View
266
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
agama
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan makalah kami yang berjudul
“Kesehatan Jiwa Dalam Perspekstif Islam”. Meskipun banyak hambatan yang
kami alami dalam proses pengerjaannya, kami berhasil menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil
makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Jakarta, Desember 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
D. Sistematika Penulisan...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................4
A. Pengertian Kesehatan Jiwa...................................................................................4
1. Menurut Ilmuwan.....................................................................................................4
2. Menurut Pandangan Islam.......................................................................................7
B. Bentuk – Bentuk Penyakit Jiwa dan Gejalanya....................................................19
C. Penyebab Timbulnya Penyakit Kejiwaan.............................................................27
D. Pengaruh Kesehatan Mental...............................................................................28
E. Amal Ibadat yang Dapat Mengatasi atau Mengurangi Penyakit Kejiwaan..........33
BAB III PENUTUP............................................................................................................46
A. Kesimpulan.........................................................................................................46
B. Saran...................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................47
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK IX......................................................................48
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan modern dewasa telah tampil dalam dua wajah yang
antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan
yang spektakuler, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa
kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan rohaniah. Modernitas telah
menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Akses ini merupakan
konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu bersifat
materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang telah
terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem kejiwaan yang variatif.
Ironisnya, masalah kejiwaan yang dihadapi individu sering mendapat reaksi
negatif dari orang-orang yang berada di sekitarnya.
Berbagai tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong
para ahli ilmu jiwa untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku
orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat sekalipun dalam kondisi yang
sama. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu
mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Usaha ini
kemudian menimbulkan satu cabang ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.
Dengan memahami ilmu kesehatan mental dalam arti mengerti, mau,
dan mampu mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan
mengalami bermacam-macam ketegangan, ketakutan, dan konflik batin.
Selain itu, ia melakukan upaya agar jiwanya menjadi seimbang dan
kepribadiannya pun terintegrasi dengan baik. Ia juga akan mampu
memecahkan segala permasalahan hidup.
Kematangan dan kesehatan mental berhubungan erat antara satu sama
lainnya dan saling tergantung. Apabila kita bicara tentang keduanya secara
terpisah maka hanya sekadar untuk memudahkan penganalisaannya.
1
Karena sangat sulit untuk membanyangkan seseorang yang matang dari
segi sosial dan tidak matang dari segi kejiwaan.
Orang yang matang bukanlah orang yang telah sampai kepada ukuran
tertentu dari perkembangan, kemudian berhenti sampai disitu. Akan tetapi ia
adalah orang yang selalu dalam keadaan matang. Artinya orang yang selalu
bertambah kuat dan subur hubungannya dengan kehidupan. Karena
sikapnya mendorong untuk tumbuh, bukan berhenti dari pertumbuhan. Oleh
karena itu seorang yang matang, bukanlah orang yang mengetahui
sejumlah besar fakta akan tetapi orang yang matang adalah orang yang
kebiasaan-kebiasaan mentalnya membantu untuk mengembangkan
pengetahuannya dan mengunakannya dengan bijaksana.
Terdapat beberapa istilah kesehatan mental dalam Al-Qur`an dan Hadits
seperti najat (keselamatan) fawz (keberuntungan), falah (kemakmuran), dan
sa`adah (kebahagiaan) berikut dengan berbagai akar katanya. Bentuk
kebahagiaannya atau kesehatan mental meliputi yang berlaku di dunia ini
dan yang berlaku dalam kehidupan akhirat. Yang pertama berarti selamat
dari hal yang mengancam kehidupan dunia ini. Sedang yang kedua selain
dari pada selamat dari kecelakaan dan siksa, juga menerima ganjaran dan
kebahagiaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sehat jiwa menurut ilmuwan dan pandangan islam?
2. Apa saja bentuk penyakit kejiwaan dan gejalanya?
3. Apa penyebab dari timbulnya penyakit kejiwaan?
4. Apa pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan, kecerdasan,
tingkah laku dan kesehatan badan?
5. Amal ibadah apa saja yang dapat mengatasi atau mengurangi
penyakit kejiwaan?
C. Tujuan
Makalah ini kami buat agar mahasiswa dapat membedakan sehat jiwa
menurut ilmuwan dan pandangan islam, untuk mengetahui bentuk penyakit
kejiwaan dan gejalanya menurut pandangan islam, untuk mengetahui
2
penyebab timbulnya penyakit kejiwaan, dapat mengetahui pengaruh
kesehatan mental, serta menemukan solusi penyakit jiwa dalam pesrpektif
islam.
D. Sistematika Penulisan
Dalam makalah yang kami susun ini, terdapat tiga bab utama. Bab I
merupakan pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang
makalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan pembahasan dari makalah kami yang tersusun atas
materi dan sub-materi yang akan membahas tema makalah kami secara
menyeluruh. Kemudian Bab III merupakan penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan Jiwa.
1. Menurut IlmuwanJiwa atau Jiva berasal dari bahasa sanskerta yang artinya benih
kehidupan, dalam bahasa inggris disebut "soul". Dalam
berbagai agama dan filsafat, jiwa adalah bagian yang bukan jasmaniah
(immaterial) dari seseorang. Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran
dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Di
dalam teologi, jiwa dipercaya hidup terus setelah seseorang meninggal,
dan sebagian agama mengajarkan bahwa Tuhan adalah pencipta jiwa.
Di beberapa budaya, benda-benda mati dikatakan memiliki jiwa,
kepercayaan ini disebut animisme.
Penggunaan istilah jiwa dan roh seringkali sama, meskipun kata yang
pertama lebih sering berhubungan dengan keduniaan dibandingkan kata
yang kedua. Jiwa dan psyche bisa juga digunakan secara sinonimous,
meskipun psyche lebih berkonotasi fisik, sedangkan jiwa berhubungan
dekat dengan metafisik dan agama. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata jiwa memiliki arti roh manusia (yang ada di tubuh
dan menyebabkan seseorang hidup atau nyawa. Jiwa juga diartikan
sebagai seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan,
pikiran, angan-angan, dan sebagainya).
Kesehatan mental sebagai salah satu cabang ilmu jiwa sudah dikenal
sejak abad ke-19, seperti di Jerman tahun 1875 M, orang sudah
mengenal kesehatan mental sebagai suatu ilmu walupun dalam bentuk
sedarhana.
4
Istilah “Kesehatan Jiwa (mental)” telah menjadi populer di kalangan
orang-orang terpelajar, seperti istilah-istilah ilmu jiwa lainnya; misalnya
kompleks jiwa, sakit saraf dan histeria; banyak diantara mereka
menggunakan kata-kata tersebut baik pada tempatnya atau tidak dalam
pengertian yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah dan istilah-istilah
tersebut. Apabila ditinjau dari etimologi, kata mental berasal dari kata
latin mens atau mentis yang berarti roh, sukma, jiwa atau nyawa.
Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah
kesehatan jiwa atau mental yang bertujuan mencegah timbulnya
gangguan atau penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha
mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental serta memajukan
kesehatan jiwa rakyat.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala jiwa
(neurose) dan gejala penyakit jiwa (psikose). Jadi menurut definisi ini,
seseorang dikatakan bermental sehat bila orang yang terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa yaitu adanya perasaan cemas tanpa
diketahui sebabnya. Malas dan hilangnya kegairahan bekerja pada
seseorang. Bila gejala ini meningkat maka akan menyebabkan penyakit
anxiety, neurasthenis, atau hysteria dan sebagainya. Adapun orang sakit
jiwa biasanya memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan
orang pada umumnya.
Kesehatan mental (mental bygiene) juga meliputi sistem tentang
prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk
mempertinggi kesehatan rohani. Orang yang sehat mentalnya ialah
orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang,
aman, dan tenteram.
Kesehatan mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah
yang amat penting karena menyangkut soal kualitas dan kebahagian
manusia. Tanpa kesehatan yang baik orang tidak akan mungkin
mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya manusia yang
5
tinggi, karena kesehatan mental tersebut menyangkut segala aspek
kehidupan yang menyelimuti manusia mulai dari kehidupan pribadi,
keluarga, sosial, politik, agama serta sampai pada bidang pekerjaaan
dan profesi hidup manusia. Kehidupan mewah dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak akan menjamin kebahagiaan manusia.
Hal itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah
kejiwaan, kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga
faktor tersebut sangat sejalan dalam mencapai kebahagian hidup
manusia di dunia dan akhirat, karena kebahagian yang harus dicapai itu
tidak hanya kebahagian di dunia melainkan juga kebahagian di akhirat
kelak.
Banyak teori yang dikemukan oleh ahli jiwa tentang kesehatan
mental, misalnya teori psikoanalisis, behavioris dan humamisme.
Sungguhpun demikian teori tersebut memiliki batasan-batasan dan tidak
menyentuh seluruh dimensi (aspek) dan aktivitas kehidupan manusia
sebagai makhluk multidimensional dan multipotensial.
Menurut American Nurses Associations (ANA), Keperawatan jiwa
adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan
ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri
secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien
berada (American Nurses Associations).
Menurut World Health Organization (WHO), Kesehatan Jiwa bukan
hanya suatu keadaan tindak ganguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi dan
management, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian
yang bersangkutan.
6
Menurut UU kesehatan jiwa NO 03 tahun 1966, Kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal
dari seseorang dan perkebangan ini selaras dengan orang lain.
2. Menurut Pandangan Islam
Kata jiwa berasal dari bahasa arab (النفس) atau nafs’ yang secara
harfiah bisa diterjemahkan sebagai diri atau secara lebih sederhana bisa
diterjemahkan dengan jiwa. Jiwa merupakan kesempurnaan pertama
bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik material.
kesehatan mental dalam pandangan islam adalah pengembangan
dan pemanfaatan potensi-potensi tersebut semaksimal mungkin, dengan
niat ikhlas beribadah hanya kepada Allah. Dengan demikian orang yang
sehat mentalnya, adalah orang yang mengembangkan dan
memanfaatkan seganap potensinya seoptimal mungkin melalui jalan
yang diridhai Allah, dengan motif beribadah kepada-Nya.
Menurut pandangan Islam orang sehat mentalnya ialah orang yang
berprilaku, pikiran, dan perasaannya mencerminkan dan sesuai dengan
ajaran Islam. Ini berarti, orang yang sehat mentalnya ialah orang yang
didalam dirinya terdapat keterpaduan antara perilaku, perasaan,
pikiranya dan jiwa keberagamaannya. Dengan demikian, tampaknya sulit
diciptakan kondisi kesehatan mental dangan tanpa agama. Bahkan
dalam hal ini Malik B. Badri berdasarkan pengamatanya berpendapat,
keyakinan seseorang terhadap Islam sangat berperan dalam
membebaskan jiwa dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Disinilah
peran penting Islam dalam membina kesehatan mental. Zakiah Daradjat
merumuskan pengertian kesehatan mental dalam pengertian yang luas
dengan memasukkan aspek agama didalamnya seperti berikut:
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-
sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan yang terciptanya penyusuai diri
antara manusia dangan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan
7
keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’an memberikan apresiasi yang sangat besar bagi kajian jiwa
(nafs) manusia. Hal ini bisa dilihat ada sekitar 279 kali Al-Qur’an
menyebutkan kata jiwa (nafs). Dalam Al-Qur’an kata jiwa mengandung
makna yang beragam (lafzh al-Musytaraq). Terkadang
lafaz nafs bermakna manusia (insan), “Takutlah kalian kepada hari di
mana seorang manusia (nafs) tidak bisa membela manusia (nafs) yang
lainnya sedikitpun. “Sesungguhnya orang yang membunuh seorang
manusia (nafs) bukan karena membunuh (nafs) manusia yang lainnya,
atau melakukan kerusakan di muka bumi, seolah-olah dia membunuh
seluruh manusia.
Kata nafs juga menunjukkan makna Zat Tuhan, “Aku pilih engkau
untuk Zat (nafs)-Ku.” Juga bermakna hakikat jiwa manusia yang terdiri
dari tubuh dan ruh, ”Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami akan
berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk.” Dan “Allah tidak membebani
(jiwa) seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Selain itu
ditujukan maknanya kepada diri manusia yang memiliki kecenderungan,
“Maka, hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah
membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia
seorang di antara orang yang merugi.” Lafaz nafs yang bermakna bahan
(mahiyah) manusia. Kehendak (thawiyah) dan sanubari (dhamir), Dan
beberapa makna lain yang secara umum dijelaskan dalam al-Qur’an
yang tidak mungkin dijelaskan satu persatu.
Selain dalam Al-Qur’an, beberapa Hadist Rasulullah SAW. juga
membahasa persoalan jiwa. Sama halnya dengan Al-Qur’an kata nafs
(jiwa) juga digunakan dalam makna yang beragam. Dalam hadist
Rasulullah SAW penggunaan kata nafs (jiwa) dapat ditemukan dalam
berbagai bentuk, diantaranya:
8
1. Nafs dalam arti perasaan dan perilaku.
Lafaz nafs dalam hadist sering mengandung makna wijdaan,
suluuk, syu’uur (feeling), maupun ihsaas (sensasion) yang semuanya
menunjuk kepada sesuatu yang terbetik atau bergejolak di dalam diri
manusia. Dengan sesuatu inilah manusia kemudian memiliki
perasaan dan emosi terhadap sesuatu yang selanjutnya
diterjemahkan ke dalam tingkah laku.
Ummul Mu’minin ‘Aisyah berkata, “Suatu hari, Rasulullah SAW.,
keluar dari kediaman saya dengan perasaan gembira (thibb an-nafs).
Akan tetapi ketika kembali beliau terlihat sedih sehingga saya
terdorong untuk menanyakan penyebabnya. Beliau kemudian
menjawab:
“Sesungguhnya saya tadi masuk ke dalam Ka’bah. Tiba-tiba
muncul pemikiran kalau saya tadi tidak melakukan hal tersebut. Hal
itu disebabkan saya khawatir akan memberatkan umat saya yang
dating kemudian.” (HR. Muslim).
Dalam hadist lain, Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa
ketenangan dan ketenteraman hati seorang mukmin sangat terkait
dengan keridhaan Allah SWT. dan pencapaian pahala dari-Nya.
Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah al-Anshari berkata, “Suatu pagi,
Rasulullah SAW Terlihat gembira (thibb an-nafs). Bisa-bisa
kegembiraan tersebut terpancar jelas dari wajah beliau sehingga para
sahabat berkomentar, “Wahai Rasulullah SAW, engkau terlihat
gembira sekali hari ini. Wajah engkau tampak berseri-seri. Rasulullah
SAW, Kemudian bersabda:
“Benar, tadi malaikat datang kepadaku dari Tuhanku azza Wajalla
dan seraya berkata, “siapa saja di antara umatmu yang bershalawat
satu kali kepada mu maka Allah SWT. Akan menuliskan baginya
sepuluh kebaikan, menghapus sepuluh kesalahannya, mengangkat
9
derajatnya sepuluh tingkat, serta menjauhkannya dari kebalikannya
(kehinaan) sebanyak itu pula.” (HR. Ahmad).
Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga menerangkan bahwa fitrah
(karakter dasar) manusia adalah baik (cenderung kepada kebaikan)
dan sesungguhnya Allah menjadikannya sebagai tolak ukur (hakim)
terhadap apa-apa yang akan dilakukan atau diusahakannya. Artinya,
jika nurani merasa tenang dan mantap terhadap sesuatu maka
sesuatu itu halal dan baik. Sebaliknya, jika nurani menentang maka
hal itu menandakan sesuatu itu dosa dan penyimpangan dari
kebenaran. Walaupun demikian, walaupun demikian, hal tersebut
mempunyai persyaratan bahwa nurani yang dimaksud adalah yang
senantiasa berserah diri kepada Allah.
Diriwayatkan bahwa Muslim bin Musykam berkata bahwa dia
mendengar al-Khusyani berkata, “saya pernah bertanya kepada
Rasulullah SAW, ‘beri tahukanlah kepada saya bagaimana caranya
mengetahui bahwa sessuatu itu di halalkan atau diharamkan bagi
saya.’ Rasulullah SAW. Kemudian berdiri. Setelah meluruskan
pandangannya beliau bersabda:
“Sesuatu yang baik itu adalah yang membuat perasaan (nafs)
tenteram dan hati tenang. Sebaliknya, dosa itu adalah yang membuat
perasaan tidak tenang dan hati gelisah sekalipun orang banyak
memberikan fatwa.” (HR. Ahmad).
2. Nafs dalam arti zat atau esensi manusia
Disamping makna di atas, kata nafs juga dipakai dalam arti
zat/esensi manusia itu sendiri yang dengan keberadaannya setiap
tindakan manusia menjadi bernilai. Seperti dalam hadist Rasulullah
saw, Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada
Abdullah bin Amru bin ‘Ash, “Engkau orang yang senatiasa puasa
sepanjang hari dan melakukan shalat sepanjang malam? ” Abdullah
10
menjawab, “Benar.” Rasulullah saw. kemudian berkata, “Jika kamu
teruskan kebiasaan seperti itu maka matamu akan sakit dan jiwamu
akan menjadi letih. Tidak dibolehkan melakukan puasa dahr (setiap
hari). Berpuasa tiga hari (disetiap pertengahan bulan) adalah laksana
berpuasa sepanjang tahun.”Abdullah lalu berkata, “Akan tetapi, saya
merasa sanggup melakukan yang lebih dari itu.”. Rasulullah SAW
selanjutnya menjawab, “Jika demikian maka berpuasalah seperti
puasanya Dawud a.s., yaitu berpuasa sehari kemudian berbuka
sehari…” (HR Bukhari).
Dalam hadist lain, Rasulullah SAW. bersabda,
“Mimpi itu muncul dari tiga sumber: ucapan batin (nafs) manusia,
gangguan setan, serta berita gembira dari Allah swt.. oleh karena itu,
siapa yang bermimpi melihat sesuatu yang tidak disukainya maka
janganlah menceritakannya kepada orang lain, tetapi hendaklah ia
segera bangun dan melakukan shalat.” (HR. Bukhari).
3. Nafs dalam arti ruh manusia
Lafaz nafs kebanyakan dipergunakan dalam makna ruh. Dalam
hal ini bisa dilihat dari beberapa hadist Anas bin Malik r.a,
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang
perbuatan-perbuatan yang dikategorikan dosa besar. Beliau lalu
menjawab,
“Mempersekutukan Allah SWT durhaka terhadap kedua orang tua,
membunuh jiwa dan melakukan sumpah palsu.” (HR Bukhari).
Abu Hurairah r.a juga diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “hindarilah tujuh perkara yang menghancurkan!”. Para
sahabat lalu bertanya, “apa saja ke tujuh perkara itu, wahai
Rasulullah SAW?”. Beliau menjawab, “Mempersekutukan Allah SWT,
(melakukan) sihir, membunuh jiwa yang diharamkam Allah SWT
11
kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta
anak yatim, lari dari medan perang, serta menuduh perempuan
mukmin yang baik dan shaleh (melakukan perbuatan perzinaan.” (HR
Bukhari).
Beberapa hadist di atas hanya sebagai contoh lafaz nafs yang
menjadi referensi utama dalam kajian jiwa. Tentu masih banyak
hadist-hadist yang lainnya yang menjelaskan secara lebih detail
hingga sifat-sifat, karakter dan tabiat jiwa.
Konsep jiwa yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist
Rasulullah SAW tersebut dan beberapa yang lainnya yang tidak
tersebutkan dalam pembahasan di atas kemudian menjadi perhatian
oleh para ulama hingga mengembangkannya menjadi sebuah konsep
dalam keilmuan Islam, terutama bagi para filosof muslim dan
kalangan sufi yang secara intens dan mendalam membahas tentang
persolan jiwa.
Manusia sebagai makhluk multidimensional setidak-tidaknya
memiliki dimensi jasmani, rohani, agama, akhlak, sosial, akal, dan
seni (estetika). Sedangkan sebagai makhluk multipotensial manusia
memiliki potensi yang amat banyak yang dikaruniakan Allah SWT
kepadanya yang dalam islam terkandung dalam asmaul husna. Salah
satunya adalah agama. Agama adalah jalan utama menuju
kesehatan mental, karena dalam agama ada kebutuhan-kebutuhan
jiwa manusia, kekuatan untuk mengendalikan manusia dalam
memenuhi kebutuhaan, serta sampai kepada kekuatan untuk
menafikan pemenuhan kebuthan manusia tanpa membawa dampak
psikologis yang negative. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental. 2002).
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan
sebagai “akhlak yang mulia”. Oleh sebab itu, kesehatan mental
didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela
(ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.
12
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental
menurut islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan
potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada
Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah
(jiwa yang tenang dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam
hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir
kesehatan menurut islam yang dikutip dari Musthafa Fahmi,
menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:
1. Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari neurosis (al-amhradh
al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).
2. Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah
kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri
dan terhadap lingkungan sosial.
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu
dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga
dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk
mendidik dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa
dan akhlak.
Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak
ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan
kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental.
Ayat-ayat tersebut adalah:
13
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qur’an Surah
Ali – ‘Imran: 164)
Dengan kejelasan ayat Al-Qur’an diatas dapat ditegaskan bahwa
kesehatan mental (shihiyat al nafs) dalam arti yang luas adalah tujuan
dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah SWT, karena
asas, ciri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu
terkandung dalam misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-
Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat, rahmat dan mu’jizat
(pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian
dan peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat
berikut:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(Qur’an Surah Al-Imran:104).
14
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan
kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada
yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan,
kataqwaan, amal saleh, berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan
keji dan mungkar merupakan faktor yang penting dalam usaha
pembinaan kesehatan mental.
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(Qur’an Surah Al-Fath: 4)
Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah menyifati diriNya bahwa
Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat
memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang beriman.
Artinya: Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu
´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang
besar. (Qur’an Surah Al-Isra: 9)
15
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Qur’an
surah Al-Isra: 82).
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit - penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
(Qur’an Surah Yunus: 57)
Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka
dapat dikatakan bahwa semua visi dan misi dari ajaran Al-Qur’an (islam)
yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalata
adalah bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berbahagia. Islam memiliki
konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan islam
16
tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan
pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam.
Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam
prinsip keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan
pemahaman islam tentang kesehatan jiwa yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Prinsip dan filsafat tentang maksud dan tujuan manusia dan alam
jagad dijadikan oleh Allah SWT. Diantara maksud dan tujuan
manusia dijadikan Allah adalah untuk beribadah dan menjadi
khalifah di bumi.
2. Prinsip dan filsafat tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya
dengan sifat manusia. Dalam keyakinan islam Allah SWT memiliki
sifat dan nama-nama yang agung, yakni asmaul husna yang
jumlahnya ada 99 nama atau sifat.
3. Prinsip dan filsafat tentang keadaan amanah dan fungsi manusia
dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Manusia dijadikan Allah
berfungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah
membekali manusia dengan dua kualitas (kemampuan), yakni
ibadah dan siyadah atau imtak dan ipteks, agar manusia itu
berhasil dalam mengelola bumi.
4. Prinsip dan filsafat tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan
Allah sewaktu manusia masih berada dalam kandungan ibunya
masing-masing. Allah menjadikan manusia dalam bentuk kejadian
yang sebaik-baiknya, dan kemudian menyempurnakan kejadian
dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar), sehingga
membuat para malaikat menaruh hormat yang tinggi kepada
manusia.
5. Prinsip dan filsafat tentang manusia dan pendidikannya. Manusia
dalam pandangan islam adalah makhluk multidimensional dan
multipotensial.
17
6. Prinsip dan filsafat tentang hakikat manusia Dalam pandangan
islam hakikat dari manusia itu adalah jiwanya, karena jiwa itu
berasal dari Tuhan dan menjadi sumber kehidupan.
Berdasarkan pandangan dan pemikiran tersebut, maka dapat
dikemukakan pengertian kesehatan jiwa/mental dalam islam
sebagai berikut. Kesehatan jiwa menurut islam tidak lain adalah
ibadah yang amat luas atau pengembangan dimensi dan potensi
yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka pengabdian
kepada Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung
jawab serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan ajaran
agama-Nya, sehingga dengan demikian terwujud nafsu
muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya, Kesehatan Mental.
2002).
Di samping itu dalam sejarah perkembangan pemikiran dalam islam
tentang kejiwaan dan hidup kerohanian banyak pula ditemukan konsep
islam tentang kesehatan jiwa (shihhat al nafs) yang ditulis oleh ulama
klasik.
Ibnu Rusyd mengartikan kesehatan jiwa itu dengan takwa. Dalam
pengertian ini orang yang sangat sehat jiwanya adalah orang yang
memiliki keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan jiwanya. Takwa
sebagai konsep kesehatan jiwa dalam islam bagi Ibnu Rasyd dapat
dimaklumi dan dipahami, karena makna takwa itu luas dan tinggi.
Tegasnya Ibnu Rusyd mengatakan takwa adalah kesehatan jiwa dan
hawa nafsu adalah unsur jiwa yang membuat kehidupan jiwa terganggu
dan sakit. Kesehatan jiwa dalam arti takwa itu berasal dari Allah SWT.
Adapun al-Ghazali mengistilahkan kesehatan jiwa itu dengan tazkiyat
al-nafs yang artinya identik dengan iman dan takwa sebagai yang telah
dijelaskan. Ia mengartikan tazkiyat al nafs itu dengan ilmu penyakit jiwa
dan sebab musababnya, serta ilmu tentang pembinaan dan
pengembangan hidup kejiwaan manusia, suatu pengertian yang identik
dengan kesehatan jiwa. Pengertian tersebut tidak terbatas pada
18
konsepnya pada gangguan dan penyakit kejiwaan serta perawatan dan
pengobatannya, tetapi juga meliputi pembinaan dan pengembangan jiwa
manusia setinggi mungkin menuju kesehatan dan kesempurnaannya
sesuai dengan arti kata tazkiyat itu sendiri dalam pendidikan Al-Qur’an
berikut:
Artinya: demi jiwa dan kesempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah
menghilangkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang melakukan proses tazkiyah
(pembinaan takwa) dalam dirinya, sebaliknya merugilah orang-orang
yang mengotori jiwa (mengikuti hawa nafsu dalam pembinaan jiwanya)
atau tadsiyat al-nafs. (Qur’an Surah Asy Syamsu: 7-10).
Dari keterangan ayat diatas dapat pula diambil suatu pedoman
bahwa tujuan dari pembinaan dan pengembangan jiwa itu dalam islam
adalah untuk mewujudkan kondisi kesehatan jiwa yang baik. (al-falah)
yang diperoleh melalui pendidikan tazkiyah atau pembinaan potensi jiwa
takwa dalam diri. Sehingga jiwa muthmainnah menyempurnakan
kehidupan mental manusia, dan inilah tujuan yang paling tinggi dari
usaha pembinaan dan pengembangan kesehatan jiwa dalam Islam yang
harus dicapai oleh setiap muslim muslimah.
Dengan demikian kesehatan jiwa itu juga identik bagi Al-Ghazali
dengan keimanan dan ketakwaan dalam arti Tazkiyat Al-Nafs. Dari
uraian yang telah dikemukakan di atas dapat ditegaskan bahwa iman
19
dan takwa memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal
kejiwaan. Iman dan takwa itulah arti psikologi dan kesehatan mental
yang sesungguhnya bagi manusia dalam Islam.
B. Bentuk – Bentuk Penyakit Jiwa dan Gejalanya
Menurut Zakiah Daradjat, penyakit jiwa (mental) adalah kumpulan dari
keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik,
maupun dengan psikis. penyakit tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau
rusaknya bagian-bagian anggota badan meskipun kadang-kadang gejalanya
terlihat pada fisik. Keabnormalan dapat dibagi atas dua bagian, yaitu
gangguan mental (jiwa atau neurose), dan sakit mental (jiwa atau
psychose).
Dalam perspektif Islam sehat atau tidaknya mental seseorang berpijak
pada aspek spiritualitas keagamaan. Seberapa jauh keimanan seseorang
yang tercermin dalam kehidupan keberagamaan dalam kesehariannya
menjadi titik tolak penting dalam menentukan sehat atau tidaknya mental
seseorang. Dalam perspektif Islam gangguan dan tidak sakit mental tidak
hanya diukur dengan ukuran humanistik saja, sebagaimana diikut oleh
semua aliran psikologi kontemporer. Akan tetapi Islam juga melihat
bagaimana kaitannya dengan iman dan akhlak.
Al-Ghazali memandang bahwa keabnormalan mental indetik dengan
akhlak yang buruk. Akhlak yang baik dikategorikan sebagai sifat para rasul
Allah, perbuatan para al-Shiddiqin paling utama. Sedangkan akhlak yang
buruk dinyatakan sebagai racun yang berbisa yang dapat membunuh, atau
kotoran yang bisa menjauhkan seseorang dari Allah SWT. Disamping itu
akhlak yang buruk juga termasuk ke dalam langkah setan yang bisa
menjerumuskan manusia masuk dalam perangkapnya.
Gangguan mental dalam Islam berkaitan dengan penyimpangan-
penyimpangan sikap batin. Inilah yang menjadi dasar dan awal dari semua
penderita batin. Ada aspek penting yang menjadi ciri-ciri gangguan mental
20
menurut islam yaitu qalb dan af’al (hati dan perbuatan). Gejala-gejala
gangguan mental semacam ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Hati yang menyimpang dari keikhlasan dan ketundukan kepada
Allah sehingga menjadi lupa terhadap posisinya sebagai hamba
Allah.
2. Perilaku yang terbiasa dengan pelanggaran ajaran agama
disebabkan oleh dominannya peran nafs al-ammarah dalam
kehidupan.
Rasulullah SAW memberikan jalan keluar kepada seorang pemuda
berupa do’a, yang sekaligus merupakan petunjuk kepada manusia tentang
penyakit jiwa yang seharusnya dihindari. Berikut penyakit jiwa menurut
Islam:
1. Hammi (ragu-ragu menghadapi masa depan)
Sesungguhnya tiap manusia telah dikarunai akal, ketrampilan dan
kemauan. Sesuatu yang dimiliki (jika ia tahu dan bisa menggunakan
dengan baik) pasti akan bisa mengatasi kesulitan hidupnya dan mencari
jalan keluarnya. Sebaliknya kalau hatinya senantiasa ragu, bimbang,
maka otaknya akan tertutup, geraknya tanpa kepastian. Langkahnya
selalu maju-mundur, sehingga peluang yang ada kabur, dan ia hanya
bisa menyesal.
2. Hazan (berduka, menyesali diri dan kecewa akan kegagalan masa
lalu)
Kegagalan dalam hidup adalah biasa dan wajar. Namun kegagalan
bukanlah menjadikan hati kecut dan kecewa serta berputus asa,
melainkan seharusnya menjadi cambuk untuk melecut semangat dalam
berusaha dan merupakan pedoman untuk menghindari kegagalan dan
meraih keberhasilan. Merintih, meratapi masa lalu dan berandai-andai
adalah perbuatan yang sia-sia dan tidak disukai oleh Nabi SAW.
21
3. ‘Ajzi (pesimis, merasa tak berdaya)
Karena kurang percaya pada diri sendiri, maka ia akan senantiasa
merasa dirinya lemah, tidak berguna. Bila diajak orang senantiasa
menolak, karena merasa khawatir selalu mencekam, takut salah.
Pembicaraannya menggambarkan suatu yang suram, sedih, lemah, tidak
punya inisiatif, tidak bergairah.
4. Kasl (malas)
Ada orang yang bila diajak untuk melakukan sesuatu ia selalu
berusaha menghindar dengan berbagai alasan yang tak jelas, suka
menunda pekerjaan, dan apabila diajak bermusyawarah tidak mau
berpendapat dengan dalih hal tersebut tidak penting untuk dipikirkan.
Orang seperti ini, kalau ia tidak mau bertindak, bukanlah karena fisiknya
lemah atau sakit, tidak punya ketrampilan atau otaknya buntu, melainkan
semata karena malas. Padahal menunda pekerjaan berarti menambah
beban, menghindari pekerjaan berarti membiarkan peluang berlalu.
Padahal waktu itu ibarat mata pedang, bila tidak mampu menggunakan
dengan baik dan benar, akan membunuh diri sendiri.
5. Jubni (penakut)
Penyakit ini membuat orang merasa takut tidak berani berjalan,
berpikir, dan berbuat sendiri, ia tidak berani menyatakan sikapnya sendiri
kepada orang lain, apalagi memperbaiki kesalahan diri atau orang lain
walaupun ia mengetahui. Sesungguhnya tiap manusia punya rasa takut,
dan ini bermanfaat agar orang waspada dan hati-hati dalam bertindak.
Namun bila berlebihan, maka akan merugikan bagi diri maupun orang
lain.
6. Bakhil (Kikir)
22
Bakhil atau Kikir tidak hanya terkait dengan harta, melainkan bisa
pula kikir dalam ilmu dan budi. Orang kikir tidak mau memberikan
miliknya kepada orang lain, kecuali sangat sedikit. Kalau ia punya harta,
ia hitung-hitung terus hartanya dan disimpan di tempat seaman-amannya
karena takut berkurang atau hilang. Kalau ia punya ilmu tak mau
mengajarkannya kepada orang lain takut akan tertandingi dirinya.
Bahkan orang kikir tidak mau memberikan senyum kepada orang lain.
Padahal Nabi SAW bersabda: ”Senyummu adalah sedekah”
7. Riya’
Menurut bahasa riya berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata " �اُء� �رَي " ال
yang berarti memperlihatkan atau pamer. Sedangkan menurut istilah
riya adalah memperlihatkan diri kepada orang lain, supaya diketahui
kehebatan perbuatannya, baik melalui pembicaraan, tulisan dan sikap
dengan tujuan mendapat kan perhatian, kedudukan, pujian, sanjungan
dan tujuan – tujuan lain yang bersifat keduniawian.
Kata lain yang mempunyai arti serupa dengan riya ialah Sum`ah.
Kata sum`ah berasal dari bahasa Arab �ْم�َع�ُة �لُس� “ atau “ "ا ْم�َع�ُة� yang ”ُس�
berarti kemasyhuran nama, baik sebutannya. Orang yang sum`ah
dengan perbuatan baiknya, berarti ingin mendengar pujian orang lain
terhadap kebaikan yang ia lakukan. Dengan adanya pujian tersebut,
akhirnya masyhurlah nama baiknya dilingkungan masyarakat.
8. Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah
berikan kepada orang lain atau mengharapkan hilangnya nikmat Allah
dari orang lain. Bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat
yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad diiringi
harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka.
Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu
23
Taimiyyah. Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa
tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
9. Ujub
Ujub merupakan perasaan kagum terhadap diri sendiri yang terbit
dihati seseorang insan yang beranggapan dirinya memiliki sifat yang
lebih baik atau sempurna berbanding dengan orang lain.
Imam Sufyan Ats-Tsauri r.h berkata: “Sifat ujub adalah kekagumanmu
pada dirimu sendiri, sehingga kamu merasa bahawa kamu lebih mulia
dan lebih tinggi derajatnya daripada saudara kamu. Sedangkan boleh
jadi kamu tidak beramal dengan benar seperti dia, atau barangkali dia
lebih baik daripada kamu terhadap hal-hal yang diharamkan Allah dan
lebih tulus amalnya.”
Imam Ibnu al-Mubarak r.h pula menyatakan: “Perasaan ujub adalah
ketika engkau merasakan dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak
dimiliki oleh orang lain.”
Firman Allah SWT:
“Artinya: Dan janganlah engkau memalingkan mukamu (karena memandang
rendah) kepada manusia, dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan
berlagak sombong; sesungguhnya Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang
yang sombong takbur, lagi membanggakan diri.” (Qur’an Surah Luqman :
18)
24
“Artinya: …maka janganlah kamu memuji-muji diri kamu (bahawa kamu suci
bersih dari dosa). Dia-lah sahaja yang lebih mengetahui akan orang-orang
yang bertaqwa.” (Qur’an surah Najm : 32)
Ayat ini melarang seseorang itu dari memiliki persepsi bahawa dirinya
itu suci dari melakukan kesilapan dan menolak sikap narsisisme iaitu
perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan.
10.Takabur
Takabur menurut bahasa artinya sombong atau membanggakan diri.
Sedangkan menurut istilah takabur adalah sikap berbangga diri dengan
beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang paling hebat dan benar
dibandingkan dengan orang lain.
Takabur atau sombong merupakan sifat yang tercela dan berbahaya.
Bagi orang yang takabur, Allah SWT akan memberi balasan berupa
neraka jahanam, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Maka masuklah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di
dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan
diri.” (Qur’an Surah An Nahl: 29)
11.Fitnah
25
Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan
atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya
orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang
dituduhkan.
Didalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 191
“…Syirik lebih dahsyat dosanya daripada
membunuh…” (Qur’an Surah Al-Baqarah: 191)
Tak ada satupun ayat di dalam Al Qur’an yang mengartikan
kata “fitnah” dengan arti sebagaimana yang dipahami oleh orang Indonesia,
yakni menuduhkan satu perbuatan yang tidak dilakukan oleh orang yang
dituduh. Kata ‘fitnah’ di dalam Al Qur’an memang mengandung makna yang
beragam sesuai konteks kalimatnya. Ada yang bermakna bala bencana,
ujian, cobaan, musibah, kemusyrikan, kekafiran, dan lain sebagainya. Maka
memaknai kata ‘fitnah’ haruslah dipahami secara keseluruhan dari latar
belakang turunnya ayat dan konteks kalimat , dengan memperhatikan
pemahaman ulama tafsir terhadap kata tersebut.
12.Zalim (Aniaya)
Kata zalim berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata �ُم� – �ْض�ِل َي �ُم� yang َض�ِل
berarti gelap, aniaya, rugi, atau menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya.
Sedangkan menurut istilah zalim adalah perbuatan yang melampaui
batas terhadap jiwa, harta atau kehormatan orang lain dan menentang
terhadap kebenaran.
13.Hutang
Pada hakikatnya, hutang adalah mengurangi jatah rizqi hari esok.
Lebih-lebih jika hutang itu untuk keperluan konsumtif, dan tanpa
26
perhitungan. Resiko yang diderita orang berhutang adalah ketika ia tidak
bisa melunasi pada waktunya: takut ketemu orang, mempersempit
pergaulan, harga diri atau martabat turun tanpa terasa, bahkan bisa
menimbulkan pembunuhan.
14.Terintimidasi
Sebenarnya secara fisik perbudakan sudah “tidak ada” di dunia
modern seperti saat ini, namun kenyataannya banyak orang yang masih
hidup seperti budak. Seperti halnya seorang karyawan atau pembantu
yang dipekerjakan tanpa perikemanusiaan, diperas tenaga dan
pikirannya dengan upah yang sangat kecil, bahkan tak diberi
kesempatan istirahat, dan yang lebih parah tidak diperbolehkan
menunaikan kewajiban kepada Rabb-nya. Tapi ada pula manusia yang
bebas, namun ia diperbudak dirinya sendiri atau diperbudak oleh harta
atau tahta (kekuasaan) dan wanita. Segala sesuatu berpotensi
menimbulkan masalah, tapi bagi orang yang beriman, masalah bisa
menjadi wasilah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengasah
keuletan, memperpanjang galah kesabaran. Allah telah mengkaruniakan
kita akal untuk memilih, hati untuk memahami, akhlakul karimah untuk
menyikapi.
15.Diskriminasi
Diskriminasi menurut bahasa adalah perbedaan. Sedangkan menurut
istilah diskriminasi adalah bersikap membeda-bedakan atau memisahkan
antara sesama manusia, baik karena perbedaan derajat, suku, bangsa,
warna kulit, jenis kelamin, usia, golongan, ideologi dan sebagainya.
C. Penyebab Timbulnya Penyakit Kejiwaan
1. Faktor Individuala. Struktur Biologis
Gangguan jiwa juga tergolong ilmu kedokteran, dalam beberapa
penelitian yang dilakukan oleh para psikiater mengenai
27
neutransmiter, anatomi dan faktor genetik juga ada hubungannya
dengan terjadinya gangguan jiwa. Dalam setiap individu berbeda-
beda struktur anatominya dan bagaimana menerima reseptor ke
hipotalamus sebagai respon dan reaksinya dari rangsangan tersebut
hingga menyebabkan gangguan jiwa.
b. Ansietas Dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
2. Faktor Psikologis
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan
mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan bagaimana
setiap orang mampu berkomunikasi secara efektif. Hal ini sangat
tergantung pada bantuan teman, dan tetangga selama periode stres.
Struktur sosial, perubahan sosial dan tingkat sosial yang dicapai sangat
bermakna dalam pengalaman hidup seseorang hingga terkadang sampai
menarik diri dari huhungan sosial. Kepribadian merupakan bentuk
ketahanan relatif dari situasi interpersonal yang berulang-ulang yang
khas untuk kehidupan manusia. Perilaku yang sekarang bukan
merupakan ulangan impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi merupakan
retensi pengumpulan dan pengambilan kembali. Setiap penderita yang
mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang
mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak
kuatnya hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau
dengan masyarakat sekitarnya. Sebagaimana setiap individu mampu
mengontrol emosionalnya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Faktor Budaya Dan Sosial
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai
perbedaan terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu
28
psikosis dalam suatu sosial budaya tertentu berbeda dengan budaya
lainnya. Perbedaan ras, golongan, usia dan jenis kelamin mempengaruhi
pula terhadap penyebab mula gangguan jiwa. Tidak hanya itu saja,
status ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
4. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor Stressor Presipitasi
mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang. Sebagai faktor stimulus
dimana setiap individu mempersepsikan dirinya melawan tantangan,
ancaman, atau tuntutan. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan
oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan.
Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
D. Pengaruh Kesehatan Mental
1. Terhadap Perasaan
Berbagai perasaan yang menyebabkan terganggunya kesehatan
mental ialah rasa cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri,
pemarah, ragu (bimbang) dan sebagainya. Perasaan-perasaan tersebut
mungkin saja muncul bersamaan pada diri seseorang atau hanya
beberapa gejala yang terdapat pada satu orang. Berikut ini akan
diuraikan tiap-tiap persoalan.
a. Rasa Cemas
Adanya perasaan tidak menentu, panik, penakut, tanpa sebab
yang menyebabkan timbulnya perasaan gelisah pada diri seseorang.
Misalnya, perasaan seorang ibu yang gelisah karena anaknya
terlambat pulang, berbagai pikiran berkecamuk dalam dirinya, ia
merasa khawatir bila anaknya mendapat kecelakaan, diculik orang,
dan sebagainya, karena itu, sebaliknya berusaha mengatasi
kegelisahanitu dengan mencari cara penyelesaiannya atau solusinya.
b. Iri Hati
29
Perasaan iri hati sering terjadi pada diri seseorang, namun
sebenarnya perasaan ini bukan karena adanya kedengkian dalam
dirinya melainkan karena ia sendiri tidak merasakan kebahagiaan
dalam hidupnya. Sebagai contoh adalah seorang ibu masih muda,
cantik dan kaya raya itu, merasa iri kepada suaminya karena anak-
anaknya lebih dekat kepadanya ketimbang dia yang merupakan
ibunya sendiri. Ia juga merasakan bahwa suaminya tidak
mengindahkan perasaannya. Hal ini menyebabkan terjadinya
pertengkaran dan perselisihan antara mereka karena kecurigaan istri
kepada suaminya. Kegelisahan dan iri hatinya makin memuncak,
sehingga istri merasa bosan tinggal dirumahnya. Ia tidak mau lagi
melihat anak-anak dan suaminya, kemudian pergi dari rumah nya
untuk melepaskan diri dari kegelisahan dan iri hatinya. Dalam contoh
kasus ini dapat disimpulkan bahwa ibu tersebut lari karena rasa iri hati
yang timbul akibat gangguan kesehatan mentalnya.
c. Rasa Sedih
Rasa sedih ini terkadang berpangkal dari hal-hal yang sepele yang
terjadi karena kesehatan mental yang terganggu, bukan karena
penyebab kesedihan secara langsung.
Contoh yang sangat menarik dalam hal ini, adalah seperti yang
dialami oleh seorang laki-laki berusia 40 tahun, ia menderita karena
tidak dapat menahan sedihnya bila melihat orang miskin yang bekerja
keras untuk mencari sesuap nasi. Ia juga tidak tahan mendengar
cerita-cerita yang menyedihkan, kemudian emosinya tergugah, lalu ia
menangis dan hal-hal lainnya secara logis tidak akan menyebabkan
perasaan sedih.
Semua Perasaan itu menyebabkan ia terlihat jauh lebih tua dari
umurnya. Setelah dilakukanpenelitian dan perawatan jiwa
terhadapnya, terbukti bahwa kesedihannya diakibatkan pengalaman-
pengalaman pahit yang dialaminya antara lain kematian orang yang
30
sangat disayanginya, penganiayaan dari kawan terdekat, dan
pengalaman-pengalaman yang menyedihkan yang bertubi-tubi
terjadinya, sehingga ia tidak dapat memahami dan menyesuaikan diri
kepada perubahan yang tidak menyenangkan itu.
d. Rasa Rendah Diri dan Hilangnya kepercayaan diri
Rasa rendah diri menyebabkan seseorang menjadi mudah
tersinggung sehingga menyebabkan orang yang bersangkutan tidak
mau bergaul karena merasa dikucilkan. Ia tidak mau mengemukakan
pendapat dan tidak memiliki inisiatif. Lama kelamaan kepercayaan
dirinya akan hilang bahkan ia akan mulai tidak mempercayai orang
lain. Ia menjadi mudah marah atau sedih hati, menjadi apatis dan
pesimis.
e. Pemarah
Seseorang yang sering marah-marah tanpa sebab biasanya
mengalami gangguan kesehatan mental. Pada dasarnya, marah
merupakan ungkapan kekecewaan, atau ketidakpuasan hati.
2. Terhadap Kecerdasan
Kecerdasan seseorang merupakan warisan dari orang tuanya. Hal ini
telah terbukti dari berbagai penelitian yang dilakukan para ahli. Namun
demikian, kecerdasan ini tidak akan berkembang bila tidak didukung oleh
lingkungan dan adanya kesempatan yang merangsang kecerdasan
tersebut. Ada berbagai pengaruh kesehatan mental atas pikiran,
diantaranya adanya perasaan sering lupa atau kurangnya konsentrasi
dalam berfikir, dan sebagainya. Bila hal ini dibiarkan terus menerus maka
ia akan menyebabkan gangguan kesehatan mental yang serius.
Anak yang pemurung, bodoh merupakan akibat terganggunya
ketenangan si anak. Ia menjadi tidak mampu mengarahkan daya pikirnya
sehingga ia kehilangan konsentrasinya dalam menerima pelajaran. Inilah
31
yang menyebabkan ia menjadi bodoh, jadi bukan karena ia benar-benar
bodoh.
Penyebab lain terganggunya ketenangan si anak adalah perlakuan
orang tua yang terlalu mengekang kebebasan anak, terlalu banyak
campur tangan dalam urusan anak, suka membanding-bandingkan si
anak dengan anggota keluarga lain yang lebih pandai dari pada si anak,
dan sebagainya.
Terganggunya ketenangan anak disebabkan perilaku ibu bapaknya
yang sering bertengkar, mengekang si anak, sering dipukul oleh ibu
bapaknya, karena ia malas belajar atau karena kenakalannya. Suasana
menyababkan si anak merasa bingung dan mencoba mencari perhatian
orang dengan melakukan sesuatu yang dilarang.
3. Terhadap Tingkah Laku
Perilaku seserang sangat dipengaruhi oleh suasana hatinya. Bila
seseorang merasa gelisah atau merasa tertekan hatinya, dia akan
berusaha menghilangkannya dengan segala cara. Biasanya ia akan
berusaha mengeluarkan segala uneg-uneg dihatinya. Namun cara ini
pun tidak selalu berhasil mengurangi beban dihatinya. Hal ini karena
tidak semua orang dapat mengunkapkan kegelisahannya kepada orang
lain.
Contoh kasus dalam hal ini adalah seseorang anak yang dimarahi
orang tuanya. Dalam hatinya ia ingin memberontak perlakuan kedua
orang tuanya, tetapi ia tidak berani, sehingga terjadilah pertentangan
batin, antara ingin melawan (membela diri) dan takut akan hukuman dan
kekerasan orang tua. Hal ini mendorong hatinya untuk melakukan
sesuatu yang tidak disenangi oleh orang tua, atau melampiaskan
kekesalannya kepada teman sepermainannya atau kepada adiknya.
Dalam beberapa kasus, sering kita temukan orang yang suka
mengganggu ketenangan dan hak orang lain, misalnya dengan mencuri,
menyakiti atau memfitnah orang lain. Semua perlakuan buruk itu
32
merupakan pelampiasan dari ketidak puasannya, yang timbul karena
kesehatan mental yang terganggu.
4. Terhadap Kesehatan Badan
Setiap orang yang mentalnya sehat cenderung memiliki badan yang
sehat. karena itu, setiap orang hendaknya berusaha semaksimal mungkin
agar mentalnya selalu sehat. Akhir-akhir ini banyak terdapat penyakit
yang dinamakan psychosomatic, yaitu penyakit pada badan yang
disebabkan oleh mental. Misalnya, seorang ibu menderita penyakit
jantung selama beberapa tahun. Ia telah berobat ke dokter dan
mengunjungi dukun-dukun, tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh. Hal
ini membuatnya kecewa dan ia pun kehilangan kepercayaan dirinya.
Setelah diteliti latar belakang dan pengalaman hidupnya, terbukti bahwa
penyakitnya bukanlah disebabkan adanya penyakit atau kerusakan pada
jantungnya, tetapi karena adanya tekanan perasaan dalam dirinya. Dia
tidak dapat memahami suaminya, dan tidak dapat mengungkapkan
perasaannya kepada siapapun. Semua perasaan yang mengganggu
pikirannya dan ketenangan batinnya menyababkan jantungnya
terganggu.
Penyakit-penyakit lain akibat terganggunya perasaan dan fikiran
adalah tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, eksim, sesak nafas,
dan sebagainya.
E. Amal Ibadat yang Dapat Mengatasi atau Mengurangi Penyakit
Kejiwaan
Berbagai gejolak jiwa dalam diri manusia dapat menimbulkan gangguan
ketenangan hidupnya yang menyebabkan timbulnya gejala penyakit mental.
Konsep agama untuk mencari ketenangan hidup, meredam gejolak jiwa perlu
dilaksanakan secara konsisten dan produktif. Setiap orang hendaknya
menjalankan perintah agama dengan penuh tanggung jawab dan
meninggalkan larangan-larangannya.
33
Dalam literatur yang berkembang ada beberapa cara untuk memelihara
kesehatan mental dalam Islam salah satunya adalah pola atau metode Iman
Islam Dan Ihsan yang didalamnya terdapat berbagai macam karakter
berdasarkan konsep Iman Islam dan Ihsan.
1. Iman
Didalam metode iman terdapat beberapa macam pola karakter:
a. Karakter Rabbani yang berasal dari kata rabb yang dalam
bahasa Indonesia berarti tuhan, yaitu tuhan yang memiliki,
memperbaiki, mengatur. Istilah rabbani dalam konteks ini
memiliki ekuivalensi dengan mentransformasikan asma dan sifat
tuhan kedalam dirinya untuk kemudian diinternalisasikan dengan
kehidupan nyata.
b. Karakter Malaki adalah kepribadian individu yang didapat setelah
mentransformasikan sifat-sifat malaikat kedalam dirinya untuk
kemudian di internalisasikan kedalam kehidupan nyata.
c. karakter Qurani yang pada intinya kepribadian qurani adalah
kepribadian yang melaksanakan sepenuh hati nilai-nilai al-Qur`an
baik pada dimensi I`tiqadiyah, Khulukqiyah, amaliyah, ibadah,
muamalah, daruriyyah, hajiyyah, ataupun tahsiniyah,
d. Karakter Rasuli yang. mengarah pada sifat-sifat khas seorang
rasul sebagai manusi pilihan (Al-Musthafa) berupa sifat Jujur,
Terpercaya, Menyampaikan perintah dan cerdas.
e. Karakter Yawm akhiri adalah kepribadian individu yang didapat
sesudah mengimani, mamahami dan mempersiapkan diri untuk
memasuki hari akhir dimana seluruh perilaku manusia dimintai
pertanggungjawaban. Kepribadian ini menuju kepada salah satu
konsekwensi perilaku manusia, dimana yang amalnya baik akan
mendapatkan kenikmatan syurga sementara bagi yang amalnya
buruk akan mendapatkan kesengsaraan neraka.
f. karakter Taqdiri, Pola-pola tingkah laku taqdiri antara lain;
pertama, bertingkah laku berdasarkan aturan dan hukum tuhan,
sehingga tidak semena-mena memperturutkan hawa nafsu.
34
Kedua, membangun jiwa optimis dalam mencapai sesuatu tujuan
hidup. Tidak sombong ketika mendapatkan kesuksesan hidup.
Tidak pesimis, stress atau depresi ketika mendapatkan
kegagalan.
2. Islam
Didalam metode Islam terdapat beberapa macam pola karakter:
a. Kepribadian syahadatain adalah kepribadian individu yang
didapat setelah mengucapkan dua kalimat syahadat,
memahami hakikat dari ucapannya serta menyadari akan
segala konsekwensi persaksiannya tersebut.
b. Kepribadian syahadatain meliputi domanin kognitif dengan
pengucapan dua kalimat secara verbal; domain afektif dengan
kesadaran hati yang tulus dan domain psikomotorik dengan
melakukan segala perbuatan sebagai konsekwensi dari
persaksiannya itu. Karakter mushalli adalah kepribadian
individu yang didapat setelah melaksanakan shalat dengan
baik, konsisten, tertib, dan khusyu, sehingga ia mendapatkan
hikmah dari apa yang dikerjakan.
c. Karakter shaim adalah kepribadian individu yang didapat
setelah melaksanakan puasa dengan penuh keimanan dan
ketakwaan, sehingga ia dapat mengendalikan diri dengan baik.
Pengertian ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang
mampu menahan diri dari sesuatu yang membatalkan puasa
memiliki kepribadian lebih kokoh, tahan uji, dan stabil
ketimbang orang yang tidak mengerjakannya, sebab ia
mendapatkan hikmah dari perbuatannya.
d. Karakter muzakki adalah pribadi yang suci, fitrah dan tanpa
dosa. Ia memilki kepribadian yang seimbang, mampu
menyelaraskan antara aktifitas yang berdimensi vertikal dan
horizontal. Ia adalah sosok yang empatik terhadap penderitaan
pribadi lain.
35
e. Karakter haji adalah orang yang telah melakukan ibadah haji
yang secara etimologi berarti menyengaja pada sesuatu yang
diagungkan. Orang yang melaksanakan haji hatinya selalu
tertuju pada yang maha tinggi. Orang yang berhaji memiliki
beberapa kepribadian antara lain : kepribadian muhrim,
kepribadian thawif, kepribadian waqif, kepribadian sa`i,
kepribadian mutahalli dan lain sebagainya.
3. Ihsan
Kata ihsan berasal dari kata hasuna yang berarti baik atau bagus.
Seluruh perilaku yang mendatangkan manfaat dan menghindarkan
kemudharatan merupakan perilaku yang ihsan. Namun karena
ukuran ihsan bagi manusia sangat relative dan temporal, maka
criteria ihsan yang sesungguhnya berasal dari Allah SWT. Karena itu
hadits Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa ihsan bermuara
pada peribadatan dan muwajahah, dimana ketika sang hamba
mengabdikan diri pada-Nya seakan-akan bertatap muka dan hidup
bersama (ma`iyyah) dengan-Nya, sehingga seluruh perilakunya
menjadi baik dan bagus. Sang budak tidak akan berbuat buruk
dihadapan majikannya, apalagi sang hamba dihadapan tuhannya.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepribadian muhsin adalah
kepribadian yang dapat memperbaiki dan mempercantik individu.
Baik berhubungan dengan diri sendiri, sesamanya, alam semesta
dan Tuhan yang diniatkan hanya untuk mencari ridha-Nya.
Dengan melaksanakan kehidupan beragama dan menjalankan ibadah,
seseorang yang meiliki kesadaran agama secara matang dan melaksakan
ibadahnya dengan penuh konsisten, stabil, mantap, dan penuh tanggung jawab
dengan dilandasi oleh wawasan agama yang luas. Dengan demikian ia akan
mendapatkan kebahagiaan dan dapat menikmati ketenangan jiwa yang
menyababkan kepribadiannya matang dan sehat mentalnya.
36
Apabila seseorang belum matang jiwanya dan kesehatan mentalnya
terganggu, maka gejolak untuk melaksanakan ibadahnya kurang konsisten dan
kurang terintegrasi. Hal ini menyebabkan kesadaran agamanya berkurang,
tingkah lakunya kaku karena tidak disertai tanggung jawab.
Agama mampu memberikan jawaban dan menetapkan hukum atau
kaidah secara rasional dan logis. Agama tidak hanya memberikan pegangan
hidup yang logis dan rasioanal saja melainkan juga menunjukan dinamika
penyaluran dan kepuasan dalam dorongan emosional. Agama dapat
memberikan jawaban terhadap masalah yang berada diluar jangkauan logika
dan rasio, misalnya, persoalan kematian, hidup sesudah mati, alam akhirat, dan
sebagainya. Bahkan, agama juga memberikan dorongan lebih kuat dan
bermakna terhadap semangat dan arti hidup.
Selain menjalankan perintah agama, setiap oarang perlu membina
hubungan dengan lingkungan diluar dirinya sehingga ia mampu membina
hubunga baik dengan orang lain (muamalah). Selain itu ia juga harus mampu
melakukan ibadah (shalat) yang menjamin kebahagiaan diakhirat karena
kebahagiaan di dunia saja belum menjamin kebahagiaan diakhirat. Oleh karena
itu muamalah tanpa disertai ibadah tidak berarti apa-apa diakhirat. Untuk meraih
kehidupan yang sehat dan bahagia didunia dan akhirat manusia harus
beribadah yang baik dalam membina hubungannya dengan Allah SWT. Dan
bermuamalah yang baik dalam membina hubungan dengan manusia.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 77:
37
Artinya: “Katakanlah, wahai Muhammad, bahwa bahagia didunia itu adalah kecil
dan bahagia diakhirat itu kekal dan lebih baik, terutama bagi orang-orang yang
bertaqwa.” (Qur’an surah An-Nisa: 77).
Dari semua bentuk ibadah kepada Allah SWT. (shalat, puasa, zakat, haji
dan lain-lainnya) dan ibadah yang tidak wajib lainnya, hanya sholat yang
diperintahkan Allah SWT, secara langsung kepada nabi Muhammad SAW,
dalam peristiwa isra’ Mi’raj. Karena itu pentingnya arti dan kedudukan shalat
bagi manusia melaksanakan kewajiban ibadah kepada Allah SWT. Sholat dalam
membentuk kepribadian mukmin serta mencegah perilaku keji dan munkar.
Amal ibadat yang bisa kita lakukan untuk mengurangi atau mengatasi
penyakit kejiwaan, antara lain:
1. Shalat Lima Waktu
Adapun yang terkandung dalam ibadah shalat, yaitu Menyembah dan
menyerahkan diri serta mengagungkan Allah SWT, Menyucikan diri kepada
Allah SWT, Memuji kepada Allah SWT, Memohon ampunan, pertolongan,
petunjuk kepada Allah SWT, Memohon rezeki kepada Allah SWT, Memohon
dijauhkan dari perbuatan tercela adn keselamatan didunia dan di akhirat,
Bersaksi atas ke-Esa-an Allah SWT dan kerosulan nabi Muhammad SAW,
Mendoakan keselamatan nabi Muhammad SAW dan keluarganya Nabi
Ibrahim a.s beserta keluarganya dan mendoakan keselamatan orang lain.
Kandungan shalat diatas menjelaskan ketinggian nilai-nilai yang terdapat
didalam shalat bagi manusia. Disamping itu shalat bermanfaat bagi
kesehatan jasmani sebab setiap hendak shalat, kita harus bersih dan suci.
Shalat juga dapat melatih otot-otot manusia secara teratur. Ini dapat dilihat
dan diamati dalam gerakan kontinuitas shalat. Dari segi kesehatan rohani,
manusia mendapatkan ketenangan hidup dalam jiwanya, sehingga mampu
mengendalikan diri dari hawa nafsu serta kesehatan sosial, shalat dapat
melatih disiplin waktu, mencegah sifat sombong dan hidup berlebihan, serta
menghargai orang lain.
38
Sebagai bukti shalat dapat mencegah gangguan jiwa dan Al-Quran
diturunkan untuk mengobati gangguan kejiwaan dapat ditinjau dalam Al-
Quran :
a. Al-Quran surat Al-Isra’: 82
Artinya: “Dan kami (Allah) menurunkan Al-Quran yang ayat ayatnya
mengandung obat dan menjadi rahmat bagi mereka yang mempercayai,
dan bagi mereka yang mengingkari hanyalah akan menjadi kerugian dan
celaka.”
b. Al-Quran surat Yunus:57
Artinya: “wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepada mu Al-
Quran yang mengandung pelajaran dan tuntunan dari Tuhanmu dan
obat terhadap penyakit yang ada dalam dadamu dan hatimu serta
mengandung tuntunan kebahagiaan bagi mereka yang
mempercayainya.”
c. Al-Quran surat Al-Baqarah 155
39
Artinya: “dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu,
dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, gangguan jiwa dan
buah buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang
sabar.”
d. Al-Quran surat Al-Ma’arij: 19-23
Artinya: “sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT, selalu
berkeluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah.
Tetapi ia mendapatkan kebaikan, ia bersifat kikir. Kecuali orang orang
yang mengerjakan shalat, dan mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.
e. Al-Baqarah ayat 153
40
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang sabar.”
Apabila kita kaji ayat-ayat Al-Qur’an diatas, maka shalat merupakan
ibadah yang banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia. Dengan shalat
manusia dapat mempertahankan kesehatan jiwa dan dapat terhindar dari
gangguan kesehatan jiwanya. Dengan terjaganya dan terobatinya kesehatan
jiwa manusia akan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya didunia dan
diakhirat.
2. Shalat Diwaktu Malam
Seseorang yang rajin shalat tahajud akan mampu menghilangkan
kecemasan akan rasa kosong, hampa, dan tidak mempunyai makna hidup.
Karena dia menyadari hakikat kehidupan, dari mana dia berasal (min aina),
ke mana dia akan menuju (ila aina), untuk apa dia hidup (limadza).
Pemahaman ini dapat memicu gairah hidup dan tekad untuk berjuang demi
Allah SWT.
Ketika orang lain tidur mendengkur, orang yang rajin bertahajud sedang
berzikir mengingat Allah SWT. sehingga pikirannya terasa lapang, hatinya
terasa tenang, jiwanya bahagia, dan perasaannya senang. Karena zikir
mengingat Allah SWT dalam shalat tahajud mengandung pengertian
tawakal, percaya, dan mengharap kemudahan dari-Nya. Dia maha dekat
jika diseru, Maha Mendengar jika dipanggil, dan Maha Memperkenankan
apabila diminta.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa ketenangan dapat meningkatkan
ketahanan tubuh imunologik, mengurangi risiko terkena penyakit jantung,
meningkatkan harapan hidup (Mclelland, 1998)
Shalat tahajud memiliki banyak hikmah, diantaranya adalah:
a. Setelah melakukan ibadah tambahan (nafilah), baik dengan shalat
maupun membaca al-Quran, maka dirinya mendapatkan
kedudukan terpuji dihadapan Allah SWT.
41
b. Memiliki kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang salih
yang selalu dekat (taqqarub) kepada Allah SWT, terhapus
dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar.
c. Jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan
ketenteraman, bahkan Allah SWT menjanjikan kenikmatan surga
baginya.
d. Do’anya diterima, dosanya mendapatkan ampunan dari Allah
SWT, dan diberi rizki yang halal dan lapang tanpa susah payah
mencarinya.
e. Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan
oleh Allah SWT sebagai rasa syukur, nabi SAW sendiri selalu
melakukan tahajud walaupun tumit kakinya bengkak.
Shalat juga merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif,
dan konstruktif sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk
melatih konsentrasi yang integral dan komprehensif. Hal itu tergambar
dalam niat dan khusyu’. Kedua, shalat dapat menjaga kesehatan
potensi-potensi psikis manusia, seperti potensi kalbu untuk merasa
(emosi), potensi akal untuk berpikir (kognisi), dan potensi syahwat
(appetite) dan ghadab (defense) untuk berkarsa (konasi). Dengan shalat,
seseorang dapat menjaga dua dari lima prinsip kehidupan.
Lima prinsip kehidupan itu adalah memelihara agama, memelihara jiwa,
memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara kehormatan dan
harta benda. Dengan shalat ia mampu menjaga agamanya, sebab shalat
merupakan tiang agama. Demikian juga ia dapat menjaga akalnya agar
terhindar dari segala zat yang membahayakan. Shalat mengandung doa
yang dapat membebaskan manusia dan penyakit batin.
3. Membaca Al-Quran
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab
didalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan
penyakit jiwa manusia.Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa
42
jauh tingkat sugesti keimanan pasien. Dalam Al-Qur’an memiliki makna
“terapi ruhaniah” yang dapat menyembuhkan penyakit batin.
Al-Thabathaba’I mengemukakan bahwa Al-Quran dapat menyembuhkan
penyakit jasmani, baik melalui bacaan atau tulisan. Menurut Al-Faidh Al-
Kasyani dalam Tafsirnya mengemukakan bahwa lafal-lafal Al-Quran dapat
menyembuhkan penyakit badan, sedangkan makna-maknanya dapat
menyembuhkan penyakit jiwa.
Kemukjizatan lafal Al-Quran bukan hanya perkalimat, tetapi perkata,
bahkan perhuruf. Apabila Al-Quran dihadapkan pada orang yang sehat
mentalnya, maka ia bernilai konstruktif. Artinya, ia dapat memperkuat dan
mengembangkan integritas dan penyesuaian kepribadian dirinya.
Karena itu, berobat dengan menggunakan al-Quran, baik secara lahiriah
maupun batiniah, tidak hanya ketika dalam kondisi sakit, namun sangat
dianjurkan dalam kondisi sehat.
Ganjaran yang besar akan diberikan Allah bagi siapa pun yang
membaca al-Quran walaupun satu ayat. Waktu yang sesuai bagi kita untuk
membaca al-Quran ialah selepas shalat lima waktu dan waktu-waktu lain
seperti ketika beristirahat dan sebelum tidur. Oleh itu, jadikanlah al-Quran
sebagai teman paling akrab pada sepanjang waktu. Sesungguhnya ayat Al-
Quran adalah penenang jiwa yang paling mujarab.
4. Melakukan Puasa
Puasa disini adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat
merusak citra fitri manusia. Pembagian puasa ada dua, yaitu:
a. Puasa fisik, yaitu menahan lapar, haus, dan berhubungan seks.
(bukan miliknya atau bukan pada tempatnya)
b. Puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala perbuatan
maksiat.
43
Puasa juga mampu menumbuhkan efek emosional yang positif,
seperti menyadari akan kemaha kuasaan Allah SWT, menumbuhkan
solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain, serta menghidupkan
nilai-nilai positif dalam dirinya untuk aktualisasi diri sebaik mungkin.
Hikmah lapar menurut Al-Ghazali:
a. Menjernihkan Qalbu dan mempertajam pandangan
b. Melembutkan Qalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan
batin
c. Menjauhkan prilaku yang hina dan sombong
d. Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah
e. Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang
buruk
f. Mengurangi jam tidur dan memperkuat kondisi terjaga dimalam
hari untuk ibadah
g. Mempermudah seseorang untuk selalu tekun beribadah
h. Menyehatkan badan dan jiwa serta menolak penyakit
i. Menumbuhkan sikap mendahulukan suka membantu orang lain
dan mudah bersedekah.
5. Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah
dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat segala
keagungan dan kasih sayang Allah SWT yang telah diberikan,serta dengan
menaati perintahnya dan menjauhi larangannya.
Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab
aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut kembali
hal-hal yang tersembunyi dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan
seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah
Allah SWT semata, sehingga zikir mampu memberi sugesti
penyembuhannya.
44
Melakukan zikir sama halnya dengan terapi rileksasi, yaitu satu
bentuk terapi dengan menekankan upaya mengantarkan pasien
bagaimana cara ia harus beristirahat dan bersantai-santai melalui
pengurangan ketegangan atau tekanan psikologis. Kunci utama keadaan
jiwa mereka itu adalah karena melakukan zikir. firman Allah SWT:
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram.(QS. Al-Ra’d:28)
Zikir dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Zikir Jabar, yaitu zikir yang dikeraskan baik melalui suara maupun
gerakan. Fungsinya adalah untuk menormalisasikan kembali fungsi
sistem jaringan syaraf,sel-sel, dan semua organ tubuh.
b. Zikir Sirr, zikir yang diucapkan dalam hati.
6. Biasakan Diri Berada Dalam Keadaan Berwudhu
Jiwa kita akan menjadi tenang jika membiasakan diri mengambil wudhu
sebelum melakukan pekerjaan. Kerja yang susah akan menjadi senang dan
mudah diselesaikan. Para pelajar misalnya, disarankan agar membiasakan
diri mengambil wudhu sebelum mengulang kaji pelajaran agar apa yang
dibaca akan mudah diingati.
7. Beristigfar
Jika kita sedang dalam keadaan marah, sedih dan sebagainya kita bisa
beristighfar. Semasa melepaskan nafas, sebutkan “astagfirullah hal ‘aziim al-
lazi laa ila ha illa huwal hayyul qayyum wa atuubu ilaik” dan tumpukan fikiran
45
yang anda sedang memohon ampun daripada Allah. Biasanya jika diulang
sebanyak 7 kali, insya Allah anda akan kembali tenang.
Kesimpulan terapi diatas adalah terapi dengan doa dan munajat. Doa
adalah permohonan kepada Allah SWT agar segala gangguan dan penyakit
jiwa yang dideritanya hilang. Allah yang memberikan penyakit dan Dia pula
yang memberikan kesembuhan.Doa dan munajah banyak didapat dalam
setiap ibadah, baik dalam shalat, puasa, haji, maupun dalam aktivitas sehari-
hari. Agar doa dapat diterima maka diperlukan syarat-syarat khusus,
diantaranya dengan membaca istigfar terlebih dahulu. Istigfar tidak hanya
berarti memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih esensial lagi yaitu
memiliki makna taubat.
46
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Menurut Pandangan Islam kebahagiaan terbagi menjadi dua, yaitu
duniawi dan ukhrawi. Disini perlu diperhatikan bahwa, menurut pandangan
Islam kedua kebahagiaan itu tidak dapat dipisahkan. Sebab kebahagiaan
dunia hanyalah jalan kearah kebahagiaan akhirat, sedangkan kebahagiaan
akhirat tidak dapat dicapai tanpa usaha didunia. Namun memang tumpuan
pembicaraan kita disini adalah kebahagiaan di dunia, dan inilah yang
biasanya diberi nama dengan kesehatan mental.
Menurut Al-Qur`an, keadaan yang merisaukan itu bersumber dari
manusia sendiri, yaitu sifat lupa. Oleh sebab itu manusia memerlukan
petunjuk dari penciptanya, agar dapat menyadari perasaan duka dan
nestapa yang dimilikinya bersumber dari Allah SWT yang telah
menjadikannya dan memberikan semua kepadanya dengan hikmah yang
dimiliki-Nya. Maka disinilah sumbangan besar agama dalam kesehatan
mental manusia.
B. Saran
Mengingat didalam Islam sangat memprioritaskan kesehatan baik
secara jasmani, rohani dan sosial, maka hendaknya kita sebagai umat
muslim selalu menjaga pola hidup dan berolahraga, menjaga
lingkungan, senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan
bersosialisasi dengan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
47
Yusak Burhanuddin; Kesehatan Mental; Penerbit Pustaka Setia;
Bandung; 1999
Musthafa Fahmi; Penyesuaian Diri, Pengertian dan Peranannya Dalam
Kesehatan Mental; Bulan Bintang; Jakarta ; 1982; Hal. 96.
Ramayulis; Psikologi Agama; Kalam Mulia; Jakarta; 2002
Abdul Mujib, Jusuf Muzakkir; Nuansa-nuansa Psikologi Islam; Raja Grafindo Perkasa; Jakarta; 2002.
Jalaluddin; Psikologi Agama; Raja Grafindo Persada; Jakarta; 2008.
Al-jauiziyah, Ibn Al-qayim.1999. Terapi Penyakit Dengan Alqur’an dan
As-sunah. Jakarta: Pustaka Amani
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/05/02/penyakit-jiwa-dan-macam-
macamnya-menurut-islam/
http://kholid45.wordpress.com/kesehatan-jiwa/
https://www.facebook.com/ozha.offkillingmeinside/posts/422287877860528
www.quran.com
48
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK IX
1. Nama : Nadira Wulandari
NIM : 11131030
2. Nama : Nia Maurita
NIM : 11131031
3. Nama : Saukani Sophi
NIM : 11131045
4. Nama : Selviana
NIM : 11131046
5. Nama : Sindi Nurfitri
NIM : 11131049
49
Recommended