View
174
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
Studi tentang Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kota Bandar Lampung
Citation preview
1
STUDI PEMBANGUNAN PASAR IKAN HIGIENIS (PIH) DI KOTA BANDAR LAMPUNG
LAPORAN PENELITIAN
OLEH : INDRA GUMAY YUDHA, S.Pi., M.Si.
NIP 132231087
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG 2005
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
2
I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km2 dan luas wilayah pesisir
sekitar 16.625,3 km2 merupakan salah satu propinsi dengan keragaman
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar. Keragaman
potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan, rumput laut, teripang, ubur-ubur,
udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan lainnya yang
tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung
dan Teluk Semangka. Selain wilayah pesisir, propinsi Lampung juga memiliki
berbagai jenis perairan umum seperti sungai, rawa, waduk, dan danau yang
juga mengandung potensi perikanan air tawar yang cukup tinggi. Dengan
luas wilayah perairan yang demikian diharapkan sektor perikanan dapat
dijadikan unggulan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) Propinsi
Lampung.
Walaupun Propinsi Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang
cukup tinggi, namun tingkat konsumsi ikan rata-rata per kapita penduduknya
masih di bawah jumlah yang dianjurkan. Konsumsi ikan rata-rata per kapita
penduduk Lampung pada tahun 2003 sebesar 24,8 kg/kapita/tahun,
sedangkan jumlah yang dianjurkan adalah 26,55 kg/ kapita/tahun. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan adalah
melalui perbaikan pelayanan di tingkat konsumen.
Di sisi lain konsumen hasil perikanan di Propinsi Lampung masih belum
terlayani kebutuhannya secara optimal. Hal ini dikarenakan model
pemasaran ikan di Lampung masih tersebar pada berbagai tempat yang
berbeda dengan sarana pemasaran sebagian besar masih berupa pasar
tradisional yang kondisinya kumuh, becek, dan bau. Demikian pula standar
teknis mutu serta higienis hasil perikanan belum secara optimal diterapkan
sehingga tidak menunjang masyarakat berminat mengkonsumsi ikan;
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
3
padahal perkembangan ke depan tuntutan penerapan standar teknis mutu
dan higienis merupakan kebutuhan mutlak bagi perlindungan konsumen.
Berdasarkan hal tersebut maka di Propinsi Lampung pada tahun 2005 akan
segera dibangun sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan yang
memenuhi kriteria Pedoman Perencanaan dan Petunjuk Teknis Pusat
Pemasaran Hasil Laut dan Ikan Terpadu (PPHLIT). Kawasan pemasaran
terpadu ini diharapkan mampu menyediakan fasilitas yang relatif lengkap
untuk kebutuhan promosi dan informasi serta display penjualan hasil
perikanan yang memenuhi standar teknis mutu dan higienis yang diwujudkan
dalam bentuk Pasar Ikan Higienis (PIH). PIH yang akan dibangun harus
dapat memenuhi konsep good and link manufacturing practice, di mana
komoditas perikanan yang tersedia ditangani dan ditampilkan dengan kondisi
yang bagus dan terjamin mutunya, sehingga siapa pun konsumen yang
datang ke PIH akan mendapatkan jaminan. Adapun calon lokasi pasar ikan
higienis tersebut terletak di Lempasing.
Tujuan dibangunnya Pasar Ikan Higienis adalah :
• Menyediakan sarana pemasaran hasil perikanan yang memenuhi
kriteria teknis mutu.
• Meningkatkan pelayanan serta perlindungan kepada konsumen hasil
perikanan.
• Meningkatkan konsumsi ikan masyarakat.
Pembangunan pasar ikan higienis merupakan kegiatan yang diduga akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik pada tahap prakonstruksi,
tahap konstruksi, maupun tahap pasca konstruksi/operasi. Dampak terhadap
lingkungan tersebut dapat terjadi apabila sistem pengelolaan dan
pemantauan lingkungan tidak tepat, sehingga dapat terjadi pencemaran air,
pencemaran tanah, serta berbagai masalah sosial, sehingga rencana
pembangunan pasar ikan higienis diwajibkan untuk :
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
4
a. Menerapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
b. Mematuhi setiap peraturan dan ketentuan lindungan lingkungan yang
berlaku.
c. Menggalakkan kegiatan perlindungan lingkungan dalam rangka
memperkecil dampak negatif akibat kegiatan usaha.
d. Menciptakan kondisi kerja yang aman, bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
e. Menggalang kemampuan dalam menanggulangi kejadian
pencemaran, kecelakaan kerja atau keadaan darurat yang terjadi
f. Mendidik dan melatih karyawan serta kontraktor tentang aspek LK3.
g. Menciptakan dan memeliharan hubungan harmonis dengan
masyarakat di sekitar kegiatan usaha, serta bersikap tanggap apabila
timbul masalah yang berlaitan dengan dampak akibat kegiatan usaha.
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi lokasi kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis
yang meliputi kualitas lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat setempat, serta persepsi masyarakat tentang keberadaan
pasar ikan tersebut.
b. Mengidentifikasi rencana kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis
(PIH) Lempasing terutama yang berpotensi menimbulkan dampak
terhadap lingkungan.
c. Memprediksi terjadinya dampak terhadap komponen lingkungan
sebagai akibat kegiatan pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH)
Lempasing
d. Menyusun upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
5
II. METODE PENELITIAN
2.1 WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2005 di sekitar lokasi
yang direncanakan akan dibangun Pasar Ikan Higienis, yaitu di Lempasing.
Lokasi tersebut terletak dekat dengan lokasi Pelabuhan Perikanan Pantai
Lempasing, yang secara administrasi terletak di Kecamatan Teluk Betung
Barat, Kota Bandar Lampung. Dari pusat kota ke lokasi ini berjarak lebih
kurang 3 km, dan terletak di pinggir jalan kabupaten yang menuju ke arah
Kecamatan Padang Cermin, Lampung Selatan (Gambar 1). Luas lahan yang
disediakan untuk rencana pembangunan PIH Lempasing beserta sarana dan
prasarana pendukungnya tersebut lebih kurang 1,6 ha.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa sarana
pengukuran lapangan, seperti theodolite, kompas, alat-alat pengukur kualitas
air, current meter, kamera, seperangkat kuisioner dan beberapa alat lainnya.
2.3 Metode Pengumpulan Data
Data-data yang diperoleh dapat dibedakan atas data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diukur secara langsung, seperti
kualitas air dan udara. Data sekunder umumnya merupakan data penunjang
yang telah tersedia di dinas/instansi terkait, seperti data produksi perikanan,
kebijakan pemerintah setempat, data kependudukan, sosial ekonomi dan
budaya, dan data lainnya. Dalam penelitian ini beberapa data utama
merupakan data sekunder yang telah tersedia di Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Lampung, seperti data situasi (topografi) lokasi PIH, data
analisis tanah, dan data lainnya yang telah diukur oleh pihak konsultan.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
6
5º27’ -
Lokasi PIH Lempasing
5º30’ -
5º29’ -
5º28’ -
5º26’ -
5º25’ -
5º24’ -
5º23’ -
5º22’ -
105º13’ 105º14’ 105º15’ 105º16’ 105º17’ 105º18’ 105º19’ 105º20’
U
Skala 1: 93.750
Gambar 1. Lokasi Pasar Ikan Higienis Lempasing
7
3. DESKRIPSI WILAYAH STUDI
Deskripsi wilayah studi yang diamati meliputi informasi kualitas lingkungan
dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, termasuk juga persepsi mayarakat
terhadap keberadaan Pasar Ikan Higienis yang akan dibangun. Informasi
kualitas lingkungan yang diamati pada lokasi kegiatan pembangunan meliputi
kualitas air, tanah, udara, kebisingan, flora dan fauna. Informasi tentang
kehidupan sosial ekonomi budaya masyarakat setempat dan persepsi
masyarakat terhadap keberadaan PIH Lempasing perlu diketahui untuk
memperoleh gambaran tentang kondisi sosial masyarakat saat ini dan
memprediksi manfaat yang diperoleh dengan adanya rencana kegiatan
tersebut.
3.1 KUALITAS AIR
3.1.1 Sumber Air Bersih
Survei sumber air di lokasi PIH Lempasing berasal dari air PDAM, air sumur
dangkal, dan air laut. Hasil survei kualitas air yang berasal dari air sumur
dangkal menunjukkan bahwa ketersediaan air sangat melimpah pada
kedalaman 3-5 m, namun air tersebut mengandung sedikit garam (salinitas
1,2 ‰) sehingga tidak layak digunakan sebagai air bersih untuk memasak
ataupun untuk mengisi bak/akuarium ikan air tawar. Dengan demikian air
dari sumur dangkal ini hanya dapat diperuntukkan sebagai air saniter kamar
mandi/wc dan pembersihan/ penggelontoran kios.
Air yang berasal dari PDAM memiliki kualitas yang layak digunakan sebagai
air bersih untuk keperluan memasak di rumah makan. Secara lengkap, hasil
pengujian kualitas air disajikan pada Tabel 1 berikut.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
8
Tabel 1. Kualitas Air Bersih di Lokasi Studi
Sumber Air Uji No. Parameter Kualitas Air PDAM Sumur dangkal Baku Mutu*)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13.
pH Kesadahan (ppm) Salinitas (‰) Turbiditas (NTU) Konduktivitas (μhos/cm) Nitrat (ppm) Nitrit (ppm) Zat organik (ppm) Fe (ppm) Total Dissoved Solid (ppm) Cl (ppm) Na (ppm) SO4 (ppm)
7,78 12,4
0,00 2,90 16,3
0,86 0,02
0,015 0,002
12,0 26,2 15,2
1,45
7,53 18,2
1,20 1,23
230,0 1,45 0,16
0,096 0,016
42,0 148,0
56,0 9,24
6-9 - - - -
10 0,06
- 0,3
1000 - -
400
Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004) Keterangan: *) Baku mutu berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air (untuk air Kelas I)
3.1.2 Air Laut
Oleh karena lokasi rencana pembangunan PIH Lempasing dekat dengan laut
dan tidak ada sungai yang melintasi area PIH, maka pengukuran parameter
kualitas air laut perlu dilakukan untuk mengetahui kondisinya sebelum
dilakukan kegiatan pembangunan. Kualitas air laut yang diukur disajikan
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kualitas Air Laut di Lokasi Studi No. Parameter Kualitas Air Nilai Pengukuran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
pH Kesadahan (ppm) Salinitas (‰) Turbiditas (NTU) Nitrat (ppm) Nitrit (ppm) Zat organik (ppm) Fe (ppm) Total Dissoved Solid (ppm) Cl (ppm) Na(ppm) SO4 (ppm)
7,98 35,67 33,7 1,05 2,67 0,32 0,12
0,082 14,0
268,7 149,34 18,35
Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004)
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
9
3.2. AIR LIMBAH
Pengambilan contoh air limbah dilakukan terhadap air buangan yang berasal
dari pasar ikan di TPI Lempasing yang lokasinya berdekatan (bersebelahan)
dengan rencana pembangunan PIH Lempasing. Tipe limbah yang dihasilkan
dari TPI Lempasing diduga akan mempunyai karakteristik yang sama pada
limbah yang nantinya akan dihasilkan oleh PIH Lempasing. Dari hasil
analisis laboratorium diketahui bahwa air limbah yang berasal dari TPI
Lempasing memiliki kandungan BOD dan COD yang sangat tinggi. Demikian
juga dengan TDS, NH3 dan H2S, sehingga memerlukan penanganan khusus
dalam pengelolaannya. Secara rinci, hasil pengukuran air limbah disajikan
dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kondisi Limbah di TPI Lempasing No. Parameter Kualitas Air Nilai Pengukuran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
pH Kesadahan (ppm) Salinitas (‰) Turbiditas (NTU) BOD (ppm) COD (ppm) TDS (ppm) NH3 (ppm) H2S (ppm)
7,03 25,67 20,7
109,0 5340
10600 4230 4540 2610
Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004)
3.3 TANAH
Berdasarkan Peta Geologi Propinsi Lampung skala 1:250.000 dapat
diketahui bahwa formasi geologi di wilayah Kecamatan Teluk Betung Barat,
Kota Bandar Lampung termasuk dalam formasi kuarter dengan tipe batuan
andesit muda (Qhv), yaitu bahan induk batuan tuf andesit atau lava andesit.
Selain itu terdapat juga endapan aluvial dan marin (Qal) yang dijumpai
sepanjang sungai-sungai utama, dataran rendah pantai dan pelembahan
sungai.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
10
Dari hasil pengukuran tanah yang dilakukan pada lokasi PIH Lempasing
diketahui beberapa hal seperti yang tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengukuran Tanah
Titik Uji Parameter Uji Notasi Satuan 1 2 3 4
Direct Sheer: Sudut geser (f) ° 25,868 Kohesi (C) kg/cm2 0,023 Kadar air (W) % 56,991 Berat jenis (Gs) 2,242 Berat volume (g) g/cm3 1,473 Sieve Analysis: Finer sieve No.200 % 4,04 Sand fraction N0.4-No.200 % 40,14 Gravel fraction > N0.4 % 55,22 Sondir: TS1 TS2 TS3 TS4Kedalaman m 12,3 6,7 12,1 12,0 Nilai konus kg/cm2 55 30 76 80 JHL kg/cm3 350 210 375 460
Sumber data: PT Piramida Eng. Conslt. (2004)
3.4 KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN
3.4.1 Kualitas Udara
Pengamatan kualitas udara dilakukan pada lokasi PIH Lempasing yang
dapat menggambarkan kondisi awal sesungguhnya terhadap kemungkinan
dampak nantinya setelah operasional. Pengukuran kualitas udara dilakukan
di tengah lokasi PIH Lempasing. Hasil pengukuran dapat dilihat pada
Tabel 5.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
11
Tabel 5. Data hasil analisis laboratorium terhadap kualitas udara
No Parameter BML Dasar Hasil
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Parameter Fisika: Suhu (oC) Kelembaban (%RH) Kecepatan angin (m/det) Arah angin Partikel debu (μg/m3) Parameter Kimia: NO2 (μg/m3) SO2 (μg/m3) CO (μg/m3) NH3 (μg/ m3) H2S (μg/ m3) Oksidan/O3 (μg m3) Kebisingan (dB A)
- - - -
230
400 900
30.000 1360 42 -
70
- - - -
PP No.41 tahun 1999
PP No. 41 Tahun 1999 - -
Kep. Men.LH No.02 tahun 1988 Kep. Men.LH No.02 tahun 1988
- Kep. Men.LH No.48 tahun 1996
32 79
2,5-9,6 Barat 59,13
1,44 0,10 479
11,53 2,00 6,77
46 - 50
Sumber: Data primer
Pencemaran udara didefinisikan masuknya atau dimasukannya suatu zat,
energi maupun komponen lain ke dalam udara oleh adanya kegiatan
manusia, yang mengakibatkan perubahan kualitas udara ambien sampai ke
tingkat tertentu yang berakibat akan mengganggu keseimbangan ekosistem
yang ada di sekitarnya. Hasil analisis kualitas udara ambien di laboratorium
menunjukkan indikasi secara umum bahwa kualitas udara pada lokasi
rencana pembangunan PIH Lempasing, masih berada dibawah Nilai Baku
Mutu lingkungan yang berdasarkan pada Kep. Men. LH No. 02 Tahun 1988
dan PP No. 41 Tahun 1999.
3.4.2 Kebisingan
Kebisingan (noise) didefinisikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan
dari suatu kegiatan pada tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan, khususnya pada sistem
pendengaran manusia. Tingkat kebisingan merupakan ukuran energi bunyi
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
12
yang dinyatakan dalam satuan desibel dengan notasi dBA; sedangkan Baku
Tingkat Kebisingan merupakan batas maksimum kebisingan yang diperboleh-
kan untuk diradiasikan ke lingkungan dari suatu kegiatan sehingga tidak
menimbulkan gangguan di sekitarnya.
Analisis tingkat kebisingan dilakukan dengan metode pengukuran sesaat
pada lokasi rencana pembangunan PIH Lempasing bersamaan pengukuran
kualitas udara. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas kebisingan di
lokasi rencana kegiatan masih di bawah batas Baku Mutu Kebisingan yang
besarnya 46-50 dBA (Tabel 5). Mengingat bahwa Kep. Men. LH No. 48
Tahun 1996 menyatakan baku mutu lingkungan untuk parameter kebisingan
yang direkomendasikan maksimal 70 dBA. Bila melebihi batas tersebut,
akan menimbulkan gangguan pendengaran pada masyarakat di sekitar
proyek.
3.5 FLORA DAN FAUNA
3.5.1 Flora
Jenis-jenis flora yang terdapat di sekitar lokasi studi dikelompokkan
berdasarkan kelompok pohon berkayu, semak, dan terna. Jumlah jenis flora
yang ada di sekitar lokasi studi tidak banyak, seperti yang tertera pada Tabel
6, hanya ada 4 jenis pohon berkayu, yaitu kersen, petai cina, jarak cina dan
kedondong. Jenis terna yang ada hanya 2 jenis, yaitu pepaya dan pisang.
Pepaya dan pisang merupakan jenis yang dominan karena sebagian lokasi
studi dimanfaatkan oleh penduiduk untuk ditanami pepaya dan pisang. Jenis
yang hampir menutupi permukaan sebagian lokasi studi adalah semak,
seperti rumput, alang-alang, dan putri malu.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
13
Tabel 6. Jenis-jenis flora yang terdapat di sekitar tapak proyek
Nama Daerah Nama Latin Jumlah Keterangan
Kersen Petai Cina Kedondong Jarak cina Alang-alang Rumput Putri malu Pepaya Pisang Kangkungan Cabe Waluh Suluran
Muntingia calabora Leucaena glauca Spondias sp Ricinus communis Imperata cylindrica Panicum maximum Mimosa podica Carica papaya Musa paradisiacal Ipomoea sp Capcicum anuum Cucurbita moschata Micania sp
2 8 1 2
t.d t.d t.d 39 10 t.d t.d t.d t.d
Pohon berkayu Pohon berkayu Pohon berkayu Pohon berkayu Semak Semak Semak Terna Terna Semak Semak Semak Semak
Sumber data : Hasil Pengamatan / pencatatan di lapangan Ket. : t.d = tidak dihitung 3.5.2 Fauna
Jenis-jenis fauna yang terdapat di sekitar lokasi studi tidak terlalu banyak,
umumnya jenis fauna terrestrial, tidak ditemukan fauna akuatik, karena tidak
ada sungai atau selokan, kecuali ada cekungan yang ada sedikit genangan
air, yang hanya di temukan jenis amphibia. Di lokasi tersebut hanya ada
beberapa jenis aves atau burung, reptilia dan amphibia yang ditemukan
melalui pengamatan langsung yang jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7
Jenis burung atau aves berdasarkan pengamatan 1 hari penuh di sekitar
lokasi studi hanya ditemukan 5 jenis. Burung gereja berjumlah 8 ekor. Burung
sriti tidak sempat dihitung dan jumlahnya cukup banyak terbang di sekitar
lokasi. Jumlah burung perkutut, prenjak coklat dan prenjak bergaris masing-
masing 3, 1, dan 2 ekor . Untuk jenis reptile banyak ditemukan kadal dan
hanya 1 ekor bunglon yang saat itu hinggap di pohon kersen. Sedangkan
jenis amphibi yang ada di cekungan berair ditemukan 2 ekor kodok dan di
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
14
semak-semak ditemukan 3 ekor katak. Masih ditemukan beberapa belalang
yang hidup di semak-semak
Tabel 7. Jenis-jenis fauna terestrial yang ada dilokasi studi
No Nama Daerah Nama Latin Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A. Aves / Burung Perkutut Prenjak coklat Prenjak bergaris Sriti Gereja B. Reptilia Kadal Bunglon C. Amphibia Kodok Katak
Geophelia striata Muscicapa latirotris Prioniapolycroa Hirudo tahtica Passer Montan Mabouya multifasciata Calotes jubatus Bufo bufo Rana rana
3 1 2
t.d 8 2 1 2 3
Sumber data : Hasil Pengamatan / pencatatan di lapangan
3.6 KONDISI SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA
Kecamatan Teluk Betung Barat yang memiliki luas wilayah sebesar 27.160
ha dengan jumlah penduduk sebesar 49.197 jiwa dengan 8 wilayah desa.
Jumlah penduduk di Kecamatan Teluk Betung Barat dan kepadatan
penduduk per desa, cukup bervariasi dengan rata-rata jumlah penduduk
sebanyak 6.150 jiwa dalam kisaran terendah yakni sejumlah 3.286 jiwa yang
terdapat di Desa Perwata dan tertinggi yakni sejumlah 17.317 jiwa yang
terdapat di Desa Kota Karang. Kepadatan penduduk per desa di Kecamata
Teluk Betung Barat yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk dibagi luas
wilayah memiliki kisaran terendah, yaitu 46 jiwa /km2 di desa N O Gading dan
tertinggi sejumlah 1.088 jiwa/km2 di Desa Kota Karang.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
15
Tabel 8. Kepadatan Penduduk per Desa di Kecamatan Teluk Betung Barat 2001
No Kelurahan Luas Wilayah
( ha )
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan (jiwa/ha)
1 Sukamaju 550 4.052 131 2 Keteguhan 256 7.061 966 3 Kota Karang 80 17.317 1.088 4 Perwata 40 3.286 391 5 Bakung 120 3.777 471 6 Kuripan 84 4.864 76 7 N O Gading 240 4.730 46 8 Sukajaya 310 4.110 207
Jumlah 27.160 49.197 3.376
Sumber : Kecamatan Teluk Betung Barat Dalam Angka 2001
Komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Teluk
Betung Barat adalah jumlah penduduk laki-laki mencapai 25.053 jiwa,
sedangkan penduduk perempuan berjumlah 24.144 jiwa; sehingga rasio jenis
kelamin (sex ratio) adalah 103,76.
Berdasarkan struktur umur, diketahui bahwa penduduk kelompok umur 15-19
tahun dan 10-14 tahun merupakan kelompok terbesar, yaitu masing-masing
berjumlah 6.602 jiwa dan 6.018 jiwa.
Kondisi budaya masyarakat dapat dilihat sebagai berikut: agama yang dianut
oleh sebagian besar penduduk adalah agama Islam (95,60%) dengan jumlah
jiwa 47.032. Agama lainnya adalah: Katolik (555 jiwa), Protestan (691 jiwa),
Hindu (149 jiwa), Budha (739 jiwa), dan lainnya (31 jiwa). Heterogenitas
penduduk berdasarkan suku bangsa dapat diketahui bahwa sebagian besar
penduduknya adalah Suku Jawa yang mencapai 14.207 jiwa (28.88%). Suku
Lampung terdiri dari suku Peminggir, Pepadun dan Abung Bunga Mayang
hanya 9.103 jiwa (18,50%), suku Sunda Priangan berjumlah 9.840 jiwa,
Melayu Semendo berjumlah 14 jiwa, Banten 4.685 jiwa, Melayu Palembang
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
16
876 jiwa, dan selebihnya, yaitu sejumlah 10.472 jiwa, dikelompokkan dalam
suku lainnya.
Kualitas sumberdaya manusia yang terdapat di Kecamatan Teluk Betung
Barat dapat diketahui dari tingkat pendidikan. Mayoritas penduduk adalah
tamatan SD (16.033 jiwa) dan tidak/belum tamat SD (11.883 jiwa). Jumlah
penduduk yang menamatkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi hanya
267 jiwa. Selebihnya adalah tamatan SMP (8.383 jiwa), SLTA (6.905 jiwa),
Diploma I/II (234 jiwa), dan Akademi/DIII (239 jiwa).
Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja mencapai 20.494 jiwa,
sedangkan yang dikelompokkan bukan angkatan kerja adalah 11.983 jiwa.
Dari kelompok angkatan kerja tersebut, diketahui bahwa 19.661 jiwa telah
bekerja, sedangkan sisanya 833 sedang mencari kerja. Dengan demikian
besarnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja mencapai 63,10% dan Tingkat
Pengangguran Terbuka mencapai 4,42%.
3.7 PERSEPSI MASYARAKAT
Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi yang telah dilakukan oleh CV
Piramida Eng. Conslt. pada bulan September 2004 dalam rangka
rekomendasi lokasi rencana pembangunan pasar ikan higienis diperoleh
gambaran tentang persepsi masyarakat sekitar Kota Bandar Lampung
terhadap keberadaan pasar ikan higienis (PIH).
Responden yang diwawancarai adalah kelompok pedagang dan konsumen di
dua jenis pasar yang berbeda, yakni pasar tradisional dan pasar swalayan.
Lokasi pasar tradisional yang dipilih adalah: Pasar Lelang Ikan Lempasing,
Pasar Bambu Kuning/SMEP, dan Pasar Koga; sedangkan pasar swalayan
yang dipilih adalah Alfa, Gelael, dan Matahari (di Jl. Kartini).
Hasil survei tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut:
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
17
• Pedagang ikan di pasar ikan Lempasing yang setuju dengan
pembangunan PIH sekitar 80% dengan catatan bahwa biaya untuk
mendapatkan kios tidak mahal dan suasana benar-benar nyaman
sehingga pembeli akan lebih banyak. Para pedagang ikan di Pasar
Koga dan Pasar Bambu Kuning sebagian kecil (20%) tidak setuju
dengan alasan dapat mengurangi pendapatan mereka; sedangkan
sisanya (80%) tidak menjawab.
• Konsumen di pasar ikan tradisional Lempasing menyatakan setuju
(100%) dengan catatan bahwa harga ikan tidak akan berbeda jauh
dengan harga saat ini dan karena faktor kenyamanan yang
ditawarkan. Konsumen di Pasar Bambu Kuning dan Pasar Koga
sekitar 70% setuju dan 30% tidak menjawab. Alasan mereka setuju
karena faktor kenyamanan saat berbelanja sekaligus dapat berekreasi
bersama keluarga.
• Konsumen ikan di pasar swalayan sebagian besar (100%)
menyatakan setuju dengan pembangunan PIH dengan alasan akan
mendapatkan kenyamanan saat berbelanja dan membeli ikan yang
terjamin mutu dan kualitasnya.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
18
IV. RENCANA PEMBANGUNAN PASAR IKAN HIGIENIS
4.1 SARANA DAN PRASARANA
Rencana pembangunan Pasar Ikan Higienis Lempasing meliputi gedung 3
lantai yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sarana pendukung,
seperti kantor pengelola pasar, pos retribusi, pos satpam, ruang genset,
rumah pompa, jalan akses, saluran drainase, bak sampah, instalasi
pengolahan limbah, restoran/cafe, mini market, dan jasa keuangan/
perbankan.
Bangunan Pasar Ikan Higienis Lempasing akan dibuat dalam 3 lantai yang
terdiri dari lantai basement seluas 809,75 m2 yang terdiri dari kios grosir ikan
sebanyak 7 lokal dengan luas masing-masing lokal 4x5 m2, laboratorium
kualitas ikan dengan luas 8x5 m2, toilet seluas 8x4 m2, dan selebihnya
merupakan lokasi pedagang tradisional dengan kapasitas lebih kurang 200
pedagang.
Pada lantai bawah seluas 809,75 m2 akan dibangun ruang staf administrasi
berukuran 6x5 m2, ruang kepala UPT 4x4 m2, gudang 4x3 m2, cold storage
6x4 m2, ruang refrigerator 4x3 m2, ruang penerimaan ikan segar 6x4 m2,
locker dan toilet 4x8 m2, ruang sortir ikan 4x2 m2, dan selebihnya merupakan
lokasi penjualan ikan pedagang modern yang terdiri dari bak akuarium ikan
hidup, meja penyayatan ikan, meja pajang ikan olahan, serta kasir dan ruang
pengepakan.
Lantai atas seluas 794,12 m2 direncanakan akan digunakan sebagai ruang
restoran terbuka serta minimarket. Restoran terbuka terdiri dari stand ikan
hidup dan akurium, tempat pembakaran ikan, tempat saji masakan, gudang,
tempat masak, ruang staf, ruang manajer restoran, ruang utility, ruang
refrigerator, toilet, locker, dan washbasin. Detail desain bangunan secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
19
Beberapa sarana yang diperlukan untuk arus barang di pasar ikan higienis
meliputi: area parkir, area bongkar muat, lantai bongkar muat, alat bantu
angkut, pelindung sinar matahari, penerangan, alat timbang, bak penampung
ikan, bak sampah, air bersih (mengandung antiseptik), bak penyimpan dan
gudang peralatan. Sarana penyimpanan dilengkapi dengan fasilitas
pendukung berupa ruang penyimpanan, alat bantu angkut, alat bantu angkat
dan susun, alat pendingin, es curai, dan penerangan.
Lokasi persiapan penjualan dilengkapi dengan meja ruang sortasi, alat
timbang, alat labelisasi, es curia, air bersih, bak sampah dan penerangan.
Tempat pajangan (show room) dilengkapi dengan tempat display, pendingin
(untuk ikan segar), dan kolam (untuk ikan hidup), tempat untuk
membersihkan, alat timbang, es curai, meja transaksi, meja pengepakan, bak
sampah, air bersih dan penerangan.
4.2 SKALA USAHA
Pasar Ikan Higienis Lempasing bergerak di bidang pemasaran hasil
perikanan. Komoditas perikanan yang diperjualbelikan diperkirakan dapat
mencapai 1.400 ton per tahun atau 3,84 ton per hari. Berdasarkan perkiraan
volume transaksi tersebut, maka PIH Lempasing merupakan salah satu Pusat
Pemasaran Hasil Laut dan Ikan Terpadu (PPHLIT) skala besar di Indonesia,
setara dengan Denpasar (3 ton/hari) dan Batam (2 ton/hari). Sebagai
perbandingan, Jakarta dan Surabaya merupakan model PPHLIT Metro
dengan perkiraan volume transaksi masing-masing 20 ton/hari dan 10
ton/hari
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
20
4.3 GARIS BESAR RENCANA USAHA
4.3.1 Pra Konstruksi
A). Pembebasan Lahan
Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan PIH Lempasing tidak ada
kegiatan pembebasan lahan karena kegiatan ini dilaksanakan di atas lahan
milik Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi Lampung yang terletak di
Lempasing.
B). Detail Desain dan Studi Kelayakan
Pelaksanaan detail desain yang meliputi berbagai pengukuran lapangan
hingga pembuatan denah bangunan PIH Lempasing sudah selesai
dilaksanakan dengan melibatkan konsultan swasta. Demikian juga dengan
feasibility study (studi kelayakan) dan studi banding pasar ikan higienis di
beberapa kota besar di Indonesia (PIH Pejompongan Jakarta dan PIH
Pandaan Surabaya).
C). Perijinan
Pelaksanaan kegiatan pembangunan PIH Lempasing direncanakan akan
dilakukan pada pertengahan tahun 2005. Hingga saat ini perijinan (SIUP,
SITU, IMB, dan lain-lain) belum diajukan kepada dinas/instansi terkait.
Direncanakan perijinan akan diproses pada tahun 2005 saat akan dilakukan
pelaksanaan pembangunan PIH.
4.3.2 Tahap Konstruksi
Pekerjaan konstruksi pembangunan PIH Lempasing dan fasilitas penunjang
lainnya dilaksanakan oleh kontraktor yang akan ditunjuk melalui proses
tender. Pekerjaan konstruksi mencakup beberapa tahap yaitu :
a. Rekrutmen tenaga kerja
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
21
b. Pekerjaan persiapan: mobilisasi dan demobilisasi, pembuatan pagar
pengaman proyek, pembuatan direksikeet dan gudang bahan,
pembersihan lapangan, pengukuran, penyediaan air dan listrik.
c. Pekerjaan Bangunan, yang meliputi:
• Pekerjaan sarana dan prasarana: pembangunan pos jaga,
pembangunan pagar keliling, pekerjaan pasangan paving blok,
pembangunan taman lengkap.
• Pekerjaan tanah: pekerjaan galian tanah basement , galian
pondasi dan sloof, urugan kembali pondasi dan sloof, dan
peninggian tanah pelataran depan.
• Pekerjaan pondasi.
• Pekerjaan penahan tanah: pasangan batu belah hitam,
plesteran, pasangan batu bata
• Pekerjaan struktur beton yang meliputi basement, lantai 1 dan
lantai 2.
• Pekerjaan atap.
• Pekerjaan pasangan yang meliputi basement, lantai 1 dan
lantai2.
• Pemasangan kusen pintu, jendela dan jalusi.
• Pekerjaan pengecatan, pemasangan instalasi listrik dan instalasi
air.
4.3.3 Tahap Operasi
Seperti halnya kegiatan di pasar lainnya, kegiatan utama PIH Lempasing
adalah sebagai sarana (tempat) transaksi jual beli produk perikanan segar
dan olahan. Kegiatan yang terkait langsung dengan aktivitas ekonomi
tersebut adalah bongkar muat barang, pemeriksaan laboratorium, penjualan,
dan penyimpanan. Aktivitas lainnya yang terdapat di PIH Lempasing adalah
kegiatan rekreasi yang berupa rumah makan/restoran khas Jepang atau
Cina.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
22
A). Bongkar Muat Barang
Kegiatan bongkar muat barang yang berupa berbagai jenis komoditas
perikanan dan produk olahannya dilakukan di lantai 1. Ikan yang diterima
selanjutnya disortir berdasarkan jenis, ukuran, dan mutunya untuk
selanjutnya didistribusikan kepada para pedagang. Kegiatan bongkar muat
barang ini terletak di bagian belakang PIH Lempasing.
B). Pemeriksaan Ikan
Pemeriksaan kesehatan ikan dilakukan di Laboratorium Mutu Hasil Perikanan
yang yerletak di basement. Pemeriksaan ikan ini harus mengacu pada
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk penanganan dan
pemasaran hasil laut/ikan yang meliputi aktivitas analisis bahaya (hazard),
penetapan batas kritis (critical limit), identifikasi pengendalian titik kritis (CCP)
dan adanya pencatatan pemantauan pada lembar perekaman (record
keeping).
C). Penjualan
Kegiatan penjualan produk perikanan dan olahan terdapat di lantai basement
dan lantai 1. Di basement kegaitan penjualan dilakukan oleh pedagang
tradisional dengan kapasitas sekitar 200 pedagang dan kios grosir sebanyak
7 lokal. Di lantai 1 terdapat pedagang ikan modern yang dilengkapi dengan
akuarium ikan hidup, meja penyayatan ikan, meja pajang ikan olahan, kasir,
dan ruang pengepakan. Akurium ikan hidup berfungsi sebagai pajangan ikan
konsumsi dalam kondisi hidup, sehingga pembeli dapat memilih dan membeli
ikan tersebut dalam kondisi yang hidup ataupun segar. Pada saat transaksi,
diperkirakan akan terjadi kegiatan pembersihan (penyiangan) ikan karena
biasanya konsumen berpikir praktis untuk membeli ikan dalam kondisi yang
sudah dibersihkan.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
23
D). Penyimpanan
Untuk mendukung konsep HACCP, PIH Lempasing akan dilengkapi dengan
sarana penyimpanan produk perikanan dan olahan yang berupa cool storage
dan refrigerator yang terletak di lantai 1.. Cool storage direncanakan
berukuran 6x4 m2 , sedangkan ruang refrigerator berukuran 4x3 m2. Dengan
adanya fasilitas tersebut, maka penyimpanan ikan segar akan lebih terjamin
mutunya dan stok ikan yang ada dapat memenuhi kebutuhan konsumen
hingga pasokan berikutnya.
E). Rekreasi
Kegiatan rekreasi dipusatkan pada lantai 2 seluas 794,12 m2 yang
merupakan ruang restoran terbuka serta minimarket. Pengunjung dapat
menikmati suasana rileks memandang keindahan pantai Lempasing sambil
menikmati masakan ikan yang disajikan. Di ruangan tersebut juga tersedia
ruang pajangan yang berupa akuarium air laut sebagai sarana menikmati
keindahan biota laut dan akurium air tawar untuk pajangan beberapa jenis
ikan air tawar yang menarik. Selain itu juga terdapat akuarium yang
berfungsi sebagai pajangan ikan konsumsi untuk dapat dilihat dan dipilih oleh
konsumen sebagai hidangan yang akan disajikan.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
24
V. PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN
Hasil pengamatan dan pengkajian terhadap rencana kegiatan pembangunan
Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing diperoleh beberapa komponen yang
dikatagorikan berpotensi menghasilkan limbah atau cemaran. Jenis limbah
dan cemaran kegiatan PIH Lempasing dapat terjadi saat tahap prakonstruksi,
konstruksi, dan pasca konstruksi/operasi yang berupa limbah padat, limbah
cair, debu, dan kebisingan. Selain itu dapat juga terjadi dampak yang
berupa keresahan masyarakat akibat kegiatan pembangunan PIH Lempasing
tersebut.
5.1 TAHAP PRA KONSTRUKSI
Pada tahap prakonstruksi diduga tidak menimbulkan dampak yang berarti,
baik terhadap lingkungan maupun sosial masyarakat. Lahan yang akan
digunakan adalah lahan milik pemerintah daerah (Pemda) Propinsi Lampung,
sehingga tidak memerlukan proses ganti rugi lahan. Keresahan yang
biasanya muncul akibat ganti rugi lahan dengan masyarakat tidak akan
terjadi. Demikian juga dengan tahap pembuatan detail desain yang meliputi
pengukuran lapangan tidak menimbulkan masalah sosial dan konflik dengan
masyarakat, karena lokasi yang akan digunakan adalah milik pemda.
5.2. TAHAP KONSTRUKSI
Aktivitas proyek pada tahap konstruksi berupa pembersihan lahan
diperkirakan akan menimbulkan dampak antara lain peralihan bentang lahan
hijau menjadi lahan terbangun, sehingga dapat menurunkan nilai estetika
lingkungan dan mempercepat proses erosi. Adanya lalu lalang kendaraan
proyek juga diperkirakan akan menimbulkan penurunan kualitas udara
karena akan terjadi peningkatan debu dan kebisingan di sekitar lokasi
kegiatan. Pada saat pekerjaan tanah yang meliputi galian dan urugan tanah
dampak yang terjadi antara lain terjadinya erosi tanah dan pencemaran udara
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
25
yang berupa debu. Pada saat pembangunan gedung PIH Lempasing yang
terdiri dari 3 lantai (1 basement dan 2 lantai utama) diperkirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan yang berupa peningkatan debu, kebisingan
dan sampah padat yang berasal dari sisa-sisa material bangunan yang tidak
terpakai. Kebisingan dapat terjadi pada saat pengerasan tanah yang
menggunakan stamper, pengecoran yang menggunakan alat pencampur dan
pengaduk semen (mollen), serta saat pemotongan keramik untuk lantai,
sehingga dapat mengganggu ketenangan masyarakat sekitarnya.
5.3 TAHAP PASCA KONSTRUKSI/OPERASI
Pada tahap pasca konstruksi/operasi diperkirakan akan terjadi dampak yang
berupa pencemaran limbah cair dan padat yang berasal dari kegiatan
pembersihan/penyiangan produk ikan dan olahannya. Kegiatan pembersihan
ikan dengan menggunakan air bersih akan menimbulkan limbah cair yang
dipastikan mengandung bahan organik tinggi yang apabila langsung dibuang
dapat mencemari perairan laut di sekitar Lempasing. Limbah padat yang
dihasilkan dari produk ikan dan olahannya juga dapat menjadi sumber
pencemaran dan berpotensi menimbulkan bau tak sedap bila dibuang ke
lingkungan.
Selain hal tersebut, masalah lainnya yang juga perlu mendapat perhatian
khusus adalah penggunaan klorin sebagai desinfektan pada sebagian besar
aktivitas yang menggunakan air di dalam lokasi PIH Lempasing (basement
dan lantai 1). Limbah cair yang mengandung klorin tersebut harus diolah
(treatment) terlebih dahulu, sehingga saat dibuang sudah bersifat netral dan
tidak mencemari lingkungan.
Pencemaran udara yang berupa peningkatan debu dan kebisingan dapat
terjadi saat aktivitas bongkar muat dimana kendaraan-kendaraan yang
mengangkut produk ikan dan olahannya keluar masuk ke lokasi PIH
Lempasing. Hal lainnya yang juga dapat menimbulkan kebisingan yang
dapat mengganggu masyarakat di sekitarnya adalah suara yang berasal dari
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) di Kota Bandar Lampung
Kegiatan restoran/rumah makan yang terdapat di lantai 2 juga akan
menghasilkan sejumlah limbah berupa limbah cair dan padat, baik yang
bersifat orgnik maupun anorganik. Limbah organik terutama dapat berasal
dari bahan-bahan makanan dan saniter (wc/toilet), sedangkan limbah
anorganik dapat dihasilkan dari plastik kemasan ataupun pembungkus dan
sampah lainnya (kaleng minuman ringan, botol kemasan air minum, bungkus
rokok, dan lain-lain). Secara ringkas, hasil prakiraan dampak yang mungkin
terjadi pada rencana pembangunan pasar ikan higienis (PIH) Lempasing
disajikan pada Tabel 9 berikut.
kerja mesin pendingin pada cool storage dan freezer, serta .generator listrik
(genset) yang dioperasikan saat listrik dari PLN tidak bekerja (padam).
26
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
27
Tabel 9. Ringkasan Hasil Prakiraan Dampak yang Mungkin Terjadi pada Rencana Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing.
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan Ukuran Dampak Sifat Dampak
1. Prakonstruksi Tidak ada • Tidak ada a. Rekruitment tenaga
kerja • Tersedianya kesempatan kerja • Jumlah penduduk setempat yang
terekrut sebagai tenaga kerja +
b. Pembersihan lahan • Penurunan kualitas perairan • Penurunan nilai Estetika
• Meningkatnya kekeruhan perairan pantai
• Menurunkan nilai estetika
- -
2. Konstruksi
c. Pekerjaan Bangunan
• Penurunan kualitas perairan • Meningkatnya kandungan debu udara • Meningkatnya nilai estetika
• Kekeruhan (turbiditas) perairan pantai
• Kandungan debu di udara > 230 µg
• Penilaian masyarakat menurun
- - +
a. Bongkar Muat Barang
Tidak ada b. Pemeriksaan Ikan • Penurunan kualitas perairan oleh limbah
organik cair • BOD > 40 mg/l • COD > 40 mg/l
- c. Penyiangan dan
penjualan ikan • Penurunan kualitas perairan oleh limbah
organik • Penurunan kualitas udara akibat
pembusukan limbah padat ikan
• BOD > 40 mg/l • COD > 40 mg/l • Kandungan Khlorin • Udara berbau bangkai ikan
- -
d. Penyimpanan • Kebisingan akibat mesin pendingin • Tingkat kebisingan > 55 dBA -
3. Pasca konstruksi/ Operasional
e Rekreasi. • Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik
• Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan
• BOD > 40 mg/l • BOD > 40 mg/l • Udara berbau bangkai ikan
- -
f. Saniter (WC dan Kamar mandi)
• Penurunan kualitas perairan pantai • BOD > 40 mg/l • COD > 40 mg/l
- Keterangan: (+) = Dampak positif, (-) = Dampak negatif
Ukuran dampak untuk BOD dan COD ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.Kep.02/MENKLH/1/1988, tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
28
VI. PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
6.1 PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Upaya pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan oleh pengelola PIH
Lempasing harus berprinsip pada pengelolaan 3 R yaitu reduce, reuse, dan
recycle dengan minimalisasi limbah yang dihasilkan. Kegiatan yang akan
dilakukan pada prinsipnya adalah mereduksi dan mengurangi kuantitas dan
kualitas limbah dari sumbernya serta menggunakan ulang sebagian atau seluruh
limbah dalam proses daur ulang menjadi bahan dalam bentuk yang mempunyai
nilai ekonomis, sehingga dapat mengurangi limbah yang masuk ke lingkungan dan
memperkecil terjadinya pencemaran. Pola ini juga dapat diterapkan pada
pengelolaan limbah berbentuk padat dan cair yang sebagian besar dapat didaur
ulang atau digunakan kembali. Selain itu upaya penghijauan dengan tumbuhan
hijau yang berfungsi untuk mengurangi dampak terhadap kualitas udara serta
meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam maupun di luar lokasi kegiatan.
Berdasarkan analisis prakiraan dampak (Bab 5) diketahui bahwa pada tahap
prakonstruksi tidak dihasilkan limbah, limbah hanya dihasilkan pada saat
konstruksi dan pasca konstruksi/operasi.
6.1.1 Tahap Konstruksi
Peralihan bentang lahan hijau menjadi lahan terbangun pada tahap konstruksi
yang dapat menurunkan nilai estetika lingkungan dan mempercepat proses erosi
diperkirakan tidak menimbulkan dampak penting karena prosesnya tidak
berlangsung lama dan lahan yang digunakan merupakan lahan tidur dengan
keanekaragaman flora dan fauna yang rendah. Pengubahan bentang alam yang
pada awalnya dapat mengurangi nilai estetika lingkungan justru akan meningkat
setelah pembangunan selesai dengan dibangunnya taman yang ditanami dengan
berbagai jenis tanaman untuk mendukung kegiatan rekreasi dan penghijauan.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
29
Limbah padat yang dihasilkan pada tahap konstruksi diperkirakan cukup banyak,
yaitu yang berasal dari sisa-sisa material yang tidak terpakai (potongan kayu, sisa
keramik, kantong semen, kaleng cat, potongan besi, dan sisa-sisa material
lainnya). Limbah tersebut tidak berbahaya, namun memiliki potensi untuk
mencemari lingkungan. Berdasarkan pengamatan pada beberapa proyek
bangunan, biasanya sudah ada pihak-pihak yang akan menampung limbah
tersebut untuk digunakan ataupun dijual kembali kepada pihak lain. Dalam hal ini
berlaku prinsip reuse dan recycle. Adapun limbah padat yang tidak dimanfaatkan
kembali dapat dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Bakung yang
terletak tidak jauh dari lokasi PIH Lempasing (sekitar 5 km). Pemusnahan sampah
dengan cara dibakar tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara.
Pencemaran udara yang terjadi pada tahap konstruksi yang berupa cemaran debu
dan kebisingan diperkirakan tidak menimbulkan dampak penting karena
berlangsung dalam waktu yang relatif tidak lama dan terus menerus. Pencemaran
debu yang terjadi saat mobilisasi bahan/material bangunan dapat dikurangi
dengan cara penyiraman dengan air, sehingga tidak terbawa angin dan
mengganggu masyarakat sekitarnya; sedangkan kebisingan saat pelaksanaan
pembangunan diupayakan dikurangi atau setidak-tidaknya terjadi saat siang hari,
sehingga tidak mengganggu istirahat (tidur) masyarakat pada malam harinya.
6.1.2 Tahap Pasca Konstruksi/Operasi
Pada tahap pasca konstruksi/operasi akan dihasilkan limbah cair dan padat.
Selain itu juga diperkirakan juga akan menimbulkan pencemaran udara yang
berupa debu dan kebisingan (Bab 5). Limbah padat anorganik yang dihasilkan
saat operasional PIH Lempasing dapat diatasi dengan menampung sementara
dalam bak sampah untuk selanjutnya dibuang ke TPA Bakung yang terletak tidak
jauh dari lokasi PIH (sekitar 5 km). Pemusnahan sampah dengan cara dibakar
tidak dianjurkan karena dapat mencemari udara.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
30
Limbah padat organik yang berasal dari sisa-sisa hasil pembersihan (penyiangan)
ikan, seperti isi perut, insang, sisik, sirip, tulang, serta ikan yang telah busuk, dapat
dibuang langsung ke tempat penampungan sampah sementara untuk selanjutnya
dibuang ke TPA Bakung dengan sistem sanitary landfill; atau diolah menjadi silase
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dan ikan (pengganti
tepung ikan). Alternatif penanganan limbah ini menjadi silase sangat dianjurkan
karena dapat memanfaatkan bahan-bahan yang tidak berguna menjadi bahan
yang bermanfaat. Silase ini masih mengandung protein yang cukup tinggi,
sehingga sangat baik untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak dan ikan.
Proses pembuatan silase ini tidak memerlukan teknologi tinggi dan dapat
dilakukan secara sederhana (Lampiran 2). Dengan pemanfaatan limbah padat
sisa-sisa ikan tersebut, maka prinsip 3R telah terpenuhi.
Penggunaan air tawar yang mengandung klor sebagai desinfektan sangat
dianjurkan untuk digunakan secara daur ulang. Apabila teknologi yang akan
digunakan tidak memungkinkan atau secara ekonomis tidak menguntungkan,
maka air tersebut sebelum dibuang sebaiknya diolah terlebih dahulu, sehingga
sudah bersifat netral dan tidak menimbulkan masalah lingkungan. Air yang
mengandung klorin jika dibuang langsung ke lingkungan dapat menyebabkan
kematian pada biota di perairan dan lingkungan tanah, sehingga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Mikroba pengurai di lingkungan
dapat mengalami kematian dan berkurang jumlahnya akibat pengaruh
desinfektan, sehingga fungsi mereduksi atau menguraikan bahan organik di
lingkungan akan terganggu. Upaya yang dapat dilakukan untuk menetralisisr
klorin yang terkandung di dalam air adalah dengan penambahan thiosulfat dalam
jumlah (konsentrasi) yang sama ke dalam air tersebut. Perlakuan oksidasi dengan
mengalirkan oksigen ke dalam air menggunakan kincir juga akan mempercepat
proses penghilangan klor di dalam air.
Limbah cair yang berasal dari air cucian ikan, restoran, dan akuarium pajangan
yang diperkirakan mengandung bahan organik tinggi harus diolah terlebih dahulu,
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
31
sehingga saat dibuang telah memenuhi kriteria air limbah yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan. Penanganan limbah cair ini memerlukan instalasi
pengolah limbah khusus dengan berbagai perlakuan, sehingga nantinya limbah
tersebut tidak lagi memiliki nilai BOD dan COD yang tinggi, dengan kriteria BOD <
50 mg/l dan COD< 100 mg/l. Instalasi pengolah limbah yang disarankan terdiri
dari kolam aerobik, kolam fakultatif, kolam pengendapan (settling) dan saluran
pembuangan (Gambar 2). Kapasitas kolam aerobik, kolam fakultatif dan kolam
pengendapan disesuaikan dengan jumlah limbah cair yang dihasilkan setiap
harinya. Perlakuan yang dialami oleh air limbah di kolam aerobik adalah
pemberian oksigen dengan cara aerasi menggunakan kincir, sehingga oksigen
terlarut akan tercampur merata di dalam air limbah tersebut. Di kolam aerobik ini
juga ditambahkan lumpur aktif yang mengandung sejumlah mikroba pengurai
aerob. Di kolam fakultatif air limbah yang ditampung akan mengalami pemisahan
secara alami, lapisan air di permukaan bersifat aerabik karena dilengkapi dengan
kincir, sedangkan di bagian bawah hingga dasar perairan bersifat anaerob. Air
anaerobik di lapisan bawah ini akan dioksidasi oleh lapisan di atasnya. Lumpur
yang terendapkan di dasar perairan akan diuraikan secara anaerob. Selanjutnya
air limbah dari kolam fakultatif akan dialirkan ke kolam pengendapan. Di kolam
pengendapan akan terjadi pemisahan air dengan lumpur residual, untuk
selanjutnya air tesebut sudah dapat dibuang jika telah memenuhi syarat. Proses
pembuangan limbah yang telah diolah tersebut ke perairan mengikuti persyaratan
dan prosedur yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 111 tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan
serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air (Lampiran
1.B)
Pengelolaan terhadap limbah cair yang berasal dari saniter (kamar mandi dan WC)
akan dikelola dengan sistem resapan melalui septic tank, sehingga limbah cair ini
tidak akan mencemari perairan sekitar, terutama sumur penduduk di sekitarnya,
sehingga dampak yang ditimbulkan sangat kecil atau tidak penting.
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
32
Keterangan:
Upaya pengelolaan terhadap kualitas udara yang meliputi pengurangan debu dan
kebisingan dapat dilakukan dengan menanam tumbuhan hijau yang dapat
menahan debu dan berfungsi sebagai peredam suara. Jenis tumbuhan yang
dipilih adalah jenis yang dapat ditanam dengan kerapatan tinggi, seperti bambu
kuning/jepang atau jenis lainnya. Secara lebih rrinci, upaya pengelolaan
lingkungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.
Gambar 2. Skema Unit Pengolah Limbah Pasar Ikan Higienis Lempasing
• Air limbah (wastewater) yang masuk ke kolam aerobic sudah terbebas dari pengaruh klorin • Kekuatan kincir air yang digunakan di kolam aerobic mampu mengaduk air limbah secara merata • Di kolam aerobic dan kolam fakultatif dapat ditambahkan proobiotik (mikroba pengurai) yang biasa
digunakan pada tambak payau • Residu Lumpur yang tersisa pada kolam pengendapan (settling pond) dapat diambil secara berkala
untuk digunakan sebagai pupuk tanaman. • Effluent yang dibuang ke perairan harus memiliki BOD < 50 mg/l dan COD < 100 mg/l (berdasarkan
Kep. Men. L.H. No. Kep.51/MENLH/10/1995).
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
33
Tabel 10. Ringkasan Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing.
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Ukuran Dampak
1. Prakonstruksi Tidak ada • Tidak ada a. Rekruitment tenaga
kerja • Tersedianya kesempatan
kerja • Memberikan prioritas kepada
penduduk setempat • Jumlah penduduk
setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja
b. Pembersihan lahan • Penurunan kualitas perairan
• Penurunan nilai Estetika
• Mencegah masuknya lumpur ke perairan
• Pemagaran areal pembangunan
• Lumpur tidak masuk ke perairan pantai
• Areal pembangunan terpagar rapi
2. Konstruksi
c. Pekerjaan Bangunan
• Penurunan kualitas perairan
• Meningkatnya kandungan debu udara
• Meningkatnya nilai estetika
• Pengaturan tanah galian agar tidak hanyut ke perairan
• Penyemprotan areal pembangunan
• Penanaman tumbuhan bernilai estetik tinggi
• Tanah galian tidak masuk ke perairan pantai
• Kandungan debu di udara < 230 µg
• Penilaian masyarakat meningkat
a. Bongkar Muat Barang
Tidak ada
b. Pemeriksaan Ikan • Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair
• Pembuatan IPAL
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
c. Penyiangan dan penjualan ikan
• Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik
• Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan
• Pembuatan IPAL • Penetralan Khlorin efluent
sebelum masuk ke IPAL • Limbah padat ikan dapat
dikelola dengan sistem sanitary landfill di TPA Bakung
• Menjual limbah padat ikan kepada pengusaha Silase
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l • Efluent tidak mengandung
Khlorin • Udara tidak berbau
bangkai ikan
d. Penyimpanan • Kebisingan akibat mesin pendingin
• Pemasangan peredan suara • Tingkat kebisingan < 55 dBA
3. Pasca konstruksi/ Operasional
e Rekreasi. • Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik
• Pembuatan IPAL
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
34
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Langkah Pencegahan dan Pengelolaan Dampak Ukuran Dampak
• Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan
• Limbah padat ikan dapat dikelola dengan sistem sanitary landfill di TPA Bakung
• Menjual limbah padat ikan kepada pengusaha silase
• Udara tidak berbau bangkai ikan
f. Saniter (WC dan Kamar mandi)
• Penurunan kualitas perairan pantai
• Pembuatan septic tank
• Air limbah tidak masuk ke perairan umum/pantai
Keterangan :
• Baku mutu pencemaran udara ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan RI Nomor 205/07/1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara untuk Sumber Tidak Bergerak.
• Baku mutu untuk BOD dan COD effluent ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
35
6.2 PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Pemantauan merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Pengelolaan lingkungan tanpa diikuti oleh aktivitas pemantauan tidak akan
banyak berarti. Tidak akan ada yang dapat mengetahui apakah pendugaan
dampak benar terjadi dan aktivitas pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan
dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Hasil pemantauan merupakan bahan
untuk melakukan evaluasi atas kebijakan yang telah diambil oleh pengambil
keputusan, apakah perlu perbaikan atau penyempurnaan.
Adanya perubahan-perubahan yang berkenaan dengan kualitas lingkungan akan
dapat terdeteksi dan diidentifikasi melalui upaya pemantauan lingkungan, sehingga
timbulnya kemerosotan kualitas lingkungan yang mengarah pada keadaan kritis
dapat diketahui secara dini dan tindakan pencegahan dan perbaikan segera dapat
dilakukan. Oleh karena itu upaya pemantauan lingkungan merupakan kunci
keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan merupakan alat kontrol
bagi setiap perubahan komonen lingkungan. Usaha-usaha yang akan dilakukan
akan lebih menitikberatkan pada jenis-jenis dampak negatif dan meningkatkan
dampak positifnya.
Upaya pemantauan lingkungan yang akan dilakukan oleh pengelola Pasar Ikan
Higienis Lempasing mulai dari tahap konstruksi hingga pasca konstruksi/operasi,
yang meliputi: jenis kegiatan yang menjadi sumber dampak, jenis dampak
lingkungan yang terjadi, metode pemantauan dampak lingkungan yang akan
dilakukan, dan ukuran dampak. Adapun lokasi pemantauan adalah di sekitar
lokasi PIH Lempasing, baik di lingkungan darat, perairan, udara, serta kondisi
sosial ekonomi masyarakat setempat.
Pada saat tahap konstruksi pemantauan dilakukan dengan pengawasan dan
pemeriksaan secara seksama, baik saat pembersihan lahan, pemasangan pagar
proyek, pekerjaan tanah, dan pembangunan gedung PIH Lempasing. Tolok ukur
yang dipantau antara lain: lumpur dan tanah galian tidak masuk ke perairan pantai
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
Studi
Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
36
yang dapat menyebabkan kekeruhan di perairan, kandungan debu di udara
dibawah 230 μg, dan tingkat kebisingan di bawah 55 dBA. Dari segi sosial
ekonomi, pemantauan juga dilakukan terhadap perekrutan tenaga kerja dengan
tolok ukur ada/tidaknya masyarakat setempat yang terekrut sebagai tenaga kerja
sesuai dengan kualifikasi/keahlian yang dibutuhkan.
Pada saat tahap operasional, pemantauan dititikberatkan pada komponen utama
penyebab dampak lingkungan, baik pada kegiatan pemeriksaan ikan di
laboratorium, kegiatan penyiangan dan penjualan ikan, ataupun dari kegiatan
rekreasi (restoran). Limbah yang dihasilkan harus terus dipantau agar tidak
mencemari lingkungan. Pemantauan dilakukan pada instalasi pengolah limbah
yang ada, sehingga limbah tersebut benar-benar diolah secara baik sebelum
dibuang ke lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan saat dibuang ke lingkungan
harus memiliki nilai BOD5 dan COD yang nilainya dibawah ambang batas. Nilai
BOD5 harus dibawah 50 mg/l; sedangkan COD dibawah 100 mg/l. Pemantauan
limbah tersebut dilakukan 3 bulan sekali.
Pemantauan tingkat kebisingan dilakukan dengan mengukur parameter tersebut di
sekitar lokasi PIH Lempasing secara periodik 3 bulan sekali. Dari hasil
pemantauan akan diketahui apakah tingkat kebisingan sudah melebihi ambang
batas (< 55 dBA) atau masih di batas aman yang tidak mengganggu masyarakat
sekitarnya. Dari pemantauan ini juga dapat diketahui efektivitas tumbuh-tumbuhan
yang ditanam yang berfungsi sebagai peredam/penahan kebisingan. Secara rinci,
upaya pemantauan lingkungan tersebut disajikan pada Tabel 11.
Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
37
Studi
Tabel 11. Ringkasan Upaya Pemantauan Lingkungan Pembangunan Pasar Ikan Higienis (PIH) Lempasing.
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Metode Pemantauan Lingkungan Ukuran Dampak
1. Prakonstruksi Tidak ada • Tidak ada a. Rekruitment
tenaga kerja • Tersedianya kesempatan
kerja • Pemeriksaan administrasi
perekrutan tenaga kerja • Jumlah penduduk setempat
yg terekrut sebagai tenaga kerja
b. Pembersihan lahan • Penurunan kualitas perairan
• Penurunan nilai Estetika
• Pengawasan selama pembersihan lahan
• Pemeriksaan pagar areal pembangunan
• Lumpur tidak masuk ke perairan pantai
• Areal pembangunan terpagar rapi
2. Konstruksi
c. Pekerjaan Bangunan
• Penurunan kualitas perairan
• Meningkatnya kandungan debu udara
• Meningkatnya nilai estetika
• Pengawasan selama penggalian pondasi
• Pengamatan kualitas udara, pema-sangan alat pemantau sederhana & pengambilan sampel udara.
• Pengamatan selama pembangunan taman.
• Tanah galian tidak masuk ke perairan pantai
• Kandungan debu di udara < 230 µg
• Penilaian masyarakat meningkat
a. Bongkar Muat Barang
Tidak ada
b. Pemeriksaan Ikan • Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik cair
• Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di laboratorium (3 bulan sekali)
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
c. Penyiangan dan penjualan ikan
• Penurunan kualitas perairan oleh limbah organik
• Penurunan kualitas udara akibat pembusukan limbah padat ikan
• Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di laboratorium (3 bulan sekali)
• Pengamatan ada tidaknya tumpukan limbah ikan busuk dan pemeriksaan kualitas udara
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l • Efluent tidak mengandung
Khlorin • Udara tdk berbau bangkai
ikan d. Penyimpanan • Kebisingan akibat mesin
pendingin • Pengukuran tingkat kebisingan
secara periodik (3 bulan sekali) • Tingkat kebisingan < 55 dBA
3. Pasca konstruksi/ Operasional
e Rekreasi. • Penurunan kualitas perairan akibat limbah organik
• Pengambilan sampel secara periodik dan pemeriksaan di lab (3 bln sekali)
• BOD efluent < 50 mg/l • COD efluent < 100 mg/l
Studi
Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
38
No. Tahap Kegiatan
Jenis Kegiatan yang Menjadi
Sumber Dampak
Jenis Dampak Lingkungan
Metode Pemantauan Lingkungan Ukuran Dampak
• Baku mutu kandungan debu ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan RI Nomor 205/07/1996 Tentang : Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara untuk Sumber Tidak Bergerak.
• Penurunan kualitas udara akibat limbah padat ikan
• Pengamatan ada tidaknya tumpukan limbah ikan busuk dan pemeriksaan kualitas udara
• Udara tidak berbau bangkai ikan
f. Saniter (WC dan Kamar mandi)
• Penurunan kualitas perairan pantai
Pengamatan ada tidaknya buangan limbah ke perairan umum.
• Air limbah tidak masuk ke perairan umum/pantai
• Baku mutu untuk BOD dan COD effluent ditentukan berdasarkan Kep. Men. Lingkungan Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995)
Keterangan :
39
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN Berdasarkan studi ini, dapat disimpulkan beberapa hal:
• Dampak lingkungan yang akan terjadi pada pelaksanaan pembangunan
Pasar Ikan Higienis di Lempasing diperkirakan berlangsung pada tahap
konstruksi dan pasca konstruksi/operasional. Pada tahap prakonstruksi
tidak menimbulkan dampak.
• Jenis dampak lingkungan yang perlu mendapat perhatian lebih adalah
timbulnya pencemaran di perairan akibat limbah cair organik dan limbah
padat organik yang berasal dari ikan.
• Instalasi pengolah limbah cair organik yang cocok untuk diaplikasikan
adalah sistem kolam aerobik, fakultatif, dan pengendapan yang dapat
menurunkan nilai BOD dan COD limbah tersebut sehingga tidak
mencemari lingkungan.
• Limbah padat organik yang berasal dari ikan dapat diolah menjadi silase
untuk bahan baku pakan ternak, atau dikelola dengan sistem sanitary
landfill .
• Pemantauan lingkungan dilakukan secara periodik 3 bulan sekali untuk
memonitor kondisi limbah yang dibuang ke lingkungan, sehingga dapat
meminimalkan dampak negatif yang mungkin terjadi.
7.2 SARAN
Disarankan untuk dapat dilakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan hasil studi/kajian ini
dengan tetap melakukan koordinasi dan konsultasi pada dinas/instansi
lainnya yang terkait (Bapedalda).
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
40
Studi Pembangunan Pasar Ikan Higienis di Kotamadya Bandar Lampung
Recommended