141
MASALAH-MASALAH MASALAH-MASALAH OTONOMI DAERAH OTONOMI DAERAH Bahan Kuliah untuk Mahasiswa Program S1-PIN Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Samarinda Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA

Masalah Otonomi Daerah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahan Kuliah untuk Mahasiswa Program S1-PIN FISIP Universitas Mulawarman, Samarinda

Citation preview

Page 1: Masalah Otonomi Daerah

MASALAH-MASALAH MASALAH-MASALAH OTONOMI DAERAHOTONOMI DAERAH

Bahan Kuliah untuk Mahasiswa Program S1-PIN Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Universitas Mulawarman, Samarinda

Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA

Page 2: Masalah Otonomi Daerah

OVERVIEWOVERVIEW

Desentralisasi dengan Dekonsentrasi?Desentralisasi dengan Dekonsentrasi? Daerah Otonom dengan Wilayah Administratif?Daerah Otonom dengan Wilayah Administratif? Otonomi Daerah dengan Daerah Otonom?Otonomi Daerah dengan Daerah Otonom? Pemerintah Daerah dengan Pemerintahan Daerah?Pemerintah Daerah dengan Pemerintahan Daerah? Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan Pemerintahan Daerah dengan Pemerintahan di di

Daerah?Daerah?

Apa Bedanya:Apa Bedanya:

Page 3: Masalah Otonomi Daerah

Desentralisasi Desentralisasi vsvs Dekonsentrasi Dekonsentrasi

DesentralisasiDesentralisasi: penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.

DekonsentrasiDekonsentrasi: pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Page 4: Masalah Otonomi Daerah

Otonomi Daerah Otonomi Daerah vsvs Daerah Otonom Daerah Otonom

Otonomi DaerahOtonomi Daerah: hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Daerah OtonomDaerah Otonom: kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.

Page 5: Masalah Otonomi Daerah

Daerah Otonom Daerah Otonom vsvs Wil. Administratif Wil. Administratif

Daerah OtonomDaerah Otonom: implikasi asas Desentralisasi hak / wewenang mengatur dan mengurus sendiri urusan RT-nya.

Wilayah AdministratifWilayah Administratif: implikasi asas Dekonsentrasi hak / wewenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintah Pusat di daerah; oleh aparat Pusat di daerah; dengan sumber daya Pusat di daerah.

Page 6: Masalah Otonomi Daerah

Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah vsvs Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah

Pemerintah DaerahPemerintah Daerah: unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.

Pemerintahan DaerahPemerintahan Daerah: penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI.

Page 7: Masalah Otonomi Daerah

Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah vsvs Pemerintahan Pemerintahan di di Daerah Daerah

Pemerintahan DaerahPemerintahan Daerah: UU No. 22 / 1999 dan UU No. 32 / 2004 Propinsi Daerah Otonom dan “Wakil Pemerintah” Kab/Kota Daerah Otonom saja. Kecamatan & Kelurahan adalah perangkat Daerah.

Pemerintahan Pemerintahan di di DaerahDaerah: UU No. 5 / 1974 Propinsi dan Kab/Kodya memiliki 2 (dua) kedudukan

sebagai Daerah Otonom sekaligus Wilayah Administratif. Kecamatan & Kelurahan adalah instansi vertikal /

perangkat Pusat di daerah.

Page 8: Masalah Otonomi Daerah

Isu-isu Aktual Desentralisasi dan Otonomi Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1

Jumlah

Pilkada

Pemekaran Wilayah

Pendidikan

Kesehatan

Pelayanan Publik

Terorisme

Good Governance

Kerjasama Antar Daerah

Sumber: Data diolah dari berbagai media massa (2005 – 2007)

Page 9: Masalah Otonomi Daerah

MASALAHMASALAH22 OTDA OTDA

Pemekaran WilayahPemekaran Wilayah Kelembagaan Perangkat DaerahKelembagaan Perangkat Daerah SDM (pegawai)SDM (pegawai) Keuangan (kapasitas fiskal)Keuangan (kapasitas fiskal) Akselerasi Pembangunan Daerah Akselerasi Pembangunan Daerah

(pendidikan, kesehatan, pengentasan (pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, pelayanan publik, dll)kemiskinan, pelayanan publik, dll)

((Sumber Sumber : Karhi Nisjar, Orasi Ilmiah pada : Karhi Nisjar, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis XIX Dies Natalis XIX Universitas Dr. Soetomo, SurabayaUniversitas Dr. Soetomo, Surabaya))

Page 10: Masalah Otonomi Daerah

UNDP … (2000: 60-61)

Decentralized governance, when carefully planned, effectively implemented, and appropriately managed, can lead to significant improvement in the welfare of people at the local level, the

cumulative effect of which can lead to enhanced human development. In addition, if decentralization involves real

devolution of power to local levels, the enabling environment for poverty reduction is likely to be stronger. On the contrary,

badly planned decentralization can worsen regional inequalities. Left to their own devices, richer regions are likely to develop faster than poor ones. And a system of matching

grants, intended by central government to motivate local government to raise funds, typically exacerbates regional

disparities.

Page 11: Masalah Otonomi Daerah

Postulat:

Otonomi Daerah memiliki korelasi POSITIF terhadap peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

Jika pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat tidak semakin baik, berarti ada kesalahan dalam menafsirkan dan menjalankan Otonomi Daerah.

Otonomi Daerah perlu dikawal oleh seluruh pihak untuk menjamin tercapainya pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Page 12: Masalah Otonomi Daerah

1. Decentralization can be a means of overcoming the severe limitations of centrally controlled national planning.

2. Decentralization can cut through the enormous amounts of red tape and the highly structured procedures.

3. Officials’ knowledge of and sensitivity to local problems and needs can be increased.

4. Decentralization can allow better political and administrative “penetration” of national government policies into areas remote from the national capital.

5. Decentralization might allow greater representation for various political, religious, ethnic, and tribal groups in development decision making that lead to greater equity in the allocation of resources.

6. Decentralization could expand local governments’ and private institutions’ capacity to take over functions that are not usually performed well by central ministries.

7. The efficiency of the central government could be increased.

Manfaat Desentralisasi (1)

Page 13: Masalah Otonomi Daerah

Manfaat Desentralisasi (2)

8. Decentralization can provide a structure through which activities of various central government ministries and agencies could be coordinated more effectively.

9. Decentralization is needed to institutionalize participation of citizens in development planning and management.

10. Decentralization might offset the influence or control over development activities by entrenched local elites.

11. Decentralization can lead to more flexible, innovative, and creative administration.

12. Decentralization allows local leaders to locate services and facilities more effectively within communities.

13. Decentralization can increase political stability and national unity by giving groups the ability to participate more directly in development decision-making.

14. Decentralization can increase the number of public goods and services and the efficiency with which they are delivered at lower cost.

Page 14: Masalah Otonomi Daerah

Manfaat Desentralisasi (3)

Desentralisasi meningkatkan level transparansi dan akuntabilitas serta berkembangnya praktek good governance.

Kebutuhan daerah akan terpenuhi secara lebih baik sebagai akibat diberikannya otonomi.

Para penguasa akan dapat diawasi secara langsung oleh masyarakat setempat.

Inisiatif penduduk lokal dan kreativitas publik akan berkembang bebas karena mengendornya pengawasan Pusat yang terlalu kuat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat

Hadiz (2003: 16)

Page 15: Masalah Otonomi Daerah

1. Makin tingginya disparitas antar daerah

Bahaya Desentralisasi(Prud’Homme, 1985)

Potensi dan kemampuan setiap daerah berbeda-beda, terutama dalam pemilikan sumber daya, sementara desentralisasi berarti memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam mengurusi aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Daerah bebas dalam mengolah sumber daya, menerapkan kebijakan fiskal. Karena potensi dan kemampuan daerah berbeda-beda, maka disparitas antar daerah akan semakin tinggi. Daerah yang kaya dan memiliki struktur ekonomi yang lebih seimbang akan melaju cepat, sementara itu Daerah yang miskin akan ketinggalan.

Page 16: Masalah Otonomi Daerah

2. Inefisiensi produksi dan alokasi.

Bahaya Desentralisasi .. cont.

Daerah akan memaksakan diri dalam melakukan produksi suatu komoditas tertentu meskipun secara ekonomis tidak terlalu menguntungkan, sehingga secara nasional dapat dinilai sebagai inefisiensi dalam alokasi sumber daya. Sumber daya yang seharusnya dialokasikan untuk komoditas lain, karena motivasi kemandirian, akhirnya dialokasikan kepada komoditas tertentu yang kurang efisien.

Page 17: Masalah Otonomi Daerah

3. Instabilitas yg berpangkal dari luasnya kewenangan daerah dalam kebijakan fiskal.

Bahaya Desentralisasi .. cont.

“Meskipun desentralisasi fiskal memberikan manfaat di beberapa negara seperti China, India, negara-negara Amerika Latin, serta negara-negara lain di belahan di dunia ini, namun di sisi lain memunculkan 3 masalah utama, yaitu: meningkatnya ketidakadilan (kesenjangan), instabilitas makroekonomi, dan adanya resiko kewenangan lokal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam alokasi sumber daya” (World Development Report: The State in a Changing World, 1997).

Page 18: Masalah Otonomi Daerah

Cross-country experiences

El Salvador: meningkatnya kemandirian masyarakat / aktor sekolah dan kualitas pembelajaran. Dengan meningkatnya partisipasi orang tua, setiap sekolah yang dikelola masyarakat (community-managed school) menunjukkan tingkat absensi (meninggalkan kewajiban) yang semakin rendah.

Nikaragua: dengan melakukan pengawasan terhadap latar belakang keluarga, murid-murid sekolah diberi hak membuat sendiri keputusan yang berhubungan dengan sekolah mereka. Hal ini ternyata berdampak pada raihan nilai yang lebih baik dalam setiap tes atau ujian.

McLean dan King (1999: 55)

Page 19: Masalah Otonomi Daerah

Cross-country experiences

Manfaat di bidang kesehatan: More rational and unified health service that caters to local preferences. Improvement of health programs implementation. Lessened duplication of services as the target of populations is defined

more specifically. Reduction of inequalities between rural and urban areas. Cost containment from moving to streamlined, targeted programs. Greater community financing and involvement of local communities. Greater integration of activities of different public and private agencies. Improvement of inter-sectoral coordination, particularly in local

government and rural development activities.

Dampak negatif terjadi di Pilipina, Zambia, dan Papua Nugini.

Anne Mills (dalam Kolehmainen-Aitken, 1999: 57)

Page 20: Masalah Otonomi Daerah

Cross-country experiences

Peningkatan layanan kesehatan di Belo Horizonte, Brazil; Peningkatan layanan perkotaan di Sinuapa, Honduras; Keberhasilan pelaksanaan berbagai proyek di Jamunia Tank

Gram Panchayat, India; Peningkatan layanan pendidikan di Ma’n dan Irbid, Jordan; Perbaikan kualitas pemukiman di Pakistan; Peningkatan layanan kesehatan dii 3 kota di Philipina; Menggerakkan pembangunan ekonomi lokal di 3 kota Polish; Peningkatan pendapatan rumah tangga di Ivory Park, South

Africa; Peningkatan jasa-jasa pasar melalui kemitraan dengan sektor

swasta di Jinja, Uganda.

Work (2002)

Page 21: Masalah Otonomi Daerah

Cross-country experiences

Meningkatnya kepedulian dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam proses politik di tingkat lokal.

Perangkat Pemda memiliki komitmen yang makin kuat dalam pemberian layanan serta merasakan adanya tekanan yang berat dari masyarakat agar mereka meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Pemerintah Kab/Kota dan antara Kab/Kota dengan Propinsi saling bekerjasama dan berbagi informasi untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Indonesia (IRDA, 2002: 10)

Page 22: Masalah Otonomi Daerah

Cross-country experiences

Korupsi yang terdesentralisasi dan tersebar, Aturan yang dijalankan oleh pejabat yang berjiwa

“maling” (predatory local officials), Merebaknya money politics dan konsolidasi politik

gangster.

Indonesia (Hadiz, 2003: 16)

Uni Soviet Philipina

Para predator itu … Thailand Indonesia

Page 23: Masalah Otonomi Daerah

Indikator Keberhasilan OTDA

EKONOMI pendapatan nasional perkapita. pengurangan jumlah penduduk miskin. tingkat pengangguran. gini ratio, luas daerah di bawah kurva lorenz, dll.

SOSIAL rasio guru terhadap murid. rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk, dll.

PRASARANA DASAR prasarana perhubungan. prasarana penerangan, dll.

Page 24: Masalah Otonomi Daerah

PEMEKARAN PEMEKARAN WILAYAHWILAYAH

PEMEKARAN PEMEKARAN WILAYAHWILAYAH

Page 25: Masalah Otonomi Daerah

ISSU KRUSIAL ISSU KRUSIAL PEMEKARANPEMEKARAN

ISSU KRUSIAL ISSU KRUSIAL PEMEKARANPEMEKARAN

Alasan pemekaranAlasan pemekaran: meningkatkan : meningkatkan pelayanan publik dan mendekatkan pelayanan publik dan mendekatkan Pemda.Pemda.

Implikasi PemekaranImplikasi Pemekaran:: Sumber daya keuangan makin terbatas.Sumber daya keuangan makin terbatas. Meningkatkan Meningkatkan overhead-costoverhead-cost.. Memperbanyak aktor (institusi) Pemda.Memperbanyak aktor (institusi) Pemda. Mendorong pembentukan lembaga vertikal: Mendorong pembentukan lembaga vertikal:

polisi, militer, kejaksaan, PN, dll.polisi, militer, kejaksaan, PN, dll.

Page 26: Masalah Otonomi Daerah

APA YANG TERJADI ???APA YANG TERJADI ???APA YANG TERJADI ???APA YANG TERJADI ???

PPemekaran tanpa analisis komprehensif terhadap emekaran tanpa analisis komprehensif terhadap kelayakan teknis, adminkelayakan teknis, adminiistratif, politik dan potensi stratif, politik dan potensi daerahdaerah..

Fakta kesenjangan pembangunan dijawab dengan Fakta kesenjangan pembangunan dijawab dengan pemekaran tanpa menyelesaikan masalah pemekaran tanpa menyelesaikan masalah pokoknya.pokoknya.

Pemekaran justru melemahkan kemampuan fiskal Pemekaran justru melemahkan kemampuan fiskal daerah karena adanya pembagian sumber daya.daerah karena adanya pembagian sumber daya.

Ilustrasi pemekaran: sakit kepala diobati dengan Ilustrasi pemekaran: sakit kepala diobati dengan obat sakit perut.obat sakit perut.

Page 27: Masalah Otonomi Daerah

Siapa KALAH Siapa MENANG ?Siapa KALAH Siapa MENANG ?Siapa KALAH Siapa MENANG ?Siapa KALAH Siapa MENANG ?

Penduduk setempatPenduduk setempat, karena pembangunan di , karena pembangunan di sekelilingnya: jalan, gedung-gedung baru, dll. sekelilingnya: jalan, gedung-gedung baru, dll. Daerah yg sepi menjadi lebih ramai.Daerah yg sepi menjadi lebih ramai.

PNSPNS, karena mendapat promosi di daerah yang , karena mendapat promosi di daerah yang baru.baru.

ParpolParpol, karena kadernya memiliki peluang untuk , karena kadernya memiliki peluang untuk menjadi anggota DPRD atau Kepala Daerah.menjadi anggota DPRD atau Kepala Daerah.

Yang Menang & Senang :

Page 28: Masalah Otonomi Daerah

Siapa KALAH Siapa MENANG ?Siapa KALAH Siapa MENANG ?Siapa KALAH Siapa MENANG ?Siapa KALAH Siapa MENANG ?

Sumber penerimaan tergantung pada Pusat (94%), dan harus dibagi Sumber penerimaan tergantung pada Pusat (94%), dan harus dibagi menjadi dua. Akibatnya, kapasitas fiskal semakin melemah.menjadi dua. Akibatnya, kapasitas fiskal semakin melemah.

Menurunnya kapasitas fiskal akan berdampak menurunnya Menurunnya kapasitas fiskal akan berdampak menurunnya kemampuan pembiayaan pelayanan publik secara keseluruhan kemampuan pembiayaan pelayanan publik secara keseluruhan (secara parsial mungkin menguntungkan daerah baru).(secara parsial mungkin menguntungkan daerah baru).

Daerah yg lemah secara ekonomi akan sulit membangun daerahnya Daerah yg lemah secara ekonomi akan sulit membangun daerahnya pada jangka panjang.pada jangka panjang.

Menciptakan kendala baru berupa kebutuhan pembiayaan birokrasi Menciptakan kendala baru berupa kebutuhan pembiayaan birokrasi (overhead-cost).(overhead-cost).

Masyarakat secara umum yg mendapat dampaknya. Kasus: Kaltim Masyarakat secara umum yg mendapat dampaknya. Kasus: Kaltim sbg Provinsi terbesar APBD-nya, namun jumlah penduduk miskinnya sbg Provinsi terbesar APBD-nya, namun jumlah penduduk miskinnya terbanyak se Kalimantan (2007).terbanyak se Kalimantan (2007).

Yang Kalah :

Page 29: Masalah Otonomi Daerah

Jumlah Daerah Jumlah Daerah OtonomOtonom

Jumlah Daerah Jumlah Daerah OtonomOtonom

Sebelum 1999Sebelum 1999 27 Prov; 292 Kab/Kota27 Prov; 292 Kab/Kota

1999 – 2007 1999 – 2007 7 Prov; 173 Kab/Kota7 Prov; 173 Kab/Kota

TOTALTOTAL 33 Prov; 465 Kab/Kota33 Prov; 465 Kab/Kota

Sumber Sumber : Mendagri (Suara Pembaruan, 23 Okt 2007): Mendagri (Suara Pembaruan, 23 Okt 2007)

Page 30: Masalah Otonomi Daerah

PEMBENTUKAN DAERAHPEMBENTUKAN DAERAHPEMBENTUKAN DAERAHPEMBENTUKAN DAERAH

MASING-MASINGMEMPUNYAI PEMERINTAHAN DAERAH. PASAL 2 AYAT (1)

NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DIBAGI ATAS DAERAH-DAERAH:

PROVINSI

KABUPATEN DAN KOTA

DAERAH PROVINSI DIBAGI ATAS:

Page 31: Masalah Otonomi Daerah

PEMEKARAN SETELAHMENCAPAI BATAS MINIMALUSIA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN {Psl 4 (4)}

SUBSTANSI UNDANG-UNDANG DIMAKSUD

MENCAKUP Psl {4 (2)} :

NAMA CAKUPAN WILAYAH BATAS IBUKOTA KEWENANGAN PENJABAT KEPALA DAERAH PENGISIAN DPRD PENGALIHAN KEPEGAWAIAN PENDANAAN PERALATAN DAN DOKUMEN PERANGKAT DAERAH

PEMBENTUKAN DAERAH DAPAT

BERUPA {Psl 4 (3)}:

PENGGABUNGAN BEBERAPA DAERAH

PENGGABUNGAN SEBAGIAN DAERAH YANG BERSANDINGAN

PEMEKARAN DARI SATU DAERAH MENJADI DUA DAERAH ATAU LEBIH

PEMBENTUKAN DAERAH: DITETAPKAN DGN UU

{Pasal 4 (1)}

PROVINSI: 10 TAHUN KABUPATEN/KOTA: 7 THN KECAMATAN: 5 TAHUN

Page 32: Masalah Otonomi Daerah

..

ADMINISTRATIF

TEKNIS

FISIK KEWILAYAHAN

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN

DAERAHPasal 5 Ayat (1)

Page 33: Masalah Otonomi Daerah

SYARAT ADMINISTRATIF SYARAT ADMINISTRATIF A. PEMBENTUKAN PROVINSI

Pasal 5 Ayat (2)

1. Aspirasi masyarakat.2. Kep. DPRD Kab / Kota & persetujuan Bupati /

Walikota masing2 yg akan menjadi cakupan Prov.3. Kep. DPRD Prov. induk. 4. Rekomendasi Gubernur.5. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri

1. ASPIRASI MASYARAKAT.2. KEPUTUSAN DPRD KABUPATEN/KOTA.3. PERSETUJUAN BUPATI/WALIKOTA.4. KEPUTUSAN DPRD PROVINSI/INDUK. 5. REKOMENDASI GUBERNUR/INDUK.6. REKOMENDASI MENTERI DALAM NEGERI

B. PEMBENTUKAN KABUPATEN/KOTA Pasal 5 Ayat (3)

Page 34: Masalah Otonomi Daerah

1. KEMAMPUAN EKONOMI2. POTENSI DAERAH3. SOSIAL BUDAYA4. SOSIAL POLITIK5. KEPENDUDUKAN6. LUAS DAERAH7. PERTAHANAN8. KEAMANAN dan9. FAKTOR LAIN YANG MEMUNGKINKAN TERSELENGGARANYA OTDA (KEMAMPUAN KEUANGAN, TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT, RENTANG KENDALI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH)

SYARAT TEKNISPasal 5 Ayat (4)

FAKTOR DASARPEMBENTUKAN DAERAH

Page 35: Masalah Otonomi Daerah

SYARAT FISIKSYARAT FISIKPasal 5 Ayat (5)Pasal 5 Ayat (5)

KOTA

PROVINSI

KABUPATEN

PALING SEDIKIT 4 KECAMATANSARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

PALING SEDIKIT 5 KECAMATANLOKASI CALON IBUKOTASARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

PALING SEDIKIT 5 KABUPATEN/KOTALOKASI CALON IBUKOTASARANA DAN PRASARANA PEMERINTAHAN

Page 36: Masalah Otonomi Daerah

Tentang JUMLAH Tentang JUMLAH PENDUDUKPENDUDUK

Raymond G. Gettel: No definite limit can be fixed for the number of persons necessary to form a state.

Gilchrist: It is impossible to fix a definite number of men for a state.

“semua orang yang pada suatu waktu bertempat tinggal mendiami (menetap) di wilayah daerah atau negara tertentu”

RRC : 1,1 milyarIndia : 800 jutaTuvalu dan Nauru: 10 ribu.

Page 37: Masalah Otonomi Daerah

Tentang LUAS WILAYAHTentang LUAS WILAYAH

“daerah teritorial tertentu sebagai tempat kedudukan suatu daerah atau negara, dalam mana kekuasaan daerah atau negara berlaku atas seluruh penduduk

yang bertempat tinggal menetap didalam daerah teritorial tersebut”

RRC : 9.561.000 km2 India : 3.275.198 km2 Tuvalu dan Nauru: 26 km2 dan 21 km2

Page 38: Masalah Otonomi Daerah

Size and Democracy: Case for DecentralizationSize and Democracy: Case for Decentralization (Larry Diamond & Svetlana Tsalik, 1999):(Larry Diamond & Svetlana Tsalik, 1999):

1998 1998 hampir 75% negara berpenduduk dibawah 1 juta jiwa hampir 75% negara berpenduduk dibawah 1 juta jiwa merupakan negara demokratis; kurang dari 60% negara dengan merupakan negara demokratis; kurang dari 60% negara dengan populasi > 1 juta jiwa diikategorikan populasi > 1 juta jiwa diikategorikan demokratisdemokratis. .

5 dari 6 negara berpenduduk < setengah juta (5 dari 6 negara berpenduduk < setengah juta (microstatemicrostate) ) adalah demokratis, dan lebih dari tiga perempatnya menerapkan adalah demokratis, dan lebih dari tiga perempatnya menerapkan demokrasi liberal. demokrasi liberal.

KesimpulanKesimpulan: jika menginginkan suatu negara / daerah : jika menginginkan suatu negara / daerah demokratis, maka harus diupayakan agar jumlah penduduk tidak demokratis, maka harus diupayakan agar jumlah penduduk tidak berkembang secara dramatis.berkembang secara dramatis.

PemekaranWilayah

“Microstate”Pemerintahan

Demokratis

Page 39: Masalah Otonomi Daerah

Benarkah LOGIKA Benarkah LOGIKA Diatas?Diatas?

Jepang memiliki 47 propinsi (Jepang memiliki 47 propinsi (prefectureprefecture) dan 3.232 ) dan 3.232 daerah otonom setingkat kabupaten / kota (daerah otonom setingkat kabupaten / kota (Shi Cho Shi Cho SonSon). ).

Di Thailand terdapat 75 propinsi dengan 1.130 Di Thailand terdapat 75 propinsi dengan 1.130 daerah otonom setingkat kabupaten / kota. daerah otonom setingkat kabupaten / kota.

INDONESIA ??INDONESIA ??

BENAR, dengan argumen:

Page 40: Masalah Otonomi Daerah

Benarkah LOGIKA Diatas?Benarkah LOGIKA Diatas? … … (2)(2)

Demokrasi tidak hanya dilakukan dengan pemekaran, tapi bisa juga Demokrasi tidak hanya dilakukan dengan pemekaran, tapi bisa juga dengan dengan devolusi kekuasaandevolusi kekuasaan (baik dengan sistem federalisme (baik dengan sistem federalisme maupun otonomi luas). maupun otonomi luas).

Kasus Indonesia Kasus Indonesia kesenjangan antar wilayahkesenjangan antar wilayah: Jawa saja yg “layak” : Jawa saja yg “layak” dimekarkan dan menjadi demokratis, sedang luar Jawa sulit dimekarkan dan menjadi demokratis, sedang luar Jawa sulit dimekarkan karena sedikitnya jumlah penduduk.dimekarkan karena sedikitnya jumlah penduduk.

Pemekaran membuat Pemekaran membuat rentang kendali semakin panjangrentang kendali semakin panjang, shg , shg mempersulit mekanisme koordinasi, pengawasan & pembinaan oleh mempersulit mekanisme koordinasi, pengawasan & pembinaan oleh Pusat terhadap Daerah.Pusat terhadap Daerah.

Pemekaran berimplikasi terhadap Pemekaran berimplikasi terhadap berkurangnya jumlah dan berkurangnya jumlah dan kemampuan anggarankemampuan anggaran (fiscal capacity)(fiscal capacity) baik bagi daerah baru hasil baik bagi daerah baru hasil pemekaran maupun daerah induknya.pemekaran maupun daerah induknya.

Pemekaran memicu Pemekaran memicu orientasi menggali PADorientasi menggali PAD melalui penetapan melalui penetapan Perda retribusi yang Perda retribusi yang menjadikan iklim usaha kurang kondusifmenjadikan iklim usaha kurang kondusif..

SALAH, dengan argumen:

Page 41: Masalah Otonomi Daerah

Itulah Sebabnya …Itulah Sebabnya …

Di Jepang, 47 propinsi yang ada saat ini secara administratif Di Jepang, 47 propinsi yang ada saat ini secara administratif dikelompokkan menjadi 12 wilayah saja. Sedang pada level dikelompokkan menjadi 12 wilayah saja. Sedang pada level kedua, amalgamasi dilakukan dengan target pengurangan kedua, amalgamasi dilakukan dengan target pengurangan municipalities municipalities dari 3.232 menjadi hanya 257 (Masahisa Hayashi, dari 3.232 menjadi hanya 257 (Masahisa Hayashi, 2002). 2002).

Thailand menciutkan jumlah daerah otonom tingkat III yg disebut Thailand menciutkan jumlah daerah otonom tingkat III yg disebut TAO (Tambol Administrative Organization, di Indonesia TAO (Tambol Administrative Organization, di Indonesia setingkat Kecamatan) dari 7.498 menjadi hanya 5.000 (setingkat Kecamatan) dari 7.498 menjadi hanya 5.000 (Bangkok Bangkok PostPost, 3/11/02). , 3/11/02).

Di Swedia, unit pemda berkurang dari 1.006 pada 1960-an Di Swedia, unit pemda berkurang dari 1.006 pada 1960-an menjadi 284 pada 1980-an. Pada periode yang sama, Belgia menjadi 284 pada 1980-an. Pada periode yang sama, Belgia berkurang dari 2.663 menjadi 589; Denmark dari 1.387 menjadi berkurang dari 2.663 menjadi 589; Denmark dari 1.387 menjadi 275; Jerman dari 24.282 menjadi 8.426; & Inggris dari 1.288 275; Jerman dari 24.282 menjadi 8.426; & Inggris dari 1.288 menjadi 457 (Hubert Allen, 1990). menjadi 457 (Hubert Allen, 1990).

Pemekaran tidak lagi menjadi opsi yg disukai:

Page 42: Masalah Otonomi Daerah

Presiden ttg Pemekaran(Pidato di depan DPD-RI tg 23 Agustus 2007)

Jika pemekaran daerah tidak berangkat dari tujuan yang benar, Jika pemekaran daerah tidak berangkat dari tujuan yang benar, serta tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan serta tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan beban kepada keuangan negarabeban kepada keuangan negara, serta memberikan dampak , serta memberikan dampak penurunan anggaran terhadap seluruh pemerintah daerahpenurunan anggaran terhadap seluruh pemerintah daerah lain, karena akan menurunkan alokasi DAU secara proporsional lain, karena akan menurunkan alokasi DAU secara proporsional bagi daerah lain di seluruh tanah air. bagi daerah lain di seluruh tanah air.

Pemekaran juga mempengaruhi Pemekaran juga mempengaruhi penyediaan DAK Bidang penyediaan DAK Bidang Prasarana PemerintahanPrasarana Pemerintahan (sarana dan prasarana gedung (sarana dan prasarana gedung kantor instansi vertikal, belanja pegawai, dan belanja kantor instansi vertikal, belanja pegawai, dan belanja operasional lainnya), serta untuk mendanai urusan-urusan yang operasional lainnya), serta untuk mendanai urusan-urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

““Kita harus tegas dan berani Kita harus tegas dan berani menolak tuntutan pemekaranmenolak tuntutan pemekaran, , yang sama sekali tidak memiliki urgensi dan tidak memberikan yang sama sekali tidak memiliki urgensi dan tidak memberikan manfaat nyata bagi rakyat di daerah itu”.manfaat nyata bagi rakyat di daerah itu”.

Page 43: Masalah Otonomi Daerah

Ironisnya …Ironisnya …Ada sebuah dagelan politik tingkat tinggi, Ada sebuah dagelan politik tingkat tinggi, dimana dimana imbauan Presiden pada sidang imbauan Presiden pada sidang

paripurna DPD RI 23 Agustus 2007 untuk paripurna DPD RI 23 Agustus 2007 untuk moratorium pemekaran justru dibalas politisi moratorium pemekaran justru dibalas politisi

DPR dengan menetapkan 8 UU pemekaran DPR dengan menetapkan 8 UU pemekaran yang baruyang baru. .

Ada apa dengan hubungan Eksekutif – Legislatif Ada apa dengan hubungan Eksekutif – Legislatif di Indonesia?di Indonesia?

Page 44: Masalah Otonomi Daerah

MASALAHMASALAH22 PEMEKARAN WIL. PEMEKARAN WIL.MASALAHMASALAH22 PEMEKARAN WIL. PEMEKARAN WIL. 76 % daerah hasil pemekaran mengalami kemunduran dari 76 % daerah hasil pemekaran mengalami kemunduran dari

sebelumnya, dengan indikator jumlah masyarakat miskin sebelumnya, dengan indikator jumlah masyarakat miskin meningkat (Priyo Budi Santoso, Suara Pembaruan: 10-4-2007).meningkat (Priyo Budi Santoso, Suara Pembaruan: 10-4-2007).

Laporan Depdagri 2006: dari 148 daerah otonom baru yang Laporan Depdagri 2006: dari 148 daerah otonom baru yang dievaluasi, sekitar 80 % masuk kategori bermasalah dan gagal. dievaluasi, sekitar 80 % masuk kategori bermasalah dan gagal. Data Dep. Keuangan 2007: mayoritas daerah pemekaran Data Dep. Keuangan 2007: mayoritas daerah pemekaran tergolong berkemampuan keuangan rendah. BPK juga tergolong berkemampuan keuangan rendah. BPK juga menyebutkan, pemekaran berdampak negatif pada perekonomian, menyebutkan, pemekaran berdampak negatif pada perekonomian, sebab membebani keuangan negara (Kompas, 31-5-2007 ).sebab membebani keuangan negara (Kompas, 31-5-2007 ).

Pemekaran yang tidak terencana menyulitkan Pemekaran yang tidak terencana menyulitkan penentuan daerah penentuan daerah pemilihan untuk Pemilu 2009 (Mendagri, Kompas, 9-3-2007).pemilihan untuk Pemilu 2009 (Mendagri, Kompas, 9-3-2007).

Daerah otonom baru belum mampu meningkatkan kesejahteraan Daerah otonom baru belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan (Mendagri, Kompas, 23-10-2007). masyarakat secara signifikan (Mendagri, Kompas, 23-10-2007).

"Bukan rahasia lagi, lebih dari 90 % APBD daerah otonom baru "Bukan rahasia lagi, lebih dari 90 % APBD daerah otonom baru disubsidi dari APBN” (Ryaas Rasyid, Kompas, 23-10-2007).disubsidi dari APBN” (Ryaas Rasyid, Kompas, 23-10-2007).

Page 45: Masalah Otonomi Daerah

MASALAHMASALAH22 PEMEKARAN WIL. PEMEKARAN WIL.MASALAHMASALAH22 PEMEKARAN WIL. PEMEKARAN WIL. Letak daerah yang jauh dari pusat pemerintah bukanlah Letak daerah yang jauh dari pusat pemerintah bukanlah

masalah yang harus diatasi dengan pemekaran. Akibatnya, masalah yang harus diatasi dengan pemekaran. Akibatnya, banyak daerah baru hasil pemekaran justru menjadi beban banyak daerah baru hasil pemekaran justru menjadi beban pemerintah (Taliziduhu Ndraha, Kompas, 13-3-2007).pemerintah (Taliziduhu Ndraha, Kompas, 13-3-2007).

Pemekaran belum menyentuh kesejahteraan publik terutama Pemekaran belum menyentuh kesejahteraan publik terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan layanan umum. dalam bidang pendidikan, kesehatan dan layanan umum. Pemekaran lebih banyak memberikan keuntungan bagi Pemekaran lebih banyak memberikan keuntungan bagi segelintir elite dan kelompok birokrasi maupun pengusaha saja segelintir elite dan kelompok birokrasi maupun pengusaha saja (Suara Karya, 21-5-2007). (Suara Karya, 21-5-2007).

Pemekaran menimbulkan ketidakefisienan secara ekonomi. Ini Pemekaran menimbulkan ketidakefisienan secara ekonomi. Ini terlihat dari munculnya banyak perda yang berbeda di tiap terlihat dari munculnya banyak perda yang berbeda di tiap daerahdaerah (Kompas, 24-4-2007). (Kompas, 24-4-2007).

Syarat kewilayahan yang diatur PP No. 129/2000 berbeda Syarat kewilayahan yang diatur PP No. 129/2000 berbeda dengan yang diatur UU No. 32/2004. Bagaimana dengan dengan yang diatur UU No. 32/2004. Bagaimana dengan daerah yang terlanjur terbentuk? Digabung lagi?daerah yang terlanjur terbentuk? Digabung lagi?

Page 46: Masalah Otonomi Daerah

Pilihan SolusiPilihan SolusiPilihan SolusiPilihan Solusi Moratorium, sambil lakukan evaluasi.Moratorium, sambil lakukan evaluasi. Percepat PP pengganti PP No. 129/2000, dengan memperketat Percepat PP pengganti PP No. 129/2000, dengan memperketat

usulan-usulan pemekaran daerah, yang benar-benar sesuai usulan-usulan pemekaran daerah, yang benar-benar sesuai kebutuhan (bukan karena desakan / motif politik).kebutuhan (bukan karena desakan / motif politik).

Insentif bagi daerah yg mau menggabungkan diri.Insentif bagi daerah yg mau menggabungkan diri. Pengetatan pembentukan Perda yg tidak ramah pasar (Pengetatan pembentukan Perda yg tidak ramah pasar (pro-pro-

investmentinvestment).). Pembentukan daerah baru harus seiring dengan kebijakan di Pembentukan daerah baru harus seiring dengan kebijakan di

bidang lain, misalnya tentang Pemilu (misal: pembentukan bidang lain, misalnya tentang Pemilu (misal: pembentukan KPUD).KPUD).

TreatmentTreatment khusus bagi daerah yang sudah terlanjur khusus bagi daerah yang sudah terlanjur dimekarkan, misalnya dengan mengembangkan kecamatan dimekarkan, misalnya dengan mengembangkan kecamatan (bagi kab/kota), atau kab/kota (bagi provinsi).(bagi kab/kota), atau kab/kota (bagi provinsi).

Susun Susun Grand DesignGrand Design (RIP) Pemekaran Wilayah. (RIP) Pemekaran Wilayah. Pemberdayaan Kec & Kelurahan (Desentralisasi Tahap II).Pemberdayaan Kec & Kelurahan (Desentralisasi Tahap II).

Page 47: Masalah Otonomi Daerah

Pengetatan Pengetatan PersyaratanPersyaratanPengetatan Pengetatan PersyaratanPersyaratan

Syarat wilayah bagi provinsi sedikitnya terdiri atas 5 Syarat wilayah bagi provinsi sedikitnya terdiri atas 5 kabupaten/kota. Syarat wilayah kabupaten minimal kabupaten/kota. Syarat wilayah kabupaten minimal terdiri atas 5 kecamatan dan kota minimal terdiri atas 4 terdiri atas 5 kecamatan dan kota minimal terdiri atas 4 kecamatan. kecamatan.

Soal batas usia, daerah otonom baru bisa dimekarkan Soal batas usia, daerah otonom baru bisa dimekarkan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi dan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi dan 7 tahun untuk kabupaten/kota.7 tahun untuk kabupaten/kota.

Penambahan kriteria pengukuran kelayakan Penambahan kriteria pengukuran kelayakan pemekaran wilayah dari 7 kriteria (PP 129/2000) pemekaran wilayah dari 7 kriteria (PP 129/2000) menjadi 11 kriteria pada RPP terbaru.menjadi 11 kriteria pada RPP terbaru.

Page 48: Masalah Otonomi Daerah

KERJASAMA KERJASAMA ANTAR DAERAHANTAR DAERAH

KERJASAMA KERJASAMA ANTAR DAERAHANTAR DAERAH

Page 49: Masalah Otonomi Daerah

Landasan HukumLandasan Hukum Kerjasama Antar DaerahKerjasama Antar Daerah

Policy Level Operational Level

UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah.

UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005 – 2025.

PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan.

PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009.

SE Menteri Dalam Negeri No. 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005.

Page 50: Masalah Otonomi Daerah

Pasal I s iPasal 195 (1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan

kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi, dan saling menguntungkan.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.

(3) Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.

(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.

Pasal 196 (1) Pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait.

(2) Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat.

(3) Untuk pengelolaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), daerah membentuk adan kerjasama.

(4) Apabila daerah tidak melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengelolaan pelayanan publik tersebut dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.

Pasal-pasal Kerjasama Antar Daerah dalam UU No. 32 /2004

Page 51: Masalah Otonomi Daerah

Urgensi Kerjasama Urgensi Kerjasama Antara DaerahAntara Daerah

Keterkaitan Antar DaerahKeterkaitan Antar Daerah ( (Inter-regional-linkagesInter-regional-linkages): ): ekonomi, geografis, pemerintahan, sosialekonomi, geografis, pemerintahan, sosial

Meningkatkan Efisiensi Dalam Skala EkonomiMeningkatkan Efisiensi Dalam Skala Ekonomi (e (economies conomies of Scaleof Scale), ), Berpotensi Menekan Cost & Optimalisasi Sumber Berpotensi Menekan Cost & Optimalisasi Sumber DayaDaya: pengelolaan air bersih, pemadam kebakaran, : pengelolaan air bersih, pemadam kebakaran, persampahan. persampahan.

Meningkatkan Efektifitas & Kualitas Pelayanan PublikMeningkatkan Efektifitas & Kualitas Pelayanan Publik: : Pendidikan dan Kesehatan.Pendidikan dan Kesehatan.

Ketersediaan Sumber Daya di Masing-Masing Daerah Ketersediaan Sumber Daya di Masing-Masing Daerah BervariasiBervariasi (plus vs minus).(plus vs minus).

Menghindarkan Duplikasi Pelayanan PublikMenghindarkan Duplikasi Pelayanan Publik di di Kabupaten/Kota Berdekatan.Kabupaten/Kota Berdekatan.

Page 52: Masalah Otonomi Daerah

Prinsip-Prinsip KADPrinsip-Prinsip KAD

SpesifikSpesifik: isu yang dibahas atau dikerjasamakan lebih baik : isu yang dibahas atau dikerjasamakan lebih baik spesifspesifik, agar kerjasama yang dilakukan bisa fokus dan ik, agar kerjasama yang dilakukan bisa fokus dan kelembagaan yang dibentuk bisa efisien.kelembagaan yang dibentuk bisa efisien.

Penting bagi daerah lokalPenting bagi daerah lokal: isu yang dikerjasamakan memang : isu yang dikerjasamakan memang penting bagi daerah-daerah yang terkait, atau bisa membawa penting bagi daerah-daerah yang terkait, atau bisa membawa keuntungan bagi daerah.keuntungan bagi daerah.

Saling menguntungkanSaling menguntungkan bagi semua pihak. bagi semua pihak. Skema harus partisipatifSkema harus partisipatif: mengingat kerjasama adalah untuk : mengingat kerjasama adalah untuk

kepentingan umum, skema harus partisipatif.kepentingan umum, skema harus partisipatif. Ada kepastian hukum.Ada kepastian hukum. Mengikuti kaidah good governanceMengikuti kaidah good governance: transparansi & : transparansi &

akuntabilitas terjaga.akuntabilitas terjaga.

Page 53: Masalah Otonomi Daerah

Prinsip-Prinsip KADPrinsip-Prinsip KAD

Politically feasiblePolitically feasible: kerjasama itu harus menarik secara : kerjasama itu harus menarik secara politis. Pada akhirnya keputusan & komitmen untuk politis. Pada akhirnya keputusan & komitmen untuk melakukan kerjasama itu ada di level pimpinan (melakukan kerjasama itu ada di level pimpinan ( leadershipleadership), ), yang merupakan dunia politis.yang merupakan dunia politis.

Economically feasibleEconomically feasible: kerjasama itu secara ekonomi atau : kerjasama itu secara ekonomi atau keuangan daerah mampu dilakukan, dan membawa keuangan daerah mampu dilakukan, dan membawa keuntungan secara ekonomi juga.keuntungan secara ekonomi juga.

Geographically feasibleGeographically feasible: secara geografis memungkinkan, : secara geografis memungkinkan, termasuk apabila diputuskan akan dibentuk semacam termasuk apabila diputuskan akan dibentuk semacam sekretariat bersama yang mudah diakses oleh pihak-pihak sekretariat bersama yang mudah diakses oleh pihak-pihak terkaitterkait

Linkage antar aktorLinkage antar aktor: adanya jaringan komunikasi yang : adanya jaringan komunikasi yang cukup kuat di semua cukup kuat di semua stakeholdersstakeholders yang terlibat. yang terlibat.

Page 54: Masalah Otonomi Daerah

Model Penjelasan Harvey, 2003 Intergovernmental Service Contact,

suatu daerah membayar daerah yang lain untuk rnelaksanakan jenis pelayanan tertentu Layanan penjara, pembuangan sampah, kontrol hewan atau ternak, penaksiran pajak

Joint Service Agreement

dimana suatu daerah menjalankan fungsi perencanaan, anggaran, dan pemberian pelayanan tertentu kepada masyarakat daerah yang terlibat pengaturan perpustakaan wilayah, komunikasi antar polisi dan pemadam kebakaran, kontrol kebakaran, pembuangan sampah.

Intergovernmental Service Transfer

berupa transfer permanen suatu tanggung jawab dari satu daerah ke daerah lain bidang pekerjaan umum, prasarana dan sarana, kesehatan dan kesejahteraan, serta pemerintahan dan keuangan publik.

Model-Model KAD

Page 55: Masalah Otonomi Daerah

Taylor, 2003 Handshake Agreement,.

tidak adanya dokumen perjanjian kerjasama yang formal. Kerjasama didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antar daerah yang terkait. Biasanya, bentuk kerjasama seperti ini dapat berjalan pada daerah-daerah yang secara historis memang sudah sering bekerja sama dalam berbagai bidang. Bentuk kerjasama ini cukup efisien dan lebih fleksibel dalam pelaksanaannya karena tidak ada kewajiban yang mengikat bagi masing-masing pemerintah daerah.

Fee for service contracts (service agreements).

satu daerah “menjual” satu bentuk pelayanan publik pada daerah lain. Misalnya air bersih, listrik, dan sebagainya, dengan sistem kompensasi (harga) dan jangka waktu yang disepakati bersama. Keunggulan sistem ini adalah bisa diwujudkan dalam waktu yang relatif cepat. Selain itu, daerah yang menjadi “pembeli” tidak perlu mengeluarkan biaya awal (start-up cost) dalam penyediaan pelayanan. Akan tetapi, biasanya cukup sulit untuk menentukan harga yang disepakati kedua daerah.

Joint Agreements (pengusahaan bersama).

mensyaratkan adanya partisipasi atau keterlibatan dari daerah-daerah yang terlibat dalam penyediaan atau pengelolaan pelayanan publik. Pemerintah-pemerintah daerah berbagi kepemilikan kontrol, dan tanggung jawab terhadap program. Sistem ini biasanya tidak memerlukan perubahan struktur kepemerintahan daerah (menggunakan struktur yang sudah ada). Kelemahannya, dokumen perjanjian (agreement) yang dihasilkan biasanya sangat rumit dan kompleks karena harus mengakomodasi sistem birokrasi dari pemda-pemda yang bersangkutan.

Page 56: Masalah Otonomi Daerah

James A. Coon Service Agreement : Suatu kerjasama tertulis dalam kontrak antara suatu pemerintah

daerah dengan pemerintah daerah lain untuk penyediaan suatu layanan dengan harga tertentu yang dinyatakan. Biasanya berlangsung dimana ada suatu pemerintah daerah yang lebih berdaya dibandingkan yang lain sehingga bisa memberikan pelayanan dengan ganti pembayaran kepada pihak yang membutuhkan

Joint Agreement : Suatu kerjasama tertulis dalam kontrak antar-pemerintah daerah untuk setuju dalam pengadaan layanan melalui pembangunan dan operasi suatu fasilitas. Biasanya melibatkan dua atau lebih pemerintah daerah yang seimbang dalam hal kemampuan partisipasinya dalam mewujudkan kerjasama tersebut, misal dalam hal sumberdaya, fasilitas dan target layanan

Page 57: Masalah Otonomi Daerah

KETERBATASAN DAERAH

KOMITMEN NASIONALGLOBAL

PELAKSANAANKERJASAMA

DAERAH

PERMASALAHANKERJASAMA

DAERAH

Page 58: Masalah Otonomi Daerah

BANYAKNYA DUK MISKIN

KESEJANGAN ANTAR DAERAH

KESEMPATAN KERJATDK SEBANDING

PENGANGGUR

KURANGNYAYAN DASAR

LEMAHNYA STRUKTUR PEREKON DAERAH

RENDAHNYA YAN BLIKSUPREMASI HUKUM

BLM OPTIMALNYALAKS OTDA

BLM OPTIMALNYAPENGELOLAAN SDA

MASALAHPOKOK

Page 59: Masalah Otonomi Daerah

Penyelesaian Penyelesaian Perselisihan KADPerselisihan KAD

1. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kerja sama akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.

2. Apabila dengan musyawarah untuk mencapai mufakat tidak terselesaikan, maka penyelesaian perselisihan difasilitasi oleh Mendagri sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Keputusan Mendagri dalam upaya penyelesaian perselisihan bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang bekerja sama.

4. Apabila penyelesaian perselisihan melalui Mendagri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) salah satu pihak tidak dapat menerima, maka dapat mengajukan penyelesaian melalui MA.

Page 60: Masalah Otonomi Daerah

Penyelesaian Perselisihan

Apabila terjadi perselisihan dlm penyeleng fung pemerintahan antar Kab/Kota dlm satu Prov,

Gub menyelesaikan perselisihan dimaksud

{Ps. 198(1)}

Apabila terjadi perselisihan antar Prov, antara Prov dan Kab/Kota diwilayahnya serta

antara Prov dan Kab/Kota diluar wilayahnya, Mendagri

menyelesaikan perselisihan{Ps. 198(2)}

Kept Gub dan Kept Gub dan Mendagri bersifat Mendagri bersifat Final.Final. {Ps. 198(3)} {Ps. 198(3)}

Page 61: Masalah Otonomi Daerah

KASUS KADKASUS KAD Pemprov DKI membangun tanggul di Kali Pemprov DKI membangun tanggul di Kali

Mokervart.Mokervart. Belum ada komunikasi dengan wilayah Belum ada komunikasi dengan wilayah

penyangga (Bodetabekjur).penyangga (Bodetabekjur). Pemkot Tangerang menganggap tanggul Pemkot Tangerang menganggap tanggul

tsb berada di wilayahnya, kemudian tsb berada di wilayahnya, kemudian membatalkan proyek tsb.membatalkan proyek tsb.

Pokok masalah: lemahnya koordinasi, tidak Pokok masalah: lemahnya koordinasi, tidak jelasnya batas kewenangan, ketiadaan visi jelasnya batas kewenangan, ketiadaan visi yg sama, lembaga pengelola kerjasama yg sama, lembaga pengelola kerjasama tidak optimal, dll.tidak optimal, dll.

Page 62: Masalah Otonomi Daerah

SUMBER DAYA SUMBER DAYA APARATURAPARATUR

SUMBER DAYA SUMBER DAYA APARATURAPARATUR

KELEMBAGAANKELEMBAGAAN Sumber Daya ManusiaSumber Daya Manusia

KEUANGANKEUANGAN

Page 63: Masalah Otonomi Daerah

KONDISI LEMBAGA PEMERINTAH KONDISI LEMBAGA PEMERINTAH SEBELUM OTONOMISEBELUM OTONOMI

PUSATPUSAT ::

800 jabatan eselon 800 jabatan eselon II

2.392 eselon II2.392 eselon II 11.245 eselon III11.245 eselon III 70.787 eselon IV70.787 eselon IV 208.850 es. V208.850 es. V

DAERAHDAERAH ::

27 jabatan eselon I27 jabatan eselon I 788 eselon II788 eselon II 7.964 eselon III7.964 eselon III 44.372 eselon IV44.372 eselon IV 79.791 eselon V79.791 eselon V

(Mustopadidjaja, 1999)(Mustopadidjaja, 1999)

Page 64: Masalah Otonomi Daerah

SETELAH OTONOMISETELAH OTONOMISETELAH OTONOMISETELAH OTONOMI

Komisi Yudisial Komisi Yudisial UU No. 22/2004 UU No. 22/2004 Komisi Pemilihan Umum Komisi Pemilihan Umum UU No. 12/2003 UU No. 12/2003 Komnas HAM Komnas HAM UU No. 39/1999 UU No. 39/1999 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha UU No. 5/1999 UU No. 5/1999 Komisi Penyiaran Indonesia Komisi Penyiaran Indonesia UU No. 32/2002 UU No. 32/2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi / KPK Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi / KPK UU No 30/2002 UU No 30/2002 Komisi Perlindungan Anak Komisi Perlindungan Anak UU No. 23/2002 UU No. 23/2002 Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi UU No. 27/2004 UU No. 27/2004 Komnas Anti Kekerasan Thd Perempuan Komnas Anti Kekerasan Thd Perempuan Keppres No. 181/1998 Keppres No. 181/1998 Komisi Ombudsman Nasional Komisi Ombudsman Nasional Keppres No. 44/2000 Keppres No. 44/2000 Komisi Kepolisian Komisi Kepolisian UU No. 2/2002 UU No. 2/2002 Komisi Kejaksaan Komisi Kejaksaan UU No. 16/2004 UU No. 16/2004 Komisi Hukum Nasional Komisi Hukum Nasional Keppres No. 15/2000 Keppres No. 15/2000

Pusat Pusat Inflasi Komisi / Dewan Negara:Inflasi Komisi / Dewan Negara:

Page 65: Masalah Otonomi Daerah

Dewan Pers Dewan Pers UU No. 40/1999 UU No. 40/1999 Dewan Pendidikan Dewan Pendidikan UU No. 20/2003 UU No. 20/2003 Dewan Pembina Industri Strategis Dewan Pembina Industri Strategis Keppres No. 40/1999 Keppres No. 40/1999 Dewan Riset Nasional Dewan Riset Nasional Keppres No. 94/1999 Keppres No. 94/1999 Dewan Buku Nasional Dewan Buku Nasional Keppres No. 110/1999 Keppres No. 110/1999 Dewan Maritim Indonesia Dewan Maritim Indonesia Keppres No. 161/1999 Keppres No. 161/1999 Dewan Ekonomi Nasional Dewan Ekonomi Nasional Keppres No. 144/1999 Keppres No. 144/1999 Dewan Pengembangan Usaha Nasional Dewan Pengembangan Usaha Nasional Keppres No. 165/1999 Keppres No. 165/1999 Dewan Gula Nasional Keppres No. 23/2003Dewan Gula Nasional Keppres No. 23/2003 Dewan Ketahanan Pangan Dewan Ketahanan Pangan Keppres No. 132/2001 Keppres No. 132/2001 Dewan Pengembangan Kws Tmr Indonesia Dewan Pengembangan Kws Tmr Indonesia Keppres No. 44/2002 Keppres No. 44/2002 Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Keppres No. 151/2000 Keppres No. 151/2000 Dewan Pertahanan Nasional Dewan Pertahanan Nasional Keppres No. 3/2003 Keppres No. 3/2003 Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Keppres No. 132/1998 Keppres No. 132/1998 Komite Nasional Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi UU No. 41/1999 UU No. 41/1999 Komite Antar Dept. Bidang Kehutanan Komite Antar Dept. Bidang Kehutanan Keppres No. 80/2000 Keppres No. 80/2000 Komite Akreditasi Nasional Komite Akreditasi Nasional Keppres No. 78/2001 Keppres No. 78/2001 Komite Penilaian Independen Komite Penilaian Independen Keppres No. 99/1999 Keppres No. 99/1999 Komite Olahraga Nasional Indonesia Komite Olahraga Nasional Indonesia Keppres No. 72/2001 Keppres No. 72/2001 Komite Kebijakan Sektor Keuangan Komite Kebijakan Sektor Keuangan Keppres No. 89/1999 Keppres No. 89/1999 Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran Komite Standar Nasional Untuk Satuan Ukuran PP No. 102/2000 PP No. 102/2000

Inflasi Komisi / Dewan Negara Inflasi Komisi / Dewan Negara (lanjutan)(lanjutan)::

Page 66: Masalah Otonomi Daerah

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

(Dari UU 22/1999 ke UU 32/2004)UU 22/1999

Psl. 60 s.d Psl. 68, Psl. 66 serta Psl 120:

• Sekretariat Daerah;• Dinas Daerah; • Lembaga Teknis Daerah; • Camat; • Satuan Polisi Pamong Praja

PP NO. 8/2003

PP 41/2007

UU 32/2004

Psl. 120 s.d Psl. 128: PERANGKAT DAERAH PROV:• Sekretariat Daerah;• Sekretariat DPRD;• Dinas Daerah; • Lembaga Teknis Daerah;

PERANGKAT DAERAH KAB/KOTA: • Sekretariat Daerah;• Sekretariat DPRD;• Dinas Daerah;• Lembaga Teknis Daerah; • Kecamatan;• Kelurahan.

Page 67: Masalah Otonomi Daerah

UU Keolahragaan

UU KPI

UU Penyuluhan

UU Kepegawaian

UU Keuangan

UU BNN

UU Ketahanan Pangan

PP Pengawasan

PP Satpol PP PP 38 dan 41 Tahun 2007

Penataan Organisasi Pemda

PENATAAN KELEMBAGAAN ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH

PENATAAN KELEMBAGAAN ORGANISASI PEMERINTAH DAERAH

Page 68: Masalah Otonomi Daerah

KRITERIA PENATAAN ORGANISASIKRITERIA PENATAAN ORGANISASI Semakin tinggi tingkat pembagian kerja, semakin besar ukuran organisasi.Semakin tinggi tingkat pembagian kerja, semakin besar ukuran organisasi. Semakin tinggi tingkat kompleksitas urusan, maka makin besar organisasi diperlukan.Semakin tinggi tingkat kompleksitas urusan, maka makin besar organisasi diperlukan. Semakin tinggi tinggi tingkat rutinitas pekerjaan, maka makin tinggi tingkat sentralistis Semakin tinggi tinggi tingkat rutinitas pekerjaan, maka makin tinggi tingkat sentralistis

sebuah organisasi.sebuah organisasi. Semakin tinggi tingkat pekerjaan non rutinitas, maka makin tinggi tingkat Semakin tinggi tingkat pekerjaan non rutinitas, maka makin tinggi tingkat

desentralisasinya.desentralisasinya. Semakin besar suatu organisasi maka makin besar jumlah personilnya.Semakin besar suatu organisasi maka makin besar jumlah personilnya. Semakin besar suatu organisasi maka makin diperlukan banyak sumber daya yang Semakin besar suatu organisasi maka makin diperlukan banyak sumber daya yang

diperlukan.diperlukan. Semakin luas wilayah kerja, makin besar ukuran organisasinya.Semakin luas wilayah kerja, makin besar ukuran organisasinya. Semakin tinggi tingkatan teknologi, semakin kecil ukuran organisasinya.Semakin tinggi tingkatan teknologi, semakin kecil ukuran organisasinya. Semakin tinggi variasi budaya, makin besar variasi sebuah organisasi. Semakin tinggi variasi budaya, makin besar variasi sebuah organisasi. Semakin tinggi tingkat kemitraan, makin tinggi tingkat efisiensi kerja.Semakin tinggi tingkat kemitraan, makin tinggi tingkat efisiensi kerja. Semakin banyak hubungan kerja, semakin besar ukuran sebuah organisasi.Semakin banyak hubungan kerja, semakin besar ukuran sebuah organisasi. Semakin rendah tingkat disiplin pegawai, semakin besar ukuran organisasi Semakin rendah tingkat disiplin pegawai, semakin besar ukuran organisasi

pengawasan / pembinaan.pengawasan / pembinaan. Makin rendah tingkat stabilitas / keamanan, makin besar ukuran organisasi.Makin rendah tingkat stabilitas / keamanan, makin besar ukuran organisasi. Makin tinggi kompleksitas, makin tinggi tuntutan akan kualitas kepemimpinan.Makin tinggi kompleksitas, makin tinggi tuntutan akan kualitas kepemimpinan.

Page 69: Masalah Otonomi Daerah

SDM APARATURSDM APARATUR

Birokrasi ParkinsonianBirokrasi Parkinsonian (Parkinson’s Law)(Parkinson’s Law) proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. Pemekaran terjadi bukan karena tuntutan fungsi, Pemekaran terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. struktur.

Birokrasi OrwellianBirokrasi Orwellian proses pertumbuhan proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi.birokrasi.

Big bureaucracyBig bureaucracy

Page 70: Masalah Otonomi Daerah

Jumlah PNS & Rasio PendudukJumlah PNS & Rasio Penduduk

Jumlah PNS: 4,4 juta (2 % dari total Jumlah PNS: 4,4 juta (2 % dari total penduduk)penduduk)

Komparasi Komparasi AS AS :: 2,7 % (1991) 2,7 % (1991) Jerman BaratJerman Barat :: 7,1 % (1980) 7,1 % (1980) MalaysiaMalaysia :: 4 % (1980) 4 % (1980) PhilipinaPhilipina :: 2,6 (1990) 2,6 (1990) SingapuraSingapura :: 2,5 (1990) 2,5 (1990)

√ Problem kualitas,Problem kualitas,√ Problem ketimpangan distribusi tugasProblem ketimpangan distribusi tugas

√ + Problem mutasi, promosi, penempatan+ Problem mutasi, promosi, penempatan√ + Problem tour of area (vertical), dll+ Problem tour of area (vertical), dll

Page 71: Masalah Otonomi Daerah

Profil Kualitas SDM Profil Kualitas SDM (1991)(1991)

Sarjana (S1 keatas)Sarjana (S1 keatas) : 7 %: 7 % Sarjana MudaSarjana Muda : 9,8 % : 9,8 % SLTASLTA : 58,6 % : 58,6 % Sisanya berpendidikan SLTP & SDSisanya berpendidikan SLTP & SD

: 24,6 %.: 24,6 %.

√ Downsizing,Downsizing,√ Cross-posting,Cross-posting,

√ Contracting-out,Contracting-out,√ Continuous improvement.Continuous improvement.

Page 72: Masalah Otonomi Daerah

MANAJEMEN PNSDMANAJEMEN PNSD

Pemerintah laks Pembinaan Manaj PNSD satu kesatuan penyeleng Manaj

PNS scr Nas. {Ps.129(1)}

Pemerintah laks Pembinaan Manaj PNSD satu kesatuan penyeleng Manaj

PNS scr Nas. {Ps.129(1)}

Manaj PNSD meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,

tunjangan, kesejahteraan, hak & kewajiban kedudukan hkm, pengemb kapasitas &

pengendalian jml. {Ps.129(2)}

Manaj PNSD meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji,

tunjangan, kesejahteraan, hak & kewajiban kedudukan hkm, pengemb kapasitas &

pengendalian jml. {Ps.129(2)}

Page 73: Masalah Otonomi Daerah

PENGANGKATAN, PEMINDAHAN & PEMBERHENTIAN DLM JABATAN ES. II

Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Prov ditetapkan Gub.{Ps.130(1)}

Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Prov ditetapkan Gub.{Ps.130(1)}

Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Kab/Kota

ditetapkan Bup/Walikota setelah konsultasi kpd Gub. {Ps.130(2)}

Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Es. II Kab/Kota

ditetapkan Bup/Walikota setelah konsultasi kpd Gub. {Ps.130(2)}

KonsultasiKonsultasi

Pem Prov

Pem Kab/Kota

Page 74: Masalah Otonomi Daerah

PERPINDAHAN PNSDPERPINDAHAN PNSD

antar Kab/Kota dlm satu Prov ditetapkan Gub setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN

{Ps.131(1)}

antar Kab/Kota dlm satu Prov ditetapkan Gub setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN

{Ps.131(1)}

antar Kab/Kota antar Prov, dan antar Prov ditetapkan Mendagri setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(2)}

antar Kab/Kota antar Prov, dan antar Prov ditetapkan Mendagri setelah peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(2)}

Prov, Kab/Kota ke Dep/LPND dan sebaliknya ditetapkan Mendagri setelah

peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(3)}

Prov, Kab/Kota ke Dep/LPND dan sebaliknya ditetapkan Mendagri setelah

peroleh pertimbangan Ka.BKN {Ps.131(3)}

Page 75: Masalah Otonomi Daerah

KEUANGAN DAERAHKEUANGAN DAERAHKEUANGAN DAERAHKEUANGAN DAERAH

Dari 229 Kab / Kota:Dari 229 Kab / Kota: 71,23 % memiliki PAD kurang dari 20%; 71,23 % memiliki PAD kurang dari 20%; 22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %; 22,26 % ber-PAD antara 20,1 % hingga 40 %; 5,83 % memiliki PAD lebih dari 40 % (5,83 % memiliki PAD lebih dari 40 % (SulistyoSulistyo, ,

1995). 1995).

Kajian serupa oleh Kano (1995):Kajian serupa oleh Kano (1995): Penerimaan kotor seluruh Kab / Kota di Indonesia, Penerimaan kotor seluruh Kab / Kota di Indonesia,

sebesar 70 % merupakan grant dan subsidi Pusat dan sebesar 70 % merupakan grant dan subsidi Pusat dan Propinsi. Propinsi.

40 % dari pengeluaran tahunannya diperuntukkan 40 % dari pengeluaran tahunannya diperuntukkan sebagai belanja pegawai.sebagai belanja pegawai.

Page 76: Masalah Otonomi Daerah

AKUNTABILITAAKUNTABILITAS dan KORUPSIS dan KORUPSIAKUNTABILITAAKUNTABILITAS dan KORUPSIS dan KORUPSI

Page 77: Masalah Otonomi Daerah

AKUNTABILITASAKUNTABILITASAKUNTABILITASAKUNTABILITAS

Prof. Dr. Miriam Budiardjo: Pertanggungjawaban pihak yang diberi

mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.

Menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks & balances system).

Hubungan MANDAN – MANDATARIS

Page 78: Masalah Otonomi Daerah

AKUNTABILITAS KINERJAAKUNTABILITAS KINERJAAKUNTABILITAS KINERJAAKUNTABILITAS KINERJA

Akuntabilitas: Kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang / badan hukum / pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Kinerja: Perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.

Page 79: Masalah Otonomi Daerah
Page 80: Masalah Otonomi Daerah
Page 81: Masalah Otonomi Daerah

AKUNTABILITAS KINERJAAKUNTABILITAS KINERJAAKUNTABILITAS KINERJAAKUNTABILITAS KINERJA

AKIN

Instansi Pemerintah

Penyelenggara Negara

Lingkup eksekutif

Lihat rincian

Page 82: Masalah Otonomi Daerah

PENYELENGGARA NEGARAPENYELENGGARA NEGARAPENYELENGGARA NEGARAPENYELENGGARA NEGARA

Pejabat NegaraPejabat Negara, , Pimpinan dan pegawai Bank Indonesia, Pimpinan dan pegawai Bank Indonesia, Pegawai Negeri, Pegawai Negeri, Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, Rakyat Daerah, Pejabat dan pegawai pada komisi, badan Pejabat dan pegawai pada komisi, badan

atau lembaga negara lainnya,atau lembaga negara lainnya, Pejabat atau Pegawai pada BUMN / Pejabat atau Pegawai pada BUMN /

BUMD / BHMN.BUMD / BHMN.

Page 83: Masalah Otonomi Daerah

PEJABAT NEGARAPEJABAT NEGARA Presiden, Wakil Presiden;Presiden, Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua & anggota MPR, DPR, DPD;Ketua, Wakil Ketua & anggota MPR, DPR, DPD; Menteri / pejabat yang setingkat, Jaksa Agung, Menteri / pejabat yang setingkat, Jaksa Agung,

Panglima TNI, Kapolri, dan wakilnya;Panglima TNI, Kapolri, dan wakilnya; Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung

serta Ketua, Wakil Ketua & Hakim pada semua serta Ketua, Wakil Ketua & Hakim pada semua Badan Peradilan; Badan Peradilan;

Ketua, Wakil Ketua & anggota BPK; Ketua, Wakil Ketua & anggota BPK; Duta Besar;Duta Besar; Gubernur / Wakil Gubernur, Bupati / Wakil Bupati Gubernur / Wakil Gubernur, Bupati / Wakil Bupati

dan Walikota / Wakil Walikota.dan Walikota / Wakil Walikota.

Page 84: Masalah Otonomi Daerah

JENISJENIS22 AKUNTABILITAS: AKUNTABILITAS:JENISJENIS22 AKUNTABILITAS: AKUNTABILITAS:

Akuntabilitas politik dari pemerintah melalui lembaga perwakilan.

Akuntabilitas keuangan melalui pelembagaan budget dan pengawasan BPK.

Akuntabilitas hukum, dalam bentuk aturan hukum, reformasi hukum dan pengembangan perangkat hukum.

Akuntabilitas ekonomi (efisiensi), dalam bentuk likuiditas dan (tidak) kepailitan dalam suatu pemerintahan yang demokratis, tanggung gugat rakyat melalui sistem perwakilan.

Prof. Bintoro Tjokroamidjojo:

Page 85: Masalah Otonomi Daerah

JENISJENIS22 AKUNTABILITAS: AKUNTABILITAS:JENISJENIS22 AKUNTABILITAS: AKUNTABILITAS:

Akuntabilitas keuangan (financial accountability).

Akuntabilitas administrative (administrative accountability).

Akuntabilitas kebijakan public (policy decision accountability).

B. Guy Peters:

Page 86: Masalah Otonomi Daerah

JENISJENIS22 AKUNTABILITAS: AKUNTABILITAS:JENISJENIS22 AKUNTABILITAS: AKUNTABILITAS:

Akuntabilitas Eksplisit.

Pertanggungjawaban pejabat negara manakala diharuskan untuk menjawab / memikul konsekuensi atas cara-caranya dalam melaksanakan tugas kedinasan.

Akuntabilitas Implisit

Segenap aparatur negara secara implisit bertanggung jawab atas setiap pengaruh yang tak terduga dari akibat-akibat keputusan yang dibuat.

Dadang Solihin

Page 87: Masalah Otonomi Daerah

SCOPE AKUNTABILITASSCOPE AKUNTABILITASSCOPE AKUNTABILITASSCOPE AKUNTABILITAS

AkuntabilitasPenyelenggaraan

Negara

Lembaga2 Negara

Fungsi2Negara

Obyek

Substantif

Page 88: Masalah Otonomi Daerah

ESENSI AKUNTABILITASESENSI AKUNTABILITASESENSI AKUNTABILITASESENSI AKUNTABILITAS

Hak memperoleh pelayanan & perlakuan yang layak. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan

informasi mengenai penyelenggaraan negara; Hak diikutsertakan dalam merencanakan kinerja

program / kegiatan pemerintah / Penyelenggara Negara.

Hak menilai pencapaian kinerja pelayanan publik. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara

bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara; dan

Hak memperoleh perlindungan hukum.

Jaminan pemenuhan & penghormatan Jaminan pemenuhan & penghormatan HAKHAK22 Masyarakat: Masyarakat:

Page 89: Masalah Otonomi Daerah

ESENSI AKUNTABILITASESENSI AKUNTABILITASESENSI AKUNTABILITASESENSI AKUNTABILITAS

Menyusun Rencana Kinerja dan menyampaikan pada masyarakat diawal setiap tahun anggaran.

Melakukan pengukuran pencapaian kinerja dan menyampaikan hasilnya pada masyarakat diakhir tahun.

Melakukan pengukuran kepuasan masyarakat dan menyampaikan hasilnya atas program yang dijalankan.

Memberikan tanggapan thd pengaduan & kebutuhan masyarakat.

Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen (kontrak sosial) baru.

Jaminan pelaksanaan KEWAJIBAN Jaminan pelaksanaan KEWAJIBAN Penyelenggara Negara:Penyelenggara Negara:

Page 90: Masalah Otonomi Daerah

Model Akuntabilitas di New Model Akuntabilitas di New ZealandZealand

Page 91: Masalah Otonomi Daerah

Accountability should be associated Accountability should be associated to & combined with ..to & combined with ..

Page 92: Masalah Otonomi Daerah
Page 93: Masalah Otonomi Daerah

Accountability should also be Accountability should also be associated to & combined with ..associated to & combined with ..

INFORMATION DISCLOSUREDELIVERING PEOPLE’S RIGHT TO KNOW

AND TO CONTROL– Open Government

Page 94: Masalah Otonomi Daerah

INFORMASI – KONTROLINFORMASI – KONTROL Official information actOfficial information act Thailand: wajib Thailand: wajib

menginformasikan akses informasi pasif atas menginformasikan akses informasi pasif atas permintaan masyarakat dalam jangka waktu tertentu.permintaan masyarakat dalam jangka waktu tertentu.

RUU RUU Kebebasan Memperoleh Informasi, RUU Kerahasiaan Negara, dan RUU Intelejen Negara

UU No. 7/1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan.UU No. 7/1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan. PP No. 68/1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran

Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. PP No. 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan

Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.

UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Page 95: Masalah Otonomi Daerah

ESENSI LAIN AKUNTABILITASESENSI LAIN AKUNTABILITASESENSI LAIN AKUNTABILITASESENSI LAIN AKUNTABILITAS

Hak publik untuk membaca dan mendapatkan dokumen resmi (official document).

Hak aparatur penyelenggara negara, termasuk aparatur pemerintah daerah untuk menyampaikan informasi tentang apa yang ia ketahui kepada siapapun (freedom of expression of civil servant)

Hak aparatur penyelenggara negara untuk menyampaikan informasi / dokumen kepada media massa.

Hak publik dan media massa untuk menghadiri persidangan (access to court hearings)

Hak publik dan media massa untuk hadir pada pertemuan-pertemuan resmi parlemen (Swedish Parliament), Municipal Assembly, dan Country Council.

Jaminan pemenuhan & penghormatan HAKJaminan pemenuhan & penghormatan HAK22 Publik:Publik:

Page 96: Masalah Otonomi Daerah

Tantangan RUU Tantangan RUU AkuntabilitasAkuntabilitas

Tantangan RUU Tantangan RUU AkuntabilitasAkuntabilitas

Menjadi Menjadi Umbrella ActUmbrella Act konsep & kebijakan ttg konsep & kebijakan ttg akuntabilitas merujuk pada RUU, termasuk akuntabilitas merujuk pada RUU, termasuk Inpres No. 7/1999.Inpres No. 7/1999.

Hindari area abu-abu yg mengakibatkan Hindari area abu-abu yg mengakibatkan persoalan multi tafsir dan tidak terukur.persoalan multi tafsir dan tidak terukur.

Pengaturan ttg Sanksi: moral, administratif, Pengaturan ttg Sanksi: moral, administratif, atau pidana?atau pidana?

Hindari kemungkinan tumpang tindih dengan Hindari kemungkinan tumpang tindih dengan RUU Adm. Pemerintahan, dan overlap dalam RUU Adm. Pemerintahan, dan overlap dalam penerapan RUU Akuntabilitas, misalnya antara penerapan RUU Akuntabilitas, misalnya antara KON / KOD, Badan Peradilan, atau Instansi KON / KOD, Badan Peradilan, atau Instansi Pemerintah (Pemerintah (upaya administratifupaya administratif).).

Page 97: Masalah Otonomi Daerah

Perangkat Pendukung Indikator Perangkat Pendukung Indikator AkuntabilitasAkuntabilitas

SOP penyelenggaraan urusan SOP penyelenggaraan urusan pemerintahan pemerintahan SPM. SPM.

Mekanisme pertanggungjawaban.Mekanisme pertanggungjawaban. Laporan berkala (triwulan, semester, Laporan berkala (triwulan, semester,

tahun, 5 tahun, akhir jabatan).tahun, 5 tahun, akhir jabatan). Sistem pemantauan & pengawasan Sistem pemantauan & pengawasan

kinerja.kinerja. Mekanisme Mekanisme reward and punishmentreward and punishment..

Page 98: Masalah Otonomi Daerah

MENGAPA IMPLEMENTASI MENGAPA IMPLEMENTASI AKUNTABILITAS SULIT?AKUNTABILITAS SULIT?

Tidak jelasnya tupoksi lembaga dalam menjabarkan visi, Tidak jelasnya tupoksi lembaga dalam menjabarkan visi, tujuan dan indikator kinerja organisasi.tujuan dan indikator kinerja organisasi.

Lemahnya komitmen aparat dalam membuat laporan Lemahnya komitmen aparat dalam membuat laporan akuntabilitas.akuntabilitas.

Belum terbangunnya etika pemerintahan thd Belum terbangunnya etika pemerintahan thd pertanggungjawaban dan hak publik.pertanggungjawaban dan hak publik.

Sistem pelaporan akuntabilitas belum mengandung Sistem pelaporan akuntabilitas belum mengandung penghargaan dan sanksi.penghargaan dan sanksi.

Belum memadainya kesadaran masyarakat untuk sebagai Belum memadainya kesadaran masyarakat untuk sebagai pressure grouppressure group dalam mendorong implementasi dalam mendorong implementasi akuntabilitas oleh penyelenggara negara.akuntabilitas oleh penyelenggara negara.

( Dadang Solihin )

Page 99: Masalah Otonomi Daerah

Accountability should also be Accountability should also be associated to & combined with ..associated to & combined with ..

CORRUPTION

Page 100: Masalah Otonomi Daerah
Page 101: Masalah Otonomi Daerah
Page 102: Masalah Otonomi Daerah

Equation for CorruptionEquation for CorruptionEquation for CorruptionEquation for Corruption

C = corruptionC = corruption

D = discretionD = discretion

M = monopolyM = monopoly

A = accountabilityA = accountability

C = D + M – A

Page 103: Masalah Otonomi Daerah
Page 104: Masalah Otonomi Daerah

Corruption Perception Index (CPI)Corruption Perception Index (CPI)

COUNTRYCPI SCORE

2003 2004 2005 2006Singapore 9.4 9.3 9.4 9.4

8.0 8.0 8.3 8.3Japan 7.0 6.9 7.3 7.6Taiwan 5.7 5.6 5.9 5.9

South Korea 4.3 4.5 5.0 5.1Malaysia 5.2 5.0 5.1 5.0Thailand 3.3 3.6 3.8 3.6

China 3.4 3.4 3.2 3.3India 2.8 2.8 2.9 3.3

3.4 3.5 3.2 3.12.5 2.6 2.5 2.5

Indonesia 1.9 2.0 2.2 2.42.1 2.6 2.3 2.4

Pakistan 2.5 2.1 2.1 2.2--- --- --- ---

Bangladesh 1.3 1.5 1.7 2.0Myanmar 1.6 1.7 1.8 1.9

Hongkong

Sri LankaPhilipines

Papua New Guines

Kamboja

Page 105: Masalah Otonomi Daerah

Weak commitment to, and consistency of, law enforcement Weak commitment to, and consistency of, law enforcement and the law system itself; and the law system itself;

Lack of role models & leadership from the national elite; Lack of role models & leadership from the national elite; Weak managing of the government; Weak managing of the government; Civil servants wages that are too low; Civil servants wages that are too low; Lack of integrity and professionalism; Lack of integrity and professionalism; Internal monitoring mechanisms at banking and financial Internal monitoring mechanisms at banking and financial

institutions and bureaucracies are not yet adequate; institutions and bureaucracies are not yet adequate; Work environment conditions, official duties & public Work environment conditions, official duties & public

permissiveness that increase incentives for corruption; permissiveness that increase incentives for corruption; Lack of faith, honesty, and a sense of shame; Lack of faith, honesty, and a sense of shame; Lack of ethics & national morals in support of corruption Lack of ethics & national morals in support of corruption

eradication.eradication.

CAUSES OF CORRUPTIONCAUSES OF CORRUPTIONCAUSES OF CORRUPTIONCAUSES OF CORRUPTION

Page 106: Masalah Otonomi Daerah

Low quality public services; Low quality government-produced facilities; Rising public burden from inefficiencies and

ineffectiveness in the management of public institutions that regulate public needs such as telecommunication, fossil fuels, electricity, etc;

Rising poverty and public misery; Rising inequality; Rising crime and other social problems; National unity is threatened; Democracy is forestalled.

IMPACTS OF CORRUPTIONIMPACTS OF CORRUPTIONIMPACTS OF CORRUPTIONIMPACTS OF CORRUPTION

Page 107: Masalah Otonomi Daerah

IMPACTS OF CORRUPTIONIMPACTS OF CORRUPTIONIMPACTS OF CORRUPTIONIMPACTS OF CORRUPTION

Impact of corruption on investment, economic growth, and social programs.

low per capita income, government intervention in markets, low civil service pay, and ethnic fragmentation of the society.

Impact of corruption on infrastructure in developing countries.

high cost in develop project, little investor will come.

Impact of corruption on the human rights based approach to development.

unemployment rate increase, poor people increase.

Impact of corruption in the health services. low quality in healthy services

Impact of corruption on education’s program. many students don’t have representative school facilities.

Page 108: Masalah Otonomi Daerah

KASUS KORUPSI TAHUN 2004KASUS KORUPSI TAHUN 2004(MENURUT ICW – 2005)(MENURUT ICW – 2005)

KASUS KORUPSI TAHUN 2004KASUS KORUPSI TAHUN 2004(MENURUT ICW – 2005)(MENURUT ICW – 2005)

1.1. Anggota DPRD Anggota DPRD = 125 orang= 125 orang2.2. Kepala DaerahKepala Daerah = 84 orang= 84 orang3.3. Aparat PemdaAparat Pemda = 57 orang= 57 orang4.4. Direksi BUMN/BUMDDireksi BUMN/BUMD = 36 orang= 36 orang5.5. Kep. Dinas/Lembaga Kep. Dinas/Lembaga = 25 orang= 25 orang6.6. Aparat Depertemen Aparat Depertemen = 15 orang= 15 orang7.7. Aparat Kejaksaan Aparat Kejaksaan = 13 orang= 13 orang8.8. Sekretaris Daerah Sekretaris Daerah = 7 orang= 7 orang9.9. Aparat kepolisian Aparat kepolisian = 5 orang= 5 orang10.10. Pengelola pendidikan Pengelola pendidikan = 5 orang= 5 orang11.11. Pimpinan proyek Pimpinan proyek = 36 orang= 36 orang12.12. Pengusaha Pengusaha = 12 orang= 12 orang

Page 109: Masalah Otonomi Daerah

PERINGKAT TERTINGGI KORUPSI PERINGKAT TERTINGGI KORUPSI DI INDONESIA BERDASARKAN PROPINSIDI INDONESIA BERDASARKAN PROPINSI

PERINGKAT TERTINGGI KORUPSI PERINGKAT TERTINGGI KORUPSI DI INDONESIA BERDASARKAN PROPINSIDI INDONESIA BERDASARKAN PROPINSI

Peringkat I Peringkat I : DKI Jakarta: DKI Jakarta Peringkat II Peringkat II : Jatim: Jatim Peringkat III Peringkat III : Jateng: Jateng Peringkat IV Peringkat IV : Jabar: Jabar Peringkat V Peringkat V : Sumsel: Sumsel Peringkat VI Peringkat VI : Aceh: Aceh Peringkat VII Peringkat VII : Sumut: Sumut

( ICW – 2004 )( ICW – 2004 )

Page 110: Masalah Otonomi Daerah

PERINGKAT KABUPATEN / KOTA PERINGKAT KABUPATEN / KOTA TERKORUP DI KALTIMTERKORUP DI KALTIM

PERINGKAT KABUPATEN / KOTA PERINGKAT KABUPATEN / KOTA TERKORUP DI KALTIMTERKORUP DI KALTIM

Kutai Kertanegara Kutai Kertanegara = 25, 8 %= 25, 8 % Samarinda Samarinda = 17, 6 %= 17, 6 % Bontang Bontang = 10, 1 %= 10, 1 % Kutai Timur Kutai Timur = 9, 3 %= 9, 3 % Balikpapan Balikpapan = 6, 8 %= 6, 8 % Kab. Lainnya Kab. Lainnya = 6, 9 %= 6, 9 % Tidak tahu = 23, 5 %Tidak tahu = 23, 5 %

(Kaltim Post, hal. 1 tgl 12-8-2006)(Kaltim Post, hal. 1 tgl 12-8-2006)

Page 111: Masalah Otonomi Daerah

change system

be accountable

Better society

Public Participation &

Control

Policy &

InstitutionalB

uilding

Page 112: Masalah Otonomi Daerah

Memperhatikan Etika. Terbuka.

Bebas dan bersih dari Korupsi.

Penyelenggara Negara Penyelenggara Negara AKUNTABEL, jika (minimal):AKUNTABEL, jika (minimal):

K E S I M P U L A NK E S I M P U L A NK E S I M P U L A NK E S I M P U L A N

Page 113: Masalah Otonomi Daerah

PILKADA dan PILKADA dan DEMOKRASI DEMOKRASI

LOKALLOKAL

PILKADA dan PILKADA dan DEMOKRASI DEMOKRASI

LOKALLOKAL

Page 114: Masalah Otonomi Daerah

Dapatkan Otda mendorong Demokrasi? Benarkah keduanya memiliki hubungan konvergen,

atau justru divergen? Mampukah Pilkada Langsung menjadi instrumen

demokratisasi di tingkat terbawah? Mengapa banyak konflik terjadi di era demokrasi,

keterbukaan, reformasi, dan otda?

OTONOMI DAERAH & DEMOKRASI

“OTDA mendorong tumbuhnya demokrasi lokal (grassroots democracy)”

Page 115: Masalah Otonomi Daerah

Demokrasi baru dapat berjalan jika beberapa kondisi terpenuhi (tingkat pendidikan & melek huruf, kelas menengah yg mapan, masyarakat sipil yg dinamis, rendahnya kesenjangan sosial, serta adanya ideologi sekuler).

Jika ada trade-off berupa sedikit penurunan laju pertumbuhan, hal itu dapat terima (acceptable) sebagai harga yang harus dibayar untuk membangun tatanan politik yang demokratis, kebebasan warga, dan perlindungan thd HAM.

2 mainstreams ttg kaitan DEMOKRASI & PEMBANGUNAN

democracy as outcome of development

democracy as prerequisite for development

Page 116: Masalah Otonomi Daerah

PEMBANGUNAN: LPE > 4% (1966-1990an) Kemiskinan menurun menjadi 12%

(1996) Swasembada beras (1984) Bank Dunia: Indonesia sbg “miracle”

(1993)

DEMOKRASI: Pengekangan kebebasan Pers, Tekanan thd serikat buruh, Pembatasan jumlah Parpol, dll.

Demokrasi & Pembangunan, Bisakah berjalan seiring?

“Demokrasi sebagai HASIL PEMBANGUNAN”

PEMBANGUNAN: LPE –13,7%, 0,31%, 4,8%, dan 3%

(1998-2001) Kemiskinan melonjak menjadi >20% HDI / IPM merosot terus

DEMOKRASI: Konstitusi di Amandemen Sistem Multi Partai diperkenalkan Kebebasan Pers dan Mimbar Pembentukan Komnas HAM Otonomi luas, Pilkada Langsung, dll.

“Demokrasi sebagai PRASYARAT PEMBANGUNAN”

Masa PRA Demokratisasi Masa PASCA Demokratisasi

Page 117: Masalah Otonomi Daerah

Demokratisasi sbg penyebab utama terjadinya konflik

• Terbukanya ruang demokrasi melahirkan banyak kelompok dengan berbagai aliran dan tuntutan yang berbeda banyaknya politik aliran ini berimplikasi pada sulitnya mengorganisasikan berbagai kepentingan secara negotiable.

Demokrasi adalah peredam konflik secara damai

• Demokrasi memang bukan jaminan tidak adanya konflik, namun bangsa yang demokratis akan mampu mambangun pranata sosial, sumber daya & fleksibilitas sistem yang lebih baik, sehingga akan lebih mampu mengelola setiap perbedaan & sengketa.

• Demokrasi menyediakan metode pengambilan keputusan yang anti kekerasan, forum perwakilan untuk mempertemukan berbagai perbedaan, serta kesempatan berpartisipasi secara inklusif.

Page 118: Masalah Otonomi Daerah

Demokratisasi sbg penyebab utama terjadinya konflik

• Rejim Nyerere (Tanzania), Soekarno, dan Boigny (Ivory Coast) di masa lampau; serta Mahathir (Malaysia) & Museveni (Uganda) pada masa sekarang.

• Hanya sistem 1 partai / demokrasi terpimpin yg dibutuhkan untuk meredam ketegangan & konflik sosial. Kompetisi multi-partai yg berlebihan hanya akan menjadikan demokrasi menjadi tidak stabil.

Demokrasi adalah peredam konflik secara damai

• International Institute for Democracy and Electoral Assistance.

• Demokrasi dapat difungsikan sebagai alat untuk mengelola konflik melalui tiga teknik analisa konflik yaitu adversarial (melihat konflik sebagai “kita melawan mereka”), reflektif (introspeksi & mempertimbangkan jalan keluar terbaik), serta integratif (memahami pandangan & kepentingan kedua pihak).

Page 119: Masalah Otonomi Daerah

Demokrasi & Konflik di Indonesia

Konflik “klasik” seperti GAM, GPK, RMS.

Konflik “klasik” lain: PILKADES.

Konflik “klasik” menjadi internationalized.

Muncul konflik horizontal baru: Poso, Ambon, Sampit, Sambas, dll.

Konflik kewenangan Eksekutif – Legislatif.

Konflik antar lembaga publik / antar daerah.

Konflik vertikal antara kelompok masyarakat dengan aparat.

PRA DemokratisasiMasa PASCA Demokratisasi

“Sedikit demokrasi sedikit Konflik”

“Demokrasi memicu Konflik”

Page 120: Masalah Otonomi Daerah

Apakah Pilkadasung hanya mrpk hasil dari proses pembangunan selama ini.

Pilkadasung sbg instrumen Demokrasi: Sebuah Tantangan

Apakah Pilkadasung mrpk titik awal untuk menjalankan pembangunan.

Apakah Pilkadasung hanya menghasilkan konflik yang sebelumnya tidak terjadi.

Apakah Pilkadasung dapat menjadi menjadi media rekonsiliasi antar elit lokal.

Page 121: Masalah Otonomi Daerah

Indikasi Awal PilkadasungIndikasi Awal Pilkadasung

76 daerah dari 226 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada sangat berpotensi terjadi konflik karena berbagai sebab (Depdagri).

Gejala munculnya polarisasi dan fragmentasi di tingkat grassroot akibat dari adanya kecenderungan preferensi emosional dan primordial.

Kondisi tadi dapat mempengaruhi stabilitas di daerah dan pada gilirannya dapat pula mengancam keberlangsungan pembangunan sosial ekonomi daerah.

Gagal memperkuat demokrasi lokal?

Gagal mengakselerasi pembangunan daerah?

Ada yang salah dengan Pilkadasung?

Page 122: Masalah Otonomi Daerah

PILKADA & KORUPSIPILKADA & KORUPSI Unanswered question: Dapatkan Pilkada menekan money

politics? Calon Independen baru sebatas putusan judicial review MK, shg

rakyat hanya memiliki “hak pilih” dari calon-calon yg telah ditentukan oleh partai politik.

Parpol masih tetap menjadi “mesin politik” utama menuju kekuasaan. Peran inilah yang akan menjadi medan magnet terjadinya money politics.

Pusaran korupsi diperkirakan tidak sekuat 5 tahun y.l. Ada kecenderungan money politics ini lebih menyebar dan menjangkau langsung kepada masyarakat.

Logikanya, money politics akan mengikuti dimana “suara” berada.

Jadi, Pilkada dan Korupsi sementara masih akan tetap menjadi 2 sisi dari 1 mata uang yang sama.

Page 123: Masalah Otonomi Daerah

Implikasi Lintas DimensiImplikasi Lintas Dimensi

Sistem Politik secara makro. Artinya, desain Pilkada sangat tergantung dengan Paket UU Politik (UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk) yg biasanya selalu diperbaharui setiap 5 tahun. Artinya, untuk menghasilkan Pilkada yg benar-benar berbobot, maka sistem politik makronya juga harus disesuaikan. Tidak mungkin hanya Pilkada-nya yg dioprek-oprek sementara supra struktur politiknya tidak berubah.

Pengembangan karis PNS di Daerah. Pilkada memberi legitimasi yang besar sekali kepada KDH terpilih untuk merombak birokrasi karir sesuai "keinginannya". Sayangnya, seringkali KDH terpilih kurang menguasai ilmu kepemerintahan, sehingga cenderung berlaku subyektif. Kondisi ini diperparah dengan "keterjeratan" atau terperangkapnya KDH kedalam jaring-jaring kroni (cronyism trap) sehingga banyak pertimbangan politis dalam setiap kebijakan administratif yg menjadi kewenangannya. Bukti-bukti awal sudah cukup banyak, misalnya melonjaknya calon peserta Diklatpim II pasca Pilkada.

Page 124: Masalah Otonomi Daerah

Implikasi Lintas DimensiImplikasi Lintas Dimensi

Netralitas Birokrasi baik pada kadar netralitasnya, maupun definisi dan kriterianya. Selama ini tidak jelas, apakah mengikuti (baca: mendengarkan) kampanye seseorang termasuk kampanye. Atau, jika seorang ajudan masih melaksanakan tugas-tugas rutin KDH yg kebetulan adalah Calon KDH pada Pilkada, apakah juga bisa dikategorikan tidak netral. Selama ini tafsir netralitas lebih banyak melekat pada KDH terpilih, sehingga banyak PNS jadi korban karena dianggap "tiarap". Kasus di Kutai Kartanegara sangat unique mengenai hal satu ini.

Pilkada yg tidak dibatasi oleh nilai-nilai yg tegas juga dapat berdampak pada rendahnya mutu kebijakan publik di daerah. Dan jika hal ini berlangsung terus, maka masyarakatlah yang menjadi korban dari sebuah sistem demokrasi bernama Pilkada.

Page 125: Masalah Otonomi Daerah

PRASYARAT PILKADA YANG DEMOKRATIS & BERCIRIKAN GOOD GOVERNANCE

RULE OF LAW & ENFORCEMENT(KEJELASAN & KETEGASAN ATURAN HUKUM)

VOTERS & CIVIC EDUCATION (SOSIALISASI ATURAN PILKADA)

STATESMANSHIP (KENEGARAWANAN KANDIDAT)

Page 126: Masalah Otonomi Daerah

Kesimpulan & RekomendasiKesimpulan & Rekomendasi Hubungan antara demokrasi dan pembangunan, serta antara demokrasi

dan resolusi konflik tidak perlu dipahami secara hitam putih. Divergensi atau konvergensi antar kedua variabel diatas sangat

tergantung pada para pelaku politik dan mapannya sistem yang digunakan.

Desentralisasi harus diperkuat untuk membangun good local governance kinerja pembangunan akan meningkat dengan sendirinya sementara rezim demokratis juga dapat ikut terbangun.

Perlu pengembangan kapasitas birokrasi untuk menjalankan program pembangunan secara efektif tanpa intervensi politis secara berlebihan; sekaligus meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pemerintahan daerah.

Perlu dibangun proses dan kelembagaan politik yang hati-hati (prudent politics), serta menyiapkan infrastruktur ekonomi, sosial dan politik untuk berjalannya demokrasi secara wajar.

Perlu diberi peran kepada otoritas lokal untuk membangun kerangka penyaluran aspirasi dan kepentingan rakyat.

Page 127: Masalah Otonomi Daerah

KEPEMERINTAHAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIKYANG BAIK

KEPEMERINTAHAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIKYANG BAIK

(Good Governance)(Good Governance)

Page 128: Masalah Otonomi Daerah

Kerangka Pikir Perlunya Etika / AAUPB

Masyarakat

Discretionary Power

(Salus Populi Suprema Lex)

(Kewenangan Bertindak Secara Bebas)

Kemungkinan Penyimpangan(perbuatan melanggar hkm /onrechmatige overheidsdaad ; perbuatan

menyalahgunakan wewenang / detournement de pouvoir ; perbuatan sewenang-wenang / abus de droit)

Upaya Perlindungan

Birokrasi(Fungsi Yan & Kesejahteraan)

Hukum Positif Etika / Asas atau Prinsip Pemerintahan Yang Baik

Page 129: Masalah Otonomi Daerah

Pendapat Ahli ttg Kegagalan PemerintahPendapat Ahli ttg Kegagalan Pemerintah

1. Peter F. Drucker (1968) dalam ‘The Age of Discontinuity’ kemungkinan bangkrutnya birokrasi.

2. Barzelay (1982) dalam ‘Breaking Through Bureaucracy’ masyarakat bosan dan muak pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban.

3. Osborne & Gaebler (1992) dalam ‘Reinventing Government’ => kegagalan utama pemerintah saat ini adalah karena kelemahan manajemennya, bukan pada apa yang dikerjakan pemerintah, melainkan bagaimana caranya pemerintah mengerjakannya.

4. Osborne & Plastrik (1996) dalam ‘Banishing Bureucracy’ => agar birokrasi lebih efektif, perlu dipangkas agar ramping, ‘the least government is the best government’.

5. E. S. Savas (1987) => perlunya privatisasi, ramping struktur kaya fungsi, pemilahan dan pemilihan fungsi publik.

Page 130: Masalah Otonomi Daerah

Mc Leod (1998) krisis multidimensional di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh adanya salah urus (mismanagement) pada semua sektor, baik swasta dan terutama pemerintah.

Diantara komponen bangsa, setelah terjadinya reformasi, ternyata birokrasi merupakan sektor yang paling lamban berubahnya.

Diperlukan pembaruan manajemen pemerintahan pada semua tahapan, mulai dari tahapan perencanaan, implementasi sampai evaluasi.

Paradigma good governance pada dasarnya adalah upaya membangun filosofi, strategi & teknik mengelola urusan-urusan publik secara lebih transparan dengan melibatkan pihak yang terlibat (stakeholder & shareholder).

Page 131: Masalah Otonomi Daerah

KONSEP KONSEP GOOD GOVERNANCEGOOD GOVERNANCEKONSEP KONSEP GOOD GOVERNANCEGOOD GOVERNANCE

Bad Government

Berdasarkan praktek pemerintahan di berbagai negara ditengarai adanya bad government, yang ditandai dengan banyaknya korupsi, kolusi, nepotisme, yang membuat negara mengarah ke kebangkrutan. Oleh karena itu, diperlukan konsep baru mengenai cara berpemerintahan yang baik (good government).

Good Government

Page 132: Masalah Otonomi Daerah

KONSEP KONSEP GOOD GOVERNANCEGOOD GOVERNANCEKONSEP KONSEP GOOD GOVERNANCEGOOD GOVERNANCE

• World Bank Governance diartikan sebagai ‘the way state power is used in managing economic and social resources for development society’. Dengan demikian, governance adalah cara, yaitu cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat.

• UNDP, mengartikan governance sebagai ‘the exercise of political,economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels’. Kata governance, diartikan sbg penggunaan / pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah nasional pada semua tingkatan.

Page 133: Masalah Otonomi Daerah

Perbandingan Ciri-ciri Perbandingan Ciri-ciri Bad GovernmentBad Government dengan dengan Good GovernmentGood Government

Perbandingan Ciri-ciri Perbandingan Ciri-ciri Bad GovernmentBad Government dengan dengan Good GovernmentGood Government

Bad Government Good Government

1. Lamban & reaktif

2. Arogan

3. Korup

4. Birokratisme

5. Boros

6. Bekerja secara naluriah

7. Enggan berubah

8. Kurang berorientasi pada kepentingan publik

1. Proaktif

2. Ramah & Persuasif

3. Transparan

4. Mengutamakan proses & produk

5. Proporsional & profesional

6. Bekerja secara sistemik

7. Pembelajaran sepanjang hayat

8. Menempatkan stakeholder & shareholder ditempat utama

Page 134: Masalah Otonomi Daerah

3 Domain 3 Domain GovernanceGovernance3 Domain 3 Domain GovernanceGovernance

1.1. Negara/pemerintahanNegara/pemerintahan sbg pembuat sbg pembuat kebijakan, pengendali & pengawas.kebijakan, pengendali & pengawas.

2.2. Swasta/Dunia usaha Swasta/Dunia usaha sbg penggerak sbg penggerak aktivitas bidang ekonomi.aktivitas bidang ekonomi.

3.3. Masyarakat Masyarakat sbg subyek dan obyek dari sbg subyek dan obyek dari sektor pemerintah dan swasta.sektor pemerintah dan swasta.

Page 135: Masalah Otonomi Daerah

Posisi 3 Domain dalam konsep Posisi 3 Domain dalam konsep good good governance governance yg bersifat heterarkhis, yg bersifat heterarkhis, BUKANBUKAN

hierarkhishierarkhis

Pemerintah

MasyarakatMasyarakat

Swasta

Page 136: Masalah Otonomi Daerah

3 Elemen 3 Elemen Good GovernanceGood Governance

EconomicGov

AdministrativeGov

AdministrativeGov

Political Gov

• Economic Governance Proses pembuatan keputusan utk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri & interaksi diantara penyelenggara ekonomi.

• Political Governance Proses pembuatan keputusan utk formulasi kebijakan publik, yang dilakukan oleh birokrasi bersama politisi

• Administrative Governance Implementasi proses kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik

Page 137: Masalah Otonomi Daerah

OPERASIONALISASI KONSEP OPERASIONALISASI KONSEP GOOD GOVERNANCEGOOD GOVERNANCE

PEMERINTAH

SWASTA MASYARAKATMASYARAKAT

Administrative Governance

Polit

ical

Gov

erna

nce

Economic G

overnance

Page 138: Masalah Otonomi Daerah

• Kab. Sleman tahun 2004 membuat neraca yang diaudit oleh Akuntan Publik Independen dan memuatnya di Harian Kompas.

• Kab. Jembrana efisiensi pemerintahan (5 Dinas, regrouping sekolah, penghapusan kendaraan & rumah dinas, dll).

• Kota Palangkaraya mekanisme untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap kinerja pemberian pelayanan publik oleh pemerintah daerah

IMPLEMENTASI PARADIGMA IMPLEMENTASI PARADIGMA GOOD GOVERNANCE GOOD GOVERNANCE DALAM OTONOMI DAERAHDALAM OTONOMI DAERAH

IMPLEMENTASI PARADIGMA IMPLEMENTASI PARADIGMA GOOD GOVERNANCE GOOD GOVERNANCE DALAM OTONOMI DAERAHDALAM OTONOMI DAERAH

Page 139: Masalah Otonomi Daerah

Kota Bandung pelayanan kebutuhan air bersih dikelola secara swakelola. Caranya, RW membangun sumur artesis (sekitar 60m) dan menjualnya kepada warga sekitar dengan harga yang lebih murah dibanding harga PDAM. Dalam hal ini, implementasi good local governance terlihat dari posisi masyarakat bertindak selaku penyedia jasa layanan (service provider), pengguna (service user), sekaligus kelompok kepentingan (concern groups).

Penyedia / Produsen Jasa Layanan

Pengguna Jasa Layanan Kelompok Kepentingan

Page 140: Masalah Otonomi Daerah

PENUGASAN

Bentuklah kelas menjadi 4 kelompok.

Setiap kelompok diminta mencari salah satu masalah yang timbul dari pelaksanaan Otda, kemudian dianalisis (cari faktor penyebab dan temukan solusinya).

Setiap kelompok wajib mempresentasikan makalah di depan kelompok lain.

Pembagian peran dan penguasaan materi menjadi pertimbangan penilaian.

Page 141: Masalah Otonomi Daerah

Terima kasih

Semoga Bermanfaat

Semoga Bermanfaat