16

Click here to load reader

Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

  • Upload
    damar

  • View
    5.643

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Selain sumber hukum Isla, metode pembentukan/penetapan hukum Islam juga dijelaskan di dalamnya. Namun, hanya secara garis besar.

Citation preview

Page 1: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Islam mencerminkan seperangkat norma Ilahi yang mengatur tata

hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya

dalam kehidupan sosial hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan

hidupnya.

Norma Illahi yang mengatur tata hubungan tersebut adalah kaidah-kaidah

dalam arti khusus atau kaidah ibadah murni, mengatur cara dan upacara hubungan

langsung antara manusia dengan sesamanya dan makhluk lain di lingkungannya.

Ciri khas hukum Islam, yakni berwatak universal, berlaku abadi untuk

umat Islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam dimanapun

mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau negara pada

suatu masa, menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga,

rohani dan jasmani, serta memuliakan manusia dan kemanusiaan secara

keseluruhan, pelaksanaan dalam praktik digerakkan oleh iman dan akhlak umat

Islam. Banyak teori tentang sumber hukum Islam, tetapi penulis akan menuliskan

tentang sumber hukum Islam yang terdiri dari Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad.

Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sumber-sumber hukum

Islam dan metode pembentukan hukum Islam.

B. Tujuan

Tujuan dituliskannya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan

kita akan sumber hukum Islam dan metode penetapannya dari zaman Rasul

sampai kepada zaman sekarang ini.

Page 2: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

2

BAB II

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Agama Islam memiliki pedoman yang sangat penting dalam menghadapi

hidup. Setiap muslim diwajibkan agar berpedoman dengan sumber-sumber

tersebut. Sumber-sumber tersebut terdapat beberapa bagian. Sumber yang paling

penting, sempurna, tidak diragukan, berlaku sepanjang zaman dan diwajibkan

pula setiap muslim atas pemahamannya yaitu Al-Quran. Sumber lainnya cukup

penting dalam pengaplikasian dari Al-Quran ke kehidupan sehari-hari yaitu Hadits

dan ijtihad yang diambil berdasarkan kedua sumber tersebut.

2.1 Al-Qur’an al-karim

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw dengan bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai hujjah

(argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai

pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub

(mendekatkan diri) kepada Tuhan dengan membacanya. Wahyu Allah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ini terwujud dalam bahasa arab dan

secara autentik terhimpun dalam mushaf.1

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22

hari atau banyak juga yang membulatkannya menjadi 23 tahun.2

Keistimewaan yang di miliki Al-Qur’an sebagai wahyu Allah ini ada

banyak sekali, di antaranya yaitu:

a. Lafadh dan maknanya berasal dari Tuhan. Lafadh yang berbahasa Arab itu

dimasukkan ke dalam dada Nabi Muhammad, kemudian beliau membaca dan

terus menyampaikannya kepada umat. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an itu

1 Azyumardi Azra, Buku Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, cet.

III.Direktorat Perguruan Agama Islam, Jakarta, 2002, hlm. 61. 2 Ibid,halaman 62.

Page 3: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

3

datang dari sisi Allah ialah ketidaksanggupan (kelemahan) orang-orang

membuat tandingannya walaupun mereka sastrawan sekalipun.

b. Al-Qur’an sampai kepada kita secara mutawatir, yakni dengan cara

penyampaian yang menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya, karena

disampaikan oleh sekian banyak orang yang mustahil mereka bersepakat

bohong.

c. Tidak ada yang bisa memalsukan Al-Qur’an karena ia terjaga keasliannya.

Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9 yang artinya “sesungguhnya Kami

telah menurunkan Al-Qur’an, dan sungguh Kami yang memeliharanya”.

Hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an ada 3 yaitu hukum

I’tiqadiyah, hukum akhlaq, hukum amaliah.

Hukum I’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban

para mukallaf untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat Allah, Kitab-kitab

Allah, Rasul-rasul Allah dan hari pembalasan.

Hukum akhlaq yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban

orang mukallaf untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan

menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela.

Hukum amaliah yaitu yang bersangkutan dengan perkataan, perbuatan-

perbuatan, perjanjian-perjanjian, dan mu’amalah (kerja sama) sesama manusia.

Hukum amaliah sendiri terbagi menjadi dua, yaitu hukum ibadat, seperti shalat,

puasa, zakat, dan lain-lain dimana hukum ini diciptakan dengan tujuan untuk

mengatur hubungan hamba dengan Tuhan serta hukum mu’amalat seperti segala

macam perikatan, transaksi-transaksi kebendaan, jinayat dan ‘uqubat (hukum

pidana dan sanksi-sanksinya) dan lain sebagainya.

Menafsirkan Al-Quran ada beberapa cara, yang pertama adalah penafsiran

dengan cara lama yaitu, menafsirkan dengan satu per satu ayat yang turun tanpa

mengumpulkan atau menghimpun terlebih dahulu. Metode ini dianggap memiliki

beberapa kelemahan, diantaranya adalah menghabiskan waktu secara percuma,

meninggalkan gagasan tertentu dalam sebuah ayat tertentu yang mengandung

gagasan tersebut, dan memperlakukan Al-Quran secara atomistis, parsial, dan

Page 4: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

4

tidak integral.3 Kedua, penafsiran dengan cara menghimpun dalam tema-tema.

Cara yang kedua ini dianggap cara yang termodern karena dengan menghimpun

terlebih dahulu, kita dapat membandingkan dan mengambil kesimpulan yang

tepat.

2.2.Al-Hadits

• Ta’rif tentang Hadist

As-Sunnah menurut bahasa berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi.4

Kebiasaan mencakup kehidupan sehari-hari dan yang baik dan buruk. Seperti

sabda Nabi SAW, “barangsiapa membuat sunnah yang terpuji maka baginya

pahala sunnah itu dan pahala sunnah yang buruk maka padanya dosa sunnah

buruk itu dan dosa yang mengamalkan sampai hari kiamat.”5

Pengertian sunnah menurut ahli hadits adalah sesuatu yang didapatkan dari

Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi,

atau biografi, baik pada sebelum kenabian ataupun sesudahnya.6 Menurut istilah

para ahli pokok agama (al-ushuliyyudin), sunnah ialah sesuatu yang diambil dari

Nabi SAW, yang terdiri dari sabda, perbuatan dan persetujuan saja.7

Sesuai dengan tiga hal tersebut di atas yang disandarkannya kepada

Rasulullah saw. maka Sunnah dapat dibedakan kepada 3 macam:

a. Sunnah qauliyah (perkataan), yaitu sabda yang beliau sampaikan dalam

beraneka tujuan dan kejadian . Misalnya hadits yang berbunyi:

“tidak ada kemudharatan dan tidak pula memudharatkan”

Adalah suatu Sunnah qauliyah yang bertujuan memberikan sugesti kepada

umat Islam agar tidak membuat kemudharatan kepada dirinya sendiri dan

orang lain.

3 Nata, Abuddin. Al-Quran dan Hadits, cet. VII. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000,

hlm. 76. 4 Azyumardi Azra, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, cet.

III.Direktorat Perguruan Agama Islam, Jakarta, 2002, hlm. 82. 5 Hadits Bukhari dan Muslim. 6 Qawa’id al-Tahdits, h. 35-38 dan Tawjih al-Nahdar, h. 3. 7 Mustafa al-Siba’i. Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam. Pustaka

Firdaus, Jakarta, cet. I, 1991, hlm. 1

Page 5: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

5

b. Sunnah fi’liyah (perbuatan), yaitu segala tindakan Rasulullah saw. sebagai

Rasul. Misalnya tindakan beliau mengerjakan shalat 5 waktu dengan

menyempurnakan cara-cara, syarat-syarat dan rukun-rukun melaksanakan,

menjalankan ibadah haji, memutuskan perkara berdasarkan bukti atau saksi

dan mengadakan penyumpahan terhadap seorang pendakwa.

c. Sunnah taqririyah (persetujuan) perkataan atau perbuatan sebagian sahabat

yang telah disetujui oleh Rasulullah saw. secara diam-diam atau tidak di

bantahnya atau disetujui melalui pujian yang baik. Persetujuan beliau terhadap

perbuatan yang dilakukan oleh sahabat itu dianggap sebagai perbuatan yang

dilakukan oleh beliau sendiri. Sebagai contoh misalnya periwayatan seorang

sahabat yang menceritakan bahwa: Ada dua orang sahabat bepergian,

kemudian setelah datang waktu shalat mereka bertayammum karena mereka

tidak mendapatkan air. Setelah mereka melanjutkan perjalanan kembali, di

tengah jalan mereka mendapatkan air, sedang waktu shalat masih ada. Lalu

salah seorang dari mereka berwudhu dan mengulang shalatnya kembali,

sedang yang satunya tidak melakukan yang demikian. Ketika kedua orang

tersebut melaporkan kepada rasulullah saw. apa yang telah mereka lakukan,

maka beliau membenarkan tindakan yang telah mereka lakukan masing-

masing. Beliau berkata kepada orang yang tidak mengulang

shalatnya:”perbuatanmu adalah sesuai dengan sunnah, karena itu shalat yang

sudah kamu kerjakan itu sudah cukup”. Kepada orang yang mengulang

shalatnya beliau berkata:”kamu akan memperoleh pahala dua kali”.

• Nisbah (hubungan) sunnah dengan Al-Qur’an:

1. Menguatkan (muakkid) hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan

hukumnya di dalam Al-Qur’an. Jadi, Al-Qur’an sebagai penetap hukum dan

sunnah sebagai penguatnya.. Misalnya saja kewajiban shalat yang tercantum

dalam Al-Qur’an, maka dalam sunnah mempertegas kewajiban itu ketika Nabi

ditanya oleh malaikat Jibril untuk menerangkan tentang Islam, Nabi menjawab

“Islam itu ialah suatu persaksianmu bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan

Muhammad itu utusan Allah, tindakanmu mendirikan shalat………..”

Page 6: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

6

2. Memberikan keterangan (bayan) ayat-ayat Al-Qur’an, artinya memberikan

perincian ayat-ayat Qur’an yang masih umum. Misalnya dalam Qur’an hanya

dicantumkan kewajiban shalat dan sunnah menerangkan waktu-waktu shalat,

jumlah rakaatnya, syarat-syarat dan rukunnya dengan mempraktekkannya

langsung melalui perbuatan beliau dalam kehidupan sehari-hari.

• Pembagian Sunnah

Di tinjau dari sedikit atau banyaknya orang-orang yang meriwayatkan,

sunnah dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Sunnah mutawatirah, yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh sekian banyak

sahabat Nabi, dan dari sahabat-sahabat tersebut diriwayatkan pula oleh para

tabi’i dan orang berikutnya dalam jumlah yang seimbang dengan jumlah

sahabat yang meriwayatkan pertama. Sunnah ini banyak ditemukan pada

sunnah amaliah (yang langsung dikerjakan oleh Rasul) misal cara melakukan

shalat, puasa, haji dan lain-lain dimana perbuatan-perbuatan Rasul tersebut

disaksikan sendiri secara langsung oleh para sahabat dengan tidak ada

perubahan sedikitpun pada waktu disampaikan kepada para tabi’i dan orang-

orang pada generasi berikutnya.

2. Sunnah masyhurah, yakni sunnah yang diriwayatkan oleh seorang sahabat

atau dua orang atau lebih yang tidak sampai mencapai derajat mutawatirah ,

kemudian dari sahabat tersebut diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’i yang

mencapai derajat mutawatirah dan dari sekian banyak tabi’i ini diriwayatkan

oleh sekian banyak rawi yang mutawatir pula.

3. Sunnah ahad, sunnah yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, dua orang atau

lebih yang tidak sampai derajat mutawatir, kemudian diriwayatkan lagi oleh

seorang tabi’i, dua orang atau lebih dan seterusnya diriwayatkan oleh perawi-

perawi dalam keadaan tidak mutawatir juga. Sunnah ahad ini yang paling

banyak dijumpai dalam kitab-kitab sunnah. Sunnah ahad terbagi menjadi tiga:

a. Hadits shahih, ialah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan

sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah, dan

tidak mempunyai cacat (‘illat) .

Page 7: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

7

b. Hadits hasan, ialah hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang adil tetapi

kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah dan

tidak mempunyai cacat.

c. Hadits dha’if, ialah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits

ahahih dan hadits hasan. Jumhur ulama sepakat dalam membolehkan

hadits dha’if untuk menerangkan fadha’ilul amal, bukan untuk menetapkan

hukum-hukum yang pokok, seperti untuk menghalalkan atau

mengharamkan suatu perbuatan apalagi untuk menetapkan soal-soal

aqidah.

2.3.Ijtihad

Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk

mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan hadits.

Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa dengan jalan ini

disebut mujtahid. Peristiwa-peristiwa yang dapat diijtihadkan yaitu:

a. Peristiwa-peristiwa yang ditunjuk oleh nash yang zhaniyulwurud (hadits-

hadits ahad) dan zhaniyud dalalah (nash Al-Qur’an dan hadits yang masih

dapat ditafsirkan dan dita’wilkan)

b. Peristiwa yang tidak ada nashnya sama sekali. Peristiwa-peristiwa semacam

ini dapat diijtihadkan dengan leluasa baik dengan perantaraan qiyas, istihsan,

istishab, maslahat mursalah atau dengan jalan lainnya.

c. Peristiwa yang sudah ada nashnya yang qath’iyuttsubut dan qath’iyud dalalah.

Yang terakhir ini adalah khusus dijalankan oleh Umar bin Khattab r.a. beliau

meneliti nash-nash tersebut tentang tujuan syar’i dalam mensyari’atkan

hukum. Kemudian beliau menerapkan ijtihadnya pada peristiwa sekalipun

sudah ada nashnya yang qath’i.

Page 8: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

8

BAB III

METODE PEMBENTUKAN/PENETAPAN HUKUM ISLAM

Sumber hukum pada masa Rasulullah tetap berpegang teguh pada Al-

Quran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah. Pengenalan Al-Quran terhadap hukum,

mayoritasnya bersifat universal tidak parsial dan global tidak rinci. Untuk

memahami Al-Quran, dibutuhkan Sunnah. Oleh karena itu, sumber dari Al-Quran

yang universal diperjelas dengan sunnah.

Dalam istilah ilmu Ushul Fiqh motede penemuan hukum dipakai dengan

istilah “Istinbath”. Istinbath artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan

istinbath ini memberikan kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran

hukum dari dalil.

Ahli Ushul Fiqh menetapkan ketentuan bahwa untuk mengeluarkan hukum

dari dalilnya harus terlebih dahulu mengetahui kaidah syar’iyyah dan kaidah

lughawiyyah. Kaidah syar’iyah berarti ketentuan umum yang ditempuh syara’

dalam menetapkan hukum dan tujuan penetapan hukum bagi subyek hukum

(mukallaf) serta perlu juga diketahui tentang penetapan dalil yang dipergunakan

dalam penetapan hukum, urut-urutan dalil, tujuan penetapan hukum dan

sebaginya. Sedangkan kaidah lughawiyyah berarti berasal dari ketentuan-

ketentuan ahli lughat (bahasa) yang dijadikan sandaran oleh ahli ushul dalam

memahami arti lafaz menurut petunjuk lafaz dan susunannya.

Para ulama dalam membagi periode-periode hukum Islam menempuh dua

jalan, yaitu;

1. Menyamakannya dengan pertumbuhan manusia, maka sebagaimana manusia

melewati masa kanak-kanak, remaja dewasa lalu masa tua, begitu pula dengan

pertumbuhan hukum Islam.

2. Mendasarkan pada perbedaan dan keistimewaan yang memiliki pengaruh jelas

dalam hukum pada masa yang berbeda.

Metode pembentukan hukum Islam terbagi dalam beberapa masa. Masa

yang pertama adalah pada masa Rasulullah saw. Kedua, pada masa Khulafa ar-

rasyidun. Ketiga, pada akhir masa khulafa ar-rasyidun. Keempat, pada awal abad

kedua sampai pertengahan abad keempat hijriah. Kelima, pertengahan keempat

Page 9: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

9

sampai jatuhnya kota baghdad tahun 656 H. terakhir adalah pertengahan abad

ketujuh sampai sekarang. 8

Pada masa Rasulullah saw

Pada masa Rasulullah saw, sumber hukum terdapat tiga sumber yaitu, Al-

Quran, Hadits, dan Ijtihad. Namun, pada masa ini hadits tidak tertulis secara

resmi. Hanya beberapa sahabat saja yang diijinkan untuk mencatat tentang Nabi.

Pembentukan hukum Islam dalam masa ini diringkas menjadi tiga, yaitu;

1. Kekuasaan pembentukan hukum pada masa ini dipegang oleh Nabi SAW

sendiri, tanpa campur tangan orang lain, dan sumbernya adalah wahyu baik

yang matluw (Al-Quran) atau ghairu matluw (Sunnah). Karena itu tak ada

tempat untuk berselisih dalam hukum.

2. Bahwasannya ayat-ayat hukum itu turun berkenaan dengan suatu peristiwa

atau jawaban terhadap suatu pertanyaan. Sedikit sekali hukum yang tidak

didahului dengan suatu peristiwa atau pertanyaan sebagai sebabnya.

3. Hukum Islam tidak ditetapkan sekaligus, akan tetapi ditetapkan sebagian-

sebagian dan berturut-turut didasari ayat atau hadits.

Jadi, apabila datang permasalahan diantara kaum muslimin yang

membutuhkan ketentuan hukum (terjadi sengketa, pertanyaan, atau permohonan

fatwa), ada dua kemungkinan yang akan terjadi: Pertama, Allah menurunkan

wahyu kepada nabi untuk menetapkan keputusan. Contohnya adalah turunnya

wahyu untuk menjawab pertanyaan sahabat tentang: perang di bulan haram (2:

217) dan tentang arak dan judi (2: 219). Kemungkinan kedua adalah suatu hukum

diputuskan dengan ijtihad nabawi. Ijtihad ini pun pada suatu waktu merupakan

ta’bir ilham Ilahi yang diberikan Allah kepada nabi, dan di waktu yang lain

praktis merupakan hasil dari kesimpulan-kesimpulan yang beliau ambil sendiri

dengan berorientasi kepada kemaslahatan.

8 Muhammad Ali As-Sayis. Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Hukum Islam.

(terj) oleh Drs. H. Dedi Junaedi dan Dra. H. Hamidah, dari judul asli Tarikh Al-Fiqh Al-Islami,

CV Akademia Pressindo, Jakarta, 1996, Cet. I, hlm. 13-190.

Page 10: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

10

Pada masa Khulafa Ar-Rasyidun

Pada masa Khulafa Ar-Rasyidun, hukum Islam memeiliki pendalaman

istilah pada ijtihad. Ijtihad para sahabat dalam pengertiannya sangan luas. Mereka

melihat indikasi nash dan beranalogi, menganggap hal-hal baik dan sesebagainya.

Mereka menyebutnya “ra’yu” (pendapat) terhadap sesuatu yang dpertimbangkan

hati setelah berpikir, merenung, dan mencari, untuk menyelesaikan suatu masalah.

Ijma’ dan ra’yu merupakan sumber hukum Islam pada masa Khulafa Ar-

Rasyidun setelah Al-Quran dan Hadits. Ijma adalah kesepakatan semua mujtahid

dari umat ini pada suatu masa terhadap suatu hukum syara’.9 Sedangkan ra’yu

(pendapat) adalah mengkaji masalah hingga tampak sisi kebenarannya dalam

hukumnya dengan mengambil petunjuk umum syariat dan kaidahnya yang

universal.

Tujuan ijma’ adalah untuk menentukan jalan keluar pada suatu masalah

dengan cara bermusyawarah antara semua mujtahid. Maksudnya, para mujtahid

(tidak sebagian) harus ikut dan menentukan kebenarannya. Apabila ada mujtahid

yang tidak sepakat maka batallah ijma’ tersebut. Tujuan dari ra’yu adalah seperti

yang telah disebutkan, mengkaji masalah hingga tampak sisi kebenarannya dalam

hukumnya dengan mengambil petunjuk umum syariat dan kaidahnya yang

universal. Pada dasarnya, ijma’ dan ra’yu merupakan ijtihad yang dilakukan oleh

para sahabat dan ulama pada saat itu.

Pada masa akhir Khulafa Ar-Rasyidun

Pada masa akhir Khulafa Ar-Rasyidun, para ulama berpencar ke berbagai

kota, tidak berkumpul di satu daerah sebagaimana pada periode sebelumnya.

Pada awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat

Pada awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat, dibukukan ilmu

Al-Quran, ilmu hadits, ilmu kalam, ilmu bahasa, dan ilmu fiqih, serta

bermunculan para Qari, ahli bahasa, ahli tafsir, ahli Hadits, ahli ilmu kalam, dan

ahli fiqih.

9Ibid,halaman 71.

Page 11: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

11

Pada pertengahan abad keempat sampai jatuhnya kota Baghdad tahun 656H

Pada pertengahan abad keempat sampai jatuhnya kota Baghdad tahun 656

H, para pengikut dari suatu mazhab komitmen dengan mazhab tertentu dan

mencurahkan kekuatannya utuk menyokong mazhab tersebut, baik global atau

terinci.

Pada pertengahan abad ketujuh ampai sekarang

Pada pertengahan abad ketujuh ampai sekarang, semangat ilmiah

mencapai puncaknya dan tampak banyak para mujtahid, pembukuan hukum-

hukum, penyusunan kaidah-kaidah dan ushul. Di samping ada juga ulama yang

mampu berijtihad, sesungguhnya ijtihad itu sangat diperlukan. Allah Maha

Penyayang kepada hamba-Nya dengan menciptakan semua manusia mampu

berijtihad dan tidak membebani mereka untuk memperoleh pangkatnya

(kedudukannya).

Page 12: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

12

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Islam mempunyai dua sumber hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan

Hadits, sedangkan untuk merumuskan suatu hukum baru yang tidak

terdapat pada keduanya diperlukanlah ijtihad yang tetap mendasarkan pada

Al-Qur’an dan hadits.

2. Pembentukan hukum Islam memiliki proses yang cukup panjang.

Pembentukan tersebut berdasarkan kejadian yang terjadi pada zaman itu.

Setiap proses (periode) memiliki perkembangan masing-masing.Periode

yang pertama adalah pada masa Rasulullah saw. Kedua, pada masa

Khulafa ar-rasyidun. Ketiga, pada akhir masa khulafa ar-rasyidun.

Keempat, pada awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat hijriah.

Kelima, pertengahan keempat sampai jatuhnya kota baghdad tahun 656 H.

terakhir adalah pertengahan abad ketujuh sampai sekarang.

B. Saran

Dengan dituliskan sumber dan pembentukan hukum Islam dalam

makalah ini diharapkan seluruh umat muslim menyadari bahwa kita harus

selalu berpedoman pada Al-Quran dan hadits sebagai sumber hukum Islam

yang utama.

Begitu banyaknya faham yang terdapat dalam Islam dalam arti,

terdapat banyak perbedaan pendapat, maka selayaknya kita menghormati

pendapat-pendapat tersebut dan hindari perpecahan dalam Islam. Selama

faham yang berbeda dalam Islam bersumber pada Al-quran dan Hadits, maka

perbedaan tersebut merupakan suatu keberagaman pemikiran asal pemikiran

tersebut tidak menyimpangan dari Al-Quran dan Hadits.

Page 13: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan

rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat

pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengajar mata kuliah Studi

Islam yang telah membimbing kami baik dalam perkuliahan maupun dalam

pembuatan makalah. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman

TI 08 B yang selalu memberikan motivasi untuk kami.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini.

Oleh karena itu, kami mohon maaf atas kekurangan tersebut dan kami mohon

kritik dan sarannya demi kebaikan pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

penyusun pada khususnya.

Penyusun

Page 14: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

14

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i

Daftar isi ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................ 1

B. Tujuan ........................................................................................ 1

BAB II SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

2.1 Al-Quran Al-Karim..................................................................... 2

2.2 Al-Hadits .................................................................................... 4

2.3 Ijtihad ......................................................................................... 7

BAB III METODE PEMBENTUKAN/PENETAPAN HUKUM ISLAM

Pada masa Rasulullah saw ................................................................ 9

Pada masa Khulafa Ar-Rasyidun ...................................................... 10

Pada masa akhir Khulafa Ar-Rasyidun.............................................. 10

Pada awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat ................. 10

Pada pertengahan abad keempat sampai jatuhnya kota

Baghdad tahun 656 H. ...................................................................... 11

Pada pertengahan abad ketujuh ampai sekarang ................................ 11

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................. 12

B. Saran .......................................................................................... 12

Daftar Pustaka ................................................................................................... 13

Page 15: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

15

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi,Azra. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.

Jakarta:Direktorat Perguruan Agama Islam.Cetakan III,2002.

Hadits Bukhari dan Muslim.

Muhammad Ali As-Sayis. Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Hukum

Islam. (terj) oleh Drs. H. Dedi Junaedi dan Dra. H. Hamidah, dari judul

asli Tarikh Al-Fiqh Al-Islami.Jakarta:CV Akademia Pressindo.1996.

Nata, Abuddin. Al-Quran dan Hadits.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.Cetakan

VII, 2000.

Siba’i, al-Mustafa. Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam.

Jakarta:Pustaka Firdaus.cet. I,1991.

Qawa’id al-Tahdits, h. 35-38 dan Tawjih al-Nahdar.

13

Page 16: Sumber Dan Metode Pembentukan Hukum Islam

16

STUDI ISLAM

SUMBER DAN METODE PEMBENTUKAN

HUKUM ISLAM

Dosen: Bapak Tabah Rosyadi

Disusun Oleh :

Aenun

Damar

Gilang

Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

2009