View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
DKI Jakarta merupakan kota yang strategis di Indonesia. Hal ini tak
terlepas dari posisinya sebagai ibukota negara sehingga menjadikan kota ini sebagai
pusat dari segala aspek kehidupan nasional, baik itu idiologi, politik, ekonomi,
sosial, dan teknologi. Implikasinya, Jakarta menjadi kota dimana stabilitas segala
aspek kehidupan masyarakatnya akan menjadi cermin bagi segala aspek kehidupan
nasional.
Namun dalam bidang demokrasi ternyata Jakarta masih memiliki masalah
yang perlu mendapatkan perhatian. Beberapa pihak mengungkapkan bahwa
pemilukada yang berlangsung pada 2007 silam hanyalah merupakan demokrasi
prosedural dan bukanlah demokrasi yang diharapkan. Masalah yang cukup banyak
disoroti adalah masalah rendahnya aspirasi politik dari masyarakat Jakarta. Pada
pemilukada 2007 silam jumlah masyarakat yang tidak menentukan pilihan (golput)
yang lebih dari 30 persen yang justru didominasi dari kalangan menengah ke atas
(http://www.shnews.co/detile-2056-warga-belum-tentukan-pilihan.html dan http://
news.liputan6.com/read/41949/golput-disinyalir-berada-pada-masyarakatmenengah-
atas).
Berdasarkan pada latar belakang ini, maka penelitian ini memilih untuk
menitikberatkan pada media – media yang sering diakses oleh masyarakat
menengah ke bawah sebagai penyumbang suara terbanyak pada pemilihan umum
kepala daerah (pemilukada).
2
Di Jakarta terdapat dua media massa lokal yang cukup besar oplahnya
yaitu Pos Kota dan Warta Kota. Menurut riset yang dilakukan oleh Nielsen Media
Research kedua koran ini masuk dalam lima besar jajaran koran dengan jumlah
pembaca terbanyak. Pada tahun 2008 yang lalu Pos Kota mencatat jumlah pembaca
sebanyak 1.199.000 pembaca (Yusuf, 2010: http://bincangmedia.wordpress.com/
2010/04/30/), sedangkan Warta Kota memiliki pembaca sebanyak 604.000 pembaca
(Wikan, 2008: http://asmono28.wordpress.com/2008/02/05/warta-kota/).
Pos Kota merupakan salah satu surat kabar yang cukup tua di Indonesia.
Penggagasnya antara lain adalah Jahja Surjawinata, Harmoko, Tahar, Abiyasa, serta
Pansa Tampubolon dan resmi berdiri pada tanggal 14 April 1970. Surat kabar ini
memiliki 12 halaman utama, 8 halaman berita hiburan dan terkadang ditambah
dengan beberapa suplemen – suplemen yang disesuaikan dengan topik – topik
hangat yang sedang banyak diperbincangkan oleh masyarakat.
Rubrik dalam surat kabar ini antara lain seperti politik, kriminal, olahraga
serta hiburan. Dalam memberitakan hajatan pilkada DKI, surat kabar ini menambah
rubrik khusus yang dinamakan dengan rubrik Gelora Pemilukada DKI yang terdapat
pada halaman 2 (dua) di tiap edisinya.
Lain Pos Kota, lain lagi dengan surat kabar Warta Kota. Warta Kota dapat
dikatakan sebagai anak baru dalam dunia surat kabar lokal di Jakarta. Anak
perusahaan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) ini baru lahir pada tahun 1999.
Meski berstatus sebagai pemain baru, namun surat kabar ini mampu bersaing
dengan surat kabar lainnya. Terbukti kurang dari sepuluh tahun surat kabar ini telah
berhasil meraih pembaca sebanyak 604.000 pembaca.
Dengan 12 halaman utama di tiap edisinya, ditambah dengan suplemen –
suplemen yang berisi informasi tips serta beberapa kolom iklan. Rubrik yang
ditawarkanpun tidak jauh berbeda dengan Pos Kota, antara lain rubrik politik,
3
ekonomi, olahraga serta hiburan. Tak mau ketinggalan dari Pos Kota, surat kabar ini
juga memiliki rubrik khusus untuk memberitakan pilkada DKI, yakni rubrik Ayo
Pilih Gubernur DKI. Berbeda dengan rubrik Gelora Pemilukada DKI, rubrik Ayo
Pilih Gubernur DKI ini berada di halaman 4 (empat) di setiap edisinya.
Akan tetapi banyak pihak yang mempertanyakan profesionalisme media
lokal dalam meliput berita seputar pemilukada. Menurut pengamatan yang
dilakukan oleh Dewan Pers selama tahun 2011 yang lalu didapatkan beberapa kasus
berkenaan dengan permasalahan jurnalistik.
Beberapa permasalahan tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut:
Gambar 1.1: Permasalahan jurnalistik yang dicermati Dewan Pers selama tahun 2011.
Berita yang tidak berimbang (22 kasus), mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi (10 kasus), berita yang tidak akurat (10 kasus), tidak melakukan
konfirmasi (6), tidak jelas narasumbernya (4), dan tidak profesional dalam mencari
berita (4), dan 57 kasus pelanggaran kode etik jurnalistik (Wikan, 2011:
http://asmonowikan.wordpress.com/).
4
Dalam kaitannya dengan pemberitaan seputar pilkada, pada tahun 2010
yang lalu Dewan Pers pernah melakukan penelitian terhadap 2 media lokal yang ada
di sejumlah daerah seperti Semarang, Bandung, Medan dan Surabaya. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat kualitas pemberitaan yang dilakukan oleh media-media
lokal dalam memberitakan hajatan pemilukada (selengkapnya di Sudibyo, 2000).
Hasil penelitian tersebut tampak pada grafik di bawah ini:
Gambar 1.2: Hasil penelitian mengenai kualitas pemberitaanmedia lokaltentang pemilukada.
Dari hasil penelitian di atas, terlihat bahwa dalam memberitakan media
lokal masih memiliki banyak masalah mengenai proses cek ricek berita dan
ketidakjelasan cover both side pemberitaan yang dilakukan oleh media lokal.
Melihat keadaan tersebut, ditambah dengan jumlah media pers yang sehat secara
bisnis hanya berkisar 30% dari jumlah keseluruhan media pers di Indonesia
(Batubara, 2009: 591) maka tidak mengherankan sekiranya banyak pihak yang
khawatir jika media, terutama media lokal akan disalah fungsikan menjadi corong
politik dan sarana kampanye terselubung bagi pasangan calon tertentu sehingga
akan mengurangi tingkat obyektivitas dari media itu sendiri.
5
Dengan melihat beberapa permasalahan di atas serta mengingat pentingnya
obyektivitas bagi media pemberitaan, maka penelitian ini ingin mengukur
kecenderungan obyektivitas yang dimiliki oleh dua surat kabar lokal di DKI Jakarta
yakni Pos Kota dan Warta Kota dalam meliput berita pemilukada Jakarta selama
kampanye periode 24 Juni – 7 Juli 2012.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimana kecenderungan berita pemilukada DKI Jakarta
yang disiarkan oleh Warta Kota dan Pos Kota pada masa kampanye 24 Juni – 7 Juli
2012?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini antara lain adalah:
1. Melihat kecenderungan berita tentang pemilukada DKI yang disiarkan
harian Warta Kota selama masa kampanye.
2. Melihat kecenderungan berita tentang pemilukada DKI yang disiarkan
harian Pos Kota selama masa kampanye.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi bahan pengkajian, evaluasi
atas kinerja media, khususnya Pos Kota dan Warta Kota dalam meliput berita
seputar pemilukada selama masa kampanye 24 Juni – 7 Juli 2012.
6
E. OBJEK PENELITIAN
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah semua berita terkait pilkada
baik yang terdapat di halaman pertama (headline) dan halaman lain serta berita
yang terdapat di rubrik Gelora Pemilukada DKI dalam harian Pos Kota serta berita
yang terdapat di rubrik Ayo Pilih Gubernur DKI dalam harian Warta Kota. Kedua
rubrik ini dipilih karena rubrik ini merupakan rubrik yang dikhususkan sebagai
wadah pemberitaan mengenai pemilukada DKI.
F. KERANGKA KONSEP
1. Pendekatan Positivis
Wacana positivisme yang dipelopori oleh para pemikir empirik radikal
(pertama kali dicetuskan oleh Saint Simon pada tahun 1825) menjadi landasan
epistemologi dalam menentukan kebenaran dalam ilmu sosial. August Comte
dengan Sosiologi Positif menjadi paradigma pokok ilmu sosial yang berbasis
pendekatan empirik sosial.Pendekatan posistivis menganggap bahwa ilmu
pengetahuan dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap suatu hal atau
fenomena yang dapat diamati secara nyata.Pendekatan ini juga beranggapan
bahwa seorang peneliti haruslah “terpisah” dari subjek penelitiannya.Penelitian
dengan menggunakan pendekatan ini biasanya mengukur fakta objektif melalui
konsep yang diturunkan pada variable – variable dan dijabarkan pada indikator
– indikator dengan memperhatikan aspek reliabilitas (Somantri, 2005: 58).
Dalam jurnalistik pendekatan positivis ini banyak digunakan pada akhir
tahun 1800-an, dimana mulai pada saat itu jurnalisme dipandang sebagai
sebuah profesi. Sebagai sebuah profesi, jurnalisme dibatasi oleh norma-norma
profesional dan menggunakan teknik-teknik tertentu untuk mengumpulkan
7
fakta dan membentuk sebuah berita (Wien, 2011: http://journalisttools.net/wp-
content/uploads/2011/06/Defining-Objectivity-within-Journalism.pdf).
Pendekatan positivis diperhitungkan karena beberapa alasan, yaitu:
Pertama, tren mengenai pemikiran ilmiah (obyektif/positivis) banyak
digunakan oleh masyarakat. Kedua, jurnalisme pada hakikatnya menggunakan
konsep – konsep dasar seperti “kebenaran (truth)”, “realitas (reality)”, dan
“obyektivitas (objectivity)” sehingga sebagai bentuk disiplin profesional,
konsep – konsep tersebut haruslah menjadi panduan operasional jurnalistik
(Wien,2011:http://journalisttools.net/wp-content/uploads/2011/06/Defining-
Objectivity-within-Journalism.pdf).
Pendekatan ini memandang bahwa berita merupakan informasi yang
hadir dengan sendirinya, kemudian dihadirkan oleh wartawan kepada khalayak
sebagai representasi dari kenyataan yang telah terjadi, sebagaimana yang ada di
lapangan. Kenyataan tersebut ditulis kembali dan ditransformasikan melalui
berita. Untuk selengkapnya mengenai bagaimana pendekatan positivis
memandang berita terdapat dalam tabel berikut ini:
Aspek Pendekatan Positivis
Ontologis
Terdapat fakta yang riil dan diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku secara Universal.
Berita merupakan cermin dan refleksi dari kenyataan.
Epistemologi
Terdapat suatu realitas objektif diluar diri wartawan. Wartawan meliput realitas yang tersedia dan bersifat objektif.
Wartawan membuat jarak dengan objek yang hendak diliput, sehingga bisa tampil secara objektif.
Realitas sebagai hasil liputan dari wartawan harus bersifat objektif, dalam arti memberitakan peristiwa apa adanya sesuai fakta di lapangan.
Metodologis Kualitas pemberitaan :Liputan dua sisi, objektif dan kredibel.
Menyingkirkan opini dan pandangan subjektif dari sebuah pemberitaan
8
serta menggunakan bahasa straight, sehingga tidak menimbulkan penafsian yang berbeda-beda.
Aksiologis
Nilai, etika, opini dan pilihan moral berada di luar proses peliputan berita atau peristiwa.
Wartawan berperan sebagai pelapor atas suatu peristiwa saja.
Tujuan peliputan dan penulisan berita :eksplanasi dan menjelaskan suatu peristiwa apa adanya.
Tabel1.1:Pendekatan Positivis dalam Melihat Berita (Guba & Lincoln, 1994: 78) dengan perubahan.
2. Berita dalam Paradigma Positivis
Mempertimbangkan tujuan dari penelitian ini, maka peneliti
menggunakan pendekatan positivis untuk melihat obyektivitas berita yang
disiarkan oleh Koran Pos Kota dan Koran Warta Kota
Melalui pendekatan positivis, maka dapat diambil pengertian
berita/news adalah sebuah cermin dari realitas sosial/mirror of reality (Rahayu,
2006: x).Lebih lanjut, Eriyanto memberikan pemaparan tentang media dan
berita dalam pandangan positivis, menurutnya:
a. Realitas bersifat eksternal yang ada dan hadir sebelum wartawan
meliputnya.Jadi, terdapat realitas yang bersifat obyektif (bebas
nilai) yang harus diambil dan diliput oleh wartawan (Eriyanto,
2002: 19).Pemisahan fakta dan opini (values) wartawan ini
merupakan salah satu hal yang penting dalam obyektivitas, Thuren
memberikan alasan-alasan mengapa pemisahan ini diperlukan.
Alasan-alasan tersebut antara lain adalah (1) ini berfungsi dalam
debat politik; (2) untuk menghindari keyakinan bahwa opini dapat
digunakan untuk memutuskan nilai-nilai kebenaran; (3) untuk
menekankan bahwa cara pandang seseorang terhadap realitas
dipengaruhi oleh opini mereka (Wien, 2011: http://journalisttools.
9
net/wp-content/uploads/2011/06/Defining-Objectivity-within-
Journalism.pdf).
b. Media adalah sebuah saluran pesan. Media adalah sarana
bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima
(khalayak). Media di sini dilihat murni sebagai saluran, tempat
bagaimana transaksi pesan dari semua pihak yang terlibat di dalam
berita. Media dilihat sebagai sarana yang netral yang merupakan
saluran untuk menggambarkan realitas, menggambarkan peristiwa
(Eriyanto, 2002: 22).
c. Berita adalah informasi. Ia dihadirkan kepada khalayak sepagai
representasi dari kenyataan. Kenyataan itu ditulis kembali dan
ditransformasikan lewat berita. Pendek kata, berita adalah mirror of
reality, oleh karena itu berita harus mencerrminkan realitas yang
hendak diberitakan (Eriyanto, 2002: 25).
d. Berita bersifat obyektif. Artinyaberita harus berusaha untuk
menyingkirkan opini dan pandangan subyektif dari pembuat berita.
Pada pendekatan positivis, titik perhatian utama terletak pada
obyektivitas serta ada tidaknya bias pemberitaan. Bias ini dianggap
sebagai masalah sehingga wartawan harus menghindari bias dengan
meneliti sumber berita, pihak-pihak yang diwawancarai,bobot dari
penulisan, dsb (Eriyanto, 2002: 27).
Sebagai hasil rekonstruksi realitas sosial, maka sebuah berita akan
berlandaskan pada fakta – fakta yang ditemukan di dalam masyarakat. Walau
begitu tidak semua fakta – fakta dalam masyarakat dapat menjadi sebuah
berita.Untuk menjadi berita sebuah fakta – fakta sosial haruslah memenuhi nilai
10
– nilai berita (news values). Nilai – nilai berita itu antara lain adalah sebagai
berikut :
a. Konflik
Informasi yang menggambarkan pertentangan antar manusia,
bangsa, dan negara.Sebuah konflik pantas untuk diberitakan kepada
masyarakat agar masyarakat mudah untuk mengambil sikap.
b. Kemajuan
Informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu
dilaporkan kepada khalayak.Dengan demikian khayalak mengetahui
kemajuan peradaban manusia.
c. Penting
Informasi yang penting bagi khalayak dalam rangka menjalani
kehidupan sehari-hari perlu segera dilaporkan kepada khalayak.
d. Dekat
Informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis
dengan khalayak perlu segera dilaporkan. Makin dekat satu
peristiwa dengan tempat khalayak, informasinya akan semakin
disukai oleh khalayak.
e. Aktual
Informasi tentang peristiwa yang baru terjadi perlu segera dilaporkan
kepada khalayak.
f. Unik
Informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu
segera dilaporkan kepada khalayak.
g. Manusiawi
Informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak, seperti yang bisa
membuat menangis, terharu, tertawa, dan sebagainya, perlu
dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu, khalayak akan bisa
meningkatkan taraf kemanusiaanya.
h. Berpengaruh
Informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan
orang banyak perlu dilaporkan kepada khalayak (Abrar, 2005: 4-5).
11
Selain news values, terdapat pula istilah yang disebut dengan layak
berita (newswhortiness). Layak berita merupakan gabungan antara nilai berita
dan tujuan media.Nilai berita menjadi titik pengukur awal peliputan peristiwa,
sedangkan tujuan media merupakan filter yang digunakan untuk memutuskan
apakah liputan berita tersebut dapat disiarkan atau tidak. Dengan kata lain, tidak
semua peristiwa berita bisa diberikan, akan tetapi semua informasi yang layak
berita pasti memiliki nilai berita (Abrar, 2005: 16).
Secara umum, layak berita ini berbeda-berbeda di tiap negara.Sebagai
contoh layak berita yang banyak dianut oleh media-media di Amerika adalah
luar biasa, menghibur, tidak asing, dekat, konflik dan kekerasan.Sedangkan
layak berita yang banyak dianut di Indonesia antara lain adalah penting,
terkenal, luar biasa, dekat, aktual dan manusiawi. Walaupun begitu, layak berita
ini tidaklah mutlak adanya, tiap-tiap media massa bebas untuk menentukan nilai
berita dan kelayakan berita yang dianutnya (Abrar, 2005: 17).
Selain beberapa faktor – faktor di atas, faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam sebuah berita adalah obyektivitas.Obyektivitas sebuah berita
adalah salah satu aspek penting dalam berita, terlebih lagi menurut pendekatan
positivis. Masyarakat tidak akan mungkin mempercayai sebuah berita apabila
berita tidak dapat dipercaya karena menyebarkan informasi – informasi yang
tidak benar.
3. Obyektivitas
Obyektivitas pada dasarnya merupakan konsep yang sangat rumit dan
kompleks untuk didefinisikan. Akan tetapi sebuah penelitian haruslah
mendasarkan dirinya pada sebuah definisi yang jelas dan tepat agar dapat
memiliki argumen yang kuat sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Dalam
12
pendekatan positivitis, obyektivitas merupakan komposisi biner antara
subyektif dan obyektif.
Menurut kamus, obyektivitas adalah (apparently) the practice of
presenting both sides of an issue.Pendapat senada juga dikemukakan oleh
Siahaan yang menyatakan bahwa obyektivitas penyajian berita yang benar,
tidak berpihak dan berimbang (Siahaan, 2001). Sedangkan Stroud dan Reese
(tanpa tahun: http://pmintegrity.org/pm_docs/cpb_ReadersReachConclusions_
StroudReese.pdf) menawarkan konsep yang lebih lengkap mengenai
obyektivitas. Pendapat mereka mengenai obyektivitas adalah sebagai berikut
ini,
“Objectivity refers variously to a normative ideal (that journalism can reach the truth), a sense of detachment on the part of journalists, a set of practices designed to produce “truth” (reliance on officials), and an institutional framework, which has attempted to differentiate news from advertising, facts from opinion.”
Lebih lanjut, Boyer (1981) melakukan sebuah penelitian terhadap
perwakilan jurnalis untuk menemukan konsep obyektivitas bagi para awak
berita.Dari hasil penelitian tersebut Boyer kemudian menyimpulkan bahwa
terdapat enam elemen utama dari konsep obyektivitas. Elemen tersebut antara
lain adalah:
a. Balanced and even-handedness in presenting different sides of an issue;
b. Accuracy dan realism of reporting; c. Presentation of all main relevant point; d. Separation of fact from opinion, but treating opinion as relevant; e. Minimizing the influence of the writer’s own attitude, opinion, or
involvement; f. Avoiding slant, rancor or devious purpose.(dalam McQuail,
1992: 184 - 185)
13
Sejarah konsep obyektivitas tidaklah terlepas dari perdebatan.Banyak
pihak yang menolak konsep ini dengan menyatakan bahwa obyektivitas adalah
sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan sesuatu yang ditolak (McQuail, 1992:
187 - 188).Namun, di lain pihak, banyak juga yang menyatakan dukungannya
terhadap konsep ini. Sebut saja Gilles Gauthier (1993: http://www.cjc-
online.ca/index.php/journal/article/view/778/684) yang menyebutkan bahwa
obyektivitas merupakan unsur penting dalam jurnalisme. Mengenai hal ini dia
menyatakan bahwa “...the end of objectivity in journalism would spell the end
of journalism itself.”
Pentingnya obyektivitas ini dapat terlihat jika kita melihat sejarah
jurnalisme itu sendiri. Sebuah perbandingan terhadap hasil penelitian mengenai
kebudayaan primitif dunia yang dilakukan oleh beberapa antropolog
menemukan bahwa masyarakat ini ternyata memiliki definisi dan standar yang
sama terhadap berita. Standar pembawa berita (pesan) yang dicari adalah yang
mampu melintasi bukit dengan cepat, akurat dalam mengumpulkan informasi,
serta mampu menceritakannya kembali dengan menarik (Kovach dan
Rosenstiel, 2003: 1).
Hal ini menyiratkan bahwa secara naluriah manusia membutuhkan
informasi yang berkualitas, karena informasi mempengaruhi kualitas hidup
kita, membentuk pikiran kita bahkan kebudayaan kita.Dengan pandangan
seperti ini maka obyektivitas menjadi hal yang krusial dalam praktek jurnalistik
(Kovach dan Rosenstiel, 2003: 2).
Konsep obyektivitas pertama kali berkembang pada tahun 1920-an
dalam suasana dimana wartawan penuh dengan bias pemberitaan, walaupun
tanpa sadar. Konsep ini meminta wartawan untuk mengembangkan sebuah
metode untuk secara konsisten menguji informasi dengan tepat sehingga bias
14
personal dan bias budaya tidak melemahkan akurasi kerja mereka (Stroud dan
Reese, tanpa tahun: http://pmintegrity.org/pm_docs/cpb_ReadersReach
Conclusions_StroudReese.pdf).
Hubungan obyektivitas dengan kinerja media sempat dijelaskan oleh
Hackett and Zhao (1998) yang menulis bahwa obyektivitas dapat berguna bagi
masyarakat untuk mengevaluasi kinerja media. Lebih jelasnya mereka menulis
seperti berikut, “objectivity provides a way in public discourse of evaluating
press performance – that is how far news media stray from fairness and
balance toward bias and partisanship.” (dalam Stroud dan Reese, tanpa tahun:
http://pmintegrity.org/pm_docs/cpb_ReadersReachConclusions_StroudReese.p
df).
Walaupun konsep obyektivitas merupakan konsep yang rumit dan
sangat sulit untuk diwujudkan sehingga tak jarang ia ditolak dan dianggap
sebagai hal yang mustahil bahkan oleh para praktisinya. Akan tetapi tetaplah
merupakan sebuah keharusan dan kewajiban bagi media massa untuk
memberikan informasi yang benar dan akurat.
Sebuah media haruslah mampu bekerja dengan kemampuan untuk
melaporkan sebuah kejadian dengan berimbang, adil dan jauh dari bias. Jikapun
hal tersebut sulit untuk dilakukan, paling tidak media harus mampu
memberikan pemaparan dan interpretasi yang jelas kepada khalayaknya tentang
adanya kemungkinan terjadinya bias, terlebih lagi ketika media meliput berita
yang berkenaan dengan politik, seperti pemilu dimana sebuah berita rentan
digunakan oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
15
4. Peranan/Fungsi Berita terhadap Masyarakat Saat Pemilu
Tujuan berita/jurnalisme secara umum adalah untuk menyediakan
informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup merdeka dan
mengatur diri mereka sendiri. Menurut Abrar, agar masyarakat mampu
memanfaatkan berita cara yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Mengusahakan berita sebagai pengetahuan umum.
Pengetahuan umum sangat penting untuk berinteraksi dengan
sesama. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan umum yang
cukup, biasanya dia tidak berdaya dalam berinteraksi dengan
individu atau kelompok yang lain. Menyiarkan berita yang memiliki
nilai sosial dan menguntungkan kepentingan adalah sebuah hal yang
perlu dilakukan oleh wartawan agar dapat menjadikan sebuah berita
menjadi pengetahuan umum.Di dalam bidang politik dan pemilihan
umum, seorang calon pemilih dapat mengetahui visi dan misi calon
pemimpin dari berita.Dengan mengetahui visi dan misi tersebut
maka calon pemilih itu dapat menentukan pilihan sesuai dengan hati
nuraninya.
b. Mengusahakan berita sebagai alat kontrol sosial.
Berita sebagai kontrol sosial adalah berita dapat memberitakan
tentang peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya
dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa buruk tidak
terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan
semakin tinggi. Dengan pemberitaan ini, diharapkan akan memicu
gagasan – gagasan dari publik untuk memperbaiki kesalahan yang
ada sebelumnya. Dalam konteks politik dan pemilihan umum berita
16
dapat menyiarkan baik - buruknya rekam jejak (track records) calon
pemimpin sehingga calon pemilih dapat memilih calon pemimpin
dengan rekam jejak yang baik (Abrar, 2005: 12 - 14).
c. Menjadikan berita sebagai referensi refleksi, terutama refleksi
politik.
Untuk dapat menjadi sebuah refleksi, sebuah berita perlu
menyajikan dialog politik. Dialog ini berupa penyajian berbagai
macam kepentingan yang terlibat dalam politik, dalam kasus ini
adalah kepentingan yang terlibat dalam kampanye. Karena sebuah
berita mampu menjadi sebuah pedoman masyarakat untuk
mencoblos, maka sudah sewajibnya berita mengenai kampanye
pemilu dilaporkan apa adanya. Menjadi sebuah referensi refleksi
politik berarti sebuah berita mampu untuk merangsang khalayak
untuk menilai tanggung jawab mereka sebagai warga negara. Pada
tingkat tertentu, ia bahkan berimplikasi langsung pada sense
khalayak tentang usaha nyata untuk mensukseskan pemilihan umum
(Abrar, 2000: 16).
5. Headline/Berita Utama
Pengertian dasar tentang headline/berita utama datang dari Danuta
Reah. Menurut Danuta Reah (1993: 15), headline surat kabar yaitu a quick look
across the headlines like this makes it clear that headline are of limited use in
giving a clear overview on the news of the day, or relative importance of the
news.Pengertian lain menyatakan bahwa headline adalah berita utama dalam
satu edisi penerbitan surat kabar, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
headline merupakan bagian terpenting dalam suatu surat kabar.
17
Sebagai bagian yang terpenting headline mendapatkan treatment khusus
seperti, judul dicetak tebal, ditempatkan di halaman pertama, sering diciptakan
dengan bahasa yang kreatif, singkat, menarik perhatian dan kata – kata yang
mudah diingat. Treatment khusus ini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa
peristiwa yang menjadi headline tersebut adalah peristiwa yang dianggap
penting oleh surat kabar yang bersangkutan (news of the day).
Pada umumnya, headline merupakan berita langsung.Berita langsung
adalah berita yang dibuat untuk menyampaikan peristiwa – peristiwa yang
secepatnya harus diketahui oleh khalayak.Oleh karena itu, penulisannya
mengikuti struktur piramida terbalik dengan bagian terpenting pada pembukaan
berita (Abrar, 2005: 53).Pentingnya sebuah headlinebagi sebuah surat kabar
inilah yang kemudian menjadi alasan dipilihnya headline surat kabar sebagai
bagian dari data yang akan di analisis.
G. OPERASIONALISASI KONSEP
Setelah mengumpulkan dan membaca beberapa konsep mengenai
obyektivitas yang terdapat di atas, maka setidaknya didapatkan beberapa gambaran
untuk menetukan operasionalisasi dari konsep obyektivitas dalam penelitian ini.
Akan tetapi sebelumnya peneliti ingin menegaskan bahwa walaupun obyektivitas
adalah sebuah hal yang sulit untuk diwujudkan, akan tetapi dia haruslah tetap ada.
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah evaluasi dari
kinerja koran lokal dalam liputan pemilukada yang sarat akan kepentingan politik.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakan
metode penelitian analisis isi. Penelitian ini ingin mengetahui sejauh apa
kecenderungan berita tentang pemilukada yang ada pada kedua koran lokal tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan mikro, yang
18
berarti penelitian ini menekankan pada sisi praktikal ketrampilan jurnalistik dan
menggunakan teori yang bersifat praktis.
1. Dimensi dalam Pengukuran Obyektivitas Berita
Obyektivitas, merupakan poin penting bagi sebuah berita serta media.
Dengan adanya obyektivitas maka khalayak akan mendapatkan sumber
informasi yang berkualitas. Teori yang sering digunakan untuk mengukur
obyektivitas suatu media adalah konsep obyektivititas yang dikemukakan oleh
Westerstahl.
Konsep obyektivitas ini diperkenalkan oleh Westerstahl pada saat
dirinya meneliti mengenai lembaga penyiaran publik yang berada di Swedia.
Kunci utama dalam konsep ini adalah pada pemisahan antara wilayah cognitive
dengan wilayah evaluative. Westerstahl mendapatkan konsep ini setelah dia
mengelaborasi hukum penyiaran yang ada di Swedia.
Sedangkan McQuails memberikan beberapa ciri - ciri utama dari
konsep obyektivitas. Ciri – ciri tersebut adalah sebagai berikut:
a. Adoption of a position of detachment and neutrality towards the object of reporting.
b. Lack of partisanship: not taking sides in matters of dispute or showing bias.
c. Requires strict attachment to accuracy and other truth criteria (such as relevance and completeness).
d. Presumes a lack of ulterior motive or service to a third party (McQuail, 2010: 200).
Untuk menilai obyektivitas berita maka, kategorisasi yang akan
digunakan adalah dengan menggunakan indikator – indikator sebagai berikut :
a. Kebenaran (Truth); b. Relevan (Relevance); c. Keseimbangan (Balance);
d.Netralitas (Neutrality). Sedangkan indikator – indikator seperti
a. Penempatan berita; b. Asal berita; c. Narasumber berita; d. Aktor yang
19
terlibat; e. Tema berita; f. Kandidat kepala daerah digunakan untuk melihat
kencenderungan – kencerungan yang ada pada surat kabar saat memberitakan
pemilukada.
Indikator kebenaran (truth) adalah indikator yang menunjukkan tentang
kualitas dan berhubungan erat dengan reabilitas dan kredibilitas sebuah berita.
Dalam indikator kebenaran terdapat tiga kriteria yang berbeda. Kriteria pertama
adalah kefaktaan (factualness) kriteria ini dapat dilihat dengan adanya
pemisahan yang jelas antara fakta dan opini, dalam kriteria ini sebuah berita
juga haruslah berdasarkan pada sumber berita yang bernama (bukan anonim).
Kriteria kedua adalah akurasi (accuracy) kesesuaian fakta dengan peristiwa
serta keakuratan mengenai data-data (nama, jumlah, waktu, tempat dsb).
Hal ini dapat dilihat dengan ada tidaknya konfirmasi yang dilakukan
oleh wartawan dalam sebuah berita. Kriteria yang ketiga adalah kelengkapan
berita yang berarti jumlah minimal informasi yang dibutuhkan agar sebuah
berita dapat dipahami dengan baik. Dalam jurnalisme informasi dasar yang
harus dipenuhi adalah konsep 5W+1H.
Indikator berikutnya adalah relevan (relevance). Relevan merupakan
indikator yang berkaitan dengan pemilihan berita, diharapkan berita yang
disiarkan adalah berita-berita yang berpengaruh terhadap masyarakat. Dengan
kata lain indikator relevan adalah melihat kesesuaian berita yang disiarkan
dengan beberapa standar significance. Beberapa kriteria utama dari standar
tersebut antara lain adalah timeliness, magnitude, significance, dan proximity
(McQuail, 1992: 200).
Kriteria lain yang bisa digunakan utuk mengukur relevansi adalah
dengan memperhatikan keterangan – keterangan yang termuat dalam berita
berhungan dengan peristiwa yang dilaporkan dengan kata lain apakah fokus
20
berita dan fakta – fakta yang lain dalam berita tersebut berhubungan (Abrar,
2000: 4).
Indikator berikutnya adalah indikator keseimbangan (balance).
Indikator keseimbangan menuntut adanya kesimbangan dalam memilih dan
menentukan narasumber berita sehingga sebuah berita mampu menggambarkan
sudut – sudut pandang yang bervariasi (both sided coverage) serta menuntut
adanya keseimbangan porsi pemberitaan berbagai pihak yang terkait dalam
berita (McQuail, 2010: 357).
Indikator terakhir untuk melihat obyektivitas sebuah berita adalah
adalah indikator netralitas penyajian (neutral presentation). Dalam indikator
netralitas penyajian yang harus diperhatikan adalah ada tidaknya
sensasionalisme dalam sebuah berita. Sensionalisme sendiri dapat dilihat dari
dua aspek yakni kesesuaian judul dan isi berita serta tidak adanya dramatisasi
dalam sebuah item berita.
Sedangkan untuk indikator – indikator penunjang pertama adalah
penempatan berita merupakan indikator yang menunjukkan letak dimana satu
item berita terletak. Dalam penelitian ini maka pilihan yang ada adalah halaman
pertama headline, halaman pertama non headline, halaman dalam serta rubrik
khusus pemilukada.
Asal berita adalah indikator yang menunjukkan mengenai darimana
sebuah berita didapatkan oleh wartawan. Pilihan dalam indikator ini antara lain
adalah wawancara dengan kandidat, koferensi pres, pers release, keterangan
dari juru bicara, liputan langsung, mengutip dari media lain, serta tidak
menutup kemungkinan adanya sumber berita lain.
Narasumber berita merupakan indikator yang menunjukkan siapakah
sumber informasi yang dirujuk dalam satu item berita. Pilihan dalam indikator
21
ini adalah kandidat pemilukada, anggota tim sukses kandidat dan simpatisan,
lembaga Negara (KPU, KPUD, Panwaslu, Kepolisian), birokrasi (Presiden,
menteri, hingga pada jajaran RT/RW), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Masyarakat umum, pengamat politik/akademisi, tokoh agama/tokoh
masyarakat dan lembaga survey.
Aktor yang terlibat adalah indikator yang menunjukkan tentang tokoh
yang berperan dalam peristiwa yang dilaporkan di dalam item berita. Pilihan
yang ada di dalam indikator ini adalah kandidat pemilukada, anggota tim
sukses kandidat dan simpatisan, lembaga Negara (KPU, KPUD, Panwaslu,
Kepolisian, dsb), birokrasi (Presiden, menteri, hingga pada jajaran RT/RW),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Masyarakat umum, pengamat politik/
akademisi, tokoh agama/tokoh masyarakat dan lembaga survey.
Tema berita adalah indikator yang menunjukkan tentang tema yang
terkandung di dalam satu item berita. Tema dalam penelitian ini dapat dibagi
menjadi beberapa pilihan yakni persiapan pemilukada, sosialisasi pemilukada
kepada masyarakat, kampanye kandidat pemilukada, kandidat kepala daerah,
kinerja lembaga menyelenggara pemilukada (KPUD), pelanggaran pilkada,
konflik dalam pilkada serta peraturan pilkada.
Indikator kandidat kepala daerah adalah indikator yang secara khusus
melihat aspek kandidat kepala daerah yang diberitakan oleh media. Aspek-
aspek yang dilihat dalam indikator ini ada beberapa yakni siapa kandidat kepala
daerah yang diberitakan, tema berita tentang calon kepala daerah, serta
penggambaran berita terhadap kandidat.
22
2. Operasionalisasi Konsep Obyektivitas
Di atas telah dijelaskan mengenai indikator – indikator yang
akandigunakan dalam penelitian ini. Indikator – indikator tersebut merupakan
hasil elaborasi antara konsep obyektivitas dari Westernstahl dan beberapa
penelitan dengan tema yang telah dilakukan sebelumnya serta beberapa jurnal
yang peneliti dapatkan. Agar indikator tersebut di atas lebih jelas, maka
indikator tersebut di atas dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Data Surat Kabar Nama Surat Kabar :
Edisi/Hari Tanggal Terbit :
Judul Berita :
INDIKATOR KATEGORI 1. Penempatan Berita 1. Halaman pertama headline
2. Halaman pertama non-headline 3. Halaman dalam 4. Rubrik khusus pemilukada
2. Asal Berita 1. Wawancara dengan kandidat 2. Konferensi Pers 3. Press Release 4. Keterangan dari juru bicara 5. Liputan langsung 6. Mengutip dari media lain 7. Sumber berita lainnya, sebutkan!
3. Narasumber Berita 1. Kandidat kepala daerah 2. Anggota tim sukses dan simpatisan 3. Lembaga negara 4. Birokrasi 5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 6. Masyarakat umum 7. Pengamat politik/akademisi 8. Tokoh agama/ Tokoh masyarakat 9. Lembaga Survey
23
4. Aktor yang terlibat dalam cerita
1. Kandidat kepala daerah
2. Anggota tim sukses dan simpatisan
3. Lembaga negara
4. Birokrasi
5. Lembaga Swadaya Masyarakat
6. Masyarakat umum
7. Pengamat politik/akademisi
8. Tokoh agama/Tokoh masyarakat
9. Lembaga Survey
5. Tema berita 1. Persiapan pemilukada 2. Sosialisasi pemilukada 3. Profil kandidat pemilukada 4. Kampanye kandidat 5. Kinerja KPUD 6. Pelanggaran pilkada 7. Konflik dalam pilkada
6. Kandidat Pemilukada 6.1 Kandidat pemilukada yang diberitakan
1. H. Alex Noerdin – Nono Sampono 2. Faisal Basri – Biem Benjamin 3. Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama 4. H. Hendardji Soepandji – Ahmad Riza Patria 5. Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli 6. Hidayat Nur Wahid – Didik Junaidi Rachbini
6.2 Tema berita tentang calon kepala daerah
1. Profil kandidat 2. Kampanye kandidat 3. Kegiatan yang dilakukan oleh kandidat 4. Program – program kandidat 5. Dukungan terhadap kandidat 6. Kritikan terhadap kandidat 7. Komentar kandidat terhadap isu/permasalahan Tertentu
6.3 Penggambaran berita terhadap kandidat
24
Kandidat Positif Negatif Netral Positif
dan Negatif
1. Alex Noerdin – Nono Sampono 2. Faisal Basri – Biem Benjamin 3. Joko Widodo – Basuki Tjahaja
Purnama
4. Hendardji Soepandji – Ahmad Riza Patria
5. Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli 6. Hidayat Nur Wahid – Didik
Junaidi Rachbini
Mmm
6.4 Uraikan bagian dari berita yang menunjukkan penilaian terhadap kandidat, jika perlu kutiplah bagian tersebut.
7. Kebenaran (Truth) 7.1 Kefaktualan (Factualness)
Indikator Ya (1)
Tidak (2)
Tidak jelas (3)
a) Fakta dan opini dipisahkan dengan jelas
b) Terdapat penggunaan narasumber anonim
7.2 Keakuratan (Accuracy)
Indikator Ya (1)
Tidak (2)
Tidak jelas (3)
a) Terdapat konfirmasi yang dilakukan oleh wartawan di dalam item berita
25
7.3 Kelengkapan berita (Completeness) What : Where : When : Who : Why : How :
7.4 Relevan (Relevance) a) Nilai berita yang terkandung dalam
item berita
1. Timeliness 2. Magnitude 3. Significance 4. Proximity 5. Prominence
b) Kesesuaian fokus berita dengan keterangan lain di dalam berita
1. Sesuai 2. Tidak sesuai
7.5 Keseimbangan (Balance) a) News Coverage 1. Liputan satu sisi
2. Liputan dua sisi
7.6 Netralitas Penyajian (Neutral Presentation) a) Kesesuaian antara judul berita dan
isi berita 1. Sesuai 2. Tidak Sesuai
b) Adakah dramatisasi dalam item berita
1. Ada 2. Tidak ada
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan mikro yang
menekankan pada sisi praktikal jurnalistik karena mengambil berita sebagai
objek kajiannya. Selain itu penelitianini juga merupakan jenis penelitian
deskriptif, karena penelitian ini mencoba untuk menggambarkan sejauh mana
obyektivitas pemberitaan berita yang disiarkan oleh Pos Kota dan Warta Kota
selama masa kampanye pemilukada DKI.
26
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode analisis isi
kuantitatif. Analisis isi kuantitatif adalah metode penelitian yang meneliti isi
(pesan) komunikasi yang tampak (tersurat) secara objektif, sistematis dan
kuantitatif (Berelson, 1952: 18).
3. Populasi dan Sampling
Populasi dari penelitian ini adalah semua berita mengenai pemilukada
yang terdapat di Pos Kota dan Warta Kota. Penilitian ini menggunakan teknik
non-probability sample, yakni menggunakan teknik sensus. Teknik sensus dipilih
dengan pertimbangan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran berita pemilukada yang disiarkan oleh koran lokal selama masa
kampanye. Oleh karena itu, pemilihan sampel lebih ditekankan pada berita yang
terdapat pada Pos Kota dan Warta Kota saat kampanye pilkada DKI saja, yakni
pada tanggal 24 Juni hingga 7 Juli 2012. Koran Pos Kota dan Warta Kota dipilih
atas pertimbangan bahwa kedua koran lokal ini yang memiliki oplah tertinggi di
Jakarta.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data yang pertama kali dilakukan adalah
dengan mengumpulkan surat kabar Pos Kota dan Warta Kota edisi masa
kampanye, yakni sejak tanggal 24 Juni hingga tanggal 7 Juli 2012. Setelah
terkumpul, item-item berita-berita kemudian dipilah-pilah sehingga berita-berita
yang terkait pemilukada terpisah dengan berita yang tidak berkaitan dengan
pemilukada. Berita-berita yang tekait pemilukada tersebut kemudian selanjutnya
dikliping dengan difotokopi.
27
Berita-berita yang diperoleh tersebut kemudian akan dianalisis
menggunakan indikator dan dimensi yang telah ditetapkan sebelumnya,
kemudian data-data tersebut akan dituangkan dalam bentuk coding sheet yang
akan membantu peneliti dalam menganalisis data-data penelitian selanjutnya.
5. Teknik Analisis Data
Indikator dan dimensi yang akan digunakan untuk menganalisis berita
yang telah dikumpulkan sebelumnya adalah dengan menggunakan teori
obyektivitas yang dikemukakan oleh Westerstahl. Menurut Westerstahl, unsur-
unsur dalam obyektivitas antara lain adalah faktualitas (aspek kognitif) dan
imparsialitas (aspek evaluatif). Aspek faktualitas memiliki sub aspek yakni
kebenaran (truth) dan relevansi (relevancy), sedangkan aspek imparsialitas
memiliki sub aspek seimbang/tidak memihak (balance/non-partisanship) dan
netral (neutral presentation) (Westerstahl, 1983 dalam McQuail, 1992: 196).
Setelah data terkumpul kemudian data akan dianalisis dengan
menggunakan indikator dan dimensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Khusus
untuk penilaian obyektifitas berita penilaiannya akan dilihat dari skor yang
didapatkan dari indikator pemisahan fakta – opini hingga indikator dramatisasi
berita dalam tiap item berita.
Tiap skor yang didapatkan akan dijumlahkan dan dari jumlah tersebut
kemudian dilihat bagaimanakah tingkat obyektivitas dari berita tersebut. Nilai ini
akan bergerak dari angka 1 hingga angka 9, angka 1 hingga 6 menunjukkan
bahwa berita tersebut memiliki obyektivitas yang rendahdan angka 7 hingga
angka 9 menunjukkan obyektivitas yang tinggi pula.
28
Nilai obyektivitas tertinggi yang digunakan adalah hanya sampai pada
nilai 9. Hal ini seperti yang telah disebutkan pada bagian latar belakang bahwa
pada prakteknya sebuah media (dalam penelitian ini adalah koran) sulit sekali
mewujudkan obyektivitas, atau dengan kata lain bahwa koran akan selalu
memiliki kemungkinan terjadinya bias berita.
I. PEMBATASAN PENELITIAN
Mengingat tujuan dari penelitian ini yakni untuk melihat kecenderungan
berita kampanye yang disiarkan oleh Pos Kota dan Warta Kota, serta keterbatasan
tenaga, waktu, kesempatan dan biaya yang dimiliki oleh peneliti, maka penelitian ini
dibatasi dengan hanya mengambil dua sampel koran lokal yang berada di
Jakarta.Selain itu, obyek penelitian juga dibatasi pada berita-berita yang merupakan
berita langsung (straight news), pembatasan jenis berita ini berdasarkan pada
pendapat Gilles Gauthier yang menyatakan bahwa konsep obyektivitas hanya dapat
diaplikasikan pada berita – berita straight news semata (Gauthier, 1993).
Recommended