View
235
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KERACUNAN DAN GIGITAN BINATANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Salah satunya adalah gigitan binatang yang menyebab infeksi yang menyerang susunan saraf
pusat (rabies). Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan seperti gigitan anjing,
kucing dan monyet maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan
informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan binatang tersebut.
B. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada keracunan dan gigitan seranggga
2. Untuk mengetahui penyebab keracunan dan gigitan seranggga
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan dan gigitan seranggga
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN KERACUNAN
A. PENGERTIAN
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia
yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke
dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan
lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada
tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam
jangka panjang.
B. ETIOLOGI
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida (
organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor
), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin,
benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga,
gigitan ular berbisa , anjing dll
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus cereus,
Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur amnita, jamur
psilosibin, oleander, kecubung dll
C. PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan
tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga
terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan
sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat
dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada
depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena
adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat
syok,asidemia,dan hipoksia
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
3. Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5. Bingung.
6. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
7. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak berkeringat, bintik merah
kecil di kulit dan membran mukosa
E. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Emergenci
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan
tidak adekuat.
Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab
keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian
sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal
lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada
penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4
jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang
dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon
untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4. Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat
penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-gejala atropinisasi
( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12
jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat
menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering
fatal.
F. KOMPLIKASI
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas
e. Syok
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
b. Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus berat) ,aritmia jantung,pucat,
sianosis,keringat banyak.
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus menurun,kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
d. Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil mengecil,kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi
kehilangan memori,penurunan tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
f. Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif
h. Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan berulang Contoh :
Keracunan kokain dan amfetamin serta derivatnya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada mioakrd
c. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
d. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif
3. INTERVENSI
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
Tujuan : Mempertahankan pola napas tetap efektif
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan tindakan selanjutnya
Berikan O2 sesuai anjuran dokter
Rasional : Terapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung
Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen(ventilator) dan lakukan suction.
Rasional : Ventilator bisa membantu memperbaiki depresi jalan napas
Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan keperawatan individual
Rasional : Kenyamanan fisik akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan mengurangi
kecemasan,istirahat mengurangi komsumsi oksigen miokard
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada mioakrd
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :
Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi
Kaji daerah ekstremitas dingin,lembab,dan sianosis
Rasional : Ekstremitas yang dingin,sianosis menunjukan penurunan perfusi jaringan
Berikan kenyamanan dan istirahat
Rasional : Kenyamanan fisik memperbaiki kesejahteraan pasien istirahat mengurangi komsumsi
oksigen
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum
Rasional : Obat antidot (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan racun.
c. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat
kesadaran klien (komposmentis)
Intervensi :
Monitor vital sign tiap 15 menit
Rasional : bila ada perubahan yang bermakna merupakan indikasi penurunan kesadaran
Catat tingkat kesadaran pasien
Rasional : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya pembuluh darah
Rasional : Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan
paru.
Monitor adanya perubahan tingkat kesadaran
Rasional : Tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, meliputi resusitasi :
Airway, breathing, sirkulasi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti dotum
Rasional : Anti dotum (penawar racun) dapat membantu mengakumulasi penumpukan racun
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN GIGITAN BINATANG
A. PENGERTIAN
Gigitan binatang adalah gigitan atau serangan yang di akibatkan oleh gigitan hewan
seperti anjing, kucing, monyet,dll. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada
manusia dan mamalia yang berakibat fatal yang salah satunya disebabkan oleh gigitan binatang
seperti anjing, monyet dan kucing.
B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada gigitan binatang
atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Nama
lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut
(Jerman), atau di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.
Adapun penyebab dari rabies adalah :
• Virus rabies.
• Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
• Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
C. PATOFISIOLOGI
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan
lainnya atau manusia melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan
masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka
berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui
saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar
ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi
mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi
kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.Kejang otot
tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini.
Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia (takut air).
Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk pada otot-otot
pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya
sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu:
• Gejala prodromal non spesifik
• Ensefalitis akut
• Disfungsi batang otak
• Koma dan kematian
STADIUM LAMANYA (% KASUS) MANIFESTASI KLINIS
• Inkubasi < 30 hari (25%) 30-90 hari (50%) 90 hari-1 tahun (20%) >1 tahun (5%) Tidak ada
• Prodromal 2-10 hari Parestesia, nyeri pada luka gigitan, demam, malaise, anoreksia, mual dan
muntah, nyeri kepala, letargi, agitasi, ansietas, depresi, neurologik akut
• Furious (80%)
• Paralitik
• Koma (0-14 hari)
Halusinasi, bingung, delirium, tingkah laku aneh, takut, agitasi, menggigit, hidropobia,
hipersaliva, disfagia, avasia, hiperaktif, spasme faring, aerofobia, hiperfentilasi, hipoksia, kejang,
disfungsi saraf otonom, sindroma abnormalitas ADH.
E. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Pengobatan
1. Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang
menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan
pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-
hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah,
dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja
terinfeksi rabies.
2. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin.
Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun.
Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan
vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya
disuntikkan di tempat gigitan.
3. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat
digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat
suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang
mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
4. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang,
tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).
5. Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan
penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan
total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang
penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap
gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies
tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
b. Pencegahan
Ada dua cara pencegahan rabies yaitu:
1. Penanganan Luka
Untuk mencegah infeksi virus rabies pada penderita yang terpapar dengan virus rabies melalui
kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies harus dilakukan perawatan luka
yang adekuat dan pemberian vaksin anti rabies dan imunoglobulin. Vaksinasi rabies perlu pula
dilakukan terhadap individu yang beresiko tinggi tertular rabies.
2. Vaksinasi
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera
setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang
orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:
Dokter hewan Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi
Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak
ditemukan
Para penjelajah gua kelelawar
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga
orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster
vaksinasi setiap 2 tahun.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah
dalam otak.
5. Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin GDA
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat
dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 –)
H. KOMPLIKASI
1. Hiperaktif
2. Hidrofobia
3. Kejang fokal
4. Gejala neurologi local
5. Edema serebri
6. Aerofobia
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Status Pernafasan
• Peningkatan tingkat pernapasan
• Takikardi
• Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
• Menggigil
b. Status Nutrisi
• kesulitan dalam menelan makanan
• berapa berat badan pasien
• mual dan muntah
• porsi makanan dihabiskan
• status gizi
c. Status Neurosensori
• Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
• Kejang
• Kelemahan
e. Integritas Ego
• Klien merasa cemas
• Klien kurang paham tentang penyakitnya
Pengkajian Fisik Neurologik :
a. Tanda – tanda vital:
• Suhu
• Pernapasan
• Denyut jantung
• Tekanan darah
• Tekanan nadi
b. Hasil pemeriksaan kepala Fontanel :
• menonjol, rata, cekung
• Bentuk Umum Kepala
c. Reaksi Pupil
• Ukuran
• Reaksi terhadap cahaya
• Kesamaan respon
d. Tingkat kesadaran Kewaspadaan :
• respon terhadap panggilan
• Iritabilitas
• Letargi dan rasa mengantuk
• Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Afek
• Alam perasaan
• Labilitas
f. Aktivitas kejang
• Jenis
• Lamanya
g. Fungsi sensoris
• Reaksi terhadap nyeri
• Reaksi terhadap suhu
h. Refleks
• Refleks tendo superficial
• Reflek patologi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
c. Demam berhubungan dengan viremia
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
3. INTERVENSI
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien bernafas tanpa ada
gangguan
Intervensi :
Obsevasi tanda-tanda vital pasien terutama respirasi.
R/: Tanda vital merupakan acuan untuk melihat kondisi pasien.
Beri pasien alat bantu pernafasan seperti O2
R/: O2 membantu pasien dalam bernafas.
Beri posisi yang nyaman.
R/: Posisi yang nyaman akan membantu pasien dalam bernafas.
b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi :
Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
R/: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
R/: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien
Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
R/: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan.
Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/: Untuk menghindari mual.
Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
R/: Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Kaloborasi pemberian obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
R/: Antiemetik membantu pasien mengurangi mual dan muntah dan diharapkan nutrisi pasien
meningkat.
Ukur berat badan pasien setiap minggu.
R/: Untuk mengetahui status gizi pasien
c. Demam berhubungan dengan viremia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan demam pasien teratasi
Intervensi :
Kaji saat timbulnya demam
R/: Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
R/: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Berikan kompres hangat
R/: Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan dan mempercepat Penurunan suhu
badan.
Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
R/: Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi tentang penyakit.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kecemasan keluarga pasien
menurun/hilang
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan keluarga.
R/: Untuk mengetahui tingkat cemas dan mengambil cara apa yang akan digunakan.
Jelaskan kepada keluarga tentang penyakit dan kondisi pasien.
R/: Informasi yang benar tentang kondisi pasien akan mengurangi kecemasan keluarga.
Berikan dukungan dan support kepada keluarga pasien.
R/: Dengan dukungan dan support,akan mengurangi rasa cemas keluarga pasien.
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami cedera
Intervensi :
Identifikasi dan hindari faktor pencetus
R/: Penemuan factor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran virus.
Tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman.
R/: Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau ransangan yang dapat
menimbulkan kejang.
Anjurkan klien istirahat
R/: Efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolism.
Lindungi klien pada saat kejang dengan :
• longgarakan pakaian
• posisi miring ke satu sisi
• jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
• kencangkan pengaman tempat tidur
• lakukan suction bila banyak secret
R/: Tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.
Catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi
dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
R/: Dokumentasi untuk pedoman dalam tindakan berikutnya,
Sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-
benar pulih dari kejang.
R/: Tanda-tanda vital indicator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum
pasien.
Observasi efek samping dan keefektifan obat.
R/: Efeksamping dan efektifnya obat diperlukan motitorng untuk tindakan lanjut.
Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung.
R/: Komplikasi kejang dapat terjadi depresi pernapasan dan kelainan irama jantung.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke
dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu penyebab keracunan
adalah gigitan binatang. Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia
dan mamalia yang berakibat fatal yang salah satunya disebabkan oleh gigitan binatang seperti
anjing, monyet dan kucing.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang
menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek
dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat
menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot
tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.
B. SARAN
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat memahami
tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan dan Gigitan
Binatang.
DAFTAR PUSTAKA
Noer Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Marilyn E. Doenges .1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerjemah Kariasa I Made.
EGC: Jakarta
http://lukmanfebriantonurse.blogspot.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_3229.html
Recommended