View
46
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Kelelahan Di Tempat Kerja Reaction Timer
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bekerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan itu bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan sering
kali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang
ingin dicapai dan orang berharap aktivitas kerja yang dilakukannya akan
membawakan suatu keadaan yang lebih memuaskan dari sebelumnya.
Perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong Indonesia mencapai
tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang
dengan teknologi maju dan modern. Salah satu konsekuensi dari
perkembangan industri yang sangat pesat dan persaingan yang ketat antar
perusahaan di Indonesia sekarang ini adalah tertantangnya proses produksi
kerja dalam perusahaan supaya terus menerus berproduksi selama 24 jam.
Dengan demikian diharapkan ada peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
untuk mencapai keuntungan yang maksimal.
Peranan manusia dalam industri tidak dapat diabaikan karena sampai
saat ini dalam proses produksi masih terdapat adanya ketergantungan antara
alat-alat kerja atau dengan kata lain adanya antara manusia, alat dan bahan
sertalingkungan kerja Interaksi antara manusia, alat dan bahan, serta
lingkungan kerjamenimbulkan beberapa pengaruh terhadap tenaga kerja.
Pengaruh atau dampak negatif sebagai hasil samping proses industri
merupakan beban tambahan dari tenaga kerja, yang bisa menimbulkan
kelelahan kerja (Rosa, 2011).
2
Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga akan terjadi pemulihan. Gejala
kelelahan akibat kerja dapat berkisar dari rasa sakit pada otot, rasa kaku atau
kejang pada bagian tubuh tertentu, rasa sakit atau nyeri hingga rasa kantuk,
kebingungan mental, kekejangan muskular (otot) dan kejenuhan. Tingkat
kelelahan akibat kerja yang dialami karyawan bisa menyebabkan
ketidaknyamanan, gangguan dan kemungkinan mengurangi kepuasan serta
penurunan produktivitas yang ditunjukkan dengan berkurangnya kecepatan
performansi, menurunnya mutu produk, hilangnya orisinalitas, meningkatnya
kesalahan dan kerusakan, kecelakaan yang sering terjadi, kendornya perhatian
dan ketidaknyamanan dalam melaksanakan pekerjaan.
Data dari ILO menyebutkan hampir setiap tahun sebanyak dua juta
pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor
kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari 58115 sampel, 32,8%
diantaranya atau sekitar 18828 sampel menderita kelelahan. Penelitian
mengenai kecelakaan transportasi yang dilakukan di New Zealand antara
tahun 2002 dan 2004 menunjukkan bahwa dari 134 kecelakaan fatal, 11%
diantaranya disebabkan faktor kelelahan dan dari 1703 cidera akibat
kecelakaan, 6% disebabkan oleh kelelahan pada operator (Pangesti Putri,
2008).
Berdasarkan data mengenai kecelakaan kerja yang tercatat di Kompas
tahun 2004, di Indonesia setiap hari rata-rata terjadi 414 kecelakaan kerja,
27,8% disebabkan kelelahan yang cukup tinggi. Lebih kurang 9,5% atau 39
orang mengalami cacat. Data kecelakaan dari sumber yang dikeluarkan oleh
Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional di sektor listrik (PLN)
3
mencatat terjadi 1458 kasus kecelakaan dan salah satu penyebab adalah faktor
kurangnya konsentrasi pekerja karena kelelahan (Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi RI, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, 2004)
(Pangesti Putri, 2008)
B. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui bagaimana cara mengoperasikan alat Reaction Timer
2) Untuk mengetahui intensitas kelelahan pekerja
3) Untuk menentukan apakah intensitas kelelahan yang telah diukur melewati
NAB atau tidak.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kelelahan Kerja
Ada beberapa definisi kelelahan yang dapat dijadikan acuan. Secara
umum, kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat (Sumamur, 1996). Menurut Tarwaka tahun 2004, istilah kelelahan
biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi
semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas
kerja serta ketahanan tubuh .
Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi,
performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk
terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Adapun kelelahan secara
umum adalah keadan tenaga kerja yang ditandai oleh adanya perasaan
kelelahan dan penurunan kesigapan kerja, bersifat kronis serta merupakan
suatu fenomena psikososial. Kelelahan kerja menyebabkan penurunan kinerja
yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja, ke tidak hadiran,
keluar kerja, kecelakaan kerja dan berpengaruh perilaku kerja (Anonim,
2010).
Kelelahan kerja dalam suatu industri berkaitan pada gejala-gejala yang
saling berhubungan yaitu perasan lelah dan perubahan fisiologis dalam tubuh
(syaraf dan otot tidak berfungsi dengan baik atau tidak secepat seperti
keadaan normal) yang disebabkan oleh keadan kimiawi setelah bekerja dan
dapat menurunkan kapasitas kerja. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang
5
komplek yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis
tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik. Adanya
perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja
Kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex
cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu system
penghambat atau inhibisi dan system penggerak atau aktivasi, dimana
keduanya berada pada susunan syaraf pusat. Sistem penghambat terdapat
dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan
menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat
dalam formation retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif
untuk konversi ergotropis dari dalam tubuh ke arah bekerja.
B. Jenis Kelelahan Kerja
Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana yang dikutip Silaban
(1996) bahwa kelelahan dibedakan berdasarkan 3 (tiga) bagian yaitu
(Anonim, 2011) :
1. Berdasarkan proses dalam otot yang terdiri dari :
a. Kelelahan otot, menurut Wignjoesoebroto (2000) ialah disebabkan
munculnya gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus
melakukan beban.
b. Kelelahan umum, ialah suatu perasaan yang menyebar yang disertai
dengan adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap
aktivitas. Kelelahan umum dapat menjadi gejala penyakit juga
berhubungan dengan faktor psikologis (motivasi menurun, kurang
tertarik) yang mengakibatkan menurunnya kapasitas kerja. Sebab -
6
sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja
fisik dan mental, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental (tanggung
jawab, kekhawatiran dan konflik) serta penyakit-penyakit.
2. Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan :
a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau
seluruh tubuh secara berlebihan
b. Kelelahan kronis, terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari,
berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum
memulai suatu pekerjaan
3. Berdasarkan penyebabnya dikutip dari (Anonim, 2011):
a. Menurut Singleton (1972) disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis
di tempat kerja
b. Menurut McFarland (1972) disebabkan oleh faktor fisiologis yaitu
akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor
psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stres emosional yang
berkepanjangan
c. Menurut Phoon (1988) disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan
karena kerja fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja,
rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial.
7
C. Mekanisme Kelelahan
Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan yaitu teori
kimia dan teori syaraf pusat yang terjadi kelelahan. Pada teori kimia secara
umum menjelaskan bahwa terjadi kelelahan adalah akibat berkurangnya
cadangan energi dan meningkatnya metabolisme sebagai penyebab hilangnya
efisiensi otot, sedang perubahan arus listrik kepada otot dan syaraf adalah
penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat menjelaskan bahwa
perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang
terjadi mengakibatkan dihantarnya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris
ke otak yang disadari sebagai kelelahan, menghambat pusat-pusat otak dalam
mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf
menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan
kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan
menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan
menunjukkan semakin lemah kondisi otot seseorang (Anonim, 2010).
Ada suatu konsep yang menyatakan bahwa keadaan dan perasaan
kelelahan ini timbul karena adanya reaksi fungsionil dari pusat kesadaran
yaitu cortex cerebri yang bekerja atas pengaruh 2 sistem antagonistik yaitu
sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem
penghambat ini terdapat dalam thalamus dan bersifat menurunkan
kemampuan manusia untuk bereaksi. Apabila sistem penggerak lebih kuat
dari sistem penghambat maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan
segar untuk bekerja. Sebaliknya apabila sistem penghambat lebih kuat dari
sistem penggerak maka orang tersebut akan mengalami kelelahan. Kerja yang
monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun mungkin beban kerjanya
8
tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat
dibandingkan sistem penggerak (Anonim, 2010).
D. Faktor Penyebab Kelelahan Kerja
Terjadinya kelelahan tidak begitu saja, tetapi ada faktor yang
menyebabkannya. Faktor yang menyebabkan kelelahan tersebut antara lain
(Anonim, 2010):
1. Faktor dari Dalam Individu
a. Usia
Usia seseorang dapat mempengaruhi kelelahan kerja, semakin
tua umur seseorang semakin besar tingkat kelelahan . Fungsi faal
tubuh yang dapat berubah karena faktor usia mempengaruhi ketahanan
tubuh dan kapasitas kerja seseorang. (Sumamur, 1996)
b. Jenis Kelamin
Pada tenaga kerja wanita akan terjadi siklus biologis setiap
bulan di dalam mekanisme tubuhnya sehingga akan mempengaruhi
kondisi fisik maupun psikisnya dan hal ini akan menyebabkan tingkat
kelelahan wanita akan lebih besar dari pada tingkat kelelahan pria.
c. Status Kesehatan
1. Penyakit Jantung
Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan
darah, kebanyakan menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-
paru akan mengalami bendungan dan penderita akan mengalami
sesak napas sehingga akan mengalami kelelahan.
9
2. Asma
Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran
udara bronkus kecil bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan
karbondioksida terganggu sehingga terjadi akumulasi
karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan.
Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru
terkena radang.
3. Tekanan Darah Rendah
Pada penderita tekanan darah rendah kerja jantung untuk
memompa darah ke bagian tubuh yang membutuhkan kurang
maksimal dan lambat sehingga kebutuhan oksigennya tidak
terpenuhi, akibatnya proses kerja yang membutuhkan oksigen
terhambat. Pada penderita penyakit paru-paru pertukaran O2 dan
CO2 terganggu sehingga banyak tertimbun sisa metabolisme
yang menjadi penyebab kelelahan.
4. Tekanan Darah Tinggi
Pada tenaga kerja yang mengalami tekanan darah tinggi
akan menyebabkan kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga
jantung membesar. Pada saat jantung tidak mampu mendorong
darah beredar ke seluruh tubuh dan sebagian akan menumpuk
pada jaringan seperti tungkai dan paru. Selanjutnya terjadi sesak
napas bila ada pergerakan sedikit karena tidak tercukupi
kebutuhan oksigennya akibatnya pertukaran darah terhambat.
Pada tungkai terjadi penumpukan sisa metabolism yang
menyebabkan kelelahan.
10
2. Faktor dari Luar Individu
a. Beban Kerja dan Masa Kerja
Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan
kepada tenaga kerja baik berupa fisik maupun mental dan menjadi
tanggung jawabnya. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi
pelakunya dan masing-masing tenaga kerja mempunyai kemampuan
sendiri untuk menangani beban kerjanya sebagai tambahan dari
beban kerja langsung ini. Pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu
lingkungan atau situasi yang akan menjadi beban tambahan pada
jasmani dan rohani tenaga kerja tersebut. Seperti faktor lingkungan
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi.
Beban kerja menentukan berapa lama seseorang dapat
bekerja tanpa mengakibatkan kelelahan atau gangguan. Pada
pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat pula
kelelahan kerja seseorang.
Masa kerja merupakan lama waktu seseorang bekerja pada
suatu instansi atau tempat kerja. Pada masa kerja ini dapat
berpengaruh pada kelelahan kerja khususnya kelelahan kronis,
semakin lama seorang tenaga kerja bekerja pada lingkungan kerja
yang kurang nyaman dan menyenangkan maka kelelahan pada orang
tersebut akan menumpuk terus dari waktu ke waktu.
b. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik yang mempengaruhi kelelahan antara
lain penerangan, kebisingan iklim kerja, dan ergonomi.
11
E. Akibat Kelelahan Kerja
Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999)
(Anonim, 2011) antara lain :
a. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih
buruk lagi daripada pekerja yang masih penuh semangat
b. Memburuknya hubungan si pekerja dengan kerja yang lain
c. Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan
menurunnya kualitas hidup rumah tangga seseorang.
Menurut Sumamur (1996) ada 30 gejala kelelahan yang terbagi
dalam 3 kategori yaitu :
a. Menunjukkan terjadinya pelemahan kegiatan.
Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan,
kaki merasa berat, sering menguap, merasa kacau pikiran, manjadi
mengantuk, marasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam
gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring.
b. Menunjukkan terjadinya pelemahan motivasi.
Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup,
tidak konsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap
sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas
terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun
dalam pekerjaan.
12
c. Menunjukkan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum
Sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung,
terasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, terasa pening, spasme
dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang
sehat.
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan
berakibat terjadinya kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak
saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama
bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak
sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan
perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok
dengan sekitarnya, sering depresi, kurangnya tenaga serta
kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai
kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan
pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis
demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat
absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu
jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau
meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada
mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-
kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan
terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor
penting dalam sebab ataupun akibat (Sumamur, 1996).
13
F. Cara Menanggulangi Kelelahan Kerja
Untuk menghindari rasa lelah diperlukan adanya keseimbangan antara
masukan sumber datangnya kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab
kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan
(recovery). Proses pemulihan dapat dilakukan dengan cara antara lain
memberikan waktu istirahat yang cukup baik yang terjadwal atau terstruktur
atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya tingkat ketegangan kerja.
Dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan
output per jam sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan
menjurus memperlambat kecepatan (tempo) kerja yang akhirnya berakibat
pada penurunan prestasi kerja per jamnya.
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukkan
kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya,
banyak hal dapat dicapai dengan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat
yang tepat, kamar-kamar istirahat, masa-masa libur dan rekreasi, dan lain-
lain.
Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat,
terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi
tetapi kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai
dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi
adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan
keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang
memberikan stabilitasi kepada tubuh (Sumamur, 1996).
14
G. Nilai Ambang Batas (NAB) Kelelahan Kerja
Adapun nilai ambang batas kelelahan kerja menurut Balai Hiperkes
Tahun 2004, yaitu :
Tabel 1
Nilai Ambang Batas Kelelahan Kerja Menurut Balai Hiperkes
Tahun 2004
No Status Waktu Reaksi (ms)
1. Normal 150,0 - 240,0
2. Kelelahan Kerja Ringan >240,0 - 410,0
3. Kelelahan Kerja Sedang >410,0 580,0
4. Kelelahan Kerja Berat >580,0
Sumber:Balai Hiperkes, 2004
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Pengambilan Sampel
a. Lokasi pengambilan sampel:
Laboratorium AVA (Audio Visual Aids), Lantai 3, Gedung
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Tamalanrea.
b. Waktu pengambilan sampel :
Hari Jumat, 27 April 2012, Pukul 14.30 WITA
B. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Reaction Timer
Center L-77 Merek Lakasidaya. Reaction Timer merupakan perangkat yang
digunakan untuk mengukur tingkat kelelahan kerja.
Gambar 1. Reaction Timer Center L-77 Merek Lakasidaya
16
Alat ini terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Reaction Timer Center, bagian ini sebagai pusat reaksi perintah alat dan
berfungsi mengirimkan rangsang baik berupa cahaya ataupun suara.
2. Tester, berfungsi menyampaikan rangsang dari Respon Timer Center ke
responden
3. Mouse Respon, alat ini digunakan responden untuk menyampaikan respon
dari rangsang yang diterima.
C. Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari Reaction Timer yaitu rangsamg ditmbulkan dari
Reaction Timer Center yang mengirimkan rangsang berupa cahaya atau suara
kemudian disampaikan melalui Tester yang kemudian ditanggapi oleh
responden dan menyampaikan rangsang melalui Mouse Respon.
D. Prosedur Kerja
1) Reaction Timer dihubungkan dengan arus listrik.
2) Reaction Timer diaktifkan dengan menekan tombol power (tombol ON).
3) Responden diposisikan dengan Reaction Timer Center agak berjauhan,
bisa juga posisi responden membelakangi Reaction Timer Center.
4) Mouse Respon diarahkan dengan Tester menghadap ke responden, kedua
alat diusahakan sejajar.
5) Tombol Cahaya atau Tombol Suara pada Reaction Timer Center ditekan
(dipilih) sesuai dengan apa yang akan diukur.
6) Tombol mulai pada Reaction Timer Center ditekan oleh operator untuk
memberikan rangsang.
7) Mouse Respon ditekan dengan cepat oleh responden setelah melihat
cahaya atau mendengar suara dari Tester.
17
8) Angka/nilai respon dari rangsang yang terlihat pada Reaction Timer
Center dicatat.
9) Setelah dicatat, alat dikalibrasi dengan cara Tombol Nol pada Reaction
Timer Center ditekan, kemudian tombol mulai ditekan kembali.
10) Pengukuran dilakukan sebanyak 20 kali, masing-masing pada respon
cahaya maupun respon suara.
11) Setelah pengukuran dilaksanakan sebanyak 20 kali, Nilai pengukurn ke-6
sampai ke-15 diambil untuk dilakukan perhitungan. Hal ini disebabkan,
nilai ke-1 sampai ke-5 responden belum konsentrasi atau masih adaptasi,
sedangkan nilai ke-16 sampai ke-20 kemungkinan responden sudah mulai
kelelahan.
12) Pengukuran dilakukan dengan sangat hati-hati, karena alat yang sangat
sensitif dan rentan terjadi error, pengukuran harus dimulai lagi dari awal
apabila terjadi error dalam tahap pengukuran.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
Dari hasil pengukuran, diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 2
Hasil Pengukuran Kelelahan Pada Responden dengan Menggunakan
Reaction Timer Di Laboratorium AVA FKM Unhas Tahun 2012
No. Pengukuran Pengukuran Cahaya Pengukuran Suara
1 274,5 350,0
2 204,4 275,3
3 175,0 312,4
4 250,3 212,7
5 262,9 174,9
6 388,3 200,0
7 412,5 175,5
8 250,3 150,3
9 350,4 312,8
10 312,8 212,8
11 325,3 250,3
12 175,2 200,5
13 200,2 150,5
14 249,8 212,8
15 250,1 212,7
16 275,3 225,2
17 162,8 200,4
18 225,2 137,7
19 287,9 125,1
20 188,1 125,2
Sumber : Data Primer, 2012
19
B. PEMBAHASAN
a. Perhitungan Daya Tangkap Cahaya:
Rumus Perhitungan:
Reaksi Cahaya = jumlah hasil percobaan ke-6 sampai ke-15
10
Dengan menggunakan rumus diatas, maka:
=
Dari hasil pegukuranan kelelahan yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa intensitas kelelahan tertinggi berada pada pengukuran
ke-7 yaitu 412,5 m/s, dan diperoleh nilai rata-rata dari pengukuran ke-6
sampai ke-15 sebesar 291,72 m/s. Berdasarkan pengukuran ini, dinyatakan
bahwa angka kelelahan responden berada diatas Nilai Ambang Batas
(NAB) normal yang ditetapkan Balai Hiperkes yang menyatakan bahwa
NAB kelelahan untuk rangsangan cahaya melalui pengukuran Reaction
Timer yaitu antara 150-240 ms. Sedangkan hasil pemeriksaan responden
menunjukkan angka 291,72 ms. Sehingga responden dapat dinyatakan
dalam keadaan kelelahan kerja ringan (interval 240-410 ms).
Berdasarkan hasil pengukuran di atas, nilai yang dihasilkan tidak
terlalu berbahaya bagi responden, karena masih dalam taraf kelelahan
ringan, pemulihan akan segera terjadi apabila responden telah beristirahat.
20
b. Perhitungan Daya Tangkap Suara:
Rumus Perhitungan:
Reaksi Suara = jumlah hasil percobaan ke-6 sampai ke-15
10
Dengan menggunakan rumus diatas, maka:
Dari hasil pegukuranan kelelahan yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa intensitas kelelahan tertinggi berada pada pengukuran
ke-1 yaitu 350,0 m/s, dan diperoleh nilai rata-rata dari pengukuran ke-6
sampai ke-15 sebesar 207,8 m/s. Berdasarkan pengukuran ini, dinyatakan
bahwa angka kelelahan responden berada di batas normal yang ditetapkan
Balai Hiperkes tahun 2004 yang menyatakan bahwa NAB kelelahan untuk
rangsangan cahaya melalui pengukuran Reaction Timer yaitu antara 150-
240 ms. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa responden masih dalam
taraf aman, karena intensitas kelelahan yang masih normal. Dimana
kelelahan ini tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi
responden, dibandingkan dengan intensitas kelelahan yang dialami oleh
responden.
21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pengukuran ini adalah
sebagai berikut :
1. Peneliti sudah mampu menggunakan alat Reaction Timer.
2. Adapun intensitas kelelahan responden berupa rangsang cahaya maupun
suara, diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Cahaya = 291,72 m/s
b. Suara = 207,8 m/s
3. Berdasarkan hasil pengukuran dengan respon cahaya maka responden I
dinyatakan mengalami kelelahan ringan, sedangkan hasil pengukuran
dengan respon suara maka responden II masih dalam keadaan normal, dan
tidak memiliki efek berbahaya bagi responden.
B. Saran
Diperlukan ketelitian dalam menggunakan alat ini, karena alat ini
sangat sensitif, sehingga rentan terjadi error dalam pengukuran.
Bagi responden yang terdeteksi kelelahan ringan hingga berat,
disarankan untuk beristirahat untuk pemulihan kondisi fisik dan psikologi.
Recommended