007 Laskar Pelangi

Preview:

DESCRIPTION

ppt laskar pelangi

Citation preview

Resensi Laskar Pelangi- Dielon Patik (8)- Juliansyah Rizki Pratama (19)- Syachbani Rizkivaldy (32)

Laskar Pelangi

Identitas Buku

Judul : Laskar Pelangi

Penulis : Andrea Hirata

Penerbit : Bentang

Kota Tempat Terbit : Jl. Pandega Padma 19, Yogyakarta

Tahun Terbit : Cetakan III, Juli 2007

Tebal halaman : 533 halaman termasuk juga tentang penulis

Harga : Rp.69.000,-

Sinopsis

Ini adalah cerita tentang semangat juang menyala-nyala dari anak-anak kampung Belitong untuk mengubah nasib melalui sekolah, yang harus mereka dapat dengan terengah-engah. Sebagian besar orang tua mereka lebih suka melihat anak-anaknya bekerja membantu orang tua di ladang, atau bekerja menjadi buruh kasar di PN Timah, daripada sekolah yang tak jelas masa depannya.

Ringkasan

Anak-anak Laskar Pelangi itu hidup dalam kebahagiaan masa kecil dan menyimpan mimpi masing-masing untuk hari esok. Tapi siapa yang sanggup melawan sang nasib? Dua belas tahun kemudian, Ikal menyaksikan perubahan nasib teman-temannya yang sungguh diluar dugaan. Sang nasib sungguh menjadi sebuah misteri yang maha gelap. Anak-anak Laskar Pelangi itu boleh punya cita-cita setinggi langit, tapi nasib jualah yang menentukan episode kehidupan mereka selanjutnya. Sang nasib bisa jadi adalah ketiadaan kepedulian pemerintah akan bibit-bibit unggul mutiara anak bangsa yang harus terhempas oleh himpitan ekonomi. Mereka adalah anak-anak harapan bangsa yang terpaksa harus tunduk oleh gilasan nasib yang semestinya bisa diupayakan oleh pemerintah yang punya amanah dan kuasa untuk memajukan pendidikan.

Unsur Intrinsik (pokok-pokok isi novel)

Tema

Persahabatan sepuluh anak yaitu Ikal, Mahar, Lintang, Harun, Syahdan, A Kiong, Trapani, Borek, Kucai dan satu-satunya wanita di kelas mereka, Sahara dari orang kecil yang mempunyai cita-cita yang tinggi dengan bersekolah di pendidikan rakyat kecil Sekolah Muhamadiyah.

Tokoh dan Perwatakan

Ikal : tidak mudah putus asa dan tegar (kiri)Ayah Ikal : baik hati dan bijaksana ( kanan)

Pak K.A. Harpan Noor : baik hati, ramah dan sabar. (kanan)Ibu N.A. muslimah Hafsari : sabar, baik hati dan penyayang. (kiri)

Lintang : pantang menyerah dan cerdas. (kiri)Mahar : kreatif, imajinatif dan cerdas. (kanan)

Trapani : manja dan cerdas. (kiri)Kucai : hiperaktif, susah diatur dan benyak bicara (kanan)

Sahara : keras kepala, cerdas dan baik hati. (kiri)A kiong : baik dan sedikit aneh. (kanan)

Harun : baik tetapi agak keterbelakangan mental.Borek : nakal dan susah diatur.Flo : tomboy,cerdik

Alur

Di dalam novel ini memakai alur maju, karena dalam ceritanya tidak terdapat kilas balik sehingga membuat pembaca penasaran apa yang akan terjadi di kisah selanjutnya.

Sudut Pandang

Memakai kata ganti orang pertama tunggal atau memakai akuan sertaan, karena dalam penceritaan novel penulis menggunakan kata aku.

Gaya Bahasa

Di sini saya tidak mengetahui gaya bahasanya, karena ada kata-kata yang sulit untuk dipahami atau dapat kita mengerti. Hal ini dikarenakan untuk menyesuaikan bahasa berdasarkan tempat yang diceritakan yaitu di Bangka Belitong, daerah terpencil yang belum meluas bahasanya.

Latar (Setting)

Tempat : di sekolah, di bawah pohon, di gua, dan di rumah.

Suasana : menyenangkan, menyedihkan, dan menegangkan.

Waktu : siang hari, sore hari, dan malam hari.

Keunggulan Novel

A. Organisasi

Dalam hal organisasi novel ini, hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain harmonis dan dapat menimbulkan rasa penasaran pembaca. Karena dalam penceritaan isi novel tidak berbelit-belit.

B. Isi

Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit dan cita-cita yang gagah berani dalam kisah tokoh utama buku ini Ikal, akan menuntun kita dengan semacam keanggunan dan daya tarik agar kita dapat melihat ke dalam diri sendiri dengan penuh pengharapan, agar kita menolak semua keputusasaan dan ketakberdayaan kita sendiri. Secarah keseluruhan saya menilai novel ini bagus dan membangun. Novel laskar pelangi ini juga sarat hikmah, dakwah, dan rasa persahabatan yang sangat kental. Tuturannya mengalir, menyentuh, mencerahkan, menggelikan, membidik pusat kesadaran, dan jauh dari sifat menggurui.

 

 C. Bahasa

Bahasa yang digunakan tidak berbelit-belit walaupun ada kata-kata yang kita tidak tahu maknanya dan yang belum dapat kita pahami, dikarenakan cerita menyesuaikan tempat daerah Belitong.

(Nilai-nilai Novel) Unsur Ekstrinsik

Kita dapat mengambil pelajaran bahwa bagaimanapun hidup yang kita jalani, kita harus senantiasa bersyukur. Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit cita-cita yang tingggi. Pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi/berinteraksi langsung dengan kebodohan atau kegeniusan. Banyak sekali pelajaran yang dapat kita teladani dari novel tersebut seperti keagamaan, moral, cinta pertama yang indah, ketegaran hidup, bahkan makna sebuah takdir yang tidak bisa kita tebak. Selain itu kita dapat mencontoh tokoh-tokoh yang dapat diteladani seperti tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, takwa, dan sebagainya.

Dielon

Keunggulan Novel

Keunggulan novel ini terletak pada sentilan humaniora tentang pentingnya pendidikan sekolah dan sekaligus kuatnya moral agama. Novel ini wajib baca bagi generasi muda yang terlena dengan gelimang kemudahan ekonomi dan tak lagi kenal jerih payah untuk menggapai masa depan. Novel ini juga wajib baca bagi para pendidik, bagi pemerintah yang selalu alpa pada pentingnya pendidikan. Buah dari kealpaan itu diantaranya adalah, kini kita menjadi bangsa yang sering menjadi bahan olok-olok oleh bangsa lain, karena kita rajin mencetak manusia yang tak punya kualitas.

 Kelemahan Novel

Kelemahan novel ini, menurut saya, hanya terletak pada cara mengakhiri cerita. Semestinya, novel ini sudah ditutup pada bab 33: Anarkonisme, yang menceritakan kejatuhan Babel (Bangka Belitung) yang dulu bergelimbang Timah. Bab 34: Gotik, menurut saya menjadi ekor cerita yang membingungkan. Karena penutur ”Aku” secara tiba-tiba menjadi orang lain, dan bukan lagi Ikal. Bab 34 ini menjadi sebuah kemubaziran. Sama persis seperti seorang pelukis yang seharusnya berhenti menguaskan catnya pada bidang lukis yang sudah sempurna, tapi kemudian menjadi berantakan karena sebuah goresan yang tidak perlu.

Terimakasih

Sesi Pertanyaan

Recommended