View
244
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Bab VIII pasal 141
menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan
mutu gizi perseorangan dan masyarakat, peningkatan mutu gizi yang
dimaksud dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan
perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan
kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Upaya perbaikan
gizi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan
pentahapan dan prioritas pembangunan nasional.
Salah satu prioritas pembangunan nasional sebagaimana tertuang
pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2010-
2014 adalah perbaikan status gizi masyarakat. Sasaran jangka menengah
perbaikan gizi yang telah ditetapkan adalah menurunnya prevalensi gizi
kurang menjadi setinggi-tingginya 15.0% dan prevalensi pendek (stunting)
menjadi setinggi-tingginya 32% pada tahun 2014. Untuk mencapai sasaran
tersebut di dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan telah
ditetapkan 2 (dua) indikator kinerja kegiatan yaitu persentase balita
ditimbang berat badannya (D/S) dan persentase balita gizi buruk mendapat
perawatan.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut telah disusun Kegiatan
Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 yang berisikan tujuan, sasaran
operasional, kebijakan teknis dan strategi operasional serta kegiatan pokok
dan pentahapan indikator setiap tahun, sebagai penjabaran operasional
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014.
2
Kegiatan pembinaan gizi pada tahun 2013 dilaksanakan melalui
beberapa kegiatan pokok dan pendukung yang terdiri dari:
Ukuran keberhasilan kinerja Direktorat Bina Gizi dilihat dari
pencapaian dari masing-masing indikator kegiatan. Proses evaluasi
merupakan penilaian terhadap hasil pencapaian tersebut, yang dituangkan
ke dalam suatu laporan yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK).
Penyusunan LAK ini merupakan perwujudan salah satu indikator (tolok ukur)
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)
dan berkaitan dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam
memberikan pelayanan prima serta menyampaikan pertanggungjawaban
kinerja kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Penyusunan LAK ini dimaksudkan sebagai bentuk kewajiban
Direktorat Bina Gizi untuk mempertanggungjawabkan tujuan dan sasaran
serta rencana kinerja yang telah ditetapkan dalam Renstra, Rencana Kinerja
Tahun 2013 dan Penetapan Kinerja Tahun 2013. LAK ini juga dapat
dijadikan sebagai acuan yang berharga dalam memperbaiki kinerja
Direktorat Bina Gizi di masa mendatang.
3
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Bina Gizi
memiliki maksud dan tujuan sebagai bentuk pertanggungjawaban secara
tertulis atas pelaksanaan tugas-tugas yang telah dilaksanakan selama kurun
waktu tahun 2013 oleh Direktorat Bina Gizi sehingga:
1. dapat diketahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan;
2. dapat diketahui kegiatan yang telah dilaksanakan;
3. dapat diketahui perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan berikut
hasil pencapaian dan evaluasi;
4. sebagai dasar untuk perencanaan kegiatan tahun berikutnya; dan
5. sebagai bukti laporan program dan hasil kegiatan kepada publik.
C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor:
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, bahwa Direktorat Bina Gizi bertugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria (NSPK) serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang bina gizi, sedangkan fungsinya adalah:
1. penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang bina gizi makro, gizi
mikro, gizi klinik dan konsumsi makanan, serta kewaspadaan gizi;
2. pelaksanaan kegiatan di bidang bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik, dan
konsumsi makanan serta kewaspadaan gizi;
3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
bina gizi makro, gizi mikro, gizi klinik, dan konsumsi makanan serta
kewaspadaan gizi;
4
4. penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang bina gizi makro, gizi
mikro, gizi klinik dan konsumsi makanan serta kewaspadaan gizi;
5. evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang bina
gizi makro, gizi mikro, gizi klinik dan konsumsi makanan serta
kewaspadaan gizi; dan
6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Susunan organisasi Departemen Kesehatan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor: 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa Struktur
Organisasi Direktorat Bina Gizi adalah sebagai berikut:
a. Direktur Bina Gizi
b. Sub Bagian Tata Usaha
c. Sub Direktorat Bina Gizi Makro
1) Seksi Standarisasi Bina Gizi Makro
2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Gizi Makro
d. Sub Direktorat Bina Gizi Mikro
1) Seksi Standarisasi Bina Gizi Mikro
2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Gizi Mikro
e. Sub Direktorat Bina Gizi Klinik
1) Seksi Standarisasi Bina Gizi Klinik
2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Gizi Klinik
f. Sub Direktorat Bina Konsumsi Makanan
1) Seksi Standarisasi Bina Konsumsi Makanan
2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Konsumsi Makanan
g. Sub Direktorat Bina Kewaspadaan Gizi
1) Seksi Standarisasi Bina Kewaspadaan Gizi
2) Seksi Bimbingan dan Evaluasi Bina Kewaspadaan Gizi
5
D. SISTEMATIKA
Sistematika penulisan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Bina Gizi
ini adalah sebagai berikut :
1. Kata Pengantar
2. Ringkasan Eksekutif
3. Daftar Isi, yang meliputi:
Bab I Pendahuluan
Menjelaskan tentang latar belakang penulisan laporan, maksud dan
tujuan penulisan laporan, tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Gizi
serta sistematika penulisan laporan.
6
Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Dijelaskan mengenai perencanaan dan perjanjian kinerja. Pada awal
bab ini disajikan gambaran secara singkat sasaran yang ingin
dicapai Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Bina Gizi
pada tahun 2013 serta bagaimana kaitannya dengan capaian visi
dan misi Kementerian Kesehatan.
Bab III Akuntabilitas Kinerja Diuraikan hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis capaian
kinerja, termasuk di dalamnya menguraikan secara sistematis
keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala dan permasalahan
yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil,
serta akuntabilitas keuangan yang memuat pagu dan realisasi
anggaran kegiatan yang dilaksanakan, dikaitkan dengan tingkat
capaian setiap sasaran strategis dan indikator kinerja yang telah
ditetapkan.
Bab IV Penutup
Mengemukakan tujuan secara umum tentang keberhasilan dan
kegagalan, permasalahan dan kendala utama yang berkaitan
dengan kinerja Direktorat Bina Gizi serta strategi pemecahan
masalah yang akan dilaksanakan di tahun mendatang.
Lampiran
- Pernyataan Penetapan Kinerja
- Form RKT : Form Rencana Kinerja Tahunan
- Form PK : Form Pengukuran Kinerja
7
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. PERENCANAAN KINERJA
STRATEGI Untuk merealisasikan visi dan misi dan tujuan tersebut di atas,
maka Direktorat Bina Gizi telah menetapkan sasaran strategis sesuai
dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, sebagai
berikut:
8
STRATEGI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBINAAN GIZI Strategi operasional Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui penyediaan materi
KIE dan kampanye.
b. Memenuhi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A,
tablet tambah darah dan mineral mix melalui optimalisasi sumber
daya pusat dan daerah.
c. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas dalam
pemantauan pertumbuhan, konseling menyusui dan MP-ASI, tata
laksana gizi buruk, surveilans dan program gizi lainnya.
d. Memenuhi kebutuhan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
(PMT-P) bagi balita menderita gizi kurang (kurus) dan ibu hamil
Kurang Energi Kronis (bumil KEK) dari keluarga miskin.
e. Mengintegrasikan pelayanan gizi ibu hamil berupa pemberian tablet
tambah darah (TTD) dan skrining ibu hamil KEK diintegrasikan
dengan pelayanan antenatal (Antenatal Care - ANC).
f. Melaksanakan surveilans gizi di seluruh kabupaten/kota, surveilans
khusus, dan surveilans gizi darurat
g. Menguatkan kerja sama dan kemitraan dengan lintas program dan
lintas sektor, organisasi profesi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
h. Menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) gizi.
9
KEBIJAKAN TEKNIS Kebijakan teknis Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014 adalah
sebagai berikut:
a. Memperkuat peran masyarakat dalam pembinaan gizi masyarakat
melalui posyandu.
b. Memberlakukan standar pertumbuhan anak Indonesia.
c. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan rawat inap di
Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan TFC (Therapeutic Feeding
Centre) maupun rawat jalan di Puskesmas dan CFC (Community
Feeding Centre) atau Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM).
d. Menerapkan standar pemberian makanan bagi bayi dan anak.
e. Meneruskan suplementasi gizi pada balita, remaja, ibu hamil, dan ibu
nifas serta fortifikasi makanan.
f. PMT pemulihan diberikan pada anak gizi kurang dan ibu hamil
miskin dan KEK.
g. Memperkuat surveilans gizi nasional.
h. Menyediakan buffer stock MP-ASI.
B. PERJANJIAN KINERJA
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang selektif,
transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, Direktorat Bina Gizi
pada tahun 2013 akan mewujudkan target kinerja tahunan dalam rangka
mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang ditetapkan dalam
dokumen perencanaan. Adapun sasaran strategis, indikator kinerja dan
target yang dimuat dalam Penetapan Kinerja dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut ini:
10
Penetapan Kinerja Direktorat Bina Gizi Tahun 2013
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Kegiatan Target 2013
Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat
1 Persentase (%) balita ditimbang berat badannya (jumlah balita ditimbang/balita seluruhnya (D/S))
80%
2 Persentase (%) balita gizi buruk yang mendapat perawatan
100%
1. Persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) Indikator persentase balita ditimbang berat badannya (D/S)
adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini
menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita. Kunjungan balita ke
posyandu juga merupakan realisasi dari upaya kesehatan dalam bentuk
promotif sekaligus preventif guna meningkatkan status gizi dan
kesehatan balita.
2. Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan Cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita
gizi buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan
kesehatan dan masyarakat di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi medis dapat
dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi
buruk tanpa komplikasi medis dapat dirawat jalan. Perawatan anak di
rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.
11
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan kinerja Direktorat Bina Gizi
dalam rangka mencapai sasaran strategis yaitu “meningkatnya kualitas
penanganan masalah gizi masyarakat” dengan menurunnya prevalensi
balita anak gizi kurang dari 17,9% menjadi 15% dan menurunnya prevalensi
balita anak pendek (stunted) dari 35,6% menjadi 32%, berikut diuraikan
penetapan kinerja Direktorat Bina Gizi tahun 2013 yang dapat dilihat dari
masing-masing indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan.
Data dan informasi untuk penyusunan laporan bersumber dari
dokumen Rencana Kinerja Tahun 2013, Penetapan Kinerja Tahun 2013,
dan laporan tahunan yang dituangkan datanya ke dalam formulir
Pengukuran Kinerja (PK), serta didasarkan pada analisis deskriptif yang
telah disusun. Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi merupakan
implementasi dari tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tabel di bawah
ini adalah hasil capaian dari indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan.
Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan Tahun 2013 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Kegiatan
Target (%)
Realisasi (%)
Capaian (%)
Ket
Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat
Persentase (%) balita ditimbang berat badannya (D/S)
80 80,3 100,4 Tercapai
Persentase (%) balita gizi buruk yang mendapat perawatan
100 100* 100 Tercapai
Keterangan: *Jumlah kasus yang ditemukan dan dilaporkan 40.755 kasus
12
B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
Seperti yang telah diuraikan di sub bab sebelumnya, disebutkan
bahwa sasaran strategis yang ditetapkan oleh Direktorat Bina Gizi adalah
meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat yang
dijabarkan kedalam 2 (dua) indikator kinerja kegiatan yaitu persentase balita
ditimbang berat badannya (D/S) dan persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan. Sasaran strategis dan kedua indikator kinerja
kegiatan ini dicapai melalui beberapa kegiatan pokok berikut, yaitu:
Adapun pencapaian sasaran strategis tersebut sudah dipaparkan
dan dapat dilihat pada tabel di atas.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa indikator kinerja persentase
balita ditimbang berat badannya sedikit diatas target yang ditetapkan, yaitu
sebesar 80,3% sedangkan indikator kinerja persentase balita gizi buruk
yang mendapat perawatan sudah sesuai target sebesar 100%, akan tetapi
dari jumlah absolut penemuan kasus gizi buruk masih jauh di bawah target
13
yaitu 40.755 kasus dari target 44.000 kasus. Adapun evaluasi dan analisis
capaian setiap indikator kinerja tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Persentase Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui
penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu
Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan
anak dan merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang
telah dikembangkan sejak awal 1980-an.
.
Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yang
pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan
masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan
intervensi gangguan pertum-
buhan serta entry point berbagai
pelayanan kesehatan anak
seperti imunisasi, pemberian
kapsul vitamin A, pencegahan
diare, dan sebagainya untuk
peningkatan kesehatan anak.
Kegiatan Balita di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Rejoagung, Kec Ploso, Jombang Jawa Timur
14
Peran serta masyarakat
dalam penimbangan balita (D/S)
menjadi sangat penting dalam
deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Dengan rajin menimbang
balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif. Sehingga
bila berat badan anak tidak naik ataupun jika ditemukan penyakit akan
dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak
menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat ditemukan, maka
penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik.
Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi
buruk akan mengurangi risiko kematian, sehingga angka kematian akibat
gizi buruk dapat ditekan.
Cakupan pemantauan pertumbuhan secara bertahap mengalami
kenaikan, terutama setelah dilakukan revitalisasi posyandu sejak setelah
terjadinya krisis beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 secara
rata-rata nasional cakupan D/S sebesar 80,3% lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata nasional tahun lalu yang sebesar 75,1% dan target
tahun 2013. Trend cakupan D/S tahun 2009-2013 dan cakupan D/S
menurut provinsi dapat dilihat di bawah ini.
Cakupan Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) Tahun 2009-2013
Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
Target 60% 65% 70% 75% 80%
Capaian 63,9% 67,9% 71,4% 75,1% 80,3%
Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai
Kegiatan Pemberian Vitamin A di Posyandu BalitaDesa Labai Mandiri Kec Nanga Pinoh, Kab MelawiKalimantan Barat
15
Trend Target dan Cakupan Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S) Tahun 2009 – 2013
Ket: Data diperoleh dari Laporan Dinkes Provinsi
Walaupun secara rata-rata nasional cakupan D/S sudah di atas
target, namun masih terdapat 15 provinsi yang cakupannya masih di
bawah target dan rata-rata nasional. Berikut distribusi cakupan D/S
menurut provinsi pada tahun 2013.
Distribusi Cakupan D/S Menurut Provinsi Tahun 2013
16
Sumber: Laporan Dinkes Provinsi Tahun 2013
Evaluasi dan analisis capaian indikator kinerja ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita ditimbang berat
badannya (D/S) dapat sedikit diatas target yang ditetapkan, yaitu
80,3% dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor pendukung berikut:
1) Adanya perhatian dan dukungan dari pemerintah daerah
setempat.
2) Adanya kemauan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan
balita di lingkungannya.
3) Tingginya motivasi dari tenaga kesehatan setempat dalam
menjalankan program.
4) Adanya dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan
organisasi kemasyarakatan lainnya.
5) Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu dengan
dilandasi Permendagri nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu.
6) Menteri Kesehatan melalui surat edaran tanggal 21 September
2012 nomor GK/Menkes/333/IX/2012 telah menetapkan bahwa
17
pada bulan November setiap tahun sebagai bulan penimbangan
balita di samping bulan Februari dan Agustus yang bersamaan
dengan Bulan Kapsul Vitamin A.
7) Pada Rakerkesnas 2013 di 3 regional (Jakarta, Surabaya dan
Makassar), yang antara lain dihadiri Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota,
direkomendasikan dilaksanakannya 4 (empat) kali bulan
penimbangan dalam setahun, yaitu pada bulan Februari dan
Agustus bertepatan dengan bulan vitamin A, ditambah bulan
April pada bulan imunisasi dan pada bulan November bertepatan
dengan pelaksanaan Hari Kesehatan Nasional (HKN).
8) Tersedianya dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang
menjadi daya ungkit peningkatan kinerja puskesmas termasuk
dalam pembinaan posyandu yang berdampak pada peningkatan
D/S.
9) Disahkannya Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator Belum tercapainya target D/S di beberapa provinsi dari target
nasional dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1) Permasalahan geografis seperti di Kabupaten Indramayu,
terdapat jarak rumah penduduk ke posyandu sekitar 2 (dua)
kilometer yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk
wilayah Papua di kabupaten Wamena penduduk harus berjalan
kaki 2-3 jam untuk mencapai Posyandu.
2) Kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan, dimana
posyandu hanya didukung oleh tenaga kesehatan dari
puskesmas setempat.
18
3) Kualitas dan kuantitas dari kader masih kurang.
4) Terbatasnya dana operasional, sarana dan prasarana di
posyandu.
5) Kurangnya kemampuan tenaga dalam pemantauan
pertumbuhan dan konseling.
6) Tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat
posyandu masih rendah.
c. Alternatif Pemecahan Masalah Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlunya dirumuskan
alternatif pemecahan masalah, diantaranya adalah:
1) Mensosialisasikan dan memantau pelaksanaan Surat Edaran
Menteri Kesehatan Nomor GK/Menkes/333/IX/2012 tanggal 21
September 2012 perihal Penyelenggaraan Bulan Penimbangan
di seluruh Indonesia pada setiap Bulan November setiap tahun
sebagai upaya berdaya ungkit meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam penimbangan.
2) Advokasi dan readvokasi kepada pemangku kepentingan
terkait mengenai Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013
tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
3) Pelatihan fasilitator pemantauan pertumbuhan kepada seluruh
tenaga kesehatan di Indonesia. Hingga akhir Desember 2013
telah dilatih sebanyak 2.003 pengguna akhir (end user) dan
283 fasilitator.
4) Melakukan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan baik di
puskesmas maupun di posyandu.
19
5) Pelatihan ulang kader posyandu (refreshing kader).
6) Peningkatan pemberdayaan masyarakat terutama di posyandu.
7) Penyediaan dana melalui Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) dengan perencanaan yang sesuai dengan besaran
masalah di Puskesmas.
8) Di samping upaya tersebut di atas, telah diinventarisasi
berbagai upaya terobosan atau kegiatan dalam rangka
peningkatan D/S antara lain :
a) Arisan posyandu yaitu kegiatan yang dilaksanakan pada
hari buka posyandu dengan melibatkan keluarga yang
memiliki balita sehingga membuat para peserta arisan
merasakan keterikatan untuk datang ke posyandu.
b) Demo memasak atau demo kecantikan yaitu kegiatan
yang dilakukan pada hari buka posyandu dengan
memanfaatkan keterampilan yang dimiliki masyarakat atau
dapat juga bekerjasama dengan pihak lain di wilayah
posyandu sehingga pada saat demo, ibu dan atau
keluarga balita mau datang ke posyandu.
c) Warung posyandu yaitu kegiatan seperti “bazar” yang
dilakukan pada hari buka posyandu, dimana peserta bazar
adalah ibu-ibu balita atau kader yang menjual aneka
kebutuhan termasuk kerajinan tangan dan masakan
bergizi yang diolah sendiri. Kegiatan “bazar” ini diharapkan
menarik minat ibu-ibu balita untuk membawa balitanya
untuk ditimbang di posyandu.
d) Odong-odong, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, ayunan yaitu
bentuk permainan yang dimiliki dan dikelola oleh posyandu
atau jenis permainan lain yang biasa terdapat di daerah
setempat. Permainan tersebut digunakan untuk menarik
balita datang ke posyandu, sambil menunggu giliran
20
ditimbang. Permainan tersebut dioperasikan oleh ibu
balita, kader, dan sukarelawan lainnya.
e) Pertunjukan boneka atau pertunjukan lain yang sudah
dikenal di masyarakat setempat. Bentuk boneka
merupakan kreativitas masyarakat setempat. Pesan-pesan
yang disampaikan meliputi kesehatan balita, ibu hamil, ibu
menyusui, dan lain-lain
f) . Membagikan cindera mata sesudah balita ditimbang seperti
balon, mainan anak-anak dan lainnya yang aman. Dengan
kegiatan ini diharapkan menarik minat balita untuk datang
kembali ke posyandu.
g) Memberikan penghargaan atau hadiah sederhana kepada
ibu/keluarga balita yang rutin menimbang balitanya yang
dibuktikan dengan buku KIA atau KMS. Kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan motivasi ibu/keluarga agar
membawa balitanya ditimbang secara rutin di posyandu.
h) Memberikan pelayanan lain di luar kegiatan posyandu
seperti pijat/urut bayi.
i) Mengintegrasikan kegiatan posyandu dengan kegiatan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
2. Persentase Balita Gizi Buruk Yang Mendapat Perawatan
Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang
ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat
badan sangat rendah tidak sesuai dengan tingginya. Kasus gizi buruk
seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral
palsy, kelainan jantung, tuberculosis (TB) dan HIV/AIDS sehingga bila
tidak dirawat sesuai standar akan memiliki risiko kematian sangat tinggi.
Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan
rawat jalan. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi medis
21
dapat dirawat di puskesmas, rumah Sakit, dan Therapeutic Feeding
Centre (TFC), sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat
dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan
petugas kesehatan dan kader.
Pencapaian indikator kinerja ini dipengaruhi antara lain oleh faktor-
faktor pendukung berikut:
a. Hasil Yang Telah Dicapai Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan dimana semua balita gizi buruk dengan
komplikasi medis maupun tanpa komplikasi medis yang terdeteksi
telah dirawat, baik itu rawat inap di TFC, puskesmas perawatan dan
di rumah sakit maupun rawat jalan di puskesmas non perawatan dan
rumah sakit setiap tahunnya selalu mencapai target 100%. Hanya
saja untuk tahun 2013, penemuan kasus gizi buruk secara absolut
masih dibawah target penemuan, dari target 44.000 kasus hanya
40.755 (92,6%) kasus yang ditemukan dan dilaporkan. Trend kasus
gizi buruk yang ditemukan dan dirawat dapat dilihat dalam gambar di
bawah ini:
Trend Jumlah Kasus Gizi Buruk di Indonesia
22
Yang Ditemukan Dan Dirawat Tahun 2010 – 2013
Sumber: laporan Dinkes Provinsi Tahun 2013
Balita Gizi Buruk Ditemukan dan Mendapat Perawatan Tahun 2010-2013
Tahun2010 2011 2012 2013
PENEMUAN Target 40.000 40.000 42.000 44.000
Capaian 43.616 40.412 42.702 40.755
PERAWATAN Target 100% 100% 100% 100%
Capaian 100% 100% 100% 100%
Contoh Penanganan Kasus Gizi Buruk
23
( 15 BULAN )
Saat Masuk
BB = 2.5 kg ; PB = 53 cm
Saat Akan Pulang
BB = 3.9 kg ; PB = 5.3 cm
Lama Perawatan Selama 28 hari
( 1 TAHUN 3 BULAN )
Saat Masuk
BB = 4.4 kg ; PB = 62.5 cm
Saat Akan Pulang
BB = 5 kg ; PB = 64 cm
Lama Perawatan Selama 10 hari
Saat Masuk
BB = 6.7 kg ; PB = 78 cm
Saat Akan Pulang
BB = 10 kg ; PB = 78 cm
Lama Perawatan Selama 28 hari
( 2 TAHUN 7 BULAN )
Pusat Pemulihan Gizi/TFC (Therapeutic Feeding Centre)
24
25
b. Permasalahan Terkait Pencapaian Indikator Pada implementasinya masih ditemukan beberapa kendala
dalam pencapaian indikator ini antara lain:
1) Pengetahuan, keterampilan dan kesanggupan beberapa
tenaga masih kurang dalam tata laksana gizi buruk.
2) Mobilisasi tenaga kesehatan yang sangat cepat.
3) Data yang ada baru sebatas jumlah balita yg ditangani namun
belum dilakukan pemantauan pasca perawatan.
4) Pelaksanaan surveilans dan pelacakan kasus gizi buruk yang
belum optimal.
c. Alternatif Pemecahan Masalah 1) Melaksanakan pelatihan Tata Laksana Anak Gizi Buruk bagi
petugas kesehatan dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Sejak
tahun 2004 sampai dengan Desember 2013 telah dilatih
sebanyak 6.775 petugas kesehatan (dokter, perawat/ bidan,
dan ahli gizi) dengan jumlah fasilitator sebanyak 128 orang.
Sementara itu puskesmas dengan tempat perawatan (DTP)
yang sudah dilatih sebanyak 1.576 (59%) dari total 3.152
puskesmas DTP yang ada, 514 (12%) puskesmas non
perawatan dari total 6.358 puskesmas, dan sebanyak 397
RSUD (67%) telah dilatih tatalaksana gizi buruk dari total 685
RSUD yang ada di Indonesia.
2) Mendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan Community
Feeding Centre (CFC) atau Pos Pemulihan Gizi Berbasis
Masyarakat (PGBM) dengan dukungan pemerintah daerah
setempat. Sampai dengan Desember 2013 telah didirikan 184
TFC di 28 provinsi dan 136 CFC di 10 kabupaten/kota di 4
(empat) provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Tenggara.
26
3) Disahkannya Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif yang dijabarkan ke
dalam Permenkes nomor 15 tahun 2013 tentang Tata Cara
Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah
ASI, dan Permenkes nomor 39 tahun 2013 tentang Susu
Formula Bayi dan Produk Lainnya
4) Pelatihan konselor ASI bagi petugas kesehatan. Sampai
dengan bulan Desember 2013, Indonesia sudah mempunyai
4.314 orang konselor ASI.
Grafik Jumlah Kumulatif Konselor Menyusui Yang Dilatih
Tahun 2010-2014
27
5) Pelatihan tenaga pelatih bagi petugas kesehatan di 5 (lima)
provinsi yaitu Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur,
Sulawesi Barat dan Gorontalo yang bertujuan tersedianya
Fasilitator Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak (PMBA).
Sampai tahun 2013, sudah terlatih sebanyak 15 orang MoT
dan 117 orang fasilitator.
6) Telah ditetapkan spesifikasi teknis mineral mix untuk
perawatan gizi buruk.
7) Menyediakan materi-materi penunjang berupa buku-buku
pedoman, brosur-brosur maupun leaflet-leaflet
8) Melakukan pelacakan balita gizi buruk
9) Memperbaiki sistem rujukan dan pascarujukan sehingga
mengurangi risiko jatuh kembali balita ke dalam status gizi
buruk
10) Bekerjasama dalam melakukan rujukan dan perawatan gizi
buruk dengan lintas sektor
11) Melaksanakan penanganan gizi buruk dimulai dari tingkat
masyarakat (posyandu)
12) Menyediakan buffer stock makanan pendamping ASI (MP-ASI)
bagi balita gizi buruk dan makanan tambahan bagi ibu hamil
Kurang Energi Kronis (KEK) terutama bagi sasaran yang
tinggal di daerah rawan gizi, darurat dan daerah bencana.
PMT Ibu Hamil KEK MP-ASI Balita
28
13) Meningkatkan surveilans gizi dengan memanfaatkan SMS
gateway.
14) Mensosialisasikan Pedoman Gizi Seimbang tahun 2013
kepada seluruh masyarakat, yang bertujuan untuk
menyediakan pedoman makan dan berperilaku sehat bagi
lapisan masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi aneka
ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik dan
mempertahankan berat badan normal.
15) Penguatan penanggulangan gizi buruk dan
mengintegrasikannya dengan peningkatan ekonomi keluarga
dan ketahanan pangan.
16) Penguatan kerjasama dinas kesehatan dengan perguruan
tinggi dalam program 1000 hari pertama kehidupan dan
peningkatan peran kader utamanya dalam pendampingan ibu
hamil.
C. TEROBOSAN YANG AKAN DILAKUKAN
Untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan
penanggulangan masalah gizi seperti yang telah digambarkan di atas,
Direktorat Bina Gizi telah dan akan melaksanakan beberapa hal yang
diharapkan menjadi upaya terobosan dalam pemecahan masalah di tahun
2014. Beberapa upaya terobosan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pemantauan Status Gizi (PSG) di 150 kabupaten/kota
untuk mendapatkan informasi tentang status gizi balita.
2. Meningkatkan pendidikan gizi kepada masyarakat, lintas sektor dan
program melalui:
a. Sosialisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) melalui PKK tingkat
provinsi
29
b. Kampanye Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
c. Sosialisasi Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, Permenkes nomor 15 tahun 2013
tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau
Memerah ASI, dan Permenkes nomor 39 tahun 2013 tentang Susu
Formula Bayi dan Produk Lainnya yang memuat pemberian ASI
eksklusif dari donor ASI dan sanksi-sanksi serta pengawasan
terhadap produsen susu formula bayi dan atau produk bayi lainnya
d. Sosialisasi Pedoman Gizi Seimbang (PGS) tahun 2013 dengan
pesan yang lebih sederhana, lengkap dan mudah dipahami. PGS
tersebut berisi 4 (empat) prinsip gizi seimbang dan pesan-pesan gizi
seimbang untuk semua kelompok umur.
3. Peningkatan kapasitas petugas kesehatan tentang PGS.
4. Penyusunan Petunjuk Teknis Perpres nomor 42 tahun 2013 agar dapat
diimplementasikan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat.
5. Peningkatan kapasitas petugas konseling ASI dan MP-ASI di tempat
kerja agar petugas kesehatan di tempat kerja dan kader mampu
memberikan pengetahuan tentang pemberian makan bayi dan anak.
6. Perluasan wilayah distribusi Taburia menjadi 21 provinsi yang didanai
oleh APBN dan program MCA-I meliputi Provinsi Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat,
Maluku, dan Maluku Utara.
TABURIA
30
D. AKUNTABILITAS KEUANGAN
Dalam rangka mewujudkan target sasaran strategisnya, Direktorat
Bina Gizi pada tahun 2013 mempunyai pagu awal sebesar Rp
166.390.227.000,- melalui DIPA dengan nomor: DIPA-
024.03.1.466034/2013 tanggal 5 Desember 2012. Pada pertengahan tahun
2013 Direktorat Bina Gizi mendapat tambahan dana melalui APBN-P, dana
hasil realokasi dari kegiatan yang diefisiensi serta dana hibah dari UNICEF
dan WHO sebesar Rp 203.499.773.000,- sehingga total anggaran Direktorat
Bina Gizi pada tahun 2013 sebesar Rp 369.890.999.000,-. Anggaran
tersebut dibagi kedalam 4 (empat) kategori/indikator dengan rincian sebagai
berikut:
Rincian Anggaran Rencana Kerja Direktorat Bina Gizi Tahun 2013 Sasaran Strategis Indikator Kinerja Anggaran (Rp)
Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat
1 Persentase balita ditimbang berat badannya
65.565.078.000
2 Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
291.757.381.000
3 Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan
11.738.890.000
4 Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar
829.650.000
Anggaran sebesar Rp 357.322.459.000,- atau 96,6% dari total pagu
anggaran yang diemban oleh Direktorat Bina Gizi direncanakan akan
digunakan langsung untuk mendukung 2 (dua) indikator kinerja kegiatan
yang langsung berhubungan dengan pencapaian sasaran strategis. Tingkat
capaian sasaran strategis diperoleh dengan realisasi anggaran sebagai
berikut:
31
Realisasi Anggaran Berdasarkan Indikator Kinerja Direktorat Bina Gizi Tahun 2013
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja % Anggaran Realisasi %
Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat
Persentase balita ditimbang berat badannya
100,4 65.565.078.000 63.480.246.300 96,8
Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
100 291.757.381.000 283.697.117.650 97,2
Persentase satuan kerja yang menyelenggarakan administrasi kepemerintahan sesuai ketentuan
11.738.890.000 9.452.583.065 80,5
Persentase sarana dan prasarana kerja yang sesuai standar
829.650.000 626.527.700 75,5
T O T A L 369.890.999.000 357.256.474.715 96,6
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa realisasi anggaran yang
mendukung langsung pencapaian 2 (dua) indikator kinerja kegiatan
perbaikan gizi mencapai 97,2%, sementara itu jika dihitung dari total pagu
anggaran yang diemban Direktorat Bina Gizi pada tahun 2013 realisasi 2
(dua) indikator kinerja kegiatan perbaikan gizi sebesar 93,9%.
Bila dibandingkan trend realisasi anggaran selama lima tahun
terakhir cenderung terlihat meningkat. Capaian realisasi anggaran Direktorat
Bina Gizi sudah melebihi target yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI
yaitu 90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
32
Trend Realisasi Anggaran Dit Bina Gizi Tahun Anggaran 2009-2013
Sumber: Data laporan Keuangan Dit Bina Gizi 2008-2013
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, Direktorat Bina Gizi
telah merealisasikan belanja secara bruto sebesar Rp 357.256.474.715,-
(96,6%) dari total anggaran sebesar Rp 369.890.999.000,-. Sasaran
strategis dan sub kegiatan yang telah dilakukan agar sasaran strategis
tercapai dapat dilihat pada tabel di atas.
33
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Kegiatan dan Sub Kegiatan Terkait Dalam Pencapaian Sasaran
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Kegiatan
Sub Kegiatan Terkait
Meningkatnya kualitas penanganan masalah gizi masyarakat
Persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
Pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia gizi
Suplementasi gizi dan alat penunjang
Penanganan gizi buruk dan kurang
Penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK)
Surveilans gizi
Dukungan manajemen
34
BAB IV PENUTUP
Pada tahun 2013 Direktorat Bina Gizi mendapat alokasi anggaran
sebesar Rp 357.322.459.000,- untuk mendukung secara langsung
pencapaian 2 (dua) indikator kinerja kegiatan dari total anggaran Rp
369.890.999.000,- yang telah ditetapkan dalam Renstra yaitu persentase
balita ditimbang berat badannya (D/S) dan persentase balita gizi buruk yang
mendapat perawatan. Dengan realisasi sebesar 93,9% dari total pagu
anggaran, pencapaian persentase balita ditimbang berat badannya sebesar
80,3% dan persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan sebesar
100%. Walaupun kedua indikator kinerja kegiatan sudah mencapai target
namun pencapaian ini belum sepenuhnya memuaskan, terutama pada
persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan, dimana absolut
penemuan kasus hanya sekitar 92,6% dari target. Hal tersebut di atas
disebabkan antara lain melemahnya peranan posyandu, dimana
pemantauan pertumbuhan balita merupakan strategi dasar pendidikan gizi
dan kesehatan masyarakat, dan sebagai sarana deteksi dini dan intervensi
gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan
anak seperti imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dan
sebagainya untuk peningkatan kesehatan anak. Sementara itu realisasi
anggaran Direktorat Bina Gizi secara keseluruhan sebesar 96,6%.
Dari permasalahan di atas, maka sangat penting kiranya Direktorat
Bina Gizi untuk lebih memantapkan dan memonitor serta mengevaluasi
implementasi NSPK yang telah disusun, seperti Perpres Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi yang menekankan bahwa permasalahan gizi
yang terjadi merupakan tanggung jawab seluruh sektor. Selain itu
pemahaman masyarakat terhadap pentingnya 1000 hari pertama kehidupan
dan pendidikan gizi seimbang bagi semua kalangan akan menurunkan risiko
kasus gizi buruk. Pelaksanaan surveilans gizi yang intensif tentunya juga
35
sangat mendukung dalam penemuan serta pencegahan terjadinya kasus
gizi buruk.
Disadari bahwa penentuan indikator pada masing-masing kegiatan
sangat mempengaruhi nilai akhir pencapaian kinerja kegiatan, sasaran dan
program sehingga upaya peningkatan pendidikan masyarakat,
penanggulangan dan perbaikan gizi masyarakat serta penanganan masalah
gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak
balita secara paripurna diharapkan dapat mengatasi masalah gizi yang ada.
Laporan Akuntabilitas Kinerja ini tentunya bermanfaat sebagai bahan
penilaian dalam upaya pemantauan, pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan kegiatan program pembinaannya di masa mendatang. Semoga
Laporan Akuntabilitas Kinerja ini dapat dijadikan dasar bagi penyusunan
Program Pembinaan Gizi di Direktorat Bina Gizi pada khususnya dan
Kementerian Kesehatan pada umumnya, dalam rangka mewujudkan
Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Recommended