View
552
Download
14
Category
Tags:
Preview:
Citation preview
SB/O/BG/06
IDENTIFIKASI PIGMEN BETASIANIN PADA BEBERAPA JENIS
INFLORESCENCE Celosia
Retno Mastuti1)
, Yizhong Cai2)
dan Harold Corke2)
1)
Jurusan Biologi Fakultas MIPA UB; email: rmastuti@yahoo.com 2)
School of Biological Science, The University of Hong Kong
ABSTRAK
Saat ini pigmen betasianin semakin banyak menarik perhatian karena berpotensi sebagai
pewarna alami yang sehat. Pigmen betasianin merupakan anggota pigmen betalain yang
berwarna merah-violet dan telah diketahui mempunyai kapasitas sebagai antioksidan dan
scavenging senyawa radikal. Celosia yang banyak ditanam sebagai tanaman hias merupakan
salah satu anggota famili Amaranthaceae yang banyak mengandung pigmen betsianin pada
bagian bunganya. Di daerah Malang dan sekitarnya banyak dijumpai tanaman Celosia dengan
berbagai warna bunga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komposisi senyawa
pigmen betasianin pada berbagai warna bunga Celosia dengan menggunakan HPLC. Sampel
bunga yang diidentifikasi berwarna merah-oranye, merah dan merah-violet dengan
inflorescence berbentuk cristate, plumous maupun spicata. Profil HPLC menunjukkan bahwa
semua sampel bunga dengan tingkat warna merah yang berbeda mengandung amaranthin dan
isoamaranthin yang terelusi lebih cepat dibanding subklas betasianin yang lain.
Kata kunci: Betasianin, Celosia, HPLC
PENDAHULUAN
Betasianin merupakan pigmen
berwarna merah atau merah-violet dari
kelompok pigmen betalain. Pigmen
betalain hanya dapat dijumpai pada
tanaman beberapa famili anggota ordo
Caryophyllales, termasuk Amaranthaceae,
dan bersifat mutual eksklusif dengan
pigmen antosianin [1]. Sifat ini berarti
bahwa pigmen betalain dan antosianin
tidak pernah dijumpai bersama-sama pada
satu tanaman. Oleh karena itu pigmen
betalain sangat signifikan dalam penentuan
taksonomi tanaman tingkat tinggi.
Betalain adalah salah satu pewarna
alami penting yang banyak digunakan
dalam sistem pangan. Walaupun pigmen
betalain/betasianin telah digunakan untuk
pewarna alami sejak dahulu tetapi
pengembangannya tidak secepat
antosianin. Hal ini karena keterbatasan
tanaman yang mengandung pigmen
betalain [2]. Sampai saat ini pigmen
betalain yang telah diproduksi dalam skala
besar hanya berasal dari Beta vulgaris
sedangkan dari sumber tanaman yang lain,
seperti Amaranthus dan Celosia masih
aktif dieksplorasi untuk diteliti. Betalain
dari akar bit (Beta vulgaris) telah diketahui
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010664
memiliki efek antiradikal dan aktivitas
antioksidan yang tinggi sehingga mewakili
kelas baru yaitu dietary cationized
antioxidant [3,4].
Celosia merupakan salah satu
anggota famili Amaranthaceae yang
mempunyai 60 species dan berasal dari
daerah subtropics di Afrika, Amerika
Selatan dan Asia Tenggara. Celosia
banyak dibudidayakan untuk tanaman hias
karena tanaman Celosia memiliki beraneka
warna bunga yang merupakan bunga
majemuk (selanjutnya disebut
inflorescence). Di Cina dan beberapa
negara lain seedling, daun muda dan
inflorescence banyak digunakan sebagai
sayur sedangkan daun, inflorescence dan
biji keringnya di Cina banyak digunakan
sebagai obat tradisional. Di Indonesia
Celosia lebih dikenal dengan Jengger
Ayam. Di banyak daerah di Indonesia
inflorescence Celosia telah banyak
digunakan sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan 1) perdarahan seperti
mimisan (epistaksis), batuk darah
(hemoptisis), muntah darah (hematemesis),
air kemih berdarah (hematuria), wasir
berdarah, perdarahan rahim, 2) disentri,
diare, 3) penglihatan kabur, mata merah, 4)
infeksi saluran kencing.
Karena betasianin telah diketahui
mempunyai banyak manfaat dan bernilai
taksonomi yang signifikan maka banyak
teknik yang telah digunakan untuk
mengkarakterisasi senyawa ini.
Identifikasi betasianin banyak dilakukan
dengan perbandingan spektroskopi,
kromatografi, sifat elektroforesis dengan
standar otentik atau data sekunder dan
menggunakan teknik analisis tradisional
dan modern [5,6,7] seperti kromatografi
kertas, kromatografi lapis tipis,
elektroforesis kertas, High Performance
Liquid Chromatography (HPLC), Liquid
Chromatography - Mass Spectrometry
(LC-MS), Liquid Chromatography-Mass
Spectrometry (LC-MS), Electrospray
Ionization tandem Mass Spectrometry
(ESI-MS/MS), Nuclear Magnetic
Resonance (NMR), and LC-NMR.
Celosia dengan inflorescence yang
berwarna merah atau merah violet
merupakan sumber pigmen betasianin.
Inflorescence Celosia dengan variasi
warna oranye, merah dan violet banyak
dijumpai di daerah Malang dan sekitarnya.
Variasi warna tersebut menunjukkan
kandungan kualitatif maupun kuantitatif
pigmen yang berbeda. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk
mengindentifikasi profil pigmen betasianin
pada berbagai variasi bentuk dan warna
inflorescence Celosia yang dijumpai di
daerah Malang dan sekitarnya.
BAHAN DAN CARA KERJA
Ekstraksi pigmen
Bahan segar berupa inflorescence
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 665
Celosia berbagai warna dipotong-potong
menjadi bagian yang kecil, kemudian
dibekukan di dalam freezer. Selanjutnya
potongan inflorescence yang telah beku
dikeringkan dengan freeze drying agar
pigmen tidak mengalami kerusakan selama
proses penghilangan kandungan air.
Potongan inflorescence yang telah kering
dihaluskan dengan blender sampai menjadi
serbuk inflorescence. Selanjutnya
sebanyak 20 mg serbuk inflorescence
dimasukkan ke dalam vial volume 1.5 ml,
ditambahkan 1 ml 80% methanol,
dihomogenkan dengan vortex beberapa
detik kemudian dibiarkan selama lebih
kurang 6 jam pada suhu ruang. Larutan
pigmen yang dihasilkan disentrifugasi
dengan kecepatan 14.000 rpm selama 5
menit kemudian disaring dengan filter
Milliphore (0.2 m nylon membrane) dan
siap untuk diidentifikasi menggunakan
HPLC.
Analisis HPLC
Identifikasi betasianin Celosia
dilakukan di Laboratorium Cereal Science,
School of Biological Sciences, the
University of Hong Kong. Analisis HPLC
menggunakan Hewlett-Packard 1100
Series HPLC System dengan diode array
detector (DAD) yang dioperasikan pada
suhu ruang. Data diproses dengan Hewlett-
Packard HPLC2D ChemStation Software.
Metode yang digunakan mengacu pada
metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi distribusi betacyanin
pada beberapa anggota famili
Amaranthaceaea yang salah satunya adalah
C. argentea var. cristata [8] dengan sedikit
modifikasi. Kondisi untuk preparative
HPLC adalah : kolom Zorbax SB-C18 ( 5
um, 250 x 9.4 mm) dengan guard coloumn
( 5 um, 15 x 9.4 mm) (Agilent
Technologies); gradient linier diamati
selama 40 menit dari 20% solvent B
(aqueous 100% MeOH) dalam solvent A
(2.5% aqueous formic acid) ke 40% B
dalam A+B dengan kecepatan aliran 1
ml/menit. Esktrak diinjeksikan sebanyak
20 l dan dideteksi pada panjang
gelombang 538 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi inflorescence Celosia
Bahan segar yang digunakan untuk
identifikasi ini adalah inflorescence dengan
berbagai warna yaitu pink-violet, merah-
violet, merah-oranye dan merah (Gambar
1). Tanaman yang dijumpai sebagian besar
dibudidayakan walaupun ada juga yang
tumbuh liar. Bentuk inflorescence dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu
crested (cockscomb), spicata dan plumosa
(Tabel 1).
Analisis HPLC
Semua betacyanin berada dalam
bentuk glycosylated dan berasal dari unit
struktur dasar utama, yaitu aglycon
betanidin dan isobetanidin (C-15 epimer).
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010666
Betasianin mempunyai empat subklas,
yaitu amaranthin, betanin, gomphrenin dan
2-descarboxy betanin [9]. Betasianin tipe
betanin yang merupakan komponen mayor
atau minor pada beberapa tanaman
penghasil betasianin mempunyai gugus
hidroksil yang memungkinkan
pembentukan glikosida terutama sebagai 5-
O-glucosides. Selanjutnya, glikosilasi
pada 5-O-glucosides banyak dijumpai
contohnya glukuronosilglukosida pada
betacyanin tipe amaranthin yang
merupakan pigmen yang banyak terdapat
pada Amaranthaceae. Beberapa anggota
famili Amaranthaceae telah diketahui
mempunyai betasianin non-acylated, yaitu
amaranthine, isoamaranthine, betanin dan
isobetanin atau betasianin acylated
diantaranya adalah celosianin I,
isocelosianin I, celosianin II dan
isocelosianin II [8].
Berdasarkan perbandingan dengan
hasil penelitian sebelumnya pada kondisi
yang sama UV-vis spectra dari DAD-
HPLC menunjukkan bahwa betacyanin
yang diamati mempunyai panjang
gelombang maksimum 538 nm [8]. Pada
penelitian ini profil HPLC ekstrak
methanol dari beberapa jenis Celosia yang
dideteksi pada panjang gelombang 538 nm
umumnya menunjukkan 4-5 puncak yang
terpisah secara jelas. Pada profil HPLC
semua sampel yang diamati, puncak
pertama muncul pada waktu retensi sekitar
13-14 menit (Gambar 2). Puncak kedua
mempunyai waktu retensi sekitar 14.5 –
14.8 menit. Sedangkan puncak ketiga dan
keempat masing-masing mempunyai
waktu retensi antara 20 dan 25 menit.
Profil ini sesuai dengan profil HPLC dari
ekstrak methanol inflorescence C.
argentea berwarna violet yang mempunyai
enam puncak [8]. Pada kondisi yang
berbeda profil HPLC dari ekstral methanol
juga menunjukkan bahwa elusi yang
pertama muncul adalah amaranthin
sedangkan yang kedua adalah
isoamaranthin [10]. Puncak pertama dan
kedua diduga sebagai amaranthin dan
epimernya yaitu isoamaranthine sedangkan
puncak-puncak berikutnya yang tampak
dominan diduga berturut-turut sebagai
celosianin I, isocelosianin I, celosianin II
dan isocelosianin II. Amaranthin dan
isoamaranthin merupakan betasianin
sederhana tanpa adanya gugus acyl
sedangkan celosianin I dan II merupakan
betasianin dengan gugus acyl. Urutan elusi
pada HPLC diketahui bahwa adanya gugus
acyl menyebabkan senyawa mempunyai
waktu retensi lebih panjang sehingga akan
terelusi lebih akhir. Selanjutnya gugus
substitusi pada struktur C-5 akan terlusi
lebih cepat daripada gugus substitutsi pada
struktur C-6. Oleh karena itu puncak yang
muncul lebih cepat diduga mempunyai
struktur C-5 yaitu amaranthin (5-O-
glukuronosilglukosida). Selain itu, solvent
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 667
B berupa 80% MeOH menyebabkan
senyawa betasianin glikon yang bersifat
lebih polar akan terelusi lebih cepat diikuti
dengan senyawa aglikon yang bersifat
kurang polar. Hidrolisis betacyanin secara
enzimatik dengan pemberian -
glukuronidase mengkonfirmasi urutan
elusi betacyanin pada Amaranthus [11].
Pada penelitian ini tipe betasianin pada
puncak ketiga dan keempat masih perlu
dikonfirmasi lebih lanjut dengan metode
yang lebih akurat (LC-MS) untuk
memastikan apakah senyawa tersebut
adalah kelompok celosianin.
Kandungan individu betasianin pada
sampel inflorescence dapat dideteksi dari
luas area masing-masing puncak pada
profil HPLC (Tabel 2). Sampel 1, 3, 4, 5,
6, 10 dan 11 mempunyai kandungan
amaranthin lebih dari 60% dibanding luas
area puncak total. Sebaliknya, pada sampel
2, 7, 8 dan 9 yang mempunyai rata-rata
luas area puncak amaranthin < 30%
mengandung senyawa yang diduga
kelompok celosianin lebih banyak yaitu
masing-masing 46.03%, 40.1%, 97.7% dan
94.9%.
Walaupun profil pigmen betasianin
utama pada beberapa inflorescence Celosia
yang diamati dapat dikatakan sama
(Gambar 1) namun variasi warna yang ada
diduga disebabkan adanya variasi
kandungan pada masing-masing pigmen
tersebut. Perbandingan kandungan pigmen
antar jenis sebaiknya dilakukan pada
tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi
lingkungan seperti intensitas cahaya, jenis
tanah yang relatif sama. Namun informasi
tentang profil pigmen betasianin pada
beberapa jenis inflorescence Celosia yang
dijumpai di Malang dan sekitarnya ini
dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan kajian selanjutnya seperti
pengaruh lingkungan terhadap kandungan
pigmen dan kemotaksonomi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didanai oleh I-MHERE
Jurusan Biologi, UB tahun 2009-2010.
DAFTAR PUSTAKA
Grotewold, E. 2006. The genetics and
biochemistry of floral pigments. Ann.
Rev. Plant Biol. 57:761-780.
Stintzing, F.C. dan R. Carle. 2007.
Betalains – emerging prospects for
food scientists. Tends Food Sci.
Technol. 18 : 514 – 525.
Moreno, D.A., C. Garcia-Viguera, J.I. Gil
dan A. Gil-Izquierdo. 2008. Betalains
in the era of global agri-food science,
technology and nutritional health.
Phytocem. Rev. 7(2):261-280.
Kanner, J., S. Harel dan R. Granit. 2001.
Betalains – A new class of dieary
cationized antioxidants. J. Agrig.
Food Chem. 49:5178-5185.
Strack, D., T. Vogt dan W.
Schliemann. 2003. Recent advances in
betalain research. Phyochemistry
62:247-269.
Stintzing, F.C. dan R. Carle. 2004.
Functional properties of anthocyanins
and betalains in plants, food, and in
human nutrition. Trends Food Sci.
Technol. 15 : 19 – 38.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010668
Stintzing, F.C., J. Conrad, I. Klaiber, U.
Beifuss, R. Carle. 2004. Structural
investigation on betacyanin pigments
by LC NMR and 2D spectroscopy.
Phytochem. 65:415-422.
Cai, Y., M. Sun dan H. Corke. 2001.
Identification and distribution of
simple acylated betacyanin pigments
in the Amaranthaceae. J. Agric. Food
Chem. 49:1971-1978.
Strack, D., T. Vogt dan W.
Schleimann. 2003. Recent advances in
betalain research. Phytochem. 62:247-
269.
Schleimann, W., Y. Cai., T. Degenkolb, J.
Schmidt dan H. Corke. 2001.
Betalains of Celosia argentea.
Phytochem. 58:159-165.
Cai, Y., M. Sun., H. Wu, R. Huang dan H.
Corke. 1998. Characterization and
quantification of betacyanin pigments
from diverse Amaranthus species. J.
Agric. Food Chem. 46(6):2063-2069.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 669
Lampiran
Tabel 1. Inflorescence beberapa Celosia
No Warna Bentuk
1 Pink - violet Crested (cockscomb)a)
2 Pink - violet Spicata b)
3 Merah-oranye Crested (cockscomb) a)
4 Merah Crested (cockscomb) a)
5 Merah-violet Crested (cockscomb) a)
6 Pink-violet Spicata a)
7 Merah-oranye Plumosa a)
8 Pink-violet Spicata b)
9 Pink-violet Spicata b)
10 Merah Crested (cockscomb) a)
11 Merah Crested (cockscomb) a)
12 Merah-oranye Plumosa b)
Keterangan : a)
budidaya, b)
liar
Gambar 1. Sampel inflorescence Celosia (gambar sampel no 4, 5, 7 tidak tersedia)
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010670
Tabel 2. Persentase area puncak dari total area beberapa inflorescence Celosia
Sampel
no.
Warna
inflorescence
Persentase area puncak dari total area
1 1’ ? 2 2’
1 Pink - violet 80.935 12.818 1.385 1 - 1.5 2.3
2 Pink - violet 7.807 16.720 - 46.031 -
3 Merah-oranye 88.898 11.102 - - -
4 Merah 82.340 17.660 - - -
5 Merah-violet 69.188 24.326 16.04
3
3.345 -
6 Pink-violet 72.567 14.900 - 12.533 -
7 Merah-oranye 29.915 - - 32.684 37.401
8 Pink-violet 2.298 - - 35.032 62.669
9 Pink-violet 6.026 - - 39.419 54.556
10 Merah 72.728 11.369 - 15.902 -
11 Merah 70.224 21.281
12 Merah-oranye dtt*)
dtt*)
dtt*)
dtt*)
dtt*)
*) dtt : data tidak tersedia; 1 ; amaranthine; 1’isoamaranthine; 2 : celosianin; 2’
isocelosianin
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 671
1 2 3
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
10
20
30
40
50
60
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN1-1.D)
13
.89
7 1
4.6
88
17
.11
1
20
.28
8
21
.82
1 2
2.6
99
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
5
10
15
20
25
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN2-1.D)
13
.87
4 1
4.6
70
21
.84
4 2
2.7
21
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
-2
0
2
4
6
8
10
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN3-1.D)
13
.89
9 1
4.6
99
4 5 6
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
5
10
15
20
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN4-1.D)
13
.90
5 1
4.7
10
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
5
10
15
20
25
30
35
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN6-3.D)
13
.80
3 1
4.6
23
17
.04
9
22
.68
4
33
.94
3
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
1
2
3
4
5
6
7
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN7-3.D)
13
.79
7 1
4.6
19
20
.26
5
7 8 9
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
1
2
3
4
5
6
7
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RM8-N.D)
13
.85
9 1
4.6
43
20
.14
0
22
.71
5
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
5
10
15
20
25
30
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN9-3.D)
13
.78
0
21
.75
1 2
2.6
40
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
5
10
15
20
25
30
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN10-1.D)
13
.77
9
21
.75
7 2
2.6
43
10 11 12
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
1
2
3
4
5
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RMN11-1.D)
13
.77
4 1
4.6
01
22
.64
1
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
-2
0
2
4
6
8
10
12
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RM13-N.D)
13
.81
9 1
4.6
18
22
.67
3
min0 5 10 15 20 25 30 35
mAU
0
1
2
3
4
5
DAD1 A, Sig=538,16 Ref=off (RETNO\RM14-N.D)
13
.85
8 1
4.6
57
22
.73
3
Gambar 2. Profil HPLC 12 sampel inflorescence Celosia
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010672
Recommended