View
19
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Akta Notaris
1. Pengertian Akta Autentik
Menurut Kamus Hukum pengertian acta atau biasa disebut akta
adalah perbuatan-perbuatan.5 Sedangkan pengertian Authentik atau
autentik adalah dalam bentuk menurut undang-undang dan dibuat oleh
pejabat yang berwenang.6
Notaris memiliki kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang
termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan
sesuai dengan kahendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta notaris, serta
memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap
peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda
tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapatmenentukan dengan
bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang
akan ditanda tanganinya.7
2. Akta di Bawah Tangan
Akta di bawah tangan bagi hakim merupakan “Bukti Bebas”
karena akta di bawah tangan baru mempunyai kekuatan bukti materiil
setelah dibuktikan kekuatan formilnya sedangkan kekuatan
pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan
5R.Subekti ,R.Tjiirosudibio,Kamus Hukum(Jakarta:Pradnya Paramita,1992).halaman 5. 6Ibid.,halaman 11. 7Indonesia Legal Center Publishing,Op.Cit,halaman 38.
12
mengetahui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu, dengan
demikian akta di bawah tangan berlainan dengan akta autentik, sebab
bilamana satu akta di bawah tangan dinyatakan palsu, maka yang
menggunakan akta di bawah tangan itu sebagai bukti haruslah
membuktikan bahwa akta itu tidak palsu.
3. Syarat Akta Notaris sebagai Alat Bukti
Akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris berkedudukan
sebagai akta autentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan
dalam UUJN, menurut Irawan Soerodjo, ada 3 (tiga) unsur esensialia
agar terpenuhinya syarat formal suatu akta autentik, yaitu :
a. Di dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang.
b. Dibuat oleh atau di Hadapan pejabat umum.
c. Akta yang dibuat oleh atau di Hadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat.
4. Macam Akta Notaris
Ada dua macam akta notaris, yaitu :8
a. Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta
relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten). Yaitu akta yang
dibuat notaris memuat uraian secara autentik dari notaris
mengenai suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan
yang dilihat atau disaksikan oleh notaris. Misalnya akta berita
8Adjie Habib,Hukum Notaris Indonesia(Jakarta:Erlangga,2006),halaman 51.
13
acara/risalah rapat RUPS suatu perseroan terbatas, akta
pencatatan bundel, dll.
b. Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang
dinamakan akta partij (partij akten). Yaitu akta yang dibuat
dihadapan notaris memuat uraian dari apa yang diterangkan
atau diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada
notaris, misalnya perjanjian kredit, dan sebagainya.
Akta dibuat oleh notaris apabila seorang notaris atas
permintaan suatu perkumpulan atau perseroan, untuk datang
membuat catatan, tentang apa yang dibicarakan dalam rapat, dan
apa yang diputuskannya. notaris lantas mengerjakan atas
permintaan itu dalam akta, dan mencatat secara teliti apa yang
dimintanya. Sedangkan akta dibuat dihadapan notaris, yaitu suatu
perbuatan hukum seperti jual beli, tukar menukar, sewa menyewa,
ikatan jualbeli, itu semua aktanya tidak boleh dibuat oleh notaris,
akan tetapi dibuat di hadapan notaris.9
Di dalam semua akta ini notaris menerangkan atau memberikan
dalam jabatannya sebagai pejabat umum kesaksian dari semua apa
yang dilihat, disaksikan dan dialaminya, yang dilakukan pihak lain,
Dalam golongan akta yang dimaksud pada nomor 2 termasuk akta-
akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk
penjualan dimuka umum atau lelang), kemampuan terakhir
(wasiat), kuasa dan lain sebagainya.
9Op.Cit,Halaman 25
14
Dalam akta partij ini dicantumkan secara autentik keterangan-
keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak
dalam akta itu, di samping relaas dari notaris itu sendiri yang
menyatakan bahwa orang-orang yang hadir itu telah menyatakan
kehendaknya tertentu, sebagaimana dicantumkan dalam akta.
Di dasarkan hal tersebut di atas maka untuk akta partij
penandatangan oleh para pihak merupakan suatu keharusan, Untuk
akta relaas tidak menjadi soal apakah orang-orang yang hadir
tersebut menolak untuk menandatangani akta itu, misalnya pada
pembuatan berita acara rapat para pemegang saham dalam
perseroan terbatas orang-orang yang hadir telah meninggalkan
rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka notaris cukup
menerangkandidalam akta, bahwa para pemegang saham yang
hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu
dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta autentik.
Perbedaan yang dimaksud di atas menjadi penting dalam
kaitannya dengan pemberian pembuktian sebaliknya (tegenbewijs)
terhadap isi akta itu, kebenaran isi dari akta pejabat (ambtelijk
akte) tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu
adalah palsu, sedangkan pada akta partij dapat digugat isinya,
tanpa menuduh bahwa akta tersebut akta palsu dengan jalan
menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang bersangkutan
ada diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, tetapi
15
keterangan itu adalah tidak benar, artinya terhadap keterangan yang
diberikan itu diperkenalkan pembuktian sebaliknya.10
5. Bentuk dan Sifat Akta Notaris
Pada umumnya akta notaris itu terdiri dari tiga bagian, ialah:
a. Komparisi adalah bagian yang menyebutkan hari dan tanggal akta,
Nama Notaris dan tempat kedudukannya nama dari para
penghadap, jabatannya dan tempat tinggalnya, beserta keterangan
apakah ia bertindak untuk diri sendiri atau sebagai kuasa dari orang
lain, yang harus disebutkan juga jabatan dan tempattinggalnya
beserta atas kekuatan apa ia bertindak sebagai wakil atau kuasa.
b. Badan dari akta adalah bagian yang memuat isi dari apa yang
ditetapkan sebagai ketentuan-ketentuan yang bersifat autentik,
umpamanya perjanjian, ketentuan-ketentuan mengenai kehendak
terakhir (wasiat), dan atau kehendak para penghadap yang
dituangkan dalam isi akta.
c. Penutup merupakan uraian tentang pembacaan akta, nama saksi
dan uraian tentang ada tidaknya perubahan dalam kata tersebut
serta penerjemahan bila ada.
10Ibid.,halaman 53
16
Dalam Pasal 38 UUJN, mengenai bentuk dan sifat akta notaris,
yang berisi:
1. Awal akta atau kepala akta memuat: Judul akta, nomor akta, jam, hari,
tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap dan tempat kedudukan
notaris.
2. Badan akta memuat:
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal para penghadap
dan/atau orang yang mereka wakili;
b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan dan;
d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan,
kedudukan,dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
3. Akhir atau penutup akta memuat:
a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) huruf I atau Pasal 16 ayat (7).
b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahan akta apabila ada.
c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta, dan;
d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam
pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat
berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.
17
Di dalam komparisi ini dijelaskan dalam kualitas apa seorang
menghadap pada notaris, umpamanya sebagai wali, dalam hal orang yang
diwakilinya karena belum dewasa biasanya yang mewakili adalah orang
tuanya, tidak punya kemampuan melakukan tindakan hukum sendiri, atau
sebagai pengampu (curatele) dalam hal yang diwakilinya itu ditaruh
dibawah pengampuan (onder curatele), ataukah sebagai kuasa, ialah orang
yang diberi kuasa.
Badan atau isi dari akta menyebutkan ketentuan, kehendak atau
perjanjian yang dikehendaki oleh para penghadap untuk dituangkan dalam
akta autentik, misalnya akta itu merupakan surat wasiat, maka dalam
badan akta itu disebutkan apa yang dikendaki oleh penghadap dalam surat
wasiat dan begitu dalam hal akta itu mengenai perjanjian maka isi akta
tersebut berisi kehendak para penghadap yang berkepentiangan terhadap
akta itu.
Penutup dari akta merupakan suatu bentuk yang tetap, yang
memuat pula tempat dimana akta itu dibuat dan nama-nama, jabatan serta
tempat tinggal saksi-saksi instrumentair, biasanya dalam komparisi nama-
namanya saksi ini tidak disebut melainkan hanya di tunjuk kepada nama-
namanya yang akan disebut dibagian akhir aktaialah dibagian penutup,
selanjutnya dibagian penutup ini disebutkan, bahwa akta itu disebutkan
bahwa akta itu dibacakan kepada para penghadap dan saksi-saksi dan
sesudahnya ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan notaris
yang bersangkutan.
18
Tugas notaris adalah membuat akta, menyimpannya dan
menerbitkan grosse, membuat salinan dan ringkasannya, notaris hanya
mengkonstantir apa yang terjadi dan apa yang dilihat, di dalamnya serta
mencatatnya dalam akta berdasrkan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris,
S.1860Nomor 3.11
Adapun yang dimaksud akta autentik yang termuat dalam Pasal
1808 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:12
a) Dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang.
b) Dibuat oleh pejabat umum.
c) Pejabat umum tersebut berwenang dimana akta itu dibuat.
B. TinjauanUmum tentang Notaris
1. Pengertian Notaris
Seorang notaris dalam pengertian umum adalah Pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta
autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.13
Meski demikian tugas dan pekerjaan notaris sebagai pejabat umum
tidak terbatas pada membuat akta autentik tetapi juga ditugaskan
melakukan pendaftaran dan mengesahkan surat-surat dibawah tangan,
memberikan nasehat/petunjuk hukum dan penjelasan undang-undang
kepada para pihak yang bersangkutandengan suatu perjanjian-
11Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia(Jakarta:Liberti,2003),halaman 123. 12R.Subekti,R.Tjitrosudibio,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Op.cit,halaman 59 13Indonesia Legal Center Publishing, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Jabatan
Notaris & PPAT(Jakarta:Karya Gemilang,2008).halaman 37.
19
perjanjian, membuat akta pendirian dan akta perubahan perseroan
terbatas dan sebagainya.
Apabila peranan notaris diperbandingkan dengan peranan
pengacara, kepentingan kedua belah pihak, manakala seorang
pengacara hanya mengabdi kepada kepentingan kliennya serta
berkewajiban untuk memenangkan hak klien atas hak lawannya.
Seorang notaris harus berikhtiar sedemikian rupa sehingga kedua belah
pihak merasa puas. Dengan demikian, maka seorang notaris pada
pokoknya bertujuan untuk menghindarkan timbulnya sengketa, sedang
seorang pengacara bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang telah
timbul.
2. Jabatan dan Kedudukan Notaris
Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum adalah merupakan
organ negara, yang mendapat limpahan bagian dari tugas dan
kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang dan
tanggungjawab dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat
umum dibidang keperdataan, khususnya dalam pembuatan dan
peresmian akta.
Dengan lahirnya UUJN maka telah terjadi unifikasi hukum dalam
pengaturan notaris di Indonesia dan UUJN merupakanhukum tertulis
sebagai alat ukur bagi keabsahan notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya.
Pengertian jabatan harus berlangsung terus menerus dapat di
berlakukan pada notaris, meskipun seseorang sudah pensiun dari
20
jabatannya sebagai notaris, atau dengan berhentinya seseorang sebagai
notaris maka berhenti pula kedudukannya sebagai notaris. Sedangkan
notaris sebagai jabatan,akan tetap ada dan akta-akta yang dibuat di
hadapan atau oleh notaris yang sudah pensiun tersebut akan tetap
diakui dan akan disimpan oleh notaris pemegang protokolnya.
UUJN tidak saja mengatur mengenai jabatan atau kedudukan
notaris, tapi juga mengatur mengenai Pejabat Sementara notaris,
notaris pengganti dan notaris pengganti khusus. Istilah-istilah tersebut
berkaitan dengan jabatan notaris dan pertanggungjawabannya.
Pejabat sementara notaris, notaris pengganti dan notaris pengganti
khusus pada intinya mempunyai kewenangan yang sama dengan
notaris sebagaimana disebut dalam Pasal 15 UUJN dan kewajiban
sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 UUJN dan larangan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 17 UUJN.
Pejabat sementara notaris dan notaris pengganti melaksanakan
kewenangan notaris serta notaris pengganti khusus. Berdasarkan Pasal
33 ayat (2) UUJN. Batas kewenangan notaris, pejabat sementara
notaris, notaris pengganti dan notaris.
Pengganti khusus berbeda, batas kewenangan pejabat sementara
notaris dan notaris pengganti berakhir ketika batas yang tercantum
dalam surat keputusannya telah habis, dan notaris pengganti khusus
berakhir ketika akta yang wajib dibuatnya sesuai surat keputusannya
selesai dibuat.
21
3. Wewenang Notaris
Dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN: “Notaris berwenang membuat akta
autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan
akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang”.
Grosse adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan hutang
dengan kepala akta “Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha
esa”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
Salinan akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan
pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberika sebagai
SALINAN yang sama bunyinya”.
Kutipan akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa
bagian dari akta dan ada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa
“diberikan sebagai kutipan”.
Didalam menjalankan profesinya notaris tidak saja mendengarkan
apa yang diinginkan oleh kliennya dan mencantumkan didalam
aktanya, tetapi notaris mencantumkan pula hal-hal yang tidak
dikemukakan oleh kliennya tetapi tersirat didalam keterangan yang
diberikan kliennya. Disamping itu sebagai pejabat, notaris adalah
22
orang kepercayaan yang harus dapat menangkap keinginan para klien
dan menjabarkannya lebih lanjut didalam aktanotaris. Semuanya ini
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
UUJN yang berbunyi sebagai berikut, notaris berwenang pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar
dalam buku khusus;
c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang membuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
lainnya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan
g. Membuat akta risalah lelang.
4. Fungsi Notaris
Fungsi yang dijalankan notaris bersifat publik berdasarkan
ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN karena masyarakat dalam
hal ini cukup minta bantuan notaris sebagai layaknya seorang pejabat
yang menjalankan tugasnya seperti pegawai pencatat sipil atau juru
sita namun perbedaannya bahwa notaris mendapat honorarium
23
berdasarkan undang-undang, yang menyatakan bahwa seorang notaris
menggaji dirinya sendiri, dari honorarium atas jasa hukum yang
diberikannya dalam pembuatan akta yang dilakukannya.
Kegiatan notaris lainnya selain pembuatan akta autentik, misalnya
menguruskan pendaftaran fidusia pada kantor pendaftaran fidusia,
pengurusan pengesahan sebagai badan hukum bagi perseroan terbatas
pada instansi yang berwenang.
C. Tinjauan Umum Hak Ingkrar Notaris
Menurut buku Kamus Besar Bahasa Indonesia hak berarti benar;
milik; atau kepunyaan; kewenangan serta kekuasaan untuk berbuat sesuatu
karena telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan. Sedangkan jika
berdasarkan I.P.M. Ranuhandoko, hak atau right berarti dasar untuk
melakukan sesuatu tindakan secara hukum. Menurut Hans Kelsen bahwa
perilaku seorang individu yang berhubungan dengan perilaku yang
diwajibkan atas individu lain biasanya disebut hak, sebagai obyek dari
tuntutan, yang berhubungan dengan penggunaan hak. Perilaku individu
yang satu yang berkaitan dengan perilaku yang diwajibkan, disebut
pelaksanaan hak. Namun demikian, dalam hal penggunaan hak untuk tidak
melaksanakan suatu perbuatan, misalnya untuk tidak melakukan
pembunuhan atau pencurian, kita biasanya tidak berbicara tentang hak atau
tuntutan untuk tidak dibunuh atau untuk tidak dicuri. Dalam hal
penggunaan hak untuk mentolelir sesuatu, perilaku seseorang yang
berhubungan dengan penggunaan hak orang lain dikatakan sebagai
tindakan menikmati hak. Kita terutama berbicara tentang menikmati hak,
24
ketika kita membahas tentang penggunaan, pengonsumsian, atau bahkan
penghancuran atas suatu benda, yang diwajibkan kepada individu kepada
individu lain untuk mentolelirnya.
Lebih lanjut menurut Hans Kelsen bahwa kata hak mempunyai
banyak makna. Ia digunakan baik dalam artian mengenai suatu hak
seseorang untuk bertingkah laku dengan cara tertentu, dan dalam artian
suatu hak yang mengharuskan orang lain memperlakukannya dengan cara
tertentu. Mengatakan bahwa seseorang punya hak untuk berperilaku
demikian, mungkin hanya berarti bahwa ia tidak mempunyai penggunaan
hak untuk berperilaku sebaliknya, ia bebas. Kebebasan ini hanyalah
sebuah ingkaran dari suatu penggunaan hak. Tetapi kalimat tersebut juga
mempunyai makna yang positif bahwa orang lain juga diwajibkan untuk
berperilaku selaras dengan itu. Kalau saya punya hak untuk membuat
orang lain membayar sejumlah uang kepada saya jelas mengimplikasikan
bahwa itu adalah penggunaan hak untuk membayar. Setiap hak yang
sesungguhnya tidak hanya sekedar berupa kebebasan negatif dari sebuah
penggunaan hak yang terdiri atas penggunaan hak orang lain, atau banyak
orang. Hak dalam artian ini adalah penggunaan hak relatif.
Austin berpendapat bahwa istilah hak dan istilah penggunaan hak,
relatif mengisyaratkan maksud yang sama dipandang dari aspek-aspek
yang berbeda. Teori Austin tidak mengandung konsep hak yang berbeda
dari penggunaan hak. Hak semacam ini ada ketika ketentuan legal tersebut
memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuat agar
25
penggunaan hak orang lain menjadi efektif dengan membawanya ke
pengadilan sehingga mewujudkan sanksi yang tersedia atas pelanggaran.
Jika hak itu adalah hukum, hak tersebut mesti merupakan hak-hak
atas perbuatan orang lain, yaitu atas perbuatan yang menurut hukum
merupakan penggunaan hak dari orang lain tersebut. Hak hukum dapat
mensyaratkan penggunaan hak hukum orang lain. Penggunaan hak ini ada
dengan sendirinya bila kita berbicara tentang hak atas perbuatan orang
lain. Seorang kreditur mempunyai hak-hak hukum untuk bisa menuntut
debiturnya membayar sejumlah uang, jika si debitur memang memiliki hak
hukum, yakni mempunyai penggunaan hak hukum untuk bisa membayar
sejumlah uang tersebut. Tetapi kita juga hanya dapat mengatakan tentang
hak hukum menyangkut perbuatan dari seseorang itu sendiri jika suatu
penggunaan hak yang menyertai hak tersebut dipikul oleh seseorang yang
lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ingkar berarti tidak
menepati; tidak melaksanakan; tidak mengaku; dan tidak mau. Hak ingkar
dari para notaris didasarkan pada Pasal 4 ayat 2 jo Pasal 16 ayat 1 huruf e
jo Pasal 54 UUJN yang pada prinsipnya menyatakan bahwa Hak Ingkar
Notaris adalah suatu hak untuk tidak berbicara atau vercshoninngsrecht,
hak disini juga merupakan dari suatu penggunaan hak untuk tidak
berbicara atau vercshoningsplicht, sekalipun di muka pengadilan, jika
tidak didukung oleh peraturan perundang-undangan (sebagaimana
ketentuan esksepsional yang terdapat dalam Pasal 16 ayat 1 huruf e jo
Pasal 54 UUJN, artinya Notaris tidak dibolehkan untuk memberikan
26
kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam aktanya, notaris tidak hanya
berhak untuk tidak bicara akan tetapi mempunyai penggunaan hak untuk
tidak bicara.
Pasal 4 ayat 2 UUJN mewajibkan notaris untuk tidak bicara,
artinya notaris tidak diperbolehkan untuk memberikan keterangan
mengenai apa yang dimuat dalam akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan, akan tetapi
berdasarkan Pasal 16 ayat 1 huruf e jo Pasal 54 UUJN, penggunaan hak
untuk merahasiakan isi akta tersebut bersamaan dengan penggunaan hak
untuk bisa memberikan kesaksian manakala ada undang-undangnya,
dengan kata lain Notaris ada penggunaan hak untuk bicara. Dengan
demikian notaris harus bisa membatasi diri kapan harus bicara dan kapan
tidak boleh bicara, notaris tidak bisa menolak manakala dijadikan saksi
dengan persetujuan MPD, sesuai dengan ketentuan Pasal 66 UUJN.
Apabila peraturan yang bersangkutan secara tegas menentukan bahwa
notaris wajib untuk memberikan kesaksian atau untuk memperlihatkan,
maka khusus untuk keperluan itu ia dibebaskan dari sumpah dan rahasia
jabatan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 2 UUJN yang menyatakan,
bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya. Selanjutnya Pasal 16 ayat 1 huruf e
UUJN jo Pasal 54 UUJN dinyatakan bahwa Notaris mempunyai hak
ingkar. Hak ingkar tersebut adalah hak untuk tidak berbicara yang
berkaitan dengan permasalahan akta yang dibuat oleh notaris.
27
Sejalandengan hak ingkar yaitu hak untuk mengundurkan diri
sebagai saksi, sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 168 KUHAP
yaitu hak seorang saksi untuk menolak memberikan kesaksian berdasarkan
hubungan kekeluargaan dengan terdakwa, ditentukan menurut undang-
undang, atau pekerjaan, jabatan dan martabatnya.
Di dalam praktek para notaris sering memperoleh perlakuan-
perlakuan yang kurang wajar di dalam hubungannya dengan hak ingkar
ini. Apabila seorang notaris dipanggil untuk dimintai keterangannya atau
dipanggil sebagai saksi dalam hubungannya dengan sesuatu perjanjian
yang dibuat dengan akta di hadapan notaris bersangkutan, seringkali
pihak-pihak tertentu, apakah itu disengaja atau karena tidak mengetahui
tentang adanya suatu peraturan perundang-undangan mengenai itu, seolah-
olah menganggap tidak ada rahasia jabatan notaris, demikian juga tidak
ada hak ingkar dari suatu notaris. Di samping itu juga dalam kenyataannya
bahwa di kalangan para notaris sendiri ada yang tidak atau kurang
memahami tentang hak ingkar ini dan baru kemudian mengetahui setelah
mempergunakannya dalam persidangan.
Jabatan yang dimiliki oleh seorang notaris adalah suatu jabatan
kepercayaan dimana seseorang bersedia untuk mempercayakan sesuatu
kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, notaris memiliki hak untuk
merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku notaris,
sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. Seorang
notaris yang tidak dapat membatasi dirinya akan berhadapan dengan
28
konsekuensi kehilangan kepercayaan publik dan tidak lagi dianggap
sebagai orang kepercayaan.
Menurut dari Van Bemmelen bahwa ada 3 (tiga) dasar untuk dapat
menuntut penggunaan hak ingkar ini, sebagai berikut :
1. Hubungan kekelurgaan yang sangat dekat;
2. Bahaya dikenakan hukuman pidana atau Gevaar Voor Strafrechtelijke
Veroordeling;
3. Kedudukan pekerjaan dan rahasia jabatan.
Berkaitan mengenai hak ingkar notaris, bahwa dalam Pasal 1909
KUHPerdata ditentukan: Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi
diharuskan dapat memberikan kesaksian di muka hakim. Namun dapat
meminta dibebaskan dari penggunaan haknya memberikan kesaksian:
1. Siapa yang ada pertalian kekeluargaan darah, dalam garis samping,
dalam derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak;
2. Siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan
dalam garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah
satu pihak;
3. Siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya
menurut undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu namun
hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya
dipercayakan kepadanya sebagai demikian.
Selanjutnya dalam Pasal 4 ayat 2 UUJN yang menyatakan bahwa,
saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya. Kemudian di Pasal 16 ayat 1 huruf e UUJN jo
29
Pasal 54 UUJN dinyatakan bahwa notaris mempunyai hak ingkar. Hak
ingkar tersebut adalah hak untuk tidak berbicara yang berkaitan dengan
permasalahan akta yang dibuat oleh notaris. Ketentuan dalam UUJN
beserta perundang-undangan lain yang sama, mewajibkan notaris untuk
tidak membuka rahasia jabatan. Mereka diperbolehkan untuk minta
dibebaskan dari penggunaan hak untuk memberikan keterangan sebagai
saksi pada setiap tahap proses peradilan.
Menurut dari Pitlo bahwa seseorang kepercayaan tidak berhak
untuk begitu saja menurut sekehendak mempergunakan hak ingkarnya.
Penggunaan hak merahasiakan ini mempunyai dasar yang bersifat hukum
publik atau Een Publiek Rechttlijke Inslag yang kuat sungguh pun in
concreto, seorang individu memperoleh suatu keuntungan dari adanya
rahasia jabatan dan hak ingkar, akan tetapi penggunaan hak merahasiakan
dan hak ingkar itu bukan dibebankan untuk melindungi individu itu,
melainkan dibebankan untuk suatu kepentingan masyarakat umum.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa perlindungan hukum dari
kepentingan individu itu selalu mempunyai kepentingan umum sebagai
latar belakangnya.
Lebih lanjut, menurut Lumban Tobing bahwa dasar penggunaan
hak ingkar bagi jabatan-jabatan kepercayaan terletak pada kepentingan
masyarakat, agar apabila seseorang berada di dalam keadaan yang sangat
sulit, dan menghubungi seseorang yang dibutuhkan di bidang yuridis
seperti orang sakit ke dokter atau medis serta bantuan yang dibutuhkan di
bidang kerohanian, dengan keyakinan bahwa ia akan mendapatkan nasihat
30
tanpa merugikan dirinya di kemudian hari. Demikian juga seorang notaris
berpenggunaan hak merahasiakan semua apa yang diberitahukan
kepadanya selaku sebagai seorang yang dipercaya publik.
Penggunaan hak ingkar berkaitan notaris sebagai saksi hendaknya
dibedakan antara perkara perdata dan perkara pidana. Dalam praktik
peradilan, lazimnya para pihak, baik pengacara, hakim, penyidik maupun
jaksa biasanya meminta dipanggilkan notaris sebagai saksi dalam perkara
perdata. Menurut hakim Lilik Mulyadi, bahwa aspek ini yang dibuat oleh
seorang notaris tersebut adalah bersifat akta autentik dan kebenaran yang
diungkapkan adalah bersifat kebenaran formal semata, berlainan dengan
yang ada dalam hukum acara pidana, dimana hakim mencari kebenaran
materil, ini tidak berarti bahwa dalam acara perdata hakim mencari
kebenaran yang setengah-setengah atau palsu. Mencari kebenaran formil
berarti bahwa hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan
oleh yang berperkara, jadi tidak melihat kepada bobot atau isi, akan tetapi
kepada seberapa luas pemeriksaan hakim.
Terhadap perkara pidana notaris wajib hadir untuk memberi
kesaksian dengan persetujuan MPD. Karena dalam perkara pidana yang
dicari adalah kebenaran materil, notaris tersebut wajib memberikan
kesaksian tentang apa yang dilihat, dan diketahui tentang suatu peristiwa
sehingga pengungkapkan kasus tersebut menjadi transparan serta
kebenaran materil dapat dicapai. Akan tetapi, apabila yang dinyatakan
adalah seputar kerahasiaan suatu akta yang tidak mungkin diungkapkan
dalam persidangan maka lebih baik notaris tersebut meminta untuk
31
mengundurkan diri sebagai saksi berkenaan dengan kerahasiaan aktanya
berdasarkan ketentuan Pasal 170 ayat 1 KUHP dan Pasal 1909 ayat 2
KUH Perdata.
Mengenai penggunaan hak ingkar ini dinyatakan bahwa, menurut
pendapat umum, hak ingkar tidak hanya diperlakukan terhadap
keseluruhan kesaksian, akan tetapi juga terhadap beberapa pertanyaan
tertentu bahkan hak ingkar dapat diperlakukan terhadap tiap-tiap
pertanyaan. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, diketahui bahwa
penolakan untuk menjadi saksi tidak selalu untuk keseluruhannya, tetapi
dapat tetap menjadi saksi, hanya dalam pertanyaan-pertanyaan tertentu
dipergunakan suatu hak ingkar untuk tidak berbicara yaitu yang
bersangkutan dengan substansi atau isi akta, baik isi akta secara tertulis
maupun hal-hal di luar akta yang diketahui oleh notaris karena jabatannya.
Adapun suatu ancaman hukuman yang diberikan terhadap
pelanggaran-pelanggaran penerapan Pasal 4 ayat 1 KUHP dalam
hubungannya dengan Pasal 4 ayat 2 jo Pasal 16 ayat 1 huruf e jo Pasal 54
UUJN, diatur dalam Pasal 322 ayat 1 KUHP yakni, barangsiapa dengan
sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam
dengan hukuman pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan atau
denda paling banyak Rp600,00 (enam ratus rupiah).
Berdasarkan pada Pasal 322 ayat 1 KUHP tersebut di atas, tampak
bahwa rahasia jabatan merupakan sesuatu yang sangat melekat kepada
seseorang karena jabatannya untuk hal-hal yang diketahuinya baik pada
32
sekarang maupun dahulu yang dimulai dari saat dia menjabat dalam
jabatannya tersebut secara sah. Hal ini bukanlah merupakan konsekuensi
yang berlebihan karena tanggungjawab seorang pejabat, terutama pejabat
umum, yaitu notaris sangat berat karena sengaja hal yang dibuat olehnya
akan membawa akibat hukum, bukan hanya untuk para pihak atau klien,
tapi juga pihak lain yang bersangkutan dan berkepentingan. Mengenai
konsekuensi denda dan hukuman yang dimaksud dalam Pasal 322 ayat 1
KUHP tersebut perlu disesuaikan dengan keadaan zaman sekarang.
Dalam proses peradilan pidana yang dicari adalah kebenaran
materil bukan hanya kebenaran formil, sehingga dalam hal ini kesaksian
menjadi sangat penting. Apabila seorang notaris bersaksi di depan sidang
pengadilan, maka seorang hakim akan memberikan suatu pertimbangan
yang secara cermat dan tepat kapan seorang notaris dapat membuka
rahasia jabatan demi kepentingan peradilan. Hal ini merupakan
pengecualian bagi notaris untuk tidak dikenai ketentuan Pasal 322 ayat 1
KUHP.
Sejak berlakunya UUJN, berdasarkan Pasal 66 UUJN, penyitaan
haruslah dengan persetujuan MPD. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, bahwa substansi sumpah jabatan melahirkan adanya rahasia
jabatan yang harus disimpan, baik untuk hal-hal yang baru ada atau pun
yang telah lalu. Rahasia jabatan ini kemudian melahirkan adanya hak
untuk dapat dibebaskan sebagai saksi pada proses peradilan, atau yang
disebut hak ingkrar. Membuka rahasia jabatan berarti melanggar sumpah
jabatan yang seharusnya menjadi pedoman bagi notaris dalam berpraktek.
33
D. Tinjauan Umum Majelis Pengawas Notaris
Majelis Pengawas Notaris sebagai satu-satunya instansi yang
berwenang melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan menjatuhkan sanksi
terhadap notaris, tiap jenjang Majelis Pengawas (MPD, MPW dan MPP)
mempunyai wewenang masing-masing.
Berikut wewenang Majelis Pengawas Notaris menurut ketentuan
UUJN tentang Jabatan Notaris meliputi :
1. Majelis Pengawas Daerah (MPD)
Wewenang MPD diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10
tahun 2004, dan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39- PW.07.10. tahun 2004.
Majelis Pengawas Daerah, berwenang :
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan notaris;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap
perlu;
c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. Menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul notaris
yang bersangkutan;
34
e. Menentukan tampat penyimpanan protokol notaris yang pada saat
serah terima protokol notaris telah berumur 25 (duapuluh lima)
tahun atau lebih;
f. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara protokol notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
undang-undang ini; dan
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g
kepada majelis pengawas wilayah.
2. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
Wewenang MPW di samping diatur dalam UUJN, juga diatur
dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 tahun 2004, dan Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-
PW.07.10. tahun 2004.
Majelis Pengawas Wilayah, berwenang :
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui
majelis pengawas wilayah;
b. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
35
c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu)
tahun;
d. Memeriksa dan memutus atas keputusan majelis pengawas daerah
yang menolak cuti yang diajukan oleh notaris pelapor;
e. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tulisan;
f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada majelis
pengawas pusat berupa :
1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6
(enam) bulan; atau
2) Pemberhentian dengan tidak hormat.
g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f.
Menurut Pasal 73 ayat (2) UUJN, keputusan majelis pengawas
wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final,
dan terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f dibuatkan berita acara
(Pasal 73 ayat (3) UUJN).
3. Majelis Pengawas Pusat
Wewenang MPP di samping diatur dalam UUJN, juga diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.02.PR.08.10 tahun 2004, dan Keputusan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10.
tahun 2004.
36
Majelis Pengawas Pusat, berwenang :
a. Menyelenggarakan sidang, untuk memeriksa dan mengambil
keputusan dalam tingkat banding terhdapa penjatuhan sanksi dan
penolakan cuti;
b. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara;
d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan
tidak hormat kepada Menteri.
Dengan adanya Majelis Pengawas Notaris, notaris akan bekerja
lebih ekstra jeli dan hati-hati khususnya dalam menjaga kerahasiaan
akta klien, karena mereka merasa bekerja dibawah pengawasan suatu
badan yang dikhususkan untuk mengawasi kinerjanya, bukan hanya
diawasi pemerintah yang mengawasi banyak hal yang terjadi dinegara
ini.
Selain diawasi, majelis pengawas juga instansi yang berperan
paling vital dalam pemberian sanksi kepada notaris yang melakukan
kesalahan maupun kelalaian dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini membuat masyarakat sebagai klien dari notaris menjadi
lebih percaya dan tenang akan kerahasiaan akta yang dia percayakan
kepada notaris.
37
E. Tinjauan Umum Majelis Kehormatan Notaris
1. Tugas dan fungsi Majelis Kehormatan Notaris
Majelis Kehormatan Notaris (MKN) adalah suatu badan yang
mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan notaris dan
kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan
penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan foto copy minuta
akta dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam
penyimpanan notaris. MKN terdiri atas:
a. Majelis Kehormatan Notaris Pusat
MKN Pusat dibentuk oleh menteri dan berkedudukan di
Ibukota Negara Republik Indonesia yang terdiri atas unsur:
1) Pemerintah
2) Notaris
3) Ahli atau akademisi
MKN Pusat beranggotakan 7 (tujuh) orang terdiri atas:
1) 1 (satu) orang ketua
2) 1 (satu) orang wakil ketua dan
3) 5 (lima) orang anggota
Ketua dan wakil ketua MKN Pusat harus berasal dari unsur
yang berbeda dan dipilih dari dan oleh anggota MKN Pusat yang
dilakukan secara musyawarah. Apabila pemilihan secara
musyawarah tidak tercapai kata sepakat, pemilihan ketua dan wakil
ketua MKN Pusat dilakukan dengan cara pemungutan suara. MKN
38
Pusat mempunyai tugas melaksanakan pembinaan terhadap MKN
Wilayah yang berkaitan dengan tugasnya dan dalam menjalankan
tugas tersebut MKN Pusat mempunyai fungsi melakukan
pengawasan terhadap MKN Wilayah. Pelaksanaan tugas dan fungsi
tersebut berdasarkan persetujuan Ketua Majelis Kehormatan Pusat.
b. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
MKN Wilayah terdiri atas unsur pemerintah, notaris dan ahli
atau akademisi. MKN Wilayah beranggotakan 7 (tujuh) orang
terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 5
(lima) orang anggota. Ketua dan wakil Ketua MKN Wilayah harus
berasal dari unsur yang berbeda dan dipilih dari dan oleh anggota
MKN Wilayah yang dilakukan secara musyawarah. Apabila
pemiliha secara musyawarah tidak mencapai kata sepakat,
pemilihan ketua dan wakil ketua MKN Wilayah dilakukan dengan
cara pemungutan suara. MKN Wilayah Mempunyai tugas:
1) Melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan
penyidik, penuntut umum dan hakim.
2) Memberikan persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir
dalam penyidikan, penuntutan dan proses peradilan.
MKN Wilayah dalam menjalankan tugas mempunyai fungsi
melakukan pembinaan dalam rangka:
1) Menjaga martabat dan kehormatan notaris dalam menjalankan
profesi jabatan.
39
2) Memberikan perlindungan kepada notaris terkait dengan
kewajiban notaris untuk merahasiakan isi akta.
2. Wewenang dan kewajiban Majelis Kehormatan Notaris
Wewenang yang melekat pada MKN dalam memberikan
persetujuan atas tindakan kepolisian terhadap notaris adalah
kewenangan mandat, yaitu kewenangan yang bersumber pada proses
atau pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada
pejabat atau badan yang lebih rendah, dalam hal ini pelimpahan
wewenang dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada MKN
untuk melaksanakan tugas memberikan persetujuan atau tidak kepada
penyidik untuk memeriksa notaris dalam proses peradilan.
Kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki oleh
MPD sebelum dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
49/PUU-X/2012. Berhubungan dengan pemberian kewenangan MKN
dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-
X/2012, dapat dijelaskan bahwa kewenangan MKN oleh UUJN diberi
dua kewenangan sebagaimana Pasal 66 UUJN, yaitu:
a. Kewenangan untuk memberikan persetujuan atau menolak
memberikan persetujuan atas dilakukannya pemanggilan terhadap
notaris yang terindikasi melakukan tindak pidana yang harus
diperiksa oleh penyidik, penuntut umum atau hakim dan
pengambilan foto copy minuta.
40
b. Kewenangan untuk memberikan pembinaan kepada notaris agar
notaris terhindar dari tuntutan atas dasar telah melakukan tindak
pidana.
Terhadap kewenangan pertama merupakan suatu perubahan dari
ketentuan Pasal 66 Ayat (1) UUJN Nomor 30 Tahun 2004 yang telah
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 49/PUU-X/2012, adapun wewenang MKN melakukan
pembinaan juga diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.
Pasal 20 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 menetapkan bahwa
kewenangan MKN Wilayah berdasarkan keputusan rapat MKN
Wilayah meliputi:
a. Pemeriksaan terhadap notaris yang dimintakan persetujuan kepada
MKN wilayah oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim.
b. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pengambilan foto copy minuta akta dan/atau surat-
surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam
penyimpanan notaris.
c. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir dalam penyidikan,
penuntutan, dan proses peradilan yang berkaitan dengan akta atau
protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.
41
MKN dalam melakukan pembinaan notaris memiliki kewajiban
memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan
dan proses peradilan, atas pengambilan foto copy minuta akta dan
pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan
notaris.
3. Dasar Hukum Majelis Kehormatan Notaris
Semula Pasal 66 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menentukan bahwa
untuk kepentingan proses peradilan, Penyidik, Penuntut Umum, atau
Hakim dengan persetujuan MPD berwenang:
a. Mengambil foto copy minuta akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam
penyimpanan notaris.
b. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada
dalam penyimpanan notaris.
Kemudian Pasal 66 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 tersebut di atas
telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu:
a. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 49/PUU-
X/2012 tanggal 28 mei 2013 memutuskan bahwa Pasal 66 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 mengenai frasa “dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dinyatakan tidak
42
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pertimbangan hakim
mahkamah konstitusi antara lain :
1) Bahwa terhadap notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
Ayat (1) UUJN perlakuan yang berbeda dapat dibenarkan
sepanjang perlakuan itu berkaitan dengan tindakan dalam
lingkup kode etik yaitu yang berkaitan dengan sikap, tingkah
laku, dan perbuatan notaris dalam melaksanakan tugas yang
berhubungan dengan moralitas. Menurut mahkamah konstitusi
perlakuan yang berbeda terhadap jabatan notaris tersebut diatur
dan diberikan perlindungan dalam kode etik notaris, sedangkan
notaris selaku warga negara dalam proses penegakan hukum
pada semua tahapan harus diberlakukan sama di hadapan
hukum sebagaimana dimaksud dan dijamin oleh Pasal 27 Ayat
(1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945.
Oleh karena itu, keharusan persetujuan MPD
bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses
peradilan dan bertentangan dengan kewajiban seorang Notaris
sebagai warga negara yang memiliki kedudukan sama di
hadapan hukum. Dengan cara demikian akan terhindarkan pula
adanya 59 proses peradilan yang berlarut-larut yang
mengakibatkan berlarut-larutnya pula upaya penegakan
keadilan yang pada akhirnya justru dapat menimbulkan
pengingkaran terhadap keadilan itu sendiri. Keadilan yang
43
tertunda adalah keadilan yang tertolak (justice delayed justice
denied)
2) Bahwa mahkamah konstitusi pada sisi lain juga memahami
pentingnya menjaga wibawa seorang notaris selaku pejabat
umum yang harus dijaga kehormatannya sehingga diperlukan
perlakuan khusus dalam rangka menjaga harkat dan martabat
notaris yang bersangkutan dalam proses peradilan, termasuk
terhadap notaris, diperlukan sikap kehati-hatian dari penegak
hukum dalam melakukan tindakan hukum, namun perlakuan
demikian tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip
negara hukum yang antara lain adalah persamaan kedudukan di
hadapan hukum dan prinsip independensi peradilan.
Keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris tersebut di atas, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 telah diubah sebagai berikut: Bahwa untuk kepentingan proses
peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan
MKN berwenang:
a. Mengambil foto copy minuta akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam
penyimpanan notaris.
b. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan
notaris.
44
c. Pengambilan foto copy minuta akta atau surat-surat dibuat berita
acara penyerahan.
d. MKN dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak diterimanya surat permintaan persetujuan wajib memberikan
jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
e. Dalam hal MKN tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu
tersebut, MKN dianggap menerima permintaan persetujuan.
Telah diubah dengan UUJN Nomor 2 Tahun 2014 disebutkan
bahwa dalam melaksanakan pembinaan, menteri membentuk MKN.
Sedangkan ketentuan mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja dan
anggaran MKN diatur dengan Peraturan Menteri Untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 66 A Ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tersebut di atas, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang MKN yang selanjutnya
disebut Permenhumham Nomor 7 Tahun 2016.
Recommended