View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Konsumen dan Pelaku Usaha Harus Setara
Edisi I 2011
100%INDONESIA100%INDONESIA
RRencana perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah digulirkan sejak tahun 2005. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ketika itu sudah menyusun naskah akademiknya. Naskah akademik tersebut
telah masuk ke Prolegnas DPR 2011 – 2014 melalui Kementerian Perdagangan.Pokok-pokok substansi UUPK yang akan diamandemen antara lain mencakup judul
Undang-undang; sistematika Undang-undang; jenis tanggungjawab pelaku usaha; penyelesaian sengketa konsumen; dan kelembagaan.
Kendati demikian pada tahun 2010 lalu dilakukan kembali kajian terhadap naskah akademik itu untuk menyesuaikan dengan perkembangan mutakhir dalam bidang perlindungan konsumen. Revisi terhadap naskah akademik yang pernah diajukan ke DPR melalui pemerintah, rencananya selesai pada bulan Juli 2011. Proses selanjutnya akan sangat tergantung pada prioritas pembahasan rancangan undang-undang dalam Prolegnas yang ditetapkan oleh DPR.
Mengenai Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang selama ini didesain sebagai garda terdepan dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha, peranannya selama ini dinilai belum optimal. Hal itu terutama disebabkan oleh ketidakpastian sumber pembiayaan kegiatan BPSK, baik untuk gaji maupun non gaji. Sebab, pengaturan BPSK di dalam UU No. 8 tahun 1999 tidak jelas. Selain itu, kapasitas anggota BPSK pun masih perlu ditingkatkan melalui berbagai pelatihan.
Di dalam UU No. 8 tahun 1999, BPKN juga hanya diposisikan sebagai badan pemberi pertimbangan kepada presiden tentang kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia. Dengan posisi seperti itu, efektivitas pertimbangan dari BPKN akan sangat tergantung pada penerima pertimbangan, apakah akan diimplementasikan atau dikesampingkan.
Sekalipun sudah banyak pertimbangan yang disampaikan oleh BPKN dalam berbagai bidang kepada presiden melalui menteri atau pejabat terkait, namun masyarakat memandang BPKN belum menunjukkan peran yang aktif seperti dilakukan oleh banyak lembaga perlindungan konsumen di negara lain.
Posisi BPKN di dalam UUPK hasil amandemen harus direposisi, tidak hanya sebagai pemberi pertimbangan kepada presiden tentang kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, melainkan sebagai Badan Koordinasi Perlindungan Konsumen yang langsung diketuai oleh Presiden. u
Polemik mengenai hasil penelitian yang dilakukan peneliti dari Institut Pertani-an Bogor (IPB) tentang adanya susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter sakaza-kii, masih terus bergulir di masyarakat.
Mengingat polemik ini bisa menimbul-kan misinformasi di masyarakat, khususnya konsumen susu formula, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto beberapa waktu lalu menemui Badan Per-lindungan Konsumen (BPKN) dan meminta lembaga ini mengklarifikasikan masalah susu formula mengandung bakteri tersebut.
Kementerian Perdagangan telah menetap-kan seluruh produk pangan impor asal Jepang yang dikapalkan setelah peristiwa gempa bumi dan tsunami dan terbukti terkontaminasi radio aktif melampaui ambang batas toleransi yang ditetapkan harus direekspor ke negara asal.
Salah satu yang diusulkan Marius Widjajarta adalah dijadikannya obat sebagai salah satu bahan pokok. Sebab, obat sama pentingnya dengan sembilan kebutuhan pokok lainnya. Harga obat tidak bisa dilepas pada pasar, jika tidak akan lepas kendali.
Amandemen UUPK
Kasus Susu Formula Mengandung
Enterobacter sakazakii
Pangan Impor yang Terkontaminasi Radio Aktif Harus Direekspor
APril 2011 | 1
2 | APril 2011
DAFTAR ISI
SEJAK awal berdirinya negara tercinta Republik Indonesia, para pendiri Republik ini sudah merumuskan konsep perlindungan bagi rakyat Indonesia termasuk juga di dalamnya perlindungan atas hak-hak masyarakat konsumen. Konsep perlindungan terhadap rakyat Indonesia itu mengacu kepada Dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana pembangunan nasional, termasuk pembangunan hukum, melekat di dalamnya upaya yang bertujuan memberikan perlindungan bagi rakyat Indonesia.
Kendati demikian, produk hukum mengenai perlindungan konsumen dalam bentuk perundang-undangan di tanah air baru muncul pada tahun 1999 dengan disahkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan UU No. 8/1999 itu, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan Konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Di dalam UU No. 8/1999 itu disebutkan bahwa pemerintah berkewajiban melakukan upaya pendidikan serta pembinaan kepada konsumen. Hal itu dilakukan terutama mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran sebagian besar masyarakat akan hak-haknya sebagai konsumen.
Dengan cara itu diharapkan tumbuh pula kesadaran pelaku usaha dalam menjalankan prinsip-prinsip ekonomi dengan tetap menjunjung tinggi hal-hal yang patut menjadi hak konsumen. Karena itu, perlindungan konsumen itu tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku bisnis.
Perlindungan konsumen justru ditujukan untuk membangun iklim usaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang/jasa yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan perlakuan khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah di tanah air.
Untuk mengembangkan perlindungan konsumen seperti diamanatkan UU No. 8/1999 dan Peraturan Pemerintah No. 57/2001 maka dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Fungsi BPKN adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Adapun tugas BPKN adalah memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen; melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen; melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen; mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen; menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; serta melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BPKN tersebut Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN mulai semester II tahun 2010 ini menerbitkan Buletin BPKN sebagai sarana untuk menyebarluaskan informasi sekaligus untuk melakukan edukasi serta menggalang komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan di bidang perlindungan konsumen.
Pada edisi perdana Buletin BPKN ini kami, Tim Redaksi Buletin BPKN, sengaja menampilkan sejumlah isu terkini dan teraktual terkait perlindungan konsumen di tanah air, termasuk diantaranya kasus ledakan gas LPG, berbagai saran dan rekomendasi BPKN kepada pemerintah, bedah kasus layanan rumah sakit, jasa tiketing penerbangan, kasus kartu kredit, kasus nasabah Bank IFI dan lain-lain. Yang juga tidak kalah menariknya adalah wawancara khusus kami dengan Ketua BPKN Suarhatini Hadad yang kami sajikan di rubrik Opini.
Kami sangat mengharapkan berbagai informasi seputar perlindungan konsumen yang kami sajikan di Buletin BPKN ini bermanfaat sekaligus dapat menambah wawasan bagi para pembaca yang budiman. Saran dan kritik yang membangun tetap kami harapkan demi kemajuan perlindungan konsumen di tanah air. Terima kasih. Salam Tim Redaksi.
Pengantar Redaksi
JULI 20102
20 Anggota BPKN Periode II DilantikHALAMAN 3
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang HALAMAN 4
Konsumen Kartu Kredit Butuh Perlindungan HALAMAN 6
Penerapan PPOB Merugikan KonsumenHALAMAN 8
Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen HALAMAN 9
Kasus Bank IFI dan Nasabah HALAMAN 11
Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Harus Adil dan Proporsional
LPKSM Bukan untuk Memeras Pelaku Usaha
HALAMAN 12
HALAMAN 13
Ayo Menjadi Konsumen Anak Cerdas....! HALAMAN 14
Ruang Gerak BPKN Masih ”Dibatasi” UU No. 8 Tahun 1999 HALAMAN 15
SUSUNANREDAKSI
PEMBINA/PELINDUNG :Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
PENANGGUNG JAWAB REDAKSI :Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN
PENERBIT :BPKN, Gedung I Departemen Perdagangan RI Lt. 11,
Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110,Telp. (021) 34833819, Fax. (021) 3848662
Website: www.bpkn.go.id
Dalam rangka menjalankan tugasnya sesuai Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi dan Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), BPKN telah
menetapkan visi dan misi yang ingin dicapai lembaga tersebut. Visi BPKN adalah “Menjadi Lembaga Terdepan Bagi Terwujudnya Konsumen yang
Bermartabat dan Pelaku Usaha yang bertanggung jawab”, sedangkan misinya adalah memperkuat landasan hukum dan kerangka kebijakan perlindungan konsumen nasional; memperkuat akses jalur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen; dan memperluas akses informasi perlindungan konsumen serta mengembangkan edukasi dan informasi konsumen.
Untuk mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, visi dan misinya itu, banyak upaya yang telah dilakukan BPKN. Salah satunya yang telah dilakukan sejak tahun 2010 adalah menerbitkan Newsletter BPKN secara reguler. Tujuan utama dari penerbitan Newsletter BPKN adalah untuk menyebarluaskan informasi terkini mengenai kegiatan perlindungan konsumen khususnya yang dilakukan BPKN dan berbagai perkembangan perlindungan konsumen secara umum di tanah air.
Penyebarluasan informasi mengenai perlindungan konsumen di tanah air memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan upaya perlindungan konsumen mengingat masih lemahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat konsumen dan pelaku usaha di tanah air selama ini terhadap hak-hak dan kewajiban mereka terkait dengan perlindungan konsumen.
Dalam edisi Nomor 1 Tahun 2011 ini, kami Tim Redaksi Newsletter BPKN menyuguhkan sajian utama berupa isu aktual tentang rencana amandemen Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Amandemen dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya perlindungan konsumen di dalam negeri yang disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis yang terjadi dewasa ini. Selain merevisi sejumlah pasal menyangkut ketentuan perlindungan konsumen guna meningkatkan efektivitas perlindungan konsumen, amandemen UU No. 8 Tahun 1999 juga ditujukan untuk mereposisi kembali BPKN dengan tujuan akhir untuk meningkatkan dan mengoptimalkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia.
Selanjutnya dalam rubrik Kabar BPKN kami menyajikan laporan mengenai rencana kerja BPKN selama tahun 2011 yang berisi mengenai berbagai program kegiatan BPKN yang akan dilakukan selama tahun ini. Salah satu program kerja BPKN yang akan dilaksanakan pada tahun 2011 adalah pencanangan Hari Konsumen Nasional (HKN).
Masih terkait dengan rencana pencanangan HKN, tim redaksi juga mewawancarai Kunto Purwadi, Ketua Umum Yayasan Pelindungan Konsumen Nusantara, sebuah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) mengenai pandangannya tentang HKN. Hasil wawancaranya kami sajikan pada rubrik Mitra BPKN.
Kami juga sengaja menyajikan laporan mengenai kasus yang sempat mencuat dan heboh dibicarakan masyarakat, yaitu kasus susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakiii. Kami mengangkat laporan mengenai kasus tersebut pada rubrik Bedah Kasus dimana dalam hal ini BPKN menyatakan kesiapannya untuk menjadi pihak penengah.
Seperti biasanya pada rubrik Rekomendasi kami juga menyajikan tulisan mengenai berbagai rekomendasi yang dihasilkan BPKN seperti rekomendasi tentang peraturan baru LPS tentang cashback sebagai bunga; soal mainan anak; pelayanan rumah sakit dan lain-lain.
Yang juga tidak kalah menariknya adalah tulisan pada rubrik Opini hasil wawancara Tim Redaksi dengan tokoh perlindungan konsumen nasional, Marius Widjajarta seputar hubungan antara konsumen dan pelaku usaha yang setara di mata hukum. Simak juga laporan mengenai kerjasama BPKN dengan KPPU dan tip mengenai penggunaan kartu kredit bagi konsumen.
Akhirul kata, kami ucapkan semoga sajian kami pada edisi kali ini dapat memberikan banyak informasi yang bermanfaat kepada para pembaca sekalian dan selamat menyimak. Salam Tim Redaksi. u
Pengantar Redaksi
PEMBINA/PELINDUNGKetua Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN)
PENANGGUNG JAWAB REDAKSIKoordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN
PENERBITBPKN, Kementerian Perdagangan RI Gedung I Lt. 4,
Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110,Telp. (021) 34833819, Fax. (021) 3848662
Website: www.bpkn.go.id
RENCANA KERJA BPKN 2011Halaman 3
AMANDEMEN UUPK, UPAyA REPoSISI BPKN
Halaman 4
USULAN PERUBAHAN UUPERLINDUNGAN KoNSUMEN
Halaman 6
KASUS SUSU FoRMULABPKN SIAP JADI PIHAK PENENGAH
Halaman 8
HKN DoRoNG KoNSUMEN MENyADARI HAK-HAKNyA
Halaman 12
HASIL PENELITIAN BPKN: PELAyANANRUMAH SAKIT BELUM oPTIMAL
Halaman 16
MARIUS WIDJAJARTAKoNSUMEN DAN PELAKU USAHA HARUS SETARA
Halaman 18
APril 2011 | 3
KABAR
JULI 2010 2
memperkuat pelaksanaan dan penegakkan perlindungan MENTERI Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu
konsumen di Indonesia, khususnya terkait dengan pada tanggal 16 Nopember 2009 lalu melantik 20 orang
kebijakan pengamanan dan pengembangan perdagangan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
dalam negeri. Karena itu, ketika melantik anggota BPKN Periode II dengan masa bakti tahun 2009-2012.
Periode II, Mendag Mari Elka Pangestu meminta jajaran Pelantikan tersebut dilakukan di tengah harapan agar
BPKN untuk menjalankan tugas dan fungsinya secara BPKN dapat lebih mengoptimalkan fungsinya dalam
lebih optimal lagi, terutama dalam membantu membantu pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan
Kementerian Perdagangan menyusun kebijakan menyusun kebijakan perlindungan konsumen.
perlindungan konsumen, lebih-lebih menyangkut Ke-20 orang anggota BPKN Periode II yang baru
pengamanan perdagangan dan perlindungan konsumen.dilantik itu merupakan perwakilan dari pemerintah,
“Kami mengharapkan BKPN dapat berfungsi lebih akademisi, tenaga ahli dan Lembaga Perlindungan
optimal dalam membantu pekerjaan rumah Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
Kementerian Perdagangan dalam menyusun Keanggotaan BPKN Periode II baru dilantik
kebijakan perl indungan konsumen pada tanggal 16 Nopember 2009 setelah
khususnya mengena i pengamanan sempat mengalami masa transisi dari
perdagangan dan perlindungan konsumen. keanggotaan Periode I ke Periode II selama
Karena hal itu telah diagendakan dalam hampir dua tahun lamanya. Keanggotaan
program permbangunan nasional dan BPKN Periode I telah berakhir pada tahun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2007 setelah bertugas sejak tahun 2004.
(RPJM), khususnya yang terkait dengan Sebagian dari anggota BPKN Periode II
parameter perlindungan keselamatan, merupakan anggota BPKN Periode I yang
kesehatan dan keamanan konsumen,” kata kembali terpilih menjadi anggota BPKN,
Mendag.sebagian lainnya merupakan muka-muka
Isu-isu perlindungan konsumen baru. Namun dibandingkan dengan
biasanya erat kaintannya dengan parameter anggota BPKN Periode I yang seluruhnya
keselamatan, kesehatan dan keamanan berjumlah 17 orang (satu orang kemudian
konsumen. Karena itu, isu perlindungan konsumen mengundurkan diri), jumlah anggota BPKN Periode II
hampir selalu berhubungan dengan penerapan standar sedikit lebih banyak, yaitu berjumlah 20 orang.
mutu suatu produk yang diproduksi dan diperdagangkan, BPKN Periode II dipimpin oleh Suarhatini Hadad
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai produk selaku Ketua dan Franciscus Welirang sebagai Wakil
khususnya dalam iklan, informasi pada label serta Ketua. Selanjutnya, Chairulhadi M. Anik selaku
perilaku cara menjual.Koordinator Komisi Penelitian dan Pengembangan
“Pembangunan perlindungan konsumen di dengan anggota Eni Suhaeni Bakri, A. Eddy Hermantoro
Indonesia memiliki urgensi yang tinggi dalam rangka dan Johannes Gunawan. Srie Agustina sebagai
mewujudkan visi pembangunan perlindungan konsumen Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi dengan
nasional serta mewujudkan konsumen Indonesia yang anggota Aisyah Hamid Baidlowi, Tutum Rahata Lie,
bermartabat dan pelaku usaha yang bertanggung Handaka Santosa dan Edy Suandi Hamid. Gunarto sebagai
jawab,” kata Mendag.Koordinator Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus
Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang dengan anggota Indah Suksmaningsih, E. Shobirin, Yusuf
Perlindungan Konsumen, BPKN memiliki tugas antara Shofie dan Andi Sofyan. Ichjar Musa sebagai Koordinator
lain memberikan saran dan rekomendasi kepada Komisi Kerjasama dengan anggota Rifana Erni, San Afri
pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang Awang, dan M. Yamin Ferryanto.
perlindungan konsumen. BPKN juga telah mengusulkan Keanggotaan BPKN yang baru tersebut telah
amandemen UU Perlindungan Konsumen serta menyusun ditetapkan di dalam Keputusan Presiden Republik
Garis Besar Kebijakan dan Strategi Perlindungan Indonesia No. 80/P Tahun 2009 tanggal 11 Oktober 2009.
Konsumen Nasional sebagai acuan nasional dalam BPKN dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang
mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
Dalam kesempatan itu, Mendag Mari Elka Pangestu Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001. BPKN
juga mengahrapkan agar BPKN lebih meningkatkan bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada
kerjasama serta berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan
sejenis seperti Badan POM, Badan Standardisasi Nasional konsumen di Indonesia.
dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Ys Tugas dan fungsi BPKN dinilai sangat penting untuk
20 Anggota BPKN Periode II Dilantik
“Pembangunan perlindungan
konsumen di Indonesia
memiliki urgensi yang tinggi
dalam rangka mewujudkan
visi pembangunan
perlindungan konsumen
nasional serta mewujudkan
konsumen Indonesia yang
bermartabat dan pelaku usaha
yang bertanggung jawab,”Penyusunan Strategi Pengembangan Kebijakan Edukasi Konsumen Nasional
BPKN memandang penting untuk menyusun suatu strategi pengembangan
kebijakan edukasi yang akan disampaikan kepada para stakeholders untuk membangun
daya dukung terhadap kebijakan perlindungan konsumen, yang diberlakukan sesuai
dengan derajat/tingkat kebutuhan informasi konsumen, sehingga penerapan kebijakan
tersebut berhasil guna.
Penyusunan Rekomendasi tentang Pengawasan dalam Penyusunan Klausula Baku
Mencermati tingginya pengaduan konsumen terkait dengan implementasi klausula
baku di sejumlah bidang usaha, seperti: asuransi, perumahan, pembiayaan konsumen,
jasa penerbangan, jasa kereta api, BPKN akan melakukan kajian dan penelitian yang
outputnya berupa rekomendasi mengenai pengawasan dalam penyusunan klausula
baku.
Penyusunan Rekomendasi tentang Metrologi Legal
BPKN akan memberikan saran dan rekomendasi terhadap RUU Metrologi Legal
mengingat masih banyaknya pengaduan konsumen mengenai kurang tepatnya
penggunaan ukuran, takaran dan timbangan di sejumlah pasar.
Penyusunan SOP Penanganan Pengaduan Konsumen di Beberapa Daerah
BPKN berupaya memfasilitasi instansi di daerah yang menangani pengaduan
konsumen untuk menyusun SOP dalam rangka memaksimalkan prosedur penanganan
pengaduan untuk menjadi lebih efektif dan mudah diakses oleh konsumen.
Koordinasi dalam Optimalisasi Penanganan Pengaduan Konsumen di Berbagai
Instansi
BPKN berupaya memfasilitasi beberapa instansi di Jakarta untuk meningkatkan
kemampuan dalam menangani pengaduan konsumen. u
RENCANA KERJA BPKN 2011
Sepanjang tahun 2010 lalu Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN) telah berhasil menjalankan seluruh program kerja dan kegiatannya dengan baik. Beberapa program kerja/
kegiatan ada yang tuntas dikerjakan, namun ada juga beberapa program/
kegiatan lainnya yang masih perlu dilanjutkan pada tahun 2011.
Untuk menjaga kesinambungan program kerja/kegiatan di tahun-
tahun berikutnya, maka pada tahun 2011 BPKN telah menetapkan
sejumlah program dan kegiatan yang pada intinya dimaksudkan untuk
mendorong budaya konsumen cerdas dan memperkuat komitmen politik
pemerintah untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen.
Salah satu program kerja/kegiatan BPKN yang akan dilanjutkan pada
tahun 2011 adalah penyempurnaan naskah akademik revisi UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dilakukan melalui
kegiatan kajian dalam bentuk Forum Group Discussion (FGD). Melalui
kegiatan FGD itu diharapkan seluruh aspirasi pemangku kepentingan
perlindungan konsumen di tanah air dapat terwadahi dengan baik
disamping juga dapat mengakomodasi berbagai perubahan lingkungan
strategis yang terjadi akhir-akhir ini.
4 | APril 2011
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
Amandemen UUPK,UPAyA REPosisi BPKNDi era perdagangan global
dewasa ini, instrumen perdagangan yang
paling mungkin menjadi topik bahasan negosiasi
hanyalah instrumen perlindungan konsumen.
Indonesia sendiri telah memiliki Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) sejak bulan April 1999.
Namun demikian dalam perkembangannya, UUPK
dinilai perlu disempurnakan kembali mengingat sebagian
substansi UUPK ternyata kini tidak mampu lagi
memberikan perlindungan terhadap kepentingan
konsumen. Hal itu mengingat perkembangan
keadaan, situasi dan kondisi yang sudah berubah.
naskah akademik tersebut dilakukan
kembali, untuk menyesuaikan
perkembangan mutakhir dalam bidang
perlindungan konsumen,” kata Prof.
Johannes.
Sampai dengan akhir Mei 2011,
tambah Prof. Johannes, rencananya akan
dilakukan enam kali focus group discussion
untuk membahas enam klaster
masalah pokok dengan
para pakar dan pihak
terkait. Sampai saat
ini naskah akademik
yang disusun oleh
BPKN periode
sebelumnya telah
masuk ke Prolegnas
DPR 2011 – 2014 melalui
Berkaitan dengan hal itu, tim redaksi Newsletter BPKN mewawancarai Prof. Dr. Johannes Gunawan
SH, LLM, anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2009 – 2012 yang juga merupakan pakar hukum Universitas Parahyangan (UNPAR) Bandung. Prof. Johannes belum lama ini telah melakukan penelitian/pengkajian terhadap perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen, serta ikut terlibat langsung di dalam proses amandemen UU PK.
“Sebenarnya rencana
perubahan UU No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan
Konsumen sudah digagas oleh
BPKN periode sebelumnya sejak
tahun 2005, dan telah
dihasilkan suatu
naskah akademik
p e r u b a h a n
UU No. 8
tahun 1999.
K e m u d i a n
pada periode
BPKN yang
s e k a r a n g ,
sejak tahun
2010 kajian
t e r h a d a p
APril 2011 | 5
ISU AKTUAL
JULI 2010 5
Wajib Label Berbahasa Indonesia Berlaku Mulai 1 September 2010
PEMERINTAH c.q. Kementerian Perdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/PER/12/2009.
Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) a.l. kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi.
“Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau d iperdagangkan d i pasar Indones ia harus mencantumkan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu.
Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum.
Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruh masyarakat. “Peraturan ini merupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag.
Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar...Ys
distributor.
Itulah sebabnya, tidak semua pengguna tahu cara penggunaan
tabung gas elpiji 3 kg, termasuk harus mematikan katupnya,
bagaimana membeli tabung yang benar dan bagaiman mengecek
kondisi selang, regulator, dan katup. Mengapa konsumen juga
sering menggunakan ruangan tertutup yang gasnya tidak bisa
keluar, sehingga kalau terjadi kebocoran rawan sekali terjadi
kebakaran.
Untuk masalah tabung, sering ditemukan distributor yang
ilegal. Apalagi untuk asesoris yang tidak terkontrol dalam
perdagangannya, regulator, katup, dan selang, karena terdiri atas
berbagai macam merek. Dengan demikian, hal itu menjadi urusan
pengawasan Kemendag, tetapi konsumen tidak paham, seharusnya
dengan keterbatasan itu, maka sosialisasi seharusnya lebih jelas.
Selama ini kecelakaan yang terjadi lebih banyak berlokasi di
Jakarta, karena di wilayah DKI Jakarta, program konversi sudah
berjalan selama satu setengah tahun. Dikhawatirkan, apabila tidak
ada upaya intensif dari penyelenggara program konversi ini,
kecelakaan rawan terjadi di sejumlah wilayah seperti Jateng,
Jatim, dan Jabar, yang menjadi lokasi selanjutnya program konversi
minyak tanah ke gas LPG.
Tini mengatakan sebenarnya pelaku usaha (termasuk
pedagang, importir, dan produsen) dilarang menjual produk yang
tidak memenuhi standar. Karena itu para konsumen diperbolehkan
mengembalikan produk tersebut kepada pelaku usaha (Pertamina)
melalui SPBE, tetapi belum dijelaskan bagaimana mekanisme
pengembaliannya, dan ketentuan teknis mengenai hal ini. Nn
Kementerian Perdagangan.
Pokok-pokok amandemen substansi
UUPK antara lain meliputi judul;
sistematika; jenis tanggungjawab pelaku
usaha; penyelesaian sengketa konsumen;
dan kelembagaan.
Di tingkat BPKN, tambah dia, revisi
terhadap naskah akademik yang pernah
diajukan ke DPR melalui pemerintah,
rencananya selesai pada bulan Juli 2011.
Proses selanjutnya akan sangat tergantung
pada prioritas pembahasan rancangan
undang-undang dalam Prolegnas yang
ditetapkan oleh DPR.
Prof. Johannes mengakui BPSK
selama ini memang didesain sebagai
garda terdepan dalam penyelesaian
sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha. Namun selama ini peran BPSK
belum optimal karena beberapa hal,
antara lain tidak adanya kepastian
sumber pembiayaan kegiatan BPSK, baik
untuk gaji maupun non gaji. Hal itu terjadi
karena ketidakjelasan pengaturan BPSK
di dalam UU No. 8 tahun 1999. Selain
itu, kapasitas para anggota BPSK masih
belum optimal sehingga masih perlu
dikembangkan melalui kegiatan pelatihan
yang terstruktur.
”Harapan saya, segeralah diperjelas
tentang ketentuan sumber pembiayaan
untuk BPSK. Selain itu, pihak terkait harus
segera mendesain dan menyelenggarakan
program peningkatan kapasitas (capacity
building) antara lain yang terpenting melalui
pelatihan para anggota BPSK,” tegasnya.
Selain itu, di dalam UU No. 8 tahun 1999,
BPKN diposisikan sebagai badan pemberi
pertimbangan kepada presiden tentang
kebijakan perlindungan konsumen di
Indonesia. Dengan posisi seperti itu,
efektivitas pertimbangan dari BPKN
akan sangat tergantung pada penerima
pertimbangan, apakah
akan diimplementasikan
atau dikesampingkan.
Sekalipun sudah
banyak pertimbangan yang
disampaikan oleh BPKN
dalam berbagai bidang
kepada presiden melalui
menteri atau pejabat
terkait, namun masyarakat
memandang bahwa BPKN
belum menunjukkan peran
yang aktif seperti dilakukan
oleh banyak lembaga
perlindungan konsumen di
negara lain.
Pemberdayaan BPKN tentu akan
sangat tergantung dari kemauan politik
pemerintah tentang sejauh mana
derajat pentingnya upaya perlindungan
konsumen di Indonesia. Selain itu,
posisi BPKN di dalam perubahan UU
No. 8 tahun 1999 harus direposisi, tidak
hanya sebagai pemberi pertimbangan
kepada presiden tentang kebijakan
perlindungan konsumen di Indonesia,
melainkan sebagai Badan Koordinasi
Perlindungan Konsumen yang langsung
diketuai oleh Presiden.
”Dengan posisi tersebut maka
kebijakan perlindungan konsumen yang
merupakan kebijakan yang menyangkut
hajat hidup seluruh warganegara
Indonesia, akan dapat diimplementasikan
oleh seluruh kementerian dan lembaga
pemerintah non kementerian,” demikian
Prof. Johannes. u
Dengan posisi tersebut maka kebijakan perlinDungan
konsumen yangmerupakan kebijakan yang
menyangkut hajat hiDup seluruh warganegarainDonesia, akan Dapat
Diimplementasikan oleh seluruh kementerian Danlembaga pemerintah non
kementerian.
6 | APril 2011
Usulan Perubahan UU Perlindungan Konsumen
Namun demikian dalam perkem-
bangannya, BPKN melihat terjadi-
nya berbagai perubahan ling-
kungan strategis akibat perkembangan ilmu,
teknologi dan informasi yang telah mem-
bawa perubahan besar dalam kehidupan.
Oleh karena itu, BPKN melakukan kajian kem-
bali untuk memperkaya naskah akademik
sebelumnya dengan harapan hasil kajian itu
berdasarkan hasil kajian badan perlindungan konsumen nasional (bpkn) periode sebelumnya, usulan perubahan uu no. 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen telah disampaikan kepada kementerian perdagangan (kemendag) pada tahun 2008, dan sudah pula disampaikan ke Dpr. usulan
itu juga sudah masuk ke badan legislasi Dpr, kendati belum sempurna betul. Demikian dikemukakan anggota bpkn ir. eni suhaeni bakri dalam percakapannya dengan Newsletter BPKN di ruang kerjanya belum lama ini.
tinggi, para pakar, Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),
dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). FGD bertujuan untuk menampung
atau mewadahi usulan-usulan perubahan
yang memang diperlukan.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan
melalui tiga kali penyelenggaraan FGD, dapat
disimpulkan bahwa perubahan yang perlu
dilakukan terhadap UU PK mencapai lebih dari
50%. Dengan demikian UU PK bukan hanya
direvisi melainkan diubah. “Jadi, UU PK itu
bukan hanya perlu diamandemen melainkan
harus diubah secara total,” tegas Eni.
Perubahan dimaksud mencakup
perubahan gramatikal; sistematika UU;
dapat mewadahi kepentingan semua pihak,
termasuk juga mengakomodasi perubahan
yang terjadi akhir-akhir ini.
Menurut anggota Komisi II BPKN ini,
pengkajian dilakukan melalui Forum Group
Discussion (FGD). Forum ini rencananya akan
diadakan selama enam kali di Bandung
dan melibatkan semua pihak terkait, mulai
dari pemerintah, akademisi, perguruan
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
APril 2011 | 7
lainnya selain BPSK adalah LPKSM. LPKSM itu
harus terdaftar, bukan dalam arti perizinan,
melainkan terdaftar di Dinas Perdagangan
dan Koperasi. Tujuan pendaftarannya adalah
dalam operasionalnya di lapangan jelas
alamatnya, sehingga bila ada penyimpangan
dapat cepat terdeteksi. Itu sebabnya LPKSM
LPKSM ini harus terdaftar.
“Selain itu, pembinaannya juga harus
lebih jelas, karena kalau tidak jelas maka
penerapan UU PK di lapangan akan menjadi
lebih sulit. Dapat dibayangkan perintah
UU seperti itu tidak ada penjelasannya.
Jadi, dari mana sumber pendanaan untuk
penyelenggaraan lembaga
perlindungan konsumen
seperti BPSK dan LPKSM?
Selama ini tidak jelas. Kalaupun
ada bantuan dari pemda
itu tidak akan mencukupi.
Demikian antara lain pokok
pokok perubahannya,” tutur
Eni.
Untuk mempertajam
kajian mengenai perubahan
UUPK, BPKN telah mengundang
sejumlah akademisi dalam
FGD. Mereka antara lain
berasal dari Universitas
Indonesia, Universitas Pancasila, Universitas
Parahyangan, Universitas Padjajaran,
Universitas Trisakti, dan Universitas YARSI.
Dari kalangan pemerintah sendiri, selain
Badan POM, Badan Standardisasi Nasional
(BSN), juga diundang perwakilan pemda.
Selain itu, ada juga Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(Aprindo), GAPMMI (Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman), serta Gabungan
Pengusaha Jamu/GP Jamu. Adapun pakar
adalah mereka yang berkompeten mewakili
LPKSM, Ketua Tim Koordinasi Bidang Jasa
(TKBJ), dan pakar klausula baku Prof. Dr.
Bernadette MW. Kajian ini dipimpin oleh Prof.
Johannes Gunawan. u
tanggung jawab pelaku usaha; penyelesaian
sengketa; dan kelembagaan. Pelaku usaha di
dalam UU No. 8 tahun 1999 disatukan antara
pelaku usaha barang dan pelaku usaha jasa,
seperti dalam pasal ganti rugi. Demikian
pula dalam hal kewajiban pelaku usaha dan
konsumen; tanggung jawab pelaku usaha
dan konsumen, perbuatan yang dilarang,
serta kelembagaan. Pelaku usaha barang dan
jasa perlu dibedakan dalam hal ganti rugi.
“Pelaku usaha barang dan jasa perlu
dibedakan karena mereka sangat berbeda,
terutama dalam urusan ganti rugi. Bagi
pelaku usaha barang, apabila konsumen
mengalami kerugian, dapat
diganti dengan barang yang
setara atau dikembalikan
dalam bentuk uang atau dalam
bentuk santunan,” kata Eni.
Sementara untuk
jasa, misalnya jasa cukur
rambut, apabila konsumen
mengantuk saat rambutnya
dicukur sehingga rambut
menjadi tidak sesuai dengan
keinginan konsumen, mustahil
ganti rugi dilakukan dengan
mengembalikan rambut. “Itu
sesuatu yang mustahil. Apakah
bisa rambutnya ditempel kembali? Itu contoh
yang sederhana. Artinya ada halhal di mana
pelaku usaha tidak dapat disamakan antara
pelaku usaha bidang barang dan pelaku
usaha di bidang jasa,” tegasnya.
Dengan demikian usulan perubahan
UUPK antara lain adalah gambaran seperti
di atas. Dokter sebagai tenaga profesional
berkenan diperlakukan sebagai pelaku
usaha, tetapi mereka adalah pelaku usaha
jasa profesional.
Eni mengatakan jasa profesional menurut
pakar hukum Prof. Johannes Gunawan,
ada dua, yakni Jasa Komersial seperti jasa
transportasi, jasa parkir; dan Jasa Livehood
(mencari nafkah) seperti dokter, pengacara,
sampai makelar (broker). Untuk itu ada standar
profesi yang mengaturnya. Itu pemikiran
sementara, karena batasannya masih belum
dapat dijelaskan secara pasti dan rinci.
Selain itu ada juga hak dan kewajiban
konsumen, serta beberapa hal seperti
tanggung jawab langsung dan tidak
langsung. Masalah lainnya adalah dalam hal
penyelesaian sengketa konsumen. Dalam
bersengketa, misalnya, kedua pihak harus
sepakat dalam memilih penyelesaian, apakah
melalui BPSK atau melalui pengadilan.
Namun dalam pelaksanaan eksekusi tetap
masih memerlukan keputusan pengadilan.
Sementara BPSK disebutkan
dalam UU keputusannya bersifat final
and binding (mengikat). Dalam hal
kelembagaan, BPSK itu lembaga ujung
tombak penyelesaian sengketa konsumen.
UU PK mengamanatkan BPSK dibentuk
diseluruh kabupaten dan kota, tetapi saat
ini baru terbentuk di 47 daerah, sementara
operasional sumber pendanaannya belum
diatur secara jelas. Dengan demikian
masih diperukan penataan organisasinya.
Sama halnya dengan BPKN yang
fungsinya hanya sebagai advisory body,
yang memberikan saran kepada pemerintah
tentang perlindungan konsumen melalui
rekomendasirekomendasinya. Lembaga
ISU AKTUAL
JULI 2010 5
Wajib Label Berbahasa Indonesia Berlaku Mulai 1 September 2010
PEMERINTAH c.q. Kementerian Perdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/PER/12/2009.
Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) a.l. kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi.
“Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau d iperdagangkan d i pasar Indones ia harus mencantumkan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu.
Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum.
Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruh masyarakat. “Peraturan ini merupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag.
Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar...Ys
distributor.
Itulah sebabnya, tidak semua pengguna tahu cara penggunaan
tabung gas elpiji 3 kg, termasuk harus mematikan katupnya,
bagaimana membeli tabung yang benar dan bagaiman mengecek
kondisi selang, regulator, dan katup. Mengapa konsumen juga
sering menggunakan ruangan tertutup yang gasnya tidak bisa
keluar, sehingga kalau terjadi kebocoran rawan sekali terjadi
kebakaran.
Untuk masalah tabung, sering ditemukan distributor yang
ilegal. Apalagi untuk asesoris yang tidak terkontrol dalam
perdagangannya, regulator, katup, dan selang, karena terdiri atas
berbagai macam merek. Dengan demikian, hal itu menjadi urusan
pengawasan Kemendag, tetapi konsumen tidak paham, seharusnya
dengan keterbatasan itu, maka sosialisasi seharusnya lebih jelas.
Selama ini kecelakaan yang terjadi lebih banyak berlokasi di
Jakarta, karena di wilayah DKI Jakarta, program konversi sudah
berjalan selama satu setengah tahun. Dikhawatirkan, apabila tidak
ada upaya intensif dari penyelenggara program konversi ini,
kecelakaan rawan terjadi di sejumlah wilayah seperti Jateng,
Jatim, dan Jabar, yang menjadi lokasi selanjutnya program konversi
minyak tanah ke gas LPG.
Tini mengatakan sebenarnya pelaku usaha (termasuk
pedagang, importir, dan produsen) dilarang menjual produk yang
tidak memenuhi standar. Karena itu para konsumen diperbolehkan
mengembalikan produk tersebut kepada pelaku usaha (Pertamina)
melalui SPBE, tetapi belum dijelaskan bagaimana mekanisme
pengembaliannya, dan ketentuan teknis mengenai hal ini. Nn
#2 BPKN.indd 7 4/14/11 7:51:10 PM
8 | APril 2011
Polemik mengenai hasil penelitian
yang dilakukan peneliti dari Institut
Pertanian Bogor (IPB) tentang
adanya susu formula yang tercemar bakteri
Enterobacter sakazakii, masih terus bergulir di
masyarakat.
Mengingat polemik ini bisa menimbulkan
misinformasi di masyarakat, khususnya
konsumen susu formula, Rektor Institut
Pertanian Bogor (IPB) Herry Suhardiyanto
beberapa waktu lalu menemui Badan
Perlindungan Konsumen (BPKN) dan meminta
lembaga ini mengklarifikasikan masalah susu
formula mengandung bakteri tersebut.
“Rektor IPB telah datang ke BPKN.
Intinya beliau meminta kita (BPKN) ikut serta
mensosialisasikan kepada masyarakat masalah
susu formula mengandung Enterobacter
sakazakii. Dan kita siap membantu,” kata Kepala
BPKN Suarhatini Hadad.
Menurutnya, jika memang diminta, BPKN
bersedia menjadi pihak ketiga yang netral
dalam dalam perseteruan antara peneliti
(pihak IPB), pemerintah yang diwakili Menteri
Pengumuman mengenai hasil penelitian itu
kemudian ditindaklanjuti oleh sejumlah pihak
dengan mendesak Kementerian Kesehatan,
BPOM dan IPB mengumumkan susu formula
yang tercemar tersebut. Namun, ketiga instansi
tersebut menolak dengan beberapa alasan
antara lain pertimbangan etika, penelitian
belum teruji pada manusia tetapi pada tikus,
dan belum ditemukan kasus bayi yang terinfeksi
Enterobacter setelah mengkonsumsi susu.
Akhirnya kasus tersebut pun berlanjut ke
ranah hukum pada Maret 2008, dimana BPOM,
IPB dan Kemenkes digugat oleh konsumen.
Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan
penggugat pada Agustus 2008 agar pihak tergugat
mengumumkan susu yang tercemar. Namun
ketiga pihak tergugat mengajukan banding.
Pihak tergugat kembali kalah di Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta, yang menguatkan putusan
Pengadilan Negeri. BPPOM, IPB dan Kementerian
Kesehatan mengajukan kasasi. Terakhir, pada 26
April 2010, Mahkamah Agung memutuskan agar
ketiga pihak mengumumkan seluruh merk susu
formula melalui media massa yang memuat
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
Kasus Susu Formula Mengandung Enterobacter sakazakii
BPKN siap Jadi Pihak PenengahKesehatan (Menkes) dan Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM), serta wakil
konsumen yang menggugat mengenai hasil
penelitian IPB tahun 2006.
Polemik mengenai susu formula
mengandung bakteri Enterobacter sakazakii
ini bermula ketika IPB mengungkapkan hasil
penelitiannya pada Februari 2008 melalui
website-nya. Dari hasil penelitian terhadap
sejumlah merek susu formula, diketahui
sebanyak 22,73% susu formula dan makanan
bayi mengandung Enterobacter sakazakii.
Bakteri ini berbahaya bagi organ tubuh karena
dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh
darah, selaput otak, saraf tulang belakang, limpa,
dan usus bayi.
Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun
terhadap 22 sampel susu yang mengandung
bakteri Enterobacter sakazaii antara tahun 2003-
2006. Penelitian dilakukan terhadap tikus yang
diinfeksi Enterobacter. Hasilnya, tikus itu mengidap
enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis
(infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi
pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak).
APril 2011 | 9
ISU AKTUAL
JULI 2010 5
Wajib Label Berbahasa Indonesia Berlaku Mulai 1 September 2010
PEMERINTAH c.q. Kementerian Perdagangan mempercepat pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia terhadap semua barang yang beredar di Indonesia terhitung mulai 1 September 2010 dari sebelumnya berlaku mulai 21 Desember 2010. Percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu merupakan langkah untuk meningkatkan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/M-DAG/PER/5/2010 tanggal 21 Mei 2010 yang merupakan perbaikan atas Permendag sebelumnya No. 62/M-DAG/PER/12/2009.
Mendag Mari Elka Pangestu mengatakan percepatan pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia itu dilakukan pemerintah c.q. Kementerian Perdagangan sebagai respons terhadap masukan dari para pemangku kepentingan seperti KADIN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Adapun produk-produk yang wajib mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika (46); sarana bahan bangunan (8); keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya) (24); dan daftar jenis barang lainnya (25) a.l. kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak serta pakaian jadi.
“Dengan aturan wajib label berbahasa Indonesia ini, maka setiap produk yang akan diedarkan atau d iperdagangkan d i pasar Indones ia harus mencantumkan berbagai informasi produk dalam bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” kata Mendag Mari Elka Pangestu.
Menurut Mendag, Permendag mengenai pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia telah mulai dibahas sejak beberapa tahun yang lalu dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan pembahasan pada tingkat inter departemental yang intensif. Sosialisasi juga dilakukan kepada para pemangku kepentingan, seperti pengusaha, asosiasi, KADIN, media, Pemda, akademisi dan khalayak umum.
Dengan efektifnya pemberlakuan wajib label berbahasa Indonesia, tambah Mendag, tidak ada alasan lagi bagi produsen maupun pedagang untuk berkilah, mengingat hal ini menyangkut kepentingan konsumen dan seluruh masyarakat. “Peraturan ini merupakan peraturan yang umum diberlakukan hampir di semua negara di dunia, dan sama sekali tidak melanggar kaidah-kaidah dan aturan internasional yang ada,” tutur Mendag.
Pengaturan pencantuman label dalam bahasa Indonesia diberlakukan sama, baik terhadap barang impor maupun terhadap barang produksi dalam negeri. Bagi barang impor, pencantuman label diberlakukan sejak barang memasuki daerah pabean, sedangkan untuk barang produksi dalam negeri pencantuman label diberlakukan saat barang akan beredar di pasar...Ys
distributor.
Itulah sebabnya, tidak semua pengguna tahu cara penggunaan
tabung gas elpiji 3 kg, termasuk harus mematikan katupnya,
bagaimana membeli tabung yang benar dan bagaiman mengecek
kondisi selang, regulator, dan katup. Mengapa konsumen juga
sering menggunakan ruangan tertutup yang gasnya tidak bisa
keluar, sehingga kalau terjadi kebocoran rawan sekali terjadi
kebakaran.
Untuk masalah tabung, sering ditemukan distributor yang
ilegal. Apalagi untuk asesoris yang tidak terkontrol dalam
perdagangannya, regulator, katup, dan selang, karena terdiri atas
berbagai macam merek. Dengan demikian, hal itu menjadi urusan
pengawasan Kemendag, tetapi konsumen tidak paham, seharusnya
dengan keterbatasan itu, maka sosialisasi seharusnya lebih jelas.
Selama ini kecelakaan yang terjadi lebih banyak berlokasi di
Jakarta, karena di wilayah DKI Jakarta, program konversi sudah
berjalan selama satu setengah tahun. Dikhawatirkan, apabila tidak
ada upaya intensif dari penyelenggara program konversi ini,
kecelakaan rawan terjadi di sejumlah wilayah seperti Jateng,
Jatim, dan Jabar, yang menjadi lokasi selanjutnya program konversi
minyak tanah ke gas LPG.
Tini mengatakan sebenarnya pelaku usaha (termasuk
pedagang, importir, dan produsen) dilarang menjual produk yang
tidak memenuhi standar. Karena itu para konsumen diperbolehkan
mengembalikan produk tersebut kepada pelaku usaha (Pertamina)
melalui SPBE, tetapi belum dijelaskan bagaimana mekanisme
pengembaliannya, dan ketentuan teknis mengenai hal ini. Nn
Dalam rangka melinDungi konsumen Di Dalam negeri, pemerintah
cq Kementerian Perdagangan telah
menetapkan seluruh produk pangan impor
asal Jepang yang dikapalkan setelah peristiwa
gempa bumi dan tsunami 11 Maret 2011 dan
terbukti mengandung kontaminasi radio aktif
melampaui ambang batas toleransi yang
ditetapkan harus direekspor ke negara asal.
Keputusan tersebut diambil Kementerian
Perdagangan setelah melakukan rapat
koordinasi Tim Pengawasan Barang Beredar
(TPPB) dengan instansi terkait Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Badan Tenaga
Atom Nasional (BATAN) di kantor Kemendag, Jumat (25/3).
Rapat koordinasi Tim TPPB itu, menyepakati pangan impor asal Jepang yang terdaftar
dan dikapalkan sebelum 11 Maret 2011 aman dikonsumsi karena tidak terkontaminasi
radio aktif. Namun untuk pangan yang terdaftar dan dikapalkan setelah 11 Maret 2011
wajib disertai Sertifikat Bebas Radioaktif yang dikeluarkan oleh otoritas kompeten di
negara asal.
Kewajiban Sertifikasi Bebas Radioaktif itu mengacu kepada Keputusan Menkes No.
00474/B/II/87 tentang Sertifikasi Kesehatan dan Bebas Radiasi untuk Makanan Impor yang
berlaku terhadap produk susu dan hasil produk susu, buah dan sayuran segar dan olahan,
ikan hasil laut segar dan olahan, daging dan produk daging, air mineral serta serealia
termasuk jagung dan barley.
Apabila produk pangan yang masuk ke Indonesia tidak dilengkapi Sertifikat Bebas
Radio Aktif maka akan dilakukan pengujian oleh lembaga yang memiliki otoritas di
Indonesia, yaitu Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) guna mengetahui ada tidaknya
cemaran radiasi nuklir. ”Apabila hasil pengujian mengandung cemaran radiasi yang
melebihi ambang batas toleransi, maka produk tersebut harus direekspor ke negara asal,”
demikian bunyi pernyataan Kementerian Perdagangan yang dirilis tanggal 25 Maret 2011.
Selanjutnya, Badan POM mewajibkan pangan olahan yang diimpor dari Jepang
dilengkapi Sertifikat Bebas Radiasi. Berdasarkan data Badan POM, sampai dengan tanggal
25 Maret 2011 baru terdapat 4 bill of ladding (B/L) yang diajukan permohonan impornya
dan belum dilengkapi Sertifikat Bebas Radioaktif.
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga akan segera membuat regulasi yang sama untuk
produk hasil perikanan, sedangkan Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian
akan segera membuat regulasi untuk produk impor pangan segar asal tumbuhan (PSAT)
dengan mewajibkan sertifikasi bebas cemaran radiasi oleh otoritas kompeten di Jepang. u
Pangan Impor yang Terkontaminasi Radio Aktif
Harus Direekspor
informasi detil dan transparan. Hingga akhir
Maret 2011, pihak IPB, BPOM dan Kemenkes
belum merealisasikan putusan MA itu.
PERhatIaN MaSyaRaKat
Ketua BPKN Suarhatini Hadad mengakui
kasus susu formula tercemar bakteri telah begitu
banyak mendapatkan perhatian masyarakat
karena hal itu terkait dengan berbagai
kepentingan, baik kepentingan konsumen, kode
etik penelitian maupun kepentingan produsen.
Terkait dengan kasus ini, dia mengakui
kalau BPKN beberapa waktu lalu telah didatangi
oleh 20 Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM) se-Jawa Barat
yang meminta penjelasan dan tindakan yang
akan dilakukan BPKN terhadap kasus susu
formula tercemar bakteri itu.
Karena banyaknya desakan dari masyarakat
dan LPKSM, ungkap Tini, BPKN siap menjadi
pihak penengah dalam menangani kasus
tersebut sehingga tidak bergulir menjadi isu
yang meresahkan banyak pihak.
Menurutnya, BPKN akan bersikap
objektif terhadap kasus ini, namun tetap akan
mengutamakan kepentingan konsumen, sesuai
dengan tugas dan fungsi lembaga ini. “ Yang
terpenting adalah bagaimana agar konsumen
tidak dirugikan dalam kasus ini,” paparnya.
Salah satu bentuk upaya yang akan
dilakukan BPKN terhadap kasus susu formula
mengandung bakteri ini adalah dengan
memberikan sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat konsumen mengenai konsumsi
susu formula yang baik. ”Kami akan lebih
memfokuskan sosialisasi kepada konsumen
tentang tata cara pengkonsumsian yang baik
dan benar serta kriteria-kriteria bayi yang
dapat terserang bakteri ini. Demikian juga
dengan sosialisasi mengenai cara penularan,
penanganan dan penyembuhan,” jelasnya.
Selain itu, BPKN juga akan meminta
pendapat pakar yang kredibilitasnya cukup kuat,
di bidang tata negara atau ahli hukum lainnya
untuk ikut membantu menyelesaikan kasus
tersebut. u
1 0 | APril 2011
Isi 2-14.indd 7 9/7/10 1:52:05 PM
Peraturan baru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menetapkan cashback sebagai bunga mendapat
tanggapan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Menurut BPKN, LPS tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan klaim penjaminan nasabah bank yang menyelenggarakan program cashback bagi nasabahnya sebelum diberlakukannya peraturan LPS No. 2/PLPS/2010 tentang Program Penjaminan Simpanan.
Pasalnya, Peraturan yang mengatur cashback sebagai keuntungan tidak wajar nasabah yang tidak layak dibayar penjaminannya itu, baru berlaku 25 Nopember 2010.
Hal itu ditegaskan oleh Ketua BPKN Suarhatini Hadad menyusul adanya pernyataan Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani terkait program pengembalian dana kepada nasabah (cashback) ini.
Sebagaimana dilansir dalam beberapa surat kabar nasional, Firdaus mengumumkan
bahwa pengembalian dana (cashback) kepada nasabah termasuk ke dalam perhitungan suku bunga, sehingga jumlah tersebut dapat melebihi tingkat bunga maksimum yang ditetapkan LPS.
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan (PLPS) No.2/PLPS/2010 mengenai Program Penjaminan Simpanan Pasal 40 dan Pasal 42. Peraturan ini sekaligus mencabut Peraturan LPS No. l/PLPS/2006 yang telah diubah dengan PLPS No. 1/PLPS/2007 tentang Program Penjaminan Simpanan.
PeRATURAn BARU LPS CashbaCk SeBAgAI BUngA
Hak Nasabah Bank Harus Tetap Dipenuhi
APril 2011 | 1 1
Isi 2-14.indd 7 9/7/10 1:52:05 PM
Dalam Pasal 40 Peraturan ini disebutkan bahwa :”klaim penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi: (a) Data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank; (b) Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan atau (c) Nasabah Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat.”
Hal ini dipertegas dalam Pasal 42 yang menyebutkan bahwa : (1) Nasabah Penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf b, antara lain apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi maksimum tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan oleh LPS; (2) Tingkat bunga yang diperoleh nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pemberian bank berupa uang yang diterima nasabah penyimpan berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana. (3) hadiah dari program promosi penghimpunan dana yang dilakukan bank melalui undian berhadiah yang pelaksanaannya sesuai ketentuan yang berlaku tidak termasuk sebagai bunga.
Pada Peraturan LPS sebelumnya yaitu Peraturan LPS No. 1/LPS/2006 jo Peraturan LPS No. 1/LPS/2007, tidak diatur tentang cashback sebagai bunga, sebagaimana dapat disimak bunyi pasal 38 ayat (1) sbb. : “Nasabah penyimpanan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, antara lain apabila nasabah tersebut memperoleh tingkat bunga melebihi tingkat bunga yang dianggap wajar yang ditetapkan oleh LPS.”
Selama ini LPS dinilai bersikap mendua, di satu sisi mengkategorikan cashback sebagai bunga, namun di sisi yang lain mengijinkan bank dalam penguasaannya yaitu bank Mutiara (Bank Century yang diakuisisi oleh
LPS) memberikan cashback kepada nasabah secara resmi dan terbuka dalam rangka menjaring nasabah (hal ini pernah diiklankan besar-besaran oleh bank Mutiara pada tanggal 15 Pebruari 2010 di harian besar ibukota), dan Bank Mutiara pada bulan Oktober 2009, memberikan bunga kepada nasabah sebesar 10,5%, namun yang dicantumkan dalam bilyet deposito hanya 7% (sesuai suku bunga yang diumumkan oleh LPS) sisanya 3,5 % diberikan kepada nasabah secara tunai pada saat deposito jatuh tempo.
Selain itu, LPS selama ini juga tidak pernah mensosialisasikan secara intensif kepada khalayak bahwa cashback termasuk ke dalam komponen perhitungan bunga, sehingga nasabah/konsumen tidak aware tentang hal ini.
Andaikan konsumen mengetahui bahwa cashback termasuk bunga, yang jika dijumlahkan dengan bunga yang diterima sebagaimana tercantum dalam bilyet deposito menjadi lebih besar dari suku bunga yang ditetapkan oleh LPS maka konsumen akan menolak tawaran cashback tersebut atau setidaknya memiliki pertimbangan lain karena hal itu cukup berisiko.
Dengan demikian konsumen tidak memperoleh hak-haknya seperti diatur
dalam Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa konsumen memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
“Dengan penerbitan peraturan baru yang mengatur bahwa cashback adalah bunga maka LPS mengakui bahwa berdasarkan peraturan lama, cashback
bukan bunga. Dengan perkataan lain, peraturan yang baru berlaku pada November 2010 tidak dapat diberlakukan terhadap program cashback yang telah berlangsung sejak tahun 2009”, tegas Tini Hadad.
Ketika ditanyakan mengenai kasus Bank IFI, Tini mejelaskan bahwa
berdasarkan Pasal 50 Peraturan LPS No. 2/PLPS/2010 bagi Nasabah eks Bank IFI masih berlaku Peraturan LPS No. 1/PLPS/2006 yang diubah dengan PLPS No. 1/PLPS/2007, dimana hak nasabah Bank IFI harus tetap dipenuhi, karena ketentuan baru LPS tersebut tidak berlaku surut.
Tini Hadad meminta, dalam pelaksanaan-nya, Perbankan harus memiliki komitmen untuk menjalankan peraturan LPS ini, antara lain seperti disebutkan dalam Pasal 3 huruf g, bahwa : seba-gai peserta penjaminan, setiap bank wajib me-nempatkan pengumuman pada seluruh kantor bank yang dapat diketahui dengan mudah oleh nasabah penyimpan mengenai ; (1) maksimum tingkat bunga yang dianggap wajar yang dite-tapkan LPS; dan (2) maksimum nilai simpanan yang dijamin oleh LPS.
“Terkait dengan hal ini tentu LPS dan BI harus melakukan pengawasan dan mem-berikan sanksi kepada bank, agar hak-hak nasabah atau konsumen terlindungi,” ujarnya.
Agar konsumen tidak mengalami kerugian besar akibat pemberian cashback ini oleh bank apabila suatu saat bank harus dicabut ijinnya, BPKN meminta LPS dan BI segera mengumumkan secara besar-besaran atau melakukan edukasi kepada konsumen atas status cashback ini. u
Andaikan konsumen mengetahui bahwa cashback termasuk bunga, yang jika dijumlahkan dengan bunga yang
diterima menjadi lebih besar dari suku bunga yang ditetapkan oleh lPS maka
konsumen akan menolak tawaran cashback tersebut.
1 2 | APril 2011
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
KILAS
selama tahun 2010 BPKN telah
melaksanakan sejumlah program dan
kegiatan dengan acuan utamanya
adalah Rencana Strategis Kebijakan
Perlindungan Konsumen Indonesia
Periode 2009 – 2012. Di bidang Penelitian
dan Pengembangan, BPKN juga telah
merampungkan kajian dan analisis tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dan
Perhubungan Udara (Maskapai Penerbangan).
Dalam rangka meningkatkan
pengetahuan perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada
konsumen, BPKN telah mengembangkan
informasi perlindungan konsumen secara
online melalui website BPKN (www.bpkn.
go.id) serta menyelenggarakan sosialisasi
dan edukasi perlindungan konsumen kepada
Konsumen Muda bekerjasama dengan
Kementerian Pendidikan Nasional pada
perayaan Hari Anak Nasional (HAN) 2010.
Beberapa kegiatannya antara lain Festival Mewarnai Konsumen Cilik
Tingkat TK/SD dan Lomba Menulis Konsumen Cerdas Tingkat SMP/SMA.
BPKN juga mengadakan Safari Edukasi ke beberapa pusat
perbelanjaan dengan mengambil tema isu-isu aktual perlindungan
konsumen serta mengadakan dialog interaktif di TV dan radio mengenai
sejumlah isu aktual konsumen.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman stakeholders
terhadap perlindungan konsumen, BPKN juga telah menerbitkan
dan mendistribusikan media publikasi, antara lain Profil BPKN, buku
saku Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Perlindungan Konsumen, Newsletter, dan leaflet “Tina Konsumen Cerdas”.
BPKN melayani dan menangani pengaduan dan kasus konsumen
baik dari konsumen, pelaku usaha maupun LPKSM, seperti pengaduan
12 LPKSM yang tergabung dalam Himpunan Lembaga Konsumen
Indonesia (HLKI) tentang penerapan Payment Point Online Bank oleh PT
PLN yang dianggap merugikan konsumen.
BPKN juga menangani pengaduan 31 orang eks nasabah Bank IFI
dengan 66 rekening deposito senilai Rp. 25.564.892.500 dan pengaduan
BPKN, Terdepan dalam Melindungi KonsumenMisi yang diemban BPKN adalah memperkuat landasan hukum dan
kerangka kebijakan perlindungan konsumen nasional; memperkuat akses jalur penyelesaian sengketa perlindungan konsumen; dan memperluas
akses informasi perlindungan konsumen serta mengembangkan edukasi dan informasi konsumen.
pembiayaan konsumen (48 kasus) dari beberapa LPKSM seperti HLKI,
LPKSM Surabaya, dan LPKSM Bojonegoro. Pengaduan lainnya yang
pernah ditangani BPKN antara lain tentang perumahan, penerbangan,
undian berhadiah, restoran/katering, serta MLM pangan.
Dalam beberapa kasus BPKN juga menjadi saksi ahli, seperti dalam
kasus pengisian gas elpiji yang tidak sesuai standar; pembuatan jamu
tradisional yang dapat membahayakan konsumen; keterlambatan dalam
serah terima sewa menyewa kios yang oleh penyewa dilaporkan secara
pidana dan melanggar UUPK, pemantauan implementasi PPN 10%
sesuai dengan ketentuan UU No. 42/2009 di 10 daerah terhadap rumah
makan, restoran dan kebutuhan pokok lainnya, pembelajaran tentang
prosedur penanganan pengaduan di Consumer of Penang di Malaysia.
Di bidang Kerjasama, BPKN juga telah menyelenggarakan
Pertemuan BPSK se-Jawa Barat dan LPKSM se-Kota Bandung. Tujuannya
mendorong tumbuhnya BPSK khususnya di wilayah Jawa Barat dan
mendorong kinerja LPKSM di daerah khususnya LPKSM Kota Bandung.
Sejumlah forum juga diselenggarakan BPKN seperti Forum
Komunikasi LPKSM di Jogjakarta pada 28 – 30 Juli 2010; Forum Dialog
Trust Building dengan Penyedia Jasa Layanan Rumah Sakit (19/5/2010);
APril 2011 | 1 3
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
KILAS
Permasalahan Penggunaan tabung Gas LPG 3 Kg dan 12
Kg. Maraknya kasus ledakan tabung gas 3 kg pada tahun 2010
disikapi oleh BPKN dengan menyampaikan rekomendasi dalam
Surat kepada Menteri Perdagangan No. 105/BPKN/7/2010 tanggal
12 Juli 2010, bahwa untuk tabung gas 3 kg dan 12 kg beserta
perangkatnya secara tersendiri agar dikenai wajib label. BPKN juga
menyampaikan Surat No. 114/BPKN/8/2010 tanggal 2 Agustus 2010
tentang Penanganan Permasalahan Penggunaan Tabung Gas LPG
3 Kg kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
4. Rekomendasi BPKN kepada Gubernur DKI Jakarta dalam
Surat No. 123/BPKN/8/2010 perihal Revisi Perda No. 5 tahun
1999 tentang Perparkiran. Pelaku usaha kerap mencantumkan
klausula baku, yang cenderung melempar tanggungjawab di karcis
parkir antara lain: ”kehilangan barang menjadi tanggung jawab
konsumen”. Mencermati kasus tersebut, BPKN menyampaikan
saran dan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta No. 123/
BPKN/8/2010 tanggal 16 Agustus 2010 mengenai Revisi Perda
no. 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran. Dalam sebuah perkara
di pengadilan Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa
pengelola parkir wajib mengganti kendaraan yang hilang di area
parkir. Putusan tersebut menjadi yurisprudensi bagi kasus serupa.
5. Rekomendasi BPKN tentang Strategi Kebijakan Edukasi
Konsumen Muda. BPKN merekomendasikan kepada Kementerian
Pendidikan untuk menyusun dan menerapkan Sistem Edukasi
Perlindungan Konsumen Muda kepada anak-anak usia sekolah
(tingkat PAUD, SMP, dan SMA) yang melibatkan pendamping
dalam bentuk kurikulum dan kegiatan ekstra kurikuler. Sebagai
contoh, anak diberikan kesempatan untuk berinteraksi secara
langsung ke pasar dengan memilih produk yang aman dan sehat
agar mereka menjadi cerdas dan kritis sebagai konsumen.
6. Rekomendasi BPKN tentang air Minum Dalam Kemasan. Di
beberapa tempat penjualan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK),
BPKN menemukan produk AMDK yang masih mencantumkan
SNI wajib AMDK yang lama yaitu SNI 01-3553-1996. Seharusnya
produsen sudah mencantumkan SNI Wajib AMDK yang baru yakni
SNI 01-3553-2006 pada kemasan produk, dimana standar ini direvisi
pada bagian persyaratan mutu AMDK yang meliputi dua kategori,
yaitu: air mineral dan air demineral. BPKN merekomendasikan kepada
Kementerian Perindustrian sebagai pembina teknis industri AMDK
untuk mengingatkan pelaku usaha agar segera mencantumkan
SNI 01-3553-2006 pada kemasan produk AMDK-nya. u
dan Forum Komunikasi
BPKN Regional
(28/11/2010).
B P K N j u g a
m e n g a d a k a n
kerjasama dengan
lembaga perlindungan
konsumen di luar
negeri seperti Malaysia,
Thailand, Australia,
Taiwan, dan Mesir serta
menandatangani Nota
Kesepahaman dengan UII Jogjakarta
dan Universitas Hasanuddin, Makassar
untuk kerjasama edukasi perlindungan
konsumen di kalangan akademisi.
Selama tahun 2010, BPKN
menghasilkan rekomendasi yang
bertujuan untuk mencegah kerugian
konsumen. Kegiatan perlindungan
konsumen BPKN bertolak dari
informasi kerugian konsumen
berdasarkan aspek K3L pada suatu
produk yang menyangkut hajat
hidup orang banyak dan berdasarkan
banyaknya data pengaduan
konsumen yang masuk. Rekomendasi tersebut adalah :
1. Rekomendasi Permasalahan Nasabah Bank IFI dengan
LPS kepada Presiden Republik Indonesia dan Kepala Eksekutif
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) melalui Surat No. 70 dan 71/
BPKN/5/2010. Berdasarkan hasil kajian BPKN tersebut, LPS harus
meninjau kembali keputusan “tidak layak bayar” sehingga nasabah
Bank IFI dapat memperoleh penjaminan penggantian.
2. Rekomendasi Perihal Kebijakan Pt. PLN tentang sistem
Payment Point Online Bank (PPOB) kepada Direktur Utama PT.
PLN dan Menteri Koordinator Perekonomian melalui Surat No. 73/
BPKN/5/2010 tanggal 31 Mei 2010 sebagai tindaklanjut pengaduan
dari Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI).
3. Rekomendasi BPKN kepada Menteri Perdagangan dalam
Surat No. 105 dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat dalam surat No. 114/BPKN/8/2010 tentang Penanganan
BPKN, Terdepan dalam Melindungi Konsumen
1 4 | APril 2011
PereDaran ProDuk mainan anak-anak yang membahayakan
keselamatan dan kesehatan tidak
terbendung. Produk tersebut
bebas beredar dimana-mana tanpa
ada pengawasan memadai dari
pemerintah.
Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN) telah mengamati
peredaran produk mainan anak-anak
yang tidak berstandar dan sangat
merugikan konsumen, khususnya anak.
Perhatian BPKN terhadap
produk mainan anak-anak yang tidak
berstandar sudah sangat lama. BPKN
pernah merekomendasikan kepada
Menteri Perindustrian mengenai
Urgensi Penyusunan SNI Wajib Mainan
Anak melalui surat No, 55/BPKN/8/2007
pada 20 Agustus 2007.
Kemudian BPKN melakukan
audiensi dengan Menteri Perindustrian
pada 7 April 2010 di Kementerian
Perindustrian. Pada saat itu, dijanjikan
penerapan SNI Wajib akhir Desember
2010.
Berdasarkan hasil
pengamatan BPKN,
mainan anak yang beredar
membahayakan keselamatan
dan kesehatan karena
bentuknya tajam, runcing,
tidak elastis, mudah tertelan,
dan mudah patah. Selama
ini konsumen anak sangat
rentan dan belum memiliki
pemahaman memadai dalam
memilih mainan. Dalam kurun waktu
tertentu, hanya tiga bulan mencuat
kasus yang disebabkan oleh mainan
pistol-pistolan dan berakibat cideranya
anak-anak, seperti kasus yang terjadi di
Padang yang menciderai 20 orang anak
dimana 8 orang terancam kebutaan.
BPKN menilai anak merupakan
generasi muda dan aset bangsa perlu
mendapat perlindungan dari aspek
keamanan, kesehatan, keselamatan
dan lingkungan. Hal itu sejalan dengan
konvensi PBB yang menekankan bahwa
anak memiliki 4 hak dasar yang harus
dipenuhi, yakni hak atas kelangsungan
hidup, hak untuk berkembang hak
partisipasi dan hak perlindungan.
Karena itu, BPKN pada tanggal
23 Desember 2010 kemudian
mengeluarkan rekomendasi melalui
surat No. 192/BPKN/12/2010 kepada
Menteri Perindustrian selaku pembina
teknis industri agar segera dapat
memberlakukan SNI mainan anak
secara wajib.
Surat rekomendasi tersebut
ditembuskan juga kepada Menteri
Perdagangan, Ketua Komite Akreditasi
Nasional dan Asosiasi Perusahaan
Mainan Indonesia (APMI). u
REKOMENDASI
JULI 2010 9
Rekomendasi BPKN
Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen
Rekomendasi adalah senjata tajam Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN). Lewat rekomendasi, BPKN mengkritisi
kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
/
t
l
g
e
r
p
s
l
g
p
t
.
c
m
o
p
-
b
o
g
-
o
t
.
b
o
s
o
o
nyusun kebijakan perlindungan SEJAK dewan pengurus BPKN konsumen. pertama dibentuk, berbagai
Tahun ini, BPKN sudah me-rekomendasi sudah dikeluarkan, ngeluarkan dua rekomendasi terha-yakni terkait kasus minyak tanah, dap Presiden yang juga ditujukan pangan, Haji, listrik, PDAM, Kese-kepada menteri dan lembaga ter-hatan, Transportasi, Bahan Bakar kait. Rekomendasi pertama terkait Gas dan Bahan Transgenik. kasus sistem pembayaran listrik Namun, yang terpenting apa-melalui Payment Point Online Bank kah rekomendasi tersebut ditindak-(PPOB). Rekomendasi juga diala-lanjuti pemerintah? Alangkah sa-matkan kepada Wakil Presiden, yangnya jika rekomendasi akhirnya Menteri Negara Badan Usaha Milik cuma sekadar numpang lewat bila Negara (BUMN), Menteri Energi dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Sumber Daya Mineral, Menteri Ketua BPKN Suarhatini “Tini” Perdagangan dan PT PLN. Hadad mengakui tidak semua reko-
Kedua kasus Bank IFI dengan mendasi BPKN ditindaklanjuti pe-eks nasabahnya yang rekomenda-merintah. Selama 3 tahun perjalan-sinya ditujukan kepada Wakil Pre-an pengurus BPKN sebelumnya, ha-siden, Menko Perekonomian, Men-nya beberapa rekomendasi yang di-teri Keuangan, Menteri Perdagang-tindaklanjuti seperti pencemaran an, Gubernur BI, Kepala Eksekutif formalin pada makanan, pendis-Lembaga Pejaminan Simpanan tribusian bahan berbahaya dan pe-(LPS). netapan standar mainan anak.
Menurut Tini Hadad, kedua Meski pemerintah cenderung kasus ini masuk ke meja BPKN mengabaikan rekomendasi BPKN, berdasarkan laporan masyarakat namun berdasarkan UU No. 8 Tahun yang ditanggapi serius BPKN. 1999, BPKN wajib memberi saran
Terkait kasus sistem pem-dan rekomendasi kepada peme-bayaran listrik melalui Payment rintah sebagai basis untuk Point Online Bank (PPOB), BPKN me-me-
nerima pengaduan dari Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI). Pembayar l istrik mengadu karena sebagai konsumen dibebani biaya untuk setiap pemba-yaran listrik melalui sistem PPOB dengan nilai bervariasi antara Rp 1.600 Rp 5.000. Bank langsung membebani ke rekening tagihan konsumen padahal PLN tidak pernah meminta persetujuan kon-sumen mengenai pembayaran dengan sistem PPOB PLN.
Dari penelusuran BPKN menunjukkan sistem PPOB PLN merupakan hasil perjanjian antara PT PLN dengan pihak ketiga (Bank) dengan membe-bankan akibat perjanjian terse-but berupa biaya administrasi kepada konsumen.
Pembebanan biaya admi-nistrasi tersebut tidak pernah diperjanjikan kepada konsumen
Produk Mainan Anak Harus Memiliki Standar
APril 2011 | 1 5
REKOMENDASI
JULI 2010 9
Rekomendasi BPKN
Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen
Rekomendasi adalah senjata tajam Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN). Lewat rekomendasi, BPKN mengkritisi
kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
/
t
l
g
e
r
p
s
l
g
p
t
.
c
m
o
p
-
b
o
g
-
o
t
.
b
o
s
o
o
nyusun kebijakan perlindungan SEJAK dewan pengurus BPKN konsumen. pertama dibentuk, berbagai
Tahun ini, BPKN sudah me-rekomendasi sudah dikeluarkan, ngeluarkan dua rekomendasi terha-yakni terkait kasus minyak tanah, dap Presiden yang juga ditujukan pangan, Haji, listrik, PDAM, Kese-kepada menteri dan lembaga ter-hatan, Transportasi, Bahan Bakar kait. Rekomendasi pertama terkait Gas dan Bahan Transgenik. kasus sistem pembayaran listrik Namun, yang terpenting apa-melalui Payment Point Online Bank kah rekomendasi tersebut ditindak-(PPOB). Rekomendasi juga diala-lanjuti pemerintah? Alangkah sa-matkan kepada Wakil Presiden, yangnya jika rekomendasi akhirnya Menteri Negara Badan Usaha Milik cuma sekadar numpang lewat bila Negara (BUMN), Menteri Energi dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Sumber Daya Mineral, Menteri Ketua BPKN Suarhatini “Tini” Perdagangan dan PT PLN. Hadad mengakui tidak semua reko-
Kedua kasus Bank IFI dengan mendasi BPKN ditindaklanjuti pe-eks nasabahnya yang rekomenda-merintah. Selama 3 tahun perjalan-sinya ditujukan kepada Wakil Pre-an pengurus BPKN sebelumnya, ha-siden, Menko Perekonomian, Men-nya beberapa rekomendasi yang di-teri Keuangan, Menteri Perdagang-tindaklanjuti seperti pencemaran an, Gubernur BI, Kepala Eksekutif formalin pada makanan, pendis-Lembaga Pejaminan Simpanan tribusian bahan berbahaya dan pe-(LPS). netapan standar mainan anak.
Menurut Tini Hadad, kedua Meski pemerintah cenderung kasus ini masuk ke meja BPKN mengabaikan rekomendasi BPKN, berdasarkan laporan masyarakat namun berdasarkan UU No. 8 Tahun yang ditanggapi serius BPKN. 1999, BPKN wajib memberi saran
Terkait kasus sistem pem-dan rekomendasi kepada peme-bayaran listrik melalui Payment rintah sebagai basis untuk Point Online Bank (PPOB), BPKN me-me-
nerima pengaduan dari Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI). Pembayar l istrik mengadu karena sebagai konsumen dibebani biaya untuk setiap pemba-yaran listrik melalui sistem PPOB dengan nilai bervariasi antara Rp 1.600 Rp 5.000. Bank langsung membebani ke rekening tagihan konsumen padahal PLN tidak pernah meminta persetujuan kon-sumen mengenai pembayaran dengan sistem PPOB PLN.
Dari penelusuran BPKN menunjukkan sistem PPOB PLN merupakan hasil perjanjian antara PT PLN dengan pihak ketiga (Bank) dengan membe-bankan akibat perjanjian terse-but berupa biaya administrasi kepada konsumen.
Pembebanan biaya admi-nistrasi tersebut tidak pernah diperjanjikan kepada konsumen
BPKn: Banyak Praktek Pelanggaran UU no. 42/2009 Undang-undang No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga
atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah mendapat
sorotan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Substansi UU dinilai tidak jelas dan bermasalah dalam penerapannya.
Perubahan UU tersebut tujuannya adalah meningkatkan kepastian
hukum dan keadilan bagi rakyat, menyederhanakan sistem PPN dan
mengurangi distorsi serta peningkatan kegiatan ekonomi. Namun,
kenyataannya ditemukan berbagai permasalahan dan penyimpangan
yang dilakukan pengusaha sehingga merugikan rakyat banyak.
Berdasarkan UU tersebut khususnya Pasal 4A Ayat 2, barang
yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok a)
barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya; b) barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan rakyat banyak; c) makanan dan minuman yang disajikan
di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi
makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
jasa boga atau katering; d) uang, emas batangan dan surat berharga.
Namun, BPKN dalam pengamatan di lapangan menemukan
banyak praktek pelanggaran UU No. 42 tahun 2009. Pelanggaran itu
adalah, pengusaha mengenakan PPN 10% pada barang kebutuhan
pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Pengusaha menempatkan
barang tidak kena PPN pada kemasan barang kena PPN. Pengusaha
mengenakan PPN namun tidak mencantumkan dalam bukti
pembelian. Ada juga pengusaha yang masih mencantumkan PPN
10%, namun yang dimaksud adalah pajak pembangunan seperti
pajak restoran. BPKN memperkirakan hal tersebut terjadi karena faktor
kesengajaan dari pengusaha.
BPKN juga menilai timbulnya masalah itu karena ada ketidakjelasan
dalam klausula pengaturan dalam UU No. 42 Tahun 2009. Misalnya,
disebutkan bahwa daging termasuk barang yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak sehingga tidak dikenakan PPN 10%. Namun
pendefinisian daging sangat membingungkan. Dalam penjelasan
disebutkan daging yang dimaksud adalah
daging segar tanpa diolah, tetapi melalui
proses disembelih dan seterusnya.
UU tersebut juga dinilai kurang
berpihak pada rakyat kecil, misalnya
daging dibebaskan dari PPN namun tidak
menyebutkan daging apa saja sehingga daging ikan tidak termasuk
yang dibebaskan. Dalam prakteknya pengusaha yang menjual ikan asin
dikenakan PPN10%, padahal konsumen ikan asin adalah rakyat kecil.
Mengingat kerugian konsumen akibat pengenaan PPN yang
kerap menimbulkan masalah, BPKN mengeluarkan rekomendasi
dalam surat No. 193/BPKN/12/2010 kepada Menteri Keuangan.
Dalam rekomendasi itu, Menteri Keuangan cq Direktorat Jenderal
Pajak diminta : (1) menyusun petunjuk teknis dengan definisi yang jelas
dan tidak menimbulkan multi tafsir tentang barang kebutuhan pokok
yang sangat dibutuhkan rakyat. Selain itu, BPKN menilai perlunya
keberpihakan kepada rakyat kecil sehingga tujuan penyempurnaan
UU tentang PPN/PPnBM meningkatkan kepastian hukum dan keadilan
bagi pengenaan PPN serta mengurangi distorsi dan peningkatan
kegiatan ekonomi dapat tercapai.
(2) Melakukan pengawasan dan pemantauan lapangan atas pelaksanaan
pengenaan PPN pada barang kebutuhan pokok, makanan dan minuman
seperti yang diatur dalam UU No. 42 tahun 2009 serta memberi sanksi
kepada pengusaha yang melanggar sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Perlu disusun pedoman pembuatan format kuitansi/struk
pembayaran yang baku yang memberikan informasi yang jelas tentang
pengenaan PPN pada barang-barang kebutuhan rakyat banyak.
(4) Pemerintah daerah melakukan sosialisasi lebih gencar atas kewajiban
pengusaha untuk mengenakan pajak
pembangunan pada hotel dan restoran, dan
melakukan pengawasan dalam pelaksanaan
pengenaan pajak, guna pengamanan PAD
yang diterima dan pelaksanaan program
pembangunan daerah. u
1 6 | APril 2011
Rumah sakit merupakan
sebuah lembaga penting
di bidang kesehatan.
Keberadaan rumah sakit amat
dibutuhkan masyarakat guna
mengatasi masalah-masalah yang
menyangkut kesehatan.
Berdasarkan fungsinya, rumah
sakit adalah suatu organisasi yang
menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien melalui tenaga medis profesional yang terorganisir
serta sarana kedokteran yang permanen.
Namun dalam menjalankan fungsinya di atas, tidak sedikit muncul
keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan
prosedur yang berlaku sehingga merugikan masyarakat konsumen selaku
pengguna jasa rumah sakit.
Karena banyaknya keluhan terhadap pelayanan rumah sakit yang
terkait dengan kepentingan konsumen, Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN) telah melakukan kajian terhadap pelayanan yang
diberikan rumah sakit kepada konsumennya.
Kajian dilakukan di wilayah Jabotabek selama tahun 2010 dengan
responden terdiri atas pasien dan manajemen rumah sakit. Dari kajian itu,
BPKN menemukan sejumlah fakta.
Dalam kajiannya, BPKN menemukan bukti bahwa Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.129/
Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,
pada hakekatnya adalah jenis pelayanan dasar rumah sakit yang wajib
dilaksanakan oleh semua rumah sakit daerah (RSUD) di kabupaten/kota.
Pada kenyataannya indikator SPM itu juga diterapkan oleh rumah sakit
swasta dan khusus yang menjadi sampel penelitian BPKN.
BPKN juga menemukan fakta bahwa pelaksanaan 11 jenis pelayanan
yang terkait langsung dengan hak pasien sebagai konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 Undang Undang Perlindungan Konsumen,
untuk rumah sakit swasta dan khusus sebagian besar telah dilaksanakan
dengan baik. Namun, beberapa rumah sakit daerah (RSUD) belum mampu
sepenuhnya memenuhi 11 jenis pelayanan tersebut.
Selain itu, kajian tersebut juga menemukan bahwa dari 15 rumah
sakit yang menjadi sampel penelitian BPKN, belum ada yang terakreditasi.
Sebagian baru dalam proses pengajuan akreditasi. Hal ini menunjukkan
penerapan ketentuan mengenai akreditasi yang diatur dalam Undang
Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, belum
sepenuhnya dipatuhi oleh sebagian besar rumah sakit.
Hasil kajian tersebut kemudian dibahas BPKN
dalam sebuah workshop dan telaahan lebih lanjut, yang
memunculkan dua permasalahan di bidang pelayanan
rumah sakit sebagai berikut:
Pertama, hubungan pasien dengan dokter yang praktek di rumah
sakit. Sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum
terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan di rumah sakit. Namun kenyataannya, seringkali
hubungan dokter dengan pasien masih menimbulkan kemelut yang
merugikan kepentingan pasien sebagai konsumen.
Kedua, Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit belum diharmonisasikan
dengan ketentuan Undang Undang No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
Berdasarkan hasil kajian dan workshop serta telaahan tersebut, BPKN
telah memberikan saran dan rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan
sebagai berikut:
BPKN merekomendasikan Kementerian Kesehatan perlu menerapkan
SPM yang wajib dipedomani oleh seluruh rumah sakit secara nasional. BPKN
juga menyarankan Kementerian Kesehatan untuk mengharmonisasikan
SPM rumah sakit dengan Undang Undang No. 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga direkomendasikan untuk
mempertegas pelaksanaan akreditasi rumah sakit sebagaimana diatur
dalam pasal 40 UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dengan
mewajibkan seriap rumah sakit mencantumkan tingkat akreditasi yang
dimilikinya sebagai label dari rumah sakit yang bersangkutan, sejalan
dengan Pasal 4 butir c dan Pasal 7 butir b Undang Undang Perlindungan
Konsumen.
Dalam kaitan hubungan pasien dan dokter yang berpraktek di
rumah sakit, BPKN merekomendasikan perlunya hal itu diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan yang mempertegas bahwa tanggung
jawab akhir terhadap pasien sebagai konsumen berada pada rumah
sakit sebagai pelaku usaha. u
haSIL PENELItIaN BPKNPelayanan Rumah sakit
belum optimal
REKOMENDASI
JULI 2010 9
Rekomendasi BPKN
Menebas Kebijakan yang Merugikan Konsumen
Rekomendasi adalah senjata tajam Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN). Lewat rekomendasi, BPKN mengkritisi
kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
/
t
l
g
e
r
p
s
l
g
p
t
.
c
m
o
p
-
b
o
g
-
o
t
.
b
o
s
o
o
nyusun kebijakan perlindungan SEJAK dewan pengurus BPKN konsumen. pertama dibentuk, berbagai
Tahun ini, BPKN sudah me-rekomendasi sudah dikeluarkan, ngeluarkan dua rekomendasi terha-yakni terkait kasus minyak tanah, dap Presiden yang juga ditujukan pangan, Haji, listrik, PDAM, Kese-kepada menteri dan lembaga ter-hatan, Transportasi, Bahan Bakar kait. Rekomendasi pertama terkait Gas dan Bahan Transgenik. kasus sistem pembayaran listrik Namun, yang terpenting apa-melalui Payment Point Online Bank kah rekomendasi tersebut ditindak-(PPOB). Rekomendasi juga diala-lanjuti pemerintah? Alangkah sa-matkan kepada Wakil Presiden, yangnya jika rekomendasi akhirnya Menteri Negara Badan Usaha Milik cuma sekadar numpang lewat bila Negara (BUMN), Menteri Energi dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Sumber Daya Mineral, Menteri Ketua BPKN Suarhatini “Tini” Perdagangan dan PT PLN. Hadad mengakui tidak semua reko-
Kedua kasus Bank IFI dengan mendasi BPKN ditindaklanjuti pe-eks nasabahnya yang rekomenda-merintah. Selama 3 tahun perjalan-sinya ditujukan kepada Wakil Pre-an pengurus BPKN sebelumnya, ha-siden, Menko Perekonomian, Men-nya beberapa rekomendasi yang di-teri Keuangan, Menteri Perdagang-tindaklanjuti seperti pencemaran an, Gubernur BI, Kepala Eksekutif formalin pada makanan, pendis-Lembaga Pejaminan Simpanan tribusian bahan berbahaya dan pe-(LPS). netapan standar mainan anak.
Menurut Tini Hadad, kedua Meski pemerintah cenderung kasus ini masuk ke meja BPKN mengabaikan rekomendasi BPKN, berdasarkan laporan masyarakat namun berdasarkan UU No. 8 Tahun yang ditanggapi serius BPKN. 1999, BPKN wajib memberi saran
Terkait kasus sistem pem-dan rekomendasi kepada peme-bayaran listrik melalui Payment rintah sebagai basis untuk Point Online Bank (PPOB), BPKN me-me-
nerima pengaduan dari Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI). Pembayar l istrik mengadu karena sebagai konsumen dibebani biaya untuk setiap pemba-yaran listrik melalui sistem PPOB dengan nilai bervariasi antara Rp 1.600 Rp 5.000. Bank langsung membebani ke rekening tagihan konsumen padahal PLN tidak pernah meminta persetujuan kon-sumen mengenai pembayaran dengan sistem PPOB PLN.
Dari penelusuran BPKN menunjukkan sistem PPOB PLN merupakan hasil perjanjian antara PT PLN dengan pihak ketiga (Bank) dengan membe-bankan akibat perjanjian terse-but berupa biaya administrasi kepada konsumen.
Pembebanan biaya admi-nistrasi tersebut tidak pernah diperjanjikan kepada konsumen
APril 2011 | 1 7
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang konsumen, perumusan tindak pidana SENGKETA pembiayaan antara Perlindungan Konsumen (UUPK) sampai dalam Pasal 35 dan 36 Undang-undang konsumen dan pelaku usaha yang difa-kini masih mengalami hambatan. Hak No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan silitasi pengurus Lembaga Perlindungan konsumen untuk mendapatkan infor- Fidusia yang menempatkan pemberi Konsumen Swadaya Masyarakat masi yang benar dan jujur masih fidusia (konsumen) sebagai subjek tin-(LPKSM) seharusnya tidak diselesaikan dianggap angin lalu. Banyaknya kasus- dak pidana, emnunjukkan tidak pro-dengan mengedepankan hukum pidana kasus pembiayaan konsumen meru- porsionalnya tindak pidana tersebut. mengingat hubungan hukum antara pe-pakan cerminan lemahnya penegakan “Apalagi tidak ada perumusan laku usaha dengan konsumen sebetul-hukum perlindungan konsumen. tindak pidana dan sanksi pidana bagi nya merupakan hubungan perdata.
“Konsumen belum bermartabat. penerima fidusia (pelaku usaha) yang Penyelesaian sengketa konsumen yang LPKSM yang tugasnya dalam pe- tidak mendaftarkan jaminan fidusia dilakukan dengan pendekatan hukum nanganan pengaduan konsumen dija- dalam undang-undang tersebut. pidana justru akan bersifat kontra min Pasal 44 ayat (3) huruf d Undang- Padahal pendaftaran jaminan fidusia produktif terhadap upaya perlindungan undang Nomor 8 Tahun 1999 bisa merupakan suatu keharusan. Tindakan konsumen itu sendiri.terancam menjadi tersangka, bahkan tidak mendaftarkan jaminan fidusia ini Demikian salah satu benang me-terdakwa dengan digunakannya instru- jelas merupakan kerugian negara, rah dari workshop bertema “Penyele-ment hukum pidana lainnya, melalui karena negara tidak memperoleh saian Permasalahan Pembiayaan Kon-Pasal-pasal KUHP,” kata Yusuf. penghasilan yang seharusnya diperoleh sumen” yang diselenggarakan Badan
Menurut Yusuf, penegakan hokum dari pendaftaran tersebut,” kata Yusuf.Perlindungan Konsumen Nasional (BP-untuk menyeimbangkan posisi konsu- Sementara itu, Indah Suksmaning-KN) di Jakarta belum lama ini. Work-men yang lemah terhadap posisi pelaku sih, anggota BPKN mempertanyakan shop tersebut digelar sehubungan usaha tidak selali positif dengan di- peran Debt Collector serta kewenangan dengan hasil pantauan BPKN bahwa dari gunakannya hokum pidana. Hubungan LPKSM untuk menyimpan barang bukti 38 pengaduan yang masuk selama hukum pelaku usaha dengan konsumen agar tidak disita oleh pelaku usaha jasa Nopember 2008 sampai Januari 2010, yang pada dasarmua merupakan hu- leasing. BPKN berpendapat perusahaan sebanyak 27 pengaduan atau 71% dian-bungan perdata menjadi tidak ekono- pembiayaan tidak seharusnya serta taranya merupakan pengaduan pem-mis dan kontra produktif, ketika peng- merta menerapkan hukum pidana ke-biayaan konsumen.gunaan hukum pidana dipaksakan, baik pada konsumen bila konsumen wan-Workshop dipandu oleh moderator terhadap konsumen, pengurus LPKSM prestasi. Apalagi konsumen seringkali E. Shobirin (anggota BPKN), dengan dan pelaku usaha. mendapatkan ancaman untuk peme-menampilkan narasumber Prof. DR.
Terkait dengan jasa pembiayaan nuhan kewajibannya. YsRosa Agustina, SH (Guru Besar Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia) dan Drs. Firman Turmantara E, SH, MH (Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia, HLKI).
Sementara itu, hasil kajian Direk-torat Perlindungan Konsumen Ke-menterian Perdagangan RI tahun 2006 juga menunjukkan lemahnya posisi konsumen dalam hubungan keper-dataan antara pelaku usaha dengan konsumen. Hal serupa juga terjadi dalam kasus-kasus yang ditangani LPKSM seperti Yayasan Lembaga Kon-sumen Indonesia (YLKI, 2007) dan Him-punan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI, 2009).
Karena itu, BPKN menilai penye-lesaian kasus pembiayaan konsumen ini perlu ditindaklanjuti dalam kerangka kebijakan perlindungan konsumen sesuai dengan tugas BPKN yang diamanatkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Yusuf Shofie, anggota Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN mengatakan, penegakan Undang-
MITRA BPKN
Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Konsumen Harus Adil dan Proporsional
JULI 201012
mu
vid
.w
ordpress.com
itu tidak hanya sebagai acara seremonial yang
hanya dinikmati oleh orang tertentu. ”Tetapi
masyarakat perlu tahu apa makna sebenarnya
yang diperjuangkan oleh organisasi konsumen.
Apalagi kalau yang mencanangkan adalah
organisasi seperti BPKN,” tuturnya.
Misalnya, lanjut Kunto, BPKN bersama
Kementerian Perdagangan memfasilitasi para
pedagang besar maupun industri besar dalam
setahun sekali menjual barangnya dengan
harga distributor. Barang atau produk tersebut
dijual kepada konsumen selama seminggu saja,
tetapi diadakan di beberapa tempat atau lokasi
secara serempak di ibukota kabupaten atau
ibukota provinsi.
”Itu kemauan kami kalau HKN ingin
dicanangkan. Kalau dicanangkan hanya untuk
ditulis saja, masyarakat sebenarnya sudah
tahu apa saja yang dinamakan konsumen, dan
Hari Konsumen itu harus memiliki makna agar
dari kegiatan itu ada satu pelaksanaan yang
mengikat masyarakat,” kata Kunto.
Dengan demikan, tambahnya, konsumen
akan tahu bahwa ada organisasi yang namanya
BPKN. Di satu sisi pemerintah akan melindungi
konsumen melalui UU yang ada. Di sisi yang lain
diselenggarakannya bazaar menjadi “semacam
promosi” bagi perusahaan atau produsen
besar. ”Jadi maknanya bukan seremonial yang
sifatnya diadakan di satu gedung di ibukota ini.
Itulah perencananaan yang pernah saya susun
pada tahun 2008,” ungkap Kunto.
Kalau kegiatan HKN itu sukses, maka
dapat diadakan lagi pada tahun-tahun
berikutnya secara serempak di seluruh kota
besar ibukota provinsi dan dibuka oleh
pemimpin negara. Dengan demikian seluruh
anggota masyarakat dapat menyaksikannya
melalui televisi. ”Yang terpenting kegiatan
tersebut tidak hanya bersifat seremonial
yang hanya membuang-buang uang rakyat,
melainkan harus ada manfaat langsung yang
dirasakan masyarakat sebagai konsumen,”
tegas Kunto.
Mengenai waktu peringatan HKN, Kunto
menyarankan agar mengacu kepada tanggal
disahkannya UU Perlindungan Konsumen
No. 8 tahun 1999, yaitu pada tanggal 20
April tahun 1999. Dasar pemikirannya perlu
disesuaikan dengan saat diundangkannya
UUPK pada bulan April.
”Dulu, ketika saya rencanakan peringatan
HKN tahun 2008, saya buat tanggal 20 atau 21
April. Namun karena LPKSM waktu itu tidak
dianggap, maka peringatan tersebut tidak jadi,
padahal saya sudah ada perjanjian dengan
pihak GBK Senayan. Pertimbangan lainnya,
pada bulan April biasanya musim hujan sudah
berhenti. Hal ini sangat penting karena adanya
kegiatan bazaar secara serentak di seluruh
Indonesia,” kata Kunto.
Dengan demikian, peringatan HKN
akan menjadi saat-saat yang ditunggu oleh
konsumen. Sebaliknya, bagi produsen kegiatan
tersebut seperti semacam ucapan terima kasih
kepada konsumen, karena berkat konsumen
usaha mereka menjadi maju dan barangnya
dibeli oleh para konsumen. ”Jadi, kegiatan
tersebut sifatnya saling mengisi dan
mencapai posisi keseimbangan
antara produsen dan
konsumen.” u
HKN DoRoNg KoNsUMEN MENyADARi HAK-HAKNyARRencana dan gagasan BPKN untuk
menetapkan Hari Konsumen Nasional (HKN) ditanggapi secara positif oleh
kalangan pegiat perlindungan konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen swadaya Masyarakat (LPKsM) di tanah air. salah satu LPKsM ibukota, yayasan Perlindungan Konsumen Nusantara (yPKN) menyambut baik gagasan itu sebagai langkah yang sangat baik untuk meningkatkan upaya perlindungan konsumen di indonesia.
Ketika ditemui di kantornya yang
berlokasi di wilayah Jakarta Timur, Ketua
UmumYPKN, Kunto Purwadi mengemukakan
berbagai pandangannya mengenai gagasan
penetapan HKN.
”Gagasan penetapan Hari Konsumen
Nasional, saya nilai sangat baik, karena melalui
kegiatan tersebut semua masyarakat akan tahu
bahwa konsumen itu sudah dilindungi semua
hak-haknya oleh UU Perlindungan Konsumen,”
tutur Kunto kepada Newsletter BPKN di
kantornya.
Menurut Kunto, YPKN bahkan pernah
berencana untuk mencanangkan HKN dengan
mengadakan peringatan HKN di Gelora
Bung Karno, Senayan tanggal 21 April 2008.
”Namun tidak tahu bagaimana pemerintah
menanggapinya, karena izin dari pemerintah
tidak keluar sehingga akhirnya acara tersebut
tidak jadi digelar,” papar Kunto yang kini aktif
dalam kegiatan perlindungan konsumen agar
konsumen tidak dirugikan hak-haknya.
Kunto menilai sebaiknya peringatan
HKN tidak hanya sekedar acara seremonial
yang tidak memberikan manfaat bagi
kalangan konsumen, melainkan harus
berupa kegiatan atau event yang dapat
memberikan manfaat bagi konsumen.
Pimpinan YPKN yang sejak
tahun 2006 sering menjadi saksi
ahli dalam sejumlah kasus sengketa
konsumen ini menuturkan
harapannya agar HKN
1 8 | APril 2011
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
opInI
Menyebut nama Marius Widjajarta
sudah pasti identik dengan
perjuangan menegakkan hak-
hak konsumen kesehatan. Puluhan tahun
berkecimpung dalam kegiatan ini, Marius
menilai banyak hak konsumen masih
terabaikan.
Dokter yang sehari-hari berpraktek
di Rumah Sakit Carolus ini sangat prihatin
terhadap posisi konsumen kesehatan
di Indonesia. Konsumen tidak berdaya
menghadapi produsen obat, lembaga
kesehatan seperti rumah sakit atau dokter.
“Kesehatan masyarakat di Indonesia
masih sangat rentan. Kondisi ini menuntut
kepedulian yang sangat serius dari
pemerintah,” kata Marius.
Marius mulai bergulat dengan
persoalan konsumen di Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI). Ibunyalah yang juga salah
satu pendiri YLKI mengajak Marius
bergabung begitu ia lulus sebagai
dokter. Keterlibatan ini mampu
membuatnya menyadari
ketidakberdayaan konsumen
di Indonesia.
Setelah 16 tahun di
YLKI, Marius kemudian
mendirikan Yayasan
Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia. Dia
menegaskan lembaga yang
dibidaninya adalah lembaga mandiri,
independen dan tidak menerima dana
asing. “Saya tidak ingin disebut menjual
Marius Widjajarta
KoNsUMEN DAN PELAKU UsAHA HARUs sETARA
APril 2011 | 1 9
penyuluh melalui kerjasama dengan PENGAWASAN juga dilakukan di
instansi terkait. beberapa lokasi, namun hingga kini masih
BPKN sendiri akan membuat pusat banyak produk-produk yang beredar
informasi terkait dengan penanganan ternyata berada di bawah standar yang
kasus tabung LPG beserta asesorisnya, dipersyaratkan. Sebagai gambaran, data
dan juga akan dilakukan tindakan korektif yang dihimpun BPKN kondisi aksesoris dan
maupun preventif. Selain itu, BPKN akan tabung gas yang tidak memenuhi standar,
meningkatkan koordinasi dalam rangka di antaranya tabung gas 3 kg ada 7 persen;
sosialisasi atau edukasi kepada para regulator 20 persen; kompor gas 50
retailer (pengecer) dan pengguna, persen; katup tabung 66 persen; serta
termasuk mengedukasi masyarakat dalam selang 100 persen.
membeli kompor gas beserta peralatan-Itulah sebabnya, dari Januari sampai
nya, agar memilih yang berlabel SNI.Juni 2010, diperkirakan jumlah kasus
BPKN juga sedang melakukan kajian kecelakaan akibat tabung gas dan
yang hasilnya akan dikeluarkan dalam asesorisnya mencapai 33 kasus; korban
bentuk rekomendasi. Sebab, belajar dari tewas 8 orang; dan korban luka-luka 44
pengalaman di Surabaya ternyata orang. Karena itu, rapat tersebut meng-
informasi mengenai gas LPG, termasuk hasilkan beberapa rekomendasi di
cara penggunaan tabung yang baik, tidak antaranya, Pertamina agar melanjutkan
sampai kepada retailer atau konsumen. kontrol kualitas pada SPBE, termasuk
Hal itu terjadi karena distribusi manual melanjutkan dan meningkatkan sosiali-
cara penggunaan tabung gas LPG yang sasi di antaranya melalui iklan, leaflet,
benar hanya terbatas pada tingkat dan stiker, termasuk mempersiapkan
ISU AKTUAL
Kegiatan Sosialisasi Masih Sangat Kurang
Kepala BPKN Suarhatini 'Tini' Hadad
menyatakan, sosialisasi sudah dilakukan
oleh Pertamina dan distributornya, tetapi
frekuensinya dirasakan masih kurang
banyak dan kurang lengkap, terlihat dari
jumlah kecelakaan yang hampir setiap hari
meningkat. Bahkan sebelum program ini
dijalankan, BPKN telah mengingatkan
tentang perlunya sosialisasi itu sampai ke
wilayah-wilayah terpencil, di mana selama
ini mereka kerap menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar kompor.
JULI 20104
opInI
negara atau alat untuk merusak
negara. Karena itu saya tidak mau
menerima dana asing, meski
banyak lembaga donor asing
yang menawarkan bantuan,”
tegas Marius.
Melalui lembaga yang
dibentuk bersama beberapa
rekannya itu, Marius banyak
menangani pengaduan
konsumen. Hingga Juni 2009,
Yayasan sudah menerima
528 pengaduan. Belakangan,
dikemukakannya pengaduan
cenderung semakin meningkat.
Hal itu menunjukkan konsumen
yang mulai menyadari hak-hak
konsumennya. Pengaduan
didominasi kasus pelayanan
dokter, disamping itu asuransi,
pelayanan rumah sakit dan
obat.
K e s u n g g u h a n n y a
membela hak konsumen tidak
jarang membuatnya harus
berhadapan dengan rekan
sesama dokter. Namun, hal itu
tidak membuatnya surut. “Saya
pernah tiga kali diadili di majelis
etik kedokteran karena membela
konsumen,” tuturnya.
Marius menegaskan posisi
konsumen dan pelaku usaha
adalah setara. Konsumen
disebutnya juga bukan raja,
yang hanya tahu hak-haknya
dipenuhi. Jika konsumen dan
pelaku usaha sejajar, kedua
pihak berarti saling menghargai
dan menyadari hak dan kewajiban masing-masing.
Ditegaskannya, di bidang kesehatan pemerintah belum
menjadikan kesehatan sebagai prioritas. Banyak kebijakan
kesehatan yang tidak tuntas. Misalnya UU Kesehatan No. 36 Tahun
2009, yang mengamanatkan penyusunan 32 Peraturan Pemerintah
(PP) ternyata tidak diselesaikan. Begitu juga UU Perumahsakitan
yang mengamanatkan
dibuatnya 5 PP ternyata
sampai sekarang belum
juga tercapai. “UU itu tidak
bisa operasional tanpa PP.
UU dan PP harus lengkap,”
tegasnya.
Dia menunjuk, standar
pelayanan minimal di rumah
sakit saja tidak ada. Selama
persoalan penyusunan PP
terkatung-katung program
pelayanan kesehatan tidak
berjalan maksimal.
Salah satu juga yang
diusulkannya adalah
dijadikannya obat sebagai
salah satu bahan pokok. Sebab,
obat sama pentingnya dengan
sembilan kebutuhan pokok
lainnya yang semuanya adalah
pangan. Harga obat tidak bisa
dilepas pada pasar, jika tidak
akan lepas kendali.
Dia menuturkan ada
tiga jenis obat beredar di
pasaran, yaitu obat generik
yang harganya diatur oleh
pemerintah, obat paten yang
kendalinya ada di produsen.
Obat paten hanya sekitar 7% –
8% dari total obat yang beredar
di pasaran. Saat ini yang
dikhawatirkannya adalah obat
generik bermerek. Perbedaan
harganya melambung hingga
200 kali dari harga generik.
“Obat generik bermerek
menguasai pasar hingga 80%.
Harga obat generik bermerek seharusnya ditata karena merugikan
konsumen,” tegasnya.
Marius menegaskan tugas pemerintah adalah memperkuat
dan memberdayakan konsumen. UU Perlindungan Konsumen harus
lebih banyak disosialisasikan kepada masyarakat. Tanpa sosialisasi
masyarakat tidak tahu hak dan kewajibannya. u
Salah satu yang diusulkannyaAdalah dijadikannya obat sebagai salah
satu bahan pokok. Sebab, obat sama pentingnya dengan sembilan kebutuhan
pokok lainnya. Harga obat tidak bisa dilepas pada pasar, jika tidak akan lepas
kendali.
2 0 | APril 2011
BaDan PerlinDungan konsumen nasional (BPkn) Dan komisi P e n g a w a s P e r s a i n g a n usaha (kPPu)melakukan koordinasi d a n k o m u n i k a s i guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya melalui peningkatan upaya perlindungan konsumen.
“Pimpinan BPKN datang ke KPPU dalam rangka koordinasi dan membangun komunikasi sebagai lembaga yang memiliki visi yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, di mana BPKN memberikan perlindungan kepada konsumen sedangkan KPPU sebagai lembaga yang membangun iklim persaingan sehat,” kata Akhmad Junaidi, Kepala Biro Humas KPPU, di Ja-karta beberapa waktu yuang lalu.
KPPU yang diwakili Wakil Ketuanya, Tri Anggraini, Sekjen KPPU serta jajaran pimpinan Sekretariat menerima kedatangan Ketua BPKN, Suarhatini Hadad, Wakil Ketua BPKN, Franciscus (Franky) Welirang serta beberapa perwakilan BPKN lainnya.
BPKN dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan BPKN didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Sementara KPPU merupakan lembaga penegak hukum dan juga lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan meme-riksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No.5/1999 tersebut, serta menetapkan putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para pelanggarnya.
Dalam pertemuan itu kedua belah pihak mengakui terdapat kesamaan
tujuan antara BPKN dengan KPPU. BPKN memastikan agar konsumen Indonesia tidak
dirugikan atas barang dan jasa yang mereka konsumsi, sedangkan KPPU di bawah UU No. 5/1999 turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien, melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian berusaha.
BPKN bertugas memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan kebijakan-kebijakan di bidang perlindungan konsumen, melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundangan yang berlaku di bidang perlindun-gan konsumen, serta menerima pengaduan dari konsumen dan pelaku usaha.
Beberapa rekomendasi yang dihasilkan BPKN tahun 2010 di antaranya mengenai peng-awasan keamanan pangan dan bahan berba-haya, mengenai nasabah bank IFI dan Lembaga Penjamin Simpanan, serta mengenai revisi Perda Perparkiran.
Di bidang penelitian dan pengembangan, pada tahun 2010 BPKN telah merampungkan kajian dan analisis tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dan perhubungan udara. BPKN juga telah melayani dan menangani pengaduan kasus konsumen, pelaku usaha, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), seperti dalam penanganan kasus susu dan Enterobacter sakazakii yang masih berlangsung hingga kini.
KPPU juga melakukan pengawasan ter-hadap sektor-sektor yang bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat. Sebagai contoh sektor yang saat ini menjadi fokus KPPU adalah fuel surcharge armada penerbangan, kartel semen, distribusi perdagangan gula dan masalah tra-ding term (syarat perdagangan) pada sistem ritel modern.
Adanya kesamaan tujuan tersebut telah mendorong BPKN dan KPPU bekerja sama lebih erat, untuk mensinergikan upaya mereka dalam mencapai tujuan yang sama yaitu kesejahte-raan konsumen dan masyarakat Indonesia pada umumnya. u
BPKn-KPPU KeRjASAMA TIngKATKAn PeRLInDUngAn KonSUMen Bagi seBagian orang, kartu kredit dianggap
dapat memudahkan proses transaksi karena orang tidak perlu repot membawa uang tunai. Namun yang harus dipahami, kartu kredit tetap menjadi kredit atau hutang, yang pelunasannya bisa jadi akan memberatkan pengguna kartu kredit di kemudian hari.
Demikian diungkapkan Srie Agustina, dalam kapasitasnya selaku Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), di Depok belum lama ini. Menurut Srie, edu-kasi kepada konsumen dalam penggunaan kartu kre-dit penting dilakukan, karena banyak hal yang harus diperhatikan dan dipahami konsumen, sehingga kon-sumen menjadi lebih berhati-hati dalam menentukan perlu tidaknya mereka menggunakan kartu kredit.
Menurut Srie, ada beberapa hal terkait kartu kredit yang perlu disikapi secara hati-hati, cermat dan cerdas oleh konsumen. Pertama, pada tahap pena-waran, biasanya penerbit secara agresif menawarkan kartu kredit, sehingga menimbulkan ketidaklengka-pan informasi bagi konsumen tentang resiko peng-ambilan kartu kredit.Padahal hak dan kewajiban pe-megang kartu kredit perlu dijelaskan secara lengkap, agar pihak bank dapat mengetahui secara akurat ke-mampuan konsumen.
Kedua, pada tahap penggunaan kartu kredit biasanya muncul berbagai macam denda ataupun ta-gihan bunga-berbunga yang tidak dijelaskan kepada konsumen sebelumnya. Selain itu, sejumlah perma-salahan seringkali menimpa konsumen kartu kredit seperti tagihan yang terkirim secara salah alamat, tagihan ganda, kegagalan transaksi, kerahasiaan data pemegang kartu kredit (pembobolan), pelayanan tidak sesuai yang dijanjikan, fasilitas yang tidak dibe-rikan, dan adanya beban administrasi lainnya tanpa sepengetahuan konsumen.
Permasalahan ketiga yang biasanya dialami kon-sumen (pengguna) kartu kredit adalah penggunaan agen atau debt collector pada tahap penagihan kartu kredit, dimana mereka cenderung memiliki target sendiri, bahkan seringkali tidak memahami aspek hu-kum sehingga sering melanggar hak azasi konsumen.
Menanggapi hal-hal tersebut, dalam serial Safari Edukasi Konsumen yang diselenggarakan di Depok Town Square itu, BPKN mengadakan diskusi tentang Kartu Kredit yang dihadiri oleh beberapa nara sumber. Mereka adalah Direktur Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan Srie Agustina, Anggota Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN Yusuf Shofie, Ketua Lembaga Konsumen Jakarta Farida Perangin Angin, Ketua Tim Pengawasan Sistim Pembayaran BI Hamid Abidin, Ketua Dewan Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Wiweko Probojakti, dan Aman Sinaga dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). u
Konsumen Perlu Hati-Hati Menggunakan Kartu Kredit
Recommended