View
165
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
case demam para typhoid
Citation preview
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
1
ANAMNESIS Nama : An. S.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 tahun
Ruang : Melati
Kelas : III
Nama Lengkap : An. S. Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir : Karanganyar, 01/01/2002 Umur : 11 tahun
Nama Ayah : Tn.W Umur : 44 tahun
Pekerjaan Ayah : Penjaga sekolah Pendidikan Ayah : SMP
Nama Ibu : Ny. M Umur : 38 tahun
Pekerjaan Ibu : Pedagang Pendidikan Ibu : SD
Alamat : Nglanokulon 2/2 Pandean, Ts Madu
Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2012 Jam 17.40 Diagnosis masuk : Obs. Febris hari ke 7
Dokter yang merawat : dr. A. Septiarko Sp.A Ko Asisten : Aditya M. Fathony S. Ked
Tanggal : 25 Januari 2013 (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) di Bangsal Melati
KELUHAN UTAMA : Panas
KELUHAN TAMBAHAN : Lemas, Pusing
1. Riwayat penyakit sekarang
7 HSMRS : Pasien panas sumer-sumer, semakin tinggi pada sore dan malam hari, sudah diberi
obat penurun panas tetapi panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi. Panas disertai lemas
(+), pusing (-), minum (+), mual (+) namun tidak sampai muntah, nyeri perut (-), nafsu makan
berkurang (-). Keluhan lain keringat pada malam hari (-), nyeri tenggorokan (-), batuk (-), pilek
(-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik merah
pada kulit (-), sesek (-), BAB (+), BAK frekuensi 3-4 kali sehari berwarna kuning jernih dan
tidak nyeri.
3-6 HSMRS : Pasien masih merasa panas, panas turun pada pagi hari dan meninggi pada sore
dan malam hari. Pasien sulit tidur (-), lemas (+), pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut
(-), nafsu makan berkurang (+), minum (+). Keluhan lain keringat pada malam hari (-), batuk
(-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan
(-), gusi berdarah (-), bintik merah pada kulit (-), sesek (-), BAB (-), BAK frekuensi 3-4
kali/hari berwarna kuning jernih, tidak nyeri.
1 SMRS : Pasien masih panas, panas turun pada pagi hari dan meninggi pada sore dan malam
hari. Pasien sulit tidur (-), lemas (+), pusing (+), minum (+), mual (+), muntah (-), perut
kembung (+), nafsu makan berkurang (+), keringat pada malam hari (-), nyeri tenggorokan (-),
batuk (-), pilek (-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi berdarah
(-), bintik merah pada kulit (-), sesek (-), BAB cair (+) 1x, BAK frekuensi 3-4 kali/hari
berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.
HMRS : Pasien dibawa ke IGD RSUD karanganyar dengan keluhan panas (+), lemas (+),
pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan berkurang (+), minum (+),
bintik merah pada kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), batuk (-), pilek (-), nyeri
tenggorokan (-), BAB (-) , BAK baik.
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PEMERIKSAAN
JASMANI
Nama : An. S.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 tahun
Ruang : Melati
Kelas : III
PEMERIKSAAN OLEH Aditya M. Fathony S.Ked Tanggal 25 Januari 2013 Jam 06.00
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : compos mentis.
Vital Sign
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 84 /menit
RR : 24/menit
Suhu : 37,1 ºC
Status Gizi
BB/TB : 24 kg/108cm
BMI : 20,57 kg/m2
Z scores
BMI//U : gizi baik
Kesimpulan : status gizi baik (menurut WHO)
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kulit : petechie (-)
Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah cukup
2
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Mata : mata cowong (-/-), ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : mukosa bibir kering (+), sianosis (-), lidah tifoid (+)
Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-), kaku kuduk (-)
Kesan : terdapat tanda tifoid
Thorax : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-)
Paru
Pemeriksaan Kanan Kiri
Depan
Inspeksi Simetris
Ketinggalan gerak (-)
Retraksi dinding dada (-)
Simetris
Ketinggalan gerak (-)
Retraksi dinding dada (-)
Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Belakang
Inspeksi Simetris
Ketinggalan gerak (-)
Simetris
Ketinggalan gerak (-)
Palpasi Fremitus (n)
massa (-)
Fremitus (dan)
massa (-)
Perkusi Sonor (+) Sonor (+)
Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)
Kesan : Tidak terdapat kelainan pada kepala, leher, jantung, dan kedua lapang paru.
Abdomen
Inspeksi : distended (-), sikatrik (-), purpura (-)
3
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Auskultasi : peristaltik dbn
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : turgor kulit baik, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Anogenital : tidak ada kelainan
Kesan : Tidak terdapat kelainan pada abdomen.
Ekstremitas : akral hangat (+), deformitas (-), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-)
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan : bebas bebas bebas bebas
Tonus : normal normal normal normal
Trofi : entrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Klonus Tungkai : (-) (-) (-) (-)
Reflek fisiologis : biceps (+) normal, triceps (+) normal, reflek brachioradialis (+) normal,
reflek patella (+) normal, reflek achiles (+) normal
Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-), oppenheim (-), gordon (-), rosolimo (-)
Meningeal Sign : kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), brudzinski III (-)
brudzinski IV (-)
Sensibilitas : dalam batas normal
Kesan : extremitas superior et inferior dalam batas normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN
(23 Januari 2013)
No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan
1. Leukosit 7.600 uL 5000-10000 /uL
2. Eritrosit 4.000.000 uL 4,0-5,5 / uL
3. Hemoglobin 10,6 gr/dl 11,5-13,5 g/dl
4. Hematokrit 34,0 % 40-48%
4
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
5. MCV 85,0 femtoliter 82-92 fl
6. MCH 26,5 pikograms 27-31 pg
7. MCHC 31,2 g/dl 32-36 g/dl
8. Trombosit 296.000 uL 150.000-400.000/uL
9. Limfosit 40,1 % 20-40%
10. Monosit 12,3 % 2-8%
11. N. Segmen 47,6 % 33-60%
Widal O H
S. thypi - -
Parathypi A - -
Parathypi B 1/160 -
Parathypi C 1/80 -
RINGKASAN ANAMNESIS
Pasien laki-laki usia 11 tahun, datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan demam
hari ke-7, demam awalnya sumer-sumer kemudian meninggi menjelang sore hingga malam
hari kemudian turun pada pagi hari. Keluhan lain lemas (+), pusing (+), mual (+), muntah (-),
nyeri perut (-), nafsu makan agak berkurang (+), minum (+), bintik merah pada kulit (-),
mimisan (-), gusi berdarah (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), BAB (-) selama 3
hari, BAK baik.
Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
Tidak terdapat riwayat penyakit pada keluarga dan lingkungan yang ditularkan pada pasien.
Riwayat ANC baik, persalinan spontan, riwayat PNC baik.
Pasien mendapatkan ASI eksklusif dan sampai sekarang kualitas dan kuantitas makanan baik.
Imunisasi dasar lengkap berdasarkan PPI, sesuai usia pasien saat ini.
Perkembangan dan kepandaian baik.
Keadaan sosial ekonomi kurang & kondisi lingkungan rumah cukup.
5
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK
KU: CM
Vital sign
TD : 90/60 mmHg
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
S : 37,1°C
Status gizi baik menurut WHO
Kulit : petechie (-)
Kepala : ca (-/-), si (-/-), lidah tifoid (+), bibir kering (+)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)
Extremitas superior et inferior dan status neurologis dalam batas normal
Status neurologis dalam batas normal
LABORATORIUM
Tes Widal : Widal (+)
DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF
AKTIF
Demam hari ke 9, demam menurun dari hari sebelumnya
Lemas
Mual
Hasil Lab : Widal (+)
INAKTIF
Keadaan sosial ekonomi kurang
DIAGNOSA KERJA
6
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Demam Paratifoid
Anemia Ringan
RENCANA PENGELOLAAN
Rencana Tindakan
Obsevasi keadaan umum dan vital sign
Pemeliharaan hidrasi dan nutrisi
Bed rest
Rencana Terapi
Infus KA-EN3A 16 tpm makro
Inj Chloramphenicol 500mg/8jam
Inj Ranitidin ½ amp/6jam
Ottopan syr 3x1cth
Nucral syr 4x1cth
Rencana Edukasi
Menjelaskan tentang penyakit pasien kepada keluarga
Memperhatikan kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi
Mengatur ke pola makan
Menjaga kebersihan lingkungan
Istirahat yang cukup atau tirah baring
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
7
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
DISKUSI
Diagnosis pada pasien ini yaitu Demam Paratifoid. Penyakit Demam Paratifoid merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella
paratyphi A, B, C terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam paratifoid adalah
penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita,
anak-anak dan dewasa.
Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun
mencapai 195 kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Selatan.
Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan / minuman yang tercemar
oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan
tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal).
Pada anak- anak penyakit ini cukup sering ditemui, salah satu penyebabnya selain sanitasi
adalah system kekebalan atau imunitas yang belum berkembang dengan baik. Komplikasi atau
penyulit pun tidak jarang terjadi seperti gangguan SSP (delirium sampai gangguan kesadaran) dan
perforasi usus yang menyebabkan peritonitis. Sedangkan pada bayi relative jarang ditemukan karena
masih mendapatkan perlindungan dari ASI yang mengandung IgA sekretorik yang memberikan
proteksi local khususnya pada saluran cerna.
Etiologi
Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida,
flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida.
Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel
da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi/paratyphi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik
Patofisiologi
Bakteri salmonella typhi/paratyphi bersama makanan / minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri
8
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyenum.
Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan
nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ
retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel
fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi,
berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia
sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang
selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang
susunan kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida), yang semula di duga bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid/paratifoid.
Pada penelitian lebih lanjut terutama endotoksin hanya mempunyai peranan membantu proses
peradangan lokal. Pada keadaan tersebut, kuman ini berkembang.
Demam tifoid/paratifoid disebabkan oleh salmonella thyposa dan endotoksinnya yang
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah memengaruhi pusat termuregulator di hipotalamus
yang mengekibatkan timbulnya gejala demam.
Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya manifestasi klinis
sebagai berikut : makrofag pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin,
selanjutnya monokin ini dapat menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun,
instabilasi vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas.
Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh makrofag yang
mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila
sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan
limfe mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.
Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu pertama),
nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan
jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini
dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus
demam tofoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital..
9
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi bila
dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau tanda klinis, akan
lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid/paratifoid pada anak, terutama pada penderita
yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada bayi.
Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari
dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman
yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita.
Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang
timbul dapat dikelompokkan :
1. Demam satu minggu atau lebih.
2. Gangguan saluran pencernaan
3. Gangguan kesadaran
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala/
tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa,
perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa,
kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi
dan remiten (39 – 41o C) serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital.
Lidah tifoid/paratifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-
tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat,
di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi
epitel sehingga papila lebih prominen.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan
suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 – 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang
pada penekanan.
Roseola ini merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung kuman salmonella, dan
terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan
atas.
10
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus
dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran limpa pada demam tifoid tidak progresif
dengan konsistensi lebih lunak.
4. Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5 mm, sering
kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih,
tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 –
10 dan bertahan selama 2 -3 hari..
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau leukopeni relatif, kadang-
kadang dapat juga terjadi leukositosis, neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau tanpa
penurunan hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan perdarahan saluran
cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam rentangan normal atau dapat terjadi trombositopenia.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat atau titer widal O > 1/320, titer
H > 1/160 (dalam sekali pemeriksaan).
Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid/paratifoid,
maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas :
1. Possible Case
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum
lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case
Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran
laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali
pemeriksaan).
3. Definite Case
Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada
pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7
hari) atau titer widal O > 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
11
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid/paratifoid dapat diobati dirumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan
untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakit agar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta
nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.
Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi
Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :
1. Kloramfenikol
Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap Kloramfenikol di
berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak
ditemukannya obat ini oleh Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat
menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh penderita.
Kekurangan kloramfenikol antara lain ialah reaksi hipersensitifitas, reaksi toksik, grey syndrome,
kolaps, dan tidak bermanfaat untuk pengobatan karier.
Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis yang dianjurkan ialah
50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Untuk neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya
dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari.
2. Tiamfenikol
Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan Kloramfenikol karena susunan kimianya hampir
sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah
5 – 6 hari. Komplikasi hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral
dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari.
3. Kotrimoksasol
Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid masih kontroversial.
Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap
kloamfenikol, penyerapan di usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kakambuhan pengobatan
12
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 –
15%), sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia, anemia megaloblastik, hemolisis
eritrosit terutama pada penderita G6PD,
Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazol dan 6 – 8
mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama 10 – 14 hari.
4. Ampisilin dan Amoksisilin
Merupakan derivat Penisilin yang digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada
kasus yang resisten terhadap Kloramfenikol. Pernah dilaporkan adanya Salmonella yang resisten
terhadap Ampisilin di Thailand.
Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan dengan
Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik. Kelemahannya dapat
terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%).
Ampisilin mempunyai daya antibakteri yang sama dengan Ampisilin, terapi penyerapan
peroral lebih baik sehingga kadar oabat yang tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya
kekambuhan (2 – 5%) dan karier (0 – 5%).
Dosis yang dianjurkan adalah :
Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.
Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.
Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan keuntungan
yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.
5. Seftriakson
Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam 2 dosis iv.
6. Sefotaksim
Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4 dosis iv.
7. Siprofloksasin
Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur lebih dari 10 tahun
.
13
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,
meningitis, endokarditis, dan pneumonia yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Prognosis
Prognosis demam tifoid/paratifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Dinegara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat,
angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi
gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis dan pneumonia, mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser. Typhi ≥ 3 bulan setelah
infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat
sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit
traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibanding dengan populasi umum. Walaupun karier
urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan
skistosomiasis.
Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi/paratyphi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella
typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses
iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secara merata juga dapat
mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada
baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran
individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam
tifoid..
14
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; Edisi
kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI,
Jakarta : 2010.
Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik
Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.
Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi IV;
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.
Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003
Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta : EGC 2007.
15
ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
16
Recommended