Bab IV PEMBAHASAN

Preview:

Citation preview

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bab IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas sistem persamaan linear, sistem pertidaksamaan line-

ar, serta himpunan bayangan dan matriks reguler kuat dalam aljabar maks-plus.

Pada sistem persamaan linear, dibahas mengenai langkah-langkah untuk men-

cari penyelesaiannya dan kriteria sistem persamaan linear yang tidak memiliki

penyelesaian, memiliki penyelesaian tunggal dan memiliki penyelesaian banyak.

Kemudian pada sistem pertidaksamaan linear, dibahas mengenai langkah-langkah

untuk mencari penyelesaiannya. Selanjutnya, pada subbab terakhir ditunjukkan

banyaknya penyelesaian sistem persamaan linear dan himpunan bayangan dari

matriks A.

4.1 Sistem Persamaan Linear

Pada subbab ini, pembahasan tentang definisi sistem persamaan linear

sampai penjelasan matriks A adalah doubly R-astic mengacu pada Tam [13].

Misalkan A = (aij) ∈ Rm×n, b = (b1, . . . , bm) ∈ Rm, i = 1, 2, . . . ,m dan j =

1, 2, . . . , n. Sistem dari maks(aij + xj) = bi dapat dinyatakan sebagai

A⊗ x = b. (4.1)

Sistem (4.1) disebut sistem persamaan linear (sistem linear maks-aljabar satu sisi

atau sistem maks-linear). Untuk mencari penyelesaian dari sistem (4.1), terlebih

dahulu dicari suatu matriks yang bisa mempermudah proses pencarian penye-

lesaian dari sistem tersebut. Ambil B = diag(−b1, . . . ,−bm). Jika matriks B

dioperasikan dengan ⊗ pada ruas kiri dan ruas kanan dari sistem (4.1), maka

sistem tersebut menjadi

B ⊗ A⊗ x = B ⊗ b. (4.2)

13

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Karena B ⊗ b = 0, sistem (4.2) dapat juga dinyatakan sebagai

A⊗ x = 0, (4.3)

dengan A = B ⊗ A = (aij) = (aij − bi) ∈ Rm×n. Proses perubahan sistem (4.1)

menjadi sistem (4.3) disebut normalisasi dan sistem (4.3) disebut sistem yang

dinormalkan.

Sistem (4.3) terdiri atas m persamaan yaitu

maks(a11 + x1, a12 + x2, . . . , a1n + xn) = 0,

maks(a21 + x1, a22 + x2, . . . , a2n + xn) = 0,

...

maks(am1 + x1, am2 + x2, . . . , amn + xn) = 0.

(4.4)

Kemudian, diperhatikan x1. Dari sistem (4.4) diperoleh

x1 ≤ −a11, x1 ≤ −a21, . . . , x1 ≤ −am1.

Oleh karena itu, x1 ≤ min{−a11,−a21, . . . ,−am1} = x1 dan −x1 adalah maksi-

mum kolom dari kolom pertama. Untuk x2, diperoleh

x2 ≤ −a12, x2 ≤ −a22, . . . , x2 ≤ −am2.

Jadi, x2 ≤ min{−a12,−a22, . . . ,−am2} = x2 dan −x2 adalah maksimum kolom

dari kolom kedua. Dengan cara yang analog, diperoleh maksimum kolom dari

kolom ketiga sampai kolom ke-n. Dengan demikian, diperoleh (x1, x2, . . . , xn) ≤

(x1, x2, . . . , xn).

Di sisi lain, agar sistem (4.1) mempunyai penyelesaian, harus terdapat pa-

ling sedikit satu xj yang memenuhi xj = xj pada setiap persamaan dalam sistem

yang dinormalkan. Oleh karena itu, harus terdapat juga paling sedikit satu mak-

simum kolom pada setiap baris di dalam matriks A. Jadi, sistem (4.1) mempunyai

penyelesaian jika terdapat paling sedikit satu maksimum kolom pada setiap baris

di dalam matriks A. Menurut Butkovic [5], hal ini telah diselidiki sebelumnya

oleh Zimmermann (Butkovic [5]) dan diformulasi menjadi Teorema 4.1.1.

14

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sebelum menjelaskan Teorema 4.1.1, terlebih dahulu dijelaskan definisi him-

punan penyelesaian, himpunan baris yang memuat maksimum kolom, (xj) dan

alasan penggunaan matriks A yang doubly R-astic. Diberikan sistem A ⊗ x = b

dengan A = (aij) ∈ Rm×n, b = (b1, b2, . . . , bm) ∈ Rm, M = {1, 2, . . . ,m} dan

N = {1, 2, . . . , n}. Himpunan S(A, b) = {x ∈ Rn|A ⊗ x = b} disebut himpun-

an penyelesaian sistem A ⊗ x = b. Kemudian, untuk setiap j ∈ N , himpun-

an baris yang memuat maksimum kolom pada kolom ke-j dinotasikan dengan

Mj(A, b) = {k ∈ M |(akj − bk) = maksi=1,2,...,m(aij − bi)}. Lalu, untuk setiap

j ∈ N , (xj) = (−maksi=1,2,...,m(aij − bi)).

Untuk kasus dengan b = (ϵ, . . . , ϵ)T , diperoleh S(A, b) = {x ∈ Rn|xj = ϵ

jika Aj = ϵ, j ∈ N}. Oleh karena itu, jika A = ϵ maka S(A, b) = Rn. Sedangkan,

jika b = ϵ dan A = ϵ maka S(A, b) = ∅. Jadi, diasumsikan bahwa A = ϵ dan

b = ϵ.

Misalkan bk = ϵ untuk suatu k ∈ M . Jika akj = ϵ, j ∈ N maka untuk setiap

x ∈ S(A, b) diperoleh xj = ϵ. Berarti persamaan ke-k dari sistem A ⊗ x = b

yaitu ak1 ⊗ x1 ⊕ . . . ⊕ akn ⊗ xn = bk dapat dihilangkan. Kemudian, jika xj = ϵ

maka setiap kolom Aj dengan akj = ϵ (jika ada) dapat dihilangkan dari sistem

A ⊗ x = b. Oleh karena itu, tanpa mengurangi keumuman, dapat diasumsikan

bahwa b adalah berhingga.

Selanjutnya, jika b adalah berhingga dan A memuat suatu baris ϵ maka

S(A, b) = ∅. Jika A memuat suatu kolom ϵ, contohnya Aj = ϵ untuk suatu

j ∈ N , maka xj dapat dinyatakan sebagai sembarang nilai x. Oleh karena itu,

tanpa mengurangi keumuman, dianggap bahwa A adalah doubly R-astic.

Selain mengacu pada Butkovic [5], teorema tentang kriteria sistem persa-

maan linear yang memiliki penyelesaian ini juga mengacu pada Tam [13] dan

Butkovic [6]. Teorema 4.1.1 juga telah dikaji ulang oleh Muslimah dkk. [10].

Teorema 4.1.1. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic dan b ∈ Rm. Vektor

x ∈ S(A, b) jika dan hanya jika

1. x ≤ x dengan x =(x1 . . . xn

)T

dan

2.∪

j∈NxMj(A, b) = M dengan Nx = {j ∈ N |xj = xj}.

15

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bukti. Ambil x ∈ S(A, b). Selanjutnya, dibuktikan bahwa

1. x ≤ x dan

2.∪

j∈NxMj(A, b) = M dengan Nx = {j ∈ N |xj = xj}.

Misalkan x ∈ S(A, b), ditunjukkan bahwa x ≤ x. Untuk j ∈ N , aij ⊗ xj ≤

bi, berarti x−1j ≥ aij ⊗ b−1

i sehingga x−1j ≥ maksi∈Maij ⊗ bi

−1. Karena x−1j ≥

maksi∈Maij ⊗ bi−1, berarti xj ≤ (maksi∈Maij ⊗ bi

−1)−1 = −maksi∈Maij ⊗ bi−1 =

xj. Karena berlaku untuk setiap j ∈ N berarti x ≤ x. Terbukti bahwa jika

x ∈ S(A, b) maka x ≤ x.

Kemudian, ditunjukkan bahwa∪

j∈NxMj(A, b) = M dengan Nx = {j ∈

N |xj = xj}. Untuk menunjukkan bahwa∪

j∈NxMj(A, b) = M , diperlihatkan

bahwa∪

j∈NxMj(A, b) ⊆ M dan M ⊆

∪j∈Nx

Mj(A, b). Karena ∀j ∈ N, (xj) =

(−maksi=1,...,m(aij − bi)), maka∪

j∈NxMj(A, b) ⊆ M . Misalkan k ∈ M , karena

bk = akj ⊗ xj > ϵ untuk suatu j ∈ N dan xj−1 ≥ x−1

j ≥ aij ⊗ bi−1 untuk setiap

i ∈ M , diperoleh xj−1 = akj ⊗ bk

−1 = maksi∈Maij ⊗ bi−1. Oleh karena itu k ∈ Mj

dan xj = xj. Jadi, M ⊆∪

j∈NxMj(A, b).

Misalkan

1. x ≤ x dan

2.∪

j∈NxMj(A, b) = M dengan Nx = {j ∈ N |xj = xj}.

Dibuktikan bahwa x ∈ S(A, b). Misalkan k ∈ M dan j ∈ N , untuk akj = ϵ, jelas

bahwa akj ⊗ xj ≤ bk. Jika akj = ϵ maka

akj ⊗ xj ≤ akj ⊗ xj ≤ akj ⊗ bk ⊗ akj−1 = bk.

Oleh karena itu A⊗x ≤ b. Di sisi lain, untuk suatu j ∈ N yang memenuhi xj = xj

dan k ∈ Mj, akj ⊗ xj = bk. Oleh karena itu, A⊗ x = b. Berarti x ∈ S(A, b).

Jadi, terbukti bahwa vektor x ∈ S(A, b) jika dan hanya jika

1. x ≤ x dan

2.∪

j∈NxMj(A, b) = M dengan Nx = {j ∈ N |xj = xj}.

16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kemudian, Cuninghame-Green [8] menyebutkan bahwa sistem (4.1) mem-

punyai penyelesaian jika dan hanya jika x adalah penyelesaian sistem tersebut.

Elemen x disebut penyelesaian dasar sistem (4.1).

Selanjutnya, Tam [13] dan Butkovic [6] menyebutkan dua akibat yang mun-

cul dari Teorema 4.1.1. Akibat 4.1.2 menjelaskan tentang kriteria sistem persa-

maan linear yang memiliki penyelesaian.

Akibat 4.1.2. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic dan b ∈ Rm. Tiga

pernyataan berikut ekuivalen.

1. S(A, b) = ∅.

2. x ∈ S(A, b).

3.∪

j∈N Mj(A, b) = M .

Bukti. Pertama, dibuktikan bahwa jika S(A, b) = ∅ maka x ∈ S(A, b). Diketahui

bahwa S(A, b) = ∅, berarti ∃x ∈ S(A, b). Berdasarkan Teorema 4.1.1, diperoleh

bahwa x ≤ x, yang berarti bahwa jika x = x maka x ∈ S(A, b). Terbukti bahwa

jika S(A, b) = ∅ maka x ∈ S(A, b).

Kemudian, ditunjukkan bahwa jika x ∈ S(A, b) maka∪

j∈N Mj(A, b) = M .

Misalkan k ∈ M , karena bk = akj ⊗ xj > ϵ untuk suatu j ∈ N dan xj−1 = x−1

j =

aij ⊗ bi−1 untuk setiap i ∈ M , diperoleh xj

−1 = akj ⊗ bk−1 = maksi∈Maij ⊗ bi

−1.

Karena untuk setiap i ∈ M terdapat xj−1, berarti

∪j∈N Mj(A, b) = M . Terbukti

bahwa jika x ∈ S(A, b) maka∪

j∈N Mj(A, b) = M .

Terakhir, diperlihatkan bahwa jika∪

j∈N Mj(A, b) = M maka S(A, b) =

∅. Diketahui bahwa∪

j∈N Mj(A, b) = M , berdasarkan Teorema 4.1.1, diperoleh

bahwa ∃x ∈ S(A, b). Karena ∃x ∈ S(A, b), berarti S(A, b) = ∅. Terbukti bahwa

jika∪

j∈N Mj(A, b) = M maka S(A, b) = ∅.

Dengan mengacu pada Teorema 4.1.1, kriteria sistem persamaan linear yang

memiliki penyelesaian tunggal tampak pada Akibat 4.1.3.

17

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Akibat 4.1.3. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic dan b ∈ Rm. Him-

punan S(A, b) = {x} jika dan hanya jika

1.∪

j∈N Mj(A, b) = M dan

2.∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

Bukti. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic dan b ∈ Rm. Dibuktikan bahwa

jika S(A, b) = {x} maka

1.∪

j∈N Mj(A, b) = M dan

2.∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

Diketahui bahwa S(A, b) = {x}, berdasarkan Akibat 4.1.2 terbukti bahwa jika

S(A, b) = {x} maka∪

j∈N Mj(A, b) = M . Selanjutnya akan dibuktikan bahwa

jika S(A, b) = {x} maka∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

Karena S(A, b) = {x} berarti untuk setiap j1, j2 ∈ N dengan j1 = j2, terda-

pat dengan tunggal kj1 , kj2 ∈ M dengan kj1 ∈ Mj1 , kj2 ∈ Mj2 dan kj1 = kj2 .

Berarti Mj1(A, b) dan Mj2(A, b) memiliki suatu kj1 dan kj2 yang berbeda, se-

hingga terdapat N ′ ⊆ N dengan N ′ = N . Ambil N ′ = N − j1, berakibat∪j∈N ′ Mj(A, b) = M − kj1 = M . Karena untuk setiap j1 dan j2 yang diambil,

terdapat N ′ ∈ N,N ′ = N yang memenuhi∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M , berarti untuk

setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N berlaku∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M . Jadi, terbukti bahwa jika

S(A, b) = {x} maka∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

Kemudian, ditunjukkan bahwa jika

1.∪

j∈N Mj(A, b) = M dan

2.∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

maka S(A, b) = {x}. Diketahui bahwa∪

j∈N Mj(A, b) = M , berdasarkan Akibat

4.1.2, berarti x ∈ S(A, b). Karena∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆

N,N ′ = N , berakibat setiap Mj(A, b) memiliki dengan tunggal suatu kj yang

tidak dimiliki oleh Mj(A, b) yang lain. Berarti terdapat N baris yang memiliki

satu kolom maksimum sehingga sistem persamaan linear memiliki penyelesaian

jika x = x. Karena x hanya ada satu, berarti S(A, b) = {x}. Terbukti bahwa jika

18

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1.∪

j∈N Mj(A, b) = M dan

2.∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

maka S(A, b) = {x}.

Selanjutnya, pada Contoh 4.1.1 diberikan contoh sistem persamaan linear

yang tidak mempunyai penyelesaian. Contoh 4.1.2 diberikan contoh sistem persa-

maan linear yang mempunyai penyelesaian. Lalu Contoh 4.1.3 diberikan contoh

sistem persamaan linear yang mempunyai penyelesaian tunggal. Contoh 4.1.1

mengacu pada Tam [13], Contoh 4.1.2 mengacu pada Butkovic [5] dan Contoh

4.1.3 mengacu pada Butkovic [3].

Contoh 4.1.1. Diberikan sistem7 −3 2

2 1 4

6 3 9

4 2 8

x1

x2

x3

=

−1

3

7

9

. (4.5)

Jika

B =

1 ϵ ϵ ϵ

ϵ −3 ϵ ϵ

ϵ ϵ −7 ϵ

ϵ ϵ ϵ −9

maka

A =

1 ϵ ϵ ϵ

ϵ −3 ϵ ϵ

ϵ ϵ −7 ϵ

ϵ ϵ ϵ −9

7 −3 2

2 1 4

6 3 9

4 2 8

=

8 −2 3

−1 −2 1

−1 −4 2

−5 −7 −1

.

Jadi, 8 −2 3

−1 −2 1

−1 −4 2

−5 −7 −1

x1

x2

x3

=

0

0

0

0

. (4.6)

19

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Proses perubahan sistem (4.5) menjadi sistem (4.6) disebut normalisasi dan sis-

tem (4.6) disebut sistem yang dinormalkan. Dari sistem (4.6) diperoleh empat

persamaan yaitu

maks(8 + x1,−2 + x2, 3 + x3) = 0, (4.7)

maks(−1 + x1,−2 + x2, 1 + x3) = 0, (4.8)

maks(−1 + x1,−4 + x2, 2 + x3) = 0, (4.9)

maks(−5 + x1,−7 + x2,−1 + x3) = 0. (4.10)

Diperhatikan persamaan (4.7). Jika (x1, x2, x3) adalah penyelesaian sistem

(4.6) maka diperoleh x1 ≤ −8, x2 ≤ 2 dan x3 ≤ −3.

Pertama, diperhatikan x1. Dari persamaan (4.7) sampai persamaan (4.10)

diperoleh x1 ≤ −8, x1 ≤ 1, x1 ≤ 1 dan x1 ≤ 5. Oleh karena itu, x1 ≤ −8 = x1

dan −x1 = 8 adalah maksimum kolom dari kolom pertama.

Kemudian, diperhatikan x2. Dari persamaan (4.7) sampai persamaan (4.10)

diperoleh x2 ≤ 2, x2 ≤ 2, x2 ≤ 4 dan x2 ≤ 7. Oleh karena itu, x2 ≤ 2 = x2 dan

−x2 = −2 adalah maksimum kolom dari kolom kedua.

Selanjutnya, diperhatikan x3. Dari persamaan (4.7) sampai persamaan

(4.10) diperoleh x3 ≤ −3, x3 ≤ −1, x3 ≤ −2 dan x3 ≤ 1. Oleh karena itu,

x3 ≤ −3 = x3 dan −x3 = 3 adalah maksimum kolom dari kolom ketiga.

Jadi, (x1, x2, x3) ≤ (x1, x2, x3) = (−8, 2,−3). Selain itu, diperoleh juga

M1(A, b) = {1},M2(A, b) = {1, 2},M3(A, b) = {1} dan∪

j∈N Mj(A, b) = {1, 2} =

M . Berdasarkan Akibat 4.1.2, berarti sistem (4.5) mempunyai S(A, b) = ∅.

Contoh 4.1.2. Diberikan sistem

−2 2 2

−5 −3 −2

−5 −3 3

−3 −3 2

1 4 6

x1

x2

x3

=

3

−2

1

0

5

. (4.11)

20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jika

B =

−3 ϵ ϵ ϵ ϵ

ϵ 2 ϵ ϵ ϵ

ϵ ϵ −1 ϵ ϵ

ϵ ϵ ϵ 0 ϵ

ϵ ϵ ϵ ϵ −5

maka

A =

−3 ϵ ϵ ϵ ϵ

ϵ 2 ϵ ϵ ϵ

ϵ ϵ −1 ϵ ϵ

ϵ ϵ ϵ 0 ϵ

ϵ ϵ ϵ ϵ −5

−2 2 2

−5 −3 −2

−5 −3 3

−3 −3 2

1 4 6

=

−5 −1 −1

−3 −1 0

−6 −4 2

−3 −3 2

−4 −1 1

.

Jadi, sistem yang dinormalkan adalah

−5 −1 −1

−3 −1 0

−6 −4 2

−3 −3 2

−4 −1 1

x1

x2

x3

=

0

0

0

0

0

. (4.12)

Dari sistem (4.12) diperoleh lima persamaan yaitu

maks(−5 + x1,−1 + x2,−1 + x3) = 0, (4.13)

maks(−3 + x1,−1 + x2, 0 + x3) = 0, (4.14)

maks(−6 + x1,−4 + x2, 2 + x3) = 0, (4.15)

maks(−3 + x1,−3 + x2, 2 + x3) = 0, (4.16)

maks(−4 + x1,−1 + x2, 1 + x3) = 0. (4.17)

Diperhatikan persamaan yang pertama. Jika (x1, x2, x3) adalah penyelesai-

an sistem (4.11) maka diperoleh x1 ≤ 5, x2 ≤ 1 dan x3 ≤ 1.

Pertama, diperhatikan x1. Dari persamaan (4.13) sampai persamaan (4.17)

diperoleh x1 ≤ 5, x1 ≤ 3, x1 ≤ 6, x1 ≤ 3 dan x1 ≤ 4. Oleh karena itu, x1 ≤ 3 = x1

dan −x1 = −3 adalah maksimum kolom dari kolom pertama.

21

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selanjutnya, diperhatikan x2. Dari persamaan (4.13) sampai persamaan

(4.17) diperoleh x2 ≤ 1, x2 ≤ 1, x2 ≤ 4, x2 ≤ 3 dan x2 ≤ 1. Oleh karena itu,

x2 ≤ 1 = x2 dan −x2 = −1 adalah maksimum kolom dari kolom kedua.

Terakhir, diperhatikan x3. Dari persamaan (4.13) sampai persamaan (4.17)

diperoleh x3 ≤ 1, x3 ≤ 0, x3 ≤ −2, x3 ≤ −2 dan x3 ≤ −1. Oleh karena itu,

x3 ≤ −2 = x3 dan −x3 = 2 adalah maksimum kolom dari kolom ketiga.

Jadi, (x1, x2, x3) ≤ (x1, x2, x3) = (3, 1,−2). Selain itu, diperoleh juga

M1(A, b) = {2, 4}, M2(A, b) = {1, 2, 5}, M3(A, b) = {3, 4} dan∪

j∈N Mj(A, b) =

{1, 2, 3, 4, 5} = M . Berdasarkan Akibat 4.1.2, berarti sistem (4.11) mempunyai

S(A, b) = ∅.

Contoh 4.1.3. Diberikan sistem

1 5 3

1 4 7

−1 4 3

5 7 6

0 6 0

x1

x2

x3

=

6

9

5

10

7

. (4.18)

Jika

B =

−6 ϵ ϵ ϵ ϵ

ϵ −9 ϵ ϵ ϵ

ϵ ϵ −5 ϵ ϵ

ϵ ϵ ϵ −10 ϵ

ϵ ϵ ϵ ϵ −7

maka

A =

−6 ϵ ϵ ϵ ϵ

ϵ −9 ϵ ϵ ϵ

ϵ ϵ −5 ϵ ϵ

ϵ ϵ ϵ −10 ϵ

ϵ ϵ ϵ ϵ −7

1 5 3

1 4 7

−1 4 3

5 7 6

0 6 0

=

−5 −1 −3

−8 −5 −2

−6 −1 −2

−5 −3 −4

−7 −1 −7

.

22

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jadi, sistem yang dinormalkan adalah

−5 −1 −3

−8 −5 −2

−6 −1 −2

−5 −3 −4

−7 −1 −7

x1

x2

x3

=

0

0

0

0

0

.

Dengan cara yang sama seperti Contoh 4.1.1 dan Contoh 4.1.2, diperoleh

(x1, x2, x3) ≤ (x1, x2, x3) = (5, 1, 2), M1(A, b) = {1, 4}, M2(A, b) = {1, 3, 5},

M3(A, b) = {2, 3} sehingga∪

j∈N Mj(A, b) = {1, 2, 3, 4, 5} = M . Ambil N′= {1},

diperoleh∪

j∈N ′ Mj(A, b) = {1, 4} = M . Lalu untuk N′= {2}, N ′

= {3}, N ′=

{1, 2}, N ′= {1, 3} danN

′= {2, 3}, masing-masing mempunyai

∪j∈N ′ Mj(A, b) =

M . Berdasarkan Akibat 4.1.3, berarti sistem (4.18) mempunyai S(A, b) = {x}.

Jadi, sistem (4.18) mempunyai S(A, b) = {(5, 1, 2)T} = {x}.

Himpunan∪

j∈N Mj(A, b) adalah himpunan penyelimut untuk M jika∪

j∈N

Mj(A, b) = M . Himpunan∪

j∈N Mj(A, b) adalah himpunan penyelimut mi-

nimum untuk M jika∪

j∈N Mj(A, b) = M dan untuk setiap N ′ ⊆ N , N ′ =

N ,∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M . Dari Akibat 4.1.2 dan Akibat 4.1.3, disimpulkan bahwa

adanya penyelesaian sistem (4.1) ekuivalen dengan adanya himpunan penyelimut

dan adanya penyelesaian tunggal sistem (4.1) ekuivalen dengan adanya himpunan

penyelimut minimum.

4.2 Sistem Pertidaksamaan Linear

Menurut Tam [13], selain sistem persamaan linear, di dalam aljabar maks-

plus juga terdapat sistem pertidaksamaan linear. Diberikan A = (aij) ∈ Rm×n

dan b = (b1, . . . , bm) ∈ Rm. Sistem

A⊗ x ≤ b (4.19)

disebut sistem pertidaksamaan linear (sistem pertidaksamaan maks-linear satu

sisi).

23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selanjutnya, Tam [13] dan Butkovic [6] menjelaskan penyelesaian dari sistem

pertidaksamaan linear dalam ¯R melalui Teorema 4.2.1. Teorema 4.2.1 sebelum-

nya juga dikaji ulang oleh Muslimah dkk. [10].

Teorema 4.2.1. Diberikan A ∈ ¯Rm×n

, b ∈ ¯Rm

dan x ∈ ¯Rn. Sistem pertidaksa-

maan linear A⊗ x ≤ b jika dan hanya jika x ≤ A∗⊗′b.

Bukti. Untuk a, b, x ∈ ¯R, a∗ ⊗′b = −a + b sehingga jika a = +∞ dan b = −∞

maka x = −∞ adalah penyelesaian tunggal untuk a ⊗ b dan x yang memenuhi

x ≤ a∗ ⊗′b adalah x ≤ −∞. Untuk semua kasus lain, dimana a, b ∈ {−∞,+∞},

himpunan penyelesaian untuk a⊗ b adalah ¯R dan x yang memenuhi x ≤ a∗ ⊗′b

adalah x ≤ +∞.

Jadi, sistem A ⊗ x ≤ b dapat dinyatakan sebagai aij ⊗ xj ≤ bi,∀i ∈

M, ∀j ∈ N . Dengan demikian, xj ≤ (aij)∗ ⊗′

bi, ∀i ∈ M, ∀j ∈ N . Jadi,

xj ≤∑

i∈M⊕′

(a∗ji ⊗′bi),∀j ∈ N atau dapat disajikan sebagai x ≤ A∗ ⊗′

b.

Jadi, terbukti bahwa A⊗ x ≤ b jika dan hanya jika x ≤ A∗⊗′b.

Vektor x = A∗⊗′b untuk matriks A yang doubly R-astic dan b yang ber-

hingga. Oleh karena itu, x = A∗⊗′b adalah penyelesaian dasar sistem (4.1) dan

(4.19) dengan A ∈ Rm×n dan b ∈ Rn. Jadi, penyelesaian dasar sistem (4.19)

adalah penyelesaian terbesarnya.

Selanjutnya, pada Contoh 4.2.1 diberikan contoh sistem pertidaksamaan

linear, yang mana mengacu pada Butkovic [6].

Contoh 4.2.1. Diberikan sistem

3 2 4

6 7 6

2 4 8

0 2 3

3 1 8

x1

x2

x3

0

1

1

−4

1

. (4.20)

24

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan Teorema 4.2.1, diperoleh

x ≤

−3 −6 −2 0 3

−2 −7 −4 −2 −1

−4 −6 −8 −3 −8

⊗′

0

1

1

−4

1

=

−5

−6

−7

.

Jadi, x ≤

−5

−6

−7

adalah penyelesaian dari sistem (4.20).

4.3 Himpunan Bayangan dan Matriks Reguler Kuat

Pada subbab ini dijelaskan kaitan antara penyelesaian sistem A⊗x = b de-

ngan himpunan bayangan dan matriks reguler kuat. Pertama, dijelaskan kaitan

antara penyelesaian sistem A⊗ x = b dengan himpunan bayangan. Selanjutnya,

dijelaskan kaitan antara penyelesaian sistem A ⊗ x = b dengan matriks regu-

ler kuat. Yang terakhir, dijelaskan cara mengecek reguler kuat menggunakan

permanen dari matriks.

Untuk sistem (4.1), Tam [13] memberikan Definisi 4.3.1 sampai Definisi

4.3.3, Proposisi 4.3.1, Proposisi 4.3.3, Akibat 4.3.2. Definisi 4.3.1 dan Proposisi

4.3.1 yang menjelaskan tentang himpunan bayangan dari matriks A dan kaitannya

dengan S(A, b).

Definisi 4.3.1. Misalkan A ∈ Rm×n maka Im(A) = {A ⊗ x|x ∈ Rn} adalah

himpunan bayangan ( image set) dari A.

Proposisi 4.3.1. Diberikan A ∈ Rm×n dan b ∈ Rm. Vektor b ∈ Im(A) jika dan

hanya jika S(A, b) = ∅.

Bukti. Ambil A ∈ Rm×n dan b ∈ Rm. Dibuktikan bahwa jika b ∈ Im(A) maka

S(A, b) = ∅. Diketahui b ∈ Im(A), berarti b = A ⊗ x. Karena terdapat suatu

x yang memenuhi A ⊗ x = b, berarti x ∈ S(A, b). Karena x ∈ S(A, b) berarti

S(A, b) = ∅. Jadi, terbukti bahwa jika b ∈ Im(A) maka S(A, b) = ∅.

25

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selanjutnya, ditunjukkan bahwa jika S(A, b) = ∅ maka b ∈ Im(A). Diketa-

hui S(A, b) = ∅, berarti sistem linear tersebut memiliki paling sedikit satu penye-

lesaian, sehingga terdapat x yang memenuhi A⊗ x = b. Karena A⊗ x ∈ Im(A),

berarti b ∈ Im(A). Jadi, terbukti bahwa jika S(A, b) = ∅ maka b ∈ Im(A).

Dari Akibat 4.1.2, penyelesaian sistem persamaan linear dapat ditentukan.

Selanjutnya, untuk mengecek apakah vektor b adalah bayangan dari matriks A

pada sistem persamaan linear, digunakan Teorema 4.2.1. Hal tersebut dapat

dilihat pada Akibat 4.3.2.

Akibat 4.3.2. Misalkan A ∈ Rm×n dan b ∈ Rm. Vektor b ∈ Im(A) jika dan

hanya jika A⊗ (A∗ ⊗ ′b) = b.

Bukti. Dibuktikan bahwa jika b ∈ Im(A) maka A ⊗ (A∗ ⊗ ′b) = b. Misal b ∈

Im(A) maka ∃x sedemikian hingga A⊗ x = b. Dengan Teorema 4.2.1, diperoleh

x ≤ A∗ ⊗′b. Setelah kedua sisi pada pertidaksamaan dikalikan dengan A dari

sebelah kiri, diperoleh

b = A⊗ x ≤ A⊗ (A∗ ⊗′b) ≤ b

dan oleh karena itu, A⊗ (A∗ ⊗′b) = b.

Kemudian, ditunjukkan bahwa jika A ⊗ (A∗ ⊗ ′b) = b maka b ∈ Im(A).

Misalkan x = (A∗ ⊗′b), maka dengan menggunakan Definisi 4.3.1, diperoleh

b ∈ ImA.

Selanjutnya, dibahas subruang dari Rn.

Definisi 4.3.2. Misalkan S ⊆ Rn, jika ∀x, y ∈ S dan ∀α ∈ R, α ⊗ x ∈ S dan

x⊕ y ∈ S, maka S disebut subruang maks-aljabar atau singkatnya, subruang dari

Rn.

Berdasarkan Definisi 4.3.2, berarti Im(A) adalah subruang. Hal tersebut

tampak pada Proposisi 4.3.3.

Proposisi 4.3.3. Misalkan A ∈ Rm×n, α, β ∈ R dan u, v ∈ Im(A), maka α⊗u⊕

β ⊗ v ∈ Im(A).

26

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bukti. Ambil A ∈ Rm×n, α, β ∈ R dan u, v ∈ Im(A). Selanjutnya, dibuktikan

bahwa α ⊗ u ⊕ β ⊗ v ∈ Im(A). Karena α, β ∈ R dan u, v ∈ Im(A), maka

α⊗ u ∈ Im(A) dan β ⊗ v ∈ Im(A). Karena α⊗ u ∈ Im(A) dan β ⊗ v ∈ Im(A),

berarti maks{α⊗ u, β ⊗ v} ∈ Im(A) sehingga α⊗ u⊕ β ⊗ v ∈ Im(A).

Definisi 4.3.3. Misalkan A ∈ Rm×n. Himpunan SA = {b ∈ Rm|A ⊗ x = b

mempunyai penyelesaian tunggal} disebut himpunan bayangan sederhana ( simple

image set) dari A.

Jadi, untuk sistem A ⊗ x = b, b ∈ Im(A) jika dan hanya jika S(A, b) =

∅. Kemudian, untuk sistem A ⊗ x = b yang mempunyai penyelesaian tunggal,

himpunan bayangan dari matriks A disebut himpunan bayangan sederhana. Dari

Definisi 4.3.3, dapat disimpulkan bahwa himpunan bayangan sederhana adalah

himpunan bagian dari himpunan bayangan.

Selanjutnya, dijelaskan kaitan antara penyelesaian sistem A⊗x = b dengan

matriks reguler kuat, yang mengacu pada Tam[13]. Sebelum membahas matriks

reguler kuat, terlebih dahulu dibahas kebebasan linear. Diberikan vektor-vektor

A1, A2, . . . , An ∈ Rm. Vektor-vektor tersebut dikatakan bergantung linear jika

satu dari vektor-vektor tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear

dari yang lainnya. Sebaliknya, vektor-vektor A1, A2, . . . , An ∈ Rm dikatakan

bebas linear jika vektor-vektor tersebut tidak bergantung linear. Berbeda dengan

aljabar abstrak, di dalam aljabar maks-plus terdapat definisi bebas linear kuat.

Vektor-vektor A1, A2, . . . , An ∈ Rm bebas linear kuat jika terdapat suatu b ∈

Rm sedemikan sehingga dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari

A1, A2, . . . , An secara tunggal. Kemudian, untuk vektor-vektor A1, A2, . . . , An ∈

Rm yang bebas linear kuat, jika m = n maka matriks A = (A1, A2, . . . , An)

disebut reguler kuat.

Berdasarkan definisi matriks reguler kuat dan himpunan bayangan seder-

hana yang telah dijelaskan sebelumnya, berarti himpunan SA = ∅ jika dan hanya

jika A mempunyai kolom-kolom yang bebas linear kuat. Karena regularitas dan

kebebasan linear berkaitan dengan jumlah penyelesaian dari sistem (4.1), dibe-

rikan teorema sebagai berikut.

27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Teorema 4.3.4. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic dan b ∈ Rm. Nilai

|S(A, b)| ∈ {0, 1,∞}.

Bukti. Ambil A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic dan b ∈ Rm. Selanjutnya, dibuk-

tikan bahwa |S(A, b)| ∈ {0, 1,∞}. Berdasarkan Akibat 4.1.2, diketahui bahwa

tiga pernyataan berikut ekuivalen.

1. S(A, b) = ∅.

2. x ∈ S(A, b).

3.∪

j∈N Mj(A, b) = M .

Berarti jika∪

j∈N Mj(A, b) = M maka S(A, b) = ∅, sehingga |S(A, b)| = 0.

Berdasarkan Akibat 4.1.3, diperoleh bahwa S(A, b) = {x}. Karena nilai x adalah

tunggal maka |S(A, b)| = 1. Kemudian berdasarkan Teorema 4.1.1, diperoleh

x ∈ S(A, b) jika dan hanya jika

1. x ≤ x dan

2.∪

j∈NxMj(A, b) = M dengan Nx = {j ∈ N |xj = xj}.

Karena untuk setiap j ∈ N , maks|Mj(A, b)| = k maka terdapat kj1 ∈

M sehingga terdapat j1, j2 ∈ N , yang berakibat kj1 ∈ Mj1 dan kj1 ∈ Mj2 .

Karena kj1 ∈ Mj1 dan kj1 ∈ Mj2 maka∪

j∈Nx−j2Mj(A, b) = M , sehingga sistem

persamaan linear tersebut memiliki penyelesaian saat (xj2) < (xj2). Misalkan

A(xj2) = {(xj2)|(xj2) < (xj2)}. Karena |A(xj2)| = ∞ maka |S(A, b)| = ∞.

Terbukti bahwa |S(A, b)| ∈ {0, 1,∞}.

Dari Contoh 4.1.1 diperoleh |S(A, b)| = ∅, dari Contoh 4.1.2 diperoleh

|S(A, b)| = ∞, dari Contoh 4.1.3 diperoleh |S(A, b)| = 1 sehingga |S(A, b)| ∈

{0, 1,∞}. Misalkan A ∈ Rm×n dan didefinisikan T (A) = {|S(A, b)| | b ∈ Rm}.

Himpunan T (A) dapat dilihat pada Teorema 4.3.5.

Teorema 4.3.5. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic. Himpunan T (A)

adalah {0,∞} atau {0, 1,∞}.

28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bukti. Ambil A ∈ Rm×n dengan m ≥ 2 dan n ≥ 2. Berdasarkan Teorema 4.3.4,

sudah cukup unntuk menunjukkan bahwa S(A, b) = ∅ untuk suatu b ∈ Rm dan

|S(A, b)| = ∞ untuk suatu b′ ∈ Rm. Misal b = (b1, 1, 1, . . . , 1)

T ∈ Rm dimana b1

adalah sembarang elemen R yang kurang dari

min{a1j ⊗ a−1ij : i ∈ M, i = 1, j ∈ N}.

Oleh karena itu, diperoleh

a1j ⊗ b1−1 > aij, ∀i ∈ M − {1}, j ∈ N,

sehingga Mj(A, b) = {1}, ∀j ∈ N . Jadi,∪

j∈N Mj(A, b) = 1 = M , yang mana

berdasarkan Akibat 4.1.2 diperoleh bahwa S(A, b) = ∅.

Misalkan b′= A1, karena M1(A, b) = M , berdasarkan Akibat 4.1.2 dan

4.1.3, diperoleh bahwa |S(A, b′)| > 1. Jadi, T (A) = {0,∞}. Karena berdasarkan

Teorema 4.3.4 diketahui bahwa T (A) = {0, 1,∞}, berarti T (A) adalah {0,∞}

atau {0, 1,∞}.

Dari Teorema 4.3.5, berarti matriks A mempunyai kolom-kolom yang bebas

linear kuat jika dan hanya jika 1 ∈ T (A). Jadi, untuk matriks A yang kolom-

kolomnya bebas linear kuat, T (A) adalah {0, 1,∞}. Sedangkan untuk matriks A

yang kolom-kolomnya tidak bebas linear kuat, T (A) adalah {0,∞}.

Yang terakhir, dijelaskan cara mengecek reguler kuat menggunakan perma-

nen dari matriks. Menurut Butkovic [6], untuk A ∈ Rn×n dan π ∈ Pn (him-

punan semua permutasi dari N), bobot dari permutasi π pada matriks A adalah

w(A, π) = Π⊗j∈Naj,π(j). Oleh karena itu, nilai permanen dari matriks A dinotasi-

kan dengan maper(A) dengan maper(A) = Σ⊕π∈Pnw(A, π). Kemudian, Tam [13]

menyatakan ap(A) sebagai himpunan dari semua permutasi yang optimal, de-

ngan ap(A) = {π ∈ Pn|maper(A) = w(A, π)}. Jika |ap(A)| = 1 maka dikatakan

A mempunyai permanen kuat.

Untuk memahami lema dan teorema tentang matriks reguler kuat, terlebih

dahulu diberikan Definisi 4.3.4 sampai Definisi 4.3.11 yang berkaitan dengan graf,

matriks normal, similar(sim), stricly normal, matriks A dan A[k] dan matriks

29

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

definit. Definisi 4.3.4 mengacu pada Butkovic [4], sedangkan Definisi 4.3.5 dan

Definisi 4.3.6 mengacu pada Chartrand dan Lesniak [7].

Definisi 4.3.4. Himpunan G disebut dense jika untuk semua a, b ∈ G dengan

a < b, interval terbuka (a, b) = ∅ .

Definisi 4.3.5. Misalkan objek-objek disebut node dan pasangan tidak berurut-

an dari node-node berbeda disebut edge. Graf adalah himpunan tidak kosong

berhingga dari node-node dan himpunan edge.

Definisi 4.3.6. Misalkan pasangan berurutan dari node-node berbeda disebut

arc. Digraf adalah himpunan tidak kosong berhingga dari node-node dan him-

punan arc.

Menurut Braker [2], digraf G(A) yang bersesuaian dengan matriks A adalah

pasangan (V,E) dengan V adalah himpunan node-node pada graf G(A) dan E

adalah himpunan arc pada graf G(A). Node-node diberi nomor 1 sampai n.

Kemudian arc (j, i) dari node j ke node i adalah elemen dari E jika dan hanya

jika aij > ϵ. Nilai aij adalah bobot dari arc (j, i). Untuk selanjutnya, digraf yang

bersesuain dengan matriks A dinotasikan dengan DA.

Selanjutnya, didefinisikan path, cycle dan matriks definit yang mengacu

pada Cuninghame-Green [9]. Path adalah barisan node (Ni1 , Nip) sedemikian

hingga berlaku (Nit , Nit+1), dengan t = 1, . . . , p − 1 dan p ≥ 2. Misalkan path

(Ni1 , Nip) memuat node dari Ni1 , . . . , Nip dan panjangnya adalah p − 1. Saat

p > 2, node-node selain Ni1 dan Nip disebut intermediate node. Path dasar

adalah path yang tidak memuat pengulangan node. Cycle adalah path dengan

Ni1 = Nip . Cycle dasar adalah cyle yang tidak mengulang node, kecuali node

awal.

Definisi 4.3.7. Suatu matriks yang elemen-elemennya bilangan real disebut de-

finit jika semua elemen diagonalnya adalah 0 dan tidak ada cycle dengan bobot

positif pada digraf associated.

Butkovic [4] juga mendefinisikan matriks normal, stricly normal, similar(sim),

matriks A dan A[k] sebagai berikut.

30

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Definisi 4.3.8. Misalkan A ∈ Rn×n. Matriks A disebut normal jika setiap ele-

mennya adalah nonpositif dan semua elemen diagonalnya adalah 0.

Definisi 4.3.9. Misalkan A ∈ Rn×n. Matriks A disebut strictly normal jika

semua elemen diagonalnya adalah 0 dan elemen lainnya negatif.

Definisi 4.3.10. Misalkan A,B ∈ Rn×n dan P,Q adalah matriks permutasi yang

diperumum. Jika A = P ⊗B ⊗Q maka A ∼ B.

Definisi 4.3.11. Misalkan A ∈ Rn×n. Matriks A adalah matriks yang berasal

dari matriks A dan semua elemen diagonalnya diganti dengan ϵ.

Definisi 4.3.12. Misalkan A ∈ Rn×n dan k adalah bilangan bulat positif. Matriks

A[k] = I ⊕ A⊕ A2 ⊕ . . .⊕ Ak.

Untuk menunjang pembuktian dari teorema tentang matriks reguler kuat,

terlebih dahulu diberikan Lema 4.3.1 sampai Lema 4.3.7 yang mengacu pada

Butkovic [4].

Lema 4.3.1. Misalkan A ∈ Rn×n. Jika A reguler kuat maka A mempunyai

permanen kuat.

Bukti. Diketahui bahwa A reguler kuat, berarti SA = ∅. Karena SA = ∅, berda-

sarkan Akibat 4.1.3 maka

1.∪

j∈N Mj(A, b) = M dan

2.∪

j∈N ′ Mj(A, b) = M untuk setiap N ′ ⊆ N,N ′ = N .

Dari Akibat 4.1.3 tersebut, berarti∪

j∈N Mj(A, b) = M adalah himpunan

penyelimut minimum dari himpunanN . BerartiM1(A, b),M2(A, b), . . . ,Mn(A, b),

adalah himpunan satu elemen dan saling disjoint. Berakibat terdapat dengan

tunggal suatu kolom maksimum di setiap kolom dan setiap baris, sehingga per-

mutasi yang memuat kolom maksimum tersebut, misalkan id, memiliki bobot

yang lebih besar dibandingkan permutasi yang lain. Karena untuk setiap σ ∈ Pn,

w(A, id) > w(A, σ) maka |ap(A)| = 1. Karena |ap(A)| = 1, berarti matriks A

mempunyai permanen kuat.

31

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Lema 4.3.2. Misalkan A,B ∈ Rn×n. Jika A ∼ B maka ap(A) = ap(B).

Bukti. Misalkan P = diag{p1, p2, . . . , pn} dan Q = diag{q1, q2, . . . , qn}. Karena

A ∼ B, berdasarkan Definisi 4.3.10 maka A = P ⊗B ⊗Q. Berarti

ap(A) = {π ∈ Pn|maper(A) = w(A, π)}

= {π ∈ Pn|maper(A) = Π⊗j∈Naj,π(j)}

= {π ∈ Pn|maper(A) = Π⊗j∈N(pj ⊗ bj,π(j) ⊗ qj)}

= {π ∈ Pn|maper(A) = Π⊗j∈Npj ⊗ Π⊗

j∈Nbj,π(j) ⊗ Π⊗j∈Nqj}

= {π ∈ Pn|maper(A) = Π⊗j∈Npj ⊗maper(B)⊗ Π⊗

j∈Nqj}.

Karena π ∈ Pn yang memenuhi maper(A) sama dengan π ∈ Pn yang me-

menuhi maper(B) maka ap(A) = ap(B).

Dari Lema 4.3.2, diperoleh Lema 4.3.3.

Lema 4.3.3. Misalkan A ∼ B. Matriks A adalah matriks reguler kuat jika dan

hanya jika B adalah matriks reguler kuat.

Bukti. Misalkan P = diag{p1, p2, . . . , pn} dan Q = diag{q1, q2, . . . , qn}. Dibuk-

tikan bahwa A adalah matriks reguler kuat jika dan hanya jika B adalah matriks

reguler kuat. Karena B adalah matriks reguler kuat, berarti matriks B memiliki

penyelesaian tunggal, sehingga terdapat suatu permutasi, misalkan id, yang lebih

besar daripada permutasi yang lainnya. Karena id adalah permutasi maksimum

maka untuk setiap σ ∈ Pn − {id},

w(B, id) > w(B, σ) ⇔ Π⊗j∈Nbj,id(j) > Π⊗

j∈Nbj,σ(j)

⇔ Π⊗j∈Npj ⊗ bj,id(j) ⊗ qj > Π⊗

j∈Npj ⊗ bj,σ(j)qj⊗

⇔ w(A, id) > w(A, σ).

Terbukti bahwa A adalah matriks reguler kuat jika dan hanya jika B adalah

matriks reguler kuat.

Lema 4.3.4. Misalkan A ∈ Rn×n adalah matriks definit. Matriks A memiliki

permanen kuat ⇔ setiap bobot cycle di A adalah negatif.

32

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bukti. Setiap permutasi yang berbeda dari identitas, adalah perkalian dari cycle

yang paling sedikit, salah satu dari cycle tersebut mempunyai panjang dua atau

lebih. Oleh karena itu, A memiliki permanen kuat ⇔ semua cycle di DA dengan

panjang dua atau lebih, mempunyai bobot negatif ⇔ semua cycle di DA yang

mempunyai bobot negatif.

Lema 4.3.5. Jika R adalah dense, a > 0 dan k adalah bilangan bulat positif

maka terdapat suatu elemen b > 0 sedemikian hingga bk < a.

Bukti. Karena R adalah dense, berdasarkan Definisi 4.3.4, terdapat b ∈ R sede-

mikian hingga untuk a > 0, a > b > 0. Akan ditunjukkan dengan induksi bahwa

jika a > 0 dan k adalah bilangan bulat positif maka terdapat suatu elemen b > 0

sedemikian hingga bk < a.

1. Untuk n = 1, terdapat b1 ∈ R sedemikian hingga untuk a > 0 dan b1 > 0,

a > b1 > 0 atau 0 < b1 < a, sehingga b1 < a.

2. Untuk n = 2, terdapat b1, b2 ∈ R sedemikian hingga untuk a > 0 dan

b1, b2 > 0, a > b1 > 0 dan min{b1, a ⊗ b−11 } > b2 > 0, sehingga b22 =

b2 ⊗ b2 < b1 ⊗ a⊗ b−11 = a. Jadi, b22 < a.

3. Dianggap benar untuk n = k. Terdapat b1, b2, . . . , bk ∈ R sedemikian hingga

untuk a > 0 dan b1, b2, . . . , bk > 0, berlaku

a > b1 > 0,

min{b1, a⊗ b−11 } > b2 > 0,

min{b2, b1 ⊗ b−12 } > b3 > 0,

...

min{bk−2, bk−3 ⊗ b−1k−2} > bk−1 > 0,

min{bk−1, bk−2 ⊗ b−1k } > bk > 0, dan

untuk a > min{bk−1, bk−2 ⊗ b−1k } > bk > 0 atau bk < a, berlaku bkk < a.

4. Ditunjukkan untuk n = k + 1, bahwa terdapat b1, b2, . . . , bk, bk+1 ∈ R sede-

mikian hingga untuk a > 0 dan b1, b2, . . . , bk, bk+1 > 0, berlaku bk+1k+1 < a.

33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Karena

a > b1 > 0,

min{b1, a⊗ b−11 } > b2 > 0,

min{b2, b1 ⊗ b−12 } > b3 > 0,

...

min{bk−2, bk−3 ⊗ b−1k−2} > bk−1 > 0,

min{bk−1, bk−2 ⊗ b−1k−1} > bk > 0,

min{bk, bk−1 ⊗ b−1k } > bk+1 > 0,

berarti min{bk, bk−1 ⊗ b−1k } > bk+1 > 0.

Oleh karena itu, nilai bk+1k+1 sebagai berikut.

bk+1k+1 = bk+1 ⊗ . . .⊗ bk+1

= bk−2k+1 ⊗ b2k+1 ⊗ bk+1

= bk−2k+1 ⊗ bk−1 ⊗ bk+1 (karena min{bk, bk−1 ⊗ b−1

k } > bk+1 > 0 maka)

< bk−2k+1 ⊗ bk−1 ⊗ bk (karena min{bk−1, bk−2 ⊗ b−1

k } > bk > 0 maka)

< bk−2k+1 ⊗ bk−1 ⊗ bk−2 ⊗ b−1

k−1

= bk−2k+1 ⊗ bk−2 (karena bk+1 < bk−1 maka)

< bk−3k+1 ⊗ bk−1 ⊗ bk−2 (karena min{bk−2, bk−3 ⊗ b−1

k−2} > bk−1 > 0 maka)

< bk−3k+1 ⊗ bk−3 ⊗ b−1

k−2 ⊗ bk−2

= bk−3k+1 ⊗ bk−3

...

= bk−(k−2)k+1 ⊗ bk−(k−2)

= b2k+1 ⊗ b2

= bk+1 ⊗ bk+1 ⊗ b2 (karena min{bk, bk−1 ⊗ b−1k } > bk+1 > 0 maka)

< bk−1 ⊗ b2 (karena min{b1, a⊗ b−11 } > b2 > 0 dan bk−1 < b1 maka)

< b1 ⊗ a⊗ b−11

= a.

34

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jadi, bk+1k+1 < a. Dengan demikian, terbukti bahwa terdapat b1, b2, . . . , bk,

bk+1 ∈ R sedemikian hingga untuk a > 0 dan b1, b2, . . . , bk, bk+1 > 0, berlaku

bk+1k+1 < a.

Lema 4.3.6. Jika A ∈ Rn×n dan tidak ada cycle dengan bobot positif di DA maka

A[k] adalah matriks yang sama untuk semua k ≥ n− 1 (matriks ini dinotasikan

dengan Aθ). Lebih lanjut, jika semua elemen diagonal dari A adalah 0 maka

Aθ = Ak untuk semua k ≥ n− 1. Hal ini benar, khususnya untuk matriks normal.

Bukti. Suatu elemen (i, j) dari Ak adalah maksr1,r2,...,rk−1air1 ⊗ ar1r2 ⊗ . . .⊗ ark−1j

dan dapat diinterpretasikan sebagai panjang dari path yang paling panjang dari

node j ke node i menggunakan k − 1 intermediate node. Elemen yang sama

di A[k] adalah panjang dari path yang paling panjang dari node i ke node j

menggunakan paling banyak k − 1 intermediate node. Jika i = j maka panjang

maksimum dari path tidak dapat ditambah dengan menggunakan lebih dari n−2

intermediate node, karena dapat menyebabkan pengulangan pada suatu node.

Jadi, agar panjang maksimum dari path dapat ditambah dengan menggunakan

kurang dari n − 2 intermediate node, cycle yang digunakan harus berbobot nol

atau negatif. Jika i = j maka elemen (i, j) di semua matriks Ak adalah panjang

dari suatu cycle(nonpositif) dan di semua matriks A[k] adalah nol (diakibatkan

oleh matriks I). Jika semua elemen diagonal dari A sama dengan e maka I ≤ A,

berakibat A ≤ A2 ≤ . . .. Jadi, Ak = A[k] untuk semua k dan A⋄ = Ak untuk

semua k ≥ n− 1.

Lema 4.3.7. Misalkan A ∈ Rn×n adalah matriks definit dan SaA = {v; A⊗ v ≤

g ⊗ v, g < 0}. Matriks A adalah matriks reguler kuat jika dan hanya jika terdapat

g < 0 sedemikian hingga SaA = ∅.

Bukti. Misalkan A = (aij) adalah suatu matriks definit dan π ∈ Pn. Jika π

adalah perkalian dari cycle π1, . . . , πk (untuk k ≥ 1) maka w(A, π) = w(A, π1)⊗

35

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

. . .⊗ w(A, πk) ≤ e⊗ . . .⊗ e = e = w(A, id). Diperoleh b ∈ SaA

⇔ A⊗ x = b mempunyai penyelesaian tunggal

⇔ B = (b−1i ⊗ aij) mempunyai maksimum kolom hanya pada diagonal.

Karena memiliki penyelesaian tunggal maka terdapat suatu permutasi, mi-

salkan σ, sedemikian hingga ai,σ(i) > a untuk setiap i dan r, dengan r = i. Jika

σ = id maka w(B, σ) > w(B, id). Hal ini kontradiksi dengan Lema 4.3.2. Jadi,

yang benar adalah σ = id sehingga id ∈ ap(B).

Pernyataan berikut ekuivalen.

1. B = (b−1i ⊗ aij) mempunyai maksimum kolom hanya pada diagonal.

2. Misalkan cj adalah invers dari maksimum kolom j dan C = (c1c2 . . . cn)T .

Terdapat c sehingga B ⊗ C adalah matriks strictly normal. Hal tersebut

disebabkan nilai b−1i ⊗ aij ⊗ cj = 0 untuk i = j dan nilai b−1

i ⊗ aij ⊗ cj < 0

untuk i = j.

3. Untuk setiap i = j, (b−1i ⊗ aij ⊗ bj < 0).

4. Untuk matriks A, (∃g)(∀i, j)(b−1i ⊗ aij ⊗ bj ≤ g < 0).

5. Terdapat g < 0 sedemikian hingga untuk setiap i, j berlaku aij⊗bj ≤ g ⊗ bi.

6. Terdapat g < 0 sedemikian hingga untuk setiap i berlaku maksj(aij ⊗ bj) ≤

g ⊗ bi.

7. Terdapat g < 0 sedemikian hingga A⊗ b ≤ g ⊗ b.

Dengan menggunakan Lema 4.3.1 dan Lema 4.3.3 sampai Lema 4.3.7, Tam

[13] dan Butkovic [4] menjelaskan kaitan antara matriks reguler kuat dengan

matriks yang mempunyai permanen kuat pada teorema berikut. Teorema 4.3.6

juga telah dikaji ulang oleh Muslimah dkk. [10].

Teorema 4.3.6. Misalkan A ∈ Rm×n adalah doubly R-astic. Matriks A adalah

matriks reguler kuat jika dan hanya jika matriks A mempunyai permanen kuat.

36

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bukti. Dengan menggunakan Lema 4.3.1, terbukti bahwa jika matriks A adalah

matriks reguler kuat maka matriks A mempunyai permanen kuat. Selanjutnya,

dibuktikan bahwa jika matriks A mempunyai permanen kuat maka matriks A

adalah matriks reguler kuat. Berdasarkan Lema 4.3.3, tanpa mengurangi keu-

muman, diasumsikan bahwa A adalah matriks normal (sehingga A adalah ma-

triks definit). Berdasarkan Lema 4.3.4, dapat diasumsikan bahwa setiap cycle di

DA mempunyai bobot negatif. Berdasarkan Lema 4.3.5, terdapat g ∈ R, g < 0

sedemikian hingga gn ≥ maks{w(A, σ);σ adalah cycle dasar pada himpunan ba-

gian {1, 2, . . . , n}}. Misalkan B adalah matriks g−1⊗ A dan σ adalah cycle dasar

maka w(B, σ) = g−l(σ) ⊗ w(A, σ) ≤ g−n ⊗ w(A, σ) ≤ 0. Jelas bahwa tidak ada

cycle dengan bobot positif di DB. Oleh karena itu, menggunakan Lema 4.3.6

diperoleh B ⊗ Bθ = B ⊗ (I ⊕ B ⊕ . . . ⊕ Bn−1) = B ⊕ B2 ⊕ . . . ⊕ Bn = Bθ.

Jika v adalah sembarang kolom dari Bθ maka B ⊗ v ≤ v atau ekuivalen dengan

g−1 ⊗ A⊗ v ≤ v. Kemudian, dengan mengalikan g dari sebelah kiri pada kedua

ruas, diperoleh A⊗v ≤ g⊗v, sehingga berdasarkan Lema 4.3.7, A adalah matriks

reguler kuat. Jadi, terbukti bahwa matriks A adalah matriks reguler kuat jika

dan hanya jika matriks A mempunyai permanen kuat.

Pada Contoh 4.3.1 dijelaskan cara menghitungmaper(A), yang mana meng-

acu pada Butkovic [6].

Contoh 4.3.1. Misalkan A =

3 7 2

4 1 5

2 6 3

. Nilai maper(A) = 7 ⊕ 14 ⊕ 12 ⊕

5 ⊕ 14 ⊕ 14 = 14, ap(A) = {(123), (1)(23), (12)(3)} dan |ap(A)| = 3. Karena

|ap(A)| = 3, berarti matriks A adalah matriks yang tidak mempunyai permanen

kuat. Selanjutnya, berdasarkan Teorema 4.3.6, matriks A bukan matriks reguler

kuat.

37