View
24
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Sikap Disiplin
a. Pengertian Disiplin
Para ahli mengungkapkan berbagai pengertian tentang disiplin.
Wijaya (2014: 97) bahwa kata disiplin berasal dari bahasa Inggris
discipline yang berakar dari kata disciple yang berarti siswa, pengikut,
penganut, atau seseorang yang menerima pengajaran dan menyebarkan
ajaran tersebut. Disiplin yang berasal dari kata dicipline berarti
peraturan yang harus diikuti; bidang ilmu yang dipelajari; ajaran;
hukuman atau etika, norma, dan tata cara bertingkah laku. Disciplinary
adalah model atau cara untuk memperbaiki atau hukuman pelanggaran
aturan (discipline). Pengertian disiplin secara umum adalah tindakan
individu untuk melaksanakan serta menaati peraturan, tata tertib, dan
norma yang berlaku di lembaga tertentu. Oleh karena itu, pelaksanaan
disiplin akan senantiasa mengacu pada norma, peraturan, serta
patokan yang menjadi unsur penentu perilaku dan juga ada unsur
pengendali perilaku supaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Komensky (dalam Koesoema, 2010: 236) kedisiplinan merupakan
proses pengajaran, pelatihan, seni mendidik, dan materi kedisiplinan
dalam sekolah.
8
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
9
Disiplin penting diterapkan kepada siswa dari sejak dini.
Salahudin dan Alkrienciehie (2013: 54) disiplin yaitu tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan. Listyarti (2012: 6) disiplin merupakan tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
pertaturan.
Pendapat para ahli di atas, maka disiplin dapat disimpulkan
yaitu tindakan individu untuk menaati dan patuh pada sebuah aturan,
tata tertib, norma yang berlaku di sebuah lembaga atau instansi
tertentu. Pelaksanaan disiplin mengacu pada norma, aturan, tata tertib
yang menjadi patokan perilaku seseorang.
b. Tujuan Disiplin
Disiplin sangat perlu untuk mengatur perilaku dan tata
kehidupan anak-anak, remaja, dan kaum muda sebagai prasyarat
penting dalam pembentukan sikap, perilaku, dan tata kehidupan.
Wijaya (2014: 98) mengatakan bahwa ada empat tujuan disiplin antara
lain:
1) Mengetahui dan menyadari mengenai hak milik orang lain.
2) Mengerti larangan dan segera menurut untuk menjalankan
kewajiban.
3) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.
4) Mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa
terancam hukuman.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
10
Kedisiplinan sangat penting diterapkan di sekolah, karena
kedisiplinan memiliki tujuan. Komensky dalam (Koesoema, 2010:
235) yaitu sebagai berikut:
1) Kedisiplinan hanya diterapkan bagi siswa yang melanggar
keteraturan. Namun itu diterapkan bukan karena siswa
melanggarnya, sebab apa yang sudah terjadi tetaplah terjadi
melainkan agar para pelanggar itu tidak lagi mengulangnya.
2) Materi bagi kedisiplinan bukanlah hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran atau hal-hal yang berkaitan dengan sekolah,
melainkan kebiasaan-kebiasaan buruk siswa sehingga
pembelajaran dan sekolah itu tertata dengan baik. Kedisiplinan
akan memikat hati siswa yang memiliki kebiasaan buruk yang
merugikan belajarnya.
3) Kedisiplinan mulai menampakkan pertumbuhannya, sama seperti
biji tanaman yang tumbuh.
Pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan disiplin
adalah mengetahui dan menyadari mengenai hak milik orang lain,
mengerti larangan dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban,
mengerti tingkah laku yang baik dan buruk. Tujuan disiplin lainnya
adalah kedisiplinan hanya diterapkan bagi siswa yang melanggar
keteraturan, materi bagi sikap disiplin bukanlah hal-hal yang berkaitan
dengan pembelajaran melainkan kebiasaan-kebiasaan buruk siswa
sehingga pembelajaran tertata dengan baik.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
11
c. Fungsi Disiplin
Disiplin sangat perlu diterapkan kepada siswa pada saat proses
pembelajaran di sekolah. Wijaya (2014: 98) disiplin berfungsi untuk
menata kehidupan bersama, membangun kepribadian, melatih
kepribadian, memaksa, hukuman, serta menciptakan lingkungan yang
kondusif.
d. Indikator Disiplin
Disiplin terdiri dari beberapa indikator sebagai acuan membuat
skala sikap tentang kedisiplinan. Hasan, H.A., dkk (2011:33)
indikator-indikator disiplin untuk kelas 4, 5, dan 6 adalah sebagai
berikut:
1) Menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
2) Saling menjaga antar teman agar semua tugas-tugas kelas
terlaksana dengan baik.
3) Selalu mengajak teman menjaga ketertiban kelas.
4) Mengingatkan teman yang melanggar peraturan dengan kata-kata
yang sopan dan tidak menyinggung perasaan.
5) Berpakaian sopan dan rapi.
6) Mematuhi aturan sekolah.
e. Aspek Disiplin
Sikap disiplin mengalir dari kebiasaan-kebiasaan siswa sejak
dini. Pelaksanaan disiplin di sekolah bukan tiruan dari disiplin di
rumah, melainkan memberikan makna dibalik setiap pembiasaan yang
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
12
yang baik kepada siswa. Wijaya (2014: 99) mengatakan bahwa ada
tiga aspek disiplin, antara lain sebagai berikut:
1) Sikap mental, yaitu sikap tata tertib, sebagai hasil latihan
pengendalian pikiran dan pengendalian watak.
2) Pemahaman baik mengenai sistem aturan tingkah laku, sehingga
menumbuhkan kesadaran untuk memahami disiplin sebagai aturan
yang membimbing perilaku.
3) Sikap dan tingkah laku yang secara wajar menunjukkan
kesungguhan hati untuk menaati segala hal secara cermat.
Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek
disiplin yaitu sikap mental, pemahaman baik mengenai pemahaman
sistem aturan tingkah laku, pemahaman sikap dan pemahaman tingkah
laku. Aspek disiplin ini diterapkan pada siswa bukan hanya sebagai
kebiasaan hidup melainkan menyangkut ketaatan dari pemahaman
mengenai pemahaman sistem aturan tingkah laku, pemahaman sikap
dan pemahaman tingkah laku.
f. Ciri-ciri Orang yang Disiplin
Memiliki sikap disiplin bukan dari bakat melainkan dari
pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan secara terus menerus. Wijaya
(2014: 100) beberapa ciri khusus yang dapat menunjuk pada sikap
disiplin antara lain:
1) Ketaatan dan kepatuhan. Kita harus menaati aturan, norma, dan
etika yang berlaku dalam masyarakat, sekolah, rumah, maupun di
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
13
mana saja. Sebagai pelajar, siswa taat pada jam masuk sekolah,
mengikuti pelajaran secara teratur, mengerjakan pekerjaan rumah
dan tugas lainnya dengan yang diberikan oleh guru, serta memberi
salam pada guru dan berlaku sopan melalui kata-kata maupun
perbuatan.
2) Loyal terhadap norma dan aturan. Orang yang ingin menanamkan
disiplin di dalam dirinya adalah orang yang setia dalam
menjalankan norma dan aturan yang berlaku di sekolah, rumah,
dan masyarakat. Sebagai pelajar, siswa menaati peraturan sekolah
seperti tidak pulang setelah pelajaran selesai, tidak berkata kotor,
dan tidak berkelahi.
3) Mampu membedakan tindakan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Siswa memahami tindakan yang sesuai dan tidak sesuai
dengan aturan. Sebagai pelajar, siswa masuk sekolah pada jam
07.00 pagi, kecuali terjadi peristiwa tertentu yang tidak terencana.
4) Mampu mengendalikan diri. Siswa harus mengendalikan
kemarahan, keinginan diri yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang ada dalam agama maupun budaya masyarakat. Sebagai
pelajar, ketika melihat banyak teman yang mencontek, siswa
mampu mengendalikan diri untuk tidak mencontek.
5) Terus melatih dan membiasakan diri mengikuti aturan, norma serta
tata tertib. Guru hanya membentuk diri siswa sebagai pribadi yang
disiplin jika kita terus melatih diri untuk melakukannya setiap saat
kapan dan dimana saja. Siswa harus melakukan hal itu secara
konsisten atau terus menerus. Sebagai pelajar, siswa harus datang
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
14
tepat waktu serta menyeimbangkan waktu untuk belajar dan
bermain.
g. Akibat Tidak Disiplin di Sekolah
Ketidakdisiplinan berakibat berbahaya untuk individu yang
mengalaminya. Wijaya (2014: 103) bahwa ketidakdisiplinan disebut
dengan indisipliner. Akibat tidak disiplin siswa akan berpengaruh
pada prestasi siswa yang rendah dan perilaku yang menyimpang.
h. Poin yang di Langgar Siswa
Siswa sering melakukan pelanggaran-pelanggaran sekolah
dengan sengaja maupun tidak sengaja. Wijaya (2014: 107 ) beberapa
poin yang sering kali dilanggar oleh siswa antara lain, sebagai berikut:
1) Terlambat masuk kelas.
2) Keluar kelas saat ada pelajaran di kelas atau tidak mengikuti salah
satu pelajaran.
3) Tidak mengerjakan tugas atau PR.
4) Tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas atau membolos.
5) Membawa barang-barang ke sekolah yang tidak ada hubungannya
dengan pelajaran.
6) Membuat gaduh saat proses belajar mengajar di kelas.
7) Suka iseng mencorat-coret tembok atau bangku di sekolah.
8) Memakai seragam yang tidak sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan oleh sekolah.
9) Merokok di lingkungan sekolah.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
15
Siswa melanggar aturan sekolah karena malas, tidak semangat
mengikuti aturan yang bisa menumbuhkan sikap positif di dalam
dirinya. Siswa tidak mau berdisiplin diri sendiri atau mungkin juga
siswa yang hanya cari muka dengan cara yang salah. Jika siswa masih
malas dan tidak disiplin, sejak saat itu mereka merasa tidak nyaman
dengan peraturan sekolah. Jika siswa mau meninggalkan sifat-sifat
buruk tersebut, mereka tidak akan merasa berat dengan peraturan
sekolah.
Peraturan sekolah memberikan dampak positif untuk prestasi
belajar siswa meningkat dan mereka menjadi remaja berdisiplin tinggi
serta menghargai waktu. Siswa perlu mengetahui bahwa peraturan
sekolah melatih mereka seterusnya sampai mereka menjadi mandiri
karena ketika mereka memasuki dunia kampus, lingkungan tempat
tinggal, serta dunia kerja, mereka tidak akan pernah lepas dari yang
namanya peraturan sekolah sehingga ketika mereka dewasa akan
terbiasa dan merasa bahwa peraturan di sekeliling bukan beban.
i. Pembinaan Disiplin di Sekolah
Mendisiplinkan siswa dalam pembelajaran harus dilakukan
dengan kasih sayang dengan menimbulkan situasi yang menyenangkan
bagi kegiatan pembelajaran. Guru memberikan situasi menyenangkan
agar siswa mau menaati peraturan atau tata tertib yang berlaku di
sekolah pada saat pembelajaran. Mulyasa (2011; 172) mengungkapkan
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
16
cara untuk mendisiplinkan siswa dengan berbagai strategi, oleh karena
itu guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Mempelajari pengalaman siswa di sekolah melalui catatan
komulatif;
2) Mempelajari nama-nama siswa secara langsung, misalnya melalui
daftar hadir di kelas;
3) Mempertimbangkan lingkungan sekolah dan lingkungan siswa;
4) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana dan tidak
bertele-tele;
5) Menyiapkan kegiatan sehari-hari agar apa yang dilakukan dalam
pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi
banyak penyimpangan;
6) Berdiri di dekat pintu pada waktu mulai pergantian pelajaran agar
siswa tetap berada dalam posisinya sampai pelajaran berikutnya
dilaksanakan;
7) Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar
dijadikan teladan oleh siswa;
8) Berbuat sesuatu yang bervariasi, jangan monoton, sehingga
membantu disiplin dan gairan belajar siswa;
9) Menyesuaikan ilustrasi dan argumentasi dengan kemampuan
siswa, jangan memaksakan siswa sesuai pemahaman guru, atau
mengukur siswa dari kemampuan siswa ;
10) Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bias dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya oleh siswa.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
17
2. Prestasi Belajar
a) Pengertian Belajar
Belajar merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang
agar mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Slameto dalam
(Djamarah, 2008: 13) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Slameto
dalam (Hadis dan Nurhayati, 2010: 60) belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya. Bruner
dalam (Al-Tabany, 2014: 17) bahwa belajar adalah suatu proses aktif
dimana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada
pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Al-Tabany
(2014: 18) belajar secara umum diartikan sebagai perubahan individu
yang terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau
perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir.
Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah serangkaian kegiatan individu untuk memperoleh
sebuah perubahan tingkah laku dari pengalaman-pengalaman dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan
psikomotor. Belajar sebaiknya dilakukan individu untuk memperoleh
pengetahuan baru yang dapat diterapkan dalam kehidupan dalam
bermasyarakat.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
18
b) Ciri-Ciri Belajar
Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada
beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri
belajar. Djamarah (2008: 15) ciri-ciri belajar antara lain sebagai
berikut:
1) Perubahan yang Terjadi Secara Sadar
Perubahan yang terjadi secara sadar berarti individu yang
belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-
kurangnya individu merasa telah terjadi adanya suatu perubahan
dalam dirinya. Misalnya siswa menyadari bahwa pengetahuannya
bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.
2) Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung
secara terus menerus dan berubah keadaan. Suatu perubahan yang
terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna
bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya misalnya, jika
seorang anak belajar menulis, maka siswa akan mengalami
perubahan dari tidak bisa menulis menjadi dapat menulis.
Perubahan itu berlangsung terus menerus hingga kecakapan
menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Siswa dapat menulis
dengan kapur, dan sebagainya. Kecakapan menulis yang telah
dimilikinya, siswa dapat memperoleh kecakapan-kecakapan lain.
Misalnya, dapat menulis surat, menyalin catatan-catatan,
mengerjakan soal-soal dan sebagainya.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
19
3) Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Perubahan belajar bersifat positif selalu bertambah dan
tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya,
makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan
makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat
aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya,
melainkan karena usaha individu sendiri misalnya, perubahan
tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan
sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan
dalam pengertian belajar.
4) Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya
untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata,
menangis tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam
pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar
bersifat menetap atau permanen, ini berati bahwa tingkah laku
yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap, misalnya
“kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar”,
tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki dan bahkan
semakin berkembang bila terus dipergunakan atau dilatih.
5) Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah berarti
bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang
akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah
laku yang benar-benar disadari, misalnya “seseorang yang belajar
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
20
mengetik dapat mencapai dengan belajar mengetik, atau tingkat
kecakapan mana yang dicapai”. Perbuatan belajar yang dilakukan
senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkan.
6) Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu
proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya siswa akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan,
keterampilan, dan pengetahuan, miisalnya “jika seorang anak telah
belajar naik sepeda”, maka perubahan yang paling tampak adalah
dalam ketrampilan naik sepeda itu, akan tetapi anak telah
mengalami perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman
tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda,
pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki
sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda, dan
sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu berhubugan erat
dengan aspek lainnya.
Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar, perubahan
dalam belajar bersifat fungsional, perubahan dalam belajar bersifat
positif dan aktif, perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara,
perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, perubahan mencakup
seluruh aspek tingkah laku. Ciri-ciri belajar tersebut sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari kerangka pemahaman terhadap masalah
belajar.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
21
c) Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek
pengetahuan siswa. Arifin (2011: 12) kata “prestasi “ berasal dari
bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia
menjadi “prestasi” yang berarti ”hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar”
(achievement) berbeda dengan “hasil belajar” (learning outcome).
Arifin (2011: 12) mengungkapkan prestasi belajar merupakan suatu
masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia,
karena sepanjang rentang kehidupanya manusia selalu mengejar
prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Ahmadi dan
Supriyono (2013: 138) mengatakan prestasi belajar yang dicapai
seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang
mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari
luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam
rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-
baiknya.
Pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan
prestasi belajar adalah hasil usaha seseorang yang mempengaruhi baik
dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal)
karena manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan
kemampuan masing-masing. Prestasi belajar penting dimiliki untuk
mengetahui kemampuan yang ada pada diri siswa. Arifin (2011: 12)
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
22
prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas,
karena mempunyai beberapa fungsi utama antara lain:
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para
ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai “tendensi
keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum
manusia.”
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi
siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan berperan sebagai
umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi
pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat
dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan.
Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan bersangkut-paut
dengan kebutuhan masyarakat dan siswa. Indikator ekstern dalam
arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan
indikator tingkat kesuksesan siswa di masyarakat. Asumsinya
adalah kurikulum yang digunakan bersangkut-paut pula dengan
kebutuhan masyarakat.
5) Siswa dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa.
Proses pembelajaran, siswa menjadi fokus utama yang harus
diperhatikan, karena siswa yang diharapkan dapat menyerap
seluruh materi pelajaran.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
23
Beberapa fungsi di atas, maka pentingnya guru mengetahui dan
memahami prestasi belajar siswa, baik secara perseorangan maupun
secara kelompok , karena fungsi prestasi tidak hanya sebagai indikator
kualitas institusi pendidikan. Fungsi prestasi belajar tetapi juga
bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2013: 138) faktor
internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagai berikut:
1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh, yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.
2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh terdiri atas:
a) Faktor intelektif yang meliputi:
(1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
(2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.
b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi,
penyesuaian diri.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor
eksternal. Beberapa faktor eksternal yaitu sebagai berikut (Ahmadi
dan Supriyono, 2013: 138):
a) Faktor sosial yang terdiri atas:
(1) Lingkungan keluarga;
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
24
(2) Lingkungan sekolah;
(3) Lingkungan masyarakat;
(4) Lingkungan kelompok;
b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian.
c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar,
iklim.
d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung
ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.
3. Kajian tentang Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
a. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar.
Dimyati dalam (Susanto, 2013: 186) pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk membuat
siswa aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang bahan
pengajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif,
yakni dapat belajar aktif dan bermakna. Susanto (2013: 185)
pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
siswa. Pembelajaran didalamnya mengandung makna belajar dan
mengajar, atau merupakan kegiatan belajar mengajar. Belajar terarah
kepada guru yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai subjek yang
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
25
menerima pelajaran, sedangkan mengajar berorientasi pada kegiatan
proses pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi
suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa,
serta antara siswa dengan siswa di dalam pembelajaran matematika
sedang berlangsung.
Pendapat para ahli di atas, pembelajaran dapat disimpulkan yaitu
komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa yang terkolaborasi
menjadi satu kegiatan yang sudah terprogram oleh guru. Pembelajaran
ini hendaknya membuat siswa aktif dan bermakna yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar.
Matematika merupakan bidang studi yang diajarkan di SD.
Russeffendi ET dalam (Suwaningsih dan Tiurlina, 2006: 3) kata
matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari.
Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu
mathein atau mathenein yang artinya belajar (berfikir). Jadi,
berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berfikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan
menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika
terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
26
idea, proses dan penalaran. James dan James dalam (Suwaningsih dan
Tiurlina, 2006: 4) adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan
lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar,
analisis dan geometri, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar,
geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan
statistika.
Pengertian tentang matematika belum ada kepastian karena
pengetahuan dan pandangan para ahli berbeda-beda. Susanto
(2013:185) mengemukakan bahwa matematika merupakan salah satu
disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan
beragumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah
sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Beberapa pendapat dari para ahli, matematika dapat
disimpulkan yaitu ilmu tentang hubungan karena konsep-konsep
matematika satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Matematika
diajarkan mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
Matematika penting diajarkan untuk meningkatkan kemampuan
berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta
memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
27
Pembelajaran matematika sangat penting dipelajari oleh siswa di
jenjang pendidikan. Susanto (2013: 186) pembelajaran matematika
adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangankan kreativitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
membangun pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa
yang baik terhadap materi matematika.
Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar yang terjadi
antara guru dan siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa pada
saat belajar matematika. Pembelajaran matematika dipelajari siswa
agar dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan
matematika.
b. Teori Pembelajaran Matematika
Pembelajaran di tingkat SD, diharapkan pembelajaran
penemuan kembali. Heruman (2010: 4) penemuan kembali adalah
menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam
pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan
bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi
bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan suatu hal yang baru.
Bruner dalam (Heruman, 2010: 4) metode penemuannya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya.
„Menemukan‟ disini terutama adalah „menemukan lagi‟ (discovery)
atau dapat juga menemukan yang sama sekali baru (invention). Oleh
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
28
karena itu, kepada siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir
dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya. Pembelajaran
matematika, guru harus lebih banyak berperan sebagai pembimbing
dibandingkan sebagai pemberi tahu. Tujuan dari metode penemuan
adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat
melatih berbagai kemampuan kecerdasan siswa, merangsang
keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Tujuan mengajar
hanya dapat diuraikan secara garis besar, dan dapat dicapai dengan
cara yang tidak perlu sama bagi setiap siswa.
Pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara
pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan
diajarkan. Matematika menjelaskan bahwa setiap konsep berkaitan
dengan konsep lain, maka siswa harus lebih banyak diberi kesempatan
untuk melakukan keterkaitan tersebut.
Berdasarkan keterkaitan antarkonsep dalam teori belajar
Ausubel, „belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi. Pertama,
berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang
disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua,
menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada (telah dimiliki dan diingat siswa
tersebut).
Siswa harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki
dalam struktur berfikirnya yang berupa konsep matematika, dengan
permasalahan yang siswa hadapi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Suparno dalam (Heruman, 2010: 5) tentang belajar bermakna, yaitu
“kegiatan siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
29
pengetahuan berupa konsep-konsep yang telah dimilikinya”. Siswa
juga akan mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut, tanpa
menghubungkan pada konsep-konsep yang ada dalam struktur
kognitifnya. Hal ini terjadi belajar hafalan.
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu
untuk mendapatkan pengetahuan baru. Rusffendi dalam (Heruman,
2010: 5) membedakan belajar menghafal dengan belajar bermakna.
Belajar menghafal, siswa dapat belajar dengan menghafalkan apa yang
sudah diperolehnya. Belajar bermakna adalah belajar memahami apa
yang sudah diperolehnya, dan dikaitkan dengan keadaan lain sehingga
apa yang siswa pelajari akan lebih dimengerti. Suparno dalam
(Heruman, 2010: 5) menyatakan bahwa belajar bermakna terjadi
apabila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka dalam setiap penyelesaian masalah.
Selain belajar penemuan dan belajar bermakna, pada
pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara
“kontruktivisme” Piaget, dalam kontruktivisme, kontruksi pengetahuan
dilakukan sendiri oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai
fasilitator dan menciptakan iklim yang kondusif.
c. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan belajar
mengajar yang dibangun oleh guru untuk meningkatkan kemampuan
siswa. Susanto (2013: 189) secara umum tujuan pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar adalah agar siswa mampu dan terampil
menggunakan matematika. Susanto (2013: 190) menyatakan secara
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
30
khusus, tujuan pembelajaran matematika di SD, sebagaimana yang
disajikan oleh Depdiknas, sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritme.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
4) Masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
5) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
6) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Kelas IV
Salah satu Standar Kompetensi mata pelajaran matematika di
Sekolah Dasar kelas IV yaitu pada Standar Kompetensi 6.
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar
yang tercakup pada Standar Kompetensi tersebut antara lain: 6.1
Menjelaskan arti pecahan dan urutannya, 6.2 Menyederhanakan
berbagai bentuk pecahan, 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4
Mengurangkan pecahan, 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pecahan. Kompetensi Dasar yang dikaji oleh peneliti adalah
6.3 Menjumlahkan pecahan dan 6.4 Mengurangkan pecahan, dengan
penjabaran indikator:
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
31
Tabel 2.1 Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Matematika Kelas IV
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar Indikator
6.Menggunakan
pecahan
dalam
pemecahan
masalah
6.3Menjumlah-
kan
pecahan
6.3.1 Siswa menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut
sama melalui benda konkret
6.3.2 Siswa menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut
sama melalui gambar
6.3.3 Siswa menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut
sama tanpa gambar
6.3.4 Siswa menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut
tidak sama melalui benda
konkret
6.3.5 Siswa menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut
tidak sama melalui gambar
6.3.6 Siswa menjumlahkan dua
pecahan biasa berpenyebut
tidak sama tanpa gambar
6.4Mengurang-
kan
pecahan
6.4.1Siswa mengurangkan dua
pecahan biasa berpenyebut
sama melalui benda
konkret.
6.4.2Siswa mengurangkan dua
pecahan biasa berpenyebut
sama melalui gambar
6.4.3Siswa mengurangkan dua
pecahan biasa berpenyebut
sama tanpa gambar
6.4.4Siswa mengurangkan dua
pecahan biasa berpenyebut
tidak sama melalui benda
konkret
6.4.5Siswa mengurangkan dua
pecahan biasa berpenyebut
tidak sama melalui gambar
6.4.6Siswa mengurangkan dua
pecahan biasa berpenyebut
tidak sama tanpa gambar
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
32
4. Bilangan Pecahan Kelas IV
Pecahan merupakan salah satu materi matematika yang diajarkan
kepada siswa. Heruman (2010: 43) pecahan dapat diartikan sebagai bagian
dari sesuatu yang utuh. Ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah
bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian
ini yang dinamakan pembilang, adapun bagian yang utuh adalah bagian
yang dianggap satuan, dan dinamakan penyebut.
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan
Penelitian dan Pengembangan Depdikbud dalam (Heruman, 2010: 43)
menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk
diajarkan. Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru, dan sulitnya pengadaan media
pembelajaran. Akibatnya, guru biasanya berlangsung mengajarkan
pengenalan angka, seperti pada pecahan
, 1 disebut pembilang dan 2
disebut penyebut.
5. Model Pembelajaran Bruner
Model pembelajaran Bruner sangat cocok diterapkan untuk siswa
Sekolah Dasar. Bruner (dalam Budiningsih, 2005: 41) perkembangan
kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara
melihat lingkungan yaitu: enaktif (enactive), ikonik (iconi)c, dan simbolik
(symbolic).
a. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
33
memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik,
misalnya: melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
b. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami
dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil)
dan perbandingan (komparasi).
c. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa dan logika. Siswa dalam memahami dunia sekitarnya
siswa belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan
sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak
sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berfikirnya,
semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu, tidak berarti
guru tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan
media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.
Pada proses pembelajaran sebaiknya siswa dihadapkan dengan
benda-benda konkret yang sering siswa jumpai. Bruner (dalam Aisyah,
dkk, 2008: 6) melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses
belajar, anak sebaiknya di beri kesempatan memanipulasi benda-benda
atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diubah-ubah oleh
siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Melalui alat peraga
yang ditelitinya itu, siswa akan melihat langsung bagaimana keteraturan
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
34
dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya
itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan sifat
yang telah melekat pada dirinya. Peran guru dalam penyelenggaraan
pelajaran tersebut yaitu:
a. perlu memahami struktur mata pelajaran
b. pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri
konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar
c. pentingnya nilai berfikir induktif. Bila dikaji ketiga model penyajian
yang dikenal dengan teori Bruner, dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Model Tahap Enaktif
Tahap enaktif ini penyajian, yang dilakukan melalui
tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi
(mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu
pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif dengan
menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi
nyata, pada penyajian ini siswa tanpa menggunakan imajinasinya
atau kata-kata. Siswa akan memahami sesuatu dari berbuat atau
melakukan sesuatu.
2) Model Tahap Ikonik
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu
pengetahuan dimana pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk
bayangan visual, gambar, atau diagram, yang menggambarkan
kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
35
enaktif tersebut di atas. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu
media berpikir, kemudian seseorang mencapai masa peralihan dan
menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan
kepenyajian simbolik yang didasarkan pada pemikiran abstrak
(membayangkan).
3) Model tahap Simbolik
Tahap simbolik bahasa adalah pola dasar simbolik, siswa
memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Tahap simbolik tidak lagi terikat dengan objek-obek seperti pada
tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa keterkaitan pada objek nyata. Pada
tahap simbolik ini, pembelajaran diwakilkan dalam bentuk-bentuk
simbol-simbol abstrak yaitu simbol-simbol yang disepakati
dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf,
kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika,
maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua
bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal.
Langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Bruner
adalah sebagai berikut:
1. Mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan
benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
36
dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya
kelereng semua ini merupakan tahap enaktif).
2. Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan
gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng
yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya
kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau
diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa
melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan
pembayangan visual (visual magenary) dari kelereng tersebut.
3. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolik, siswa melakukan
penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan
lambang-lambang bilangan, yaitu 3 + 2 = 5.
Pendapat Bruner dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Bruner melalui tiga tahap yaitu enaktif (menggunakan benda nyata),
ikonik (menggunakan gambar yang mewakili benda nyata tersebut), dan
simbolik (menggunakan simbol-simbol matematika yang telah disepakati).
Model Bruner sangat cocok diterapkan untuk jenjang Sekolah Dasar
karena melibatkan dengan benda-benda konkret yang sering dijumpai oleh
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
B. Hasil Penelelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sagala, Agnes Fransisca (2014) dalam
jurnal penelitiannya dengan judul “Penerapan Teori Belajar Bruner dalam
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
37
Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Pada Materi Pecahan Di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan” mengatakan bahwa
objek penelitian ini adalah pembelajaran dengan menerapkan teori
pembelajaran Bruner untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan tes dan
observasi. Tes yang di berikan siswa berupa tes uraian. Observasi yang di
lakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran. Penelitian ini
di lakukan II siklus. Hasil penelitian tersebut bahwa penerapan teori Bruner
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, serta aktivitas
aktif siswa dalam proses belajar mengajar pada materi operasi hitung pecahan
di kelas VII Negeri 23 Medan T.A 2011/ 2012 sehingga pembelajaran dengan
teori belajar Bruner ini dapat dijadikan salah satu altenatif pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Dewi dalam jurnal
penelitiannya dengan judul “Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar simetri lipat pada siswa kelas IV
Sekolah Dasar Negeri 02 Makmur Jaya dengan menerapkan teori Bruner,
dimana isi teori Bruner adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada
siswa dengan (1) tahap enaktif; pembelajaran dengan menggunakan benda-
benda konkret atau situasi nyata, (2) tahap ikonik; dipresentasikan dalam
bentuk bayangan visual atau gambar dan (3) tahap simbolik; menuliskan
simbol- simbol yang berkaitan dengan simetri bangun datar, yang diorganisasi
sedemikian rupa agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Penelitian ini
dilakukan dengan subyek 22 siswa. Penerapan teori Bruner melalui tahap
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
38
enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV.
Hal ini dapat dilihat pada peningkatan hasil belajar siswa untuk ketuntasan
klasikal pada siklus I sebesar 73% dan pada siklus II sebesar 95%, untuk daya
serap klasikal pada siklus I sebesar 72% dan pada siklus II sebesar 84%.
Aktivitas guru pada siklus I diperoleh rata-rata presentase sebesar 79% berada
pada kategori cukup dan pada siklus II diperoleh rata-rata presentase 98%
berada pada kategori sangat baik. Aktifitas siswa pada siklus I diperoleh rata-
rata presentase sebesar 77% berada pada kategori cukup dan pada siklus II
diperoleh rata-rata presentase sebesar 97% berada pada kategori sangat baik.
Berdasarkan hasil belajar siswa, penerapan teori Bruner dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada pembelajaran simetri lipat di kelas IV Sekolah Dasar
02 Makmur Jaya.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Sagala, Agnes Fransisca (2014)
yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Materi Pecahan Di
Kelas VII SMP Negeri 3 Medan” perbedaan dengan penelitian yang saya
lakukan yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Disiplin dan Prestasi Belajar
Matematika Materi Pecahan Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV
SD Negri 2 Lesmana” yaitu terletak pada karakter yang ditingkatkan,
kemampuampuan pemecahan masalah dengan prestasi belajar siswa yang
ditingkatkan, dan jenjang SD dan SMP yatu kelas IV dan VII.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lestari, Dewi yang berjudul
“Penerapan Teori Belajar Bruner Untuk Meningkatkan Kemampuan Hasil
Belajar” perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan yang berjudul “
Upaya Meningkatkan Disiplin dan Prestasi Belajar Matematika Materi
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
39
Pecahan Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV SD Negri 2
Lesmana” yaitu terletak pada hasil belajar dengan prestasi yang ditingkatkan
pada pembelajaran. Hasil belajar meliputi ranah afektif, kognitif, dan
psikomotor, sedangkan prestasi belajar meliputi aspek kognitif. Perbedaan
lainnya terletak pada materi yang diajarkan yaitu pecahan dengan simetri lipat.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Sagala, Agnes Fransisca (2014)
yang berjudul “Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Materi Pecahan Di
Kelas VII SMP Negeri 3 Medan” persamaan dengan penelitian yang
dilakukan yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Disiplin dan Prestasi Belajar
Matematika Materi Pecahan Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV
SD Negri 2 Lesmana” yaitu terletak pada model yang diterapkan pada saat
proses pembelajaran yaitu model pembelajaran Bruner atau teori Bruner, dan
materi yang diajarkan yaitu materi Pecahan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lestari, Dewi yang berjudul
“Penerapan Teori Belajar Bruner Untuk Meningkatkan Kemampuan Hasil
Belajar” persamaan dengan penelitian yang dilakukan berjudul “ Upaya
Meningkatkan Disiplin dan Prestasi Belajar Matematika Materi Pecahan
Melalui Model Pembelajaran Bruner Di Kelas IV SD Negri 2 Lesmana” yaitu
terletak pada model yang diterapkan pada proses pembelajaran yaitu model
pembelajaran Bruner/ teori Bruner dan kelas yang untuk penelitian yaitu kelas
IV.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
40
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan hasil pre-test yang diujikan kepada siswa kelas IV
Sekolah Dasar Negeri 2 Lesmana Tahun Ajaran 2015/2016 Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas, sebanyak 18 siswa atau 90% yang belum
tuntas mencapai KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 70. Jumlah siswa
20 orang, tetapi hanya 2 siswa atau 10% yang tuntas mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) dengan nilai 70. Hasil UTS semester 1 Tahun
Ajaran 2015/2016, sebanyak 15 siswa atau 75% yang belum mencapai KKM
yaitu 70. Jumlah 20 orang, tetapi hanya 5 siswa atau 25% yang tuntas
mencapai KKM. Data pre test, UTS, membuktikan prestasi belajar matematika
belum dapat dikatakan baik secara keseluruhan. Data observasi peneliti
menunjukkan faktor-faktor yang menyebabkan sikap disiplin menurun yaitu
kurang perhatiannya siswa terhadap proses pembelajaran ditunjukkan siswa
bermain-main sendiri, sering mondar-mandir ijin ke kamar mandi, kurangnya
kesiapan siswa pada saat belajar matematika. Faktor lainnya yang
menunjukkan rendahnya prestasi belajar matematika yaitu kurangnya
pemanfaatan alat peraga atau media, metode yang kurang bervariasi yang
terjadi di Sekolah Dasar Negeri 2 Lesmana yang memicu rendahnya perhatian
siswa pada saat proses pembelajaran. Kurangnya keterlibatan siswa pada saat
proses pembelajaran berlangsung, peran guru lebih dominan.
Perlu adanya usaha untuk meningkatkan kedisiplinan dan prestasi
belajar matematika kelas IV yaitu menggunakan model pembelajaran Bruner.
Model pembelajaran Bruner dalam pembelajaran matematika siswa dapat
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
41
menemukan konsep sendiri dalam pembelajaran yang dialaminya, dengan
menemukan konsep dan struktur, akan mempermudah guru dan siswa dalam
transfer ilmu. Siswa harus menemukan keteraturan struktur konsep untuk
mengotak-atik alat peraga atau media yang digunakan oleh guru pada saat
pembelajaran. Bruner beranggapan bahwa alat peraga yang dapat diotak-atik
oleh siswa akan lebih bermanfaat memperoleh informasi dan pengetahuan,
keterlibatan siswa akan lebih meningkatkan.
Model pembelajaran Bruner ada tiga tahapan yaitu a) enaktif b) ikonik
c) simbolik. Tahap pertama yaitu enaktif merupakan pembelajaran
menggunakan benda-benda konkret/nyata yang ada dalam kehidupan sehari-
hari siswa, misalkan kue donat. Tahap kedua yaitu ikonik dilakukan dengan
mempresentasikan bayangan dari situasi konkret misalkan gambar kue donat.
Tahap terakhir yaitu simbolik, pada pembelajaran siswa sudah mampu
menggunakan simbol-simbol matematika. Kelebihan model pembelajaran
Bruner yaitu pembelajaran menjadi menyenangkan, penggunaan benda-benda
konkret ini sesuai dengan perkembangan siswa Sekolah Dasar yaitu
operasional konkret/nyata. Siswa sudah merasa senang dan berperan aktif
pada saat pembelajaran, maka siswa akan mudah menguasai materi yang di
pelajari. Disiplin dan prestasi belajar matematika dengan demikian dapat
meningkat melalui model pembelajaran Bruner.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
42
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
KONDISI AWAL
1. Siswa sering bermain-main sendiri
2. Siswa sering mondar-mandir ijin ke kamar
mandi
3. Kurangnya kesiapan siswa pada saat belajar
matematika
4. Kurangnya pemanfaatan media pembelajaran
5. Metode yang digunakan kurang bervariasi
Kedisiplinan
Menurun dan
Prestasi Belajar
Matematika Rendah
Menerapkan langkah-langkah
Model Pembelajaran Bruner
dalam Pembelajaran Matematika TINDAKAN
Langkah Model Pembelajaran Bruner
1. Tahap enaktif, misalnya
menggunakan kue donat
2. Tahap ikonik, misalnya
menggunakan gambar kue donat
3. Tahap simbolik menggunakan
simbol-simbol matematika
Disiplin Siswa dan Prestasi Belajar
Siswa Mata Pelajaran Matematika
Meningkat
Kondisi Akhir
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
43
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan model pembelajaran Bruner menggunakan tiga tahapan
yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan disiplin belajar
pada materi pecahan mata pelajaran matematika kelas IV Sekolah Dasar
Negeri 2 Lesmana.
2) Menggunakan model pembelajaran Bruner menggunakan tiga tahapan
yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika pada materi pecahan mata pelajaran matematika kelas IV
Sekolah Dasar Negeri 2 Lesmana.
Upaya Meningkatkan Disiplin..., Tri Artiningsih, FKIP, UMP, 2016
Recommended