membuat banyak
orang berdecak kagum. Karena karya itu dipersiapkan sedemikian matang dan serius
sehingga padat gizi saat dikonsumsi pembaca (Asrori S. Karni, 2008: 27).
Awalnya pria yang bekerja di Telkom Bandung ini sama sekali tidak berminat
menyebarluaskan novel ini. Andrea hanya mencetak fotokopi untuk kalangan
terbatas. Seorang temannya yang melihat prospek buku tersebut diam-diam mengirim
ke penerbit Bentang atas nama Andrea. Dalam hitungan minggu novel Laskar
Pelangi dicetak ulang dan banyak pujian terhadap kehadiran buku tersebut karena
berbeda dengan buku lain. Hal ini memicu penulis melanjutkan menulis kisah
hidupnya yang menarik sehingga menjadi tetralogi. Tiga novelnya ditulis secara
spontan, seperti kutipan sebagai berikut.
”Spontan, demikian filosofi kreativitas saya. Saya tak perlu waktu khusus untuk menulis dan tak perlu bersusah-susah menyiasati mood. Saya tak tergantung mood, dan selalu berusaha belajar menjadi pribadi yang efektif”.
Kutipan wawancara di atas membahas mengenai proses kreatif yang dilewati
Andrea Hirata dalam produksi karya sastranya. Proses kreatif melahirkan tiga novel
(Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor) mempunyai kesan yang paling membekas
pada masa kecilnya di SD Muhammadiyah dan kenangannya bersama ibu Muslimah
gurunya, sebagaimana kutipan wawancara sebagai berikut.
”Kesan yang paling membekas adalah bagaimana beliau selalu berhasil membuat kami untuk mencintai ilmu. Dengan beliau, mata pelajaran apapun tak pernah menjadi beban. Pekerjaan rumah adalah hiburan,ulangan adalah petualangan dan tantangan yang menyenangkan”. Andrea mempunyai harapan untuk mendirikan Laskar pelangi in action dari
royalti buku dan film Laskar Pelangi, sebagaimana kutipan wawancara berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
”Saya akan mengalokasikan royalti buku dan film Laskar Pelangi untuk membuat sebuah program yang saya sebut “Laskar Pelangi in action”. Learning centre dalam “Laskar Pelangi in action” tahun ini berupa bimbingan belajar intensif gratis matematika, fisika, kimia, biologi, dan bahasa Inggris bagi siswa-siswa kelas 3 SMA dari Belitong yang akan mengikuti SPMB. Cita-cita saya adalah ide “Laskar pelangi in action” menginspirasi dan ditiru orang lain sehingga menjadi seperti MLM intelektualitas, dan mudah-mudahan “Laskar pelangi in action” bisa menjadi sebuah model learning society” Tanggal 14 Desember 2007, Andrea di depan siswa SMP dan SMA Belitung
Barat lounching program yang menjadi obsesinya program sosial pendidikan atau LP
In Action menggunakan royalti yang diterimanya. Andrea akan kembali menekuni
tugasnya semula menulis buku ekonomi telekomunikasi jilid 2 setelah Maryamah
Kaprov louncing.
2. Karya-karya Andrea Hirata
Andrea Hirata sebagai seorang pengarang telah menghasilkan novel tetralogi
Laskar Pelangi, Dwilogi Padang Bulan dan buku Teori Ekonomi.
a. Karya Fiksi
1) Laskar Pelangi (Bentang, September 2005, National Best Seller);
2) Sang Pemimpi (Bentang, Juli 2006, National Best Seller);
3) Edensor (Bentang, Mei 2007, National Best Seller dan nominator
penghargaan nasional sastra Khatulistiwa Literary Award/ KLA 20 tanggal 18
Januari 2008);
4) Maryamah Karpov (Bentang, November 2008);
5) Padang Bulan (Bentang, Juni 2010);
6) Cinta di Dalam Gelas (Bentang, Juni 2010).
b. Karya Nonfiksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
The Science of Business, Teori Ekonomi dalam Perspektif Telekomunikasi
(Penerbit ITB, 2003).
Empat buah novel yang diterbitkan Bentang, yaitu Laskar Pelangi (terjual
200.000 eksemplar), Sang Pemimpi (30.000 eks) dan Edensor (15.000 eks) dan
Maryamah Kaprov. Laskar Pelangi menjadi best seller di Malaysia dan
Singapura, bahkan negara Spanyol dan beberapa negera Eropa lainnya berminat
menerbitkannya. Laskar Pelangi difilmkan dengan disutradarai Riri Reza. Tokoh-
tokoh dalam tiga novel Andrea (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor)
menceritakan perjuangan untuk mewujudkan mimpi masa depan di tengah kondisi
kemiskinan. Sekolah Dasar Muhammadiyah yang menjadi salah satu latar cerita
Laskar Pelangi telah roboh tahun 1991 dan tidak pernah dibangun lagi.
Novel keempat dari tetralogi Laskar Pelangi yaitu Maryamah Kaprov
mengisahkan keberanian dan keteguhan hati Andrea untuk menyelesaikan
studinya serta perjuangan menemukan pujaan hatinya A Ling.
Andrea mengakui tetralogi Laskar Pelangi bukan buku yang berakhir
bahagia tetapi realistis dalam menggambarkan kisah dan nasib mayoritas
penduduk Indonesia, tentang konteks bukan sekedar peristiwa, tentang
interpretasi fenomena hidup nyata dan seadanya. Tetralogi Laskar Pelangi tidak
terpaku pada tren metropop atau isi urban dan hedonistik tetapi esensi kepribadian
seseorang sehingga pembaca mempersepsikan dirinya pada karakter tokoh dalam
novel-novelnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
3. Ciri Khas Karya Andrea Hirata
Karya sastra akan menunjukkan perbedaan berdasarkan pengalaman
bermasyarakat masing-masing pengarang. Pengalaman pengarang ketika menciptakan
karya sastra dapat berupa pengalaman yang sadar (ingin diwujudkan dalam karyanya)
dan pengalaman yang tidak sadar (selama waktu penciptaan yang diperpanjang)
(Wellek dan Austin Warren, 1990: 182).
Setiap pengarang memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan
pengarang lain. Ciri tersebut tidak dimiliki oleh pengarang-pengarang lain dan ini
merupakan sesuatu yang menonjol dalam setiap karya-karyanya. Ciri-ciri suatu karya
sastra yang diciptakan pengarang dapat diketahui setelah membaca berulang-ulang
karya sastranya, dengan demikian seorang pengarang dapat diidentifikasi ciri
khasnya.
Interpretasi karya sastra seorang sastrawan dilakukan dengan cara menyelami
beberapa karya yang telah diciptakan sastrawan lain, hal ini diharapkan mampu
menemukan ciri khas dari sastrawan tersebut. Dibutuhkan beberapa hasil karya sastra
yang satu dengan yang lain untuk mengetahui ciri khas karya sastra seorang
sastrawan.
Andrea Hirata sebagai seorang sastrawan memiliki ciri khas kesusastraan.
Ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari karya-karya yang dihasilkannya. Salah satu karya
tersebut adalah sebagai berikut:
Menyimak halaman persembahan dalam novel Laskar Pelangi yang
ditujukannya untuk dua orang guru masa kecilnya (Muslimah Hafsari dan Harfan
Effeny Noor), tampak bahwa dua orang ini tidak sekadar tokoh fiksi Laskar Pelangi
dalam imajinasi Andrea, tetapi ada dalam pengetahuan dan pengalaman hidup Andrea
sebagai pengarang. Ciri yang lain tampak pada kutipan sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Ayahnya . . . menganggap keputusan menyekolahkan Lintang adalah keputusan yang tepat . . . ia berharap Lintang dapat mengeluarkan mereka dari lingkaran kemiskinan yang telah lama mengikat mereka hingga sulit bernapas (Laskar Pelangi, 2008: 95).
Jika dulu aku tak berani bermimpi sekolah di Prancis, jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-tingginya demi martabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini: sedang berdiri dengan tubuh hitam kumal, yang kelihata hanya mataku, memegang sekop menghadapi gunung timah, mengumpulkan napas, menghela tenaga, mencedokinya dari pukul delapan pagi sampai magrib, menggantikan tugas ayahku yang dulu menggantikan tugas ayahnya, turun temurun menjadi kuli kasta rendah. Aku menolak semua itu! Aku menolak perlakuan buruk nasib pada ayahku dan pada kaumku. Kini Tuhan telah memeluk mimpiku. Detik ini di jantung Paris, di depan tonggak penjara Bastille, perlambang kebebasan, aku telah merdeka, tak goyah, tak pernah sedetik pun menyerah. Di sini, atas nama kaumku, martabat ayahku, kurasakan dalam aliran darahku saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak para pemberani (Maryamah Karpov, 2008: 32-33). Kutipan di atas menggambarkan seorang manusia terdidik diharapkan mampu
mendapatkan pengetahuan yang lebih baik tentang dunia dan mencapai kehidupan
yang lebih baik baginya di masa depan. Hal inilah yang direpresentasikan Andrea
dalam tetralogi Laskar Pelangi lewat tuturan tokoh orangtua Lintang pada novel
Laskar Pelangi. Maksud kutipan di atas sangat jelas. Tokoh ayah dan ibu Lintang
percaya bahwa dengan menyekolahkan anaknya tersebut, Lintang akan membawa
nasib keluarganya menjadi lebih baik di masa depan. Semangat Lintang bersekolah
juga digambarkan dengan menempuh perjalanan sejauh empat puluh kilometer dari
rumahnya di Tanjong Kelumpang menuju sekolah menggunakan sepeda sejak subuh.
Novel Maryamah Karpov pada kutipan di atas juga menggambarkan tekad Ikal untuk
merubah nasibnya menjadi lebih baik dimasa depan setelah menyelesaikan tesisnya.
Andrea memiliki pendeskripsian lingkungan alam sekitar dengan
menyebutkan nama latin dari flora dan fauna bahkan sejumlah istilah dari berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
bidang ilmu untuk memberi gambaran konkrit tentang suatu peristiwa atau perilaku
para tokoh, menunjukkan pengarangnya memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini
tampak pada kutipan sebagai berikut.
Filicium decipiens biasa ditanam botanikus untuk mengundang burung. Daunnya lebat tak kenal musim. Bentuk daunnya cekung sehingga dapat manampung embun untuk burung-burung kecil minum. Dahannya pun mungil, menarik hati burung segala ukuran. Lebih dari itu, dalam jarak 50 meter dari pohon ini, di belakang sekolah kami, berdiri kekar menjulang awan sebatang pohon tua ganitri (Elarocarpus sphaericus schum). Tingginya hampir 20 meter, dua kali lebih tinggi dari filicium. Konfigurasi ini menguntungkan bagi burung-burung kecil cantik nan aduhai yang diciptakan untuk selalu menjaga jarak dengan manusia (seperti setiap makhluk yang merasa dirinya cantik memang cenderung menjaga jarak), yaitu red breasted hanging parrots atau tak lain serindit melayu (Laskar Pelangi, 2008: 64-65).
Dokter gigi Budi Ardians Tanuwijaya selalu bangun mendahului matahari. Ia menyirami peperomia kesayangannya, yang berderet-deret di beranda rumah dinasnya. Lalu menangkas pucukpucuk pohon tehtehan atau durante repens, untuk memelihara bentuknya agar tetap seperti angsa (Maryamah Karpov, 2008: 160).
Gapailah gumpalan awan dalam lapisan atmosfer, lalu naiklah terus menuju stratosfer, menembus lapisan ozon, ionosfer dan bulan-bulan di planet yang asing. Meluncurlah terus sampai ketinggian di mana gravitasi bumi sudah tak peduli. Arungi samudra bintang gemintang dalam suhu dingin yang mampu meledakkan benda padat. Lintasi hujan meteor sampai tiba di eksosfer-lapisan paling luar atmosfer dengan bentangan selebar 1.200 kilometer, dan teruslah melaju menaklukkan langit ketujuh (Laskar Pelangi, 2008: 103-104).
“Substansinya adalah bahwa Newton terang-terangan berhasil membuktikan kesalahan teori-teori yang dikemukakan Descartes dan Aristoteles! Bahkan yang paling mutakhir ketika itu, Robert Hooke (Laskar Pelangi, 2008: 381).
Lalu ia mengkhotbahkan dalilnya, barangkali seperti Newton dulu mentasbihkan Principia (Maryamah Karpov, 2008: 292). Karya-karya Andrea Hirata menggambarkan kuatnya energi cinta,
pangorbanan, pesan moral dan kapercayaan pada Tuhan yang diungkapkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
kompilasi puisi dan lirik lagu. Hal ini tampak pada karya-karyanyanya sebagai
berikut.
Aku Bermimpi Melihat Surga
Sungguh, malam ketiga di Pangkalan Punai aku mimpi melihat surga
Ternyata surga tidak megah, hanya sebuah istana kecil di tengah hutan
Tidak ada bidadri seperti disebut di kitab-kitab suci Aku meniti jembatan kecil
Seorang Wanita berwajah jernih menyambutku ”Inilah surga” katanya. Ia tersenyum, kerling matanya mengajakku menengadah Seketika aku terkesiap oleh pantulan sinar matahari senja Menyirami kubah-kubah istana Mengapa matahari berwarna perak, jingga, dan biru? Sebuah keindahan yang asing Di istana surga Dahan-dahan pohon ara menjalar ke dalam kamar-kamar
sunyi yang bertingkat-tingkat Gelas-gelas kristal berdenting, dialiri air zam-zam
menebarkan rasa kesejukan Bunga petunia ditanam di dalam pot-pot kayu Pot-pot itu digantungkan pada kosen-kosen jendelatua
berwarna biru Di beranda, lampu-lampu kecil disembunyikan dibalik
tilam, indah sekali Sinarnya memancarkan kedamaian
Tembus membelah perdu-perdu di halaman Surga begitu sepi Tapi aku ingin tetap di sini Karena kuingat janjimu Tuhan Kalau aku datang dengan berjalan ENGKAU akan menjemputku dengan berlari-lari (Laskar Pelangi: 2008: 181-182).
Puisi di atas ditulis Ikal di pinggir pantai sebagai tugas pelajaran kesenian,
puisi tersebut menggambarkan pesona hakiki pangkalan punai yang membayanginya
sampai terbawa mimpi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Puisi bermakna kebesaran Tuhan juga tampak pada novel Maryamah Karpov
dalam bab Dalil Lintang berikut.
Ada Tahukah dirimu kawan? Dalam serpih-serpih cahaya Dan gerak-gerik halus benda tersimapan rahasia Mengapa kita ini ada (Maryamah Karpov: 2008: 340). Pengungkapan perasaan cinta kepada pujaan hati digambarkan melalui
kompilasi puisi terdapat pada karya-karya Andrea Hirata berikut.
Bunga Krisan A Ling, Lihatlah ke Langit Jauh tinggi di angkasa Awan-awan putih yang berarak itu Akan mengirim bunga-bunga krisan untukmu (Laskar Pelangi, 2008: 257).
Puisi di atas ditulis Ikal pada suatu sore yang indah, di bulan Juli di kebun
bunga, puisi tersebut ditujukan pada A Ling.
Rindu Cinta benar-benar telah menyusahkanku Ketika kita saling memandang Saat sembahyang rebut Malamnya aku tak bisa tidur Karena wajahmu tak mau
pergi dari kamarku Kapalaku pusing sejak itu... Sipakah dirimu? Yang berani merusak tidur dan selera makanku? Yang membuatku melamun sepanjang waktu? Kamu tak lebih dari seorang anak muda pengganggu! Namun ingin kukatakan padamu Setiap malam aku bersyukur kita telah bertemu Karena hanya padamu, aku akan merasa rindu... A Ling (Laskar Pelangi, 2008: 280-281).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Lintang Tak tahu engkau dimana Tapi, kulihat dirimu di antara bayang-bayang pohon Willow Ku dengar suaramu, dalam riang sungai Darrow Dan kucium dirimu dalam angin yang berhembus dari utara (Maryamah Karpov: 2008: 36).
Jangan samakan lada dan pala Berbeda rupa, tak padan rasa Rela kanda menginjak bara Demi cinta dinda Nurmala (Sang Pemimpi: 2006: 187).
Puisi Rindu di tulis A Ling untuk Ikal sedangkan puisi berjudul Lintang di
atas diukir oleh Ikal di sebuah batu karang di Endensor untuk A Ling saat perjalannya
mencari pujaan hatinya dan karena mimpi serta janjinya di waktu kecil untuk
menemukan sebuah tempat bernama Endensor. Puisi pada novel Sang Pemimpi
merupakan puisi Arai kepada Nurmala.
Jauh tinggi A Ling, hari ini aku mendaki Gunung Selumar Tinggi, tinggi sekali, sampai ke puncaknya Hanya untuk melihat atap rumahmu Hatiku damai rasanya (Laskar Pelangi, 2008: 292). Selain penggambaran suasana hati melalui puisi, Andrea juga menggunakan
lirik lagu dalam karya-karyanya. Hal tersebut tampak pada karya-karyanya berikut.
A gentleman will walk but Nevel run It takes a man to suffer Ignorance and smile Be yourself no matter what they say (Maryamah Karpov, 2008: 71). Lirik lagu di atas berjudul English Man in New Yorknya Sting yang diputar
bang Zaitun di atas bis ”Dendang Gembira Suka-suka” untuk seorang akuntan dari
Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
”Juwita malam siapakah gerangan puan...” ”Juwita malam, dari bulankah puan...” (Sang Pemimpi, 2006: 53) Lagu di atas dinyanyikan Nurmi sambil memainkan biola untuk Ikal dan Arai.
when I fall in Love It will be ferever In the restless day like this Love is ended before it’s begin... When I give my heart It will be comletely (Sang Pemimpi: 2006: 204) Lirik di atas merupakan cuplikan lagu When I Fall in Love Natking Cole yang
dimainkan oleh Nurmala melalui piringan hitam.
La Niege Au Sahara Si la paussiere emporte tes Reves de lumiere Je sairai ta lune, tan repare Et sile soleit naus brule Je prieri que tombe la niege au (Endensor, 2007: 88).
Lirik di atas di dengarkan Ikal berjudul Snow On the Sahara versi Prancis dari
Anggun C Sasmi di Radio Paris FM.
Karya Andrea erat dengan tampilan bahasa yang sederhana, lekat dengan
budaya Melayu dan ditampilkan dengan kompilasi puisi menarik. Hal ini
mendominasi karya-karyanya, dalam tetralogi Laskar Pelangi maupun dalam dwilogi
Padang Bulan.
Seribu Lima Ratus Perak
Kutengok di televisi Kebenaran di Jakarta mahal sekali Para koruptor pintar sembunyi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Padahal nyata-nyata, mereka telah mencuri Kawan di kampung kami Kebenaran harganya hanya seribu limaratus perak
Warnanya hitam, tergenang di dalam gelas, saban pagi (Cinta di dalam Gelas, 2010: 110).
Bulan di Atas kota Kecilku yang Ditinggalkan Zaman
Orang asing Orang asing Seseorang yang asing berdiri dalam cermin Tak kupercaya aku pada pandanganku Begitu banyak cinta telah mengambil dariku Aku kesepian Aku kesepian di keramaian Menegeluarkanmu dari ingatan Bak menceraikan angin dari awan
Takut Takut Aku sangat takut Kehilangan seseorang yang tak pernah kumiliki Gila, gila rasanya Gila karena cemburu buta Yang tersisa hanya kenangan Saat kau meninggalkanku sendirian di bawah rembulan yang menyinari kota kecilku Yang ditinggalkan zaman Sejauh yang dapat kukenang Cinta tak pernah lagi datang Bulan di atas kota kecilku yang ditinggalkan zaman Bulan di atas kota kecilku yang ditinggalkan zaman (Padang Bulan, 2010: 198).
Kompilasi lagu, puisi dan penggambaran kultur Melayu dominan dalam karya
Andrea Hirata. Andrea memiliki ciri khas dalam menuangkan gagasannya dalam
karya sasatra yang diproduksinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Andrea Hirata
memiliki ciri khas yang membedakan dengan sastrawan lain. Ciri khas tersebut
antarara lain sebagai berikut.
1. Dibanyak referensi ditemukan keterangan bahwa Andrea memiliki minat terhadap
sains dan dunia pendidikan. Novel Laskar Pelangi terdapat banyak kalimat
dengan ‘bumbu-bumbu’ ilmiah yang dipadukannya dengan kisah sederhana dan
memikat.
2. Tema yang diangkat dalam tetralogi Laskar Pelangi adalah perjuangan kaum
marginal memperoleh pendidikan, kekuatan cinta, serta kepercayaan kepada
Tuhan yang diungkapkan melalui lirik lagu dan kompilasi puisi.
3. Penceritaan berkisar pada masyarakat marginal di Belitong dan menggambarkan
perjuangan kaum marginal mencapai cita-cita.
D. Dimensi Pendidikan Kaum Marginal dalam Novel Laskar Pelangi
Karya Andrea Hirata
Pendidikan kaum marginal adalah pendidikan sekelompok masyarakat yang
dimiskinkan oleh pembangunan yang terdiri dari buruh kasar dengan upah subsisten
dari sebuah industri, kalangan petani yang tercekik struktur sosial ekonomi yang
didominasi kaum kapitalis. Serta pekerja sektor informal di perkotaan yang
keberadaannya selalu mengundang stigmatisasi, apriori dan segenap prasangka dari
aparat keamanan. Kaum marginal (tertindas) bermacam- macam, tertindas rezim
otoriter, tertindas oleh struktur sosial yang tak adil dan diskriminatif, tertindas karena
warna kulit, jender dan ras.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Ada dua ciri orang termarginalkan (tertindas). Pertama, mereka mengalami
alienasi dari diri dan lingkungannya. Mereka tidak bisa menjadi subjek otonom, tetapi
hanya mampu mengimitasi orang lain. Hal ini tampak pada novel Laskar Pelangi,
yang mana masyarakat Melayu Belitong mayoritas hanya bekerja sebagai kuli. Hal
tersebut tampak pada kutipan berikut.
“…aku taku beliau sedang gugup dan aku maklum bahwa tak mudah bagi seorang pria berusia empat puluh tujuh tahun, seorang buruh tambang yang beranak banyak dan bergaji kecil, untuk menyerahkan anak laki-lakinya ke sekolah. Lebih mudah menyerahkannya pada tauke pasar pagi untuk jadi tukang parut atau pada juragan pantai untuk menjadi kuli kopra agar dapat membantu ekonomi keluarga. Menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada biaya selama belasan tahun dan itu bukan perkara gampang bagi keluarga kami.
“Kasihan ayahku…”
Maka tak sampai hati aku memandang wajahnya.
“Barangkali sebaiknya aku pulang saja, melupakan keinginan sekolah dan mengikuti jejak beberapa abang dan sepupu-sepupuku menjadi kuli…”
“….setiap wajah orangtua di depanku mengesankan bahwa mereka tidak sedang duduk di bangku panjang itu, karena pikiran mereka, seperti pikiran ayahku, melayang-layang ke pasar pagi atau ke karamba di tepian laut membayangkan anak lelakinya lebih baik menjadi pesuruh di sana. Para orangtua ini sama sekali tak yakin bahwa pendidikan anaknya yang hanya mampu mereka biayai paling tinggi sampai SMP akan dapat mempercerah masa depan keluarga.” (Laskar Pelangi, 2008: 2-3).
Berdasarkan kutipan di atas tampak bahwa masyarakat Melayu Belitong tidak
yakin bahwa dengan pendidikan akan berdampak positif bagi mereka. Bahkan
mereka mengantar anak-anaknya mendaftar ke sekolah untuk menghindari celaan
aparat desa karena tidak menyekolahkan anaknya dalam upaya memerdekakan anak
dari buta huruf.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Kedua, mereka mengalami self-depreciation, merasa bodoh, tidak
mengetahui apa-apa. Padahal, saat mereka telah berinteraksi dengan dunia dan
manusia lain, sebenarnya mereka tidak lagi menjadi bejana kosong atau empty vessel,
tetapi telah menjadi makhluk yang mengetahui. Tampak dalam Novel Laskar Pelangi
bahwa sepuluh anak yang dimasukkan oleh orangtuanya di Perguruan
Muhammadiyah awalnya kosong, tidak paham bagaimana membaca dan menulis
serta berhitung karena keluarga mereka buta huruf. Lambat laun mereka, kesepuluh
anak anggota Laskar Pelangi dapat berhitung, membaca dan menulis bahkan
diberikan bekal budi pekerti, norma dan demokrasi berkat adanya interaksi dengan
pendidik mereka yaitu ibu Muslimah dan pak Harfan.
Sebagaimana yang diungkapkan Freire bahwa mengemansipasi mereka yang
tertindas berangkat dari konsep tentang manusia. Baginya, manusia adalah incomplete
and unfinished beings. Untuk itulah manusia dituntut untuk selalu berusaha menjadi
subjek yang mampu mengubah realitas eksistensialnya. Menjadi subjek atau makhluk
yang lebih manusiawi, dalam pandangan Freire, adalah panggilan ontologis
(ontological vocation) manusia. Dalam konteks Laskar Pelangi di tengah kondisi
yang termarginalkan (tertindas) sepuluh anak Belitong yang mengenyam pendidikan
di Perguruan Muhammadiyah berupaya melepaskan diri dari kungkungan tersebut.
Hal tersebut dapat dilihat dari upaya mereka saat memahami pengetahuan yang
disampaikan oleh bu Muslimah maupun pak Harfan sebagai bekal meraih impian
mereka. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.
“Pak Harfan tampak amat bahagia menghadapi murid, tipikal “guru” yang sesungguhnya, seperti dalam lingua asalnya, India, yaitu orang yang tak hanya mentranfer sebuah pelajaran, tetapi juga yang secara pribadi menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya….” (Laskar Pelangi, 2008: 23).
“…Pak Harfan member kami pelajaran pertama tentang keteguhan pendirian, tentang ketekunan, tentang keinginan kuat untuk mencapai cita-cita. Beliau meyakinkan kami bahwa hidup bias demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama….” (Laskar Pelangi, 2008: 24).
Kutipan di atas sejalan dengan teori filsafat pendidikan Paulo Freire yang
bertumpu pada keyakinan, manusia secara fitrah mempunyai kapasitas untuk
mengubah nasibnya. Oleh karena itu, tugas utama pendidikan sebenarnya mengantar
peserta didik menjadi subjek. Di samping itu, Paulo Freire mengurai secara gamblang
problem pengetahuan yang dipolakan dari sistem pendidikan yang “menindas” dan
kontra-pembebasan.
Paulo Freire menegaskan bahwa pola pendidikan yang selama ini terjadi
bahwa hubungan antara guru dan murid dengan menggunakan model “watak
bercerita” (narrative): seorang subjek yang bercerita (guru) dan objek-objek yang
patuh dan mendengarkan (murid-murid). Konteks Laskar Pelangi dalam hal ini tidak
berlaku karena konsep dan cara mengajar pendidiknya menekankan pada sisi
moralitas, kepemimpinan, demokrasi yang melibatkan siswa sebagai subjeknya. Hal
ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Bu Mus adalah seorang guru yang pandai, karismatik dan memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran budi pekerti dan mengajarkan pada kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan dan hak-hak asasi__jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan soal materialisme versus pembangunan spiritual dalam pendidikan. Dasar-dasar moral itu menuntun kami membuat konstruksi imajiner nilai-nilai integritas pribadi dalam konteks Islam. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadran pribadi. Materi pelajaran budi pekerti yang hanya diajarkan di sekolah Muhammadiyah sama sekali tidak seperti kode perilaku formal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
yang ada dalam konteks legalitas intitusional seperti sapta prasetya atau pedoman-pedoman pengalaman lainnya.” (Laskar Pelangi, 2008: 30-31).
Tampak bahwa tugas guru dalam Laskar Pelangi tidak hanya menjalankan
proses pendidikan dengan menceritakan realitas, seolah-olah sesuatu yang tidak
bergerak, statis, terpisah satu sama lain, dan dapat diramalkan. Guru tidak
hanya“mengisi” para murid dengan bahan-bahan yang dituturkan, tidak terlepas dari
realitas dan terpisah dari totalitas. Pola pendidikan tidak hanya bercerita mengarahkan
murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa yang diceritakan kepadanya
dengan demikian pendidikan tidak menjadi kegiatan “menabung”.
Konsep pendidikan bercerita dan mengarahkan murid-murid hanya untuk
menghafal secara mekanis apa yang diceritakan kepadanya seperti kegiatan
“menabung”. Hal tersebut disebut oleh Freire sebagai pendidikan “gaya bank”.
Akhirnya, murid hanya beraktivitas seputar menerima pengetahuan, mencatat, dan
menghafal. Dalam model pendidikan ini secara jelas terlihat bahwa pendidikan adalah
alat kekuasaan guru yang dominatif dan “angkuh”. Tidak ada proses komunikasi
timbal-balik dan tidak ada ruang demokratis untuk saling mengkritisi. Guru dan
murid berada pada posisi yang tidak berimbang. Freire kembali menegaskan bahwa
dengan demikian pengetahuan seolah-olah adalah “anugerah” yang dihibahkan oleh
mereka yang mengangap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak
memiliki pengetahuan apa-apa, alias bodoh.
Mencapai tujuan tersebut diperlukan proses gerakan ganda sebagimana yang
telah dilakukan oleh bu Muslimah dan pak Harfan: meningkatkan kesadaran kritis
peserta didik sekaligus berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
penindasan itu berlangsung hilang berangsur-angsur. Hal ini muncul karena
kesadaran manusia berproses secara dialektis antara diri dan lingkungan yang
berpotensi untuk berkembang dan mempengaruhi lingkungan, tetapi juga dipengaruhi
dan dibentuk oleh struktur sosial atau melalui tempat berkembangnya.
Konsep pembelajaran ideal yang ditarapkan oleh bu Muslimah dan pak
Harfan dicapai dengan proses pembelajaran memnegun relasi antara pendidik dan
peserta didik yang bersifat subjek-subjek, bukan subjek- objek. Tetapi, konsep ini
tidak berarti hanya menjadikan guru sebagai fasilitator an sich, karena ia harus
terlibat (bersama- sama peserta didik) dalam mengkritisi dan memproduksi ilmu
pengetahuan.
Dalam Lasar Pelangi menunjukkan bahwa peran guru sejalan dengan
pandangan Freire, tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi
kepada anak didik, tetapi juga memerankan dirinya sebagai pekerja kultural (cultural
workers). Bu Muslimah dan pak Harfan sadar, pendidikan mempunyai dua kekuatan
sekaligus: sebagai aksi kultural untuk pembebasan atau sebagai aksi kultural untuk
dominasi dan hegemoni; sebagai medium untuk memproduksi sistem sosial yang baru
atau sebagai medium untuk mereproduksi status quo.
Pendidikan tidak bisa dibatasi fungsinya hanya sebatas area pembelajaran di
sekolah jika pendidikan dipahami sebagai aksi kultural untuk pembebasan, maka
pendidikan tidak bisa dibatasi fungsinya hanya sebatas area pembelajaran di sekolah.
Ia harus diperluas perannya dalam menciptakan kehidupan publik yang lebih
demokratis. Untuk itu, dalam pandangan Freire, “reading a word cannot be separated
from reading the world and speaking a word must be related to transforming reality.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Dengan demikian, harus ada semacam kontekstualisasi pembelajaran di kelas. Teks
yang diajarkan di kelas harus dikaitkan kehidupan nyata. Dengan kata lain, harus ada
dialektika antara teks dan konteks, teks dan realitas. Pendapat Freire tersebut tertuang
dalam kutipan novel Laskar Pelangi berikut.
“Kali ini Ibunda tidak memberimu nilai terbaikuntuk mendidikmu sendiri ,” kata Bu Mus dengan bujak pada Mahar yang cuek saja
“Bukan karena karyamu tidak bermutu, tapi dalam bekerja apapun kita harus memiliki disiplin." (Laskar Pelangi, 2008: 190).
Paulo Freire (1985) memetakan tipologi kesadaran manusia dalam empat
kategori; Pertama, Magic Conscousness, Kedua Naival Consciousness; Ketiga
Critical Consciousness dan Keempat, atau yang paling puncak adalah Transformation
Consciousness.
1. Kesadaran Magis Magic (Conscousness) merupakan jenis kesadaran paling
determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya
sendiri. Bahkan dalam menghadapi kehidupan sehari-harinya ia lebih percaya
pada kekuatan takdir yang telah menentukan. Bahwa ia harus hidup miskin,
bodoh, terbelakang dan sebagainya adalah suatu “suratan takdir” yang tidak dapat
diganggu gugat. Hal ini banyak terungkap dalam novel Laskar Pelangi terkait
dengan budaya Melayu Belitong berikut.
"Para orangtua mungkin menganggap kekurangan satu murid sebagai pertanda bagi anak-anaknya bahwa mereka memang sebaiknya didaftarkan pada para juragan saja….” (Laskar Pelangi, 2008: 5).
Tampak pada kutipan di atas sikap pasrah para orangtua karena keterbatasan
ekonomi orangtua mengesampingkan hak anak utuk memperoleh pendidikan,
bahkan para orangtua mempunyai kecenderungan memintaa anak bekerja dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
menyerahkannya pada tauke dan mengesampingkan pendidikan. Mereka
beranggapan jadi kuli PN Timah adalah hal terbaik.
2. Kesadaran Naif (Naival Consciousness) adalah jenis kesadaran yang sedikit
berada di atas tingkatan-nya dibanding dengan sebelumnya. Kesadaran naif dalam
diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bisa menganalisa persoalan-
persoalan sosial yang berkaitan dengan unsur-unsur yang mendukung suatu
problem sosial. Ia baru sekadar mengerti bahwa dirinya itu tertindas, terbelakang
dan itu tidak lazim. Hanya saja kurang mampu untuk memetakan secara
sistematis persoalan-persoalan yang mendukung suatu problem sosial itu. Apalagi
untuk mengajukan suatu tawaran solusi dari problem sosial. Hal ini tampak jelas
dalam Laskar Pelangi bahwa masyarakat merasa bodoh, tebelakang, miskin, dan
hanya patut bekerja sebagai buruh tambang, pasar, maupun nelayan. Tidak ada
kesadaran dalam masyarakat untuk mengangkat ketertinggalan mereka melalui
pendidikan. Bahkan sepuluh anggota Laskar Pelangi diantar orangtuanya ke
sekolah karena enggan mendengar ceramah dari petugas kecamatan.
3. Kesadaran Kritis (Critical Consciousness) adalah jenis paling ideal di antara jenis
kesadaran sebelumnya. Kesadaran kritis bersifat analitis sekaligus praksis.
Seseorang itu mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah,
identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Di
samping itu, ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu problem
sosial. Laskar Pelangi menggambarkan hal demikian yang melontarkan sikap
kritis terhadap pendidikan formal yang tidah hanya mengedepankan sertifikat
daripada kemampuan nyata dalam bekarya dan meningkatkan kualitas hidup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Kepala sekolah yang bernama K A Harfan Efendy Noor dan ibu guru N A
Muslimah Hafsari yang mempunyai cara pandang jauh kedepan dengan gigih
dan terus-terusan mempertahankan sekolah SD Muhamadiyah-Gantong tetap
berdiri walau hanya mempunyai 10 orang murid. Dengan alasan bahwa sekolah
mereka ini merupakan satu-satunya sekolah yang mengkedepankan budi pekerti
walau silabusnya disusun sendiri oleh mereka berdua.
4. Kesadaran Transformatif (Transformation Consciousness) adalah puncak dari
kesadaran kritis. Dalam istilah lain kesadaran ini adalah “kesadarannya
kesadaran” (the conscie of the consciousness). Orang makin praksis dalam
merumuskan suatu persoalan. Antara ide, perkataan dan tindakan serta
progresifitas dalam posisi seimbang. Kesadaran transformatif akan menjadikan
manusia dalam derajat sebagai manusia yang sempurna. Dalam Laskar Pelangi
hal tersebut diajarkan sejak dini tentang pandangan dasar moral, demokrasi,
hukum keadilan dan hak azazi diterapkan. Dasar moral itulah yang menuntun dan
membuat konstruksi imajiner nilai intregritas pribadi dalam konteks islam pada
murid-muridnya. Dari sekolah bocor, lapuk dan menyatu dengan kandang hewan
itulah budi pekerti diajarkan alami. Tidak seperti kode-kode yang kaku atau
formal, semua dipelajari dengan bantuan alam, melalui hutan, laut, bebatuan,
semak, buaya, pasir putih bahkan pelangi.
E. Pandangan Dunia (Vision du Monde) Andrea Hirata
Karya sastra lahir karena ada pengarang dengan segala ide-ide atau gagasan-
gagasan yang berasal dari pengalaman hidup nyatanya di dalam kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
bermasyarakat. Memahami karya sastra pada hakikatnya juga mempelajari kondisi
masyarakat pada saat karya sastra tersebut dilahirkan, karena karya sastra merupakan
refleksi dari kehidupan nyata masyarakat. Dalam menciptakan karya sastra pengarang
akan merespon peristiwa-peristiwa yang ada dalam masyarakat.
Strukturalisme genetik dalam pandangan Goldmann memperlihatkan
hubungan antara struktur sosial dan karya sastra hanya dapat dilihat melalui mediasi
vision du monde. Karya sastra tidak lagi dianggap sebagai cerminan pasif struktur
sosial, tetapi merupakan struktur mandiri yang padu dan koheren. Pendapat Goldman
mengenai manusia tragik, yakni manusia yang terasing dan merasa kesepian di
tengah-tengah keramaian (Wahyu Wibowo, 2003: XVI).
Karya sastra mengandung fakta yang diilhami peristiwa aktual. Namun,
tersajinya karya sastra setelah pengarangnya melakukan rekayasa. Dalam proses
rekayasa fakta tersebut diolah formula imajinasi vision du monde (visi duniawi),
intelektualitas, penafsiran, dan pengalaman pengarang. Oleh karena itu wajar jika
pengarang mengisahkan suatu peristiwa nyata, namun dengan tokoh, latar atau masa
yang berbeda-beda (Wahyu Wibowo, 2003: 28).
Karya sastra adalah masyarakat itu sendiri, tiap-tiap karya sastra adalah suatu
totalitas yang hidup dan dapat dipahami lewat unsurnya, ungkapan inilah yang
dicetuskan Lucien Goldmann. Goldmann percaya bahwa karya sastra merupakan
sebuah struktur yang dinamis, mencerminkan dinamika proses perjalanan sejarah
yang sangat dihayati masyarakat. Goldmann menyodorkan seperangkat anasir
pendukung, yaitu iklim manusiawi (segala aktivitas yang bertalian dengan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
manusia), kesadaran kolektif (berhubungan dengan fakta sosial-historis suatu
masyarakat), dan vision du monde atau visi duniawi (world vision). Goldman
berpendapat bahwa visi duniawi penting sehingga jembatan penghubung antara
struktur sosial dan karya sastra. Visi duniwi adalah suatu pemahaman total terhadap
makna dunia dengan segala komitmen dan keutuhannya. Goldmann secara jelas
menyatakan bahwa hubungan antara struktur sastra dan struktur ekonomi berkaitan
erat. Buktinya karya sastra selalu lahir akibat adanya interaksi sastrawan dengan
situasi sekitarnya. Oleh karena itu vision du monde atau visi duniawi tidak lahir
begitu saja.
Sebagaimana sudah dijelaskan, visi duniawi terwujud sebagai kesadaran
transenden hal yang belum tentu disadari semua orang. Ia merupakan rangkaian yang
komplek dan rumit dalam proses panjang interaksi suatu komunitas dengan situasi di
sekitarnya. Kesadaran transendental berbeda dengan kesadaran sehari-hari,
merupakan struktur gagasan, aspirasi, dan perasaan yang dapat menyatupadukan
anggota suatu komunitas. Melalui struktur ini, identitas kolektif dapat dilihat dengan
jelas. Tanpa visi duniawi tidak mungkin seorang sastrawan akan melahirkan karya
besar. Dunia sastra dan seni di Indonesia adalah novel tokohan segala persoalan
berasal, berpijak dan berujung pada sang tokoh (Wahyu Wibowo, 2003: 46).
Lucien Goldmann (dalam Endraswara, 2003: 57) mengatakan bahwa karya
sastra sebagai struktur memiliki makna merupakan wakil pandangan dunia penulis,
tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan
dunia atau idiologi yang diekspresikannya. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat
dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks
sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur masyarakat bisa mengakibatkan
penelitian sastra menjadi pincang. Pengarang sebenarnya memiliki gambaran ideal
tentang kondisi sosial yang sebenarnya. Menurut pengarang, gambaran ideal tersebut
dapat tercipta jika pembaca berani menentukan pilihan dalam menafsirkan pilihannya
tersebut.
Pada hakikatnya pandangan dunia pengarang Andrea Hirata yang tercermin
dalam novel Laskar Pelangi berupa persoalan budaya, perekonomian, kemiskinan,
dan pendidikan yang berkaitan dengan kehidupan. Latar belakang sosial Andrea
Hirata merupakan seorang yang tumbuh di daerah kaya penghasil timah terbesar di
Indonesia tetapi masyarakatnya miskin, hal ini membawa dampak kesenjangan dalam
berbagai hal di antaranya kesenjangan perekonomian dan kemiskinan yang
berdampak pada pendidikan masyarakatnya. Andrea Hirata ingin mengungkapkan
bahwa dengan pendidikan yang layak kesenjangan perekonomian dan kemiskinan
dapat ditanggulangi dan keterbatasan dalam hal materi tidak dapat menjadi
penghalang untuk memperoleh pendidikan untuk mewujudkan cita-cita.
Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi mengungkapkan pandangannya
mencakup tiga hal yaitu mengenai problematika, kemiskinan yang menjerat
masyarakat, kesenjangan, dan memperjuangkan pendidikan. Adapun uraian dari
ketiga hal tersebut yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
1. Problematika Ketidakberpihakan Sistem Pendidikan pada Kaum Marginal
Andrea Hirata Di dalam novel Laskar Pelangi mengungkapkan bahwa
kebebasan memperoleh pendidikan di sekolah yang layak dengan sistem yang
tepat merupakan hak setiap orang tanpa membedakan status sosial. Di tengah
kemiskinan anggota Laskar Pelangi tidak pernah menyerah meskipun keadaan
tidak pernah bersahabat dengan mereka.
Lintang anak Tanjong keriting yang genius. Setiap hari Lintang harus
mengayuh sepeda tua yang sering putus rantainya ke sekolah. Pulang pergi sejauh
delapan puluh kilo meter dilakukannya demi memuaskan dahaganya akan ilmu
pengetahuan, bahkan harus melewati sungai yang banyak buayanya sekalipun.
Lintang memiliki hampir semua dimensi kecerdasan. Dia seperti toko serba ada
kepandaian. Dia adalah guru bagi teman-temannya. Lintang pernah
mengharumkan nama perguruan Muhammadiyah ke arah level tertinggi. Dia
membawa pulang trofi besar kemenangan dalam sebuah lomba kecerdasan.
Sekolah kampung pertama yang menjuarai perlombaan ini dan dengan sebuah
kemenangan mutlak. Hal ini tampak pada fakta berikut.
Aku terpaku memandang Lintang, betapa aku meyayangi dan kagum setengah mati pada sahabatku ini. Dialah idolaku. Pikiranku melayamg ke suatu hari bertahun-tahun yang lalu ketika sang bunga pilea ini membawa pensil dan buku yang keliru, ketika ia beringsut naik sepeda besar 80 kilometer setiap hari untuk sekolah, ketika suatu hari ia menempuh jarak sejauh itu hanya untuk menyanyikan lagu Padamu Negeri. Dan hari itu ia mereja di sini, di majelis kecerdasan yang amat terhormat ini (Laskar Pelangi, 2008: 383).
Di samping Lintang ada Mahar. Seorang pesuruh tukang parut kelapa
sekaligus seniman dadakan. Bakat seni Mahar pertama kali muncul ketika ia
menyanyikan sebuah lagu Tennesse Waltz yang sangat populer karya Anne Muray.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
Mahar memiliki kapasitas estetika yang tinggi dan melahirkannya sebagai seniman
yang serba bisa. Ia seorang pelantun gurindam, sutradara teater, penulis yang
berbakat, pelukis natural, koreografer, penyanyi, pendongeng yang ulung, dan
pemain sitar yang fenomenal. Walaupun terkadang gagasan dan pikirannya tidak
logis, dan sering diremehkan sahabat-sahabatnya, namun Mahar berhasil
mengangkat derajat sekolah kampung mereka dalam karnaval 17 Agustus. Potensi
Mahar dan Lintang terdapat pada fakta berikut.
Lintang dan Mahar seperti Faraday kecil dan Warhol mungil dalam satu kelas, atau laksana Thomas Alva Edison muda dan Rabindranath Tagore junior yang berkumpul. Keduanya penuh inovasi dan kejutan-kejutan kreativitas dalam bidangnya masing-masing. Tanpa mereka, kelas kami tak lebih dari sekumpulan kuli tambang melarat yang mencoba belajar tulis rangkai indah di atas kertas bergaris tiga (Laskar Pelangi, 2008: 140).
Laskar Pelangi memberikan gambaran bahwa tokoh-tokohnya sangat
mencintai dunianya. Dunia yang menurut mereka memberi makna mendalam bagi
kelangsungan hidup di kemudian hari. Walaupun dengan keterbatasan, mereka
tetap semangat dan tetap tegar menghadapi segala permasalahan. Dengan
kebersamaan, mereka seakan lupa dengan keadaan keterpurukan yang menghimpit
mereka selama ini. Terlihat jelas kutipan di atas menggambarkan potret pendidikan
kaum marginal.
Andrea menggambarkan nasib, usaha, dan takdir. Lintang, si genius, Isaac
Newtonnya sekolah Muhammadiyah sekarang hanya sebagai sopir tronton,
sedangkan Andrea sang penulis, adalah orang yang bertekad meneruskan cita-cita
Lintang, yakni kuliah keluar negeri, setelah sekian puluh tahun akhirnya berhasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
mendapat beasiswa ke Sorbonne Prancis. Sekarang ia bekerja sebagai analis di
kantor pusat PT Telkom Bandung.
Pandangan dunia pengarang terhadap dunianya ditranformasikan ke dalam
novel Laskar Pelangi tentang kondisi sosial menjadi makna yang berkaitan erat
dengan substansi cerita. Pandangan dunia tersebut adalah persoalan kesejangan
perekonomian dan kemiskinan berkaitan dengan problematika kehidupan.
Masyarakat marginal masih banyak yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai seorang yang dilahirkan dan dibesarkan di
daerah Belitong dan novelnya bersumber dari memoar masa kecilnya
Andrea Hirata memiliki keterkaitan erat terhadap peristiwa yang terjadi,
keterkaitan emosi tersebut menjadi sebuah pandangan dunia yang kompleks
tentang dunianya. Berdasarkan analisis dimensi pendidikan kaum marginal dalam
novel Laskar Pelangi di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Belitong
termarginalkan secara, ekonomi, sosial dan politik. Dalam bidang ekonomi
masyarakat Belitong mengalami kemiskinan, kemiskinan terbagi menjadi dua
yakni kemiskinan temporal (temporary proverty) yang terdiri dari kekurangan
materi dan batas kemiskinan ketahap sejahtera serta kemiskinan struktural
(structural provety) yang terdiri dari kebutuhan sosial, kurangnya penghasilan dan
kekayaan yang memadai.
Secara politik dan sosial masyarakat Belitong termarginalkan dalam hal
kebijakan pendidikan, pemerolehan akses informasi yang tidak faktual dan tidak
diikutsertakan dalam pengambilan kebijakan yang akan diterapkan pada mereka.
Bahkan masyarakat tidak mengetahui perkembangan di luar masyarakatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Dalam ranah sosial masyarakat Belitong tersisihkan karena berperan sebagai
masyarakat kelas tiga (termarginalkan).
Hadirnya karya sastra merupakan kegelisahan pengarang dan cerminan
fakta-fakta sosial masyarakat. Novel Laskar Pelangi yang dianalisis secara
sosiologis mengungkap fenomena sosial dalam karya sastra. Pandangan dunia
merupakan penilaian masyarakat yang terwakili oleh pengarang terhadap
fenomena tersebut, jadi adanya keberpihakan pangarang dalam karya sastra yang
telah diproduksinya. Keberpihakan Andrea Hirata dari vision du monde berupa
problematika pendidikan kaum marginal.
Tampak bahwa Andrea Hirata mengungkap dunia pendidikan yang
mengalami proses “dehumanisasi”, karena pendidikan mengalami proses
kemunduran dengan terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Oleh
karena itu reformasi pendidikan perlu untuk segera dan secara massif diupayakan,
yaitu gagasan dan langkah untuk menuju pendidikan yang berorientasi
kemanusiaan.
Persoalan yang muncul dalam karya Andrea Hirata adalah pendidikan yang
dikomersialkan sehingga tidak ada kepedulian seluruh elemen pendidikan untuk
lebih memperhatikan nasib pendidikan bagi kaum marginal.
Laskar Pelangi menyoroti sistem pendidikan nasional yang ada selama ini
mengandung banyak kelemahan dari buruknya manajemen pendidikan sampai
pada soal mengenai minimnya dana untuk pengembangan pendidikan.
Tampak bahwa dalam karya Andrea Hirta sarat dengan pandangan Paulo
Freire memetakan tipologi kesadaran manusia dalam empat kategori; Pertama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Magic Conscousness, Kedua Naival Consciousness; Ketiga Critical Consciousness
dan Keempat, atau yang paling puncak adalah Transformation Consciousness.
Dapat disimpulkan bahwa keberpihakan Andrea Hirata dalam Laskar
Pelangi berupa komitmen pendidikan terhadap kaum marginal. Kepada siapa
sesungguhnya pendidikan berpihak. Apakah negara sudah sungguh-sungguh
mengamalkan salah satu pasal UUD 1945 kita yang berbunyi “anak-anak telantar
dipelihara oleh negara” dan kesenjangan dalam pendidikan. Di satu sisi ada
sekolah yang luar biasa mahal, dengan fasilitas lengkap, dan hanya orang kaya
yang mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, namun di sisi yang lain
ada sekolah dengan fasilitas seadanya yang dihuni kaum marginal.
2. Problematika Kemiskinan (Sosial Ekonomi) dalam Novel Laskar Pelangi
Problematika kemiskinan dituangkan pengarang dalam novel Laskar
Pelangi terwakili oleh tokoh-tokoh novel tersebut, diantaranya bernama Lintang.
Lintang adalah anak tertua dari keluarga nelayan miskin yang tak punya perahu.
Setiap anak memiliki cita-cita, begitu pula anggota Laskar Pelangi. Salah satu
anggota Laskar Pelangi, Lintang bercita-cita ingin bersekolah ke luar negeri,
seperti yang sering didorong oleh guru mereka. Tetapi cita-cita Lintang kandas.
Bahkan Lintang tidak tamat SMP karena orangtuanya yang nelayan meninggal
tepat ketika usia sekolah Lintang tinggal empat bulan lagi. Sungguh ironi, seorang
anak supergenius, penduduk asli sebuah pulau terkaya di Indonesia harus berhenti
sekolah karena kekurangan biaya. Hal ini tampak pada sepucuk surat dari Lintang
untuk Bu Muslimah berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
Ibunda guru, Ayahku telah meninggal, besok aku akan sekolah. Salamku, Lintang (Laskar Pelangi, 2008: 430).
Ini kisah klasik tentang anak pintar dari kelurga melarat. Hari ini
aku kehilangan teman sebangkuku selama sembilan tahun. Ini tidak adil. Aku benci pada mereka yang berpesta pora di gedong dan aku benci pada diriku sendiri yang tak berdaya menolong Lintang karena keluarga kami sendiri melarat dan orangtua-orangtua kami harus berjuang setiap hari untuk sekedar menyambung hidup (Laskar Pelangi, 2008: 432-433).
Data di atas menceritakan tentang kemiskinan keluarga Lintang yang
berdampak pada putusnya sekolah Lintang. Sosial ekonomi ternyata tidak
berdampak pada kualitas hidup dan kreativitas dari anggota Laskar Pelangi, hal ini
terbukti ketika perguruan Muhammadiyah memenangkan karnaval 17 Agustus saat
mereka menampilkan koreografi massal suku Masai dari Afrika dan Mahar sebagai
koreografernya. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
“Sekolah Muhammadiyah telah menciptakan daripada suatu arwah baru dalam karnaval ini. Maka dari itu mereka telah mencanangkan sesutu daripada standar baru yang makin kompetitif dari pada mutu festival seni ini. Mereka mendobrak dengan ide kreatif, tampil all out, dan Mereka berhasil menginterpretasikan dengan sempurna daripada sebuah tarian dan musik dari negeri yang jauh. Para penarinya tampil dengan penuh penghayatan, dengan spontanitas dan totalitas yang mengagumkan sebagai suatu manifestasi dari pada penghargaan daripada mereka terhadap seni pertunjukan itu sendiri. Penampilan Muhammadiyah tahun ini adalah daripada suatu puncak pencapaian seni yang gilang gemilang dan oleh karena itu dewan juri tak punya daripada pilihan lain selain daripada menganugerahkan penghargaan daripada penampil seni terbaik tahun ini kepada sekolah Muhammadiyah!” (Laskar Pelangi, 2008: 246-247).
3. Kesenjangan Sosial antara Kaum Elite dan Kaum Marginal
Berkaitan dengan problematika kesenjangan perekonomian pengarang
menuangkan dalam novel Laskar Pelangi berupa kampung miskin yang
berbatasan dengan ‘kerajaan besar’ PN Timah dengan semua fasilitas yang
mewah dan mahal. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
Persis bersebelahan dengan toko-toko kelontong milik warga Tionghoa ini berdiri tembok tinggi yang panjang dan di sana sini tergantung papan peringatan “DILARANG MASUK BAGI YANG TIDAK MEMILIKI HAK”. Di atas tembok ini tidak hanya ditancapi pecahan-pecahan kaca yang mengancam tapi dililitkan empat jalur kawat berduri di kamp Auschwitz. Namun, tidak seperti Tembok Besar Cina yang melindungi berbagai dinasti dari serbuan suku-suku Mongol dari utara, di Belitong tembok yang angkuh dan berkelok-kelok sepanjang kiloan meter ini adalah pengukuhan sebuah dominasi dan perbedaan status sosial (Laskar Pelangi, 2008: 36).
Gedong lebih sebagai kota satelit yang dijaga ketat oleh Polsus
(Polisi Khusus) Timah. Jika ada yang lancang masuk maka koboi tengik itu akan menyergap, menginterogasi, lalu interogasi akan ditutup dengan mengingatkan sang tangkapan pada tulisan “DILARANG MASUK BAGI YANG TIDAK MEMILIKI HAK” yang bertaburan secara mencolok pada berbagai akses dan fasilitas di sana, sebuah power statement tipikal kompeni (Laskar Pelangi, 2008: 42-43).
Di luar tembok feodal tadi berdirilah rumah-rumah kami, beberapa sekolah negeri, dan satu sekolah kampung Muhammadiyah. Tak ada orang kaya di sana, yang ada hanya kerumunan toko miskin di pasar tradisional dan rumah-rumah panggung yang renta dalam berbagai ukuran. Rumah-rumah asli Melayu ini sudah ditinggalkan zaman keemasannya. Pemiliknya tak ingin merubuhkannya karena tak ingin berpisah dengan kenangan masa jaya, atau karena tak punya uang (Laskar Pelangi, 2008: 50). Karyawan PN Timah yang disebut sebagai urang stap oleh masyarakat
setempat memiliki materi melimpah, kesehatan yang terjamin, pendidikan yang
terjamin, dan sarana olahraga yang lengkap, dalam artian segala sesuatu yang
mereka butuhkan tersedia di gedong tersebut. Tetapi tidak demikian halnya
dengan masyarakat di luar gedong tersebut.
Masyarakat sekitar bekerja keras dengan menjadi kuli rendahan,
pendulang timah ilegal, dan nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka harus bekerja keras, pendidikan terabaikan, demikian juga halnya dengan
kesehatan. Mengenai pendidikan, dalam novel Laskar Pelangi Andrea Hirata
menggambarkan adanya kesenjangan sekolah milik PN Timah dengan sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
kampung tempat anggota Laskar Pelangi menuntut ilmu. Sekolah yang
diceritakan sebagai tempat belajarnya anggota Laskar Pelangi adalah kelas-kelas
berdinding kayu, berlantai tanah, beratap bocor, yang malam harinya menjadi
kandang ternak. Tanpa poster burung Garuda, foto presiden dan wakil presiden.
Sangat sederhana bangunan sekolah tersebut, tetapi persoalan apapun menyangkut
pendidikan tidak pernah sederhana.
Sekolah pembanding adalah sekolah PN Timah, di sekolah-sekolah PN
Timah tersebut sarana-prasarana sangat memadai, buku-buku pelajaran tersedia,
begitu pula dengan pendidiknya yang merupakan lulusan terbaik dari perguruan
tinggi ternama. Hal ini tampak pada kutipan berikut.
Sekolah-sekolah PN Timah, yaitu TK, SD, dan SMP berada dalam kawasan gedong. Sekolah-sekolah ini berdiri megah di bawah naungan Aghatis berusia ratusan tahun dan dikelilingi pagar besi tinggi berulir melambangkan kedisiplinan dan mutu tinggi pendidikan. Sekolah PN merupakan center of excellence atau tempat bagi semua hal yang terbaik. Sekolah ini demikian kaya raya karena didukung sepenuhnya oleh PN Timah, sebuah korporasi yang kelebihan duit. Institusi pendidikan yang sangat modern ini lebih tepat disebut percontohan bagaimana seharusnya generasi muda dibina (Laskar Pelangi, 2008: 57). Kutipan di atas menceritakan kemegahan sekolah PN Timah dan mutu
pendidikannya. Di bawah ini tampak kutipan mengenai sekolah Muhammadiyah
yang bertolak belakang dengan kemewahan sekolah PN Timah.
Sekolah kami tidak dijaga karena tidak ada benda berharga yang layak dicuri. Satu-satunya benda yang menandakan bangunan itu sekolah adalah sebatang tiang bendera dari bambu kuning dan sebuah papan tulis hijau yang tergantung miring di dekat lonceng. Lonceng kami adalah besi bulat berlubang-lubang bekas tungku. Di papan tulis itu terpampang gambar matahari dengan garis-garis sinar berwarna putih. Di tengahnya tertulis:
SD MD Sekolah Dasar Muhammadiyah (Laskar Pelangi, 2008: 18-19).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
Keberpihakan Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi ketika sekolah
Muhammadiyah yang miskin dan tidak mempunyai sarana prasarana yang
memadai dapat memenangkan lomba cerdas cermat berkat kejeniusan Lintang
yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah PN Timah yang
berijazah dan terkenal, serta memenangkan lomba cerdas cermat. Berikut
merupakan kekalahan Drs. Zulfikar dan kemenangan perguruan Muhammadiyah
dalam cerdas cermat.
Sang Drs. terkulai lemas, wajahnya pucat pasi. Ia membenamkan pantatnya yang tepos di bantalan kursi seperti tulang belulangnya telah dipresto. Ia kehabisan kata-kata pintar, kacamata minusnya merosot layu di batang hidungnya yang bengkok. Ia paham bahwa berpolemik secara membabi buta dan berkomentar lebih jauh tentang sesuatu yang tak terlalu ia kuasai hanya akan memperlihatkan ketololannya sendiri di mata orang genius seperti Lintang. Maka ia mengibarkan saputangan putih, Lintang telah menghantamnya knock out (Laskar Pelangi, 2008: 382).
Seperti Mahar, Lintang berhasil mengharumkan nama perguruan Muhammadiyah. Kami adalah sekolah kampung pertama yang menjuarai lomba ini, dan dengan kemenangan mutlak. Air yang menggenang di mata Bu Mus dan laki-laki cemara angin itu kini menjadi butiran-butiran yang berlinang, air mata kemenangan yang mengobati harapan, pengorbanan, dan jerih payah (Laskar Pelangi, 2008: 383).
Data di atas menggambarkan keberpihakan Andrea Hirata terhadap kaum
termarginalkan.
F. PEMBAHASAN
Pendidikan di Indonesia mengalami proses “dehumanisasi”. Dikatakan
demikian karena pendidikan mengalami proses kemunduran dengan terkikisnya nilai-
nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Reformasi pendidikan perlu untuk segera dan
secara massif diupayakan, yaitu gagasan dan langkah untuk menuju pendidikan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
berorientasi kemanusiaan sebagaimana yang digambarkan Andrea Hirata dalam
Laskar Pelangi.
Mencetak calon pemimpin bangsa tidak bisa lepas dari peran dan fungsi
pendidikan. Pendidikan bukan hanya berupa transfer ilmu (pengetahuan) dari satu
orang ke satu (beberapa) orang lain, tapi juga mentrasformasikan nilai-nilai (bukan
nilai hitam di atas kertas putih) ke dalam jiwa, kepribadiaan, dan struktur kesadaran
manusia itu. Hasil cetak kepribadian manusia adalah hasil dari proses transformasi
pengetahuan dan pendidikan yang dilakukan secara humanis, tetapi, selama ini kita
hanya melihat pendidikan hanya sebagai momen “ritualisasi”.
Pendidikan kita sangat miskin dari sarat keilmuan yang meniscayakan
jaminan atas perbaikan kondisi sosial yang ada. Pendidikan hanya menjadi “barang
dagangan” yang dibeli oleh siapa saja yang sanggup memperolehnya. Akhirnya,
pendidikan belum menjadi bagian utuh dan integral yang menyatu dalam pikiran
masyarakat keseluruhan.
Ivan Illich (1982), kritikus pendidikan yang banyak melakukan gugatan atas
konsep sekolah dan kapitalisasi pendidikan, mengatakan bahwa kita harus mengenali
keterasingan manusia dari belajarnya sendiri ketika pengetahuan menjadi produk
sebuah profesi jasa (guru) dan murid menjadi konsumennya. Kapitalisme
pengetahuan pada sejumlah besar konsumen pengetahuan, yakni orang-orang yang
membeli banyak persediaan pengetahuan dari sekolah akan mampu menikmati
keistimewaan hidup, punya penghasilan tinggi, dan punya akses ke alat-alat produksi
yang hebat. Pendidikan kemudian dikomersialkan. Sehingga tidak ada kepedulian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
seluruh elemen pendidikan untuk lebih memperhatikan nasib pendidikan bagi kaum
tertindas.
Implikasi atas kapitalisasi pendidikan itu maka masyarakat kita akan susah
mendapatkan akses yang lebih luas untuk memperoleh pengetahuan. Yang mampu
mengakses adalah mereka yang memang mempunyai banyak uang karena pendidikan
adalah barang dagangan yang mewah. Hal ini nampak dalam kondisi pendidikan
bangsa kita. Akhirnya, kita semua terpaksa harus membayar mahal demi memperoleh
pendidikan. Padahal, belum tentu kualitas yang dihasilkannya akan menjamin atas
pembentukan kepribadian yang memiliki kesadaran atas kemanusiaan.
Di saat bangsa kita sedang mengalami devaluasi nilai dan moralitas maka
sangat diperlukan wacana mengenai pendidikan yang memberdayakan. Nilai-nilai
kemanusiaan perlu dimasukkan ke dalam karakter pendidikan sehingga akan
menghasilkan kualitas manusia yang berwawasan dan berorientasi kemanusiaan.
Pendidikan adalah media kultural untuk membentuk “manusia”. Kaitan antara
pendidikan dan manusia sangat erat sekali, tidak bisa dipisahkan. Jalan yang
ditempuh tentu menggunakan massifikasi jalur kultural. Tidak boleh ada model
“kapitalisasi pendidikan” atau “politisasi pendidikan”. Karena, pendidikan secara
murni berupaya membentuk insan akademis yang berwawasan dan berkepribadian
kemanusiaan.
Paulo Freire dikenal dengan gagasan “penyadaran (conscientizacao)”-nya.
Beliau merefleksikan kembali gagasan Antonio Gramsci yang pernah menyatakan
bahwa kesenjangan struktural manusia perlu diperiksa secara kritis dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
menggunakan teori penyadaran, yaitu pembacaan secara mendalam dan kritis
terhadap “realitas akal sehat”.
Lebih lanjut, dimaknai bahwa pendidikan kritis yang disertai adanya
kedudukan wilayah-wilayah pedagogis dalam bentuk universitas, sekolah negeri,
museum, galeri seni, atau tempat-tempat lain, maka ia harus memiliki visi dengan
tidak hanya berisi individu-individu yang adaptif terhadap dunia hubungan sosial
yang menindas, tapi juga didedikasikan untuk mentransformasikan kondisi semacam
itu. Artinya, pendidikan tidak berhenti pada bagaimana produk yang akan
dihasilkannya untuk mencetak individu-individu yang hanya diam manakala mereka
harus berhubungan dengan sistem sosial yang menindas. Harus ada kesadaran untuk
melakukan pembebasan. Pendidikan adalah momen kesadaran kritis kita terhadap
berbagai problem sosial yang ada dalam masyarakat.
Upaya menggerakkan kesadaran ini dapat menggeser dinamika dari
pendidikan kritis menuju pendidikan yang revolusioner. Keduanya berasal dari rahim
pemikiran Freire juga. Menurutnya, pendidikan revolusioner adalah sistem kesadaran
untuk melawan sistem borjuis karena tugas utama pendidikan (selama ini) adalah
mereproduksi ideologi borjuis. Artinya, pendidikan telah menjadi kekuatan kaum
borjuis untuk menjadi saluran kepentingannya. Maka, revolusi yang nanti berkuasa
akan membalikkan tugas pendidikan yang pada awalnya telah dikuasai oleh kaum
borjuis kini menjadi jalan untuk menciptakan ideologi baru dengan terlebih dahulu
membentuk masyarakat baru. Masyarakat baru adalah tatanan struktur sosial yang
tak berkelas dengan memberikan ruang kebebasan penuh atas masyarakat
keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
Pendidikan pembebasan akan dicapai dengan menumbangkan realitas
penindasan, yaitu dengan mengisi konsep pedagogis yang memberikan kekuatan
pembebasan yang baru. Di sinilah kita perlu memperbincangkan soal kurikulum
pendidikan yang membebaskan. Tapi, terlebih dahulu kita perlu mengkritik konsep
pengetahuan selama ini.
Menggugat pendidikan gaya bank Freire mengurai secara jelas permasalahan
pengetahuan yang dipolakan dari sistem pendidikan yang “menindas” dan kontra-
pembebasan. Freire menegaskan bahwa pola pendidikan yang selama ini terjadi
bahwa hubungan antara guru dan murid dengan menggunakan model “watak
bercerita” (narratif): seorang subjek yang bercerita (guru) dan objek-objek yang patuh
dan mendengarkan (siswa).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Penelitian ini menganalisis, pertama, dimensi pendidikan kaum marginal
dalam novel Laskar Pelangi kajian pendekatan strukturalisme genetik. Analisis yang
dilakukan meliputi struktur novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dalam
membentuk totalitas makna yang terlihat melalui hubungan antartokoh dengan
lingkungannya sehingga terlihat problematika yang dihadapi oleh masing-masing
tokoh. Kedua, analisis data yang berkaitan dengan kehidupan sosial Andrea Hirata
yang berhubungan dengan novel Laskar Pelangi. Ketiga, analisis data yang
berhubungan dengan latar belakang sejarah atau peristiwa sosial budaya masyarakat
Indonesia yang melahirkan Laskar Pelangi. Keempat, analisis data yang berkaitan
dengan dimensi pendidikan kaum marginal dalam novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata. Kelima, analisis data yang berhubungan dengan pandangan dunia
Andrea Hirata tentang masyarakat Indonesia dalam novel Laskar Pelangi.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Struktur Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Berdasarkan analisis strukturalisme dapat disimpulkan bahwa novel
Laskar Pelangi memiliki aspek-aspek yang saling berkaitan dan menguatkan satu
sama lain. Aspek-aspek struktural tersebut secara padu membangun peristiwa-
peristiwa dan makna cerita novel. Adapun aspek-aspek struktural yang terdapat
dalam novel Laskar Pelangi, dapat dijelaskan sebagai berikut.
161
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
Tema dari novel Laskar Pelangi adalah perjuangan dan kegigihan serta
semangat anak-anak yang menyebut dirinya Laskar Pelangi memperoleh
pendidikan untuk mewujudkan cita-cita dan impian mereka dalam situasi serba
kekurangan, kesenjangan perekonomian dan kemiskinan.
Alur cerita novel Laskar Pelangi dirangkai secara kontinuitas dibentuk
oleh peristiwa-peristiwa yang tersusun secara berurutan tanpa adanya
pengulangan peristiwa. Alur yang digunakan adalah alur maju.
Novel Laskar Pelangi menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki
perwatakan kuat yang masing-masing mendeskripsikan perwakilan dari simbol
dalam perjuangan memperoleh pendidikan. Tokoh utamanya yaitu Lintang
Samudra Basara bin Syahbani Maulana Basara. Teman sebangku Ikal yang
genius.
Setting yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dibagi menjadi tiga
unsur yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat terjadi di daerah Belitong
Sumatera Selatan. Latar waktu yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi adalah
pertengahan tahun 1970-an sampai pada tahun 1992. Sedangkan latar sosial yang
terjadi dalam novel Laskar Pelangi adalah masyarakat yang religius dan moral
yang dijunjung tinggi, perjuangan memperoleh pendidikan di tengah kondisi
kemiskinan, serta kesenjangan perekonomian dan kemiskinan masyarakat sekitar
dengan PN Timah.
2. Kehidupan Sosial Andrea Hirata yang Berhubungan dengan Novel Laskar
Pelangi
Andrea sangat memercayai penguasaan ilmu-ilmu pengetahuan modern
dan cenderung memojokkan kehidupan budaya daerahnya yang terkesan primitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
dan bau kemenyan. Inilah dunia yang harus ditinggalkan, seperti impiannya
meninggalkan Belitong menuju Jawa dan akhirnya meninggalkan Indonesia
memasuki dunia modern yang sesungguhnya.
Andrea adalah korban dari keberadaan perusahaan negara tambang timah
yang telah menghasilkan devisa negara sejak zaman kolonial sampai
kemerdekaan. Kehidupan pertambangan digambarkan berbandingterbalik dengan
masyarakat di lingkungannya.
Sikap Andrea membuat karyanya dipenuhi antusiasme dan optimisme
yang membuat karya-karyanya digemari pembaca. Semua kemiskinan, kesulitan
dan ketidakberdayaan dilihat dalam perspektif kesuksesan demi kesuksesan.
Impian, tekad dan cita-cita melambung tersebut penting dalam hidup.
3. Latar Belakang Sosial Masyarakat Indonesia yang Melahirkan Laskar
Pelangi.
Latar belakang sosial budaya dari seorang pengarang, sangat berpengaruh
dalam penciptaan karya sastra. Pengaruh tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
a. Andrea Hirata awalnya hanya menulis memoar tentang masa kecilnya untuk
dipersembahkan sebagai kado ulang tahun bagi guru SD-nya, Ibu Muslimah.
Akibat "tercuri"nya naskah tersebut oleh seorang sahabat, maka Laskar
Pelangi pun diterbitkan.
b. Teknik penulisan Andrea menempuh sebuah pemaparan yang tidak biasa,
yaitu merekonstruksi karakter dan perwatakan tokoh-tokohnya secara
menarik, dengan mempermainkan tautan pikiran pembaca pada hal-hal yang
sudah dikenal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
c. Dimensi pendidikan kaum marginal tampak pada perjuangan tokoh-tokoh
dalam novel Laskar Pelangi untuk mewujudkan mimpi masa depan di tengah
kondisi kemiskinan yang melilit mereka.
d. Laskar Pelangi memuat masalah-masalah sosial yang kompleks, salah satunya
adalan pendidikan kaum marginal.
4. Dimensi Pendidikan Kaum Marginal dalam Novel Laskar Pelangi Karya
Andrea Hirata.
Pendidikan kaum marginal adalah pendidikan sekelompok masyarakat
yang dimiskinkan oleh pembangunan yang terdiri dari buruh kasar dengan upah
subsisten dari sebuah industri, kalangan petani yang tercekik struktur sosial
ekonomi yang didominasi kaum kapitalis.
Ada dua ciri orang termarginalkan (tertindas). Pertama, mereka
mengalami alienasi dari diri dan lingkungannya. Mereka tidak bisa menjadi
subjek otonom, tetapi hanya mampu mengimitasi orang lain. Hal ini tampak pada
novel Laskar Pelangi, di mana masyarakat Melayu Belitong mayoritas hanya
bekerja sebagai kuli.
Kedua, mereka mengalami self-depreciation, merasa bodoh, tidak
mengetahui apa-apa. Padahal, saat mereka telah berinteraksi dengan dunia dan
manusia lain, sebenarnya mereka tidak lagi menjadi bejana kosong atau empty
vessel, tetapi telah menjadi makhluk yang mengetahui. Tampak dalam Novel
Laskar Pelangi bahwa sepuluh anak yang dimasukkan oleh orangtuanya di
Perguruan Muhammadiyah awalnya kosong, tidak paham bagaimana membaca
dan menulis serta berhitung karena keluarga mereka buta huruf.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
Lasar Pelangi menunjukkan bahwa peran guru sejalan dengan pandangan
Freire, tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak
didik, tetapi juga memerankan dirinya sebagai pekerja kultural (cultural workers).
Bu Muslimah dan pak Harfan sadar, pendidikan mempunyai dua kekuatan
sekaligus: sebagai aksi kultural untuk pembebasan atau sebagai aksi kultural
untuk dominasi dan hegemoni; sebagai medium untuk memproduksi sistem sosial
yang baru atau sebagai medium untuk mereproduksi status quo.
Dalam Laskar Pelangi terdapat pemetaan tipologi kesadaran manusia
dalam empat kategori; Pertama, Magic Conscousness, Kedua Naival
Consciousness; Ketiga Critical Consciousness dan Keempat, atau yang paling
puncak adalah Transformation Consciousness.
5. Pandangan Dunia Andrea Hirata tentang Masyarakat Indonesia dalam
Novel Laskar Pelangi.
Pada hakikatnya pandangan dunia pengarang Andrea Hirata yang
tercermin dalam novel Laskar Pelangi berupa persoalan budaya, perekonomian,
kemiskinan, dan pendidikan yang berkaitan dengan kehidupan. Latar belakang
sosial Andrea Hirata merupakan seorang yang tumbuh di daerah kaya penghasil
timah terbesar di Indonesia tetapi masyarakatnya miskin, hal ini membawa
dampak kesenjangan dalam berbagai hal di antaranya kesenjangan perekonomian
dan kemiskinan yang berdampak pada pendidikan masyarakatnya.
Andrea Hirata dalam novel Laskar Pelangi mengungkapkan
pandangannya mencakup tiga hal yaitu mengenai problematika, kemiskinan yang
menjerat masyarakat, kesenjangan, dan memperjuangkan pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
B. Implikasi
Novel Laskar Pelangi mempunyai implikasi dalam dunia pendidikan. Laskar
Pelangi merupakan gambaran realita pendidikan di Indonesia. Kekuatan cerita ada
pada penggambaran realita dan inspirasi yang dijabarkan secara cerdas. Kondisi
pendidikani kaum marginal dengan latar belakang Pulau Belitong banyak ditemui di
daerah lain.
Di tengah kondisi termarginalkan secara ekonomi dan politik berakibat sikap
apatisme dan ketiadaan motivasi untuk meningkatkan kualitas diri dalam lingkungan
masyarakatnya. Keberanian dan semangat anak-anak Laskar Pelangi untuk
memperoleh pendidikan di tengah kondisi yang termarginalkan merupakan bentuk
inspirasi yang berpengaruh secara luas dan mereka dapat mencapai cita-cita yang
diimpikan.
Ide dasar cerita Laskar Pelangi adalah untuk keluar dari lingkaran masyarakat
yang termarginalkan secara ekonomi maupun politik. Anak-anak anggota Laskar
Pelangi sadar bahwa untuk keluar dari lingkaran tersebut dengan pendidikan. Solusi
tepat bagi kaum marginal coba ditawarkan Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi
berupa kekuatan moral, semangat dan keberanian untuk keluar dari keadaan
terpinggirkan.
Kekuatan moral yang dihasilkan dari pendobrakan atas kepasrahan kondisi
menjadi kunci setiap individu untuk beranjak dari ketidakmampuan. Moralitas yang
konsisten dalam pendidikan adalah investasi utama yang berharga. Hal tersebut
dibuktikan anggota Laskar Pelangi.
Laskar Pelangi memberikan implikasi dalam memaknai hakikat pendidikan,
meskipun kaum marginal yang terpinggirkan. Tampak dalam Laskar Pelangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
bagaimana memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, pribadi teguh,
cerdas, akhlak mulia dan keterampilan. Sangat dibutuhkan dalam menggapai impian
di tengah kondisi yang termarginalkan.
Sajian pendidikan humanis sebagaimana yang dikemukakan Paulo Freire
sangat kental. Pendidikan yang humanis adalah sebuah pendidikan yang menghargai
perbedaan individual mengajarkan anak didik untuk menjadi manusia yang berakal
dan berbudi. Hal ini didasarkan pada kenyataan adanya keunikan antar manusia.
Implikasi dimensi pendidikan kaum marginal mempunyai pengaruh positif,
mempengaruhi guru sebagai pendidik. Siswa sebagai peserta didik dan sekolah
sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses mendidik anak bangsa.
Harapannya implikasi tersebut berimbas/terjadi pula pada pengambil kebijakan
pendidikan yakni pemerintah.
Pengaruh bagi pendidik secara umum adalah mewujudkan pendidik yang
mendidik dengan hati, mengedepankan pendidikan humanis, dan meninggalkan
konsep pendidikan dehumanisasi. Siswa tidak lagi diperankan sebagai objek tetapi
subjek dalam pendidikan. Hadirnya Laskar Pelangi memberikan contoh bagaimana
menyelenggarakan pendidikan dengan menanggalkan pendidikan gaya bank, siswa
hanya menyimpan pengetahuannya tanpa ditindaklanjuti dan didasari praktik.
C. Saran
Pada penelitian ini disampaikan saran sebagai berikut.
1. Pada aspek pendidikan, pendidikan bahasa dan sastra sebaiknya melakukan
pengajaran dengan sistematika yang runtut dan detail agar mudah memahami dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
menginterpretasi makna novel yang mendalam. Pencapaian hasil maksimal
terhadap pengajaran apresiasi sastra harus diwujudkan dengan baik, mencakup
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Oleh karena itu, pengajaran tidak
terpaku pada hafalan, tetapi pada proses apresiasi yang mendalam.
2. Siswa sebaiknya melakukan pengalaman belajar sastra yang lebih intens karena
hal ini terkait dengan pencapaian prestasi siswa tidak hanya pada akademis, tetapi
juga perubahan (behavior).
3. Penelitian terhadap kajian sastra sebaiknya senantiasa melakukan peningkatan
kompetensi dan kualitas pengkajian sastra. Pengkajian sastra dapat dilakukan
dengan berbagai pendekatan yang ada dan dengan objek karya sastra mutakhir
yang memiliki kerumitan kompleks.
4. Masyarakat pembaca sebaiknya melakukan implementasi yang positif sebagai
hasil interaksinya dengan sastra sehingga menjadi fakta yang dapat menjadi
pengaruh luas terhadap perwujudan efek-efek potensial di masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
Recommended