View
29
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Atribusi dalam Pengembangan Hubungan dan
Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Guru dengan
Siswa Anak Berkebutuhan Khusus di Pendidikan
Anak Usia Dini Cempaka
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos.)
Oleh
Mohamad Febrianto
NIM 11140510000170
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H / TAHUN 2019
Atribusi dalam Pengembangan Hubungan dan
Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Guru dengan
Siswa Anak Berkebutuhan Khusus di Pendidikan
Anak Usia Dini Cempaka
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos.)
Oleh
Mohamad Febrianto
NIM 11140510000170
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H / TAHUN 2019
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ABSTRAK
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya
pembinaan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun
melalui rangsangan pendidikan. Di lembaga PAUD, guru
berperan mengidentifikasi perilaku siswa untuk menentukan
rangsangan yang tepat. Untuk itu, kualitas berkomunikasi guru
dengan siswa menjadi penting, terlebih apabila menghadapi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). PAUD Cempaka yang terletak di
Gunung Sindur merupakan salah satunya dimana tercatat ada tiga
orang siswa ABK.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Atribusi yang menjelaskan tentang bagaimana membuat
kesimpulan mengenai seseorang dilihat melalui perilakunya.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu:
(1) Bagaimana atribusi dalam pengembangan hubungan
komunikasi antarpribadi guru dengan siswa ABK di PAUD
Cempaka? dan (2) Bagaimana atribusi dalam efektivitas
komunikasi antarpribadi guru dengan siswa ABK di PAUD
Cempaka?
Penelitian ini mengggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi
dokumentasi, dan wawancara. Subjek penelitian mencakup
kepala sekolah dan dua orang guru. Observasi dilakukan terhadap
proses komunikasi antarpribadi guru dengan tiga siswa ABK.
Sedangkan, studi dokumentasi dilakukan untuk mengetahui data
medis dan laporan perkembangan siswa.
Berdasarkan penelitian diketahui atribusi mendukung
pengembangan hubungan dalam komunikasi antarpribadi guru
dengan siswa ABK. Atribusi tersebut mencakup penyebab
situasional, pengaruh personal, usaha, memiliki keinginan,
perasaan, rasa memiliki, dan kewajiban melakukan sesuatu.
Atribusi guru terhadap siswa ABK selanjutnya akan menentukan
rangsangan yang tepat untuk proses perkembangannya. Dengan
demikian, atribusi juga mendukung komunikasi yang efektif.
Atribusi membantu guru memilih pesan yang tepat untuk siswa;
mendukung komunikator (guru) menjadi efektif, serta membantu
komunikator (guru) memahami kondisi komunikan (siswa ABK)
saat komunikasi berlangsung.
Kata kunci : Atribusi, Komunikasi Antarpribadi, Pengembangan
Hubungan, Komunikasi efektif, Guru, dan Siswa ABK
viii
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Alhamdulillahwassyukru lillaah segala puji dan syukur
selalu tersampaikan kepada Allah SWT atas berkah rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan nikmat sehat wal’afiat
dalam proses penyelesaian skripsi yang berjudul “Atribusi
dalam Pengembangan Hubungan dan Efektivitas
Komunikasi Antarpribadi Guru dengan siswa Anak
Berkebutuhan Khusus di Pendidikan Anak Usia Dini
Cempaka”. Shalawat serta salam disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan cahaya ilmu
pengetahuan kepada kita semua.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada banyak pihak
yang telah membantu proses penyelesaian skripsi, diantaranya:
1. Suparto, M. Ed, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih
kepada Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag sebagai Wakil Dekan II
Bidang Administrasi Umum, serta Dr. H. Suhaimi, M.Si
sebagai Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
2. Terima kasih kepada keluarga terkhusus kedua orang tua
Bapak Imam Basuki, ibu Tusini dan Adek saya M. Aziz atas
dukungan semangat setiap hari.
3. Drs. Masran, MA sebagai Ketua Prodi Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam sekaligus Dosen Pembimbing Akademik,
serta Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
x
4. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi. sebagai dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan referensi untuk hasil
yang maksimal.
5. Terima kasih kepada seluruh pendidik di PAUD Cempaka
Bogor yang telah kooperatif pada proses penyelesaian
penelitian skripsi ini. Terkhusus Bu Ratna, Bu Waty, Bu Dewi
dan Bu Yuni atas informasi tentang siswa ABK.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama menempuh
pendidikan.
7. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan
administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini
berlangsung.
8. Teman-Teman KPI angkatan 2014, terkhusus teman-teman
KPI D dan Nendy Astuti Prasetyaningrum, terima kasih atas
dukungan motivasi kalian.
Penulisan skripsi ini tentu belum dapat predikat sempurna.
Akhir kata, terima kasih atas segala bentuk dukungan dari kalian,
semoga dapat balasan dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Jakarta, 24 April 2019
Mohamad Febrianto
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..... Error! Bookmark not
defined.
LEMBAR PENGESAHAN .................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. v
ABSTRAK .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................... ix
DAFTAR ISI........................................................................................ xi
BAB 1 .................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 7
C. Batasan Masalah ....................................................................... 8
D. Rumusan Masalah ..................................................................... 8
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian .............................................. 9
F. Metodologi Penelitian ............................................................... 9
G. Sistematika Penulisan.............................................................. 16
BAB II ................................................................................................. 19
KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 19
A. Landasan Teori ........................................................................ 19
1. Komunikasi Antar Pribadi ............................................... 19
a. Definisi dan Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ...... 19
b. Pengembangan Hubungan dalam Komunikasi
Antarpribadi ..................................................................... 22
c. Komunikasi Efektif ......................................................... 25
2. Atribusi ............................................................................ 30
a. Definisi Atribusi .............................................................. 30
xii
b. Teori Atribusi .................................................................. 31
c. Aplikasi Teori Atribusi dalam Komunikasi Antarpribadi 33
3. Pendidikan Anak Usia Dini ............................................. 35
4. Anak Berkebutuhan Khusus ............................................ 36
B. Kajian Pustaka ......................................................................... 41
C. Kerangka Berfikir .................................................................... 44
BAB III ................................................................................................ 45
GAMBARAN UMUM PAUD CEMPAKA DI GUNUNG SINDUR
BOGOR ............................................................................................... 45
A. Profil Lembaga Paud Cempaka ............................................... 45
1. Latar Belakang ................................................................. 45
2. Visi................................................................................... 47
3. Misi : ................................................................................ 47
4. Tujuan : ............................................................................ 47
5. Sasaran ............................................................................. 48
6. Sarana Prasarana .............................................................. 48
7. Kegiatan Belajar .............................................................. 49
8. Kurikulum Pembelajaran ................................................. 49
BAB IV ................................................................................................ 51
HASIL TEMUAN ............................................................................... 51
A. Atribusi .................................................................................... 51
B. Komunikasi Efektif ................................................................. 56
C. Komunikasi Antarpribadi ........................................................ 66
D. Hubungan ................................................................................ 72
BAB V .................................................................................................. 79
PEMBAHASAN ................................................................................. 79
A. Atribusi dilakukan dalam mendukung komunikasi antarpribadi
guru dengan siswa ABK di PAUD Cempaka .......................... 81
xiii
B. Atribusi dalam Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Guru dan
Siswa ABK di PAUD Cempaka .............................................. 87
BAB VI ................................................................................................ 91
PENUTUP ........................................................................................... 91
A. Kesimpulan ............................................................................. 91
B. Implikasi .................................................................................. 93
C. Saran........................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 97
LAMPIRAN............................................. Error! Bookmark not defined.
xiv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya sehari-hari.
Salah satu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia adalah melakukan komunikasi. Komunikasi yang
dilakukan oleh manusia memiliki dua cara, pertama verbal
dan non-verbal. Komunikasi ialah hubungan kontak langsung
maupun tidak langsung antar manusia, baik itu individu
maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari
atau tidak, komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu
sendiri, karena manusia melakukan dalam pergaulan dan
kehidupannya.1
Komunikasi dapat terjadi dimana saja. Komunikasi
merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena
bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang
terintegrasi oleh informasi, dimana masing-masing individu
dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi untuk
mencapai tujuan bersama.2
Secara sederhana berkomunikasi adalah cara seorang
manusia untuk menyamakan tujuannya dengan orang lain.
1 H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta : PT Rineka
Cipta, 2000,) set. Ke-2, hal. 26. 2 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perseprktif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2009), h. 8.
2
Sebagian besar kegiatan komunikasi berlangung dalam
situasi komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi
mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui komunikasi
antarpribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri dan orang
lain, kita dapat mengetahui dunia luar, bisa menjalin
hubungan yang lebih bermakna, bisa memperoleh hiburan
dan menghibur orang lain dan sebagainya.3
Sebetulnya banyak sekali tujuan yang dapat dicapai
dengan mengandalkan kemampuan kita berkomunikasi.
Misalnya untuk tujuan bisnis, menjalin persahabatan,
menyelesaikan pertikaian, dan memberikan hiburan dalam
suatu pesta supaya suasana menjadi meriah dan menarik. Hal
ini dapat dimanfaatkan terutama untuk mereka yang
berprofesi sebagai guru, penyanyi atau pelawak, sehingga
dapat diciptakan suasana yang tidak monoton dan
membosankan.4
Salah satu contoh penerapan komunikasi antarpribadi
di dunia pendidikan adalah yang terjadi di sebuah lembaga
non-formal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) antara guru
dengan siswa. PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
3 Marhaeni fajar, Ilmu Komunikasi : Teori & Praktik, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), h. 77. 4 Budyatna , M. Dr. M.A, Nina Mutmainah Dra., Komunikasi Antarpribadi,
(Jakarta : Universitas Terbuka, 1994), h. 78.
3
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, non-formal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan 6 (enam)
perkembangan: agama dan moral, fisik motorik, kognitif,
bahasa, sosial-emosional, dan seni, sesuai dengan keunikan
dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang
dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam
Permendikbud 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional
PAUD (menggantikan Permendiknas 58 tahun 2009).5
Keahlian seorang guru mengendalikan setiap siswa
PAUD ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi.
Dengan komunikasi yang efektif diharapkan pesan dapat
dipahami oleh siswa. Namun demikian, tantangan yang
dihadapi guru tidaklah mudah. Guru kerap berhadapan
dengan siswa PAUD yang memiliki kebutuhan khusus
selama di sekolah. Meskipun jumlah siswa berkebutuhan
khusus di PAUD biasanya tidak banyak, keberadaannya
perlu diperhatikan karena mereka membutuhkan perlakuan
yang khusus dan berbeda dari siswa lainnya.
Salah satu PAUD yang menerima siswa berkebutuhan
khusus adalah PAUD Cempaka yang terletak di Gunung
Sindur, padahal tidak semua guru memiliki latar belakang
5 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
137 Tahun 2014.
4
pendidikan guru atau pendidikan ABK. Terdapat tiga anak
berkebutuhan khusus di PAUD Cempaka. Komunikasi yang
dilakukan oleh seorang guru terhadap mereka berbeda-beda.
Karena pada dasarnya satu anak berkebutuhan khusus
mendapat satu pendamping. Tetapi, justru yang terjadi tiga
anak berkebutuhan khusus mendapat satu pendamping.
Situasi ini jelas menjadi tantangan bagi seorang pendamping.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan dengan
Rafka, Raymond, dan Rayhan berbeda-beda. Pertama, ketika
berhadapan dengan Rafka bu Ratna akan selalu menyiapkan
kertas, pensil, dan buku bergambar saat akan memulai proses
komunikasi. Karena berdasarkan pengamatan ketika masa
observasi Rafka senang sekali mencorat-coret kertas,
mewarnai, dan menulis. Sehingga pesan yang akan
disampaikan efektif diterima oleh Rafka dengan komunikasi
person to person.
Bertolak belakang dengan Rafka, ketika berhadapan
dengan Raymond bu Ratna akan lebih tegas seperti
memeluk, berupaya untuk selalu kontak mata dan
menyibukkan dengan menghafal do’a – do’a. Langkah ini
dilakukan karena sulitnya Raymond untuk fokus
berkomunikasi terhadap lawan bicara dan durasi maksimal
duduk hanya 10-20 detik.
Ketiga, komunikasi terhadap Rayhan yang dilakukan
adalah selalu disandingkan dengan Rafka guna memotivasi
untuk diikuti, terkadang menjanjikan untuk segera makan
dan bercerita menggunakan boneka tangan. Sebab, Rayhan
5
sering kali belum sarapan ketika sampai disekolah.
Kemudian senang sekali dengan permainan boneka tangan.
Komunikasi terhadap ketiganya harus dilakukan
dalam satu rentang waktu 3 jam setiap harinya. Kualitas
berkomunikasi seorang guru sangat berperan. Untuk itu
proses pengamatan karakter dan menciptakan kedekatan
yang intim dengan mereka penting saat awal perkenalan.
Kemudian, proses berkomunikasi sesuai dengan rencana.
Sehingga, komunikasi akan berjalan efektif.
Penelitian ini menggunakan kerangka teori
komunikasi antarpribadi yang dilengkapi teori tentang
hubungan, komunikasi efektif dan atribusi. Teori Atribusi
yang ditulis oleh Jalaludin Rakhmat dengan mengatakan
bahwa proses menyimpulkan motif, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya
yang tampak. Teori yang pertama dikenalkan oleh Fritz
Heider untuk menyimpulkan perilaku yang ditampakkan oleh
orang lain dan diri sendiri. Heider seperti dikutip Rakhmat
dalam bukunya Psikologi Komunikasi.
Atribusi erat kaitannya dengan Komunikasi Antar
Pribadi, karena dalam mencari satu kesimpulan kita
memanfaatkan situasi dimana harus melakukan komunikasi
yang memiliki skala kecil. Adapun salah satunya adalah
komunikasi antara guru dan siswa di kelas. Tujuannya agar
tercipta keakraban, dapat lebih leluasa bercerita. Terlebih lagi
siswa ABK yang butuh perhatian lebih. Komunikasi yang
6
dilakukan tidak melulu pada kata-kata, dapat dengan gerak
tubuh, mimik wajah, dan intonasi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa atribusi
guru terhadap siswa sangat penting dalam mendukung
pembelajaran. Salah satunya adalah Kulinna (2008) yang
menyatakan bahwa untuk memahami perilaku siswa dan
reaksi guru terhadapnya, maka perlu diketahui atribusi guru
atau kepercayaan guru mengenai penyebab perilaku
siswanya. Sebagai contoh Kulinna menjelaskan dalam
jurnalnya :
“a teacher who believes that a student’s misbehavior
is caused by problems at home may feel no ‘ownership’ of
the problem and therefore be less likely to explore teacher-
focused intervention strategies, like the use of different
teaching styles or a critical examination of their class
environment. Or the teacher may take some ownership of the
problem and decide to involve parents in the intervention,
since the teacher believes that the behavior is influenced
primarily by home factors.”6
Pernyataan Kulinna ini menegaskan bahwa faktor
eksternal dan internal menjadi cara seorang guru
memberikan penilaian tehadap perilaku siswa. Memberikan
atribusi terhadap siswa merupakan langkah efektif untuk
merubah perilaku siswa. Pernyataan ini didukung oleh
Sharma dan Tripathi (1988) dalam penelitiannya tentang
Teacher Expectation and Student Performance. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa bahwa :
6 https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ829002.pdf diunduh pada tanggal 7
Februari 2019 pada pukul 07.41 WIB
7
“attributions by teachers for students’ performance
are very effective in changing students’ behavior”.7
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di setting PAUD. Mengingat belum
banyaknya penelitian mengenai komunikasi antarpribadi
guru dengan siswa ABK di PAUD, peneliti akan secara
khusus menyoroti tentang atribusi guru terhadap siswa ABK,
pengembangan hubungan guru terhadap siswa ABK serta
bagaimana atribusi mendukung efektivitas komunikasi
antarpribadi di sana. Penelitian ini berjudul “Atribusi dalam
Pengembangan Hubungan dan Efektivitas Komunikasi
Antarpribadi Guru dengan Siswa Anak Berkebutuhan
Khusus di Pendidikan Anak Usia Dini Cempaka”.
B. Identifikasi Masalah
Proses komunikasi bukan hanya sekedar
mengirimkan pesan yang mampu terdengar saja, melainkan
juga mencakup pesan-pesan nonverbal. Dan kemudian
mencari tahu faktor-faktor yang memengaruhinya. Untuk itu
identifikasi masalah penelitian, sebagai berikut:
1. PAUD Cempaka bukan Sekolah Luar Biasa sehingga latar
belakang pendidikan guru-guru pun tidak semua berasal
dari lulusan PGTK/PGSD.
7 www.csun.edu/~vcsoc00i/.../Ella%20Final%20Project[1].doc diunduh pada
tanggal 7 Februari 2019 pada pukul 07.41 WIB
8
2. Di PAUD Cempaka terdapat tiga siswa ABK dengan
karakter berbeda-beda, sehingga komunikasi yang
dilakukan pun menyesuaikan dengan mereka.
3. Terdapat perbandingan satu pendamping harus menangani
tiga siswa abk.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah batasan sesuai
dengan judul skripsi dan masalah, diantaranya:
1. Pembahasan terkait dengan proses pengenalan karakter
siswa ABK, proses berkomunikasi, dan effect yang
ditunjukkannya.
2. Aktifitas pengamatan dan proses berkomunikasi hanya
saat siswa abk bersama Bu Ratna sebagai pendamping dan
Bu Yuni dan Bu Waty saat proses pijakan awal sebelum
masuk kelas.
D. Rumusan Masalah
Penelitian ini akan menjawab permasalahan “Atribusi
dalam pengembangan hubungan dan efektivitas komunikasi
antarpribadi guru dengan siswa ABK di PAUD Cempaka ?”.
Adapun, permasalahan turunannya adalah :
1. Bagaimana atribusi dilakukan dalam mendukung
komunikasi antarpribadi guru dengan siswa ABK di
PAUD Cempaka?
9
2. Bagaimana atribusi dalam mendukung komunikasi
antarpribadi yang efektif guru dengan siswa ABK di
PAUD Cempaka?
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah di atas, maka ada dua tujuan
yang hendak dicapai dari penelitian ini, yaitu :
a. Untuk mendeskripsikan bagaimana atribusi dilakukan
dalam mendukung komunikasi antarpribadi guru dengan
siswa ABK di PAUD Cempaka.
b. Untuk mengetahui bagaimana atribusi dalam komunikasi
antarpribadi yang efektif guru dengan siswa ABK di
PAUD Cempaka.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
a. Kegunaan akademis, yaitu untuk menambah referensi
tentang studi ilmu komunikasi di bidang Pendidikan
terkhusus Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
b. Kegunaan praktis, yaitu memberikan manfaat bagi para
pengajar di PAUD Cempaka khususnya dan Gunung
Sindur umumnya dalam melaksanakan komunikasi
antarpribadi terhadap siswa ABK.
F. Metodologi Penelitian
Metode adalah ilmu tentang kerangka kerja untuk
melaksanakan penelitian yang bersistem; sekumpulan
peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh pelaku
10
suatu disiplin ilmu; studi atau analisis teoretis mengenai
suatu cara atau metode; atau cabang ilmu logika yang
berkaitan dengan prinsip umum pembentukan pengetahuan
atau ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau petunjuk
praktis dalam penelitian atau membahan konsep teoritis
berbagai metode atau dapat dikatakan sebagai cara untuk
membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode
penelitian.8
1. Paradigma Penelitian
Paradigma merupakan perspektif penelitian yang
digunakan peneliti, yang berisi bagaimana peneliti melihat
realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang
digunakan dalam penelitian, dan cara-cara yang digunakan
dalam menginterpretasikan temuan.9 Dalam penelitian ini
penulis menggunakan paradigma konstruktifis. Paradigma
konstruktivis meneguhkan asumsi bahwa indidu-individu
selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan
bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif
atas pengalaman-pengalaman mereka makna-makna yang
diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu.
Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga
peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas
pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-
makna menjadi sejumlah kategori dan gagasan. Peneliti
8 Juliansyah Noor, Metodologi penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 23. 9 Imam Gunawan, Metode Penelitian kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta : PT
Bumi Aksara, 2013), h.25.
11
berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan
partisipan tentang situasi yang tengah diteliti.10
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
bersifat deskriptif. Pendektan kualitatif bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis,
menyeluruh, dan faktual sesuai dengan data-data yang
ditemukan. Penelitian bersifat deskriptif bermaksud bahwa
hasilnya nanti akan di paparkan dalam bentuk data tulisan
dan gambar. Data tulisan dan gambar tersebut sifatnya
induktif yaitu peneliti akan mendapatkan kesimpulan tentang
masalah penelitian dari data-data yang telah diperoleh di
lapangan dan sesuai dengan masalah penelitian.
Maka dari itu untuk memperoleh data-data yang
dibutuhkan penulis melakukan pengamatan. Tentunya
berhubungan dengan komunikasi antarpribadi dalam
membangun relasi antara guru dan anak berkebutuhan
khusus di PAUD Cempaka dengan melaksanakan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data yang diperoleh
akan dikaitkan dengan teori yang relevan demi mendapatkan
hasil objektif.
10
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar) 2010. Hlm. 11
12
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah orang-
orang yang dapat memberikan informasi, yaitu guru-guru
yang berada di sekolah dan juga orang tua kemudian
beberapa siswa yang memiliki gangguan perilaku.
Sedangkan Objek penelitian adalah atribusi dalam
pengembangan hubungan dan efektivitas komunikasi
antarpribadi guru dengan siswa ABK di PAUD Cempaka.
a. Teknik Pemilihan Subjek
Penentuan subjek penelitian menjadi bagian penting
untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Dalam hal ini
penulis menggunakan teknik penentuan subjek dengan Non-
Probability Sampling. Teknik Non-Probability Sampling
yang setiap individu atau unit dari populasi tidak memiliki
kemungkinan yang sama untuk terpilih. Ada pertimbangan-
pertimbangan tertentu yan mendasari pemilihan sampel.
Terdapat tiga jenis teknik dalam Non-Probability
Sampling. Salah satu yang biasa digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah Purposeful Sampling yang berdasarkan
kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena
ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan
dilakukan. Dan dilengkapi oleh teknik dengan sampling
variasi maksimal merupakan suatu teknik Purposeful
sampling ketika mencari sampel kasus atau individu yang
memiliki perbedaan dalam hal karakteristik atau sifat-sifat
yang dimiliki oleh kasus atau individu tersebut.
13
Dari perbedaan tersebut akan diperoleh beragam
perspektif yang akan memperkaya hasil dari fenomena yang
diteliti.11
b. Karakteristik Subjek
Nama Inisial UC RS SW
Tempat,
Tanggal
Lahir
Makassar, 04
November
1969
Ciamis, 11
Juni 1978
Sragen 23
Agustus 1970
Jenis
Kelamin
Perempuan Perempuan Perempuan
Agama Islam Islam Islam
Pendidikan
Terakhir
S1 ( Sastra) SMA S1 (PG-
PAUD)
Jabatan
Kepala
Sekolah
Guru Kelas Guru Bidang
Kurikulum
Lama
Mengajar
7 (Tujuh)
Tahun
8 (Delapan)
Tahun
8 (Delapan)
Tahun
Pelatihan
Pendidikan
Dasar
Pendidik
PAUD dan
Pendidikan
Lanjut
Pendidik
PAUD
Pendidikan
Dasar
Pendidik
PAUD
Pendidikan
Dasar
Pendidik
PAUD
11
Herdiansyah, Haris, Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial,
(Jakarta : Salemba Humanika) 2012, hlm. 106-109.
14
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Pengumpulan data-data penelitian memiliki peranan
yang sangat penting. Tujuannya adalah untuk memperlancar
proses hasil akhir dari penelitian ini. Oleh karena itu, tempat
penelitian adalah salah satu sekolah kabupaten Bogor. Lebih
tepatnya berada di PAUD Cempaka Desa Curug Kecamatan
Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Kemudian Penelitian
dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan atau satu tema
pokok pembelajaran.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam proses penelitian Komunikasi
Antarpribadi terdapat tiga tahap. Ketiga tahapan ini memiliki
perannya masing-masing untuk menghadirkan data-data guna
keperluan analisis data. Tahapan-tahapan yang dilakukan,
diantaranya:
a. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan dengan
memanfaatkan panca indera sebagai senjata utamanya.
Dalam pengumpulan ini memanfaatkan observasi partisipan
yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan dimana peneliti benar-benar terlibat dalam
keseharian objek penelitian.
Dengan begitu ikut terlibat dengan mengamati
bagaimana guru-guru berkomunikasi terhadap beberapa anak
15
berkebutuhan khusus. Kemudian, melihat bagaimana
perilaku dan perannya terhadap guru dan teman-teman yang
lain. Terakhir, mengamati bagaimana proses
perkembangannya setiap hari.12
b. Wawancara
Wawancara yaitu proses melakukan komunikasi tanya
jawab terhadap subjek penelitian. Dalam hal ini dilakukan
kepada guru-guru di sekolah. Wawancara dilakukan dengan
Ibu UC selaku kepala PAUD Cempaka, Ibu SW selaku
penanggung jawab tentang kurikulum yang diterapkan, ibu
RS selaku guru pendamping selama anak-anak berada di
sekolah.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik yang digunakan untuk
menelusuri data historis. Dengan demikian, bahan
dokumenter memegang peranan yang amat penting dalam
penelitian sejarah. Dalam hal ini peneliti akan menggunakan
data seperti sertifikat-sertifikat, catatan harian penilaian,
lembar pengembangan anak, dan raport. Untuk memenuhi
kebutuhan studi dokumentasi peneliti akan memerlukan data
berupa ijazah, akta kelahiran, fortofolio, foto-foto, dan hasil
perkembangan sosial emosional si anak.
12
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Prenada Media Group)
2009. Hlm. 117
16
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan adalah
dengan metode interaktif yang memiliki tiga komponen
diantaranya reduksi data, penarikan kesimpulan dan
penyajian data.13
Dan juga akan dipadukan dengan metode
deskriptif kualitatif “yaitu menganalisis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan dari lapangan dan buku-buku
dengan cara menggambarkan dan menjelaskan ke dalam
bentuk kalimat yang disertai kutipan-kutipan data.”14
Maka
dalam penelitian kali ini peneliti akan mengolah data melalui
catatan-catatan yang diperoleh melalui proses observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi. Kemudian akan ditarik
sebuah kesimpulan berdasarkan data-data dan pendapat para
ahli mengenai peristiwa-peristiwa yang nampak dari hasil
penelitian. Dan terakhir adalah penyajian data.
G. Sistematika Penulisan
Teknik dari penulisan skripsi ini dilakukan dengan
menggunakan pedoman yang sesuai dengan KEPUTUSAN
REKTOR UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NOMOR: 507 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN
PENULISAN KARYA ILMIAH (SKRIPSI, TESIS, DAN
DISERTASI) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA.
13
Hamid Patilima, Metode penelitian kualitatif, (Bandung : Alfabeta) 2005.
Hal. 100. 14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya) 2004. Cet ke-18 Hlm. 6
17
Agar pembahasan akan lebih mudah dan teratur maka penulis
membagi penelitian ini menjadi lima bab, diantaranya :
BAB I : Pendahuluan, dalam Bab ini penulis
memberikan penjelasan tentang latar
belakang penelitian, identifikasi masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penelitian.
BAB II : Kajian Teori, Dalam Bab ini akan berisi
penjelasan tentang teori Atribusi,
komunikasi efektif, komunikasi
antarpribadi, pengembangan hubungan,
definisi PAUD dan anak berkebutuhan
khusus. Selain itu terdapat kajian pustaka
dan kerangka berfikir.
BAB III : Gambaran umum paud cempaka di gunung
sindur bogor, berisi penjelasan tentang
profil umum tentang PAUD Cempaka,
seperti latar belakang berdirinya, visi misi,
kegiatan pembelajaran yang diterapkan,
struktur organisasi, dan profil guru-guru.
BAB IV : Hasil Temuan, dalam Bab ini penulis
memberikan penjelasan tentang temuan
18
dari data-data lapangan dan hasil
wawancara dengan beberapa guru di PAUD
Cempaka Gunung Sindur Bogor Jawa
Barat.
BAB V : Pembahasan, berisi penjelasan tentang
kaitan antara latar belakang masalah
dengan teori yang digunakan dan data-data
saat penelitian
BAB VI : Simpulan, Implikasi Dan Saran, dalam Bab
ini akan berisi simpulan, implikasi dan
saran atas penelitian yang telah dibahas
dalam skripsi ini.
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Komunikasi Antar Pribadi
a. Definisi dan Karakteristik Komunikasi
Antarpribadi
Komunikasi berasal dari bahasa latin communicate
yang berarti berbicara, menyampaikan pesan, informasi,
pikiran, gagasan dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan
atau arus balik (feedback).15
Menurut Onong Uchjana,
“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan
atau merubah sikap, pendapat dan perilaku, baik langsung
secara lisan maupun tak langsung melalui media.”16
Dan
menurut Harrold Lasswell, untuk menjawab arti komunikasi
adalah melalui kutipannya “Who Says What In Which
Channel to Whom With What Effect”,17
maksudnya adalah
dalam proses komunikasi pihak komunikator membentuk
pesan (encode) dan menyampaikannya melalui suatu saluran
tertentu kepada pihak penerima yang akan menimbulkan efek
tertentu.
15
A. Muis, Komunikasi Islam, (Bandung : PT Remaja rosdakarya, 2001), hal.
35 16
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1992), cet. Ke-2, hal. 6 17
Onong Uchjana Effendy,Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek , (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 10
20
Kemudian komunikasi antarpribadi sebagai: “proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan
beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.18
Komunikasi antarpribadi menurut Malcolm R. Parks adalah
bentuk komunikasi yang terutama diatur oleh norma
relasional atau relational norm. Komunikasi antarpribadi
biasanya terjadi dalam kelompok yang sangat kecil. Ini tidak
berarti bahwa bentuk komunikasi tersebut tidak dapat terjadi
dalam kelompok yang lebih besar. Namun, demikian norma-
norma hubungan dikembangkan dan dipelihara hanya pada
hubungan yang dekat dan akrab. Begitu ukuran kelompok
menjadi bertambah besar, maka komunikasi menjadi lebih
formal dan kurang bersifat pribadi.19
Sedangkan menurut
Kathlen S. Verderber et al. (2007) komunikasi antarpribadi
merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan
mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab
secara timbal balik dalam menciptakan makna.20
Berbeda
dengan kedua ahli komunikasi antarpribadi tersebut, Richard
L. Weaver II (1993) justru memberikan karakteristik -
karakteristik komunikasi antarpribadi. Menurutnya terdapat
delapan karakteristik dalam komunikasi antarpriadi, yaitu
18
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori & Praktik, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), h. 78. 19
Muhammad Budyatna, prof. Dr. MA, Leila Mona Ganiem Dr. M.Si, Teori
Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) h.
14. 20
Muhammad budyatna, prof. Dr. MA, Leila Mona Ganiem Dr. M.Si, Teori
Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) h.
14.
21
a. Melibatkan paling sedikit dua orang
b. Adanya umpan balik atau feedback
c. Tidak harus tatap muka
d. Tidak harus bertujuan
e. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect
f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata
g. Dipengauhi oleh konteks
h. Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise.21
Dari beberapa pengertian di atas maka arti dari
Komunikasi Antarpribadi bahwa struktur atau cara
komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan
melalui saluran tertentu dengan tujuan mendapat feedback.
Dalam artian mengubah sikap, perilaku atau menyamakan
persepsi komunikan. Dan komunikasi antarpribadi akan
berjalan efektif apabila dalam prakteknya melakukan
karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi antar
pribadi yang menurut Yoseph A. Devito dilihat dari 2
perspektif, diantaranya:
a. Humanistis,
Akan meliputi sifat-sifat keterbukaan, perilaku suportif,
perilaku positif, empatis, kesamaan,
b. Pragmatis,
Meliputi sifat bersikap yakin, kebersamaan, manajemen
interaksi, perilaku ekpresif, orientasi pada orang lain.22
21
Muhammad budyatna, prof. Dr. MA, Leila Mona Ganiem Dr. M.Si, Teori
Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) h.
20.
22
b. Pengembangan Hubungan dalam Komunikasi
Antarpribadi
Hubungan partisipasi dalam hubungan dengan teman,
anggota keluarga, teman karib, teman sekamar, saudara,
karyawan, dan rekan-rekan adalah dasar bagi kehidupan.
Komunikasi adalah unsur dasar kehidupan sosial, dan sebuah
pengertian tentangnya akan menjadi alat yang amat
berdayaguna untuk memupuk hubungan yang bersifat
produktif dan positif dalam seluruh bidang.
Konsep komunikasi dan konsep hubungan saling
terkait dalam beberapa cara yang mendasar. Pertama,
sebagaimana telah kita lihat, salah satu hasil paling penting
dari komunikasi manusia adalah pengembangan kelompok
atau unit sosial dan tidak ada lagi unit sosial yang lebih
sentral dalam kegiupan kita daripada hubungan. Kedua,
hubungan kita dengan orang tua, saudara, teman, karib, dan
rekan sangat penting untuk pembelajran, pertumbuhan, dan
pengembangan. Ketiga, sebagian besar kegiatan komunikasi
dengan tujuan tertentu terjadi dan berlangsung dalam
hubungan. Hubungan digunakan secara lebih umum merujuk
kepada satu unit sosial denan satu unit laiinnya, seperti guru
dan siswa, orang tua dan anak, majikan dan karyawan, atau
dokter dan pasien. Dari sudut pandang komunikasi,
bagaimanappun yang demikian juga memang dapat dianggap
sebagai hubungan dan upaya menganalisis unit ini
22
Marhaeni fajar, Ilmu Komunikasi : Teori & Praktik, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), h. 84.
23
memberikan wawasan berharaga secara lebih mendalam
tentang hubungan manusia yang lebih kompleks. Dalam arti
yang paling dasar, sebuah hubungan terbentuk ketika terjadi
proses pengiriman dan penerimaan pesan secara timbal balik,
yaitu ketika dua atau lebih individu saling
mempertimbangkan dan sling menyesuaikan perilaku berbal
dan nonverbal mereka satu sama lain.
1) Pengembangan Hubungan
Apakah hubungan diadik atau triadik, orientasi tugas
atau orientasi sosial, jangka pendek atau jangka panjang,
biasa atau intimkah, prosesnya adalah mirip yaitu dimulai,
berkembang, atau secepatnya rusak atau berakhir, dan
semuanya memakai komunikasi.
Tahap pertama dalam hubungan adalah Inisiasi, yaitu
pada tahap ini dua atau beberapa orang memerhatikan dan
menyesuaikan perilaku satu sama lain. Sering kali pesan-
pesan awal yang dipakai seorang individu untuk penyesuaian
adalah non-verbal-senyum, pandangan sekilas, jabat tangan,
gerakan, atau penampilan.
Tahap kedua adalah Eksplorasi yaitu tahap
mengumpulkan informasi tentang gaya, motif, minat, dan
nilai dari orang lain. Pengetahuan ini berfungsi sebagai dasar
untuk menilai manfaat melanjutkan hubungan. Tahap ini
dicirikan oleh pembicaraan kecil-tapi arti penting
pembicaraan ini tidak kecil. Karena selain mengamati seperti
apa seseorang yang tampak dari luar, kita perlu tahu seperti
apa orang itu dari sisi “dalam” agar ada peluang untuk
24
berbicara secara nyaman tentang suatu topik dengan lebih
mendalam, dari sekedar topik cuaca atau skor pertandingan
sepak bola terakhir.
Tahap ketiga adalah Intensifikasi yaitu tahap orang
sering menganggap diri mereka “teman dekat”. Orang pada
tahap ini lebih cenderung untuk berbagi rahasia lebih dalam
(seperti takut gagal,atau masalah penggunaan narkoba
dimasa lalu), menggunakan istilah atau nama panggilan yang
lebih pribadi untuk masing-masing dan mengembangkan
simbol-simbol yang mempunyai makna pribadi.
Tahap keempat adalah Formalisasi yaitu masing
masing pihak berpartisipasi dalam membangun aturan
hubungan, termasuk pengembangan simbol kebersamaan dan
karakteristik pola percakapan yang disukai. Makna dari
perilaku verbal dan non-verbal menjadi standar bagi para
peserta hubungan.
Tahap kelima adalah Redefinisi yaitu tahap untuk
mendifinisi ulang beberapa aturan bersama dalam hubungan
sering muncul. Kebutuhan akan redefinisi bersifat alamiah,
bertahap, dan sebagai bagian dari perkembangan hubungan
yang mudah untuk dikelola.
Tahap keenam adalah Deteriorasi yaitu pemisahan
fisik dan pemutusan sisa kewajiban hukum atau kontrak
adalah langkah terakhir dalam proses yang sering kali
menyakitkan dalam mengakhiri hubungan. Hubungan tidak
harus mengikuti semua tahapan tersebut secara teratur.
Seseorang mungkin gagal dalam tahap pertama, kembali
25
bangkit dan maju lagi, atau berhenti pada satu titik untuk
suatu jangka waktu.23
c. Komunikasi Efektif
Seperti dinyatakan Ashley Montagu bahwa “kita
belajar menjadi manusia melalui komunikasi”. Setelah ia
berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, terbentuklah
perlahan-lahan apa yang disebut kepribadian. Bagaimana ia
menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan
bagaimana ia menyampaikan pesannya kepada orang lain,
menentukan kepribadiannya. Manusia bukan dibentuk oleh
lingkungan, tetapi oleh caranya menerjemahkan pesan-pesan
lingkungan yang diterimanya.
Komunikasi dijalankan dalam rangka membentuk
kepribadian manusia dan kepribadian terbentuk sepanjang
hidup kita. Agar komunikasi mencapai hasil yang diinginkan,
maka harus dilakukan secara efektif.
Kaitannya dengan prinsip komunikasi yang efektif
disini adalah, bila terjadi komunikasi dengan orang lain,
maka komunikasinya dapat membuat orang lain terkesan dan
dapat diterima serta dimengerti. Agar komunikasi berjalan
efektif, maka haruslah dapat melihat dari unsur-unsur
komunikasi tersebut, paling tidak dari tiga unsur, yakni :
unsur komunikator, unsur pesan dan unsur komunikan. Salah
satu dari tiga unsur tersebut tidak dapat berfungsi dengan
23
Brant D. Ruben, Lea P. Stewart, Komunikasi dan Perilaku Manusia, (Jakarta
: Rajawai Pers, 2013), h. 267-285.
26
baik, maka komunikasi pun tidak dapat berjalan dengan baik
dan tidak efektif, serta tidak mendapatkan hasil yang tepat
guna.
Menurut Cultip dan Center, komunikasi yang efektif
itu harus melalui empat tahapan, yakni:
a. Fact finding
Mencari/mengumpulkan fakta-fakta/data-data sebelum
seseorang melakukan suatu kegiatan atau tindakan.
Seperti, apa yang diperlukan, siapa yang akan di ajak
berkomunikasi, bagaimana keadaan komunikan dan lain-
lain.
b. Planning
Setelah mendapat data, maka dibuatlah rencana tentang
apa yang harus dilakukan dalam menghadapi problema-
problema itu. Planning ini sangat penting dalam mencapai
keberhasilan tujuan.
c. Tahap Komunikasi
Bagaimana mengkomunikasikan dan apa yang akan
dikomunikasikan yang sebenarnya tidak terlepas dari
tujuan yang diharapkan dapat dihasilkan dari suatu
kegiatan berkomunikasi.
d. Tahap evaluasi
Yaitu setelah komunikasi (sesuai rencana) dilaksanakan,
maka untuk mengetahui akibat dan pengaruh-
pengaruhnya terhadap publik, dilaksanakan melalui
evaluasi.
27
Pada dasarnya komunikasi yang efektif itu, dapat
terjadi, jika tiga unsur komunikasi yang penting, yakni
komunikator, pesan dan komunikan, benar-benar
diperhatikan dan masing-masing memperhatikan
karakteristiknya, sebagaimana yang akan dibahas di bawah.
Namun yang paling dominan menentukan keberhasilan
komunikasi itu adalah komunikator, karena dialah orang
yang akan menyampaikan pesan-pesan kepada komunikan.
1) Karakteristik Sumber (Komunikator)
Adapaun karakteristik komunikator untuk
melaksanakan komunikasi efektif adalah sebagai berikut :
a) Kepercayaan kepada komunikator (source
credibility).
Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh
keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Atau
kepercayaan masyarakat dapat tercipta manakala si
komunikator dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau
pengalaman yang relevan dengan topic pesan yang
disampaikannya itu bersifat obyektif. Kepercayaan kepada
komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima
komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan
empiris.
b) Daya tarik komunikator (Source Attractiveness)
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan
untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme
daya tarik, jika komunikan merasa bahwa komunikator
ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan
28
opini secara memuaskan. Selanjutnya seorang
komunikator akan sukses dalam komunikasinya, kalau ia
menyesuaikan komunikasi-nya dengan image dari
komunikan, yaitu memahami kepentingannya,
kebutuhannya, kecakapannya, pengalamannya,
kemampuan berfikirnya, kesulitannya, dan sebagainya.
c) Kekuatan/kekuasaan sumber (Source Power)
Kekuatan atau kekuasaan sumber terhadap pihak
penerima, secara umum dapat terjadi melalui empat cara,
yakni :
a. Kharisma, yaitu faktor bawaan yang melekat pada diri
seseorang.
b. Wibawa otoritas, yaitu yang berkaitan dengan
kedudukan atau otoritas formal.
c. Kompetensi/ keahlian, yaitu sesuatu yang dapat
diperoleh seseorang melalui proses belajar.
d. Compliance/ pemenuhan, yaitu sumber dinilai punya
kekuatan atau kekuasaan apabila ia mampu
memberikan imbalan dan hukuman kepada
penerimanya.
2) Bentuk dan Penyajian Pesan
Penyajian pesan juga dapat menentukan berhasil atau
tidaknya upaya komunikasi yang dilancarkan seseorang
kepada seseorang atau kepada sekelompok orang atau
suaru organisasi. Wilbur Schramm menampilkan apa yang
ia sebut “The Condition of Success in Communication”
29
yakni kondisi yang harus dipenuhi jika menginginkan agar
suatu pesan membangkitkan tanggapan yang dikehendaki,
yang antara lain:
a. Pesan harus dirancang dan disampaikan menarik
perhatian komunikan
b. Pesan menggunakan lambang-lambang tertuju kepada
pengalaman yang sama antara komunikator dan
komunikan, sehingga sama-sama mengerti
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi
komunikasn dan menyarankan beberapa cara untuk
memperoleh kebutuhan tersebut
d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk
memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi
kelompok di mana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang
dikehendaki.
3) Karakteristik Khalayak (Komunikan)
Pengertian khalayak adalah sekompulan orang yang
terorganisir dalam tempat dan waktu tetentu, dimana
masing-masing secara sukarela datang ke suatu tempat
karena memiliki perhatian yang sama, serta tujuan yang
kurang lebih sama pula yakni ingin memperoleh hiburan.
Komunikasi juga akan berhasil, jika khalayak/komunikan
mendukung dalam perjalanan komunikasi. Dengan kata
lain bahwa komunikan dapat mengikuti, mendengarkan,
memahami, bahkan menghayati secara seksama apa yang
disampaikan oleh komunikator. Karena jika
30
komunikannya tidak memperhatikan berarti komunikasi
tidak akan efektif.
Jadi komunikasi akan berjalan efektif apabila dari tiga
unsur komunikasi dapat diperhatikan dari karakteristiknya
masing-masing. Terutama komunikan dituntut untuk
mampu memahami komunikasi yang berlangsung, karena
pesan komunikasi tidak mempunyai arti, dan
komunikanlah yang memberikan arti Words don’t mean,
people mean.24
2. Atribusi
a. Definisi Atribusi
Atribusi adalah upaya kita untuk memahami penyebab
di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus juga
penyebab di balik perilaku kita sendiri. Dengan kata lain kita
tidak hanya sekedar ingin tahu bagaimana seseorang berbuat,
lebih jauh kita ingin tahu mengapa mereka berbuat
demikian.25
Atribusi adalah proses yang menggambarkan cara
individu menjelaskan, menginterpretasi, dan mengambil
kesimpulan terhadap peristiwa-peristiwa yang berhubungan
dengan dirinya maupun peristiwa-peristiwa yang
berhubungan dengan orang lain. Secara spesifik, atribusi
sosial adalah cara seseorang dalam melakukan proses
24
Roudhonah Hj., Ilmu Komunikasi, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007), hal.
57-67 25
Robert A. Baron & Donn Bryne, Psikologi Sosial, (Jakarta : PT Glora
Aksara Pratama), 2003, hl. 49.
31
persepsi dan interpretasi terhadap sebab-sebab perilaku yang
dilakukan oleh orang lain. Atribusi diterapkan dalam tiga
wilayah penting. Pertama, persepsi seseorang tentang apa
dan siapa yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa
khusus. Kedua, penilaian seseorang terhadap tanggung
jawab, atas terjadinya suatu peristiwa atau perilaku tertentu.
Ketiga, penilaian terhadap kualitas kepribadian individu-
individu yang terlibat dalam peristiwa atau perilaku tertentu.
Proses terbentuknya atribusi sosial bermula dari
persepsi individu terhadap peristiwa atau perilaku. Pada
kesempatan berikutnya, ia menilai objek atribusi itu berdasar
pada persepsi yang dapat dibagi menjadi tiga jenis rambu
informasi. Tiga rambu informasi itu adalah keruntutan
(consistency), keterpilahan (distinctiveness), dan kesepakatan
(consensus).
Keruntutan berarti suatu tingkat kestabilan perilaku
seseorang pada suatu rentang waktu tertentu. Keterpilahan
mengacu pada perilaku seseorang dengan cara yang sama
pada saat menghadapi bervariasinya situasi atau tugas.
Kesepakatan pada cara-cara orang lain berperilaku pada
situasi yang sama sebagai perbandingan.26
b. Teori Atribusi
Teori ini memberikan perhatian pada bagaimana
seseorang sesungguhnya bertingkah laku. Kemudian Morrisan
26
Fattah Hanurawan Dr., Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 43-45
32
menambahkan bahwa teori Atribusi menjelaskan bagaimana
orang menyimpulkan penyebab tingkah laku yang dilakukan diri
sendiri atau orang lain. Dan Fritz Heider sebagai pendiri Teori
Atribusi memberikan beberapa penyebab seseorang memiliki
tingkah laku tertentu, yaitu :
a. Penyebab situasional (orang dipengaruhi oleh lingkungan)
b. Adanya pengaruh personal (ingin memengaruhi sesuatu
secara pribadi)
c. Memiliki kemampuan (mampu melakukan sesuatu)
d. Adanya usaha (mencoba melakukan sesuatu)
e. Memiliki keinginan (ingin melakukan sesuatu)
f. Adanya perasaan (perasaan menyukai sesuatu)
g. Rasa memiliki (ingin memiliki sesuatu)
h. Kewajiban (perasaan harus melakukan sesuatu )
i. Diperkenankan (diperbolehkan melakukan seauatu)27
Lanjutnya, Heider mengemukakan, jika anda melihat
perilaku orang lain, maka anda juga harus melihat sebab tindakan
seseorang. Dengan demikian anda sebagai pihak yang memulai
komunikasi harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi
perilaku seperti yang tampak di depan anda. Heider seperti
dikutip Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi
mengungkapkan bahwa secara garis besar ada dua macam
atribusi, yaitu atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.28
27
Morrisan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta : Prenada
Media Group) 2014, hlm. 75 28
Alo Liliweri DR. M.S, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 1997), h. 52-53.
33
Teori ini menjelaskan bagaimana komunikator
memprediksi atau mencari tahu perilaku seseorang yang
menunjukkan perilaku-perilaku diluar kebiasaan pada umumnya.
Allen Dittman telah mengemukakan suatu teori penting mengenai
“komunikasi emosi”. Dia membagi paradigma ini kedalam tiga
jenis perilaku: (1) informasi perasaan; (2) tanda/isyarat perasaan;
dan (3) saluran untuk menyatakan perasaan.29
Terdapat sejumlah definisi tentang teori Atribusi, tetapi
Muhammad Budyatna dalam bukunya Teori-Teori Mengeni
Komunikasi Antarpribadi sebagai proses yang bersifat lazim
untuk mendefinisikan atribusi ialah sebagai proses yang bersifat
internal (berfikir) dan eksternal (berbicara) dalam
menginterpretasikan dan memahami apa yang ada di balik
perilaku-perilaku kita dan orang lain.30
c. Aplikasi Teori Atribusi dalam Komunikasi
Antarpribadi
Sebagai komunikator tentu akan selalu bertanya-tanya
tentang perilaku yang kita lihat dari orang lain. Perilaku yang
nampak dari dalam diri kita pun dengan sendirinya disimpulkan
saat sedang bersama orang lain. Teori Atribusi yang dikenalkan
oleh Fritz Heider memberikan suatu pemahaman untuk dapat
melakukannya dengan merujuk pada beberapa faktor, diantaranya
faktor situasional dan faktor personal.
29
Alo Liliweri DR. M.S, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 1997), h. 85. 30
Muhammad budyatna, prof. Dr. MA, Teori-Teori Mengenai Komunikasi
Antarpribadi, (Jakarta: Prenada Media Group) 2015, hlm. 43.
34
Heider percaya bahwa setiap tindakan seseorang memiliki
alasan dan ada tiga jenis atribusi — atribusi situasional, atribusi
pribadi, dan atribusi internal. Harapan guru pada siswa dapat
dijelaskan dengan atribusi; itu menjelaskan perilaku pencapaian
dalam hal penyebab yang dirasakan untuk hasil (McLeod, 1995:
372). Ini menyiratkan bahwa siswa sendiri biasanya
mengembangkan seperangkat keyakinan tentang alasan
keberhasilan atau kegagalan mereka. Sebagai contoh Pertama,
orang biasanya menilai satu orang berdasarkan pengalaman
mereka sebelumnya tentang orang itu; para guru melakukan hal
yang sama — mereka memperkirakan seorang siswa akan
melakukan baik atau buruk menurut nilai masa lalunya. Oleh
karena itu, jika seorang siswa yang berprestasi baik pada ujian
matematika tetapi tidak melakukannya dengan baik pada ujian
matematika lalu, guru mungkin menganggap penampilannya
sebagai keberuntungan atau kecurangan. Kedua, karakteristik
siswa juga mempengaruhi atribusi guru. Berger dan Peterson
menunjukkan bahwa guru cenderung menghubungkan kegagalan
siswa dari kelompok sosial ekonomi rendah dengan faktor luar,
seperti nasib buruk, sedangkan menghubungkan kegagalan jika
siswa kelas menengah dengan faktor internal, seperti kurangnya
kemampuan (McLeod, 1995: 372).31
31
www.csun.edu/~vcsoc00i/.../Ella%20Final%20Project[1].doc tentang
Teacher Expectation and Student Performance ditulis oleh Dr. Jerald
Schutte diunduh tanggal 6 Februari 2019 pukul 15.00 WIB.
35
3. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) meruakan pendidikan
paling fundamental karena perkembangan anak di masa
selanjutnya akan sangat ditentukan oleh berbagai stimulasi
bermakna yang diberikan sejak usia dini. Awal kehidupan anak
merupakan masa yang tepat dalam memberikan dorongan atau
upaya pengembangan agar anak dapat berkembang secara
optimal.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 butir 14 menyatakan bahwa
PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan belajar dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Undang-undang ini mengamanatkan bahwa pendidikan harus
dipersiapkan secara terencana dan bersifat holistic sebagai dasar
anak memasuki pendidikan lebih lanjut. masa usia dini adalah
masa emas perkembangan anak dimana semua aspek
perkembangan dapat dengan mudah distimulasi. Periode emas ini
hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan
manusia. Oleh karena itu, pada masa usia dini perlu dilakukan
upaya pengembangan menyeluruh yang melibatkan aspek
pengasuhan, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan potensi tersebut adalah dengan program
36
pendidikan yang terstruktur. Salah satu komponen untuk
pendidikan yang terstruktur adalah kurikulum.32
4. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang
dalam proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami
kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial dan
atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya,
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus
(Miftakhul Jannah & Ira Darmawanti, 2006). Morrisson
(Patmonodewo, 2003) mengemukakan bahwa anak yang
berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan
fisik dan mental seperti sulit mendengar, tuli, kelainan bicara,
kelainan dalam penglihatan, gangguan emosi yang serius dan
kesulitan belajar.
Adapun Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) secara
singkat didefinisikan anak berkebutuhan khusus sebagai “anak
yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya
mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual,
sosial, emosional), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.” Penyimpangan yang dimaksud dalam definisi tersebut
termasuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, lamban
32
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Tahun 2017. Hlm. 8-9.
37
belajar, berbakat, tunalaras, gangguan komunikasi, ADHD, dan
autism (Mangunsong, 2009).33
a. Anak dengan Permasalahan Kemampuan Berbicara
dan Berbahasa
Kemampuan berbicara, lebih dahulu sangat memerlukan
sempurnanya fungsi organ pendengaran, yakni telinga. Anak-
anak yang memiliki kehilangan salah satu bagian dari sistem
organ pendengaran akan mengalami kesulitan dalam mengolah
informasi atau pesan sehingga biasanya memperlihatkan kesulitan
atau keterlambatan dalam perkembangan berbicara dan
berbahasa.
Pada semua tahap perkembangan berbahasa, pemahaman
melalui pendengaran adalah tahap yang paling awal dan diikuti
dengan mengekspresikannya dan berbicara. Anak menyimak
dengan baik pada tahun-tahun awal. Mereka merekam berbagai
macam bahasa melalui pendengaran kemudian meniru suara-
suara yang didengarnya dan selanjutnya memahami maknanya.
Hal itu tidak berlaku atau tidak akan terjadi pada anak
yang memiliki hambatan atau kesulitan atau keterlambatan dalam
kemampuan mendengar. Oleh karena itu, berbahasa dan
mendidik mereka harus dilakukan secara perlahan dengan
berbagai macam cara yang khusus.
Pendidik memerlukan metode khusus dalam mendidik
anak dengan kesulitan pendengaran, misalnya memperkuat
33
Modul belajar dari Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan
PAUD dan DIKMAS 2016, BAB. III.
38
keterampilan penglihatannya dan mempertajam kepekaannya
serta memahami bacaan. Hal ini tentu merupakan sesuatu yang
krusial, untuk secara total melibatkan anak dengan kesulitan
pendengaran dalam kelas inklusif.
Anak usia dini pada umumnya mengalami perkembangan
berbahasa yang sangat pesat di usia 0-5 tahun. Oleh karena itu,
stimulasi kemampuan berbahasa pada usia dini sangatlah penting.
Pada tahap ini, rata-rata kemampuan belajar anak usia dini sangat
tinggi. Jadi, semua anak, khususnya anak dengan kesulitan
pendengaran harus diajarkan bagaimana mengekspresikan diri
dan berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar dalam
lingkungan yang baik.
Ketidakmampuan berkomunikasi akan berakibat pada
terhambatnya perkembangan kemampuan bersosialisasi,
tumbuhnya sikap skeptik dan frustasi, rendahnya rasa percaya
diri. Dan masalah-masalah perilaku lainnya. Oleh karena itu,
penting bagi pendidik anak usia dini untuk memperhatikan benar
stimulasi yang berkaitan dengan pendengaran, berbicara, dan
berbahasa pada anak usia dini agar ia dapat belajar hal yang lebih
banyak lagi untuk kehidupannya.
Berikut ini merupakan beberapa contoh cara yang mampu
membantu meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan
berkomunikasi anak berkebutuhan khusus:
1. Tingkatkan kontak mata
2. Meningkatkan durasi kontak mata
3. Meningkatkan volume suara:
39
Anak-anak dengan masalah berbicara dan berbahasa,
biasanya sangat sulit mengikuti kegiatan atau permainan dan
mainan yang menuntut keterampilan berbicara. Tetapi kegiatan
bermain peran yang membuat anak tanpa disadari membangun
kemampuan berbicara dan kognisinya, adalah bermain peran,
misalnya mencoba berbagai macam pakaian, bermain masak-
masakan di sudut dapur-dapuran, atau bermain mobil-mobilan
atau mainan kendaraan lain yang membuat anak mengeluarkan
berbagai macam suara dari mulutnya. Begitu juga dengan mainan
berbagai macam bentuk binatang.34
b. Gangguan ADD/ADHD
ADD/ADHD merupakan akronim dari Attention Deficit
Disorder/ Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Istilah ini
berasal dari DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric
Association (APA). Istilah ADD/ADHD ini dipakai secara
international untuk menyebut gangguan pemusatan perhatian
(attention problems) dan perilaku motorik yang berlebihan
(hyperactivity). Di Indonesia sendiri, istilah ADD diterjemahkan
sebagai Gangguan Pemusatan Perhatian (GPP). Sementara istila
ADHD diterjemahkan sebagai Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas (GPPH). hiperaktivitas dan impulsifitas yang
tidak sesuai dengan usianya serta menimbulkan hendaya dalam
kehidupannya (Mash and Wolfe, 2005).35
34
Modul belajar dari Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan
PAUD dan DIKMAS 2016, BAB. III. 35
Hindayani Rini dkk, Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus :
PAUD4208/Modul 5, (Universitas Terbuka,) hlm. 5.2-5.3.
40
- Kerangka Teori
Tabel 1. Proses Berkomunikasi Guru dengan Siswa ABK
Masalah
•Muhamad Rafka
•Muhammad Rayhan
•Raymond Waranggana Ketiga siswa tersebut adalah Anak Berkebutuhan Khusus yang menjadi penghambat proses berkomunikasi
Atribusi
•Bagaimana orang menyimpulkan penyebab tingkah laku yang dilakukan diri sendiri atau orang lain
Proses Komunikasi
•Komunikasi Antarpribadi
•Kommunikasi Efektif
•Pengembangan Hubungan
Perbedaan berkomunikasi
• Rafka : Seorang Guru selalu menyediakan kertas, pensil, dan buku cerita ketika berkomunikasi
• Rayhan : Saat berkomunikasi selalu disandingkan dengan Rafka untuk diikuti dan memberikan motivasi terus menerussambil bermain boneka tangan
• Raymond : Melakukan kontak mata, memeluk, memberikan hafalan hafalan tentang salam, doa-doa, minta maaf dan terima kasih
41
B. Kajian Pustaka
Dalam penyusunan Proposal penelitian kualitatif ini, saya
telah melakukan tinjauan pustaka di Repository.uinjkt.ac.id. Saya
menemukan beberapa mahasiswa yang melakukan penelitian
dengan menggunakan Komunikasi Anarpribadi dengan judul
yang berbeda. Tujuannya adalah agar menghindari terjadinya
plagiat terhadap penelitian. Maka, saya menggunakan penelitian
terdahulu tersebut sebagai referensi penelitian, diantaranya:
1. KOMUNIKASI ANTARPRIBADI PENGAJAR DAN
SANTRI TUNANETRA DALAM MEMOTIVASI
MENGHAFAL AL-QUR’AN DI YAYASAN
RAUDLATUL MAKFUFIN SERPONG TANGERANG
SELATAN yang ditulis oleh Fathiyatur Rizkiyah dengan
NIM 1111051000099 mahasiswi Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2015. Persamaan dari skripsi ini terletak pada
topik yang dibahas yaitu tentang komunikasi antarpribadi.
Dan perbedaannya adalah teori yang digunakan memakai
teori Motivasi dan subjeknya santri tunanetra.
2. KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM
MEMBANGUN RELASI ANTARA PENGASUH
DENGAN ANAK YATIM DAN DHUAFA (STUDI
KASUS ASRAMA GRIYA YATIM DAN DHUAFA
CABANG BINTARO TANGERANG SELATAN yang
ditulis oleh Olivia Nabila Yurizal dengan NIM
42
1111051000074 mahasiswi Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2016. Persamaan dari skripsi ini adalah masih
terletak pada topiknya yaitu komunikasi antarpribadi.
Sedangkan perbedaannya adalah teori yang digunakan yaitu
memakai teori relasi dan subjeknya pengasuh anak yatim dan
dhuafa.
3. ATRIBUSI SISWA SMA NEGERI 8 MAKASSAR
DALAM MEDIA SOSIAL INSTAGRAM yang ditulis oleh
Muh. Ridwan S. Indra dengan NIM 50700112099
Mahasiswa JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR tahun 2016.
Persamaan dari skripsi ini adalah pada teori yang digunakan
yaitu Atribusi. Sedangkan perbedaannya adalah subjeknya
adalah siswa-siswa SMA 8 Makassar.
4. Teachers’ Attributions and Strategies for Student
Misbehavior Jurnal penelitian yang ditulis oleh Pamela
Hodges Kulinna (2008). Dalam penelitian ini menjelaskan
tentang Atribusi dan strategi guru menghadapi tingkah laku
siswa yang ditampakkan dengan beberapa faktor
penyebabnya.
5. Teacher Expectation and Student Performance jurnal yang
ditulis oleh Dr. Jerald Schutte Ai-Ju Ella Wu (2008). Dalam
43
penelitian ini menjelaskan tentang proses Atribusi dan
harapan yang dilakukan oleh guru terhadap perilaku
siswanya.
Dari tinjauan pustaka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penelitian yang akan menjadi Penelitian Skripsi ini tidak ada hasil
dari penjiplakan atau penulisan ulang Skripsi terdahulu.
Penelitian ini benar-benar dibuat sesuai dengan kriteria yang
berlaku, yaitu dengan mengajukan judul untuk melakukan
penelitian yang sebelumnya belum pernah dilakukan, sehingga
jauh dari plagiarisme.
44
C. Kerangka Berfikir
Tabel 2. Kerangka Berfikir
Masalah
1. Bagaimana Atribusi Guru terhadap siswa ABK di PAUD Cempaka
memengaruhi pengembangan Hubungan dalam Komunikasi
Antarpribadi?
2. Bagaimana Atribusi Guru terhadap Siswa ABK di PAUD
Cempaka mendukung Komunikasi Antarpribadi yang efektif?
Tujuan Penelitian
a. Untuk mendeskripsikan Bagaimana Atribusi
Guru terhadap siswa ABK di PAUD Cempaka
memengaruhi pengembangan Hubungan dalam
Komunikasi Antarpribadi.
b. Untuk mengetahui Bagaimana Atribusi Guru
terhadap Siswa ABK di PAUD Cempaka
mendukung Komunikasi Antarpribadi yang
efektif.
Latar Belakang
Pendidikan Anak Usia Dini adalah lembaga pendidikan pra-sekolah yang berorientasi pada proses pembelajaran sosial emosional terhadap lingkungan selain
pengetahuan umum yang menjadi fokus utama dan semuanya dilakukan dengan berkomunikasi antara guru dan siswa. Namun, pada salah satu PAUD terdapat
beberapa Anak Bekebutuhan Khusus (ABK) yang mendaftar di PAUD Cempaka. Dan ini menambah lagi jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di PAUD
Cempaka, yang belum dimiliki oleh PAUD-PAUD lain di Kecamatan Gunung Sindur.
Teori
Atribusi adalah upaya kita untuk memahami penyebab
di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa kasus
juga penyebab di balik perilaku kita sendiri. Dengan
kata lain kita tidak hanya sekedar ingin tahu bagaimana
seseorang berbuat, lebih jauh kita ingin tahu mengapa
mereka berbuat demikian. Teori atribusi memberikan
cara untuk bagaimana kita memahami seseorang
dengan tujuan memperoleh kesimpulan dari perilaku
yang ditampakkannya.
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan
adalah kualitatif dengan paradigm
konstruktivis. Data-data yang
diperoleh menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan melalui
dokumentasi melalui subjek yang
dipilih secara non-probability.
45
BAB III
GAMBARAN UMUM PAUD CEMPAKA DI GUNUNG
SINDUR BOGOR
A. Profil Lembaga Paud Cempaka
1. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini adalah “suatu lembaga
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan selanjutnya”.
Pada usia dini perkembangan kecerdasan anak
mengalami peningkatan 50% menjadi 80%. Pada usia ini
merupakan masa peka bagi anak, anak mulai sensitif untuk
membina berbagai upaya pengembangan seluruh potensi
anak. Masa ini merupakan masa terjadinya kematangan
fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon berbagai
stimulasi rangsangan pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka
pendidikan anak usia dini (PAUD) Cempaka bertekad
menyelenggarakan pelayanan pendidikan untuk mewujudkan
berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya tujuan
pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia seutuhnya (Direk.Dik.AUD,
2002) dengan memberikan rangsangan pendidikan,
46
bimbingan, pengarahan, dan pemberian kegiatan
pembelajaran yang menghasilkan kemampuan dan
keterampilan dari berbagai aspek perkembangan.
Pada pelaksanaan penyelenggaraan PAUD Cempaka
mengutamakan layanan pendidikan anak usia dini bagi
masyarakat sekitar dan warga perumahan yang sama-sama
memiliki kebutuhan pendidikan bagi putra-putrinya. Untuk
hal tersebut, PAUD Cempaka berupaya memberikan
alternative pendidikan tanpa biaya tinggi, agar anak
memperoleh kesempatan belajar dan pemerataan pendidikan
secara optimal.
Dengan digagas secara bersama antara pihak lembaga
dan peyelenggara dalam hal ini pihak ke-RW-an, maka
lembaga PAUD Cempaka ini berdiri sejak tahun 2008.
Penyelenggaraan diawali dengan menumpang tempat di TPA
An-Nahl, kemudian berpindah menumpang di Sekolah Dasar
Curug selama beberapa bulan, selanjutnya berpindah lagi ke
serambi Masjid Al-Barkah dan kembali menumpang di TPA
An-Nahl. Maka seiring dengan kebutuhan tempat yang
semakin mendesak, lembaga PAUD Cempaka berupaya
untuk belajar mandiri dengan menyewa tempat sebuah rumah
yang dijadikan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar.
Seiring dengan kebutuhan dan minat belajar masyarakat yang
tinggi, lembaga PAUD Cempaka terus melayani dan
membina serta melaksanakan kegiatan belajar mengajar
anak-anak usia dini dengan melanjutkan dan
mengembangkan program yang telah berjalan dengan
47
peningkatan kualitas belajar, agar tujuan perkembangan
anak-anak usia dini dapat tercapai secara optimal.
2. Visi
Menjadi lembaga pendidikan yang dapat membentuk
anak yang cerdas, berakhlak berdasarkan ilmu pengetahuan,
nilai keislaman serta dapat menjadi kepercayaan masyarakat.
3. Misi :
a. Mengembangkan sistem pendidikan sesuai dengan tahap
perkembangan dan kebutuhan anak dengan memadukan
pedoman pendidikan nasional dan nilai-nilai dasar islam
b. Menanamkan dasar-dasar aqidah dan membina generasi
muslim yang cerdas
c. Mengembangkan kreatifitas anak melalui pendekatan
berbagai aspek kemampuan
4. Tujuan :
a. Menyiapkan anak dengan pengetahuan yang dimilikinya
ke jenjang pendidikan yang lebih lanjut
b. Menanamkan nilai-nilai islam dan keimanan serta
ketaqwaan sesuai dengan tahap perkembangannya
c. Membangun perkembangan kecerdasan dan sosial
emosinya secara optimal searah dengan perkembangannya
d. Membekali anak didik dengan nilai-nilai Al-Quran dalam
kehidupan sehari-hari agar terbentuk kepribadian yang
islami
48
5. Sasaran
Warga masyarakat usia pra-sekolah dan yang belum
duduk dibangku seklah dasar yang berada di wilayah seputar
wilayah desa Curug yaitu, Rawa Kalong, Poncol Longkit,
Padurenan, Alas Tua serta warga perumahan Tamansari Bukit
Damai.
6. Sarana Prasarana
Paud cempaka memiliki gedung sekolah untuk menunjang
proses belajar mengajar yaitu terdiri dari 3 lokal kelas, 1 ruang
kantor, 2 ruang kamar mandi, 1 ruang pantry dan halaman
bermain yang terdapat ayunan, jungkat jungkit, perosotan dan
bola dunia. Bangunan tersebut didirikan diatas lahan fasilitas
umum (fasum) di Perumahan Tamansari Bukit Damai Blok
C3.
Tenaga pendidik dan kependidikan PAUD Cempaka
diberdayakan dari masyarakat setempat yang peduli dan
menaruh perhatian besar terhadap pendidikan anak usia dini,
yang berjumlah 5 orang terdiri dari satu orang pengelola, tiga
orang sebagai tenaga pendidik, dan satu orang sebagai petugas
kebersihan.
Peserta didik : peserta didik yang dibina oleh PAUD
Cempaka untuk tahun ajaran 2018-2019 berjumlah 32 peserta
didik, yang berdomisili masyarakat sekitar dan perumahan
tamansari bukit damai.
49
7. Kegiatan Belajar
Waktu pelaksanaan kegiatan belajar PAUD Cempaka
berlangsung selama hari senin-jumat yang dimulai pada pukul
08.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB dengan menggunakan
metode pembelajaran sentra.
8. Kurikulum Pembelajaran
a. Program Kegiatan Belajar
Program kegiatan belajar adalah seperangkat kegiatan
belajar yang direncanakan untuk dilakukan dalam rangka
menyiapkan dan meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan
diri anak didik lebih lanjut. Program yang digunakan
berdasarkan pada kerangka pengembangan kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan formal dan
informal yang dipadukan dengan program penerapan nilai-
nilai islam.
b. Fungsi
Program kegiatan belajar berfungsi untuk :
1. Meletakkan dasar akhlak dan perilaku anak sejak dini
yang dapatdiwujudkan kedalam kehidupan sehari-
hari
2. Mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak
sesuai dengan perkembangannya
c. Tujuan
1. Meningkatkan keyakinan beragama
2. Mengembangkan budi pekerti dalam kehidupan anak
3. Mengembangkan sosialisasi dan kepekaan emosional
50
4. Meningkatkan disiplin melalui kebiasaan hidup yang
teratur
5. Mengembangkan komunikasi dalam mengembangkan
kemampuan berbahasa
6. Meningkatkan pengetahuan atau pengalaman melalui
kemampuan daya pikir
7. Mengembangkan koordinasi motoric halus dan
kreatifitas dalam keterampilan dan seni
8. Meningkatkan kemampuan motoric kasar dalam
rangka keseatan jasmani
d. Ruang Lingkup
Ruang lingkup program kegiata belajar mengintegrasikan
berbagai aspek perkembagan atau kemampuan melalui:
1. Program kegiatan belajar dalam rangka pembentukan
perilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam
kehidupan sehari-hari yang meliputi pendidikan
moral, agama, sosial emosional, dan kemandirian.
2. Program belajar dalam rangka pengembangan
kemampuan dasar melalui kegiatan yang dipersiapkan
oleh guru meliputi aspek pengembangan berbahasa,
kognitif, fisik motoric, keterampilan, dan seni
3. Pembentukan perilaku dan pengembangan
kemampuan dasar tersebut dicapai melalui tema-tema
belajar yang dikembangkan oleh pendidik sendiri.
51
BAB IV
HASIL TEMUAN
A. Atribusi
Proses interaksi yang dilakukan oleh guru di PAUD
Cempaka harus mampu memberikan kesimpulan tentang tingkah
laku siswanya terutama bagi anak berkebutuhan khusus, sesuai
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Penyebab situasional (orang dipengaruhi oleh
lingkungan)
Faktor situasional di sini mengartikan bahwa lingkungan
memiliki peran besar untuk memberikan pengaruh kepada anak-
anak usia dini. Dalam hal ini adalah siswa yang berkebutuhan
khusus akan lebih sensitif apabila merasa tidak nyaman dengan
lingkungannya. Maka guru sebagai peran utama memberikan
kesimpulan pada mereka, sudah seharusnya mengetahui hal ini.
Mengetahui saat-saat mereka akan merasa nyaman dan tidak
nyaman dengan lingkungannya. Ini seperti yang tertuang pada
hasil wawancara dengan guru kelasnya, Bu RS:
“kalau RW itu belum bisa dikondisikan saat di luar tetapi
kalau udah di dalem belajar sama temen-temennya dia
bisa fokus. Maksudnya bahasa anak-anak tuh belum bisa
diatur, kalau main belum sopan dan masih mau memukul
& mainnya tidak terarah, itu RW. Kalau R, sekarang kita
observasi udah hampir 3 bulan udah bagus udah ada
kemajuan, Cuma bicaranya aja, karena kan memang dari
awal dia terkendala di bicaranya, sekarang udah mulai
ada suaranya sedikit-sedikit, udah mau mengikuti udah
mau ikut aturan. Kalau si MR kemaren kan udah sempat
52
setahun di sini sekarang udah mau 2 tahun disini tetapi
malah turun, nah kalau menurut observasi saya
sepertinya MR merasa bahwa “ada kok yang seperti
saya” maksudnya yang kurang berkembang dari rayhan
itu ada, itu yang dilihat dari MR.”36
Perilaku siswa dipengaruhi faktor situasional, dimana
situasi di sekolah akan berbeda dengan di rumah. Apabila
dirumah anak bebas melakukan apa saja tanpa aturan, sedangkan
di sekolah siswa akan bergelut dengan aturan yang terus-menerus
ditekankan pada mereka. Oleh karena itu, guru dalam proses
penyambutan memastikan apa saja yang sudah dan belum
terpenuhi saat di rumah. Seperti hasil wawancara penulis dengan
salah satu guru bernama Bu SW, sebagai berikut:
“Alhamdulillah mereka udah nurut, kecuali MR yang
bergantung pada moment dari rumahnya apabila dari
rumah enjoy, semua keinginannya terkabulkan maka
sampai di sekolah tidak ada masalah, tapi kalau rayhan
dan R Alhamdulillah mereka itu aman, karena tidak
seaktif RW, jadi menurut pengamatan kami mereka sudah
dekat dengan kami dan kami pun dekat dengan mereka,
karena kami ingin mereka berkembang sesuai dengan
usianya” 37
Selain itu, berdasarkan pada pengamatan langsung penulis
selama di sana, memang lingkungan menjadi salah satu yang
memengaruhi perilaku anak-anak berkebutuhan khusus di
sekolah. Seperti yang sering terjadi pada salah satu siswa
bernama RW, pada satu kesempatan di awal dia dapat mengikuti
36
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 37
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
53
aturan dengan memberikan salam kepada bu RS. Dan dilanjutkan
dengan membuka sepatu dan tasnya untuk diletakkan di kelasnya.
Namun, pada satu hari yang lain dia akan dengan semaunya
melepas tas dan sepatu di sembarang tempat lalu dilanjutkan
dengan bermain. Dan saat ditanyakan kepada ibunya, yang ikut
masuk ke dalam mengambil sepatu dan tasnya, mengatakan
bahwa ada yang belum dituruti permintaannya.
2. Adanya pengaruh personal (ingin memengaruhi
sesuatu secara pribadi), memiliki keinginan (ingin
melakukan sesuatu) dan rasa memiliki (ingin memiliki
sesuatu)
Kebanggaan atas dirinya sendiri itu mustahil tidak
dimiliki oleh seseorang, sehingga ingin menunjukkannya pada
orang lain. Begitupun pada anak-anak dimana mereka berusaha
untuk mempengaruhi lingkungan dengan berbagai cara. Perilaku
yang ditunjukkan meliputi perilaku mengganggu, mengajak
teman-temannya bermain atau melakukan berbagai perilaku yang
memecah konsentrasi temannya. Ini seperti yang dilakukan oleh
RW saat di sekolah berdasarkan hasil wawancara dengan Bu RS.
“..... RW menunjukkan sikap yang berbeda lebih bagus,
semua pembelajaran bisa diikuti dengan baik, Cuma saat
di luar aja dia mulai kembali dengan perilakunya, jadi
main semaunya....”.38
38
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
54
Ini dilakukannya karena rasa ingin memiliki teman main,
sebab di rumahnya hanya dihabiskan di dalam saja selama satu
hari penuh. Sesuai dengan wawancaara bersama bu SW :
“RW itu termasuk yang hiperaktif dia tidak punya tujuan
dan pada saat dia ingin mencari teman dia akan
mengganggu konsentrasi teman-temannya untuk ikut
bermain dengannya ...”39
Lalu, bagaimana dengan MR dan R? Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bu RS yang menjelaskan tentang MR bahwa:
“oke, kalau tentang MR seperti yang saya tanyakan ke
orang tuanya “rayhan seperti apa sih kalau dirumah”
ternyata sama sesuka hati dia jadi ngga mau diajarin
ngga mau diatur, dan itu sama seperti di sekolah....”40
3. Adanya usaha (mencoba melakukan sesuatu)
Anak-anak mencoba melakukan sesuatu adalah hal yang
sering kali dilakukan. Termasuk apabila tindakannya bernilai
positif dan negatif. Seperti yang penulis temui saat melakukan
observasi pada bulan September 2018 bahwa ketiga siswa ABK
kerap kali menunjukkannya. Seperti RW, dengan segala
keaktifannya mencoba untuk mengangkat ember untuk mencuci
tangan kemudian ditumpahkan di alat permainan meluncur, lalu
dia naik untuk meluncur, dan akhirnya baju basah. Kemudian
pada kesempatan lain dia berusaha meraih mic yang sedang
39
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018. 40
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
55
digunakan oleh ibu guru, lalu dia bernyanyi dan mengikuti
ucapan dari guru itu.
Lalu R dan MR, lebih sering menunjukkan usahanya
untuk seperti teman-temannya yang lain, seperti berusaha untuk
menari, bernyanyi, berhitung, dan terkadang yang berbeda
dengan anak-anak lain adalah membuka pagar sekolah untuk
bermain di luar sekolah. Ini pun didukung oleh hasil wawancara
penulis dengan bu RS :
“....Kalau R bingung menilai faktornya apa karena
memang apa yang dilakukan di rumah dan di sekolah
sama, Cuma kalau dirumah terkadang suka kabur,
sedangkan kalau di sekolah Alhamdulillah tidak pernah
kabur, R kalau dilihat ya normal seperti biasanya cuma
ya itu terkendala sama bicaranya, karena memang dari
awal terkendala bicaranya.” 41
Dan didukung juga dengan guru lainnya, yaitu bu SW :
“...R kalau masuk termasuk anak yang pendiam, tidak
mau bergerak, untuk pengamatannya setelah satu bulan
setelah dipisahkan dari kelompok yang banyak, ternyata R
mengalami kemajuan sudah mulai percaya diri, berani,
ingin mengungkapkan perasaannya dia bisa walaupun
dengan cara yang lain contohnya dengan berhitung,
berhitung itu R bisa hanya dengan gerakan tangan atau
isyarat tanpa ucapan yang jelas jadi dia terkendala
dengan ucapan...”42
41
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 42
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
56
4. Kewajiban (perasaan harus melakukan sesuatu)
Kewajiban atau perasaan harus melakukan sesuatu adalah
hal mutlak bagi setiap orang. Seperti yang penulis lihat selama di
PAUD Cempaka hampir setiap hari siswa-siswa bertingkah laku
yang sama. Sebagai contoh RW di sekolah selalu mengganggu
temanya yang bernama KR. Dimanapun KR berada RW akan
terus mencari untuk diajak bermain. Meskipun pada akhirnya
mereka saling menangis karena salah satu dari mereka
menunjukkan sikap yang menyakiti temannya. Akhirnya bertanya
dan menghasilkan temuan yang dikemukakan oleh bu SW :
“karena kurangnya perhatian akhirnya dia lampiaskan di
sekolah, karena saat di rumah dia kurang bersosialisasi
dengan masyarakat akhirnya pada saat di sekolah seolah
dia terbebas dan dengan mengganggu temannya dia ingin
berinteraksi yang lebih, tidak seperti di rumah....”.43
Kurangnya bersosialisasi menjadi salah satu faktor
sehingga pada akhirnya RW selalu melakukan sesuatu saat di
sekolah termasuk kepada KR.
B. Komunikasi Efektif
Apabila kita sedang berbicara dengan orang lain tentu
akan menjadi berkualitas kalau berjalan efektif. Oleh karena itu,
terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan saat berkomunikasi
agar menjadi efektif, diantaranya Komunikator, Pesan, dan
Komunikan. Ketiga faktor ini menjadi penggerak utama
43
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
57
berjalannya proses komunikasi. Seperti yang berlangsung di
PAUD Cempaka antara guru dengan siswa ABK, bahwa:
1. Komunikator
Komunikator dalam hal ini adalah aktor utama, ia akan
membawa kemana arah pembicaraan, perubahan, dan feedback
dari lawan bicaranya. Maka tedapat beberapa karakeristik
mengenai komunikator, diantaranya karakteristik komunikator
untuk melaksanakan komunikasi efektif adalah sebagai berikut :
a. Kepercayaan kepada komunikator (source Credibility).
Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh
keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan
kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima
komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris.
Sesuai dengan pengamatan penulis, guru kelas yang menjadi
komunikator dalam proses komunikasi guru dan siswa ini
memiliki pengalaman, pengetahuan, dan kesabaran yang
menjadikannya dapat dipercaya. Ini juga didukung oleh hasil
wawancara dengan bu UC, selaku Kepala PAUD Cempaka yang
memiliki wewenang :
“kenapa saya tempatkan bu RS karena dari sebelum-
sebelumnya kan dia menangani kelas playgroup, selain itu
dia juga orangnya ngemong telaten sabar dan
pengalamannya menangani anak-anak dibawah usia 3
tahun”44
44
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018.
58
b. Daya tarik komunikator (Source Attractiveness)
Seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya,
kalau ia menyesuaikan komunikasinya dengan image dari
komunikan, yaitu memahami kepentingannya, kebutuhannya,
kecakapannya, pengalamannya, kemampuan berfikirnya,
kesulitannya, dan sebagainya. Ini ditemui bahwa bu RS sebagai
guru kelas selalu melakukan konsultasi dan berdasarkan
pengalaman serta kesabaran untuk membuat catatan-catatan yang
dituangkan sebuah rencana persiapan dengan segala kondisi yang
ditunjukkan oleh anak-anak. Kemudian pada akhirnya dapat
mengontrol proses komunikasi, seperti wawancara penulis
dengan bu SW :
“pasti kita siapkan karena kan kita sudah mengobservasi
jadi kita harus punya catatan-catatan untuk kapan hari
dan tanggalnya untuk nanti kita tentukan pada saat
mereka konsentrasi atau tidak. Biasanya dalam bentuk
tulisan di kertas kecil dan harus setiap hari, dan caranya
berbeda kan karena kita sudah mengamati satu persatu si
a maunya apa, si b maunya apa, jadi pada waktu datang
kita menyambutnya...”45
Dan didukung oleh pernyataan Kepala PAUD Cempaka
bu UC yang kerap memberikan nasehat kepada bu RS,
diantaranya :
“iya selalu, saya juga memberikan masukan dan nasehat
bahwa “kalau dengan anak seperti itu bu RS memang
harus tegas dan disiplin aturan-aturan sekolah” karana
45
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
59
apa,mereka juga harus tahu aturan jam sekian harus apa,
dan setiap melakukan itu harus gimana dan dilakukan
secara terus menerus secara berulang-ulang setiap hari,
tidak boleh bosan”.46
Kemudian diakui oleh bu RS sendiri, yaitu :
“iya, biasanya setiap setelah masuk kelas saya dan guru
lain selalu bercerita tentang kegiatan hari ini, temen-
temen dan kepala sekolah selalu kasih masukkan support,
pendapat-pendapat dan itu yang saya gunakan untuk
gimana sih caranya mengatasi anak ini. ya Alhamdulillah
semua kasih support semua kasih solusi.”47
Dan kemudian dilanjutkan dengan pernyataan :
“kalau melihat kondisi anaknya yang seperti itu sih ya
harus mengambil kemungkinan itu yang lebih aman,
karena melihat kondisi anaknya yang bukannya ngga
normal tapi berkebutuhan khusus punya kelebihan dari
yang lainnya, makanya kita harus punya kemungkinan
itu”48
Sebagai seorang komunikator memahami karakter
masing-masing juga sangat penting dilakukan. Beberapa faktor
yang harus dilakukan, diantaranya :
a. Fact finding
Proses mencari tahu tentang karakter dan kebiasaan
mereka tentu dilakukan Bu Ratna sejak masa observasi. Untuk
itu, selama masa observasi bu Ratna mengamati kebiasaan
46
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 47
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 48
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
60
mereka dan melengkapi data dengan bertanya kepada orang
tuanya. Seperti yang dijelaskan oleh bu Ratna :
“oke, kalau tentang rayhan seperti yang saya tanyakan ke
orang tuanya “rayhan seperti apa sih kalau dirumah”
ternyata sama sesuka hati dia jadi ngga mau diajarin
ngga mau diatur, dan itu sama seperti di sekolah. Kalau
Raymond menurut orang tuanya bahwa dia bagus
dirumah, baik, tetapi berbanding terbalik dengan apa
yang ditunjukkan selama disekolah, berarti kan bisa
karena faktor lingkungan disekolah, tetapi faktor dirumah
juga bisa mempengaruhi. Namun, saat lagi memulai
pembelajaran di kelas Raymond menunjukkan sikap yang
berbeda lebih bagus, semua pembelajaran bisa diikuti
dengan baik, Cuma saat diluar aja dia mulai kembali
dengan perilakunya, jadi main semanunya. Kalau rafka
bingung menilai faktornya apa karena memang apa yang
dilakukan dirumah dan disekolah sama, Cuma kaalau
dirumah terkadang suka kabur, sedangkan kalau
disekolah Alhamdulillah tidak pernah kabur, rafka kalau
dilihat ya normal seperti biasanya cuma ya itu terkendala
sama bicaranya, karena memang dari awal terkendala
bicaranya”49
b. Planning
Pemahaman tentang mereka sangat penting pada masa
awal observasi. Sebab, akan menjadi acuan untuk membuat
rencana berkomunikasi dengan mereka. Rencana tidak hanya satu
tetapi banyak. Oleh karena itu, di kelas Bu Ratna selalu tersedia
banyak alat peraga edukasi dan buku cerita untuk bermain peran.
Dan bu Ratna mengatakan :
49
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018
61
“engga, karena apa. Karena sesuai dengan kondisi saat
ini kan, kadang saya udah membuat rencana mau begini
tetapi kondisi mereka berbeda jadi spontan aja. Yang
penting merujuk ke apa yang akan dipelajari hari ini,
kalau udah kita persiapkan ternyata anak-anak ngga
fokus, jadi ngga bisa kita niat hari ini mau kayak gini
karena akan berbeda, jadi spontan aja yang penting kita
masuk ke tema hari itu”50
c. Tahap Komunikasi
Proses komunikasi yang dijalankan oleh bu Ratna sesuai
dengan karakter mereka. Bu Ratna menjelaskan :
“Karena sesuai dengan kondisi saat ini kan, kadang saya
udah membuat rencana mau begini tetapi kondisi mereka
berbeda jadi spontan aja. Yang penting merujuk ke apa
yang akan dipelajari hari ini, kalau udah kita persiapkan
ternyata anak-anak ngga fokus, itu ngga bisa jadi ngga
bisa kita niat hari ini mau kayak gini karena akan
berbeda, jadi spontan aja yang penting kita masuk ke
tema hari itu”51
d. Tahap evaluasi
Setiap hari bu Ratna membuat laporan tentang rencana
berkomunikasi ke Anak Berkebutuhan Khusus. Untuk itu beliau
juga berdiskusi dengan guru-guru lain guna mendapatkan
masukan untuk persiapan esok harinya. Seperti wawancara saya
dengan beliau :
“iya, biasanya setiap setelah masuk kelas saya dan guru
lain selalu bercerita tentang kegiatan hari ini, temen-
50
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018 51
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
62
temen dan kepala sekolah selalu kasih masukkan support,
pendapat-pendapat dan itu yang saya gunakan untuk
gimana sih caranya mengatasi anak ini. ya Alhamdulillah
semua kasih support semua kasih solusi”52
2. Pesan
Pesan menjadi salah satu vital efektifnya berkomunikasi.
Pesan yang ingin disampaikan harus mampu memberikan
perhatian lebih bagi lawan bicara dan memberikan efek
perubahan. Maka penyajian pesan dengan memilih kata-kata
yang sesuai dengan pemahaman anak-anak begitu vital. Persiapan
tentang pesan yang dilakukan oleh guru-guru disana antara lain
dengan melihat kondisi yang harus dipenuhi jika menginginkan
tanggapan yang dikehendaki, sebagai berikut:
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan menarik perhatian
komunikan.
Bedasarkan pengamatan setiap pagi semua guru sudah
berada di depan pagar untuk bersiap menyambut siswa, terutama
anak yang berkebutuhan khusus. Proses ini dilakukan guna
menarik perhatian mereka sedari awal masuk hingga di kelas dan
pulang sekolah nanti. Seperti yang dikatakan oleh Bu SW :
“...nah menyambutnya kita beda bedakan kalau R saat
posisi dia melihat kita baru kita sampaikan “hai, R selamat
datang,...”53
52
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 53
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
63
Hai R selamat datang, ini pesan yang selalu dikatakan
kepada R dengan intonasi ceria. Sebab, R setiap pagi selalu
menujukkan raut wajah yang murung sehingga perlu untuk
membangkitkan perhatiannya.
2. Pesan menggunakan lambang-lambang tertuju kepada
pengalaman yang sama antara komunikator dan
komunikan.
Pernyataan Bu UC mengenai pesan berupa yang tidak
harus berkata-berkata, sebagai berikut :
“diawali dengan cara pendekatan membujuk, dengan
kalimat “yuk, kita kumpul dengan teman-teman” saat mau
masuk kelas, ...”54
Ini adalah potret yang terus dilakukan kepada siswa
dengan berkebutuhan khusus. Guru selalu mendatangi mereka
satu persatu saat sedang asik dengan dunianya, ikut bermain
dengannya kemudian membujuknya.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi
komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk
memperoleh kebutuhan tersebut.
Guru dalam hal ini memberikan pemahaman tentang
kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka. Sebagai contoh pada
pengamatan adalah kebutuhan tentang memahami wortel. Guru
yang diwakili oleh Bu RS, memberikan penjelasan mengenai
54
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018.
64
nama wortel, mengucapkannya, dan memakannya, dengan tujuan
mereka akan mengenal dan dapat mengucapkan kata “wortel”
kepada guru dan orang tuanya apabila ingin memakannya.
Sebagai berikut :
“saat ini mereka sih ingin mengerti aja tentang benda
benda yang kita tunjukkan, karena untuk menjelaskan
lebih luas seperti misalnya manfaat wortel bagaimana
menanamnya itu mereka belum paham, yang penting saat
ini mereka tahu oh ini wortel bisa dimakan dan sehat
kalau untuk manfaat ini kan jauh belum dapat gitu.”55
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan yang layak.
Bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada
saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang
dikehendaki. Jadi, seorang guru harus mampu memberikan pesan
kepada siswa berupa pemahaman tentang sesuatu yang baru saja
dilakukan untuk kebaikannya kedepan. Seperti pernyataan dari bu
SW,
“...karena RW lebih aktif jadi harus benar benar
dipegang dan saling memandang mata supaya lebih tahu
dan si anak melihat kita. Sambil berkata “RW kamu harus
mengikuti kegiatan dan janji untuk tidak bermain kesana”
dan saat RW berjanji itu hanya bertahan 7-10 detik
setelah itu lupa dan bermain lagi. “56
55
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 56
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
65
3. Komunikan
Komunikasi juga akan berhasil, jika khalayak/komunikan
mendukung dalam perjalanan komunikasi. Dengan kata lain
bahwa komunikan dapat mengikuti, mendengarkan, memahami,
bahkan menghayati secara seksama apa yang disampaikan oleh
komunikator. Karena jika komunikannya tidak memperhatikan
berarti komunikasi tidak akan efektif.
Oleh karena itu, seorang guru berdasarkan pengamatan
penulis melakukan usaha untuk menghabiskan tenaga, atau
dengan memberikan beberapa alat permainan edukatif sesuai
yang mereka sukai. Tujuannya, agar guru dapat memberikan
pesan yang akan disampaikan. Seperti wawancara dengan bu SW,
yaitu :
“jadi saat lagi bermain dengan anak-anak kita bisa
sambil bertanya, kalau yang hiperaktif kita bisa mengikuti
gerakan-gerakannya, dan pada saat tenaga mereka telah
terkuras kita bisa mengajak ngobrol satu persatu dari
mereka.”57
Dan dilanjutkan dengan pernyataannya,
“kalau RW dengan sendirinya akan menghampiri guru-
gurunya, nah kalau rayhan sebenarnya sudah mulai
memahami, sudah mulai mengerti bahwa kalau guru
terlihat itu langsung mendekati jadi kita sudah bisa
mengatasi anak-anak ini, hanya perkembangannya saja
sesuai dengan kemampuan mereka”58
57
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018. 58
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
66
Bentuk penghabisan tenaga biasanya dilakukan pada hari
selasa karena, itu saat pelaksanaan olahraga. Proses penyampaian
pesan juga diberikan sebelum mereka melakukan gerakan-
gerakan olahraga dan aturan permainan. Khusus kepada mereka,
para guru terkadang memegangi wajahnya untuk mendapat
perhatian. Dan kemudian proses bermain dengan alat permainan
edukatif dilakukan setiap hari senin, rabu, dan kamis. Pada saat
bermain itulah guru memberikan pesan-pesannya.
C. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan proses ber-
komunikasi yang dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan
dan melalui saluran tertentu dengan tujuan memperoleh feedback
antara satu individu dengan individu lain secara intim dan akrab.
Proses komunikasi antarpribadi biasanya terjadi dalam
kelompok yang sangat kecil. Sebab, berkomunikasi dengan
mereka akan lebih baik dilakukan secara person to person dalam
kondisi yang akrab dan intim, sekalipun itu berada didalam satu
kelompok. Yaitu dengan dituangkan dalam temuan di PAUD
Cempaka, diantaranya :
a. Melibatkan paling sedikit dua orang
Komunikasi yang dijalankan harusnya terdapat seorang
yang menjadi komunikator dan komunikan, baik itu secara
kelompok ataupun person to person. Dalam pengamatannya
menemui komunikasi yang berjalan lebih dominan pada person to
person, meskipun pada awalnya untuk beberapa kegiatan
67
dilakukan secara bersama-sama. Seperti yang dijelaskan oleh bu
RS, bahwa :
“...Terus yang kedua harus diajak berbicara satu persatu
karena biar fokus ya...”59
dan dilanjutkan dengan :
“kayak saat berdoa ngga bisa mereka sama sama, karena
kita harus fokus satu anak satu...”60
begitu juga dengan yang disampaikan bu SW,
“iya melakukan komunikasi secara bersama-sama dan
masing-masing, Cuma kan cara penerimaan dari mereka
tidak sama, jadi kita melakukan observasi setelah itu kita
pisahkan untuk ditanyakan satu persatu.”61
Dan biasanya tidak secara tiba-tiba mengajaknya
berbicara, tetapi harus didahului oleh adanya panggilan baik
dalam kata-kata ataupun tindakan. Seperti yang dijelaskan oleh
bu SW, bahwa :
“untuk MR dan R tidak ada masalah karena kita dengan
menepuk bahu mereka kalau mau berbicara jadi kadang
juga mengelus kepala mereka kalau ingin berbicara”62
59
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 60
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 61
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018. 62
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
68
b. Adanya umpan balik atau feedback
Komunikator akan dengan mudah melanjutkan proses
berbicara ke tahap yang lebih akrab apabila mendapatkan umpan
balik dari lawan bicaranya. Seperti penjelasan bu UC :
“tetapi namanya anak-anak adakalanya dia ikut
adakalanya dia tidak mau”63
dan dilanjutkan,
“rata-rata dari mereka sih mendengar, RW mendengar
bahkan sampai memeluk dalam berinteraksi dan harus
ditegaskan aturan aturan disiplin, begitu juga rafka tetapi
kalau MR saat ini tidak lagi mau mendengar, seperti
memberontak sih, tetapi bukan tidak mau ikut aturan tetapi
merasa bahwa ada teman lainnya yang seperti itu” 64
kemudian guru lain juga memberikan timbal balik dari
mereka, yaitu bu SW :
“iya kalau RW cukup aktif dan merespon dengan
mengulang pertanyaan dari kita dan selalu menjawab
pertanyaan kita dengan baik, kalau R dengan memberikan
senyuman andaikata dia itu menerima pertanyaan dari kita
dan memahami seperti “hai, R mau pulang
assalamu”alaikum warahmatullah wabarakatuh” terus
memberikan senyuman berarti dia sudah memahaminya
(dengan mimiknya) kalau R sudah bisa Alhamdulillah “65
63
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018. 64
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018. 65
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
69
c. Tidak harus tatap muka
Proses berkomunikasi tidak harus melulu pada tatap muka
untuk dapat menyampaikan pesannya. Sebab, proses
penyampaian pesan juga dapat tersampaikan hanya dengan
melalui gerakan-gerakan, bermain, dan memberikan contoh.
Sesuai pengamatan, untuk beberapa kesempatan proses
menyampaikan pesan kepada siswa yang berkebutuhan khusus
lebih dominan dengan cara bermain. Ini juga didukung oleh
pernyataan bu SW, bahwa :
“dengan bermain bersama-sama, bermain balok,
bernyanyi, setelah itu kita tanyakan selagi bermain jadi
anak-anak tidak akan menyadari kalau sedang diamati oleh
gurunya,”66
d. Menghasilkan beberapa pengaruh atau effect
Komunikasi Antarpribadi dengan tujuan mendapat feedback
dalam artian merubah sikap, perilaku atau menyamakan persepsi
komunikan. Salah satu faktor dalam proses komunikasi adalah
terjadi perubahan yang dialami oleh komunikan. Perubahan yang
terlihat untuk siswa PAUD Cempaka diantaranya sikap,
kebiasaan, dan disiplin kepada aturan-aturan sekolah. Seperti
pada saat sampai di sekolah RW, R, dan MR sudah terbiasa
mengucapkan salam meskipun dengan cara yang berbeda-beda.
Kemudian, saat melaksanakan praktek sholat berjamaah dua dari
tiga anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti gerakannya,
66
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018.
70
meskipun hanya satu rakaat saja. Bu RS sebagai guru kelasnya
pun mengatakan, bahwa
“...Alhamdulillah sih sampe sekarang udah mau nurut mau
dibilangin, bahasanya sudah bisa dikontrol dan
dikondisika... dan sekarang mereka sudah bisa berbagi.”67
Kemudian Bu SW menambahkan, bahwa :
“... jadi yang saya lihat selama ini, andaikata kebetulan
kami datangnya terlambat justru mereka yang akan
menghampiri kami untuk bersalaman, berarti anak-anak ini
sudah memahami bahwa setiap bertemu di awal kita selalu
bersalaman.”68
e. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata
Melakukan jabat tangan pada saat menyambut siswa PAUD
adalah salah satu bentuk komunikasi. Komunikasi yang dilakukan
dengan perbuatan. Temuan ini didapatkan setiap pagi. Atau
dengan cara memegangi tangan untuk menggambar. Seperti yang
dilakukan oleh bu RS :
“biasanya dengan memakai gambar, bercerita dan lebih
banyak main peran.”69
Bu UC, juga melakukan hal yang sama
“iya pasti, dan saya membawa sesuai kesukaan mereka
kayak seperti tadi R lebih suka menggambar dan
menggunting, sedangkan MR lebih suka dengan bermain
balok maka sewaktu di kelas menggunakan media balok,
67
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 68
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018. 69
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
71
jadi melihat kesukaannya dia dulu sebelum memulai
berkomunikasi.”70
“untuk saat ini belum, karena di paud ini baru memberikan
contoh untuk saling memberi salam dan bersalaman
kepada ibu guru...”71
bu SW menambahkan.
f. Dipengauhi oleh konteks
Sesuai pengamatan, guru-guru setiap hari memberikan satu
tema yang akan disampaikan kepada siswa. Terutama kepada
siswa berkebutuhan khusus, tentu akan mendapat tema yang
sama, namun dengan tujuan seminimal mungkin mengenal tema.
Jadi, mereka dapat mengenal tema sesuai pesan yang
disampaikan guru. Seperti yang dilakukan oleh bu RS dalam sesi
wawancara, bahwa
“...kalau lagi kumpul bareng terus saya berbicara akhirnya
mereka ngga fokus kan yang pandangan mereka kemana
mana . makanya kan saya satu persatu, kayak hari ini
masalah belajar tentang wortel pasti satu-satu menjelaskan
tentang wortel.”72
Dan pengamatan itu dilakukan saat mereka sedang bermain
di kelas sesuai dengan kondisi yang terjadi saat itu.
“Karena sesuai dengan kondisi saat ini kan, kadang saya
udah membuat rencana mau begini tetapi kondisi mereka
berbeda jadi spontan aja. Yang penting merujuk ke apa
yang akan dipelajari hari ini, kalau udah kita persiapkan
ternyata anak-anak ngga fokus, itu ngga bisa jadi ngga
bisa kita niat hari ini mau kayak gini karena akan berbeda,
70
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018. 71
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018. 72
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
72
jadi spontan aja yang penting kita masuk ke tema hari
itu.”73
D. Hubungan
Komunikasi adalah unsur dasar kehidupan sosial, dan
sebuah pengertian tentangnya akan menjadi berdaya guna untuk
memupuk hubungan yang bersifat produktif dan positif dalam
seluruh bidang. Hasil pengamatan tentang pengembangan
hubungan antar guru dan siswa terutama anak berkebutuhan
khusus dengan beberapa point diantaranya:
a. Inisiasi
Inisiasi adalah tahap pertama dalam pengembangan
hubungan yang berarti dua atau beberapa orang memerhatikan
dan menyesuaikan perilaku satu sama lain. Pada tahap ini
berdasar pengamatan bahwa seorang guru dan siswa dalam
pertemuan awal masih proses penyesuaian diri. Keduanya hanya
masih saling berusaha mengenal, dengan gerakan mata, dengan
bermain, bergerak dan bersuara. Seperti yang dilakukan oleh bu
RS sebagai guru kelasnya,
“ngga membedakan sih ya kalau R datang selalu salim
dan salam, saya selalu berkata “hai, assalam’alaikum”
dan respon dia ke saya dengan cara tersenyum, kalau RW
biasanya dia yang langsung memanggil nama dan
meminta dipeluk. Kalau MR cuek tetapi nanti kalau udah
lama kelamaan baru salam”74
73
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 74
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
73
b. Eksplorasi
Kemudian pada proses yang kedua adalah tahap
eksplorasi yaitu untuk mengumpulkan informasi tentang gaya,
motif, minat, dan nilai dari orang lain. Ini yang dilakukan bu RS
selama proses eksplorasi, seperti tertuang pada kutipan
wawancaranya sebagai berikut :
“kalau RW itu belum bisa dikondisikan saat di luar tetapi
kalau udah di dalam belajar sama teman-temannya dia
bisa fokus. Maksudnya bahasa anak-anak tuh belum bisa
diatur, kalau main belum sopan dan masih mau memukul &
mainnya tidak terarah, itu RW. Kalau R, sekarang kita
observasi udah hampir 3 bulan udah bagus udah ada
kemajuan, cuma bicaranya aja, karena kan memang dari
awal dia terkendala di bicaranya, sekarang udah mulai ada
suaranya sedikit-sedikit, udah mau mengikuti udah mau
ikut aturan. Kalau si MR kemarin kan udah sempat setahun
disini sekarang udah mau 2 tahun disini tetapi meurun, nah
kalau menurut observasi saya sepertinya MR merasa
bahwa “ada kok yang seperti saya” maksudnya yang
kurang berkembang dari MR itu ada, itu yang dilihat dari
MR.”75
Tak cukup dengan melakukan pengamatan, bu RS pun
mencari tahu dengan berbicara dengan orang tuanya,
“oke, kalau tentang MR seperti yang saya tanyakan ke
orang tuanya ‘rayhan seperti apa sih kalau dirumah’
ternyata sama sesuka hati dia jadi ngga mau diajarin ngga
mau diatur, dan itu sama seperti di sekolah. Kalau RW
menurut orang tuanya bahwa dia bagus dirumah, baik,
tetapi berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukkan
selama di sekolah, berarti kan bisa karena faktor
lingkungan di sekolah, tetapi faktor di rumah juga bisa
75
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
74
mempengaruhi. Namun, saat lagi memulai pembelajaran di
kelas RW menunjukkan sikap yang berbeda lebih bagus,
semua pembelajaran bisa diikuti dengan baik, Cuma saat di
luar aja dia mulai kembali dengan perilakunya, jadi main
semaunya. Kalau R bingung menilai faktornya apa karena
memang apa yang dilakukan dirumah dan disekolah sama,
Cuma kalau dirumah terkadang suka kabur, sedangkan
kalau di sekolah Alhamdulillah tidak pernah kabur, R kalau
dilihat ya normal seperti biasanya cuma ya itu terkendala
sama bicaranya, karena memang dari awal terkendala
bicaranya.”76
Dan terakhir dibarengi dengan diskusi bersama guru-guru
lainnya, sebagai berikut:
“iya, biasanya setiap setelah masuk kelas saya dan guru
lain selalu bercerita tentang kegiatan hari ini, teman-teman
dan kepala sekolah selalu kasih masukkan support,
pendapat-pendapat dan itu yang saya gunakan untuk
gimana sih caranya mengatasi anak ini. ya Alhamdulillah
semua kasih support semua kasih solusi.”77
c. Intensifikasi
Perolehan fakta-fakta tentang mereka akan membantu
guru memasuki wilayah akrab masing-masing. Itulah yang terjadi
pada tahap ini yaitu orang sering menganggap diri mereka “teman
dekat”. Sejalan dengan ini beberapa guru memberikan
pendapatnya, seperti bu SW yang menyatakan tentang kebiasaan
mereka karena sudah mengenal
“andaikata kebetulan kami datangnya terlambat justru
mereka yang akan menghampiri kami untuk bersalaman,
76
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 77
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
75
berarti anak-anak ini sudah memahami bahwa setiap
bertemu di awal kita selalu bersalaman”78
Kemudian, disampaikan juga oleh bu UC sebagai kepala
PAUD Cempaka, sebagai berikut :
“untuk 2 itu si R dan MR sudah kemajuan yah sampai pada
hubungan yang erat, untuk RW ini yang sulit yah, kalau R
sama MR kalau sudah sama bu ratna memang sudah nurut,
ibaratnya sudah tahu bahwa bu RS adalah guruku, dan
mereka kerap kali untuk bermanja manja dengan bu RS dan
udah tidak malu lagi termasuk untuk menunjukkan
keinginannya pasti mencari bu RS, RW juga seperti itu
cuma memang RW sifat memberontaknya masih ada
terus”79
Dan terakhir adalah bu RS sebagai guru kelasnya yang
memiliki hubungan lebih erat dengan mereka,
“sekarang sih kalau rayhan karena udah setahun sama
saya jadi udah ngga canggung, udah terbiasa. R nih baru
yang dekat banget dan udah merasa nyaman mungkin udah
selama 2 bulan ini. Dia tuh udah merasa nyaman, kalau
mau sesuatu selalu bilang meskipun kalau R kan dengan
bahasa isyarat, seperti mencolek untuk menunjukkan
keinginannya, dan sejauh ini dia tuh udah dekat banget
karena setiap ingin sesuatu selalu bilang ke saya. Kalau
RW, sejak dari awal juga dia mah sama siapa aja deket
yah, apalagi sekarang RW tuh, anaknya emang berani ngga
ada malu ngga ada apapun, dan saya merasanya emang
dekat aja sama RW, dalam pertemanan udah seperti
sahabat lah.”80
78
Wawancara dengan Bu SW pada tanggal 24 Oktober 2018. 79
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018. 80
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
76
d. Formalisasi
Tahap keempat adalah formalisasi yaitu masing masing
pihak berpartisipasi dalam membangun aturan hubungan,
termasuk pengembangan simbol kebersamaan dan karakteristik
pola percakapan yang disukai. Seperti dijelaskan bu RS :
“positifnya RW itu dia memahami apa yang saya
bicarakan, Cuma negatifnya setiap menunjukkan
ketidaksukaan selalu merusak barang barang, berteriak,
dan marah. Dia melempar-lempar hanya ke barang-
barang seperti balok dan puzzle. Kalau R baiknya saat
makan diem bagus bermain juga rapih Cuma yang masih
belum dapat saya pahami adalah keinginan dia untuk
pipis dan buang air besar sih itu aja,. Kalau MR sekarang
menurun, baiknya disaat makan dia bisa disiplin tapi
sekarang juga ikut-ikutan ngga mau berbaris ngga mau
berdoa yang tertib padahal tahun lalu dia udah bagus itu
aja sekarang negatifnya.”81
e. Redefine
Dalam menjalin suatu hubungan ada masanya mengalami
situasi dimana kedua belah pihak tidak sependapat. Tahap ini
dalam pergembangan hubungan disebut redefine yaitu tahap
untuk mengatur ulang beberapa aturan bersama dalam hubungan
sering muncul. Bu RS mengatakan pada kutipan wawancaranya:
“caranya saya pegang, saya tatap matanya dengan
berkata ‘RW itu tidak boleh, itu punya teman’ sebentar di
langsung marah tetapi akhirnya dia akan mengerti,
dengan kalimat “itu punya teman, itu punya ibu guru,
81
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018.
77
tidak boleh dirusak” itu aja. R, untuk buang air kecil dan
air besar yang masih belum dapat saya pahami,”82
Kemudian, bu UC yang kerap kali menangani mereka saat
melakukan pemberontakan, sebagai berikut :
“RW mendengar bahkan sampai memeluk dalam
berinteraksi dan harus ditegaskan aturan disiplin, begitu
juga R tetapi kalau MR saat ini tidak lagi mau
mendengar, seperti memberontak sih, tetapi bukan tidak
mau ikut aturan tetapi merasa bahwa ada teman lainnya
yang seperti itu”83
dan dilanjutkan dengan pernyataannya yang lain,
“tetapi namanya anak-anak adakalanya dia ikut
adakalanya dia tidak mau nah disisi itu kita mulai agak
tegas menerapkan disiplin,dan itu memang yang dia ikuti
loh, karena kalau tidak diterapkan disiplin mereka acuh
dengan santai-santai saja di luar kelas”84
82
Wawancara dengan Bu RS pada tanggal 24 Oktober 2018. 83
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018. 84
Wawancara dengan Bu UC pada tanggal 24 Oktober 2018.
78
79
BAB V
PEMBAHASAN
Berangkat dari temuan yang telah dipaparkan pada bab
IV, di bab V ini akan berisi pembahasan tentang Atribusi dalam
Pengembangan Hubungan dan Efektivitas Komunikasi
Antarpribadi Guru dengan Siswa ABK di PAUD Cempaka.
Atribusi menjadi titik awal untuk melangkah ke pembahasan
selanjutnya. Untuk itu, penulis memberikan pengantar tentang
atribusi guru dengan siswa ABK. Ini memberikan ruang kepada
guru-guru di PAUD Cempaka terutama adalah guru kelasnya
memberikan kesimpulan terhadap ketiga siswa. Mereka adalah
RW, R, dan MR.
Proses menyimpulkan ketiga siswa berkebutuhan khusus
dituangkan dalam beberapa faktor diantaranya :
1. Penyebab situasional (orang dipenga ruhi oleh lingkungan),
Faktor situasional lebih dipengaruhi oleh lingkungan. Baik
lingkungan di rumah yang dibawa ke sekolah atau berasal dari
lingkungan sekolah itu sendiri. Sesuai dengan pengamatan
penulis bahwa faktor lingkungan ini dapat dikenali saat mereka
datang ke sekolah. Salah satunya akan ditunjukkan dengan
dengan cara menangis di gerbang sekolah dengan memanggil
orang tuanya secara terus menerus.
2. Adanya pengaruh personal (ingin memengaruhi sesuatu
secara pribadi),
80
Pada tahap ini penulis mewakilkan dengan perilaku siswa
ABK yang menganggu. Mengganggu teman di kelas dan saat sesi
pijakan awal. Siswa yang bernama RW selalu mengganggu
temannya bahkan sampai membuatnya menangis.
3. Adanya usaha (mencoba melakukan sesuatu),
Berdasarkan penjelasan bu RS yang juga dibenarkan oleh
orang tuanya bahwa R sering kali kabur dari rumah menujukkan
bukti bahwa ia ingin mencoba sesuatu yang belum tahu baik atau
buruk. Lalu itu berimbas saat disekolah pada beberapa
kesempatan, R mencoba juga untuk kabur apabila pagar tidak
sengaja dibuka oleh guru. Namun, pada beberapa kesempatan lain
bu SW juga mengatakan bahwa R berusaha untuk mengerjakan
tugas dan juga percaya diri untuk bernyanyi di depan meskipun
suara yang dikeluarkan seperti mendengung.
4. Memiliki keinginan (ingin melakukan sesuatu) dan Rasa
memiliki (ingin memiliki sesuatu),
Bukan hanya itu, bahkan apa yang sedang dilakukan
temannya pun ia ingin melakukannya. Sebagai contoh saat KR
sedang memegang mic untuk bernyanyi, secara tiba-tiba RW
yang sedang berada di salah satu permainan berlari kemudian
berdiri disamping KR. RW tidak menunggu giliran, justru
mengambil mic yang dipegang untuk bernyanyi.
5. Kewajiban (perasaan harus melakukan sesuatu).
81
Pada tahap ini guru memahami kebiasaan mereka yang
dimulai sejak tiba di sekolah. Berdasarkan temuan bahwa RW
yang selalu mengganggu temannya, bermain sepuasnya, dan
mengucapkan salam sambil memeluk setiap kali bertemu guru.
Selanjutnya adalah, R yang selalu menyendiri dibawah pohon
saat tiba di sekolah dan perilaku lainnya adalah selalu melakukan
pesan yang disampaikan guru. Kemudian terakhir adalah MR
yang sering menangis apabila ingin memakan bekal yang ada di
tasnya dengan memanggil orang tuanya.
Dan dilengkapi dengan proses Fact Finding yaitu proses
mencari tahu karakter dan kebiasaan tentang mereka. Proses ini
melalui apa yang dilihat selama observasi dan bertanya kepada
orang tua mereka.
Dengan pengantar tentang atribusi guru dengan siswa
akan diuraikan kedalam dua pembahasan , diantaranya:
A. Atribusi dilakukan dalam mendukung komunikasi
antarpribadi guru dengan siswa ABK di PAUD
Cempaka
Proses atribusi yang berusaha menyimpulkan perilaku
siswa saat di sekolah akan dapat membantu guru dalam
pengembangan hubungannya. Sebab dengan mencari karakter
dan perilakunya dapat mengetahui tentang fakta mereka.
Kesimpulan itu guna mendukung pengembangan hubungan
yang dimulai pada tahap Inisiasi. Proses perkenalan dengan
hanya bertatap muka, saling berpandangan, mengucapkan salam,
dan menunjukkan ekspresi bahagia.
Kemudian, pada kesimpulan tentang RW, R, dan MR
proses dimana guru mencari tahu tentang fakta-fakta yang
82
dilihatnya selama di sekolah. Biasa disebut dengan tahap
eksplorasi. Tentunya dilakukan juga dengan bertanya kepada
orang tuanya. Seperti yang dilakukan oleh kepala sekolah sejak
awal pendaftaran mendapat penjelasan langsug dari orang tua
tentang mereka.
Tetapi, pada beberapa kesempatan bu RS juga sering
menanyakan secara berkala setiap kali mengantar ke sekolah
tentang perkembangannya apakah masih sama atau mulai ada
perubahan dari sebelumnya. Kemudian, dalam tahap eksplorasi
ini juga dilakukan dengan diskusi bersama guru-guru lainnya
setiap pulang sekolah. Dengan begitu, bu RS akan mendapatkan
masukan untuk lebih mendekatkan diri dengan mereka.
Intensifikasi adalah tahap selanjutnya dalam proses
pengembangan hubungan. Tahap dimana guru dan siswa mulai
pada hubungan yang semakin dekat. Dengan mengetahui fakta-
fakta tentang mereka, guru tentunya akan melakukan proses
komunikasi yang berbeda. Memberikan perhatian yang juga
berbeda. Karena mereka menunjukkan bahwa memang belum
memahami mana perbuatan baik dan buruk tetapi memiliki usaha
untuk melakukan sesuatu. Hanya bagaimana guru memberikan
pengertian tentang hal yang dilakukannya.
Hubungan yang dekat memberi kesempatan kepada guru
menjadi orang tuanya saat di sekolah. Sebab memang guru adalah
orang tua kedua bagi mereka. Menciptakan kedekatan antara guru
dan siswa memberi keleluasaan bagi bu RS menyampaikan
pesan-pesannya. Seperti yang dilakukan oleh MR, ia selalu
meminta bantuan kepada bu RS dan mencarinya setiap memiliki
keinginan. Karena memang MR sudah tahun kedua berada di
PAUD Cempaka. Sehingga hubungan yang terjalin sudah sejak
lama dan sudah saling memahami.
83
Sedangkan, R memang baru bergabung di PAUD
Cempaka sejak tahun ajaran 2018/2019. Tetapi bukan berarti
proses kedekatannya dengan bu RS berlangsung lama. Meskipun
hanya dengan bahasa isyarat, seperti mencolek, mendekati dan
kemudian tersenyum. Saat R menunjukkan tanda seperti itu, bu
RS sudah memahami dan meminta untuk ditunjukkan
keinginannya. Sebagai contoh saat sesi makan bersama, R
mengalami kesulitan membelah telur. Untuk itu, ia meminta
bantuan kepada bu RS dengan memanggilnya melalui berdehem
sambil menujukkan sendoknya ke arah telur. Kemudian Bu RS
sudah memahami bahwa R meminta bantuan membelah telurnya.
Satu kesamaan yang melekat pada R dan MR adalah setiap kali
bu RS dan guru lain datang, langsung mendekati dan bersalaman,
meskipun saat itu mereka sedang asik bermain.
Di sisi lain, berbeda dengan kedua temannya yang
membutuhkan waktu untuk sampai pada tahap intensifikasi, RW
justru sejak awal pertemuan sudah menunjukkannya. Bahkan,
tidak hanya kepada bu RS melainkan kepada beberapa guru
lainnya. Seperti selalu melakukan pelukan. Berlari memanggil
siapapun guru yang ia temui dengan membawa tas. Dan penulis
pernah mengikuti secara langsung proses mengenal kebun
singkong yang memiliki jarak cukup jauh untuk ditempuh anak-
anak dengan berjalan kaki. Saat berangkat tidak ada masalah,
tetapi ketika kembali ke sekolah di tengah perjalanan justru ia
mendekati penulis dan meminta untuk digendong. Ini
menandakan bahwa memang RW mudah untuk menunjukkan
keinginannya tanpa rasa malu terhadap siapapun yang dilihatnya
di sekolah.
Kemudian, formalisasi yaitu masing-masing pihak
berpartisipasi dalam membangun aturan hubungan. Partisipasi
84
antara guru, RW, R, dan MR berupa aturan-aturan yang harus
dijalankan di dalam hubungan mereka. Keaktifan dari masing-
masing pihak akan menjadi kebiasaan yang tertanam, baik bu RS,
RW, R, dan MR. Seperti aturan untuk saat bermain puzzle,
bermain balok, dan bermain di luar kelas.
MR, yang sudah sejak tahun lalu bersama bu RS akan
lebih senang berinteraksi dengan bu RS apabila sudah saatnya
bermain balok dan makan. Meskipun saat ini menunjukkan
kemunduran, setiap kali pada sesi bermain balok dan makan
langsung menunjukkan interaksinya.
Hal yang sangat disukai R adalah menggambar,
mewarnai, dan bernyanyi. Sehingga, perlakuan bu RS terhadap R
adalah dengan menyediakan buku gambar dan krayon ketika
proses penyampaian pesan dilangsungkan. Sebab, pada saat itulah
R akan mudah untuk diajak berbicara meskipun hanya
menunjukkan ekspresi wajah senyum, tertawa, mengangguk, atau
menggeleng, bahkan berusaha mengulang apa yang disampaikan
bu RS dalam bahasa yang belum jelas.
Terkahir adalah RW, partisipasi yang dilakukan adalah
bagaimana cara meminta maaf, bergiliran untuk bermain dengan
temannya, membiasakan untuk tidak merebut mainan temannya
dan dapat mengikuti gerakan sholat. Meskipun, sesaat setelah
meminta maaf dia akan mengganggu kembali. Biasanya hanya
bertahan berdiri tidak sampai 10 detik dalam gerakan sholat.
Pernah dalam satu ketika RW merebut mainan temannya secara
paksa dan membuatnya menangis. Bu RS mendatanginya
kemudian memeluk dilanjutkan menyampaikan bahwa “ini
mainan teman, bukan punya RW,” lalu meminta RW mengulang
kalimat itu dan meminta maaf. Pembiasaan ini terus menerus
ditekankan kepada RW.
85
Tahap selanjutnya adalah redefine yaitu tahap untuk
mengatur ulang beberapa aturan bersama dalam hubungan.
Redefine akan dilakukan saat RW, R, dan MR menunjukkan
perubahan dari aturan-aturan yang telah disepakati pada tahap
formalisasi. Sebab, seiring berjalannya waktu pada beberapa
kesempatan menampilkan ketidaksukaannya terhadap sesuatu.
Seperti MR, pada beberapa hari menunjukkan ketidaksukaan
terhadap sesuatu akan dilampiaskan dengan cara menangis.
Perubahan itu seperti menangis untuk meminta makanan kepada
orang tuanya saat belum waktunya makan. Kemudian bu RS
mengajaknya bermain balok. Disinilah peran bu RS, untuk
mengingatkan kembali aturan-aturan yang telah disepakati
bersama. Dan diselipkan dengan berbagai macam permainan di
dalam kelas. Untuk mengalihkan keinginannya makan.
Secara keseluruhan R memberikan perilaku yang positif
dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan bersama.
Namun, yang harus dikelola ulang dan pemahaman kembali
adalah pengenalan toilet dan meminta bantuan untuk membuang
air kecil dan besar. Sebab, ini yang masih sering dilakukan R,
yaitu buang air kecil dan besar tanpa memberi tanda.
Kemudian RW, salah satu anak yang sering kali mendapat
perulangan tentang aturan hubungan yang telah disepakati.
Sebab, setelah berjanji tidak sampai 10 detik akan lupa dan
akhirnya mengganggu temannya lagi. Maka perulangan sebagai
bentuk perhatian kepada RW yang dilakukan terus menerus
penting agar menjadi kebiasaan.
Tujuan dari adanya perulangan sebagai bentuk perhatian
kepada RW, R, dan MR adalah tetap menjaga keutuhan hubungan
yang baik antara guru dan siswa. Diharapkan tidak terjadi
86
perpecahan hubungan. Sehingga proses penyampaian pesan untuk
menjadi kebiasaan tetap mendapat perhatian dari mereka.
Proses atribusi dan pengembangan hubungan yang
dijalankan oleh guru terhadap siswa dilakukan dengan melibatkan
komunikasi dalam kelompok kecil dan sifatnya intim. Dengan
begitu, pelakunya lebih dari dua orang yang berlaku sesuai
dengan keinginan dari masing-masing siswa. Sehingga akan
timbul keakraban. Meskipun pada awalnya dilakukan secara
bersama-sama seperti membaca doa. Namun, setelah itu bu RS
memberi permainan dan diselipkan dengan melakukan
pendekatan terhadap mereka secara personal. Untuk mengajaknya
berbicara, menunjukkan perhatiannya, ikut bermain dengan
mereka.
Sebab, apabila dilakukan secara personal mereka akan
memberikan feedback terhadap pesan yang disampaikan oleh bu
RS. Baik itu hanya dengan senyum-senyum seperti yang
dilakukan oleh R. Hanya berkata “iya” kepada bu RS seperti yang
dilakukan MR. Dan RW yang mengulang kembali pesan dari bu
RS.
Berkomunikasi dengan mereka tidak melulu dengan
menatap wajahnya. Sebab, pada beberapa kesempatan, bu RS
justru ikut bermain dengan mereka. Memberi contoh gerakan
menari, bermain balok, membetulkan gerakan saat sholat
berjamaah menjadi proses komunikasi.
Selain itu, komunikasi dengan menggunakan kata-kata
juga dilakukan. Seperti yang penulis temui di lapangan bahwa
proses komunikasi yang berbasis pembiasaan tidak dilakukan
dengan kata-kata. Tetapi, dengan gerakan bersalaman kepada
guru saat tiba di sekolah dan pulang sekolah. Pembiasaan lainnya
yaitu memasukkan uang ke dalam kotak infaq setiap hari jum’at.
87
Kemudian mengangkat kedua tangan ketika hendak berdoa. Pada
kesempatan lain, mencontohkan mencuci tangan ketika hendak
makan. Sehingga akan muncul perubahan secara bertahap dengan
apa yang ia dengar dengan praktek langsung. Dengan begitu
mereka akan menjadi terbiasa dengan aturan-aturan yang
diterapkan di sekolah.
Terlihat bahwa saat bel berbunyi dan salah satu guru
berkata saatnya makan, mereka segera menuju tempat cuci
tangan. Mereka mencuci tangan dan kemudian berlari ke dalam
kelas mengambil bekal masing-masing. Proses penyampaian
pesan melalui berdoa dijalankan. Mereka ada yang melafalkan
kata-kata dengan jelas. Siswa lainnya hanya mengetahui nada
tanpa lafal yang jelas. Tetapi, kesamaan dari pembiasaan mereka
adalah mengangkat kedua tangan saat berdoa dan tidak membuka
bekal sebelum selesai berdoa. Ini menunjukkan bahwa pesan
tentang disiplin mematuhi aturan, etika berdoa sudah menjadi
kebiasaan mereka.
B. Atribusi dalam Efektivitas Komunikasi Antarpribadi
Guru dan Siswa ABK di PAUD Cempaka
Atribusi Guru terhadap Siswa ABK di PAUD Cempaka
mendukung Komunikasi yang efektif memiliki tiga unsur utama,
diantaranya komunikator, pesan, dan komunikan. Proses
komunikasi yang efektif adalah suatu keberhasilan. Maka, untuk
mencapai itu seorang komunikator haruslah dapat dipercaya dan
memiliki daya tarik. Sesuai dengan pengamatan, guru kelas yang
menjadi komunikator dalam proses komunikasi guru dan siswa
ini memiliki pengalaman, pengetahuan, dan kesabaran yang
menjadikannya dapat dipercaya. Dalam hal ini guru lebih
88
memilki kemampuan untuk melakukan perubahan kepada anak-
anak dengan segala persiapan-persiapannya. Dan ditemui bahwa
bu RS sebagai guru kelas selalu melakukan konsultasi dan
berdasarkan pengalaman serta kesabaran untuk membuat catatan-
catatan yang dituangkan sebuah rencana persiapan dengan segala
kondisi yang ditunjukkan oleh anak-anak. Proses Atribusi yang
dilakukan oleh bu RS kepada ketiga siswa berkebutuhan khusus
akan dikombinasikan berdasarkan pengalamannya.
Oleh karena itu, pada setiap awal ajaran baru selalu
diadakan observasi terhadap siswa-siswa. Observasi disini
mengamati karakter, kebiasaan, perilaku dan cara bicara mereka.
Nantinya hasil observasi tersebut akan di buat kesimpulan tentang
masing-masing anak. Kemudian dikombinasikan dengan
pengakuan orang tua tentang anaknya pada awal pendaftaran.
Tetapi, untuk mendukung kepercayaannya, bu R sebagai
komunikator juga mempersiapkan diri dengan berbagai rencana-
rencana yang dibuat atas masukan-masukan dari guru lain.
Persiapan yang merujuk pada kesimpulan tentang RW, R, dan
MR sangat penting adanya. Sebab, bu RS sendiri mengakui
bahwa situasi dan kondisi mereka setiap harinya tidak akan sama.
Maka, bu RS sebagai komunikator mempersiapkan beberapa
rencana cadangan apabila stimulus pada rencana utama sulit
untuk dilaksanakan. Dan terakhir, bu RS mengatakan bahwa
kesabaran adalah kunci utama menghadapi mereka. Itu juga
dikuatkan oleh bu UC sebagai kepala PAUD Cempaka mengenai
penunjukkan bu RS, karena memang pengalaman, perasaan yang
89
halus, dan kesabaran menjadikan beliau layak menjadi guru kelas
dari RW, R, dan MR.
Selain persiapan pada sisi komunikator, juga pesan yang
hendak disampaikan haruslah dapat memperoleh perhatian
mereka. Pesan yang ingin disampaikan harus mampu
memberikan perhatian lebih bagi lawan bicara dan memberikan
efek perubahan. Maka penyajian pesan dengan memilih kata-
kata yang sesuai dengan pemahaman anak-anak. Pesan harus
dirancang dan disampaikan menarik perhatian komunikan. Pesan
menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang
sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama
mengerti. Pesan membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan
dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan
tersebut. Guru dalam hal ini memberikan pemahaman tentang
kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka. Pesan menyarankan suatu
jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi
kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan
untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Jadi, seorang
guru harus mampu memberikan pesan kepada siswa berupa
pemahaman tentang sesuatu yang baru saja dilakukan untuk
kebaikannya kedepan.
Kemudian, terkahir adalah komunikannya sendiri. RW, R,
dan MR adalah komunikan. Perhatian, mau mendengarkan,
menanggapi pesan komunikator adalah keberhasilan komunikasi
yang efektif. Namun, pada kenyataannya mereka berdasar pada
atribusinya sulit memberikan perhatian saat guru menyampaikan
pesannya di kelas. Mereka akan memiliki kesibukan masing-
90
masing. Kolaborasi antara atribusi tentang mereka dan
pengalaman komunikator mempersiapkan pesan untuk
disampaikan haruslah melihat kondisi yang sedang ditampakkan
oleh mereka saat itu. Dengan kata lain komunikator menciptakan
kondisi sesuai atribusi tentang mereka agar komunikan dapat
mengikuti, mendengarkan, memahami, bahkan menghayati secara
seksama apa yang disampaikan oleh komunikator. Karena jika
komunikannya tidak memperhatikan berarti komunikasi tidak
akan efektif.
Oleh karena itu, guru bekerja keras untuk mendapatkan
perhatian dari mereka. Sebab, proses komunikasi dengan mereka
dilakukan satu persatu. Berdasarkan pengamatan penulis
melakukan usaha untuk menghabiskan tenaga, atau dengan
memberikan beberapa alat permainan edukatif sesuai yang
mereka sukai kerap dilakukan oleh bu RS sebelum memulai
penyampaian pesan berlangsung. Tujuannya, agar guru
memperoleh perhatian dari mereka dan pesan tersampaikan
secara efektif.
Dengan harapan yang tertuang dalam komunikasi
antarpribadi adalah mampu memberikan efek perubahan dari si
komunikan. Proses berkomunikasi dengan atribusi terhadap
mereka berkesinambungan untuk mempersiapkan rencana-
rencana penyampaian pesan sesuai dengan kondisi yang
ditampakkan saat itu agar menjadi efektif.
91
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan temuan dan pembahasan yang tertuang pada
bab IV dan V, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa :
1. Atribusi Guru terhadap siswa ABK di PAUD Cempaka
memengaruhi pengembangan Hubungan dalam Komunikasi
Antarpribadi. Hal ini dibuktikan dengan melihat beberapa faktor,
diantaranya :
a. Dengan mengadakan komunikasi yang dilakukan paling
sedikit dua orang agar memperoleh umpan balik atau
feedback.
b. karena Penyebab situasional (orang dipengaruhi oleh
lingkungan), dimana ini menjadi awal seorang guru
membuat kesimpulan. Tujuannya mudah mengenali ketika
sampai disekolah melalui ekspresi wajah dan perilaku yang
ditampakkan.
c. Kemudian, proses dilakukan saat siswa mempengaruhi
temannya dengan kelebihan yang dimiliki. Yaitu sesuai
dengan yang dijelaskan oleh Heider adalah adanya
pengaruh personal (ingin memengaruhi sesuatu secara
pribadi).
d. Gangguan yang dilakukan oleh siswa terhadap temannya
karena adanya rasa Memiliki keinginan (ingin melakukan
sesuatu), dan Rasa memiliki (ingin memiliki sesuatu) yang
tidak dilakukannya saat berada dirumah.
92
e. Kemudian Adanya usaha (mencoba melakukan sesuatu).
Yaitu usaha untuk mencoba hal-hal baru yang belum
pernah dilakukan, terlepas dari baik atau buruk hasilnya.
f. Dan terakhir Kewajiban (perasaan harus melakukan
sesuatu ) seperti saat disekolah harus terus melakukan
sesuatu tentang disiplin.
g. Kemudian akan mempengaruhi pengembangan hubungan
yang dilakukan oleh guru terhadap siswa. Dengan Inisiasi
yaitu guru melakukan proses perkenalan dengan siswa saat
pertama kali bertemu.
h. Kemudian guru mengeksplorasi tentang siswa dengan
banyak mengamati yang dihasilkan melalui atribusi,
dikuatkan oleh jawaban orang tua dan hasil diskusi dengan
guru lainnya.
i. Sehingga akan muncul Intensifikasi atau kedekatan antara
guru dan siswa. Agar mereka dapat berpartisipasi satu
sama lain (formalisasi). Dan apabila terjadi perubahan
sikap dalam hubungan akan dilakukan redefine, yaitu
perulangan kembali aturan-aturan yang telah disepakati.
2. Atribusi Guru terhadap Siswa ABK di PAUD Cempaka
mendukung Komunikasi Antarpribadi yang efektif.
Peryataan ini dapat dijelaskan melalui, sebagai berikut :
a. Guru memanfaatkan data kesimpulan yang telah
ditemukan saat tahap Observasi, Inisiasi, eksplorasi
dan Fact Finding
93
b. Adanya peran penting dari komunikator yang
memiliki persiapan berkomunikasi, cara
berkomunikasi yang sesuai dengan karakter mereka
dan selalu melakukan evaluasi. Kualitas pesan yang
mudah diterima oleh mereka juga ikut memiliki peran
penting. Dan peran komunikan saat itu juga
menentukan karena guru akan berkomunikasi sesuai
suasana hati mereka.
c. Komunikator harus mampu menciptakan kondisi
sesuai atribusi dan hasil dari Fact Finding tentang
mereka agar saat proses berkomunikasi komunikan
dapat mengikuti, mendengarkan, memahami, bahkan
menghayati secara seksama apa yang disampaikan
oleh komunikator.
d. Dan proses komunikasi sesuai dengan rencana-
rencana penyampaian pesan berdasarkan karakter dan
kebiasaan mereka.
B. Implikasi
Perilaku yang ditampakkan oleh anak berkebutuhan
khusus memang beragam setiap harinya. Seperti yang telah
terjadi di PAUD Cempaka. Seorang guru memiliki peran
mengendalikan perilaku tersebut ke arah yang telah disiapkan
untuk memperoleh tujuan membentuk karakter dan
perkembangan secara sosial emosional.
Langkah pertama yang dilakukan oleh seorang guru
adalah membuat kesimpulan dari mereka. Membuat kesimpulan
94
dengan dengan atribusi, inisiasi, intensifikasi, dan Fact Finding
dilakukan secara bersamaan. Langkah ini penting dilakukan
untuk membantu guru memiliki beberapa perencanaan sebekum
memulai komunikasi dengan siswa ABK. Rencana pun tidak
hanya satu dua saja. Melainkan, memiliki beberapa kemungkinan
yang akan muncul dari seorang anak berkebutuhan khusus.
Sehingga guru akan mendapatkan perhatian lebih saat melakukan
proses komunikasi antarpribadi. Inilah langkah berikutnya yaitu
seorang guru sebagai komunikator memiliki data dan fakta
tentang anak-anak selain hasil kesimpulannya sendiri.
Langkah akhir yang akan diperoleh adalah terciptanya
hubungan yang erat dan komunikasi antarpribadi yang efektif.
Terciptanya hubungan yang erat akan menguntungkan seorang
guru mengontrol setiap kali melakukan proses komunikasi
dengan mereka. Dan pesan yang disampaikan guru akan
mendapat perhartian mereka, sehingga menjadi lebih efektif
sesuai dengan sasaran.
C. Saran
1. Pemenuhan akan kualifikasi seorang guru untuk
pengetahuannya tentang proses berkomunikasi dengan
siswa pada umumnya, dan siswa berkebutuhan khusus
sangat penting. Sebab, dalam berkomunikasi selain pesan
dan komunikan yang memberikan perhatian kepada
komunikator dengan mendengarkan, memahami, dan
mengikuti akan begantung dari komunikator mengatur
alur komunikasinya. Oleh karena itu, meskipun sudah
95
memiliki guru yang berharga yaitu pengalaman
menghadapi siswa bertahun-tahun dan kesabaran yang
sudah teruji, akan lebih baik lagi apabila dilengkapi
dengan kualifikasinya. Sehingga akan lebih efektif lagi
mempersiapkan proses penyampaian pesannya dengan
melihat dari tingkah laku yang ditampakkan siswa. Dan
mampu mendekatkan emosional siswa melalui
komunikasi yang sifatnya menjurus pada keintiman atau
keakraban.
2. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan
sebuah referensi bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
Cempaka pada khususnya yang menjadi tempat penelitian
berlangsung. Dan secara umum kepada lembaga PAUD
se-kecamatan Gunung Sindur untuk menangangi siswa-
siswa yang memiliki kebutuhan khusus.
96
97
DAFTAR PUSTAKA
Budyatna, Muhammad M. D. Prof. Dr. (1994). Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Budyatna, Muhammad M. D. Prof. Dr. (2011). Teori Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Effendy, O. U. (1992). Dinamika Komunikasi . Bandung : Pt
Remaja Rosdakarya.
Effendy, O. U. (2001). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya .
Fajar, M. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori & Praktek .
Yogyakarta: Graha Ilmu .
H.A.W, W. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta:
PT Rhineka Cipta.
Hindayani Rini dkk, Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus :
PAUD4208/Modul 5, (Universitas Terbuka,) hlm. 5.2-5.3.
Lexy, J. M. (2004). Meetode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Liliweri, DR. Alo M. (1997). Komunikasi Antarpribadi.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Modul belajar dari Direktorat Pembinaan Guru dan Tenaga
Kependidikan PAUD dan DIKMAS 2016, BAB. III.
Muis, A. (2001). Komunikasi Islam . Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republic
Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum
2013 Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan
98
Dan Kebudayaan Tahun 2017. Hlm. 8-9.
Patilima, H. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Rohim, S. (2009). Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, dan
Aplikasi . Jakarta: PT Rineka Cipta .
Widjaya, H. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Jurnal Penelitian :
Pamela Hodges Kulinna, Teachers’ Attributions and Strategies
for Student Misbehavior, Jurnal Interaksi Kelas , ISSN
0749-4025. © 2007-2008, Vol 42.2, halaman 21-30
Dr. Jerald Schutte Ai-Ju Ella Wu Fall, Teacher Expectation and
Student Performance Soc 545 Social Psychology, 2005
99
LAMPIRAN
100
Lampiran Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara Atribusi dalam Pengembangan
Hubungan dan Efektifitas Komunikasi Antarpribadi Guru dengan
Siswa ABK di PAUD Cempaka, kepada :
1. Bu Usmawaty Chadijah
2. Bu Sri Wahyuni
3. Bu Ratna Sari
Didalam pedoman ini, penulis membaginya kedalam
beberapa kelompok pertanyaan, diantaranya:
A. Pertanyaan Umum
1. Penelitian ini seputar atribusi guru terhadap siswa abk
untuk pengembangan hubungan dalam komunikasi
antarpribadi. Untuk siswa abk sendiri disini ada berapa
bu?
2. Kenapa kok ibu menerima siswa abk? Apakah di tahun-
tahun sebelumnya biasa menerima abk atau memang
membuka kelas abk?
3. Kalau bisa dijelaskan mereka termasuk dalam kategori
yang mana didalam penyebutan abk?
4. Lalu mereka disini ditempatkan pada kelas khusus atau
bareng dengan teman-temannya yang lain?
5. Lalu, dengan dimasukan pada satu tempat yang sama
apakah mempeng aruhi perkembangannya?
6. Biasanya ada untuk siswa abk terdapat pendamping
apakah mereka memiliki pendamping? Kenapa? Siapa?
7. Mereka menganggu tidak bu terhadap teman-teman yang
lain?
101
B. Pertanyaan untuk Atribusi
8. Kalau abk itu adakah sikap atau perilaku spesial yang
ditunjukkan? Apa saja bu bisa dijelaskan?
9. Sebenarnya dari perilaku spesial tadi adakah faktor
penyebab dari sikap yang mereka tunjukkan di sekolah
dengan teman dan gurunya? Seperti apa contohnya bu
bisa dijelaskan?
10. Lalu bagaimana ibu menyikapi sikap dan perilaku yang
ditunjukkan oleh mereka?
11. Nah kemudian, bagaimanakah perkembangan mereka saat
menjalankan tugas sejak awal bertemu hingga sekarang?
Sudah tanggung jawab kah atau masih berubah-ubah?
C. Pertanyaan untuk Komunikasi Antarpribadi yang
Efektif
12. Apakah ibu melakukan komunikasi dengan mereka?
Secara bersama-sama atau satu persatu?
13. Bagaimana komunikasi itu berlangsung? Seperti pesan
yang disampaikan, media yang digunakan, tujuannya,
jumlah pelaku komunikasi,
14. Masuk kepada tahap memulai komunikasi, ibu memiliki
peran vital disini, apakah sajakah persiapan-persiapan
sebelum memulai komunikasi?
15. Lalu apakah saat memberikan stimulasi melalui
komunikasi ibu melihat kondisi mereka atau memaksakan
dengan segala kondisi?
16. Ibu melakukan komunikasi ke mereka pastinya setiap hari
ya, lalu apakah dengan cara yang sama atau berbeda?
102
17. Kemudian, respon yang ditunjukkan oleh mereka seperti
apa bu? Sama atau berbeda?
18. Kalau setiap harinya untuk setiap guru apakah dibekali
dengan bagaimana untuk berkomunikasi terhadap abk?
19. Lalu kalau dengan merujuk pada persiapan melakukan
komunikasi, sudah efektifkah komunikasi yang dilakukan
oleh ibu terhadap abk? Contohnya bagaimana bu tolong
dijelaskan.
D. Pertanyaan tentang Hubungan
20. Komunikasi berlangsung di PAUD, bagaimana hubungan
antara guru dan abk selama di sekolah sejak awal bertemu
hingga saat ini?
20a. seperti halnya pertemuan pertama kali sikap yang
mereka tunjukkan saat pertama bertemu gimana bu?
20b. karena ini anak PAUD terkhusus ABK bagaimana
ibu menanggapi tentang mereka? Ya seperti karakternya,
20c. kemudian adakah satu hal yang menjadi ciri khas dari
ibu dan mereka?
20d. pernah ngga bu saat sedang berlangsung komunikasi
atau pemberian stimulus mereka berontak seperti
menunjukkan ketidaksukaan?
20e. lalu saat menunjukan hal seperti itu, bagaimana ibu
menanggapi guna tetap menjaga hubungan yang baik
dengan mereka?
103
Surat Bimbingan Skripsi
104
Lampiran Dokumentasi
a. Bu Ratna sedang menemani Raymond bermain
b. Rafka sedang berinteraksi dengan temannya
105
Recommended