View
220
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika
Kata matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa yunani yang artinya
sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga mathematikos yang diartikan sebagai suka
belajar. Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola-pola dari
struktur, perubahan, dan ruang, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian
bilangan dan angka. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan
aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi
matematika sebagai pelayanan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain (Wikipedia
Indonesia).
Menurut standar kompetensi (2004 : 75) matematika merupakan suatu bahan
kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif,
yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran
sebelumnya sudah di terima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam dalam
matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
Pembelajaran matematika adalah number sense yang tidak hanya mengenal dan
terampil melakukan operasi pada bilangan, tetapi lebih dari itu, antara lain dapat
memanfaatkan pengetahuan tentang bilangan untuk berbagai bidang lain tanpa
melakukan operasi hitung (Moesono & Sujono 1993:13).
Menurut Wahyudi (2010:13) pembelajaran matematika adalah proses yang
sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan
proses tersebut perpusat pada guru mengajar matematika.
7
Berdasarkan pengaertian-pengertian yang tersebut di atas dapat di simpulkan
bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan
untuk menciptakan suasana lingkungan kelas atau sekolah yang memungkinkan
kegiatan siswa belajar matematika di sekolah.
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3) hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan
pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Sedangkan menurut Agus
Suprijono (2009:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan
hanya seluruh aspek potensi kemanusia saja.
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dengan
melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan
usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai. Setelah
mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil
belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Nana Sudjana (1989:22) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil
belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari
informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih
lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar
diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Dan hasil belajar yang
diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa,
harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan
penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.
8
Pemerolehan hasil belajar yang baik akan memberikan kebanggaan pada diri
sendiri, dan orang lain. Untuk itu guna memperoleh hasil belajar yang baik siswa
dihadapkan dengan beberapa faktor yang bisa membuat siswa mendapatkan hasil
belajar yang baik.
2.1.3 Model Pembelajaran
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan dalam merencanakan
pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas (Agus Suprijono, 2009:46) .
Menurut Toeti yang dimaksud model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan pengajar dalam melaksanakan aktivitas belajar
(Sukayati, 2004:1).
Model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting, tutorial, dan
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-
buku, film, komputer dan lain-lain. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Berdasarkan definisi di atas, model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman
guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola
lingkungan kelas. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode,
atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
luas dari pada suatu strategi, metode, atau prosedur. Menurut Trianto (2007 : 6)
9
model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi,
metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah :
1. Rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangannya
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat
pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru. Model pembelajaran
terdiri dari model pembelajaran langsung (direct instruction), model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning), model pembelajaran diskusi (discussion learning)
dan model pembelajaran strategi (strategi learning).
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang bermanfaat dengan
jalan menggolongkan peserta didik dengan tingkat kemampuan berbeda-beda dalam
kelompok-kelompok kecil (Tim Instruktur Matematika, 2000). Pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru
(Agus Suprijono, 2009:54). Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
mengonstruksi, konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri (Suyatno,2009:51).
Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pemahaman dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran (Widyantini, 2006:3).
Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap kooperatif. Menurut Roger dan
David (Anita Lie, 2002:31), untuk mencapai hasil maksimal lima unsur model
pembelajaran harus dipenuhi yaitu :
10
a. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Mau
tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya
agar dapat berhasil. Masing–masing anggotanya mempunyai kesempatan
menyumbangkan ide-ide atau saran–sarannya kepada anggota kelompok. Dengan
demikian bagi beberapa siswa yang kurang mampu, tidak merasa minder terhadap
teman–temannya sehingga prestasi merekapun bisa ikut meningkat. Sebaliknya siswa
yang lebih pandai juga tidak merasa dirugikan karena temannya yang kurang
mampupun sedikit banyak telah memberikan sumbangan kepada mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama. Masing- masing
anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam keompok dapat dilaksanakan. Dengan demikian pembelajar yang
tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih
kaya dari pada pemikiran satu kepala. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
pendapat, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing anggota
kelompok.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, guru perlu
mengajarkan siswa dalam kelompok dan mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan
suatu kelompok juga tergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling
11
mendengarkan dan mengutarakan pendapat. Proses ini sangat bermanfaat dan perlu
ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan
mental dan emosional siswa.
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya dapat
bekerjasama secara lebih efektif. Hal itu bisa dilakukan dengan mendiskusikan
seberapa baik mereka telah mencapai tujuan-tujuan kelompok dan mengelola
hubungan kerja yang efektif. Perbaikan yang terus menerus ini akan semakin
membuat kelompok berfungsi secara efektif.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu dibanding dengan
model lainya. Menurut Arends (Triyanto, 2007:47) kegiatan belajar mengajar yang
menggunakan pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda,
baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender.
4. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing
individu.
Jadi pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling
ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan.
Keberhasilan pembelajaran kooperatif sendiri tergantung dari keberhasilan masing-
masing individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk
mencapai tujuan yang positif dalam belajar kelompok.
12
2.1.5 Pengertian Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT)
Beberapa model pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh para ahli
diantaranya adalah NHT (Numbered Heads Together) yang menekankan pada
struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Spancer Kagen. Teknik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu,
teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka (Anita
Lie, 2002:59).
Menurut agus suprijono (2009: 92), pembelajaran dengan menggunakan model
Numbered Heads Together (NHT) diawali dengan numbering. Guru membagi siswa
dalam satu kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setelah kelompok terbentuk
guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab tiap-tiap kelompok. Guru
memberikan kesempatan pada tiap-tiap kelompok untuk menemukan jawaban. Pada
kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya (pikirannya) “Heads
Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Langkah
berikutnya guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap
kelompok. Mereka diberi kesempatan member jawaban atas pertanyaan yang telah
diterimanya dari guru. Hal ini dilakukan terus hingga siswa dengan nomor yang sama
dari masing-masing kelompokmendapat giliran untuk memaparkan jawaban atas
pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan
diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan itu
sebagai pengetahuan yang utuh.
Langkah-langkah pembelajan Numbered Heads Together (NHT) menurut
hamdani (2010: 90) adalah sebagai berikut:
1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap kelompok mendapat nomor
13
2. Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk
mengerjakannya
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa
setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Siswa lain diminta untuk memberikan tanggapan
6. kesimpulan
Numberd Head Together adalah suatu model belajar dimana setiap siswa diberi
nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor
siswa (Ahmad Zuhdi F 2010:64). Sedangkan menurut Triyanto (2007:62) Numbered
Heads Together atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan sebagai alternatif terhadap struktur tradisional.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran
kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas- tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-
temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan ketrampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan kerampilan
sosial siswa. Ketrampilan yang dimaksud adalah berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja
dalam kelompok dan sebagainya.
Model pembelajaran ini lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam
mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang pada
akhirnya dipersentasikan di depan kelas. Keterlibatan siswa secara kolaboratif dalam
kelompok untuk mencapai tujuan bersama ini memungkinkan NHT dapat
14
meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dalam pemecaham masalah
matematika.
Dalam model pembelajaran NHT ini, dalam pembagian kelompok, guru juga
harus mempertimbangkan kriteria heterogenitas seperti; jenis kelamin, latar belakang
sosial, kesenangan, intelektual dan sebagainya. Pembagian siswa dalam kelompok-
kelompok perlu diseimbangkan sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang
tingkat prestasinya seimbang.
Tabel 2.1.
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)
(Sumber : Trianto, 2009:82)
2.1.6 Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together di awali dengan Numbering. Pertama kali guru mempersiapkan rancangan
pembelajaran dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dan membuat
lembar kerja siswa yang sesuai dengan model kooperatif tipe Number Heads
Together (NHT). Setelah itu guru membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil.
Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari.
Fase Peran guru
1. Penomoran Guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor
antara 1-5
2. Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat berfariasi, pertanyaan dapat aman yang spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya
3. Berfikir bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawabannya
pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
4. Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu. Kemudian
siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangan dan mencoba menjwab pertanyaan untuk seluruh
kelas.
15
Dalam pembentukan kelompok guru menggunakan pra siklus atau nilai hasil ulangan
harian dengan mempertimbangkan heterogenitas supaya tidak ada kelompok yang
dominan. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa, setiap kelompok diberi nama yang
berbeda dan siswa diberi nomor sesuai dengan jumlah kelompoknya 1-4. Kelompok
yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras,
suku dan jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab
oleh tiap-tiap kelompok. Pertanyanya dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat
spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya Triyanto (2007:63).
Guru memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menemukan
jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads
Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan guru. Untuk
mempermudah dalam menyelesaikan pertanyaan, tiap kelompok harus memiliki buku
paket atau panduan. Selanjutnya guru memanggil peserta didik. Peserta didik yang
memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban untuk dikerjakan di papan tulis. Hal itu dilakukan terus hingga
semua pertanyaan dapat terjawab. Berdasarkan jawaban-jawaban dari peserta didik
dan pembahasan guru, siswa dapat mengembangkan diskusi. Sehingga peserta didik
dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Pada tahap terakhir guru memberikan kuis secara individual dan membuat skor
perkembangan tiap siswa. Guru mengumumkan hasil kuis tersebut dan memberi
reward kepada siswa yang mendapat skor terbanyak. Reward tersebut berupa kata-
kata pujian dan tepuk tangan. Setelah itu guru bersama siswa menyimpulkan jawaban
akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
16
Tabel 2.2
Pemetaan sintak model kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dalm
standar proses
N
O
Fase NHT
Pendahulu
an
Kegiatan ini pembelajaran
Penutup
Eksplorasi Elaborasi
Konfirmasi
1 Orientasi siswa kepada maslah
Menyimpulkan dan menerangkan secara lisan dari materi yang sudah dipelajari menutup pelajaran dengan salam atau berdoa
2 Mengorgasir siswa untuk belajar
3 Membimbing penyelidikan individual atau kelompok
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5 Menganalisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
17
Tabel 2.3
Langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) sesuai dengan standar proses
Langkah dalam
Standar Proses
Langkah
NHT Kegiatan Guru
Kegiatan awal
1. Orientasi
Melakukan kegiatan apersepsi dan
menyampai-kan tujuan pembelajaran.
Guru menyajikan sebuah permasalahan yang mengaitkan dengan penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
2.Merumus
kan
Masalah
Guru merangsang dan mengajak siswa berfikir memecahkan masalah dengan
menyampaikan materi secara singkat.
3.Mengaju
kan
Hipotesis
Siswa mengajukan jawaban sementara dari permasalahan yang sedang di bahas.
Langkah dalam
Standar Proses
Langkah
NHT Kegiatan Guru
Kegiatan Inti
1. Eksplorasi
4.Mengum
pulkan
Data
a. Siswa memperhatikan materi
pelajran yang dijelaskan oleh guru b. Siswa dan guru bertanya jawab
tentang materi yang akan dijelaskan
2.Elaborasi
5. Menguji
Hipotesis
a. Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 6 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 1-4 orang
b. Siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing kemudian setiap siswa diberi nomor
c. Siswa diberikan tugas berupa soal-soal tentang penjumlahan dan
pengurangn pecahan bias dengan
18
pecahan biasa dan pecahan
campuran dengan pecahan campuran
d. Siswa saling bekerjasama
menyelesaikan soal tentang penjumlahan dan pengurangan
pecahan. e. Siswa dipanggil oelh guru
berdasarkan nomor tertentu,
kemudian siswa yang nomornya sesuai mencoba menjawab soal
yang merupakan hasil diskusi keloknya.
f. Siswa kelompo lain diberikan
kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat pada siswa
yang menjawab saol. g. Siswa dengan nomor tertentu
dipanggil oleh guru untuk
menjawab pertanyaan sampai semua siswa mendapat giliran.
3. Konfirmasi
a. Guru dan siswa bertanya jawab
tentang materi yang kurang jelas atau belum diketahui siswa
b. Siswa dibimbing guru meluruskan
kesalahpahaman dan diberi penguatan.
Kegiatan Akhir
6. Merumusk
an
Kesimpulan
Siswa dengan bimbingan guru
menyimpulkan dari materi yang baru saja dipelajari.
Siswa bersama dengan guru melakukan
refleksi berupa penanaman nilai moral.
19
2.1.7 Manfaat Pembelajaran dengan Model kooperatis Tipe Numbered Heads
Together
Berdasarkan hasil penelitian Lundgren (Ibrahim, 2000:18), pembelajaran
dengan model NHT memiliki sejumlah hal posif yang meliputi :
a. Nilai- nilai kerjasama antar siswa lebih teruji
b. Kreativitas siswa termotivasi dan wawasan siswa menjadi berkembang
c. Memotivasi siswa yang berkemampuan lemah untuk memahami materi dengan
bekerja secara antusias dalam kelompoknya.
d. Meningkatkan kepercayaan diri
e. Meningkatkan prestasi
2.2 Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian
yang dilakukan oleh Wa Sinar (2003) yang menyimpulkan bahwa melalui model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam
belajar matematika. Syamsidar (2004) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT kemampuan siswa kelas I3 semester I SLTP
Negeri 2 Raha dalam memahami konsep operasi hitung pada bilangan bulat dapat
ditingkatkan.
2.3 Kerangka Berpikir
Alur kerangka berfikir yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar
tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, dapat digambarkan sebagai
berikut.
20
GURU :
Masih menggunakan
metode ceramah
belum menggunakan
model NHT
SIKLUS 2 :
Menerapkan model
NHT dengan
bimbingan guru.
Kondisi awal
SISWA :
Hasil belajar siswa
rendah
Tindakan
Menerapkan model
Numbered Heads
Together (NHT)
SIKLUS 1 :
Menerapkan model
NHT dengan
bimbingan guru.
Kondisi akhir
Melalui penerapan model kooperatif tipe NHT hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas
4 SD Negeri 2 Wonocoyo Tahun Pelajaran
2014/2015.
21
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
2002: 62). Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah:
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads
Together) hasil belajar matematika siswa siswa kelas 4 SD Negeri 2 Wonocoyo
Tahun Pelajaran 2014/2015 dapat ditingkatkan.
Recommended