View
263
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
0
AHMAD SETIA PEMUSIK MELAYU SUMATERA UTARA:
BIOGRAFI DAN GAYA MELODIS PERMAINAN AKORDION
SKRIPSI SARJANA OLEH: SITI ZULAIKHA SITANGGANG NIM: 030707008
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI 2008
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah dan Alasan Pemilihan Judul
Kesenian tidak pernah berdiri sendiri dan lepas dari kondisi sosiobudaya
masyarakat pendukungnya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang penting,
kesenian merupakan ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat
yang menyangga kebudayaan dan kesenian, menciptakan, memberi peluang untuk
bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkannya untuk kemudian
menciptakan kebudayaan baru. Akan tetapi, masyarakat adalah suatu perserikatan
manusia, yang mana kreativitas masyarakat berasal dari manusia-manusia yang
mendukungnya (Umar Kayam, 1981:38-39). Manusia-manusia dalam suatu
kebudayaan, bekerja dalam bidang-bidang seperti ekonomi, bahasa, agama, teknologi,
sosial, pendidikan, dan kesenian. Pekerjaannya ini ada yang bersifat sebagai
pekerjaan utama, dan tak jarang pula yang menyertainya dengan pekerjaan sambilan
atau tambahan, yang tujuannya adalah untuk memperkuat ekonominya.
Dalam bidang kesenian pula, manusia-manusia di dalamnya terdiri dari para
manejer, seniman, pencipta atau pengkreasi seni seperti komposer dan pencipta tari,
koreografer, pelukis, pematung, pemahat, dan lain-lainnya. Dalam konteks sejarah
dan kemanusiaan, di antara mereka ini ada yang begitu menonjol dalam berbagai
strata kelompok manusia. Misalnya manusia di dunia mengenal seniman Salvador
2
Dali, Leonardo Davinci, Michael Jackson, Whitney Houston, Jhon Travolta, dan
masih banyak lagi yang lainnya. Di Nusantara kita mengenal Titik Puspa, Bing
Slamet, P. Ramlee, S.M. Salim, Rafeh Buang, Gesang, Cornell Simanjuntak,
Kusbini, Said Effendi, dan lainnya. Untuk kawasan Sumatera Utara, kita mengenal
Guru Sauti, Tilhang Gultom, Jaga Depari, Lily Suheiri, Nahum Situmorang, dan lain-
lainnya. Mereka menyumbangkan karya dan fikirannya untuk bidang kesenian dan
menjadi bahagian dari pembangunan dan enkulturasi budaya masyarakatnya. Dengan
demikian sejarah hidup tokoh-tokoh kesenian ini perlu ditulis untuk menjadi bahan
perenungan, transmisi nilai-nilai, dan bahan-bahan asas untuk mencipta bagi
generasi-generasi selanjutnya
Mengambil nilai pelajaran dari pengalaman hidup seseorang adalah penting,
baik yang positif maupun yang negatif. Khususnya bila pelajaran itu dipetik dari
seseorang yang dalam hidupnya menurut ukuran masyarakat dianggap sukses. Dari
nilai positif kita dapat menemukan arahan dan panduan dalam menjalani kehidupan
ini agar dapat terus meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga dapat terus menjadi
penerang bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya dari nilai-nilai negatif dapat
dipetik pelajaran yang memberi arahan agar tidak terperangkap dalam kekeliruan
yang sama seperti yang telah dilakukan mereka.
Berdasarkan pengamatan penulis, didalam kajian-kajian Melayu, terutama
yang ada di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, jarang sekali
didapati kajian tentang biografi pemusik tradisi. Oleh karena itu, penulis akan
membahas tentang biografi pemusik Melayu Ahmad Setia dan gaya melodis
permainan akordion yang digunakannya sebagai bahasan di dalam skripsi.
3
Ahmad Setia (pada tahun 2007 sekarang ini berusia 68 tahun) adalah salah
seorang seniman Melayu kota Medan yang sangat handal dalam memainkan alat
musik akordion, yang awalnya ia mulai dari bermain alat musik gendang, kemudian
ia bermain akordion, menari, menyanyi, dan membuat gendang. Hingga saat ini ia
dikenal banyak orang sebagai pemain akordion meskipun membuat gendang juga
merupakan pekerjaan pokoknya disamping profesinya sebagai pemusik akordion.
Ahmad Setia lahir di Perbaungan, 12 Desember tahun 1939. Perjalannya
sebagai seorang pemusik dimulai sejak tahun 1959 yang mana pada saat itu ia sedang
berusia 21 tahun. Pada awalnya ia belajar gendang yang kemudian belajar akordion
dari seorang temannya yaitu (Almarhum) Datuk Muhammad Nur yang merupakan
seorang pemain akordion handal yang terkenal pada saat itu. Ia sering diajak
mendampingi beliau setiap mengisi acara-acara yang dilakukan oleh masyarakat
Melayu di seputar Sumatera Utara ini. Awal pertama kali berkesenian secara
kelompok ia bergabung dengan grup Orkes Hitam Manis pimpinan Datuk
Muhammad Nur di Kota Medan.
Penampilan perdana dari seorang Ahmad Setia adalah pada tahun 1959. Pada
pertunjukan ronggeng Melayu di sebuah pasar malam di lapangan merdeka Medan, ia
diminta naik ke atas pentas oleh Karim, seorang pemain akordion yang juga dikenal
sebagai seorang pelawak yang sedang tampil pada saat itu. Ia meminta Ahmad Setia
menggantikannya bermain akordion. Padahal saat itu Ahmad Setia hanya berniat
untuk menonton pertunjukannya saja, akan tetapi Karim tetap memaksa hingga
akhirnya tawaran itu di terima oleh Ahmad Setia. Ternyata, sampai acara ronggeng
4
selesai ia tetap diminta sebagai pemain pengganti. Lagu yang pertama kali
dibawakannya adalah lagu Cek Minah Sayang.
Pada tanggal 16 April 1961, ia bersama rombongan grup Hitam Manis mulai
mendapat tawaran untuk tampil di luar kota yaitu di Sigambal dan Rantau Prapat,
Kabupaten Labuhanbatu, dan itu merupakan pengalaman pertamanya tampil di luar
kota Medan.
Seiring perjalanannya sebagai pemain gendang, ia juga menyempatkan diri
untuk belajar menari. Ia belajar menari dari M. Saini yaitu seorang pemenang tari
serampang duabelas. Tarian yang pertama sekali di pelajarinya adalah Tari Kuala
Deli. Kemudian tahun 1962, ia diajak bergabung bersama Grup Joget Modern untuk
ikut tampil pada pertunjukan keliling ke kota-kota seperti Padang Sidempuan kearah
Sumatera Barat, yaitu Kecamatan Rao, Tapus, Panti, Pekan Baru, Dumai, Pulau
Rupad, Rengat, Kecamatan Basrah, Teluk Kuantan, Hilir, Kecamatan Sungai Salak,
Kecamatan Enok, Tembilahan, dan Indragiri. Pada grup joget modern ini ia masih
sebagai pemain gendang. Setelah selesai melakukan pertunjukan, Grup Joget Modern
kembali ke kota Medan. Sedangkan Ahmad Setia tetap tinggal di Riau dan ikut
bergabung bersama rombongan grup tari penyambut kedatangan Persiden Soekarno
saat itu yang berpusat di kota Rengat. Setelah itu ia sempat menetap di Riau selama
beberapa tahun.
Pada tahun 1972, Ahmad Setia kembali ke Medan, dan memulai kembali
kehidupan bermusiknya di tahun 1975. Ia bergabung dengan grup kesenian
Himpunan Seni Budaya Melayu Dara Melati (HSBM) pimpinan Tengku Razali
Hafaz. Sejak saat itu tawaran untuk memintanya tampil semakin banyak. Seperti
5
acara-acara perayaan pesta perkawinan, penyambutan orang-orang penting atau
pejabat, penyambutan turis, peresmian perusahaan, dan lain sebagainya.
Tahun 1976, Ahmad Setia mulai membeli akordion dari seorang temannya.
Akordion yang pertama kali di dimilikinya adalah akordion merek Satimiosofrani, 48
bass, buatan Italia. Sejak saat itu ia pun mulai menekuni profesinya sebagai pemain
akordion untuk mengiringi orkes Melayu, ronggeng Melayu, dan joget modern.
Berkat ketekunannya ia pun semakin diakui tingkat kesenimannya, dan sering diajak
oleh berbagai grup kesenian di Sumatera Utara, untuk tampil di luar negeri seperti
Singapura, Melaka, Kedah, Kuching, Alor Setar, Pulau Pinang, Langkawi, dan Sabah.
Tahun 1994, ia mendapat perhatian dari walikota Medan yang dipimpin oleh
Bapak Bachtiar Jafar dan mempercayakannya untuk tampil di Ichikawa, Jepang
bersama rombongan Ria Grup pimpinan Drs. Monang Butar-butar.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa
pemusik Melayu lainnya, yang ada di kota Medan atau Sumatera Utara secara lebih
luas, mereka tampaknya sepakat mengakui keberadaan dari Ahmad Setia dalam
memainkan alat musik Melayu terutama akordion. Bahkan ia dianggap sebagai
pemusik akordion yang “paling bagus” di antara pemusik lainnya, khususnya dalam
mengiringi tari serampang dua belas.
Hal tersebut didukung oleh karena ia pandai menari serampang duabelas,
membuat ia sangat menguasai benar musik yang dibawakannya dan
menyesuaikannya dengan tari. Jadi, apabila terjadi kesalahan pada tarian tersebut, ia
mampu mengimprovisasikan permainan musiknya sehingga kesalahan tersebut
seakan tidak terlihat dan penarinya pun merasa tidak di permalukan meski telah
6
melakukan kesalahan. Selain itu ia juga memiliki keunikan yang mana dalam hal ini
bisa kita lihat dari cara bagaimana ia menekan tuts akordion yaitu dengan
menggunakan tangan kirinya atau menurut istilahnya biasa disebut dengan kidal.
Teman-teman sepemusiknya biasa memanggilnya dengan sebutan Pak Ahmad kidal
(wawancara dengan Muhammad Takari, 11 November 2007).
Di antara pemusik lainnya, Ahmad Setia dianggap sebagai “ensiklopedi musik
Melayu,” karena ia bisa membedakan mana musik Melayu yang benar dan mana
musik yang salah. Selain itu, permainan musiknya juga sangat mirip dengan Bapak
Ahmad Dahlan Siregar yaitu tokoh kesenian Melayu yang cukup dikenal sebagai
pemain akordion pertama di Medan. Hal itu dapat dilihat ketika Ahmad Setia
bermain akordion yang mana pada setiap akhir permainannya pada lagu serampang
dua belas selalu ditutup dengan rangakian nada-nada pada tangga nada minor,
sehingga memberikan kesan tempo yang semakin melambat, meskipun temponya
tidak diperlambat. Hal itulah yang membuat ia mernjadi sesuatu yang kuat dan
dipilih orang untuk dijadikan panutan (wawancara dengan Fadlin, 14 Agustus
2007).
Kemudian pada tahun 1977, merupakan awal dari Ahmad Setia belajar
membuat gendang Melayu. Karena sudah terbiasa bekerja sebagai buruh bangunan,
ia pun belajar sendiri dalam membuat gendang. Untuk pertama kalinya ia berhasil
membuat dua buah gendang yang terbuat dari batang kelapa dan membuatnya masih
menggunakan alat bantu parang. Sampai saat ini ia masih membuat gendang untuk
di jual. Gendang buatannya juga sering mendapat pesanan dari dari Kuala Lumpur,
Melaka, Pekan Baru, Rengat, Padang, Jambi, Palembang, dan kota-kota lainnya.
7
Kemampuan lainnya dari Ahmad Setia adalah ia pandai menyanyi dan berpantun
sambil bermain akordion. Hingga sampai sekarang ini, tawaran-tawaran dari
masyarakat untuk meminta Ahmad Setia tampil masih sangat di butuhkan meskipun
usianya sudah relatif tua.
Berdasarkan paparan dari latar belakang diatas, maka penulis akan
mengangkat masalah kehidupan dan peranan dari Ahmad Setia yang cukup signifikan
sebagai bahasan di dalam skripsi ini yang berjudul: Ahmad Setia Pemusik Melayu
Sumatera Utara : Biografi dan Gaya Melodis Permainan Akordion. Penelitian
dalam konteks ini akan lebih difokuskan kepada aspek biografi dan gaya permainan
musiknya yang didukung dengan latar belakang kebudayaan yang melahirkan genre
kesenian tradisi ini.
1. 2 Pokok Permasalahan
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mantle Hood dan Willi Apel
(1969:298) tentang etnomusikologi, yaitu ilmu yang menggunakan suatu metode
yang mempelajari musik apa pun, tidak hanya dari segi musiknya, tetapi juga melihat
hubungan dengan konteks budaya, juga hubungannya dengan masyarakat. Oleh
karena itu, yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah :
1. Bagaimana biografi Ahmad Setia yang dikenal sebagai pemusik akordion
pada masyarakat Melayu. Mencakup latar belakang keluarga, pendidikan,
pekerjaan yang berhubungan dengan musik atau di luar musik, pengalaman
kepemusikannya, serta tanggapan dan perannya terhadap kesenian Melayu
Sumatera Utara.
8
2. Bagaimana ciri khas gaya melodis permainan akordion Ahmad Setia yang
pencakup aspek melodis sepert ; tangga nada, wilayah nada, nada dasar,
jumlah nada, formula malodi, penggunaan interval, pola kadensa, kontur dan
dalam mengekspresikan tangga nada lagu-lagu Melayu yang mencakup gaya
cengkok, patah lagu, dan gerenek pada lagu-lagu Melayu.
1. 3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. 3. 1. Tujuan
1. Secara akademis, adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian
sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra,
Universitas Sumatera Utara.
2. Mendeskripsikan biografi seorang pemusik Melayu yang dianggap
penting oleh masyarakat Melayu Sumatera Utara.
3. Mendeskripsikan ciri khas gaya melodis permainan Akordion oleh
Ahmad Setia dalam memainkan lagu-lagu Melayu.
1. 3. 2. Manfaat
1. Menambah literatur tentang biodata pemusik Melayu yang di
dalam kajian Etnomusikologi.
9
2. Memperkenalkan Ahmad Setia Ahmad Setia sebagai seorang
pemusik Melayu yang banyak melaksanakan pertunjukan musik,
tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di luar Sumatera utara.1
3. Mengetahui gaya melodis yang dimainkan Ahmad Setia pada lagu-
lagu Melayu dengan menggunakan instrumen akordion.
1. 4 Kerangka Konsep
Pada bagian kerangka konsep ini, penulis akan menerangkan kata-kata kunci
(key word) pada judul tulisan, karena konsep merupakan defenisi dari apa yang
diamati yaitu: akordion, Melayu, biografi, gaya dan melodis, kepada para pembaca
agar mengetahui apa yang dimaksudkan oleh judul tulisan ini.
Berdasarkan terjemahan yang di kutip dari Wikipedia, The Free
Encyclopedia, menyatakan bahwa akordion adalah alat musik aerofon yang di
bunyikan dengan menggerakan hembusan dengan tekanan tangan. Akordion
dimainkan dengan mengkompresi dan mengembangkan hembusan yang
menghasilkan aliran udara melalui buluh ; keyboard atau tombol kontrol yang
menerima aliran udara dari buluh dan kemudian menghasilkan nada.
Lukman Sinar Basyaryah II, mengemukakan bahwa defenisi Melayu sejak
pengIslamannya di abad ke 15 M, adalah etnis secara kultural (budaya), seseorang
disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu sehari-hari dan beradat-
istiadat Melayu.
1 Sebagai contoh ; sampai saat ini Ahmad Setia telah melanglang buana sempai ke Singapura, Melaka, Kedah, Kuching, Alor Setar, Pulau Pinang, Langkawi, sabah, Sarawak, dan Jepang.
10
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2003:145), disebutkan
bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang di tulis oleh orang lain.
Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau keterangan
tentang kehidupan seseorang.
Gaya (style) adalah ciri-ciri struktural yang terdapat dalam berbagai bentuk
kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia. Gaya dalam musik mencakup aspek-
aspek seperti melodi, harmoni, ritme, tangga nada, wilayah nada, nada dasar,
improvisasi. Dalam tulisan ini gaya yang dimaksud juga mengandung makna seperti
yang terdapat dalam kebudayaan Melayu yaitu mencakup: gerenek, patah lagu, dan
cengkok—sebagai ciri utama musik Melayu dan kemahiran seseorang pemusik atau
penyanyi dalam menyajikan musik.
Kemudian yang dimaksud dengan melodi atau melodis adalah adalah
rangkaian nada-nada dalam suatu lagu (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 2003). Aspek melodis yang dimasudkan dalam tulisan ini mencakup unsur-
unsur seperti: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, penggunaan
interval, kontur—seperti yang dikemukakan oleh Malm (1977:8). Selain itu juga
pengertian melodi dalam tulisan ini mengikut konsep etnosains seniman tradisional
Melayu, yang mencakup peristilahan: cengkok, gerenek, dan patah lagu. Dalam
penelitian ini difokuskan pada melodi yang dihasilkan oleh permainan akordion
Ahmad Setia.
11
1. 5 Teori
Dalam pembahasan ini, penulis akan menggunakan teori-teori yang relevan
dengan etnomusikologi untuk dijadikan sebagai kerangka teoritis pada tulisan
mengenai biografi dan gaya permainan akordion Ahmad Setia.
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan dua teori utama, masing-masing
untuk mengkaji dua pokok permasalahan seperti yang telah diuraikan di atas.
Adapun untuk mengkaji biografi Ahmad Setia dipergunakan teori biografi yang lazim
digunakan dalam ilmu sejarah. Sedangkan untuk mengkaji gaya permainan akordion
Ahmad Setia dipergunakan teori weighted scale (bobot tangga nada)—dibantu oleh
sistem estetika dalam musik Melayu Sumatera Utara, yaitu mencakup : gerenek,
cengkok, dan patah lagu.
1.5.1 Teori Biografi
Teori biografi dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang
sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia (1999:3-
4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dipergunakan untuk
mendeskripsikan hidup pengarang atau sastrawan. Dalam buku ini juga dijelaskan
bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat tiga aspek yaitu:
1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir,
meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak);
(b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai
perguruan tertinggi jika ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang
pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan
12
yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepengarangannya, dan (d)
kesastraannya yang menjelaskan apa yang mempengaruhi pengarang itu sehingga ia
menjadi pengarang.
2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang
berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan
yang masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai
naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.
3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya
dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang
kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang
menanggapi.
Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga
dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang
mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi
pemusik.
Dalam ilmu sejarah pula, biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai
sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah,
biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang
dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi, tentunya,
informasi-informasi penting, namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya
dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.
13
Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup
seseorang. Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari
tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan
mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang
kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian, biografi
tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat atau masa
tertentu.
Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tak
jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis secara
kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema-
tema utama tertentu (misalnya "masa-masa awal yang susah" atau "ambisi dan
pencapaian"). Walaupun demikian, beberapa hal yang lain berfokus pada topik-topik
atau pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama
dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran.
Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku
referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu. Hal-hal yang
perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih seseorang yang
menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang
tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) pikirkan, apa lagi
yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin
lebih banyak anda tuliskan.
14
Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan partimbangan misalnya:
(a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa yang telah ia
lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang mungkin akan sering
peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa yang dapat dilihat
dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian apa yang membentuk
atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu mengatasi rintangan
tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan mengambil resiko, atau dengan
keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk jika orang
ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa, dan mengapa.
Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari perpustakaan
atau internet untuk membantu anda menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas serta
supaya cerita peneliti lebih menarik (terjemahan Ary (2007) dari situs:
http://www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).
Dalam tulisan ini, biografi yang penulis maksud adalah kisah riwayat hidup
Ahmad Setia sebagai pemusik Melayu Sumatera Utara. Adapun bentuknya bukan
berupa biografi singkat tetapi adalah biografi panjang. Adapun sejak awal penulis
ingin mengemukakan secara rinci dan selengkap-lengkapnya tentang kisah kehidupan
Ahmad Setia, tentu saja ditulis dalam gaya bercerita yang baik seperti yang
dikemukan dalam teori biografi di atas.
Seperti dikemukakan sebelumnya, melalui biogafi ini, akan ditemukan
hubungan, keterangan arti dari tindakan Ahmad Setia, serta rahasia-rahasia (misteri)
yang melingkupi hidupnya selama ini, serta tindakan dan perilaku hidupnya sebagai
seniman (musik dan tari) Melayu. Biografi yang penulis kaji ini termasuk kepada
15
biografi yang menceritakan kehidupan orang yang terkenal, yaitu Ahmad Setia yang
populer di kalangan seniman, budayawan, dan rakyat awam Melayu di Sumatera
Utara, Indonesia, bahkan Dunia Melayu. Di sisi lain ia adalah orang kebanyakan
dalam stratifikasi sosial rakyat biasa, tidak berdarah bangsawan. Bahkan nenek
moyangnya adalah orang suku Banjar (Kalimantan) yang bermigrasi ke kawasan
Sumatera Utara khususnya Medan yang kemudian dipandang dan menganggap
dirinya sebagai orang Melayu. Bagaimana ini semuanya terjadi dalam diri Ahmad
Setia akan penulis kaji kedalam skripsi ini. Demikian kira-kira teori biografi yang
penulis pergunakan untuk menganalisis kehidupan Ahmad Setia sebagai seniman
Melayu Sumatera Utara.
1.5.2 Teori Weighted Scale
Untuk mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia, yang berkaitan erat
dengan aplikasi estetika musik Melayu dan kreativitas individunya sekaligus, maka
teori yang penulis gunakan adalah teori weighted scale. Menurut penulis teori ini
relevan mengkaji melodi yang dihasilkan dalam permainan akordion yang dilakukan
Ahmad Setia. Sebelum menganalisis gaya permainan itu terlebih dahulu dilakukan
transkripsi, yaitu menuliskan apa yang didengar dalam bentuk visual (notasi).
Menurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam mendeskripsikan
musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang
kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan
mendeskripsikan apa yang kita lihat.
16
Berkaitan dengan kajian terhadap analisis gaya ini, penulis menggunakan teori
weighted scale dari Malm (1977:8) mengatakan bahwa ada delapan karakteristik
yang harus diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale (tangga
nada), (2) pitch center (nada dasar), (3) range (wilayah nada), (4) frequency of
notes (jumlah nada-nada), (5) prevalents intervals (interval yang dipakai), (6)
cadence patterns (pola-pola kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula
melodis), dan (8) contour (kontur).
Dalam rangka mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia ini, selain
menggunakan teori weighted scale, penulis juga menggunakan teori etnosains,
terutama untuk mendeskripsikan gaya melodi musik Melayu Sumatera Utara, yang
terangkum dalam konsep estetika: gerenek, cengkok, dan patah lagu. Teori etnosains
adalah teori yang mengaplikasikan pandangan dan konsep-konsep masyarakat
pendukung kebudayaan yang diselidiki. Pada prinsipnya teori ini mencoba
merumuskan aturan-aturan mengenai pola pikir yang mungkin melatarbelakangi
suatu kebudayaan, meskipunpun aturan-aturan itu hanya dikemukakan secara intuisi.
Dengan demikian aturan-aturan itu akan dirumuskan berdasarkan analisis logis
terhadap data-data etnografis, dan kemungkinan bahwa analisis itu diwarnai
penilaian sepihak dari peneliti sejauh mungkin dihindari (Ihromi 1981:67). Dalam
penelitian ini teori etnosains diaplikasikan untuk menganalisis bagaimana sistem
estetika musik Melayu, dan bagaimana terapannya dalam permainan akordion.
Selain dari dua teori utama tersebut, tentu saja digunakan juga teori-teori lain
untuk mendukung kajian permasalahn di atas. Adapun teori-teori itu tidak penulis
17
sebutkan satu per satu, langsung saja diterapkan dalam kajian. Yang penting
pendekatan yang digunakan adalah melalui multidisiplin dan interdisiplin ilmu.
1. 6. Metode Penelitian
Di dalam menyimpulkan data yang berhubungan dengan Ahmad Setia ini
penulis melakukan penelitian lapangan, yang mana penelitian ini akan dipaparkan ke
dalam beberapa tahapan.
1.6.1 Metode Penelitian Kulitatif
Ada dua pengartian metode yang menjadi rujukan dalam penelitian ini, yaitu
metode dan teknis. Metode penelitian lapangan mempunyai arti dan cakupan yang
lebih luas, meliputi dasar-dasar teoritis yang menjadi asas bagi teknik penelitian
lapangan. Teknis menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi
hari, sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan
masalah sebagai kerangka kerja dalam penelitian lapangan.
Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji biografi dan gaya
permainan akordion Ahmad Setia dalam konteks ini adalah metode kualitatif. Teknik
penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitis. Dengan menggunakan
metode ini hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis.
Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit mengenai penelitian
kualitatif ini adalah seperti berikut ini.
Qualitative research has long and distinguished history in human disciplines. In sociology the work of the “Chichago school” in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for
18
the study of human group life. In anthropology, during the same period, ... charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. ... Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disciplines, fields, and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumptions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln 1995:1).
Menurutnya penelitian kualitatif telah lama berkembang dalam sejarah ilmu
pengetahuan dalam peradaban manusia. Dalam disiplin sosiologi metode ini
didirikan dalam aliran Chicago dalam dasawarsa 1920-an dan 1930-an, yang
dipergunakan untuk mengkaji kehidupan kelompok-kelompok manusia. Dalam
disiplin antropologi pula, dalam periode yang sama pendekatan ini digunakan untuk
mengkaji adat-istiadat dan kelompok manusia yang berbeda.
Lebih jauh lagi kedudukan penelitian kualitatif ini dan hubungannya secara
keilmuan dan politik dijelaskan oleh Nelson dan Grossberg seperti dalam kalimat-
kalimat berikut ini.
Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciencies. Qualitative research in many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political position (Nelson dan Grossberg 1992:4).
Metode penelitian kualitatif sifatnya adalah interdisiplin, transdisiplin, dan
kadang-kadang kounterdisiplin. Ia melibatkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan
fisika. Fokusnya multiparadigma, dan para penganutnya selalu menggunakan
19
berbagai metode pendekatan. Selalu mempercayakan kepada pendekatan alamiah
(apa adanya), dan menginterpretasi pengalaman manusia. Pendekatan ini tergabung
dengan politik dan dibentuk oleh berbagai etika dan posisi politis.
Dalam konteks penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif
untuk mengkaji keberadaan hidup dan kehidupan Ahmad Setia menurut perspektif
berbagai disiplin seperti: sejarah (biografi), kesenimanan, gaya permainan, pandangan
sosiobudaya masyarakat, dan lainnya.
Namun demikian, penelitian ini juga melibatkan data-data yang bersifat
kuantitatif, dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution bahwa setiap penelitian
(kuantitatif atau kualitatif) harus direncanakan. Untuk itu diperlukan desain
penelitian. Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan
menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis dengan tujuan penelitian
itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b) metode
sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara
menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g)
cara mengambil kesimpulan dan sebagainya (S. Nasution 1982:31).
1. 6. 1 Pemilihan Lokasi Penelitian
Pertama sekali penulis bertanya kepada Muhammad Takari salah seorang
dosen di Departemen Etnomusikologi mengenai objek dari tulisan yang akan diteliti.
Selanjutnya penulis meneruskan pencarian informasi dengan bertanya kepada Bapak
Drs. Fadlin, yang juga salah satu dosen di Departemen Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara mengenai sedikit gambaran tentang Ahmad Setia. Dalam penelitian
20
ini penulis mengangkat peran informan tersebut sebagai informan kunci (key
informant).
Setelah mendapatkan informasi tersebut, kemudian penulis melanjutkan
penelitiannya dengan menghubungi objek yang diteliti melalui media telepon, dan
ternyata dalam beberapa hari kedepannya, Ahmad Setia akan tampil pada resepsi
pernikahan Rini Sinaga dan Andi Sirait yang diselenggarakan dengan adat Melayu
yaitu pada hari sabtu, 14 April 2007, pukul 09.15 wib di Kompleks Johor Katelia
nomor 173 Johor Indah Medan. Dikarenakan oleh Ahmad Setia yang berperan
sebagai informan pokok bertempat tinggal di Jalan Sutrisno Gang Cempaka Nomor
29 Medan, maka penulis memilih kota Medan sebagai lokasi penelitian, Khususnya
pada pertunjukan dalam konteks kebudayaan Melayu. Namun demikian, sebenarnya
Ahmad Setia bukan saja mewakili seniman Melayu Medan, tetapi juga Sumatera
Utara dan Dunia Melayu.
1. 6. 2 Studi Kepustakaan
Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku
yang cukup relevan tentang masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang
berhubungan dengan kajian-kajian sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi.
Kemudian penulis juga mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi
yang ada di Departemen Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan
perbandingan. Selain itu penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari
literature tersebut diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.
21
1. 6. 3 Penelitian Lapangan
Penulis memulai penelitian pada hari Sabtu, 14 April 2007, di Kompleks
Johor Katelia, Nomor 173, Johor Indah, Kota Medan. Pada saat itu Ahmad Setia
sedang turut sebagai pemain akordian bersama teman-teman pemusiknya pada suatu
acara resepsi pernikahan Rini Sinaga dan Andi Sirait yang diselenggarakan dengan
adat Melayu, tepatnya pada pukul 09.15 wib. Sebelum Ahmad Setia tampil, penulis
menyempatkan diri untuk melakukan wawancara guna mendapatkan informasi. Dari
wawancara tersebut, penulis mulai mendapatkan informasi mengenai latar belakang
keluarganya, pendidikannya, pekerjaannya, maupun perjalanannya dalam
mengembangkan kesenian Melayu, khususnya perjalanan musiknya, sebagai pemusik
akordion. Tetapi penelitian tidak terhenti sampai di situ saja, tetapi peneliti tetap
meneruskan pencarian data ke tempat tinggal Ahmad Setia yaitu di Jalan Sutrisno
Gang Cempaka Nomor 29 Medan secara berulang-ulang.
Selama melakukan penelitian, penulis tidak begitu mendapatkan kesulitan
yang cukup berarti. Khususnya dalam menyesuaikan diri dengan bahasa serta
kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungan objek yang diteliti. Penulis masih dapat
menyesuaikan diri meskipun berasal dari etnis yang berbeda. Karena pada umumnya
msyarakat Melayu yang ada di kota Medan masih sangat sering menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Hal tersebut membuat peneliti menjadi lebih mudah
untuk mendapatkan informasi.
22
1. 6. 4 Wawancara
Untuk menyimpulkan informasi tentang Ahmad Setia ini, penulis
menggunakan metode wawancara terancana (Koentjaraningrat,1983:174). Metode ini
mengarahkan peneliti bahwa sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu
menyusun daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman untuk melakukan
wawancara. Akan tetapi, setiap pertanyaan dari wawancara tersebut akan
dikembangkan lagi dan tidak hanya terbatas pada pertanyaan yang telah disusun.
1. 6. 5 Rekaman
Untuk merekam wawancara, penulis menggunakan Tape Recorder Sony
TCM-150. Kaset yang digunakan adalah Sony ZX C-60, yang digunakan untuk
kepentingan tulisan pada tanggal 14 April 2007. dan pada penelitian selajutnya
penulis juga menggunakan Tape Recorder Aiwa TP-VS450, dan kaset yang
digunakan adalah Maxell IEC-60. Di samping itu penulis juga menggunakan catatan-
catatan untuk mencatat hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan Ahmad Setia,
seperti perjalanan karirnya yang telah berhasil dicapai beliau hingga sampai ke luar
negeri.
1. 6. 6 Kerja Laboratorium
Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam
kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh
dosen pembimbing yaitu bapak Muhammad Takari dan Kumalo Tarigan, yang juga
mengarahkan penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang
23
masalah yang penulis bahas. Jika masih ada data yang dirasa kurang lengkap, maka
penulis akan kembali ke lokasi penelitian menemui narasumber guna melengkapi
materi pembahasan melalui saran-saran dari dosen pembimbing penulis. Data-data
yang penulis dapatkan dilapangan dibagi ke dalam dua bahagian media yaitu data
yang direkam dan data yang ditulis.
Untuk data yang di rekam, penulis akan mendengarkannya berulang-ulang
dan kemudian dicocokkan dengan pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil
dari pertanyaan tersebut akan penulis buat ke dalam tulisan yang baru. Apabila ada
pertanyaan lain yang muncul dalam rekaman tersebut, penulis akan mencatat kembali
pertanyaan dan jawabannya dan kembali disesuaikan dengan data yang sudah ada
sebelumnya. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dari data tersebut sudah sesuai
dan benar, maka penulis akan melampirkan data tersebut kedalam setiap bab pada
tulisan ini. Demikianlah seterusnya yang penulis lakukan berulang-ulang disetiap
penelitiannya.
24
BAB II
GAMBARAN UMUM
SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MELAYU
SUMATERA UTARA
Ahmad Setia adalah seorang seniman Melayu, khususnya ahli di dalam
memainkan alat musik akordion. Selain itu ia juga dapat bermain gendang Melayu,
gong, menari, menyanyi, berpantun dan juga membuat alat musik gendang. Ahmad
Setia bukan hanya milik masyarakat Melayu Medan, tetapi ia juga milik masyarakat
Melayu Sumatera Utara, dan lebih jauh lagi Dunia Melayu. Dalam konsep
masyarakat Melayu dikenal Dunia Melayu, maka alangkah baiknya dideskripsikan
lebih dahulu Dunia Melayu ini sebagai wilayah budaya yang luas yang juga merasa
memiliki Ahmad Setia.
2.1 Dunia Melayu
Selama ini, pengertian dan pemahaman mengenai Melayu itu berbeda-beda,
seperti yang dikemukakan oleh para ilmuwan ataupun masyarakat awam. Perbedaan
itu menyebabkan makna Melayu dapat diperluas atau menyempit tergantung pada
definisi dan konsep yang dipergunakan. Namun demikian, istilah Melayu memang
wujud dan dipergunakan baik oleh masyarakat atau etnik yang disebut Melayu atau
oleh para ilmuwan yang mengkaji kebudayaan Melayu. Dalam perkembangan
25
terkahir muncul istilah Dunia Melayu atau Alam Melayu serta Dunia Melayu Dunia
Islam, terutama yang digagas para pakar kebudayaan dan ahli politik dari Negeri
Melaka, Malaysia.
Menurut Islamil Hussein (1994) kata Melayu merupakan istilah yang meluas
dan agak kabur. Istilah ini maknanya mencakup suku bangsa serumpun di Nusantara
yang pada zaman dahulu dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai bahasa dan suku
bangsa dalam perdagangan dan perniagaan. Masyarakat Melayu adalah orang-orang
yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan turut terlibat dalam aktivitas
perdagangan dan pertukaran barang dagangan dan kesenian dari berbagai wilayah
dunia.
Istilah Melayu, maknanya selalu merujuk kepada Kepulauan Melayu yang
terangkum ke dalam kepulauan di Asia Tenggara. Perkataan ini juga bermakna
sebagai etnik atau orang Melayu Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu dan
tempat-tempat lain yang menggunakan bahasa Melayu (Salazar, 1989). Melayu juga
selalu dihubungkan dengan kepulauan Melayu yang mencakup kepulauan Asia
Tenggara dan ditafsirkan mengikut tempat dan kawasan yang berbeda seperti
Sumatera. Ia dikaitkan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar Palembang ; dan di
Borneo (Kalimantan). Perkataan Melayu dikaitkan dengan masyarakat yang
beragama Islam—sementara di Semenanjung Malaysia arti Melayu dikaitkan dengan
orang yang berkulit coklat atau sawo matang (Bellwood 1985). Istilah Melayu
berasal dari bahasa Sanskerta yang dikenal sebagai Malaya, yaitu sebuah kawasan
yang dikenali sebagai daratan yang dikelilingi lautan (Hall, 1994).
26
Kelompok ras Melayu dapat digolongkan kepada kumpulan Melayu Polinesia
atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepuluan Melayu, Polinesia dan
Madagaskar. Gathercole (1983) seorang pakar antropologi Inggris telah melihat
bukti-bukti arkeologi, linguistik dan etnologi, yang menunjukkan bahwa bangsa
Melayu-Polinesia ialah golongan pelaut yang pernah menguasai kawasan Samudera
Pasifik dan Hindia. Ia menggambarkan bahwa ras Melayu-Polinesia sebagai
kelompok penjajah yang dominan pada zaman dahulu, yang meliputi kawasan yang
luas di sebelah barat hingga ke Madagaskar, di sebelah timur hingga ke Kepulauan
Easter, di sebelah utara hingga ke Hawaii dan di sebelah selatan hingga ke Selandia
Baru.
Sementara itu Wan Hasim (1991) mengemukakan bahwa Melayu dikaitkan
dengan beberapa perkara seperti sistem ekonomi, politik, dan budaya. Dari sudut
ekonomi, Melayu-Polinesia adalah masyarakat yang mengamalkan tradisi pertanian
dan perikanan yang masih kekal hingga hari ini. Dari sudut ekonomi, orang Melayu
adalah golongan pelaut dan pedagang yang pernah menjadi kuasa dominan di Lautan
Hindia dan Pasifik sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa. Dari segi politik pula,
sistem kerajaan Melayu berasaskan pemerintahan raja yang berpusat di Campa dan
Funan, yaitu di Kamboja dan Vietnam Selatan pada awal kurun Masehi. Dari
kerajaan Melayu tua ini telah berkembang pula kerajaan Melayu di Segenting Kra
dan di sepanjang pantai timur Tanah Melayu, termasuk Kelantan dan Terengganu.
Kerajaan Melayu Segenting Kra ini dikenal dengan nama Kerajaan Langkasuka
kemudian menjadi Pattani (Wan Hashim, 1991).
27
Untuk menentukan kawasan kebudayaan Melayu dua perkara menjadi kriteria
penjelasan, yaitu kawasan dan bahasa. Dari segi kawasan, Dunia Melayu tidak
terbatas kepada Asia Tenggara saja, namun meliputi kawasan di sebelah barat
mencakup Lautan Hindia ke Malagasi dan pantai timur benua Afrika; di sebelah
timur mencakup Gugusan Kepulauan Melayu-Mikronesia dan Paskah di Lautan
Pasifik, kira-kira 103,6 kilometer dari Amerika Selatan; di sebelah selatan meliputi
Selandia Baru; dan di sebelah utara melingkupi kepulauan Taiwan dan Hokkaido,
Jepang (Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu 1994). Dari sudut bahasa,
Melayu memiliki ciri-ciri persamaan dengan rumpun keluarga bahasa Melayu-
Austronesia (menurut istilah arkeologi) atau keluarga Melayu-Polinesia (menurut
istilah linguisik) (Haziyah Husein 2006:6).
Demikian pula keberadaan masyarakat Melayu di Sumatera Utara, mereka
menyadari bahwa mereka adalah berada di negara Indonesia, menjadi bagian dari
pada Dunia Melayu, dan merasa saling memiliki kebudayaan Melayu. Mereka
merasa bersaudara secara etnik dengan masyarakat Melayu di berbagai tempat seperti
yang disebutkan sebelumnya. Secara budaya, persamaan bahasa dan kawasan,
memiliki alur budaya yang sama, namun tetap memiliki varian-varian yang menjadi
ciri khas atau identitas setiap kawasan budaya Melayu.
Secara geopolitik pula, Dunia Melayu umumnya dihubungkaitkan dengan
negara-negara bangsa yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan alur utama budaya
Melayu, di antaranya adalah: Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand
Selatan, Filipina Selatan, sebahagian etnik Melayu di Kamboja dan Vietnam, dan
lain-lain tempat. Berikut ini akan dihuraikan beberapa kawasan tersebut, terutama
28
yang memiliki hubungan kebudayaan dengan etnik Melayu yang ada di Sumatera
Utara.
2.2 Etnik Melayu di Sumatera Utara
2.2.1 Definisi Etnik
Lagu Melayu yang dihasilkan dari permainan akordion Ahmad Setia adalah
cerminan dari identitas etnik Melayu. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya,
di dalam seni persembahan Melayu terdapat unsur heterogenitas budaya, akulturasi,
fungsi pada segenap strata sosial (awam dan bangsawan), dan lain-lain. Keberadaan
seni Melayu ini didasari oleh identitas etnik Melayu. Untuk dapat memahami
siapakah orang Melayu, yang menjadi pendukung seni ronggeng Melayu, maka
sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll (1965)
memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: (1) secara
biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya
yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3)
membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri
kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan
dari kelompok populasi lain (Naroll 1965:32).
Selain itu, pendekatan untuk menentukan sebuah kelompok etnik harus
melibatkan beberapa faktor: etnosains, yaitu pendapat yang berasal dari
masyarakatnya; bantuan ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmuwan dari beberapa
29
disiplin; wilayah budaya; masalah-masalah pembauran (integrasi), disintegrasi,
kepribadian, perkawinan, kekerabatan, sistem garis keturunan, religi, dan
sejumlah faktor sosial lainnya.
Kelompok etnik (suku bangsa) merupakan golongan sosial yang dibedakan
dari golongan-golongan sosial lainnya, karena mempunyai ciri-ciri yang paling
mendasar dan umum berkaitan dengan asal-usul, tempat, serta budayanya.
Kelompok etnik adalah segolongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan
identitasnya yang diperkuat oleh kesamaan bahasa. Kesamaan dalam kesenian,
adat-istiadat, dan nenek moyang merupakan ciri-ciri sebuah kelompok etnik. Jika
ras lebih dilihat dari sudut perbedaan fisik, maka etnik lebih dilihat dari
perbedaan kebudayaan dalam arti yang luas. Suatu ras dapat terdiri dari berbagai
macam kelompok etnik yang berbeda.
Di dalam sebuah kelompok etnik bisa saja terjadi diferensiasi sosial.
Sebuah kelompok etnik terbentuk dari sejumlah orang yang menghendaki hidup
bersama, dalam waktu yang lama, dan di suatu tempat yang sama. Mereka
mengadakan interaksi yang tetap, memiliki sistem nilai, norma, dan kebudayaan
yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan. Dengan adanya berbagai
kesamaan yang mereka miliki, mereka menjadi satu kesatuan dalam masyarakat.
Namun, di dalam suatu masyarakat ada pemisahan dan pembagian karena adanya
perbedaan tertentu, seperti: jenis kelamin, klen, pekerjaan, politik, dan lainnya.
Perbedaan-perbedaan sosial ini menyebabkan masyarakat terbagi dalam
kelompok-kelompok tertentu, namun tidak berarti terpisah dari masyarakatnya.
Keadaan ini disebut diferensiasi sosial, yang dapat diartikan sebagai suatu
30
proses setiap individu di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban
yang berbeda dengan orang lain di dalam masyarakat, atas dasar perbedaan-
perbedaan sosial (Takari, 1997). Demikian pula yang terjadi dalam kebudayaan
Melayu.
2.2.2 Pengertian Melayu Sebagai Kelompok Etnik
Sampai sekarang ini, definisi Melayu kiranya belum disepakati oleh
para ilmuwan, karena pengertian Melayu itu maknanya dapat berbeda-beda sesuai
dengan konteksnya. Untuk dapat memahami pengertian Melayu sebagai kelompok
etnik, biasanya selalu ditelusuri melalui munculnya istilah Melayu, yaitu sebuah
kerajaan di daerah Jambi, dan yang ada pada masa Kerajaan Sriwijaya.
2.2.2.1 Asal-Usul Istilah Melayu pada Kerajaan Melayu di Jambi
Jika kita menelusuri sumber sejarah yang menyangkut Melayu, maka kata
Melayu sudah disebut-sebut dalam catatan I-Tsing yang mengunjungi Sriwijaya
pada tahun 672. Kata Melayu dipakai sebagai nama tempat yang menunjukkan
Jambi Sekarang (Tsurumi Yoshiyuki, 1981:78). Berdasarkan kronik Dinasti T'ang
di China, terdapat nama kerajaan di Sumatera yang disebut Mo-Lo-Yue pada
tahun 644 dan 645 Masehi. Seorang pendeta Budha China yang bernama I-Tsing
dalam perjalanannya ke India pernah tinggal di Sriwijaya (She-li-fo-she) untuk
mempelajari bahasa Sanskerta selama enam bulan. Dari Sriwijaya ini I-Tsing
menuju ke Kerajaan Melayu dan tinggal di sana selama enam bulan, sebelum
berangkat ke Kedah dan ke India. Dalam perjalanannya pulang ke China pada tahun
31
685 dia singgah di Kerajaan Melayu, yang sudah ditaklukkan oleh Sriwijaya
(tahun 645-685 M). Menurut I-Tsing, pelayaran dari Sriwijaya ke Melayu
memerlukan waktu lima belas hari (Luckman Sinar 1994:2).
Menurut Casparis, Kerajaan Melayu ditaklukkan Sriwijaya sebelum tahun
688, sesuai dengan prasasti di Karang Berahi di tepi Sungai Merangin, yaitu cabang
Sungai Batang Hari, di Hulu Sungai Jambi. Pada masa akhir abad ke-11 sampai
tahun 1400, Kerajaan Melayu pulih kembali. Kerajaan Melayu bekerjasama
dengan Kerajaan Singosari dari Jawa, yang mengirimkan pasukan dalam jumlah
besar, untuk menghancurkan Sriwijaya. Peristiwa itu terkenal dengan
ekspedisi Pamalayu, terjadi tahun 1275 serta dikirimnya arca Amoghapasa
Lokeswara tahun 1286 di Padang Roco, yang membuat rakyat Kerajaan Melayu
gembira, terlebih lagi rajanya Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa. Selanjutnya
tahun 1347 di belakang arca itu kemudian ditulis prasasti Raja Adityawarman, raja
Melayu Damasraya, penerus Kerajaan Melayu ini. Kerajaan Melayu dan Sriwijaya
menggunakan bahasa dan aksara Melayu kuna (Luckman Sinar 1994:3).
Pada abad ke-12 sampai ke-14, Jambi merupakan salah satu dari tiga
bandar penting di Pesisir Timur Sumatera, yaitu: (1) Jambi, (2) Palembang di
sebelah selatan, dan (3) Kota China di Kerajaan Haru/Deli tepatnya di Labuhan Deli
sebelah utara (Hasan M. Hambari 1980:51-63).
Kerajaan Melayu di Jambi ini, dalam tulisan-tulisan sejarah berbahasa
Arab dan Persia disebut dengan Kerajaan Zabaq yang dapat diidentifikasikan
dengan nama tempat Muara Sabak di daerah Tanjung Jabung di muara Sungai
Batanghari. Letak pusat Kerajaan Melayu di hulu Sungai Batanghari itu hanya
32
dapat dijangkau dengan naik sampan, dengan alasan kemananan, tetapi kerajaan ini
mengawasi sumber tambang emas dari daerah pedalaman Sumatera Barat. Meskipun
kemudian Kerajaan Melayu yang berpusat di hulu Sungai Jambi itu di masa Raja
Adityawarman (1347) dipindahkan ke wilayah Saruaso Minangkabau, dia tidak
pernah menyebut kerajaan ini dengan Kerajaan Minangkabau, tetapi menyebutnya
sebagai Kanakamedininindra Suwarnabhumi (Penguasa Negeri Emas), yang
dahulunya dikuasai Kerajaan Melayu dan Sriwijaya (Luckman Sinar 1994:3).
R.C. Rajumdar mengatakan bahwa ada satu suku di India yang bernama
Malaya, yang disebut orang Yunani sebagai Malloi. Selain itu ada gunung Malaya
yang menjadi sumber kayu sandal, yang di dalam kitab Purana disebut sebagai
salah satu dari tujuh batas (kulaparvatas) pegunungan di India. Banyak lagi nama-
nama tempat di Asia Tenggara dan Nusantara yang namanya berasal dari India. Ada
legenda pada orang Melayu Minangkabau bahwa leluhur mereka berasal dari India,
yaitu Sang Sapurba yang turun dari Bukit Siguntang Mahameru bersama dua
saudaranya yang lain (Luckman Sinar 1994:6).
Kerajaan Sriwijaya dan Melayu mulai pudar karena serangan Majapahit
tahun 1365. Selanjutnya orang-orang Jawa menguasai daerah ini. Namun, bahasa
Melayu yang telah menjadi bahasa pengantar di Nusantara sejak disebarkan oleh
Kerajaan Sriwijaya dan Melayu sejak abad keenam, serta adat-istiadat raja-rajanya
yang dibawa Parameshwara ke Melaka tahun 1400, memberikan kontribusi pada
budaya Jawa. Setelah hancurnya Kerajaan Sriwijaya, Melayu, dan Damasraya, maka
budaya Melayu berpusat di Pasai dan Melaka. Kerajaan Melayu di Melaka yang
didirikan oleh Paramesywara pada tahun 1400. Imperium ini mengembangkan
33
budaya Melayu, termasuk agama Islam awalnya ke pesisir timur Sumatera.
Kemudian Kalimantan, dan ke seluruh Semenanjung Tanah Melayu sampai Patani
di Thailand sebelah selatan
2.2.2.2 Pengertian Melayu sebagai Ras, Budaya, dan Orang
yang Beragama Islam
Istilah Melayu biasanya dipergunakan untuk mengidentifikasi semua
orang dalam rumpun Austronesia yang meliputi wilayah Semenanjung Malaya,
kepulauan Nusantara, kepulauan Filipina, dan Pulau-pulau di Lautan Pasifik
Selatan. Dalam pengertian umum, orang Melayu adalah mereka yang dapat
dikelompokkan pada ras Melayu. Dengan demikian, istilah Melayu sebagai ras ini
mencakup orang-orang yang merupakan campuran dari berbagai suku di kawasan
Nusantara.
Ras Melayu yang sudah memeluk agama Islam pada abad ke-13, identitas
budayanya selalu dipandang berbeda dengan masyarakat ras Proto-Melayu
pedalaman, yaitu orang Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, yang masih
menganut kepercayaan mereka sendiri; baik oleh mereka sendiri maupun orang
luar. Namun demikian, di sisi lain terjadi adaptasi/asimilasi orang Batak
dengan orang Melayu jika masuk agama Islam.
Ada perbedaan mengenai pengertian Melayu ini di Indonesia, Malaysia,
dan Singapura, seperti yang dikemukakan oleh Vivienne Wee :
As we shall see further below, it is clear that 'Malayness' in Indonesia is indeed different from 'Malayness' in Singapore and Malaysia. This difference is directly related to the perception of the
34
respective governments. The Singapore government regards 'Malay' as a 'race', a genetically engendered category in the state-imposed system of ethnicity. ... In Singapore, a Christian Englishspeaking 'Malay' is still legally considered 'Malays'. Indeed there is apparently a sufficientnumber of Christian 'Malays', that they are considering setting up a Malay Christian Association. ... In Malaysia, however, 'Malayness' is constitutionally tied to Islam, such that a 'Malay' convert to Christianity would no longer the legally considered 'Malay'. This was stated to me categorically by Anwar Ibrahim, a Minister in the Malaysian Cabinet. But not all Malaysian Muslims qualify as 'Malays': the constitutional category 'Malay' includes only Muslims who speak Malay, conform to Malay custom, and who were borm in Malaysia or born of Malaysia parents. In contrast to the governments of Singapore and Malaysia, the Indonesian government evidently has no interest in giving a legal definition of 'Malayness'. In Indonesia, 'Malay' or Melayuis just one label in the loose array of regional identities that people may profess. In other words, from the Indonesian governement's point of view, anyone who wants to identify herself/himself as Melayu may do so; conversely, if she/he does not want to do so, then she/he may choose practically any other regional identity. The Indonesian government's laissez-faire attitude towards the ethnic labelling of the population is evident in the identity cards issued to all citizens. Whereas the identity cards issued by the Singapore and Malaysia governments stipulate the respective ethnic labels of their citizens, the Indonesian identity card does not include any ethnic labelling. So in Indonesia, 'Malayness' is a matter of subjective-identification, rather than objective category belonging to legally imposed set (Vivienne Wee 1985:7-8).
Menurut Wee, di Indonesia, arti Melayu berbeda dengan yang di
Singapura dan Malaysia. Perbedaan ini secara langsung berkaitan erat dengan
persepsi pemerintah masing-masing. Pemerintah Singapura memandang Melayu
sebagai sebuah ras, sebuah kategori yang dihasilkan berdasar keturunan dalam
sistem etnisitasnya. Di Singapura, seorang yang rasnya Melayu, beragama
Kristen, dan berbahasa Inggris, secara sah dianggap sebagai Melayu. Dalam
35
kenyataannya terdapat sejumlah kecil orang Melayu Kristen, dan mereka dipandang
sebagai suatu Asosiasi Kristen Melayu di Singapura.
Di Malaysia, Melayu secara konstitusional diikat identitasnya dengan
agama Islam, dan jika seorang Melayu menjadi Kristen, dia tidak dipandang lagi
sebagai Melayu. Namun demikian, tidak semua orang Islam M alaysia dipandang
sebagai Melayu: konstitusi Malaysia menyatakan bahwa orang Melayu itu
hanyalah orang Islam yang berbahasa Melayu, mengikuti adat-istiadat Melayu,
lahir di Malaysia, atau lahir dari orang tuanya yang berkebangsaan Malaysia.
Berbeda dengan pemerintah Singapura dan Malaysia, pemerintah
Indonesia, tidak begitu berminat memberikan definisi secara legal terhadap
Melayu. Di Indonesia, Melayu adalah satu istilah yang mengandung makna identitas
regional berdasarkan pengakuan penduduknya. Dengan kata lain, dalam
pandangan pemerintah Indonesia, seseorang dapat saja menyatakan dirinya
sendiri sebagai atau bukan sebagai orang Melayu, dan dia boleh saja memilih
identitas regional. Pemerintah Indonesia tidak mencantumkan label etnik dalam
kartu tanda penduduk bagi seluruh warga negaranya. Pemerintah Singapura
dan Malaysia mencantumkan label etnik ini. Menurut Wee, pengertian Melayu di
Indonesia bersifat subyektif.
Untuk menjangkau pengertian Melayu dalam wawasan yang lebih luas,
perlu juga diperhatikan pendapat dari orang-orang dari luar Melayu. Dalam
pandangan orang-orang Eropa pada umumnya, yang dimaksud Melayu itu selalu
dikaitkan dengan istilah yang dipakai oleh I-Tsing.
36
Malayan; Malay; (occasionally) Moslem, e.g. masok Melayu (to turn Mohammedan). In early times the word did not cover the whole Malay word; and even Abdullah draws a distinction between anak Melaka Melaka native] and Orang Melayu (Hikayat Abdullah 183). It would seem from one passage (Hang Tuah 200) that the word limited geographically to one area, became associated with a standard of language and was extended to all who spoke 'Malay'. The Malay Annals speak as a sungai Melayu [Melayu River]; I-tsing speaks of Sri Vijaya conquering the 'Moloyu' country; Minangkabau has a 'Malayu' clan (suku); Rajendracola's conquests (A.D. 1012 to 1042) covered Melayu and Sri Vijaya as a separate countries; the Siamese records claim Malacca and Melayu as a separate entities. Rouffaer identifies Melayu with Jambi (Wilkinson 1959:755). Menurut Wilkinson seperti dikutip di atas, seorang Melayu adalah
beragama Islam. Misalnya masuk Melayu berarti masuk Islam. Pada zaman dahulu,
kata Melayu tidak mencakup keseluruhan Dunia Melayu (Alam Melayu1)2 yang
sekarang ini. Misalnya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, seorang pujangga
Melayu ternama, membedakan antara anak Melaka dan Orang Melayu. Kata
Melayu menunjukkan sebuah kawasan, yang dikaitkan dengan bahasa yang
mereka pakai yaitu bahasa Melayu. Dalam Sejarah Melayu diceritakan tentang
sebuah sungai yang bernama Sungai Melayu. I-Tsing menceritakan bahwa
Sriwijaya menguasai negeri Moloyu. Masyarakat Minangkabau mempunyai sebuah
suku yang disebut Melayu. Rajendra Coladewa (1012 sampai 1042) yang
menaklukkan Melayu dan Sriwijaya sebagai dua negeri yang terpisah. Rekaman-
2Istilah dunia dan alam dalam bahasa Melayu, dikutip dari bahasa Arab, yang artinya adalah dunia yang
kita tempati sekarang ini. Istilah alam berkaitan pula artinya dengan konsep-konsep mistis dalam Islam, seperti alam kandungan, alam arwah, alam barzakh, alam samar, alam malakul, alam al-mithai, alam al-insan al-kamil. Dalam bahasa Arab, kata alam mempunyai beberapa arti. Misalnya Allahu Alam berarti (Allah Yang Maha Tahu), al-ghuyub berarti mengetahui hal-hal yang bersifat rahasia. Lihat: (1) Wilkinson (1959:16); (2) Awang Sujai Hairul dan Yusoff Khan (ed.) (1986); (3) W. J. S. Poerwadarminta (ed.) (1965); (4) Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) (5) William Marsden (1984) dan (6) R. J. Wilkinson (1970).
37
rekaman sejarah di Thailand menyatakan bahwa Melaka dan Melayu adalah
sebuah entitas (komunitas) yang terpisah. Rouffaer mengidentifikasikan Melayu
dengan Jambi.
Ketika orang-orang Portugis dan orang-orang Barat lainnya (Inggris,
Belanda) datang ke kawasan ini, maka mereka mengenal orang Melayu yang
dikaitkan erat dengan agama Islam. Oleh karena bahasa Melayu sudah menjadi
bahasa pengantar (lingua franca) di kawasan Nusantara dan sebagian besar mereka
beragama Islam, maka orang-orang Barat ini memandang secara umum semua
penghuni Nusantara ini sebagai orang Melayu, walaupun dalam kenyataannya
masyarakat di Nusantara terdiri dari berbagai etnik dan menggunakan bahasa
daerahnya masing-masing pula.
Dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada
garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah ataupun ibu, namun
dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik Melayu yang dijadikan
pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis keturunan
patriachart atau patrilineal, yaitu berdasarkan kepada pihak ayah.
Meskipun akar kebudayaan etnik Melayu itu satu rumpun, namun juga ada
perbedaan-perbedaan kecil yang membedakan etnik Melayu di daerah yang satu
dengan daerah lainnya. Sebagai contoh konkrit, misalnya dialek etnik Melayu di
Deli Serdang dengan Asahan berbeda, misalnya menyebutkan kata kemana, etnik
Melayu Deli Serdang akan menyebutnya kemane sedangkan etnik Melayu Asahan
akan menyebutnya kemano.
38
Menurut Zein, yang dimaksud dengan Melayu adalah bangsa yang
menduduki sebagian besar pulau Sumatera serta pulau-pulau Riau-Lingga, Bangka,
Belitung, Semenanjung Melaka, dan Pantai Laut Kalimantan. Banyak orang
menyangka bahwa nama Melayu itu artinya lari, yang berasal dari bahasa
Jawa yaitu lari dari bangsa sendiri dan menganut agama Islam. Namun nyatanya
nama Melayu sudah lama terpakai sebelum agama Islam datang ke Nusantara ini.
Jadi menurut Zein pernyataan di atas adalah salah. Menurutnya, istilah Melayu itu
adalah kependekan dari Malayapura, yang artinya adalah kota di atas bukit
Melayu, kemudian dipendekkan menjadi Malaipur, kemudian menjadi Malaiur,
dan akhirnya menjadi Melayu (Zein 1957:89).
2.2.2.3 Etnik Melayu Terbentuk dari Proses Campuran
Antara Ras Melayu
Menurut Tengku Lah Husni, orang Melayu adalah kelompok yang
menyatukan diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya memakai adat
resam serta bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni 1975:7).
Selanjutnya Husny menyebutkan lagi, bahwa orang Melayu Pesisir Sumatera
Timur merupakan turunan campuran antara orang Melayu yang memang sudah
menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku Melayu pendatang, seperti
Johor, Melaka, Riau, Aceh, Mandailing, Jawa, Minangkabau, Karo, India, Bugis,
dan Arab, yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa Melayu sebagai
bahasa pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau dengan orang dari
daerah lain, serta yang terpenting adalah beragama Islam. Suku Melayu itu
39
berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar : Islam, beradat,
berbudaya, berturai, dan berilmu (Lah Husni 1975:100). Berturai maksudnya adalah
mempunyai susunan-susunan sosial, dan berusaha menjaga integrasi dalam
perbedaan-perbedaan di antara individu.
Ketika seorang pejabat pemerintah Inggris, yang bernama John
Anderson berkunjung ke Sumatera Timur pada tahun 1823, dia menjelaskan
bahwa pemukiman orang Melayu merupakan jalur yang sempit terbentang di
sepanjang pantai. Penghuni-penghuni di Sumatera Timur tersebut, diperkirakan
sebagai keturunan para migran dari berbagai daerah kebudayaan, seperti:
Semenanjung Melaka, Jambi, Palembang, Jawa, Minangkabau, dan Bugis, yang
telah menetap dan bercampur baur di daerah setempat (Pelzer 1985:18-19).
Percampuran dan adaptasi Melayu dalam pengertian sebagai kelompok
etnik dengan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai pulau Sumatera,
Semenanjung Malaysia, dan pesisir Kalimantan, contohnya: (1) orang Melayu di
Tamiang bercampur dengan orang Aceh, (2) orang Melayu di Siak bercampur
dengan Minangkabau, (3) orang Melayu di Kepulauan Riau banyak yang berasal
dari Bugis, dan (4) orang Melayu di Tapanuli Tengah bercampur dengan
Minangkabau, orang Batak Toba, dan Mandailing Angkola.
Di Semenanjung Malaysia terjadi percampuran: (1) etnik Melayu dengan
Minangkabau di Negeri Sembilan, (2) etnik Melayu dengan Jawa di Trengganu, (3)
etnik Melayu dengan Bugis di Johor, dan lainnya. Di Kalimantan terjadi
percampuran antara etnik Melayu dengan Banjar dan Dayak. Mengingat
terjadinya adaptasi/asimilasi pendatang di dalam masyarakat Melayu tersebut,
40
maka masyarakat Melayu itu dapat difahami sebagai suatu percampuran yang terdiri
dari berbagai unsur yang asal-usulnya berbeda-beda dan terbentuk dengan terus-
menerus menerima unsur-unsur luar. Dalam arti wilayah, budaya yang didiami
orang Melayu adalah mereka yang mendiami daerah pesisir dan daerah sepanjang
sungai bagian hilir. Mereka hidup di daerah maritim dan kelangsungan hidupnya
sangat erat berkaitan dengan lingkungan alam di laut ataupun pesisir. Sering
mengadakan perpindahan untuk mencari nafkah dan bandar sebagai pusat kegiatan
mereka. Perpindahan mereka sebenarnya tidak dibatasi oleh wilayah kekuasaan
suatu penguasa atau batas administrasi negara yang berasal dari penjajahan yang
kini memisahkan orang Melayu dengan berbagai konsep kenegaraan.
2.2.2.4 Sifat-sifat dan Adat Resam
Sifat-sifat orang yang dikategorikan dalam Melayu sering dibicarakan
dalam berbagai kesempatan, yaitu mereka yang tingkah lakunya lemah lembut,
ramah-tamah, mengutamakan sopan-santun, menghormati tamu-tamu. Ini semua
tidak mengherankan jika dikaitkan dengan adanya pengaruh-pengaruh dari luar dan
sejumlah pendatang yang mengunjungi daerah pesisir yang dihuni mereka.
Kepentingan dagang menghendaki orang Melayu menciptakan suasana penegakan
orde dan hukum. Mereka pemberani, perajin, dan mementingkan keharmonisan
dalam melaksanakan mata pencaharian mereka. Kesemuanya itu tidak
bertentangan dengan agama Islam yang mereka anut (Luckman Sinar 1985:3).
Metzger yang mengkaji kekuatan dan kelemahan orang Melayu
berdasarkan sifat-sifat dan tingkah-lakunya, secara tegas menyatakan bahwa
41
orang Melayu itu "unggul" dalam bahasa, adat-istiadat, dan sistem pemerintahan.
Kelemahan orang Melayu adalah suka mencampurbaurkan bahasa, misalnya: "I
telefon you nanti." Selain itu, kelemahan orang Melayu adalah kurang menghargai
budaya lama, "pemalas" dan kurangnya sifat ingin tahu (Metzger 1994:158-175).
Hal mendasar yang dijadikan identitas etnik Melayu adalah adat resam,
termasuk aplikasinya dalam lagu dan tari. Dalam bahasa Arab, adat berarti
kebiasaan, lembaga, peraturan, atau hukum. Sedangkan dalam bahasa Melayu
dapat dipadankan dengan kata resam. Resam adalah jenis tumbuhan pakis besar,
tangkai daunnya biasanya dipergunakan untuk kalam, alat tulis untuk menulis huruf-
huruf Arab. Arti lain kata resam adalah adat. Jadi dalam bahasa Melayu yang
sekarang ini, adat dan resam sudah digabung menjadi satu yaitu adat resam.
Menurut Lah Husni, adat pada etnik Melayu tercakup dalam empat ragam,
yaitu: (1) adat yang sebenar adat; (2) adat yang diadatkan; (3) adat yang teradat,
dan (4) adat istiadat.
(1) Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika
dikurangi akan merusak, jika dilebihi akan mubazir (sia-sia). Proses ini berdasarkan
kepada: (a) hati nurani manusia budiman, yang tercermin dalam ajaran adat :
Pisang emas bawa belayar; Masak sebiji di dalam peti; Hutang emas dapat dibayar;
Hutang budi dibawa mati. (b) kebenaran yang sungguh ikhlas, dengan berdasar
pada: berbuat karena Allah bukan karena ulah; (c) keputusan yang berpadan,
dengan berdasarkan kepada: hidup sandar-menyandar, pisang seikat digulai
sebelanga, dimakan bersama-sama. yang benar itu harus dibenarkan, yang salah
disalahkan, Adat murai berkicau, tak mungkin menguak. Adat lembu menguak,
42
tak mungkin berkicau. Adat sebenar adat ini menurut konsep etnosains Melayu
adalah: penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang, yang besar dibesarkan, yang tua
dihormati, yang kecil disayangi, yang sakit diobati, yang bodoh diajari, yang benar
diberi hak, yang kuat tidak melanda, yang tinggi tidak menghimpit, yang pintar
tidak menipu, hidup berpatutan, makan berpadanan. Jadi ringkasnya, hidup itu
seharusnya harmonis, baik mencakup diri sendiri, seluruh negara, dan lingkungan
hidupnya. Tak ada hidup yang bernafsi-nafsi. Inilah adat yang tak boleh berubah
(Lah Husni 1986:51).
Adat yang sebenarnya adat adalah adat yang tidak lekang karena hujan, tidak
lapuk karena panas atau yang di sebut dengan adat pokok karena tidak dapat di ubah
atau dihilangkan. Dalam adat terkandung ajaran atau norma-norma masyarakat
Melayu dalam mengahadapi arus perkembangan zaman. Selain itu berhubungan
langsung dengan kehidupan antar keluarga, masyarakat, serta tatanan hidup
berbangsa dan bernegara. Apabila ditinggalkan atau diubah maka seseorang itu
dianggap sebagai orang yang memiliki budi pekerti dan hidup dalam tatanan hidup
rimba sehingga dapat disamakan dengan kehidupan hewan atau binatang.
(2) Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan
tertentu, menurut mufakat dari penduduk daerah tersebut kemudian
pelaksanaannya diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai
pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini wujudnya
adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat,
pada saat itu dan saat yang akan datang. Tiap-tiap negeri itu mempunyai situasi
yang berbeda dengan negeri-negeri lainnya, lain lubuk lain ikannya, lain padang
43
lain belalangnya. Perbedaan keadaan, tempat, dan kemajuan sesuatu negeri itu
membawa resam dan adatnya sendiri, yang sesuai dengan kehendak rakyatnya, yang
diwarisi dari leluhurnya. Perbedaan itu hanyalah dalam lahirnya saja, tidak dalam
hakikinya. Adat yang diadatkan ini adalah sesuatu yang telah diterima untuk
menjadi kebiasaan atau peraturan yang diperbuat bersama atas mufakat menurut
ukuran yang patut dan benar, yang dapat dimodifikasi sedemikian rupa secara
fleksibel. Dasar dari adat yang diadatkan ini adalah: penuh tidak melimpah, berisi
tidak kurang, terapung tidak hanyut, terendam tidak basah (Lah Husni 1986:62).
(3) Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-
angsur atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan patah: sekali air bah, sekali
tepian berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. walaupun terjadi
perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api
panas, dalam gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan. Perubahan itu
hanya terjadi dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan tujuan semula.
Umpamanya jika dulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala dalam suatu
perhelatan atau upacara adat, kemudian sekarang memakai kupiah itu menjadi
pakaian yang teradat. Jika dulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang
tidak. Jika dulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang
siapaun boleh memakainya (Lah Husni 1986:62).
Tradisi atau kebiasaan yang dijadikan adat karena perkembangan zaman
disebabkan adat yang lama sudah tidak layak dipakai lagi. Atau dapat pula
merupakan pengambilan unsur budaya etnis lainnya karena di pandang lebih efektif
seperti upacara proses pernikahan yang sekarang tidak lagi dipakai seperti Upacara
44
merisik (menanyakan keadaan si calon pengantin, apakah baik atau tidak baik),
melainkan langsung ke acara peminangan karena permufakatan sebelumnya.
(4) Adat istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih
banyak diartikan dan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan,
penobatan raja, dan pemakaman raja. Jika hanya adat saja, maka kecenderungan
pengertiannya adalah sebagai himpunan hukum, misalnya: hukum ulayat, hak azasi,
dan lainnya
Adat-istiadat adalah adat yang boleh di pakai, boleh tidak. Tergantung dari
kondisi dan situasi. Misalnya saja dalam menanam padi, dahulu selalu diadakan
upacara tolak bala sebelum padi ditanam. Namun bagi yang tidak ingin mengadakan
upacara tersebut, maka tidak ada larangan.
2.2.2.5 Tingkatan Kebangsawanan Melayu
Seni pertunjukan Dunia Melayu, termasuk yang dilakukan oleh Ahmad Setia,
bukan hanya didukung oleh masyarakat kebanyakan (rakyat), tetapi juga oleh
golongan bangsawan. Oleh karena itu dikaji pula tingkatan kebangsawanan Melayu.
Dalam kebudayaan Melayu dikenal beberapa tingkat kebangsawanan. Menurut
Tengku Luckman Sinar (wawancara pada 23 September 2007), bangsawan dalam
konsep budaya Melayu adalah golongan yang dipercayakan secara turun-temurun
menguasai suatu kekuasaan tertentu. Namun demikian,seorang bangsawan yang
berbuat salah dalam ukuran norma-norma yang berlaku dalam kebudayaan, dapat
saja dikritik bahkan diturunkan dari kekuasaannya, seperti yang tercermin dalam
konsep raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. Hirarki kekuasaan
45
adalah dari Allah, kemudian berturut-turut ke negara, raja, pimpinan, rakyat,
keluarga dan keturunannya.
Dalam kebudayaan Melayu, tingkatan golongan bangsawan itu adalah
sebagai berikut:
(a) Tengku (di Riau disebut juga Tengku Syaid) adalah pemimpin atau guru
baik dalam agama, akhlak, maupun adat-istiadat. Menurut penjelasan Tengku Liza
Nelita (wawancara 17 Maret 2007) istilah Tengku pada budaya Melayu Sumatera
Timur, secara resmi diambil dari Kerajaan Siak pada tahun 1857. Dalam
konteks kebangsawanan, seseorang dapat memakai gelar Tengku apabila
ayahnya bergelar Tengku dan ibunya juga bergelar Tengku. Atau ayahnya
bergelar Tengku dan ibunya bukan Tengku. Jadi gelar Tengku secara genealogis
diwariskan berdasarkan hubungan darah secara patrilineal.
(b) Syaid, adalah golongan orang-orang keturunan Arab dan dianggap sebagai
utusan dari Nabi Muhammad. Gelar ini terdapat di Riau dan Semenanjung Malaysia.
(c) Raja, yaitu gelar kebangsawanan yang dibawa dari Inderagiri (Siak),
ataupun anak bangsawan dari daerah Labuhan Batu: Bilah, Panai, dan Kota
Pinang. Pengertian raja di daerah Melayu tersebut adalah sebagai gelar yang
diturunkan secara genealogis, bukan seperti yang diberikan oleh Belanda. Oleh
pihak penjajah Belanda, gelar raja itu diberikan baik mereka yang mempunyai
wilayah pemerintahan hukum yang luas ataupun hanya mengepalai sebuah
kampung kecil saja. Pengertian raja yang diberikan Belanda ini adalah kepala atau
ketua. Menurut keterangan Sultan Kesebelas Kesultanan Deli, Tengku Amaluddin
46
II, seperti yang termaktub dalam suratnya yang ditujukan kepada Gubernur
Sumatera Timur tahun 1933, jika seorang wanita Melayu bergelar Tengku nikah
dengan seorang bangsawan yang bergelar Raden dari Tanah Jawa atau seorang
bangsawan yang bergelar Sutan dari Minangkabau (Kerajaan Pagaruyung), maka
anak-anak yang diperoleh dari perkawinan ini berhak memakai gelar raja.
(d) Wan. Jika seorang wanita Melayu bergelar Tengku kawin dengan
seorang yang bukan Tengku, dengan seseorang dari golongan bangsawan lain atau
masyarakat awam, maka anak-anaknya berhak memakai gelar wan. Anak
lelaki keturunan mereka seterusnya dapat memakai gelar ini, sedangkan yang
wanita tergantung dengan siapa dia menikah. Jika martabat suaminya lebih rendah
dari wan, maka gelar ini berubah untuk anaknya, mengikuti gelar suaminya, dan
hilang jika kawin dengan orang kebanyakan.
(e) Datuk. Terminologi kebangsawanan datuk ini, awalnya berasal dari
Kesultanan Aceh, baik langsung ataupun melalui perantaraan Wakil Sultan Aceh
di Deli. Gelar ini diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan daerah
pemerintahan otonomi yang dibatasi oleh dua aliran sungai. Batas-batas ini disebut
dengan kedatuan atau kejeruan. Anak-anak lelaki dari datuk dapat menyandang
gelar datuk pula. Sultan atau raja dapat pula memberikan gelar datuk kepada
seseorang yang dianggap berjasa untuk kerajaan dan bangsanya. Di Malaysia gelar
datuk diperolehi oleh orang-orang yang dianggap berjasa dalam pengembangan
budaya Malaysia. Kemudian tingkatan datuk lainnya adalah datuk seri.
(f) Daeng, yang terdapat di Riau adalah golongan bangsawan yang merupakan
keturunan bangsawan masyarakat Bugis dari Sulawesi. Seperti diketahui bahwa
47
masyarakat Bugis banyak yang menetap di kawasan Melayu dan menjadi bagian dari
etnik Melayu setempat.
(g) Kaja. Gelar ini dipergunakan oleh anak-anak wanita seorang datuk.
(h) Encik dan Tuan adalah sebuah terminologi untuk memberikan
penghormatan kepada seseorang, lelaki atau wanita, yang mempunyai kelebihan-
kelebihan tertentu dalam berbagai bidang sosial dan budaya seperti: kesenian,
dagang, bahasa, agama, dan lainnya. Panggilan itu bisa diucapkan oleh sultan, raja,
bangsawan, atau masyarakat kebanyakan.3
Sesuai dengan peralihan zaman, maka penggolongan kebangsawanan ini
tidak lagi dominan dan memberi pengaruh yang luas dalam konteks sosial budaya
etnik Melayu di Sumatera Utara, walaupun biasanya golongan bangsawan tetap
mempergunakan gelarnya. Kini yang menjadi orientasi kehidupan sebagian
besar etnik Melayu adalah menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan
didasari oleh adat-istiadat Melayu.
2.2.2.6 Sistem Kekerabatan
Dalam kebudayaan Melayu sistem kekerabatan berdasarkan dari pihak
ayah maupun ibu, dan masing-masing anak wanita atau pria mendapat hak hukum
adat yang sama. Dengan demikian hal ini termasuk ke dalam sistem parental atau
bilateral.
3Tingkatan-tingkatan bangsawan Melay u Sumatera Timur ini, diolah daripada penjelasan yang
dikemukakan para narasumber: (1) Tengku Luckman Sinar, (2) Encik Tairani, (3) Datuk Filiansy ah, (4) Fadlin, (5) Encik Dahlia Abu Kasim Sinar, (6) Wan Saifuddin, dan lain-lainny a. Wawancara dilakukan selama tahun 2003sampai 2007.
48
Pembagian harta pusaka berdasarkan kepada hukum Islam (syara'), yang
terlebih dahulu mengatur pembagian yang adil terhadap hak syarikat, yaitu harta
yang diperoleh bersama dalam sebuah pernikahan suami-istri. Hak syarikat ini
tidak mengenal harta bawaan dari masing-masing pihak. Harta syarikat
dilandaskan pada pengertian saham yang sama diberikan dalam usaha hidup, yang
artinya mencakup: (1) suami berusaha dan mencari rezeki di luar rumah; (2) istri
berusaha mengurus rumah tangga, membela, dan mendidik anak-anak. Hak
masing-masing adalah 50 %, separuh dari harta pencaharian. Hukum ini dalam
budaya Melayu Sumatera Utara, pertama sekali ditetapkan oleh Sultan Gocah
Pahlawan, pada saat menjadi Wakil Sultan Aceh, Iskandar Muda, di Tanah Deli.
Sampai sekarang hukum ini tetap berlangsung
Sistem kekerabatan etnik Melayu di Sumatera Utara, berdasarkan kepada
hirarki vertikal adalah dimulai dari sebutan yang tertua sampai yang muda: (1) nini,
(2) datu, (3) oyang (moyang), (4) atok (datuk), (5) ayah (bapak, entu), (6) anak,
(7) cucu, (8) cicit, (9) piut, dan (10) entah-entah. Hirarki horizontal adalah: (1)
saudara satu emak dan ayah, lelaki dan wanita; (2) saudara sekandung, yaitu
saudara seibu, laki-laki atau wanita, lain ayah (ayah tiri); (3) saudara seayah, yaitu
saudara laki-laki atau wanita dari satu ayah lain ibu (emak tiri); (4) saudara sewali,
yaitu ayahnya saling bersaudara; (5) saudara berimpal, yaitu anak dari makcik,
saudara perempuan ayah; (6) saudara dua kali wali, maksudnya atoknya saling
bersaudara; (7) saudara dua kali impal, maksudnya atok lelaki dengan atok
perempuan bersaudara, (8) saudara tiga kali wali, maksudnya moyang laki-lakinya
bersaudara; (9) saudara tiga kali impal, maksudnya moyang laki-laki sama
49
moyang perempuan bersaudara. Demikian seterusnya empat kali wali, lima kali
wali, empat kali impal, dan lima kali impal. Sampai tiga kali impal atau tiga wali
dihitung alur kerabat yang belum jauh hubungannya.
Dalam sistem kekerabatan Melayu Sumatera Utara dikenal tiga jenis impal:
(1) impal larangan, yaitu anak-anak gadis dari makcik kandung, saudara perempuan
ayah. Anak gadis makcik ini tidak boleh kawin dengan pihak lain tanpa
persetujuan dari larangan impalnya. Kalau terjadi, dan impal larangan mengadu
kepada raja, maka orang tua si gadis didenda 10 tail atau 16 ringgit. Sebaliknya jika
si gadis itu cacat atau buruk sekali rupanya, impal larangan wajib mengawininya
untuk menutup malu "si gadis yang tak laku;" (2) impal biasa, yaitu anak laki-laki
dari makcik; (3) impal langgisan, yaitu anak-anak dari emak-emak yang bersaudara.
Terminologi kekerabatan lainnya untuk saling menyapa adalah sebagai
berikut: (1) ayah, (2) mak (emak, asal katanya mbai); (3) abang (abah); (5) akak
(kakak); (6) uwak, dari kata tua, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih tua
umurnya; (7) uda, dari kata muda, yaitu saudara ayah atau mak yang lebih muda
umurnya; (8) uwak ulung, uwak sulung, saudara ayah atau mak yang pertama
baik laki-laki atau perempuan; (9) uwak ngah, uwak tengah, saudara ayah atau
emak yang kedua baik laki-laki atau perempuan; (10) uwak alang atau uwak galang
(benteng), saudara ayah atau mak yang ketiga baik laki-laki atau perempuan; (11)
uwak utih, uwak putih, saudara ayah atau mak yang keempat baik laki-laki atau
perempuan; (12) uwak andak, wak pendek, saudara ayah atau mak yang kelima
baik laki-laki atau perempuan; (13) uwak uda, wak muda, saudara ayah atau mak
yang keenam baik laki-laki atau perempuan; (14) uwak ucu, wak bungsu, saudara
50
ayah atau mak yang ketujuh baik laki-laki atau perempuan; (15) wak ulung cik,
saudara ayah atau mak yang kedelapan baik laki-laki atau perempuan; dilanjutkan ke
uwak ngah cik, uwak alang cik, dan seterusnya. Jika anak yang dimaksud adalah
anak dari andak misalnya, maka panggilan pada nomor 8 sampai 11 tetap uwak, dan
nomor 11 dan seterusnya ke bawah disebut dengan: (1) ayah uda, (2) ayah ucu, (3)
ayah ulung cik, (4) ayah ngah cik, (5) ayah alang cik, dan seterusnya.
Terminologi kekerabatan lainnya adalah sebagai berikut.(1) mentua atau
mertua, kedua orang tua istri; (2) bisan (besan) sebutan antara orang tua istri
terhadap orang tua sendiri atau sebaliknya; (3) menantu, panggilan kepada suami
atau istrinya anak; (4) ipar, suami saudara perempuan atau istri saudara laki-laki,
demikian juga panggilan pada saudara-saudara mereka; (5) biras, suami atau istri
saudara istri sendiri. Misalnya Ahmad berbiras dengan Hamid, karena istri
Ahmad adalah kakak kandung istri Hamid. Kedua saudara itu dalam keadaan
bersaudara kandung. Dapat juga sebaliknya. (6) semerayan (semberayan), yaitu
menantu saudara perempuan dari mertua perempuan; (7) kemun atau anak kemun,
yaitu anak laki-laki atau perempuan dari saudara-saudara kita; (8) bundai, yaitu
panggilan aluran ibu yang bukan orang bangsawan; (9) bapak, kata asalnya pak,
yang berarti ayah atau entu (artinya suci), dapat juga dipanggil abah; (10) emak,
berasal dari kata mak, yang berarti ibu atau bunda, yang melahirkan kita (embai);
(11) abang, yang berasal dari kata bak atau bah yang artinya saudara tua laki-laki;
(12) kakak, berasal dari kata kak, yang bersaudara tua perempuan; (13) adik, yang
berasal dari kata dik, artinya saudara lelaki atau perempuan yang lebih muda; (14)
empuan, artinya sama dengan istri, tempat asal anak; (15) laki, yaitu suami.
51
2.2.2.7 Kesimpulan tentang Identitas Etnik Melayu
Dari pendapat-pendapat tentang Melayu di atas, selanjutnya diambil
kesimpulan, yang jangan diartikan sebagai kesimpulan akhir definisi tentang
identitas etnik Melayu. Kesimpulan ini hanya bersifat sementara, dan masih harus
didiskusikan dengan para tokoh adat yang ahli dalam masalah Melayu secara
umum. Tujuan utama penulis, mempergunakan kesimpulan ini adalah untuk
mengkaitkan antara siapa orang Melayu itu, bagaimana budayanya, dan
bagaimana Ahmad Setia berada di dalam lingkungan budaya Melayu ini. Identitas
etnik Melayu sebagai berikut: (a) di Singapura menitikberatkan pada ras dan
keturunan; (b) di Malaysia menitikberatkan pada agama Islam, ras dan
budaya Melayu, serta berkewarganegaraan Malaysia; (c) di Indonesia identitas
sebagai etnik Melayu diserahkan kepada masing-masing orang berdasarkan daerah
budayanya; (d) menurut pandangan sebagian besar orang Barat, Melayu itu
adalah ras, orang yang berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Istilah Melayu
berasal dari sebuah tempat (sungai dan Kerajaan) di Jambi; (e) berdasarkan
wilayah budayanya orang Melayu mendiami sebagian besar Sumatera dan
pulau-pulau sekitarnya, Semenanjung Malaysia, dan Pantai Laut Kalimantan; (f)
etnik Melayu terbentuk dari proses campuran antar suku bangsa di kawasan
Nusantara; (g) etnik Melayu mempunyai sistem adat resam, sifat-sifat,
penggolongan strata sosial (bangsawan dan awam), dan sistem kekerabatan yang
khas.
52
Dari kesimpulan di atas, penulis menyimpulkan identitas etnik Melayu
kepada dua pengertian umum. (1) Dalam pengertian Melayu sebagai ras, maka
seluruh ras Melayu (Proto-Melayu dan Deutro-Melayu) dapat menyebut dirinya
sebagai Melayu. (2) Dalam pengertian sebagai orang yang tergolong ke dalam ras
Melayu, mempergunakan budaya Melayu, dan beragama Islam, mencakup orang-
orang Melayu yang ada di Malaysia, Singapura, Sumatera Utara, Riau,
Kalimantan, Sumatera Selatan, Jambi, dan lainnya. Dalam perkembangan
selanjutnya, etnik Betawi dan Minangkabau juga sering menyebutkan dirinya
sebagai etnik Melayu dengan tambahan Melayu Betawi atau Melayu Minangkabau.
Etnik Melayu Sumatera Utara mengidentitaskan kelompok etniknya dalam
pengertian seperti kesimpulan nomor (2) di atas, yaitu orang yang tergolong ke
dalam ras Melayu, mempergunakan budaya Melayu, dan beragama Islam.
2.3 Kepercayaan Masyarakat Melayu
Masyarakat Melayu, khususnya masyarakat Melayu desa pesisir, sebelum
masuknya agama Islam menganut kepercayaan pada pal begu, yaitu takut kepada roh
jahat (mambang) yang dapat mengganggu kebahagiaan dan kehidupan manusia di
permuakaan bumi. Husny (1986:3) mengatakan bahwa kepercayaan orang Melayu
pesisir Sumatera Timur sebelum masuknya agama Islam adalah pal begu atau
animisme.
Kepercayaan animisme adalah kepercayaan adanya roh atau kekuatan pada
semua benda, baik benda mati maupun benda yang hidup (Rizal dkk, 1994:45).
Pemeluk animisme lebih tertarik kepada roh-roh dari benda-benda yang menimbulkan
53
perasaan hormat dan takut dalam diri pemeluknya, seperti laut, gunung, hutan, pohon
kayu besar, dan peristiwa-peristiwa alam misalnya gempa bumi, gunung meletus,
angin badai, petir, dan lain-lain. Selanjutnya menurut Hamid (1991:120) roh-roh
tersebut memiliki kekuatan, dapat makan, dan memiliki usia. Roh juga memiliki
kekuatan dan kehendak, bisa merasa senang maupun marah. Jika roh marah, maka ia
dapat membahayakan hidup manusia. Oleh karena itu, agar roh tidak marah maka
manusia harus memberi makan atau sesajen (atau mengadakan persembahan) dan
mengadakan upacara-upacara khusus untuk roh tersebut guna meminta berkah atau
keselamatan seperti yang terjadi pada masyarakat desa pesisir. Lebih lanjut Husny
(1989:39) mengatakan bahwa pemujaan terhadap arwah atau roh nenek moyang
tersebut serta alam gaib yang lain, dilakukan langsung atau melalui perantara
pawang/bomoh/guru/dukun yaitu orang yang dapat berhubungan dengan yang di puja
atau dipercayai memiliki “mana” (tenaga hidup yang tidak berpribadi dan ada pada
manusia, binatang, tumbuhan, hewan dan lain-lain).
Pemeluk animisme percaya bahwa orang yang telah meninggal dunia masih
tetap mempunyai kekuasaan dan kekuatan terhadap manusia yang masih hidup,
seperti mendatangkan bencana alam, memberikan kesehatan atau penyakit kepada
orang yang telah melakukan kesalahan, memberikan kesaktian, memberikan rezeki
dan lain-lain. Oleh sebab itu, arwah nenek moyang harus terus di puja oleh anak
cucunya dengan tujuan agar roh tidak marah sehingga mereka dilindungi dari segala
bencana. Untuk itulah mereka harus terus manjaga hubungan baik dengan para
leluhurnya.
54
Untuk mengontrol eksistensi dan aktivitas roh-roh tersebut, maka dibutuhkan
peran dukun/bomoh/pawang. Dukun atau bomoh dapat mengusir roh yang marah dari
pesakit dan dapat mengupayakan agar roh jangan marah. Dengan demikian orang-
orang atau masyarakat dapat diselamatkan dari bahaya seperti banjir, letusan gunung
berapi, bencana penyakit, atau yang lainnya. Dukun atau bomoh juga memiliki
kemampuan untuk menangkap roh-roh yang berkeliaran di alam ini dan
membungkusnya untuk dijual kepada keluarga yang percaya bahwa orang yang jatuh
sakit di dalam keluarganya adalah karena kehilangan semangat atau roh kehidupan.
Melalui cara itu, kehidupan si pesakit akan kembali dan ia menjadi sembuh. Di
samping itu dukun juga bisa menarik kembali roh-roh agar menempati benda-benda
yang dianggap memiliki “kekuatan atau bertuan” yang di kenal dengan istilah fetish
(tuah atau keramat), seperti batu, tanah kuburan, gigi binatang, patung-patung yang
dibuat khusus untuk itu, senjata tajam, dan lain-lain. Selama roh tersebut diyakini
masih berada didalam fetish, maka pemiliknya masih tetap menyembah,
menghormati, dan menghargai fetish tersebut. Namun, apabila roh tersebut telah
meninggalkan fetish, maka fetish tidak akan berharga lagi dan dapat saja dibuang atau
dijadikan bahan kenangan (Rizal 1997:45).
Husny mengatakan bahwa selain menyembah roh nenek moyang dan fetish,
pemeluk animisme juga mempercayai keberadaan dewa dan jin yang bukan berasal
dari manusia. Adapun dewa dan jin tersebut adalah (1) Dang Empu Hiang, adalah
dewa yang menciptakan dan memelihara seluruh alam dan merupakan dewa yang
paling tinggi kedudukannya, (2) Sang Hiang, adalah dewa atau dewa-dewa yang
berdiam di langit, bumi, gunung rimba, pohon kayu besar, matahari, dan bulan. Selain
55
dewa matahari dan dewa bulan, dewa-dewa yang lain bertugas untuk membantu
pekerjaan Dang Empu Hiang. Dewa-dewa tersebut tidak memiliki kuasa untuk
mengatur sesuatu, tetapi dapat menganggu manusia. Sedangkan dewa matahari dan
dewa bulan adalah dewa-dewa yang bertugas sebagai penghubung segala sesuatu
yang berhubungan dengan Dang Empu Hiang dan memiliki kuasa untuk mengatur
segala sesuatu di dunia. Namun, yang terutama di sembah manusia adalah dewa
matahari karena dianggap memberi rahmat kepada mereka.
Pemeluk animisme juga memepercayai keberadaan hantu-hantu (hantu laut,
air, rimba, kayu, gunung, dan lain-lain) tetapi tidak akan mengganggu kehidupan
manusia kecuali jika manusia melanggar daerah kediaman mereka. Begitu juga
dengan pemeluk animisme tetap menjaga hubungan baik dengan mereka melalui
persembahan korban (sesajen) untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan dari uraian diatas tentang kepercayaan animisme, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
1. Di dalam alam semesta (kosmos) ini, didiami oleh manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan, benda-benda mati, roh-roh, jin-jin dan dewa-dewa.
2. dukun/bomoh/pawang berfungsi sebagai mediator antara alam nyata dengan alam
tak nyata (alam gaib).
3. Dewa matahari dan bulan adalah penghubung segala sesuatu yang berhubungan
dengan Dang Empu Hiang dan pengatur segala sesuatu yang terjadi di bumi.
4. Dukun/bomoh/pawang adalah pengontrol roh-roh yang berkeliaran di permukaan
bumi dan dapat memindahkan roh-roh yang berkeliaran ke dalam Fetish.
56
5. Dukun /bomoh/pawang dan manusia memuja dewa matahari, dewa-dewa lain,
arwah nenek moyang, dan Fetish.
6. Manusia memberi persembahan atau sesajen kepada hantu-hantu, arwah nenek
moyang, dan Fetish.
2.4 Agama Masyarakat Melayu
Agama resmi masyarakat Melayu pada umumnya adalah agama Islam.
Kedatangan Islam membawa dampak yang besar dalam strruktur sosial dan
kebudayaan masyarakat Melayu. Kepercayaan yang sebelumnya yakni memuja dewa-
dewa, hantu-hantu, dan roh-roh berubah menjadi menyembah kepada Allah
Subhanahuwata’ala (Tuhan Yang Maha Tunggal).
Puncak penerimaan Islam secara keseluruhan pada masyarakat Melayu
ditandai dengan adanya falsafah masyarakat, yaitu adat yang berlandaskan kepada
hukum Allah, yang dituangkan lewat firman-firman-Nya kedalam Al-qur’anulkarim
melalui hadist-hadist serta perilaku Nabi Muhammad Saw. Atau yang lebih dikenal
dengan falsafah : Adat ber-sendikan syarak (syari’at hukum Islam), syarak ber-
sendikan Kitabullah (Kitab Allah atau Al-Qur’an).
Konsep di atas lahir karena ajaran mengandung norma-norma hubungan
manusia dengan Allah SWT (hubungan vertikal atau “HablumminAllah”) dan
hubungan sesama manusia serta manusia dengan alam (hubungan horizontal atau
“Hablumminannas”). Manusia dituntut agar dapat menjaga, mengharmoniskan dan
melestarikan keseimbangan antara kedua hubungan tersebut.
57
Menurut Gazalba (1983:51-55), agama Islam yang dianut masyarakat Melayu
dianggap mereka sebagai petunjuk, yang memadukan kepentingan agama dengan
kebudayaan dalam bentuk peraturan yang tetap. Aturan tentang kebudayaan adalah
mengenai prinsip-prinsip dasar kehidupan manusia dan cara pelaksanaannya.
Misalnya, bagaimana seseorang mencari nafkah, membina hubungan antar manusia,
melestarikan alam, menikah, melaksanakan shalat, serta fadhu kifayah, dan lain-lain.
Aturan tentang kebudayaan adalah mengenai prinsip-prinsip dasar saja,
sedangkan cara pelaksanaannya dapat berubah sesuai dengan keinginan manusia
sebagai pelaku budaya, tetapi tidak melanggar ketentuan yang telah ditentukan oleh
Allah SWT. Misalnya saja dalam berkesenian, dalam Islam dianjurkan untuk tidak
membuat seni yang menimbulkan khayalan sensual yang dapat menjerumuskan
manusia kedalam keasyikan sehingga melupakan kewajibannya dalam melaksanakan
perintah Allah Swt. Begitu pula dalam berpakaian. Islam telah menetapkan agar umat
Islam memakai pakaian yang menutup segala auratnya sehingga terhindar dari dosa ;
sedangkan bagaimana cara memakainya diserahkan kepada manusianya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam tidak
membenarkan penyembahan yang lain kecuali Allah SWT. Hal ini ditegaskan dengan
dua kalimat syahadat apabila seseorang memeluk agama Islam yaitu : Assyhadualla
illaha illallah, Wassyhaduanna Muhammadarrasulullah, yang artinya : Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah.
Ini berarti bahwa manusia harus tunduk dan menyembah kepada Allah dan bukan
tunduk kepada Alam atau kekuasaan apapun yang ada di muka bumi ini.
58
Setelah masuknya Islam dan dijadikan falsafah hidup oleh masyarakat
Melayu. Maka kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut disesuaikan dengan
ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam juga di kenal konsep alam gaib, yakni percaya
kepada makhluk gaib seperti malaikat, setan, jin, dan lain-lain. Inilah yang akhirnya
dijadikan alasan masyarakat Melayu untuk tetap percaya kepada dunia gaib dan
makhluk-makhluknya, yang dikenal dengan istilah “sinkretisme”. Sinkretisme adalah
penggabungan dua ajaran antara kepercayaan dengan agama. Ini masih terus
berlangsung pada masyarakat Melayu desa pesisir, baik dalam aktivitas kesenian
mereka maupun dalam kehidupan sosial budaya mereka. Penggabungan itu terjadi
karena pengaruh kepercayaan animisme begitu kuat melekat dalam diri masyarakat
Melayu secara umum sehingga sulit dihilangkan. Walaupun dalam agama Islam
sangat dilarang untuk menyembah kekuatan dan kekuasaan apapun di bumi selain
kepada Allah SWT.
Seperti di ketahui bahwa, kepercayaan animisme sudah menyatu dengan
kehidupan masyarakat Melayu selama 1200 tahun, yaitu sejak abad I masehi sampai
dengan abad XIII masehi. Ini juga disebabkan ketika pertama kali agama Islam
masuk pada masyarakat Melayu, bukan berdasarkan pemaksaan ataupun kekerasan,
melainkan terlebih dahulu disesuaikan dengan adat dan budaya pemeluknya.
Kemudian perlahan-lahan di ubah kearah hukum dan tatanan norma Islam.
59
2. 5 Bahasa
Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya. Bahasa juga
merupakan sub-kebudayaan. melihat tingkah polah individu, keluarga, etnis, ataupun
bangsa dapat dilihat melalui bahasa yang di gunakan (H. Amir Ridwan, 2002:108).
Sikap dan kebiasaan berbahasa dari suatu kelompok individu merupakan satu
wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui ide, norma dan gagasan. Penutur bahasa
Melayu adalah masyarakat yang merupakan sekelompok manusia atau homo loques
yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, walaupun pada dasarnya penutur bahasa
Melayu mempergunakan bahasa yang sama (bersifat universalisme), namun untuk
mencapai suatu kesamaan mutlak tetap tidak memungkinkan. Karena bahasa Melayu
sangat dinamis, dapat disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat
Melayu sendiri, bahasa Melayu khususnya dalam memperkaya kosa-kata selalu
terbuka untuk bahasa asing melalui kontak bahasa. Sebagai contoh dari bahasa
Belanda, seperti kata dongkrak berasal dari kata dommekracht, bengkel dari winkel,
supir dari chauffeur. Namun demikian, struktur bahasa Melayu tidak berubah
mengkekalkan identitas yang diwarisi sebagai pernyataan orang Melayu dan
keturunanya.
Dalam bahasa Melayu, ada beberapa pokok mengenai kajian latar belakang,
sistem dan keberadaan linguistik bahasa Melayu yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa Melayu merupakan alat untuk mengekspresikan harapan, kehendak, cita-
cita dan sebagainya, baik mengenai alam maupun lingkungan sekitar.
2. Bahasa Melayu jika dilihat dari sudut pandang falsafah, diklasifikasikan sebagai
bahasa yang memiliki dasar atau akar mitologis (mytological root/descent) yaitu
60
bahasa yang bercirikan bahasa tradisi dan bahasa yang memiliki pesan-pesan
moral serta keadaan yang Islami.
3. Didalam bahasa Melayu terdapat hubungan akrab saling ketergantungan antara
bahasa dengan budaya, adat-istiadat dan tradisi Melayu.
4. Bahasa melayu berfungsi sebagai salah satu penanda utama budaya Melayu
(principal marker) melalui bahasa Melayu dimensi konkrit budaya Melayu dapat
diekspresikan atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai pengungkap
solidaritas dan identitas kelompok.
5. Bahasa Melayu dianggap sebagai suatu sistem arbitrer (terdapat hubungan antara
makna dengan bentuk) yang pada perkembangannya memiliki variasi eksternal
dan internal. Secara eksternal terdapat variasi ujaran pada fonem tertentu, maupun
beda kata untuk makna leksikal yang sama. Contoh : kata alhamdulillah lebih
dibudayakan dari pada terima kasih, dan assalamualaikum lebih dianjurkan dari
pada mengucapkan selamat pagi/siang/malam.
6. Budaya, adat-istiadat dan tradisi Melayu memprioritaskan untuk seseorang
berharkat, bermartabat dan berterima oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Penekanan tercermin dalam ungkapan sebagai pembina kepribadian seseorang
(mode of action) dan bahasa Melayu berperan sebagai media penyampaian pesan-
pesan moral berlandaskan ajaran agama dan adat-istiadat yang bernuansa
keIslaman.
7. Penggunaan bahasa Melayu memiliki pilihan kata dan ungkapan pemeliharaan
tutur kata secara lembut. Sikap berbahasanya selalu berlandaskan dengan
61
memprioritaskan kesopan-santunan dan seringkali diiringi gerak kinetik (suatu
syarat yang berhubungan atau merupakan hasil gerak tubuh).
8. Bahasa juga memiliki makna yang sama seperti bahasa lainnya, Dalam hal
peringkat sinonim, hiponim, polisemi, dan antonym. Contohnya : kata molek,
pada peringkat sinonim sejajar dengan kata seperti cantik, menarik dan syur.
Akan tetapi variasi penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya, contoh :
“Empuan tu molek” hanya dapat bervariasi dengan cantik dan menarik. Namun
demikian, berbeda konteksnya dengan kata syur karena dalam konteks “Empuan
tu syur” maknanya akan bergeser menjadi membangkitkan selera.
9. Bahasa Melayu juga memiliki pemahaman tersendiri dari sudut penanda beda
jenis kelamin (gender marker) dalam istilah kekerabatan. Bagi masyarakat
Melayu kata kekerabatan ditentukan kedalam beberapa spesifikasi yaitu :
a. Penanda berdasarkan urutan kelahiran (birth order) seperti (u) lung, (te) ngah,
tok ucu (bungsu) sehingga terdapat pembentukan seperti Bah lung, Wak uteh,
tok ucu dan sebagainya.
b. Penanda berdasarkan nama singkatan seseorang contoh : Ban am (aban amin),
Wak ucup (wak yusuf), Tok Zen (atok zainal).
c. Penanda berdasarkan bentuk fisik atau warna kulit contoh : Tok tam (atok
hitam), Wak endek (wak pendek) dan sebagainya.
d. Penanda berdasarkan nama tempat, baik tempat kelahiran daerah asal, tempat
tinggal sebenarnya dan sebagainya, contoh : Wak simpang (wak dari simpang
tiga).
62
10. Bahasa Melayu memiliki untaian kata, ungkapan, petatah-petitih baik secara lisan
maupun tulisan yang biasa diungkapkan dalam bentuk pantun untuk
menyampaikan pesan moral dan etika bagi seseorang untuk bermanis budi bahasa,
indah budi pekerti dan memiliki rasa pengendalian diri.
contoh : Jangan suka mematahkan parang
Tangan luka gagangnya rusak
Jangan suka menyusahkan orang
Tuhan murka orang pun muak
Dari latar belakang bahasa Melayu di atas, maka dapat dilihat ekspresi bahasa
tersebut di dalam sistem sosial yang menggambarkan psikologis orang Melayu yang
terkait dengan cakupan emosi, estetika, alasan moral, logika dan rasionalisme yang
salin terjalin erat (Lukman,2002:111)
2. 6 Adat-Istiadat Masyarakat Melayu
Setiap suku bangsa (etnis) pasti mempunyai peraturan adat yang berbeda
dengan suku bangsa yang lainnya. sesuai dengan pegangan dan pandangan hidup
mereka masing-masing. Adat-istiadat ini selalu berkaitan erat dengan sistem dan tata
nilai dari budaya mereka masing-masing yang dijadikan panduan dalam bertingkah
laku dan berprilaku sosial terhadap masyarakatnya.
Masyarakat Melayu seperti halnya kelompok masyarakat yang lainnya,
memiliki adat-istiadat yang berhubungan dengan alam kehidupan mereka yang
dikenal dengan istilah Rites the passage (Ritus peralihan). Rites de passage adalah
ritus peralihan atau upacara adat-istiadat dalam mengahadapi perubahan kehidupan
63
dari mulai lahir sampai dengan kehidupan dunia. Setiap peralihan tersebut selalu
disertai dengan upacara khusus, misalnya usia balita memasuki usia remaja selalu
disertai dengan upacara-upacara untuk memberikan bekal bagi si anak dalam
mengahadapi usia remaja, dan lain-lain.
Adapun beberapa upacara peralihan dalam kehidupan masyarakat Melayu
adalah sebagai berikut :
1. Adat Melenggang Perut atau Mandi Tian. Upacara ini dilakukan ketika si ibu
mengandung 7 (tujuh) bulan. Upacara ini dilakukan untuk
membuang “kesialan” sekaligus untuk membetulkan kedudukan bayi dalam
perut si ibu sehingga memudahkan proses kelahiran.
2. Adat Semasa Hamil. Ketika usia kandungan sudah berusia 9 (sembilan) bulan,
dianjurkan agar si ibu memasukkan beras, kelapa 1 (satu) buah, benang merah,
tepak sirih dan secawan air kedalam bakul. Kelapa dibenamkan separuh ke
dalam beras yang ada di bakul dan kelapa tersebut dililitkan benang merah serta
dipasang lilin di atas kelapa tersebut. Kemudian ketika si bayi lahir, urinya
dimasukkan kedalam tempurung kelapa dan dicampurkan sedikit garam lalu di
tanam di depan rumah.
3. Adat Bercukur. Setelah bayi berumur 44 hari, maka diadakan acara cukur
rambut sebanyak lima atau tujuh helai rambut guna menghilangkan “kesialan”
yang mungkin ada dalam diri si bayi, lalu dimandikan dengan air bunga di
campur dengan limau purut. Setelah itu, bayi “ditepungtawari” guna mengusir
hantu dan setan, kemudian barulah rambut si bayi di cukur.
64
4. Adat Menjejak Tanah. Ketika bayi berumur tujuh bulan, diadakan upacara
menjejak (memijak tanah) yang tujuannya agar si bayi terhindar dari gangguan
hantu dan setan. Dalam upacara ini kaki si bayi “dicecahkan” atau dipijakkan
kedalam piring-piring kecil yang berisi padi, beras kunyit, tanah, dan lain-lain.
Setelah itu barulah kaki si bayi dijejakkan diatas tanah yang berada di depan
rumah.
5. Adat Berendoi atau Mengayun anak. Upacara ini biasa dilakukan ketika si bayi
berumur satu tahun. Dalam upacara ini si bayi dinyanyi-nyanyikan lagu- lagu
nasyid yang bertemakan ketuhanan dan pembelajaran hidup yang tujuannya
agar si anak menjadi anak yang pandai dan berguna bagi orang tuanya.
6. Adat Bertindik. Jika si bayi adalah wanita, maka akan diadatkan adat bertindik.
Dalam hal ini, tidak ada batasan umur pada umur ke berapa si anak akan di
tindik.
7. Adat Khitanan. Jika si bayi berjenis kelamin laki-laki, maka diadakan upacara
adat khitanan atau sunat rasul. Dalam hal ini juga tidak ada batasan umur bagi si
anak kapan akan di khitan.
8. Upacara Perkawinan dan Kematian. Apabila seorang anak sudah dewasa atau
akil baligh, maka si anak wajib untuk menikah atau kawin. Upacara perkawinan
Melayu sangat banyak prosesnya, mulai dari “merisik” sampai dengan naik
pelaminan dan mandi berdimbar. Begitu pula apabila seseorang itu meninggal
dunia, maka seluruh sanak famili, anak dan cucu, akan mengadakan upacara
untuk yang meninggal dunia seperti mengadakan kenduri, meniga (tiga) hari,
menujuh (tujuh) hari, empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari.
65
2. 7 Kesenian Musik Melayu
Musik mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi setiap manusia. Tiada
seseorang yang dapat menghindarkan dirinya terhadap pengaruh musik. Begitu juga
dengan masyarakat Melayu. Musik merupakan pancaran kehidupan bagi masyarakat
Melayu sendiri. Musik tidak hanya sekedar kreasi artistik, tidak juga sekedar untuk
hiburan atau bersantai, tetapi musik itu juga bersatu dengan berbagai aspek
kehidupan, bersatu di dalam sistem kepercayaan, struktur sosial, bahkan di dalam
aktivitas perekonomian suku bangsa itu. Seperti halnya dengan bahasa, maka musik
juga adalah alat komunikasi sosial dan sebagai media, ia memainkan peranan penting
di dalam interaksi sosial antara berbagai individu di dalam masyarakat pendukungnya
itu (Lukman Sinar Basyarsyah II, 2002:284).
Masyarakat Melayu sejak zaman dahulu telah mencipta musik bagi kalangan
mereka. Bahkan musik tradisi Melayu telah memainkan peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sosial budaya mereka. Musik Melayu tradisional menggambarkan
corak budaya masyarakat budaya Melayu dan merupakan hasil kreativitas dari
gejolak jiwa mereka terhadap alam sekeliling.
Seni musik masyarakat Melayu dapat dibagi atas dua yaitu :
1. Musik tradisi warisan istana
2. Musik tradisi rakyat
66
2. 6. 1. Musik Tradisi Warisan Istana
Dalam masyarakat Melayu tradisional terdapat dua kelompok masyarakat.
Pertama mereka yang memiliki tradisi kebudayaan yang tinggi yang disebut sebagai
tradisi yang tinggi (great tradition), yang kedua adalah masyarakat tradisi rendah
(little tradition). Dalam masyarakat tradisi tinggi, taraf kehidupan anggotanya lebih
tinggi. Mereka merupakan golongan yang menguasai bidang politik dan hidup dalam
kemewahan.
Kelompok bangsawan ini sangat menyukai musik dan memiliki banyak
kelompok musik. Bahkan dalam kegiatan kesehariannya telah diadakan latihan secara
teratur dan dianjurkan untuk terus mengembangkan kesenian tradisi musik guna
menghibur keluarga bangsawan. Salah satu kesenian musik tradisi yang sangat
terkenal dan dihormati oleh kaum bangsawan ini adalah musik penobatan raja, yang
dikenal dengan istilah Musik Nobat Raja. Alat musik yang digunakan adalah nafiri
dan serunai. Peranan musik ini adalah untuk mengesahkan kedudukan sosial
golongan bangsawan. Musik nobat dipercayai memiliki kekuatan supranatural (super
natural power) dan apabila mendengar suara musik ini, maka seluruh rakyat
diwajibkan untuk berhenti sejenak dari seluruh kegiatannya.
2. 6. 2. Musik Tradisi Rakyat
Musik tardisi rakyat adalah segala jenis musik yang berkembang pada
masyarakat kelas bawah. Pada golongan ini rebana merupakan alat musik yang paling
akrab dalam kehidupan sehari-hari mereka. Alat musik ini berasal dari kebudayaan
67
Islam dan merupakan hadist Nabi Muhammad untuk menggunakan alat musik ini
dalam bermusik.
Musik tradisi Masyarakat Melayu biasanya menggunakan alat-alat musik
yang belum mendapat pengaruh barat (seperti bass. Biola, gitar, piano, akordion, dan
lain-lain), tetapi musik yang masih memakai alat-alat musik yang biasa ditemukan di
kepulauan nusantara seperti gong, rebana, serunai,gendang, suling, dan lain-lain.
Musik tradisi Melayu tidak diwariskan dalam bentuk notasi seperti pada
musik Barat. Tetapi diwariskan secara informal, jadi tergabung di dalam oral
tradition (tradisi lisan) di dalam kebudayannya. Anggota-anggota yang muda-mudi
didalam suatu ensambel musik tradisional Melayu dengan tekun mendengarkan
kemudian meniru/mempraktekkan permainan alat musik tradisional tadi di bawah
bimbingan yang anggota-anggota yang tua-tua. Pimpinan suatu ensambel atau juga
“conductor”-nya sering memainkan salah satu alat musik yang penting untuk
menentukan tempo. Anggota-anggota ensambel yang lain kemudian mendengarkan
kepada memperhatikan ke arah conductor tadi. Contoh-contoh dari suatu alat-alat
musik yang penting yang dimainkan oleh pemimpin-pemimpin ensambel adalah
gendang ataupun rebab. Jika ada dua conductor, yang satu biasanya pimpinan untuk
tempo atau dynamic leader dan yang lainnya sebagai melodic leader.
Begitu juga seorang dukun atau pawang (shaman) melakukan tugasnya
menyanyikan mantera-mantera dengan iringan alat musik tetabuhan sehingga ia
berada dalam keadaan seluk atau “kemasukan” (in trance).
Disamping itu di dalam masyarakat Melayu dapat kita lihat adanya
penghoramatan di dalam suatu pesta terhadap rombongan kesenian yang bersifat
68
semireligius. Ketika suatu kelompok menyanyikan lagu dan syair yang memuji Allah
SWT atau nabi Muhammad SAW, maka kelompok musik lain akan berhenti sejenak.
Jadi, di dalam kesenian musik tradisi Melayu ada musik yang bersifat sosial dan ada
pula musik yang berkonotasi dengan keagamaan.
Dalam bidang hiburan, Lukman (1990:3) mengelompokkan musik Melayu
kedalam musik modern, yaitu musik yang mempergunakan alat musik Barat (seperti
biola, bas, gitar, piano, akordion dan lain-lain), meskipun lagunya “Melayu Asli” dan
begitu juga tari yang mengiringinya. Permainan dengan memakai alat-alat tradisional
Melayu bisa dimainkan berdampingan dengan alat musik yang berasal dari Barat.
Misalnya: alat musik gong dan gendang dimainkan berdampingan dengan alat musik
biola yang mengantikan musik rebab, dan menggunakan akordion ketika mengiringi
tari-tarian.
2.8 Ahmad Setia dalam Konteks Budaya Melayu
Ahmad Setia adalah seorang seniman Melayu, khususnya ahli di dalam
memainkan alat musik akordion. Selain itu ia juga dapat bermain gendang Melayu,
gong, menari, menyanyi, berpantun dan juga membuat alat musik gendang. Ahmad
Setia bukan hanya milik masyarakat Melayu Medan, tetapi ia juga milik masyarakat
Melayu Sumatera Utara, dan lebih jauh lagi Dunia Melayu.
Secara budaya Ahmad Setia dilahirkan dari wilayah budaya Melayu Serdang,
hidup sejak kecil di sana, dan kemudian setelah dewasa bermusik di Medan pada
tahun 1959, dan melakukan pertunjukan sampai ke daerah Riau tahun 1962.
Kemudian pindah ke Jambi dan mendapakan jodohnya di sana. Ia tetap setia
69
berkesenian di samping bekerja sebagai juru ketik di kantor Gubernur Jambi, sebagai
petani, kuli bangunan dan juga kuli kernet angkutan. Semua kawasan tempat ia
berkesenian adalah kawasan Melayu. Kemudian ia kembali ke Medan tahun 1972,
dan di sini ia juga aktif sebagai seniman Melayu, khususnya sebagai pemain
akordion.
Yang menarik secara etnisitas kedua orang tuanya adalah beretnik Banjar
(Kalimantan), namun menurutnya ia lebih kental sebagai orang Melayu. Selain itu
budaya Melayu pun menerima secara terbuka etnik lain untuk menjadi orang Melayu,
dan ini dialaminya tana pernah ada masalah. Bahkan ia dianggap sebagai ikon
pemain akordion terbaik di kawasan Sumatera Utara dan Dunia Melayu. Ia juga
menerapkan kebudayaan Melayu dalam berbagai kehidupan sehari-harinya. Ahmad
Setia juga dianggap sebagi seniman Melayu yang telah melanglangbuana ke seantero
kawasan Dunia Melayu lainnya seperti: Malaysia, Thailand Selatan, Brunai
Darussalam, Singapura, dan lainnya. Dengan demikian dalam konteks Dunia Melayu
dan Sumatera Utara ia menjadi bahagian yang terpenting dalam kesenian Melayu.
Latar belakang etnografis dan kehidupannya seperti tersebut di atas diresapinya dan
dijalaninya dengan tabah, tekun dan jeli.
70
BAB III
BIOGRAFI
3.1 Latar Belakang Keluarga
Ahmad Setia lahir di Perbaungan, 12 Desember 1939. Ia merupakan anak
pertama dari pasangan Hasan Luji dan Kama binti Janang. Ayahnya berasal dari
suku Melayu Kalimantan (Banjar). Sewaktu ia kecil, ketika berumur 8 bulan, ayah
dan ibunya bercerai dan ia di pelihara oleh kakak dari ayahnya, sedangkan ibunya
pergi meninggalkannya merantau ke Jambi. Pada saat itu pekerjaan ayahnya adalah
seorang pemain biola yang sering dipakai sebagai pemusik di Istana Serdang di
Perbaungan, sedangkan ibunya adalah seorang penari.
Ayah Ahmad setia pernah 3 kali menikah. Istri yang pertama, penulis tidak
mendapatkan informasi mengenai namanya karena Ahmad sendiri sudah lupa. Dari
istri pertamanya tersebut, ayahnya memiliki seorang anak yang bernama Hasan
Sentosa. Istri yang kedua adalah ibu dari Ahmad Setia sendiri yang bernama Kama
binti Janang yang juga menghadirkan seorang anak lelaki yang bernama Ahmad
Setia. Kemudian istri yang ketiga yaitu Maisyarah dan memiliki sepuluh orang anak
yaitu 1. Ismail, 2. Aspan, 3. Armain, 4. Syara’iah, 5. Umar bhakti, 6. Usman Raba’i,
7. Syafarul Umri, 8. Ma’nawiah, 9. Udin, 10. Mesriawati.
Ibu Ahmad Setia juga pernah 3 kali menikah. Suami yang pertama bernama
Datuk Anggah yang berasal dari Tanjung Balai Asahan yang dikaruniai dua orang
anak yaitu 1. Datuk Muda Yuhanan (almarhum), dan 2. Asnah (almarhum). Suami
71
kedua adalah ayah Ahmad Setia sendiri yaitu Hasan Luji. Dan suami ketiga adalah
Husin yang dikaruniai seorang anak yang bernama Zainal Abidin. Olah karena itu,
jumlah keseluruhan saudara dari Ahmad Setia adalah 16 orang.
Tahun 1962, Ahmad Setia memulai perjalanan bermusiknya bersama grup
Joged Modern dan melakukan pertunjukan keliling ke daerah Riau. Saat itu ia
menyempatkan waktunya untuk mencari ibunya ke daerah Jambi. Dan akhirnya ia
bertemu dengan ibunya di desa Dendang, Jambi. Sekitar tahun 1966, saat ia hendak
kembali ke Medan, ibunya berniat untuk menjodohkannya dengan seorang wanita
untuk dijadikan istri. Hal itu merupakan taktik dari ibunya agar tidak berpisah lagi
dengan Ahmad Setia. Hingga tawaran tersebut diterima oleh Ahmad Setia. Ia
dinikahkan dengan seorang perempuan yang bernama Nursiah binti hasan yang pada
saat itu masih berusia 14 tahun. Menurut orang disana, seorang perempuan harus
cepat menikah, karena adanya pendapat masyarakat yang mengatakan jika seorang
wanita lama menikah, berarti tidak laku. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Bapak Ahmad Setia seperti di bawah ini :
”Waktu itu kan bapak berumur 26 tahun, udah melang-lang buana itu kan?! Lalu ibu bapak pekat-pekat sama saudara bapak, mengatakan ”ini bahaya ini kalau sempat dia balik ke sana, baik kita ikat kakinya, ya kita carikan istrinya. Jadi usia 26 tahun itu bapak di kawinkan lah sama orang sana”.
”Istri bapak namanya Nursiah, waktu itu di sana di daerah Dendang itu, tidak ada gadis yang berusia 20 tahun menikah, karena mereka itu sangat fanatik, artinya kalau disana gadis sudah lama tak menikah, berarti tidak laku, taulah di daerah terpencil gitu kan? Sehingga kalau sudah gadis, macam mana cara, mereka tu mencarikan suaminya”. Dari pernikahan tersebut, sekitar tahun 1967, ia dan istrinya dikaruniai
seorang anak yang di beri nama Mardiana Astia. Akan tetapi diusianya yang ketiga
tahun, Mardiana meninggal dunia karena sakit. Kemudian tahun 1970, ia dikaruniai
72
seorang anak yang di beri nama Zainuddin astia. Kemudian pada tahun 1972 ketika
Ahmad Setia dan keluarganya pindah ke Medan, ia dikruniai sepasang bayi kembar
perempuan yang diberi nama Ramayana Astia dan Ramayani Astia. Selanjutnya pada
tahun 1976, ia kembali dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Zaini
Astia, dan yang terakhir pada tahun 1984, ia juga dikaruniai seorang anak laki-laki
yang diberi nama Zailani Astia. Ternyata, dibalik pemberian nama dari anaknya
tersebut, Ahmad Setia memiliki cara yang unik. Disemua nama anak lelakinya ia
memberikan awalan dengan huruf yang sama yaitu “Z”. maksud dari pemberian
nama tersebut adalah karena nama Ahmad Setia dimulai dengan huruf “A”, maka ia
ingin menutupnya dengan huruf “Z” yaitu ejaan terakhir dari huruf-huruf alfabet.
Sedangkan pemberian nama “Astia” dibelakang nama anaknya adalah sebagai
identitas yang diambil dari singkatan namanya. Saat ini Ahmad Setia memiliki 4
(empat) orang cucu yaitu 1. Rizki (6 tahun), 2. Rizka (5 tahun), 3. Pratama Wan
Abdullah (1 tahun), dan 4. Putri Adilla (balita). Rizki dan Riska adalah anak dari
Zainuddin Astia. Pratama Wan Abdullah anak dari Ramayani Astia. Putri Adilla
adalah anak dari Zaini Astia. Dari kelima anaknya tersebut, hanya satu yang belum
menikah yaitu Zailani Astia (23 tahun). Ketika Ahmad Setia Masih Muda, ia sangat
terkena, sehingga tidak jarang banyak wanita yang menyukainya, meskipun demikian
tidak membuat Ahmad Setia menjadi seorang pemuda yang suka menjalin hubungan
dengan semua wanita yang menyukainya. Ahmad Setia pernah punya pacar yang
bernama Halimatussadiah, dan ada juga yang pernah suka pada Ahmad Setia yaitu
Wati.
73
Di mata anak-anaknya, Ahmad Setia merupakan sosok yang sangat
bertanggung jawab, untuk menghidupi keluarganya, ia rela melakukan pekerjaan apa
saja, meski harus menarik becak maupun menjadi buruh bangunan jika tidak ada
pesanan untuk bermusik.
Almarhum istri dari Ahmad Setia juga sangat mendukung sepenuhnya
pekerjaannya dalam bermusik. Bahkan istrinya rela untuk menjual perhiasannya yang
berupa kalung emas untuk membeli akordion Ahmad Setia yang pertama yaitu
akordion merk Satimiosofrani 48 bass.
Dalam kehidupan rumah tangganya, Ahmad Setia juga pernah menerima
ocehan dan gosip-gosip yang mengatakan bahwa ia beristri dua. Ada juga yang
menyampaikan bahwa Ahmad Setia mempunyai hubungan khusus dengan seorang
wanita yang selalu datang mengendarai mobil mewah. Menurut anaknya Rahmayani
Astia (33 tahun) mengatakan, dulu pernah ada seorang wanita datang akan tetapi
tidak sampai kerumah mereka dan mengaku sebagai istri dari Ahmad Setia sambil
membawa seorang anak kecil yang juga diakuinya bahwa anak tersebut adalah anak
dari Ahmad Setia, wanita itu berasal dari Belawan yang mana pada saat itu Ahmad
Setia pernah bekerja sebagai pemusik pada sebuah cafe. Akan tetapi kedatangan
wanita itu dihalangi oleh teman terdekat Ahmad Setia yang bernama Buyung
sehingga tidak sampai kerumahnya. Meskipun berita tersebut diketahui oleh istri
Ahmad Setia, hal tersebut tidak membuat istrinya terpengaruh bahkan tidak
menghiraukannya sama sekali. Menurut Ahmad Setia, istrinya tersebut sangat sabar
menghadapi dirinya, dan istrinya selalu memegang prinsip yang selalu disampaikan
74
kepada semua teman-teman Ahmad Setia yaitu : ”kalau di luar rumah, suami saya
milik siapa saja, tetapi kalau di rumah ini, dia tetap milik saya”.
Akan tetapi, pada usia pernikahannya yang ke- 41, Ahmad Setia harus
kehilangan istri yang disayanginya yaitu Nursiah binti Hasan. Istrinya meninggal
pada tanggal 22 maret 2007 yang lalu. Itu merupakan cobaan yang sangat berat bagi
Ahmad setia, dan sampai saat ini belum ada terlintas dibenaknya untuk menikah lagi,
karena ia takut, jika ia menikah lagi, tidak akan ada lagi wanita yang sabar
menghadapi dirinya seperti Almarhum Istrinya.
3.2 Latar Belakang Pendidikan
Sekitar tahun 1949, untuk tingkat sekolah dasar ia sempat bersekolah
di sekolah rakyat Perbaungan. Saat itu ia sedang berusia 10 tahun. Akan tetapi ia
tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena harus pindah ke Medan. Pada saat itu
terjadi masa pergolakan setelah Indonesia merdeka dan Belanda ingin merebut
Indonesia kembali, sehingga sekolah-sekolah di perbaungan menjadi kucar-kacir. Di
Medan ia kembali melanjutkan sekolah dasarnya. Akan tetapi penulis tidak
mendapatkan informasi apa nama dari sekolahnya tersebut karena Ahmad Setia
sendiri sudah lupa dan sekarang ini sekolah tersebut sudah tidak ada lagi. Untuk
tingkat SMP, ia melanjutkan sekolahnya di sekolah SMP Ksatria Medan. Akan tetapi,
ia tidak menyelesaikan sekolahnya sampai tamat. Ia juga pernah mengikuti kursus
bahasa Inggris program TAPDA (book houding) dan kursus mengetik. Sedangkan
untuk pendidikan SMA tidak ada.
75
3.3 Latar Belakang Pekerjaan.
Sampai saat ini pekerjaan tetap dari seorang Ahmad Setia adalah
seorang seniman. Ia bergerak di bidang seni musik yaitu sebagai pemain akordion dan
dan seni pahat yaitu sebagai pembuat gendang. Orang- orang disekelilingnya biasa
memanggilnya dengan sebutan pak Ahmad kidal, karena setiap kali bermain
akordion, ia menekan tuts akordion dengan jari tangannya yang sebelah kiri.
Tahun 1961, merupakan awal perjalanannya menjadi pemain gendang pada
bersama grup Hitam Manis pimpinan Datuk Muhammad Nur dan melakukan
perjalanannya pertama kali ke luar kota Medan yaitu ke daerah Sigambal, Rantau
prapat.
Pada tahun 1962, bergabung bersama grup Joget Modern yang dulu
berada di jalan di jalan bintang (sekarang sudah tidak ada lagi) ikut pada pertunjukan
keliling joget modern yang dimulai dari Padang Sidempuan, kearah Sumatera Barat
yaitu yaitu Kecamatan Rao, Tapus, Panti, Pekan baru, Dumai, Pulau Rupad Rengat,
Kecamatan Basrah, Teluk Kuantan, Hilir, Kecamatan Sungai Salak, Kecamatan
Enok, Sampai ke Tembilahan, dan Indera Giri seperti yang dikatakan Ahmad setia
sebagai berikut :
“Kemudian saya juga bergabung bersama Joget Moderen yang dulu beralamat di jalan bintang, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Jadi joget moderen itu istilahnya, melanglang-buana ke daerah Riau, jadi tahun ’62 bapak ikutilah rombongan joget moderen ini tadi ke Padang sidempuan, dari Padang Sidempuan ke Rao, yaitu daerah Padang Sidempuan ke arah Sumatera barat, ya mungkin kecamatan itu. Kemudian ke Panti, perbatasan Sumatera barat, terus ke Pekan Baru, tapi tidak maen, kami hanya singgah bermalam, terus kami singgah ke Dumai, di dumai kami maen kurang lebih sepuluh malam. Namanya joget moderen kan pindah-pindah, jogetnya saja sampai
76
tujuh orang. Jadi sehabis kami izin, dari Buterpra Dumai, kami nyeberang ke Pulau Rupad di Batu Panjang dengan perjalanan kurang lebih satu jam naik boat. Di Pulau Rupad karena disana masyarakatnya sedikit sekali, sehingga kami hanya dua malam di situ. Kami terus menuju Teluk Kuantan. Di Teluk Kuntan itu ada pasar Malam sampai 40 malam lamanya dengan banyak atraksi lain selain joget. Kami tampil setiap malam. Habis 40 malam kami pindah ke Kecamatan Basrah, kami tampil lagi 40 malam, baru kami balik lagi ke Teluk kuantan. Satu malam kami di sana, terus lanjut kami ke Rengat, naik kapal motor ke arah hilirnya itu ada namanya kecamatan Sungai Salak, sampai seminggu, habis itu kami balik lagi ke hilir sampai ke Tembilahan. Sampai di Tembilahan kami bermain lagi sampai sepuluh malam. Sehabisnya di tembilahan, kami balik lagi ke Rengat, di Rengat itu ada pasar malam lagi. Pada waktu itu di Riau, pasar malam itu bersambung-sinambung, pindah pindah tempat. Di Rengat sampai satu bulan lebih. Kebetulan pada waktu itu akan kedatangan presiden Soekarno. Bagaimana lah ya, pada waktu itu antara kepolisian dan angkatan darat ada kontras, mereka masing-masing mengangkat senjata, akhirnya tidak jadi main, presidennyapun tak jadi datang”.
Selesai melakukan pertunjukan, teman-teman pemusiknya kembali ke Medan.
Sedangkan Ahmad Setia pergi ke Jambi untuk mencari ibunya. Disana ia ditawari
kerja sebagai Juru Ketik di kantor Gubernur Jambi urusan Otonomi Daerah kota
Telanai Pura, Jambi yang dipimpin oleh Bapak M. Ahmad Syah yang berasal dari
Kuala Namo, Sumatera Utara. Pada saat itu gaji yang diterimanya adalah Rp. 800 per
bulan, gaji yang diterimanya benar-benar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehingga pakaian-pakaian yang biasa dipakai untuk pertunjukanpun habis
dijual. Karena merasa tidak puas dengan gaji yang didapatkan, ia mencoba untuk
bercocok tanam di desa Dendang tempat orang tuanya tinggal yaitu menanam padi.
Ternyata hasilnya tetap tidak memuaskan karena hasil yang di dapat tidak lebih dari
sekarung beras. Lalu ia memutuskan untuk bekerja di kota Jambi yaitu sebagai kuli
atau buruh toko grosir, menjadi kernet angkutan , dan juga kuli bangunan.
77
Sekitar tahun 1972, ia kembali ke Medan. Akan tetapi teman bermusiknya
sudah tidak peduli lagi dengannya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia kembali
bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan ia sempat menjadi pemborong bangunan
rumah, merehap rumah, dan membuat model rumah. Dari hasil pekerjaannya tersebut
ia mampu membangun rumahnya sendiri yang sampai saat ini masih dihuninya.
Ahmad Setia juga pernah bekerja sebagai penarik becak selama enam bulan ketika
tidak mendapatkan proyek bangunan. Berikut pernyataan dari Ahmad setia saat
penulis melakukan wawancara :
”Ketika tahun 1972, bapak kembalilah ke Medan, tetapi kawan-kawan bermusik bapak sudah tak acuh lagi, bapakpun kembali lagilah seperti orang baru di Medan ini kan?. Untuk mengisi kekosongan, bapak mulai lagi bekerja bertukang sebagai kuli bangunan, bapak dulu bisa merehap rumah, membuat model rumah, bisa dibilang ahli lah membuat model rumah. lalu, mulai bapak membeli perkakas seperti gergaji, pahat, martil dan sebagainya sampai lengkap. Tapi, kalau tak ada proyek bangunan, bapak cari pekerjaan lain, bahkan bapak pernah narek becak selama enam bulan”.
Tahun 1975, ia bertemu lagi dengan para pemusik lama yang kemudian
mengajaknya bergabung dengan HSBM Dara Melati (Himpunan seni Budaya Melayu
Dara Melati), pimpinan tengku Razali Hafaz. Disinilah kehidupan bermusiknya
dimulai kembali. Ahmad Setia kembali menjadi pemain akordion yang kemudian
membawanya untuk tampil di Lhokseumaweh, Aceh. Akan tetapi jika tidak ada
tawaran bermain akordion, ia kembali bekerja sebagai kuli bangunan.
Ahmad Setia juga memiliki latar belakang pekerjaan lain yang pernah
ditekuninya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tahun 1991 ia menjadi pengajar
dan juga guru Les di sekolah SMKI ( Sekolah Menengah Kesenian Indonesia) di
78
Tanjung Morawa. Di sekolah tersebut, ia mempunyai dua orang musik yang sudah
berhasil mampu bermain akordion dengan baik yaitu Erwansyah yang sekarang
bekerja di kantor Pemerintah Kota Medan, dan juga Kudri yang sekarang bekerja di
Dinas Pariwisata Riau. Ahmad Setia menjelaskan pengalamannya sebagai berikut :
“selama mengajar di SMKI itu, ada dua orang murid saya yang sudah berhasil memainkan akordion, namanya Erwansyah dan Kudri, Erwansyah ini sekarang bekerja di Kantor Pemerintah Kota (Pemko) Medan, sedangkan Kudri bekerja di dinas Pariwisata Riau. Erwansyah inipun sudah melanglang buana juga, dia sudah sampai ke Jerman dan Beijing. Banggalah saya melihat mereka berhasil. Karena sebenarnya banyak murid yang saya ajarkan, Cuma mereka berdua saja yang berhasil main akordion. Bahkan anak sendiri saja tidak mau belajar meski sudah saya dorong-dorong. Tapi yah namanya tidak ada bakat, nggak bisa juga dipaksa”.
Sekarang ini, tawaran yang datang untuk meminta Ahmad setia tampil
semakin banyak seperti acara-acara perayaan, pesta perkawinan, penyambutan orang-
orang penting, festival tari serampang duabelas, penyambutan turis, upacara hari
besar adat Melayu, peresmian perusahaan dan lain sebagainya. Ahmad Setia masih
tetap diminta dan sangat dibutuhkan untuk tampil bermain akordion meski usianya
sudah tua.
3.4 Latar Belakang Kepemusikannya
Ahmad Setia memulai karirnya sebagai pemusik dimulai sejak tahun 1959.
sebenarnya Ahmad Setia tidak pernah belajar khusus mengenai materi musik. Jiwa
kepemusikannya sudah timbul sejak ia masih kecil. Ketika masih tinggal di
perbaungan, ia sering menonton pertunjukan ronggeng, yang mana pada jaman
dahulu pertunjukan ronggeng biasanya ditampilkan di gudang pabrik kilang padi
79
selama semalam suntuk. Melihat tingkah mereka menyanyi, menari, mengebeng
membuat ia tertarik dan menimbulkan keinginan dalam dirinya untuk mengikuti jejak
para peronggeng. Selain itu, ayahnya juga dulu seorang pemain biola, dan ibunya
adalah seorang penari, dan mungkin saja hal tersebut disebabkan oleh faktor
keturunan sehingga menimbulkan jiwa kepemusikan dan hasratnya untuk belajar
musik.
Demikian juga dengan awal perjalanannya sebagai pemain akordion. Ia
belajar akordion dari seorang temannya yang juga pemain akordion handal pada saat
itu yaitu Almarhum Datuk Muhammad Nur. Selama bergabung dengan beliau Ahmad
Setia sering diajak mendampingi beliau setiap kali mengisi acara-acara adat Melayu
bersama grup Orkes Hitam Manis yang juga merupakan grup pertama Ahmad Setia
bergabung dan tampil di RRI Nusantara III Medan yang sekarang ini telah menjadi
RRI Nusantara I Medan. Lagu yang pertama kali dipelajari Ahmad Setia ketika
belajar akordion adalah lagu Demam Puyun. Penampilan perdananya adalah ketika ia
menonton pertunjukan ronggeng Melayu pada sebuah pasar malam di Lapangan
Merdeka Medan. Ia diminta oleh seorang pemain Gendang yang sedang tampil pada
saat itu yang bernama Karim yang juga seorang pelawak untuk naik ke atas pentas.
Sebenarnya pada saat itu ia berniat untuk menonton pertunjukannya saja akan tetapi
si pemusik tadi tetap memaksa, hingga akhirnya tawaran itu diterima oleh Ahmad
Setia. Dan ternyata sampai acara selesai ia tetap diminta sebagai pemain pengganti.
Lagu pertama yang dibawakannya pada saat itu adalah lagu Cek Minah Sayang. Hal
ini sesuai dengan yang dijelaskan Ahmad Setia seperti di bawah ini :
80
“antara tahun 1959 sampai 1960an, ada pasar malam di Lapangan Merdeka Medan. Mula-mula saya itu asyik menonton ronggeng, oleh penabuh gendangnya kenal sama saya, dan tau bahwa saya bisa main akordion, dan bisa main gendang, jadi saya dusuruh naik, “mad naek mad, naek kau ke panggung” katanya, lalu saya bilang, “ah, tak usahlah, aku mau nengok saja”, “enggak, kau macam manapun, kau mesti naek” katanya. Dengan gagahnyalah, jadi saya naik, ” ni akordion, kau maenkan!” katanya, yah saya maenkanlah, tau-tau sampai acara selesai, saya tetap yang main akordionnya. Lagu yang pertama sekali saya bawa itu judulnya cek minah sayang”.
Lagu yang paling sering dibawakan oleh Ahmad Setia adalah lagu dari tarian
sembilan wajib yang biasa digunakan untuk mengiringi tari seperti : kuala deli,
makan sirih, mak inang pulau kampai, hitam manis, tanjung katung, cek minah
sayang, pulau sari, serampang duabelas, dan zapin yaitu zapin kasih dan budi.
(Gambar 1 : 16 April 1961, Perjalanan pertama bersama grup Joget Moderen ke Sigambal,Rantau Prapat)
81
Sekitar tahun 1976 Ahmad Setia mulai membeli akordion dari seorang
temannya. Akordion yang pertama kali dipakainya adalah akordion bermerek
Satimiosofrani 48 bass buatan Italia, akan tetapi sekarang sudah dijual, dan yang
sekarang tersisa di rumahnya adalah merek Hohner 72 bass buatan Jerman dan merek
Parrot 32 bass buatan Cina.
(Gambar 2 : Akordion milik Ahmad Setia)
Biasanya, Ahmad Setia memainkan akordion untuk mengiringi orkes Melayu,
ronggeng Melayu dan joged modern. Ketika penulis melakukan wawancara Ahmad
Setia sempat menjelaskan klasifikasi dari ketiga bentuk kesenian tersebut. Orkes
merupakan suatu bentuk kesenian yang didalamnya terdiri dari pemain musik dan
penyanyi tanpa ada penari. Ronggeng adalah merupakan satu bentuk kesenian
didalamnya terdiri dari pemusik yang menyajikan musik dan tarian tanpa ada
penyanyi. Sedangkan Joget Modern adalah suatu bentuk kesenian yang menyajikan
82
musik dengan bantuan alat musik modern seperti saxsofon, drum, gendang, mambo
dan penari akan tetapi tidak ada penyanyi, atau dengan kata lain disebut juga menari
dengan gaya ala barat.
Tahun 1977, Ahmad setia bersama Grup HSBM (Himpunan Seni Budaya
Melayu) Dara Melati, mendapat tawaran untuk tampil di Lhokseumaweh, Aceh
selama dua sampai tiga hari. Setelah kembali ke Medan, mereka terundang lagi ke
Kedah untuk menampilkan tari-tarian Melayu seperti cek minah sayang, mak inang
pulau kampai, dan serampang dua belas. Demikian pernyataan dari Ahmad Setia :
”saya pertama sekali tampil di luar negeri itu pada tahun 1977, tanggal 12 sampai 27 Februari ke Kedah, tapi tidak langung ke Kedah. Kami ke Penang dulu, lalu dari penang, kami dibawa pakai kendaraan kerajaan Kedah untuk mengadakan pesta di sana, di sana itu pestanya seperti acara-acara di Medan Fair ini. Sepulang dari sana, mulailah berkembang seni bapak ini. Jadi, kalau ada grup-grup tari yang kecil-kecil di Medan ini yang mengundang bapak selaku pemain akordion, bapak bantu, di mana waktu itu bapak seperti joker, kalau ada grup yang perlu, Bapak bantu itu semua. Termasuk Sri Indera Ratu Istana Maimun pimpinan almarhumah Tengku sitta Saritsyah dan grup-grup lainnya”.
(Gambar 3 : 23 mei 1976, Marati Bowl, Taman Ria Medan, pada acara Malam Kemenangan Putri Medan Fair)
83
Kelebihan Ahmad Setia dari pemain akordion lainnya dapat dilihat
darikeunikannya menekan tuts akordion dengan menggunakan tangan kiri atau kidal
dan di kota Medan ia merupakan satu-satunya pemain akordion yang kidal.
Ia juga dikenal sebagai pemain akordion terhandal bahkan ia termasuk
ensiklopedi musik Melayu karena ia bisa membedakan mana musik melayu yang
benar dan mana yang salah misalnya : pada bagian intro lagu dimainkan, ia langsung
dapat menilainya dari bunyi melodi yang didengarkannya.
Keunikan lainnya adalah Ahmad Setia sangat handal mengiringi tari
serampang duabelas, bahkan ia dianggap sebagai pemain akordion “terhebat”.
Permainannya juga sangat mirip dengan Bapak Tengku Ahmad Dahlan Siregar yaitu
tokoh kesenian Melayu sekaligus pemain akordion pertama terkenal dan
Handal di Medan. Di setiap akhir permainannya pada lagu serampang duabelas
selalu ditutup dengan nada-nada minor sehingga memberikan kesan tempo semakin
melambat, padahal temponya tidak diperlambat hal itulah yang membuat Ahmad
Setia menjadi sesuatu yang kuat dan dipilih orang menjadi panutan (sumber; Fadlin,
14 Agustus 2007).
Tahun 1994, ia mendapat perhatian dari walikota Medan yang dipimpin oleh
Bapak Bachtiar Jafar dan mempercayakannya untuk tampil di Ichikawa, Jepang
bersama rombongan Ria Grup pimpinan Drs. Monang Butar-butar. Ketika pulang dari
Jepang, mereka diberikan uang saku tambahan oleh istri Walikota Bachtiar Jafar
sejumlah 25.000 Yen (Rp. 500.000).
84
Tahun 2000, saat bergabung bersama Lia Grup, pimpinan ibu Hajjah Ncek
Dahlia Kasyim Sinar. Ahmad Setia beserta rombongan grupnya mendapat tawaran
untuk menampilkan kesenian Melayu di kedutaan Indonesia di Singapura dalam
rangka perayaan Ulang Tahun Indonesia.
Selain pandai memainkan Akordion, ia juga pandai menyanyikan lagu-lagu
Melayu dengan baik, bahkan ia mampu bernyanyi sambil bermain akordion, bisa
dikatakan tidak ada satu pun lagu Melayu yang tidak disukainya.
(Gambar 4 : Ahmad Setia tampil sebagai penyayi bersama orkes Melayu)
Ahmad Setia juga pandai berpantun. Sekitar Juni 2003, ketika ia melakukan
pertunjukan di Negeri Sembilan, Malaysia. Ahmad Setia pernah menawarkan diri
menantang penyanyi terkenal asal Malaysia yaitu Noor Anizah Idris untuk berbalas
pantun pada lagu Dondang Sayang. Pantun yang menjadi andalannya pada saat itu
adalah sebagai berikut :
85
Kalau tidak karena bulan Tidak bintang meninggi hari Kalau tidak karena tuan…dondang sayang Tidak saya sampai kemari
Mendengar pantunnya tersebut, penonton pun bertepuk tangan memuji
Ahmad Setia. Kemudian Ahmad Setia mendapatkan hadiah berupa bingkisan dari
penyanyi tersebut. Selain itu, ada beberapa pantun yang biasa digunakan Ahmad Setia
Setiap mengisi acara adat Melayu
yaitu sebagai berikut :
Kapal baru temberang baru Baru sekali masuk muara Adik baru abang pun baru Baru sekali bertemu muka Kiri jalan kanan pun jalan Di tengah-tengah pohon mengkudu Pesan jangan kirim pun jangan Sama-sama menanggung rindu Lima-lima buah delima Masak sebiji di balik daun Budi tuan kami terima Untuk kenangan bertahun-tahun Pohon keranji di tengah halaman Kusangka tidak berbuah lagi Sudah berjanji berjabat tangan Kusangka tidak berobah lagi
Ahmad Setia juga pandai menari. Sekitar tahun 1961 ia belajar menari dari M.
Saini yaitu seorang pemenang sayembara tari serampang duabelas. Tarian yang
pertama kali dipelajarinya adalah tarian kuala deli. Sebenarnya, hampir semua tarian
Melayu mampu ditarikan oleh Ahmad Setia seperti : silat, kuala deli, mak inang
86
pulau kampai, tanjung katung, hitam manis, mak inang lenggang, sri langkat
(akarnya dari ronggeng) dan serampang duabelas. Yang mana dalam istilah bahasa
Melayu disebut dengan tarian sembilan wajib.
Ada juga tarian yang pernah dipelajarinya tetapi ia sudah lupa yaitu tarian
mak inang pak malau, cek minah sayang dan tarian ampang nagari (tarian berasal
dari Mandailing Natal, kecamatan Natal Pantai Barat). Bentuk tariannya seperti tarian
Minang tetapi lebih condong mengarah ke Melayu. Akan tetapi sejak tahun 1960
setelah menjadi pemain akordion, Ahmad Setia tidak pernah menari lagi. perjalanan
terakhir sebagai penari adalah tanggal 17 Mei 1983 yaitu pada acara Festival Film
Indonesia (FFI). Saat itu ia tidak lagi menjadi penari, akan tetapi karena pada saat itu
tidak ada penari, maka Bapak Pembina acara meminta Ahmad Setia untuk tampil
sebagai penari.
(Gambar 5 : 1976, sebagai penari ronggeng di Medan Fair)
87
Berkat kepandaiannya menari khususnya tari serampang duabelas membuat ia
semakin hebat dan menguasai benar musik yang dibawakannya ketika mengiringi
tarian tersebut dengan menggunakan akordion. Jadi apabila terjadi kesalahan pada
penari ia mampu mengimprovisasikan permainan musiknya sehingga kesalahan
tersebut seakan tidak terlihat dan penarinya pun merasa tidak dipermalukan meski
telah membuat kesalahan. Hal itu pulalah yang membuat ia begitu istimewa
dibandingkan pemusik lainnya dan masih sangat dibutuhkan untuk menjadi pemusik
pengiring festival tari serampang duabelas.
Selain pandai bermain akordion, menyanyi dan berpantun, ia juga pandai
memainkan gendang dan membuat gendang. Ia mempelajari gendang bersamaan
dengan ketika belajar akordion yaitu sejak tahun 1959 dan untuk pertama kalinya
Ahmad setia tampil sebagai pemain gendang di luar kota yaitu di Sigambal, Rantau
Prapat tanggal 16 April 1961 bersama rombongan grup Hitam Manis.
(Gambar 6 : 26 Maret 1982, pada acara pembukaan Pekan Raya Sumatera Utara
88
Kemudian pada tahun 1962 ia ikut pertunjukan keliling ke daerah Riau
bersama grup Joget Modern. Sejak tahun 1975, ia tidak pernah lagi menjadi pemain
gendang hanya saja ia masih mau mengajar bermain gendang.
Dan yang terakhir keahlian dari Ahmad Setia adalah membuat gendang.
Dalam membuat gendang Ahmad setia belajar sendiri. Karena sudah terbiasa bekerja
sebagai kuli bangunan, iapun menjadi mudah untuk mendesain gendang Melayu.
Keahliannya ini ditekuninya sejak 1977 sampai sekarang. Dan untuk pertama kalinya
ia berhasil membuat 2 buah gendang yang terbuat dari batang kayu kelapa yang mana
proses pembuatannya masih menggunakan parang dan pahat.
(Gambar 7 : selain bermusik Ahmad Setia juga mampu membuat gendang)
Sekitar tanggal 28 April 1995, ia berkesempatan ikut rombongan Lia Grup
pimpinan Ncek Dahlia Kasyim Sinar ke Melaka Malaysia. Kemudian ia membawa
kedua gendang buatannya tersebut untuk dijual. Gendang tersebut dibeli oleh seorang
89
Profesor Latief Abu Bakar dari UM (University Malaya). Ia menjualnya dengan
harga RM 200 (duaratus ringgit) per gendang.
Bahan yang digunakan untuk membuat gendang adalah batang kayu mahoni
atau batang rambutan, kulit kambing, cat, dempul, dan kain untuk dibuat sebagai tas
tempat menyimpan gendang. Dalam membuat gendang khususnya kayu gendang ia
melakukannya melalui 3 kali proses yaitu yang pertama proses pengeringan, kedua
dempul dan yang ketiga pembuatan ornamen. Pertama sekali kayu yang sudah
dibentuk dijemur selama 20 hari kemudian didempul dan keesokan harinya sudah
bisa diberi ornamen, sedangkan proses pengeringan kulit dilakukan selama satu hari
saja yang kemudian masuk pada tahap proses mengikat kulit gendang dengan rotan.
Bahan kayu yang digunakan untuk membuat gendang dipesan dari Klumpan,
Kelambir Lima, Deli Serdang.
Adapun ciri khas lambang ornamen gendang buatan Ahmad Setia adalah
sebagai berikut :
(Gambar 7 : lambang ornamen gendang buatan Ahmad setia)
90
Setelah gendang sudah jadi, ia menjahit kain baldu yang sudah diukurnya
untuk dijadikan tas tempat gendang. Uniknya, dalam menjahit tas tempat gendang ia
menjahit dengan tangannya sendiri, berkat kemampuannya, Ahmad setia tidak perlu
menggaji pekerja khusus untuk menjahit tas gendang tersebut. Dalam waktu
seminggu ia mampu mengikat enam buah gendang dan siap untuk dipasarkan. Proses
pemasaran dilakukan dari mulut ke mulut. Sekitar tahun 2000 ia mendapat pesanan
sepuluh buah gendang dari UM (University Malaya). Sejak saat itu setiap kali keluar
negeri ia selalu membawa sebanyak-banyaknya empat buah gendang untuk di jual.
Pernah juga ia mendapat pesanan dari Tengku Rinaldi, pembeli dari Kuala Lumpur
setiap dua bulan sekali mas ing-masing sepuluh buah gendang, dan sudah tiga kali
memesan sejak tahun 2004. Kemudian ia pernah juga mendapat pesanan dari
Departemen Pariwisata Pekan Baru Riau sebanyak dua buah. Syah Rizal pembeli asal
Pekan Baru memesan sebanyak sepuluh buah dan sampai saat ini Ahmad Setia masih
aktif membuat gendang karena pesanan semakin banyak. Akan tetapi ia baru mulai
membuat gendang jika ada yang memesan.
Harga untuk satu buah gendang jika di jual di Medan adalah sekitar Rp.
350.000,- sampai dengan Rp 400.000,-. Jika dijual di Malaysia ia menjual dengan
harga sebesar RM 200 (sekitar Rp 500.000,-). Dan terkadang, ketika ia membawa
gendangnya ke luar negeri, ada yang mau membeli gendangnya seharga RM 320 (jika
dirupiahkan sekitar Rp. 800.000).
91
3. 5. Pengalaman Bermusik Ahmad Setia
Perjalanan Ahmad Setia dalam bermusik sebagai pemain akordion dimulai
sejak tahun 1959. Selama bermain musik, Ahmad Setia sering diminta oleh beberapa
sanggar untuk bergabung, baik sebagai pemain tetap maupun hanya sekali bergabung
saja. Adapun sanggar-sanggar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tahun 1959 bergabung bersama grup Hitam Manis.
b. Tahun 1962 bergabung bersama grup Joged Modern.
c. Tahun 1976 bergabung bersama HSBM (Himpunan Seni Budaya Dara
Melati). Pimpinan Tengku Razali Hafaz kemudian membawanya ke Alor
Setar, Kedah Malaysia
d. Tahun 1982 bergabung bersama grup band Dara Escape pimpinan ibu Rolan
dari Langsa, Aceh.
e. Tahun 1983 bergabung bersama ABB (Ansambel Bukit Barisan ). Ikut
bergabung hanya sekali, yaitu khusus pada acara Festival Film Indonesia
(FFI) Medan.
f. Tahun 1984 bergabung bersama Sri Indera Ratu Istana Maimun, p impinan
Tengku Sitta Saritsyah.
g. Tahun 1990-1991, bergabung bersama Patria tanjung Morawa.
h. Tahun 1995 bergabung bersama Ria Agung Pimpinan Drs. Monang Butar-
Butar. Hanya bergabung sekali, yaitu untuk tampil di Jepang.
i. Tahun 1995 bergabung bersama Sinar Budaya Grup (SBG) pimpinan Tengku
Lukman Sinar.
j. Bergabung bersama Lia Grup pimpinan Ncek Dahlia Kasyim Sinar.
92
k. Bergabung bersama grup yang terletak di kota Maksum.
l. Bergabung bersama Grup terletak di kawasan Medan Baru.
m. Tahun 2004 sampai sekarang bergabung bersama ASM (Anugerah Seni
Medan) pimpinan Drs. Fadhlin. Pada tahun 2005 tampil pada acara Pesta
Gendang Nusantara 8 di Melaka.
n. Saat ini juga bergabung bersama sanggar Sri Deli pimpinan Syahrul Irwan
dan Adek yang beralamat di jalan halat Medan.
Banyak kisah perjalanan musik dari Ahmad Setia yang tidak sempat di
dokumentasikan. Dari hasil wawancara yang dilakukan, penulis mendapatkan
beberapa data yang jelas mengenai perjalanan musik Ahmad Setia hingga sampai
keluar negeri adalah sebagai berikut:
1.16 April 1961 : Perjalanan pertama ke Sigambal Rantau prapat,
sebagai pemain akordion. Bergabung bersama
rombongan Joged Modern Hitam Manis.
2. 23 Mei 1976 : Sebagai pemain akordion pada malam kemenangan
Putri Medan Fair’76. di Marati Bowl, Taman Ria
Medan.
3. 27 Oktober1976 : Sebagai pemain akordion pada acara penyambutan
turis dari M. prinsenadan bersama grup HSBM
(Himpunan Seni Budaya Dara Melati).
4. 12-27 Februari 1977 : Pertama sekali tampil ke luar negeri yaitu kedah
Malaysia.
93
5. 31 Desember 1977 : Sebagai pemain akordion pengiring tari serampang
duabelas. Bersama grup HSBM Di paviliun Indonesia
Pulau Pinang.
6. 28 April 1978 : Tampil sebagai pemain akordion bersama HSBM di
Gelanggang Mahasiswa USU.
7. _ Maret 1981 : Tampil pada acara pekan Grafika Taman Ria
Medan.
8. 26 Maret 1982 : Tampil pada acara pembukaan Pekan Raya
Sumatera Utara.
9. 13 Agustus 1981 : Tampil pada acara pekan perdagangan dan
perindustrian di halaman PRSU Medan.
10. tahun 1981 : Tour ke sabah dan serawak, negara Malaysia bagian
timur (Kalimantan Utara), sekembalinya dari
Malaysia timur, singgah di Negeri Pahang bagian
tenggara, Perlis, pulau Langkawi untuk memberi
hiburan langgam Melayu dan serampang dua belas.
11. Tahun 1982 : Perjalanan ke Perlis, Langakawi, Bagan Datok
Perak, Kuala Lumpur, Kinabalu dan menyeberang
sampai ke Pulau Labuhan. Bersama Grup Band Dara
Escape pimpinan ibu Rolan dari Langsa, Aceh.
12. Tahun 1982 : Mengisi acara partai politik di pabatu.
13. 20 November 1982 : Mengiringi Festival Tari serampang duabelas pada
acara Pekan Kesenian Melayu Sumatera Utara.
94
14. 21 Mei 1983 : Sebagai penari pada acara Festival Film Indonesia
’83 di Medan. Bersama grup ABB (Ansambel Bukit
Barisan).
15. 1-3 juni 1983 : Sebagai pemain akordion pada acara Pesta Budaya
Melayu tahun 1983 provinsi daerah tingkat I
Sumatera Utara.
16. 12 Februari 1984 : Sebagai pemain akordion mengiringi artis Laila
Hasyim.
17. 19 April 1984 : Sebagai pengiring pada acara sayembara tari
serampang duabelas dan busana Melayu Pekan Raya
Sumatera Utara Medan.
18. 24 Agustus 1985 : Tampil pada acara perayaan HUT TVRI ke 23
Medan.
19. 7 Desember 1986 : Mengisi acara Peresmian Hotel Rose Garden
Brastagi.
20. Tahun 1989 : Tampil di Macasar bersama sanggar Sri Deli
pimpinan Syahrul Irwan dan Adek.
21. 18 September1990 : Tampil pada acara pelestarian seni ronggeng Melayu
asli di Fakultas Sastra USU.
22. 14-15 juli 1994 : Mengiringi tari serampang duabelas tingkat anak-
anak di Medan.
95
23. 5 November 1994 : Di tunjuk oleh walikota Bachtiar Jafar tampil di
Ichikawa Jepang, bersama grup Ria Agung Nusantara
Pimpinan Drs. Monang Butar-Butar.
24. 28-30 Mei 1995 : Tampil di Melaka Malaysia pada acara Pesta
Gendang Nusantara ’95. bersama rombongan
MABMI.
25. 26 November 1996 : Tampil pada acara Pagelaran Apresiatif Musik dan
lagu daerah Melayu, Dairi dan Simalungun di Taman
Budaya medan.
26. 25 Desember 1996 : Tampil di Singapura bersama Tengku Lukman
Sinar.
27. 29 Desember 1997 : Tampil pada acara Temu Ramah Menteri Dalam
Negeri H. Moh. Yogie. SM di Kantor Gubernur
Medan.
28. 18 Mei 1999 : Pengiring Festival tari serampang duabelas dan
langgam Melayu Sekota Madya Medan.
29. 8 Agustus 1999 : Sebagai pengiring Lomba tari serampang duabelas
tingkat anak dan remaja di Tanjung Morawa.
30. _ Februari 2000 : Perjalanan ke Kuala Lumpur.
31. 2 Maret 2000 : Perjalanan ke singapura bersama Lia Grup pimpinan
Hajjah Ncek Dahlia Kasyim Sinar.
32.12-16 April 2000 : Perjalanan ke Melaka Bandaraya Bersejarah,
Malaysia pada acara Pesta Gendang Nusantara III.
96
33. _ November 2000 : tampil pada acara PESTA Tapak Pulau pinang,
Malaysia.
34. 12 April 2001 : Turut serta pada acara pagelaran dan lomba kesenian
Melayu, Hadrah, ronggeng, zapin, tari serampang
dua belas dan Busana Melayu, Medan. Bersama grup
ronggeng Melayu pimpinan Ahmad Setia.
35. 12 -15 April 2001 : Perjalanan ke Melaka Bandaraya Bersejarah pada
acara pesta Gendang Nusantara IV, Malaysia.
36. 9-16 April 2002 : Perjalanan ke Melaka pada acara Pertemuan
Seniman Serumpun di Institut Seni Malaysia.
37. 12-15 April 2002 : Perjalanan ke Melaka Bandaraya Bersejarah pada
acara Pesta Gendang nusantara V, Malaysia.
38. 4-9 September 2002 : sebagai pengiring Festival Seni Tari Melayu,
Palembang.
39. 2 Okt- 2 Nov 2002 : Perjalanan ke Kuala Lumpur pimpinan sinar budaya
grup pada acara Festival Persuratan dan Kesenian
Melayu dan Polinesia.
40. 9-16 April 2003 : Perjalanan ke Malaka pada acara gendang Nusantara
VI, Malaysia.
41. 8-14 juni 2003 : Perjalanan ke Negeri Sembilan pada acara Karnival
Budaya Negeri Sembilan, Malaysia.
42. 10-18 April 2005 : Perjalanan ke Malaka pada acara Pesta Gendang
Nusantara VIII.
97
Sebenarnya perjalanan musik Ahmad Setia sudah sangat banyak sekali. Akan
tetapi karena Ahmad Setia tidak ingat dan sudah banyak lupa, maka yang dapat
dilampirkan hanyalah sebahagian seperti yang dilampirkan diatas.
3. 6. Manajemen Seni Ahmad Setia
Pendapatan rata-rata Ahmad setia sekali tampil bermain akordion adalah Rp.
150.000. Saat pertama kali ikut tampil bersama grup Joget Modern, pada tahun 1961
gaji pertama yang pernah didapatnya berjumlah Rp. 300 per sekali tampil. Menurut
Ahmad setia Rp. 300 saat itu bisa membeli selembar baju dan jumlahnya sama
dengan RP. 20.000 sekarang. Itu merupakan gaji terkerkecil yang pernah di dapatnya.
Sedangkan gaji terbesar yang pernah didapatnya adalah pada tahun 2005 sejumlah
Rp. 4.400.000,-. Ahmad Setia di minta oleh Dinas Pariwisata Rokan Hulu Riau untuk
mengajarkan materi tentang kesenian Melayu dan mengajar langgam vokal Melayu
pada lagu mak inang pulau kampai, tanjung katung dan zapin kasih dan budi.
Pendapatan yang dicapai Ahmad Setia setiap bulannya kadang-kadang
mencapai Rp. 1.200.000 per bulan dari bermain akordion. Akan tetapi apabila ia
mendapatkan “job” atau pesanan dan dipercayakan untuk mencarikan penari, pemain
silat dan pemusik, tak jarang ia mendapatkan keuntungan yang lumayan besar.
Misalnya ; Ahmad Setia diminta untuk menyediakan 4 orang pemain silat, 5 orang
penari dan 4 personel dalam satu kelompok pemusiknya. Maka hitungan
kentungannya sebagai berikut :
- 4 orang pemain silat
Harga yang ditawarkan Ahmad setia Rp. 150.000/orang.
98
Rp.150.000 x 4 orang = Rp. 600.000
Honor yang diberikan kepada pemain silat Rp. 75.000/orang.
Rp. 75.000 x 4 orang = Rp. 300.000
Keuntungan = Rp. 600.000 – Rp. 300.000 = Rp. 300.000
- 5 orang penari
Harga yang ditawarkan Ahmad setia Rp. 150.000/orang.
Rp.150.000 x 5 orang = Rp. 750.000
Honor yang diberikan kepada penari Rp. 75.000/orang.
Rp. 75.000 x 5 orang = Rp. 375.000
Keuntungan = Rp. 750.000 – Rp. 375.000 = Rp. 375.000
- 4 orang pemusik ( termasuk Ahmad Setia sebagai pemain akordion)
Harga yang ditawarkan Ahmad setia Rp. 200.000/orang.
Rp.200.000 x 4 orang = Rp. 800.000
Honor yang diberikan kepada pemusik Rp. 150.000/orang.
Rp. 150.000 x 4 orang = Rp. 600.000
Keuntungan = Rp. 800.000 – Rp. 600.000 = Rp. 200.000
Keuntungan keseluruhan
Rp. 300.000 + Rp. 375.000 + Rp. 200.000 + Rp. 150.00
= Rp. 1.025.000,-
Akan untuk menghitung secara mendetail berapa jumlah pendapatan yang
didapatkan Ahmad Setia selama sebulan dari bermusik tidak dapat dipastikan secara
mendetail, karena jadwal pertunjukannya tergantung kepada pesanan yang datang.
99
Selama bekerja sebagai pemusik, terutama ketika mendapatkan “job”. Ahmad
Setia juga pernah mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Pihak pemesan
menjanjikan akan membayar penuh honor pemusik sesuai dengan yang ditawarkan
oleh Ahmad Setia yaitu sebesar Rp. 150.000,-. Ternyata setelah acara selesai, honor
yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak penuh. Akhirnya
Ahmad Setia memberikan honor kepada anggotanya dengan bayaran penuh,
sedangkan ia sendiri hanya mendapatkan honor sebesar Rp. 50.000,-. Ia melakukan
hal tersebut agar hubungan ia dan anggotanya tetap baik dan tetap mau bergabung
dengannya.
Jika mendapatkan tawaran keluar negeri, honor yang diterima oleh Ahmad
Setia tidak begitu besar, hanya sekedar uang saku saja yaitu sekitar 150 Ringgit
Malaysia. Jika mendapatkan tawaran keluar negeri ia tidak pernah mengharapkan gaji
yang besar. Ia beranggapan bahwa perjalanannya tersebut hanya dijadikan sebagai
pengalaman berharga, dan juga merasa sangat bersyukur jika sempat merasakan
beribadah di Mesjid yang ada di luar negeri tersebut.
Jika di pandang dari segi ekonomi saat ini. Penadapatan yang dihasilkan
Ahmad Setia dari bermusik kurang memuaskan, bahkan tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Ia juga menganggap bermusik hanya sekedar
hobbi saja. Akan tetapi karena ia bisa membuat gendang, ia pun mampu
menghasilkan uang yang lebih besar dari pada bermusik.
3.7 Pengalaman Bergabung Bersama Sanggar-Sanggar di kota Medan
3.7.1 Pengalaman Bersama Sanggar Patria
100
Pada tahun 1989, ia menjadi pengajar alat musik akordion dan mempunyai
anak didik sebanyak 30 orang setiap seminggu sekali. Kesan yang didapatkan selama
bergabung dengan sanggar tersebut ada yang mengenakkan dan ada juga yang tidak
enak. Kesan yang mengenakkan adalah ia pernah diajak ke Kedah Malaysia pada
acara Pesta Tapak Pulau Pinang. Sedangkan kesan yang tidak mengenakkan adalah
setiap menerima gaji tidak pernah penuh, bahkan di potong sebanyak 20 sampai 30
persen. Artinya untuk menggantikan ongkos setiap mengajar tidak tertutupi. Jatah
makan yang diberikan juga terbatas.
3. 7. 2. Pengalaman Bergabung Bersama sanggar Sri Indera Ratu
Pada tahun 1970, bergabung bersama sanggar Sri Indera Ratu pimpinan
Tengku Sitta Saritsah dan dipercayakan sebagai pengiring tari dan musik jika setiap
ada pesanan. Kesan yang mengenakkan ketika bergabung bersama sanggar ini adalah
Ahmad Setia merasa lebih sejahtera dibandingkan ketika bersama sanggar patria.
Karena meskipun honor yang diberikan termasuk kecil yaitu sekitar Rp. 60.000
sampai dengan Rp. 75.000, sebelum latihan mereka diberi makan dahulu dengan jatah
makan yang memuaskan.
3. 7. 3. Pengalaman Bergabung Bersama Sanggar Sinar Budaya Grup (SBG)
Sinar budaya grup ini dipimpin oleh Tengku Lukman Sinar Basyarsyah. Ia
bergabung sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2005. Dari sanggar ini ia mulai
mendapatkan honor yang lumayan lebih besar dari yang sebelumnya. Pernah juga
diajak untuk tampil di Melaka pada tahun 1994. Pada saat itu sanggar Sinar Budaya
101
Grup mempunyai hubungan erat dengan sanggar Lia grup yang dipimpin leh Ncek
Dahlia Kasyim Sinar, yang ia merupakan Istri dari adik Tengku Lukman Sinar yang
bernama Abu Kasyim Sinar. Kedua grup ini bekerja sama apabila ada yang memesan
pemusik dan penari, maka pemusik diambil dari Sinar Budaya Grup yang mana
kumpulan pemusiknya pada saat itu adalah Ahmad Setia sebagi pemain akordion,
Hasbul sebagai pemain organ, Fadhlin sebagai pemain gendang dan, Takari sebagi
pemain gendang. Sedangkan penarinya diambil dari Lia grup. Akhir perjalanan
Ahmad Setia bersama Sinar Budaya Grup yaitu pada tahun 2004. Saat itu terjadi
pertengkaran antara anak dari Tengku Lukman Sinar dengan penari dari lia grup
hingga akhirnya Ahmad Setia berhenti dan kemudian bergabung dengan sanggar
Anugrah Seni Medan.
3. 7. 4. Pengalaman Bergabung Bersama Anugrah Seni Medan (ASM)
Ahmad Setia bergabung dengan Anugrah Seni Medan dimulai sejak tahun
2004 sampai dengan tahun 2007 (sekarang) yang di pimpin oleh Drs. Fadhlin. Di
sanggar ini ia bergabung lagi dengan teman-temannya dari grup yang sebelumnya
yaitu Sinar budaya Grup yaitu Fdhlin dan Muhammad Takari. Selama bergabung
bersama ASM, ia sering mendapatkan Bonus gaji. Misalnya ; seharusnya honor yang
diterimanya sebesar Rp. 150.000, yang diberikan kepadanya Rp. 250.000.
3.7.5 Pengalaman Bergabung Bersama Sanggar sri Deli
Ahmad Setia bergabung bersama sanggar Sri Deli sejak tahun 1989 sampai
sekarang (2007). Sanggar ini dipimpin oleh syainul Irwan dan Adek. Bersama
102
sanggar ini Ahmad Setia pernah terbawa ke Makkasar atas undangan dari gubernur
Makkasar yang mendapatkan gelar Sultan yanmg diberikan oleh kesultanan Deli.
Selama ini, hubungan Ahmad Setia dengan sanggar Sri Deli terjalin dengan baik,
masing-masing antara mereka saling membantu satu sama lain dalam mendapatkan
“Job”, sebagai contoh apabila ada pemesan yang meminta Ahmad Setia tampil
lengkap dengan pemusik dan penari, maka Ahmad Setia memesan penari dari sanggar
Sri Deli, sedangkan pemusiknya Ahmad Setia sendiri yang mencari, termasuk
memakai Syahrul Irwan, pemimpin Sri Deli sebagai pemain Gendangnya. Dari segi
pendapatan, honor yang mereka dapatkan dibagi rata sesuai dengan kesepakatan
mereka masing-masing. Selama bergabung dengan sanggar ini, Ahmad Setia merasa
lebih leluasa karena sanggar ini dianggapnya seperti sanggarnya sendiri karena
hubungan diantara Ahmad Setia dengan sanggar Sri Deli seperti sebuah hubungan
keluarga.
3.8 Tanggapan-Tanggapan Masyarakat Kesenian Melayu Terhadap
Ahmad Setia
NAMA : Muhammad Takari USIA : 41 tahun PEKERJAAN: Dosen Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara ”Pak Ahmad Setia adalah seorang pemusik akordion kota Medan, khususnya
untuk mengiringi tari serampang duabelas, dia itu termasuk pemusik yang ”paling
bagus” diantara pemusik lainnya. Karena dia pandai menari serampang duabelas jadi
kalau misalkan penari yang diiringinya salah menari, bisa dia berimprovisasi dengan
103
akordionnya sehingga kesalahannya itu seolah-olah tidak kelihatan. Untuk mengiringi
festival tari serampang duabelas di medan ini, masih dialah yang diakui kalau main
akordion. Kemudian uniknya dia main akordion itu pakai tangan kiri atau kidal, jadi
orang pun banyak memanggil dia dengan sebutan ”Pak Ahmad Kidal”.Dia itu pandai
bermain akordion, bisa main gendang, bisa juga membuat gendang, sampai sekarang
masih membuat gendang. Tentang musik Melayu juga dia banyak tahu, mungkin
yang orang lain tidak tahu, dia banyak mengetahui musik atau lagu-lagu Melayu yang
lama sekali, mungkin jumlahnya hampir ratusan itu, dialah tinggal generasi atau
benteng terakhir dalam kebudayaan Melayu itu. Perjalannya pun sudah entah sampai
kemana-mana sampai ke Malaysia, Singapura, Malaysia lah yang paling sering. Dan
hampir semua sanggar-sanggar yang ada di kota Medan ini pernah memakai dia
seperti sanggar Patria, Sri Indera Ratu, Dara Melati, Sinar Budaya Grup, dan banyak
lagi. Jadi pak Ahmad ini hebatlah orangnya kalau dalam musik Melayu khususnya
kalau main akordion”.
NAMA : Drs. Fadhlin. UMUR : 46 tahun PEKERJAAN: Dosen Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara ”Bang Ahmad itu termasuk ”paling bagus” main akordion. Untuk mengiringi
tari serampang duabelas. dulu dia ini murid dari tengku Ahmad Dahlan Siregar,
permainannya itu pun mirip dengan beliau. untuk masyarakat Melayu dia termasuk
sebagai ensiklopedi ibaratnya sebagai sumber pengetahuanlah untuk masyarakat
Melayu. Bang Ahmad itu banyak mengetahui tentang lagu-lagu Melayu lama yang
104
orang lain sudah enggak tau lagi, dia tau. Perjalanannya pun sudah sampai kemana-
mana, aad yang ke Malaysia, Singapura, paling banyak ke Malaysia. Dia bisa main
akordion, buat gendang, tari-tarian Melayu dia banyak tau, lagu-lagu Melayu yang
syairnya orang enggak tau, dia masih ingat. Dia bisa menyanyi. Permainanya itu
kerana dia bisa menari, jadi kalau misalnya ada yang salah, dia bisa ”mencuri”
istilahnya bisalah di legonya jadi seperti tidak ada salah. Untuk mengikuti permainan
lagu-lagu garapan yang moderen dan lagu baru, dia juga bisa mengikuti. Kalau
gendang buatannya juga bagus dan lebih halus pengerjaannya. Bang Ahmad ini
termasuk orang yang tidak mau terikat, dia sering bergabung dengan sanggar-
sanggar, tetapi tidak mau terikat kontrak pada satu grup meski dijanjikan bayaran
semahal apapun. Karena prinsip beliau musiknya itu milik orang banyak, siapa saja
boleh menikmati musiknya. Dia pernah gabung sama Patria, Dara Melati, Lia grup,
Sri Indera Ratu, Sinar Budaya Grup dan lain-lain. Di pesta-pesta pun masih banyak
orang yang memerlukan dia main akordion”.
NAMA : Prof. Dra. Hj. T. S ilvana Sinar, M. A. Ph. D. UMUR : 55 Tahun. PEKERJAAN: Koordinator Kopertis Wilayah I Sumatera Utara dan NAD. ”Saya dulu mulai menari sejak tahun 67 saya belajar, dan kemudian menari.
Menurut saya Ahmad Setia itu termasuk ”Hebat”. Dulu saya bergabung dengan
sanggar Sri Indera Ratu pimpinan Tengku Sitta Saritsyah sekitar tahun dan beliau
termasuk sangat penting untuk mengiringi kami karena kalau tidak ada dia, kami
tidak bisa menari. Kalau ada akordion kami jadi semangat untuk menari. Sebenarnya
saya kenal sudah lama sekali ya, dan mungkin saya sudah agak lupa, tapi yang saya
105
tau orangnya baik. Pernah juga bergabung di sanggar ayah saya, Sinar Budaya Grup.
Sering juga mereka berangkat keluar negeri untuk acara-acara budaya Melayu.
Termasuk lama juga dia bergabung dan sepertinya baik-baik saja, orangnya tidak
banyak tingkah dan tidak main-main, kalau saatnya latihan dia tetap latihan”.
NAMA : Edi Suheiry alias Buyung USIA : 57 Tahun PEKERJAAN: Pemusik gendang Melayu.
”Saya kenal dengan Ahmad Setia ini sudah lama sejak tahun 70-an saya sudah
berteman baik dengan dia, dulu saya bertetangga dengan dia, dan sering kumpul-
kumpul di gang. Aman yaitu kumpulan pelatih-pelatih, pemusik dan penari sama
grup Hitam Manis nama pimpinannya itu Datuk Muhammad Nur, Tok Anjoi biasa
kami panggil. Jadi pak Ahmad ini pemain akordion, tapi dia belajar tanpa sekolah, dia
belajar sendiri, dia sering belajar juga sama Tok Anjoi itu, dulu dia hebat maen
akordion itu, dia bisa diroker jadi penari atau pemain gendang karena dia bisa semua.
Biasanya untuk festival tari serampang dua belas dia lah itu yang sering di pakai,
karena dia hebat juga menari serampang duabelas, sebab kalau pemain akordion ini,
kalau tidak pandai menarikan tari serampang duabelas, tak bisa pas dia mengiringi
kalau mengiringi pakai akordion. Terus, Ahmad Setia ini pintar menyisip lagu-lagu
versi ronggeng, improvisasi di telinganya itu kuat, dia aliran-alirannya mirip sama
Dahlan Siregar. Tapi dia tak bisa baca not balok, Cuma kalau yang pakai angka dia
bisa baca. Dia itu sifatnya mandiri dan sampai saat ini orangnya itu oke aja, kalau
diajak main enak. Dulu dia pernah bergabung sama sanggar Dara Melati, Sinar
budaya Grup, Melati pimpinan ida Batubara alamatnya di jalan sentosa, Patria di
106
tanjung Morawa pimpinan Hj. Yos Rizal Firdaus, ada juga di patria itu pemain
akordion namanya Almarhum Anjang Nurdin. Kami pernah ke singapura ikut dengan
Lia grup, ke Malaysia, Malaka, Festival Gendang Nusantara yang pertama tahun ’95.
tahun ’82 kami pernah ke Jakarta bersama Dara Melati, lalu ke Cirebon mengikuti
Pesta Keraton kami berangkat dengan MABMI, kemudian mengiringi setiap
sayembara tari Melayu di Medan lah, kalau ada Pekan Budaya Melayu di tiap daerah
kami berangkat sama-sama. Ahmad ini pandai menari, tari persembahan, tiga
serangkai, kalau untuk pesta perkawinan dia sering juga dipakai. Tapi dia tidak mau
terikat, pernah diminta sama Sinar Budaya Grup digaji tiap bulan untuk jadi pemain
tetap, tapi tak tau juga entah diterimanya atau enggak, tapi misalkan ada dua job
bersamaan dengan SBG, dia tetap mengutamakan Sinar Budaya Grup”.
NAMA : Edi Surya UMUR : 47 Tahun. PEKERJAAN: Pemain gendang, dan pemain teater Makyong di sanggar S inar
Budaya Grup.
”Saya kenal pak Ahmad itu sejak tahun 1983, saat itu kami sering di Lia grup,
MABMI dan Sri Indera Ratu. Pertama kali dia itu orangnya bagus, ramah tamah,
udah gitu banyak seloro, dari mulai cakap bagus sampai ke kotor. Terkadang lucu
juga, pernah kami ke Melaka, dia sok bercakap bahasa sana, ternyata yang di
cakapinya itu orang Pekan Baru, ya kami pun tertawa lah. Kalau untuk pengiring tari,
dia lah yang “paling bagus”, untuk serampang duabelas, dia lah itu yang “paling
jago”. Terkenal itu, tak ada yang bisa mengimbangi, dulu dari Tengku Danil pun, dia
lebih bagus lagi. Apalagi kalau ditengoknya anak gadis itu menari, makin beranak
107
pinak lah akordion itu di buatnya. Dulu dia pernah belaga pantun sama orang Melaka,
sama Nor Aniza Idris penyanyi Malaysia, bisa juga dia pantun. Terakhir kami
begabung itu tahun 1999, udah pecah, dulu kan di MABMI itu kan gabungan sanggar
Lia Grup, Sri Indera Ratu, SBG,, ya masing masing udah mengangkat grup masing-
masing”.
NAMA : Zulham Zais UMUR : 39 Tahun PEKERJAAN: Guru, penyanyi grup Roncah Melayu, pemain teater Makyong
di sanggar S inar Budaya Grup. “Saya sudah lama sekali kenal sama pak Ahmad itu, sejak di Lia grup dulu
kami sering begabung, pimpinan Hj. Ncek Dahlia Kasyim Sinar itu dari tahun 1992
sampai kalau tak salah tahun 1999. dulu kan sering begabung di MABMI, MABMI
itu kan gabungan dari Lia grup, Sri Indera Ratu, dan SBG, jadi pak Ahmad ini sring
di Lia grup, lalu waktu ikut bintang radio tahun 90-an, dia dah main akordion. Itulah
kami yang ke Malaka, tahun 1993 kami ke Singapura, Pontianak Kalimantan, ke
Malaysia lah yang paling banyak,. Kalau maen akordion dia paling banyak jadi
pengiring lomba tari serampang duabelas, termasuk “nomor satu” lah dia kalau untuk
ngiring tari, menyanyi pun dia bisa sambil main akordion, lagu kesukaannya yang
peling sering kalau dinyanyikannya itu lagu Madu Tiga darinya P. Ramli. Itu artis
kesenangannya itu dari Malaysia.Cuma kalau untuk mengiringi orang menyanyi dia
jarang, kalau di pesta kawinan lebih banya dia bawa tari”.
NAMA : Dina Mayantuti Sitopu USIA : 22 Tahun
108
PEKERJAAN: Mahasiswa, penari “Saya termasuk penari yang masih baru. Saya dan grup saya pernah diiringi
oleh pak Ahmad Setia ini pada sebuah acara pesta perkawinan di jalan Iskandar Muda
Medan. Menurut saya pak Ahmad itu kalau untuk urusan seni Melayu khususnya tari,
dia sangat tegas dan mendekati harus sempurna, bisa di bilang ”cerewet” juga. Jadi
saat itu kami tidak tahu kalau kami bakal diiringi pakai musik hidup, karena ketika
latihan kami pakai kaset. Dan ketika kami sedang latihan persiapan sebelum acara,
penari kami menarinya kurang mendak istilahnya, atau kurang ditekuk kakinya pas
menari, spontan aja pak Ahmad teriak dari atas panggung pakai microphone bilang
”anak penari tolong menarinya kurang mendak itu, agak mendak sikitlah, tak cantik
kelihatan dari sini”, malu kali lah rasa kami waktu itu, tapi mungkin memang harus
seperti itu, jadi penari kami pun biar tau kalau menari Melayu harus seperti itu”.
109
BAB IV
GAYA MELODIS PERMAINAN AHMAD SETIA PADA
AKORDION
4. 1. Notasi dan Transkripsi
Melaksanakan analisis musik dapat dipermudah melalui penulisan musik
tersebut menjadi lambang visual. Melakukan penulisn musik menjadi bentuk visual
dalam etnomusikologi disebut transkripsi.
Suatu masalah yang harus dihadapi dalam memvisualisasikan musik tersebut
berkaitan dengan notasi, karena notasi merupakan lambang dari bunyi musik. Dalam
memilih notasi untuk melayani kebutuhan penulisan musik, penulis menggunakan
notasi balok untuk penulisan gaya melodis pada akordion yang dimainkan oleh
Ahmad Setia.
Disini penulis akan mendeskripsikan melodi pada akordion sebagai sarana
untuk menginformasikan kepada orang lain tentang apa yang penulis dengar yang
akan dituangkan kedalam bentuk tulisan yang menggunakan notasi balok. Notasi
balok yang digunakan dalam tulisan ini berbentuk lima garis dan empat spasi yang
bertanda mula kunci G. Tujuan dari penggunaan notasi balok adalah untuk mencatat
semua karakter-karakter musik secara detail yang disebut pendekatan deskriptif.
Ada dua jenis notasi musik dalam suatu komposisi musik yang ditawarkan
oleh Charles Seegers yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Didalam tulisan ini
110
penulis menggunakan pendekatan deskriptif yaitu untuk mencatat semua detail musik
yang dapat didengar.
4. 2 Proses Pentranskripsian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pentranskripsian gaya melodis akordion:
(1) Pertama sekali penulis melakukan rekaman langsung musik akordion yang
dimainkan oleh bapak Ahmad Setia (informan). Rekaman dilakukan di rumah
informan dengan menggunakan Tape Recorder Aiwa TP-VS450, dan kaset
yang digunakan adalah Maxell IEC-60.
(2) Kemudian hasil rekaman tersebut dicopy (direkam kembali) ke kaset lain,
supaya kaset asli (master) tersebut tidak rusak karena sering diputar ulang.
Setelah dicopy kemudian rekaman tersebut di dengarkan dan
ditranskripsikan.
(3) Pendekatan analisis yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif, yaitu
mencatat semua bunyi musik secara detail.
(4) Bunyi melodi akordion ditranskripsikan kedalam bentuk notasi barat, yaitu
nada-nada yang diletakkan pada garis para nada yang terdiri dari lima garis
dan empat spasi. Dengan memakai garis paranada tersebut kita dapat melihat
tinggi rendahnya nada-nada tersebut, pola ritem yang dipergunakan dan
simbol-simbol musik yang diperlukan.
111
4. 3 Analisis
Analisis yang dimaksud dalam tulisan ini adalah menguraikan dan
meneskripsikan delapan unsur melodis sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Malm seperti telah disebutkan sebelumnya (lihat Bab I kerangka teoritis).
4. 3.1 Tangga Nada
Menurut Ammer (1972:309) tangga nada (scale) adalah nada-nada pilihan
dalam lingkup satu oktaf, sebagai contoh dari nada-nada pilihan yang berada antara
nada C ke nada C'. Selain itu menurut penulis jika terdapat nada-nada duplikasi oktaf,
maka nada tersebut dianggap sama dengan nada oktaf sebelumnya.
Dalam tulisan ini tangga nada yang penulis maksudkan adalah susunan dari
nada-nada yang dipakai dalam melodi permainan akordion dari Ahmad Setia. Penulis
melakukan penyusunan dari nada yang terendah sampai ke nada yang tertinggi.
Didalam mendeskripisikan tangga nada tersebut, nada duplikasi pada posisi oktaf
disatukan atau digambarkan sama dengan nada sebelumnya.
Tangga Nada Lagu Serampang Duabelas
Nada-nada yang digunakan dalam lagu Serampang Duabelas adalah sebagai berikut :
Tangga nada
112
Nada : E-F-G-A-B-C-D E – Fis–Gis-A - B-Cis-Dis
Tangga nada yang dipergunakan untuk menyajikan musik serampang dua
belas ini adalah tangga nada diatonik yaitu tangga nada yang menggunakan dua jenis
interval yaitu interval penuh dan setengah. Lebih detail lagi tangga nada diatonik
yang dipergunakan adalah tangga nada diatonik tujuh nada atau heptatonik diatonik.
Pada lagu serampang duabelas terdapat kesamaan interutama pada distribusi
nada yang paling rendah yaitu nada G (dibawah C tengah)maka nada-nada yang
dipakai adalah sebagai berikut : nada-nada yang dipakai pada musik adalah nada G
(di bawah C tengah), nada A (dibawah C tengah), nada B (di bawah C tengah), nada
C , nada Cis, nada D, nada Dis, nada E, nada F, dan, nada Fis, nada G, nada Gis, nada
A, nada Ais, nada B, dan duplikasi nada-nada oktafnya adalah nada C' dari nada C,
nada D' dari nada D, nada Dis' dari nada Dis, nada E ' dari nada E, dan nada F' dari
nada F.
Berdasarkan keterangan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa nada
yang digunakan pada lagu Serampang duabelas terdapat sebelas nada ditambah
dengan dua nada yaitu nada G (di bawah C tengah), nada A (di bawah nada C
tengah), dan nada B (di bawah nada C tengah), ditambah lagi dengan lima oktaf dari
nada C adalah C', oktaf dari nada D adalah D', oktaf dari nada Dis adalah Dis', oktaf
dari nada E adalah E ', dan oktaf dari nada F adalah F'.
113
Tangga Nada Lagu Mak Inang Pulau Kampai
Nada : F-G-Gis-A-B-C'–D'–Dis'–F'-G'-Gis' Tangga Nada Lagu Kuala Deli
Nada : F- G- A- Bes-C-D-Dis- F'-G'-Gis'-A'
Tangga Nada Lagu Kasih Budi
Nada : E- Fis-Gis-A-B-Cis-Dis-E'-Fis'-Gis'-A' Tangga Nada Lagu Tanjung Katung
Nada : F-G-A-Bes-C-D-Dis-F'-G'-Gis'-A'
114
4.3.2 Nada Dasar Nada Dasar Lagu Serampang DuaBelas Bruno Nettl (1963:147) dalam bukunya Theory and Method in Etomusicology
menawarkan tujuh cara dalam menemukan nada dasar, yaitu :
(1) Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang sering dipakai dan
nada mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.
(2) Kadang-kadang nada-nada yang harga ritmisnya besar dianggap nada-nada
dasar, meskipunpun jarang dipakai.
(3) Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah
komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.
(4) Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi
tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.
(5) Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,
sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh
dianggap lebih penting.
(6) Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai
patokan tonalitas.
(7) Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas
yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah
pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut.
115
(terjemahan Marc Perlman 1963:147).
Melalui pendekatan diatas, maka penulis menyusun terlebih dahulu nada-nada
melodis lagu yaitu sebagai berikut : nada F (nada F dan F') merupakan nada yang
paling sering muncul atau digunakan yaitu sebanyak 209 kali. Maka tonalitas yang
disusun berdasarkan ketujuh cara yang ditawarkan oleh Nettl adalah sebagai berikut :
(1) Nada yang paling sering digunakan adalah nada F
(2) Nada yang memiliki nilai ritmis yang besar adalah nada E dan G
(3) Nada yang banyak dipakai sebagai nada awal adalah nada B, nada yang
dipakai sebagai nada Akhir adalah nada D
(4) Nada yang menduduki posisi paling rendah nada B
(5) Nada yang dipakai bersama dengan oktafnya adalah nada D
(6) Tekanan Ritmis yang paling besar adalah nada E dan Nada G
(7) Melalui pengalaman dan pengenalan yang akrab membuktikan adanya
kecenderungan yang besar untuk menggunakan nada F sebagai nada dasar.
Dilihat dari kriteria yang ditawarkan oleh Nettl maka penulis mengambil
suatu kesimpulan bahwa nada dasar yang terdapat pada lagu Serampang Duabelas
adalah nada F.
Nada Dasar Lagu Mak Inang Pulau Kampai : C = do
Nada Dasar Lagu Kuala Deli : F = do
Nada Dasar Lagu Kasih Budi : E = do
Nada Dasar Lagu Tanjung Katung : C = do
116
4.3.3 Wilayah Nada
Wilayah nada yaitu daerah (ambitus) antara nada yang frekwensinya paling
rendah dengan nada yang frekwensinya paling tinggi dalam satu lagu.
Wilayah Nada Lagu Serampang Duabelas
11
2200 cent
Berdasarkan dari nada-nada yang telah disusun tersebut, maka penulis dapat
menentukan wilayah nada dari lagu Serampang Duabelas, yaitu dari nada G ke nada
F', jaraknya 11 laras atau 2200 cent. Jarak dari nada G (dibawah C tengah) ke G sama
dengan satu oktaf 6 ½ laras atau 1200 cent. Jarak dari nada G ke F' adalah 5 laras atau
1000 cent. Dilihat dari jarak tersebut, maka jarak dari nada A bawah ke nada E'
adalah satu oktaf lebih empat laras atau sama dengan 2200 cent.
Wilayah Nada Lagu Mak Inang Pulau Kampai
F - Gis' 7 ½ Laras
117
1500 cent Wilayah Nada Lagu Kuala Deli
F-A' 8 Laras 1600 cent Wilayah Nada Lagu Kasih Budi
E - A'
8 ½ Laras 1700 cent
Wilayah Nada Lagu Tanjung Katung
C-A' 10 ½ Laras 2100 cent
118
4.3.4 Jumlah Nada-Nada
Untuk dapat melihat jumlah pemakaian nada-nada pada lagu Serampang
DuaBelas dilakukan pencacahan terhadap nada-nada yang dipakai berdasarkan hasil
transkripsi yang dilakukan.
Jumlah Nada-Nada pada Lagu Serampang Duabelas
Frekwensi pemakaian nada-nada pada Lagu Serampang Duabelas adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.3.4.1
Nada/
Ritem
Jumlah
G 1 2 3 6
A 3 3
B 1 1
C 4 3 7
Cis 1 3 15 19
D 29 83 112
Dis 1 2 3
E 3 36 119 128
119
F 53 4 145 202
Fis 9 12 21
G 2 36 108 146
Gis 4 25 29
A 3 62 73 138
Ais 4 5 9
B 16 4 20
C' 2 1 3
D' 1 3 9 13
Dis' 1 3 4 8
E' 2 5 7
F' 2 2 3 7
Jumlah keseluruhan : 882
Dari hasil pencacahan tersebut, maka dapat di lihat nada-nada yang dipakai
serta frekwensi pemakaian nada-nada pada lagu Serampang Duabelas adalah sebagai
berikut :
Jumlah nada yang dipergunakan pada lagu Serampang Duabelas yaitu, nada G
bawah sebanyak 6 kali, nada A bawah sebanyak 3 kali, nada B bawah sebanyak 1
120
kali, nada C sebanyak 7 kali, nada Cis sebanyak 19 kali, nada D sebanyak 112 kali,
nada Dis sebanyak 3 kali, nada E sebanyak 128 kali, nada F sebanyak 202 kali, Fis
sebanyak 21 kali, G sebanyak 146, Gis sebanyak 29 kali, nada A sebanyak 138 kali,
nada Ais sebanyak 9 kali, nada B sebanyak 20 kali, nada C' sebanyak 3 kali, nada D'
sebanyak 13 kali, nada Dis' sebanyak 8 kali, nada E' sebanyak 7 kali, dan yang
terakhir adalah pemakaian F' sebanyak 7 kali, walaupun nada F merupakan nada yang
paling sering digunakan, tetapi nada-nada yang lain juga mempunyai peranan yang
penting juga dalam nyanyian tersebut.
Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Mak Inang Pulau Kampai
Tabel 4.3.4.2 Nada/
Ritem
Jumlah
F 1 1
G 6 6 64 76
Gis 25 25
A 1 1
B 2 60 62
C 141 141
D 136 136
Dis 72 72
F' 58 58
G' 2 57 59
Gis' 6 18 24
Jumlah Keseluruhan 655
121
Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Kuala Deli
Tabel 4.3.4.2
Nada/
Ritem
Jumlah
F 6 7 29 42
G 46 46
A 3 85 88
Bes 1 52 53
C 3 79 80
D 1 37 78
Dis 1 31 32
F' 4 46 50
G' 14 14
GiS' 8 8
A' 1 1
Jumlah Keseluruhan 500
Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Kasih Budi
Tabel 4.3.4.4
Nada/
Ritem
Jumlah
E 1 15 16
Fis 4 34 3 41
Gis 1 68 33 109
122
A 7 33 26 59
B 41 9 56
Cis 6 66 13 81
Dis 3 61 27 91
E' 3 21 28 54
Fis' 1 13 7 21
Gis 13 7 20
A 1 6 7
Jumlah Keseluruhan 551
Jumlah Nada-Nada Pada Lagu Tanjung Katung
Tabel 4.3.4.5
Nada/ Ritem
Jumlah
C 2 8 25 4 39
D 13 13
E 36 36
F 6 48 54
G 16 54 73
A 41 41
Ais 45 45
B 49 49
C' 77 77
D' 1 38 38
E' 1 25 25
123
F' 10 10
G' 13 13
A' 3 3
Jumlah Keseluruhan 516
4.3.5 Jumlah Interval
Interval adalah jarak dari satu nada ke nada ke nada berikutnya. Perjalanan
melodi gaya melodi yang dihasilkan berupa gerakan melangkah (conjunct), kemudian
melompat (disjunct) dari nada yang satu ke nada berikutnya, adapun jenis interval
yang dipakai adalah sebagai berikut :
Jumlah Interval pada Lagu Serampang Duabelas
Tabel 4.3.5.1
Interval Jumlah
1P 6
2m 8
2M 44
3M 23
3Aug 2
4P 3
4Aug 6
124
5dim 1
5P 7
6m 17
6M 1
7Aug 1
7dim 1
7m 25
7M 7
8dim 1
8P 8
8Aug 1
Jumlah Interval pada Lagu Mak Inang Pulau Kampai
Tabel 4.3.5.2
Jenis Interval
Jumlah
1P 64
2m 42
2M 40
3m 33
3M 12
4P 4
5P 15
125
5Aug 2
6m 3
6M 46
7dim 4
7m 74
7M 62
8dim 1
8Aug 1
Jumlah Interval pada Lagu Kuala Deli
Tabel 4.3.5.3
Jenis Interval
Jumlah
1P 7
2m 32
2M 63
3m 16
3M 29
4P 6
5P 8
6m 11
6M 34
7m 106
7M 45
126
Jumlah Interval pada Lagu Kasih Budi
Tabel 4.3.5.4
Nada/
Ritem
Jumlah
E 1 15 16
Fis 4 34 3 41
Gis 1 68 33 109
A 7 33 26 59
B 41 9 56
Cis 6 66 13 81
Dis 3 61 27 91
E' 3 21 28 54
Fis' 1 13 7 21
Gis 13 7 20
A 1 6 7
Jumlah Keseluruhan 551
Jumlah Interval pada Lagu Tanjung Katung
Tabel 4.3.5.5
Jenis Interval
Jumlah
1P 85
127
2m 45
2M 74
2Aug 3
3m 21
3M 18
4P 15
5P 4
6m 8
6M 21
7dim 1
7m 132
7M 45
8dim 2
8P 4
4.3.6 Pola Kadensa
Pola kadensa adalah nada akhir pada suatu komposisi lagu. Dalam tulisan ini,
pola kadensa dapat dilihat pada setiap akhir dari frase lagu Serampang Duabelas
yaitu pada tiga nada akhir komposisi lagu yaitu : nada G-F-A atau E-D-E.
Pola Kadensa pada Lagu Serampang Duabelas
128
Pola Kadensa Pada lagu Mak Inang Pulau Kampai
Pola Kadensa Pada Lagu Kuala Deli
129
Pola Kadensa Pada Lagu Kasih Budi
130
Pola Kadensa Pada Lagu Tanjung Katung
4.3.7 Formula Melodi
Menurut william P. Malm(1977 : 8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific
Music the Near and East Asia, bahwa bentuk (form) dapat dibagi ke dalam beberapa jenis,
yaitu:
1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
2. Literatif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan
kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa pertama
setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.
4. Peogresive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
5. Strophic adalah suatu bentuk nyayian yang di ulang dengan form yang sama tetapi
dengan tetapi dengan teks nyanyian yang selalu baru.
131
Berdasarkan keterangan di atas, maka penlis dapat melihat bahwa bentuk ( form )
dari nyanyian serampang dua belas adalah literatif, yaitu terjadinya pengulangan terjadinya
bentuk (form) pengulangan melodi setelah pemakaian melodi
(terjemahan Rizaldi siagian (1987:17).
Formula Melodi Pada Lagu Serampang Duabelas
Literatif
Formula Melodi Pada Lagu Mak Inang Pulau Kampai
Literatif Bentuk Variasi
A A1,A2
B B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7
C C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7
D D1, D2, D3, D4, D5, D6
Formula Melodi Pada Lagu Kuala Deli
Literatif
Bentuk Variasi
A A1, A2, A4,
B B1, B2, B3, B4, B5, B6
132
C C1, 2, C3, C4, C5, C6
Formula Melodi Pada Lagu kasih Budi
Literatif Bentuk Variasi
A A1, A2, A3, A4, A5, A6,
B B1, B2, B3, B4, B5, B6
C C1, CE, C3, C4, C5, C6, C7
D D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7,
E E1, E2, E3, E4, E5, E6, E7
Formula Melodi Pada Lagu Tanjung Katung
Literatif
Bentuk Variasi
A A1
B B1, B2, B3, B4, B5, B6
C C1, C2, C3, C4, C5, C6
D D1, D2, D3, D4, D5, D6
E E1, E2, E3, E4, E5, E6
133
4.3.8 kontur
Menurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu alur melodi dalam sebuah
lagu, yang dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
1. Ascending (menaik) dalah garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada
yang tinggi ke nada yang rendah.
3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan
(melengkung setengahlngkaran).
4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan
berjenjang seperti anak tangga.
5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau
garis melodi yang bergerak datar atau statis.
Kontur Lagu Serampang Duabelas
Berdasarkan jenis kontur diatas, lagu serampang dua belas diawali dengan
gerakan berjenjang atau terraced mempertahankan beberapa nada yaitu nada A,G,F,
dan diakhiri dengan berjenjang pula membentuk interval 3M yaitu dengan gerakan
melangkah.
Kontur Lagu Mak Inang Pulau Kampai yaitu : Statis dan Pendulous
Kontur Lagu Kuala Deli yaitu : Pendulous
Kontur Lagu Kasih Budi : Pendulous
134
Kontur Lagu Tanjung Katung : Pendulous
4.4 Gaya Melodis Permainan Akordion Pada Tangga Nada Melayu
4.4.1. Cengkok
Cengkok adalah suatu bentuk bentuk nada yang diayun pada suatu melodi. Jarak
nadanya melompat (disjunct).
Gaya Cengkok Pada lagu Serampang Duabelas (Lagu Dua)
1 2 3 4 5 6 7 8
Melodi di atas merupakan frase ke empat pada lagu serampang dua belas.
Gaya Cengkok terdapat pada pada bar ke empat terjadi loncatan (disjunct) ke arah
bawah (descending) dari nada E ke G dengan interval 3M, kemudian pada bar ke lima
terjadi loncatan kearah atas (ascending) dari nada E ke dengan interval 7m, dan
selanjutnya pada bar ke 8 terdapat loncatan nada ke bawah dari nada E' ke E
dengan interval 8P.
Gaya Cengkok Pada Lagu Mak Inang Pulau Kampai (Mak Inang)
135
Gaya Cengkok Pada Lagu Kula Deli (Senandung)
Gaya Cengkok Pada Lagu Kasih Budi (Zapin)
Gaya Cengkok Pada Lagu tanjung Katung
4.4.2 Gerenek
Gerenek adalah variasi nada dengan densitas atau ukuran ritmis yang relatif
rapat. Pergerakan nadanya adalah melangkah (conjunct).
Gaya Gerenek Pada Lagu Serampang Duabelas
1 2 3 4 5 6 7
8
Pada frase ke tiga banyak terdapat gaya gerenek yang cenderung diulang-ulang. Gaya
melodi gerenek yang dimainkan Ahmad Setia dapat dilihat pada bar ke tiga sampai dengan
bar ke lima yang mencakup nada A-Gis-A-E-G-A---F-D-F-E-F-E-G---A-Gis-A-E-G-A---F-
G-F-E-D---Cis-D-E-F-D-F---E-G-F-D-E.
136
Gaya Gerenek Pada Lagu Mak Inang Pulau Kampai
Gaya Gerenek Pada Lagu Kuala Deli
Gaya Gerenek Pada Lagu Kasih Budi
Gaya Gerenek Pada Lagu Tanjung Katung
4.4.3 Patah Lagu
Patah lagu adalah nada yang disentak (staccato). Adapun progresi nadanya
adalah melangkah atau conjunct. Gaya gerenek pada lagu serampang duabelas dapat
dilihat pada frase pertama yaitu pada awal pembuka melodi sebagai berikut :
Gaya Patah Lagu Pada Lagu Serampang Duabelas
1 2 3 4 5
137
Pada frase ini terdapat gaya patah lagu setelah dua nada harmonik yaitu nada
E ke G dengan durasi seperenambelas. Patah lagu dimulai dari nada A-G-F dalam durasi
seperlapan, kemudian diteruskan dengan menggunakan nada A durasi seperempat disusul
dengan nada F durasi seperdelapan dan kembali nada F dengan durasi seperdelapan.
Gaya Patah Lagu Mak Inang Pulau Kampai
49 50 50
Gaya Patah Lagu Pada Lagu Kuala Deli
34 35
Gaya Patah Lagu Pada Lagu Kasih Budi
1 2 3 4
138
Gaya Patah Lagu Pada Lagu Tanjung Katung
1 2 3 4
139
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari keseluruhan uraian-uraian dan pembahasan tentang biografi dan gaya
melodis Ahmad Setia, maka penulis merumuskan beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
Ahmad Setia adalah pemusik Melayu kota Medan yang mana jika dipandang
dari sisi latar belakang kebudayaannya merupakan seseorang yang dilahirkan di
wilayah budaya Melayu serdang, dibesarkan di lingkungan masyarakat yang
memegang teguh adat dan kesenian Melayu yang kemudian membuat Ahmad Setia
mempunyai jiwa seni serta pengetahuan yang sangat tinggi terhadap adat budaya dan
kesenian Melayu.
Di lingkungan masyarakat seni budaya Melayu, Ahmad Setia sangat dikenal
sebagai orang yang mempunyai banyak keahlian dalam bidang seni budaya Melayu.
Ia mampu memainkan alat musik gendang Melayu, akordion, menari, menyanyi,
berpantun dan juga pandai membuat gendang Melayu. Akan tetapi, masyarakat lebih
mengenal dia sebagai pemain akordion, meskipun membuat gendang juga merupakan
pekerjaan pokok di samping profesinya sebagai pemain akordion. Hal itu disebabkan
oleh karena “kehebatannya” yang belum ada tandingannya dalam bermain akordion
dibandingkan dengan musisi-musisi akordion lainnya yang ada di kota Medan dalam
140
mengiringi musik dan tari Melayu, khususnya tari Serampang Duabelas. Masyarakat
juga sering memanggilnya dengan sebuatan Pak Ahmad Kidal, hal ini dikarenakan
oleh cara ia menekan tuts akordion dengan tangan kirinya.
Menurut masyarakat umum, Ahmad setia dianggap sebagai ensiklopedia
musik Melayu.sebagai contoh adalah gaya melodis permainan akordion yang
dimainkan oleh Ahmad Setia sangat mirip dengan gaya melodi yang dimainkan oleh
para pemusik-pemusik Melayu terdahulu. Bahkan ia mampu memainkan lagu-lagu
Melayu lama yang mungkin saja sudah dilupakan oleh kebanyakan masyarakat
Melayu. Ahmad Setia belajar akordion tanpa didasari pengetahuan resmi tentang
musik barat (otodidak), meskipun demikian hal itu semakin membuat permainannya
“kaya” akan nada-nada, baik nada yang mencakup cengkok, gerenek maupun patah
lagu.
Sebagai pemain akordion terbaik di kota Medan, Ahmad Setia telah
berhasil melanglangbuana untuk tampil sebagai pemusik di kawasan dunia Melayu
yang ada di Asia seperti : Malaysia ; mencakup daerah Malaka, Pulau Pinang,Kedah,
Kuching, Alor Setar, Langkawi, dan Sabah, kemudian Singapura, Thailand Selatan,
Brunai Darussalam dan Ichikawa, Jepang.
Akan tetapi, jika memandang Ahmad Setia dengan segala kemampuan yang
dimilikinya, dibandingkan dengan keberadaanya saat ini, masih kurang mendapat
perhatian atau penghargaan yang layak, baik dari masyarakat Melayu sendiri maupun
dari pemerintah. Dari segi ekonomi, dapat dilihat dari jumlah pendapatan yang
dihasilkan Ahmad setia dari bermusik sangat sedikit. Bahkan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya tidak cukup. Kemudian, minat masyarakat untuk mempelajari
141
musik tradisional semakin berkurang serta kurangnya perhatian dari pemerintah
terhadap kehidupan para seniman tradisi yang telah banyak berjasa dalam
pengembangan adat seni budaya Melayu.
Meskipun demikian, Ahmad Setia tetap terus berusaha mengembangkan
kesenian Melayu di setiap kehidupannya, demi menjaga keberadaan dari budaya
Melayu itu sendiri. Ketabahan, kejelian dan ketekunannya dalam bermusik dan
membuat gendang, patut dijadikan sebagai contoh, serta memetik nilai-nilai
pengajaran dari hidupnya yang termasuk dianggap sukses dalam mengembangkan
kesenian Melayu kepada masyarakat
agar lebih menghargai keberadaan dari para pemusik tradisional Melayu Sumatera
Utara.
5.2 Saran
Melayu merupakan salah satu Etnis di Sumatera Utara yang dalam
kehidupannya banyak menghasilkan musisi-musisi yang sangat penting dalam
menyangga dan menjaga kesinambungan adat kebudayaan dan kesenian Melayu.
Dalam tulisan ini, penulis mendokumentasikan Ahmad Setia sebagai salah
satu musisi Melayu yang dianggap sangat penting bagi masyarakat dalam
mengembangkan kesenian Melayu seperti seni musik, tari, vokal, pantun, membuat
gendang dan lain sebagainya.
Besar harapan penulis kepada pembaca, masyarakat Melayu pada umumnya,
dan pemerintah pada khususnya, hendaknya lebih memperhatikan keberadaan dan
kelayakan dari para pemusik-pemusik tradisi, serta memberikan penghargaan yang
142
layak pula terhadap kemampuan dan kreatifitas para musisi tersebut, serta berusaha
mensejahterakan kehidupan mereka sebagai pekerja seni di samping kedudukan
mereka sebagai penyangga kebudayaan.
Kepada para musisi juga diharapakan agar selalu berkreatifitas dan berkarya,
serta mampu memanajemen dirinya sebagai artis atau pemusik tradisi Melayu
sehingga musisi tersebut memiliki nilai jual dari kreatifitas, karya yang dihasilkan
serta kemampuan yang dimilikinya.
Diharapkan dari keseluruhan tulisan ini dapat menjadi informasi bagi orang
lain yang ingin meneliti lebih jauh tentang biografi kepemusikan Ahmad Setia,
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi yang
memerlukannya.
143
DAFTAR PUSTAKA
Admansyah,
1993 Butir-Butir Sejarah Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur.
Damanik, wilda
2005 Siantar FM Dalam Mensosisalisasikan Kontribusi Radio Lagu-Lagu Simalungun Di Kota Pematang Siantar, Skripsi Sarjana Fakultas Sastra
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan 1997 Antologi Biografi Pengarang Sastra
Indonesia 1920-1950 Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
2001 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Jakarta : Balai Pustaka
Girsang, Berlianta
1994 Ilah pada Kebudayaan Etnis simalungun Di Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya : Suatu Kajian Tekstual Dan Musikologis, Skripsi Sarjana Fakultas Sastra
Gazalba, Sidi
1983 Dakwah Islamiah Malaysia Masa Kini Penyunting : Zainal Ismail, --Malaysia Universitas Kebangsaan Malaysia
Husni, T. Lah 1975 Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya
Penduduk Pesisir Sumatera Timur 1612-1650 Medan : BP. Lah Husny
144
1986 Butir-Butir Adat Melayu Pesisir Sumatera
Timur Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kayam, Umar
1981 Seni, Tradisi, Masyarakat, Jakarta : penerbit Sinar Harapan
Koentjaraningrat
1981 Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia
1983 Metode-Metode Penelitian Masyarakat Jakarta : Gramedia
2000 Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta
Lukman sinar Basyarsyah II
2002 Kebudayaan Melayu Sumatera Timur, Medan : USU Press
Malm, William P
1977 Music Culture Of Pacific Music The Near East and Asia, New Jersey : Prentice Hall, Inc. England Wood Cliffs Terjemahan Rizaldi Siagian
Merriem, Alan P
1964 The Antropology Of Music, Chicago, North Western University Press
Nettle, Bruno
1963 Theory and Method In Ethnomusicology New York : The Free Press
145
Ridwan, T. Amin
2005 Budaya Melayu Menghadapi Globalisasi, Medan : USU Press
Sinuraya, Leni Rahmawati
1994 Analisis Struktur Teks Lagu-Lagu Ronggeng Melayu Di Kota Medan, Skripsi sarjana Fakultas Sastra
Takari, Muhammad 2005 “ studi Banding Antara Nada Pentatonik dan Diatonik”, dalam Jurnal Etnomusikologi, Medan, USU Press
Yos Rizal
1997 Nilai-Nilai Religius Dalam Mantra Jamuan Laut Masyarakat Melayu Pantai Labu, Laporan Penelitian Medan : USU
146
Recommended