View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geliat sejumlah partai politik mulai terlihat menjelang pemilihan umum yang
akan bergulir pada tahun 2014 mendatang. Sejumlah partai yang telah lolos verifikasi
KPU memulai meracik strategi guna pemenangan di pemilu mendatang. Pada awal
tahun 2013 ini KPU telah menetapkan sebanyak 15 partai, yang terdiri dari 12 partai
nasional dan 3 partai daerah Aceh sebagai perserta pemilu 2014 (KPU, 2013).
Komunikasi dan strategi politik yang tepat menjadi keharusan setiap
kontestan guna meraup suara terbanyak untuk memenangi pemilihan umum,
implementasi keduanya (komunikasi dan strategi politik) tertuang dalam kebijakan
kampanye partai yang akan dilakukan. Mengambil pengertian kampanye dari Stecce
dalam Rice (1981) “Political campaigns are aimed at the mobilization of support for
one’s cause or candidate” (Cangara, 2009: 275). Maka dari itu, strategi yang tercipta
merupakan hasil perumusan yang terbaik, sehingga dapat tersampaikan dengan
efektif kepada target dan berbuah pemberian suara.
Sejumlah partai politik (parpol) yang lolos merupakan peserta dari pemilu
sebelumnya yang diselenggarakan pada tahun 2009 yang telah mengalami
penyederhanaan (pengurangan) dan penambahan partai baru. Partai Nasional
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Demokrat (Nasdem) dan tiga partai lain dari Aceh menjadi partai dengan wajah baru
dalam perhelatan politik terbesar ini. Belajar dari pemilu 2009 lalu, nampaknya partai
politik saat ini tidak dapat menerapkan cara, metode, dan strategi kampanye yang
sama persis untuk diaplikasikan dalam kampanye pemenangan pemilu 2014.
Komunikasi politik parpol biasanya disampaikan melalui kampanye, baik
secara langsung maupun melalui saluran media. Secara langsung pesan politik partai
disampaikan ke masyarakat tanpa perantara, seperti menggunakan orasi terbuka
ataupun melalui penyuluhan. Melalui media partai politik menggunakan media
televisi untuk penyampaian iklan politik secara audio visual, melalui koran secara
visual, hingga yang terbaru para partai politik berlomba-lomba menggunakan jejaring
sosial seperti facebook, twitter, dan sebagainya untuk menjaring masa yang besar.
Banyaknya partai politik yang mengikuti kompetisi dalam pemilu legislatif
2009 lalu menjadi salah satu penyebab dari kegagalan partai politik atau elit politik
dalam menyampaikan pesan politik, memikirkan dan mencari jalan keluar bagi
masalah-masalah penting yang dihadapi bangsa. Strategi komunikasi yang dilakukan
partai menjadi minim pesan (isi) karena anggota parpol terjebak sendiri dalam
persaingan antar parpol, dan menjauh dari masyarakat yang mana sebagai voters.
Pertikaian antar elit lebih banyak mewarnai wajah perpolitikan Indonesia periode
pemilihan umum 2009 dari pada perdebatan untuk upaya pencarian jalan keluar bagi
persoalan bangsa .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Kajian yang dilakukan oleh Dwi Tiyanto, Pawito, Pamela Nilan, dan Sri
Hastjarjo di Surakarta menjelang pemilihan umum legislatif 2009, misalnya,
menemukan kenyataan bahwa masyarakat pada dasarnya merasa kecewa atau tidak
puas terhadap kinerja partai politik dan kinerja elit politik. Ketidakpuasan yang
berkembang dalam masyarakat berkaitan dengan kinerja partai politik terutama
berkenaan dengan terbengkalainya sejumlah fungsi penting partai politik seperti
fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat, rekruitmen kepemimpinan, dan
fungsi sosial (Pawito, 2012 : 12).
Buruknya citra parpol menciptakan ketidakpuasan pada masyarakat yang
sejatinya merupakan objek sasaran strategi politik partai yang diharapkan akan
memberikan suara atau dukungan. Ketidakpercayaan di masyarakat semakin
meningkat, berbanding lurus dengan jumlah pemilih golongan putih (golput). Jumlah
golput dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini bisa dilihat dari data
Litbang Kompas mengenai pemilu dari tahun 1955-2004 yang memperlihatkan
bahwa trend golput semakin meningkat. Begitu juga pada pemilu 2009 jumlah golput
mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari KPU bahwa jumlah pemilih terdaftar
sebesar 171.265,441 sedangkan jumlah yang tidak memilih mencapai 49.667.075
atau sekitar 29,01% (Firmanzah, 2009 : 39).
Keberadaan pemilih seharusnya dijadikan subjek dan kontestan sebaiknya
menempatkan diri sebagai pelayan serta agen perubahan dan pembaharuan dalam
masyarakat. Pada kenyatannya hubungan antara partai politik dengan pemilih tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
dalam bentuk yang ideal. Bentuk pendekatan ideal secara dua arah yang
dikembangkan Gioia dan Chittipeddi (1991), menekankan pada hubungan antara
partai politik dengan masyarakat adalah hubungan iterasi, kedua pihak terlibat dalam
membangun pemahaman besama (Firmanzah, Marketing Politik : Antara Pemahaman
dan Realitas, 2007 : 77).
Dengan semakin terciptanya jarak antara elit dan masyarakat di dunia politik,
hiruk-pikuk dunia politik hanya berlangsung terbatas dalam tataran elit. Masyarakat
tidak melihat arti penting berpolitik. Bagi mereka, berpolitik hanya ajang perebutan
kekuasaan dan jarang sekali menyelesaikan permasalahan mereka. Akibatnya,
motivasi berpolitik pun memudar.
Ditambah masalah pada kepragmatisan dunia politik membuat prinsip serba
instan dan cepat menjadi prinsip utama. Semuanya dikarbit, calon dan partai baru
diorbitkan untuk menjadi cepat terkenal dan populer di kalangan masyarakat dan
media massa. Popularitas digunakan sebagai ukuran utama suatu keberhasilan. Orang
yang memiliki kualitas tetapi tidak dalam lingkaran kekuasaan pun disisihkan.
Sebaliknya, mereka yang berada dalam posisi pusat perhatian media massa seperti
penyanyi, pelawak, artis sinetron, pengamat, dan penyanyi menjadi rebutan partai-
partai politik.
Dengan semakin rumitnya permasalahan pilihan komunikasi politik partai,
maka partai politik dituntut untuk selalu kritis dalam menyampaikan pesan politik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
guna pesan yang disampaikan mengenai substansi permasalahan yang ada di
masyarakat. Praktik penyampaian pesan dengan paksaan dan intimidasi sudah tidak
dapat digunakan dalam situasi dan kondisi sekarang ini. Masyarakat melihat
kapabilitas, reputasi, dan latar belakang kontestan sebelum menjatuhkan pilihannya.
Partai politik mulai mengubah paradigma terhadap masyarakat, dari hanya
objek menjadi subjek yang dapat dilibatkan dalam komunikasi dua arah saat
penyusunan kebijakan politik partai. Kesimpulan dari studi Fiorina (1981) dan serta
Enelow dan Hinich (1984) mempelajari tentang isu dan masalah dalam proses
pengambilan keputusan politik, kesimpulannya bahwa pemilih menaruh perhatiannya
yang sangat tinggi atas cara kontestan (partai politik atau calon pemimpin) dalam
menawarkan solusi sebuah permasalahan (Firmanzah, Marketing Politik : Antara
Pemahaman dan Realitas, 2007).
Buruh Sebagai Objek Kampanye Politik Partai
Jumlah angkatan kerja (buruh/pekerja) di Indonesia pada Agustus 2012
mencapai 118,0 juta orang, berkurang sekitar 2,4 juta orang dibanding angkatan kerja
Februari 2012 sebesar 120,4 juta orang atau bertambah sekitar 670 ribu orang
dibanding Agustus 2011 (BPS, 2012 : 1). Artinya lebih dari setengah dari jumlah
penduduk di Indonesia masuk dalam kelompok buruh. Maka dari itu kelompok buruh
adalah kelompok potensial bagi partai politik untuk menyusun strategi dan pesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
politik dalam kampanye. Isu-isu sentral di tengah kaum buruh Indonesia diangkat dan
dituangkan dalam kampanye partai yang telah dikemas dalam bentuk kebijakan.
Kebijakan yang dirumuskan pun sifatnya transaksional diantara buruh dan partai,
solusi permasalahan buruh dituangkan dalam janji-janji partai yang mana janji
tersebut dapat terlaksana manakala ditukar dengan suara yang dapat diberikan oleh
kaum buruh.
Menjadikan kaum buruh sebagai objek kampanye / komunikan dalam
komunikasi politik partai bukan lah hal yang baru. Isu-isu sentral seperti upah buruh,
sistem kerja outsourcing, hingga THR merupakan isu yang dibungkus dalam janji
politik yang disampaikan oleh partai politik. Tidak hanya itu, kaum buruh pun
dilibatkan dalam berbagai iklan partai politik. Salah satu iklan politik yang dilakukan
oleh Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto di iklan politiknya tahun 2009 dimana
dalam iklan tersebut melibatkan buruh tani HKTI (Himpunan Kelompok Tani
Indonesia).
Sebelumnya juga partai-partai politik telah menjadikan banyak serikat buruh
sejenis, dan menggunakan serikat buruh itu sebagai organisasi-front (barisan depan)
untuk membantu partai-partai itu dalam kampanye-kampanye politik mereka. Serikat
buruh melakukan jasa-jasa penting bagi pengaruh mereka. Mereka mengorganisasi
rapat-rapat politik dan demonstrasi kekuatan dan kekuasaan lainnya. Konsep-konsep
serikat-serikat buruh sebagai organisasi massa dan sebagai sekolah-sekolah itu sendiri
melayani tujuan ini (Tejakusuma, 2008 : 154).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Namun jika menengok pada partisipasi buruh pada pemilu tahun 2009,
partisipasi buruh belum dikatakan maksimal. Hasil survei Organisasi Pekerja Seluruh
Indonesia (OPSI) bertajuk “Orientasi Politik Buruh dalam Pemilu Legislatif 2009”
menunjukkan, mayoritas buruh tidak mengetahui keberadaan partai politik, mayoritas
buruh tidak memiliki pengetahuan yang cukup baik terkait visi, misi dan program
(platform) partai politik, dan mayoritas buruh masih menghendaki SB tidak terlibat
dalam urusan politik praktis (Launa, 2011 : 11). Survei ini memberi gambaran awal
kepada kita bahwa tingkat pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi politik buruh
masih terbilang rendah; belum mampu memaksimalkan ruang demokratisasi politik
yang tersedia sebagai arena penting perjuangan struktural buruh di pentas politik
negara.
Sejak konferensi International Labour Organization (ILO) yang menghasilkan
ratifikasi kebijakan No.87 tentang serikat pekerja, ikatan buruh semakin kuat melalui
organisasi-organisasi pergerakan yang sebelumnya di era Orde Baru sangat dibatasi.
Melalui ratifikasi tersebut buruh di Indonesia seharusnya serikat pekerja semakin
memiliki nilai tawar terhadap partai politik untuk mengatur kebijakan tentang
ketenagakerjaan. Seperti yang diharapkan dari konvesi ILO terakhir pada tahun 2009
yang menyatakan bahwa: To the extent that this proves successful, trade unions will
be better positioned to use collective bargaining (and other tools) in support of a
wage-led recovery that produces environmentally sustainable prosperity, social
justice and gender equality (Curniah, 2009:6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Dalam perjalanannya serikat buruh semakin tidak memiliki posisi tawar yang
kuat terhadap partai politik di parlemen. Kondisi tersebut dapat dilihat dari dua sudut
pandang, secara interen serikat buruh sendiri keanggotaannya terpecah dimana
banyak buruh yang memilih untuk bergabung dengan beragam partai; juga ditambah
banyak anggota buruh yang memilih untuk tidak bergabung dengan partai politik.
Dari sudut pandang lain posisi tawar antara buruh dan parpol merupakan dua
kelompok masa yang tersekat. Ketidakhadiran anggota buruh di parlemen menjadikan
posisi tawar terhadap kebijakan ketengakerjaan menjadi berat sebelah. Hal tersebut
yang kemudian kemungkinan menjadi penyebab banyaknya anggota dari serikat
pekerja lebih memilih sikap apolitis daripada ikut terlibat tawar-menawar kebijakan
dengan partai politik. Jika merujuk pada keberadaan Partai Buruh Australia (ALP)
dapat dilihat bahwa keberadaan kaum buruh di parlemen dan menjadi bagian dari
parpol sangat memberikan pengaruh; dimana akan sangat banyak posisi yang dapat
dikelompokkan dan diatur sesuai proporsi yang diinginkan (Leigh, 2009:428).
Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sebagai Salah Satu Serikat Buruh di Indonesia
dan Persepsi terhadap Partai Politik
Sebagai benteng dan upaya yang lebih solid bagi kaum buruh, khususnya
buruh di bidang tekstil, sandang, karet dan kulit untuk melakukan tawar menawar
politis, melindungi hak dan kepentingan buruh maka pada tanggal 6 Juni 2003 di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Yogyakarta berdirilah Serikat Pekerja Nasional (SPN). Organisasi ini mulanya
bernama Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (F.SPTSK) yang
bergerak dibawah organisasi induk buruh yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI).
Keberadaan SPN khususnya di Kota Salatiga merupakan benteng perisai
pekerja terhadap partai politik di Kota Salatiga. Sebagai komunikator, SPN Kota
Salatiga berusaha menyuarakan kepentingan, hak-hak, dan tuntutan sejumlah buruh
anggota serikat pekerja. Sebaliknya sebagai komunikan SPN menerima segala bentuk
kebijakan yang dikeluarkan partai politik melalui anggota parlemen; dan juga
menerima segala bentuk pesan parpol yang ditujukan kepada SPN misal menjelang
pemilihan umum. Bentuk-bentuk komunikasi politik antara SPN Kota Salatiga
dengan Parpol seperti rekruitmen sejumlah anggota SPN kedalam parpol, diskusi
publik yang dilakukan menjelang pemilu, somasi yang dilakukan bagian advokasi
SPN terhadap DPRD Kota Salatiga, bentuk aksi hari buruh, dan sebagainya
merupakan produk komunikasi politik antara keduanya.
Jika dilihat secara geografis, Salatiga sendiri termasuk dalam salah satu
lempeng area pusat industri Jawa Tengah dimana daerah sekitarnya yaitu Kab.
Semarang dan Kab. Boyolali yang merupakan daerah industri padat karya juga
memberikan dampak yang signifikan terhadap keberadaan serikat pekerja kota
Salatiga, sehingga SPN Kota Salatiga sendiri selalu terlibat dalam upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
perlindungan buruh dikawasan tersebut salah satunya turut serta dalam menuntut dan
memberikan usulan nilai UMK ke pemerintah Provinsi.
Meski posisi tawar antara partai politik maupun pemerintah dengan buruh
terus tumbuh terjalin, namun ditingkat pengurus pusat pun masih ada yang memilih
sikap apolitis terhadap partai politik. Jika dilihat dari level komunikasinya,
bahwasanya komunikasi organisasi (serikat pekerja) seharusnya memiliki satu
kesamaan visi dan pandangan terhadap partai politik, namun pada kenyataannya
anggota SPN Kota Salatiga sendiri terpecah menjadi anggota pro partai politik dan
non-partai politik, keberagaman sikap yang ditunjukan anggota didalam satu induk
organisasi disebabkan oleh perbedaan persepsi yang menyebabkan perbedaan
pengambilan keputusan.
Melihat celah permasalah internal yang ditinjau secara komunikasi organisasi
bahwa komunikasi internal tidak berjalan dengan baik – karena perbedaan visi
(pandangan) terhadap partai politik – maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
persepsi dari anggota khususnya pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota
Salatiga. Diketahuinya perbedaan persepsi tersebut diantara buruh dipandang peneliti
dapat menjadi pijakan awal Serikat Pekerja untuk membangun persamaan
(pandangan) tentang partai politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1.2. Rumusan Masalah
Melihat komunikasi politik yang dilakukan antara Serikat Pekerja Nasional
(SPN) sebagai komunikan terhadap Partai Politik sebagi komunikator yang memiliki
hubungan erat dibidang industrial, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah:
Bagaimanakah persepsi anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN) kota Salatiga
SPN terhadap partai politik peserta Pemilihan Umum 2014?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi anggota Serikat
Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga terhadap partai politik peserta Pemilihan
Umum 2014.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis penelitian ini adalah:
a. Dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar penelitian-
penelitian selanjutnya yang sejenis dan dapat dikaji secara mendalam,
serta menjadi bagian dari hasanah pengetahuan sehingga dapat menambah
pengetahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini merupakan pengetahuan dan
pengalaman dalam mengkaji tentang persepsi yang ada pada buruh
khususnya anggota/pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) terhadap
partai politik peserta Pemilihan Umum 2014.
Manfaat praktis penelitian ini adalah :
a. Bagi kalangan politisi partai politik, hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk menyusun strategi kampanye dan pendekatan yang tepat
terhadap kaum buruh, khususnya buruh anggota Serikat Pekerja Nasional
(SPN) Kota Salatiga.
b. Bagi kalangnana buruh sendiri, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
membuat kebijakan di dalam internal dalam upaya konsolidasi organisasi
buruh menjadi lebih kondusif khususnya Serikat Pekerja Nasional (SPN)
Kota Salatiga.
1.5. Tinjauan Pustaka
A. Komunikasi
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dan menjalankan seluruh
kehidupannya sebagai individu dalam kelompok sosial, organisasi, maupun
masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia berinteraksi, membangun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
relasi dan transaksi sosial dengan orang lain. Interaksi itu lah yang mana merupakan
bentuk/upaya untuk memenuhi kebutuhan dari manusia itu sendiri. Itulah sebabnya
manusia tidak dapat menghindari komunikasi antar personal, kelompok, komunitas,
organisasi dan publik, maupun komunikasi massa.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama
disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 1990 : 9). Jika dua orang atau lebih
terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi
akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan mana mengenai apa yang
dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum
tentu menimbulkan kesamaan makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Sehingga
proses komunikasi yang komunikatif dapat dilatar belakangi oleh berbagai hal, salah
satunya adalah kesamaan bahasa antar pelaku komunikasi.
“Communication as an act of establishing contact between a sender and
receiver, with the help of a message; he sender and receiver some common
experience which meaning to the message encode and senth by the sender and
received an decoder by the receiver.” (Komunikasi sebagai tindakan mengadakan
kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan; pengirim dan penerima
memiliki beberapa pengalaman umum yang memberi arti pada pesan sandi dan
dikirimkan oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima) (Sutarto,
1991 : 12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis
untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap. Definis Hovland menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi
ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan
pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam
kehidupan sosial dan kehidupan poitik memainkan peranan yang sangat penting.
(Effendy, 1990 : 10).
Carl I. Hovland juga mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah
perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other
individualis). Akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif.
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa
merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Persaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan,
keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. (Effendy, 1990 :
11)
Proses komunikasi secara umum adalah proses penyampaian pikiran dan atau
perasaan sesorang kepada orang lain menggunakan lambang (symbol) sebagai media.
Lambang sebagai media pada umumnya dalam proses komunikasi adalah bahasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang akan diterjemahkan dan dimengerti
oleh pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahwa bahasa yang
paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah
sebagai simbol yang mampu menerjemahkan ke pikiran orang lain. Apakah itu
berbentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal yang kongret maupun yang
abstrak, bukan saja hal atau peristiwa yang terjadi sekarang, melainkan juga pada
waktu yang lalu dan masa yang akan datang.
Dari beberapa definisi diatas, kita dapat mengatakan bahwa komunikasi
sebagai suatu aktivitas manusia selalu melibatkan:
1. Sumber komunikasi
2. Pesan komunikasi berbentuk verbal dan non verbal
3. Media atau saluran sebagai sarana – wadah, tempat pesan atau rangkaian
pesan dialihkan.
4. Cara alat, atau metode untuk memindahkan pesan.
5. Proses Komunikasi, yakni proses satu arah, interaksi, dan proses transaksi.
(Liliweri, 2007 : 5)
Komunikasi diadakan karena secara sadar/tidak sadar orang menginginkan
mencapai suatu tujuan. Tujuan ini dapat merupakan tujuan pribadi tetapi dapat juga
merupakan tujuan kelompok atau masyarakat luas. Tujuan dari komunikasi adalah
selalu untuk mengadakan situasi yang menguntungkan komunikator demi terwujudn
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
ya suatu tujuan atau harapan. Karena itu, suatu kegiatan komunikasi yang mengetahui
lingkup referensi dan luas pengalaman, membuka jalan untuk memperhitungkan
sebelumnya bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang akan dilancarkan.
Setiap proses komunikasi pasti disertai dan dilatarbelakangi oleh hakikat dan
tujuan komunikasi, dapat dikatakan bahwa tujuan komunikasi umumnya ada empat,
yaitu:
1. Komunikasi bertujuan untuk mengirimkan informasi. Jika komunikator
mengirimkan pesan, maka diharapkan agar komunikan mengetahui pesan
tersebut.
2. Komunikator mengirimkan pesan yanag bernuansa pendidikan, dan
diharapkan komunikan dapat belajar dari informasi yang telah diterima
3. Komunikator mengirimkan pesan bernuansa hiburan, dan diharapkan
komunikan dapat menikmati informasi yang telah dia terima.
4. Komunikator mengirimkan pesan, baik sebagai informasi, pendidikan, dan
hiburan, untuk memengaruhi sikap komunikan. (Liliweri, 2007 : 215)
Setiap proses komunikasi didasarkan pada pemikiran dan harapan akan
keuntungan (Expectation of reward), disamping itu telah dilihat pula, bahwa nilai
komunikasi tergantung juga dari pemberian makna tetapi juga apakah lambang itu
dipahami. Selain dari itu, setiap anjuran (melalui public communication ataupun baru)
akan menghasilkan suatu pengelompokan baru apabila yang diminta adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
keputusan yang didukung oleh masyarakat. Maka akan terbentuk dua kelompok
masyarakat yang pro dan anti, perbedaan penafsiran pesan komunikasi membuat
sekat antar individu maupun kelompok, sehingga seroang individu perlu melakukan
pengambilan keputusan berdasarkan latarbelakang (pengalaman) dan pemaknaan
pesan.
Laswell pernah memberikan gambaran tentang proses komunikasi yang
dipaparkan dengan kalimat : “Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect” (Effendy,1990:10) yang mana dalam paradigma tersebut dilihat dari 5
unsur komunikasi yaitu komunikator sebagai pihak pengirim pesan, pesan itu sendiri
yang berisi muatan isi atau maksud, saluran atau media yang digunakan untuk
menyampaikan, komunikan sebagai penerima pesan, dan terakhir efek yang
ditimbulkan oleh pesan yang telah sampai. Jika melihat pada formula Laswell,
penelitian ini menfokuskan pada studi tentang khalayak sebagai komunikan atau
penerima pesan. Dalam penelitian ini khalayak yang menjadi sumber data adalah
anggota serikat pekerja yang berposisi sebagai stakeholder dalam kepengurusan yang
terdiri dari pengurus non parpol dan pengurus anggota parpol.
B. Komunikasi Politik
Komunikasi merupakan aktivitas utama dalam kehidupan manusia, dalam
rangka menjalin hubungan dengan individu lain, komunikasi menjadi instrumen
penting untuk menjalin sebuah ikatan; juga dalam lingkungan politik manusia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
komunikasi memiliki peranan yang cukup sentral. Tidak hanya tampil dalam bentuk
aksi protes menuntut hak yang terampas maupun menyuarakan aspirasi, namun lebih
luas dari itu dalam komunikasi politik dapat juga berupa debat dalam sidang
parlemen, pidato, rapat, kampanye, dan perundingan atau negosiasi.
Definisi komunikasi didefinisikan oleh Meadow yang menyebutkan bahwa
“political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a
significant extent have been shaped by or have consequences for political system”
(Cangara, 2009:35). Pandangan Meadow dapat disimpulkan bahwa proses
komunikasi politik merupakan pertukaran simbol yang memiliki konsekuensi untuk
sistem politik, termasuk konten pesan yang disampaikan memiliki muatan politik.
Kampanye misalnya merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang
dilakukan seseorang atau sebuah partai politik. Melalui kampanye kontestan memiliki
kesempatan untuk memprosmosikan dan mengkomunikasikan ide dan inisiatif
politik. Masing-masing kontestan saling berlomba untuk menawarkan produk politik
yang menarik. Praktik paksaan dan intimidasi sudah tidak dapat digunakan dalam
situasi dan kondisi sekarang ini. Masyarakat melihat kapabilitas, reputasi, dan latar
belakang kontestan sebelum menjatuhkan pilihannya.
Menurut McQuaill menyatakan bahwa komunikasi politik adalah semua
proses penyampaian informasi, termasuk fakta, pendapat, keyakinan-keyakinan dan
seterusnya, pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat melembaga (Pawito,
2008 : 2).
Dalam komunikasi politik juga dimasudkan untuk menciptakan image
(poisitioning) di tengah masyarakat. Positioning yang jelas tentang image politik
akan dapat memudahkan masyarakat dalam memilih partai politik yang sesuai
berdasarkan ideologi dan pogram kerja yang mereka tawarkan. Kegagalan suatu
partai untuk membentuk image yang kuat dalam benak masyarakat berarti
menyulitkan masyarakat untuk mengidentifikasi partai politik tersebut, karena tidak
ada satu image menonjol yang tekekam dalam masyarakat.
Perkembangan zaman membawa perubahan pola komunikasi politik di
Indonesia. Pola komunikasi satu arah saat ini kurang dapat diaplikasikan dalam kasus
antara buruh dengan pemerintah atau partai politik. Khalayak (buruh) meminta
dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan politik, artinya komunikasi dua arah
menjadi tuntutan – meskipun hingga saat ini aplikasinya komunikasi dua arah belum
dapat dilihat.
Komunikasi politik menurut Mansfield dan Weaver memiliki beberapa unsur,
yakni :
a. Komunikator Politik
Komunikasi politik tidak hanya menyangkut partai politik, melainkan juga
lembaga pemerintah legislatif dan eksekutif. Dengan demikian sumber atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberi informasi
tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik.
b. Pesan Politik
Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun
tidak tertulis, baik secara verbal maupun non-verbal, tersembunyi maupun
terang-terangan, baik yang disadari maupun tidak disadari yang isinya
mengandung bobot politik.
c. Media Politik
Saluran atau media politik adalah alat atau sarana yang digunakan oleh para
komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya.
d. Komunikan (Target Politik)
Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan
dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat
dalam Pemilihan Umum.
e. Efek Komunikasi Politik
Efek dari komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman
terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, dimana nuansanya
akan bermuara pada pemberian suara (vote) dalam pemilihan umum.
(Cangara, 2009: 37)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Sedangkan menurut McNair komunikasi politik memiliki beberapa fungsi,
yaitu:
a. Memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi di sekitarnya.
Disini media komunikasi memiliki fungsi pengamatan dan juga fungsi
monitoring apa yang terjadi dalam masyarakat.
b. Mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikansi fakta yang ada. Di sini
para jurnalis diharapkan melihat fakta yang ada sehingga berusaha membuat
liputan yang objektif (objective reporting) yang bisa mendidik masyarakat
luas.
c. Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalah-masalah
politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk opini publik, dan
mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat. Dengan cara demikian,
bisa memberi artai dan nilai pada usaha penegakan demokrasi.
d. Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga
politik. Disini media bisa berfungsi sebagai anjing penjaga (watchdog)
sebagaimana pernah terjadi dalam kasus mundurnya Nixon sebagai Presiden
Amerika karena terlibat dalam kasus Watergate.
e. Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi sebagai saluran
advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-program lembaga
politik dapat disalurkan kepada media massa. (Cangara, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Salah satu praktik komunikasi politik adalah melalui kampanye. Di Indonesia
kampanye sering diartikan sebagai pawai motor, pertunjukan hiburan oleh para artis,
pidato berapi-api dari para juru kampanye penuh propaganda, dan saling ledek
dengan saingan lain. Kampanye adalah aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk
memengaruhi orang lain agar ia memiliki wawasan, sikap dan perilaku sesuai dengan
kehendak atau keinginan penyebar atau pemberi informasi (Cangara, 2009:276).
Keberhasilan komunikasi ataupun kampanye dapat dikatakan lancar, wajar, dan sehat
manakala sistem politik akan mencapai tingkat responsif yang tinggi terhadap
perkembangan aspirasi dan kepentingan sesuai dengan tuntutan zaman (Cangara,
2009:17).
C. Persepsi
Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik fisik maupun
lingkungan sosial. Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula indidvidu langsung
berhubungan dengan dunia luarnya. Sejak itu pula individu menerima langsung
rangsangan dari luar dirinya. Dalam rangka individu megnenali stimulus merupakan
persoalan yang berkaitan dengan persepsi.
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan inti komunikasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sedangkan penafsiran (intepretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan
penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2000 : 167).
John R. Wenburg dan William W. Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai
cara organisme memberi makna. Sejalan dengan definisi John dan William, Rudolph
F. Vedderber juga mendefinisikan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi
indrawi, atau J. Cohen: “Perespsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna sensasi
sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak
mengenai apa yang ada di luar sana. Persepsi disebut inti komunikasi” (Mulyana,
2000). Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak
mungkin kita berkomnikasi dengan efektif.
Keneth K Sereno dan Edward M. Mudaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E.
Nelson, menyebutkan bahwa persesi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi, organisai
dan interpretasi . Yang dimaksud dengan seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan
atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi, yang dapat didefinisikan
sebagai “meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi
suatu keseluruhan yang bermakna” (Mulyana, 2000 : 169).
Tahap terpenting dalam persepsi adalah intepretasinya atas informasi yang
kita peroleh melalui salah satu atau lebih indra kita. Namun kita tidak dapat
menginterpretasikan makna setiap obyek secara langsung, melainkan
menginterpretasikan makna informasi yang dipercaya mewakili objek terebut. Jadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pengetahuan yang kita peroleh melalui persepsi bukan pengetahuan mengenai objek
yang sebenarnya, melainkan pengetahuan mengenai bagian atau tampaknya obyek
tersebut.
Persepsi merupakan aktivitas yang terintegrasi, maka seluruh apa yang ada
dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka
acuan, dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam
persepsi tersebut. Davidof (1981) mengeemukakan bahwa dalam persepsi itu
sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama, kemampuan
berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi
antar individu satu dengan individu yang lain tidak sama. Keadaan tersebut
memberikan gambaran bahwa persepsi itu memang bersifat individual (Walgito, 2003
: 45).
Persepsi manusia sebenarnya terbagi menjadi dua, persepsi terhadap objek
lingkungan fisik dan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia lebih sulit
dan kompleks, karena manusia baersifat dinamis. Persepsi yang kita bahas dalam
penelitian ini adalah persepsi terhadap manusia, sering juga disebut persepsi sosial.
Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda dengan persepsi sosial. Perbedaan
tersebut mencakup hal-hal berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
a. Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi
terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non verbal. Orang lebih
aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramaikan
b. Persepsi terhadap objek menaggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi
terhadap orang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif,
harapan, dan sebagainya). Kebanyakan objek tidak bereaksi, sedangkan
manusia bereaksi. Dengan kata lain objek bersifat statis, sedangkan manusia
bersifat dinamis. Oleh karena itu persepsi terhadap manuasia dapat berubah
dari waktu ke waktu (Mulyana, 2000 : 181).
Dalam prosesnya, terdapat dua hal yang mempengaruhi aktivitas persepsi,
yaitu :
a. Stimulus
b. Lingkungan
Stimulus berarti rangsangan yang didapat oleh individu, jika rangsangan
(stimulus) yang didapat kuat, maka aktivitas persepsi akan berlangsung dengan baik
sehingga menimbulkan kesadaran bagi individu yang mempersepsi. Sedangkan
lingkungan merupakan faktor eksternal dari luar diri individu, lingkungan eksternal
berupa lingkungan sosial dimana juga akan mempengaruhi aktivitas persepsi itu
sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Menurut Tagiuri dalam Lindzey dalam Aronson (1975) persepsi sosial
merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui mengintepretasikan dan
mengevaluasi orang lain yang dipersepsi , tentang sifat-sifatnya, kualitasnya dan
keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi, sehingga terbentuk
gambaran mengenai orang yang dipersepsi (Walgito, 2003 : 47)
Persepsi sosial adalah proses menangkap arti obyek-obyek sosial dan
kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat
emosional, sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko. R.D. Laing
mengatakan, “manusia selalu memikirkan orang lain dan apa yang orang lain pikirkan
tentang dirinya, dan apa yang orang lain pikirkan mengenai apa yang ia pikirkan
mengenai orang lain itu, dan seterusnya” (Mulyana, 2000 : 175).
Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas di
sekelilingnya. Beberapa prisip penting mengenai persepsi sosial yang menjadi
pembenaran atas perbedaan persepsi sosial ini adalah :
a. Persepsi berdasarkan pengalaman
Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi
mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa
lalu mereka berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa. Bila
berdasarkan pengalaman kita sering melihat bahwa suatu objek diperlakukan
dengan cara tertentu yang lazim, kita mungkin akan bereaksi lain terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
cara baru memperlakukan objek tersebut, berdasarkan persepsi kita yang lama
itu.
b. Persepsi bersifat selektif
Banyak dorongan rangsangan indrawi yang selalu ada dihadapan kita.
Karena itu seitap manusia berusaha untuk mengeleminasi dan memperhatikan
rangsangan tertentu saja. Atensi merupakan penentu selektivitas atas banyak
rangsangan tersebut. Atensi ditentukan oleh :
Internal (faktor biologis seperti lapar, haus dan sebagainya), fisiologis
(ukuran tubuh, kondisi kesehatan, juga faktor sosial budaya seperti
gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, peranan,
status sosial, dan pengalaman masa lalu, kebiasaan, dan faktor
psikologis). Juga penghargan merupakan atensi internal yang
mempengaruhi persepsi seseorang
Eksternal, dipengaruhi atribut-ataribut seperti gerakan, intensitas,
kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang dipersepsi (Mulyana,
2000 : 175-176).
Situasi sosial juga ikut berperan dalam mempersepsi sesorang, bila situasi
sosial yang berlatarbelakang berbeda, hal tersebut akan dapat membawa perbedaan
hasil persepsi seseorang. Orang yang biasa bersikap keras, tetapi karena situasi
sosialnya tidak memungkinkan untuk menunjukan kekerasan, hal tersebut akan
membuat individu berubah dalam menerima respon dan dalam memilih persepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Keadaan tersebut dapat mempengaruhi dalam sesorang berperan sebagai stimulus
person. Kedaan sosial yang melatarbelakangi stimulus individu mempunyai peran
yang penting dalam persepsi, khususnya persepsi sosial.
D. Partai Politik
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik yang umumnya dilakukan dengan cara sesuai aturan dan
norma yang berlaku dalam kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaan-
kebijaksanaan mereka.
Carl J. Friedrich mendefinisikan tentang partai politik sebagai “sekelompok
manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mepertahankan
penguasaan terhadap pemerintah bagi pemimpinan partainya dan, berdasarkan
penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil
maupun kelas materiil.” (A Political party is a group of human beings, stably
organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a
goverment, with the further objective of giving to members of the party, through such
control ideal and material benefits and advantages) (Budiarjo, 1982 : 161).
Maka dari itu partai politik dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang
terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan supaya dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
melaksanakan program-programnya dan menempatkan atau mendudukkan anggota-
anggotanya dalam jabatan pemerintahan; partai politik berusaha untuk memperoleh
kekuasaan dengan dua cara yaitu ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan secara
sah, dengan tujuan bahwa dalam pemilihan umum memperoleh suara mayoritas
dalam badan legislatif, atau mungkin bekerja secara tidak sah atau secara subversif
untuk memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara yaitu melalui revolusi.
Perlu diterangkan bahwa partai berbeda dengan gerakan (movement). Suatu
gerakan merupakan kelompok-kelompok atau golongan yang ingin mengadakan
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau kadang-kadang ingin
menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara
politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas
dan fundamentil sifatnya, dan kad ang-kadang malahan bersifat ideologi (Budiarjo,
1982 : 162). Organisasi dalam gerakan biasnya kurang ketat dibandingkan dengan
partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan sering tidak mengadukan nasib
dalam pemilihan umum.
Suatu peranan yang sangat diharapkan dari partai politik di negara-negara
berkembang adalah sebagai sarana untuk mengembangkan integrasi nasional dan
memupuk identitas nasional, karena negara-negara baru sering dihadapkan pada
masalah bagaimana mengintergrasikan berbagai golongan, daerah serta suku bangsa
yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya menjadi satu bangsa (Budiarjo,
PARTISIPASI DAN PARTAI POLITIK : Sebuah Bunga Rampai, 1998 : 23).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Salah satu fungsi partai politik adalah untuk memadukan pikiran politik,
supaya pikiran, bahasa, tindakan, dan orang-orang didalam organisasi politik itu
sendiri bersatu. Kepentingan rakyat sangat berbeda-beda, tetapi pada umumnya
kepentingan mereka itu dapat dikelompokkan menjadi kepentingan politik, sosial,
ekonomi, dan budaya. Kepentingan-kepentingan ini oleh partai politik harus dapat
diperjuangkan (Sukarna, 1979 : 95).
Partai politik memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat
dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Maka perlu
penampungan dan pengabungan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada.
Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (agregasi kepentingan)
dan kemudian seteleh digabung kepentingan dirumuskan menjadi interest
articulation.
Di pihak lain partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan
meyebarluaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Kadang –kadang
partai politik bagi pemerintah bertindak sebagi alat pendengar, sedangkan
partai warga masyarkakat sebagai pengeras suara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
b. Partai sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik juga memainkan peranan sebagai sarana sosialisasi politik. Di
dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai proses melalui mana
seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang
umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses
sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak hingga
dewasa. Disamping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana
masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia
memeprjuangkan kepentingan umum.
c. Partai Politik sebagai saran rekruitmen politik
Partai politik juga berfungsi untuk mengajak orang yang berbakat untuk turut
aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Dengan demikian partai
turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontrak pribadi,
persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk
dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan
lama.
Rekruitmen politik adalah proses melalu mana partai mencari anggota baru
dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Rekruitmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus
merupakan salah satu cara untuk menyeleksi calon-calon pemimpin.
d. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik
Dalam suasana demokrasi, partai poltik sering dilihat bahwa fungsi-fungsi
tersebut di atas tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan. Misalnya
informasi yang diberikan justru menimbulkan kegelisahan dan perpecahan
dalam masyarakat; yang dikejar bukan kepentingan nasional melainkan partai.
Dalam negara demokratis yang masyarakatnya bersifat terbuka, adanya
perbedaan dan persaingan pendapat sudah merupakan hal yang wajar. Akan
tetapi dalam masyarakat heterogen sifatnya, perbedaan pendapat ini, (apakah
etnis, stasus sosial ekonomi atau agama) mudah sekali mngundang konflik.
Pertikaian-pertikaian semacam ini dapat idatasi dengan bantuan partai politik,
sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa, sehingga akibat-akibat
negatifnya seminimal mungkin (Budiarjo, PARTISIPASI DAN PARTAI
POLITIK : Sebuah Bunga Rampai, 1998 : 163)
Dalam berbagai hal, partai politik tidak hanya memiliki tujuan untuk
memenangkan kompetisi pemilihan umum, namun juga untuk memobilisasi dan
mengorganisasikan pergerakan sosial untuk juga berperan dalam proses demokrasi. In
many societies, parties provide a range of non-political benefits as well, including
social activities,recognition and status for people and groups (consider theold ethnic
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
“balanced ticket”), and a sense of security,connectedness, and efficacy (Jonston,
2005).
E. Buruh
Pekerja/buruh menurut pengertian dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Sholihin, 2009). Dalam
penelitian ini buruh merupakan partisipan politik yang dijadikan objek penelitian.
Jika diamati khususnya di Indonesia, partisipasi buruh dalam berpolitik
memiliki beragam cara yaitu: pertama buruh terlibat aktif didalam parpol, kedua
buruh menjadi pengawas (watchdog) terhadap parpol, ketiga sikap apolitis dengan
acuh dan tidak mau tau segala sesuatu tentang politik.
Melihat fenomena partisipasi buruh di Indonesia sesuai dengan piramida
partisipasi yang digambarkan oleh Milbrath dan Goel, dimana didalamnya
memperlihatkan bahwa buruh dibagi dalm tiga kategori: a. Pemain (gladiators), b.
Penonton (spectators), c. Apatis (apathetic) (Budiarjo, PARTISIPASI DAN PARTAI
POLITIK : Sebuah Bunga Rampai, 1998:372). Pemain (gladiators) yaitu orang yang
sangat aktif dalam dunia politik, penonton (spectators) temasuk populasi yang aktif
secara minimal, termasuk menggunakan hak pilihnya. Sedangkan apatis yaitu orang
yang tidak aktif sama sekali, termasuk tidak menuggunakan hak pilihnya. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
buku lain disebutkan yang keempat adalah pengkritik, yaitu orang-orang yang
berpartisipasi dalam bentuk yang tida konvensional (Sastroatmodjo, 1995:75).
Partisipan terdiri dari orang yang bekerja untuk kampanye,anggota partai
secara aktif, partisipan aktif dalam kelompok kepentingan dan tindakan-tindakan
yang bersifat politik, serta orang yang terlibat dalam komunitas proyek. Sedangkan
penonton adalah orang yang menghadiri reli-reli politik, anggota dalam kelompok
kepentingan, pe-lobby, pemilih, orang-orang yang terlibat dalam diskusi politik, serta
pemerhati dalam pembangunan politik.
Partisipasi politik buruh tidak hanya terbatas pada konteks pemilihan. Ada
beberapa bentuk partisipasi politik konvensional lain yang dilakukan oleh serikat,
antara lain : aktif mencari informasi mengenai berbagai persoalan politik, menulis
surat pembaca yang berisi penilaian-penilaian atau saran-saran mengenai berbagai
persoalan politik untuk dipublikasikan di surat kabar atau majalah, mendatangi
pejabat lokal untuk menyampaikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan, dan
menulis petisi untuk meperjuangkan tuntutan-tuntutan.
Dalam arti non-konvensional partisipasi politik mencakup berbagai kegiatan
yang cenderung melibatkan banyak orang dalam suatu bentuk kelompok massa dan
kadang disertai dengan pelanggaran tertib hukum dan kekerasan. Partisipasi politik
non-konvensional dapat diterima secara luas apabila tidak disertai aksi kekerasan,
seperti misalnya aksi protes dengan cara berpawai seraya membawa spanduk dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
poster yang berisis tentang berbagai tuntutan, mengkoordinasikan aksi pemogokan di
kalangan buruh atau menuntut kenaikan upah, memperbaiki kondisi kerja, dan
peningkatan jaminan sosial.
Mengambil definisi partisipasi politik dari Hadwick yang menyebutkan bahwa
: “the manner in which citizens interact wiht goberment. Trough active participation
in gobernment, citizens attemp to venvey their needs to pbulic officials in the hope of
having these needs met” (cara-cara dengan mana warga negara berinteraksi dengan
pemerintah. Melalui partisipasi secara aktif dalam pemerintah, warga negara
berupaya untuk membawa kepentingan-kepentingannya ke pejabat-pejabat publik
agar kebutuhan-kebutuhannya dapat terpenuhi) (Pawito, Komunikasi Politik Media
Massa dan Kampanye Pemilihan, 2008:224).
Berbagai pengamatan menunjukkan bahwa jika dilihat dari segi partisipasi
politik konvensional, setidaknya terdapat tiga alasan penting mengapa buruh ikut
mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik (Sastroatmodjo, 1995).
Ketiga alasan tersebut adalah
a. Untuk mengkomunikasikan tuntutan atau aspirasi.
b. Untuk lebih memantapkan upaya pencapaian tujuan dari sistem politik yang
ada.
c. Untuk menunjukan dukungan terhadap sistem politik beserta para pemimpin
atau elite pemimpin atau elite politik yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Ketiga alasan tersebut saling berkaitan sama lain. Maka buruh kemudian
memberikan suara kepada partai atau kandidat lain dalam pemilihan. Hal tersebut
berarti bahwa buruh mengkomunikasikan aspirasi atau keinginnan sekaligus juga
memantapkan perncapaian tujuan sistem karena sistem politik pada umumnya
dikembangkan antara lain untuk terselenggaranya proses-proses politik dengan
mekanisme yang adil dan wajar. Pada saat yang sama hal demikian juga
menunjukkan dukungan buruh bersangkutan terhadap elit politik tertentu dengan
memberaikan suara kepadanya.
1.6. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka
yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumskan kerangka pemikiran bahwa
eksistensi dari partai politik sendiri tidak dapat terlepas dari kelompok buruh. Pada
kenyataannya eksistensi partai politik sendiri dianggap sudah mulai bergeser. Partai
politik lebih cenderung bertransformasi menjadi kelompok masa yang lebih bersifat
individualis, lebih mementingkan kepentingan anggota, dan sarat dengan korupsi.
Dilihat dari posisinya partai politik sendiri marupakan sebuah instrumen utama dalam
menjalankan demokrasi, maka dari itu menjadi sebuah keniscayaan untuk parpol
sebagai kelompok yang mampung menjadi jembatan dan mengakomodir kepentingan
rakyat khususnya kelompok buruh. Namun dalam hal ini, setidaknya terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
beberapa orientasi yang mapu mengarahkan partai politik untuk menjalankan peran
yang sebenarnya, yakni: meningkatkan partisipasi politik kelompok buruh melalui
pendidikan politik, memilih saluran media komunikasi yang lebih tepat dan efektif
dari segi kemampuan persuasi, dan melaksanakan fungsi kontrol yang benar terhadap
kebijakan terhadap partai buruh di Indonesia.
Paritisipasi berupa pemberian suara di pemilihan umum merupakan salah satu
tolok ukur keberhasilan komunikasi partai politik. Besaran partisipasi memberi
gambaran keberhasilan komunikasi yang dilakukan antara komunikator yaitu partai
politik dan kelompok buruh sebagai komunikan. Namun faktanya partisipasi
masyarakat – juga kelompok buruh – terus mengalami penurunan jika dilihat dari
angkat partisipasi warga di Pemilu 2009 yang dilihat berdasarkan data dari KPU
bahwa jumlah pemilih terdaftar sebesar 171.265,441 sedangkan jumlah yang tidak
memilih mencapai 49.667.075 atau sekitar 29,01%, data tersebut menggambarkan
bahwa komunikasi yang terjadi tidak efektif dimana tidak dapat menciptakan
apresiasi dan partisipasi publik sebagai tolok ukur utama keefektifan komunikasi
parpol.
Tingginya angka golput memberikan pandangan bahwa partai politik dirasa
gagal menjalankan fungsinya, parpol dinilai tidak kredibel sehingga banyak khalayak
yang memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya dan memilih sikap apolitis.
Belum lagi ditambah sejumlah kasus korupsi yang menyangkut elit partai, tingkat
kepercayaan publik yang terus menurun memungkinkan di Pemilu 2014 mendatang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
angka golput akan semakin tinggi. Khususnya untuk kelompok buruh sendiri, pilihan
berpolitik dibawah payung serikat sendiri telah terpecah menjadi tiga kelompok yaitu:
buruh yang masih mau terjun ke partai politik, buruh yang hanya menjadi pengamat
partai politik tanpa harus menjadi anggota parpol, dan buruh yang memilih sikap
apolitis. Fenomena didalam tubuh serikat buruh tersebut bukan tanpa sebab, karena
sepanjang tahun 2013 ini saja hubungan parpol dengan buruh tidak berjalan secara
baik. Kebijakan industrial yang menyangkut kehidupan buruh tidak diselesaikan
secara apik oleh parpol sehingga menciptakan posisi baru di kalangan serikat buruh
yang mulanya cukup pro-aktif terhadap parpol menjadi konfrontatif terhadap
pemerintah maupun parpol.
Melihat fenomena komunikasi dalam ranah politik antara parpol dan buruh
perlu diadakan sebuah perbaikan pemahaman, sikap, hingga hubungan antara kedua
belah pihak. Salah langkah mengawali perbaikan tersebut adalah dengan melihat
pandangan buruh sebagai komunikan terhadap partai politik sebagai pembuat
kebijakan dibidang industrial, hal ini dilihat dari dua sisi yaitu buruh sebagai anggota
partai politik dan pengurus serikat pekerja yang tidak terlibat sebagai anggota partai
politik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Selanjutnya, kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:
Gambar 1.Kerangka Pemikiran
1.7. Metodologi
1.7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitan yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian
komunikasi kualitatif biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi,
mengemukakan prediksi-prediksi, atau untuk menguji teori apapun, tetapi
lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan mengapa suatu gejala
atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2007 : 35).
Buruh non-Anggota Partai
Politik (Pengurus Serikat Pekerja
Nasional yang Tidak Bergabung
dengan Parpol)
Buruh Serikat Pekerja Nasional
Kota Salatiga Anggota Partai
Politik
Persepsi Buruh SPN terhadap
partai politik Pemilu 2014
1. Pemahaman Umum
terhadap Parpol (Definisi,
Fungsi, Janji, Media,
Sistem Politik)
2. Hubungan antara Parpol
dan Buruh (Fungsi parpol
terhadap buruh, disorientasi
janji, posisi politik buruh)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
James Carey sendiri berargumen mengenai upaya penelitian bersifat
kualitatif adalah untuk dapat mengemukakan intrepretasi-interpretasi, orang
menempatkan diri pada keberadaan dan kemudian mensistematisasikan
interpretasi-interpretasi bersangkutan sehingga mereka lebih dekat dengan
kita. (Pawito, 2007 : 38-39).
Metodologi kualitatif lebih menitik beratkan data upaya-upaya
pemahaman dan atau deskriptif, misalnya berupa percakapan, dokumen
pribadi, catatan-catatan dari pengamatan terhadap perilaku atau proses-proses
sosio-kultural mansyarakat tertentu, dan narasi. Data ini kemudian dianalisis
dan diinterpretasi untuk kemudian peneliti dapat menarik kesimpulan-
kesimpulan.
Dalam hal ini penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang persepsi buruh terhadap partai politik
yang maju pada pemilihan umum 2014, hal ini menjadi menarik karena
meskipun semakin rendah angka partisipasi, hubungan antara parpol dan
buruh tidak dapat dipisahkan karena kebijakan tentang ketenagakerjaan hanya
dapat diubah melalui mekanisme parpol yang kemudian dibawa ke meja
parlemen dan meskipun buruh memilih bersikap apolitis, namun hanya
dengan partai politik-lah kebijakan tentang perburuhan dapat beruhah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Alasan yang melatarbelakangi peneliti untuk memilih penelitian
kualitatif adalah topik yang diangkat benar-benar perlu dieksplorasi secara
mendalam. Selain itu alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif untuk
mempelajari subjek dalam latar alamiah. Latar alamiah yang dimaksud adalah
lingkungan alami, normal, dan tanpa adanya intervensi atau perlakuan yang
diberikan oleh peneliti. Situasi yang diteliti benar-benar natural dan apa
adanya. Dalam hal ini penelitian kualitatif beranggapan bahwa jika manusia
pada dasarnya memiliki interaksi terhadap lingkungan ia berada.
1.7.2. Lokasi Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi buruh anggota
Serikat Pekerja Nasional (SPN) terhadap partai politik peserta Pemilu 2009 ini
berlokasi di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
1.7.3. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh buruh/pengurus Serikat
Pekerja Nasional (SPN) Kota Salatiga. Jumlah buruh anggota SPN Pekerja
Nasional Kota Salatiga sendiri berdasarkan data dari SPN yaitu 3819 orang.
1.7.4. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik
purposive sampling, dimana teknik ini dipandang lebih mampu menangkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
kelengkapan dan kedalaman data dalam menghadapi realitas yang tidak
tunggal (Sutopo, 2002: 36). Pengambilan sampel dengan metode purposive
sampling memiliki dasar pertimbangan bahwa orang tersebut kaya informasi.
Sebagaimana diungkapkan Pawito, teknik pengambilan sampel dalam
penelitian komunikasi kualitatif berbeda dengan kuantitatif, lebih
mendasarkan diri pada alasan atau pertimbangan pertimbangan tertentu
(purposeful selection) sesuai dengan tujuan penelitian. Oleh karena itu, sifat
metode sampling dari penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah purposive
sampling (Pawito, 2007:88). Peneliti menggunakan metode purposive
sampling karena.
Peneliti memulai menggunakan teknik ini mulanya dengan melakukan
obeservasi secara langsung ke dalam serikat pekerja. Dari hasil beberapa kali
observasi peneliti menemukan sejumlah responden yang tetap dan dirasa
mampu memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti; seperti hakikat
purposive secara awal yang tidak mengambil informan secara acak (random).
Peneliti sengaja memilih informan yang ada di tingkat pengurus, peneliti
berasumsi bahwa keberadaan pengurus lebih mengetahui bagaimana kondisi
SPN Kota Salatiga terhadap partai politik secara lebih mendalam. Jika
dianalisis juga dalam struktur komunikasi organisasi, penguruslah
(gatekeeper) lah orang pertama yang terkena terpaan komunikasi, artinya bias
informasi dari parpol kemungkinan kecil terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1.7.5. Metode Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode wawancara mendalam (indepth interview) sebagai instrumen utama
pengumpulan data dan observasi langsung sebagai penunjang data. Observasi
secara langsung awalnya dilakukan peneliti untuk memetakan karakteristik
dari kelompok yang diteliti, juga menciptakan kedekatan diantara peneliti
dengan kelompok yang diteliti. Kemudian setelah observasi yang dilakukan
kurang lebih sebanyak 5 kali di SPN kemudian peneliti mengumpulkan data
utama menggunakan metode wawancara. Wawancara merupakan suatu
metode pengumpulan data yang digunakan pada hampir semua penelitian
kualitatif. Oleh Pawito (2007) menyatakan bahwa wawancara menjadi ikon
dalam metode pengumpulan data penelitian kualitatif. Wawancara mendalam
adalah proses memperoleh keterangan (Pawito : 2007). Metode ini dipilih
karena peneliti ingin menggali informasi secara mendalam terhadap informan
serta memahami pola-pola identitas kelompok yang terbentuk dalam diri
anggota komunitas.
Wawancara dengan buruh secara interpersonal menggunakan indepth
interview (wawancara mendalam) dimaksudkan untuk lebih menfokuskan
pada perosalan yang menjadi pokok permasalah penelitian, yaitu persepsi
buruh SPN, dan pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dapat
berlangsung lebih longgar dan satai, dan mungkin juga dapat untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
memperoleh data tambahan untuk mengetahui persoalan lain sampai
perolehan data dirasakan cukup oleh peneliti.
Disisi lain untuk menambah kevalidan penelitian yang dilakukan,
peneliti juga merujuk pada berbagai data penunjang (sekunder) yang
digunakan peneliti dalam melakukan analisis dan triangulasi data. Data
sekunder didapatkan dari literatur ilmiah berupa jurnal, buku, koran, majalah
dan sebagainya yang ada di kepustakaan, guna menunjang data utama jika
masih terjadi kekurangan data atau untuk melakukan evaluasi dan
perbandingan.
1.7.6. Validitas Data
Untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan benar-benar valid
(sahih) maka perlu dilakukan triangulasi data. Neuman (2000) dalam bukunya
mendefinisikan: “Validity means thurthful, it refers to the bridge between a
construct and the data (Herdiansyah, 2010 : 78). Trianggulasi merupakan
teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multiprespektif.
Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu
cara pandang (Sutopo, 2002 : 78). Dalam konteks penelitan ini untuk
mengukur tingkat kesahihan data maka triangulasi yang digunakan adalah
triangulasi sumber (triangulasi data). Cara ini mengarahkan peneliti agar
didalam mengumpulkan data wajib menggunakan beragam sumber data yang
tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan
demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji
kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari
sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis maupun sumber
yang berbeda jenisnya.
Trianggulasi sumber bisa menggunakan satu jenis sumber data seperti
misalnya informan atau memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda
untuk menggali data yang sejenis. Di sini tekanannya pada perbedaan sumber
data, bukan pada teknik pengumpulan atau yang lain. Peneliti bisa
memperoleh dari narasumber (manusia) yang berbeda-beda posisinya dengan
teknik wawancara mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu
bisa dibandingkan dengan informasi dari narasumber yang lainnya. Dengan
menggali data dari sumber yang berbeda dan juga teknik pengumpulan data
yang berbeda, data sejenis bisa diuji validitas (kesahihan) datanya (Sutopo,
2002 : 79).
1.7.7. Teknik Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan supaya data dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya. Agar mendapat hasil penelitian yang
sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Analsis data merupakan proses yang
telah dimulai seiring dengan jalannya penelitian, proses ini dimulai sejak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
stujdi pre-elimnary ditentukan. Pada studi pre-eliminary, peneliti kualitatif
sudah mulai melakukan pemilahan tema dan kategorisasi tema, dimana
pemilahan tema dan kategorisasi tema tersebut sudah masuk pada rangkaian
proses analisis data kualitatif (Sutopo, 2002 : 78).
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan menggunakan
Model Interaktif Miles dan Huberman. Menurut Miles & Huberman analisis
data terdiri dari empat tahapan yang harus dilakukan. Tahapan pertama adalah
tahap pengumpulan data, tahapan kedua adalah tahap reduksi data, tahapan
ketiga adalah tahap display data, dan tahapan keempat adalah tahap penarikan
kesimpulan dan tahap verifikasi (Herdiansyah, 2010 : 10).
Model Interaktif Milies dan Huberman digambarkan dengan siklus
oleh H.B Sutopo (2002: 96), yaitu :
Gambar 2. Bagan Siklus Model Analisis
(HB. Sutopo, 2002 : 96)
Pengumpulan
Data
Reduksi Data Penyajian
Data
Penarikan
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
A. Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dilakukan sebelum
penelitian, pada saat penelitian, dan bahkan di akhir penelitian. Idealnya
proses pengumpulan data sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa
konsep atau draf. Peneliti kulaitatif sebaiknya sudah berpikir dan
melakukan analisis ketika penelitian kualitatif baru dimulai. Maksudnya
adalah peneliti telah melakukan analisis tema dan melakukan pemilihan
tema (kategorisasi) pada awal penelitian. Intinya adalah proses
pengumpulan data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau
waktu tersendiri, melainkan sepanjang penelitian yang dilakukan proses
pengumpulan data dapat dilakukan.
B. Reduksi data
Inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman
segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentu tulisan (script) yang
akan dianalisis. Hasil dari wawancara diubah menjadi bentuk tulisan
(script) sesuai dengan formatnya masing-masing.
C. Display Data (Panyajian Data)
Penyajian data dilakukan dengan pengkategorisasi data sehingga
memungkinkan untuk melihat data dengan jelas. Penyajian data berupa
hasil wawancara dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya
mudah dilihat dan diambil pengertiannya dengan bentuk yang kompak.
Kategorisasi pada penyajian data didasarkan atas jawaban atas wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terhadap responden yang terbagi menjadi anggota buruh non parpol dan
buruh anggota parpol, dari dua kategorisasi tersebut kemudian dibagi
menjadi kategorisasi jawaban umum yang mengarah pada kesimpulan
penelitian ini.
D. Kesimpulan/Verivikasi
Kesimpulan/verifikasi merupakan tahap terakhir dalam rangkaian
analisis data kualitatif menurut model interaktif yang dikemukanan oleh
Miles & Huberman (1984). Kesimpulan dalam analisis data menjurus
kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya,
dan mengungkap “what” dan “how” dari temuan penelitian tersebut.
Recommended