1

Click here to load reader

Guru korban sekolah gratis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Membebaskan Biaya Masuk dan SPP kepada siswa bukanlah strategi terbaik untuk mendapatkan siswa baru, namun kebijakan tersebut akan menjadikan guru sebagai korban.

Citation preview

Page 1: Guru korban sekolah gratis

Masuk SMA, SMK dan MA Gratis… Guru Jadi Korban

Jumlah SMA dan dan SMK setiap tahun terus bertambah karena

pendirian sekolah baru semakin banyak. Jika anda sempat keliling ke

desa-desa di kabupaten Lombok Timur, jangan heran jika kita akan

melihat gedung-gedung yang berlabelkan SMA, SMK maupun Aliyah.

Sekolah tersebut hampir 80% didirikan oleh organisasi sosial masyarakat.

Terkadang terdapat dua sampai tiga sekolah menengah atas pada satu

desa. Hal ini menunjukan bahwa kepedulian masyarakat terhadap

pentingnya dunia pendidikan begitu tinggi. Akan tetapi, meningkatnya

jumlah SMA/ SMK tersebut berdampak pada naiknya tingkat persaingan

antar sekolah untuk mencari murid baru.

Untuk memenangkan persaingan, berbagai strategi yang akhirnya

dilakukan oleh para pengelola sekolah seperti dengan membuat kebijakan

“sekolah nol rupiah”. Ada juga sekolah yang membagi-bagikan baju

kepada lususan SMP atau MTs agar mereka masuk kesekolah tersebut,

namun sampai saat ini belum ada yang membagi-bagikan sembako

kepada orang tua murid. Langkah ini sering dipraktikkan oleh sekolah-

sekolah swasta. Selain itu, ada juga sekolah yang membuat kebijakan

merekrut guru-guru dari berbagai desa-desa tertentu dengan harapun

guru tersebut juga membawa murid dari desanya. Strategi-strategi

tersebut berhasil mendatangkan jumlah murid baru. Seorang guru

mengatakan bahwa “jika kita tidak berani berbuat demikian, maka kita

tidak bisa dapat murid”. Pernyataan guru tersebut mewakili pemikiran

sekian banyak guru-guru lainnya.

Di beberapa sekolah swasta, kebijkan sekolah gratis ternyata menjadi

pemikat ampuh bagi para calon murid. Sekolah dengan kebijakan tersebut

berhasil menggaet guru dalam jumlah yang cukup banyak. Misalnya

sebelum menerapkan kebijkan sekolah gratsi, sekolah tersebut hanya

memiliki satu kelas saja, tetapi setelah adannya kebijakan tersebur,

jumlah siswa yang diterima sekolah bersangkutan “membludak” menjadi

dua bahkan sampai tiga kelas.

Peningkatan jumlah kelas tersebut memberikan beberapa keuntungan

kepada sekolah, misalnya jumlah dana BOS yang akan diterima oleh

sekolah bersangkutan. Semakin banyak jumlah murid, berarti jumlah

dana bantuan operasional sekolah juga akan meningkat, meskipun dana

tersebut hanya diterima dua kali setahun. Keuntungan lainnya yaitu

sekolah tidak jadi tutup karena murid tetap ada dan sekolahpun memiliki

citra positif di mata banyak pihak.

Lalu bagaimana kondisi pembelajaran di sekolah gratis tersebut?

Beberapa pengelola SMK menceritakan masalah yang muncul dengan

kebijakan “sekolah gratis tersebut. Misalnya, sekolah tidak mampu

memberikan honor yang sesuai kepada tenaga guru dan pegawainya

karena “sekolah tidak memiliki sumber pemasukan” untuk biaya

operasional selain dari dana bos yang diterima sekali enam bulan.

Penulis: Marham Jupri Hadi, M.Ed

(Praktisi, Pemerhati pendidikan dan Penulis Buku inspirasi dan motivasi:

Berguru di Negeri Kangguru dan Kontributor Buku “30 Alasan Studi di

Wollongong, Australia”)

Sekolah baru

bertambah, persaingan

mencari murid baru

meningkat

Sekolah

mengembangkan

berbagai strategi

mempromosikan

sekolahnya.

Kebijkan sekolah gratsi,

siswa baru membludak

Siswa meningkat, dana

BOS-SM bertambah.

Sekolah gratis, honor

guru tak sesuai

Bersambung...