View
354
Download
15
Category
Preview:
DESCRIPTION
Kebangkita Ulama
Citation preview
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 1Risyanto
SELAYANG PANDANG NAHDLATUL ULAMA
A. Sejarah
Nahdlatul Ulama (NU) lahir dari sebuah kesadaran bahwa
manusia tidak bisa hidup sendiri, ia butuh komunitas yang bisa
mewujudkan cita-cita secara bersama. Dengan berkelompok
(bermasyarakat), manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan
menolak bahaya yang datang kepadanya. Persatuan, ikatan batin,
saling bantu membantu, dan keselarasan merupakan prasyarat dari
tumbuhnya persaudaraan (al ukhuwah) dan kasih sayang yang
menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan
harmonis.
Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa lahirnya NU juga sebagai
respon semakin berkembangannya aliran modern yang ‘seolah-olah’
lebih mengutamakan al Qur’an dan as Sunan, dan meninggalkan ijma’
dan qiyas. Salah satunya, ketika ada wacana menggusur makam Nabi
Muhammad oleh kelompok Wahabi di Arab Saudi dan beberapa
makam lain yang dianggap bisa menjadi ‘penguat’ kesyirikan.
Maklum, ada kelompok yang menganggap bila Nabi
Muhammad sebagai sosok yang biasa-biasa saja sehingga tidak perlu
‘dikultuskan’. Maka tidak heran bila orang NU yang sering sebelum
menyebut Nabi Muhammad diawali dengan kata sayyidina, menjadi
sasaran tembak bagi kelompok yang ketika menyebut Nabi
Muhammad cukup dengan panggilan Muhammad.
NU sebagai jam’iyyah diniyah adalah wadah bagi para ulama
dan pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H / 31
Januari 1926 dengan tujuan memelihara, melestarikan,
mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan
Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah dan menganut salah satu dari
madzhab empat, yakni; Imam Abu Hanifah an Nu’man, Imam Malik bin
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 2Risyanto
Anas, Imam Muhammad bin Idris as Syafi’i, dan Imam Ahmad bin
Hambal. Serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan
pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatannya yang
bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan
bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.
Dengan demikian, NU merupakan gerakan keagamaan yang
bertujuaan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil,
berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.
B. Arti Lambang NU
Dalam Anggaran Dasar NU, Pasal 4, disebutkan “Lambang
Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali
tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak
melingkari di atas garis katulisitiwa, yang terbesar diantaranya terletak
di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di
bawah katulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf
Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri,
semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau. Kesemua itu
bila diberi makna satu per satu sebagai berikut:
a. Gambar bola dunia
Melambangkan tempat hidup, tempat berjuang, dan beramal di
dunia ini dan melambangkan pula bahwa asal kejadian manusia itu
dari tanah dan akan kembali ke tanah.
b. Gambar peta pada bola dunia merupakan peta Indonesia
Melambangkan bahwa Nahdlatul Ulama dilahirkan di Indonesia dan
berjuang untuk kejayaan Negara Republik Indonesia.
c. Tali yang tersimpul
Melambangkan persatuan yang kokoh, kuat. Dua ikatan di
bawahnya merupakan lambang hubungan antar sesama manusia
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 3Risyanto
dengan Tuhan. Jumlah untaian tali sebanyak 99 buah
melambangkan Asmaul Husna.
d. Sembilan bintang yang terdiri dari lima bintang di atas garis
katulistiwa dengan sebuah bintang yang paling besar terletak paling
atas melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai
pemimpin umat manusia dan Rasulullah. Empat buah bintang
lainnya melambangkan kepemimpinan Khulafaur Rasyidin yaitu
Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali
bin Abi Thalib. Empat bintang di garis katulistiwa melambangkan
empat madzab yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
Jumlah bintang sebanyak 9 (sembilan) melambangkan sembilan
wali penyebar agama Islam di pulau Jawa.
e. Tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”
Menunjukkan nama dari organisasi yang berarti kebangkitan ulama.
Tulisan Arab ini juga dijelaskan dengan tulisan NU dengan huruf
latin sebagai singkatan Nahdlatul Ulama.
f. Warna hijau dan putih
Warna hijau melambangkan kesuburan tanah air Indonesia dan
warna putih melambangkan kesucian.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 4Risyanto
NU DAN PARA TOKOHNYA
Bila mau menuliskan tentang sejarah para tokoh NU tentu
sangat banyak sekali. Mereka umumnya cenderung tidak dikenal
secara publik figur, tetapi justru mereka yang selama ini day to day
mendampingi, mengkader warga NU. Mereka oleh Gus Dur disebut
sebagai kiai langgar. Seorang kiai yang dulu pernah nyantri di sebuah
pesantren, kemudian pulang ke kampung dan bersama masyarakat
membangun langgar (mushola). Lewat langgar itulah para kiai langgar
mentransfer keilmuannya yang dulu pernah dipelajari di pesantren.
Di sini ada beberapa tokoh NU yang bisa penulis sebutkan
sekedar sebagai uswah hasanah bagi para generasi penerus.
Semoga.
a. Kiai Cholil Bangkalan
Tengah malam. Waktu menunjukkan pukul 24.00. Kiai Cholil keluar dari rumahnya ditemani oleh seorang santri senior bernama Kang Dawud. Mereka terus berjalan ke arah timur, sampai akhirnya tiba di Pasar Senenan. Tiba-tiba Kang Dawud dikejutkan dengan seruan salam kepada Kiai Cholil dari orang yang tidak dikenal. Kiai Cholil menjawabnya sambil tersenyum. Ketika keduanya sudah saling melihat, mereka langsung berangkulan layaknya seorang teman yang telah lama tidak bertemu. Setelah itu mereka asyik berbincang-bincang.Sementara Kang Dawud langsung gusar. Dalam benaknya terpikir, orang itu berbicara pada kiai tanpa sopan santun. Mestinya esok pagi dia datang ke rumah kiai. Tidak mencegat kiai di tengah malam seperti itu. sebagai santri ia ingin menegur langsung orang itu. hanya karena ada kiai saja perasaan itu ditahan dalam-dalam. Namun, hatinya tetap mendongkol.Untungnya, tak lama kemudian sang tamu ingin mengakhiri pertemuan. Keduanya lalu berdiri, dan sekali lagi, mereka kembali berangkulan. Tak lama kemudian sang tamu sudah menghilang di tengah kegelapan malam. Selesai menemui tamu, Kiai Cholil menegur Kang Dawud, “Dawud, kamu tahu siapa yang berbicara dengan aku tadi?” Tanya Kiai Cholil, yang dijawab dengan, “Tidak tahu, kiai,” oleh Kang Dawud.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 5Risyanto
“Dia adalah Nabi Khidir as,” Kata Kiai Cholil. Hah ?!! “Makanya kalau ikut kiai ya harus sabar dan ikhlas ….”Kiai Cholil lahir di Bangkalan pada tanggal 14 Maret 1820 M / 11
Jumadil Akhir 1235 H. Generasi ke 29 keturunan Rasulullah melalui
jalur Sayidina Hasan bin Ali.
Semasa kecil, Kiai Cholil belajar pada ayahnya sendiri, KH Abdul
Latief, di Bangkalan. Sekitar tahun 1850-an dikirim ke Pesantren
Langitan, Tuban, untuk belajar pada Kiai Muhammad Nur.
Kemudian belajar pada KH Asyik Seguto, Cangaan, Bangil. Pindah
lagi ke Keboncandi, sambil belajar pada Kiai Nur Hasan di
Pesantren Sidogiri Pasuruan. Dari Pasuruan pindah lagi ke salah
satu pesantren di Banyuwangi.
Tahun 1859 Kiai Cholil belajar ke Makkah bersama Syech Nawawi
banten, Syech Ahmad Khotib Mingkabau, Syech Yasin Padang dan
KH Sholeh Darat Semarang. Saking takdzimnya Kiai Cholil
terhadap Tanah Haram, ia selalu keluar dari kota Makkah setiap
akan buang air kecil dan besar.
Kiai Cholil terkenal sebagai ahli gramatika Arab (nahwu). Beberapa
kitab karyanya antara lain terjemahan Alfiyah ibn Malik ke dalam
Bahasa Madura, as Shilah fi Bayanin Nikah, al Haqibah, dan
mengarang sholawat thibbul qulub.
Bila dicari data tentang karomah Kiai Cholil, banyak cerita
mengisahkan kekeramatan kiai Cholil. Sebagian besar ulama NU
juga meyakini, jika beberapa kisah aneh yang berhubungan dengan
dirinya itu merupakan pertanda dia adalah seorang waliyullah.
Dikenal sebagai karomah (keramat).
Di antara kisah keramat Kiai Cholil, ketika Kiai Cholil pulang dari
Makkah. Kapal yang ditumpangi Kiai Cholil mengalami kebocoran,
sehingga air masuk ke dalam kapal. Seluruh penumpang menjadi
bingung dan panik. Mereka takut tenggelam di tengah samudera.
Beruntung, salah satu penumpang kapal ada yang kenal dengan
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 6Risyanto
Kiai Cholil, maka ia memohon kepada Kiai Cholil untuk membantu
mengatasi masalah yang sedang dihadapi penumpang kapal.
Kiai Cholil melepas sorbannya dan kemudian menyumbat lubang,
dan seketika masalah kebocoran kapal dapat teratasi, selamatlah
seluruh penumpang kapal. Wallahu a’lam bish showab.
Kisah lain, saat sholat berjamaah, Kiai Cholil sujud dalam waktu
yang lama, kurang lebih sekitar 15 menit. Anehnya, baju lengan kiai
Cholil yang semula kering, berubah menjadi basah kuyup. Ketika
sholat usai, Kiai Cholil ditanya para jamaah, kiai Cholil
menceritakan bahwa barusan di tengah laut ada orang yang minta
tolong, maka aku pun menolongnya.
Beberapa hari kemudian ada serombongan orang yang datang
untuk mengucapkan terima kasih karena telah ditolong. Dari
bencana kapal tenggelam di tengah laut. Wallahu a’lam bish
showab.
Kiai Cholil wafat tanggal 24 April 1925 M / 29 Ramadhan 1343 H
dalam usia 91 tahun. Dimakamkan di Tajasah, Melajeh, sekitar 2
Km sebelah selatan kota Bangkalan.
Sampai sekarang, makamnya dikeramatkan orang. Banyak
diziarahi oleh kaum muslimin dari seluruh tanah air. Para peziarah
akan semakin banyak jumlahnya bila musim liburan sekolah atau
menjelang bulan Ramadhan tiba.
Di antara pesan yang ditinggalkan kiai Cholil, barangsiapa yang
berwasilah dengan membaca surat al Ikhlas di makamnya
sebanyak 7.000 kali tanpa batal wudhu dan berbicara, maka ia
akan menemuinya. Minimal akan memohonkan kepada Allah agar
hajatnya terkabul.
b. Hadratus Syech Hasyim Asy’ari
Suatu ketika di tahun 1943, KH M Hasyim Asy’ari menderita sakit keras. Di suatu siang, ia memaksakan diri untuk mengambil air wudhu dan bersiap pergi ke masjid. Salah seorang anggota
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 7Risyanto
keluarganya menyarankan agar dia shalat di rumah saja, karena kondisinya kian memburuk. Di luar dugaan, kiai Hasyim menjawab, kamu tahu anak-anak ku bahwa api neraka lebih panas dari penyakit ku ini.Sepulang dari masjid, ia beristirahat sambill meneruskan nasehatnya: aku menangis bukan karena penyakit ku ini, dan bukan pula berpisah dengan keluarga ku. Namun aku merasa bahwa aku masih kurang berbuat kebajikan, padahal Allah telah banyak memerintahkan, sedangkan saya tidak memenuhinya. Betapa aku malu dan takut untuk bertemu Allah karena tidak punya bekal. Sungguh, itu semua yang membuat ku menangis.
Kiai Hasyim lahir pada hari Selasa Kliwon 24 Dzulqo’dah 1287 H /
14 Februari 1871 M di Desa Gedang, Jombang. Putra dari Kiai
Asy’ari, seorang kiai asal Demak, Jawa Tengah.
Sejak sebelum lahir, ibunya, Ny Halimah sudah yakin calon
putranya akan menjadi orang hebat. Selain kandungannya
mencapai 14 bulan, yang dalam kepercayaan masyarakat Jawa
bila ada kandungan lebih dari 9 bulan 10 hari, maka dapat
diprediksi bahwa kelak sang jabang bayi akan menjadi anak yang
memiliki keistimewaan (cerdas). Ia juga bermimpi bulan purnama
jatuh dari langit dan menimpa perutnya.
Pertanda itu semakin menguat ketika M. Hasyim (nama aslinya)
sejak kecil sudah menunjukkan sifat kepemimpinannya. Di antara
kawan-kawan seusianya, dia seringkali sudah bertindak sebagai
penengah dalam setiap permainan. Sementara kalau ia mendapati
salah seorang temannya yang melanggar aturan, dia tidak segan
menegurnya.
Sejak kecil, Kiai Hasyim sudah terbiasa mengikuti pelajaraan
agama dari orang tuanya di Pondok Gedang, pondok yang didirikan
kakeknya. Ia dikenal cerdas dan rajin belajar. Karenanya, dalam
usianya yang masih relatif muda, 13 tahun, ia sudah bisa
membantu orang tuanya mengajar para santri yang usianya jauh di
atas dirinya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 8Risyanto
Ketika Kiai Hasyim menginjak usia 14, ia mulai berkelana dari
pesantren ke pesantren. Mula-mula ke Pondok Wonokoyo
(Probolinggo), lalu Langitan (Tuban), Trenggilis (Semarang),
kemudian ke Kiai Cholil di Demangan (Bangkalan). Dilanjutkan lagi
ke Siwalanpanji (Sidoarjo) asuhan KH Ya’qub Hamdani. Sampai
akhirnya dijadikan menantu oleh Kiai Ya’qub.
Ia melanjutkan pendidikannya di Makkah, bermukim di sana hingga
7 bulan. Kembali lagi ke tanah air, namun tidak lama. Tahun 1893
ia kembali lagi ke Makkah melanjutkan pendidikannya dengan
bermukim 7 tahun lamanya.
Selama di Makkah ia belajar dalam bimbingan Syech Ahmad
Khatib Minangkabau. Syech Nawawi Banten, dan Syech Mahfudz
at Tarmisi (Pacitan). Di samping belajar kepada belasan ulama
besar yang lain.
Meski memiliki belasan guru, Kiai Hasyim lebih dekat dengan
Syech Mahfudz yang termasuk sebagai guru besar di Masjidil
Haram. Syech Mahfudz memiliki otoritas di bidang hadits. Ia
memiliki isnad (mata rantai penghubung) pengajaran kitab Shahih
Bukhari. Dari Syech Mahfudz inilah, Kiai Hasyim mendapat ijazah
(legalitas) untuk mengajarkan hadits shahih Bukhari dan shahih
Muslim. Karenanya, beliau di tanah air dikenal sebagai seorang ahli
hadits.
Kiai Hasyim mendirikan Pesantren Tebuireng pada 26 Rabiul Awal
1317 H / 1899 M, dengan murid pertama sebanyak 28 orang.
Pesantren inilah yang menjadi tempat penggemblengan kader-
kader NU masa itu dan di masa-masa mendatang.
Tahun 1925, ia turut serta merekomendasikan pengiriman utusan
ke Arab Saudi yang dikena dengan Komite Hijaz. Dari komite itu
akhirnya dibentuklah Jam’iyah Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab
1344 H / 31 Januari 1926 di Surabaya. Kiai Hasyim menjadi Rais
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 9Risyanto
Akbar. Jabatan itu disandang hingga akhir hayatnya, dan jabatan
Rais Akbar diganti menjadi Rais Aam.
Tahun 1942 Kiai Hasyim ditahan balatentara Jepang bersama KH
Machfudz Siddiq gara-gara menentang pelaksanaan Saikere
(setiap jam 07.00 pagi berbaris di lapangan dan membungkuk 90
derajat untuk menghormat Kaisar Jepang). Ia ditahan selama 4
bulan dengan tempat berpindah-pindah dari penjara Jombang,
Mojokerto, hingga penjara Bubutan Surabaya, bercampur dengan
para tawanan Sekutu.
Tahun 1942 Kiai Hasyim diangkat menjadi Ketua Shumubu (kantor
urusan agama, cikal bakal Kementerian Agama) di Jakarta,
membawahi cabang-cabang Shumuka di seluruh Indonesia.
Setahun kemudian menjadi Ketua Pimpinan Pusat Masyumi (1943–
1945), dan juga menjadi Penasehat Utama Jawa Hokokai bersama
Ir. Soekarno (1944).
Pada masa perjuangan kemerdekaan, Kiai Hasyim mengeluarkan
dua buah fatwa yang sangat terkenal. Pertama, perang melawan
Belanda adalah jihad (perang suci) dan dihukumi fardhu ain.
Kedua, melarang kaum muslimin Indonesia melakukan perjalanan
haji dengan menggunakan alat transportasi kapal Belanda. Dua
fatwa itu berperan sangat besar dalam perjuangan merebut
kemerdekaan RI.
Kiai Hasyim wafat pada 7 Ramadhan 1336 H / 21 Juli 1947, ketika
benteng pertahanan Hizbullah Sabilillah di Singosari Malang direbut
tentara Belanda. Kiai Hasyim dimakamkan di belakang Pesantren
Tebuireng. Pemerintah RI menganugerahkan gelar pahlawan
kemerdekaan nasional kepadanya. Selain meninggalkan banyak
jasa dan generasi penerus yang siap untuk melanjutkan
gerakannya, ia juga meninggalkan belasan judul karya tulis dalam
bahasa Arab dan Jawa. Di antara buku karyanya adalah Risalah
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 10Risyanto
Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah yang banyak dijadikan
rujukan para ulama.
Putra kiai Hasyim banyak mewarisi kiprah ayahnya, seperti: KH A.
Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama hingga tiga kali. KH Choliq
Hasyim menjadi Daidancho (Komandan Batalyon) PETA. KH Yusuf
Hasyim aktif di Laskar Hizbullah sebagai Komandan Kompi II dan
bergabung dalam TNI dengan pangkat terakhir Letnan satu.
Sedangkan KH Abdurrahman Wahid, cucunya, menjadi Presiden
Republik Iindonesia ke IV.
c. KH. Wahab Hasbullah
Kiai Wahab lahir pada bulan Maret 1888 di Tambak Beras
Jombang. Selama 20 tahun Kiai Wahab mendalami agama di
berbagai pesantren. Pernah belajar di Langitan, Tuban; Mojosari,
Nganjuk; Tawangsari, Sepanjang; Brangkalan, Kediri; Kiai Cholil
Bangkalan; Tebuireng, Jombang; dan Makkah.
Pada tahun 1914, Kiai Wahab mendirikan Sarekan Islam (SI)
cabang Makkah. Mendirikan perguruan pendidikan di kampung
Kawatan Gg IV Surabaya dengan nama Nahdlatul Wathan (1916).
Mendirikan sebuah kelompok diskusi Taswirul Afkar, dan
selanjutnya perkumpulan itu dinaikkan statusnya, dari sebuah
kelompok diskusi anak-anak muda menjadi sebuah sekolah.
Namanya tetap, Madrasah Taswirul Afkar, terletak di kawasan
Ampel Suci tahun 1918.
Kiai Wahab adalah tokoh yang sangat dinamis, lincah, pantang
menyerah dan banyak akal. Ia bisa bergaul dengan berbagai
macam tokoh pergerakan. Sebagai ketua cabang SI Makkah, dia
banyak berhubungan dengan HOS Cokroaminoto yang
pemikirannya banyak mengarah pada politik. Di madrasah
Nahdlatul Wathan Kiai Wahab bisa bergaul dengan KH Mas
Mansur yang tokoh Muhammadiyah. Dan di Taswirul Afkar bisa
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 11Risyanto
cocok dengan KH Ahmad Dahlan Ahjad, tokoh NU yang
belakangan dikenal sebagai salah satu pendiri MAJLIS ISLAM ALA
INDONESIA (MIAI)N.
Tahun 1925, Kiai Wahab bersama dengan Syech Ghonaim al Misri
dan KH Dahlan Abdul Qohar (mahasiswa NU yang tinggal di
Makkah), menemui Raja Ibnu Saud di Makkah sebagai utusan
Jam’iyah Nahdlatul Ulama Indonesia. Tim yang dikenal dengan
sebutan Komite Hijaz ini bertujuan melobi pemerintah kerajaan
Arab Saudi agar ajaran bermadzhab (selain madzhab resmi Arab
Saudi) tetap dijamin di tanah haram. Misi itu berhasil diemban
dengan baik. Raja Saud menyetujui permintaan itu.
Kiai Wahab pula yang memprakarsai adanya tradisi jurnalistik di
kalangan NU dengan mendirikan majalah tengah bulanan Soeara
Nahdlatul Oelama. Majalah itu dipimpin langsung oleh Kiai Wahab
sendiri dari Surabaya dan mampu bertahan 7 tahun lamanya.
Kelak, majalah itu berganti nama menjadi Beriita Nahdlatul Ulama
ketika dipimpin oleh KH Machfudz Siddiq dan Abdullah Ubaid
sebagai wakilnya.
Pernah ada kisah yang unik ketika Kiai Wahab dimintai nasehat
tentang ‘perseteruan’ antara generasi muda (ANO) dengan
generasi tua (NU). Masalahnya sepele, NU tidak mau mengakui
keberadaan ANO karena baju seragam yang dipakai ANO adalah
celana panjang, dasi, kopiah, dan tanda bintang di pundak. Seolah
mirip bangsa asing. Padahal ada doktri, siapa yang menyerupai
suatu kaum, maka ia termasuk kaum itu.
Waktu itu, Kiai Wahab mengilustrasikan ketika para sahabat
berperang melawan Persi, kuda yang dijadikan alat tunggangan
berbalik karena takut berhadapan dengan gajah yang digunakan
pasukan Persi. Begitu juga gajah-gajah Persi, ia juga balik badan
melihat kuda para sahabat.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 12Risyanto
Melihat kondisi seperti itu, pasukan Islam mulai belajar dari
fenomena yang ada. Umat Islam membeli gajah dan
memperkenalkan ke kuda yang akan digunakan untuk berperang.
Akhirnya, setelah kuda terlatih berhadapan dengan gajah, umat
Islam pun bisa mengalahkan Persia dalam pertarungan.
Kiai Wahab adalah penggagas berdirinya jam’iyah NU bersama
KH. M. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926. Menjabat Katib Aam
PBNU saat NU pertama kali didirikan dengan KH M Hasyim Asy’ari
sebagai Rais Akbarnya. Di saat KH Hasyim Asy’ari dan KH
Machfudz Siddiq, keduanya atas nama Rais Akbar dan Ketua
PBNU dipenjara tentara pendudukan Jepang, Kiai Wahab tampil
mengambil alih kepemimpinan dengan menyebut dirinya Ketua
Akbar (1942). Di saat keduanya dilepaskan tentara pendudukan
Jepang, posisi itu diserahkan pada mereka.
Sepeninggal Kiai Hasyim Asy’ari (1947) jabatan Rais Akbar
ditiadakan, diganti menjadi Rais Aam, dengan Kiai Wahab sebagai
orang pertama yang menduduki posisi itu hingga wafatnya (1971).
Sedangkan KH Bisri Syansuri (adik iparnya) menjadi wakilnya.
Ketika Kiai Wahab wafat, posisinya digantikan Kiai Bisri.
Kiai Wahab wafat pada hari Rabu 12 Dzulqa’dah 1391 H / 29
Desember 1971 M dalam usia 83 tahun, dimakamkan di
pemakaman keluarga pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras,
Jombang.
d. KH. Ali Maksum
Lazimnya kiai yang diamanati putra kiai, biasanya para putra kiai (gus) akan diberi perlakuan khusus. Tetapi konsep ini tidak berlaku bagi Kiai Ali Maksum. Para gus yang belajar di pesantren Kiai Ali Maksum posisinya sama dengan yang lain. Mereka bangun dari subuh dan belajar sampai jam 9 malam. Para gus harus belajar dengan rajin dan tekun. Bila para gus tidak hafal bait-bait kitab tertentu, Kiai Ali Maksum akan menghukum berdiri sampai mereka bisa hafal. Bila tetap tidak bisa hafal, mereka akan diikat di kursi atau meja.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 13Risyanto
Inilah betapa kerasnya Kiai Ali Maksum mempersiapkan generasi NU di pesantrennya.
Kiai Ali Maksum lahir tanggal 15 Maret 1915 di Lasem, Rembang,
Jawa Tengah. Putra Sulung Kiai Ali Maksum, pendiri pondok
Pesantren al Hidayah Lasem yang juga salah seorang kiai pendiri
NU. Ia kemudian menjadi menantu KH Munawwir, pendiri Pondok
Pesantren Krapyak, selatan Kraton Yogyakarta. Sejak Kiai Munawir
wafat, Kiai Ali Maksum yang menjadi penggantinya.
Riwayat pendidikan Kiai Ali Maksum, sejak kecil belajar di
pesantren ayahnya sendiri, Pesantren al Hidayah Lasem, yang saat
itu menjadi pusat rujukan para santri dari berbagai daerah. Lalu
belajar pada Kiai Amir di Pekalongan, dan melanjutkan ke
Pesantren Tremas, Pacitan, asuhan KH Dimyati. Di sana tinggal
selama 8 tahun. Kemudia menetap di Makkah semala 2 tahun
untuk memperdalam ilmunya kepada Sayid Alwy al Maliky dan
Syech Umar Hamdan. Ia dikenal bisa menguasai Bahasa Arab
dengan baik.
Kiai Ali Maksum adalah pribadi yang sederhana dan tenang. Ia
tidak pernah menonjolkan diri. Ia tampil biasa-biasa saja. Tetapi
dari karismanya itu justru banyak orang bersimpatik. Kiai Ali
Maksum bisa meredam dan mendamaikan elit politik NU yang
mengalami berseberangan jalan ‘perjuangan’ dan akhirnya beliau
diangkat sebagai Rais Aam.
Dalam khutbah iftitah Munas dan Konbes, ia sempat menyinggung
perlunya diberikan peluang regenerasi serta pemulihan kedudukan
ulama sebagai pemegang kendali di NU yang dirasa semakin
melemah di depan politisi. Sejak itu, langkah-langkah perubahan di
dalam NU semakin sering dilakukan. Puncaknya terjadi pada tahun
1984, ketika muktamar dilangsungkan di Situbondo. NU resmi
menyatakan kembali ke khittahnya, 1926. Lepas dari hiruk pikuk
partai politik.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 14Risyanto
Kiai Ali Maksum menjabat Rais Aam PBNU selama 4 tahun, sejak
1981 hingga 1984. Dalam susunan pengurus hasil Muktamar ke 27
di Situbondo, ia menduduki posisi Mustasyar PBNU. Sedangkan
Rais Aam dipercayakan kepada KH Achmad Siddiq dan Ketua
Umum PBNU dipercayakan kepada KH Abdurrahman Wahid.
Kiai Ali Maksum wafat setelah menjadi shahibul bait Muktamar NU
ke 28 di Krapyak, Yogyakarta. Tepatnya tanggal 7 Desember 1989
dalam usia 74 tahun. Dimakamkan di pemakaman Dongkelan,
Bantul. Selain meninggalkan lembaga pendidikan yang cukup
besar, ia juga mewariskan banyak buku yang menjadi hasil karya
tulisnya. Di antaranya buku karyanya yang terkenal adalah Hujjah
Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah, yang banyak dijadikan
rujukan para ulama NU.
e. KH. As’ad Syamsul Arifin
Ia memiliki santri khusus yang disebut Pelopor. Mereka bertugas
langsung untuk mendakwahkan agama Islam ke daerah-daerah
minus. Selain itu, tugas santri Pelopor adalah menyadarkan
masyarakat blateran, yaitu mereka yang suka carok, di daerah
tapal kuda Jawa Timur.
Kiai As’ad lahir di Kota Suci Makkah tahun 1897. Putra KH R.
Syamsul Arifin, ulama terkenal asal Pamekasan yang telah lama
bermukim di tanah suci.
Kiai As’ad mondok di pesantren Guluk-Guluk, Sumenep Pesantren
Kiai Cholil Bangkalan; Pesantren Tebuireng, Jombang; Pesantren
Sidogiri, Pasuruan; Pesantren Siwalanpanji, Sidoarjo; belajar
agama di Makkah selama 9 tahun.
Kiai As’ad adalah salah satu tokoh dibalik layar berdirinya Nahdlatul
Ulama. Dialah yang diutus oleh gurunya, Kiai Cholil Bangkalan
(1925) untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng dengan
membawa pesan tongkat dan diiringi surat Thoha ayat 17 – 23 :
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 15Risyanto
17. Apakah itu yang di tangan kananmu, Hai Musa?18. berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya".19. Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, Hai Musa!"20. lalu dilemparkannyalah tongkat itu, Maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.21. Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula,22. dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula),23. untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar,
Dari pesan yang dibawa Kiai Wahab, Kiai Hasyim Asy’ari paham
bahwa Kiai Cholil Bangkalan merestui apa yang sedang difikirkan
Kiai Hasyim dan kawan-kawan untuk mendirikan sebuah jam’iyyah.
Setahun kemudian, Kiai Wahab kembai lagi menemui Kiai Hasyim
untuk menyerahkan pesan dari Kiai Cholil Bangkalan. Kali ini pesan
yang dibawa Kiai Wahab adalah seutas tasbis dan perintah Kiai
Cholil Bangkalan agar Kiai Hasyim membaca Ya Jabbar dan Ya
Qohhar, setiap waktu. Pesan itu ditangkap oleh Kiai Hasyim
sebagai isyarat bahwa dukungan Kiai Cholil Bangkalan penuh
dalam rangka pendirian jam’iyah, maka sejak itu ada jam’iyah yang
mewadahi para kiai dan santri, yakni : Nahdlatul Ulama, 16 Rajab
1344 H / 31 Januari 1926 M, Kiai Wahab selalu bergabung di
dalamnya.
Pada tahun 1945, Kiai Wahab masuk barisan Hizbullah / sabilillah
dan bergrilya di daerah Jember. Menjelang Kiai Hasyim wafat,
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 16Risyanto
beliau berpesan kepada Kiai Wahab untuk menjaga NU jangan
sampai dipecah-pecah.
Pada tahun 1982, ketika terjadi gap yang sangat tajam di antara
para ulama NU. Para petinggi NU terpecah menjadi dua kelompok,
antara kubu Cipete (dikenal dengan kelompok politisi, dipimpin DR.
KH. Idham Chalid) berhadapan dengan kubu Situbondo (dikenal
dengan kelompok ulama, dipimpin KH As’ad Syamsul Arifin). Ia
bersama Kiai Mahrus Aly dan Kiai Ali Maksum menemui DR. Idham
Chalid. Pertemuan di rumah Idham Chalid itu menghasilkan
pernyataan pengunduran diri Idham dari jabatannya sebagai Ketua
Umum PBNU. Tapi sayang, 12 hari kemudian pernyataan itu
dicabut kembali.
Dalam konfil besar itu, Kiai Wahab sebagai pendukung utama
kelompok ulama. Kiai Wahab juga yang memelopori naiknya Gus
Dur (Abdurrahman Wahid) ke tampuk kursi Ketua Umum PBNU
dalam Muktamar NU ke 27 di Situbondo. Sedangkan Kiai As’ad
masuk dalam struktur Mustasyar.
Namun pada muktamar selanjutnya, ke 28 yang diselenggarakan di
Krapyak, Yogyakarta, Kiai As’ad tidak hadir. Hal ini karena Kiai
As’ad menganggap Gus Dur banyak merugikan umat Islam. Kiai
As’ad menamsilkan Gus Dur sebagai imam sholat yang kentut,
karenanya ma’mum harus meninggalkannya.
Kiai As’ad wafat pada hari Sabtu 4 Agustus 1990 M / 13 Muharram
1411 H. Dimakamkan di areal pesantrennya berdampingan dengan
makam ayahnya, KH R Syamsul Arifin.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 17Risyanto
f. KH. Wahid Hasyim
Malam itu kira-kira pukul 21.00, tapi jalanan di Jakarta sudah agak sepi. Hanya terlihat beberapa delman dan orang naik sepeda. Mobil-mobil tidak begitu kelihatan. Itupun hanya dinaiki tuan-tuan Dai Nippon. KH Saifuddin Zuhri duduk disamping KH A. Wahid Hasyim yang sedang mengemudikan mobil Fiat hitam.“inikah mobil dinas, Gus? Tanya Saifuddin.
“Bukan! Mobil dinas saya pakai di waktu ngantor saja. Itupun jarang aku pakai. Aku diberi mobil dinas pakai tanda Jepang. Aku tak mau pakai. Aku malu memakai mobil militer Jepang. Sebab itu, aku membeli sendiri mobil Fiat ini,” Jawab Wahid Hasyim.“Bagaimana caranya bisa membeli mobil sendiri di jaman begini?” kejar Saifuddin.“Ya Allah! Kalau soal mobil saja tidak bisa memecahkan, bagaimana bisa memecahkan persoalan rakyat?” jawab Kiai Wahid tegas.“Mobil adalah alat bepergian, juga alat berjuang. Banyak di antara kawan-kawan kita yang sudah tergolong pemimpin, kadang-kadang persoalan rumah tangga saja tidak bisa memecahkannya. Bagaimana bisa memecahkan persoalan umat yang jauh lebih besar dari sekedar masalah rumah tangga?”
KH. A. Wahid Hasyim lahir di Jombang pada hari Jumlat Legi 5
Rabiul Awal 1333 H / 1 Juni 1914 M. Putra lelaki pertama Kiai
Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah NU.
Sejak kecil, Kiai Wahid Hasyim belajar pada ayahnya dan menjadi
siswa di Madrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng. Usia 13
tahun belajar kepada Kiai Khozin di Pondok Siwalanpanji, Sidoarjo
(di pesantren inilah ayahnya dulu berguru dan dijadikan menantu).
Lalu melanjutkan ke Pesantren Lirboyo, Kediri. Dalam usia 15
tahun sudah menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Belanda. Tahun
1932 naik haji dan menetap di sana selama 2 tahun. Tahun 1932
mendirikan IKPI (Ikatan Pelajar Islam Indonesia) dan mendirikan
perpustakaan dengan koleksi sebanyak 1.000 buku.
Ketika berusia 24 tahun, Kiai Wahid Hasyim mulai aktif dalam
jamiyah NU. Mula-mula menjabat sebagai Penulis I Kring
(sekretaris ranting) NU Tebuireng. Kemudian meningkat menjadi
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 18Risyanto
anggota pengurus NU Cabang Jombang. Dalam waktu kurang dari
1 tahun dia sudah terpilih sebagai wakil ketua tanfidz PBNU yang
menangani masalah pendidikan. Pada tahun 1938, Kiai Wahid
Hasyim menjabat sebagai Ketua PP LP Ma’arif.
Tahun 1939 terpilih sebagai Ketua dewan MAJLIS ISLAM ALA
INDONESIA (MIAI). Ketika Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) berdiri, 1943, Kiai Wahid Hasyim duduk sebagai Ketua
II. Sedangkan ketua umumnya ayahnya sendiri (Hasyim Asy’ari),
Ketua I Ki Bagus Hadikusumo dan Ketua III Mr. Kasman
Singodimejo.
Tahun 1944, Kiai Wahid Hasyim didatangi utusan bala tentara
Jepang yang memintanya agar mengirimkan para santri pesantren
masuk Heiho (prajurit pembantu Jepang) yang banyak dikirim ke
Burma. Namun permintaan itu ditolak oleh Kiai Wahid Hasyim.
Justru dia mengusulkan agar mereka melatih para santri tentang
kemiliteran untuk pertahanan dalam negeri. Ternyata usulan itu
diterima. Maka sejak 14 Oktober 1944 berdirilah Hizbullah. Mereka
dilatih kemiliteran oleh tentara Jepang dan para Shodanco PETA
selama 3 bulan di Cibarusa, Bogor.
Pada tahun yang sama ditunjuk sebagai Kepala Kantor Urusan
Agama Pusat, menggantikan ayahnya, yang sebagai pimpinan
resmi tidak bisa meninggalkan Jawa timur. Dalam pada itu dia
terpilih sebagai anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia) dengan termasuk sub panitia 11 yang
pada tanggal 22 Juni 1945 menandatangani Piagam Jakarta.
Sampai akhirnya Kiai Wahid Hasyim menjadi ketua umum PBNU
1952 menggantikan KH. Nahrawi Thohir setahun sebelumnya.
Kiai Wahid Hasyim meninggal dunia tanggal 19 April 1953 akibat
kecelakaan mobil yang dinaiki di daerah Cimindi, antara Cimahi
dan Bandung, dalam usia 39 tahun. Dimakamkan di komplek
pondok pesantren Tebuireng, di dekat makam ayahandanya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 19Risyanto
Ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. Salah
seorang putranya, KH Abdurrahman Wahid, menjadi Presiden RI
IV, setelah menjabat Ketua Umum PBNU tiga periode.
g. KH. Bisri Mustofa
Menjadi menantu kiai itu enak-enak susah. Bila yang pintar memang enak, sebab langsung bisa mengajar tanpa harus susah payah mencari santri. Tetapi bagi yang pas-pasan atau bodoh, tentu menjadi persoalan yang serius. Pemandangan terakhir inilah yang dialami Kiai Bisri ketika menjadi menantu Kiai Cholil Harun Kasingan, Rembang. Dia prihatin ketika banyak santri minta dibacakan kitab yang macam-macam. Padahal, jangankan membaca, wujud kitabnya saja kadang dia belum pernah tahu. Sebagai seorang yang berjiwa teguh, Kiai Bisri menggunakan metode belajar candak kulak (belajar sambil mengajar). Maklum, menolak mengajar adalah suatu yang sangat dipantang. Apa kata santri bila ada menantu kiai tidak bisa membaca kitab kuning.Waktu itu, Kiai Bisri berguru kepada Kiai Kamil di Karanggeneng. Hasil belajarnya kemudian diajarkan kepada para santri. Teknik Kiai Bisri saat belajar pada Kiai Kamil cukup sekali datang dan kemudian hasil belajarnya digunakan untuk mengajar santri selama tiga kali. Suatu ketika pernah pengajian Kiai Kamil di Karanggeneng libur, maka libur pula pengajian yang diasuh Kiai Bisri selama 3 hari. Hal ini tentu memprihatinkan. Kondisi seperti itu menjadikan Kiai Bisri tidak betah tinggal di rumah mertuanya. Akhirnya, Kiai Bisri memutuskan untuk meninggalkan pesantren di mana mertuanya berada. Kiai Bisri memutuskan untuk pergi haji dengan uang tabungan hasil jualan kitab. Meski dengan bekal pas-pasan, Kiai Bisri ‘nekat’ pergi haji. Di Makkah Kiai Bisri merelakan dirinya menjadi khadim Syech Chamid Said. Kesempatan belajar di Makkah tidak disia-siakan. Tidak ada istilah waktu kosong. Kiai Bisri memaksimalkan semua waktu yang ada untuk belajar, dan akhirnya setelah satu tahun beliau pulang ke tanah air dengan penguasaan kitab kuning yang mumpuni.
Kiai Bisri lahir di Sawahan, Rembang 1915. Putra H. Zainal
Mustofa, seorang saudagar kaya raya pada masa itu. Kiai Bisri naik
haji pada usia 8 tahun bersama orang tua dan kedua adiknya.
Masuk sekolah Ongko Loro, semacam Sekolah Rakyat atau
Sekolah Dasar di Rembang. Dalam bahasa Belanda sering dikenal
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 20Risyanto
dengan sekolah HIS. Lulus Ongko Loro masuk pesantren
Kasingan, Rembang asuhan Kiai Cholil. Tahun 1932 minta restu
kiainya untuk pindah ke Pesantren Tremas, Pacitan, asuhan Kiai
Dimyati, namun tidak diijinkan karena akan dijadikan menantunya.
Sejak tahun 1936 bermukim di Makkah selama satu tahun untuk
mendalami agama kepada para syech di sana.
Ketika Masyumi berdiri Kiai Bisri menjadi Ketua Masyumi Cabang
Rembang. Pernah menjabat Kepala Kantor Jawatan Agama
(Kakandepag) Karesidenan Pati. Jabatan itu ditinggalkannya ketika
tentara Belanda bersama Sekutu datang lagi untuk menjajah
kemerdekaan Indonesia. Kiai Bisri bergabung dalam Laskar
Hizbullah dan menjadi Ketua Cabang Rembang. Sejak tahun 1949
terpilih sebagai penghulu darurat dan Kepala KUA (non SK)
dengan kekuasaan seluruh Kabupaten Rembang.
Selain dikenal sebagai orator yang luar biasa dan mahir memikat
massa, Kiai Bisri juga dikenal sebagai penulis yang produktif dalam
mobil pun beliau rajin menulis. Karya tulisnya tidak kurang dari 176
buku, baik yang merupakan karya asli, terjemahan, syi’iran maupun
esei. Di antara kitab-kitab hasil karyanya adalah tafsir al Qur’an
Ibriz, al Iktsir, Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah, al
Baiquniyah, terjemah syarah Alfiyah Ibnu Malik, al Mujahadah wa
Riyadhoh dan al Habibah yang masih banyak dipakai kaum
Nahdliyin hingga sekarang.
Ada kisah unik yang dialami Kiai Bisri. Al kisah, suatu ketika Kiai Ali
Maksum menyampaikan keluhan padanya seputar kegagalannya
saat menulis kitab. Dengan gaya khasnya Kiai Bisri menjawab Lha,
soalnya sampeyan nulis (karema) lillahi ta’ala sich. Tentu saja
jawaban itu mengejutkan Kiai Ali, lho, kiai nulis kok tidak lillahi
ta’ala, terus dengan niat apa? Kejar Kiai Ali Maksum penasaran.
Kalau saya, menulis niatnya nyambut gawe. Seperti falsafah
penjahit. Ia, meskipun ada tamu tetap menjahit. Tamu ia ajak
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 21Risyanto
jangongan, tetapi pekerjaan menjahit tetap dilakukan. Mengapa?
Karena bila tidak menjahit, bagaimana dengan nasib periuknya?
Kalau belum-belum sampeyan sudah niat yang muluk-muluk dan
mulai kerja, maka syetan mudah menggelincirkan. Coba jika
niatnya mencari duit, pasti syetan senang. Nah nanti setelah buku
karya sampeyan jadi, dan kemudian diserahkan kepada penerbit,
sampeyan berniatlah yang baik-baik, seperti untuk menyebarkan
ilmu atau apa saja yang penting baik .. sekali-kali syetan kita tipu
donk kiai.
Kiai Bisri wafat pada 16 Pebruari 1977 dalam usia 64 tahun.
Dimakamkan di Pemakaman Kabongan, rembang, berdampingan
dengan makam mertuanya, KH Cholil Harun.
h. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Pagi itu, para santri Tebuireng sedang mengawasi putra kiainya yang sedang belajar berjalan. Seperti anak-anak pada umunya, putra kiai pun jatuh bangun ketika belajar berjalan. Ketika jatuh, para santri Tebuireng segera memberikan pertolongan, dan membersihkan badannya. Tetapi, ketika Kiai Wahid Hasyim melihat anaknya jatuh dan ditolong, ia justru melarang dan berkata, biarkan anak ku belajar berjalan. Bila jatuh, biarkan ia bangkit sendiri. Anak kecil yang belajar berjalan itu adalah Abdurrahman ad Dakhil yang terkenal dengan sebutan Gus Dur.
Gus Dur lahir pada 4 Agustus 1940 di Denanyar, Jombang.
Ayahnya Kiai Wahid Hasyim adalah putra KH. Hasyim Asy’ari
(Tebuireng). Sedangkan ibunya, Ny Hj. Sholichah adalah putri KH
Bisri Sansuri (Denanyar). KH. M. Hasyim Asy’ari semasa hidupnya
menjabat sebagai Rais Aam, sedangkan KH Bisri Syansuri
menjabat Rais Aam sesudahnya. Dari kedua jalur nasab itu
menujukkan bahwa Gus Dur mempunyai aliran darah biru kiai yang
sangat besar dan berpengaruh.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 22Risyanto
Gus Dur menamatkan pendidikan dasar di Jakarta (1953).
Meneruskan di SEP Gowangan, Yogyakarta, sambil belajar di
Pesantren Krapyak (1956). Setelah tamat dari SMEP, melanjutkan
pendidikan di Pesantren Tegalrejo, Magelang, selama 3 tahun. Lalu
ke Pesantren Tambakberas, Jombang. Mengajar di Madrasah
Muallimat Tambakberas sejak tahun 1959.
Tahun 1960-an Gus Dur melanjutkan pendidikannya di Universitas
al Azhar Cairo Mesir. Kemudian pindah ke Fakultas sastra
Universitas Baghdad, Iraq. Namun keduanya tidak sampai tamat.
Sampai awal tahun 1970 masih aktif dalam setiap kegiatan PPI
(Perhimpunan Pelajar Indonesia) Timur Tengah. Pulang dari Iraq,
mengajar di Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari
(Unhasy) Tebuiren, Jombang, sekaligus menjadi dekannya (1972 –
1974). Menjadi sekretaris Pesantren Tebuireng (1974 – 1979).
Gus Dur masuk ke dalam komunitas NU pada tahun 1979 atas
dorongan kakeknya, KH Bisri Syansuri yang saat itu menjabat Rais
Aam PBNU. Gus Dur langsung menempati posisi Wakil Katib Aam
PBNU. Pada Muktamar NU ke 27 di Situbondo ia terpilih sebagai
Ketua Umum PBNU bersama KH Achmad Siddiq sebagai Rais
Aam. Jabatan itu disandangnya hingga tiga periode, yakni lewat
Muktamar ke 27 di Situbondo (1984), Muktamar ke 28 di
Yogyakarta (1989), dan Muktamar ke 29 di Cipasung (1994).
Dalam Muktamar ke 30 di Lirboyo, Kediri (1999) Gus Dur yang saat
itu menjadi Presiden RI diangkat sebagai salah seorang Mustasyar
PBNU.
Namun sejak muktamar ke 31 di Asrama Haji Donohudan, Solo
(2004), Gus Dur dan para kiai pendukungnya tampak kurang
sepakat dengan pengurus baru PBNU. Sampai akhirnya ia
berencana mendirikan NU yang benar alias PBNU tandingan,
dengan kantor yang sama dengan PBNU hasil muktamar
Donohudan. Tetapi akhirnya niat itu tidak pernah kesampaian.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 23Risyanto
PBNU tetap satu, dengan DR KH MA Sahal Mahfudh sebagai Rais
Aam dan KH A Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum
Tanfidziyahnya.
Gus Dur ketika pada masa-masa awal meniti karier, dikenal
sebagai seorang kolumnis yang produktif. Tulisannya banyak
menghiasi halaman media massa nasional, terutama untuk majalah
Tempo dan koran Kompas. Pernah menjabat sebagai Ketua Dewan
pelaksana Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), juri Festival Film
Indonesia (FFI), dan juga pernah menjadi anggota MPR wakil dari
DKI Jakarta.
Semasa menjabat Ketua Umum PBNU yang ketiga kalinya (1998),
PBNU menfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Gus Dur duduk sebagai Ketua Dewan Syuro partai tersebut. Nama
PKB akhirnya identik dengan Gus Dur daripada ketua umumnya,
Matori Abdul Jalil maupun Alwi Shihab.
Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009. Rakyat berduka dan
tidak hanya warga Nahdliyin, tetapi hampir seluruh elemen umat
beragama di Indonesia berduka. Gus Dur mendapat anugerah
Bapak Bangsa, Bapak Pluralisme.
i. KH Achmad Siddiq
Sejak belajar di Pesantren Tebuireng, Kiai Achmad sudah
menunjukkan kewibawaannya. Cerdas tapi tidak banyak tingkah. Di
usianya yang masih muda, dia sudah memegang ilmu tuwo.
Jangankan teman sebayanya, para guru pun segan kepada Kiai
Achmad. Hanya ada satu orang yang berani menggodanya, yakni:
Abdul Muchith Muzadi, alias Muchith kecil, yang kelak menjadi
sekretaris pribadinya.
Kiai Achmad lahir di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 H /
24 Januari 1926. Putra bungsu KH Muhammad Sidiq dari Nyai
Maryam. Ia adalah adik kandung KH Mahfudz Siddiq.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 24Risyanto
Pendidikan dasar Kiai Achmad dimulai dari SR (sekolah rakyat)
Islam Jember, kemudian melanjutkan di Madrasah Salafiyah
Pesantren Tebuireng, Jombang hingga tamat kelas enam. Di
pesantren yang diasuh Hadratusy Syech Hasyim Asy’ari. Ia
menjadi kader utama KH Wahid Hasyim, putra Kiai Hasyim Asy’ari.
Kiai Wahidlah yang banyak memberikan pengaruh atas watak dan
kecakapan Kiai Siddiq. Termasuk ketrampilan mengetik dan
membuat konsep-konsep dalam organisasi.
Pengabdian Kiai Achmad dapat dilihat ketika beliau menjadi
Koordinator Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII, ormas
pemuda di bawah naungan Masyumi) untuk wilayah Jember dan
Besuki (1945), hingga masuk dalam kepengurusan tingkat Jawa
Timur. Ia juga pernah menjadi Ketua PWNU Jawa Timur,
mengantikan KH Abdullah Siddiq, kakaknya.
Dalam Muktamar NU ke – 27 di Situbondo tahun 1984, ia terpilih
sebagai Rais Aam PBNU dengan KH Abdurrahman sebagai Ketua
Umum Tanfidziyah. Kiai Achmad menggantikan Kiai Ali Maksum,
sedangkan Gus Dur menggantikan DR. KH. Idham Chalid.
Kiai Achmad adalah pemrakarsa gerakan kembali ke Khittah NU
1926 yang diputuskan di Situbondo.
Ide-ide segar tentang pembaruan NU banyak bermunculan darinya,
misalnya tentang Fikrah Nahdliyah, NU menerima azaz Pancasila,
konsep ukhuwah NU, dan tentu saja tentang Khittah NU yang
monumental. Ide-ide segar KH Achmad siddiq banyak ditulis KH
Abdul Muchid Muzadi, teman semasa di Tebuireng, yang menjadi
sekretaris pribadinya.
Sampai hari ini, Khittah Nahdliyah dan Fikrah Nahdliyah karya Kiai
Achmad masih menjadi pemandu utama PBNU untuk menentukan
langkahnya. Begitu juga dengan konsep ukhuwahnya.
Kiai Achmad dikenal pandai membuat tamsil. Dan pembukaan
Muktamar NU ke 28 di Krapyak, Yogyakarta (1989), ia membuat
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 25Risyanto
tamsil yang jitu di sela Khutbah Iftitahnya; NU ini ibarat kereta api,
yang rel dan arah tujuannya sudah jelas. Bukan taksi, yang bisa di
bawa ke mana saja oleh penumpangnya. Rel NU itu sudah jelas
Pada kesempatan lain, Kiai Achmad melanjutkan, rel dan tujuan
NU sudah jelas. Syarat-syarat untuk menjadi masinis juga sudah
ditentukan dengan jelas. Barangsiapa yang tidak sejalan dengan
tujuan NU, ya jangan naik kereta NU. Silahkan cari kendaraan yang
lain saja.
Dalam karier politik, Kiai Achmad pernah menjadi Kepala KUA di
Situbondo dan Koordinator Jawatan Agama Daerah Besuki. Ketika
KH A. Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama, Kiai Achmad yang
dipercaya sebagai sekretaris pribadinya, menggantikan AA Achsin.
Dan berkat bimbingan Wahid Hasyim pula, karier Kiai Achmad
terus meningkat. Pernah menjadi pegawai menengah dan tinggi di
Kementerian Agama, dan juga pernah menjadi Kepala Kantor
Departemen Agama Propinsi Jawa Timur.
Hasil pemili 1955 mengantarkan dirinya untuk duduk di kursi DPR
RI dari fraksi NU. Namun tidak lama ia bertahan di sana, sebab
sikapnya senantiasa keras pada Nasakom yang didukung
pemerintah Belanda dengan para kiai NU kala itu yang lebih
banyak menempuh jalan kompromi. Kursi DPR RI kembali
didudukinya setelah pemilu 1971. Dan sejak 1977 kembali aktif
memimpin pesantren Ash Shiddiqiyah di tanah kelahirannya,
Jember.
Kiai Achmad wafat tanggal 23 Januari 1991 setelah dirawat di RS
Dr Soetomo Surabaya. Atas permintaan dirinya sebelum
meninggal, jenazahnya dimakamkan di Kompleks Makam Aulia
Desa Mojo, Kediri, tak jauh dari makam KH Hamim Jazuli (Gus
Mik), pendiri semaan al Qur’an Mantab.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 26Risyanto
ISTILAH POPULER DALAM TUBUH NU
Sering warga NU dibuat pusing dengan istilah-istilah yang
digunakan dalam organisasi Islam yang bernama NU, seperti: syuriah,
tanfidziyah, muktamar, qonun asasi, a’wan, dll. Dalam tulisan ini sengaja
penulis paparkan beberapa istilah-istilah yang digunakan jam’iyah
Nahdlatul Ulam, antara lain :
1. A’wan
Sebutan untuk anggota syuriyah NU di semua jenjang
kepengurusan. A’wan berasal dari bahasa Arab yang artinya
anggota.
2. Ahlul Halli wal Aqdi
Orang yang berkompeten untuk melepaskan dan mengikat
(sebagai suatu lembaga).
Menurut ahli fiqh, ahlul halli wal ‘aqdi merupakan institusi yang
para anggotanya terdiri dari para ahli yang mengemukakan
pendapatnya tentang suatu masalah untuk mendapatkan
kebenaran melalui musyawarah. Dan dengan musyawarah akan
melahirkan beberapa pendapat tentang masalah yang sedang
dihadapi dan mencarikan keputusannya, sehingga menghasilkan
kebenaran daripada kalau diputuskan sendiri.
Ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh setiap anggota ahlul halli
wal ‘aqdi, yaitu:
a. Memiliki sifat adil dan selalu memelihara wibawa dan nama
baik (muru’ah).
b. Memiliki ilmu pengetahuan yang memadai sesuai dengan
fungsi lembaganya.
c. Memiliki wawasan yang luas dan kebijaksanaan, sehingga
mampu menilai berbagai alternatif serta memilih yang sebaik-
baiknya,
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 27Risyanto
3. Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah
NU adalah organisasi keagamaan yang bertujuan melestarikan,
mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah
wal Jama’ah an Nahdliyah. Arti ahlussunah wal jamaah adalah
para pengikut yang berpegang teguh kepada al Qur’an, al Hadits,
al Ijma’, dan al Qiyas.
Doktrin ahlussunah wal jamaah berpangkal pada 3 panutan;
a. Mengikuti paham al Asy’ariyah dan al Maturidi dalam
bertauhid.
b. Mengikuti salah satu madzhab fiqh yang empat (Hanafi, Maliki,
Hambali, dan Syafi’i) dalam beribadah.
c. Mengikuti cara yang ditetapkan al Junaidi al Baghdadi dan al
Ghozali dalam bertarekat.
4. Anak Cabang
Adalah istilah kepengurusan badan otonom dan lembaga NU di
tingkat kecamatan. Khusus untuk NU di sebut MWC (Majlis Wakil
Cabang). Sedangkan untuk lembaga dan Banom biasanya
menggunakan istilah Pimpinan Anak Cabang (PAC).
5. Bahtsul Masail
NU dalam struktur organisasinya memiliki suatu Lembaga Bahtsul
Masail (LBM). Sesuai dengan namanya, bahtsul masail, yang
berarti pengkajian terhadap masalah-masalah agama, LBM
berfungsi sebagai forum pengkajian hukum yang membahas
berbagai masalah keagamaan.
6. Bai’at
Bai’at adalah pengucapan janji atau sumpah setia. Bai’at
diucapkan setiap memulai jabatan baru dalam jajaran NU dan
Banom-Banomnya. Bai’at biasanya dilakukan oleh para ulama di
jajaran syuri’ah atau pengurus di jenjang yang lebih tinggi.
Biasanya didahului dengan membaca dua kalimah syahadat, lalu
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 28Risyanto
mengucapkan janji untuk selalu siap dan setia dalam menjalankan
tugas.
7. Banser
Singkatan dari barisan Ansor serbaguna. Salah satu kekuatan inti
gerakan pemuda Ansor yang identik dengan kelaskaran. Didirikan
pada tahun 1964 di Kota Blitar, Jawa Timur. Nama Banser adalah
atas usulan Muhammad Zainuddin Kayubi, Ketua Korda GP Ansor
Karesidenan Kediri, merangkap Ketua PC GP Ansor Blitar.
Makna lambang Banser:
a. Kalimat ya ilaahi, melambangkan bahwa setiap gerak dan
perjuangan Banser dijiwai dengan ketaqwaan setia gerak dan
segala perintah Allah SWT.
b. Logo Gerakan Pemuda Ansor melambangkan kesatupaduan
langkah Banser yang tidak bisa dipisahkan dari organisasi
induknya, yakni GP Ansor.
c. Gambar burung Ababil, melambangkan kekuatan umat Islam
yang menjunjung tinggi upaya kesejahteraan dan kemakmuran
manusia.
d. Gambar pita melambangkan keteguhan Banser dalam
membela dan mendorong setiap perjuangan menegakkan
kebenaran dan keadilan.
e. Tulisan Nahnu Ansharullah melambangkan sikap Banser yang
saling tolong-menolong kepada sesama manusia sebagai
hamba Allah SWT.
f. Warna merah (sebagai dasar logo) melambangkan keteguhan
dalam melaknsakan aqidah dan semangat pantang mundur
dalam membela keadilan dan kebenaran.
g. Warna kuning melambangkan ketulusan, keikhlasan dan
kesucian perjuangan.
h. Warna hijau segitiga melambangkan keimanan, keadilan, dan
kemakmuran.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 29Risyanto
i. Warna hitam melambangkan rukun Islam lima dan Pancasila
sebagai dasar negara.
j. Segi lima melambangkan bahwa setiap anggota Banser siap
setiap saat melaksanakan tugas organisasi.
k. Perisai merah putih. Banser siap setiap saat untuk menjaga
ketentraman bangsa dan NKRI.
8. Fatayat
Fatayat adalah salah satu badan otonom NU yang membina para
pemudi. Fatayat NU artinya para pemudi NU.
Fatayat didirikan tanggal 7 Rajab 1369 H / 24 April 1950. Hanya
saja, perintisannya sudah dimulai sejak tahun 1940, oleh tiga
serangkai wanita; Murtasiyah (Surabaya), Khuzaimah Mansur
(Gresik), dan Aminah Mansur (Sidoarjo).
Arti lambang Fatayat;
a. Setangkai bunga melati, lambang yang murni.
b. Tegak di atas dua helai daun, setiap gerak Fatayat tidak lepas
dari pemantauan bapak dan ibu (NU dan Muslimat).
c. Di dalam sebuah bintang, Fatayat senantiasa berlandaskan
perintah Allah dan sunnah rasul.
d. Delapan bintang, empat khulafaur rasyidin dan empat
madzhab.
e. Dilingkari tali persatuan, Fatayat NU tidak keluar dari ahlus
sunnah wal jamaah.
f. Dilukis dengan warna putih di atas warna hijau, Fatayat
senantiasa bergerak pada kesucian dan kebenaran.
9. Fikrah Nahdliyah
Fikrah Nahdliyah adalah kerangka berpikir yang didasarkan pada
ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah yang dijadikan
landasan berpikir NU (khithah nahdliyah) untuk menentukan arah
perjuangan dalam rangka islahul ummah (perbaikan umat).
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 30Risyanto
Metode berpikir ke – NU – an;
Dalam merespok persoalan, baik yang berkenaan dengan
persoalan keagamaan maupun kemasyarakatan, NU memiliki
manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah sebagai berikut;
a. Mengikuti paham al Asy’ariyah dan al Maturidi dalam
bertauhid.
b. Mengikuti salah satu madzhab fiqh yang empat (Hanafi, Maliki,
Hambali, dan Syafi’i) dalam beribadah.
c. Mengikuti cara yang ditetapkan al Junaidi al baghdadi dan al
Ghozali dalam bertarekat.
Ciri-ciri fikrah nahdliyah;
a. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir mmoderat), artinya NU
senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan i’tidal (moderat)
dalam menyikapi berbagai persoalan, NU tidak tafrith atau
ifrath.
b. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya NU dapat
hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain walau
pun aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda.
c. Fikrah ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya NU senantiasa
mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al
ishlah ila ma huwa al ashlah).
d. Fikrah tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya NU
senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon
berbagai persoalan.
e. Fikrah manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya NU
senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang mengacu
kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh NU.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 31Risyanto
Ide fikrah nahdliyah ini pertama kali diajukan oleh KH Achmad
Siddiq pada tahun 1969, yang selanjutnya menjadi embrio
gerakan khittah pada tahun 1984. Pada muktamar-muktamar
selanjutnya selalu menjadi acuan dalam komisi bahtsul masail
maudhu’iyah.
10. Gerakan Pemuda Ansor
Dibentuk pada tanggal 24 April 1934 M / 10 Muharram 1353 H.
Melalui Muktamar NU ke 9 di Banyuwangi, dengan nama Ansoru
Nahdlatil Ulama (ANO).
Alasan diberi nama Ansor sebagai penghormatan dan
penghargaan kepada nama yang diberikan Nabi Muhammad
kepada penduduk Madinah yang telah berjasa besar dalam
menyambut dan menolong kedatangan Nabi dan para sahabatnya
yang berhijrah dari Makkah. Mereka rela berkorban habis-habisan
dalam memberikan pertolongan pada sesama saudaranya.
Pemakaian nama Ansor merupakann petunjuk dari KH. A. Wahab
Hasbullah.
Pada tahun 1949 dalam reuni anggota ANO dan Hizbullah di
Kantor PBNU Jl. Bubutan Surabaya, yang dihadiri KH A. Wahid
Hasyim, disepakati nama ANO diganti menjadi Gerakan Pemuda
Ansor, sebagai gerakan untuk mempersiapkan kader penerus
perjuangan NU. HA Chamid Widjaja terpilih sebagai Ketua Umum
PP GP Ansor yang pertama. Pada periode 1960 – 1070 Ansor
mempertegas dirinya sebagai perisai NU.
Makna lambang;
a. Segi tiga garis alas berarti tauhid, garis sisi kanan berarti fiqih
dan garis sisi kiri berarti tasawuf.
b. Segi tiga sama sisi bermakna keseimbangan pelaksanaan
ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah yang
meliputi iman, islam, dan ihsan atau ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan
ilmu tasawuf.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 32Risyanto
c. Garis tebal sebelah luar dan tipis sebelah dalam pada sisi segi
tiga berarti keserasian dan keharmonisan hubungan antara
pemimpin (garis tebal) dan yang dipimpin (garis tipis).
d. Warna hijau berarti kedamaian, kebenaran, dan kesejahteraan.
e. Bulan sabit berarti kepemudaan.
f. Sembilan bintang;
- Satu yang besar berarti sunnah Rasulullah.
- Empat bintang disebelah kanan berarti sahabat Nabi
(khulafaur rasyidin).
- Empat bintang di sebelah kiri berarti madzhab yang empat
(Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali).
g. Tiga sinar ke bawah berarti pancaran cahaya dasar-dasar
agama, yaitu: iman, islam, dan ihsan yang terhujam dalam jiwa
dan hati.
h. Lima sinar ke atas berarti manifestasi pelaksanaan terhadap
rukun Islam yang lima, khususnya shalat lima waktu.
i. Jumlah sinar yang delapan berarti juga pancaran semangat
juang dari delapan Ashabul Kahfi dalam menegakkan
kebenaran dan keadilan, menentang kebatilan dan kedzaliman
serta pengembangan agama Allah ke delapan penjuru mata
angin.
j. Tulisan Ansor (huruf besar ditulis tebal) berarti ketegasan sikap
dan pendirian.
11. Ikatan Pelajar NU (IPNU)
IPNU adalah salah satu badan otonom NU yang menangani
pelajar, remaja, santri. Sebelum IPNU terbentuk, para pelajar NU
sudah mendirikan organisasi di daerah masing-masing, yang
antara satu dengan lainnya tidak saling berkaitan. Ada persatuan
siswa-siswa NO (Persano) di Surabaya tahun 1939, ikatan murid
NO di Malang tahun 1945, Subbanul Wathan di Madura tahun
1945, dll.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 33Risyanto
IPNU didirikan pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H / 24
Pebruari 1954, ketika diselenggarakan Kongres LP Ma’arif di
Semarang. Sejak berdirinya IPNU menjadi bagian dari LP Ma’arif,
dan baru pada tahun 1966, ketika diselenggarakan Kongres IPNU
di Surabaya, IPNU resmi melepaskan diri dari LP Ma’arif dan
menjadi Badan Otonom NU. Salah seorang pendiri IPNU adalah
Prof. Dr. KH. M. Tolchah Mansur.
Namun sejak tahun 1988, melalui kongresnya yang ke 10 di
Jombang (dikenal dengan Deklarasi Jombang) kepanjangannya
diganti menjadi Ikatan Putera Nahdlatul Ulama, karena harus
menyesuaikan diri dengan undang-undang Nomor 8 tahun 1985
tentang keormasan, yang melarang adanya organisasi pelajar di
sekolah, selain OSIS.
Namun setelah Orde Baru tumbang, di saat kebebasan
berpendapat dan bereskpresi bisa diperoleh dengan mudah,
singkatan itu dikembalikan lagi seperti saat kelahirannya. Melalui
kongresnya yang ke 14 di Surabaya (18 – 22 Juni 2003),
kepanjangan IPNU kembali seperti semula: Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama.
Makna Lambang :
a. Warna hijau melambangkan subur, kuning melambang hikmah
yang tinggi dan putih bermakna kesucian. Warna kuning di
antara putih melambangkan hikmah dan cita-cita yang tinggi.
b. Bentuk bulat bermakna kontinyu, terus-menerus.
c. Tiga titik di antara kata I.P.N.U bermakna islam, iman, dan
ihsan.
d. Enam strip pengapit huruf I.P.N.U bermakna rukun iman.
e. Bintang berarti ketinggian cita-cita.
f. Sembilan bintang; lambang keluarga Nahdlatul Ulama.
- Satu bintang di tengah: Nabi Muhammad.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 34Risyanto
- Empat bintang di kanan dan kiri: khulafaur rasyidin, yakni:
Abu Bakar as Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abu Thalib.
- Empat bintang di bawah : madzhab empat, yakni: Hambali,
Hanafi, Maliki, dan Syafi’i.
g. Dua kitab; al Qur’an dan al Hadits.
h. Bulu lambang ilmu. Dua bulu angsa bersilang melambangkan
sintesa antara ilmu umum dan ilmu agama Islam.
i. Sudut bintang lima bermakna rukun Islam.
12. Ikatan Pelajar Putri NU
IPPNU adalah salah satu badan otonom NU yang membidangi
remaja, santri dan pelanjar putri NU. Didirikan pada tanggal 8
Rajab 1374 H / 2 Maret 1955 di Solo, Jawa Tengah. Salah
seorang pendirinya adalah Ny Umroh Mahfudzah. Sejak berdirinya
IPPNU bernaung di bawah LP Ma’arif, namun sejak tahun 1966
melalui kongresnya di Surabaya, IPPNU berdiri sendiri sebagai
salah satu badan otonom NU.
Sejak tahun 1988, melalui kongresnya yang ke 9 di Jombang (29–
31 Januari 1988), kepanjangan IPPNU berganti menjadi Ikatan
Puteri-Puteri Nahdlatul Ulama, karena harus menyesuaikan diri
dengan UU No 8 Tahun 1985 tentang keormasan, yang melarang
adanya organisasi pelajar di sekolah, selain OSIS.
Namun setelah orde baru tumbang, di saat kebebasan
berpendapat dan berekspresi bisa diperoleh dengan mudah,
singkatan itu dikembalikan lagi seperti saat kelahirannya. Melalui
kongresnya yang ke 13 di Surabaya (18 – 22 Juni 2003),
kepanjangan IPPNU kembali seperti semula : Ikatan Pelajar Puteri
Nahdlatul Ulama.
Makna Lambang :
a. Warna hijau : kebenaran, kesuburan serta dinamis.
b. Warna putih : kesucian, kejernihan serta kebersihan.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 35Risyanto
c. Warna kuning : hikmah yang tinggi / kejayaan.
d. Segi tiga : iman, islam, dan ihsan.
e. Dua buah garis tepi mengapit warna kuning ; dua kalimat
syahadat.
f. Sembilan bintang : keluarga Nahdlatul Ulama yang diartikan:
- Satu bintang besar paling atas Nabi Muhammad.
- Empat bintang di sebelah kanan : empat sahabat Nabi (Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali).
- Empat bintang di sebelah kiri : empat madzhab yang diikuti
(Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali).
g. Dua kitab : al Qur’an dan Hadits
h. Dua bulu bersilang : aktif menulis dan membaca untuk
menambah wacana berfikir.
i. Dua bunga melati : perempuan yang dengan kebersihan
pikiran dan kesucian hatinya memadukan dua unsur ilmu
pengetahuan umum dan agama.
j. Lima titik di antara tulisan I.P.P.N.U : rukun islam.
13. Katib
Katib (bukan khatib) adalah sebutan untuk pengurus Syuriah yang
menangani administrasi. Tidak jauh beda dengan jabatan
sekretaris di jajaran Tanfidziyah. Katib berasal dari Bahasa Arab
yang artinya sekretaris atau penulis. Katib Aam berarti sekretaris
jenderal (Sekjen).
14. Khittah Nahdliyah
Khittah Nahdliyah adalah landasan berpikir, bersikap, dan
bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku
perseorangan maupun organisasi, serta dalam setiap proses
pengambilan keputusan. Khittah ini diputuskan dalam Muktamar
NU ke 27 (1984) di Situbondo.
KH. Achmad Siddiq (Rais Aam PBNU 1984 – 1991) sebagai
penggagas ide Khittah, mengartikan khittah dengan kalimat yang
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 36Risyanto
sangat sederhana : NU tidak ke mana-mana (tetap dalam orbit
1926), tetapi berada di mana-mana (warganya bebas
menyalurkan hak politik di partai politik manapun sesuai
aspirasinya).
Sedangkan kalimat Khittah itu sendiri pertama kali diucapkan oleh
KH Achyat Chalimi (Mojokerto) pada tahun 1952, ketika
berlangsung Muktamar NU. Kiai Achyat saat ini mengusulkan NU
harus kembali ke Khittah, agar tidak awut-awutan begini. Namun
usulan itu tidak disertai dengan konsep yang utuh, sehingga tidak
mendapatkan banyak perhatian.
Justru konsep khittah itu mulai tertata sejak tahun 1978, ketika KH
A. Muchith Muzadi mengantarkan KH Achmad Siddiq yang akan
naik haji melalui Surabaya. Jauh-jauh hari Kiai Muchith diminta
oleh Kiai Achmad untuk membuat rumusan khittah, dengan pikiran
yang sudah disampaikan oleh Kiai Achmad sebelumnya.
Menjelang berangkat, naskah itu diberikan oleh Kiai Muchith dan
dibawa Kiai Achmad ke tanah suci.
Sepulang dari ibadah haji, naskah hasil ketikan Kiai Muchith itu
sudah dikoreksi oleh Kiai Achmad dengan pembenahan di
beberapa bagian. Setelah dilakukan perbaikan-perbaikan selama
3 bulan, barulah konsep itu disepakati oleh Kiai Achmad. Namun
baru diundangkan pemakaiannya 6 bulan kemudian.
15. Komite Hijaz
Merupakan cikal bakal kelahiran NU. Komite tersebut dibentuk
dan dimotori oleh KH A. Wahab Hasbullah, atas restu dari
Hadratusy Syech KH. M. Hasyim Asy’ari. Dibentuknya Komite
Hijaz adalah untuk mengirimkan delegasi ulama Indonesia yang
akan menghadap Raja Ibnu Saud (1925). Misi yang diemban di
antaranya tentang kekhawatiran para ulama terhadap rencana
raja yang akan melarang peribadatan yang dilandasai madzhab
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 37Risyanto
diluar yang telah ditetapkan oleh madzhab tanah haram (Makkah
Madinah).
Semula utusan para ulama adalah KH R. Asnawi Kudus. Namun
karena Kiai Asnawi ketinggalan kapal dan tidak jadi berangkat,
keberangkatan itu disampaikan melalui telegram. Namun karena
telegram belum mendapat jawaban juga, akhirnya berangkatlah
KH A Wahab Hasbullah sebagai utusan.
Secara resmi, utusan itu adalah KH A Wahab Hasbullah
(Surabaya), Syech Ghonaim al Misri (warga negara Mesir yang
akhirnya diangkat sebagai salah seorang Mustasyar NU), dan KH
Dahlan Abdul Qohar (pelajar Indonesia yang sedang belajar di
Makkah). Namun yang berangkat dari Indonesia hanya Kiai
Wahab.
Misi yang diemban komite ini adalah menemui Raja Saud, Ibnu
Saud, untuk menyampaikan pesan ulama pesantren di Indonesia,
yang meminta agar raja tetap memberikan kebebasan berlakunya
hukum-hukum ibadah dalam madzhab empat di tanah Haram.
Di antara penyebab munculnya Komite Hijaz adalah jatuhnya
khalifah di Turki pasca Perang Dunia I, dan masuknya Ibnu Saud
yang beraliran Wahabi dengan menguasai Makkah yang menjadi
sentral ibadah umat Islam sedunia.
Ketika itu, Saudi berkeinginan menegakkan kembali khilafah yang
jatuh itu dengan menggelar komperensi umat Islam sedunia, dan
dipusatkan di Makkah. Utusan dari Indonesia yang diakui adalah
HOS Cokroaminoto dan KH Mas Mansur. Tetapi ikut pula
berangkat HM Suja’ (Muhammadiyah), H. Abdullah Ahmad (dari
Sumatera Barat) dan H. Abdul Karim Amrullah (utusan dari
Persatuan Guru Agama Islam). Sementara KH A. Wahab
Hasbullah malah dicoret keanggotaannya dengan alasan tidak
mewakili organisasi. Akhirnya para ulama pesantren membentuk
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 38Risyanto
tim tersebut dengan mengatasnamakan Jamiyah Nahdlatul
Ulama, meski secara resmi organisasinya belum didirikan.
Utusan para ulama pesantren dengan nama Komite Hijaz itu
menuai hasil gemilang. Raja menjamin kebebasan beramaliah
dalam madzhab empat di tanah haram, dan tidak ada
penggusuran makam Nabi Muhammad dan para sahabatnya,
seperti kabar sebelumnya.
Sepulang dari Makkah, KH A. Wahab Hasbullah bermaksud
membubarkan komite itu karena dianggap tugasnya sudah
selesai. Namun keinginan itu dicegah oleh KH M. Hasyim Asy’ari.
Komite tetap berjalan, namun dengan tugas yang baru, yaitu
membentuk organisasi Nahdlatul Ulama, sebagaimana isyarat
yang diberikan oleh Syaichona Cholil yang dikirimkan melalui
salah seorang santrinya, KH. R. As’ad Syamsul Arifin.
Sewaktu Kiai Wahab akan mengumpulkan para ulama di
Surabaya, tampaknya intelijen Belanda sudah mencium tanda-
tanda peristiwa besar akan terjadi di kota itu. Karenanya mereka
tidak memberikan ijin pertemuan. Melihat kondisi seperti ini, para
ulama tidak kehabisan cara untuk bisa mengadakan pertemuan.
Dengan alasan tahlilan dalam rangka haul Syaikhona Cholil
Bangkalan, para ulama berkumpul di rumah KH Ridwan Abdullah
di Jl. Bubutan VI Surabaya.
Di luar rumah para undangan membaca tahlil, sedangkan di dalam
rumah para kiai menggelar pertemuan untuk mendirikan jamiyah
NU. Selesai tahlilan itulah, tepatnya pada 16 Rajab 1344 Hijriyah
bertepatan dengan 31 Januari 1926, lahirlah Jam’iyah Nahdlatul
Ulama.
16. Lajnah
Lajnah adalah perangkat organisasi untuk melaksanakan program
yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah dibentuk sesuai
dengan kebutuhan. Tidak semua tingkatan mempunyai lajnah ini.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 39Risyanto
Sesuai dengan keputusan Muktamar ke 31 di Donohudan Solo
(2004), NU mempunyai dua lajnah, yaitu:
a. Lajnah Falakiyah yang bertugas mengurus masalah hisab dan
rukyah, serta pengembangan ilmu falak.
b. Lajnah Ta’lif wan Nasyr, disingkat LTN yang bertugas
mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan
kitab / buku, serta media informasi menurut faham ahlus
sunnah wal jamaah.
17. Lesbumi
Singkatan dari lembaga seniman budayawan muslimin Indonesia.
Salah satu lembaga NU yang menaungi para seniman dan
budayawan. Didirikan di Bandung pada 28 Juli 1962 dalam status
sebagai badan otonom NU. Dalam sejarahnya, Lesbumi banyak
dipimpin oleh para tokoh besar dalam perfilman nasional. Ada
nama H. Jamaluddin Malik, Asrul Sani, Usmar Ismail, Anas Ma’ruf,
Misbah Yusa Biran, dll. Nama Lesbumi adalah ide dari Asrul Sani,
seorang sutradara film kenamaan.
Menjelang peristiwa G 30 S PKI tahun 1965, Lesbumi banyak
memainkan peran dalam menghadang para seniman komunis
yang bernaung dalam Lembaga Keseniang Rakyat (Lekra). Sejak
didirikan, Lesbumi langsung menjadi organisasi seniman dan
budayawan terbesar. Di lapangan, Lesbumi jauh lebih unggul dari
Lekra, karena para seniman papan atas lebih banyak bergabung
di dalamnya. Sedangkan Lekra lebih banyak diisi oleh pemain
figuran. Di sisi lain, jumlah pendukung. Lesbumi jauh lebih banyak.
Bahkan Lesbumi bisa menguasai seluruh jalur peredaran film
nasional.
Meski menang di lapangan dalam menghadapi Lekra, namun
Lesbumi tidak bisa hidup nyaman dalam NU. Sejak berdirinya
banyak kiai NU yang merasa tidak sepakat, karena dinilai banyak
membawa maksiat di dalamnya. Namun dengan dalih sebagai alat
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 40Risyanto
perjuangan untuk menghadapi orang-orang komunis, akhirnya
kehadiran Lesbumi bisa ditoleransi. Bila ada kiai sepuh merasa
keberatan terhadap kegiatan Lesbumi, biasanya DR. KH. Idham
Chalid, HM Subchan ZE, atau H. Djamaluddin Malik yang akan
memberikan penjelasan kepada para kiai sepuh.
Perjalanan Lesbumi dalam naungan NU ternyata tidak bisa
berjalan secara lancar. Masih banyak kiai yang merasa kurang
berkenan. Tak lama setelah NU memutuskan untuk menerima ide
Nasakom dari Bung Karno, hubungan Lesbumi dengan NU
semakin tidak mesra, karena para seniman menolak langkah itu.
Hubungan dengan ketiga pelindungnya juga demikian. Sampai
akhirnya para tahun 1967 hubungan itu tidak dapat dipertahankan
lagi. Lesbumi vakum dengan sendirinya, tanpa pernah dibubarkan.
Setelah menjalani tidur panjangnya, Lesbumi diaktifkan kembali
pada tahun 2000-an. Sejak tahun 2004, lewat Muktamar
Donohudan, Lesbumi diterima kembali ke dalam pangkuan NU.
Kali ini masuk ke dalam jajaran lembaga.
18. Mabadi’ Khoira Ummah
Artinya langkah-langkah awal menuju terwujudnya umat yang
ideal. Langkah-langkah awal itu adalah perilaku (akhlak) yang
diharapkan dimiliki oleh NU dan kaum Nahdliyin, berupa:
a. As shidqu (kejujuran)
b. Al wafa bil ‘ahdi (komitmen / disiplin)
c. Al ‘adalah (adil)
d. Al istiqomah (konsisten)
Konsep mabadi khaira ummah ini pertama kali dicanankan oleh
KH Machfudz Siddiq, semasa menjabat Ketua PBNU (1938-1944).
KH. A. Muchith Muzadi mengatakan, Mabadi Khaira Ummah ini
seharusnya menjadi tema utama dalam pembinaan umat
Nahdliyyin.
19. Masail Diniyah
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 41Risyanto
Yaitu permasalahan yang sedang berkembang untuk dicarikan
solusi jawaban dari sisi agama.
NU mempunyai tiga komisi masail diniyah, yaitu:
a. Masail diniyah waqi’iyah, yakni permasalahan-permasalahan
kekinian yang menyangkut hukum suatu peristiwa. Misalnya,
bagaimana hukumnya orang Islam meresmikian gereja?
Apakah air mutanajis yang telah berubah menjadi air bersih
secara kimiawi dapat dihukumi thahir muthahhir?
b. Masail diniyah maudhu’iyah, yakni permasalahan yang
menyangkut pemikiran. Misalnya tentang fikrah nadhliyah,
ahlussunnal wal jamaah, globalisasi, mencampur adukkan
pendapat para imam madzhab (talfiq).
c. Masail diniyah qonuniyah, yakni penyikapan terhadap rencana
undang-undang yang diajukan pemerintah atau undang-
undang peralihan yang baru disahkan. Komisi ini bertugas
mengkaji RUU atau UU bari dari sisi agama, untuk kemudian
diajukan kepada pemerintah sebagai bahan masukan dan
koreksi. Misalnya, tanggapan atas RUU perubahan UU No 17
Tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji.
20. Muslimat
Muslimat adalah salah satu badan otonom NU yang
beranggotakan kaum ibu. Lahir pada saat Kongres NU ke 16 di
Purwokerto (26 Rabiul Akhir 1465 / 29 Maret 1946) dengan nama
Nahdlatoel Oelama Moeslimat, disingkat NOM (masih
menggunakan ejaan lama). Saat itu Muslimat masih menjadi
bagian NU, belum menjadi Banom tersendiri.
Barulah pada Kongres NU ke 19 di palembang (28 Mei 1952),
NOM disahkan menjadi organisasi yang berdiri sendiri dan
menjadi Banom NU. Saat itu namanya menjadi Muslimat NU.
21. Mustasyar
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 42Risyanto
Mustasyar adalah lembaga penasihat. Biasanya, mustasyar
dijabat para kiai sepuh yang diberi wewenang untuk memberikan
masukan dan nasehat-nasehat kepada pengurus NU bila
diperlukan.
22. MWC
MWC (Majlis Wakil Cabang) adalah tingkat kepengurusan NU di
tingkat kecamatan. Penyebutan MWC dimulai sejak tahun 1952,
ketika NU menjadi partai politik. Untuk Banom, disebut PAC
(Pimpinan Anak Cabang).
23. Pagar Nusa
Salah satu badan otonom NU yang bertugas menggali,
mengembangkan dan melestarikan pencak silat. Segala kegiatan
yang berhubungan dengan pencak silat dan bela diri dengan
segenap aspeknya (dari fisik sampai mental, dari pendidikan
sampai pengamanan, dll) merupakan bidang garap Banom ini.
Pagar nusa didirikan pada tanggal 3 Januari 1986 di Pon. Pes.
Lirboyo Kediri Jawa Timur. Nama Pagar Nusa diciptakan oleh KH
Mujib Ridwan (putra KH Ridwan Abdullah, penemu lambang NU),
yang berarti pagar NU dan bangsa.
Makna Lambang :
a. Bingkai segi lima; rukun islam, azas Pancasila.
b. Dikelilingi tiga garis : iman, islam, dan ihsan.
c. Dasar hijau : kesuburan dan kejujuran.
d. Warna lambang dan tulisan putih : suci.
e. Bola dunia : induk organisasi NU.
f. Bintang sembilan : induk organisasi NU, penghormatan kepada
wali songo, pioner penyebar agama Islam di Indonesia.
Sembilan merupakan angka terbesar.
g. Trisula / cabang : lambang kekhususan pencak silat.
h. Tulisan nama : lembaga pencak silat.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 43Risyanto
i. Tulisan Arab : tidak ada kemenangan kecuali dengan
pertolongan Allah melambangkan kesederhanaan tidak
takabur (sombong).
24. Resolusi Jihad
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya erat kaitannya
dengan resolusi jihad Nahdlatul Ulama yang diputuskan di kota
yang sama. Resolusi itu dibuat pada tanggal 22 Oktober 1945 (18
hari menjelang perang besar-besaran meletus).
Sebelum menyampaikan resolusi bersejarah itu, terlebih dahulu
diawali oleh fatwa Hadratus Syech KH. M. Hasyim Asy’ari yang
menyatakan antara lain:
a. Umat Islam wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan
kawan-kawan yang hendak kembali menjajah Indonesia.
b. Melarang kaum muslimin Indonesia untuk melakukan
perjalanan haji menggunakan kapal Belanda.
25. Syuriah
Syuriah adalah pimpinan tertinggi dalam jam’iyah Nahdlatul
Ulama. Syuriah berfungsi sebagai pembina, pengendali,
pengawas dan penentu kebijaksanaan NU.
Struktur kepengurusan syuriah di tingkat pusat terdiri dari :
a. Rais am
b. Wakil rais am
c. Beberapa rais
d. Katib am
e. Beberapa wakil katib
f. A’wan
Sedangkan untuk Wilayah, Cabang, Majlis Wakil Cabang dan
Ranting adalah:
a. Rais
b. Beberapa wakil rais
c. Katib
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 44Risyanto
d. Beberapa wakil katib
e. A’wan
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 45Risyanto
26. Tanfidz
Tanfidz adalah pelaksana kebijakan syuriah.
Struktur kepengurusan tanfidziyah di tingkat Pengurus Besar
adalah:
- Ketua umum
- Beberapa ketua
- Sekretaris Jenderal
- Beberapa wakil sekjen
- Bendahara
- Beberapa wakil bendahara
27. Thariqoh al Mu’tabaroh an Nahdliyah
Pada 10 Oktobe 1957 di Magelang para kiai NU mendirikan suatu
badan otonom (Banom) bernama jam’iyah ahli thariqoh
mu’tabaroh. Kemudian dalam Muktamar Semarang (1979)
ditambah kata an – Nahdliyah dibelakannya untuk menegaskan
bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Sejak berdirinya
pemimpin tertinggi badan ini adalah para kiai ternama dari
pondok-pondok besar.
Alasan utama didirikan Banom ini adalah untuk :
a. Membimbing organisasi-organisasi tarikat yang dinilai belum
mengajarkan amalan-amalan yang sesuai dengan al Qur’an
dan al Hadits.
b. Mengawasi organisasi-organisasi tarekat agar tidak menyalah
gunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak
dibenarkan oleh ajaran agama Islam.
Orang ahli tarikat tidak pernah libur dari istighfar, dzikir, membaca
al Qur’an dan bersholawat kepada Nabi Muhammad, serta
melakukan semua kewajiban agama. Termasuk amalan-amalan
sunnahnya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 46Risyanto
28. Waliyul Amri ad Dlaruri bisy Syaukah
Pada tahun 1954, sebuah musyawarah alim ulama Indonesia di
Cipanas mengambil keputusan bahwa Prresiden Soekarno adalah
waliyul amri ad dlaruri bisy syaukah, artinya pemegang urusan
pemerintahan yang punya cukup kewibawaan dipatuhi oleh
pejabat dan rakyat.
Sebagian politisi yang beroposisi dengan Soekarno menuduh para
ulama itu hanya “menjilat” presiden dengan menjual agamanya.
Sebaliknya, politisi yang netral malah memuji keberanian mereka
mencantumkan status dharuri yang berarti menilai Presiden
Soekarno belum sempurna memenuhi syarat, baik secara agama
maupun politik, karena belum dipilih melalui pemilihan umum.
Terbukti, musyawarah para rektor se Indonesia memutuskan
bahwa Presiden Soekarno adalah waliyul amri, titik. Tanpa ada
tambahan “dharuri”.
Musyawarah alim ulama itu diadakan atas dua dorongan:
Pertama, urusan agama. Dari sudut agama, pertanyaan yang
muncul adalah: apakah Presiden Soekarno merupakan
pemerintah yang sah menurut agama? Sebab banyak hal yang
berkaitan dengan sahnya presiden sebagai pemerintah,
umpamanya masalah tauliyah (penyerahan perwalian bagi
perempuan yang kawin dan tidak mempunyai wali nasab).
Menurut Imam Syafi’i, wali hakim harus mendapat kuasa / mandat
dari sultan / pemerintah.
Kedua, dari sudut ketatanegaraan, apakah Presiden Soekarno
sudah menjadi kepada negara, pemerintah yang harus ditaati oleh
rakyat? Bagaimana kalau ada pihak yang memberontak dan
berusaha menggantikannya?
Kalau sahnya presiden sebagai waliyul amri belum jelas, maka
sahnya wali hakim dan kewajiban taat pada pemerintah juga
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 47Risyanto
belum jelas. Kalau hal ini dijadikan acuan umum, apabila kalau
lebih banyak disoroti dari kepentingan politik golongan saja, maka
situasi politik nasional akan menjadi panas. Oleh karena itu, NU
mengambil inisiatif supaya para ulama membahas dan
menyimpulkan masalah ini.
Dapat dipahami sikap NU yang memprakarsai pemberian gelar
pada Presiden Soekarno tersebut. Sebagai partai politik, ia tidak
melepaskan tingkah laku politiknya dari hukum Islam. Keputusan
hukum seperti itu tentu saja diharapkan oleh umat Islam, yang
ketika itu semakin bingung dengan gelar Imam Negara Islam
Indonesia (NII), Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Sehingga
dengan keputusan musyawarah alim ulama itu umat Islam
mempunyai pedoman bahwa presiden mereka adalah Soekarno.
Soalnya Soekarno belum pernah diangkat oleh parlemen negara
kesatuan.
29. Sembilan Pedoman Politik Warga NU
NU memang sulit dipisahkan dari dunia politik, karena organisasi
ini sudah puluhan tahun berkutat di dalamnya. Namun berpolitik
menurut NU memiliki kriteria dan tujuan sendiri, bukan dilakukan
dengan segala cara hanya sekedar untuk meraih kekuasaan.
Dalam Muktamar ke 28 di Yogyakarta (1989) dirumuskan
Sembilan Pedoman Politik Warga NU, yaitu garis-garis pedoman
untuk melangkah bagi kaum Nahdliyin yang menerjuni dunia
politik.
Kesembilan pedoman politik itu adalah:
a. Berpolitik bagi NU mengandung arti keterlibatan warga negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
b. Politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan
dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang
senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 48Risyanto
mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat
yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai amal
ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
c. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan
yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa
untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk
mencapai kemaslahatan bersama.
d. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan moral, etika dan
budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa,
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi
persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan,
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
e. Berpolitk bagi NU haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani
dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan
peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat
mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecah-
kan masalah bersama.
f. Berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsensus-
konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul
karimah sebagai pengamalan ajaran Ahlussunnah wal
Jama’ah an Nahdliyah.
g. Berpolitik bagi NU dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan
dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah
belah persatuan.
h. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga
NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan,
tawadu’, dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di
dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di
lingkungan NU.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 49Risyanto
i. Berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi
kemasyarakatan timbal balik dana pembangunan nasional
untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan
organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu
melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk
berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam
pembangunan.
Di sela-sela Muktamaar NU ke 31 di Donohudan, Solo (2004), KH
MA Sahal Mahfudz mengategorikan politik menjadi tiga bagian:
a. Politik kebangsaan, tujuannya membela Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Politik kerakyatan, tujuannya membela rakyat.
c. Politik kekuasaan, tujuannya mencari kekuasaan.
NU tidak boleh digunakan untuk mencari kekuasaan. Adapun
warganya, tidak dilarang berpolitik, tapi ada aturan, etika dan
pedoman, misalnya tidak boleh membawa institusi NU.
30. Qonun Asasi
Artinya aturan dasar. Bagi NU, qonun asasi adalah pokok-pokok
pikiran, pendirian dan pedoman dasar bagi perjalanan NU. Yang
disebut qonun asasi ini adalah pidato Rais Akbar NU Hadratus
Syech KH. M. Hasyim Asy’ari pada Muktamar pertama di
Surabaya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 50Risyanto
MENGENAL MADZHAB DAN
ISTINBATULHUKMI DALAM FIQIH NU
A. Imam Madzhab
Seperti yang sering kita dengar bahwa NU menganut empat
madzhab, yakni: Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali. Di sini penulis
mencoba mendeskripsikan secara singkat tentang siapa imam
madzhab tersebut:
Pertama, Madzhab Hanafi. Dinamakan Madzhab Hanafi karena
nama pendiri madzhab ini adalah Imam Abu Hanifah an Nu’man bin
Tsabit. Beliau lahir pada tahun 80 H di Kufah dan wafat pada tahun
150 H. Madzhab ini dikenal madzhab ahli qiyas (akal) karena hadits
yang disampaikan ke Irak sangat sedikit, sehingga beliau banyak
mempergunakan qiyas. Beliau termasuk ulama yang cerdas, pengasih,
dan ahli tahajud, membaca al Qur’an dan wara’. Beliau pernah ditawari
menjadi hakim pada zaman Bani Umayyah yang terakhir, tetapi beliau
menolak.
Madzhab ini mudah berkembang karena menjadi madzhab
pemerintah pada saat Khalifah Harun ar Rasyid. Kemudian pada masa
pemerintahan Abu Ja’far al Manshur beliau diminta kembali untuk
menjadi hakim tetapi beliau menolak, dan memilih hidup berdagang.
Madzhab ini lahir di Kufah.
Kedua, Madzhab Maliki. Pendirinya adalah al Imam Maliki bin
Anas al Ashbahy. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Ia wafat
pada tahun 179 H. Beliau merupakan seorang ulama ahli hadits di
Madinah.
Madzhab ini dikenal dengan madzhab ahli hadits. Bahkan beliau
mengutamakan perbuatan ahli Madinah daripada Khabaril Wahid
(hadits yang diriwayatkan oleh perorangan). Karena, bagi beliau lebih
banyak menitik beratkan kepada hadits, karena menurut beliau
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 51Risyanto
perbuatan ahli Madinah termasuk hadits mutawatir. Madzhab ini lahir
di Madinah kemudian sangat hormat dan cinta kepada Rasulullah,
sehingga beliau tidak pernah naik unta di kota Madinah karena hormat
kepada kuburan Rasul.
Ketiga, Madzhab Syafi’i. tokoh utamanya adalah al Imam
Muhammad bin Idris as Syafi’i al Quraisyi. Beliau dilahirkan di
Ghuzzah pada tahun 150 H, dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.
beliau belajar kepada Imam Malik yang dikenal dengan madzhab
hadits. Beliau juga pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang
dikenal sebagai madzhabul qiyas (akal). Beliau berikhtiar menyatukan
madzhab terpadu yaitu madzhab hadits dan madzhab qiyas. Itulah
keistimewaan madzhab Syafi’i.
Keempat, Madzhab Hanbali. Dinamakan Hanbali karena
pendirinya al Imam Ahmad bin Hanbal as Syaebani, lahir di Baghdad
tahun 164 H, dan wafat tahun 248 H. Beliau adalah murid Imam Syafi’i
yang paling istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam Syafi’i pergi
ke Mesir.
Menurut beliau, hadits dhaif dapat dipergunakan untuk
perbuatan-perbuatan yang afdhal bukan untuk menentukan hukum.
Beliau tidak mengakui adanya ijma’ setelah sahabat karena ulama
sangat banyak dan tersebar luas.
B. ISTINBATULHUKMI DALAM ILMU FIQH
Di dalam menentukan hukum fiqh, madzhab Ahlussunnah wal
Jama’ah an Nahdliyah bersumber kepada empat sumber pokok; yaitu
al Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas. Secara singkat, paparannya sebagai
berikut:
Pertama adalah al Qur’an. Al Qur’an merupakan sumber utama
dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena, al Qur’an adalah
perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada umat manusia dan
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 52Risyanto
diwajibkan untuk berpegangan kepada al Qur’an. Allah berfirman
dalam surat al Baqarah ayat : 2.
Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
Firman lain dalam surat al Maidah ayat : 44.
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
Makna ayat yang di sebut terakhir (cetak tebal / bold), merujuk
kepada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan aqidah. Ada pula
ayat al Qur’an yang berbicara tentang hak-hak sesama :
Artinya : Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 53Risyanto
menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Begitu juga surat al Maidah ayat : 47.
Artinya : Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Maidah : 47)
Ayat ini merupakan sebuah perintah berkaitan dengan ibadah
dan larangan-larangan Allah.
Kedua, hadits. Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah
sunnah Rasulullah. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan
menafsirkan al Qur’an, maka hadits menduduki tempat kedua setelah
al Qur’an. Allah berfirman dalam al Qur’an surat al Hasyr ayat 7,
sebagai berikut :
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
Ayat lain, surat an Nahl ayat : 44
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 54Risyanto
Artinya : Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa hadits menduduki
tempat kedua setelah al Qur’an dalam penentuan suatu hukum.
Ketiga, ijma’. Yakni, kesepakatan para ulama atas suatu hukum
setelah wafatnya Nabi Muhammad. Karena pada masa hidupnya Nabi
Muhammad seluruh persoalan hukum kembali kepada beliau. Namun
setelah wafat, semua persoalan hukum dikembalikan kepada para
sahabatnya dan para mujtahid.
Ijma’ dibagi ke dalam dua kelompok; Pertama, ijma’ bayani.
Yakni, apabila semua mujtahid mengeluarkan pendapatnya baik
berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukkan
kesepakatannya.
Kedua, ijma’ sukuti. Yakni, apabila sebagian mujtahid
mengeluarkan pendapatnya dan sebagian yang lain diam. Sedang
diamnya menunjukkan setuju, bukan karena takut atau malu.
Dalam masalah ijma’ sukuti, para ulama masih berselisih faham
untuk diikuti. Alasannya pada sikap diam tidak dapat dipastikan.
Adapun ijma’ bayani telah disepakati suatu hukum, wajib bagi umat
Islam untuk mengikuti dan mentaati.
Hal ini karena para ulama mujtahid itu termasuk orang-orang
yang lebih mengerti dalam maksud yang dikandung oleh al Qur’an
dan al Hadits, dan mereka itulah yang disebut ulil amri minkum. Allah
berfirman dalam surat an Nisa’ ayat : 59.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 55Risyanto
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Para sahabat pernah melaksanakan ijma’, yaitu ketika terjadi
suatu masalah yang tidak ada dalam al Qur’an dan Hadits. Pada
masa sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar jika mereka sudah
sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh umat Islam. Inilah beberapa
Hadits yang memperkuat ijma’ sebagai sumber hukum, seperti disebut
dalam kitab Sunan Turmudzi Juz IV hal 466.
, الجماعة مع الله ويد ضاللة على أمتى يجمع ال الله ان
Artinya : sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat ku atas kesesatan dan perlindungan Allah beserta orang banya.
Selanjutnya, dalam kitab Faidlu Qadir Juz 2 hal 431
األعظم بالسواد فعليكم اختالفا رايتم فاذا ضاللة على تجمع ال امتى ان
Artinya : Sesungguhnya umat ku tidak berkumpul atas kesesatan. Apabila engkau melihat perselisihan, maka hendaknya engkau berpihak kepada golongan yang terbanyak.
Keempat, qiyas. Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur.
Adapun secara istilah, qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan
sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara
keduanya. Rukun qiyas ada empat, yaitu: (1) al ashlu; (2) al far’u; (3)
al hukmu; dan (4) as sabab.
Contoh penggunaan qiyas, misalnya, pada hukum gandum.
Seperti disebutkan dalam suatu hadits sebagai yang pokok (al ashlu)
nya, lalu al far’u adalah beras (tidak tercantum dalam al Qur’an dan
hadits), al hukmu (hukum) gandum itu wajib zakatnya, as sabab
(alasan) karena makanan pokok.
Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya,
sesuai dengan hadits Nabi, dan begitu pun dengan beras, wajib
dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama
beras. Tetapi, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 56Risyanto
makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam
syariat Islam. Dalam al Qur’an Allah berfirman :
Artinya : Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara
ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah, maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambilah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
Begitu juga yang ditegaskan Nabi lewat sabdanya yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Abu dawud dan Tirmidzi :
Dari sahabat Mu’adz berkata : tatkala Rasulullah mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda bagaimana engkau menentukaan (hukum) apabila kamu menghadapi suatu masalah wahai Mu’adz? Mu’adz menjawab, saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah (al Qur’an). Rasulullah berkata, bila tidak kau temukan dalam al Qur’an? Mu’adz menjawab, akan aku cari di hadits. Rasulullah pun berkata lagi, kalau di hadits tidak engkau temukan jawabnya? Mu’adz menjawab, saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan tidak akan kembali. Mendengar itu, Rasulullah memukul dada Mu’adz, dan berkata, alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah dengan apa yang Rasulullah merindhoinya.
Kemudian Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan
firman Allah dalam al Qur’an :
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 57Risyanto
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. dan Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.
Penganut madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah
lebih mendahulukan dalil al Qur’an dan al Hadits daripada akal.
Karena itu, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah
mempergunakan ijma’ dan qiyas kalau tidak mendapatkan dalil nash
yang shahih (jelas) dari al Qur’an dan as Sunnah.
METODE PENGAMBILAN HUKUM
DI LINGKUNGAN NU
Sering jamaah NU bertanya, bagaimana sebenarnya cara (metode)
para kiai / ulama NU mengambil keputusan hukum. Misalnya, apakah
ulama NU tidak ada yang bisa menghitung (hisab), sehingga setiap awal
Ramadhan / Idul Fitri senantiasa menggunakan ru’yah (penglihatan).
Kalau memang bisa menghitung, mengapa tidak menggunakan hitungan
saja sehingga lebih cepat, dan efisien?
Pertanyaan ini sebenarnya sederhana, namun menjadi sesuatu
yang serius ketika dianggap kiai NU tidak canggih dalam masalah ilmu
falak. Padahal, berapa banyak ulama yang telah dicetak oleh pesantren
dalam kajian ilmu falak. Jumlahnya tentu tidak sedikit. Saya memiliki
banyak kenalan kiai yang bisa membuat kalender 100 atau 200 tahun
yang akan datang. Tidak hanya itu, mereka pun bisa menghitung berapa
daun mangga yang akan jatuh esok hari. Ini adalah ketrampilan-
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 58Risyanto
ketrampilan bagi mereka yang memang telah menjadi master dalam ilmu
falak. Sampai-sampai bila ada maling, sang kiai pun bisa menghitung
(memperkirakan), ke mana larinya si maling. Cara mengetahuinya dengan
menghitung menggunakan ilmu falak yang dikuasainya.
Di sini penulis mencoba mengutip hasil keputusan Munas Alim
Ulama NU di Bandar Lampung pada 16 – 20 Rajab 1412 H / 21 – 25
Januari 1992 tentang bagaimana metodologi (cara) para ulama NU
mengambil keputusan.
A. Ketentuan Umum
1. Yang dimaksud dengan kitab adalah al kutub mu’tabaroh, yaitu
kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah
Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah (rumusan Muktamar NU
17).
2. Yang dimaksud dengan bermazhab secara qauli adalah mengikuti
pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup mazhab
tertentu.
3. Yang dimaksud dengan bermazhab secara manhaji adalah
bermazhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan
hukum yang telah disusun oleh imam mazhab.
4. Yang dimaksud dengan istinbath adalah mengeluarkan hukum
syara’ dari dalilnya dengan qawa’id ushuliyyah dan qawa’id
fiqhiyyah.
5. Yang dimaksud dengan qauli adalah imam madzhab.
6. Yang dimaksud dengan dengan wajah adalah pendapat ulama
mazhab.
7. Yang dimaksud dengan taqrir jama’i adalah upaya secara kolektif
untuk menetapkan pilihan terhadap satu di antara beberapa qaul /
wajah.
8. Yang dimaksud dengan ilhaq (ilhaq masail bi nazha’irihi adalah
menyamakan hukum suatu kasus / masalah yang belum dijawab
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 59Risyanto
oleh kitab dengan kasus / masalah serupa yang telah dijawab oleh
kitab (menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi).
9. Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk
membahas suatu kasus / masalah, baik hanya berupa judul
masalah maupun telah disertai pokok-pokok pikiran atau pula hasil
pembahasan awal dengan maksud dimintakan tanggapan.
10.Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil
suatu bahtsul masail oleh PB Syuriah NU, Munas Alim Ulama NU
atau Muktamar NU.
Sistem Pengambilan Keputusan
I. Prosedur Penjawaban Masalah
Keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dibuat dalam
kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat yang
disepakati dan mengutamakan bermazhab secara qauli. Oleh
karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan
sebagai berikut;
a. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab
dan di sana terdapat hanya satu qaul / hujjah, maka
dipakailah qaul / hujah sebagaimana diterangkan dalam
ibarat tersebut.
b. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab
dan di sana terdapat lebih dari satu qaul / hujjah, maka
dilakukan taqrir jama’i untuk memilih satu qaul / hujjah.
c. Dalam kasus tidak ada satu qaul / hujjah sama sekali yang
memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul
masail bi nazha’iriha secara jama’i oleh para ahlinya.
d. Dalam kasus tidak ada satu qaul / wajah sama sekali dan
tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan
instinbath, jama’i dengan prosedur bermazhab secara
manhaji oleh para ahlinya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 60Risyanto
II. Hirarki dan Sifat Keputusan Bahtsul Masail
1. Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan NU yang
diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam
keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur
organisasi maupun di luarnya mempunyai kedudukan yang
sederajat dan tidak saling membatalkan.
2. Suatu hasil keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai
kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh PB
Syuriah NU tanpa harus menunggu Munas Alim Ulama
maupun Muktamar.
3. Sifat keputusan dalam bahtsul masail tingkat Munas dan
Muktamar adalah ;
a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah
dipersiapkan sebelunya dan / atau,
b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan
mempunyai dampak yang luas dalam segala bidang.
III. Kerangka Analisis Masalah
Terutama dalam memecahkan masalah sosial, bahtsul masail
hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah
(yang sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain
sebagai berikut;
1. Analisa masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari
berbagai faktor)
a. Faktor ekonomi
b. Faktor budaya
c. Faktor politik
d. Faktor sosial, dll.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 61Risyanto
2. Analisa dampak (dampak positif dan negatif yang
ditimbulkan oleh suatu kasus yang hendak dicari hukumnya
ditinjau dari berbagai aspek), antara lain;
a. Secara sosial ekonomi
b. Secara sosial budaya
c. Secara sosial politik, dll.
3. Analisa hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah
mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya di
segala bidang). Di samping putusan fiqh / yuridis formal,
keputusan ini juga memperhatikan pertimbangan Islam dan
hukum positif.
a. Status hukum (al ahkam al khomsah / sah – batal)
b. Dasar dari ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an
Nahdliyah
c. Hukum positif
4. Analisa tindakan, peran, dan pengawasan (apa yang harus
dilakukan sebagai konsekuensi dari fatwa di atas).
Kemudian siapa saja yang akan melakukan, bagaimana,
kapan, dan di mana hal itu hendak dilakukan, serta
bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan
sesuai dengan rencana.
a. Jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan negara
dengan sasaran mempengaruhi kebijaksanaan peme-
rintah).
b. Jalur budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan
kesadaran masyarakat melalui berbagai media massa
dan forum seperti pengajian dan lain-lain).
c. Jalur sosial lainnya (upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat, lingkungan dan seterusnya).
B. Petunjuk Pelaksanaan
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 62Risyanto
I. Prosedur Pemilihan Qaul / Wajah1. Ketika dijumpai beberapa qaul / hujjah dalam satu masalah
yang sama, maka dilakukan usaha memilih salah satu pendapat.
2. Pemilihan salah satu pendapat dilakukan :a. Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahah dan /
atau yang lebih kuat.b. Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan
Mukatamar NU ke I bahwa perbedaan pendapat diselesaikan dengan memiliki:1. Pendapat yang disepakati oleh asy Syaikhani ( an
Nawawi dan Rafi’i).2. Pendapat yang dipegangi oleh Nawawi saja.3. Pendapat yang dipegangi oleh Rafi’i saja.4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.5. Pendapat ulama yang terpandai.6. Pendapat ulama yang paling wara’.
II. Prosedur IlhaqDalam hal ketika suatu masalah / kasus belum dipecahkan dalam kitab, maka masalah / kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaqul masail bi nadza’iriha secara jama’i. ilhaq dilakukan dengan dengan memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ilaih oleh para mulhiq yang ahli.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 63Risyanto
III. Prosedur IstinbathDalam hal ketika tak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya mulhaq bih dan wajhul ilhaq sama sekali di dalam kitab, maka dilakukan istinbath secara jama’i, yaitu dengan mempraktekkan qawa’id ushuliyyah dan qawa’id fiqhiyyah oleh para ahlinya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 64Risyanto
KHILAFIYAH TRADISI NU
Setidaknya ada beberapa masalah khilafiyah yang perlu secara
sadar dipahami oleh para jamaah NU, yakni;
Pertama, dalam masalah sholat, NU memiliki ciri khas, yakni; (1)
takbir ( أكبر baca doa iftitah (umumnya lafat ifitita (2) ;(الله لله والحمد كبير
الخ واصيال بكرة الله سبحان و baca surat al Fatikhah; (4) baca (3) ;( كثيرا
surat / ayat dari al Qur’an; (4) ruku’ ( بحمده و العظيم ربي ( سبحان dan
tuma’ninah; (5) I’tidal ( شئت ما ملؤ و األرض ملؤ و ملؤالسموات الحمد لك ربنا
بعد شيء dan tuma’ninah; (6) baca doa qunut (khusus sholat subuh); (7)من
sujud ( وبحمده األعلي ربي dan tuma’ninah; (8) duduk di antara dua (سبحان
sujud عني وعف وعافني وهدني ورزقني وارفعني وجبرني ورحمني لي اغفر رب
dan tuma’ninah; (9) tahiyyat السالم لله اطيبات الصلوات المباركات التحيات
ان اشهد الصالحين الله عباد وعلي علينا السالم وبركاته الله ورحمة ايهاالنبي عليك
ال وعلى محمد سيدنا على صلى اللهم الله رسول محمدا ان واشهد الله اال اله ال
سيدنا على وبارك ابراهم سيدنا ال وعلى ابراهم سيدنا على صليت كما محمد سيدنا
ابراهم سيدنا ال على و ابراهم سيدنا على باركت كما محمد سيدنا ال علي و محمد
مجيد حميد انك العالمين (فى ;.10( salam الله رحمة و عليكم . السالم Perlu
dicatat di sini bahwa ada ormas islam lain yang membaca assalaamu
‘alaikum wa rohmatullahi wa baarokaatuh).
Kedua, sholat tarawih. Sholat tarawih dikalangan NU jumlahnya 20
rakaat. Cara melaksanakannya pun unik, yakni; 2 rakaat salam. Setelah
melaksanakan 20 rakaat, jamaah NU menambah sholat witir 3 rakaat. 3
rakaat dibagi kedalam 2 salam, yakni; 2 rakaat salam dan 1 rakaat salam.
Pada tanggal 15 ramadhan, jamaah NU ketika menjalankan 1 rakaat
sholat witir menambahnya dengan doa qunut.
Para imam shalat tarawih di lingkungan NU umumnya memilih cara
sholat yang tidak terlalu bertele-tele. Sebab ada hadits berbunyi,
dibelakang anda ada orang tua yang punya kepentingan. Maka meskipun
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 65Risyanto
di NU sholat tarawih jumlahnya 23 rakaat, lengkap dengan witirnya, dapat
diselesaikan dalam waktu 45 menit.
Lain halnya shalat di Masjidil Haram, Makkah. Di sana 23 rakaat
diselesaikan dalam waktu kira-kira 90 – 120 menit. Surat yang dibaca
imam ialah ayat-ayat suci al Qur’an dari awal, terus berurutan menuju
akhir al Qur’an. Setiap malam targetnya harus diselesaikan kira-kira 1 juz
lebih, dengan diperkirakan pada tanggal 29 Ramadhan (dulu setiap
tanggal 27 Ramadhan) sudah khatam. Pada malam ke 29 Ramadhan
itulah ada tradisi khataman al Qur’an dalam shalat tarawih di Masjidil
Haram. Bahkan, di rakaat terakhir imam memanjatkan doa yang menurut
ukuran orang Indonesia sangat panjang sebab doa itu bisa sampai 15
menit. Doa yang langka dilakukan seorang kiai dengan waktu sepanjang
itu, meski di luar shalat sekalipun.
Warga NU yang memilih shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan
pada beberapa dalil. Dalam fiqh as sunnah juz II, hlm 54 disebutkan
bahwa mayoritas pakar hukum Islam sepakat dengan riwayat yang
menyatakan bahwa kaum muslimin mengerjakan shalat pada zaman
Umar, Utsman, Ali sebanyak 20 rakaat.
Sahabat Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah shalat
tarawih di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah witir
(HR. Baihaqi dan Thabrani).
Ibnu Hajar menyatakan bahwa Rasulullah shalat bersama kaum
muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam
ketika orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian
paginya Rasulullah bersabda, aku takut kalau-kalau tarawih diwajibkan
atas kalian, kalian tidak akan mampu melaksanakan.
تطيقونها فال عليكم تفرض أن خشيت
Hadits ini disepakati kesahihannya dan tanpa mengesampingkan
hadits lain yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebutkan rakaatnya,
(Hamisy Muhibah, Juz II, hlm : 466 – 467)
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 66Risyanto
Ketiga, sholat jum’at. Di kalangan jamaah NU, ketika
melaksanakan sholat jum’at menggunakan 2 kali adzan. Setelah adzan
pertama, para jamaan NU yang akan melaknakan sholat jum’at,
melaksanakan sholat sunnah qobliyah jum’at. Setelah itu, bilal adzan
berdiri mempersilahkan khatib untuk naik ke mimbar khutbah. Biasanya
setting mimbar dibuat ada tiga tangga, tujuannya ketika bilal membaca
sholawat nabi, khatib naik ke tangga pertama, bilal membaca sholawat
nabi kedua, khatib naik ke tangga kedua, dan bila membaca sholawat nabi
ketiga, khatib naik ke tangga ketiga. Khatib mengucapkan salam, setelah
itu bilal adzan.
Keempat, bid’ah. Dalam kitab risalah Ahlussunnah wal Jama’ah an
Nahdliyah karya Hadratus Syech Hasyim Asy’ari, istilah bid’ah ini
disandingkan dengan istilah sunnah. Seperti dikutip Kiai Hasyim Asy’ari,
menurut Syech Zaruq dalam kitab ‘Uddadul Murid, kata bid’ah secara
syara’ adalah munculnya hal baru dalam agama yang kemudian mirip
dengan bagian ajaran agama itu. Padahal, pada hakekatnya bukan bagian
darinya, baik formal maupun hakikatnya.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah, barangsiapa memunculkan
perkaran baru dalam urusan agama yang tidak merupakan bagian dari
agama itu, maka perkara tersebut tertolak. Nabi juga bersabda, setiap
perkaran baru adalah bid’’ah.
Menurut para ulama, makna kedua hadits ini bukan berarti semua
perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid’ah, karena mungkin
saja ada perkara baru dalam urusan agama namun masih sesuai dengan
ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’).
Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada
sebelumnya, sebagaimana firman Allah :
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 67Risyanto
Artinya : Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia. (QS. Al Baqarah : 117)
Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang
diada-adakan oleh ulama yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad.
Timbul suatu pertanyaan, apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh
ulama yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad pasti jelek? Jawaban
yang benar, BELUM TENTU! Sebab ada dua kemungkinan; mungkin jelek
dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek?
Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut:
, فهو خالفها وما محمودة السنة وافق فما مذمومة و محمودة بدعتان البدعة
مذمومة
Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela.
Umar ibn Khattab, setelah mengadakan shalat tarawih berjamaah
dengan 20 rakaat yang diimami oleh sahabat Ubay bin Ka’ab beliau
berkata :
هذه البدعة نعمت
Sebagus bid’ah itu ialah ini (sholat tarawih secara berjamaah).
Pertanyannya, bolehkah kita mengadakan bid’ah? Untuk menjawab
pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi Muhammad yang
menjelaskan adanya bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyiah (jelek).
ان غير من بها عمل من أجر و أجر فله حسنة سنة الإلسالم فى سن من
من ووزر وزرها فعليه سيئة سنة الإلسالم فى سن من و شيء أجورهم من ينقص
شيء اوزارهم من ينقص ان غير من بها .عمل
(Kitab Amaly, Juz : 5, Hal : 76)
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 68Risyanto
Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.
Apakah yang dimaksud dengan segala bid’ah itu sesat dan segala
kesesatan itu masuk neraka?
النار في ضاللة كل و ضاللة بدعة كل
Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka
Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti
mempunyai sifat. Tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat. Sifat itu
bisa bertentangan seperti, baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk
dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat
mempunyai dua sifat yang bertentangan. Kalau dikatakan benda itu baik
mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau
dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama
dikatakan duduk.
Bid’ah itu kata benda, dan karena itu tentu mempunyai sifat. Tidak
mungkin ia tidak mempunyai sifat. Mungkin saja ia bersifat baik atau
mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan
dalam hadits di atas. Dalam ilmu Balaghah dikatakan على الصفة حدف
Seandainya kita tulis .(membuang sifat dari benda yang bersifat) الموصوف
sifat bid’ah, maka terjadi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama,
النار في ضاللة كل و ضاللة حسنة بدعة كل
Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka.
Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul
dalam satu benda serta dalam waktu dan tempat yang sama. Hal itu tentu
mustahil, maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua, yakni;
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 69Risyanto
النار في ضاللة كل و ضاللة سيئة بدعة كل
Semua bid’ah jelek sesat, dan semua yang sesat masuk neraka.
Di sini tampak bagaimana kejelekan sejajar dengan kesesatan,
tidak bertentangan. Hal ini terjadi pula dalam al Qur’an, Allah telah
membuang sifat kapal dalam firmannya :
Artinya : Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin
yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. Al Kahfi : 79)
Dalam ayat tersebut Allah tidak menyebutkan kapal baik ataukah
kapal jelek? Karena yang jelek tidak akan diambil oleh raja, maka lafadh
سفينة بدعة sama dengan كل tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti كل
punya sifat, yakni, kapal yang baik حسنة سفينة . كل
Selain itu, ada pendapat lain tentang bid’ah dari Syech Zaruq,
seperti dikutip Kiai Hasyim Asy’ari. Menurutnya, ada tiga norma untuk
menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah
atau tidak? Pertama, jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar
syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah.
Akan tetapi jika tidak didukung sama sekali dari segala sudut, maka
perkara tersebut batil dan sesat.
Kedua, diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam
dan generasi salaf yang telah memprakarsai ajaran sunnah. Jika perkara
baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka
dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat
mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’
(cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang
mendukungnya.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 70Risyanto
Ketiga, setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun
rincian hukum dalam syara’ ada empat, yakni : wajib, sunah, haram,
makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah
satu hukum itu, berarti bisa diidentifikasi dengan status hukum tersebut.
Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.
Syech Zaruq membagi bid’ah ke dalam tiga macam; Pertama,
bid’ah sharihah (yang jelas dan terang), yaitu bid’ah yang dipastikan tidak
memiliki dasar syar’i, seperti: wajib, sunnah, makruh, atau yang lainnya.
Menjalankan bid’ah ini berarti mematikan tradisi dan menghancurkan
kebenaran. Jenis bid’ah itu merupakan bid’ah yang paling jelek. Meski
bid’ah ini memiliki seribu alasan sandaran dari hukum-hukum asal atau
pun furu’, tetapi tetap tidak ada pengaruhnya.
Kedua, bid’ah idhafiyah (relasional), yakni bid’ah yang disandarkan
pada suatu praktik tertentu. Seandainya pun praktik itu telah terbebas dari
unsur bid’ah tersebut, maka tidak boleh memperdebatkan apakah praktik
tersebut digolongkan sebagai sunnah atau bukan bid’ah.
Ketiga, bid’ah khilafi (bid’ah yang diperselisihkan), yaitu bid’ah yang
memiliki dua sandaran utama yang sama-sama kuat argumentasinya.
Maksudnya, dari satu sandaran utama tersebut, bagi yang cenderung
mengatakan itu termasuk sunnah, maka bukan bid’ah. Tetapi bagi yang
melihat dengan sandaran utama itu termasuk bid’ah, maka berarti tidak
termasuk sunnah seperti soal dzikir berjamaah.
Hukum bid’ah menurut Ibnu Abdus Salam, seperti dinukil Kiai
Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah an
Nahdliyah, ada lima macam; Pertama, bid’ah yang hukumnya wajib, yakni
melaksanakan sesuatu yang tidak pernah dipraktikkan Rasulullah,
misalnya mempelajari ilmu nahwu atau mengkaji kata-kata asing (gharib)
yang bisa membantu pada pemahaman syari’ah.
Kedua, bid’ah yang hukumnya haram, seperti aliran Qadariyah,
Jabariyah, dan Majusiyah.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 71Risyanto
Ketiga, bid’ah yang hukumnya sunnah, seperti membangun
pemondokan, madrasah (sekolah), dan semua hal baik yang tidak pernah
ada pada periode awal.
Keempat, bid’ah yang hukumnya makruh, seperti menghiasi masjid
secara berlebihan atau menyobek-nyobek mushaf.
Kelima, bid’ah yang hukumnya mubah, seperti berjabat tangan
seusai sholat subuh maupun asar, menggunakan tempat makan dan
minum yang berukuran lebar, menggunakan ukuran baju yang longgar,
dan hal yang serupa.
Dengan penjelasan bid’ah seperti di atas, Kiai Hasyim Asy’ari
kemudian menyatakan bahwa memakai tasbih, melafadzkan niat sholat,
tahlilan untuk mayit dengan syarat tidak ada sesuatu yang
menghalanginya, ziarah kubur, dll. itu semua bukanlah bid’ah yang sesat.
Kelima, berdoa, membacaan al Qur’an, shodaqoh, dan tahlil untuk
orang yang meninggal apakah pahalanya akan sampai kepada si
jenazah? Sebab bila merujuk ke al Qur’an surat an Najm ayat : 39 seolah
mengisyaratkan pahala bacaan al Qur’an, tahlil, tidak akan sampai :
Artiinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.
Ayat ini seolah bertentangan dengan firman lain, seperti:
Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih duhulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 72Risyanto
Atau firman yang tersurat dalam surat Muhammad, ayat 19 :
Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.
Atau hadits Nabi,
, : ماتت أمى ان الله يارسول فقال صلعم النبى رجل سأل
( ) . داود : أبو رواه نعم قال عنها؟ تصدقت ان أفينفعها
Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi, ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah meninggal, apakah berguna bagi saya seandainya saya bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab, ya berguna untuk ibu mu. (HR Abu Dawud).
Untuk melihat masalah ‘pertarungan ayat’ ini, tidak salah bila kita
mencari rujukan bagaimana ayat itu turun. Selain itu, bagaimana logika
bisa digunakan untuk menganalisisnya.
Firman Allah QS 53 ayat 39, dapat diambil pemahaman bahwa
secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan
sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang.
Tetapi, makna ayat ini tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang
untuk orang lain.
Di dalam tafsir ath Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat
tersebut diturunkan ketika Walid ibn Mughirah masuk Islam diejek oleh
orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; kalau engkau kembali
kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang
menanggung siksaan mu kelak di akherat.
Maka Allah menurunkan ayat di atas yang menunjukkan bahwa
seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain. Bagi seseorang apa
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 73Risyanto
yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang
untuk orang lain, seperti doa kepada orang mati dan lain-lainnya.
Dalam tafsir ath Thobari juga dijelaskan, dari sahabat Ibnu Abbas
bahwa ayat tersebut telah dimansukh :
Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah, tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat at Thuur : 21; dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua.
Menurut Syaikhul Islam al Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’
Fatawa jilid 24, orang yang berkata bahwa doa tidak sampai kepada orang
mati dan perbuatan baik pahalanya tidak sampai kepada orang mati,
mereka itu ahli bid’ah sebab para ulama telah sepakat bahwa mayit
mendapat manfaat dari doa dan amal shaleh orang yang hidup.
Keenam, memperingati maulidur rasul (hari kelahiran Nabi
Muhammad). Peringatan maulid pada mulanya diperingati untuk
membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam
sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib
Eropa, yakni dari Prancir, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal masa itu sebagai Perang Salib atau The Crusade.
Pada tahun 1099 tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan
menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan
semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah.
Secara politis memang umat Islam terpecah-pecah dalam banyak
kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu, yakni
dari Dinasti Bani Abbas di Kota Baghdad. Namun hanya sebagai lambang
spiritual belaka.
Adalah Sultan Salahuddin al Ayyubi -- orang Eropa menyebut
Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata.
Salahuddin memerintah pada tahun 1174 – 1193 atau 570 – 590 H pada
Dinasti Bani Ayyub -- katakanlah dia jabatannya setingkat gubernur. Pusat
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 74Risyanto
kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah
kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung
Arabia.
Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan
kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka.
Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari kelahiran
Nabi Muhammad, 12 Rabi’ul Awwal kalender hijriyah yang setiap tahun
berlalu begitu saja tanpa diperingati, kita harus merayakannya secara
massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad
yakni an Nashir, ternyata khalifah setuju, maka pada musim ibadah haji
bulan Dzulhijjah 579 (1183), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua
tanah suci, Mekkah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh
jemaah haji agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing
segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada
bahwa mulai tahun 580 (1184) tanggal 12 Rabiuul Awwal dirayakan
sebagai hari maulid dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan
semangat umat Islam.
Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi
peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut
ajaran agama hanya ada dua, yakni : Idul Fitri, dan Idul Adha. Akan tetapi
Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan maulid hanyalah
kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang
bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada
peringatan maulid yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah
menyelenggarakan sayembaran penulisan riwayat Nabi berserta puji-
pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama
dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang
yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja’far al Barzanji. Karyanya
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 75Risyanto
yang dikenal sebagai Kitab Barzaji sampai sekarang sering dibaca
masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad, mencakup
silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga
diangkat menjadi Rasulullah. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia
yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan
teladan umat manusia.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni
Syech Ja’far al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari
nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanji. Karya tulis tersebut
sebenarnya berjudul ‘Iqd al Jawahir (kalung permata) yang disusun untuk
meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad. Tetapi kemudian lebih
terkenal dengan nama penulisnya.
Ternyata peringatan maulid yang diselenggarakan Sultan
Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam
menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil
menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583) Yerusalem
direbut Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa kembali
sampai hari ini.
Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan maulid
atau mauludan dimanfaatkan oleh wali songo untuk sarana dakwah
dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan
syahadatain (dua kalimah syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam.
Itulah sebabnya perayaan maulid di sebut perayaan syahadatain, yang
oleh lidah Jawa diucapkan sekaten.
Dua kalimah syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan
ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai
Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu
perayaan maulid. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang
yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimah syahadat
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 76Risyanto
terlebih dahulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut
gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).
Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid disebut
Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan
dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti
perayaan maulid, lengkap dengan sarana upacara, seperti : nasi
gunungan (tumpeng), ingkung, jajan pasar, dan hasil bumi. Di samping
Gerebeg Maulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri)
dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).
Kini peringatan maulid sangat lekat dengan kehidupan warga NU.
Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sudah dihapal luar kepada oleh
anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran
Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan
berikutnya, bulan Rabi’us Tsani (Bakdo Mulud).
Dalam peringatan maulid ada yang mengirimkan masakan-
masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri,
ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-
masing, ada yang agar besar seperti yang diselenggarakan di mushola
dan masjid-masjid. Bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara
besar-besaran dihadiri puluan ribu umat Islam.
Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis
Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan,
seperti penampilan kesenian hadrah, pengumuman hasil berbagai lomba,
dan puncaknya mau’idhoh hasanah dari para mubaligh kondang.
Para ulama NU memandang peringatan maulid Nabi ini sebagai
bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada. Namun para ulama
NU sepakat bahwa bid’ahnya adalah bid’ah hasanah (tradisi yang baik)
yang diperbolehkan dalam Islam.
Banyak memang amalan seorang muslim yang zaman Nabi tidak
ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen,
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 77Risyanto
diba’an, yasinan, tahlilan, mau’idhoh hasanah pada acara temanten dan
maulid.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah
bersabda, barang siapa menghormati hari kelahiran ku, tentu aku berikan
syafaat kepadanya kelak di hari kiamat. Sahabat Umar bin Khattab secara
semangat mengatakan, siapa yang menghormati hari kelahiran Rasullah,
sama artinya dengan menghidupkan Islam.
Ketujuh, sentuhan antar kulit setelah wudhu bagi yang tidak
muhrim hukumnya membatalkan wudhu. Sering kita jumpai ketika suami
istri (baca: biasanya pengantin baru) pergi sholat tarawih atau subuh ke
masjid. Mereka bergandengan tangan, masuk masjid dan kemudian
langsung sholat tanpa wudhu. Bagi orang NU hal ini dianggap tidak sah
sholatnya. Mengapa? Karena sentuhan antara laki-laki dan perempuan
hukumnya bisa membatalkan wudhu. Meskipun telah dinikahi.
Hal ini perlu saya beri catatan kecil bahwa yang dimaksud muhrim
adalah mereka yang tidak boleh dinikahi, seperti: bapak / ibu, kakak / adik
kandung. Jika kita bersentuhan dengan bapak / ibu, kakak / adik, pak de /
bu de, pak lek / bu lek, tentu tidak membatalkan wudhu.
Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Fathul Mu’in:
او مكرها احدهما كان وان شهوة بال ولو وأنثي ذكر بشرتي تالقى رابعها و
ميتا
Dan keempat (yang membatalkan wudhu) adalah bertemunya dua kulit; pria dan wanita, walaupun tanpa syahwat, dan meskipun salah satu dari keduanya dalam keadaan dipaksa atau menjadi mayat.
Kedelapan, bunga bank. Para ulama NU pernah membahas
masalah ini. Untuk bunga bank konvensional, para ulama berbeda
pendapat;
a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank
dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 78Risyanto
b. Ada pendapat yang tidak mempermasalahkan antara bunga
bank dengan riba, sehingga hukumnya boleh.
c. Ada pendapat yang mengatakan hukumnya syubhat (tidak
identik dengan haram).
Pendapat petama dengan beberapa variasi antara lain sebagai
berikut;
a. Bunga itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga
hukumnya haram.
b. Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi
boleh dipungut sementara sebelum beroperasinya sistem
perbankan yang Islami (tanpa bunga).
c. Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi
boleh dipungut sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah
rajihah).
Pendapat kedua juga dengan beberapa variasinya antara lain
sebagai berikut;
a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram, dan
bunga produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal.
b. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama
dengan riba, hukumnya halal.
c. Bunga yang diterima dari deposito yang dipertaruhkan ke bank
hukumnya boleh.
d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunga
terlebih dahulu secara umum.
Mengingat warga NU merupakan potensi terbesar dalam
pembangunan nasional dan dalam kehidupan sosial ekonomi,
diperlukan adanya suatu lembaga keuangan sebagai peminjam dan
pembina yang memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai dengan
keyakinan kehidupan warga NU, maka dipandang perlu mencari
jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 79Risyanto
hukum Islam, yakni bank tanpa bunga dengan langkah-langkah
sebagai berikut;
a. Sebelum tercapai cita-cita di atas, hendaknya sistem perbankan
yang dijalankan sekarang ini harus segera diperbaiki.
b. Perlu diatur;
1. Dalam penghimpunan dana masyarakat dengan prinsip:
a. Al wadi’ah (simpanan) bersyarat atau dhamam, yang
digunakan untuk menerima giro (current account) dan
tabungan (saving account) serta pinjaman dari lembaga
keuangan lain yang menganut sistem yang sama.
b. Al mudharabah
Dalam prakteknya, bentuk ini disebut investment account
(deposito berjangka), misalnya 3 bulan, 6 bulan, dan
sebagainya, yang pada garis besarnya dapat dinyatakan
dalam;
- General investment account (GIA)
- Special investment account (SIA)
2. Penanaman dana dan kegiatan usaha
a. Pada garis besarnya ada 3 kegiatan, yaitu:
- Pembiayaan proyek.
- Pembiayaan perdagangan perkongsian.
- Pemberian jasa atas dasar upaya melalui usaha
patungan, profit sharing dan sebagainya.
b. Untuk proyek financing system yang dapat digunakan
antara lain:
1. Mudharabarah muqaradhah
2. Musyarakah syirkah
3. Murabahah
4. Pemberian kredit dengan service change (bukan
bunga)
5. Ijarah
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 80Risyanto
6. Bai’uddain, termasuk di dalamnya bai’us salam
7. Al qardhul hasan (pinjaman kredit tanpa bunga, tanpa
service change)
c. Untuk aqriten participation, bank dalam membuka LC
(letter of creadit) dan pengeluaran surat jaminan. Untuk
ini dapat ditempuh kegiatan atas dasar;
1. Wakalah
2. Musyawarah
3. Murabahah
4. Ijarah
5. Sewa beli
6. Bai’us salam
7. Al bai’ul aajil
8. Kafalah (garansi bank)
9. Working capital financing (pembiayaan modal kerja)
melalui purchase order dengan menggunakan prinsip
murabahah.
d. Untuk jasa-jasa perbankan (banking service) lainnya,
seperti pengiriman dan transfer uang, jual beli valuta dan
penukarannya dan lain-lain, tetap dapat dilaksanakan
dengan prinsip tanpa bunga.
Kesembilan, wasilah dan tawasul. Wasilah artinya sesuatu yang
menjadikan kita dekat kepada Allah. Adapun tawasul sendiri artinya
mendekatkan diri kepada Allah atau berdoa kepada Allah dengan
mempergunakan perantara (wasilah). Pernyataan demikian dapat dilihat
dalam surat al Maidah ayat 35, Allah berfirman:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 81Risyanto
Tawasul dengan wasilah amal di antaranya ialah; Pertama, iman
sebagai wasilah yang menjadikan manusia dekat kepada Allah. Kedua,
ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketiga, amar ma’ruf dan nahi
munkar juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Karena itu, berdoa dengan memakai wasilah di atas tidak ada ulama yang
menyalahkan. Artinya, telah disepakati kebolehannya.
Tawasul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, para nabi,
para rasul, sahabat Rasulullah, para tabi’in, para syuhada’, dan para
shalihin, tidak ada larangan dalam ayat Qur’an dan hadits. Bertawasul
dengan orang-orang yang dekat kepada mereka yang dijadikan wasilah,
senyatanya wasilah itu tetap memohon kepada Allah karena Allah tempat
meminta dan harus diyakini baahwa sesungguhnya tidak ada yang bisa
mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang
bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.
Mengapa bertawasul?
Bertawasul dengan orang-orang dekat kepada Allah itu agar
mereka ikut memohonkan kepada Allah atas apa yang diminta kepada
Allah. Dengan begitu, maka dalam hal itu tidak ada unsur-unsur syirik.
Jika bertawasul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, seperti
para nabi, para rasul, dan para shalihin, pada hakikatnya tidak bertawasul
dengan dzat mereka, tetapi bertawasul dengan amal perbuatan mereka
yang shaleh.
Karenannya, bertawasul itu tidak dengan orang-orang yang ahli
maksiat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak
bertawasul dengan pohon, batu, gunung, dll.
Bertawasul dengan orang meninggal?
Kembali pada keyakinan kita bahwa orang mati yang rusak dan
hancur adalah badannya atau jasadnya. Sedang rohnya tetap hidup dan
tidak mati. Sebab mereka itu berada di alam barzakh. Mereka telah putus
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 82Risyanto
segala amal perbuatan mereka untuk diri mereka. Dalam kitab shahih
Muslim juz II disebutkan :
عمله : عنه انقطع االنسان مات اذا قال صلعم الله رسول ان هريرة أبى عن
يدعوله صالح ولد او به ينتفع علم او جارية صدقة ثالث من اال
Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah bersabda : Apabila manusia telah mati maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak shaleh.
Hadits semacam ini juga termaktub dalam sunan Turmudzi juz III,
dalam sunan Abu Dawud juz III dan sunan Nasa’I juz IV. Hadits di atas
menjelaskan bahwa apabila manusia telah meninggal dunia, segala
amalnya untuk dirinya sendiri. Tetapi untuk orang lain, misalnya ahli kubur
mendoakan orang yang di dunia tidak ada keterangan yang melarang.
Adanya salam yang disampaikan Rasulullah setiap melewati kubur,
menunjukkan bahwa ahli kubur menjawab salam yang kita ucapkan.
Dalam riwayat Imam Turmudzi dalam sunannya, juz III Rasulullah
bersabda:
باألثر ونحن سلفنا وانتم ولكم لنا الله يغفر القبور أهل يا عليكم السالم
( الترمذى( رواه
Keselamatan atas engkau wahai ahli kubur, mudah-mudahan Allah mengampuni kami dan mengampuni kalian, kalian pendahulu kami dan kami mengikuti jejak kalian.
Tentu salam Rasulullah dijawab oleh ahli kubur dan juga salam kita
dijawab; mudah-mudahan keselamatan bagi engkau wahai orang yang
masih hidup di dunia. Adapun doa ahli kubur kepada kita diterima atau
tidak, itu adalah urusan Allah.
Mendoakan orang tua, kemudian orang tua di alam barzakh
mendoakan kepada yang berdoa agar selamat, hal ini tidak ada larangan
dalam agama. Baik orang yang berdoa maupun ahli kubur seluruhnya
memohon kepada Allah. Bagi yang berdoa di dunia, itu tidak meminta
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 83Risyanto
kepada ahli kubur karena diyakini bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-
apa dan tidak bisa memberikan apa-apa.
Hanya bertawasul dengan ahli kubur, agar ahli kubur bersama-
sama dengan pendoa memohon kepada Allah. Ketika berdiri di depan
kuburan Rasulullah mengucapkan salam
الله رسول يا عليك السالم
Di beberapa hadits, Rasulullah menjawab salam orang yang
menyampaikan salam kepada beliau. Artinya Rasulullah di dalam kubur
juga mendoakan para pemberi salam atau yang bertawasul.
Bagaimana tawasul dengan Rasulullah?
Sewaktu masih hidup dan setelah wafat, tawasul pada Rasulullah
itu seperti disebutkan dalam beberapa ayat al Qur’an, misalnya, firman
Allah dalam surat an Nisa’, ayat 64 :
Artinya : Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah mengampuni dosa-
dosa orang yang dhalim, disamping doa mereka tetapi ada juga wasilah
(doanya) Rasulullah :
Soal tawasul seperti di atas disebutkan pula dalam tafsirnya Ibnu
Katsir juz I :
Berkata al Imam al Hafidz as Syech Imamuddin Ibnu Katsir menyebutkan segolongan ulama di antaranya as Syech Abu Manshur as Shibagh dalam kitabnya as Syaamil dari al Ataby, berkata; saya duduk di kuburan Nabi Muhammad, maka datanglah seorang Badui dan ia berkata: assalamu‘alaika ya Rasulullah! Saya telah mendengar Allah berfirman; walaupun sesungguhnya mereka kemudian datang kepada mu dan mereka meminta ampun kepada Allah, dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, mereka pasti mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyanyang; dan saya telah datang kepada mu (ke makam
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 84Risyanto
Rasulullah) dengan meminta ampun akan dosaku dan memohon syafa’at dengan wasilah mu (Nabi) kepada Allah, kemudian ia membaca syair memuji Rasulullah, kemudian orang Badui tadi pergi, maka saya ketiduran dan melihat Rasulullah dalam tidur saya, beliau bersabda: Wahai Ataby temuilah orang Badui tadi sampaikan kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya.
Dalam riwayat di atas dipaparkan bahwa Ataby diampuni dosanya
dengan tawasul kepada Nabi yang telah wafat. Riwayat di atas
diriwayatkan oleh al Imam Nawawi dalam kitabnya, al Idlah fi Manasik al
Hajj.
Selanjutnya, diriwayatkan juga oleh Abu Muhammad Ibnu
Quddamah dalam kitabnya al Mughni juz III, riwayat al Ataby ini banyak
sekali diriwayatkan oleh para ulama terkemuka.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 85Risyanto
PENUTUP
Alhamdulillahi robbil ‘alamiin, akhirnya buku pintar untuk warga NU
bisa selesai juga disusun. Penulis senantiasa berdoa semoga apa yang
tertulis dalam buku pintar ini ada manfaatnya. Penulis hanya memberikan
catatan kecil; Pertama, NU selamanya akan menjadi gerakan kultural
yang menyejarah bila para penerusnya senantiasa mengedepankan
kepentingan bersama (jam’iyyah), daripada kepentingan diri sendiri
(ananiyah).
Kedua, NU saat ini bukanlah miliki kiai saja, tetapi NU menjadi milik
siapa pun yang ingin berkhidmat di dalamnya. NU adalah khazanah Islam
ala Indonesia yang butuh sentuhan para profesional di bidangnya. NU
tidak cukup bila sekedar dikelola oleh kiai dan santri yang hanya jebolan
pesantren. NU harus bisa menembus wacana NU virtual. Bukankah masih
banyak warga NU yang hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.
Ketiga, apapun yang dilakukan secara ikhlas untuk lestarinya
kalimah lailaaha illa Allah, Allah pasti akan menolongnya. Meskipun
terkadang cercaan, hinaan, dan fitnah sebagai bumbu dalam merjuangan
di jalan Allah.
Terakhir, semoga semua yang kita lakukan bermanfaat untuk Islam
dan kemanusiaan umumnya dan NU khususnya agar kehidupan di dunia
ini menjadi rahmat sebagaimana firman Allah, Aku tidak mengutus mu
wahai Muhammad, kecuali untuk menebar rahmat bagi alam semesta.
Dan sabda Nabi, sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat.
Semoga. Bismillah.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 86Risyanto
DAFTAR BACAAN
Abdul Muchith Muzadi, (2006), Mengenal Nahdlatul Ulama, Khalista, Surabaya.
Abdul Muchith Muzadi, (2006), NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, Khalista, Surabaya.
Andree Feillard, (1999), NU Vis a Vis Negara, LKiS, Yogyakarta.
Ary Ginanjar Agustian, (2006), ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui al Ihsan, Arga; Jakarta.
Djamaluddin Ancok, (1994). Psikologi Islam Solusi Islam atas Problem-ProblemPsikologi, Pustaka Pelajar; Yogyakarta.
Erich Fromm, (1966), The Art of Loving, Harper and Rows; London.
Gay Hendricks dan Kate Ludeman, (2002), The Corporate Mystic, Kaifa; Bandung.
Imam Ghozali, (1990), Ihya Ulumuddin, Kuala Lumpur, Malaysia: Asy Syifa Darulfikr.
Jalaluddin Rakhmat, (2005). Psikologi Agama Sebuah Pengantar, Mizan; Jakarta.
Jamal Ma’mur Asmani, (2007), Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh Antara Konsep dan Implementasi, Khalista, Surabaya.
Jeanne Segal, (2001), Meningkatkan Kecerdasan Emosional, Citra Aksara: Jakarta.
Khoirul Anam, (1985), Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, Jatayu, Solo.
Kholilurrohman, (2007), Psikologi Tahlil, Intelectual, Yogyakarta.
M. Madchan Anies, (2009), Tahlil dan Kenduri, Tradisi Santri dan Kiai, Pustaka Pesantren, Yogyakarta.
Martin E.P. Seligman, (2005). Authentic Happiness, Mizan; Jakarta.
Masdar Farid Mas’udi, (2007), Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat, LTMI-NU-P3M, Jakarta.
B u k u P i n t a r W a r g a N U | 87Risyanto
Masyhudi Muchtar, dkk., (2007), Aswaja an Nahdliyah Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah, Khalista, Surabaya.
Munawir Abdul Fatah, (2008), Amaliyah Nahdliyah, Tradisi-Tradisi Utama Warga NU, Pustaka Pesantren, Yogyakarta.
Mustofa Bisri, (2007), Fikih Keseharian Gus Mus, Khalista, Surabaya.
Nanang Qosim yusuf, (2006), The 7 Awareness 7 Kesadaran Hati dan Jiwa Menuju Manusia Di Atas Rata-rata, Grasindo, Jakarta.
Nur Kholik Ridwan, (2001), Islam Borjuis dan Islam Proletar, Galangpress, Yogyakarta.
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, (1998), Executive EQ; Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
Robert T. Kiyosaki, (2001), Ayah Kaya Ayah Miskin, Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
Sirajudin Abas, (1991), Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah, Jakarta.
Sirajudin Abas, (1992), I’tiqod Ahlussunnah an Nahdliyah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta.
Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, (2007), Antologi Sejarah Istilah Amania Uswah NU, Khalista, Surabaya.
Stephen R Covey, (2001), The Seven Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Remaja yang Sangat Efektif), Binarupa Aksara; Jakarta.
Tim PW LTN NU Jatim (Peny.), (2007), Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2004), Kalista, Surabaya.
Zuardin Azzaino, (1990), Asas-asas Psikologi Ilahiyah, Pustaka Hidyah; Jakarta.
Recommended