Download docx - Agama Euthanasia

Transcript

7. Euthanasia NegatifMemudahkan proses kematian dengan cara pasif (euthanasia pasif) yakni dengan cara penghentian pengobatan atau tidak memberikan pengobatan yang sesuai, atau obat-obatan yang diberikan tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada sisakit, sesuai dengan sunnatullah dan hukum kausalitas.Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktik ada 2 kendala mengapa dokter tidak mudah melakukan euthanasia, yaitu:1. Dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien.2. Tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindakan pidana di negara manapun

Untuk menentukan hukum euthanasia pasif dari prespektif hukum islam dilihat keterkaitannya dengan hukum berobat. Ulama menyatakan bahwa hukum berobat ditentukan berdasarkam illat, situasi dan kondisi, hukum dapat sunnah,wajib,mubah,atau haram.Karena itu, apabila pasien diberi berbagai macam cara pengobatan sesuai dengan teori kedokteran modern dalam waktu yang relatif lama tetapi penyakitnya tetap saja tidak berubah maka melanjutkan pengobatan seperti itu tidak wajib dan tidak pula sunnah. Penghentian pengobatan secara medis dalam kondisi seperti itu dinilai sebagai jaiz dan dibenarkan syarak, dokter diperbolehkan melakukannya untuk meringankan beban pasien dan keluarganya dan beralih kepada penobatan alternatif, seperti dengan cara doa, sabar, tawakal, rida, atau dengan pengobatan non-medis selama dalam pelaksanannya tidak berbenturan dengan akidah islam.Para Ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama. Berobat ataukah bersabar? Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar (tidak berobat) itu lebih utama, berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan dalam kitab sahih dari seorang wanita yang ditimpa penyakit, wanita itu meminta kepada Nabi SAW agar mendoakannya, lalu beliau menjawab Jika engkau mau bersabar (maka bersabarlah) engkau akan mendapat surga; jika engkau mau, maka saya doakan kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu. Wanita itu menjawab aku akan bersabar. Sebenarnya saya tadi ingin dihilangkan penyakit saja, oleh karena itu doakanlah kepada Allah agar saya tidak minta dihilangkan penyakit saya. Lalu Nabi mendoakan orang itu agar tidak meminta dihilangkan penyakitnya.Dalam kaitan ini Imam Abu Hamid Al-Ghazali membantah orang yang berpendapat bahwa tidak berobat itu lebih utama dalam keadaan apapun. Pendapat fuqaha yang lebih popular mengenai masalah berobat atau tidak bagi orang sakit adalah: sebagian besar diantara mereka berpendapat mubah, sebagian kecil menganggapnya sunat, dan sebagian kecil lagi (lebih sedikit) berpendapat wajib.

Ulama menetapkan diperbolehkan melepas seluruh alat-alat pengaktif organ dan penapasan meskipun jantung masih berdenyut karna alat tersebut. Baklan , sebagian ulama mewajibkan menghentikan penggunaan alat-alat itu, karena bertentengan dengan syariah islam dengan alasan tindakan itu berarti menunda pengurusan jenazah dan penguburannya tanpa alasan darurat, menunda pembagian warisan, menunda massa iddah bagi istrinya. Juga berarti menyia-nyiakan harta dan memberi mudarat kepada orang lain dengan menghalangi mereka memanfaatkan alat-alat tersebut untuk yang lebih membutuhkan.8. Melepas Alat Bantu PengobatanUlama membolehkan pasien menggunakan peralatan medis ( infus, oksigen, respirator, fentilator) untuk keberlangusngan hidupnya, jika dengan menggunakan alat tersebut menjadikannya semata-mata bergantung dengan lata tersebut jika dilepas tidak lama lagi akan meninggal, maka keluarganya diperbolehkan melepas perlatan, dan membiarkan pasien dengan kemampuannya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Tindakan ini tidak termasuk euthanasia, jika tidak diniati agar cepat meninggal.Berdasarkan kompilasi hukum islam pada Muktamar Omman desebutkan seseorang dinyatakan telah meninggal dunia menurut hukum islam dan belaku segala hukum kematian dikala itu, bilamana telah nyata adanya dua tanda, yaitu:1. Apabila jantungnya telah berhenti dan tidak bernafas lagi secara sempurna dan para dokter ahli telah memastikan bahwabehentinya bernafas itu tidak dapat kembali lagi (irreversible).2. Apabila seluruh organ otak tidak berfungsi lagi secara total(mati batang otak) dan para dokter telah memastikan tidak daoat kembali lagi(irreversible), sementara otaknya telah mengurai.Dalam kondisi tersebut, otak tidak berfungsi lagi tetapinafas masih ada. Ada dua perbedaan pendapat dari para ulama tentang mencabut alat bantu nafas:1. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berpendapat tidak boleh. Dalil yang digunakan mengacu pada keharusan menjaga jiwa, islam menekankan menjaga lima dlarurriyah, seperti disebutkan dalam ayat:

.....

".....Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang Kepadamu". (QS. An Nisaa:29)

....... .... .(:151) Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS Al-Anaam : 151)2. sebagian ulama membolehkannya. Karna pada pasien yang menggunakan alat bantu nafas , nafasnya dianggap sebagai nafas buatan seperti mayat yang bernafasdengan alat bernafas buatan.9. euthanasia dan kaitannya dengan Jarima MatiPara ulama sepakat menetapkan suatu perbuatan digolongkan sebagai jarimah apabila dilarang secara tegas dalam syarak. Dapat ditegakkan had kepada pelaku tindakan jarimah(kejahatan) jika terpenuhi unsur berikut ini: Nash yang melarang perbuatan tersebut memberikan ancaman hukuman, disebut Unsur formal ( rukun syari) Tindakan yang membentuk suatu perbuatan jarimah, baik nyata maupun sikap tidak berbuat, disebut unsur material (rukun maddi) Pelakunnya mukallaf, orang yang dapat dimintai pertanggung jawab atas perbuatannya disebut unsur moral (rukun abadi)

Terjadinya euthanasia aktif, tidak terlepas dari 3 alasan berikut:1) Pihak pasien yang meminta kepada dokter karena tidak tahan lagi menderita sakit karna penyakitnya sudah akut. Pertimbangan lain, pihak pasien tidak ingin meninggalkan beban ekonomi pada keluarganya. Atau pasien menyadari harapan untuk sembuh terlalu jauh.2) Pihak keluarga/wali merasa kasihan atas penderitaan pasien. Atau karena tidak mamp lagi menanggung biaya pengobatan sementara harapan pasien sembuh tidak ada.3) Pihak keluarga tertentu bekerja sama dengan dokter untuk mempercepat kematian pasien, karena menginginkan warisan atau alasan amoral lain.

Dari ketiga lasan tersebut dapat dijawab bahwa:Pada alasan pertama, sikap yang ditunjukan pasien merupakan refleksi dari kelemahan iman. Dalam padangan islam sakit adalah ujian kesabaran, dan jika mengakhiri hidupnya dengan euthanasia mencerminkan sikap putus asa. Jika karna alasan ekonomi, baik untuknya meminta pulang saja dari rumah sakit dan menjalankan pengobatan alternatif lain.Jika sakit yang dideritanya bertambah parah akan tetapi tetap tidak diperbolehkan untuk mengharapkan kematian berdasarkan hadits Ummul fadhl radhiallahuanha, Bahwasanya Rasulullah shallallahualaihi wasallam masuk menemui mereka sementara itu Abbas, paman Rasulullah shallallahualaihiwasallam sedang mengeluh, diapun berharap segera mati kemudian Rasulullah shallallahualai wasallam berkata,Wahai Pamanku! Janganlah engkau mengharap kematian. Karena sesungguhnya jika engkau adalah orang yang memiliki banyak kebaikan dan (waktu kematianmu) diakhirkan maka kebaikanmu akan bertambah dan itu lebih baik bagimu. Begitu juga sebaliknya, jika engkau orang yang banyak keburukannya dan (waktu kematianmu) diakhirkan maka engkau bisa bertaubat darinya maka ini juga baik bagimu. Maka janganlah sekali-kali engkau mengharapkan kematian . Imam Bukhari, Muslim, dan Baihaqi dan selain mereka telah mengeluarkan hadits dari Anas secara marfu diantaranya berbunyi, Jika seseorang terpaksa untuk melakuakannya maka hendaknya ia berkata, Ya Allah, hidupkanlah aku (panjangkan usiaku), jika hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku. Untuk alasan kedua, jika pasien masih terlihat adanya tanda-tanda kehidupan berarti perbuatan tersebut tergolong pembunuhan sengaja "Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, Kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar bagi-nya." (QS.4:93)Jika pembunuhan yang disengaja didasarkan kerelaan si korban, maka tindakan itu tergolong bunuh diri. Jika euthanasia yang dilakukan dokter atas permintaan pasien tidak dikenakan qishash apalagi jika permintaan itu didukung oleh persetujuan wali-al-Damn, tetapi jika hanya atas permintaan wali tanpa persetujuan pasien maka dokter dikenai qishash.Sedangkan alasan ketiga, jelas merupakan pembunuhan sengaja. Dalam KUHP di indonesia perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati. Dalam hukum islam, pelakunya dikenai hukuman qishash dan hak warisnya hilang.10. pandangan Ulama Indonesia Tentang Euthanaisaparlemen Belanda telah mengesahkan undang-undang yang memperbolehkan euthanasia.Respon ulama indonesia datang dari Bahtsul Masail NU, pada Munas NU di NTB 1998, Hukum euthanasia ialah haram.. dasarnya, teks tunggal dalam kitab Mughni al-Muhtaj. Karena ada unsur kesengajaan sehingga membuat dirinya meninggal atau menghancurkan diri sendiri.Fatwa tentang euthanasia dikeluarkan oleh MUI Propinsi DKI Jakarta 2001, menurut hukum islam euthanasia adalah haram, karena hak untuk menghidupkan dan mematikan manusia hanya berada ditangan ALLAH SWT. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.(QS. Ali Imran 3:156)

Larangan melakukan bunuh diri: dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar"(QS.al-Anam 6:151)

Dari fatwa-fatwa tersebut, permasalahan yang meninmbulkan perbedaan pandangan ialah adanya penghentian pengobatan atau menghentikan alat bantu. Jika tindakan tersebut dimaknai sebagai upaya pengobatan makan dikembalikan kepada hukum berobat, dan memilih dengan pengobatan alternatif. Penghentian proses pengobatan dilihat dari kondisiri obyektif pasien, jika masih dapat diobati maka harus diobati. Jika sudah dipastikan secara medis tidak bisa disembuhkan maka lebih baik dihentikan. Dengan demikian hukum euthanasia tergantung situasi dan kondisi dari pasien.

11. Kesimpulan1. dalam syariat islam, pihak yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyal ALLAH SWT. Orang yang mengakhiri hidupnya akan disiksa di dunia (qishash, kaffarah atau diyat) dan di akhirat dengan azab neraka.2. dalam prespektif hukum islam semua bentuk euthanasia(aktif atau pasif ) hukumnya haram. Karna adanya unsur tujuan agar meninggal.dalam syariat islam, kehidupan harus dijaga, termasuk bagian merealisasikan menjaga jiwa( hifzh al-Nafs), hukumnya wajib. Jika kondisi tidak memungkinkan melakukan pengobtana medis makan dilakukan pengobatan alternatif. Terhadap keluarga yang menyuruh melakukan euthanasia dipandang sebagai pihak yang membantu bunuh diri dan menanggung dosa atas perbuatannya.