View
2.446
Download
510
Category
Preview:
DESCRIPTION
FISIKA UNTUK TARUNA/SISWA PELAYARAN NIAGA JURUSAN NAUTIKA
Citation preview
Muhamad Adib Hasan, S.Si
BUKU FISIKA UNTUK TARUNA/SISWA PELAYARAN
NIAGA JURUSAN NAUTIKA
FISIKA TERAPAN UNTUK NAUTIKA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan buku Fisika Terapan Untuk Teknika ini dengan
baik. Buku ini merupakan perbaikan dari buku sebelumnya.
Buku ini disusun berdasarkan kurikulum dan silabus dari International Maritime
Organisation sebagaimana termuat dalam IMO Model Course 7.04 tentang Officer in Charge of
an Engineering Watch. Materi yang disusun dalam buku ini dibuat ringkas tetapi lengkap dan
disertai contoh-contoh soal dengan penyelesaiannya supaya memudahkan pembaca untuk
memahami materi.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengajar, siswa/taruna dan para pembaca untuk
memahami dan menguasai konsep-konsep dasar fisika maupun penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari khususnya dalam mempelajari materi-materi produktif nautika kapal. Kritik dan
saran dibuka seluas-luasnya untuk perbaikan buku ini dalam edisi mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENGUKURAN, BESARAN DAN SATUAN ..... 1
1.1 Besaran dan Satuan
1.2 Pengukuran dan Alat Ukur
BAB II MASSA, BERAT DAN GAYA ..... 7
2.1 Massa
2.2 Gaya
2.3 Berat/Gaya Gravitasi
2.4 Elastisitas
BAB III JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN ..... 18
3.1 Jarak dan Perpindahan
3.2 Kelajuan dan Perpindahan
3.3 Perlajuan dan Percepatan
3.4 Gerak Lurus Beraturan
3.5 Gerak Lurus Berubah Beraturan
3.6 Hukum-Hukum Newton Tentang Gerak
BAB IV GERAK MELINGKAR DAN ROTASI ..... 33
4.1 Perpindahan Anguler
4.2 Kecepatan Anguler
4.3 Percepatan Anguler
4.4 Hubungan Antara Geral Lurus dan Gerak Melingkar
4.5 Gaya Sentripetal
4.6 Momen Gaya/Torsi
4.7 Momen Inersia
4.8 Kaitan Torsi dengan Percepatan Sudut
4.9 Momentum Anguler
4.10 Hukum Kekekalan Momentum Sudut
4.11 Energi Kinetik Rotasi
4.12 Stabilitas Kompas Gyro
BAB V STATIKA ..... 47
5.1 Vektor Gaya
5.2 Resultan Gaya
5.3 Keseimbangan Statis Benda Tegar
5.4 Komponen Gaya
5.5 Pusat Massa dan Titik Berat
5.6 Jenis-Jenis Keseimbangan
5.7 Shearing Forces and Bending Moments
BAB VI IMPULS DAN MOMENTUM ..... 67
6.1 Konsep Impuls
6.2 Konsep Momentum
6.3 Hukum Kekekalan Momentum
BAB VII USAHA DAN ENERGI ..... 70
7.1 Usaha/Kerja
7.2 Daya
7.3 Konsep Energi
7.4 Energi Kinetik
7.5 Energi Potensial
7.6 Hukum Kekekalan Energi
7.7 Hubungan Antara Usaha dengan Energi Kinetik
7.8 Hubungan Antara Usaha dengan Energi Potensial
iii
BAB VIII PESAWAT SEDERHANA DAN MESIN PENGANGKAT ..... 77
8.1 Rasio Kecepatan dan Keuntungan Mekanis
8.2 Bidang Miring
8.3 Tuas/Pengungkit
8.4 Katrol
8.5 Roda dan Poros
8.6 Dongkrak Sekrup (Screw Jack)
8.7 Roda Gigi
BAB IX MASSA JENIS DAN MASSA JENIS RELATIF ..... 85
9.1 Massa dan Volume
9.2 Massa Jenis
9.3 Massa Jenis Relatif
BAB X FLUIDA ..... 90
10.1 Fluida Statis
10.2 Fluida Dinamis
BAB XI SUHU DAN KALOR ..... 101
11.1 Suhu
11.2 Kalor
11.3 Perubahan Wujud Zat
11.4 Pemuaian Zat
11.5 Perpindahan Kalor
BAB XII GELOMBANG, BUNYI DAN CAHAYA ..... 110
12.1 Getaran
12.2 Gelombang
12.3 Gelombang Bunyi
12.4 Gelombang Cahaya dan Optika Geometri
BAB XIII LISTRIK STATIS DAN DINAMIS ..... 133
13.1 Listrik Statis
13.2 Listrik Dinamis
BAB XIV MAGNET DAN ELEKTROMAGNET ..... 163
14.1 Prinsip Kemagnetan
14.2 Elektromagnet
14.3 Permeabilitas
14.4 Prinsip Kerja Motor Listrik DC
14.5 Prinsip Dasar Kerja Generator
1
BAB I PENGUKURAN, BESARAN DAN SATUAN
1.1 Besaran dan Satuan
Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka. Besaran
dibagi menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan. Satuan adalah pembanding tetap
yang digunakan dalam pengukuran. Besaran Pokok adalah besaran yang satuannya telah
ditetapkan terlebih dahulu dan tidak diturunkan dari besaran lain.
Ada tujuh besaran pokok, yaitu:
Besaran Pokok Simbol Satuan Simbol
panjang l meter m
massa m kilogram kg
waktu t sekon s
kuat arus I Ampere A
suhu T Kelvin K
jumlah zat N mol mol
intensitas cahaya J kandela cd
Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari dua atau lebih besaran pokok.
Dengan demikian satuan besaran turunan pun diturunkan dari satuan-satuan besaran pokok.
Contoh:
Luas = panjang × lebar, maka satuan luas adalah m × m = m2
Volume = panjang × lebar × tinggi, maka satuan volume adalah m × m × m = m3
Massa jenis = massa / volume, maka satuan massa jenis adalah kg/m3
Beberapa besaran turunan didaftar dalam tabel berikut:
Besaran Turunan
dan Simbol Rumus Satuan dan Simbol
luas (A) panjang × lebar m2
volume (V) panjang × lebar × tinggi m3
massa jenis (𝜌) massa
volume kg/m3
kecepatan (v) perpindahan
waktu
m/s
percepatan (𝑎) kecepatan
waktu
m/s2
gaya (F) massa × percepatan kg m/s2 = Newton (N)
usaha dan energi (W) gaya × perpindahan kg m2/s2 = Joule (J)
tekanan (P) gaya
luas
kg/m.s2 = Pascal (Pa)
daya usaha
waktu
kg m2/s3 = Watt (W)
impuls dan
momentum gaya × waktu kg m/s = N.s
2
Notasi Ilmiah
Untuk mempermudah penulisan bilangan-bilangan yang besar dan kecil digunakan notasi ilmiah.
𝑎 . 10𝑛
dengan:
a = bilangan asli (1 < a < 10)
n = eksponen (bilangan bulat)
Contoh:
1. 0,000000000015 = 1,5 . 10-11
2. 105000000 = 1,05 . 108
3. Kecepatan cahaya = 300.000.000 m/s = 3 . 108 m/s
Awalan satuan (Prefix of units)
Awalan Simbol Faktor Pengali Contoh
kilo k 103 atau ×1000 kilometer (km)
hekto h 102 atau ×100 hektometer (hm)
deka da 101 atau ×10 dekameter (dam)
satuan 100 atau ×1 meter (m)
desi d 10-1 atau ×0,1 desimeter (cm)
senti 𝑐 10-2 atau ×0,01 sentimeter (cm)
milli m 10-3 atau ×0,001 millimeter (mm)
Kita dapat menggunakan tangga satuan untuk mempermudah mengingat awalan satuan. Jika turun
satu tangga maka kita kalikan 10, sebaliknya jika naik satu tangga kita bagi 10.
Gambar 1.1 Tangga awalan satuan
Contoh:
1 hm = 10 dam (turun satu anak tangga, maka dikalikan 10)
356 dam = 356 × 10000 mm = 3560000 mm (turun 4 tangga, maka dikalikan 10000)
15 mm = 15 × 0,001 m = 0,015 m (naik tiga tangga, maka dibagi 1000 atau dikalikan
0,001)
Untuk satuan luas jika turun satu tangga maka kita kalikan 100, turun dua tangga kita kalikan
10000, sebaliknya jika naik satu tangga kita bagi 100 dan jika naik dua tangga kita bagi 10000
dst.
3
Untuk satuan volume jika turun satu tangga maka kita kalikan 1000, turun dua tangga kita kalikan
1000000 dst., sebaliknya jika naik satu tangga kita bagi 1000 dan jika naik dua tangga kita bagi
1000000 dst.
Gambar 1.2 Tangga awalan satuan luas dan volume
Contoh:
1 hm2 = 100 dam2 (turun satu anak tangga, maka dikalikan 100)
356 dam2 = 356 × 100.000.000 mm = 35.600.000.000 mm = 3,56 × 1010 (turun 4 tangga,
maka dikalikan 100.000.000)
15 liter = 15 dm3 = 15 × 0,001 m3 = 0,015 m3 (naik satu tangga, maka dibagi 1000 atau
dikalikan 0,001)
Awalan Simbol Faktor Pengali Contoh
terra T 1012 atau ×1000000000000 terrameter (Tm)
giga G 109 atau ×1000000000 gigameter (Gm)
mega M 106 atau ×1000000 megameter (Mm)
kilo k 103 atau ×1000 kilometer (km)
satuan 100 atau ×1 meter (m)
milli m 10-3 atau ×0,001 millimeter (mm)
mikro 𝜇 10-6 atau ×0,000001 mikrometer (𝜇m)
nano n 10-9 atau ×0,000000001 nanometer (nm)
piko p 10-12 atau ×0,000000000001 pikometer (pm)
Contoh:
125 Tm = 125 × 1000.000.000.000 m = 125.000.000.000.000 m = 1,25 × 1014 m
1234 nm = 1234 × 0,000000001 m = 0,000001234 m = 1,234 × 10-6 m
Faktor Konversi Satuan
Panjang
1 nautical mile = 1,852 km = 1852 m
1 m = 1,0936 yard = 3,281 kaki = 39,37 inci
1 inci = 2,54 cm
1 kaki = 12 inci = 30,48 cm
Luas
1 m2 = 104 cm2
1 are = 43.560 kaki2 = 4048 m2
4
Volume
1 dm3 = 1 liter
1 cc (cm3) = 1 milliliter (mL)
1 gal = 3,786 L
Kelajuan
1 knot = 1 mil/jam = 1,852 km/jam
1 km/jam = 1000
3600 m/s = 0,2778 m/s
1 knot = 1 mil/jam = 1852 𝑚
3600 𝑠 = 0,5144 m/s
Waktu
1 jam = 60 menit = 3600 sekon
Massa
1 ton = 1000 kg
1 kg = 2,204 lbs
Massa jenis
1 g/cm3 = 1000 kg/m3
Gaya
1 N = 0,2248 pon = 105 dyne
Tekanan
1 Pa = 1 N/m2
1 bar = 105 Pa
1 atm = 101,325 kPa = 1,01325 bar
1 atm = 760 mmHg
1 torr = 1 mmHg = 133,32 Pa
Energi
1 kW h = 3,6 MJ
1 Joule = 0,24 kal
1 Kal = 4,1840 J
1 Btu = 1054,35 J
1 erg = 10-7 J
Daya
1 daya kuda (HP) = 745,7 W
1 W = 1,341 x 10-3
1.2 Pengukuran dan Alat Ukur
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu lain yang sejenis
yang ditetapkan sebagai satuan. Ketika anda mengukur suatu besaran fisis dengan menggunakan
instrumen, tidaklah mungkin mendapatkan nilai benar 𝑥0, melainkan selalu terdapat
ketidakpastian ∆𝑥. Hasil pengukuran dilaporkan sebagai x = x0 + ∆x. Untuk pengukuran tunggal
ketidakpastian ∆x = 0,5 × skala terkecil.
Pengukuran panjang dengan jangka sorong
Jangka sorong seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah memiliki bagian utama yang
disebut rahang tetap dan rahang sorong (rahang geser). Skala panjang yang tertera pada rahang
tetap disebut skala utama, sedangkan skala pendek yang tertera pada rahang sorong disebut nonius
atau vernier. Cara menentukan hasil pengukuran x adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan angka pada skala utama yang berdekatan dengan angka 0 pada nonius. Pada
gambar, angka tersebut adalah antara angka 2,1 cm dan 2,2 cm.
5
2. Perhatikan garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama. Pada gambar,
garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama adalah garis ke-5. Ini berarti
Gambar 1.3 Pengukuran panjang dengan jangka sorong
x = 2,1 + 5 . 0,01
= 2,15 cm (dua desimal)
Karena ∆x = 0,005 cm (3 desimal), maka x sebaiknya dinyatakan dengan 3 desimal. Jadi hasil
pengukuran jangka sorong kita laporkan sebagai L = x ± ∆x = (2,150 ± 0,005) mm
Pengukuran Tunggal Dengan Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup ditunjukkan pada gambar dibawah. Jika selubung luar diputar lengkap 1 kali
maka rahang geser dan juga selubung luar maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar
memiliki 50 skala, maka 1 skala pada selubung luar sama dengan jarak maju atau mundur rahang
geser sejauh 0,5 mm/50 = 0,01 mm. Bilangan ini merupakan skala terkecil mikrometer sekrup.
Dengan demikian ketidakpastiannya adalah ∆x = 0,5 × 0,01 mm = 0,005 mm.
Gambar 1.4 Pengukuran panjang dengan mikrometer skrup
Cara menentukan hasil pengukuran x adalah sebagai berikut:
6
1. Perhatikan garis skala utama yang terdekat dengan tepi selubung luar. Pada gambar, garis
skala utama tersebut adalah 4,5 mm lebih.
2. Perhatikan garis mendatar pada selubung luar yang berhimpit dengan garis mendatar pada
skala utama. Pada gambar, garis mendatar tersebut adalah garis ke-47. Ini berarti x = 4,5 mm
+ 47 × 0,01 mm = 4,97 mm (dua desimal).
Karena ∆x = 0,005 mm (3 tiga desimal), maka x sebaiknya dinyatakan dengan tiga desimal. Jadi
pengukuran dengan mikrometer sekrup kita laporkan sebagai:
L = x ± ∆x
= (4,970 ± 0,005) mm
SOAL LATIHAN
1. Sebutkan satuan SI dari besaran-besaran berikut:
a. Panjang
b. Massa
c. Suhu
d. Kuat arus
e. Laju/Kecepatan
f. Daya listrik
g. Gaya
h. Tekanan
2. Konversikan satuan berikut!
a. 15 nautical mile = ..... km = ..... m
b. 60 km/jam = ..... m/s
c. 14 knot = ..... km/jam
d. 2,5 m = ..... km
e. 2.000 ton = ..... g
f. 1,5 hari = ..... detik
g. 1 liter = ..... cc
h. 1 barrel [US, petroleum] = ..... liter
i. 25 barrel : ...... US galon (1 barrel = 42 US galon)
j. 15 Pa = .....bar
k. 120000 HP (daya kuda) = ..... Watt
l. 103 GHz = ...... Hz
3. Laporkan hasil pengukuran di bawah ini lengkap dengan ketidakpastiannya!
7
BAB II MASSA, BERAT DAN GAYA
2.1 Massa
Massa adalah ukuran banyaknya materi yang dikandung oleh suatu benda. Massa merupakan
ukuran kelembaman (kemampuan mempertahankan keadaan gerak) suatu benda. Massa benda
adalah tetap di lokasi atau di tempat mana saja di alam semesta ini. Massa benda tetap ketika
benda bergerak. Massa merupakan besaran skalar (hanya memiliki nilai dan tidak memiliki arah).
Simbol massa adalah m, satuan dalam SI adalah kilogram (kg). Massa diukur dengan neraca atau
timbangan.
2.2 Gaya
Gaya adalah suatu tarikan atau dorongan yang merubah keadaan benda yang diam atau benda
yang bergerak lurus beraturan. Dengan demikian jika benda ditarik/didorong maka pada benda
bekerja gaya dan keadaan gerak benda dapat berubah. Gaya termasuk besaran vektor, karena gaya
mempunyai besar dan arah. Satuan gaya adalah Newton. 1 Newton sama dengan 1 kg m/s2. 1
Newton adalah gaya yang diperlukan untuk mempercepat gerak benda satu kilogram hingga
mengalami percepatan 1 m/s2. Oleh karena gaya termasuk besaran vektor, maka gaya dapat
dilukiskan dengan diagram vektor yang berupa anak panah. Ketika meninjau suatu gaya, hal-hal
berikut harus diketahui:
a. besar gaya dinyatakan dengan panjang panah
b. arah gaya dinyatakan dengan arah mata panah
c. titik tangkap gaya bekerja dinyatakan pada pangkal anak panah
Sebagai contoh sebuah kapal ditarik dengan gaya F yang berarah ke kanan dan besarnya 8000 N
dilukiskan dengan diagram vektor seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.1 Contoh diagram vektor gaya
Resultan Gaya
Ketika dua gaya atau lebih bekerja pada suatu titik, efek gabungan gaya-gaya tersebut dapat
digantikan oleh satu gaya yang memiliki efek sama dengan gabungan komponen gaya-gaya
tersebut. Gaya ini disebut dengan resultan gaya, dan proses untuk mencarinya disebut dengan
penjumlahan gaya.
Penjumlahan Dua Gaya Yang Bekerja Pada Garis Lurus Yang Sama
Jika gaya beraksi pada garis lurus yang sama dan dalam arah yang sama resultannya adalah
jumlah, tetapi jika gaya-gaya beraksi dalam arah yang berlawanan maka resultannya adalah selisih
dari kedua gaya dan arah resultan adalah pada gaya yang lebih besar.
Contoh:
Ketika memindahkan suatu benda seorang laki-laki menariknya dengan gaya 200 Newton, dan
lelaki lainnya menarik dalam arah yang sama dengan gaya 300 Newton. hitunglah resultan kedua
gaya tersebut!
F = 8000 N
8
Gambar 2.2 Penjumlahan dua gaya yang bekerja pada garis lurus yang sama
Resultan Gaya ∑F = F1 + F2 = 200 N + 300 N = 500 N ke kanan.
Penjumlahan Dua Gaya Yang Tidak Bekerja Pada Garis Lurus Yang Sama
Ketika dua gaya tidak bekerja pada garis yang sama, resultannya dapat diperoleh dengan metode
jajaran genjang.
Gambar 2.3 Penjumlahan gaya dengan metode jajaran genjang
Besarnya resultan gaya dapat diperoleh dengan persamaan
𝑅 = 𝐹1 + 𝐹1 = ∑𝐹 = √𝐹12 + 𝐹2
2 + 2𝐹1𝐹2 cos 𝛼
dengan 𝛼 adalah sudut yang dibentuk antara F1 dan F2.
Contoh:
Sebuah gaya 3 Newton dan gaya 5 Newton beraksi pada suatu titik membentuk sudut 120 derajad
satu sama lain. Hitunglah besar dan arah resultan gaya!
F1 = 200 N
F2 = 300 N
∑F = 500 N
F1
F2
F1+F2
F2
F1
F1+F
2
A 5 N
3 N
120°
9
𝑅𝑒𝑠𝑢𝑙𝑡𝑎𝑛𝑡 ∑𝐹 = √𝐹12 + 𝐹2
2 + 2𝐹1𝐹2 cos 𝛼
= √32 + 52 + 2 × 3 × 5 cos 120°
= √19
= 4,36 Newton
Arah resultan dapat kita peroleh dengan persamaan segitiga sinus.
Dengan mengambil segitiga ABC
Kita peroleh
𝑅𝑒𝑠𝑢𝑙𝑡𝑎𝑛𝑡
sin 60°=
3
sin 𝛼
sin 𝛼 =3 × sin 60°
𝑅𝑒𝑠𝑢𝑙𝑡𝑎𝑛𝑡
sin 𝛼 =3 × sin 60°
4,36
sin 𝛼 = 0,596
𝛼 = 36,58°
Jadi diperoleh arah resultan gaya adalah 36,58° dari gaya 5 N.
Contoh:
Sebuah kapal berlayar ke timur dalam satu jam dengan kecepatan 9 knot melalui arus air
berkecepatan 3 knot yang berarah 120 derajad dari utara. Hitunglah kecepatan dan arah gerak
kapal sebenarnya!
A
b
C
c
a
B 𝐴
sin 𝑎=
𝐵
sin 𝑏=
𝐶
sin 𝑐
A
B
𝛼 C
5 N
3 N
60° 𝛼
10
Gaya kapal akan mendorong kapal dari A ke B dalam satu jam, dan arus akan mendorong dari A
ke C dalam satu jam. Resultan dapat diperoleh dengan persamaan:
∑𝑣 = √𝑣12 + 𝑣2
2 + 2𝑣1𝑣2 cos 𝛼
Sudut BAC dapat diperoleh dengan ∠BAC = 120o - 90o = 30o
∑𝑣 = √92 + 32 + 2 × 9 × 3 cos 30°
= √81 + 9 + 2 × 9 × 3 × 0,866
= √136,764
Kecepatan resultan = 11,69 knot. Sehingga dalam 1 jam jarak tempuhnya adalah 11,69 miles.
Dengan meninjau segitiga ABD
Dengan menggunakan aturan segitiga sinus kita peroleh,
3
sin 𝛼=
11,69
sin 𝛽
sin 𝛼 =3 × sin 150°
11,69
sin 𝛼 =3 × sin 150°
11,69
sin 𝛼 = 0,1283
𝛼 = 7,37°
Jadi diperoleh arah gerak kapal sebenarnya adalah 7,37° dari timur.
2.3 Berat/Gaya Gravitasi
Setiap benda yang dilepaskan dari ketinggian tertentu di atas permukaan bumi selalu akan jatuh
bebas ke permukaan bumi. Hal ini tentu saja disebabkan pada benda itu bekerja sebuah gaya tarik,
yang disebut gaya gravitasi. Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya tarik menarik yang
besarnya berbanding lurus dengan kuadrat massa masing-masing benda dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara keduanya.
Besarnya gaya gravitasi dapat ditulis dengan persamaan matematis
A B
C D
9 knot
3 knot Resultan
A B 150o
D
9 knot
3 knot
Resultan
𝛼
11
𝐹12 = 𝐹21 = 𝐹 = 𝐺𝑚1𝑚2
𝑟2
Dengan 𝐹12 = 𝐹21 = 𝐹 = besarnya gaya tarik menarik antara kedua benda (N);
G = tetapan umum gravitasi;
𝑚1 = massa benda 1 (kg)
𝑚2 = massa benda 2 (kg);
𝑟 = jarak antar pusat massa kedua benda (m)
Gambar 2.4 Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya tarik menarik yang besarnya berbanding
lurus dengan kuadrat massa masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara
keduanya.
Gaya gravitasi akan memberikan percepatan pada benda yang jatuh bebas, yang disebut dengan
percepatan gravitasi, disimbolkan dengan 𝑔, yang untuk bumi nilainya 9,81 m/s2. Gaya yang
diberikan oleh benda terhadap penahan atau permukaan bumi disebut berat. Berat adalah
perkalian antara massa dengan percepatan gravitasi.
Besarnya berat dapat ditulis dengan persamaan matematis
𝑤 = 𝑚 × 𝑔
Dengan 𝑤 = berat benda (N)
𝑚 = massa benda (kg)
𝑔 = percepatan gravitasi (m/s2)
Berat Benda Sedikit Berbeda di Berbagai Tempat di Permukaan Bumi
Telah kita ketahui bahwa berat benda adalah gaya gravitasi bumi yang bekerja pada suatu benda,
yang dinyatakan oleh 𝑤 = 𝑚 × 𝑔. Massa adalah besaran yang tetap dimana saja. Karena berat
benda berbeda sedikit, maka pasti faktor g yang berubah sedikit di berbagai tempat di permukaan
bumi.
Pengukuran yang teliti menunjukkan bahwa bumi tidak tepat benar berbentuk bola, tetapi agak
pepat pada kedua kutub dan agak menggembung pada sekitar katulistiwa. Itulah sebabnya garis
tengah katulistiwa lebih besar daripada garis tengah kutub. Garis tengah katulistiwa sekitar 12.757
km, sedang garis tengah kutub 12.714 km. Oleh karena bumi tidak tepat berbentuk bola, atau
dengan kata lain, jari-jari permukaan sedikit berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maka besar
percepatan gravitasi yang tergantung pada jari-jari juga akan berbeda sedikit. Inilah yang
menyebabkan perbedaan percepatan gravitasi di berbagai tempat di permukaaan bumi.
Jari-jari permukaan bumi di kutub adalah yang terkecil, dan karena percepatan gravitasi sebanding
dengan 1/r2, maka kutub memiliki percepatan gravitasi terbesar. Sebaliknya karena jari-jari
12
permukaan bumi di katulistiwa adalah yang terbesar, maka katulistiwa memiliki percepatanj
gravitasi terkecil.
Percepatan Gravitasi Pada Ketinggian Tertentu di Atas Permukaan Bumi.
Misalkan titik A adalah tempat pada permukaan bumi dan titik B adalah tempat pada ketinggian
h di atas permukaan bumi (Gambar...). tentu saja jarak titik-titik tersebut terhadap pusat bumi
adalah: rA = R dan rB = (R+h), dengan R adalah jari-jari bumi.
Gambar 2.5 Grafitasi pada ketinggian h dari permukaan bumi
Nilai perbandingan percepatan gravitasi di B dan A adalah
𝑔𝐵
𝑔𝐴=
𝐺𝑀𝑟𝐵
2
𝐺𝑀𝑟𝐴
2
= (𝑟𝐴
𝑟𝐵)
2
𝑔𝐵
𝑔𝐴= (
𝑅
𝑅 + ℎ)
2
Dengan 𝑔𝐵 = percepatan gravitasi pada ketinggian h di atas permukaan bumi
𝑔𝐴 = percepatan gravitasi pada permukaan bumi (sekitar 9,81 m/s2)
R = jari-jari bumi (sekitar 6.370 km)
Contoh:
Hitunglah percepatan gravitasi pada ketinggian h = 10 km!
Jawab:
𝑔𝐵
𝑔𝐴= (
𝑅
𝑅 + ℎ)
2
𝑔𝐵 = (𝑅
𝑅 + ℎ)
2
𝑔𝐴 = (6370
6370 + 10)
2
(9,81) = 9.77 m/s2
Hukum III Newton (Hukum Aksi-Reaksi)
Bila sebuah benda A melakukan gaya pada benda B, maka benda B juga akan melakukan gaya
pada benda A yang besarnya sama tetapi berlawanan arah. Kedua gaya yang bekerja bersamaan
A
B
h
rA=R
rB=(R+h)
Pusat bumi
Permukaan bumi
13
pada kedua benda disebut gaya aksi dan reaksi. Gaya aksi-reaksi bukan gaya sebab akibat,
keduanya muncul bersamaan dan tidak dapat dikatakan yang satu adalah aksi dan yang lainnya
reaksi. Secara matematis dapat ditulis:
Faksi = - Freaksi
Contoh pasangan aksi reaksi adalah satelit/bulan/astronot yang tetap mengorbit di atas bumi
karena pengaruh gaya gravitasi bumi. Sebenarnya bukan hanya bumi saja yang menarik
satelit/bulan/astronot, melainkan satelit/bulan/astronot juga menarik bumi.
Gambar 2.6 Pasangan aksi reaksi adalah satelit/bulan/astronot yang tetap mengorbit
di atas bumi karena pengaruh gaya gravitasi bumi.
Contoh lain penerapan hukum aksi-reaksi adalah pada pesawat/helikopter. Sayap pesawat atau
baling-baling helikopter mendorong udara ke bawah, karena sifat kelembaman udara, udara juga
memberikan dorongan kepada sayap/baling-baling sehingga tetap berada di udara.
Gambar 2.7 Pasangan aksi-reaksi pada sayap pesawat atau baling-baling helicopter
Gaya Gesek
Gaya gesek adalah gaya yang timbul pada dua bidang permukaan benda yang bersinggungan dan
mempunyai kekasaran dan arahnya melawan arah kecenderungan gerak benda. Secara matematis
gaya gesek dapat dituliskan sebagai berikut:
f = μ.N
dengan N adalah gaya normal (satuan Newton), yaitu gaya yang merupakan gaya reaksi bidang
tempat benda berada terhadap gaya aksi yang diberikan benda dan mempunyai arah yang tegak
lurus terhadap bidang tempat benda tersebut, sedangkan μ adalah koefisien gesekan yang
menyatakan tingkat kekasaran permukaan bidang.
Gaya gesek ada dua macam yaitu:
14
a) Gaya gesek statis (fs) adalah gaya gesek yang dialami benda dalam keadaan diam atau tepat
akan mulai bergerak. Jika μs adalah koefisien gesek statis, maka
fs = μs.N
b) Gaya gesek kinetis (fk) adalah gaya gesek yang dialami benda dalam keadaan sedang
bergerak. Jika μk adalah koefisien gesekan kinetis, maka:
fk = μk. N.
Koefisien gesek adalah konstanta yang menunjukkan sifat kasar licinnya permukaan dua bidang
yang bersentuhan. Nilai koefisien gesek berkisar antara 0 ≤ µ ≤ 1.
Contoh:
Balok bermassa 1 kg sedang diam di atas permukaan bidang datar kasar. Koefisien gesek statis
adalah 0,4 dan percepatan gravitasi 10 m/s2. Tentukan (a) besar gaya gesek statis (b) besar gaya
tarik F minimum agar balok mulai bergerak!
Penyelesaian:
Massa balok (m) = 1 kg
Koefisien gesek statis 𝜇𝑠 = 0,4
Percepatan gravitasi (g) = 10 m/s2
Gaya berat (w) = m.g = 1 kg . 10 m/s2 = 10 Newton
Gaya Normal = w = 10 Newton
(a) Gaya Gesek statis
fs = μs.N. = 0,4 . 10 N = 4 Newton
(b) Ketika gaya tarik (F) mempunyai besar yang sama dengan gaya gesek statis, maka benda
tepat akan bergerak (benda masih diam). Benda mulai bergerak ketika gaya tarik lebih
besar dari gaya gesek statis. Jadi gaya tarik (F) minimum agar balok mulai bergerak adalah
4 Newton
2.4 Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan sebuah benda untuk kembali pada bentuk dan ukuran semula
setelah gaya luar yang bekerja padanya dihilangkan. Pegas dan karet akan kembali ke bentuk awal
setelah gaya luar yang bekerja padanya dihilangkan, benda ini disebut benda elastis. Lempung
dan plastisin tidak kembali ke bentuk awal setelah gaya luar dihilangkan, benda seperti itu disebut
benda tak elastis atau plastis.
Tegangan 𝜎 adalah hasil bagi antara tegangan tarik 𝐹 yang dialami kawat dengan luas
penampangnya 𝐴. Tegangan adalah besaran skalar dan memiliki satuan N/m2 atau Pascal (Pa).
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 =𝑔𝑎𝑦𝑎
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 atau 𝜎 =
𝐹
𝐴
Regangan 𝑒 didefinisikan sebagai hasil bagi antara pertambahan panjang ∆𝐿 dengan panjang awal
𝐿.
𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑒 =
∆𝐿
𝐿
15
Gambar 2.8 Benda mengalami regangan ketika diberikan tegangan
Karena pertambahan panjang ∆𝐿 dan Panjang awal 𝐿 adalah besaran yang sama, maka regangan
𝑒 tidak memiliki satuan atau dimensi.
Modulus elastisitas atau Modulus Young (E) adalah perbandingan antara tegangan dengan
regangan pada suatu benda.
𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝐸𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛=
𝜎
𝑒=
𝐹𝐴⁄
∆𝐿𝐿𝑜⁄
Berikut adalah modulus elastisitas untuk beberapa bahan:
No Bahan Modulus Young (Pa)
1 Alumunium 7 × 1010
2 Baja 20 × 1010
3 Besi 21 × 1010
4 Karet 0,05× 1010
5 Kuningan 9 × 1010
6 Nikel 21 × 1010
7 Tembaga 11 × 1010
8 Timah 1,6 × 1010
9 Beton 2,3 × 1010
10 Kaca 5,5 × 1010
11 Wolfram 41 × 1010
Contoh:
Kawat logam panjangnya 60 cm dan luas penampangnya 8 cm2. Ujung yang satu diikat pada atap
dan ujung yang lain ditarik dengan gaya 100 N. ternyata panjangnya menjadi 66 cm. Tentukan:
a. Regangan kawat
b. Tegangan pada kawat
c. Modulus elastisitas kawat
Jawab:
Regangan kawat:
𝑒 =∆𝐿
𝐿𝑜=
66 − 60 𝑐𝑚
60 𝑐𝑚=
6
60= 0,1
L
F
Lo
A
16
Tegangan kawat:
𝜎 =𝐹
𝐴=
100 𝑁
8 × 10−4𝑚2= 125.000 𝑁/𝑚2
Modulus Elastisitas:
𝐸 =𝜎
𝑒=
125.000 𝑁/𝑚2
0,1= 1,25 × 106 𝑁/𝑚2
Hukum Hooke
Perhatikan gambar di bawah ini!
Gambar 2.9 Pegas ditarik dengan gaya F, maka pegas akan mengalami
pertambahan panjang sebesar ∆x
Jika sebuah pegas kita tarik dengan gaya F, maka pegas akan mengalami pertambahan panjang
sebesar ∆x. Jika gaya F diperbesar menjadi 2F maka pegas akan mengalami pertambahan panjang
sebesar 2∆x. “Jika gaya tarik tidak melampaui batas elastis pegas, maka pertambahan panjang
pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya tariknya”. Pernyataan ini pertama kali
dikemukakan oleh Robert Hooke, sehingga dikenal dengan hukum Hooke.
Untuk semua pegas berlaku,
𝐹 = 𝑘 ∆𝑥
Dimana F adalah gaya pegas, k adalah konstanta pegas dan ∆𝑥 adalah pertambahan panjang pegas.
Jika sebuah benda diberikan gaya maka hukum Hooke hanya berlaku sepanjang daerah elastis
sampai pada titik yang menunjukkan batas hukum Hooke. Jika benda diberikan gaya hingga
melewati batas hukum hooke dan mencapai batas elastisitas, maka panjang benda akan kembali
seperti semula jika gaya yang diberikan tidak melewati batas elastisitas. Tapi hukum Hooke tidak
berlaku pada daerah antara batas hukum Hooke dan batas elastisitas.
17
Gambar 2.10 Kurva tegangan-regangan
Jika benda diberikan gaya yang sangat besar hingga melewati batas elastisitas maka benda
tersebut akan memasuki daerah plastis dan ketika gaya dihilangkan panjang benda tidak akan
kembali seperti semula, benda tersebut akan berubah bentuk secara tetap. Jika pertambahan
panjang mencapai titik patah, maka benda tersebut akan patah.
SOAL LATIHAN
1. Sebuah balok bermassa 20 kg berada di atas lantai mendatar kasar (𝜇𝑠 = 0,6 dan 𝜇𝑘 = 0,3).
Kemudian balok ditarik gaya mendatar sebesar F. Hitunglah besar percepatan balok jika F =
140 N! (g = 10 m/s2)!
2. Tiga buah gaya 3 Newton, 9 Newton dan 5 Newton beraksi pada suatu titik membentuk sudut
120° satu sama lain. Hitunglah besar dan arah resultan gaya!
3. Jika percepatan gravitasi di permukaan bumi dianggap 10 m/s2 dan jari-jari bumi R, maka
percepatan gravitasi bumi pada ketinggian R dari permukaan bumi adalah ....
4. Seutas kawat baja (E = 2 × 1011 N/m2) panjang 1 m dan luas penampang 4 cm2 dipakai untuk
menggantung beban 200 kN. Hitunglah pertambahan panjang kawat!
5. Seutas kawat dengan panjang L dan jari-jari r ketika ditarik gaya F, kawat bertambah panjang
5 cm. Kawat lain dengan bahan sama panjang ½ L jari-jari 2r ditarik gaya 4F menghasilkan
pertambahan panjang ....
Keterangan:
O – a : bersifat elastis, hukum Hooke
berlaku
O – b : bata proporsional, materi kembali
ke panjang semula jika tegangan
dihilangkan
c’ : permanen
d : batas patah
18
BAB III JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN
Suatu benda dikatakan bergerak jika benda tersebut kedudukannya berubah setiap saat terhadap
titik acuannya (titik asalnya). Sebuah benda dikatakan bergerak lurus atau melengkung, jika
lintasan berubahnya kedudukan dari titik asalnya berbentuk garis lurus atau melengkung.
Kinematika adalah ilmu yang mempelajari gerak tanpa mengindahkan penyebabnya, sedangkan
Dinamika adalah ilmu yang mempelajari gerak dan gaya-gaya penyebabnya. Gaya merupakan
tarikan atau dorongan yang dapat menyebabkan perubahan posisi, kecepatan, dan bentuk suatu
benda.
3.1 Jarak dan Perpindahan
Jarak adalah merupakan panjang lintasan (jarak) yang ditempuh oleh benda sepanjang
gerakannya. Jarak merupakan besaran skalar karena hanya memiliki nilai dan tidak memiliki arah.
Perpindahan yaitu perubahan posisi suatu benda dari posisi awal (acuan) ke posisi akhirnya
(tujuannya). Perpindahan merupakan besaran vektor karena memiliki nilai dan arah.
Gambar 3.1 Perbedaan antara jarak dan perpindahan.
Sebagai contoh jika kita bergerak dari bandara menuju Kampus BP2IP tercinta ini, kita akan
berkendara menempuh jarak (lintasan biru) menurut jalan yang ada meskipun jalan tersebut
berliku-liku dan terkesan muter-muter, dan kita tidak berjalan lurus menempuh perpindahan
(lintasan hitam putus-putus) melewati persawahan sebagai jalan pintas terdekat. Garis lurus atau
jarak terdekat yang menghubungkan posisi awal dan posisi akhir (tujuan) disebut perpindahan.
Satuan besaran jarak maupun perpindahan adalah meter, kilometer atau mil.
3.2 Kelajuan dan Kecepatan
Kelajuan adalah tingkatan bagaimana gerak benda melalui ruangan. Kelajuan adalah besaran
skalar yang besarnya sesuai dengan jarak tempuh dalam satu satuan waktu. Satuan laju dan
kecepatan adalah m/s, km/jam atau knot (mil/jam). Kelajuan merupakan besaran skalar. Laju
mungkin bervariasi sepanjang perjalanan, sebagai contoh, jika kapal berjalan 180 km dalam 3
jam, adalah tidak mungkin kapal tersebut berjalan dengan kecepatan konstan 60 km/jam selama
19
3 jam tersebut, melainkan kadang lebih cepat kadang lebih lambat, namun kelajuan rata-ratanya
60 km/jam.
Kelajuan dapat diperoleh dengan rumus,
𝑘𝑒𝑙𝑎𝑗𝑢𝑎𝑛 =𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
Atau
𝑣 =𝑠
𝑡
Kecepatan menunjukkan laju pada arah tertentu (spesifik). Kecepatan v adalah besaran vektor
yang besarnya sesuai dengan perpindahan dalam satu satuan waktu. Oleh karena itu kecepatan
menunjukkan 2 fakta tentang gerak benda, yaitu laju dan arah gerakan. Sebagai konsekuensinya
kecepatan merupakan besaran vektor dan dapat diilustrasikan dengan menggambarkan sebuah
vektor berskala, panjang menyatakan laju gerak benda, dan arah panah menyatakan arah gerak
benda.
Gambar 3.2 Vektor kecepatan
Kecepatan dapat diperoleh dengan rumus,
𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
Atau
�⃗�=𝑠
𝑡
3.3 Perlajuan dan Percepatan
Perlajuan adalah perubahan kelajuan benda dalam satu satuan waktu. Perlajuan dapat diperoleh
dengan rumus,
𝑃𝑒𝑟𝑙𝑎𝑗𝑢𝑎𝑛 =𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑗𝑢𝑎𝑛
𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
Percepatan (a = acceleration) adalah perubahan kecepatan dalam satu satuan waktu. Perlajuan
merupakan besaran skalar sedangkan percepatan merupakan besaran vektor. Percepatan secara
matematis dapat dinyatakan sebagai:
𝑃𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
atau
�⃗� =∆�⃗�
∆𝑡=
�⃗�𝑡 − �⃗�0
𝑡𝑡 − 𝑡0=
�⃗�𝑡 − �⃗�0
𝑡
2 m/s ke timur
20
dengan:
�⃗� = percepatan (m/s2)
∆�⃗� = perubahan kecepatan (m/s)
∆𝑡 = selang waktu (s)
�⃗�𝑡 = kecepatan akhir (m/s)
�⃗�𝑜 = kecepatan awal (m/s)
t = waktu (s)
Berdasarkan lintasannya gerak dapat dibagi menjadi gerak lurus, gerak melingkar, gerak parabola
dan sebagainya.
Untuk mempermudah pembahasan gerak lurus kita bagi menjadi Gerak Lurus Beraturan (GLB)
dan Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB), sedangkan untuk gerak melingkar akan kita pelajari
pada bab selanjutnya.
3.4 Gerak Lurus Beraturan (GLB)
Gerak lurus beraturan adalah gerak dengan lintasan lurus serta kecepatannya selalu tetap. Pada
GLB tidak ada percepatan (𝑎 = 0). Dalam hal gerak lurus kelajuan sama dengan kecepatan,
karena partikel bergerak satu arah saja. Pada Gerak Lurus Beraturan (GLB) berlaku rumus :
𝑠 = 𝑣. 𝑡
dengan: s = jarak yang ditempuh, (m)
𝑣 = kecepatan, (m/s)
𝑡 = waktu, (s)
Contoh:
Sebuah kapal bergerak lurus dengan kecepatan rata-rata 40 m/s selama 5 s, hitunglah jarak tempuh
kapal!
Penyelesaian:
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
𝑠 = 𝑣 × 𝑡
= 40𝑚
𝑠× 5𝑠 = 200 𝑚
jadi jarak tempuh total adalah 200 m.
Kecepatan Rata-Rata (�̅�)
Kecepatan rata-rata adalah perpindahan total yang ditempuh oleh suatu benda yang bergerak
dibagi dengan waktu total yang diperlukan untuk gerak tersebut. Kecepatan rata-rata dirumuskan
sebagai berikut:
�̅� =∆𝑥
∆𝑡=
(𝑥2 − 𝑥1)
(𝑡2 − 𝑡1)
dengan: �̅� = kecepatan rata-rata (m/s)
∆𝑥 = perpindahan (m)
∆𝑡 = selang waktu (s)
Kecepatan Sesaat
21
Kecepatan sesaat, adalah kecepatan suatu benda yang bergerak pada suatu saat tertentu, dengan
interval waktu Δt diambil sangat singkat/mendekati nol, secara matematis ditulis sebagai berikut:
𝑣 = lim∆𝑡→0
∆𝑥
∆𝑡=
𝑑𝑥
𝑑𝑡
Grafik Perpindahan Terhadap Waktu Pada Gerak Lurus Beraturan
Pada gerak lurus dengan kecepatan tetap perpindahan adalah sebanding dengan waktu. Misalkan sebagai
contoh gerak pada grafik dibawah, pada t = 0, posisi pada x = 0, kemudian pada t = 1s, perpindahan x =
1 m, pada t = 2 s perpindahan menjadi x = 2 m, dan seterusnya ketika t = 8 s maka perpindahan menjadi
8 m.
Slope kemiringan grafik diatas adalah
tan 𝛼 = ∆𝑥
∆𝑡= �̅� , yang merupakan kecepatan benda.
3.5 Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
Bila sebuah benda bergerak lurus mengalami perubahan kecepatan yang tetap untuk selang waktu
yang sama, maka dikatakan bahwa benda tersebut mengalami Gerak Lurus Berubah Beraturan.
Dapat dikatakan bahwa benda memiliki percepatan tetap. Percepatan konstan berarti besar dan
arah percepatan selalu konstan setiap saat. Walau besar percepatan suatu benda selalu konstan,
tetapi jika arah percepatan berubah maka percepatan benda dikatakan tidak konstan. ada dua
macam perubahan kecepatan:
Percepatan positif bila 𝑎 > 0
Percepatan negatif/Perlambatan bila 𝑎 < 0
Gerak lurus dipercepat beraturan dan diperlambat beraturan
Perubahan kecepatan ada 2 macam maka GLBB juga dibedakan menjadi dua macam yaitu: GLBB
dipercepat dengan a > 0 dan GLBB diperlambat a < 0, bila percepatan searah dengan kecepatan
benda maka benda mengalami percepatan, jika percepatan berlawanan arah dengan kecepatan
maka benda mengalami perlambatan.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Pe
rpin
dah
an, x
(m
)
Waktu, t (s)
Grafik Perpindahan Sebagai Fungsi Waktu
∆𝑥
∆𝑡
𝛼
22
Gambar 3.3 Grafik Gerak Lurus Berubah Beraturan (a) grafik GLBB dipercepat dengan kecepatan awal
nol, (b) grafik GLBB dipercepat dengan kecepatan awal 𝑣0, grafik GLBB diperlambat dengan kecepatan
awal nol
Pada GLBB yang dipercepat kecepatan benda semakin lama semakin bertambah besar. Sehingga
grafik kecepatan terhadap waktu (v-t) pada GLBB yang dipercepat berbentuk garis lurus condong
ke atas dengan gradien yang tetap. Jika benda melakukan GLBB yang dipercepat dari keadaaan
diam (kecepatan awal =Vo = 0), maka grafik v-t condong ke atas melalui O(0,0).
Slope kemiringan grafik diatas adalah
tan 𝛼 = ∆𝑣
∆𝑡= �̅� , yang merupakan percepatan benda.
Untuk mencari jarak yang ditempuh benda ketika bergerak lurus berubah beraturan, langkah yang
perlu dikerjakan adalah dengan mencari luasan daerah yang terarsir,
048
12162024283236404448
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Ke
cep
atan
, v
Waktu, t
Grafik kecepatan vs waktu untuk GLBB (percepatan tetap)
∆𝑣
∆𝑡
𝛼
23
Gambar 3.4 Jarak yang ditempuh = luas grafik v terhadap t.
Jarak yang ditempuh (s) pada GLBB = luas daerah di bawah grafik v terhadap t.
𝑠 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚
= (𝑣0 + 𝑣𝑡)1
2𝑡
= (𝑣0 + 𝑣0 + 𝑎𝑡)1
2𝑡
= (2𝑣0 + 𝑎𝑡)1
2𝑡
𝑠 = 𝑣0𝑡 +1
2𝑎𝑡2
Persamaan-Persamaan dalam Gerak Lurus Berubah Beraturan
Simbol yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
𝑣𝑡 = kecepatan awal (𝑚/𝑠)
𝑣𝑜 = kecepatan awal (𝑚/𝑠)
𝑎 = percepatan (𝑚𝑠2⁄ )
𝑡 = waktu (𝑠)
𝑠 = jarak tempuh (𝑚)
Ada empat persamaan umum GLBB yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, waktu dan
perpindahan, yaitu:
𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 ± 𝑎𝑡
𝑠 = �̅�𝑡 = (𝑣0 + 𝑣𝑡
2) 𝑡
𝑠 = 𝑣𝑜𝑡 ±1
2𝑎𝑡2
𝑣𝑡2 = 𝑣𝑜
2 ± 2𝑎𝑠
Persamaan di atas menggunakan tanda (±) plus atau minus tergantung bagaimana percepatan
geraknya. Tanda (+) untuk percepatan positif (gerak dipercepat), sedangkan tanda (-) untuk
percepatan negatif (gerak diperlambat).
Contoh: Sebuah mesin kapal dimatikan ketika bergerak pada laju 18 knot dan kapal berhenti setelah 20
menit. Diasumsikan perlambatan kapal konstan (diperlambat beraturan). Hitunglah perlambatan
kapal (dalam m/s2) dan jarak tempuh kapal dalam nautical mile sejak mesin mati!
Penyelesaian:
Satu Nautical Mile International adalah 1,852 km, dan satu knots adalah 1,852 km/jam.
Perlambatan diperoleh:
𝑎 =∆𝑣
∆𝑡=
𝑣𝑡 − 𝑣0
𝑡𝑡 − 𝑡0
24
𝑎 =0 − 18 𝑘𝑛𝑜𝑡𝑠
20 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
=− 18 × 1,852 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
1200 𝑠
=−18 ×
1852𝑚3600 𝑠
1200 𝑠
=−18 × 1852 𝑚
3600 × 1200 𝑠
𝑎 = −0,00772 𝑚/𝑠
Jarak tempuh:
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
𝑠 = �̅�𝑡 = (𝑣0 + 𝑣𝑡
2) 𝑡
=18 + 0
2𝑘𝑛𝑜𝑡𝑠 ×
20
60𝑗𝑎𝑚
=18
2
𝑚𝑖𝑙𝑒𝑠
𝑗𝑎𝑚×
20
60𝑗𝑎𝑚
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ = 3 𝑛𝑎𝑢𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑚𝑖𝑙𝑒𝑠
Gerak jatuh bebas
Gerak jatuh bebas ini merupakan Gerak Lurus Berubah Beraturan tanpa kecepatan awal (v0),
dimana percepatannya disebabkan karena gaya tarik bumi dan disebut percepatan gravitasi bumi
(g). Nilai percepatan gravitasi bumi rata-rata adalah 9,8 m/s2. Dalam gerak vertikal jarak tempuh
s digantikan oleh perubahan ketinggian h.
Gambar 3.5 Gerak jatuh bebas
Sebuah benda dikatakan mengalami jatuh bebas, jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kecepatan awal nol (v0 = 0) => benda dilepaskan
b. Gesekan udara diabaikan
c. Benda dijatuhkan dari tempat yang tidak terlalu tinggi (percepatan gravitasi dianggap tetap)
Contoh: Sebuah benda jatuh dari keadaan diam. Hitunglah kecepatan setelah jatuh selama 4 detik dan jarak
tempuh selama waktu tersebut!
Penyelesaian
𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑎𝑡
25
Dalam gerak vertikal a = g
𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑔𝑡
= 0 + 9,81 × 4 Kecepatan akhir vt= 39,24 m/s
𝑠 = 𝑣𝑜𝑡 ±1
2𝑎𝑡2
Dalam gerak vertikal s = h
ℎ = 𝑣𝑜𝑡 +1
2𝑔𝑡2
= 0 × 4 +1
2× 9,81 × 42
Jarak jatuh = 78,48 m
Gerak Benda Dilempar ke Bawah
Gerak Benda Dilempar ke Bawah merupakan GLBB dipercepat dengan kecepatan awal v0.
Dengan mengganti percepatan a dengan percepatan gravitasi g, dan jarak tempuh s digantikan
dengan perubahan ketinggian h, diperoleh rumus untuk gerak benda dilempar ke bawah,
𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑔𝑡
ℎ = 𝑣𝑜𝑡 +1
2𝑔𝑡2
𝑣𝑡2 = 𝑣𝑜
2 + 2𝑔ℎ
dengan:
h = perubahan ketinggian setelah t sekon (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
t = waktu (s)
Gerak Benda dilempar ke Atas
Gerak Benda dilempar ke Atas merupakan GLBB diperlambat dengan kecepatan awal v0. Dengan
mengganti percepatan a dengan percepatan gravitasi g, dan jarak tempuh s digantikan dengan
perubahan ketinggian h, diperoleh rumus untuk gerak benda dilempar ke atas,
𝑣𝑡 = 𝑣0 − 𝑔𝑡
ℎ = 𝑣𝑜𝑡 −1
2𝑔𝑡2
𝑣𝑡2 = 𝑣0
2 − 2𝑔ℎ
Karena gerak ini diperlambat maka pada suatu saat benda akan berhenti (vt = 0). Ketika itu benda
mencapai ketinggian maksimum.
Contoh: Sebuah proyektil ditembakkan vertikal ke atas dengan kecepatan awal 300 m/s. Hitunglah:
(i) kecepatannya setelah 20 s,
(ii) ketinggian diatas tanah setelah 20 s,
(iii) waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak ketinggian,
(iv) ketinggian maksimum yang dicapai, waktu tempuh total dari meninggalkan tanah
sampai kembali ke tanah.
Penyelesaian:
Kecepatan setelah 20 s,
26
𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 − 𝑔𝑡
= 300 − (9,81 × 20)
Kecepatan pada detik ke-20 = 103,8 𝑚/𝑠
ℎ = 𝑣𝑜𝑡 +1
2𝑔𝑡2
= 300 × 20 +1
2× 9,81 × 202
Ketinggian = 4038 𝑚
0 = 300 − 9,81 × 𝑡
𝑡 =300
9,81
Waktu untuk mencapai ketinggian maksimum = 30,58 𝑠
𝑣𝑡2 = 𝑣𝑜
2 − 2𝑔ℎ
0 = 3002 − 2 × 9,81 × ℎ
ℎ =3002
2 × 9,81= 4587 𝑚
Ketinggian maksimum = 4587 m
Waktu total = 2 × 30,58 = 61,16 s.
3.6 Hukum - Hukum Newton Tentang Gerak
Pada sub-bab sebelumnya, gerak benda ditinjau tanpa memperhatikan penyebabnya. Bila
penyebab gerak diperhatikan, tinjauan gerak, disebut dinamika, melibatkan besaran-besaran
fisika yang disebut gaya. Gaya adalah suatu tarikan atau dorongan yang dapat menimbulkan
perubahan gerak. Dengan demikian jika benda ditarik/didorong maka pada benda bekerja gaya
dan keadaan gerak benda dapat berubah. Gaya adalah penyebab gerak. Gaya termasuk besaran
vektor, karena gaya mempunyai besar dan arah. Satuan gaya adalah Newton. 1 Newton sama
dengan 1 kg m/s2. 1 Newton adalah gaya yang diperlukan untuk mempercepat gerak benda satu
kilogram hingga mengalami percepatan 1 m/s2.
Hukum I Newton
Dalam peristiwa sehari-hari kita sering menjumpai keadaan yang menunjukkan gejala Hukum I
Newton.
Gambar 3.6 Ilustrasi contoh hukum I Newton
Sebagai contoh ketika kita naik kendaraan yang sedang melaju kencang, secara tiba-tiba
kendaraan tersebut mengerem, maka tubuh kita akan terdorong ke depan. Kasus lain adalah ketika
kita naik kereta api dalam keadaan diam, tiba-tiba melaju kencang maka tubuh kita akan terdorong
ke belakang. Keadaan tersebut disebut juga Hukum Kelembaman. Jika resultan (jumlah) dari
gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol (ΣF = 0) , maka benda tersebut:
27
a. jika dalam keadaan diam akan tetap diam (v = 0), atau
b. jika dalam keadaan bergerak lurus beraturan akan tetap bergerak lurus beraturan (v =
constant).
Kesimpulan: sebuah benda akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan, jika tidak ada gaya
luar yang bekerja pada benda itu (ΣF = 0).
Hukum II Newton
Jika suatu benda mengalami tarikan atau dorongan oleh suatu gaya/resultan gaya maka benda
tersebut akan bergerak dipercepat atau diperlambat. Besarnya percepatan a berbanding lurus
dengan besarnya gaya F dan berbanding terbalik dengan massa benda. Hukum ini dikenal sebagai
hukum II Newton, dan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
𝑎 =Σ𝐹
𝑚
atau
Σ𝐹 = 𝑚. 𝑎
dengan:
ΣF = resultan gaya (Newton)
m = massa (kg)
a = percepatan (m/s)
Aplikasi-aplikasi Hukum II Newton:
a. Jika pada benda bekerja 3 gaya horisontal seperti gambar di bawah, maka berlaku :
Gambar 3.7 Tiga gaya horisontal
∑ 𝐹�̅� = 𝑚�̅�
3
𝑖=1
𝐹1 + 𝐹2 − 𝐹3 = 𝑚𝑎
Kesimpulan:
a. Arah gerak benda = F1 dan F2 jika F1 + F2 > F3
b. Arah gerak benda = F3 jika F1 + F2 < F3 ( tanda a = - )
b. Jika pada beberapa benda bekerja banyak gaya yang horisontal maka berlaku:
Gambar 3.8 Bekerja gaya yang horisontal
Gaya yang bekerja pada m2 searah dengan gerakannya.
𝐹2 + 𝐹1 − 𝑇 = 𝑚2𝑎
F2 F3
m2
F1
28
Gaya yang bekerja pada m1 searah dengan gerakannya.
𝑇 − 𝐹3 = 𝑚1𝑎
𝑇 = 𝐹3 + 𝑚1𝑎 Dari persamaan di atas didapat hubungan sebagai berikut:
𝐹1 + 𝐹2 − 𝐹3 = (𝑚1 + 𝑚2)𝑎
𝑎 =𝐹1 + 𝐹2 − 𝐹3
𝑚1 + 𝑚2
c. Jika pada benda bekerja gaya yang membentuk sudut θ dengan arah mendatar maka
berlaku:
F cos θ = m . a
Gambar 3.9 Gaya yang membentuk sudut
Contoh:
Kapal yang bermassa 50 tonnase ditarik olek tag boot dengan gaya 50000 Newton membentuk
sudut 60° terhadap horisontal. Hitunglah percepatan kapal!
Penyelesaian:
𝐹 cos 𝜃 = 𝑚. 𝑎
𝑎 =𝐹 cos 𝜃
𝑚=
50000 𝑁 . cos 60°
50000 𝑘𝑔= 0,5 𝑚/𝑠2
Hukum III Newton (Hukum Aksi-Reaksi)
Bila sebuah benda A melakukan gaya pada benda B, maka benda B juga akan melakukan gaya
pada benda A yang besarnya sama tetapi berlawanan arah. Kedua gaya yang bekerja bersamaan
pada kedua benda disebut gaya aksi dan reaksi. Gaya aksi-reaksi bukan gaya sebab akibat,
keduanya muncul bersamaan dan tidak dapat dikatakan yang satu adalah aksi dan yang lainnya
reaksi. Secara matematis dapat ditulis:
Faksi = - Freaksi
Pemahaman Konsep Aksi-Reaksi:
1. Pada sebuah benda yang diam di atas lantai berlaku :
Gambar 3.10 sebuah benda yang diam di atas lantai
29
Gaya yang bekerja pada benda adalah:
a. w = gaya berat
b. N = gaya normal (gaya yang tegak lurus permukaan tempat di mana benda berada).
Kedua gaya bukan pasangan Aksi - Reaksi bila ditinjau dari gaya-gaya yang hanya bekerja
pada benda. (tanda ( - ) hanya menjelaskan arah berlawanan). Aksi-reaksi pada sistem ini
dijelaskan sebagai berikut. Benda menekan lantai dengan gaya sebesar w, sedangkan lantai
memberikan gaya sebesar N pada benda. Aksi-reaksi adalah pasangan gaya yang bekerja pada
dua buah benda yang melakukan kontak.
Gambar 3.11 Pasangan gaya yang bekerja pada dua buah benda
yang melakukan kontak
2. Pasangan aksi - reaksi pada benda yang digantung
Gambar 3.12 Pasangan aksi - reaksi pada benda yang digantung
Balok digantung dalam keadaan diam pada tali vertikal. Gaya W1 dan T1 Bukanlah Pasangan
Aksi - Reaksi, meskipun besarnya sama, berlawanan arah dan segaris kerja. Sedangkan yang
merupakan Pasangan Aksi - Reaksi adalah gaya: T1 dan T1’ . Demikian juga gaya T2 dan T2’
merupakan Pasangan Aksi - Reaksi.
Hubungan Tegangan Tali Terhadap Percepatan:
a. Bila benda dalam keadaan diam, atau dalam keadaan bergerak lurus beraturan:
T=m.g, T = gaya tegangan tali.
30
b. Bila benda bergerak ke atas dengan percepatan a:
T=m.g+m.a
c. Bila benda bergerak ke bawah dengan percepatan a:
T=m.g-m.a
Gerak Benda yang Dihubungkan dengan Katrol
Gambar 3.13 Gerak Benda yang Dihubungkan dengan Katrol
Dua buah benda m1 dan m2 dihubungkan dengan katrol melalui sebuah tali yang diikatkan pada
ujung-ujungnya. Apabila massa tali diabaikan, m1 > m2 dan tali dengan katrol tidak ada gaya
gesekan, maka akan berlaku persamaan-persamaan sebagai berikut:
Sistem akan bergerak ke arah m1 dengan percepatan a.
Tinjauan benda m1
T=m1.g-m1.a
Tinjauan benda m2
T=m2.g+m2.a
Karena gaya tegangan tali di mana-mana sama, maka dapat digabungkan menjadi:
m1.g - m1.a = m2.g + m2.a
m1.a + m2.a = m1.g - m2.g
(m1 + m2).a = (m1 - m2).g
31
𝑎 =(𝑚1 − 𝑚2)
(𝑚1 + 𝑚2)𝑔
Persamaan ini digunakan untuk mencari percepatan benda yang dihubungkan dengan katrol. Cara
lain untuk mendapatkan percepatan benda pada sistem katrol dapat ditinjau keseluruhan sistem:
Sistem akan bergerak ke arah m1 dengan percepatan a. Oleh karena itu semua gaya yang terjadi
yang searah dengan arah gerak sistem diberi tanda Positif (+), yang berlawanan diberi tanda
Negatif (-).
ΣF = ma
w1 - T + T - T + T - w2 = (m1 + m2).a
Karena T di mana-mana besarnya sama maka T dapat dihilangkan.
w1 - w2 = (m1 + m2).a
(m1 - m2) . g = ( m1 + m2).a
𝑎 =(𝑚1 − 𝑚2)
(𝑚1 + 𝑚2)𝑔
Gerak Benda Pada Bidang Miring
Gambar 3.14 Gerak benda pada bidang miring
Gaya - gaya yang bekerja pada benda
∑ �̅� = 𝑚. �̅�
𝑁 = 𝑤 cos 𝜃
𝑤 sin 𝜃 = 𝑚𝑎
𝑎 = 𝑔 sin 𝜃
SOAL LATIHAN
1. Sebuah kapal telah bergerak selama 1,5 hari dengan kecepatan rata-rata 30 knot. Berapakah
jarak yang telah ditempuh kapal tersebut?
2. Dari sebuah menara yang tingginya 100 m dilepaskan suatu benda. Jika percepatan gravitasi
bumi = 10 m/s2, hitunglah kecepatan benda pada saat mencapai tanah!
3. Suatu benda bermassa 2 kg yang sedang bergerak, lajunya bertambah dari 1 m/s menjadi 5
m/s dalam waktu 2 detik bila padanya beraksi gaya yang searah dengan gerak benda, maka
berapa besar gaya tersebut?
4. Benda beratnya 98 Newton (g = 10 m/s2) diangkat dengan gaya vertikal ke atas sebesar 100
Newton, maka percepatan yang dialami benda ....
5. Sebuah elevator yang massanya 1500 kg diturunkan dengan percepatan 1 m/s2. Bila
percepatan gravitasi bumi g = 9,8 m/s2, hitunglah besarnya tegangan pada kabel penggantung!
32
6. Sebuah kapal bergerak dari Jakarta menuju Singapura yang jaraknya 500 km. Jika kecepatan
kapal adalah 60 km/jam. Berapa waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut?
7. Kapal pesiar bergerak dengan kecepatan 20 m/s hingga seorang perwira jaga melihat adanya
gunung es yang jaraknya 200 m. Kemudian propeller diputar balik hingga diperoleh
perlambatan sebesar 2 m/s2. Bagaimana nasip kapal menabrak atau selamat?
33
BAB IV. GERAK MELINGKAR DAN ROTASI
Pada gerak lurus telah anda kenal bahwa ada tiga besaran dasar, yaitu posisi x, kecepatan v dan
percepatan a. analogi dengan gerak lurus, pada gerak melingkar juga ada tiga besaran dasar, yaitu
posisi sudut 𝜃, kecepatan sudut 𝜔, dan percepatan sudut 𝛼.
4.1 Perpindahan Anguler
Perpindahan anguler dari benda yang berputar diukur dalam radian. Simbol perpindahan anguler
adalah 𝜃. Satu radian adalah sudut yang dibentuk pada pusat lingkaran dengan busur yang
panjangnya sama dengan jari jari lingkaran.
Gambar 4.1 Satu radian adalah sudut yang dibentuk pada pusat lingkaran dengan
busur yang panjangnya sama dengan jari jari lingkaran
1 putaran = 2 𝜋 𝑟𝑎𝑑
4.2 Kecepatan Anguler
Kecepatan anguler adalah laju perubahan perpindahan anguler. Simbol kecepatan anguler adalah
‘𝜔’ dan satuannya adalah rad/s.
Kecepatan anguler rata-rata (�̅�) didefinisikan sebagai hasil bagi perpindahan anguler (∆𝜃) dengan
selang waktu tempuhnya (∆𝑡).
𝜔 =∆𝜃
∆𝑡=
𝜃2 − 𝜃1
𝑡2 − 𝑡1
Kecepatan anguler (𝜔) didefinisikan sebagai turunan pertama dari fungsi posisi sudut 𝜃 terhadap
waktu 𝑡.
𝜔 =𝑑𝜃
𝑑𝑡
Karena laju rotasi sering dinyatakan dalam putaran per detik atau putaran per menit, konversi
berikut diperlukan:
𝜔 (𝑟𝑎𝑑
𝑠) = 2𝜋𝑛 dimana 𝑛 = laju dalam
putaran
detik
𝜔 (𝑟𝑎𝑑
𝑠) =
2𝜋𝑁
60 dimana 𝑁 = laju dalam
putaran
menit
34
4.3 Percepatan Anguler
Percepatan anguler adalah laju perubahan kecepatan anguler, dinyatakan dalam rad/s2. Simbol
percepatan anguler adalah’ 𝛼’.
Percepatan anguler rata-rata (�̅�) didefinisikan sebagai hasil bagi percepatan anguler (∆𝜔) dengan
selang waktu tempuhnya (∆𝑡).
𝛼 =∆𝜔
∆𝑡=
𝜔2 − 𝜔1
𝑡2 − 𝑡1
Percepatan anguler (𝛼) didefinisikan sebagai turunan pertama dari fungsi kecepatan anguler 𝜔
terhadap waktu 𝑡.
𝜔 =𝑑𝜔
𝑑𝑡=
𝑑2𝜃
𝑑𝑡2
Persamaan-Persamaan
Dengan cara yang sama untuk gerak lurus, empat persamaan dapat diturunkan untuk memberikan
hubungan untuk gerak melingkar antara perpindahan anguler, kecepatan anguler, percepatan
anguler dan waktu.
𝜔𝑡 = 𝜔𝑜 + 𝛼𝑡
𝜃 = �̅�𝑡 = (𝜔0 + 𝜔𝑡
2) 𝑡
𝜃 = 𝜔𝑜𝑡 ±1
2𝛼𝑡2
𝜔𝑡2 = 𝜔𝑜
2 ± 2𝛼𝜃
dengan,
𝜔𝑡 = kecepatan anguler awal (rad s⁄ )
𝜔𝑜 = kecepatan anguler awal (rad s⁄ )
�̅� = kecepatan anguler rata − rata (rad s⁄ )
𝛼 = percepatan anguler (rad s2⁄ )
𝑡 = waktu (s)
𝜃 = perpindahan anguler (rad)
Contoh: Sebuah roda berputar kecepatannya bertambah secara teratur dari 150 putaran/menit menjadi 350
putaran per menit dalam 30 detik. Hitunglah percepatannya.
𝜔0 =2𝜋 × 150
60= 15,71 𝑟𝑎𝑑/𝑠
𝜔𝑡 =2𝜋 × 350
60= 36,65 𝑟𝑎𝑑/𝑠
Dari persamaan (i) diatas,
𝜔𝑡 = 𝜔𝑜 + 𝛼𝑡
𝛼 =𝜔𝑡 − 𝜔0
𝑡
𝛼 =36,65 − 15,71
30= 0,698 𝑟𝑎𝑑/𝑠2
35
Contoh: Sebuah batang berputar 40 putaran/menit diperlambat secara teratur 0,017 rad/s2 selama 15 detik.
Hitunglah (i) kecapatan anguler pada akhir waktu, dan (ii) jumlah putaran yang dilakukan oleh
batang selama 15 detik.
Percepatan, 𝛼 = −0,017 𝑟𝑎𝑑/𝑠2
𝜔0 =2𝜋 × 40
60= 4,19 𝑟𝑎𝑑/𝑠
𝜔𝑡 = 𝜔0 + 𝛼𝑡
𝜔𝑡 = 4,19 + (−0,017 × 15)
𝜔𝑡 = 3,93 𝑟𝑎𝑑 𝑠⁄
Kecepatan anguler akhir dalam putaran/menit:
𝜔𝑡 =3,93 × 60
2𝜋𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝜃 = �̅�𝑡 = (𝜔0 + 𝜔𝑡
2) 𝑡
= (4,19 + 3,93
2) × 15
= 60,9 𝑟𝑎𝑑
Jumlah putaran:
=60,9 𝑟𝑎𝑑
2𝜋
= 9,96
4.4 Hubungan Antara Gerak Lurus dan Gerak Melingkar
Tinjau sebuah titik yang bergerak pada lintasan melingkar, jika 𝜃 menyatakan perpindahan linier,
𝑟 menyatakan jari-jari dan 𝑠 menyatakan panjang busur lingkaran atau jarak tempuh gerak linier,
maka:
Perpindahan Linier = Jari-Jari × Perpindahan Anguler
𝑠 = 𝑟𝜃
Jika 𝑣 menyatakan kecepatan linier, 𝜔 menyatakan kecepatan anguler dan 𝑟 jari-jari, maka:
Kecepatan Linier = Jari-jari × Kecepatan Anguler
𝑣 = 𝑟𝜔
Kemudian jika 𝛼 menyatakan percepatan anguler dan 𝑎 menyatakan percepatan linier, maka:
Percepatan Linier = Jari-jari × Percepatan Anguler
𝑎 = 𝑟𝛼
Contoh:
Sebuah roda memiliki diameter 240 mm bagian tengahnya disambung dengan batang yang
diameternya 40 mm yang dipasang pada 2 bearing sehingga batang horisontal. Sebuah senar
dililitkan melingkari batang. Salah satu ujung senar dipatri pada batang, sedangkan ujung lainnya
diberi beban. Ketika beban dibiarkan jatuh dari keadaan diam, akan jatuh menempuh jarak 2 m
dalam 5 detik. Dengan mengabaikan ketebalan senar, hitunglah (i) kecepatan linier beban setelah
5 detik, (ii) kecepatan anguler roda dan batang setelah 5 detik, (iii) kecepatan linier pinggiran roda
setelah 5 detik, (iv) kecepatan linier beban, (v) percepatan anguler roda dan batang.
36
Beban berpindah 2 m dalam 5 detik,
Kecepatan rata − rata = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢=
2 𝑚
5 𝑠= 0,4
𝑚
𝑠
Kecepatan awal adalah nol karena berawal dari diam,
Kecepatan akhir = 2 × kecepatan rata-rata
= 2 × 0,4
=0,8 m/s
Kecepatan Linier = radius × kecepatan anguler
Kecepatan anguler:
𝜔 =𝑣
𝑟=
0,8
0,02= 40 𝑟𝑎𝑑/𝑠
Kecepatan linier pada pinggiran roda:
𝑣 = 𝑟𝜔 = 40 × 0,12 = 4,8 𝑚 𝑠⁄
Catat bahwa jari-jari roda enam kali jari-jari batang, keduanya berotasi pada kecepatan anguler
yang sama, sehingga kecepatan linier pinggiran roda 6 kali kecepatan permukaan batang, 6 × 0,8
= 4,8 m/s.
Percepatan linier beban:
𝑣 =𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢=
0,8
5= 0,16 𝑚/𝑠2
Percepatan anguler batang:
𝑎 = 𝑟𝛼
𝛼 =𝑎
𝑟=
0,16
0,02= 8 𝑟𝑎𝑑/𝑠2
4.5 Gaya Sentripetal.
Pada suatu gerak melingkar selalu diperlukan resultan gaya ke arah pusat lingkaran yang bekerja
pada benda bermassa m, agar benda itu mengalami percepatan sentripetal sebesar as. Tanpa gaya
37
sentripetal gerak melingkar tidak dapat terjadi. Dari hubungan F = ma diperoleh besar gaya
sentripetal,
𝐹𝑠 = 𝑚 𝑎𝑠 = 𝑚𝜔2𝑅 = 𝑚𝑣2
𝑅
Beberapa gaya sentripetal pada gerak melingkar horisontal adalah sebagai berikut:
1. Sebuah batu diikat pada ujung seutas tali dan diputar mendatar di atas kepala. Gaya
sentripetal diberikan oleh tegangan tali (T)
𝐹𝑠 = 𝑇 = 𝑚𝑣2
𝑅
2. Gerakan bulan mengitari bumi. Gaya sentripetal diberikan oleh gaya gravitasi bumi pada
bulan.
𝐹𝑠 = 𝐹𝐺 = 𝑚𝑣2
𝑅
4.6 Momen Gaya/Torsi
Momen gaya atau torsi adalah ukuran keefektifan sebuah gaya yang bekerja pada suatu benda
untuk memutar benda tersebut terhadap suatu poros tertentu.
Gambar 4.2 Torsi atau momen gaya
Perhatikan gambar di atas! Sebuah gaya 𝐹 digunakan untuk memutar sebuah batang pada jarak 𝑟
dari sumbu putar. Arah gaya 𝐹 membentuk sudut 𝜃 terhadap lengan 𝑟. Maka besarnya momen
gaya tergantung pada besar gaya 𝐹 dan panjang lengan momen 𝑙, dirumuskan dengan persamaan
𝜏 = 𝑙 𝐹
𝜏 = (𝑟 sin 𝜃)𝐹
𝜏 = 𝑟 𝐹 sin 𝜃
Lengan momen (𝑙) merupakan panjang garis yang ditarik dari titik poros O sampai memotong
tegak lurus garis kerja vektor gaya 𝐹.
Momen gaya total pada suatu benda yang disebabkan oleh dua buah gaya atau lebih yang bekerja
terhadap suatu poros, dirumuskan sebagai berikut
Σ𝜏 = 𝜏1 + 𝜏2 + ⋯ + 𝜏𝑛
torsi 𝛕 termasuk besaran vektor yang memiliki nilai dan arah. Arah momen gaya mengikuti aturan
putaran tangan kanan.
𝐹
𝜃
sin 𝜃 =𝑙
𝑟
𝑙 = 𝑟 sin 𝜃
𝑟
𝑙
O
38
Gambar 4.3 Arah momen gaya mengikuti aturan putaran tangan kanan
Dilihat dari atas, jika arah putaran keempat jari/arah gaya berlawanan arah putaran jarum jam,
maka torsi bertanda positif (+), sebaliknya jika arah putaran keempat jari searah jarum jam, maka
torsi bertanda negatif (-).
4.7 Momen Inersia
Besaran yang menyatakan ukuran kelembaman benda yang mengalami gerak rotasi adalah
momen inersia (analog dengan massa pada gerak translasi). Momen inersia I dari partikel m dan
berjarak r dari poros dinyatakan oleh,
𝐼 = 𝑚𝑟2
Momen inersia dari beberapa partikel (titik massa) terhadap suatu poros diperoleh dengan
menjumlahkan secara aljabar biasa tiap-tiap momen inersia.
𝐼 = ∑ 𝑚𝑖𝑟𝑖2
𝑛
𝑖=1
= 𝑚1𝑟12 + 𝑚2𝑟2
2 + ⋯ + 𝑚𝑛𝑟𝑛2
Momen inersia benda tegar yang massanya terdistribusi kontinu dihitung dengan metode integrasi
yaitu:
𝐼 = ∫ 𝑟2𝑑𝑚
Dimana 𝑑𝑚 adalah elemen massa kecil benda berjarak 𝑟 dari poros rotasi.
𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝐅
𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑟𝑠𝑖 𝛕
39
Gambar 4.4 Momen inersia benda tegar yang massanya terdistribusi kontinu
Distribusi massa pada suatu benda mempengaruhi besar momen inersia benda tersebut. Momen
inersia suatu benda tergantung pada poros rotasinya. Makin tersebar massa benda terhadap poros
rotasinya makin besar momen inersianya.
4.8 Kaitan Torsi dengan Percepatan Sudut
Sebuah gaya 𝐅 yang tegak lurus pada lintasan partikel memberikan percepatan tangensial 𝑎𝑡,
menurut hukum kedua Newton
𝐅 = 𝑚𝑎𝑡
Torsi pada pusat rotasi diperoleh
𝜏 = 𝐹𝑟 = (𝑚𝑎𝑡)𝑟
Karena 𝑎𝑡 = 𝑟𝛼 maka diperoleh
𝜏 = (𝑚𝑟𝛼)𝑟 = (𝑚𝑟2)𝛼
Ingat bahwa 𝑚𝑟2 adalah momen inersia, sehingga
𝜏 = 𝐼𝛼
Persamaan ini menunjukkan bahwa torsi yang bekerja pada suatu partikel sebanding dengan
percepatan anguler, dan konstanta proporsionalnya adalah momen inersia.
4.9 Momentum Anguler
Momentum adalah ukuran kesukaran untuk merubah gerak suatu benda. Pada besaran momentum
linier dinyatakan oleh 𝐩 = 𝑚𝐯. Pada gerak rotasi yang analog dengan momentum linier adalah
momentum sudut. Massa analog dengan momen inersia, kecepatan linier analog dengan
kecepatan sudut, maka momentum sudut L sama dengan hasil kali momen inersia I dengan
kecepatan sudut 𝛚. 𝐋 = 𝐼𝛚
𝑟
𝑑𝑚
𝑥
𝑦
40
Seperti momentum linier, momentum sudut juga merupakan suatu besaran vektor.
Gambar 4.5 Arah momentum sudut L dari suatu benda yang berputar
Arah momentum sudut L dari suatu benda yang berputar diberikan oleh aturan tangan kanan:
putar keempat jari yang dirapatkan sesuai dengan arah gerak rotasi, maka arah tunjuk jempol
menyatakan arah vektor momentum sudut.
Dengan memasukkan 𝐼 = 𝑚𝑟2 dan 𝜔 = 𝑣/𝑟, maka kita peroleh besar momentum sudut 𝐿 sebagai
berikut:
𝐿 = (𝑚𝑟2) (𝑣
𝑟) = 𝑚𝑟𝑣
Kaitan Antara Momentum Sudut Dengan Torsi
Gaya adalah turunan fungsi momentum linier p terhadap waktu, atau ditulis 𝐹 =𝑑𝑝
𝑑𝑡. Dari
persamaan ini kita dapat turunkan kaitan antara momentum sudut L dengan momen gaya 𝜏.
𝐹 =𝑑𝑝
𝑑𝑡=
𝑑(𝑚𝑣)
𝑑𝑡
Kecepatan linier 𝑣 = 𝑟𝜔, sehingga
𝐹 =𝑑(𝑚𝑟𝜔)
𝑑𝑡
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan dengan 𝑟, kita peroleh
𝑟𝐹 =𝑑(𝑚𝑟2𝜔)
𝑑𝑡
𝜏 =𝑑(𝐼𝜔)
𝑑𝑡
𝐼𝜔 adalah momentum sudut 𝐿, sehingga
𝜏 =𝑑𝐿
𝑑𝑡 (∗)
Persamaan tersebut menyatakan kaitan antara momentum sudut L dengan momen gaya 𝜏. Momen
gaya adalah turunan dari fungsi momentum sudut terhadap waktu.
𝐋
arah rotasi
41
4.10 Hukum Kekekalan Momentum Sudut
Pada gerak translasi telah anda kenal hukum kekekalan momentum linier, yang menyatakan
bahwa jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada suatu sistem yang mengalami gerak translasi
(Σ𝐹𝑙𝑢𝑎𝑟 = 0), maka momentum linier sistem selalu tetap.
𝒑𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒎 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 = 𝒑𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒎 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏
Analogi dengan gerak tersebut, pada gerak rotasi dikenal hukum kekekalan momentum sudut,
yang menyatakan bahwa jika tidak ada momen gaya luar yang bekerja pada suatu sistem yang
mengalami gerak rotasi (Σ𝜏𝑙𝑢𝑎𝑟 = 0), maka momentum sudut sistem selalu tetap.
Untuk resultan torsi luar sama dengan nol, maka dari persamaan (*) kita peroleh,
𝑗𝑖𝑘𝑎 𝜏 =𝑑𝐿
𝑑𝑡= 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐿 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑳𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒎 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 = 𝑳𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒎 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏
𝐿1 = 𝐿2
𝐼1𝜔1 = 𝐼2𝜔2
Kekekalan momentum dapat didemonstrasikan dengan baik oleh seorang penari es.
Gambar 4.6 Kekekalan momentum anguler pada penari es
Pada gambar 4.6 penari diperlihatkan penari memulai rotasinya dengan kedua lengan terentang.
Dengan melipat kedua lengannya, penari itu memperkecil momen inersianya terhadap poros (𝐼 =𝑚𝑟2, untuk 𝑟 mengecil maka 𝐼 juga mengecil) dan sebagai akibatnya dia berputar lebih cepat
(kecepatan sudut bertambah besar).
Jika 𝐿1 = 𝐼1𝜔1 adalah momentum sudut awal penari (Gambar A) dan 𝐿2 = 𝐼2𝜔2 adalah
momentum sudut akhir penari (Gambar B), dan pada penari tidak bekerja resultan torsi (Σ𝜏𝑙𝑢𝑎𝑟 =0), maka momentum sudut penari adalah tetap.
4.11 Energi Kinetik Rotasi
Anda telah mengetahui bahwa benda bermassa m yang bergerak translasi dengan kecepatan v
memiliki energi kinetik 1
2𝑚𝑣2. Walaupun benda tidak bergerak translasi, tetapi jika benda
tersebut berrotasi terhadap suatu poros, maka benda tersebut memiliki energi kinetik yang disebut
energi kinetik rotasi. Energi kinetik rotasi dapat diturunkan dari energi kinetik translasi
42
𝐸𝐾 =1
2𝑚𝑣2 =
1
2𝑚(𝑟𝜔)2 =
1
2𝑚𝑟2𝜔2 =
1
2(𝑚𝑟2)𝜔2
Anda telah mengenal 𝑚𝑟2 sebagai momen inersia 𝐼, maka
𝐸𝐾𝑟𝑜𝑡𝑎𝑠𝑖=
1
2𝐼𝜔2
Persamaan tersebut menyatakan energi kinetik dari suatu benda tegar yang momen inersianya I
dan berputar dengan kecepatan sudut 𝜔.
Gerak Gasing dan Giroskop
Jenis gerak yang sangat tidak biasa dan menarik adalah berputarnya gasing terhadap sumbu
simetrinya, seperti ditunjukkan pada gambar 4.7.
Gambar 4.7 Gerak presisi gasing
Jika gasing berputar dengan sangat cepat, sumbu gasing berputar terhadap sumbu z, menyapu
keluar membetuk lintasan kerucut. Gerak sumbu gasing mengelilingi sumbu vertikal z disebut
dengan gerak presesi (precessional motion), yang biasanya relatif lebih lambat dibandingkan
dengan putaran gasing.
Dalam hal ini, sangat wajar untuk bertanya-tanya mengapa gasing tidak jatuh. Karena pusat massa
tidak di atas langsung poros titik O, sebuah torsi netto jelas beraksi pada gasing disekitar O, torsi
dihasilkan oleh gaya gravitasi 𝑀𝐠. Gasing pasti akan jatuh jika tidak berputar. Karena putaran
gasing inilah timbul momentum sudut 𝐋 yang arahnya sepanjang sumbu simetri porosnya.
Sebagaimana akan kita lihat, gerakan sumbu simetri ini terhadap sumbu z (gerak presisi) terjadi
karena torsi menghasilkan perubahan arah sumbu simetri. Ini adalah contoh yang sangat baik
tentang pentingnya sifat dasar arah momentum anguler.
Ada dua gaya bekerja pada gasing yaitu gaya gravitasi 𝑀𝐠 yang arahnya ke bawah dan gaya
normal n yang arahnya ke atas titik poros O. Gaya normal menghasilkan torsi nol terhadap poros
karena lengan momen pada titik ini adalah nol. Sedangkan gaya gravitasi menghasilkan torsi 𝝉 =
43
𝐫 × 𝑀𝐠 terhadap O, dimana arah 𝝉 tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh 𝐫 dan 𝑀𝐠.
Vektor 𝝉 terletak dalam bidang horisontal 𝑥𝑦 tegak lurus terhadap vektor momentum anguler.
Torsi netto dan momentum anguler pada gasing terkait dengan persamaan ....
𝝉 =𝑑𝐋
𝑑𝑡
Dari persamaan tersebut kita lihat bahwa adanya torsi menghasilkan perubahan momentum
anguler 𝑑𝐋 (perubahannya dalam arah yang sama dengan 𝝉). Oleh karena itu seperti vektor torsi,
𝑑𝐋 juga harus pada sudut kanan 𝐋. Gambar 4.8 mengilustrasikan gerak presisi yang dihasilkan
dari sumbu simetri gasing. Dalam waktu ∆𝑡, perubahan momentum anguler adalah
∆𝐋 = 𝐋𝑓 − 𝐋𝑖 = 𝛕 ∆𝑡. Karena ∆𝐋 tegak lurus terhadap 𝐋, besarnya 𝐋 tidak berubah (|𝐋𝑓| = |𝐋𝑖|).
Sebaliknya yang berubah adalah arah 𝐋. Karena perubahan momentum anguler ∆𝐋 adalah dalam
arah 𝛕, yang mana terletak pada bidang 𝑥𝑦, gasing mengalami gerak presisi.
Fitur penting dalam gerak presesi dapat diilustrasikan dengan memperhatikan giroskop sederhana.
Alat ini terdiri dari sebuah roda yang bebas berrotasi pada sumbunya yang berputar mengelilingi
poros yang jaraknya ℎ dari pusat massa roda tersebut. Ketika diberikan sebuah kecepatan anguler
𝜔 disekitar sumbu, roda memiliki momentum anguler 𝐋 = 𝐼𝜔 mengarah di sepanjang sumbu
seperti yang ditunjukkan gambar. Mari kita tinjau torsi yang bekerja pada roda terhadap poros O.
44
Gambar 4.8 Gerak presisi giroskop sederhana
Sekali lagi gaya yang diberikan oleh penyangga pada poros tidak menghasilkan torsi disekitar O,
dan gaya gravitasi 𝑀𝐠 menghasilkan torsi yang besarnya 𝑀𝑔ℎ terhadap O, dimana poros tegak
lurus terhadap penyangga. Arah torsi ini tegak lurus terhadap poros (dan tegak lurus terhadap 𝐋),
sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 4.8 torsi ini menyebabkan momentum anguler berubah
arahnya tegak lurus terhadap poros. Oleh karena itu sumbu bergerak dalam arah torsi (yaitu pada
bidang horisontal).
Untuk menyederhanakan penjelasan sistem, kita harus membuat asumsi: total momentum anguler
presisi roda adalah jumlah momentum anguler 𝐼𝜔 akibat berrotasi dan momentum anguler akibat
gerakan pusat massa sekitar poros. Dalam perlakuan kita, kita harus mengabaikan kontribusi dari
gerak pusat massa dan mengambil total momentum anguler menjadi hanya 𝐼𝜔. Dalam prakteknya,
ini adalah pendekatan yang baik jika 𝜔 dibuat sangat besar.
Dalam waktu 𝑑𝑡, torsi akibat gaya gravitasi merubah momentum anguler sistem sebesar 𝑑𝐋 =𝝉 𝑑𝑡. Ketika ditambahkan secara vektor terhadap total momentum anguler awal 𝐼𝜔, penambahan
momentum anguler ini menyebabkan pergeseran arah momentum anguler total. Diagram vektor
dalam gambar 4.8b menggambarkan bahwa dalam waktu 𝑑𝑡, vektor momentum anguler berputar
menempuh sudut 𝑑𝜙, yang mana ini juga merupakan sudut putar poros. Dari segitiga vektor yang
dibentuk oleh vektor 𝐋𝑖, 𝐋𝑓 dan 𝑑𝐋, kita lihat bahwa
sin( 𝑑𝜙) ≈ 𝑑𝜙 =𝑑𝐿
𝐿=
(𝑀𝑔ℎ)𝑑𝑡
𝐿
Dimana kita harus menggunakan fakta bahwa, untuk sudut yang kecil sin 𝜃 ≈ 𝜃. Pembagian oleh
𝑑𝑡 dan menggunakan hubungan 𝐿 = 𝐼𝜔, kita peroleh bahwa laju rotasi poros terhadap sumbu
vertikal adalah
𝜔𝑝 =𝑑𝜙
𝑑𝑡=
𝑀𝑔ℎ
𝐼𝜔
Laju anguler 𝜔𝑝 disebut frekuensi presisi (precessional frequency). Hasil ini valid hanya ketika
𝜔𝑝 ≪ 𝜔. Sebaliknya, sebuah gerak yang lebih rumit terlibat. Seperti yang anda lihat dalam
45
persamaan di atas kondisi 𝜔𝑝 ≪ 𝜔 dijumpai ketika 𝐼𝜔 lebih besar dibandingkan dengan 𝑀𝑔ℎ.
Lebih jauh lagi, catat bahwa frekuensi presesi menurun seiring dengan peningkatan 𝜔, yaitu
ketika roda berputar lebih cepat sekitar sumbu simetrinya.
4.12 Stabilitas Kompas Gyro
Stabilitas giroskop adalah konsekuensi dari kekekalan momentum anguler.
Gambar 4.9 Kompas gyro
Sesuai dengan persamaan 𝐋 = 𝐼𝛚 ketika sebuah giroskop berputar pada kecepatan anguler tinggi
maka akan timbul momentum anguler yang besar. Kemudian jika massa/momen inersia
roda/cakram giroskop lebih besar maka momentum anguler giroskop juga akan besar, sehingga
giroskop akan lebih stabil. Jika tidak ada torsi yang bekerja pada giroskop tersebut maka
momentum angulernya akan tetap sehingga arah sumbu simetri giroskop juga tetap.
𝜏 =𝑑𝐿
𝑑𝑡= 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐿 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Sifat inilah yang mebuat giroskop dapat digunakan sebagai sebuah pedoman yang merupakan alat
penting di kapal yang berguna untuk menentukan arah dan haluan kapal.
SOAL LATIHAN
1. Sebuah roda berputar kecepatannya berkurang secara teratur dari 150 putaran/menit menjadi
50 putaran per menit dalam 30 detik. Hitunglah percepatannya!
2. Sebuah benda bergerak melingkar dengan kecepatan sudut awal 4 rad/s dan mengalami
percepatan sudut 0,5 rad/s2, maka kecepatan benda pada detik ke-4 adalah .... rad/s.
3. Kapal bergerak melingkar dengan jari-jari 100 m. Jika kecepatan kapal adalah 10 m/s, serta
massa kapal adalah 100 ton. Berapa gaya sentripetal kapal yang mengarah ke pusat lintasan
lingkaran tersebut?
4. Sebuah capstan (putaran jangkar) terdiri dari sebuah drum diameter 2 m yang mana sebuah
tali terlilit pada sisi drum, dan empat buah tuas/pengukit panjangnya masing-masing 2 meter
yang dipasang dengan sudut yang tepat sama satu dengan yang lain. Jika seseorang
mendorong pada ujung setiap tuas dengan gaya 500 N, berapa tegangan yang dialami tali?
Perhatikan gambar berikut!
46
5. Estimate the magnitude of the angular momentum of a bowling ball spinning at 10 rev/s, as
shown in Figure below!
6. Jelaskan mengapa giroskop dapat digunakan sebagai pedoman sebuah pedoman yang
merupakan alat penting di kapal yang berguna untuk menentukan arah dan haluan kapal!
47
BAB V. STATIKA
Statika adalah bahasan dalam fisika yang mempelajari tentang sistem gaya dalam keadaan benar-
benar diam.
5.1 Vektor Gaya
Gaya, simbol F, adalah tarikan atau dorongan yang merubah keadaan benda yang diam atau benda
yang bergerak dengan kecepatan tetap. Satuan gaya adalah Newton. Satu Newton adalah gaya
yang apabila dikenakan pada benda 1 kg menyebabkan benda tersebut mengalami percepatan
sebesar 1 m/s2.
Untuk menjelaskan mengenai gaya, besar dan arahnya harus ditentukan. Sehingga gaya termasuk
besaran vektor yaitu besaran yang memiliki nilai dan arah. Vektor digambarkan dengan garis
panah berskala. Dalam hal vektor gaya panjang garis menyatakan besar gaya dan arah panah
menyatakan arah garis kerja gaya.
Gambar 5.1 Beberapa vektor yang menggambarkan gaya
5.2 Resultan Gaya
Resultan dari beberapa gaya adalah sebuah gaya yang menghasilkan efek yang sama jika
menggantikan beberapa gaya tersebut. Gambar 5.2 menunjukkan tiga gaya yang nilainya 5, 10
dan 8 N menarik benda dengan arah yang sama. Diperoleh resultan gayanya adalah 23 N dalam
arah yang sama. Ini adalah kasus sederhana berupa gaya-gaya sejajar yang mana resultan gaya
diperoleh dengan penjumlahan aljabar biasa.
Gambar 5.2 Resultan gaya
Diagram ruang menggambarkan sistem gaya, sedangkan diagram vektor menggambarkan vektor-
vektor secara berskala dan dihubungkan dari ujung ke ujung.
Untuk menghitung resultan dari gaya-gaya yang arahnya tidak sejajar digunakan metode poligon
gaya. Setiap vektor digambar dengan skala persis sesuai dengan besar dan arahnya, kemudian
pangkal vektor kedua diletakkan pada ujung vektor pertama, pangkal vektor ketiga diletakkan
pada ujung vektor kedua, demikian seterusnya. Vektor resultan diperoleh dengan menarik garis
dari pangkal vektor pertama dan ujung vektor terakhir.
48
Gambar 5.3 Menentukan resultan gaya
5.3 Keseimbangan Statis Benda Tegar
Suatu benda tegar berada dalam keseimbangan statis bila mula-mula benda dalam keadaan diam
dan resultan gaya pada benda sama dengan nol, serta torsi terhadap titik sembarang yang dipilih
sebagai poros dama dengan nol.
Secara matematis, syarat keseimbangan statis benda tegar yang terletak pada suatu bidang datar
(misal bidang XY) dinyatakan sebagai berikut:
(1) Resultan gaya harus nol Σ𝐅 = 0
(2) Resultan Torsi harus nol Σ𝛕 = 0
Keseimbangan tiga gaya sebidang pada sistem partikel
Syarat keseimbangan statik untuk tiga gaya sebidang yang bekerja pada suatu sistem partikel,
seperti ditunjukkan pada gambar 5.4
Gambar 5.4 Tiga gaya sebidang yang bekerja pada suatu sistem partikel
Perhatikan, 𝛼1 adalah sudut di seberang 𝐅1; 𝛼2 adalah sudut di seberang 𝐅2; 𝛼3 adalah sudut di
seberang 𝐅3, dan berlaku
𝛼1 + 𝛼2 + 𝛼3 = 360°
Momen gaya. Untuk kasus keseimbangan benda tegar, momen gaya 𝜏, umumnya dihitung sebagai
hasil kali antara lengan momen 𝑙 dan besar gaya 𝐹.
𝜏 = 𝑙 𝐹
Kopel. Sebuah kopel adalah sepasang gaya sejajar yang memiliki besar sama tetapi arahnya
berlawanan. Kopel tidak menghasilkan gerak translasi karena resultan gaya sama dengan nol
(∑𝐹 = 0), tetapi kopel akan menghasilkan momen kopel yang menyebabkan gerak rotasi.
𝐅1
𝑭3
𝑭2
𝜶3
𝜶2 𝜶1
Σ𝐅𝑋 = 0
Σ𝐅𝑌 = 0
49
Gambar 5.5 Kopel adalah sepasang gaya sejajar yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan.
Besarnya momen kopel, Σ𝜏, adalah hasil kali antara besar gaya 𝐹 dengan jarak antara kedua
pasangan gaya, 𝑑.
Σ𝜏 = 𝑑 F
Kopel yang menghasilkan putaran searah jarum jam ditetapkan bertanda positif dan yang
menghasilkan putaran berlawanan arah jarum jam ditetapkan bertanda negatif.
Koordinat Titik Tangkap Gaya Resultan
Disini kita khususkan kepada titik tangkap dari gaya-gaya yang sejajar dengan sumbu Y.
Gambar 5.6 tiga buah gaya searah pada sumbu Y beserta titik tangkap gaya resultannya.
Misalkan terdapat gaya-gaya sejajar sumbu Y, yairu 𝐹𝑦1, 𝐹𝑦2, 𝐹𝑦3, … dengan absis berturut-turut
𝑥1, 𝑥2, 𝑥3, … (lihat gambar), maka seluruh gaya ini dapat digantikan oleh sebuah resultan gaya
𝑅𝑦, yang letak absisnya dinyatakan oleh
𝑥 =∑ 𝐹𝑦𝑖𝑥𝑖
𝑛𝑖=1
𝑅𝑦
=𝐹𝑦1𝑥1 + 𝐹𝑦2𝑥2 + 𝐹𝑦3𝑥3 + ⋯
𝐹𝑦1 + 𝐹𝑦2 + 𝐹𝑦3 + ⋯
𝑌 𝑌
𝑋 𝑋
𝑥2
𝑥3
𝑥1
𝐹𝑦2 𝑥
𝐹𝑦1
𝑅𝑦
𝐹𝑦3
O O
𝐅
−𝐅
𝑑
50
Catatan: Tanda absis 𝑥𝑖 dan gaya 𝐹𝑦𝑖 dimasukkan sesuai perjanjian, yaitu 𝑥𝑖 bertanda positif jika
terletak di kanan titik asal O dan 𝐹𝑦𝑖 bertanda positif jika berarah ke sumbu Y+ (ke atas).
Notasi Bow
Metode ini untuk mendefinisikan gaya dalam sistem gaya dengan memberikan huruf pada ruang
dalam diagram ruang dengan huruf kapital A, B, C dst. Sehingga masing-masing gaya dapat
dinyatakan oleh dua huruf dari dua ruang yang terpisah gaya, seperti gaya AB, gaya BC dan
seterusnya.
Gambar 5.7 Notasi Bow untuk menentukan diagram ruang dan diagram vektor
Vektor masing-masing gaya dalam diagram vektor diberi label dengan huruf kecil pada pangkal
dan ujung vektor seperti ab, bc, dst.
Segitiga Gaya
Jika tiga gaya bekerja pada suatu titik dalam keadaan setimbang, diagram vektor yang
digambarkan dengan skala merepresentasikan gaya dalam nilai dan arah, akan berbentuk segitiga
tertutup.
Gambar 5.8 Segitiga gaya
Poligon Gaya
Jika beberapa gaya bekerja pada sebuah titik berada dalam kesetimbangan, maka diagram vektor
yang digambarkan dengan skala merepresentasikan gaya dalam nilai dan arah, akan berbentuk
poligon tertutup.
51
Gambar 5.9 Poligon gaya
Kedua teorema di atas pada dasarnya sama, kecuali bahwa segitiga gaya berlaku hanya untuk
sistem tiga gaya sedangkan poligon gaya untuk gaya lebih dari tiga.
5.4 Komponen Gaya
Gaya dapat diuraikan menjadi komponen vertikal dan horizontal
• FX adalah komponen gaya horisontal, sejajar sumbu x
• FY adalah komponen gaya vertikal, sejajar sumbu y
Gambar 5.10 Komponen horisontal dan vertikal gaya
𝐹𝑥 = 𝐹 cos 𝜃
𝐹𝑦 = 𝐹 sin 𝜃
Contoh: Sebuah benda ditarik dengan gaya 100 N yang kemiringannya 60o terhadap horisontal. Tentukan
komponen-komponen rectanguler gaya!
𝐹𝑥 = 𝐹 cos 𝜃 = 100 𝑁 × cos 60 = 100 𝑁 × 0,5 = 50 𝑁
𝐹𝑦 = 𝐹 sin 𝜃 = 100 𝑁 × sin 60 = 100 𝑁 × 0,866 = 86,6 𝑁
Penjumlahan Dua Vektor Dengan Aturan Cosinus
100 N
60°
52
Gambar 5.11 Resultan dua gaya dengan aturan cosinus
Dua buah gaya A dan B bekerja pada satu titik membentuk sudut 𝛼, maka resultan gaya R dapat
diperoleh dengan persamaan,
𝑅 = √𝐴2 + 𝐵2 + 2. 𝐴. 𝐵. cos 𝛼
Aturan Segitiga Sinus
Gambar 5.12 Aturan segitiga sinus
Sebuah segitiga memiliki sisi A, B dan C, berhadapan dengan sudut a, b dan c, maka berlaku
prinsip segitiga sinus sebagai berikut: 𝐴
sin 𝑎=
𝐵
sin 𝑏=
𝐶
sin 𝑐
Contoh Penerapan
1. Tali Sling
Dua buah tali disambung kemudian kedua ujung tali dipasang pada suatu atap, kemudian
diberi beban 400 N seperti gambar di bawah. Jika tali membentuk sudut 50o dan 60o terhadap
vertikal, hitunglah besar gaya tarikan pada masing-masing tali!
Jawab:
Pertama kita gambarkan dalam diagram ruang kemudian kita buat diagram vektornya dengan
Notasi Bow.
53
Gambar 5.13 Diagram ruang dan diagram vektor pada tali sling
Untuk menghitung gaya-gaya, kita hitung terlebih dahulu sudut acb (di depan vektor gaya 400
N)
Sudut acb = 180 – (60 + 50) = 70o
Kemudian menggunakan aturan segitiga sinus kita hitung gaya pada tali ac, 𝑎𝑐
sin 50𝑜=
400
sin 70𝑜
𝑎𝑐 =400 × 0,766
0,9397
= 326 𝑁
Gaya pada tali bc, 𝑏𝑐
sin 60𝑜=
400
sin 70𝑜
𝑏𝑐 =400 × 0,866
0,9397
= 368,6 𝑁
Jadi gaya pada tali AC = 326 N, dan gaya pada tali BC = 368,6 N.
2. Jib Crane
Sudut antara jib dan tiang vertikal (vertical post) pada JIB Crane adalah 42o, dan antara tie
dan jib sudutnya 36o. Hitunglah gaya pada jib dan tie ketika benda bermassa 3,822 . 103 kg
dibebankan pada kepala crane!
54
Gambar 5.14 JIB crane
Kita gambarkan diagram ruang dan diagram vektor dengan Notasi Bow,
Gambar 5.15 Diagram ruang dan diagram vektor dengan
Notasi Bow pada jib crane.
Berdasarkan diagram vektor,
Sudut cab = 180° - (42° + 36°) = 102°
Menggunakan aturan segitiga sinus,
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐽𝐼𝐵
sin 102°=
37,5
sin 36°
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐽𝐼𝐵 =37,5 × 0,9781
0,5878
Tie
Jib
Post
55
= 62,38 𝑘𝑁 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑇𝐼𝐸
sin 42°=
37,5
sin 36°
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑇𝐼𝐸 =37,5 × 0,6691
0,5878
= 42,69 𝑘𝑁
5.5 Pusat Massa dan Titik Berat
Centroid dari sebuah luasan terletak pada pusat geometri. Pada masing-masing gambar di bawah,
titik G menyatakan centroid. Titik berat pada benda homogen terletak pada pusat geometrinya
(centroid).
Gambar 5.16 Centroid/pusat geometri dari beberapa benda
Menentukan Titik Berat Benda yang Bentuknya Tidak Teratur
Benda yang bentuknya tidak teratur titik beratnya dapat diketahui dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Benda digantung
b. Tarik garis vertikal segaris dengan tali.
c. Ulangi untuk ujung penggantung yang berbeda, kemudian Tarik garis vertikal segaris
dengan tali.
d. Perpotongan kedua garis tersebut merupakan titik berat benda.
56
Gambar 5.17 Menentukan letak titik berat benda yang bentuknya tidak teratur
Partikel-partikel pada gambar di bawah ini masing-masing mempunyai gaya berat w1, w2, ...., wn
dengan resultan gaya berat w. Resultan dari seluruh gaya berat benda yang terdiri atas bagian-
bagian kecil benda dinamakan gaya berat. Titik tangkap gaya berat tersebut yang disebut titik
berat.
Gambar 5.18 Titik berat
Pusat massa merupakan tempat massa benda terpusat. Apabila benda mengalami rotasi maka titik
pusat massa menjadi pusat rotasi.
Menentukan titik berat benda secara kualitatif
a. Titik berat benda homogen satu dimensi (garis)
Gambar 5.19 Titik berat benda homogen satu dimensi (garis)
w
X
Y
𝑙1
𝑙2
𝑍1(𝑥1, 𝑦1)
𝑍2(𝑥2, 𝑦2)
57
Perhatikan gambar 5.19, dua benda 1 dimensi (warna hijau), titik berat masing-masing benda
berada di pusat geometri (titik biru). Untuk benda-benda berbentuk memanjang seperti kawat,
massa benda dianggap diwakili oleh panjangnya (satu dimensi) dan titik beratnya dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:
𝑥0 =𝑙1𝑥1 + 𝑙2𝑥2
𝑙1 + 𝑙2
𝑦0 =𝑙1𝑦1 + 𝑙2𝑦2
𝑙1 + 𝑙2
l1 = panjang garis 1
x1 = koordinat sumbu x titik berat benda 1
y1 = koordinat sumbu y titik berat benda 1
l2 = panjang garis 2
x2 = koordinat sumbu x titik berat benda 2
y2 = koordinat sumbu y titik berat benda 2
Contoh:
Tentukanlah letak titik berat benda homogen satu dimensi seperti gambar berikut ini!
58
Bentuk benda homogen berbentuk garis (1 dimensi) dan letak titik beratnya:
b. Titik berat benda-benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi)
Gambar 5.20 Titik berat benda-benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi)
Jika tebal diabaikan maka benda dapat dianggap berbentuk luasan (dua dimensi), dan titik berat
gabungan benda homogen berbentuk luasan dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
𝑥0 =𝐴1𝑥1 + 𝐴2𝑥2
𝐴1 + 𝐴2
𝑦0 =𝐴1𝑦1 + 𝐴2𝑦2
𝐴1 + 𝐴2
A1 = luas bidang 1
A2 = luas bidang 2
x1 = absis titik berat benda 1
x2 = absis titik berat benda 2
y1 = ordinat titik berat benda 1
y2 = ordinat titik berat benda 2
Contoh:
Tentukan lokasi titik berat luasan berikut ini diukur dari sumbu x!
59
Pembahasan:
Bagi luasan menjadi 3 bagian. Diukur terhadap sumbu x artinya yo yang dicari.
Data yang diperlukan: A1 = 20 x 50 = 1000 y1 = 25 A2 = 30 x 20 = 600 y2 = 40 A3 = 20 x 10 = 200 y3 = 15
Titik berat benda homogen berbentuk luasan yang bentuknya teratur terletak pada sumbu
simetrinya. Untuk bidang segi empat, titik berat diperpotongan diagonalnya, dan untuk lingkaran
terletak dipusat lingkaran. Titik berat bidang homogen diperlihatkan pada tabel berikut:
60
Titik Berat Dari Gabungan Beberapa Benda Pejal Homogen Berdimensi Tiga
Gambar 5.21 Titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi tiga
Letak titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi tiga dapat ditentukan
dengan persamaan:
𝑥0 =𝑉1𝑥1 + 𝑉2𝑥2
𝑉1 + 𝑉2
61
𝑦0 =𝑉1𝑦1 + 𝑉2𝑦2
𝑉1 + 𝑉2
V1 = volume benda 1
V2 = volume benda 2
x1 = absis titik berat benda 1
x2 = absis titik berat benda 2
y1 = ordinat titik berat benda 1
y2 = ordinat titik berat benda 2
Titik berat benda homogen tiga dimensi terletak pada pusat volumenya.
5.6 Jenis-Jenis Keseimbangan
Ada tiga jenis keseimbangan, yaitu keseimbangan stabil, keseimbangan labil, dan keseimbangan
netral. Keseimbangan stabil adalah keseimbangan yang dialami benda dimana sesaat setelah
62
gangguan kecil dihilangkan, benda akan kembali ke kedudukan keseimbangan semula.
Keseimbangan labil adalah keseimbangan yang dialami benda dimana sesaat setelah gangguan
kecil dihilangkan, benda tidak akan kembali kedudukan semula, bahkan gangguan tersebut makin
meningkat. Keseimbangan netral atau indiferen adalah keseimbangan dimana gangguan kecil
yang diberikan tidak akan mempengaruhi keseimbangan benda.
Gambar 5.22 Jenis-jenis keseimbangan
5.7 Gaya Regang (Shearing Forces) dan Momen Tekuk (Bending Moments)
Beban pada sebuah balok cenderung meregangkan balok dan juga membengkokkannya. Gaya
regang (Shearing Force) pada suatu bagian balok adalah jumlah aljabar dari semua gaya luar
tegak lurus terhadap balok di salah satu sisi bagian tersebut.
Momen tekuk (Bending moment) pada suatu bagian balok adalah jumlah aljabar dari semua
momen gaya di salah satu sisi bagian tersebut. Bending momen hanyalah momen-momen gaya
tetapi disini disebut “momen tekuk’ karena dia cenderung untuk membengkokkan balok.
Dalam beberapa kasus, penjumlahan aljabar gaya-gaya atau momen-momen gaya dapat diperoleh
dari setiap sisi bagian, yaitu ke kanan atau ke kiri, sebagaimana salah satu adalah sama dengan
yang lain.
Contoh:
Hitunglah gaya regang dan momen tekuk pada pusat balok yang panjangnya 4 meter yang ujung-
ujungnya diberi penopang dan diberi beban 20 kN pada 1,5 m dari ujung kiri dan 40 kN pada 1,25
m dari ujung kanan.
Dengan mengambil momen pada 𝑅1,
𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑟𝑢𝑚 𝑗𝑎𝑚 = 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑤𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑟𝑢𝑚 𝑗𝑎𝑚 (20 × 1,5) + (40 × 2,75) = 𝑅2 × 4
30 + 110 = 𝑅2 × 4
𝑅2 = 35 𝑘𝑁
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒 𝑎𝑡𝑎𝑠 = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
𝑅1 + 𝑅2 = 20 + 40
𝑅1 + 35 = 20 + 40
𝑅1 = 25 𝑘𝑁
Stabil Labil Netral
4 m
20 kN
1,5 m 1,25 m
40 kN
𝑅1 𝑅2
63
Gaya regang pada pusat adalah jumlah aljabar gaya-gaya pada satu sisi bagian ini, yang mana
gaya ke bawah disebut negatif dan gaya ke atas disebut positif. Dengan mengambil gaya di
sebelah kanan pusat, 40 kN beban ke arah bawah, dan 35 kN (reaksi R2) yang bekerja ke atas.
Gaya regang pada pusat balok = 35 - 40 = -5 kN
Bending momen pada pusat balok adalah jumlah aljabar momen-momen gaya pada salah satu sisi
bagian balok. Kemudian salah satu arah momen akan diambil positif dan lainnya diberi tanda
negatif. Tinjau momen gaya ke arah kanan pusat balok dan hitung efek-efeknya.
Bending momen positif disebabkan oleh momen searah jarum jam, sebaliknya momen positif
disebabkan oleh momen berlawanan arah jarum jam.
Bending momen pada pusat balok = 40 × 0,75 - 35× 2 = - 40 kN m
Shearing Force & Bending Moment Diagram
Grafik digambar untuk menjelaskan variasi gaya regang dan momen tekuk sepanjang balok,
grafik ini disebut grafik gaya regang dan grafik momen tekuk. Dalam menggambar diagram ini
grafik harus diplot di atas atau di bawah garis dasar dan biasanya digambar berskala seperti 1 cm
untuk x m panjang palok, 1 cm untuk y kN gaya regang, dan 1 cm untuk z kN m momen tekuk.
x, y dan z dipilih sebagai besaran yang paling sesuai/mendekati.
Pertama-tama beberapa contoh momen tekuk akan dihitung untuk beberapa titik sepanjang balok,
katakanlah setiap meter panjang, sehingga diagram dapat diplot. Jika bentuk diagram diamati
secara hati-hati, maka akan mengikuti pola standar tergantung kepada jenis beban dan ini hanya
perlu untuk menemukan nilai pada beberapa titik sepanjang balok dan menggabungkan titik-titik
tersebut dengan garis lurus atau garis melengkung.
Contoh:
Sebuah penyangga panjangnya 4 meter dimuati sebuah beban yang terpusat sebesar 45 kN pada
ujung bebas, abaikan berat balok, gambarkan diagram gaya regang dan diagram momen tekuk.
Diagram gaya regang adalah sederhana yaitu berupa diagram gaya ke atas dan ke bawah. Pertama-
tama gambar garis dasar untuk menjelaskan panjang balok. Awali dari ujung bebas, ada gaya
vertikal ke bawah sebesar 50 kN, kemudian gambar secara vertikal ke bawah sebuah garis yang
mewakili gaya 50 kN dengan skala. Dari ujung bebas, menuju ke arah kiri tidak ada gaya ke atas
ataupun ke bawah pada balok sampai tembok, sehingga tidak ada perubahan ke atas atau ke bawah
pada grafik ini, oleh sebab itu grafik berupa garis horisontal lurus pada panjang. Pada tembok
terdapat gaya ke atas 50 kN (yang merupakan gaya reaksi yang nilainya sama tapi arahnya
0,75 m
40 kN
0,75 m
Pusat Balok
4 m
64
berlawanan terhadap beban), sehingga garis vertikal ke atas digambar untuk mewakili gaya 50
kN dengan skala. Ini adalah diagram tertutup seperti ditunjukkan oleh gambar berikut,
Untuk diagram momen tekuk, ambil momen pada setiap meter sepanjang balok dimulai dari ujung
bebas. Simbol M menyatakan momen tekuk:
M pada 1 m = 50 × 1 = 50 kN m
M pada 2 m = 50 × 2 = 100 kN m
M pada 3 m = 50 × 3 = 150 kN m
M pada 4 m = 50 × 4 = 200 kN m
Gambar garis dasar untuk menyatakan panjang balok dan ukur ke atas nilai nilai bending momen
tersebut. Hubungkan titik yang diplot dan catan bahwa diagram ini adalah garis lurus dengan
kemiringan tertentu dimana nol pada ujung bebas menuju nilai maksimum pada tembok. Kondisi
hogged (Momen tekuk positif).
Contoh:
Sebuah balok panjang 10 m disangga pada ujung-ujungnya dan diberi beban terpusat sebesar 20,
40 dan 50 kN pada masing-masing pada jarak 3, 6 dan 8 m dari salah satu ujungnya. Gambarkan
diagram gaya regang dan diagram momen tekuknya!
Dengan mengambil momen pada 𝑅1,
𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑟𝑢𝑚 𝑗𝑎𝑚 = 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑤𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑟𝑢𝑚 𝑗𝑎𝑚
(20 × 3) + (40 × 6) + (50 × 8) = 𝑅2 × 10
60 + 240 + 400 = 𝑅2 × 10
𝑅2 = 70 𝑘𝑁
4 m
50 kN 50 kN
4 m
200 kN m
10 m
20 kN
6 m
3 m
50 kN
𝑅1 𝑅2
40 kN
8 m
a c b
65
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒 𝑎𝑡𝑎𝑠 = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
𝑅1 + 𝑅2 = 20 + 40 + 50
𝑅1 + 70 = 20 + 40 + 50
𝑅1 = 40 𝑘𝑁
Diagram gaya regang,
Momen tekuk pada setiap bagian adalah jumlah aljabar semua momen gaya untuk tiap sisi dari
bagian ini.
M pada a (ambil momen untuk sebelah kanan a) = -70 × 2 = - 140 kN m
M pada b (ambil momen untuk sebelah kanan b) = -70 × 4 + 50 × 2 = - 180 kN m
M pada c (ambil momen untuk sebelah kanan c) = -40 × 3 = - 120 kN m
Momen tekuk untuk masing-masing ujung adalah nol.
SOAL LATIHAN
1. Sebuah dorongan vertikal ke atas 90 N dikenakan pada sebuah benda dan pada waktu yang
bersamaan gaya 120 N menarik benda tersebut dalam arah horisontal. Hitunglah besar dan
arah resultan dari kedua gaya tersebut!
2. Dua buah gaya bekerja pada suatu benda, gaya pertama menarik benda secara horisontal ke
kanan besarnya 20 N, gaya kedua 17 N menarik vertikal ke bawah. Hitunglah besar dan arah
gaya ketiga yang akan menetralkan efek dari kedua gaya tersebut!
3. Tiga buah gaya menarik benda sehingga dalam kesetimbangan. Gaya pertama mengarah ke
selatan. Gaya kedua mengarah ke 75o ke timur dari utara. Dan gaya ketiga mengarah 40o ke
barat dari utara. Jika besar gaya yang mengarah ke selatan adalah 35 N. Hitunglah besar gaya
yang lainnya.
4. Dua tali pengangkat terhubung pada papan beban yang bermuatan 25 kN. Jika tali membentuk
sudut 32o dan 42o terhadap vertikal, hitunglah tegangan pada masing-masing tali!
70 kN
50 kN
40 kN
40 kN 20 kN
140 kN m 120 kN m
180 kN m
66
5. Sudut antara jib dan vertical post (tiang vertikal) pada sebuah jib crame adalah 40o, dan antara
jib dan tie sudutnya 45o. Hitunglah gaya pada jib dan tie ketika beban 15 kN tergantung pada
kepala crane!
6. Sebuah balok panjang 20 m disangga pada ujung-ujungnya dan diberi beban terpusat sebesar
20, 40 dan 50 kN pada masing-masing pada jarak 5, 10 dan 15 m dari salah satu ujungnya.
Gambarkan diagram gaya regang dan diagram momen tekuknya!
67
BAB VI. IMPULS DAN MOMENTUM
Suatu penerapan hukum fisika yang begitu hebat, adalah roket, yang didasari atas hukum ketiga Newton, dan penerapan
impuls dan momentum. Dengan semua hal di atas roket dapat bergerak melawan gravitasi bumi.
6.1 Konsep Impuls
Apakah yang menyebabkan suatu benda diam menjadi bergerak? Telah kita ketahui adalah gaya. Bola
diam yang bergerak ketika gaya tendangan anda bekerja pada bola. Gaya tendangan anda pada bola
termasuk gaya kontak yang bekerja hanya dalam waktu singkat. Gaya seperti itu disebut gaya impulsif.
Jadi gaya impulsif mengawali suatu percepatan dan menyebabkan bola bergerak cepat dan makin cepat.
Ketika kaki menendang bola adalah terdapat selang waktu kontak antara permukaan kaki dengan
permukaan kontak, yang selanjutnya disebut selang waktu kontak singkat (∆𝑡).
Gambar 6.1 Impuls ketika gaya tendangan anda bekerja pada bola
Hasil kali antara gaya impulsif (𝐹) dengan selang waktu kontak (∆𝑡) disebut besaran impuls dan diberi
lambang I.
𝐼 = 𝐹. ∆𝑡
Impuls termasuk besaran vektor. Arah impuls I searah dengan arah gaya impulsif F.
6.2 Konsep Momentum
Dalam fisika momentum didefinisikan sebagai ukuran kesukaran untuk menghentikan suatu benda. Jika
ada dua benda bergerak bersama-sama, kita akan lebih sukar menghentikan benda yang massa dan
kecepatannya lebih besar dibandingkan dengan yang massa dan kecepatannya kecil. Momentum
dirumuskan sebagai hasil kali antara massa dan kecepatan.
𝑝 = 𝑚. 𝑣
68
Momentum merupakan besaran vektor, arah momentum searah dengan arah kecepatannya.
Hubungan Antara Impuls dan Momentum
Hukum II Newton menyatakan, jika suatu benda yang bergerak dikenai gaya maka benda itu akan
mengalami percepatan
F = m a.
Jika nilai F ini disubstitusikan pada persamaan impuls, maka:
I = F .Δt
I = m a .Δt
I = m Δv
I = m (v2 – v1)
I = p2 – p1
I = ∆p
Persamaan diatas menyatakan bahwa impuls yang diberikan akan menyebabkan perubahan kecepatan
suatu benda, hingga akhirnya menyebabkan perubahan momentum.
IMPULS = PERUBAHAN MOMENTUM
Aplikasi Impuls dan Momentum Dalam Kehidupan Sehari-hari:
1. Sabuk pengaman pada mobil.
2. Sarung Tinju.
3. Helm.
4. Matras
5. Palu
Semua contoh diatas bertujuan memperkecil atau memperbesar gaya impuls dengan memperlama atau
mempersingkat waktu kontak.
6.3 Hukum Kekekalan Momentum
“ Dalam peristiwa tumbukan, momentum total sistem sesaat sebelum tumbukan sama dengan momentum
total sistem sesaat setelah tumbukan, asalkan tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem ”.
Formula hukum kekekalan momentum di atas dinyatakan oleh
Gambar 6.2 Tumbukan antara benda A dan benda B
𝑝𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 = 𝑝𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ
𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 𝑝𝐴′ + 𝑝𝐵
′
𝑚𝐴𝑣𝐴 + 𝑚𝐵𝑣𝐵 = 𝑚𝐴𝑣𝐴′ + 𝑚𝐵𝑣𝐵
′
𝑚𝐴𝑣𝐴 𝑚𝐵𝑣𝐵
𝑚𝐴𝑣𝐴′ 𝑚𝐵𝑣𝐵
′
69
Tumbukan
Pada setiap jenis tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum tetapi tidak selalu berlaku hukum
kekekalan energi mekanik, sebab sebagian energi mungkin diubah menjadi energi bentuk lain, misalnya
panas atau bunyi, akibat tumbukan atau terjadi perubahan bentuk benda.
Besarnya koefisien restitusi (e) untuk semua jenis tumbukan berlaku :
𝑒 = −𝑣𝐴
′ − 𝑣𝐵′
𝑣𝐴 − 𝑣𝐵
dengan:
v’A; v’B= kecepatan benda A dan B setelah tumbukan
vA ; vB = kecepatan benda A dan B sebelum tumbukan
Macam tumbukan yaitu:
1. Tumbukan elastis sempurna, yaitu tumbukan yang tak mengalami perubahan energi. Koefisien
restitusi e = 1, berlaku hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi mekanik (karena
pada kedudukan/posisi sama, maka yang diperhitungkan hanya energi kinetiknya)
2. Tumbukan elastis sebagian, yaitu tumbukan yang tidak berlaku hukum kekekalan energi mekanik
sebab ada sebagian energi yang diubah dalam bentuk lain, misalnya panas. Koefisien restitusi 0 < e
< 1.
3. Tumbukan tidak elastis , yaitu tumbukan yang tidak berlaku hukum kekekalan energi mekanik dan
kedua benda setelah tumbukan melekat dan bergerak bersama-sama. Koefisien restitusi e = 0.
SOAL LATIHAN
1. Sebutir peluru bermassa 30 gr ditembakan dari senapan yang massanya 1,5 kg. Jika peluru
saat lepas memiliki kecepatan 100 m/s maka tentukan kecepatan senapan sesaat setelah peluru
lepas?
2. Bola A 1,5 kg dan bola B 2 kg bergerak saling mendekati dengan kecepatan masing-masing
8 m/s dan 6 m/s. Jika kedua bola tersebut bertumbukan secara lenting sempurna, maka
berapakah:
a. jumlah momentum setelah tumbukan,
b. energi kinetik setelah tumbukan,
c. kecepatan kedua bola setelah bertumbukan!
3. Dalam suatu permainan sepak bola, seorang pemain melakukan tendangan pinalti. Tepat
setelah ditendang bola melambung dengan kecepatan 60 m/s. Bila gaya bendanya 300 N dan
sepatu pemain menyentuh bola selama 0,3 s maka tentukan:
a. impuls yang bekerja pada bola,
b. perubahan momentumnya,
c. massa bola!
70
BAB VII. USAHA DAN ENERGI
7.1 Usaha/Kerja (Work)
Dalam ilmu fisika, usaha mempunyai arti jika sebuah benda berpindah tempat sejauh d karena
pengaruh F yang searah dengan perpindahannya (Gambar 2.1), maka usaha yang dilakukan sama
dengan hasil kali antara gaya dan perpindahannya, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
W = F.d
Jika gaya yang bekerja membuat sudut α terhadap perpindahannya (Gambar 7.1), usaha yang
dilakukan adalah hasil kali komponen gaya yang searah dengan perpindahan (Fcos α) dikalikan
dengan perpindahannya (d). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
W = F cosα.d
Gambar 7.1 Ilustrasi tentang definisi usaha (W) = gaya (F) dikalikan
dengan perpidahan (d)
dengan:
W = usaha (joule)
F = gaya (N)
d = perpindahan (m)
α = sudut antara gaya dan perpindahan
Catatan:
Usaha (work) disimbolkan dengan huruf besar W.
Berat (weight) disimbolkan dengan huruf kecil w.
Jika ada beberapa gaya yang bekerja pada sebuah benda, maka usaha total yang diperoleh atau
dilepaskan benda tersebut sebesar: Jumlah usaha yang dilakukan tiap gaya, atau usaha yang
dilakukan oleh gaya resultan.
𝑊𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑊1 + 𝑊2 + 𝑊3 + ⋯
Contoh:
Sebuah benda berada bidang datar, karena pengaruh gaya 140 N benda mengalami perpindahan
sejauh 5 m, berapa usaha yang dilakukannya apabila:
a. Gaya mendatar
b. Gaya membuat sudut 600 terhadap bidang horisontal
Penyelesaian:
a. W = F.d = 140 N . 5 m = 700 Joule
b. W = F cosα.d = 140 N . cos 60° . 5 m = 350 Joule
F F
F F
d
d
Fcos𝛼
F F
F F
F cos𝛼 F cos𝛼
d
d
71
7.2 Daya
Seperti kecepatan dan percepatan, daya menyatakan seberapa cepat sesuatu terjadi – dalam kasus
ini, seberapa cepat usaha dilakukan. Daya (P) didefinisikan sebagai laju usaha dilakukan atau
besar usaha per satuan waktu, secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
𝑃 =𝑊
𝑡
dengan:
P = daya (watt)
W = usaha (joule)
t = waktu (s)
Daya termasuk besaran skalar yang dalam satuan MKS mempunyai satuan watt atau J/s
Satuan lain adalah:
1 hp = 1 DK = 1 PK = 746 watt
hp = Horse power; DK = daya kuda; PK = Paarden Kracht
1 KWH adalah satuan energi yang setara dengan = 3,6 .106 Watt.detik = 3,6 . 106 Joule.
Contoh:
Dalam sebuah rumah terdapat 4 lampu 25 watt yang menyala selam 12 jam setiap hari, 2 buah
lampu 5 watt yang menyala 10 jam setiap hari, dan sebuah sterika listrik 250 watt yang digunakan
1 jam setiap hari. Jika harga per kWh Rp 1000,- berapakah rekening yang harus dibayar selama
sebulan?
Penyelesaian:
Hitung energi yang dipakai selama 1 hari
4 lampu 25 W @12 jam= 4 x 25 x 12 =1200 Wh
2 lampu 5 W @ 10 jam = 2 x 5 x 10 = 100 Wh
1 lampu 250W @ 1jam= 1 x 250 x1 = 250 Wh
Total energi yang dipakai selama sehari = 1200 + 100 + 250 Wh
= 1550 Wh
= 1,55 kWh
Jumlah rekening listrik yang dibayar selama 1 bulan= 30 × 1,55 × Rp 1000 = Rp 46.500,-
7.3 Konsep Energi
Suatu sistem dikatakan mempunyai energi/tenaga, jika sistem tersebut mempunyai kemampuan
untuk melakukan usaha. Besarnya energi suatu sistem sama dengan besarnya usaha yang mampu
ditimbulkan oleh sistem tersebut. Oleh karena itu, satuan energi sama dengan satuan usaha dan
energi juga merupakan besaran skalar. Prinsip usaha-energi: usaha adalah transfer energi yang
dilakukan oleh gaya-gaya yang bekerja pada benda.
Dalam fisika, energi dapat digolongkan menjadi beberapa macam antara lain:
a. Energi mekanik (energi kinetik + energi potensial)
b. Energi panas
c. Energi listrik
d. Energi kimia
e. Energi nuklir
72
f. Energi cahaya
g. Energi suara
Gambar 7.2 Pembangkit listrik tenaga nuklir
Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan yang terjadi hanyalah transformasi /
perubahan suatu bentuk energi ke bentuk lainnya, misalnya dari energi mekanik diubah menjadi
energi listrik pada air terjun.
7.4 Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh setiap benda yang bergerak. Energi kinetik suatu
benda besarnya berbanding lurus dengan massa benda dan kuadrat kecepatannya.
𝐸𝑘 =1
2𝑚𝑣2
dengan:
Ek = Energi kinetik (Joule)
m = massa benda (kg)
v = kecepatan benda (m/s)
7.5 Energi Potensial
Energi potensial adalah energi yang dimiliki oleh suatu benda karena pengaruh tempatnya
(kedudukannya). Energi potensial ada dua macam yaitu energi potensial gravitasi dan energi
potensial pegas.
Energi Potensial Gravitasi
Energi potensial gravitasi dimiliki oleh suatu suatu benda ketika berada ketinggian dari suatu
permukaan. Misalkan sebuah benda bermassa m digantung seperti di bawah ini.
Gambar 7.3 Energi Potensial Gravitasi
73
Jika tiba-tiba tali penggantungnya putus, benda akan jatuh, sehingga dapat dikatakan benda
melakukan usaha, karena adanya gaya berat (w) yang bekerja sejauh jarak tertentu, misalnya h.
Besarnya energi potensial benda sama dengan usaha yang sanggup dilakukan gaya beratnya
selama jatuh menempuh jarak h.
Ep = mgh
dengan:
Ep = Energi potensial (joule)
w = berat benda (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h = tinggi benda (m)
Energi potensial gravitasi tergantung pada massa benda (m), percepatan gravitasi bumi (g) dan
kedudukan/ketinggian benda (h).
Energi Potensial Pegas
Energi potensial yang dimiliki benda karena elastik pegas yaitu sifat untuk selalu kembali pada
keadaan semula. Energi kinetik pegas dimiliki ketika suatu pegas yang diberikan gaya mengalami
perubahan panjang. Nilai energi potensial pegas berbanding lurus dengan regangan (perubahan
panjang ∆𝑥) pegas dan jenis pegas (yang dinyatakan oleh konstanta pegas k). Konstanta pegas
menyatakan kekakuan pegas.
Gambar 7.4 Pegas ditekan
Gaya pegas (F) = k.∆𝑥
Ep Pegas (Ep) = ½ k. ∆x2
dengan:
k = konstanta gaya pegas
x = regangan
74
Energi Mekanik
Energi mekanik (Em) adalah jumlah antara energi kinetik dan energi potensial suatu benda.
Em= Ek + Ep
Karena energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan atau energi itu kekal, maka
berlaku hukum Kekekalan Energi. Bila konteks yang dibahas adalah energi mekanik, maka
berlaku Kekekalan Energi Mekanik yang dituliskan.
Gambar 7.5 Energi mekanik pada benda jatuh bebas
“Jika pada suatu sistem hanya bekerja gaya-gaya dalam yang bersifat konservatif (tidak
bekerja gaya luar dan gaya dalam tak konservatif), maka energi mekanik sistem pada posisi
apa saja selalu tetap (kekal). Artinya energi mekanik sistem pada posisi akhir sama dengan
energi mekanik sistem pada posisi awal”.
Em1 = Em2
Ek1 + Ep1 = Ek1 + Ep2
1
2𝑚𝑣1
2 + 𝑚𝑔ℎ1 =1
2𝑚𝑣2
2 + 𝑚𝑔ℎ2
Energi Potensial dan Energi Kinetik pada Benda Bergerak
Gambar 7.6 Energi mekanik pada benda jatuh bebas
75
Ketika sebuah benda berada pada suatu ketinggian, benda bermassa m pada suatu ketinggian h
mempunyai energi potensial Ep yang besarnya m.g.h. Ketika benda tersebut dijatuhkan, energi
potensial tersebut berubah menjadi energi kinetik. Semakin bergerak ke bawah, energi
potensialnya semakin berkurang dan energi kinetiknya semakin bertambah. Hal ini dikarenakan
semakin bergerak ke bawah, ketinggian benda tersebut dari lantai semakin kecil (energi potensial
berkurang) dan kelajuannya semakin besar (energi kinetiknya bertambah). Pada ketinggian
tertentu, benda akan mempunyai energi potensial sama dengan energi kinetiknya. Pada akhirnya,
benda tersebut jatuh ke lantai. Pada saat ini, energi yang dimiliki benda seluruhnya merupakan
energi kinetik.
7.6 Hukum Kekekalan Energi
Energi tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan,tetapi energi dapat diubah dari suatu bentuk ke
bentuk lain. Pernyataan ini dikenal dengan hukum kekekalan energi. Ketika benda kamu
jatuhkan dari suatu ketinggian, terjadi perubahan energi yaitu energi potensial menjadi energi
kinetik. Pada akhirnya, energi kinetik ini pun akan berubah menjadi bentuk lain ketika benda
sampai di lantai. Marilah kita selidiki hukum kekekalan energi pada kasus benda jatuh bebas.
Pada sebuah benda yang jatuh bebas, terdapat dua buah energi yaitu energi mekanik. Energi
mekanik terdiri atas energi potensial dan energi kinetik. Meskipun energi potensial benda yang
jatuh bebas akan semakin kecil ketika ketinggian semakin rendah, tetapi di sisi lain energi
kinetiknya bertambah. Dengan demikian energi mekaniknya tetap sama (konstan). Kekekalan
energi mekanik pada benda jatuh bebas dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.5.
Pada kedudukan 1, energi mekanik seluruhnya merupakan energi potensial. Dapat dituliskan
sebagai berikut.
Em = Ep = m.g.h
Pada kedudukan 2, energi mekanik merupakan jumlahenergi potensial dan energi kinetik. Dapat
dituliskan sebagai berikut.
Em = Ep + Ek
= m.g.h + ½ mv2
Pada kedudukan 3, energi mekanik seluruhnya merupakan energi kinetik. Dapat dituliskan
sebagai berikut.
Em = Ek = ½ mv2
7.7 Hubungan antara Usaha dengan Energi Kinetik dan Energi Potensial
Teorema Usaha - Energi Kinetik:
“Usaha yang dilakukan oleh gaya resultan yang bekerja pada suatu benda sama dengan perubahan
energi kinetik yang dialami benda itu, yaitu energi kinetik akhir dikurangi energi kiinetik awal”
Gambar 7.7 Teorema Usaha-Energi Kinetik
𝐹. 𝑑 =1
2𝑚𝑣2
2 −1
2𝑚𝑣1
2
𝑊 = ∆𝐸𝑘 =1
2𝑚𝑣2
2 −1
2𝑚𝑣1
2
d
76
7.8 Hubungan Usaha dengan Energi Potensial
Usaha pada saat memindahkan suatu benda pada suatu ketinggian secara vertikal atau pada suatu
pegas sama dengan perubahan energi potensial atau energi potensial akhir dikurangi energi
potensial awal.
𝑊 = ∆𝐸𝑝 = 𝐸𝑝2 − 𝐸𝑝1 = 𝑚𝑔ℎ2 − 𝑚𝑔ℎ1
SOAL LATIHAN
1. Sebuah balok bermassa 30 kg ditarik oleh gaya 60 N yang membentuk sudut α = 60O terhadap
horisontal. Pada saat balok dapat bergeser mendatar sejauh 3 m, tentukan usaha yang
dilakukan gaya tersebut!
2. Coba perhatikan benda-benda pada gambar di bawah. mA = 4 kg , mB = 2 kg dan mC = 8 kg.
g = 10 m/s2. Berapakah energi potensial benda-benda tersebut pada titik acuan?
3. Suatu mesin melakukan usaha sebesar 3600 J setiap selang waktu 1 jam. Mesin tersebut
memiliki daya sebesar .....
4. Benda bermassa 5 kg dilempar vertikal ke atas dengan kecepatan awal 10 m/s. Besarnya
energi potensial di titik tertinggi yang dicapai benda adalah (g = 10 m/s2)
5. Workshop menggunakan peralatan listrik yang terdiri 3 lampu masing-masing 20 W, 3 lampu
masing-masing 40 W yang semuanya digunakan 12 jam per hari. Satu pompa air 250 W
digunakan 4 jam sehari dan mesin bor 300 W digunakan 2 jam sehari. Apabila tarif listrik Rp
600,00/kWh, rekening listrik yang harus dibayar selama 1 bulan (30 hari) adalah .....
77
BAB VIII. PESAWAT SEDERHANA DAN
MESIN PENGANGKAT
Pesawat sederhana adalah alat-alat yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan. Mesin
pengangkat adalah sebuah mekanisme yang didesain untuk mengangkat beban berat dengan gaya
yang relatif kecil. Gaya yang diberikan biasanya disebut kuasa dan diberi simbol F, sedangkan
beban yang diangkat diberi simbol W.
8.1 Rasio Kecepatan dan Keuntungan Mekanis
Adalah jelas bahwa tidak ada mesin yang sempurna, ada sejumlah usaha yang hilang karena
gesekan antara komponen-komponen yang bergerak, sehingga
Usaha yang diberikan kepada mesin = Usaha yang hilang pada gesekan + Usaha berguna
yang dilakukan
Usaha yang diberikan ke mesin adalah perkalian antara gaya kuasa yang diberikan dan jarak
tempuh gerak mesin.
Usaha berguna yang dilakukan adalah perkalian antara beban dan jarak beban terangkat. Jika
besarnya kuasa menjadi kecil dibandingkan dengan jumlah beban yang diangkat maka jarak
tempuh perpindahan kuasa harus lebih besar dibandingkan dengan jarak perpindahan beban.
Rasio antara jarak pindah oleh kuasa terhadap jarak pindah oleh beban dalam waktu yang sama
disebut rasio kecepatan (velocity ratio), yang nilainya tetap untuk setiap mesin tertentu tergantung
desainnya.
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑉. 𝑅) =𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛
Keuntungan menggunakan mesin pengangkat adalah mengangkat beban yang besar dengan kuasa
yang kecil, kemudian istilah keuntungan mekanis (mechanical advantage) digunakan untuk
mengekspresikan rasio ini,
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 =𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡
𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎 𝐷𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛
Atau, dengan simbol
𝑀. 𝐴 =𝑊
𝐹
Efisiensi suatu mesin adalah perbandingan antara Usaha Berguna Dilakukan terhadap Usaha
Diberikan ke mesin.
𝜂 (𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖) =Usaha Berguna Dilakukan
Usaha Diberikan ke mesin
=𝑊 × 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑊
𝐹 × 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐹
Dimana 𝑊
𝐹 adalah keuntungan mekanis = M.A,
Dan
78
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑊
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐹=
1
𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛=
1
𝑉. 𝑅
sehingga diperoleh,
𝜂 =M. A.
V. R.
Kuasa Ideal adalah kuasa yang diperlukan untuk mengangkat beban W jika tidak ada gesekan.
Jika ada secara teori mesin sempurna tanpa gesekan dimana efisiensinya satu atau 100%,
keuntungan mekanis akan sama dengan rasio kecepatan, sehingga
𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎 𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 =𝑊
𝑉. 𝑅.
Sehingga kuasa yang diperlukan untuk mengatasi gesekan = Kuasa Aktual - Kuasa Ideal
= 𝐹 −𝑊
𝑉. 𝑅.
Beban Ideal adalah beban yang akan diangkat oleh Kuasa Dilakukan jika tidak ada gesekan,
𝐼𝑑𝑒𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑎𝑑 = 𝑃 × 𝑉. 𝑅
Dan, Beban yang hilang karena gesekan = Beban Ideal - Beban Aktual
= 𝑃 × 𝑉. 𝑅. −𝑊
8.2 Bidang Miring
Bidang miring merupakan sebuah bidang miring yang digunakan untuk memindahkan sebuah
benda ke ketinggian tertentu.
Gambar 8.1 Bidang miring
Penggunaan bidang miring mempunyai keuntungan yang disebut dengan keuntungan mekanis
yang dirumuskan sebagai berikut
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 =𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛
𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎=
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛
𝐾𝑒𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖𝑎𝑛
𝑀. 𝐴. =𝑊
𝐹=
𝑆
ℎ
79
8.3 Tuas/Pengungkit
Sistem kerja tuas terdiri atas tiga komponen, yaitu beban, titik tumpu, dan kuasa. Beban adalah
benda yang akan dipindahkan. Hubungan antara lengan kuasa 𝑙𝑘, lengan beban 𝑙𝑏, beban 𝑊,
dan kuasa 𝐹 secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
𝐹 × 𝑙𝑘 = 𝑊 × 𝑙𝑏
Gambar 8.2 Tuas/pengungkit
8.4 Katrol
Katrol sangat baik digunakan untuk memindahkan beban ke atas. Katrol dapat dibedakan menjadi
katrol tunggal tetap, katrol tunggal bergerak, dan takal.
Katrol Tunggal Tetap
Sesuai dengan namanya, sistem katrol ini dibuat sedemikian rupa sehingga katrol tersebut tetap
pada posisinya. Contoh yang sering kamu lihat sehari-hari, seperti katrol yang digunakan untuk
menimba air.
Gambar 8.4 Katrol Tunggal Tetap
Titik tumpu yang merupakan pusat lingkaran katrol diberi nama A, kemudian AB dan AC masing-
masing disebut lengan beban dan lengan gaya. Keuntungan katrol jenis tunggal ini sama dengan
1. Hal ini dikarenakan perbandingan antara lengan beban dan lengan gaya sama dengan 1. Dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝑀. 𝐴 =𝑊
𝐹=
𝐴𝐵
𝐴𝐶= 1
80
Katrol Tunggal Bergerak
Katrol tunggal jenis ini dirancang sedemikian rupa sehingga katrol ini bergerak.
Gambar 8.5 Katrol Tunggal Bergerak
Titik C merupakan titik tumpu katrol, AC adalah lengan beban dan BC adalah lengan gaya. Katrol
jenis ini mempunyai keuntungan mekanis 2, artinya perbandingan antara berat beban dan gaya
sama dengan dua. Jika kamu mengangkat beban menggunakan katrol jenis ini, kamu hanya perlu
memberikan gaya sebesar setengah kali berat beban. Dapat dirumuskan sebagai berikut.
𝑀. 𝐴 =𝑊
𝐹=
𝐴𝐵
𝐴𝐶= 1
Katrol Takal
Takal adalah katrol majemuk yang terdiri atas katrol-katrol tetap dan katrol-katrol bergerak. Takal
biasa digunakan untuk mengangkat beban yang berat. Takal dapat menggunakan dua katrol di
mana satu sebagai katrol tetap dipasang di atas dan satu lagi sebagai katrol bergerak. Takal
juga dapat menggunakan tiga atau empat katrol. Perhatikan gambar 8.6! Keuntungan mekanik
tergantung jumlah katrol dan tali yang menanggung beban.
Gambar 8.6 Katrol takal
81
Blok Katrol Tali (Rope Pulley Block)
Blok Katrol Tali terdiri dari dua blok katrol, satu di atas dan satu di bawah, masing-masing terdiri
dari sejumlah katrol yang masing-masing bebas berputar pada sumbunya. Tali diulir pada setiap
katrol membelit dari atas ke bawah seperti ditunjukkan oleh gambar 8.7 ujung tali diikatkan kuat
ke blok berlawanan dengan katrol terakhir.
Gambar 8.7 Blok Katrol Tali
Rasio Kecepatan (V.R) = Jumlah tali penahan blok muatan
Contoh:
Satu set blok katrol tali memiliki dua katrol pada masing-masing blok. Hitunglah efisiensi ketika
mengangkat beban 448 N jika kuasa yang diperlukan adalah 120 N.
Jumlah total katrol = 4
Rasio Kecepatan = 4
𝐾𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑘𝑎𝑛𝑖𝑠 = 𝐵𝑎𝑏𝑎𝑛
𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎=
448
120= 3,73
Efisiensi
𝜂 =𝑀. 𝐴
𝑉. 𝑅× 100%
=3,73
4× 100%
= 93,3 %
8.5 Roda dan Poros
Terdiri dari sebuah roda katrol pasang erat dengan poros yang mana dipasang pada bearing
horisontal. Tali pembawa muatan diulir dan dipasang kuat pada poros, sedangkan tali untuk kuasa
diulir dan dipasang kuat pada katrol, sebagaimana gambar 8.8.
Jika D = diameter Rodaa (R = jari-jari roda) dan d = diameter poros (r = jari-jari poros)
Rasio Kecepatan,
82
𝑉. 𝑅. =𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛=
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑜𝑑𝑎
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠=
𝜋𝐷
𝜋𝑑
𝑉. 𝑅. =𝐷
𝑑=
𝑅
𝑟
Gambar 8.8 Roda dan Poros
8.6 Dongkrak Sekrup (Screw Jack)
Gambar 8.9 Dongkrak Sekrup (Screw Jack)
Dapat dilihat pada gambar 8.9 bahwa ketika batang diputar pada jarak efektif R sebanyak satu
putaran, jarak Perpindahan oleh kuasa adalah keliling lingkaran yang dibentuk oleh kuasa, yaitu
2𝜋𝑅, dan jarak beban terangkat adalah jarak vertikal sekrup naik, yang mana untuk satu putaran
batang sama dengan satu pitch. Sehingga Rasio Kecepatan diperoleh,
Kuasa F
Beban W
Roda
Poros
Pitch
83
𝑉. 𝑅 =𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑙𝑒ℎ 𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑃𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛=
2𝜋𝑅
𝑃𝑖𝑡𝑐ℎ
8.7 Roda Gigi
Gigi roda merupakan contoh pesawat sederhana. Gigi roda banyak digunakan pada mesin-mesin.
Ketika kamu melewati tanjakan, sepeda kamu akan terasa berat. Hal ini dikarenakan tarikan gaya
gravitasi yang bekerja pada badan dan sepedamu. Sepeda masa kini telah dilengkapi dengan gigi
roda yang lebih dari satu.
Gambar 8.10 Roda gigi
Gigi roda ini berfungsi meningkatkan atau menurunkan putaran. Ketika sepeda akan melewati
tanjakan, kamu pasti memindahkan gigi roda belakang sedemikian rupa sehingga rantai akan
terhubung dengan gigi roda yang paling besar. Gigi roda depan yang berhubungan langsung
dengan pedal tempat mengayuh pun diubah sedemikian rupa sehingga rantai akan terhubung pada
gigi roda yang paling kecil. Hal ini mengakibatkan laju sepeda akan melambat, tetapi kamu akan
merasakan kayuhan kakimu menjadi ringan. Sehingga dengan gaya sama seperti digunakan untuk
mengayuh sepeda pada jalan datar, kamu dapat melewati tanjakan.
SOAL LATIHAN
1. Seorang mendorong sebuah peti seberat 600 N. Pria ini menggunakan sebuah papan dengan
panjang 4 m yang digunakan sebagai bidang miring. Jika jarak permukaan tanah dan bak truk
2 m, hitunglah keuntungan mekanis penggunaan bidang miring ini!
2. Sebuah batu seberat 700 N akan dipindahkan dengan tuas yang panjangnya 2 m. Untuk
membuat sistem pengungkit, digunakan sebuah batu sebagai tumpuan. Jika jarak titik tumpu
terhadap beban 0,5 m, hitunglah gaya yang diperlukan untuk menggerakkan batu!
3. Satu set blok katrol tali memiliki tiga katrol pada masing-masing blok. Hitunglah efisiensi ketika
mengangkat beban 1000 N jika kuasa yang diperlukan adalah 100 N.
4. In a wheel and differential axle type of lifting machine, a crank handle of 240 mm radius takes
the place of the wheel and the diameters of the differential axle are 110 mm dan 80 mm
respectively. If an effort of 80 N is required at the handle to lift a load of 1,12 kN, find the
velocity ratio, mechanical advantege and efficiency at this load!
84
5. Two toggle bars are used in a screw jack to raise a casting of 3 ton mass. The screw thread
has a pitch of 12 mm. One toggle is 500 mm long and the effort applied to its ind is 220 N.
the other toggle is 450 mm long, find the effort required at the end of this toggle if the
efficiency when lifting this load is 35%.
85
BAB IX. MASSA JENIS DAN MASSA JENIS RELATIF
9.1 Massa dan Volume
Massa adalah ukuran banyaknya materi yang dikandung oleh suatu benda. Massa merupakan
ukuran kelembaman (kemampuan mempertahankan keadaan gerak) suatu benda. Massa benda
adalah tetap di lokasi atau di tempat mana saja di alam semesta ini. Massa merupakan besaran
skalar (hanya memiliki nilai dan tidak memiliki arah). Simbol massa adalah m, satuan dalam SI
adalah kilogram (kg). Massa diukur dengan neraca atau timbangan. Volume adalah ukuran ruang
yang ditempati oleh suatu benda. Simbol volume adalah V, satuan dalam SI adalah meter kubik
(m3). Untuk mengukur volume benda teratur digunakan rumus, sedangkan untuk mengukur
volume benda tidak teratur dapat digunakan gelas ukur atau gelas berpancur.
Volume bangun yang teratur bentuknya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus volume.
Sebagai contoh, volume balok yang memiliki panjang p, lebar l, dan tinggi t adalah .tlpV
Jadi, sebuah balok yang berukuran cm 2dan cm, 4 cm, 6 tlp memiliki volume .cm 48 3V
Beberapa bangun yang teratur bentuknya sehingga volumenya dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus volume dapat dilihat pada gambar 9.1.
kubus, 3lV silinder, trV 2 balok, tlpV
bola, 3
34 rV kerucut, trV 2
31
Gambar 9.1 Perhitungan volume beda teratur dengan rumus
Berikut cara pengukuran volume benda tidak teratur dengan gelas ukur:
Gambar 9.2 Volume benda tidak teratur dengan gelas ukur
86
Gelas ukur disisi dengan air kemudian dicatat volume awal airnya (V1), kemudian benda yang
akan diukur volumenya dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian catat skala volume akhir
airnya (V2). Maka volume benda diperoleh dengan rumus:
Vbenda = V2 – V1
= 80 cc – 60 cc
= 20 cc
Pengukuran volume dengan gelas berpancur dilakukan dengan mengisi air pada gelas berpancur
hingga batas lubang pancur. Ketika benda yang dihitung volumenya dimasukkan maka air akan
terdesak dan mengalir melalui lubang pancur ke gelas ukur. Volume air yang berpindah ke gelas
ukur tersebut merupakan volume benda.
Gambar 9.3 Mengukur volume benda dengan gelas berpancur
Volume zat cair yang mengalir melalui pipa dapat dihitung menggunakan persamaan debit dimana
volume zat cair yang mengalir merupakan hasil perkalian antara luas penampang pipa, laju aliran
pipa dan waktu alir.
𝑄 =𝑉
𝑡
𝑉 = 𝑄 𝑡
Karena 𝑄 = 𝐴 𝑣, maka
𝑉 = 𝐴 𝑣 𝑡
dengan: Q = debit aliran (m3/s)
V = volume zat cair (m3)
t = waktu aliran (s)
A = luas penampang pipa (m2)
v = laju aliran zat cair (m/s)
87
9.2 Massa Jenis (Densitas/Rapat Massa)
Massa jenis adalah massa setiap satu satuan volume benda. Massa jenis rata-rata setiap benda
merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Satuan SI massa jenis adalah kilogram
per meter kubik (kg·m-3).
𝜌 =𝑚
𝑉
Dengan: 𝜌 = massa jenis (kg/m3)
𝑚 = massa (kg)
𝑉 = volume (m3)
Gambar 9.4 benda-benda dengan massa jenis berbeda.
Massa jenis beberapa benda:
Nama zat ρ dalam kg/m3
ρ dalam gr/cm3
Air (4 derajat Celcius) 1.000 kg/m3
1 gr/cm3
Alkohol 800 kg/m3
0,8 gr/cm3
Air raksa 13.600 kg/m3
13,6 gr/cm3
Aluminium 2.700 kg/m3
2,7 gr/cm3
Besi 7.900 kg/m3
7,9 gr/cm3
Emas 19.300 kg/m3
19,3 gr/cm3
Kuningan 8.400 kg/m3
8,4 gr/cm3
Perak 10.500 kg/m3
10,5 gr/cm3
Platina 21.450 kg/m3
21,45 gr/cm3
Seng 7.140 kg/m3
7,14 gr/cm3
Udara (27 derajat Celcius) 1,2 kg/m3
0,0012 gr/cm3
Es 920 kg/m3
0,92 gr/cm3
88
9.3 Massa Jenis Relatif
Massa jenis relatif benda adalah massa jenis benda dibandingkan dengan massa jenis air murni.
Massa jenis air murni adalah 1 g/cm3 atau sama dengan 1000 kg/m3.
𝝆𝒓𝒆𝒍𝒂𝒕𝒊𝒇 𝒃𝒆𝒏𝒅𝒂 =𝝆𝒃𝒆𝒏𝒅𝒂
𝝆𝒂𝒊𝒓 𝒎𝒖𝒓𝒏𝒊
Massa jenis zat cair dapat diukur dengan hidrometer. Hidrometer terbuat dari pipa kaca berskala
dengan pemberat dibagian bawah. Apabila dimasukkan ke dalam zat cair hidrometer akan
mengapung karena gaya apung (gaya Archimedes). Nilai massa jenis zat cair dapat dibaca pada
skala hidrometer yang tepat pada permukaan zat cair.
Gambar 9.5 Hidrometer
Contoh:
Hitunglah massa jenis relatif air garam yang massa jenisnya 1025 kg/m3
Massa jenis relatif air garam diperoleh dengan rumus,
𝜌𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 =𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎
𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖
𝜌𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑎𝑖𝑟 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 =𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖=
1025 𝑘𝑔/𝑚3
1000 𝑘𝑔/𝑚3= 1,025
Perhatikan bahwa massa jenis relatif tidak memiliki satuan.
89
Contoh:
Hitunglah massa jenis bahan bakar minyak yang massa jenis relatifnya 0,92!
Massa jenis minyak diperoleh dengan rumus,
𝜌𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 = 𝜌𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 × 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖
𝜌𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 0,92 × 1000 𝑘𝑔 𝑚3⁄ = 920 𝑘𝑔/𝑚3
Contoh. Ketika sebuah tangki penuh berisi air tawar massanya 120 ton. Hitunglah berapa ton
jika diisi penuh minyak yang massa jenis relatifnya 0,84.
Volume air tawar tersebut = Volume tangki
𝑉 =𝑚
𝜌=
120.000 𝑘𝑔
1000 𝑘𝑔/𝑚3= 120 𝑚3
Massa jenis minyak
𝜌𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 0,84 × 1000 𝑘𝑔 𝑚3⁄ = 840 𝑘𝑔/𝑚3
Massa minyak
𝑚 = 𝜌 × 𝑉 = 840𝑘𝑔
𝑚3× 120𝑚3 = 100800 𝑘𝑔 = 100,8 𝑡𝑜𝑛
SOAL LATIHAN
1. Sebuah tangki berisi 120 ton ketika penuh berisi air tawar. Hitunglah berapa ton minyak
diesel dengan massa jenis relatif 0,880 akan diisikan, dengan memberikan 2% volume tangki
untuk pemuaian!
2. Sebuah tangki ketika penuh berisi 130 ton air garam. Hitunglah berapa ton bahan bakar
minyak dengan massa jenis relatif 0,940 akan mengisi tangki tersebut, dengan membiarkan
1% volume tangki untuk pemuaian!
3. Tangki berukuran 8 m × 6 m × 7 m sedang diisi dengan minyak diesel yang massa jenis
relatifnya 0,9. Hitunglah berapa ton minyak diesel dalam tangki ketika ullage-nya 3 meter.
4. Oil fuel of relative density 0.925 is run into a tank measuring 6 m × 4 m × 8 m until the ullage
is 2 metres. Calculate the number of tonnes of oil the tank then contains.
5. A tank will hold 100 tonnes when full of fresh water. Find how many tonnes of oil of relative
density 0.880 may be loaded if 2% of the volume of the oil loaded is to be allowed for
expansion.
6. A deep tank 10 metres long, 16 metres wide and 6 metres deep has a coaming 4 metres long,
4 metres wide and 25 cm deep. (Depth of tank does not include depth of coaming). How may
tonnes of oil, of relative density 0.92, can it hold if a space equal to 3% of the oil loaded is
allowed for expansion?
90
BAB X. FLUIDA
Dalam bab ini anda akan mempelajari mekanika fluida yang dibagi menjadi dua studi: statistika
fluida dan dinamika fluida. Fluida adalah zat yang dapat mengalir sehingga yang termasuk fluida
adalah zat cair dan gas.
10.1 Fluida Statis
Dalam statika fluida dipelajari fluida yang ada dalam keadaan diam (tidak bergerak). Fluida yang
diam disebut fluida statis. Jika yang diamati zat cair maka disebut hidrostatis. Dalam fluida statis
anda akan mempelajari hukum-hukum dasar yang antara lain dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut. Mengapa semakin dalam menyelam semakin besar tekanannya? Mengapa
kapal laut yang terbuat dari besi dapat mengapung di permukaan air laut? Mengapa balon udara
yang berisi gas panas dapat naik ke udara?
Tekanan
Tekanan didefinisikan sebagai gaya normal (tegak lurus) yang bekerja pada suatu bidang dibagi
dengan luas bidang tersebut. Rumus tekanan
𝑝 =𝐹
𝐴
Satuan SI untuk tekanan adalah Pascal (disingkat Pa) untuk memberi penghargaan kepada Blaise
Pascal, penemu hukum Pascal.
1 Pa = 1 N . m-2
Untuk keperluan cuaca digunakan satuan atmosfer (atm), cmHg atau mmHg, dan milibar (mb).
1 mb = 0,001 bar; 1 bar = 105 Pa
1 atm = 76 cmHg = 1,01 x 105 = 1,01 bar
Untuk menghormati Torricelli, fisikawan Italia penemu barometer, ditetapkan satuan tekanan
dalam torr.
Dimana 1 torr = 1 mmHg
Vacum adalah daerah ruang tanpa materi, tekanan nol, tidak ada udara. Kenyataannya hampir
tidak ada ruang yang vakum sempurna, melainkan vakum parsial. Vakum Parsial (Imperfect
vacuum) adalah vakum tidak sempurna seperti yang dibuat di laboratorium atau di ruang angkasa.
Manometer adalah alat pengukur tekanan gas di dalam ruang tertutup. Barometer adalah alat ukur
tekanan udara dalam ruang terbuka.
91
Gambar 10.1 (a) Manometer terbuka (b) barometer raksa
Bourdon Pressure Gauge
Bourdon pressure gauge menggunakan prinsip bahwa pipa berlubang yang salah satu ujungnya
tertutup yang dibengkokkan melingkar, akan tegang dan lurus ketika bagian dalamnya diberikan
tekanan.
Gambar 10.2 Bourdon Pressure Gauge
Tekanan Hidrostatik
Tekanan zat cair dalam keadaan tidak mengalir dan hanya disebabkan oleh berat zat cair sendiri
disebut tekanan hidrostatika. Besarnya tekanan hidrostatika suatu titik dalam zat cair yang tidak
bergerak dapat diturunkan sebagai berikut:
92
Gambar 10.3 Zat cair dalam wadah silinder
Tinjau zat cair dengan massa jenis ρ berada dalam wadah silinder dengan luas alas A dan
ketinggian h seperti pada Gambar 10.3 Volume zat cair dalam wadah V = Ah sehingga berat zat
cair dalam wadah adalah:
F = mg = ρVg = ρAhg
dengan demikian tekanan hidrostatika di sebarang titik pada luas bidang yang diarsir oleh zat cair
dengan kedalaman h dari permukaan adalah:
𝑝ℎ =𝐹
𝐴=
𝜌𝑔ℎ𝐴
𝐴= 𝜌𝑔ℎ
dengan
𝜌 : massa jenis zat cair (kg/m3)
g : percepatan gravitasi, m/s2
h : kedalaman titik dalam zat cair diukur dari permukaan zat cair, m.
Contoh:
Hitunglah tekanan hidrostatik pada kedalaman 10 m dari permukaan air!
Penyelesaian:
𝑝ℎ = 𝜌𝑔ℎ = 1000 kg/m3 × 9,82 m/s2 × 10 m
= 98.200 Pascal
Biasanya tekanan yang kita ukur adalah perbedaan tekanan dengan tekanan atmosfir, yang disebut
Tekanan Gauge atau tekanan yang dilihat dengan alat ukur. Adapun tekanan sesungguhnya
disebut tekanan mutlak, dimana :
Tekanan mutlak = tekanan gauge + tekanan atmosfer
Ph = Pgauge + Patm
dengan tekanan atmosfer Patm (Po) = 1,01 × 105 Pa.
Perhatikan:
Jika disebut tekanan pada suatu kedalaman tertentu, ini yang dimaksud adalah tekanan
mutlak.
Jika tidak diketahui dalam soal, gunakan tekanan udara luar Po = 1 atm = 76 cmHg = 1,01
× 105 Pa.
Contoh:
Berapa kedalaman suatu posisi penyelam dalam fluida tak bergerak (air) diukur dari permukaan
yang mempunyai tekanan sebesar tiga kali tekanan udara luar. (Po = 1 atm = 1,01 × 105 N/m2).
Penyelesaian:
93
Gambar 10.4 Ilustrasi tekanan hidrostatik.
Tekanan hidrostatis titik A:
𝑝𝐴 = 3 𝑝0 Besar tekanan di titik A
𝑝𝐴 = 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ
3 𝑝0 = 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ
3 𝑝0 − 𝑝0 = 𝜌𝑔ℎ
ℎ =2𝑝0
𝜌𝑔
=2 × 1,01 × 105 N/𝑚2
103 𝑘𝑔𝑚3 × 10𝑚/𝑠2
= 20,2 𝑚
Jadi kedalaman posisi tersebut adalah 20 m.
Hukum Pascal
Tekanan yang bekerja pada fluida statis dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah
dengan sama rata, hal ini dikenal sebagai Prinsip Pascal. Tinjau sistem kerja penekan hidrolik
seperti pada Gambar 10.5 apabila dikerjakan tekanan p1 pada penampang A1 maka tekanan yang
sama besar akan diteruskan ke penampang A2 sehingga memenuhi p1 = p2 dan diperoleh
perumusan sebagai berikut :
𝑝1 = 𝑝2
𝐹1
𝐴1=
𝐹2
𝐴2
Atau
𝐹1
𝐹2=
(𝐷1)2
(𝐷2)2
Dengan 𝐷1= diameter penampang 1, 𝐷2= diameter penampang 2
h
A
Po
94
Gambar 10.5 Sistem hidrolik
Alat-alat teknik yang menggunakan sistem prinsip Pascal adalah rem hidrolik dan pengangkat
mobil dalam bengkel.
Gambar 10.6 Contoh-contoh aplikasi hukum pascal
Contoh:
Seorang pekerja bengkel memberikan gaya tekan pada pompa hidrolik dengan gaya 200 N.
apabila perbandingan penampang silinder kecil dan besar 1 : 10, berapa berat beban yang dapat
diangkat oleh pekerja tersebut.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan hukum Pascal diperoleh :
𝐹2 =𝐴2
𝐴1𝐹1 =
10
1200 𝑁 = 2000 𝑁
Prinsip Archimedes
Di dalam fluida yang diam, suatu benda yang dicelupkan sebagian atau seluruh volumenya akan
mengalami gaya tekan ke atas (gaya apung/Bouyant Force) sebesar berat fluida yang dipindahkan
oleh benda tersebut, yang lazim disebut gaya Archimedes.
95
Gambar 10.7 Gaya-gaya pada kapal di atas permukaan air.
Contoh:
Massa jenis air tawar adalah 1000 kg/m3. Oleh karenanya ketika sebuah benda dibenamkan ke
dalam air tawar akan kehilangan efek massa sebesar 1000 kilogram untuk setiap 1 m3 air
didesak/dipindahkan. Ketika sebuah kotak berukuran 1 m3 dan massa 4000 kg dibenamkan ke
dalam air tawar maka akan kehilangan massa sebesar 1000 kg. Jika diukur dengan necara pegas
maka akan ditunjukkan nilai 3000 kg. Disini diperoleh gaya apung 1000 kg × 10 m/s2 = 10.000
Newton.
Gambar 10.8 benda dibenamkan ke dalam air tawar akan kehilangan efek massa
Perhatikan elemen fluida yang dibatasi oleh permukaan s (Gambar 10.9)
Gambar 10.9 Elemen fluida yang dibatasi permukaan s.
96
Pada elemen ini bekerja gaya-gaya :
- gaya berat benda W
- gaya-gaya oleh bagian fluida yang bersifat menekan permukaan s, yaitu gaya angkat
ke atas Fa.
Kedua gaya saling meniadakan, karena elemen berada dalam keadaan setimbang dengan kata lain
gaya-gaya keatas = gaya - gaya ke bawah. Artinya resultan seluruh gaya pada permukaan s
arahnya akan ke atas, dan besarnya sama dengan berat elemen fluida tersebut dan titik tangkapnya
adalah pada titik berat elemen. Dari sini diperoleh prinsip Archimedes yaitu bahwa suatu benda
yang seluruhnya atau sebagian tercelup di dalam satu fluida akan mendapat gaya apung
sebesar dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut. Secara matematis hukum Archimedes diformulasikan:
𝐹𝑎 = 𝑤𝑓
𝐹𝑎 = 𝑚𝑓 𝑔
𝐹𝑎 = 𝜌𝑓𝑉𝑏𝑓 𝑔
Dengan:
𝐹𝑎 : gaya apung (N)
𝑤𝑓 : berat fluida yang di desak (N)
𝑚𝑓 : massa fluida yang di desak (kg)
𝜌𝑓 : massa jenis fluida (kg/m3)
𝑉𝑏𝑓 : volume benda yang tercelup (m3)
𝑔 : percepatan gravitasi (m/s2)
Perhatikan:
Hukum Archimedes berlaku untuk semua fluida termasuk gas dan zat cair.
Jika benda tercelup semua maka Vbf = volume benda.
Benda yang dimasukkan ke dalam zat cair, akan terjadi tiga kemungkinan keadaan yaitu terapung,
melayang dan tenggelam.
Gambar 10.10 Benda mengapung melayang dan tenggelam.
Ketiga kemungkinan keadaan tersebut terjadi ditentukan oleh perbandingan massa jenis benda
dengan massa jenis fluida, syaratnya adalah:
ρbenda rata rata < ρfluida : keadaan mengapung
ρbenda rata rata > ρfluida : keadaan tenggelam
ρbenda rata rata = ρfluida ρ : keadaan melayang
97
a. Benda akan tenggelam dalam fluida jika gaya apung ke atasnya tidak mampu menahan
beratnya.
FA < w
b. Benda melayang dalam fluida syaratnya gaya apung ke atasnya harus sama dengan berat
bendanya.
FA = w
c. Benda terapung dalam fluida syaratnya apabila gaya apung lebih besar dari berat benda
FA > w
Kapal Laut
Massa jenis besi lebih besar daripada massa jenis air laut, tetapi mengapa kapal laut yang terbuat
dari besi bisa mengapung di atas air?
Badan kapal yang terbuat dari besi dibuat berrongga. Ini menyebabkan volume air laut yang
dipindahkan oleh badan kapal menjadi sangat besar. Gaya apung sebanding dengan volume air
yang dipindahkan, sehingga gaya apung menjadi sangat besar. Gaya apung ini mampu mengatasi
berat total kapal sehingga kapal laut mengapung di permukaan air laut. Jika dijelaskan
menggunakan konsep massa jenis, maka massa jenis rata-rata besi berrongga dan udara yang
menempati rongga masih lebih kecil daripada massa jenis air laut. Itulah sebabnya kapal
mengapung.
Gambar 10.11 Sistem gaya pada kapal laut
Contoh:
Sebuah gunung es (iceberg) berada di tengah lautan. Berapa prosentase bagian gunung yang
terlihat di udara apabila diketahui massa jenis es 0,92 gr/cm3 dan massa jenis air laut 1,03 gr/cm3.
Penyelesaian:
Gambar 10.12 Gunung Es/ Ice berg
Berat gunung es adalah
w
FA
98
W = ρes V g
Gaya apung (Fa) = berat air laut yang dipindahkan = ρair laut . Vb . g
karena kesetimbangan maka volume es yang terlihat di udara adalah:
𝑉𝑢 = 𝑉𝑏 − 𝑉𝑏𝑓
dengan,
𝑉𝑏𝑓 =𝜌𝑏
𝜌𝑓𝑉𝑏 = 0,89 𝑉𝑏
Jadi bagian gunung yang muncul di udara sebesar 11%.
Contoh:
Sebuah kapal bermuatan 7000 ton sedang mengapung di air tawar. Hitunglah muatan kapal saat
terapung di draft yang sama dalam air dengan densitas 1.015 kg per meter kubik, atau 1,015
ton/m3. muatan baru
muatan lama=
massa jenis fluida baru
massa jenis fluida lama
muatan baru =massa jenis fluida baru × muatan lama
massa jenis fluida lama
=1,015 𝑘𝑔/𝑚3 × 7000 𝑡𝑜𝑛
1,000 𝑘𝑔/𝑚3
= 7105 𝑡𝑜𝑛
10.2 Fluida Dinamis
Fluida yang mengalir disebut fluida dinamis. Jika yang dipelajari zat cair maka disebut
hidrodinamika. Fluida yang akan dipelajari dianggap sebagai fluida ideal, yaitu fluida yang tunak
(kecepatan konstan sepanjang waktu), tak termampatkan (tidak mengalami perubahan volume
ketika dimampatkan), tak kental (non-viscous), streamline (aliran garis arus/tidak turbulen).
Pengertian Debit
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir melalui suatu penampang
tertentu dalam selang waktu tertentu. Satuan SI untuk debit adalah m3/s
Debit =volume
selang waktu 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑄 =
𝑉
𝑡
Misalkan sejumlah fluida melalui penampang pipa seluas A dan setelah selang waktu t menempuh
jarak L. Volume fluida adalah V = A L, sedang jarak L = vt, sehingga debit Q dapat kita nyatakan
sebagai
𝑄 =𝑉
𝑡=
𝐴𝐿
𝑡=
𝐴(𝑣𝑡)
𝑡
𝑄 = 𝐴𝑣
Contoh:
Diketahui air mengalir melalui sebuah pipa. Jika diameter pipa bagian kiri 10 cm dan bagian
kanan 6 cm, serta kelajuan air pada bagian kiri 5 m/s. Hitunglah kelajuan air yang melalui pipa
bagian kanan!
99
Penyelesaian:
𝐴1𝑣1 = 𝐴2𝑣2
𝑣2 =𝐴1𝑣1
𝐴2=
𝐷12
𝐷22 𝑣1 =
(0,1 𝑚)2
(0,06 𝑚)2 5 𝑚/𝑠 = 13,9 𝑚/𝑠
Persamaan Kontinuitas
Pada fluida tak termampatkan, debit fluida di titik mana saja selalu konstan. Sehingga hasil kali
antara kelajuan fluida dan luas penampang selalu konstan.
𝑄1 = 𝑄2 = 𝑄1 = ⋯ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝐴1𝑣1 = 𝐴2𝑣2 = 𝐴3𝑣3 = ⋯ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Kelajuan aliran fluida tak termampatkan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari penampang
atau diameter penampang.
𝑣1
𝑣2= (
𝑟2
𝑟1)
2
= (𝐷2
𝐷1)
2
Asas Bernoulli
Pada pipa mendatar, tekanan fluida paling besar adalah pada bagian yang kelajuan alirannya
paling kecil, dan tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan alirnya paling besar.
Hukum bernoulli menyatakan bahwa jumlah dari tekanan (p), energi kinetik per satuan volume
(1
2𝜌𝑣2), dan energi potensial per satuan volume (𝜌𝑔ℎ) memiliki nilai sama pada setiap titik
sepanjang suatu garis arus.
𝑝 +1
2𝜌𝑣2 + 𝜌𝑔ℎ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
Teorema Torricelli
Kelajuan fluida menyembur keluar dari lubang yang terletak pada jarak h di bawah permukaan
atas fluida dalam tangki sama seperti kelajuan yang akan diperoleh sebuah benda yang jatuh bebas
dari ketinggian h.
𝑣2 = √2𝑔ℎ
Debit fluida menyembur keluar dari lubang dengan luas 𝐴2 dapat dihitung dari persamaan debit:
𝑄 = 𝐴𝑣 −→ 𝑄 = 𝐴2√2𝑔ℎ
Penerapan Hukum Bernoulli Pada Karburator
Fungsi karburator adalah untuk menghasilkan campuran bahan bakar dengan udara sebelum
disemprotkan ke silinder untuk pembakaran. Prinsip kerja karburator adalah sebagai berikut
(gambar 10.13) penampang pada bagian atas jet menyempit, sehingga udara yang mengalir pada
bagian ini bergerak dengan kelajuan yang tinggi. Sesuai asas Bernoulli, tekanan pada bagian ini
rendah. Tekanan didalam tangki bahan bakar sama dengan tekanan atmosfir. Tekanan atmosfir
memaksa bahan bakar tersembur keluar melalui jet, sehingga bahan bakar bercampur dengan
udara sebelum memasuki silinder mesin.
100
Gambar 10.13 Prinsip kerja karburator
SOAL LATIHAN
1. Dalam sebuah bejana diisi air (ρ = 100 kg/m2). Ketinggian airnya adalah 85 cm. Jika g = 10
m/s2 dan tekanan udara 1 atm maka tentukan:
a. tekanan hidrostatis di dasar bejana,
b. tekanan mutlak di dasar bejana.
2. Bejana berhubungan digunakan untuk mengangkat sebuah beban. Beban 1000 kg diletakkan
di atas penampang besar 2000 cm2. Berapakah gaya yang harus diberikan pada bejana kecil
10 cm2 agar beban terangkat?
3. Balok kayu bermassa 20 kg memiliki volume 5.10-2 m3. Jika balok dimasukkan dalam air (ρa
= 1000 kg/m3) diberi beban maka berapakah massa beban maksimum yang dapat ditampung
di atas balok itu?
4. Perhatikan gambar berikut!
Fluida mengalir melalui pipa menyempit. Besarnya diameter pipa besar dan kecil masing-
masing 5 cm dan 3 cm. Jika diketahui tekanan di A1 sebesar 16 × 104 N/m2 dan memiliki
kecepatan 3 m/s, maka hitunglah:
a. kecepatan aliran di A2
b. tekanan di A2.
5. Jelaskan prinsip kerja karburator kaitannya dengan hukum Bernoulli!
A1 V2
P1
V1
P2
A2
101
BAB XI. SUHU DAN KALOR
11.1 Suhu
Suhu adalah suatu besaran untuk menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda.
Suhu termasuk besaran pokok. Satuan suhu dalam SI adalah Kelvin (K). Untuk mengetahui besar
suhu suatu benda secara tepat, kita memerlukan alat ukur suhu yaitu termometer. Termometer
memanfaatkan perubahan sifat fisik benda atau zat akibat adanya perubahan suhu. Sifat ini disebut
sifat termometrik. Berbagai jenis termometer dibuat berdasarkan sifat- sifat termometrik zat.
Termometer zat cair dibuat dengan menggunakan pipa kapiler yang diisi dengan raksa atau
alkohol. Jika pipa kapiler terkena panas maka raksa atau alkohol di dalam pipa akan memuai.
Posisi raksa atau alkohol dalam pipa kapiler yang terbaca pada skala thermometer menunjukkan
suhu suatu benda.
Perbandingan skala dari berbagai thermometer:
TK = Tc + 273
C
5=
R
4=
F − 32
9=
K − 273
5
Gambar 11.1 Perbandingan skala beberapa termometer
Dalam sistem Internasional ( SI) satuan suhu adalah Kelvin ( K).
Contoh:
50 oC = ..... K = ..... oR = ..... oF
Penyelesaian:
50 oC = 50 + 273 K = 323 K
50 oC = 4
5×50 oR = 40 oR
50 oC =( 9
5×50) + 32 oF = 90 + 32 oF = 122 oF
Contoh:
77 oF = ..... K
Penyelesaian:
102
77 oF = (77-32) × 5
9 oC = 25 oC = 25 + 273 K = 297 K
11.2 Kalor
Kalor (Q) adalah energi yang merambat dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya
rendah. Satuan kalor dalam SI adalah Joule. 1 kalori (kal) = 4,2 J atau 1 J = 0,24 kalori. 1 kalori
adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 10C pada 1 gram air.
Kalor Jenis
Kalor jenis adalah besarnya kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan 1°C dalam setiap 1 kg
massa. Kalor jenis dinyatakan dengan persamaan:
C = Tm
Q
atau TmcQ
dengan:
c = kalor jenis (J/kg°C atau J/kg K)
m = massa zat (kg)
ΔT = perubahan suhu (°C atau K)
Q = jumlah kalor (J)
Kapasitas Kalor
Kapasitas kalor adalah besar kalor yang diperlukan untuk meningkatkan suhu zat tanpa
memperhatikan massa zat. Kapasitas kalor dilambangkan dengan C (perhatikan perbedaan simbol
C dan c). Kapasitas kalor dinyatakan dengan persamaan:
T
Qc
atau TCQ .
Asas black
Perpindahan kalor akan berhenti saat terjadi kesetimbangan kalor. Artinya aliran kalor akan
terhenti sampai kalor benda yang melepas kalor sama dengan benda yang menerima kalor.
Asas Black dinyatakan sebagai berikut:
Qlepas = Qditerima
11.3 Perubahan Wujud Zat
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal tiga wujud zat, yakni padat, cair , dan gas. Zat-zat
tersebut dapat berubah wujud jika menyerap atau melepaskan kalor.
Pada gambar 1 ditunjukkan diagram perubahan wujud zat.
103
Gambar 11.2 Diagram perubahan wujud zat
Melebur adalah perubahan wujud dari padat menjadi cair, membeku adalah perubahan wujud dari
cair menjadi padat, menguap adalah perubahan wujud dari cair menjadi gas, menyublim adalah
perubahan wujud dari padat langsung langsung menjadi gas (tanpa melalui wujud cair), deposisi
adalah kebalikan dari menyublim yaitu perubahan langsung dari wujud gas ke wujud padat. Pada
gambar, panah ke bawah menyatakan dilepaskan kalor dan panah ke atas menyatakan diperlukan
kalor.
1. Melebur dan Membeku
Melebur adalah perubahan wujud zat dari padat menjadi cair. Kalor yang diperlukan untuk
mengubah wujud 1 kg zat padat menjadi zat cair dinamakan kalor laten lebur atau kalor lebur.
Kalor yang dilepaskan pada waktu zat membeku dinamakan kalor laten beku atau kalor beku.
Untuk zat yang sama, kalor lebur = kalor beku. Kedua jenis kalor laten ini disebut kalor lebur
dan diberi simbol Lf. Jika banyak kalor yang diperlukan oleh zat yang massanya m kg untuk
melebur adalah Q Joule, maka:
Q = m.Lf
dengan:
m= massa (kg)
Q = jumlah kalor (J)
Lf = kalor lebur (J/kg)
2. Menguap, Mendidih, dan Mengembun
Gambar 11.3 Penguapan air
GAS
CAIR
PADAT
menguap
mengembun
melebur
membeku
menyublim menyublim
104
Menguap adalah perubahan wujud zat dari cair menjadi uap. Pada waktu menguap zat
menyerap kalor. Peristiwa yang memperlihatkan bahwa pada waktu menguap memerlukan
kalor adalah mendidih. Pada waktu mendidih, suhu zat tetap sekalipun pemanasan terus
dilakukan. Semua kalor yang diberikan pada zat cair digunakan untuk mengubah wujud dari
cair menjadi uap. Suhu tetap ini disebut titik didih yang besarnya sangat bergantung pada
tekanan di permukaan zat itu. Titik didih zat pada tekanan 1 atm disebut titik didih normal
Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud zat 1 kg zat cair menjadi uap pada titik didih
normalnya dinamakan kalor laten uap atau kalor uap. Kalor uap disebut juga kalor didih.
Sedangkan kalor yang dilepaskan untuk mengubah wujud 1 kg uap menjadi cair pada titik
didih normalnya dinamakan kalor laten embun atau kalor embun. Kalor didih = kalor embun.
Jika banyaknya kalor yang diperlukan untuk mendidihkan zat yang massanya m kg adalah Q
Joule, maka:
Q = m.LV
dengan:
m = massa (kg)
Q = jumlah kalor (J)
LV = kalor uap (J/kg)
3. Menyublim
Menyublim adalah perubahan wujud zat dari padat menjadi gas atau sebaliknya dari gas
langsung menjadi padat. Contoh menyublim adalah berubahnya wujud kapur barus menjadi
gas.
Contoh:
Berapa banyak kalor diperlukan untuk mengubah 10 g es pada 00C menjadi air pada 500C?
Penyelesaian:
Dik:
me = 10 g = 10 X 10-3 kg
c = 4200 J/kg K
To = 00C
Lf = 3,3 X 105 J/kg
T = 500C
Dit: Q?
Penyelesaian:
Kalor yang diterima es 00C untuk melebur semua menjadi air 00C
Q1 = me.Lf
= (10 x 10-3 kg)(3,3 x 105J/kg)
= 3,3 x 103 J
Kalor yang diterima air 00C untuk menjadi air pada suhu 500C
Q2 = me.c.∆T
= (10 x 10-3kg)(4200 J/kg K)(50K)
= 2,1 x 103J
Maka banyak kalor yang diperlukan,
QT = Q1 + Q2
= 3,3 x 103 J + 2,1 x 103 J
= 5,4 x 103 J
Contoh:
Berapa banyak kalor yang diperlukan untuk mengubah 50 g air pada 1000C menjadi uap pada
1000C?
105
Penyelesaian:
Dik: ma = 50 g = 50 x 10-3kg
Lv = 2256 x 103J/kg
T = 1000C
Dit: Q?
Jwb:
Q = m.Lv
= (50 x 10-3 kg)(2256 x 103 J/kg)
= 112800 J
11.4 Pemuaian Zat
1. Pemuaian Panjang
Pemuaian panjang terjadi pada zat padat yang berbentuk batang atau silinder yang lebar
penampangnya lebih kecil daripada panjangnya. Pada pemuaian panjang dikenal istilah
koefisien muai panjang (α), yaitu perbandingan antara pertambahan panjang terhadap panjang
awal benda per satuan kenaikan suhu. Pertambahan panjang suhu benda jika suhunya
dinaikkan dapat ditulis dengan persamaan:
∆l = l0 α ∆T atau lt = l0 (1 + α ∆T)
Keterangan: l0 = panjang benda mula- mula (m)
∆l = pertambahan panjang benda (m)
α = koefisien muai panjang (1/0C)
∆T = kenaikan suhu (0C)
Lt = panjang benda setelah kenaikkan suhu (m)
2. Pemuaian Luas
Pemuaian luas terjadi pada zat padat yang berbentuk lempengan atau pelat tipis. Pertambahan
luas bidang suatu benda jika suhu dinaikkan dapat ditulis sebagai:
∆A = A0 𝛽 ∆T atau At = A0 (1 + 𝛽 ∆T)
Keterangan : 𝐴0 = luas bidang benda mula- mula (m2)
∆𝐴 = pertambahan luas (m2)
𝛽 = koefisien muai luas (1/0C)
∆T = kenaikkan suhu (0C)
At = luas setelah kenaikkan suhu (m2)
3. Pemuaian Volume
Pemuaian volume juga disebut muai ruang. Muai volume terjadi pada zat padat, cair, dan gas.
Pertambahan volume suatu benda jika suhunya dinaikkan dapat ditulis sebagai berikut :
∆V = V0 γ ∆T atau Vt = V0 (1 + γ ∆T)
Keterangan : V0 = Volume benda mula-mula (m3)
∆V= kenaikkan volume (m3)
∆T= kenaikkan suhu (0C)
γ = koefisien muai ruang (1/0C)
Vt = volume setelah kenaikkan suhu (m3)
106
4. Pemuaian Gas
Sejumlah gas bermassa m, bertekanan P, bertemperatur T, dan berada dalam ruang tertutup
yang bervolume V. Proses yang dapat dilakukan terhadap gas tersebut adalah:
a. Isobarik
Bila sejumlah gas bermassa tertentu, pada tekanan tetap, ternyata volumenya sebanding
dengan temperatur mutlaknya, dikenal dengan hukum Gay-Lussac. Proses ini disebut
proses isobarik. 𝑉
𝑇=
𝑛𝑅
𝑃= 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
Jadi pada tekanan tetap berlaku: 𝑉1
𝑇1=
𝑉2
𝑇2
b. Isotermik
Sejumlah gas bermassa tertentu pada temperatur konstan, ternyata tekanan gas berbanding
terbalik dengan volumenya atau dikenal dengan Hukum Boyle. Proses ini disebut dengan
proses isotermik.
𝑝𝑉 = 𝑛𝑅𝑇 = 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
Jadi pada temperatur tetap berlaku:
𝑃1𝑉1 = 𝑃2𝑉2
c. Isokhorik
Gas dapat diekspansikan pada volume tetap dan prosesnya disebut dengan proses
isokhorik. Pada proses ini tekanan gas sebanding dengan temperatur mutlaknya.
𝑃
𝑇=
𝑛𝑅
𝑉= 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡
Jadi pada volume tetap berlaku: 𝑃1
𝑇1=
𝑃2
𝑇2
Kesimpulan dari kenyataan-kenyataan di atas, makan untuk gas bermassa tertentu dapat
dituliskan dalam bentuk: 𝑃𝑉
𝑇= 𝑛𝑅 = 𝑐
𝑃1. 𝑉1
𝑇1=
𝑃2. 𝑉2
𝑇2
Persamaan ini disebut persamaan Boyle-Gay Lussac.
11.5 Perpindahan Kalor
Terdapat tiga mekanisme perpindahan kalor:
1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor dengan zat perantara tanpa disertai aliran zat perantara.
107
Contoh konduksi
Kalor dari dalam elemen
ke permukaan luar setrika
merambat melalui konduksi
Kalor dari ujung batang yang satu
ke ujung yang lain merambat
melalui konduksi
Gambar 11.4 Perpindahan kalor secara konduksi
Laju kalor dalam peristiwa konduksi:
L
TkAH
Dengan:
H = arus kalor (J/s)
K = konduktivitas termal (W/moC)
A = Luas penampang aliran (m2)
T = temperatur tinggi (oC)
L = panjang penghantar (m)
2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi Konveksi adalah perpindahan kalor melalui aliran massa suatu medium perantara. Misalnya,
pada radiator pendingin mesin menggunakan air sebagai medium alir penghantar kalor.
panas
Pemanasan di bawah menyebabkan
massa jenis zat cair di bawah mengecil
akibat pemuaian
Gambar 11.5 Perpindahan panas dengan konveksi
- Massa jenis yang kecil akan ke atas dan massa jenis yang besar akan ke bawah
- Molekul-molekul zat cair yang berada di bawah (bergerak lebih kencang) bergerak naik
- Molekul-molekul zat cair yang berada di atas (bergerak lebih lambat) bergerak naik
- Akibatnya, bagian atas zat cair menjadi panas
- Kita katakan kalor telah berpindah dari bagian bawah ke bagian atas
Laju kalor dalam peristiwa konveksi:
ThAT
QH
108
Keterangan:
H = laju kalor (watt atau J/s)
H = koefisien konveksi bahan (Wm-2K-1)
A = luas penampang yang bersentuhan dengan fluida (m2)
∆T = beda suhu antara benda dan fluida (K atau oC)
3. Perpindahan Kalor Secara Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa zat perantara, melalui pancaran radiasi
elektromagnetik. Misalnya, sinar matahari yang sampai ke bumi tanpa medium apa pun di
ruang hampa udara.
Kalor merambat tanpa perantara.
Sebagian besar ruang antar bintang
dan planet adalah hampa
Dari api unggun kalor merambat
melalui radiasi dan konveksi
(melalui udara)
Gambar 11.6 perpindahan panas dengan radiasi
Laju kalor dalam peristiwa radiasi, kemudian diberi nama Hukum Stefan Boltzmann:
W = e σ T4
Keterangan:
W = daya/laju kalor (W/m2)
e = emisivitas (daya pancaran) permukaan benda
T = suhu mutlak benda (K)
σ = tetapan Stefan = 5,672 x 10-8 Wm-2K4
SOAL LATIHAN
1. Apakah yang dimaksud dengan:
a. Suhu
b. Kalor
c. Sifat termometrik
2. Apakah nama alat yang digunakan untuk mengukur suhu secara tepat?
3. Jelaskan dan beri contoh 3 macam perpindahan kalor berikut ini!
d. Konduksi
e. Konveksi
f. Radiasi
4. Konversikan satuan suhu berikut:
a. 45 oC = ....... K
b. 303 K = ....... oF
c. 20 oR = ....... oF
5. Panjang batang rel masing-masing 10 meter, dipasang pada suhu 20oC. Diharapkan pada suhu
30oC rel tersebut saling menempel. Koefisien muai batang rel kereta api 12 × 10-6/oC.
Hitunglah jarak antara kedua batang rel pada saat dipasang!
109
6. Sejumlah gas bermassa m, bertekanan P, bertemperatur T, berada dalam ruang tertutup
bervolume V, dapat mengalami proses-proses berikut :
a. Isobarik
b. Isotermik
c. Isokhorik
Jelaskan pengertian proses-proses tersebut!
7. Air sebanyak 0,5 kg pada 1000C diuapkan seluruhnya. Maka kalor yang diperlukannya
sebesar....
8. 1 kg tembaga pada suhu (300) akan dilebur seluruhnya menjadi cair. Berapakah kalor yang
diperlukan untuk peleburan tembaga itu?
110
BAB XII. GELOMBANG, BUNYI DAN CAHAYA
12.1 Getaran
Getaran adalah gerak bolak balik disekitar titik kesetimbangan. Berikut contoh-contoh benda
yang melakukan getaran.
Gambar 12.1 Contoh benda yang bergetar
Sistem Pegas-Massa
Perhatikan balok bermassa m yang dikaitkan pada ujung pegas yang digantungkan secara vertikal
(Gambar 10.1). Bila balok m ditarik ke bawah, kemudian dilepaskan, maka balok tersebut akan
melakukan gerakan naik-turun-naik-turun berulang-ulang. Balok dikatakan bergetar.
Gambar 12.2 Sistem Pegas-Massa
Sistem Bandul Fisis
111
Perhatikan sekarang penggaris yang digantungkan pada sebuah paku (Gambar 11.3). Bila
penggaris tersebut disimpangkan dari posisi vertikalnya, maka penggaris akan berayun,
menyimpang ke kanan dan ke kiri secara berulang-ulang dan penggaris dikatakan bergetar.
Gambar 11.3 Penggaris yang digantungkan pada sebuah paku
Dari dua contoh tadi dapat disimpulkan bahwa getaran adalah suatu gerakan yang khas, yaitu
gerakan yang berulang-ulang dan disebut sebagai gerakan periodik. Pada gerakan berulang itu
yang dimaksud dengan satu getaran lengkap adalah gerakan dari suatu titik awal kembali ke titik
awal tadi. Benda yang bergetar seringkali disebut juga melakukan gerakan harmonis sederhana.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Getaran harmonis sederhana adalah gerak bolak balik yang
melewati suatu titik kesetimbangan.
Frekuensi Getaran
Salah satu besaran yang sering dipakai untuk menggambarkan karakter sebuah getaran adalah
frekuensi. Jumlah pengulangan atau getaran lengkap yang terjadi tiap satuan waktu dinamakan
frekuensi getaran f. Jadi satuan getaran dapat berupa getaran/menit, bahkan getaran/jam. Bila
satuan waktunya dinyatakan dalam sekon maka didapatkan satuan getaran/sekon atau sering juga
dinamakan siklus/sekon dan 1 getaran/sekon = 1 siklus/sekon ≡ 1Hz (Hertz, mengikuti nama
fisikawan Jerman, Heinrich Hertz). Jadi getaran dengan frekuensi 200 Hz menyatakan bahwa
dalam satu sekon terjadi 200 getaran lengkap. Benda yang bergetar dengan frekuensi yang tinggi
menandakan bahwa dalam suatu waktu tertentu benda itu melakukan banyak getaran lengkap,
sementara getaran dengan frekuensi rendah menandakan bahwa jumlah getaran lengkap yang
terjadi hanya sedikit.
Besar kecilnya frekuensi getaran tergantung dari sistemnya.
Gambar 11.4 Sistem Pegas-Massa horisontal
Pada sistem pegas massa, frekuensi tergantung pada massa balok yang dikaitkan pada pegas (m)
dan karakter pegas yang dinyatakan oleh konstanta pegasnya (k). Pegas yang ”keras” mempunyai
konstanta pegas yang besar, sedangkan pegas yang sudah lemas (sudah lama) mempunyai
konstanta pegas yang kecil. Nah, pada sistem pegas-massa (lihat Gambar 11.4), frekuensi getaran
f adalah:
112
𝑓 =1
2𝜋√
𝑘
𝑚
dengan k = konstanta pegas dan m = massa benda yang terikat pada pegas.
Pada sistem bandul sederhana seperti yang terlihat pada Gambar 11.5 di bawah ini, frekuensi
ayunan adalah
𝑓 =1
2𝜋√
𝑔
𝐿
dengan g = percepatan gravitasi dan L = panjang tali bandul.
Gambar 11.5 Sistem Bandul Sederhana
Perioda Getaran
Waktu yang dibutuhkan sistem untuk membuat satu getaran lengkap dinamakan waktu perioda
atau perioda saja. Dari pengertian ini dan pengertian frekuensi getaran, dengan mudah relasi
antara T dan f dapat dimengerti, yaitu bahwa perioda getaran (T) adalah balikan dari frekuensi
getaran, atau dirumuskan
𝑇 =1
𝑓
12.2 Gelombang
Gelombang pada dasarnya adalah gangguan atau getaran yang merambat. Ciri-ciri gelombang
terdiri dari panjang gelombang, periode, frekuensi, amplitudo dan cepat rambat gelombang.
Panjang Gelombang / Wavelength adalah “Jarak terdekat dari dua buah titik identik pada
gelombang berjalan”.
Gambar 11.6 Panjang gelombang
Periode T : Waktu yang diperlukan untuk melakukan satu gelombang (1 osilasi). Jika dalam waktu
t detik terbentuk n gelombang maka periode dirumuskan:
𝑇 =𝑡
𝑛
L
113
frekuensi f : Jumlah gelombang yang timbul dalam satu detik. Jika dalam waktu t detik terbentuk
n gelombang maka frekuensi dirumuskan:
𝑓 =𝑛
𝑡
Amplitudo adalah simpangan maksimum gelombang.
Gambar 11.7 Gelombang Transversal
Cepat Rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam setiap satuan waktu. Jika
periode gelombang T, panjang gelombang 𝜆 dan frekuensi 𝑓 maka cepat rambat gelombang,
𝑣 =𝜆
𝑇= 𝜆 𝑓
Pengelompokan Gelombang
Gelombang mekanik adalah gelombang yang dalam permambatannya memerlukan medium.
Contohnya gelombang tali, gelombang bunyi, gelombang gempa/seismik, dll.
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dalam perambatannya tidak memerlukan
medium. Contohnya gelombang cahaya, gelombang radio.
Gelombang Transversal adalah gelombang yang arah rambatnya tegak lurus terhadap arah getar.
114
Gambar 11.8 Gelombang transfersal
Gelombang Longitudinal adalah gelombang yang arah rambatnya sejajar terhadap arah getar.
Gambar 11.9 menunjukkan sebuah gelombang longitudinal pada pegas yang direntangkan. Arah
getaran horisontal searah dengan arah rambat gelombang. Masing-masing daerah rapatan diikuti
oleh daerah renggangan.
Gambar 11.9 Gelombang Longitudinal
Gelombang berjalan adalah gelombang yang amplitudonya tetap disetiap titik yang dilalui
gelombang. Misalnya seutas tali yang digerakkan ke atas dan ke bawah berulang-ulang.
Gelombang stasioner adalah gelombang yang amplitudonya berubah-ubah. Gelombang stasioner
dibagi menjadi dua, yaitu geombang stasioner akibat pemantulan pada ujung terikat dan
gelombang stasioner pada ujung bebas.Perpaduan antara dua gelombang atau lebih pada suatu
medium pada saat bersamaan interferensi atau superposisi. Hasil interferensi antara kedua
gelombang yang koheren dengan arah rambat yang saling berlawanan bertemu pada suatu titik.
Pertemuan ini akan menghasilkan pola gelombang yang disebut gelombang stasioner.
Persamaan Gelombang Berjalan
Semua gelombang akan merambat dari sumber ke tujuannya. Gelombang inilah yang dinamakan
gelombang berjalan.
115
Gambar 11.10 Gelombang berjalan
Persamaan gelombang berjalan:
𝑦 = ±𝐴 sin(𝜔𝑡 ± 𝑘𝑥)
Dengan
𝜔 = 2𝜋𝑓
𝑘 =2𝜋
𝜆
Keterangan:
𝑦 = simpangan (m)
𝐴 = amplitudo (m)
𝜔 = kecepatan anguler (rad/s)
𝑘 = bilangan gelombang
𝑥 = jarak (m)
Fase, Sudut Fase dan Beda Fase Gelombang
Dua gelombang dikatakan sefase, bila keduanya berfrekuensi sama dan titik-titik yang
bersesuaian berada pada tempat yang sama selama osilasi (misalnya, keduanya berada pada
puncak) pada saat yang sama. Dan dua gelombang berlawanan fase jika perpindahan keduanya
tepat berlawanan arah (misalnya, puncak dan lembah).
Beda fase antara dua gelombang menyatakan ukuran seberapa jauh, diukur dalam sudut, sebuah
titik pada salah satu gelombang berada di depan atau di belakang titik yang bersesuaian dari
gelombang lainnya.
Besar sudut fase
𝜃 = 𝜔𝑡 − 𝑘𝑥 Sedangkan besar fase
𝜑 =𝑡
𝑇−
𝑥
𝜆
Beda fase
Δ𝜑 =𝑥2 − 𝑥1
𝜆=
Δ𝑥
𝜆
Beda fase juga dapat dinyatakan
Δ𝜑 =Δθ
2𝜋
Keterangan:
𝜃 = sudut fase
𝜑 = fase
Δ𝜑 = beda fase
𝑥
p
a
𝑣
b
116
Sifat-sifat Gelombang
1. Pemantulan (Refleksi)
Pemantulan adalah peristiwa pengembalian seluruh atau sebagian dari suatu berkas partikel
atau gelombang bila berkas tersebut bertemu dengan bidang batas antara dua medium.
2. Pembiasan (Refraksi)
Pembiasan adalah perubahan arah gelombang saat gelombang masuk ke medium baru yang
mengakibatkan gelombang bergerak dengan kelajuan yang berbeda. Pada pembiasan ini akan
terjadi perubahan cepat rambat, panjang gelombang dan arah, sedangkan frekuensinya tetap. Misalnya cahaya merambat dari udara ke air sehingga arah perambatannya akan mengalami
pembelokan.
Gambar 11.11 Pembiasan gelombang
3. Pelenturan (Difraksi)
Difraksi merupakan peristiwa penyebaran atau pembelokan gelombang pada saat gelombang
tersebut melintas melalui celah sempit atau mengelilingi ujung penghalang. Selanjutnya
terjadi gelombang setengah lingkaran yang melebar di daerah bagian belakang celah tersebut.
Gambar 11.12 Contoh peristiwa difraksi adalah gelombang air dapat melalui celah sempit akan
membentuk sumber gelombang baru.
117
4. Interferensi
Interferensi terjadi jika dua buah gelombang atau lebih yang koheren bertemu pada suatu titik.
Interferensi ini akan saling memperkuat (konstruktif) jika fase gelombang pada titik tersebut
sama dan akan saling melemahkan (destruktif) jika fasenya berlawanan. Gelombang resultan
merupakan jumlah dari gelombang-gelombang tersebut.
(a) (b)
Gambar 11.13 (a) Interferensi Konstruktif, (b) Interferensi destruktif
5. Penguraian (Dispersi)
Perubahan bentuk gelombang ketika gelombang merambat pada suatu medium. Medium
nyata yang gelombangnya merambat dapat disebut sebagai medium nondispersi. Dalam
medium nondispersi, gelombang mempertahankan bentuknya. Contoh medium nondispersi
adalah udara sebagai medium perambatan dari gelombang bunyi.
Gelombang-gelombang cahaya yang terdapat dalam vakum adalah nondispersi secara
sempurna. Cahaya putih (polikromatik) yang dirambatkan pada prisma kaca mengalami
dispersi sehingga membentuk spektrum warna-warna pelangi. Dispersi gelombang yang
terjadi dalam prisma kaca terjadi karena kaca termasuk medium dispersi untuk gelombang
cahaya.
Gambar 11.14 Dispersi cahaya putih
6. Pengkutuban (Polarisasi)
Polarisasi adalah proses pembatasan getaran vektor yang membentuk suatu gelombang
transversal sehingga menjadi satu arah. Misalnya polarisasi gelombang cahaya. Gelombang
cahaya memiliki arah getar ke segala arah kemudian dilewatkan ke sebuah
polarisator/polaroid, maka akan keluar gelombang yang mempunyai satu arah getar. Polarisasi
ini disebut polarisasi linier.
118
Gambar 11.15 Polarisasi gelombang
12.3 Gelombang Bunyi (Sound)
Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal yang dihasilkan oleh benda yang bergetar yang
perambatannya memerlukan medium perantara.
Gambar 11.15 Ilustrasi gelombang bunyi
Telingan manusia normal dapat mendengar bunyi Audiosonik yang frekuensinya antara 20 Hz
sampai dengan 20.000 Hz. Di luar batas-batas frekuensi bunyi tersebut manusia tidak dapat
mendengarnya. Frekuensi getaran di bawah 20 Hz disebut gelombang infrasonik.
Telinga manusia tidak mampu mendengar frekuensi infrasonik ini. Frekuensi gelombang bunyi
yang melebihi batas pendengaran manusia, yaitu frekuensi di atas 20.000 Hz disebut gelombang
ultarsonik.
Kecepatan perambatan gelombang bunyi dalam zat cair tergantung 2 hal:
• Modulus Bulk (𝛽)
• Massa Jenis (𝜌)
𝑉 = √𝛽
𝜌
Modulus Bulk (B) didefinisikan sebagai berikut
119
𝛽 =𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛
𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒=
Δ𝑃
Δ𝑉/𝑉
Contoh:
Hitunglah kecepatan bunyi di air yang memiliki modulus bulk 2,1 x 109 dan massa jenis (density)
1000 kg/m3.
𝑣𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑑𝑖 𝑎𝑖𝑟 = √𝛽
𝜌= √
2,1 × 109𝑁/𝑚2
1,0 × 103𝑘𝑔/𝑚3= 1,4 km/s
Kecepatan bunyi dalam zat padat:
𝑣𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑧𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 = √𝑌
𝜌
Dengan 𝑣 = kecepatan gelombang bunyi (m/s), 𝑌 = Modulus Young (N/m2) dan 𝜌 = Massa jenis
(kg/m3).
Kecepatan bunyi dalam medium gas
𝑣 = √𝛽
𝜌 = √
𝛾𝑝
𝜌 atau 𝑣 = √𝛾
𝑅𝑇
𝑀
Dengan:
• 𝑣 = cepat rambat bunyi (m/s)
• 𝛽 = modulus bulk, 𝛽 = 𝛾. 𝑝
• 𝛾 = tetapan Laplace ( 𝛾 = 𝐶𝑝/𝐶𝑣 )
• 𝑝 = tekanan gas (Pascal)
• 𝑅= Tetapan umum gas (8300 Jkmol−1K−1)
• 𝑇 = suhu mutlak (K)
• 𝑀= massa molekul gas (kg/kmol)
Contoh:
Untuk udara pada keadaan normal : 𝛾 = 1,4 (𝑔𝑎𝑠 𝑑𝑖𝑎𝑡𝑜𝑚𝑖𝑘), p = 1 atm = 1,0 × 105Pa, dan 𝜌 =
1,3 𝑘𝑔/𝑚3, Hitunglah kecepatan bunyi yang merambat melalui udara tersebut!
𝑣 = √1,4 (1,0 × 105)
1,3= 330 m/s
Kecepatan bunyi di udara meningkat seiring dengan meningkatnya kelembaban udara.
Gelombang bunyi dalam mengalami pemantulan, pembiasan dan difraksi seperti gelombang
lainnya. Kecepatan bunyi dalam air laut sekitar 15000 m/s dan meningkat seiring dengan
meningkatnya temperatur, tekanan dan keasinan air laut.
Echo Sounding
Echo Sounding adalah tehnik yang menggunakan pulsa bunyi untuk menentukan kedalaman air.
Interval waktu antara pulsa bunyi dilepas dengan pulsa bunti diterima dicatat, dan kedalaman
dapat dihitung dari laju rambat gelombang bunyi dalam air.
120
Gambar 11.16 Echo sounding untuk menentukan kedalaman laut
Kedalaman air dapat diperoleh dengan rumus:
𝐷 =𝑣 × 𝑡
2
Dengan 𝐷 adalah kedalaman air, 𝑣 adalah laju bunyi di air, 𝑡 adalah selang/interval waktu antara
bunyi dipancarkan hingga diterima kembali.
Efek Dopler
Efek Doppler adalah efek di mana seorang pengamat merasakan perubahan frekuensi dari suara
yang didengarnya manakala ia bergerak relatif terhadap sumber suara. Efek ini ditemukan oleh
seorang ahli fisika Austria Christian Doppler pada tahun 1842. Untuk menghormati penemuan
tersebut maka efek ini disebut efek Doppler.
Gambar 11.17 Efek Doppler
Persamaan umum efek dopler adalah sebagai berikut:
𝑓𝑝 = (𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑣 ± 𝑣𝑠) 𝑓𝑠
121
Dengan:
𝑓𝑝 = frekuensi yang didengar oleh pengamat (Hz)
𝑓𝑠 = frekuensi dari sumber bunyi (Hz)
𝑣 = kecepatan gelombang bunyi diudara (m/s)
𝑣𝑠 = kecepatan gerak sumber bunyi (m/s)
𝑣𝑝 = kecepatan gerak pengamat (m/s)
Pada persamaan di atas cepat rambat bunyi di udara selalu bertanda positif. Sedangkan untuk
komponen-komponen persamaan lain berlaku ketentuan berikut:
𝑣𝑠 bertanda positif (+) bila sumber bergerak menjauhi pendengar.
𝑣𝑠 bertanda negatif (-) bila sumber bergerak mendekati pendengar.
𝑣𝑝 bertanda positif (+) bila pendengar bergerak mendekati sumber bunyi.
𝑣𝑝 bertanda positif (-) bila pendengar bergerak menjauhi sumber bunyi.
Contoh:
Sebuah kereta api melewati stasiun padalarang dengan kecepatan 20 m/s sambil membunyikan
sirine dengan frekuensi 2000 Hz. Jika cepat rambat bunyi di udara 340 m/s, berapa frekuensi
bunyi yang didengar oleh pengamat yang diam di stasiun ketika kereta itu :
a. Mendekati stasiun
b. Menjauhi stasiun
Jawab:
a. 𝑓𝑝 = 𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑣 − 𝑣𝑠𝑓𝑠 =
340 ±0
340 −20× 200 = 2125 Hz
b. 𝑓𝑝 = 𝑣 ± 𝑣𝑝
𝑣 + 𝑣𝑠𝑓𝑠 =
340 ± 0
340+ 20× 200 = 1889 Hz
12.4 Gelombang Cahaya dan Optika Geometri
Opika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya. Pada bab
ini kita akan mempelajari hukum-hukum pemantulan dan pembiasan untuk pembentukan
bayangan oleh cermin dan lensa.
Model yang mengganggap bahwa cahaya berjalan dengan lintasan berbentuk garis lurus dikenal
sebagai model berkas dari cahaya. Menurut model ini, cahaya mencapai mata kita dari setiap titik
dari benda, walaupun berkas cahaya meninggalkan setiap titik dengan banyak arah, dan biasanya
hanya satu kumpulan kecil dari berkas cahaya yang dapat memasuki mata si peneliti.
Gambar 11.18 Berkas cahaya datang dari setiap titik pada benda.
Sekumpulan berkas yang meninggalkan satu titik diperlihatkan memasuki mata
Pemantulan dan Pembentukan Bayangan Oleh Cermin Datar
122
Ketika cahaya menimpa permukaan benda, sebagian cahaya akan dipantulkan dan sebagian yang
lain akan diserap, tetapi jika benda tersebur transparan seperti, kaca atau air sebagian cahaya akan
diteruskan. Berkas cahaya yang datang ke permukaan yang rata akan dipantulkan kembali, dan
ternyata berkas sinar datang dan pantul berada pada bidang yang sama dengan garis normal
permukaan.
Gambar 11.19 Hukum Pemantulan (Berkas cahaya yang dipantulkan pada permukaan datar (b) Sudat
padang dari samping berkas cahaya catang dan pantul
Namun ketika berkas cahaya menimpa permukaan yang kasar, maka cahaya akan dipantulkan
tersebar (Gambar 11.20). Pada kondisi ini mata kita akan lebih mudah melibat benda tersebut.
Artinya permukaan benda yang kasar akan lebih mudah dilihat dari pada permukaan yang halus
dan rata, karena akan memberikan sensasi penglihatan yang menyilaukan mata. Dengan kata lain,
cahaya yang dipantulkan tidak sampai ke mata kita, kecuali jika ditempatkan pada posisi yang
benar, dimana hukum pemantulan dibenarkan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.21.
Gambar 11.20 Pemantulan tersebar dari permukaan kasar
Gambar 11.21 Seberkas cahaya dari lampu senter menyinari (a) permukaan kertas putih (b) permukaan
cermin
Bayangan Maya dan Nyata Pada Pemantulan Cahaya
Bayangan nyata adalah bayangan yang tidak dapat dilihat langsung dalam cermin, tetapi dapat
ditangkap oleh layar. Dalam proses pemantulan cahaya, bayangan nyata dibentuk oleh pertemuan
langsung antara sinar-sinar pantul di depan cermin.
Bayangan maya, adalah bayangan yang langsung dapat dilihat melalui cermin, tetapi tidak dapat
ditangkap oleh layar. Dalam proses pemantulan cahaya, bayangan maya dibentuk oleh
perpanjangan sinar-sinar pantul (biasanya dilukis dengan garis putus-putus) yang bertemu di
belakang cermin.
123
Sifat-Sifat Bayangan Pada Cermin Datar
Ketika kamu melihat langsung pada cermin, kamu melihat apa yang tampak pada diri kamu
sendiri, selain berbagai benda di sekitar dan di belakang kamu, seperti yang terlihat pada Gambar
11.22. Apa yang terlihat di depanmu atau di belakang cermin merupakan bayangan maya dibentuk
oleh cermin datar. Berkas cahaya yang terpantul dari permukaan cermin datar ditunjukkan pada
Gambar 11.22. Berkas cahaya meninggalkan setiap titik pada benda dengan berbagai arah, dan
berkas-berkas simpangan yang memasuki mata tampak datang dari belakang cermin,
sebagaimana ditunjukkan oleh garis putus-putus.
Gambar 11.22 Berkas cahaya yang terpantul dari permukaan cermin datar
Perhatikan Gambar 11.22 dua berkas cahaya meninggalkan titik A pada benda dan menimpa
cermin pada titik B dan B’. Sudut ADB dan CDB membentuk siku-siku. Sudut ABD dan CBD
berdasarkan hukum pemantulan adalah sama. Dengan demikian, ke dua segitiga ABD dan CBD
adalah sama, dan panjang AD =CD. Ini berarti jarak bayangan yang terbentuk di belakang cermin
(d1) sama dengan jarak benda ke cermin (d0). Hal ini juga berlaku untuk tinggi bayangan sama
dengan tingga benda.
Cermin Lengkung
Permukaan-permukaan yang memantulkan tidak harus datar, cermin yang umumnya berbentuk
lengkung juga berlaku hukum berkas cahaya. Cermin lengkung disebut cembung jika pantulan
terjadi pada permukaan luar berbentuk lengkung, sehingga pusat permukaan cermin mengembung
ke luar menuju orang yang melihat Gambar 11.23a . Cermin dikatakan cekung jika permukaan
pantulnya ada pada permukaan dalam lengkungan, sehingga pusat cermin melengkung menjauhi
orang yang melihat Gambar 11.23b.
Gambar 11.23 Cermin cembung dan cekung
124
Pembentukan Bayangan pada Cermin Lengkung
A. Cermin Cekung
Cermin yang terlalu melengkung seringkali meng-hasilkan berkas cahaya pantul tidak pada satu
titik Gambar 11.24. Untuk membentuk bayangan yang tajam berkas-berkas pantul tersebut harus
jatuh pada satu titik yaitu dengan cara memperbesar jari-jari kelengkungan, seperti yang
ditujukkan pada Gambar 11.25.
Gambar 11.24 Berkas paralel yang mengenai cermin cekung tidak terfokus pada satu titik
Dengan membuat lengkungan cermin lebih mendatar, maka berkas-berkas parallel yang sejajar
sumbu utama akan dipantulkan tepat mengenai fokus (f). Dengan kata lain titik fokus merupakan
titik bayangan dari suatu benda yang jauh tak berhingga sepanjang sumbu utama, seperti yang
terlihat pada Gambar 11.25.
Gambar 11.25 Berkas cahaya parallel dipantulkan tepat mengenai fokus
Menurut Gambar 11.25 CF = FA, dan FA = f (panjang fokus) dan CA = 2 FA = R. Jadi panjang
fokus adalah setengah dari radius kelengkungan.
𝑓 =1
2𝑅
Persamaan berlaku dengan anggapan sudut θ kecil, sehingga hasil yang sama berlaku untuk semua
berkas cahaya.
Diagram Berkas Cermin Cekung
Untuk menemukan dimana posisi bayangan yang terbentuk perhatikan berkas-berkas cahaya yang
ditunjukkan pada Gambar 11.26.
125
Gambar 11.26 Berkas berkas cahaya meninggalkan titik O’ pada benda
(tanda panah). Di sini ditunjukkan tiga berkas yang paling penting untuk
menentukan di mana bayangan I’ terbentuk
Berkas 1 berasal dari O’ paralel terhadap sumbu utama dan dipantulkan melalui F
Berkas 2 melalui F dan kemudian terpantul parallel dengan sumbu utama
Berkas 3 tegak lurus terhadap cermin dan terpantul pada dirinya sendiri dan melalui C
(pusat kelengkungan)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan jarak bayangan dapat diturunkan dari Gambar
11.27. Jarak benda dari pusat cermin disebut jarak benda diberi notasi d0 dan jarak bayangan
diberi notasi d1. Tingga benda OO’ diberi notasi h0 dan tinggi bayangan II’ adalah h1.
Gambar 11.27 Diagram untuk menurunkan persamaan cermin.
Perhatikan dua segitiga O’AO dan I’AI adalah sebangun, sehingga dapat dibandingkan menurut ℎ0
ℎ1=
𝑑0
𝑑1
Sedangkan segitiga yang lain O’FO dan AFB juga sebangun, di mana AB = h1 dan FA = f,
sehingga dapat dibandingkan menurut ℎ0
ℎ1=
𝑂𝐹
𝐹𝐴=
𝑑0 − 𝑓
𝑓
Jika kedua persamaan di atas disubstitusi diperoleh
126
𝑑0
𝑑1=
𝑑0 − 𝑓
𝑓
Jika disempurnakan diperoleh 1
𝑑0+
1
𝑑1=
1
𝑓
Persamaan disebut persamaan cermin dan menghubungkan jarak benda dan bayangan dengan
panjang fokus f (dimana f = R/2).
Pembesaran lateral (m) dari sebuah cermin didefinisikan sebagai tinggi bayangan dibagi tinggi
benda, sehingga dapat dituliskan
𝑚 =ℎ1
ℎ0= −
𝑑1
𝑑0
Agar konsisten kita harus berhati-hati dalam penggunaan tanda-tanda besaran pada Persamaan.
Perjanjian tanda yang kita sepakati adalah : tingga h1 adalah positif jika bayangan tegak, dan
negatif jika terbalik (h0 selalu dianggap positif). d1 dan d0 positif jika bayangan dan benda ada
pada sisi cermin yang memantulkan dan negatif jika berada pada di belakang cermin.
Cermin Cembung
Analisis yang digunakan untuk cermin cekung dapat diterapkan pada cermin cembung, bahkan
Persamaan-persamaan cermin cekung juga berlaku untuk cermin cembung. Besaran-besaran yang
terlibat harus didefinisikan dengan hati-hati, berkas cahaya pada cermin cembung ditunjukkan
pada Gambar 11.28.
Gambar11.28 Cermin cembung: (a) Titik focus pada F di belakang cermin.
(b) Bayangan I dari benda pada O bersifat maya, tegak dan lebih kecil dari benda
Persamaan cermin cekung jika akan diterapkan pada cermin cembung, jarak fokus haruslah
dianggap negatif begitu juga untuk jari-jari kelengkungan.
Pembiasan
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium yang lainnya, sebagian cahaya datang
dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang dan
membentuk sudut terhadap permukaan, berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki
medium yang baru. Peristiwa pembelokan ini disebut pembiasan. Gambar 11.29 menunjukkan
peristiwa pembiasan cahaya.
127
Gambar 11.29 (a) berkas cahaya merambat dari udara ke air. Berkas cahaya dibelokkan menuju normal
ketika memasuki air (nair > nudara), (b) cahaya datang menuju medium yang lebih renggang (udara)
cahaya dibelokkan menjauhi normal
Proses pembiasan cahaya seperti pada Gambar 11.29 terlihat bahwa besarnya sudut bias (θ2)
bergantung pada besarnya sudat datang (θ1) dan indek bias kedua media. Hubungan analitis antara
θ1, n1 dan θ2, n2 oleh Snellius dinyatakan dengan hubungan :
Hukum Snellius 𝑛1 sin 𝜃1 = 𝑛2 sin 𝜃2
Penerapan hukum Snellius terlihat pada Gambar 11.30, sebuah pensil yang dimasukkan ke dalam
gelas yang berisi air tampak patah, karena cahaya yang datang dari ujung pensil di dalam air
dibelokkan oleh permukaan air, pembiasan berkas cahayanya ditunjukkan dalam Gambar 11.30.
Gambar 11.30 sebuah pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air tampak patah
Contoh:
Kedalaman semu pada kolam. Seorang perenang menjatuhkan kaca mata renangnya di ujung
kolam yang dangkal, pada kedalaman 1 m, tetapi ternyata kaca mata tersebut tidak tampak
sedalam itu. Mengapa demikian?
128
Gambar 11.31 Menemukan bayangan dengan penelusuran berkas untuk lensa divergen
Ketiga berkas bias tampak muncul dari satu titik di sebelah kiri lensa. Karena berkas-berkas
tersebut tidak melewati bayangan, maka bayangan yang terbentuk adalah bayangan maya.
Persamaan lensa: 1
𝑑0+
1
𝑑1=
1
𝑓
Persamaan lensa divergen sama dengan persamaan lensa konvergen, hanya nilai fokusnya diambil
negatif .
Perjanjian tanda untuk lensa konvergen dan divergen:
1. Panjang fokus positif untuk lensa konvergen dan negatif untuk lensa divergen.
2. Jarak benda positif jika berada di sisi lensa yang sama dengan datangnya cahaya, selain itu
negatif.
129
3. Jarak bayangan positif jika berada di sisi lensa yang berlawanan dengan arah datangnya
cahaya; jika berada disisi yang sama di negatif. Jarak bayangan positif untuk bayangan nyata
dan negatif untuk bayangan maya.
Pembesaran lateral sebuah lensa didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan
dengan tinggi benda, secara matematis dinyatakan dengan persamaan
𝑚 =ℎ1
ℎ0= −
𝑑1
𝑑0
Untuk bayangan tegak, perbesaran positif, dan untuk bayangan terbalik m bernilai negatif.
Contoh:
Dimana posisi dan berapa ukuran bayangan bunga besar yang tingginya 7,6 cm diletakkan 1,00
m dari lensa konvergen dengan panjang fokus 50 mm ?
Ini menunjukkan bahwa tinggi bayangan hanya 4 mm dan terbalik (m < 0).
Sextant
Alat untuk mengukur sudut dalam bidang datar dan vertikal di kapal dinamakan Sextan dimana
sudut diukur dengan cara mengepitkan dua buah benda yang ada di antara sudut yang akan diukur.
Sextan menggunakan prinsip cahaya dan berdasarkan ketentuan bahwa sudut yang terjadi antara
arah pertama dan arah terakhir daripada sebuah cahaya yang telah dipantulkan, dua kali besarnya
sudut yang terjadi antara dua buah reflektor tadi, satu terhadap lain (lihat gambar dibawah ini).
130
Jalannya sinar dapat dilihat pada gambar 11.32.
(sumber: wikipedia.org)
131
Gambar 11.32 Sextant
Perhatikan segitiga ABC yang dibentuk oleh sudut 𝜃, 2𝛽 dan 𝛾. Karena jumlah sudut pada segitiga
adalah 180o, maka berlaku:
𝜃 + 2𝛽 + 𝛾 = 180°
2𝛽 + 𝛾 = 180° − 𝜃 (*)
Perhatikan bahwa sudut A = 90 + 1
2 𝛾
Kemudian perhatikan segitiga ABD, dimana berlaku persamaan:
𝛼 + 𝛽 + (90 +1
2 𝛾) = 180°
𝛼 + 𝛽 +1
2 𝛾 = 90°
(𝛼 + 𝛽 +1
2 𝛾) × 2 = 90° × 2
2𝛼 + 2𝛽 + 𝛾 = 180° (**)
Substitusi persamaan (*) ke persamaan (**) diperoleh
2𝛼 + 2𝛽 + 𝛾 = 180°
2𝛼 + 180° − 𝜃 = 180°
𝜃 = 2𝛼
Persamaan ini menunjukkan bahwa sudut antara matahari dan horisontal adalah dua kali besar
sudut yang dibentuk oleh kedua cermin reflektor.
𝛼
𝛽
𝛽
𝛾 𝜃 A
B
C
D
𝛽
132
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan yang dimaksud dengan :
a. Gelombang
b. Gelombang transversal
c. Gelombang longitudinal
d. Gelombang mekanik
e. Gelombang elektromagnetik
f. Frekuensi
g. Periode
h. Panjang gelombang
2. Dalam waktu 7 detik terbentuk 350 gelombang. Hitunglah periode dan frekuensi
gelombang!
3. Sebuah gelombang berjalan dengan persamaan simpangan:
Y = 0,04 sin (12πt – 8x) m. x dalam meter dan t dalam detik.
Tentukanlah:
a. arah rambatan gelombang;
b. amplitudo gelombang;
c. frekuensi gelombang;
d. bilangan gelombang;
e. panjang gelombang;
f. kecepatan gelombang.
4. Sebuah gelombang merambat dengan kecepatan 480 m/s. Jika frekuensi gelombang tersebut
adalah 12 Hz, panjang gelombangnya adalah ….
5. Sebuah kapal mengirim pulsa ultrasonik ke dasar laut. Jika cepat rambat bunyi di dalam air
laut 1.400 m/s, waktu yang dicatat fathometer mulai dari pulsa dikirim hingga diterima
kembali adalah 2 sekon. Kedalaman air laut adalah .... m.
6. Sebuah SONAR digunakan untuk mengetahui kedalaman laut. Gelombang ditembakkan oleh
transmitter dengan kelajuan dalam air 1.344 m/s diterima oleh receiver dalam waktu 3 detik.
Berapa kedalaman air laut tersebut?
7. Jelaskan yang dimaksud dengan:
a. Dispersi gelombang;
b. Difraksi gelombang;
c. Interferensi gelombang;
d. Polarisasi gelombang.
8. Suatu gelombang datang dari medium yang berindeks bias 3/2 menuju medium yang
berindeks bias 3/4 √6. Jika besar sudut datang adalah 60° tentukan besar sudut bias yang
terjadi!
9. Dua cermin datar yang masing-masing panjangnya 1,8 m disusun berhadapan seperti pada
gambar. Jarak antara cermin 20 cm. Suatu berkas sinar jatuh tepat pada ujung salah satu
cermin denga sudut datang 60°. Berapa kalikah sinar tersebut dipantulkan oleh pasangan
cermin sebelum sinar keluar dari cermin?
10. Sebuah benda tingginya 6 mm diletakkan didepan lensa cembung yang jarak fokusnya 8 cm
sehingga terbentuk bayangan 40 cm di depan lensa. Tentukan letak benda dan tinggi
bayangan!
11. Carilah di internet atau buku referensi materi tentang teropong bumi!
133
BAB. XIII LISTRIK STATIS DAN DINAMIS
13.1 Listrik Statis
Muatan Listrik
Charles Agustin Coulomb (1736-1806) adalah sarjana Fisika Perancis pertama yang menjelaskan
tentang kelistrikan secara ilmiah. Percobaan dilakukan dengan menggantungkan dua buah bola
ringan dengan seutas benang sutra seperti diperlihatkan pada Gambar 13.1.a. Selanjutnya
sebatang karet digosok dengan bulu, kemudian didekatkan pada dua bola kecil ringan yang
digantungkan pada tali. Hasilnya adalah kedua bola tersebut tolak menolak (Gambar 13.1.b).
Beberapa saat kemudian bola dalam keadaan seperti semula. Kedua bola tersebut juga akan tolak
menolak apabila sebatang gelas digosok dengan kain sutra dan kemudian didekatkan pada dua
bola (Gambar 13.1.b)
Apabila sebatang karet yang telah digosok bulu didekatkan pada salah satu bola yang dan bola
yang lain didekati oleh gelas yang telah digosok dengan kain sutra, maka bola-bola tersebut saling
tarik menarik (Gambar 13.1.c)
Gejala-gejala di atas dapat diterangkan dengan mudah dengan konsep muatan listrik. Dari gejala-
gejala di atas tersebut jelas bahwa ada dua macam muatan listrik. Benyamin Franklin menamakan
muatan yang ditolak oleh gelas yang digosok dengan kain sutra disebut muatan posistif,
sedangkan muatan yang ditolak oleh karet yang digosok dengan bulu disebut muatan negatif.
Hukum Coulomb
Dari percobaan yang telah dilakukan, Coulomb menyimpulkan bahwa terdapat dua jenis muatan
yaitu muatan positif dan negatif. Selain itu juga diperoleh kuantitatif gaya-gaya pada partikel
bermuatan oleh partikel bermuatan yang lain. Hukum Coulomb menyatakan bahwa gaya tarik-
menarik atau tolak-menolak antara dua partikel bermuatan berbanding langsung dengan perkalian
besar muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua muatan tersebut.
134
Gambar 13.2 Gaya tarik-menarik atau tolak-menolak antara dua partikel bermuatan
Hukum Coulomb pada dua partikel bermuatan dinyatakan dalam persamaan sebagai:
𝐹12 = 𝐹21 = 𝑘𝑞1𝑞2
𝑟2
Dimana:
F12 = Gaya pada muatan 1 oleh muatan 2
F21 = Gaya pada muatan 2 oleh muatan 1
r = jarak antara dua muatan 1 dan muatan 2
k = tetapan Coulomb yang besarnya tergantu pada sistem satuan yang digunakan.
Jika medium dimana muatan-muatan berada adalah vakum atau udara, maka
𝑘 =1
4𝜋𝜀0= 9 × 109 𝑁𝑚2𝐶−2
Tentu saja
𝜀0 =1
4𝜋𝑘= 8,85 × 10−12 𝐶2𝑁−1𝑚−2
Medan Listrik
Jika suatu muatan listrik Q berada pada suatu titik, maka menurut hukum Coulomb muatan lain
disekeliling muatan Q mengalami gaya listrik. Jadi dapat dikatakan bahwa terdapat medan listrik
di setiap titik di sekeliling muatan Q. Dapat dikatakan bahwa muatan listrik adalah sumber medan
listrik. Arah dari medan listrik pada suatu tempat adalah sama dengan arah gaya yang dialami
muatan uji positif di tempat itu. Jadi pada muatan positif, arah medan listriknya adalah arah radial
menjauhi sumber medan (arah keluar). Sedang pada muatan negatif arah medannya adalah arah
radial menuju ke muatan tersebut (arah ke dalam).
Medan listrik dapat digambarkan dengan garis-garis khayal yang dinamakan garis-garis medan
(garis-garis gaya). Garis-garis medan listrik tidak pernah saling berpotongan, menjauhi muatan
positif dan menuju ke muatan negatif. Apabila garis gayanya makin rapat berarti medan listriknya
semakin kuat. Sebaliknya yang garis gayanya lebih renggang maka medan listriknya lebih lemah.
Arah garis gaya muatan positif dan negatif diperlihatkan pada Gambar 11.3. Gambar 11.3a adalah
ilustrasi arah medan listrik dengan sumber medan muatan positif, sedangkan Gambar 11.3b adalah
ilustrasi arah medan listrik dengan sumber medan muatan negatif.
135
(a) (b)
Gambar 13.3 a Ilustrasi arah medan listrik dengan sumber medan muatan positif, (b) Ilustrasi arah medan
listrik dengan sumber medan muatan negatif.
Apabila dalam ruangan terdapat dua buah muatan listrik yang saling berinteraksi, maka arah
medan listriknya dapat digambarkan seperti pada Gambar 11.4.a.
Gambar 13.4.a. Arah medan listrik oleh dua muatan positif
Pada Gambar 13.4a diperlihatkan bahwa arah medan listrik menjauhi sumber medan listrik.
Medan listrik di titik A lebih kuat dibanding dengan medan listrik ditik B. Mengapa? Sedangkan
titik C adalah titik atau daerah yang medan listriknya sama dengan nol. Atau dapat dikatakan
bahwa di titik C tidak ada medan listriknya.
Gambar 13.4.b Arah medan listrik
Kuat Medan Listrik
Untuk menentukan kuat medan listrik pada suatu titik, pada titik tersebut ditempatkan muatan
pengetes q’ yang sedemikian kecilnya sehingga tidak mempengaruhi muatan sumber/muatan
penyebab medan listrik. Gaya yang dialami oleh muatan pengetes q’ adalah
𝐹 =1
4𝜋𝜀0
𝑞 𝑞′
𝑟2
136
maka kuat medan listrik E pada jarak r didefinisikan sebagai hasil bagi gaya Coulomb yang
bekerja pada muatan uji q’ yang ditempatkan pada jarak r dari sumber medan dibagi besar muatan
uji q’
𝐸 =𝐹
𝑞′
𝐸 =1
4𝜋𝜀0
𝑞
𝑟2
𝐸 = 𝑘𝑞
𝑟2
Dari persamaan di atas jelas bahwa kuat medan listrik sama dengan gaya pada muatan positif q’
dibagi dengan besarnya q’. Dalam sistem MKS, dimana gaya dalam Newton, muatan dalam
coulomb, kuat medan listrik dinyatakan dalam satuan Newton per coulomb.
Hukum Gauss
Hukum Gauss diperkenalkan oleh Karl Friedrich Gauss (1777–1866) seorang ahli matematika
dan astronomi dari Jerman. Hukum Gauss menjelaskan hubungan antara jumlah garis gaya yang
menembus permukaan yang melingkupi muatan listrik dengan jumlah muatan yang dilingkupi.
Hukum Gauss dapat digunakan untuk menghitung kuat medan medan listrik dari beberapa keping
sejajar ataupun bola bermuatan. Selanjutnya didefinisikan flux listrik (φ) yaitu jumlah garis gaya
dari medan listrik E yang menembus tegak lurus suatu bidang (A).
Secara matematika hubungan tersebut dinyatakan sebagai
𝜙 = 𝐸 × 𝐴
Apabila medan listrik tidak tegaklurus menembus bidang, berarti medan listrik membentuk sudut
θ terhadap bidang seperti diperlihatkan pada Gambar 13.5, maka flux listrik dinyatakan sebagai
𝜙 = 𝐸 𝐴 cos 𝜃
Gambar 13.5 Apabila medan listrik tidak tegaklurus menembus bidang,
berarti medan listrik membentuk sudut θ terhadap bidang
Berdasarkan konsep flux listrik tersebut, Gauss mengemukakan hukumnya sebagai berikut :
Jumlah garis medan yang menembus suatu permukaan tertutup sebanding dengan jumlah muatan
listrik yang dilingkupi oleh permukaan itu.
Secara matematis dinyatakan sebagai
137
𝜙 = 𝐸 𝐴 cos 𝜃 =𝑞
𝜀0
dengan:
𝜙 = flux listrik (jumlah garis gaya listrik )
E = kuat medan listrik pada permukaan tertutup
A = luas permukaan tertutup
𝜃 = sudut antara E dan garis normal bidang
q = muatan yang dilingkupi permukaan tertutup
𝜀0= permitivitas udara
Jika E tegak lurus dengan bidang A, maka diperoleh
𝐸 𝐴 =𝑞
𝜀0
𝐸 =1
𝜀0
𝑞
𝐴
Jika 𝑞
𝐴= 𝜎 adalah muatan per satuan luas, maka
𝐸 =1
𝜀0𝜎
𝐸 =𝜎
𝜀0
Kuat Medan Listrik Antara Dua Keping Sejajar
Dua keping konduktor sejajar luas masing-masing keping adalah A. Jika pada masing-masing
keping diberi muatan yang berbeda, yaitu positif dan negatif maka akan timbul medan listrik
seperti diperlihatkan pada Gambar 13.6.
Gambar 13.6 Dua keping konduktor sejajar luas masing-masing keping adalah A
Besarnya kuat medan listrik antara dua keping sejajar memenuhi persamaan
𝐸 =𝜎
𝜀0
apabila ruang diantara dua keping bukan udara atau hampa melainkan suatu bahan dengan
permitivitas ε, maka
𝐸 =𝜎
𝜀
Kuat Medan Listrik Oleh Bola Konduktor
Pada sebuah bola konduktor yang jari-jarinya R, apabila diberi muatan listrik sebanyak Q maka
muatan akan menyebar di seluruh permukaan bola. Kuat medan listrik dapat dinyatakan dalam
138
tiga keadaan yaitu kuat medan listrik di dalam bola konduktor, pada kulit bola dan di luar bola
konduktor.
Gambar 13.7 Kuat medan listrik oleh bola konduktor
a. Kuat medan listrik di dalam bola konduktor r<R, adalah :
E = 0
b. Kuat medan listrik pada kulit bola ; r = R
𝐸. 𝐴 =𝑄
𝜀0
𝐸. 4𝜋𝑅2 =𝑄
𝜀0
𝐸 =1
4𝜋𝑅2
𝑄
𝜀0
𝐸 =1
4𝜋𝜀0
𝑄
𝑅2
𝐸 = 𝑘𝑄
𝑅2
c. Kuat medan listrik di luar bola ; r > R
𝐸. 𝐴 =𝑄
𝜀0
𝐸. 4𝜋𝑟2 =𝑄
𝜀0
𝐸 =1
4𝜋𝑟2
𝑄
𝜀0
𝐸 =1
4𝜋𝜀0
𝑄
𝑟2
𝐸 = 𝑘𝑄
𝑟2
Potensial dan Energi Potensial
Potensial listrik adalah besaran skalar yang dapat dihitung dari kuat medan listrik dengan operator
pengintegralan. Untuk menghitung potensial di suatu titik harus ada perjanjian besar potensial
listrik pada suatu titik pangkal tertentu. Misalnya di tak berhingga diperjanjikan potensialnya nol.
Potensial listrik di titik tertentu misalkan titik A, yang berada dalam medan magnet E dan berjarak
r dari muatan q sebagai sumber medan listrik dapat dinyatakan sebagai
139
𝑉𝑎 = 𝑘𝑞
𝑟 (∗)
Potensial oleh beberapa muatan titik dapat dihitung dengan menjumlah secara aljabar potensial
oleh masing-masing titik bermuatan tersebut, potensial di b oleh muatan q1, q2, -q3, ….. dan qn,
berturut-turut jaraknya dari a adalah r1, r2, r3,….. rn :
𝑉𝑏 = 𝑉1 + 𝑉2 + 𝑉3 + ⋯ + 𝑉𝑛 = 𝑘 (𝑞1
𝑟1+
𝑞2
𝑟2−
𝑞3
𝑟3+ ⋯ +
𝑞𝑛
𝑟𝑛)
Persamaan (*) menunjukkan potensial listrik di titik A. Apabila di titik A ada muatan q’, maka
energi potensial yang dimiliki (Ea) yang dimiliki muatan q’ tersebut adalah
𝐸𝑎 = 𝑞′. 𝑉𝑎
Gambar 13.8 Muatan q’ dipindahkan dari posisi awal (1) ke posisi akhir (2)
Apabila muatan q’ dipindahkan dari posisi awal (1) ke posisi akhir (2) seperti diperlihatkan pada
Gambar 13.8, maka besarnya usaha W12. Besarnya usaha untuk perpindahan ini sama dengan ΔEp.
Secara matematis dapat dinyatakan sebagai
𝑊12 = ∆𝐸𝑝
𝑊12 = 𝐸𝑝2 − 𝐸𝑝1
Dengan mengingat persamaan 𝐸𝑎 = 𝑞′. 𝑉𝑎, maka
𝑊12 = 𝐸𝑝2 − 𝐸𝑝1 = 𝑞′𝑉2 − 𝑞′𝑉1
𝑊12 = 𝑞′(𝑉2 − 𝑉1) (∗∗)
Contoh:
Berapa usaha yang diperlukan untuk membawa elektron (q’ = -1,6 x 10-19C) dari kutub positif
baterai 12 V ke kutub negatifnya?
Penyelesaian :
V = -12 V
Q’ = -1,6 x 10-19 C
𝑊 = ∆𝐸𝑝 = 𝑞′. 𝑉 = (-1,6 × 10-19)(-12)
= 1,92 × 10-18 Joule
Persamaan (**) menyatakan bahwa usaha untuk memindahkan muatan uji q’ dari titik 1 ke titik
2 sama dengan besar muatan uji dikalikan dengan beda potensial antara V2 dan V1. Persamaan
(**) dapat dituliskan dalam bentuk beda potensial sebagai
𝑊12 = 𝑞′. 𝑉21
140
Contoh:
Dari Contoh soal di atas, berapakah beda potensial antara titik P dan Q?
Penyelesaian :
q = 40 μC = 40 x 10-6 C
rp = 20 cm = 20 x 10-2 m
rQ = 60 cm = 60 x 10-2 m
𝑉𝑝 = 𝑘𝑞
𝑟𝑝= (9 × 109)
40 × 10−6
20 × 10−2
= 1,8 × 105 volt = 180 kV
𝑉𝑄 = 𝑘𝑞
𝑟𝑄= (9 × 109)
40 × 10−6
60 × 10−2
= 3,6 × 104 volt = 36 kV
Beda potensial titik P dan Q adalah VPQ
𝑉𝑃𝑄 = 𝑉𝑃 − 𝑉𝑄
= 180 kV - 36 kV = 154 kV
Jadi beda potensial antara P dan Q adalah 154 kV.
Kapasitor
Jika suatu sistem yang terdiri dari dua konduktor dihubungkan dengan kutub-kutub sumber
tegangan, maka kedua konduktor akan bermuatan sama tetapi tandanya berlawanan. dikatakan
telah tejadi perpindahan muatan dari konduktor yang satu ke konduktor yang lain. Sistem dua
konduktor yang akan bermuatan dan tandanya berlawanan ini dinamakan kapasitor. Jika
besarnya muatan kapasitor tersebut masing-masing q dan beda potensial antara kedua konduktor
dari kapasitor tersebut VAB, maka kapasitansi kapasitor:
𝐶 =𝑞
∆𝑉
Gambar 13.9 Kapasitor pelat sejajar
Apapun bentuk konduktornya, suatu kapasitor diberi simbol:
Gambar 13.10 Simbol kapasitor
Besarnya kapasitansi suatu kapasitor bergantungan pada bentuk dan ukuran konduktor pembentuk
sistem kapasitor tersebut. Ada tiga macam kapasitor menurut bentuk dari konduktor
141
penyusunannya, yaitu kapasitor dua plat sejajar, kapasitor dua bola konsentris dan kapasitor
silinder koaksial.
Kapasitor Plat Sejajar
Pada keping sejajar kuat medan listrik dinyatakan dalam persamaan berikut
𝐸 =𝜎
𝜀0
Atau
𝐸 =𝑞
𝜀0𝐴
Hubungan antara kuat medan listrik dan beda potensial V antara dua keping sejajar yang berjarak
d adalah
𝑉 = 𝐸𝑑
𝑉 =𝑞𝑑
𝜀0𝐴
𝑉 =𝑞
𝐶
atau
𝐶 =𝑞
𝑉
dengan:
C = kapasitansi kapasitor keping sejajar (Farad)
A = luas tiap keping (m2)
d = jarak pisah antar keping (m)
Contoh:
Tentukan kapasitas kapasitor keping sejajar yang luas masing-masing kepingnya adalah 2,25 cm2.
Jarak antara keping adalah 2 mm. Diketahui bahan dielektriknya mika, dengan 𝜀𝑟 = 7,0 dan 𝜀0
=8,85 x 10-12 C2/Nm2.
Penyelesaian:
A = 2,25 cm2 = 2,25 × 10-4 m2
d = 2 mm = 2 × 10-3 m
𝜀𝑟 = 7,0
𝜀0 = 8,85 x 10-12 C2/Nm2
𝐶 = 𝜀𝑟𝜀0
𝐴
𝑑
= (7,0)(8,85 × 10−12)2,25 × 10−4
2 × 10−3
=6,9693 × 10-12 F
= 7 piko Farad
= 7 pF
Kapasitor Bola
Kapasitor bola adalah sistem dua konduktor terdiri dari dua bola sepusat radius R1 dan R2. bentuk
dari kapasitor bola diperlihatkan seperti pada Gambar 13.11.
142
Gambar 13.11 Kapasitor Bola
Besarnya beda potensial antara a dan b,
∆𝑉 = |𝑉𝑏 − 𝑉𝑎|
=𝑄
4𝜋𝜀0(
1
𝑎−
1
𝑏)
=𝑄
4𝜋𝜀0(
𝑏 − 𝑎
𝑎𝑏)
𝑄 = 4𝜋𝜀0
𝑎𝑏
𝑏 − 𝑎∆𝑉
Jadi kapasitans dari kapasitor dua bola kosentris yang radiusnya a dan b,
𝐶 = 4𝜋𝜀0
𝑎𝑏
𝑏 − 𝑎
Kapasitor Silinder
Kapasitor silinder terdiri atas dua silinder koaksial dengan radius R1 dan R2, Panjang silinder
adalah L dengan R2 << L, muatan pada silinder dalam adalah +Q, sedangkan pada silinder luar
adalah –Q, arah medan listrik dan permukaan Gauss diperlihatkan pada Gambar 13.12.
Gambar 13.12 Kapasitor silinder
Menurut Gauss, untuk daerah R1≤ r ≤ R2 kuat medan listrik Er,
𝐸𝑟 =𝜆
2𝜋𝜀0𝑟=
𝑄
2𝜋𝜀0 𝐿 𝑟
𝑄 =2𝜋𝜀0𝐿
𝑙 𝑛𝑏𝑎
𝑉𝑎𝑏
Jadi kapasitansi kapasitor silinder dengan radius a dan b, serta panjang L adalah,
143
𝐶 =2𝜋𝜀0𝐿
𝑙 𝑛𝑏𝑎
Contoh:
Sebuah kapasitor berbentuk silinder dengan diameter luar adalah 3 cm dan diameter silinder
dalam adalah 2 cm. Panjang silinder adalah 5 cm.
a. Berapakah kapasitasi kapasitor tersebut apabila diantara kedua silinder diisi udara?
b. Berapakah kapasitansinya apabila diantara kedua silinder diberi bahan yang permitivitasannya
adalah 4?
Penyelesaian :
a = 2 cm = 2 x 10-2 m
b = 3 cm = 3 x 10-2 m
L = 5 cm = 5x10-2 m
𝜀0 = 8,85 x 10-12 C2/Nm2
𝜀𝑟 = 4
a. Kapasitansi kapasitor silinder jika antara dua silinder diisi bola adalah
𝐶 =2𝜋𝜀0𝐿
𝑙𝑛𝑏𝑎
𝑙𝑛𝑏
𝑎= 𝑙𝑛
3
2= 0,4
𝐶 =2 × 3,14 × 8,85 × 10−12 × 5 × 10−2
4 × 10−1= 6,95 × 10−12 𝐹 = 6,95 𝑝𝐹
b. Kapasitansi kapasitor silinder jika antara dua silinder diisi dielektrikum adalah
𝐶 =2𝜋𝜀0𝐿
𝑙𝑛𝑏𝑎
Bila kapasitans dari kapasitor ketika diisi udara adalah C0, maka setelah diisi dilektrikum,
kapasitansi dari kapasitor adalah
𝐶 = 𝜀𝑟𝐶0
𝐶 = 4 × 6,95 pF = 27,79 pF
Sambungan Kapasitor Seri
Dua buah kapasitor C1 dan C2 disambung seri seperti diperlihatkan pada Gambar 13.13. Pada
sambungan seri besarnya muatan pada masing-masing kapasitor sama. Ketika dua kapasitor
tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan seperti pada Gambar 13.13, maka keping kiri dari
kapasitor C1 bermuatan positif q. Keping kanan kapasitor C1 akan menarik elektron dari keping
kiri kapasitor C2 sehingga muatan keping kanan kapasitor C1 bermuatan –q dan keping kiri
kapasitor C2 bermuatan +q.
144
Gambar 13.13 Kapasitor-kapasitor disambung seri
Beda potensial ΔV pada kapasitor tersambung seri dapat dinyatakan Sebagai
∆𝑉 = ∆𝑉1 + ∆𝑉2 dengan
∆𝑉 =𝑄
𝐶𝑠 ∆𝑉1 =
𝑄
𝐶1 ∆𝑉2 =
𝑄
𝐶2
Besarnya Kapasitans pengganti kapasitor terhubung seri diperoleh dari
∆𝑉 = ∆𝑉1 + ∆𝑉2 𝑄
𝐶𝑠=
𝑄
𝐶1+
𝑄
𝐶2
𝑄
𝐶𝑠=
𝑄
𝐶1+
𝑄
𝐶2
1
𝐶𝑠=
1
𝐶1+
1
𝐶2
Untuk n kapasitor disambung seri, kapasitans yang senilai CS,
1
𝐶𝑠= ∑
1
𝐶𝑖
𝑛
𝑖=1
=1
𝐶1+
1
𝐶2+ ⋯ +
1
𝐶𝑛
Sambungan Kapasitor Paralel
Dua buah kapasitor yang kapasitansnya C1 dan C2 disambungkan secara pararel seperti
diperlihatkan pada Gambar 13.14. Beda tegangan pada ujung-ujung kapasitor yang terhubung
paralel adalah sama. Sedangkan muatan pada total kapasitor akan terbagi pada C1 dan C2.
145
Gambar 13.14 Kapasitor-kapasitor disambung paralel
Beda potensial ΔV pada kapasitor tersambung paralel dapat dinyatakan sebagai
∆𝑉 = ∆𝑉1 = ∆𝑉2 Dengan
𝑄 = 𝑄1 + 𝑄2
𝑄 = ∆𝑉. 𝐶𝑝 𝑄1 = ∆𝑉. 𝐶1 𝑄2 = ∆𝑉. 𝐶2
Besarnya kapasitans pengganti kapasitor terhubung paralel dapat diperoleh dari
𝑄 = 𝑄1 + 𝑄2
∆𝑉. 𝐶𝑝 = ∆𝑉. 𝐶1 + ∆𝑉. 𝐶2
𝐶𝑝1 = 𝐶1 + 𝐶2
Untuk n kapasitor disambung seri, kapasitans yang senilai Cp,
𝐶𝑝 = ∑ 𝐶𝑖
𝑛
𝑖=1
= 𝐶1 + 𝐶2 + ⋯ + 𝐶𝑛
Contoh:
Enam buah kapasitor masing masing C1= 4 pF, C2= 1 pF, C3= 3 pF, C4= 6 pF, C5= 2 pF, dan
C6= 8 pF. Disambung seperti pada gambar berikut. Berapakah kapasitans dari kapasitor
pengganti?
146
Penyelesaian :
Sambungan 6 kapasitor tersebut adalah kombinasi antara sambungan kombinasi seri dan paralel.
• Sambungan C2 dan C3 disambung paralel dan diperoleh Cp1= 4 pF
• Sambungan C4 dan C5 disambung paralel dan diperoleh Cp2= 8 pF
• Pada rangkaian sebelah kanannya C1 disambung seri dengan Cp1 dan diperoleh kapasitor
pengganti Cs1=2 pF
• Pada rangkaian sebelah kanannya Cp2 disambung seri dengan C6 dan diperoleh kapasitor
pengganti Cs2= 4pF
• Langkah terakhir Cs1 tersambung paralel dengan Cs2 hasilnya 6 pF
• Jadi kapasitans pengganti ke enam kapasitor tersebut adalah sebuah kapasitor yang
memiliki kapasitans sebesar 6 pF
Energi Kapasitor
Jika suatu kapasitor dihubungkan dengan sumber tegangan artinya kapasitor tersebut dimuati.
Pada saat itu terjadi perpindahan muatan dari konduktor dengan potensial rendah ke potensial
tinggi. Suatu kapasitor yang dimuati dengan dihubungkan dengan sumber tegangan dan kemudian
sumber tegangan dilepaskan maka pada kapasitor masih ada beda tegangan akibat muatan pada
dua konduktor. Jadi kapasitor dapat disimpan enegi. Berikut akan dihitung energi yang dapat
disimpan dalam kapasitor. Mula-mula jumlah muatan dalam kapasitor adalah nol, maka untuk
menambah muatan diperlukan usaha W. Usaha total untuk memuati kapasitor sebanyak Q adalah
147
𝑊 =1
2
𝑄2
𝐶
Usaha ini tidak hilang melainkan tetap tersimpan dalam kapasitor menjadi energi kapasitor U
adalah
𝑈 =1
2
𝑄2
𝐶=
1
2𝐶𝑉𝑎𝑏
2 =1
2
𝑄
𝑉𝑎𝑏
Contoh:
Sebuah kapasitor memiliki kapasitas 4𝜇𝐹 diberi beda potensial 25 volt. Berapakah energi yang
tersimpan?
𝑊 =1
2𝐶𝑉2 =
1
2(4 × 10−6𝐹)(25 𝑉)2 = 1,25 × 10−3 Joule
Jadi energi yang tersimpan adalah 1,25 × 10-3 Joule
SOAL LATIHAN
1. Sebuah titik bermuatan +5 Coulomb berada di titik P dalam medan listrik yang ditimbulkan
oleh muatan (-), sehingga mengalami gaya sebesar 0,05 N dalam arah menuju muatan tersebut.
Maka kuat medan listrik dan arahnya dititik P adalah …..
A. 6 x 10-2 N/C menuju muatan (-) B. 5 x 10-2 N/C menuju muatan (-)
C. 4 x 10-2 N/C menuju muatan (-) D. 2 x 10-2 N/C menuju muatan (-)
E. 1 x 10-2 N/C menuju muatan (-)
2. Sebuah titik bermuatan q berada di titik P dalam medan listrik yang ditimbulkan oleh muatan
(+), sehingga mengalami gaya sebesar 0,05N. Jika besar muatan tersebut adalah +5 x 10-6
Coulomb. Maka kuat medan listrik dititik P adalah …..
A. 2,5 x 103 N/C B. 3 x 103 N/C C. 4,5 x 103 N/C
D. 8 x 103 N/C E. 10 x 103 N/C
3. Perhatikan gambar berikut!
Muatan q1 dan q2 diletakkan pada titik A dab B seperti pada gambar, AP = PQ = QR = RS =
ST = TB. Jika q1 = ¼ q2, maka yang memiliki kuat medan listrik nol adalah titik .....
A. P B. Q C.R
D. S E. T
4. Sebuah kapasitor mempunyai kapasitas 4 mikro Farad. Jika beda potensial antara keping-
kepingnya 100Volt, maka kapasitor menyimpan energi listrik sebesar .....
A. 10-2 joule B. 2 x 10-2 joule C. 4 x 10-2 joule D. 4 x 10-6 joule E. 6 x 10-
2 joule
5. Sebuah titik bermuatan q berada di titik P dalam medan listrik yang ditimbulkan oleh muatan
(-), sehingga mengalami gaya sebesar 1N dalam arah menuju muatan tersebut. Jika besar
medan di titik P besarnya 0,2 N/C. Maka besar dan jenis muatan pada titik P adalah …
A. +5 C B. -5 C C. +5 mC D. -5 mC E. +2 C
A B P
+q1 +q2
Q R S T + +
148
6. Perhatikan gambar. Kuat medan listrik di titik A adalah 4E, maka kuat medan listrik di titik B
adalah .....
A. E B. 4E C. 9E D. ¼ E E. 1/9 E
7. Pada rangkaian kapasitor C1, C2 dan C3 seperti gambar. C1= C2 = C3 = 2 mikro Farad, jika
energi potensial listeik pada C1 = 4 joule, maka nilai beda potensial antara A dan B adalah .....
A. 1000 volt B. 1500 volt C. 3000 volt D. 6000 volt E. 12000 volt
8. Dua partikel masing-masing bermuatan q1 dan q2 yang besar dan jenisnya tedak diketahui,
terpisah sejauh x. Diantara kedua muatan itu dan pada garis hubungnya terdapat titik P pada
jarak 1/3 x dari q1. Jika medan listrik di titik P sama dengan nol, maka .....
A. q1 dan q2 adalah muatan-muatan yang tidak sejenis
B. potensial dititik P yang disebabkan oleh q1 dan q2 sama
C. besar muatan q1 = 3 kali besar muatan q2 dan sejenis
D. besar muatan q1 = 4 kali besar muatan q2 dan sejenis
E. besar muatan q1 = 1/4 kali besar muatan q2 dan sejenis
13.2 Listrik Dinamis
Arus Listrik
Dalam konduktor logam terdapat elektron-elektron yang bebas dan mudah untuk bergerak
sedangkan pada konduktor elektrolit, muatan bebasnya berupa ion-ion positif dan negatif yang
juga mudah bergerak. Bila dalam konduktor ada medan listrik maka muatan muatan tersebut
bergerak dan gerakan dari muatan-muatan ini yang dinamakan arus listrik.
Arah arus listrik diperjanjikan searah dengan gerakan muatan-muatan positif. Arah arus listrik
adalah dari benda bermuatan positif ke benda bermuatan negatif. Sedangkan aliran elektron
adalah dari benda bermuatan negatif ke benda bermuatan positif.
Bila medan yang menyebabkan gerakan-gerakan muatan tersebut arahnya tetap akan dihasilkan
arus searah; sebaliknya bila medan listrik arahnya bolak-balik maka akan dihasilkan arus bolak-
balik secara harmonik, hasilkan arus bolak-balik (AC- Alternating Current).
Kuat Arus
D C B A 1 m 1 m 1 m
A B
C1
C2
C3
Q1 P
Q2
1/3 X
X
149
Kuat arus ( i ) di definisikan sebagai Jumlah muatan yang mengalir melalui suatu penampang
persatuan waktu.
Karena arah arus adalah searah dengan arah muatan positif, maka jumlah muatan yang lewat
adalah jumlah muatan positif.
idq
dt
dq = jumlah muatan (Coulomb)
dt = selisih waktu (detik)
i = kuat arus
Satuan dari kuat arus adalah Coulomb/detik yang disebut juga : Ampere.
Ditinjau dari dari suatu konduktor dengan luas penampang A dalam suatu interval waktu dt, maka
jumlah muatan yang lewat penampang tersebut adalah jumlah muatan yang terdapat dalam suatu
silinder dengan luas penampang A, yang panjangnya V dt.
Gambar 13.15 Suatu konduktor dengan luas penampang A dalam suatu interval waktu dt,
maka jumlah muatan yang lewat penampang tersebut adalah jumlah muatan yang
terdapat dalam suatu silinder dengan luas penampang A, yang panjangnya V dt
Bila n adalah partikel persatuan volume dan e muatan tiap partikel.
dq = n.e.V.A.dt
sehingga diperoleh besarnya :
idq
dtn e V A . . .
Rapat arus J didefinisikan sebagai kuat arus persatuan luas. Satuan rapat arus adalah Ampere/m2.
Ji
An e V . .
Hukum Ohm
Hubungan antara tegangan, kuat arus dan hambatan dari suatu konduktor dapat diterangkan
berdasarkan hukum Ohm.
Dalam suatu rangkaian listrik, kuat arus berbanding lurus dengan beda potensial antara
kedua ujung-ujungnya dan berbanding terbalik dengan besarnya hambatan kawat konduktor
tersebut.
Hambatan kawat konduktor biasanya dituliskan sebagai “R”.
150
Gambar 13.16 Sebuah resistor diberikan beda potensial VAB mengalir arus sebesar i
R
Vi AB
dengan:
I = kuat arus (Ampere)
VAB = beda potensial titik A dan titik B (Volt)
R = hambatan (Ohm)
Hambatan Suatu Penghantar
Suatu penghantar panjangnya l, Luas penampangnya A dan hambatan jenis 𝜌.
Gambar 13.17 Besarnya hambatan suatu penghantar panjangnya l, Luas penampangnya A
dan hambatan jenis 𝜌
Besarnya hambatan dari penghantar/konduktor tersebut dinyatakan dalam
R = A
l.
Dari hubungan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hambatan berbanding lurus dengan panjang konduktor.
2. Hambatan berbanding terbalik dengan luas penampang konduktor.
3. Hambatan berbanding lurus dengan resistivitas atau hambat jenis dari konduktor tersebut.
Harga dari hambat jenis/resistivitas antara nol sampai tak terhingga.
= 0 disebut sebagai penghantar sempurna (konduktor ideal).
= ~ disebut penghantar jelek (isolator ideal).
Hambatan suatu konduktor selain tergantung pada karakteristik dan geometrik benda juga
tergantung pada temperatur. Sebenarnya lebih tepat dikatakan harga resistivitas suatu konduktor
adalah tergantung pada temperatur.
Grafik hambat jenis lawan temperatur untuk suatu konduktor memenuhi hubungan :
(t) = 0 + at + bt 2 + ...
(t) = hambat jenis pada suhu t 0 C
151
0 = hambat jenis pada suhu 0 0 C
a, b = konstanta.
Untuk suhu yang tidak terlampau tinggi, maka suhu t 2 dan pangkat yang lebih tinggi dapat
diabaikan sehingga diperoleh :
𝜌(𝑡) = 𝜌0 + 𝑎. 𝑡 = 𝜌0 +𝑎. 𝑡. 𝜌0
𝜌0
𝜌(𝑡) = 𝜌0(1 + 𝛼. 𝑡) 𝛼 = koefisien suhu hambat jenis
Karena hambatan berbanding lurus dengan hambat jenis, maka diperoleh :
R(t) = R0 ( 1 + .t )
Susunan Seri Hambatan
Gambar 13.18 Susunan seri hambatan
Bila tahanan-tahanan : R1, R2, R3, ...
disusun secara seri, maka :
Kuat arus (i) yang lewat masing-masing tahanan sama besar :
i = i1 = i2 = i3 = ....
VS = Vad = Vab + Vbc + Vcd + ...
RS = R1 + R2 + R3 + ...
Susunan Paralel Hambatan
Gambar 13.19 Susunan seri hambatan
Bila disusun secar paralel, maka :
Beda potensial pada masing-masing ujung tahanan besar ( VA = VB ).
i + i1 + i2 + i3 + ....
1 1 1 1
1 2 3R R R Rp
...
Alat Ukur Kuat Arus, Beda Tegangan dan Tahanan
a. Jembatan wheatstone
Dipakai untuk mengukur besar tahanan suatu penghantar.
152
Gambar 13.20 Rangkaian jembatan Wheatstone
Jembatan wheatstone terdiri dari empat tahanan disusun segi empat dan Galvanometer. Rangkaian
jembatan wheatstone dirumuskan:
RX . R2 = R1 . R3
R1 dan R2 biasanya diketahui besarnya.
R3 tahanan yang dapat diatur besarnya sehingga tidak ada arus yang mengalir lewat
Galvanometer.
RX tahanan yang akan diukur besarnya.
Bila arus yang lewat G = 0, maka hambatan R5 diabaikan (R5= ~) dan berlaku persamaan:
RX . R2 = R1 . R3
RR R
RX 1 3
2
.
b. Amperemeter/Galvanometer
Alat ini:
Dipakai untuk mengukur kuat arus.
Mempunyai hambatan yang sangat kecil.
Dipasang seri dengan alat yang akan diukur.
Untuk mengukur kuat arus yang sangat besar (melebihi batas ukurnya) dipasang tahanan SHUNT
paralel dengan Amperemeter (alat Amperemeter dengan tahanan Shunt disebut AMMETER)
Gambar 13.21 Amperemeter dengan tahanan Shunt
Sebuah Amperemeter yang mempunyai batas ukur maksimum I Ampere dan tahanan dalam Rd
Ohm, supaya dapat dipakai untuk mengukur arus yang kuat arusnya n x i Ampere harus dipasang
Shunt sebesar:
Rn
RS d
1
1
c. Voltmeter
Alat ini :
R5
153
Dipakai untuk mengukur beda potensial.
Mempunyai tahanan dalam yang sangat besar.
Dipasang paralel dengan alat (kawat) yang hendak diukur potensialnya.
Untuk mengukur beda potensial yang melebihi batas ukurnya, dipasang tahanan depan seri
dengan Voltmeter.
Gambar 13.22 Voltmeter dengan tahanan depan Rv
Untuk mengukur beda potensial n × batas ukur maksimumnya, harus dipasang tahanan depan
(RV):
Rv = ( n - 1 ) Rd
Energi Listrik (Hukum Joule)
Karena gerakan muatan-muatan bebas yang menumbuk partikel yang tetap dalam penghantar,
maka terjadi perpindahan energi kinetik menjadi energi kalor, sehingga penghantar menjadi
panas. Hubungan antara gerakan muatan yang disebabkan oleh kuat medan dengan panas yang
ditimbulkan, berdasarkan Joule :
1. Tahanan kawat penghantar.
2. Pangkat dua kuat arus dalam kawat penghantar.
3. Waktu selama arus mengalir.
W = i 2 . r . t = V . i . t
Dengan W = Jumlah Kalor (Joule), i = Kuat arus yang mengalir (Ampere), r = Tahanan kawat
penghantar (Ohm), t = Waktu (detik), V = Beda potensial antara dua titik A dan B (Volt).
Karena : 1 kalori = 4,2 Joule dan 1 Joule = 0,24 Kalori
W = 0,24 i 2 . r . t = 0,24 V . i . t Kalori
Daya
Daya adalah banyaknya usaha listrik (energi listrik) yang dapat diserap atau dilepaskan tiap detik.
Simbol daya adalah P, berasal dari kata Power. Satuan daya dalam SI adalah Watt. 1 Watt = 1
Joule/s.
𝐷𝑎𝑦𝑎 =𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑃 =𝑊
𝑡
iVt
tiVP .
..
𝑃 =𝐼2. 𝑅. 𝑡
𝑡= 𝐼2. 𝑅
𝑃 =𝑉2
𝑅
154
Rangkaian Arus Searah
Arus searah dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber, antara lain :
1. Elemen Elektronika
2. Thermo elemen
3. Generator arus searah
a. Elemen Elektrokimia
Adalah elemen yang dapat menghasilkan energi listrik dari energi kimia selama reaksi kimia
berlangsung. Elemen ini terdiri dari elektroda-elektroda positif (Anoda), elektroda negatif
(Katoda) dan elektrolit.
Macam-macam elemen elektrokimia:
1) Elemen Primer: elemen ini membutuhkan pergantian bahan pereaksi setelah sejumlah
energi dibebaskan melalui rangkaian luar misalnya : Baterai.
Pada elemen ini sering terjadi peristiwa polarisasi yaitu tertutupnya elektroda-elektroda
sebuah elemen karena hasil reaksi kimia yang mengendap pada elektroda-elektroda
tersebut. Untuk menghilangkan proses polarisasi itu ditambahkan suatu zat depolarisator.
Berdasarkan ada/tidaknya depolarisator, dibedakan dua macam elemen primer :
1. Elemen yang tidak tetap: elemen yang tidak mempunyai depolarisator, misalnya pada
elemen Volta.
2. Elemen tetap: elemen yang mempunyai depolarisator. misalnya : pada elemen Daniel,
Leclanche, Weston, dll.
2) Elemen Sekunder : Elemen ini dapat memperbaharui bahan pereaksinya setelah dialiri
arus dari sumber lain, yang arahnya berlawanan dengan arus yang dihasilkan, misalnya :
Accu.
Misalkan : Akumulator timbal asam sulfat. Pada elemen ini sebagai Katoda adalah Pb;
sedangkan sebagai Anode dipakai PbO2 dengan memakai elektrolit H2SO4.
Banyaknya muatan yang dapat disimpan dalam akumulator dinyatakan dalam tenaga
akumulator (kapasitas akumulator) yaitu : Jumlah maksimum muatan listrik yang
dapat disimpan dalam akumulator.
Biasanya dinyatakan dalam :
Ampere - jam (Ah = Ampere hour)
1 Ah = 3600 Coulomb.
Daya guna akumulator.
Tidak semua energi listrik yang dikeluarkan oleh akumulator dapat dipergunakan,
sehingga dikenal istilah daya guna efisiensi rendeman = , yaitu :
𝜂 =𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑔𝑢𝑛𝑎
𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙× 100%
3) Elemen Bahan Bakar : adalah elemen elektrokimia yang dapat mengubah energi kimia
bahan bakar yang diberikan secar kontinue menjadi energi listrik.
Misalkan : pada elemen Hidrogen-Oksigen yang dipakai pada penerbangan angkasa.
b. Thermo Elemen
Thermo Elemen adalah elemen yang dapat menghasilkan energi listrik dari kalor dengan cara
pemanasan pada pasangan-pasangan logam tertentu. Dasar dari thermoelemen ini adalah
penemuan dari :
- Seebeck : yaitu mengenai terjadinya arus listrik karena perbedaan suhu pada logam.
- Peltier : yang menemukan bahwa pada suhu yang sama, logam yang berlainan
155
mempunyai kelincahan elektron bebas yang berbeda.
c. Generator Arus Searah
Generator adalah alat untuk menghasilkan listrik dari energi mekanik.
Gaya Gerak Listrik
Gaya gerak listrik (GGL) adalah besarnya energi listrik yang berubah menjadi energi bukan listrik
atau sebaliknya, jika satu satuan muatan melalui sumber itu, atau kerja yang dilakukan sumber
arus persatuan muatan. Satuan gaya gerak listrik adalah Joule/Coulomb = Volt.
Gaya Gerak Listrik, = dW
dq
GGL bukan merupakan besaran vektor, tetapi GGL diberi arah dan di dalam sumber arus, arahnya
dari kutub negatif ke kutub positif.
Gambar 13.23 Simbol Gaya Gerak Listrik (GGL)
Persamaan Rangkaian Arus Searah
Gambar 13.24 Sumber arus 𝜀 dan tahanan dalam (r) mengalirkan arus i ke suatu tahanan luar R
Elemen yang mempunyai sumber arus 𝜀 dan tahanan dalam (r) ditutup oleh kawat yang
mempunyai tahanan luar R, akan menghasilkan kuat arus yang besarnya :
iR r
Bila beberapa elemen (n buah elemen) yang masing-masing mempunyai GGL Volt disusun
secara seri, kuat arus yang timbul :
Gambar 13.25 Rangkaian seri GGL
GGL pengganti 𝜀𝑠 = 𝑛 𝜀
Hambatan dalam pengganti 𝑟𝑠 = 𝑛 𝑟
𝑖 =𝜀𝑠
𝑟𝑠 + 𝑅
156
𝑖 =𝑛 𝜀
𝑛 𝑟 + 𝑅
Bila beberapa elemen (m buah elemen) yang masing-masing mempunyai GGL, Volt dan tahanan
dalam r disusun secara paralel, kuat arus yang timbul :
Gambar 13.25 Rangkaian Paralel GGL
GGL pengganti paralel 𝜀𝑝 = 𝜀
Hambatan dalam pengganti paralel 𝑟𝑝 =𝑟
𝑛
𝑖 =𝜀𝑝
𝑟𝑝 + 𝑅=
𝜀𝑟𝑛 + 𝑅
Tegangan Jepit
Tegangan jepit adalah beda potensial kutub-kutub sumber arus bila sumber itu dalam rangkaian
tertutup/mencatu beban. Jadi tegangan jepit sama dengan selisih potensial antara kedua ujung
kawat penghubung yang dilekatkan pada kutub-kutub dengan jepitan.
Tegangan jepit VAB= i . R
Pengertian GGL dan tegangan jepit dapat dijelaskan dengan menggunakan rangkaian seperti pada
gambar 12.26 ketika saklar terbuka, tidak ada arus yang mengalir, sehingga tidak ada beda
tegangan pada hambatan dalam r, dan tegangan yang diukur oleh voltmeter sama dengan GGL 𝜀.
Gambar 13.26 Rangkaian untuk mengukur GGL dan tegangan jepit sebuah baterai
Ketika saklar ditutup kuat arus i yang mengalir dari baterai, sehingga ada beda tegangan Ir pada
hambatan dalam r. Tegangan yang diukur oleh voltmeter sama dengan tegangan jepit VAB, dengan
V
Voltmeter
Baterai
Lampu pijar
Saklar
a b a b
r
𝜀
R
157
𝑉𝐴𝐵 = 𝜀 − 𝐼𝑟
Tegangan jepit 𝜀 juga dapat dihitung dari hambatan luar lampu R dengan menggunakan hukum
Ohm:
𝑉𝐴𝐵 = 𝐼𝑅
Gaya gerak listrik adalah tegangan pada ujung-ujung baterai saat baterai tidak dihubungkan ke
beban, sedangkan tegangan jepit VAB adalah tegangan pada ujung-ujung baterai saat baterai
mencatu arus ke beban.
Hukum Kirchhoff
1. Hukum Kirchhoff I ( Hukum titik cabang ):
a. Kuat arus dalam kawat yang tidak bercabang dimana-mana sama besaranya.
b. Jumlah arus yang menuju suatu titik cabang sama dengan jumlah arus yang
meninggalkannya.
Gambar 13.27 Arus listrik pada titik percabangan
Bila P adalah cabangnya, maka:
i masuk = i keluar
i1 + i2 + i3 = i4 + i5
2. Hukum Kirchoff II ( Hukum rangkaian tertutup itu )
Dalam suatu rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik (GGL) dalam satu
rangkaian tertutup (Loop) sama dengan jumlah aljabar tegangan jatuh (hasil kali i × R).
= i.R
Untuk menuliskan persamaan diatas, perlu diperhatikan tanda dari pada GGL, yaitu sebagai
berikut:
: positif
: negatif
Dimana: arah i adalah arah acuan dalam loop itu. Sebagai contoh daripada pemakaian Hukum
Kirchoff misalnya dari rangkaian listrik di bawah ini :
158
Gambar 13.28 Rangkaian contoh pemakaian hukum Kirchoff
Misalkan hendak menghitung besarnya arus yang mengalir pada masing-masing tahanan.
Maka langkah yang harus dilakukan:
Tentukan masing-masing arus yang mengalir pada R1, R2, R3, R4, R5 dan Rd adalah i1, i2,
i3, i4, i5 dan I
Arah referensi pada masing-masing I loop adalah : arah searah dengan jarum jam.
Arus yang searah dengan arah perumpamaan/referensi dianggap positif.
Hukum kirchoff II.
Gambar 13.28 Rangkaian contoh pemakaian hukum Kirchoff dengan asumsi
arah loop dan arah arus
Pada loop I : i1 R1 - I3 R3 - I2 R2 = 0.....................( 1 )
Pada loop II : i4 R4 + i3 R3 - i5 R5 = 0....................( 2 )
Pada loop III ; i2 R2 + i5 R5 + i.r = .....................( 3 )
Hukum Kirchoff I .
Pada titik A : i = i1 + i2...........................................( 4 )
Pada titik D : i4 + i5 = i...........................................( 5 )
Pada titik C : i2 = i3 + i5..........................................( 6 )
Dengan 6 buah persamaan di atas, dapat dihitung i1 ; i2 ; i3 ; i4 ; i5 dan i .
Elektrolisa
Elektrolisa adalah peristiwa terurainya larutan elektrolit (larutan asam, basa dan garam) karena
adanya arus listrik, larutan elektrolit adalah suatu penghantar listrik, karena didalamnya terdapat
muatan-muatan bebas yang berupa ion-ion positif dan negatif yang mudah sekali bergerak bila
159
dikenai medan listrik. Mudah terurainya zat elektrolit di dalam larutan, adalah karena di dalam
larutan gaya tarik-menarik (gaya coulomb) antara ion positif dan negatif menjadi sangat
berkurang (permitivitas air jauh lebih kecil daripada udara).
Pada elektrolisa larutan AgNO3, ion Ag+ yang telah terurai dari molekul AgNO3 akan bergerak
ke kutub negatif (katode = K) dan di sini akan memperoleh satu elektron sehingga atom Ag yang
netral, dan demikian juga ion (NO3)- akan pergi kekutub positif (Anoda = A) yang akan
memberikan elektronnya sehingga menjadi gugusan sisa asam yang netral. Banyaknya zat yang
diendapkan pada peristiwa elektrolisa telah dapat dihitung oleh Faraday.
13.29 Elektrolisa larutan AgNO3
Hukum Faraday I
“Massa zat yang diendapkan selama proses elektrolisa sebanding dengan jumlah muatan listrik
yang melalui larutan itu”
m = z . q
atau
m = z . I . t
dimana:
m = massa zat yang diendapkan.
q = I . t = jumlah muatan listrtik yang melalui larutan.
z = tara Kimia listrik zat, yaitu massa zat yang dipisahkan oleh muatan 1 coulomb selama
proses elektrolisa satuan kg/coulomb.
Hukum Faraday II
“ Massa sebagai zat yang dipisahkan oleh suatu arus listrik pada proses elektrolisa berbanding
lurus dengan tara kimia listrik masing-masing “ .
Misalkan zat A dan B bersama-sama dipisahkan oleh suatu arus listrik yang besarnya sama dan
dalam waktu yang sama pula, maka :
mA : mB = zA : zB
BA = berat atom ; v = valensi atom
BA/v = berat ekivalen
zA : zB =B
B
A
A
v
BA
v
BA:
Pelaksanaan praktis pada peristiwa elektolisa ialah pada voltmeter yang dapat digunakan untuk :
1. Mengukur kuat arus (i) dengan jalan elektrolisa suatu larutan garam
160
2. Menentukan tara kimia listrik zat
3. Menentukan muatan listrik terkecil (muatan elemeter)
4. Memperoleh logam murni dari garam-garam atau Hidroksida logam tersebut
5. Menyepuh
Macam-macam voltmeter yang sering dipergunakan adalah : voltmeter perak, voltmeter tembaga,
voltmeter Hoffman (voltmeter gas H2)
LATIHAN SOAL
1. Arus sebesar 5 Amper mengalir dalam penghantar metal, berapa coulomb besar muatan q
yang berpindah selama 1 menit.
2. Kuat arus sebesar 8 ampere mengalir melalui penghantar. Berapa jumlah elektron yang
bergerak melalui penghantar tersebut tiap menit, jika muatan 1 elektron = 1,6 . 10-19 C.
3. Metode ampermeter-voltmeter dipasang sedemikian rupa untuk maksud mengetahui besar
hambatan R. Ampermeter A dipasang seri terhadap R dan menunjukkan 0,3 A. Voltmeter V
dipasang pararel terhadap R dan menunjukkan tegangan sebesar 1,5 volt. Hitung besar
hambatan R.
4. Sepotong penghantar yang panjangnya 10 meter berpenampang 0,5 mm2 mempunyai
hambatan 50 ohm. Hitung hambatan jenisnya.
5. Hambatan kawat pijar pada suhu 0 0C adalah 6 ohm. Berapa hambatannya pada suhu 10000 c,
jika koefesien suhu = 0,004.
6. Hambatan berapa ohm harus dihubungkan pararel dengan hambatan 12 ohm agar
menghasilkan hambatan pengganti sebesar 4 ohm.
7. Berapa banyak hambatan 40 ohm harus dipasang pararel agar menghasilkan arus sebesar 15
amper pada tegangan 120 volt.
8. Baterai 24 volt dengan hambatan dalam 0,7 ohm dihubungkan dengan rangkaian 3 kumparan
secara pararel, masing-masing dengan hambatan 15 ohm dan kemudian diserikan dengan
hambatan 0,3 ohm. Tentukan :
a. Buatlah sketsa rangkaiannya.
b. Besar arus dalam rangkaian seluruhnya.
c. Beda potensial pada rangkaian kumparan dan antara hambatan 0,3 ohm.
d. Tegangan baterai pada rangkaian.
9. Hambatan yang disusun seperti pada gambar dibawah ini, dipasang tegangan 30 volt.
Tentukanlah :
a. Hambatan penggantinya.
b. Arus pada rangkaian.
10. Dua baterai mempunyai potensial masing-masing 25 volt dan 10 volt. Hambatan dalam
masing-masing baterai adalah 0,4 ohm dan 1 ohm, kedua baterai tersebut dihubungkan seri
dengan hambatan R = 2,5 ohm, seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Tentukanlah :
a. Arus I pada rangkaian.
b. Misalkan potensial di a = 0, cari potensial relatif di b dan c.
c. Hitung beda potensial antara titik-titik a dan b , b dan c, c dan a.
161
11. Hitung usaha dan daya rata-rata yang diperlukan untuk memindahkan muatan 96.000 coulomb
dalam waktu 1 jam pada beda potensial 50 volt.
12. Kuat arus yang sebenarnya 5 ampere mengalir dalam konduktor yang mempunyai hambatan
20 ohm dalam waktu 1 menit. Tentukanlah :
a. Besar energi listrknya.
b. Besar daya listriknya.
13. Sebuah Voltmeter yang mempunyai hambatan 1000 ohm dipergunakan untuk mengukur
potensial sampai 120 volt. Jika daya ukur voltmeter = 6 volt, berapa besar hambatan multiplier
agar pengukuran dapat dilakukan?
14. Sebuah galvanometer dengan hambatan 5 ohm dilengkapi shunt agar dapat digunakan untuk
mengukur kuat arus sebesar 50 ampere. Pada 100 millivolt jarum menunjukkan skala
maksimum. Berapa besar hambatan shunt tersebut.
15. Dalam larutan perak nitrat dialirkan arus 4 amper. Jika tara kimia listrik Ag = 1,12 mg/c,
berapa mg perak yang dipisahkan dari larutan selama dialiri arus 50 detik.
16. Arus listrik 10 ampere dialirkan melalui larutan CuSO4. Berapa lama diperlukan untuk
memperoleh 50 gram tembaga murni. massa atom Cu = 63,5 Cu bervalensi 2.
17. Dari rangkaian di bawah ini, maka tentukan arus yang dihasilkan Baterai.
18. Hitunglah VAB
19. Pada gambar di samping. Hitunglah besar tentukan arah dari I1, I2 dan I3 ?
162
20. Sebuah bujursangkar ABCD dibuat dari kawat yang berbeda-beda, tahanan AB = 2 ohm,
tahanan BC = 7 ohm, tahanan CD = 1 ohm. Tahanan DA = 10 ohm sedangkan diagonal BD
dihubungkan dengan tahanan dari 2 ohm. Titik A dihubungkan dengan Kutub + dari elemen
baterai yang tahanan dalamnya 1 ohm sedangkan titik C dihubungkan dengan kutub - dari
elemen tersebut. Kuat arus induk dari kutub + elemen yang masuk ke titik A adalah 1 Ampere.
a. Berapa besar dan arah arus yang melalui diagonal BD.
b. Berapa besar dan arah arus yang lain pada setiap cabang.
c. Berapakah GGL elemen tersebut.
163
BAB XIV. MAGNET DAN ELEKTROMAGNET
14.1 Prinsip Kemagnetan
Magnet memiliki dua kutub, kutub utara dan kutub selatan. Magnet memiliki sifat pada kutub
berbeda saat didekatkan akan saling tarik menarik (utara - selatan). Tapi jika kutub berbeda
didekatkan akan saling tolak-menolak (utara-utara atau selatan-selatan). Batang magnet dibagian
tengah antara kutub utara-kutub selatan, disebut bagian netral. Bagian netral magnet artinya tidak
memiliki kekuatan magnet.
Gambar 14.1 Daerah netral pada magnet permanet
Logam besi bisa menjadi magnet secara permanen atau sementara dengan cara induksi
elektromagnetik. Tetapi ada beberapa logam yang tidak bisa menjadi magnet, misalnya tembaga,
aluminium logam tersebut dinamakan diamagnetik.
Garis Gaya Magnet
Bumi merupakan magnet alam raksasa, buktinya mengapa kompas menunjukkan arah utara dan
selatan bumi kita. Karena sekeliling bumi sebenarnya dilingkupi garis gaya magnet yang tidak
tampak oleh mata kita tapi bisa diamati dengan kompas keberadaannya. Batang magnet
memancarkan garis gaya magnet yang melingkupi dengan arah dari utara ke selatan.
Gambar 14.2 : Garis medan magnet utara-selatan
Ujung kutub utara selatan muncul pola garis gaya yang kuat. Daerah netral pola garis gaya
magnetnya lemah. Pembuktian secara visual garis gaya magnet untuk sifat tarik-menarik pada
kutub berbeda dan sifat tolak-menolak pada kutub sejenis dengan menggunakan magnet dan
serbuk halus besi gambar-14.3. Tampak jelas kutub sejenis utara-utara garis gaya saling menolak
satu dan lainnya. Pada kutub yang berbeda utara-selatan, garis gaya magnet memiliki pola tarik
menarik. Sifat saling tarik menarik dan tolak menolak magnet menjadi dasar bekerjanya motor
listrik.
164
Gambar 14.3 Pola garis medan magnet tolak menolak dan tarik menarik
Untuk mendapatkan garis gaya magnet yang merata disetiap titik permukaan maka ada dua bentuk
yang mendasari rancangan mesin listrik. Bentuk datar (flat) akan menghasilkan garis gaya merata
setiap titik permukaannya. Bentuk melingkar (radial), juga menghasilkan garis gaya yang merata
setiap titik permukaannya gambar 14.4.
Gambar 14.4 Garis gaya magnet pada permukaan rata dan silinder
14.2 Elektromagnet
Elektromagnet adalah prinsip pembangkitan magnet dengan menggunakan arus listrik. Sebatang
kawat yang diberikan listrik DC arahnya meninggalkan kita (tanda silang), maka disekeliling
kawat timbul garis gaya magnet melingkar. Sebatang kawat posisi vertikal diberikan arus listrik
DC searah panah, arus menuju keatas arah pandang (tanda titik). Garis gaya magnet yang
membentuk selubung berlapis lapis terbentuk sepanjang kawat.
165
Gambar 14.5 Elektromagnetik sekeliling kawat
Arah medan magnet disekitar penghantar sesuai arah putaran sekrup. arah arus kedepan
(meninggalkan kita) maka arah medan magnet searah putaran sekrup kekanan. Sedangkan bila
arah arus kebelakang (menuju kita) maka arah medan magnet adalah kekiri.
Gambar 14.6 Prinsip putaran sekrup
Aturan sekrup mirip dengan hukum tangan kanan yang menggenggam, arah ibu jari menyatakan
arah arus listrik mengalir pada kawat. Maka keempat arah jari menyatakan arah dari garis gaya
elektromagnet yang ditimbulkan.
Elektromagnet Pada Belitan Kawat
Kawat penghantar bentuk bulat dialiri arus listrik I sesuai arah panah. Hukum tangan kanan dalam
kasus ini, disekeliling kawat timbul garis gaya magnet yang arahnya secara gabungan membentuk
kutub utara dan kutub selatan.
Gambar 14.7 Kawat melingkar berarus membentuk kutub magnet
Medan Magnet Pada Solenoida
Jika beberapa belitan kawat digulungkan membentuk sebuah coil, jika dipotong secara melintang
maka arah arus ada dua jenis. Kawat bagian atas bertanda silang (meninggalkan kita) dan kawat
bagian bawah bertanda titik (menuju kita). Hukum tangan kanan empat jari menyatakan arah arus
I, arah ibu jari menunjukkan kutub utara magnet.
166
Gambar 14.8 Belitan kawat membentuk kutub magnet
Untuk menguatkan medan magnet yang dihasilkan pada gulungan dipasangkan inti besi dari
bahan ferromagnet, sehingga garis gaya elektromagnet menyatu. Aplikasinya dipakai pada coil
kontaktor atau relay.
Fluksi Medan Magnetik
Medan magnet tidak bisa kasat mata namun buktinya bisa diamati dengan kompas atau serbuk
halus besi. Daerah sekitar yang ditembus oleh garis gaya magnet disebut gaya medan magnetik
atau medan magnetik. Jumlah garis gaya dalam medan magnet disebut fluksi magnetik gambar-
14.9.
Gambar 14.9 Belitan kawat berinti udara
Fluksi magnetik (𝜙) diukur dalam Weber, disingkat Wb yang didifinisikan : ”Suatu medan magnet
serba sama mempunyai fluksi magnetik sebesar 1 weber bila sebatang penghantar dipotongkan
pada garis-garis gaya magnet tersebut selama satu detik akan menimbulkan gaya gerak listrik
(ggl) sebesar satu volt”. Gaya gerak magnetik (Θ) sebanding lurus dengan jumlah belitan (N) dan
besarnya arus yang mengalir (I), secara singkat kuat medan magnet sebanding dengan amper-lilit.
167
Θ = 𝐼 𝑁
Contoh:
Belitan kawat sebanyak 600 lilit, dialiri arus 2 A. Hitunglah a) gaya gerak magnetiknya b) jika
kasus a) dipakai 1200 lilit berapa besarnya arus ?
Jawaban :
a) Θ = I . N = 600 lilit x 2 A = 1.200 Amper-lilit
b) I = Θ /N = 1.200 Amper-lilit/1200 lilit = 1 Amper.
Kuat Medan Magnet
Gambar 14.10 Medan magnet pada toroida
Belitan toroida yang besar memiliki diameter lebih besar, sehingga keliling lingkarannya lebih
besar. Belitan toroida yang kecil tentunya memiliki keliling lebih kecil. Jika keduanya memiliki
belitan (N) yang sama, dan dialirkan arus (I) yang sama maka gaya gerak magnet (Θ = N.I) juga
sama. Yang akan berbeda adalah kuat medan magnet (H) dari kedua belitan diatas. Jika lm adalah
panjang lintasan, maka persamaan kuat medan magnet:
𝐻 =Θ
𝑙𝑚=
𝐼 𝑁
𝑙𝑚
Contoh:
Kumparan toroida dengan 5000 belitan kawat, panjang lintasan magnet 20cm, arus yang mengalir
sebesar 100mA. Hitung besarnya kuatmedan magnetiknya!
Jawaban :
𝐻 =𝐼. 𝑁
𝑙𝑚=
0,1 𝐴 . 5000
0,2 𝑚
= 2.500 A/m
Kerapatan Fluk Magnet
Efektivitas medan magnetik dalam pemakaian sering ditentukan oleh besarnya “kerapatan fluk
magnet”. pada permukaan yang lebih luas kerapatannya rendah dan intensitas medannya lebih
lemah gambar 14.11. Pada permukaan yang lebih sempit kerapatan fluk magnet akan kuat dan
intensitas medannya lebih tinggi.
168
Gambar 14.11 Kerapatan fluk magnet
Kerapatan fluk magnet (B) atau induksi magnetik didefinisikan sebagai fluk persatuan luas
penampang. Satuan fluk magnet adalah Tesla.
𝐵 =𝜙
𝐴
Dengan B adalah Kerapatan medan magnet, 𝜙 adalah Fluk magnet dan A adalah Penampang inti.
Contoh:
Belitan kawat bentuk inti persegi 50mm x 30 mm, menghasilkan kuat medan magnet sebesar 0,8
Tesla. Hitung besar fluk magnetnya.
Jawaban :
𝜙 = B . A = 0,08T x0,05 m x 0,03 m = 1,2 mWb
14.3 Permeabilitas
Permeabilitas atau ”daya hantar magnetik (𝜇)” adalah kemampuan bahan media untuk dilalui fluk
magnet. Ada tiga golongan media magnet yaitu ferromagnet, paramagnet dan diamagnet.
Ferromagnet mudah dijadikan magnet dan menghasilkan medan magnet yang kuat,
memiliki daya hantar magnetik yang baik. Contohnya : besi, baja, nikel, cobal serta
campuran beberapa logam seperti Alnico dan permalloy.
Paramagnet kurang baik untuk dijadikan magnet, hasilnya lemah dan permeabilitasnya
kurang baik. Contohnya : aluminium, platina, mangan, chromium.
Diamagnet bahan yang lemah sebagai magnet dan berlawanan, permeabilitas nya dibawah
paramagnet. Contohnya: bismuth, antimonium, tembaga, seng, emas dan perak.
Gambar 14.12 Kurva BH inti udara
169
Kurva BH mengandung informasi yang berhubungan dengan permeabilitas suatu bahan. Satuan
permeabilitas Wb/Am. Permeabilitas hampa udara diperoleh dari perbandingan antara kerapatan
fluk dan kuat medan magnet gambar 14.12.
Persamaan permeabilitas hampa udara:
𝜇0 =𝐵
𝐻
𝜇0 = 1,257 . 10-6 Wb/Am.
Dengan 𝜇0 Permeabilitas hampa udara, B Fluk magnet, H Kerapatan magnet.
Permeabilitas untuk bahan magnet sifatnya tidak konstan, selalu diperbandingkan terhadap
permeabilitas hampa udara, dimana perbandingan tersebut disebut permeabilitas relatif gambar-
14.13.
Gambar 14.13 Kurva BH ferromagnetik
Persamaan permeabiltas bahan magnet :
𝜇 = 𝜇0𝜇𝜏
Dengan 𝜇 adalah Permeabilitas bahan, 𝜇0 adalah Permeabilitas hampa udara, 𝜇𝜏 Permeabilitas
relatif.
Contoh:
Belitan kawat rongga udara memiliki kerapatan 2.500 A/m, Hitung besar fluk magnetnya, bila
diketahui 𝜇0 = 1,257 . 10-6 Wb/Am.
Jawaban :
B = 𝜇0 . H
B = 1,257 . 10-6 Wb/Am . 2500A/m = 0,00314 T = 3,14mT
Contoh: Besi toroid mempunyai keliling 0,3 meter dan luas penampang 1 cm2. Toroida dililitkan kawat
600 belitan dialiri arus sebesar 100mA. Agar diperoleh fluk mahnet sebesar 60𝜇Wb pada toroida
tsb. Hitung a) kuat medan magnet b) kerapatan fluk magnet c) permeabilitas absolut dan d)
permeabiltas relatif besi.
Jawaban :
170
a) Kuat medan magnet 𝐻 =𝐼.𝑁
𝑙𝑚=
0,1 𝐴 .600 𝑙𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑛
0,3 𝑚 = 200 A/m
b) Kerapatan fluk magnet 𝐵 =𝜙
𝐴=
60.10−6
1,0 .10−4 = 0,6 T
c) Permeabilitas absolut/bahan 𝜇0 =𝐵
𝐻=
0,6
200 = 0,003 Wb/Am
d) Permeabilitas relatif 𝜇𝜏 =𝜇
𝜇0=
0,003
1,257 .10−8= 2.400
14.4 Prinsip Kerja Motor Listrik DC.
Prinsip motor listrik bekerja berdasarkan hukum tangan kiri Fleming. Sebuah kutub magnet
berbentuk U dengan kutub utaraselatan memiliki kerapatan fluk magnet 𝜙. Sebatang kawat
penghantar digantung bebas dengan kabel fleksibel. Di ujung kawat dialirkan arus listrik DC dari
terminal + arus I mengalir ke terminal negatif. Yang terjadi adalah kawat bergerak arah panah
akan mendapatkan gaya sebesar F. Gaya yang ditimbulkan sebanding dengan besarnya arus I.
Jika polaritas aliran listrik dibalik positif dan negatifnya, maka kawat akan bergerak kearah
berlawanan panah F.
Gambar 14.14 Prinsip dasar motor DC
F = B.L.I
Dengan F: gaya mekanik (Newton), B: kerapatan fluk magnet (Tesla), L: panjang penghantar
(meter), I: arus (amper)
Hukum tangan kiri Fleming merupakan prinsip dasar kerja motor DC. Telapak tangan kiri berada
diantara kutub utara dan selatan, medan magnet 𝝓 memotong penghantar. Arus I mengalir pada
kawat searah keempat jari. Kawat akan mendapatkan gaya F yang arahnya searah ibu jari.
171
Gambar 14.15 Prinsip tangan kiri Flemming
Contoh:
Kumparan kawat dengan 50 belitan, dialirkan arus sebesar 2 Amper, kumparan kawat
ditempatkan diantara kutub utara dan selatan. Gaya F yang terukur 0,75 Newton. Hitung besarnya
kerapatan fluk magnet, jika lebar permukaan kutub 60 mm dan kebocoran fluksi diabaikan.
Gambar 14.16 Model uji gaya tolak
Panjang efektif penghantar => L = 50. 60.10-3 = 3m
Gaya F = B.L.I => 𝐵 =𝐹
𝐼.𝐿=
0,75 𝑁
2 𝐴 .3𝑚= 0,125 Tesla
14.5 Prinsip Dasar Kerja Generator
Prinsip kerja generator dikenalkan Michael Faraday 1832, sebuah kawat penghantar digantung
dua ujungnya ditempatkan diantara kutub magnet permanen utara-selatan. Antara kutub utara dan
selatan terjadi garis medan magnet 𝜙. Kawat penghantar digerakkan dengan arah panah, maka
terjadi dikedua ujung kawat terukur tegangan induksi oleh Voltmeter. Besarnya tegangan induksi
tergantung oleh beberapa faktor, diantaranya : kecepatan menggerakkan kawat penghantar,
jumlah penghantar, kerapatan medan magnet permanen B.
U = B.L.v.Z Volt
Dengan U: Tegangan induksi; B Kerapatan medan magnet (Tesla); L Panjang penghantar (meter);
v Kecepatan gerakan (m/det); Z Jumlah penghantar.
172
Terjadinya tegangan induksi dalam kawat penghantar pada prinsip generator terjadi, oleh
beberapa komponen. Pertama adanya garis medan magnet yang memotong kawat penghantar
sebesar B. Kedua ketika kawat penghantar digerakkan dengan kecepatan v pada penghantar terjadi
aliran elektron yang bergerak dan menimbulkan gaya gerak listrik (U). Ketiga panjang kawat
penghantar L juga menentukan besarnya tegangan induksi karena makin banyak elektron yang
terpotong oleh garis medan magnet.
Gambar 14.17 Prinsip hukum Lorentz
Prinsip tangan kanan Flemming menjelaskan terjadinya tegangan pada generator listrik. sepasang
magnet permanen menghasilkan garis medan magnet 𝜙, memotong sepanjang kawat penghantar
menembus telapak tangan. Kawat penghantar digerakkan kearah ibu jari dengan kecepatan v.
Maka pada kawat penghantar timbul arus listrik I yang mengalir searah dengan arah keempat jari.
Gambar 14.18 Prinsip tangan kanan Flemming
Contoh:
Model generator DC memiliki kerapatan fluk magnet sebesar 0,8 Tesla, panjang efektif dari
penghantar 250 mm, digerakkan dengan kecepatan 12 m/detik. Hitung besarnya tegangan induksi
yang dihasilkan.
Jawaban :
U = B.L.v.Z
= 0,8 Tesla. 250.10-3 meter. 12 m/det = 240 Volt
173
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan mengapa magnet memiliki sifat menarik besi, sedangkan logam non besi seperti
aluminium dan tembaga tidak dipengaruhi magnet.
2. Bagaimana cara menentukan kutub utara dan selatan magnet permanen dengan bantuan
sebuah kompas, jelaskan dengan gambar.
3. Gambarkan rangkaian Bel Listrik dengan sumber listrik DC 12 Volt, dan terangkan cara
kerjanya!
4. Peragakan didepan kelas prinsip tangan kanan Flemming, untuk menunjukkan prinsip kerja
generator. Tunjukkan arah gerakan kawat, arah medan magnet yang memotong kawat dan
tunjukkan arah gaya gerak listrik yang dihasilkan.
5. Peragakan didepan kelas dengan prinsip tangan kiri Flemming untuk menunjukkan cara kerja
Motor Listrik. Tunjukkan arah garis medan magnet, arah aliran arus listrik DC dan arah torsi
putar yang dihasilkan.
6. Kumparan toroida dengan 1000 belitan kawat, panjang lintasan magnet 30 cm, arus yang
mengalir sebesar 200 mA. Hitung besarnya kuat medan magnetiknya!
7. Belitan kawat bentuk inti persegi 40 mm × 25 mm, menghasilkan kuat medan magnet sebesar
1,0 Tesla. Hitung besar fluk magnetnya!
8. Belitan kawat rongga udara memiliki kerapatan 1.000 A/m, Hitung besar fluk magnetnya, bila
diketahui 𝜇0 = 1,257 . 10-6 Wb/Am!
9. Besi toroid mempunyai keliling 0,4 meter dan luas penampang 1 cm2. Toroida dililitkan kawat
800 belitan dialiri arus sebesar 100 mA. Agar diperoleh fluk mahnet sebesar 80 𝜇Wb pada
toroida tersebut. Hitung a) kuat medan magnet b) kerapatan fluk magnet c) permeabilitas
absolut dan d) permeabiltas relatif besi!
10. Berdasarkan luas penampang inti 80 cm2 dan fluk magnetnya 10 mWb. Panjang lintasan inti
besi 150 cm, jarak celah udara 5 mm. Hitung a) kerapatan fluk magnet pada inti besi dan
tentukan besarnya gaya gerak magnet. b) Hitung besarnya gaya gerak magnet total!
174
DAFTAR PUSTAKA
1. IMO, Model Course 7.03, Officer In Charge of An Navigation Watch, 2012, IMO Publication.
2. Leslie Jackson, Applied Mechanics For Engineers Vol-2, 2003, Reed’s Marine Engineering
Series.
3. Giancoli, Douglas C. 2000. Physics, 3rd Edition. USA: Prentice Hall International.
4. Tipler, Paul.1998. Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 1 (alih bahasa : Prasetyo dan Rahmad
W. Adi). Jakarta: Erlangga.
5. Tipler, Paul. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 2 (alih bahasa : Bambang Soegijono)
Jakarta: Erlangga.
6. Endarko, Buku Ajar Fisika Jilid 1 untuk SMK Teknologi, Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
7. Endarko, Buku Ajar Fisika Jilid 2 untuk SMK Teknologi, Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
8. Endarko, Buku Ajar Fisika Jilid 3 untuk SMK Teknologi, Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
9. Yulianti, Fitri, Inovasi Tanpa Batas Fisika SMA/MA Kelas X, XI, XII, Yogyakarta, 2011
10. D.R. Derrett, Ship Stability for Masters and Mates Sixth edition, 2006, Britain: Elsevier.
11. Kanginan, Marten, Fisika Untuk SMA, 2004, Jakarta: Erlangga.
12. Beiser, A., 1995, Applied Physics, New York: McGraw-Hill, Inc
Recommended