Upload
agus-eka
View
50
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 1
TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan
Ekonomi Daerah – Kemendagri RI
Analisis Inflasi
Edisi 4 Februari 2014
“JANUARI CATAT INFLASI TINGGI, WASPADA INFLASI 2014” Inflasi IHK bulan Januari 2014 mencapai 1,07% (mtm) atau 8,22% (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan inflasi
bulan sebelumnya sebesar 0,55% (mtm). Sumber utama pendorong inflasi Januari bersumber dari kelompok
volatile food yang mencatat inflasi sebesar 2,89% (mtm), akibat pola penurunan produksi beberapa komoditas
di awal tahun yang diperburuk dengan bencana alam dan banjir. Hal ini kemudian mengganggu produksi dan
distribusi pangan di berbagai daerah terutama Jawa dan Sumatera. Sementara itu, inflasi administered prices
tercatat 1,00% (mtm), akibat dampak kenaikan harga LPG 12 kg. Inflasi inti mencapai 0,56% (mtm), antara lain
karena dampak pelemahan nilai tukar Rupiah yang mulai ditransmisikan ke harga jual di Januari, setelah pada
tahun sebelumnya sempat ditahan kenaikannya oleh pelaku usaha.
Realisasi inflasi IHK Januari 2014 yang tercatat cukup tinggi memberikan sinyal bahwa tantangan
pengendalian inflasi di 2014 masih cukup berat. Dari dalam negeri, risiko inflasi terutama bersumber dari
gangguan cuaca dan bencana alam yang menjadi kendala dalam produksi dan kelancaran distribusi bahan
pangan. Selanjutnya, risiko juga bersumber dari berlanjutnya dampak pelemahan nilai tukar Rupiah yang
sebagian sudah terealisir di Januari 2014.
Mempertimbangkan masih besarnya risiko inflasi di 2014, maka langkah-langkah koordinasi kebijakan
pengendalian inflasi perlu semakin diperkuat baik di tingkat pusat melalui forum TPI dan Pokjanas TPID
maupun di tingkat daerah dalam forum TPID. Di tingkat pusat, TPI dan Pokjanas TPID telah menginisiasi rapat
koordinasi termasuk dengan melibatkan TPID Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten terkait antisipasi
Banjir. Langkah antisipasi oleh TPID juga perlu segera dirumuskan untuk mendukung pencapaian sasaran
inflasi. Beberapa hal yang perlu ditempuh a.l. (i) mengintensifkan koordinasi guna menjamin ketersediaan
pasokan, produksi, dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pangan pokok; (ii) mendorong percepatan
pelaksanaan pembangunan infrastruktur di daerah dalam penerapan APBD terutama dalam mendorong
kelancaran produksi dan distribusi bahan pangan; (iii) mengelola ekspektasi masyarakat melalui proses
komunikasi dan publikasi khususnya mengenai ketersediaan dan kesiapan Pemerintah Daerah dalam
memenuhi pasokan bahan pangan dan kebutuhan energi di wilayahnya; dan (iv) melakukan langkah – langkah
yang diperlukan untuk mendukung kebijakan Pemerintah terkait penyesuaian harga komoditas strategis.
Tabel 1. Disagregasi Inflasi Januari 2014
Inflasi mtm Inflasi yoy
CPI 1.07 8.22
Core 0.56 4.53
Administered Prices 1.00 18.27
Volatile Food 2.89 11.91
Realisasi (%)Dekomposisi
Grafik.1 Disagregasi Inflasi Januari 2014
1. Tekanan inflasi inti pada bulan Januari 2014 terutama bersumber dari faktor eksternal nilai tukar dan
dampak dari tingginya inflasi bahan makanan. Secara bulanan inflasi inti pada Januari 2014 meningkat
dari bulan sebelumnya (0,55%, mtm) dan rata-rata historis bulan Januari dalam lima tahun terakhir
(0,46%, mtm).
i. Tekanan inflasi inti terutama bersumber dari pelemahan rupiah. Mulai ditransmisikannya pelemahan
rupiah ke harga jual yang pada tahun 2013 masih ditahan oleh pelaku usaha diperkirakan mendorong
tingginya realisasi inflasi inti pada bulan ini. Meskipun demikian, harga global yang masih melanjutkan
tren penurunannya dapat meminimalisir dampak dari pelemahan rupiah tersebut. Hal ini tercermin
dari kenaikan inflasi beberapa komoditas seperti otomotif, elektronik, dan komoditas lain dengan
kandungan impor yang cukup besar.
Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 2
TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan
Ekonomi Daerah – Kemendagri RI
Analisis Inflasi
Edisi 4 Februari 2014
ii. Ekspektasi inflasi jangka pendek masih cenderung tinggi, namun untuk jangka waktu lebih panjang
hingga dua tahun ke depan sudah relatif rendah. Menurunnya ekspektasi inflasi dalam jangka panjang
a.l. terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang pada survei Desember kembali pada kisaran sasarannya. Di
sisi lain, dalam jangka pendek ekspektasi inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen masih
meningkat a.l. karena aktivitas pemilu.
iii. Tekanan dari domestik sedikit meningkat yang tercermin dari tekanan harga pada makanan jadi dan
minuman. Subkelompok makanan jadi mencatat inflasi sebesar 0,76% (mtm) sementara subkelompok
minuman mengalami inflasi sebesar 0,47% (mtm). Hal ini sejalan dengan tingginya inflasi bahan
makanan (cost-push). Sementara itu, tekanan permintaan pada bulan ini sedikit meningkat yang
tercermin dari penjualan riil yang meningkat. Namun demikian, sisi penawaran masih dapat merespons
tekanan permintaan tercermin dari stabilnya kapasitas utilisasi di kisaran 70%.
Grafik 3. Inflasi Inti Traded dan Beberapa Komponennya
Grafik 4. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
2. Bencana alam dan banjir mengganggu produksi dan distribusi pangan sehingga mendorong peningkatan
inflasi volatile food. Inflasi volatile food tercatat 2,89% (mtm) atau 11,91% (yoy), lebih tinggi dari rata –
rata historisnya selama 5 tahun terakhir yang tercatat 2,19% (mtm). Tingginya realisasi inflasi volatile food
di awal tahun ini didorong terbatasnya pasokan karena gangguan cuaca dan bencana alam, sebagaimana
terjadi pada komoditas ikan dan cabai merah. Peningkatan permintaan ikan sehubungan dengan perayaan
Imlek tidak diimbangi oleh ketersediaan pasokan karena adanya gangguan cuaca yang mengakibatkan
nelayan sulit melaut. Selanjutnya komoditas cabai merah juga menyumbang inflasi yang cukup tinggi
karena adanya gangguan pasokan sebagai akibat bencana alam dan gangguan cuaca, terutama karena
erupsi Gunung Sinabung yang menganggu produksi di wilayah Sumatra Utara. Selain itu, belum ada
tambahan pasokan dari impor untuk cabai merah meski harga aktualnya telah melebihi harga referensi. Di
sisi lain, bawang merah mencatat deflasi pada bulan ini seiring dengan pasokan dalam negeri yang masih
mencukupi karena masih berlangsungnya panen di beberapa daerah sentra. Meskipun demikian, hal yang
perlu dicermati adalah pola musim paceklik bawang di bulan Maret yang akan mendorong defisit pada
pasokan serta realisasi impor yang masih terbatas hingga saat ini. Faktor gangguan cuaca dan bencana
alam juga perlu mendapat perhatian lebih mengingat sebagian besar produk hortikultura sangat rentan
terhadap perubahan cuaca (perishable).
Grafik 2. Pola Inflasi Volatile Food
Grafik 3. Pola Inflasi Administered Prices
3. Kenaikan harga LPG 12 Kg (BBRT) mendorong peningkatan inflasi administered prices. Inflasi kelompok
administered prices mencapai 1,00% (mtm), meningkat dari bulan lalu sebesar 0,52% (mtm). BBRT
menyumbang inflasi cukup tinggi yakni sebesar 0,17% (mtm) akibat adanya price rigidity dari kenaikan
Analisis Inflasi Februari 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 3
TPI dan Pokjanas TPID Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan
Ekonomi Daerah – Kemendagri RI
Analisis Inflasi
Edisi 4 Februari 2014
harga awal sebesar Rp4.000/kg. Sementara itu, komoditas lain yang ikut menyumbang inflasi adalah rokok
kretek, rokok kretek filter, dan tarif kereta api masing – masing sebesar 0,01%.
4. Secara spasial, tekanan inflasi yang meningkat terjadi di Sumatera, Jawa, dan Jakarta serta sebagian
Kawasan Timur Indonesia (KTI) didorong oleh meningkatnya inflasi pangan dan kenaikan harga LPG 12
kg. Meningkatnya tekanan inflasi di hampir seluruh daerah di Kawasan Sumatera terutama disebabkan
oleh terbatasnya pasokan seiring dengan produksi yang menurun dan distribusi yang terhambat akibat
kondisi cuaca yang tidak kondusif dan bencana alam erupsi Gunung Sinabung. Hal serupa juga terjadi di
kawasan Jawa dan Jakarta. Meningkatnya intensitas curah hujan menyebabkan terjadinya bencana banjir
di sejumlah daerah di Jawa yang merupakan sentra produksi pangan. Terputusnya jalur Pantura
menyebabkan distribusi barang dari daerah sentra produksi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah
menuju Jakarta terkendala. Sementara itu, meningkatnya tekanan inflasi pangan di KTI akibat kenaikan
harga komoditas ikan segar tertahan oleh koreksi harga komoditas subkelompok bumbu-bumbuan.1
Gambar 1: Peta Inflasi Daerah, Januari 2014 (mtm)
5. Realisasi inflasi IHK Januari 2014 yang tercatat cukup tinggi memberikan sinyal bahwa tantangan
pengendalian inflasi di 2014 masih cukup berat. Dari dalam negeri, risiko inflasi terutama bersumber dari
gangguan cuaca dan bencana alam yang menjadi kendala dalam produksi dan kelancaran distribusi bahan
pangan. Selanjutnya, risiko juga bersumber dari berlanjutnya dampak pelemahan nilai tukar Rupiah yang
sebagian sudah terealisir di Januari 2014.
6. Mempertimbangkan masih besarnya risiko inflasi di 2014, maka langkah-langkah koordinasi kebijakan
pengendalian inflasi perlu semakin diperkuat baik di tingkat pusat melalui forum TPI dan Pokjanas TPID
maupun di tingkat daerah dalam forum TPID. Di tingkat pusat, TPI dan Pokjanas TPID telah menginisiasi
rapat koordinasi termasuk dengan melibatkan TPID Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten terkait
antisipasi Banjir. Langkah antisipasi oleh TPID juga perlu segera dirumuskan untuk mendukung pencapaian
sasaran inflasi. Beberapa hal yang perlu ditempuh a.l. (i) mengintensifkan koordinasi guna menjamin
ketersediaan pasokan, produksi, dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pangan pokok; (ii)
mendorong percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di daerah dalam penerapan APBD
terutama dalam mendorong kelancaran produksi dan distribusi pertanian pangan; (iii) mengelola
ekspektasi masyarakat melalui proses komunikasi dan publikasi khususnya mengenai ketersediaan dan
kesiapan Pemerintah Daerah dalam memenuhi pasokan bahan pangan dan kebutuhan energi di
wilayahnya; dan (iv) melakukan langkah – langkah yang diperlukan untuk mendukung kebijakan
Pemerintah terkait penyesuaian harga komoditas strategis.
Jakarta, 4 Februari 2014
1 Courtesy of Divisi Asesmen Ekonomi Regional – Bank Indonesia
Inf ≤ 0,0%2,0% < inf ≤ 1,0%Inf > 2,0% 0,5% < inf ≤ 0,0%1,0% < inf ≤ 0,5%