View
36
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT DUSTIRA / FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD
YANI
CIMAHI
Nama Penderita : Ny. Romlah Ruangan : XV No.Cat.Med :
03045883
Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 69 tahun Agama
: Islam
Jabatan/Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat Keluarga : Kp.Sadarmanah Rt 05 Rw 02, Cimahi
Dikirim oleh : UGD RS Dustira Tgl. Dirawat : 24 Januari 2008 Jam :
12.00 WIB
Tgl. Diperiksa (Co. ass): 24 Januari 2008
Diagnosis : Chronic obstructive pulmonary disease + Hipertensi stage I
A. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Heteroanamnesa)
KELUHAN UTAMA: Sesak nafas
ANAMNESIS KHUSUS:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas
disertai nafas yang berbunyi mengi. Keluhan sesak didahului adanya batuk
berdahak kental berwarna kuning tanpa disertai darah yang berlangsung terus-
menerus selama kurang lebih 4 bulan terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas
badan yang tidak begitu tinggi tanpa disertai keringat malam yang tidak
berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan
rasa berat di tengkuk.
Buang air kecil dan air besar pada penderita tidak ada keluhan baik
frekuensi, jumlah, maupun konsistensinya.
Sesak nafas yang pertama kali dirasakan sejak penderita berusia kurang
lebih 5 tahun. Sesak nafas dirasakan sering muncul kurang lebih sekitar tiga
sampai empat kali dalam seminggu. Sesak nafas sering timbul apabila penderita
berada di tempat yang penuh asap rokok, asap kendaraan bermotor, maupun asap
yang dihasilkan dari polusi pabrik. Keluhan sesak nafas juga dipengaruhi oleh cuaca
dan makanan terutama makanan seperti ikan dan udang yang berasal dari laut.
1
Keluhan juga dirasakan setelah melakukan aktivitas yang berat namun tanpa
disertai nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri, bahu, maupun punggung.
Keluhan sesak nafas tidak berkurang dengan mengubah posisi tidur miring
ke kiri maupun ke kanan. Keluhan sesak nafas tidak timbul secara tiba-tiba yang
disertai nyeri dada yang hebat. Keluhan terbangun dari tidur pada malam hari
karena sesak nafas tidak ada. Keluhan sesak nafas tidak disertai bengkak pada
kedua tungkai. Keluhan juga tidak didahului bengkak pada kelopak mata pada saat
bangun di pagi hari dan menghilang atau berkurang pada siang harinya. Keluhan
juga tidak didahului dengan gejala banyak buang air kecil, banyak minum, dan
banyak makan.
Penderita sering berobat ke klinik dekat rumahnya dan diberi obat dengan
nama salbutamol dan penderita merasa lebih baik.
Sejak 20 tahun yang lalu penderita sering mengalami batuk-batuk berdahak
agak kental berwarna putih tanpa disertai darah dan kemudian disusul dengan
sesak nafas. Keluhan batuk sering dipicu oleh cuaca yang dingin terutama saat
musim hujan datang. Penderita sering berobat ke klinik dekat rumahnya dan diberi
obat dengan nama salbutamol dan obat sirup (penderita lupa nama obatnya) dan
keluhan hilang untuk sementara. Penderita merasa keluhan bertambah semakin
berat dalam 1 minggu terakhir terutama keluahan sesak nafas yang dirasakannya
sehingga penderita memeriksakan diri ke RS Dustira.
Riwayat penyakit darah tinggi pada penderita sejak 20 tahun yang lalu dan
kontrol teratur.
Riwayat penyakit jantung pada penderita tidak ada
Riwayat penyakit kencing manis penderita tidak ada
Riwayat penyakit asma dalam keluarga terdapat pada ayah kandung
penderita.
Riwayat penyakit darah tinggi pada keluarga penderita terdapat pada ayah
kandungnya.
Riwayat penyakit jantung pada keluarga tidak ada.
Riwayat penyakit kencing manis pada keluarga penderita tidak ada
Riwayat merokok pada penderita tidak ada.
Riwayat merokok pada keluarga terdapat pada suaminya yang merokok
setiap hari selama kurang lebih 30 tahun sejak tinggal berumah tangga
bersama. Riwayat merokok pada keluarga juga terdapat pada ayah
kandungnya, namun setelah ayahnya sering mengalami sesak dan batuk-
2
batuk, beberapa lama kemudian dia memutuskan untuk tidak merokok lagi
atas saran dari dokternya.
Riwayat alergi makanan ada terutama makanan yang diperoleh dari laut,
penderita biasanya sesak nafas setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
Tempat tinggal penderita tidak jauh dari pabrik textil yaitu jaraknya sekitar
200 m
Penderita dirawat di RS Dustira untuk pertama kalinya tanggal 24 januari 2008 di
ruang XV dan diberi pengobatan oleh dokter ruangan yaitu:
Drip Aminophylin dalam cairan infus dextrose 5 %
Obat yang di nebul (nama tidak diketahui)
Glyceril guaicolate 1x1
OBH sirup 3x1
Ciprofloxacin 2x1
Noperten 1x1
Aptor 1x1
(penderita memperlihatkan sejumlah obatnya)
3
4
a. Keluhan keadaaan umum
Panas badan : Tidak ada
Tidur : Ada (Sulit karena
batuk)
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Nafsu makan : Ada (menurun)
Berat badan : Ada (menurun)
b. Keluhan organ kepala
Penglihatan : Tidak ada
Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan : Tidak ada
Pendengaran : Tidak ada
Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada
Suara : Tidak ada
c. Keluhan organ di leher
Rasa sesak di leher : Tidak ada
Pembesaran kelenjar : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
d. Keluhan organ di thorax
Sesak napas : Ada
Nyeri dada : Ada
Napas berbunyi : Ada
Batuk : Ada
Jantung berdebar : Ada
f. Keluhan organ di perut
Nyeri lokal : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Nyeri seluruh perut : Tidak ada
Nyeri berhubungan dengan ;
Makanan : Tidak ada
b.a.b : Tidak ada
haid : Tidak ada
Perasaan tumor perut : Tidak ada
Muntah-muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada
Tenesmi ad ani : Tidak ada
Perubahan dlm b.a.b : Tidak ada
Perubahan dlm b.a.k : Tidak ada
Perubahan dlm haid : Tidak ada
g. Keluhan tangan dan kaki
Rasa kaku : Tidak ada
Rasa lelah : Ada
Nyeri otot/sendi : Tidak ada
Kesemutan/baal-baal: Tidak ada
Patah tulang : Tidak ada
Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Luka/bekas luka : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas : Kurang
kwantitas : Kurang
b. Penyakit menular : Tidak ada
c. Penyakit turunan : Asma (Ayah)
Hipertensi (Ayah)
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada
h. Keluhan-keluhan lain
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada
Keluhan kel. limfe : Tidak ada
Keluhan kel. Endokrin ;
Haid : Tidak ada
D.M : Tidak ada
Tiroid : Tidak ada
lain-lain : Tidak ada
5
6
B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesadarannya : Composmentis
Watak : Kooperatif
Kesan sakitnya : Tampak Sakit sedang
Pergerakan : Terbatas
Tidur : Terlentang dengan tiga bantal
Tinggi badan : 150 cm
Berat Badan : 30 kg
Bentuk badan : Astenikus
Keadaan gizi : Kurang
Gizi kulit : Kurang
Gizi otot : Kurang
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Turgor kulit kembali lambat, sianosis (-)
b. Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 160/90 mmHg
Tekanan darah kiri : 160/90 mmHg
Nadi kanan : 100x/menit, regular, equal, isi cukup
Nadi kiri : 100x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 37.8C
Sianosis : Ada
Keringat dingin : Ada
c. Keadaan pernafasan
Tipe : Thorako-abdominal
Frekwensi : 40 x/ menit
Corak : Cepat, dangkal
Hawa/bau napas : Tidak ada kelainan
Bunyi nafas : Mengi (+)
PEMERIKSAAN KHUSUS
7
a. Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris, Sianosis (-)
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris
Kelopak Mata : Tidak ada kelainan
Kornea : Tidak ada kelainan
Refleks Kornea : + / +
Pupil : Bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis - / -
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Direk + / +, Indirek +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : Pernafasan cuping hidung tidak ada
Sumbatan : Tidak ada
Ingus : Tidak ada
6. Bibir
Sianosis : Ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
7. Gigi dan gusi
8
8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 X :
tanggal
8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 O : karies
8. Lidah
- Besar : Normal
- Bentuk : Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Tidak ada kelainan
- Permukaan : Basah, bersih
- Frenulum linguae : sianosis (+)
9. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada
- Lichen : Tidak ada
- Aphtea : Tidak ada
- Bercak : Tidak ada
9. Rongga leher
- Selaput lendir : Tidak ada kelainan
- Dinding belakang pharynx : Hiperemis
- Tonsil : T2 – T2 tenang
b. Leher
- Inspeksi
Otot leher : Terlihat retraksi otot-otot bantu pernafasan
Trachea : Tidak terlihat deviasi
Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat pembesaran
Pembesaran vena : Ada
Pulsasi vena leher : Tidak ada
Tekanan vena jugular : 5 + 3 cm H2O (meningkat)
Hepatojugular reflux : (-)
- Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Teraba retraksi otot-otot bantu pernafasan
· Kaku kuduk : Tidak ada
c. Ketiak
9
- Inspeksi :
· Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
- Palpasi :
· Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
· Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris, Barrel chest (+)
- Ø frontal & sagital : Ø frontal = Ø sagital
- Sela iga : Kanan & kiri melebar
- Sudut epigastrium : > 90
- Pergerakan : Simetris
- Muskulatur : Terlihat retraksi otot-otot bantu pernafasan
- Kulit : Sianosis (-)
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : venektasi tidak ada
2. P alpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Teraba retraksi otot-otot bantu pernafasan
- Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Kanan & kiri melebar
- Paru kanan kiri
Pergerakan : Simetris, kanan = kiri
Vocal fremitus : melemah, kanan = kiri
- Ictus cordis
· Lokalisasi : ICS V ,2 jari medial Linea Midclavicularis sinistra
· Intensitas : Tidak kuat angkat
· Pelebaran : Tidak ada
· Thrill : Tidak ada
3. Perkusi
- Paru kanan kiri
10
· Suara perkusi : Hipersonor , kanan = kiri
· Batas paru hepar : ICS VI
· Peranjakan : < 1 sela iga
- Jantung
Batas atas : ICS II
Batas kanan : Linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V, 2 jari medial linea midclavicularis sinistra
4. Auskultasi
- Paru-paru Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok : Vesikuler melemah , kanan = kiri
Suara tambahan : Wheezing ekspirasi +/+, ekspirasi
memanjang
Rhonchi + / +
Vocal resonansi : melemah , kanan = kiri
- Jantung
· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2
T1 > T2 A1 < A2 A2 > P2
· Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
· Bising jantung : Tidak ada
· Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax belakang
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Simetris
- Kulit : Tidak ada kelainan, Sianosis (-)
- Muskulatur : Terlihat retraksi otot-otot bantu pernafasan
2. Palpasi
- Muskulatur : Teraba retraksi otot-otot bantu pernafasan
- Sela iga : Kanan & kiri melebar
- Vocal fremitus : Melemah , kanan = kiri
3. Perkusi kanan kiri
- Batas bawah : vertebra Th. X vertebra Th. XI
- Peranjakan : < 1 sela iga
4. Auskultasi kanan kiri
11
- Suara pernapasan : Vesikuler melemah , kanan = kiri
- Suara tambahan : Wheezing ekspirasi + / +, ekspirasi memanjang
Rhonchi + / +
- Vocal resonansi : Melemah, kanan = kiri
e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : Datar
Kulit : Tidak ada kelainan
Otot dinding perut : Tidak ada kelainan
Pergerakan waktu nafas : Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
2. Palpasi
- Dinding perut : Lembut
- Nyeri tekan lokal : Tidak ada
- Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada
- Defance muskulair : Tidak ada
- Hepar : Teraba
· Besar : 2 cm BAC, 1 cm BPX
· Konsistensi : kenyal 2cm BAC 1cm BPX
· Permukaan : Rata
· Tepi : Tajam
· Nyeri tekan : -
- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube terisi
· Pembesaran : -
· Kosistensi : -
· Permukaan : -
· Insisura : -
· Nyeri tekan : -
- Tumor/massa : Tidak teraba
- Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / -
3. Perkusi
Suara perkusi : Tympani
Ascites
12
Pekak samping : Tidak ada
Pekak pindah : Tidak ada
Fluid wave : Tidak ada
4. Auskultasi
- Bising usus : (+) Normal
- Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
f. CVA(Costo vertebral angel) : Nyeri ketok - / -
g. Lipat paha
1. Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak terlihat pembesaran
- Hernia : Tidak ada
2. Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
- Hernia : Tidak ada
- Pulsasi A. Femoralis : Ada
3. Auskultasi
- A. Femoralis : Tidak ada kelainan
h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Sacrum : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
k. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah
1. Inspeksi
- Bentuk : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Kulit : Sianosis tidak ada Sianosis tidak ada
- Otot – otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Edema : Tidak ada Tidak ada
- Clubbing finger : - / - -
- Palmar eritem : Tidak ada -
- Liver nail : Tidak ada -
2. Palpas i
13
Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
Tumor : Tidak ada Tidak ada
Edema (pitting/non pitting): Tidak ada Tidak ada
Pulsasi arteri : A. Brachial (+) A. Dorsum pedis (+)
l. Sendi-sendi
Inspeksi
- Kelainan bentuk : Tidak ada
- Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
m. Neurologik
Refleks fisiologis
KPR : + / +
APR : + / +
Refleks patologis : - / -
Rangsang meningen : Tidak ada
Sensorik : + / +
14
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. DARAH
- Hb : 12.0 gr/dl
- Leukosit : 10.900/mm3
- Eritrosit : 4.05 juta/mm³
- Hitung Jenis
· Basofil : 0 %
· Eosinofil : 5 %
· Neutrofil Batang : 2.5 %
· Neutrofil Segmen : 55 %
· Limfosit : 27 %
· Monosit : 10.5 %
- LED
· Jam I : 40 mm
· Jam II : 75 mm
- Trombosit : 233.000/mm3
b. URINE
Warna : Kuning jernih
Kekeruhan :Jernih
Bau : Amoniak
Berat Jenis : 1,025
Reaksi : Asam
Albumin : -
Reduksi : -
Urobilin : +
Bilirubin : -
Sediment :
Eritrosit : 2 – 5/LPB
Leukosit : 0 – 2/LPB
Kristal : -
Bakteri : -
15
RESUME
Seorang wanita berumur 69 tahun,sudah menikah,datang dengan ke RS
Dustira dengan keluhan utama sesak nafas
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas
disertai nafas yang berbunyi mengi. Keluhan sesak didahului adanya batuk berdahak
kental berwarna kuning tanpa disertai darah yang berlangsung terus-menerus
selama kurang lebih 4 bulan terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas badan
yang tidak begitu tinggi tanpa disertai keringat malam yang tidak berhubungan
dengan aktivitas. Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan rasa berat di
tengkuk.
Sesak nafas yang pertama kali dirasakan sejak penderita berusia kurang lebih
5 tahun. Sesak nafas dirasakan sering muncul kurang lebih sekitar tiga sampai
empat kali dalam seminggu. Sesak nafas sering timbul apabila penderita berada di
tempat yang penuh asap rokok, asap kendaraan bermotor, maupun asap yang
dihasilkan dari polusi pabrik. Keluhan sesak nafas juga dipengaruhi oleh cuaca dan
makanan terutama makanan seperti ikan dan udang yang berasal dari laut. Keluhan
juga dirasakan setelah melakukan aktivitas yang berat namun tanpa disertai nyeri
dada yang menjalar ke lengan kiri, bahu, maupun punggung.
Penderita sering berobat ke klinik dekat rumahnya dan diberi obat dengan
nama salbutamol dan penderita merasa lebih baik.
Sejak 20 tahun yang lalu penderita sering mengalami batuk-batuk berdahak
tidak begitu banyak, agak kental berwarna putih tanpa disertai darah dan kemudian
disusul dengan sesak nafas. Keluhan batuk sering dipicu oleh cuaca yang dingin
terutama saat musim hujan datang. Penderita sering berobat ke klinik dekat
rumahnya dan diberi obat dengan nama salbutamol dan obat sirup (penderita lupa
nama obatnya) dan keluhan hilang untuk sementara. Penderita merasa keluhan
bertambah semakin berat dalam 1 minggu terakhir terutama keluahan sesak nafas
yang dirasakannya sehingga penderita memeriksakan diri ke RS Dustira.
Riwayat penyakit darah tinggi pada penderita sejak 20 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit asma dalam keluarga terdapat pada ayah kandung
penderita.
Riwayat penyakit darah tinggi pada keluarga penderita terdapat pada ayah
kandungnya.
16
Riwayat merokok pada keluarga terdapat pada suaminya yang merokok
setiap hari selama kurang lebih 30 tahun sejak tinggal berumah tangga
bersama. Riwayat merokok pada keluarga juga terdapat pada ayah
kandungnya, namun setelah ayahnya sering mengalami sesak dan batuk-
batuk, beberapa lama kemudian dia memutuskan untuk tidak merokok lagi
atas saran dari dokternya.
Riwayat alergi makanan ada terutama makanan yang diperoleh dari laut,
penderita biasanya sesak nafas setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
Tempat tinggal penderita tidak jauh dari pabrik textil yaitu jaraknya sekitar
200 m
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum : Kesadaran : Composmentis
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Vital sign : Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 100x/menit, regular, equal, isi cukup
Pernapasan : 40 x / menit, suara mengi (+)
Suhu : 37.8 oC
Sianosis : Ada
Keringat dingin : Ada
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Kepala Muka : Sianosis (-)
Mata : Sklera : ikterik -/-
Konjungtiva : anemis -/-
Mulut : Bibir Sianosis (+)
Lidah : Basah bersih, Frenulum linguae sianosis (+)
Leher JVP : 5 + 3 cmH2O (meningkat), Hepatojugular reflux (-)
Pelebaran vena ada
Retraksi otot-otot pernafasan tambahan ada
Thorak : Bentuk dan gerak simetris, Barrel chest (+)
Muskulatur : retraksi otot-otot pernafasan tambahan ada
Pulmo : Inspeksi : bentuk dan gerak simetris
sela iga kanan & kiri melebar
Palpasi : vocal fremitus melemah paru kanan = paru kiri
sela iga kanan & kiri melebar
Perkusi : hipersonor paru kanan = paru kiri
Auskultasi : VBS melemah kanan = kiri, wheezing ekspirasi +/+,
ekspirasi memanjang, rhonchi +/+
17
Jantung : BJ I & II irreguler, murmur (-), BJ tambahan (-)
Abdomen
Bentuk : Datar
Dinding perut : Lembut
Nyeri tekan : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Hepar : Teraba
· Besar : 2 cm BAC, 1 cm BPX
· Konsistensi : kenyal 2cm BAC 1cm BPX
· Permukaan : Rata
· Tepi : Tajam
· Nyeri tekan : -
- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube terisi
Ren : Tidak teraba
CVA : Nyeri ketok tidak ada
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah
- Kulit : Sianosis (-) Sianosis (-)
- Clubbing finger : - / - -
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Darah
- Hb : 12.0 gr/dl
- Leukosit : 10.900/mm3
- Eritrosit : 4.05 juta/mm³
- Trombosit : 233.000/mm3
- Hitung Jenis
· Basofil : 0 %
· Eosinofil : 5 %
· Neutrofil Batang : 2.5 %
· Neutrofil Segmen : 55 %
· Limfosit : 27 %
· Monosit : 10.5 %
- LED
· Jam I : 40 mm
· Jam II : 75 mm
18
Urine : dalam batas normal
DIAGNOSIS
Chronic Obstructive Pulmonary Disease + Hipertensi stage I
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Chronic Obstructive Pulmonary Disease + Hipertensi stage I
Corpulmonal Chronic + Hipertensi stage I
USUL PEMERIKSAAN
• Tes Spirometri
• Analisis Gas Darah
• Foto thorax PA
• Kultur bakteri dari sputum dan tes resistensi
• EKG
PENGOBATAN
Istirahat
Banyak minum 2-3 L/ hari
Hindari faktor-faktor noxious agents: asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik
O2 1-3 L/ menit
Nebulizer Ipratropium Br 250 umg + Salbutamol 5 mg tiap 6 jam
Ambroxol tab 3 x 1
Levofloxacin 500 mg 1 x 1 selama 7 hari
Amlodipin 1 x 5 mg
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : ad malam
19
DISKUSI
A. Diskusi keluhan utama
"Sesak nafas"
Keluhan sesak nafas yang bisa difikirkan adalah gangguan dari organ-organ yang
dapat menimbulkan manifestasi sesak nafas diantaranya adalah gangguan pada
paru, jantung, ginjal, psikis, dan kelainan metabolik karena ketoacidosis diabetik.
Diskusi Anamnesis khusus
“Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Sesak nafas dirasakan semakin bertambah berat. Keluhan sesak nafas disertai
nafas yang berbunyi mengi.”
Sesak nafas disebabkan oleh karena adanya obstruksi partial pada saluran nafas
yang kecil dengan ditandai adanya bunyi mengi. Percabangan trakeobronkial
melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara
keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang
dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi
hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang.
“Keluhan sesak didahului adanya batuk berdahak kental berwarna kuning tanpa
disertai darah yang berlangsung terus-menerus selama kurang lebih 4 bulan
terakhir. Keluhan sesak nafas disertai panas badan yang tidak begitu tinggi tanpa
disertai keringat malam yang tidak berhubungan dengan aktivitas.”
Ini menunjukkan adanya progresivitas dalam perkembangan COPD yang biasanya
dicetus oleh adanya infeksi yang mengakibatkan bronkhitis kronis menjadi relaps.
Keluhan batuk juga bukan disebabkan oleh infeksi TBC.
" Keluhan sesak nafas juga disertai sakit kepala dan rasa berat di tengkuk."
Keluhan tersebut menggambarkan manifestasi dari hipertensi.
"Sesak nafas yang pertama kali dirasakan sejak penderita berusia kurang lebih 5
tahun. Sesak nafas dirasakan sering muncul kurang lebih sekitar tiga sampai empat
kali dalam seminggu."
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa penderita memang memiliki penyakit
sesak sejak masih anak-anak. Sesak bisa oleh karena asma ataupun emfisema
yang sudah didapat sejak kecil.
“Sesak nafas sering timbul apabila penderita berada di tempat yang penuh asap
rokok, asap kendaraan bermotor, maupun asap yang dihasilkan dari polusi pabrik”
20
Keluhan menggambarkan suatu kondisi COPD yang emfisematous yang terpapar
zat-zat polutan berbahaya yang dapat mencetus terjadinya sesak pada emfisema.
“Keluhan sesak nafas juga dipengaruhi oleh cuaca dan makanan terutama
makanan seperti ikan dan udang yang berasal dari laut”
Keluhan menggambarkan bahwa penderita memiliki faktor alergen saat terjadinya
sesak yang sering terdapat pada kasus asma
“Keluhan juga dirasakan setelah melakukan aktivitas yang berat namun tanpa
disertai nyeri dada yang menjalar ke lengan kiri, bahu, maupun punggung.”
Keluhan sesak bukan disebabkan adanya suatu ischemi pada jantung yang sering
terjadi pada angina maupun infark miocard akut.
" Keluhan sesak nafas tidak berkurang dengan mengubah posisi tidur miring ke kiri
maupun ke kanan."
Keluhan sesak bukan disebabkan oleh efusi pleura maupun cardiomiopaty.
“Keluhan sesak nafas tidak timbul secara tiba-tiba yang disertai nyeri dada yang
hebat.”
Keluhan bukan disebabkan oleh pneumothorax maupun infark miocard akut.
“Keluhan terbangun dari tidur pada malam hari karena sesak nafas tidak ada.”
Keluhan bukan disebabkan oleh gagal jantung kiri yang sering bermanifest sebagai
paroxysmal nocturnal dyspnea.
“Keluhan sesak nafas tidak disertai bengkak pada kedua tungkai.”
Keluhan bukan disebabkan oleh gagal jantung kanan yang sering disebabkan oleh
corpulmonal.
“Keluhan juga tidak didahului bengkak pada kelopak mata pada saat bangun di
pagi hari dan menghilang atau berkurang pada siang harinya.”
Keluhan bukan disebabkan oleh kelainan ginjal terutama pada sindrom nefrotik
yang sering bermanifest sesak nafas.
“Keluhan juga tidak didahului dengan gejala banyak buang air kecil, banyak
minum, dan banyak makan.”
Penderita tidak memiliki gejala diabetes melitus yang biasanya disertai
ketoasidosis yang dapat menimbulkan asidosis metabolik dan bermanifest sesak
nafas.
21
“Sejak 20 tahun yang lalu penderita sering mengalami batuk-batuk berdahak agak
kental berwarna putih tanpa disertai darah dan kemudian disusul dengan sesak
nafas. Keluhan batuk sering dipicu oleh cuaca yang dingin terutama saat musim
hujan datang.”
Gejala menandakan bahwa penderita memiliki bronkhitis kronis sejak 20 tahun
yang lalu yang sering dipicu oleh musim dingin terutama saat musim hujan yang
dapat menurunkan kondisi tubuhnya.
“Riwayat merokok pada keluarga terdapat pada suaminya yang merokok setiap
hari selama kurang lebih 30 tahun sejak tinggal berumah tangga bersama. Riwayat
merokok pada keluarga juga terdapat pada ayah kandungnya, namun setelah
ayahnya sering mengalami sesak dan batuk-batuk, beberapa lama kemudian dia
memutuskan untuk tidak merokok lagi atas saran dari dokternya.”
Ini ditanyakan untuk mengetahui apakah ada faktor pencetus terjadinya sesak
terutama pada COPD. Terlihat bahwa penderita sudah lama terpapar zat-zat
berbahaya yang dapat menimbulkan obstruksi pernafasan.
Pada ayah penderita juga memiliki gejala-gejala yang sama akibat terpaparnya zat
tersebut.
“Riwayat penyakit asma dalam keluarga terdapat pada ayah kandung penderita.”
Ayah kandung penderita memiliki genetik untuk penyakit sesak bisa berupa asma
bronkhial ataupun berupa emfisema oleh karena defisiensi a1-antiprotease.
“Riwayat penyakit darah tinggi pada penderita sejak 20 tahun yang lalu dan control
secara teratur”
Penderita memang memiliki penyakit hipertensi sudah cukup lama.
“Riwayat alergi makanan ada terutama makanan yang diperoleh dari laut,
penderita biasanya sesak nafas setelah mengkonsumsi makanan tersebut.”
Penderita memiliki alergi makanan yang dapat mencetuskan asmanya.
“Tempat tinggal penderita tidak jauh dari pabrik textil yaitu jaraknya sekitar 200 m.”
Tempat tinggal penderita dekat dengan polusi pabrik yang berbahaya yang dapat
mencetuskan terjadinya sesak dan batuk.
B. Diskusi Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Kesan sakit : bervariasi dan yang ringan, sedang sampai berat, dapat dilihat dari tanda -
tanda vital.
Kesadaran :
· Sakit ringan : composmentis
· Sakit berat : penurunan kesadaran
22
-Tekanan darah : 160/90 mmHg, menurut JNC VII termasuk klasifikasi hipertensi stage I
Klasifikasi tekanan darah Sistolic (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi satge II >160 >100
-Nadi : 100x/ menit. Sebagai respon jantung untuk meningkatkan cardiac output
oleh karena kekurangan oksigen dalam sirkulasi
-Respirasi : 40x/menit. Sebagai respon paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen
-Suhu : 37.8 0C, tergolong subfebris oleh karena adanya peningkatan aktivitas
pernafasan dan reaksi inflamasi akibat infeksi sekunder
a. Kepala
Bibir dan frenulum linguae sianosis oleh karena peningkatan eritropoiesis sebagai
kompensasi kurangnya O2 dalam jaringan dan sirkulasi yang diakibatkan oleh obstruksi
saluran nafas
Leher terdapat retraksi otot bantu pernafasan oleh karena usaha untuk meningkatkan
pernafasan akibat sesak yang berat
b. Thorax
Bentuk dada barrel chest, sela iga melebar, batas paru hati bertambah, peranjakan yang
kurang, perkusi hipersonor, suara paru yang melemah adalah gambaran COPD dengan
emfisematous yang lama. Di thorax juga terdapat retraksi otot bantu pernafasan sebagai
bentuk usaha paru untuk meningkatkan pernafasan. Terdapatnya suara-suara pernafasan
tambahan menandakan adanya obstruksi partial pada saluran nafas.
c. Abdomen
Terabanya hepar pada penderita ini adalah normal karena kondisi pasien yang kurus dengan
hiperinflasi paru yang mendorong hepar lebih ke bawah
C. Diskusi Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
- Kadar hemoglobin penderita normal
- Eritrosit dalam batas normal.
- Leukosit pada penderita mengalami peningkatan yang merupakan suatu proses infeksi
- Pada hitung jenis terdapat peningkatan eosinofil, seri granulosit terutama netrofil,seri
monosit terutama limfosit dan monosit sebagai suatu gambaran proses alergi dan inflamasi.
D. Diskusi Differential Diagnosis
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, maka differential diagnosis pada penderita ini adalah :
Chronic obstructive pulmonary disase + Hipertensi stage I
23
Corpulmonal chronic + Hipertensi stage I
E. Diskusi Diagnosis
Diagnosa pada penderita ini adalah Chronic obstructive pulmonary disase + Hipertensi stage
I dengan pertimbangan :
- Penderita sering mengalami sesak nafas sejak umur 5 tahun. Serangan sering dicetuskan
oleh alergi dan terpaparnya zat berbahaya seperti asap rokok, asap kendaraan, dan asap
pabrik.
- Mengalami batuk lama yang berdahak dan diikuti oleh sesak nafas sejak 20 tahun yang lalu
dan berlangsung lebih dari 3 bulan
- Riwayat asma pada keluarga
- Riwayat terpapar asap rokok selama 30 tahun oleh suaminya yang merokok setiap hari
F. Diskusi Usul Pemeriksaan
Pemeriksaan ditujukan untuk menegakan diagnosis dan menyingkirkan DD, meliputi:
• Tes Spirometri
• Analisis Gas Darah
• Foto thorax PA
• Kultur bakteri dari sputum dan tes resistensi
• EKG
Tes Spirometri
Pemeriksaan ini untuk mengetahui fungsi paru apakah masih baik atau tidak untuk
mngetahui seberapa parah yang dilihat dalam klasifikasi Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease 2006. Dengan melihat FEV1 < 1 L mengindikasikan adanya
eksaserbasi parah.
Analisis Gas Darah
- PaO2 < 8.0 kPa dan atau SaO2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 > 6.7 kPa, saat
bernafas dalam ruangan, mengindikasikan adanya gagal nafas
- PaO2 < 6.7 kPa, PaCO2 > 9.3 kPa dan pH < 7.30, memberi kesan episode yang
mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitorinh ketat dan penanganan intensif.
Foto thorax PA
Dilakukan untuk melihat gambaran bronchitis dan emfisema serta adanya komplikasi seperti
pneumoni.
Kultur bakteri dari sputum dan tes resistensi
Untuk mengetahui bakteri jenis apa yang menginfeksi dan antibiotik apa yang cocok untuk
pengobatannya.
EKG
24
Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakan diagnosis hipertrofi ventrikel kanan akibat
corpulmonal, aritmia, dan iskemia
G. Diskusi Terapi
- Istirahat & nutrien yang cukup
Dengan istirahat pasien akan lebih relax dan terpantau kesehatannya, mengurangi reiko
infeksi yang didapat dari luar, serta tidak membuat penyakit jadi bertambah berat.
Pemberian Nutrisi yang baik akan meningkatkan ketahanan tubuh pasien.
- Menghindani rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit.
Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi
harus dihindari, karena zat itu juga dapat menimbulkan eksaserbasi/memperburuk
perjalanan penyakit
- O2 1-3 L/ menit
Pada penderita dengan hipoksemi, yaitu Pa 02 < 55 mmHg pemberian oksigen
konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan
psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja dan pola tidur. Hipoksemi dapat
mencetuskan dekompensatio kordis pada penderita PPOK terutama pada saat adanya
infeksi saluran napas.
- Bronkodilator
Obat yang dipakai disini adalah Ipratropium
Salbutamol.
Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi
saluran napas yang terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan
bronkodilator utama yaitu golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan
golongan xanthin; ke tiga obat ini mempunyai cara kerja yang berbeda dalam
mengatasi obstruksi saluran napas. Dalam otot saluran napas persarafan langsung
simpatometik hanya sedikit; meskipun banyak terdapat adenoreseptor beta dalam
otot polos bronkus, reseptor ini terutama adalah beta-2. Pemberian beta agonis
menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase,
yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan
bronkodilatasi.
Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada asma
aktifitas refleks vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi; tetapi
peranan vagus yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut adalah
asetilkolin yang dapat menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat antagonis
kompetitif dan asetilkolin dan dapat menimbulkan relaksasi otot polos bronkus
sehingga timbul bronkodilatasi.
25
Obat golongan xanthin bekerja sebagai bronkodilator melalui mekanisme yang belum
diketahui dengan jelas. Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya
bronkodilator, adalah:
-Blokade reseptor adenosin
-Rangsangan pelepasan katekolamin endogen
-Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor
-Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos dan penghambatan
penglepasan mediator dan sel mast.
- Antibiotik (Levofloxacin)
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi, terutama pada
keadaan eksaserbasi., Infeksi virus paling sering menimbulkan eksaserbasi diikuti
oleh infeksi bakteri. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan makin
memburuk.Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam
penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotika dapat mengurangi lama dan
beratnya eksaserbasi.Perubahan warna sputum dapat merupakan indikasi infeksi
bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan penisilin, quinolon,
eritromisin dan kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila
antibiotika tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan
mikroorganisme.
- Amlodipin
Merupakan golongan Ca-channel blocker yang baik untuk hipertensi dan tidak
menimbulkan batuk dan sesak nafas.
26
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Penyakit paru obstruksi adalah penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan
ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran napas. Penyakit dengan kelainan tersebut antara lain
adalah asma bronkial, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan sindrom obstruksi pasca Tb
(SOPT). Meskipun semuanya memberikan kelainan berupa obstruksi saluran napas, tetapi
mekanisme terjadinya kelainan itu berbeda pada masing-masing penyakit.
Gangguan obstruksi yang terjadi menimbulkan dampak buruk terhadap penderita karena
menimbulkan gangguan oksigenisasi dengan segala dampaknya. Obstruksi saluran napas yang
terjadi bisa bertambah berat jika ada gangguan lain seperti infeksi saluran napas dan eksaserbasi
akut penyakitnya.
Pemberian bronkodilator yang bertujuan mengatasi obstruksi yang terjadi, merupakan
suatu tindakan yang bersifat simptomatis, karena pengobatan ini tidak mengobati etiologi
obstruksi,
walaupun demikian pengobatan ini perlu dilakukan untuk mengatasi gejala serta
menghindari perburukan penyakit dan komplikasi.
Terdapat berbagai golongan bronkodilator dan cara pemberian yang berbeda. Pemilihan
bronkodilator yang tepat dan cara pemberian yang akurat perlu dilakukan agar diperoleh efek
pengobatan yang optimal dengan efek samping yang minimal.
PPOK
PPOK merupakan suatu kelainan penyempitan saluran napas, dan berhubungan dengan
kelainan respon inflamasi yang berlangsung secara kronik. Gejala klinis dari PPOK adalah batuk
kronik terutama pada penderita perokok dan terpapar gas/partikel polutan, produksi sputum yang
27
meningkat, sesak napas (karakteristik pada PPOK adalah membutuhkan usaha atau tenaga lebih
untuk bernapas, terengah-engah, persisten dan progresif, serta jika sudah berat menggunakan
otot-otot bantu napas).
Diagnosis pasti ialah dengan pemeriksaan spirometri, terutama setelah pemberian
bronkodilatator.
Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah:
- Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas
- Faktor exposure : merokok, status sosioekonomi, hipereaktivitas saluran napas, pekerjaan,
polusi lingkungan, kejadian saat perinatal, infeksi bronkopulmoner rekuren, dll.
Gambaran klinis sistemik PPOK dapat berupa penurunan berat badan, disfungsi otot-otot
skelet dan kelainan sistemik yang bersifat potensial. Penurunan berat badan akibat adanya
ketidaksesuaian intake kalori, oleh karena pada pasien PPOK terjadi peningkatan metabolisme
basal. Peningkatan metabolisme basal ini akibat adanya inflamasi sistemik, hipoksia jaringan dan
pemakaian obat-obatan pada pasien PPOK (misalnya beta-2 agonis).
Adanya disfungsi otot skelet dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderita
karena akan membatasi kapasitas latihan dai pasien PPOK. Disfungsi ini terjadi akibat perubahan
gaya hidup pasien PPOK (aktivitas fisik yang menurun karena pasien mudah sesak), kelainan
nutrisi, hipoksia jaringan, apoptosis otot skelet, stres oksidatif, rokok, kepekaan individu,
perubahan hormon, perubahan elektrolit, kelaiana regulasi nitrit oksida, dan obat-obatan.
Gambaran sistemik dari PPOK antara lain dapat meningkatkan prevalensi depresi dan
prevalensi osteoporosis. Osteoporosis dapat terjadi pada penderita PPOK karena adanya
malnutrisi, perubahan pola hidup, prokok, terapi steroid dan inflamasi sistemik.
PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk
berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari
PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin
lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada
hubungannya dengan alergi.
28
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2006, PPOK
dibagi atas 4 derajat:
1. PPOK Ringan: biasanya tanpa gejala, faal paru VEP1/KVP < 70%
2. PPOK Sedang: VEP1/KVP < 70%, atau 50% =< VEP1 < 80% prediksi
3. PPOK Berat: VEP1/KVP < 70%, atau 30%=<VEP1<50% prediksi
4. PPOK Sangat Berat: VEP1/KVP < 70% atau VEP1<30% atau VEP1<50% disertai gagal napas
kronik
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
Penyakit paru obstruktif kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema paru,
dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD. Agaknya ada hubungan etiologik
dan sekuensial antara bronkitis kronik dan emfisema, tetapi tampaknya tak ada hubungan antara
kedua penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan etiologi,
patogenesis dan pengobatan.
Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan
mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan
sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-
turut. Definisi ini tidak mencakup penyakit-penyakit seperti bronkiektasis dan tuberkulosis yang
juga menyebabkan batuk kronik dan pembentukan sputum. Sputum yang terbentuk pada bronkitis
kronik dapat mukoid atau mukopurulen.
29
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding alveolar.
Emfisema dapat didiagnosis secara tepat dengan menggunakan CT scan resolusi tinggi.
Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan jalan napas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme.
Perhatikan perbedaan mendasar dari definisi penyakit-penyakit yang disebutkan di atas:
bronkitis kronik didefinisikan menurut gejala klinisnya, emfisema paru menurut patologi
anatominya, sedangkan asma menurut patofisiologi klinisnya. Meskipun setiap penyakit dapat
timbul dalam bentuknya yang murni, tetapi bronkitis kronik biasanya timbul bersama-sama
emfisema pada pasien yang sama. Asma lebih mudah dibedakan dari bronchitis kronik dan
emfisema berdasarkan riwayat serangan mengi paroksismal, yang dimulai pada masa kanak-
kanak dan berhubungan dengan alergi, tetapi kadang-kadang pasien bronkitis kronik dapat
mempunyai gambaran asmatik dari penyakitnya.
Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan gambaran klinis napas
pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan
yang menunjukkan respons abnormal saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.
Perubahan patologis yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada bronkus;
ukuran sedang dan bronkiolus berdiameter 1 mm. Penyempitan jalan napas disebabkan oleh
bronkospasme edema mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental.
Asma dapat dibagi dalam tiga kategori. Asma ekstrinsik, atau alergik, ditemukan pada
sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen yang diketahui. Bentuk ini biasanya
dimulai pada masa kanak-kanak dengan keluarga yang mempunyai riwayat penyakit atopik
termasuk hay fever, ekzema, dermatitis, dan asma. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan
individu terhadap alergen (biasanya protein) dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus
binatang spora jamur, debu, serat kain, atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau
coklat. Pajanan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat
mengakibatkan serangan asma. Sebaliknya, pada asma intrinsik, atau idiopatik, ditandai dengan
sering tidak ditemukannya faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor nonspesifik (seperti flu biasa,
latihan fisik, atau emosi) dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik lebih sering timbul
sesudah usia 40 tahun, dan serangan timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
30
trakeobronkial. Makin lama serangan makin sering dan makin hebat, sehingga akhirnya keadaan
ini berlanjut menjadi bronkitis kronik dan kadang-kadang emfisema. Banyak pasien menderita
asma campuran, yang terdiri dari komponen-komponen asma ekshinsik dan intrinsik. Sebagian
besar pasien asma intrinsik akan berlanjut menjadi bentuk campuran; anak yang menderita asma
ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul
dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh
mengerahkan tenaga untuk bernapas. Berdasarkan perubahan-perubahan anatomis yang telah
dijelaskan, bahwa kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial
melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari
bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan
berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal
tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi
memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar.
Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk
produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan. Pengobatan terdiri atas pemberian
bronkodilator, desensitisasi spesifik yang lama, menghindari alergen yang sudah dikenal, dan
kadang-kadang obat kortikosteroid. Selang waktu antara dua serangan biasanya bebas dari
kesulitan bernapas. Asma dapat dibedakan dari bronchitis kronik dan emfisema karena sifatnya
yang intermiten dan berdasarkan kenyataan bahwa emfisema destruktif jarang terjadi. Serangan
asma yang berlangsung terus menerus selami berhari-hari dan tak dapat ditanggulangi dengan
cara pengobatan biasa dikenal dengan nama status asmatikus.
Bronkitis Kronik dan Emfisema
Meskipun bronkitis, kronik dan emfisema merupakan dua proses yang berbeda, tapi kedua
penyakit ini sering ditemukan bersama-sama pada penderita COPD. Diperkirakan 16,2 juta orang
Amerika menderita bronkitis kronik dan emfisema atau keduanya, yang bertanggung jawab dalam
menyebabkan 112.584 kematian pada tahun 1998. Insiden COPD meningkat 450% sejak tahun
1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian terbanyak keempat. COPD menyerang pria
dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan karena pria adalah perokok berat; tetapi
insiden pada wanita meningkat 600% sejak tahun 1950, dan diperkirakan akibat perilaku
merokok mereka.
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus
dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema
31
mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk
produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya memengaruhi
bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi
utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim terjadi di daerah industri. Polusi udara yang
terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas
silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah.
Emfisima dibagi menurut bentuk asinus yang terserang. Meskipun beberapa bentuk
morfologik telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting swhubungan dengan COPD.
Emfiseema sentrilobular (CLE), secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius
dan duktus alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi. Mula-mula duktus
alveolaris dan sakus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan. CLE seringkali lebih berat
menyerang bagian atas paru, tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak merata. CLE lebih banyak
ditemukan pada pria dibandingkan wanita, biasanya berhubungan dengan bronkitis kronik, dan
jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok.
Emfisema panlobular (PLE) atau emfisema panasinar, merupakan bentuk morfologik
yang lebih jarang, alveolus yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran
serta kerusakan secara merata; mengenai bagian asinus yang sentral maupun yang perifer.
Bersamaan dengan penyakit yang makin parah, semua komponen asinus sedikit demi sedikit
menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa lembar jaringan, yang biasanya berupa
pembuluh-pembuluh darah. PLE mempunyai gambaran khas yaitu: tersebar merata di seluruh
paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah. PLE, tapi tidak CLE, juga
ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer. Jenis emfisema ini ditandai dengan
peningkatan resistensi jalan napas yang berlangsung lambat tanpa adanya bronkitis kronik, mula
timbulnya dini dan biasanya memperlihatkan gejala-gejala pada usia antara 30 dan 40 tahun. Di
Inggris tercatat kurang dari 6% penderita COPD dengan emfisema primer, dan angka
kekerapannya sama baik pada wanita maupun pria. Penyebab emfisema bentuk ini tidak
diketahui, tetapi telah diketahui adanya bentuk familial yang berkaitan dengan defisiensi enzim
alfa1-antiprotease.
Alfa1-antiprotease diperkirakan sangat penting sebagai perlindungan terhadap protease
yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dalam
patogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag sewaktu
proses fagositosis berlangsung dan mampu memecah elastin dan makromolekul lain pada
jaringan paru. Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease,
32
yang menghambat aktivitas protease. Penemuan ini berdasarkan studi pada sekelompok kecil
pasien dengan defisiensi alfa1-antiprotease herediter.* Pemetaan genetik telah memperlihatkan
bahwa sebagian besar anggota populasi normal dengan kadar alfa1-antiprotease normal memiliki
dua gen M dan disebut sebagai tipe MM. Dua gen yang paling sering berkaitan dengan ernfisema
adalah gen S dan gen Z. Homozigot SS atau ZZ pada individu-individu memiliki kadar serum
alfa1-antiprotease yang mendekati nol atau sangat rendah dan mempunyai kemungkinan 70%
sampai 80% untuk menderita emfisema tipe primer (panlobular atau emfisematosa). Individu
dengan heterozigot MS atau MZ dengan satu gen yang abnormal mempunyai serum alfa1-
antiprotease dalam kadar sedang, dan diperkirakan mempunyai predisposisi yang tinggi terhadap
emfisema, biasanya dalam bentuk bronkitis (sentrilobular). Pada orang-orang dalam kelompok
terakhir, merokok dapat mengakibatkan respons peradangan sehingga menyebabkan pelepasan
enzim proteolitik (protease), sementara, bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat
alfa1-antiprotease. Keadaan heterozigot sering ditemui pada populasi, dengan perhitungan
insidensnya 5% hingga 14%.
PLE, walaupun merupakan ciri khas emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan
emfisema akibat usia tua dan bronkitis kronik. Kerusakan serabut elastik dan serabut retikular
paru yang disertai dengan menghilangnya kemampuan mengembangkan paru secara elastis
diduga akan mengakibatkan peregangan paru yang progresif pada proses penuaan. Tetapi,
emfisema senilis bukan merupakan emfisema sejati, karena sebagian besar pasien yang sudah tua
ini tak mengalami gangguan fungsi paru yang berarti. PLE yang menyertai bronkitis kronik
dianggap sebagai tahap akhir dari CLE progresif, karena kedua gambaran morfologis tersebut
dapat timbul pada paru yang sama.
33
Jika toraks pasien emfisema dibuka selama pembedahan atau otopsi, paru tampak sangat
membesar; paru ini tetap terisi udara dan tidak kolaps. Warnanya lebih putih daripada paru
normal, dan terasa menggelembung serta halus seakan-akan berbulu. Seringkali terlihat bleb yaitu
rongga subpleura yang terisi udara, serta bula yaitu rongga parenkim yang terisi udara dengan
diameter lebih dari 1 cm. Selain itu, rongga udara juga mengalami dilatasi merata. PLE dan CLE
seringkali ditandai oleh bula, tetapi bula ini dapat juga timbul tanpa adanya PLE atau CLE.
Biasanya bula timbul karena adanya penyumbatan pada katup pengatur bronkiolus. Selama
inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat
penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus; tersebut
kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Hilangnya
elastisitas dinding bronkiolus pada emfisema juga dapat menyebabkan kolaps prematur. Dengan
demikian udara terperangkap dalam segmen paru yang terkena, berakibat distensi berlebihan serta
penggabungan beberapa alveolus. Ini disebabkan karena fragmentasi jaringan elastis
interalveolar, disertai rusaknya sekat interalveolar yang sudah menipis, sehingga akhirnya
terbentuk bula. Pada emfisema dapat timbul satu atau banyak bula yang dapat ataupun tidak
saling berhubungan. Bleb yang terbentuk akibat ruptura alveoli dapat pecah ke dalam rongga
pleura sehingga mengakibatkan pneumotoraks spontan (kolaps paru). Perubahan-perubahan lain
yang sering ditemukan pada paru penderita COPD adalah pengurangan jaringan kapiler dan bukti
histologik adanya bronkiolitis kronik (terserangnya bronkiolus kecil).
Diagram aliran yang dilukiskan pada Gambar di atas memperlihatkan patogenesis COPD
dan tipe morfologik emfisema yang ditimbulkannya. Diagram ini memperkuat fakta bahwa,
walaupun genetik mungkin merupakan suatu faktor predisposisi emfisema paru, dan merokok
serta polusi udara merupakan faktor utama pada patogenesis emfisema jenis bronkitis, tetapi
sebenarnya ada interaksi antara kedua faktor tersebut. Misalnya, seseorang dengan faktor
predisposisi genetik mungkin akan menderita emfisema jika terpajan polusi udara. Meskipun
dilatasi rongga udara senilis tak dianggap, sebagai emfisema sejati, tetapi mungkin hilangnya
elastisitas normal parenkim paru yang dihubungkan dengan usia merupakan faktor yang
menentukan timbulnya emfisema sejati.
Perjalanan klinis penderita COPD terbentang mulai dari apa yang dikenal sebagai pink
puffers sampai blue bloaters. Tanda klinis utama pada pink puffer (berkaitan dengan PLE primer)
34
adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti. Biasanya
dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada
penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi dan
tubuhnya tampak kurus; tak berotot. Pada perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers dapat
berlanjut menjadi bronkitis kronik sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma terletak
rendah dan bergerak tak lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan (karena itu disebut
pink=merah muda), sedangkan kor pulmonale (penyakit jantung akibat hipertensi pulmonar dan
penyakit paru) jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir. Gangguan
keseimbangan ventilasi dan perfusi minimal; sehingga dengan hiperventilasi, penderita pink
puffers biasanya dapat mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal sampai penyakit ini
mencapai tahap lanjut. Paru biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total TLC dan
volume residu RV sangat meningkat.
Pada keadaan COPD ekstrem yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloater (bronkitis
tanpa bukti-bukti emfisema obstruktif yang jelas). Pasien ini biasanya menderita batuk produktif
dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun
sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, akhirnya timbul gejala dispnea pada waktu pasien
melakukan kegiatan fisik. Pasien-pasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk
bernapas; mengalami hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio ventilasi/perfusi
juga tampak sangat berkurang. Hipoksia yang kronik merangsang ginjal untuk memproduksi
eritropoietin, yang akan merangsang peningkatan pembentukan sel-sel darah merah, sehingga.
terjadi polisiternia sekunder. Kadar hemoglobin (Hb) dapat mencapai 20 g/100 ml atau lebih, dan
sianosis mudah tampak karena Hb tereduksi mudah mencapai kadar 5 g/100 ml walaupun hanya
sebagian kecil Hb sirkulasi yang berada dalam bentuk Hb tereduksi (oleh karena itu dinamakan
blue bloaters). Pasien-pasien ini tidak mengalami dispnea sewaktu istirahat sehingga mereka
tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak banyak menurun dan bentuk tubuh normal. TLC
mungkin normal, dan diafragma berada dalam posisi normal. Kematian biasanya terjadi akibat
kor pulmonale (yang timbul dini) atau akibat kegagalan pernapasan. Pada otopsi sering
(meskipun tak selalu) ditemukan emfisema. Emfisema cenderung berbentuk sentrilobular,
meskipun dapat pula berbentuk panlobular.
Perjalanan klinis COPD yang khas adalah berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30
tahun dengan "batuk merokok," atau "batuk pagi" disertai pembentukan sedikit sputum mukoid.
Infeksi pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari biasanya pada pasien-pasien ini.
Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini
tak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu lama. Akhirnya serangan bronkitis akut
makin sering timbul, terutama pada musim dingin, dan kemampuan kerja pasien berkurang,
35
sehingga waktu mencapai usia 50-60-an, pasien mungkin harus berhenti bekerja. Pada pasien
dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan klinis tampaknya tidak begitu lama, yaitu
tanpa riwayat batuk produktif; dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat pasien
menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkapnia, hipoksemia, dan kor pulmonale, prognosisnya
buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbul penyakit. Gabungan gagal
napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh pneumonia merupakan penyebab kematian yang
lazim.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penyakit paru obstruksi bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin dan secepatnya agar oksigenisasi dapat
kembali normal; keadaan ini dipertahankan dan diusahakan menghindari perburukan penyakit
atau timbulnya obstruksi kembali pada kasus dengan obstruksi yang reversibel. Dasar-dasar
penatalaksanaan ini pada PPOK adalah:
1) Usaha mencegah perburukan penyakit
2) Mobilisasi lendir
3) Mengatasi bronkospasme
4) Memberantas infeksi
5) Penanganan terhadap komplikasi
6) Fisioterapi, terapi inhalasi dan rehabilitasi.
Pada asma dan PPOK, suatu serangan akut atau eksaserbasi akut memerlukan
penatalaksanaan yang tepat agar obstruksi yang terjadi dapat diatasi seoptimal mungkin sehingga
risiko komplikasi dan perburukan penyakit dapat dihindari sedapat mungkin. Pada obstruksi
kronik yang terdapat pada PPOK dan SOPT penatalaksanaan bertujuan untuk memperlambat
proses perburukan faal paru dengan menghindari eksaserbasi akut dan faktor-faktor yang
memperburuk penyakit. Pada penderita PPOK penurunan faal paru lebih besar dibandingkan
orang normal. Penelitian di RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa nilai volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1) pada penderita PPOK menurun sebesar 52 ml setiap tahunnya.
Penatalaksanaan penyakit paru obstruksi secara umum terdiri dari:
I. Penatalaksanaan umum
II. Pemberian obat-obatan
III. Terapi oksigen
IV. Rehabilitasi
36
PENATALAKSANAAN UMUM
Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adaIah:
1) Pendidikan terhadap penderita dan keluarga.
Mereka hendaklah mengetahui penyakitnya, yang meliputi berat penyakit, faktor-faktor
yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Perlu peranan
aktif penderita untuk usaha pencegahan dan pengobatan.
2) Menghindani rokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi.
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita
harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari,
karena zat itu juga dapat menimbulkan eksaserbasi/memperburuk perjalanan penyakit.
3) Menghindari infeksi
Infeksi saluran napas sedapat mungkin dihindan oleh karena dapat menimbulkan suatu
eksaserbasi akut penyakit.
4) Lingkungan sehat
Perubahan cuaca yang mendadak, udara terlalu panas atau dingin dapat meningkatkan
produksi sputum dan obstruksi saluran napas. Tempat ketinggian dengan kadar oksigen rendah
dapat menurunkan tekanan oksigen dalam arteri. Pada penderita PPOK terjadinya hipertensi
pulmonal dan kor pulmonale dapat diperlambat bila penderita pindah dari dataran tinggi ke
tempat di permukaan laut.
5) Mencukupkan kebutuhan cairan
Hal ini penting untuk mengencerkan sputum sehingga mudah dikeluarkan. Pada keadaan
dekompesasi kordis, pemakaian kortikosteroid dan hiponatremi memperbesar kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan.
6) Nutrien yang cukup
37
Pemberian makanan yang cukup perlu dipertahankan oleh karena penderita sering
mengalami anoreksia oleh karena sesak napas, dan pemakaian obat-obatan yang menimbulkan
rasa mual.
PEMBERIAN OBAT-OBATAN
1) Bronkodilator
Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengatasi atau mengurangi obstruksi saluran
napas yang terdapat pada penyakit paru obstruksi. Ada 3 golongan bronkodilator utama yaitu
golongan simpatomimetik, golongan antikolinergik dan golongan xanthin; ke tiga obat ini
mempunyai cara kerja yang berbeda dalam mengatasi obstruksi saluran napas. Dalam otot saluran
napas persarafan langsung simpatometik hanya sedikit; meskipun banyak terdapat adenoreseptor
beta dalam otot polos bronkus, reseptor ini terutama adalah beta-2. Pemberian beta agonis
menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenilsiklase, yaitu
substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan
bronkodilatasi.
Persarafan bronkus berasal dan sistem parasimpatis melalui nervus vagus Pada asma
aktifitas refleks vagal dianggap sebagai komponen utama bronkokonstriksi; tetapi peranan vagus
yang pasti tidak diketahui. Substansi penghantar saraf tersebut adalah asetilkolin yang dapat
menimbulkan bronkokonstniksi. Atropin adalah zat antagonis kompetitif dan asetilkolin dan
dapat menimbulkan relaksasi otot polos bronkus sehingga timbul bronkodilatasi.
Obat golongan xanthin bekerja sebagai bronkodilator melalui mekanisme yang belum diketahui
dengan jelas. Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya bronkodilator, adalah:
-Blokade reseptor adenosin
-Rangsangan pelepasan katekolamin endogen
-Meningkatkan jumlah dan efektivitas sel T supresor
-Meningkatkan ambilan kalsium ke dalam sel otot polos dan penghambatan penglepasan mediator
dan sel mast.
Pada gambar di bawah dapat dilihat skema cara kerja obat-obat bronkodilator untuk
menimbulkan bronkodilatasi.
Obat golongan simpatomimetik seperti adrenalin dan efedrin selain memberikan efek
bronkodilatasi juga menimbulkan takikardi dan palpitasi; pemakaian obat-obat yang selektif
terhadap reseptor beta mengurangi efek samping ini. Golongan agonis beta-2 yang dianggap
selektif antara lain adalah terbutalin, feneterol, salbutamol, orsiprenalin dan salmeterol. Di
38
samping bersifat sebagai bronkodilator, bila diberikan secara inhalasi dapat memobilisasi lendir.
Pemberian beta-2 dapat menimbulkan tremor tetapi bila terus diberikan maka gejala akan
berkurang. Pemberian salbutamol lepas lambat juga dapat diberikan. Pada penderita asma obat ini
mungkin bisa mengurangi timbulnya serangan asma malam. Dosis salbutamol lepas lambat 2 x 4
mg mempunyai manfaat yang sama dengan dosis 2 x 8 mg dengan efek samping yang lebih
minima1.
Antikolinergik seperti ipratropium bromide merupakan bronkodilator utama pada PPOK,
kanena pada PPOK obstruksi saluran napas yang terjadi lebih dominan disebabkan oleh kom
ponen vagal. Kombinasi obat antikolinergik dengan golongan bronkodilator lain seperti agonis
beta-2 dan xanthin memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik, sehingga dosis dapat
diturunkan sehingga efek samping juga menjadi sedikit.
Pada penderita asma akut pemberian antikolinergik tidak direkomendasikan oleh karena
efeknya lebih rendah dibandingkan golongan agonis beta-2; tetapi penambahan obat
antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Pada asma kronik antikolinergik cukup
aman,bronkodilatasi terjadi melalui blokade reseptor muskaninik non spesifik. Meskipun efeknya
kurang dari agonis beta-2 tapi penambahan obat ini memberikan efek tambahan terutama pada
penderita asma yang lebih tua.
Golongan xanthin mempunyai efek bronkodilator yang lebih rendah, selain bersifat
bronkodilator obat ini juga berperan dalam meningkatkan kekuatan otot diafragma. Pada
penderita emfisema dan bronkitis kronik metabolisme obat golongan xanthin ini dipengaruhi oleh
faktor uimur, merokok, gagal jantung, infeksi bakteri dan penggunaan obat simetidin dan
eitromisin. Oleh karena itu penggunaan obat xanthin pada PPOK membutuhkan pemantauan yang
ketat.
Pemberian bronkodilator secara inhalasi sangat dianjurkan oleh kanena cara ini
memberikan berbagai keuntungan yaitu:
-Obat bekerja langsung pada saluran napas
-Onset kerja yang cepat
-Dosis obat yang kecil
-Efek samping yang minimal karena kadar obat dalam
darah rendah
39
40
2) Ekspektorans dan mukolitik
Pemberian cairan yang cukup dapat mengencerkan sekret, tetapi pada beberapa keadaan
seperti gagal jantung perlu dilakukan pembatasan cairan. Obat yang menekan batuk seperti
kodein tidak dianjurkan karena dapat mengganggu pembersihan sekret dan menyebabkan
gangguan pertukaran udara; di samping itu obat ini dapat menekan pusat napas. Tetapi bila batuk
sangat mengganggu seperti batuk yang menetap, iritasi saluran napas dan gangguan tidur obat ini
dapat diberikan. Ekspektorans dan mukolitik lain seperti bromheksin, dan karboksi metil sistein
diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistem selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek
anti oksidans yang melindungi saluran napas dan kerusakan yang disebabkan oleh oksidans.
3) Antibiotika
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi, terutama pada keadaan
eksaserbasi., Infeksi virus paling sering menimbulkan eksaserbasi diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan makin memburuk.Penanganan infeksi yang
cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotika dapat
mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi.Perubahan warna sputum dapat merupakan indikasi
infeksi bakteri. Antibiotika yang biasanya bermanfaat adalah golongan penisilin, eritromisin dan
kotrimoksasol, biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotika tidak memberikan
perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme.
4) Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid pada suatu serangan akut baik pada asma maupun PPOK
memberikan perbaikan penyakit yang nyata. Steroid dapat diberikan intravena selama beberapa
hari, dilanjutkan dengan prednison oral 60 mg selama 4-7 hari, kemudian diturunkan bertahap
selama 7-10 hari. Pemberian dosis tinggi kurang dari 7 hari dapat dihentikan tanpa turun
bertahap. Pada penderita dengan hipereaktivitas bronkus pemberian kortikosteroid inhalasi
menunjukkan perbaikan fungsi paru dari gejala penyakit. Pemberian kortikosteroid jangka lama
memperlambat progresivitas penyakit.
41
TERAPI OKSIGEN
Pada penderita dengan hipoksemi, yaitu Pa 02 < 55 mmHg pemberian oksigen konsentrasi
rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot,
toleransi beban kerja dan pola tidur. Hipoksemi dapat mencetuskan dekompensatio kordis pada
penderita PPOK terutama pada saat adanya infeksi saluran napas.
Gejala gangguan tidur, gelisah dan sakit kepala mungkin merupakan petunjuk perlunya oksigen
tambahan. Pada penderita dengan infeksi saluran napas akut dan dekompensasi kordis pemberian
Inspiratory Positive Pressure Breathing (IPPB) bermanfaat untuk mencegah dan menyembuhkan
atelektasis.
ANTIOKSIDAN
Pemakaian antioksidan yang direkomendasikan oleh Internasional dan nasional guideline
adalah N-acetylcysteine (NAC). NAC selain sebagai agen mukolitik, juga berperan sebagai
antioksidan dan anti-inflamasi, serta imunomodulator. NAC sebagai agen mukolitik bekerja
dengan cara menghancurkan/memecah jembatan disulfida dari makromolekul mukoprotein yang
terdapat dalam sekresi bronkial, sehingga mukus menjadi lebih encer, serta bekerja dengan cara
memperbaiki kerja silia saluran napas. Dengan adanya kerja silia yang membaik ini, maka akan
sedikit mukus yang melekat pada epitel dan menyebabkan penetrasi antibiotika ke dalam jaringan
akan meningkat, dan hal ini akan mengurangi kolonisasi bakteri. Efek ini dikenal sebagai anti
adherens bacteria dari NAC.
NAC sebagai antioksidan akan menjadi prekursor glutation (antioksidan) karena NAC
mudah untuk berpenetrasi kedalam sel dan diasetilasi menjadi sistein. Sistein ini berperan
terhadap sintesis glutation. Selain berperan secara tidak langsung sebagai antioksidan, peranan
NAC secara langsung sebagai antioksidan adalah membawa gugus tiol (gugus SH) bebas yang
dapat berinteraksi dengan gugus elektrofilik ROS.
Peranan NAC sebagai anti-inflamasi yaitu menghambat pelepasan sitokin pro-inflamasi,
dan sebagai imunomodulator dengan cara meningkatkan fungsi sel-sel imunitas seperti limfosit
dan makrofag terhadap radikal bebas dan bakteri atau benda asing.
Uji klinis NAC pada PPOK yang melibatkan 1392 pasien membuktikan bahwa pemberian NAC
dapat mengurangi viskositas ekspektorasi, memudahkan ekspektorasi, dan mengurangi derajat
keparahan batuk.
42
REHABILITASI
Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan pekerjaan. Fisioterapi
bertujuan memobilisasi dahak dan mengendalikan kondisi fisik penderita ke tingkat yang optimal.
Berbagai cara fisioterapi dapat dilakukan yaitu latihan relaksasi, latihan napas, perkusi dinding
dada, drainase postural dan program uji latih. Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan
penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi
pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisiknya. Secara umum rehabilitasi ini bertujuan agar penderita dapat mengurus diri
sendiri dan melakukan aktivitas yang bermanfaat sesuai dengan kemampuan penderita.
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dari PPOK mencakup pemeriksaan anamnesis [pola hidup-riwayat
merokok, riwayat penyakit keluarga, keluhan yang dialami, dsb], pemeriksaan fisik [pada saluran
napas dan jantung], dan pemeriksaan penunjang [pemeriksaan laboratorium, rontgen dada, dan
test fungsi paru].
43
DAFTAR PUSTAKA
1. E. R. Mc Fadden,Jr. .HARRISON’S PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE, edisi 16. New york
: McGraw-Hill Companies Inc,2005
2. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
IV.2006
3. Sabatine, Marc S, The Massachusetts General Hospital Handbook of Internal Medicine, 1st
ed., 2004
4. Holgate ST. Bronchoconstriction. In: Bronchodilator Therapy. ed. Clark Till. Auckland: Adis Press Limited, 1984
5. http:// www. newenglandjournal .com.updated
44
Recommended