SKRIPSI 100 DIJILID

  • Upload
    tyshon

  • View
    243

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

i

PENGGUNAAN EKSTRAK CONDENSED TANIN DAN SAPONIN DARI TANAMAN POHON DALAM RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KECERNAAN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Disusun Oleh : Jacinto Dias NPM : 2007410023

FAKULTAS PETERNAKAN PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK UNVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2012

ii

PENGGUNAAN EKSTRAK CONDENSED TANIN DAN SAPONIN DARI TANAMAN POHON DALAM RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KECERNAAN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Pada Fakultas Peternakan Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Disusun oleh : Jacinto Dias NPM : 2007410023

FAKULTAS PETERNAKAN PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK UNIVERSITAS TRBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2012

iii

PENGGUNAAN EKSTRAK CONDENSED TANIN DAN SAPONIN DARI TANAMAN POHON DALAM RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KECERNAAN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN VITRO SKRIPSI Telah Dinyatakan Lulus Dalam Ujian Sarjana Pada Hari/Tanggal : Jumat, 26 Agustus 2011

SUSUNAN TIM PENGUJI

Pembimbing Utama,

Anggota Tim Penguji Lainnya,

Ir.Eko Marhaeniyanto,MP Tanggal : ...................

Eka Fitasari SPt,MP Tanggal : ...................

Pembimbimg Pendamping,

Ir. Sri Susanti, MP Tanggal : ...................

Malang, ............................ Universitas Tribhuwana Tunggadewi Fakultas Peternakan Dekan,

Ir. H Son Suwasono,MSc Tanggal: .........................

iv

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini Dengan Segala Rendah Hati Penulis Mempersembahkan Kepada : 1. Yesus Kristus adalah Sang Penyelamat dan Bunda Maria Pelindungku 2. Orang tuaku tercinta, Ayahhanda, MATIAS DIAS dan Ibunda, MARIA DOS SANTOS (Almahruma) yang dengan segala susah payah dan tabah membesarkan serta membiyai penulis selama proses perkuliahan hingga mendapatkan gelar Strata1 di perguruan tinggi. 3. Saudara-saudariku : Antonio, Joanita, Thomas, Olinda, yang telah memberikan dukungan baik secara finansial, moril maupun Doadoanya sehingga penulis dapat memperoleh gelar sarjana Strata satu (S1) di perguruan tinggi. 4. Hau hatoo hau nia obrigado barak ba familia: Maluhira Omar, Alafataria, Ailoma no Taupere Obrigado ba orasun 5. Kepada kakakku : Dominggos F. Dias dan Rocentina Branco yang telah menyekolahkan penulis hingga penulis Strata1 dijenjang perguruan tinggi. 6. Kepada Kakakku : Januario Da Gama dan Mana Julieta De Jesus, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi yang sangat berarti selama proses perkuliahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini Terimakasih, semoga Tuhan membalas dengan Anugerah-Nya). mendaptkan Gelar

v

7. Hau hatoo hau nia obrigado barak ba mana : Joanita (Bin boot), Joaquina ho Paulina Mana sira nia orasaun importante mai hau. 8. Hau hatoo hau nia obrigado barak ba maun Julio no mana Amidha tamba ajuda ho orasaun nebe importante mai hau. 9. Hau hatoo hau nia obrigado ba: Inawai and Popawai Ailoma Obrigado barak ba orasaun nebe importante mai hau 10. Kepada adik-adikku tersayang: Marcelino, Jose, Bruno, Natalia, Inda, Marlina, Zerry, Noy Quita, Terra, Aderito, Anabela, Jefrry, Maizilda, Tau-tau, Jacob, serta adik-adik lain yang tak dapat penulis sebut namanya satu persatu terimakasih Atas Doanya 11. Kepada Ytc: kekasihku Helena Do Rego, yang telah memberikan semangat pada saat penelitian hingga terselesainya penulisan skripsi Terimakasih sayang 12. Teman-temanku seperjuangan : Mario, Abilio, Eugenio, Junior, Abel, Simao, Chico, Vero, Ajhu, Serafin, Agus, Zet, Zelio, Ernesto, Melky, Anamoco, Teotonio, Inacio, serta teman-teman yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu Terimakasih atas dukungan selama ini.

vi

RIWAYAT HIDUP : Peneliti Dilahirkan Pada Tanggal, 05-07-1985, Sebagai Anak Bungsu Dari Lima (5) Bersaudara Dari Rahim Ibunda Tercinta Maria Dos Santos(Almahruma) Dan Bapak Matias Diaz.

Peneliti menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar SDN 1 Odofuro pada Tahun 1999, setelah itu peneliti melanjutkan pendidikan SM P di Lospalos dan lulus pada Tahun 2003. Di Tahun Yang Sama, peneliti melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Dez De Dezembro Comoro-Dili dan Lulus pada Tahun 2006. Pada Tahun 2007, peneliti melanjutkan Studi Ke Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang dan mengambil Fakultas Peternakan / Program Studi Produksi Ternak dan lulus pada Bulan Oktober 2011.

OBRIGADO E ADEUS

i

PENGGUNAAN EKSTRAK CONDENSED TANNIN DAN SAPONIN DARI TANAMAN POHON DALAM RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KECERNAAN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN -VITRORINGKASAN Penelitian in vitro untuk Analisis TP (Total Protein), TT (Total Tanin) CT (Condensed Tanin), KcBK, KcBO dan produksi gas dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Brawijaya Malang selama 3 bulan terhitung dari tanggal 27 November 2010 sampai dengan 12 Februari 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari komposisi terbaik campuran daun trembesi dan daun sengon laut dengan bahan penyusun konsentrat lain yang memiliki sifat sebagai pemasok protein dan mengandung tanin yang dapat meningkatkan produksi dari proses fermentasi pakan secara in-vitro. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak CT dari daun trembesi dan ekstrak saponin dari sengon laut. Analisis in vitro menggunakan cairan rumen dari sapi PFH jantan berfistula. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok, terdapat 11 perlakuan sebagai berikut : LO = 0,5 g substrat basal,rumput gajah (60%), susu PAP (40%) tanpa ekstrak CT dan ekstrak saponi, LA = LO + 3% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK, LB = LA + PEG, LC = LO + 3,25% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK, LD = LC + PEG, LE = LO + 3,50% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK, LF = LE + PEG, LG = LO + 3,75% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK, LH = LG + PEG, LI = LO + 4,0% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK, LJ = LI + PEG Masing-masing perlakuan diulang 3x, jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji beda Nyata jujur (BNJ). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah secara in vitro. Hasil penelitian dengan nilai kecernaan lama inkubasi 48 jam dimana tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05), sedangkan produksi gas 48 jam memberikan respon yang nyata (P 0.05), while the gas production for 48 hours is giving obvious response (P < 0.01). Based on the result of analysis, there is a crude protein rate on samanea saman leaf by 23.26 %, and followed by albazia falcataria leaf by 22.04%. Considering this observation of digestion rate of both leaves, it seems that both leaves are useful to use as the supplementary food to increase the quality of ruminant livestock.

Key Words:

Condensed Tannin Extract, Saponin, Samanea Saman, Falcataria, Digestion, Gas Production, In Vitro.

Albazia

iii

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, serta didorong dengan tekat yang kuat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul PENGGUNAAN EKSTRAK CONDENSED TANIN DAN SAPONIN DARI TANAMAN POHON DALAM RANSUM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KECERNAAN DAN PRODUKSI GAS SECARA IN VITRO. Penyusun skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Peternakan, program Studi Produksi Ternak, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Dalam penulisan Skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada : 1. Bapak Ir. Eko Marhaeniyanto, MP. Selaku pembimbing utama, Ibu Ir. Sri Susanti, MP selaku pembimbing pendamping dan Ibu Eka Fitasari, SPt., MP selaku Dosen penguji, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis. 2. Bapak Ir. H. Son Suwasono, MSc, selaku Dekan Fakultas Peternakan. 3. Ibu Nonok Supartini, SPt., MP, selaku ketua program Studi yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk dapat melakukan penelitian. 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Tribhuwana Tunggadewi yang telah memberikan dan membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama dibanku kuliah.

iv

5. Kedua orang tuaku tercinta berserta kakak dan adik-adikku tersayang yang telah memberi dukungan dan motivasi. terimakasih atas Doa-doanya. 6. Bapak Neotiko, dan saudara Fredi, Eldina, Dion dan Tini, yang telah membantu dalam proses penelitian. 7. Semua pihak yang telah memberikan terselesaikannya tulisan skripsi ini. 8. Kepada almamaterku tercinta Universitas Tribhuwana Tunggadewi yang tak dapat penulis lupakan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas dengan Rahmat dan Karunia yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap apa yang telah dihasilkan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. bantuan kepada penulis hingga

Malang, April 2012

Peneliti

v

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................ i ABSRTACT ................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 1.3.Tujuan Penelitian ...................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 1.5. Hipotesis ................................................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman Sebagai Pakan Ternak ................................................. 2.1.1. Tanaman Sengon Laut .............................................................. 2.1.2. Tanaman Trembesi .................................................................... 2.1.3. Tanaman Rumput Gajah ........................................................... 2.2. Metabolisme Rumen ................................................................................ 2.3. Mikroba Rumen ....................................................................................... 2.4. Proses Fermentasi Dalam Rumen ............................................................ 2.5. Tanin ........................................................................................................ 2.6. Saponin ..................................................................................................... 2.7. Pengukuran Secara in vitro ...................................................................... BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ................................................................. 3.2. Materi Penelitian ....................................................................................... 3.3. Metoda Penelitian ..................................................................................... 3.4. Variabel .................................................................................................... 3.5. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................. 3.5.1. Preparasi Daun Sampel ............................................................. 3.5.2. Pengambilan Cairan Rumen ...................................................... 23 23 24 25 25 25 26 8 8 9 11 12 14 15 17 18 20 1 6 7 7 7

vi

3.5.3. Percobaan Pengukuran Kecernaan (KcBK dan KcBO) ............ 3.5.4. Percobaan Produksi Gas in vitro diinkubasi 48 jam ................. 3.6. Analisis Statistik ...................................................................................... 3.7. Batasan Intilah .......................................................................................... BAB IV HASIL PEMBAHASAN

26 27 29 29

4.1. Komposisi Nutrien Bahan Pakan ............................................................. 31 4.2. Kecernaan in vitro KcBK danKcBO ......................................................... 32 4.3. Pengukuran Produksi Gas 48 jam ............................................................ 37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ............................................................................................... 41 5.2. Saran ......................................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 42 LAMPIRAN ................................................................................................... 48

vii

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Komposisi Nutrien dari Beberapa Bahan Pakan .......................................... 31 2. Komposisi Anti Nutrisi Hasil Ekstrak ......................................................... 32 3. KcBK dan KcBO dari penggunaan ekstrak CT trembesi danekstrak saponin sengon laut pada pakan basal rumput gajah dan susu PAP secara in vitro 48 jam ................................................................................... 34 4. Produksi Gas (ml) dari penggunaan ekstrak CT dari trembesi dan ekstrak saponin dari sengon laut pada pakan basal rumput gajah dan susu PAP diinkubasi 48 jam ........................................................................ 39

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Tanaman sengon laut (Albazia Falcataria) .............................................. 8 2. Tanaman Trembesi (Samanea Saman) ...................................................... 9 3. Tanaman Rumput Gajah (Penisetum Purpureum Schumacher) ............... 11 4. Grafik KcBK dan KcBO Penggunaan ekstrak 3-4% CT dari Trembesi dan 1% dari sengon laut tanpa PEG .......................................... 36 5. Grafik KcBK dan KcBO Penggunaan ekstrak 3-4% CT dari Trembesi dan 1% dari sengon laut dengan PEG ....................................... 36

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai kecernaan BK

in vitro pada 48 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT Trembesi dan saponin dari Sengon laut ........................................................ 482. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai kecernaan BO

in vitro pada 48 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT Trembesi dan saponin dari Sengon laut ....................................................... 51 3. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 2 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 52 4. analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 4 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 54 5. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 6 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 56 6. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 8 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut ........................................................................ 58 7. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 10 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut ......................................................... 60 8. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 12 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut .......................................................... 62 9. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 14 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 64 10. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 16 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 66

x

11. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 18 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 67 12. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 20 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 69 13. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi pada 24 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut......................................................................... 7114. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas

pada 48 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut .......................................................... 72

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Negara tropis seperti Indonesia adalah kurang memadainya kuantitas maupun kualitas pakan yang diberikan. Dedaunan yang berasal dari pohon merupakan salah satu alternatif yang dapat dijadikan sumber hijauan makanan ternak (HMT), khususnya di musim kemarau pada saat produksi HMT konvensional dari jenis rerumputan dan leguminosa rendah. Namun demikian kebanyakan dedaunan tersebut mengandung senyawa fenolik dalam konsentrasi yang tinggi, khususnya dalam bentuk senyawa tanin, namun demikian penggunaannya sebagai pakan ternak tidak memberikan dampak yang negatif (Makkar and Becker, 1998). Sistem evaluasi pakan ruminansia yang dipakai di Indonesia, dikembangkan di Negara Eropa dengan kondisi alam yang berbeda dengan Indonesia. Keadaan ini menjadikan sistem tersebut tidak dapat memberikan informasi yang maksimal dalam rangka pengembangan nutrisi ruminansia. Adanya pengetahuan mendasar tentang karakteristik degradasi memungkinkan diadakannya evaluasi terhadap nilai kegunaan hayati terhadap suatu bahan makanan sebagai pemasok zat nutrisi pada ternak tanpa harus melakukan pengujian secara in vivo. Sebagai contoh, rskov and Ryle (1990) telah melakukan evaluasi terhadap berbagai bahan makanan berdasarka karakteristik degradasi dan membuat suatu indeks terhadap nilai hayati berdasarkan konsumsi. Indek tersebut dapat dikembangkan untuk

2

memprediksi kecernaan in vivo dan pertambahan bobot badan ternak, tergantung pada aspek yang diamati dan data yang diturunkan pada saat evaluasi indeks pakan dilakukan. Proteksi protein tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya pencampuran dengan tanin, pelapisan protein dengan lemak atau minyak (Arora,1989) maupun dengan saponin. Teknologi proteksi protein pakan bertujuan agar protein pakan tidak dirombak di dalam rumen tetapi protein pakan baru akan didegradasi dan asam aminonya akan diserap di saluran pencernaan pasca rumen. Kemampuan tanin untuk membentuk kompleks dengan protein

berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Condensed Tanin (CT) dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim (Smith, Zoetendal, and Mackie, 2005). Tanin juga dapat berinteraksi dengan protein yang berasal dari pakan dan menurunkan ketersediaannya bagi mikroorganisme rumen (Tanner, Moore, and Larkin.1994). Keberadaan CT di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini disebabkan protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang dikandungnya tersedia bagi ternak. Hal ini menjadikan

3

tanin sebagai salah satu senyawa untuk memanipulasi tingkat degradasi protein dalam rumen. Rumen memberi banyak manfaat bagi ternak ruminansia dan merupakan salah satu sasaran manipulasi untuk meningkatkan nilai guna pakan, dengan mengoptimalkan pencernaan oleh mikroba organisme di dalamnya. Informasi tentang terdapatnya beberapa jenis bakteri yang mampu hidup pada media yang mengandung asam tanin (Brooker, Donovan, Skene, Clarke, and Nov,1994). munculkan dugaan bahwa bakteri tersebut toleran terhadap tanin. Tanin merupakan senyawa sekunder yang terdapat pada tumbuhan dan dapat bereaksi dengan protein, sehingga menyebabkan protein resisten terhadap degradasi oleh protease di dalam silo dan di dalam rumen. Menurut Sulawu, Acanovic and Stewart, (1999) penambahan bahan sumber tanin yang berasal dari tanaman chestnut atau mimosa dapat meningkatkan kualitas fermentasi silase, ditandai dengan penurunan degradasi bahan kering dan protein kasar selama ensilasi, serta konsentrasi N-amonia total N. Analisis aktivitas tanin yang mudah dan sederhana sangat diperlukan khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu analisis aktivitas tanin yang mudah dan sederhana adalah melalui inaktivasi tanin menggunakan polietilen glikol (PEG) yang efeknya diukur melalui produksi gas kumulatif secara in-vitro (Makkar, 2005) Berdasarkan hasil penelitian Marhaeniyanto (belum dipublikasi) bahwa ekstrak daun tanaman trembesi mengandung CT sebesar 3.47 % dan ekstrak daun tanaman sengon laut mengandung saponin 15.04 %. Selanjutnya dilakukan upaya

4

formulasi dan pembuatan pakan kosentrat yang berbasis sumber protein dari daun tanaman pohon. Hasil utama proses fermentasi di rumen adalah Volatile Fatty Acid (VFA), amonia (NH3), protein mikroba serta gas metana (CH4) dan CO2. Cheeke (2000); Wallance, RMcEwan, McIntosh, Teredegne and Newbold (2002) dan Makkar (2003) melaporkan tentang keberadaan CT pada sejumlah tanaman pakan ternak mempunyai sifat mengikat protein sehingga dianggap menguntungkan, karena mampu melindungi protein pakan dari proses degradasi yang berlebihan di dalam rumen dan pada akhirnya jumlah protein yang siap diserap di usus halus meningkat. Saponin memberi efek anti protozoa sehingga perkembangan protozoa tertekan. Eliminasi protozoa rumen meningkatkan jumlah bakteri amilolitik. Dengan berkurangnya populasi protozoa maka aktivitas bakteri amilolitik di dalam rumen meningkat (Camacho et al. 1993) . Meskipun banyak dilaporkan aktivitas CT dan saponin pada tanaman leguminosa, tetapi masih diperlukan penelitian secara mendalam tentang mekanisme kerja kedua senyawa tersebut secara bersama-sama dalam mempengaruhi proses fermentasi pakan di dalam rumen khususnya dalam mengurangi produksi gas CH4. Dalam penelitian ini akan digunakan metode produksi gas in-vitro dengan cairan rumen ternak domba sebagai pendekatan proses fermentasi yang terjadi pada ternak potong sebagai konsekuensi upaya peningkatan produktivitas guna pemenuhan swasembada daging dengan

5

melakukan pengujian beberapa daun tanaman pohon dalam upaya mengurangi produksi gas CH4 dan pengembangan peternakan yang berkelanjutan. Kondisi pasca rumen yang asam menyebabkan ikatan protein dengan formaldehid ataupun dengan tanin mudah putus sehingga protein mudah

dihidrolisis oleh enzim saluran pencernaan. Formaldehid maupun protein tanin adalah membentuk ikatan kimia dengan protein yang stabil pada (pH rumen) dan menjadi labil pada pH asam dan pH obamasum (Wiryawan, 2007) Berdasarkan hasil penelitian Bapaq (belum di publikasi) tentang ekstraksi condensed tanin dan saponin dari beberapa daun tanaman pohon serta pengaruhnya terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan produksi gas secara in vitro. Bahwa dari 17 daun tanaman pohon antara lain :Dadap, Flemengia, Gamal, Kaliandra, Katuk, Kelor, Kembang sepatu, Ketela pohon, Kopi, Lamtoro, Mahoni, Nangka, Piara Payung, Randu, Sengon laut, trembesi dan Turi. Hasil penelitian ini didapatkan hasil ekstrak paling tinggi yaitu daun tanamn trembesi mengandung CT sebesar 3,47% dan ektrak daun tanaman sengon laut mengandung saponin 15,04%. Hasil dari ekstraksi kedua tanaman tersebut dipilih untuk dilakukan upaya pembuatan pakan konsentrat yang berbasis sumber protein dan tanaman pohon. Sehubungan dengan hal tersebuat maka masih perlu diteliti lebih lanjut tentang penggunaan daun tanaman pohon konsentrat dan diukur pengaruhnya terhadap kecernaan dan produksi gas secara in vitro.

6

Percobaan yang menggunakan teknik in vitro dapat digunakan sebagai penganti percobaan dengan menggunakan ternak karena lebih murah, cepat dengan hasil yang akurat. Teknik in vitro pada ternak ruminansia dapat digunakan untuk menentukan degradasi bahan organik, jumlah bahan organik difermentasi dan menentukan degradasi kinetika rumen. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:Bagaimanakah pengaruh penggunaan ekstrak CT dari daun trembesi dan ekstrak saponin dari daun sengon laut dalam ransum bila ditambahkan ke dalam pakan basal yang terdiri dari rumput gajah dan susu PAP dengan perbandingan (60 : 40 ) terhadap KcBk, KcBO, dan produksi gas secara in vitro. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak CT dari daun trembesi dan ekstrak saponin dari daun sengon laut dalam ransum bila ditambahkan ke

dalam pakan basal terdiri dari rumput gajah dan susu PAP dengan perbandingan (60:40 ) terhadap kecernaan KcBK dan KcBO, serta produksi gas secara in vitro. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan ekstrak daun tanaman pohon dalam pakan basal serta pengaruhnya terhadap kecernaan (KcBK dan KcBO) produksi gas secara in vitro.

7

1.5. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga bahwa Ekstrak daun tanaman pohon yang mengandung CT dan saponin dalam pakan basal meningkatkan efisiensi kecernaan pakan secara in vitro.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Tanaman sebagai pakan ternak 2.1.1. Tanaman Sengon Laut (Albazia falcataria) Klasifikasi Divis Sub Divis Kelas Bangsa Famili Sub Famili Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Fabales : Fabaceae : Mimosoidae : Paraserianthes : Albazia falcataria

Gambar 1. Sengon Laut Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 25 helai daun. Kandungan kimia: Daun, akar, dan kulit batang albazia falcataria mengandung

9

saponin dan flavonoida, di samping itu daun dan akarnya juga mengandung tannin (Anonimous, 2010) Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6 12 cm, setiap polong buah berisi 15-30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil, waktu muda berwarna hijau dan jika sudah tua biji akan berubah kuning sampai berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin. (Anonimous, 2010). 2.1.2. Tanaman Trembesi Klasifikasi ilmiah Klasifikasi Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama binomial

: Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Fabales : Fabaceae : Albizia : Samanea saman : Samanea saman (Jacq.) Mer

Gambar 2. Trembesi

10

Trembesi (Samanea saman) yang sering disebut dengan Trembesi merupakan tanaman pelindung yang mempunyai banyak manfaat. Rain tree dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah yang mempunyai curah hujan 40 mm/tahun (Dry season) atau bahkan dapat hidup lebih lama tergantung usia, ukuran pohon, temperatur dan tanah. Rain tree juga dapat hidup di daerah dengan temperatur 20-300C,

maksimum temperatur 25-380C, minimum 18-200C,0C.

temperatur minimum yang dapat ditoleransi 8

(Anonimous, 2012). Di

beberapa negara Pohon Trembesi ini disebut Pukul Lima (Malaysia), Jamjuree (Thailand), Cay Mura (Vietnam), Vilaiti Siris (India), Bhagaya Mara (Kanada), Algarrobo (Kuba), Campano (Kolombia), Regenbaum (Jerman), Chorona (Portugis). Tumbuhan ini diperkirakan berasal dari Meksiko, Peru dan Brazil namun sekarang telah tersebar ke seluruh daerah beriklim tropis termasuk Indonesia. Trembesi merupakan jenis pohon yang memiliki kemampuan menyerap karbondioksida dari udara yang sangat besar. Akar trembesi dapat digunakan sebagai obat tambahan saat mandi air hangat untuk mencegah kanker. Ekstrak daun trembesi dapat menghambat pertumbuhan mikrobakterium Tuberculosis yang dapat menyebabkan sakit perut. Trembesi juga dapat digunakan sebagai obat flu, sakit kepala dan penyakit usus (Duke,1983).

11

2.1.3. Tanaman Rumput Gajah Klasifikasi Ilmiah Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Commelinidae : Poales : Poaceae (suku rumput-rumputan) : Pennisetum : Pennisetum purpureum schumacher

Gambar 3. Rumput Gajah Produksi rumput gajah yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk

mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pakan pada musim hujan dan musim kemarau dan untuk memanfaatkan kelebihan produksi tersebut pada fase pertumbuhan yang terbaik, maka dapat diawetkan dalam bentuk silase, karena rumput gajah merupakan bahan pakan hijauan yang baik untuk dibuat silase (McIlroy, 1977). Waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga, Anonimous,, (2011). (Regan, 1997). Fase pertumbuhan tanaman pada waktu pembuatan silase besar pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase (Harrison et

12

al.,, 1994). Kandungan protein kasar dan bahan organik rumput gajah yang hilang dalam pembuatan silase dipengaruhi fase pertumbuhan tanaman (Spitaleri et al, 1995). Rumput gajah dapat dibudidayakan secara monokultur atau interkultur dengan tanaman tahunan sehingga dapat diperoleh manfaat secara maksimal. Rumput gajah dapat ditanam pada guludan-guludan sebagai pencegah lonsor akibat erosi dan memudahkan dalam perawatan tanaman. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas hijauan antara lain kepadatan tanaman, waktu pemotongan pertama, tinggi pemotongan dan frekuensi pemotongan (Ella, et al., 1998). Unsur tanaman pada saat pemotongan sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi. Umumnya makin tua umur tanaman pada saat pemotongan makin berkurang kadar protein dan sebaliknya kadar serat kasar makin tinggi (Webster dan Wilson, 1973). Rumput gajah dengan umur potong 57-70 hari mengandung PK sebesar 8,30% (Hartadi, Reksohadiprodjo, dan Tillman, 1993), sedangkan Sudirman, Utomo, Bachrudin, Widyobroto dan Suhubdy (2006) dilaporkan bahwa rumput gajah mengandung PK sebesar 7,80%, perbedaan nilai-nilai tersebut dapat disebabkan perbedaan lokasi tempat penanaman yang berhubungan dengan ketersediaan N di dalam tanah. 2.2. Metabolisme Rumen Ternak ruminansia mempunyai empat komponen perut yaitu, retikulum, omasum dan obamasum (Siregar, 1994). Pada waktu menyusu, rumen dan

13

retikulum belum berkembang sempurna sehingga susu terus masuk kedalam obamasum. Rumen dan retikulum mulai berkembang setelah mendapatkan pakan, sehingga pada waktu dewasa kapasitas rumen mencapai 85%, omasum sebesar 10-14% dan obamasum sebesar 3-5% dari seluruh kapasitas lambung (Kamal, 1994). Sistem pencernaan pada ruminansia melibatkan interaksi dinamis antara bahan pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri. Pakan yang masuk ke mulut akan mengalami proses pengunyahan atau pemotongan secara mekanis sehingga membentuk bolus. Pada proses ini, pakan bercampur dengan saliva kemudian masuk ke rumen melalui esopfagus untuk selanjutnya mengalami proses fermentatif. Bolus di dalam rumen akan dicerna oleh enzim mikroba. Partikel pakan yang tidak dicerna di rumen dialirkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim pencernaan. Hasil pencernan tersebut akan diserap oleh usus halus dan selanjutnya masuk dalam darah. Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan Volatile Faty Acccid (VFA) dan NH3, serta gas-gas (CO2, H2, dan CH4) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Arora, 1989). Protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami hidrolis oleh enzim proteonase yang dihasilkan oleh mikroba menjadi peptida-peptida dan asam-asam amino. Asam amino selanjutnya mengalami deaminasi menjadi amnonia (NH3). Protozoa tidak dapat memanfaatkan amonia untuk mensintesis protein tubuhnya (Onodera, Nakagawa, and Kandatsu,1977), melainkan memanfaatkan peptidapeptida dan asam-asam amino serta memangsa bakteri (Coleman, Mcdonald, and Warner, 1975)

14

Rumen mengandung sangat banyak dan bermacam-macam populasi mikroba, yang terdiri dari sekitar 10-10 mikroba per mililiter cairan rumen

(Pelczar, Reid, dan Chan, 1981). Mikroba rumen menghasilkan enzim yang diperlukan untuk mendegradasi digunakan sebagai selulosa menjadi hasil akhir yang dapat

nutrisi bagi ternak. Tidak semua mikroba rumen adalah

selulolitik, namun banyak tipe fisiologis lain seperti proteolitik, amilolitik dan lain-lain. Entodinium, Diplodinium, dan Isotricha menyusun populasi protozoa terbanyak pada ruminansia dewasa dan merupakan predator utama di dalam rumen. 2.3. Mikroba Rumen Mikroba rumen terdiri dari protozoa, bakteri, jamur, virus dan amoeba, akan tetapi mikroba yang telah lama diketahui mempunyai peranan penting dalam proses fermentasi pakan sebelum proses pencernaan enzimatis terjadi di bagian obamasum dan usus halus adalah bakteri, protozoa dan jamur. Sel-sel mikroba ini kaya akan protein dan menyumbang antara 50-90% asam amino bagi ternak (Jouany,1991). Kandungan asam amino protozoa umumnya lebih tinggi dan seimbang bila dibandingkan dengan protozoa atau jamur. Oleh karena itu beberapa ahli semula berpendapat bahwa keberadaan protozoa di dalam rumen menguntungkan karena dapat memasok protein bagi induk semang, akan tetapi dari hasil-hasil penelitian Weller dan Pilgrim (1974), Bird, Wong, Abdullah dan Tajudin (1991) serta Preston dan Leng (1987) menunjukkan bahwa protozoa lebih suka tinggal di dalam rumen karena mampu bergerak cepat dengan bantuan silia

15

dan menempel pada bagian papilla rumen ketika digesta mengalir keluar rumen, sehingga jumlah protozoa yang sampai di bagian alat pencernaan pasca rumen lebih sedikit. Mikroba rumen sangat membutuhkan nitrogen untuk kelangsungan hidup serta meakukan aktifitas normal. Sekitar 80% kebutuhan mikrobia rumen akan N2 diperolah melalui gas amonia. Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah bakteri, dalam 1ml getah rumen terkandung 109 sampai 1010 sel dan merupakan 5-10% masa kering isi perut besar (Schlegel, 1994). Jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml. Ukuran tubuhnya lebih besar dengan panjang tubuh berkisar antara 20200 mikroba, oleh karena itu biomassa total dari protozoa hampir sama dengan biomasa total bakteri (McDonald, Edwards and Greenhalgh, 2002). Semakin banyak karbohidrat yang mudah terfermentasi oleh mikrobia rumen maka akan meningkatkan produksi gasnya. Sekitar 40% dari volume gas yang dihasilkan dari fermentasi terdiri dari CO2 dan CH4 (Blummer and Orskov, 1993). 2.4. Proses Fermentasi Dalam Rumen Proses fermentasi di dalam rumen dipertahankan oleh karena adanya sekresi saliva yang berfungsi mempertahankan nilai pH pada kisaran 6,5 7,0. Kondisi rumen yang anaerob, suhu rumen yang konstan dan adanya kontraksi rumen dapat menyebabkan kontak antara enzim dan substrat menjadi meningkat dan laju pengosongan rumen diatur sedemikian rupa sehingga setiap saat selalu mempunyai isi (Darwis dan Sukara,1990).

16

Fermentasi adalah proses biologis yang menghasilkan komponenkomponen dan jasa sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba anaerob. Metode pengukuran gas in vitro dapat untuk mengestimasi besarnya nilai degradasi bahan pakan yaitu relasi fraksi yang mudah larut, nilai fraksi yang potensial terdegradasi dan laju degradasi fraksi pakan. Teknik prouduksi gas fermentasi dikembangkan untuk mencari hubungan antara profil produksi gas suatu feed intake, kecepatan pertumbuhan (Jessop and Nerrero, 1996). Ternak ruminansia berada dalam suatu kelompok ternak mamalia herbivora yang memiliki alat pencernaan lambung majemuk. Bagian pertama lambung majemuk ini disebut rumen. Di dalam rumen pakan didegradasi oleh mikroba dengan enzim yang dihasilkannya, karena ternak tidak menghasilkan enzim untuk mencerna pakan tersebut. Jenis-jenis mikroba dalam rumen terdiri dari bakteri (Hungate,1966). Protozoa mampu memfermentasi pakan yang berupa selubiosa, glukosa, xylosa, arabinosa, asam polygalakturonat, dan asam galakturonat (Arora, 1989). Selanjutnya disebutkan, bahwa protozoa mampu memfermentasi pati dan menghasilkan moltosa dan asam laktat, sedangkan gula terlarut seperti glukosa, maltosa, dan sukrosa terfermentasi menjadi asam asetat, asam butirat, asam laktat, CH4, CO2, H2, dan amilopektin. Mutu dan jumlah hasil fermentasi rumen ditentukan oleh jenis dan aktivitas mikroba rumen, sementara itu populasi mikroba rumen sangat beraneka ragam. Lebih dari 15 spesies bakteri yang berjumlah 10 juta sel per gram isi rumen (Pelczar, Reid and Chan, 1981).

17

2.5. Tanin Tanin mempunyai dua sifat utama yang dapat dihidrolisis (hydrolizable tanin/HT) baik dengan larutan asam,basa atau enzim sehingga menghasilkan senyawa sederhana seperti monosakarida, dan asam karbosilat. Menurut Makkar (2003) tanin hidrolis merupakan senyawa gallatanin dan ellagitanin yaitu ester dari glucose dan asam gallat atau asama elegant (asam hexanhidroksifelat).Tanin yang kedua adalah condensed tannin (CT) yang mempunyai struktur yang lebih kompleks dan tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim. Yang termasuk dalam senyawa ini adalah catechin dan leucoantosianin yang molekulnya dapat terpolarisasi menimbulkan warna hitam bila mana bereaksi dengan ion logam sehingga kurang disukai oleh ternak ruminansia. Adanya tanin bebas yang aktif (Hydrolizable tannin) dalam bahan pakan akan menentukan cita rasa yang pahit atau sepat (astringent) sehingga mengurangi palatabilitas bagi ternak. Selain itu efek negatif lain adanya tannin dalam

campuran bahan pakan dalam jumlah tinggi dapat menurunkan konsumsi bahan kering pakan dan kecernaanya. Menurut Khumar and Sing (1984) tanin dari kelompok CT yang paling banyak dilaporkan mempunyai perang dan fungsi penting dalam bidang nutrisi ternak ruminansia. Pemanfaatan tanin terutama condensed tanin dalam pakan ternak telah dilaporkan oleh (Zimmer and Cordesse, 1996). Tanin diketahui sebagai metabolik sekunder yang ditemukan pada berbagai jenis tanaman.

18

2.6. Saponin Saponin merupakan glikosida tanaman yang apbila dihidrolisis akan menghasilkan gula dan sapogenin/bukan gula (Makkar,1991) dimana bagian gula larut dalam air dan bagian bukan gula dalam lemak. Saponin dapat menimbulkan buih yang stabil bila terpisah dalam air atau bersifat sebagai deterjen, menyebabkan hemolisis dan mempunyai rasa yang oahit (Birk, Bondi, Gestetner, and Isyaaya,1963). Dalam peranannya pada nutrisi ternak, saponin diketahui dapat menurunkan jumlah protozoa rumen (defaunasi) (Tahlib, Winugroho, Sabrani, Widiawati, dan Suherman, 1994), yang pada level tinggi dapat menyebabkan salivasi, keracunan bahkan kematian ternak dan mengurangi motilitas rumen serta menyebabkan bloat (Makkar,1991). Berdasarkan struktur kimia alami dari sapogenin, saponin dibagi menjadi dua kelompok yaitu steroid (C27) dan triterpenoid (C10) dengan bagian gula pada atom C3. Sapogenin steroid berupa digitonin, gitonin dan tigonin, sedangkan sapogenin tritepenoid terdiri dari dan lupeol (Basu and Rastugi, 1967). Beberapa tanaman yang mengandung saponin, terutama leguminosa telah banyak digunakan sebagai pakan ternak , tetapi sebagian juga ada yang beracun. Hasil penelitian yang mengamati pengaruh pemberian pakan yang mengadung saponin terhadap produksi ternak telah banyak dilakukan. Misalnya penelitian secara in-vitro telah menunjukkan pengaruh yang sangat menguntungkan dari penggunaan senyawa saponin, misalnya dalam proses defaunasi yang dipakai

19

sebagai strategi manipulasi rumen untuk menghasilkan produk yang baik bagi kondisi alat pencernaan dan hasil fermentasinya (Francis, Keem, Makkar and Becker,2002). Defaunasi adalah penghilangan protozoa rumen secara selektif dari ekosistem rumen melalui interkasi clolesterol-saponin membrane sel yang dapat menyebabkan penyusutan sel (rupture). Oleh karena protozoa rumen memegang peranan penting dalam turnover dengan fungsi sebagai predator bakteria, defaunasi dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan manfaat nitrogen (protein) yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi ternak. Pengaruh positif terhadap pertumbuhan dibuktikan pada ternak yang diberi pakan berserat dan ini memberikan indikasi bahwa pemanfaatan saponin atau materi yang berasal dari tanaman yang mengadung saponin mungkin menguntungkan bagi peternak di Negara sedang berkembang (Cheeke and Shull,1985). Saponin memiliki beberapa variasi dalam aktivitas biologis baik yang positif maupun yang negatif bagi ternak. Saponin sangat potensial bagi zat additive makanan yang berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol sehingga dapat mengurangi resiko artherosclerosis. Sisi negatifnya adalah saponin

termasuk zat anti-nutrisi yang dapat menghanbat proses pencernaan dan metabolisme protein dengan jalan menghambat aktivitas enzim, misalnya enzim chymotripsin, akibatnya dapat menghambat produktivitas ternak, terutama babi dan unggas (Cheeke, 2000).

20

Efek biologis utama dari saponin adalah kemampuannya berinteraksi dengan membran sel dan isi sel sehingga dapat menghimolisa sel darah merah karena interaksi saponin dengan membran dari sel darah merah. Cheeke and Shull (1985) melaporkan bahwa saponin dapat membentuk ikatan kompleks dengan kolesterol yang sulit untuk dipisahkan. Hal ini dapat diamati pada ternak yang diberi pakan alfalfa, akibat ikatan kompleks saponin dengan kolesterol menyebabkan menurunnya kolesterol dalam jaringan dan dalam darah, menurunnya absorpsi kolesterol dan peningkatan ekskresi kolesterol dalam feses. Walaupun saponin telah dilaporkan memberikan pengaruh negatif terhadap ternak ruminansia, tetapi tidak berpengaruh terhadap penggunaan zat dan metabolismenya pada ternak ruminansia, melainkan hanya pada proses salivasi. Hasil-hasil penelitian melaporkan dampak positif dari defaunasi ini

meningkatkannya laju pertumbuhan ternak akibat meningkatnya kecernaan pakan dan zat nutrisi tercerna akibat menurunnya populasi protozoa dan meningkatnya proporsi di dalam rumen (Wina, Muetzet, Hoffiman, Makkar, and Becker, 2005) Saat ini sudah mulai berkembang pemanfaatan tanaman yang mengandung saponin sebagai alternatif penggunaan bahan-bahan kimia industri/sintetik untuk menekan populasi protozoa dalam rumen (Tahlib, 2004 dan Suparwi, 2000). 2.7. Pengukuran Secara In Vitro Mikroba rumen mempunyai peranan yang penting dalam proses pencernaan pakan ternak ruminansia. Hal ini disebabkan karena pakan yang masuk dalam rumen akan didegradasi oleh mikroba menjadi produk metabolis

21

yang lebih sederhana untuk dimanfaatkan oleh mikroba itu maupun ternak induk semang (rskov and Ryle, 1990). Persentase kecernaan bahan kering (KcBK) pakan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas dari suatu bahan pakan. Kecernaan Bahan Organik (KcBO) merupakan presentase Bahan Organik pakan yang dapat dicerna oleh ternak (Liman, 2006). Banyaknya jumlah feses yang dikeluarkan berhubungan dengan kecernaan bahan makanan yang dikonsumsi. Sejalan dengan pendapat Wahju (1997), bahwa pakan basal yang tinggi serat kasarnya akan menghasilkan feses yang lebih banyak, sehingga serat kasar yang tidak dicerna dapat membawa zat-zat makanan yang dapat dicerna dari bahan makanan lain keluar bersama-sama dalam feses. Hal ini sesuai pula dengan pendapat (Cho, Cowey, and Watanabe,1985) yang menyatakan bahwa serat kasar akan berpengaruh terhadap nilai kecernaan protein. Serat kasar yang tinggi menyebabkan porsi feses lebih besar, sehingga menyebabkan semakin berkurangnya masukan protein yang dapat dicerna. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah: (1) tingkat proporsi bahan pakan basal; (2) komposisi kimia; (3) tingkat protein pakan basal; (4) persentase lemak; dan (5) mineral (Schneider and Flatt, 1975). Disamping itu, perbedaan nilai bahan kering dapat dicerna, mungkin disebabkan karena adanya perbedaan pada sifat-sifat makanan yang diproses, termasuk kesesuaiannya untuk dihidrolisis oleh enzim dan aktivitas substansi-substansi yang terdapat di dalam pakan.

22

In vitro adalah metode mengukur daya cerna tanpa menggunakan hewan percobaan, yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia dan cairan rumen. Prinsip in vitro adalah meniru proses pencernaan seperti yang terjadi pada alat pencernaan hewan percobaan (ruminansia) yang terdiri dari 2 fase yaitu : 1. Fase degradasi fermentatif oleh enzim mikroba rumen. Pada fase ini bahan pakan difermentasikan di dalam tabung yang berisi cairan rumen dan saliva buatan (larutan Buffer Mc Dougall) dalam kondisi anaerob dengan temperature 390C dan pH 6,9-7 dengan lama inkubasi 48 jam 2. Fase enzimatis /hidrolitis oleh enzim pencernaan di obamasum dan intestinum. Pencernaan /degradasi in vitro dikembangkan oleh Tilley and Terry (1963 Keuntungan teknik in vitro: 1. Sampel yang dibutuhkan sedikit 2. Dalam waktu yang sama dapat mengevaluasi banyak sampel 3. Peralatan relatif sederhana 4. Biaya relatif murah 5. Terdapat korelasi dengan pengukuran kencernaan in vivo Y = 0,99 X 1,01 Dimana : Y = Kecernaan in vivo dan X = Kecernaan in vitro. Kelemahannya teknik in vitro adalah hasil kecernaan lebih tinggi daripada in vivo disebabkan oleh : Ukuran Sampel lebih kecil dan tidak ada penyerara hasil fermentasi.

23

BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal, 27 November 2010 sampai dengan tanggal, 12 Februari 2011. Lokasi penelitian dilaksanakan pada tiga (3) tempat yaitu: 1. Percobaan in vitro dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Brawijaya Malang. 2. Pengambilan cairan rumen dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Sumber Sekar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. 3. Persiapan sampel dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa PanganUniversitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. 4. Analisa komposis Nutrien pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang 5. Analisa komposisi anti nutrien daun tanaman pohon dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. 3.2. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbb: 1. Ekstrak CT dari daun trembesi dan saponin dari daun sengon laut yang telah diekstrak (Marhaeniyanto, 2010 dalam penelitian Disertasi).

24

2. Seperangkat alat dan bahan untuk

analisis proksimat dan

analisis

produksi gas secara in vitro adalah: tabung syringe, water bath, timbangan analitik merk Sartorius, Termometer, kain nilon, labu ukur 1 liter, Erlenmeyer 5 liter, pompa penyedot. 3. Untuk analisis in vitro digunakan cairan rumen yang diambil dari satu ekor sapi PFH jantan berfistula rumen di laboratorium lapang Brawijaya yang berlokasi di Sumber Sekar Dau Malang. Pakan yang diberikan pada sapi berfistula rumen PFH jantan adalah tebon Jagung (Zea mays dengan PK 7. 93%) sebanyak 10-12 kg per ekor pada pagi hari dan 10-13 kg per ekor pada sore hari, dengan tambahan konsentrat (Susu PAP dengan PK 16%) pada pagi dan sore hari masing-masing sebanyak 2,5 kg per ekor. Air minum diberikan secara ad-libitum. 3.3. Metoda Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan in vitro. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan waktu pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Terdapat 11 perlakuan yaitu: LO = 0,5 g substrat basal (rumput gajah (60%), susu PAP (40%) tanpa ekstrak CT dan ekstrak saponin) LA = LO + 3% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK LB = LA + PEG LC = LO + 3,25% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK LD = LC + PEG LE = LO + 3,50% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK LF = LE + PEG LG = LO + 3,75% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK LH = LG + PEG

25

LI = LO + 4,0% ekstrak CT dari BK + 1% ekstrak saponin dari BK LJ = LI + PEG Masing-masing perlakuan di ulang 3 kali dan masing-masing dilakukan 2x (duplo) sehingga terdapat 66 unit percobaan. 3.4. Variabel Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sbb: 1. Kandungan BK, BO, PK, LK, SK dari sampel dianalisis berdasarkan metode AOAC (1999). 2. Kandungan TP, TT dan CT dianalisis menggunakan metode Vanillin-HCl (Makkar et al., 1993) sedang Uji kuantitatif total saponin menggunakan metode (Hiai, Oura dan Nakajima, 1976) 3. Kecernaan BK dan kecernaan BO in vitro inkubasi 48 jam.

4. Produksi Gas diukur dengan lama inkubasi 48 jam Produksi Gas dengan Rumus : Gb = (Vt - V0 - Gbo)FK Keterangan = Gb Vt V0 : Produksi gas waktu t jam (ml) : Volume pada waktu t jam (ml) : Volume pada waktu 0 jam

Vblanco : Volume Blanco Fk : Faktor Koreksi (Menke et.,al, (1979)

3.5. Pelaksanaan Penelitian 3.5.1. Preparasi daun sampel Daun tanaman sengon laut, trembesi, rumput gajah, diambil kemudian dicacah kecil dengan gunting ukuran 3-5 cm selanjutnya daun tanaman

26

dimasukkan dalam kantong kertas yang telah dilubangi dan sebelumnya ditimbang dengan timbangan Ohaus dengan kapasitas 2610 gram untuk mengetahui berat kertas. Oven atau pengering Cabinet Dryer yang digunakan sebelumnya dihidupkan untuk mendapatkan suhu yang stabil. Kantong yang berisi daun segar ditimbang untuk diketahui berat, selanjutnya oven selama 48 jam dengan suhu 40 0C. Kantong dikeluarkan dari oven dan dibiarkan dingin dalam wadah terbuka selama 1 jam lalu ditimbang untuk memperoleh berat kering. Daun tanaman dikeluarkan dari kantong secara hati-hati lalu dan untuk mendapatkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil dan halus maka dilakukan penggilingan. Penyimpananya dalam wadah plastik bening yang telah diberi kode. 3.5.2. Pengambilan Cairan Rumen Termos yang akan dipakai untuk tempat cairan rumen diisi dengan air panas dan suhunya mencapai 390C kemudian ditutup. Cairan rumen diambil dari ternak sapi jantan berfistula, setelah diambil cairan rumen di bawa ke laboratorium untuk mengukur kecernaan dan produksi gas secara in vitro. 3.5.3. Percobaan Pengukuran Kecernaan (KcBK dan KcBO) Sampel dalam tabung fermentor yang sudah diinkubasi 48 jam dan ditetesi HgCl2 disentrifusi dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 menit. Supernatan dan endapan dipisahkan, kemudian endapan yang terbentuk ditambah 50 ml larutan pepsin-HCL 0,2%. Campuran tersebut diinkubasi selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam campuran endapan-pepsin disaring menggunakan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vacum. Hasil saringan (residu)

27

dimasukkan ke dalam cawan yang sebelumnya sudah diketahui berat kosongnya. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dalam oven 1050C selama 24 jam (merupakan BK awal). Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-600 0C. Sebagai blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel ransum perlakuan. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik KcBO. Cara Perhitungan Rumus Kecernaan: BK sampel (g) BK residu (g) BK blanko( g) % KcBK = BK sampel (g) BO sampel (g) BO residu (g) - BO blanko (g) % KcBO = BO sampel (g) 3.5.4. Percobaan Produksi Gas in vitro diinkubasi 48 jam Pengukuran produksi gas dilakukan berdasar petunjuk Makkar et. al, (1997). Tahapan untuk membuat campuran buffer adalah sebagai berikut : 365 ml larutan makro mineral (5,7 g Na2HPO4 + 6,2 g KH2PO4 + 0,6 g MgSO4.7H2O + 2,22 NaCl dilarutkan dengan aquades sampai volume 1000 ml); 0,23 larutan mikro mineral (13,2 gCaCl2. 2H2O+ 10 g MnCl2. 4H2O + 1 g CoCl2. 6H2O + 0,8 g FeCl2. 6H2O dilarutkan dengan aquades sampai volume 100 ml); 730 ml larutan buffer (35 g NaHCO3 dilarutkan dengan aquades sampai volume 1000 ml); 1 ml x 100 % x 100 %

28

larutan resazurin (100 mg resazurin dilarutkan dengan aquades sampai volume 100 ml) dan 60 ml larutan reduktor (2 ml 1 N NaOH + 285 mg Na2S. 7H2O + 47,5 ml aquades) larutan reduktor ini harus dipreparasi segar, yaitu beberapa saat sebelum pengambilan cairan rumen. Memasukkan 1095 ml aquades ke dalam erlenmeyer diikuti oleh larutanlarutan tersebut di atas dan mengalirkan gas CO2. Larutan yang berwarna kebirubiruan akan berubah menjadi pink kemudian menjadi tidak berwarna. Selanjutnya sebanyak 660 ml cairan rumen yang telah disaring hanya boleh dimasukkan ke dalam erlenmeyer apabila indikator sudah tidak berwarna. Penambahan CO2 diteruskan setelah cairan rumen dicampurkan. Kemudian dipanaskan pada temperatur tetap 39oC. Sampel pakan (total 500 mg) ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas syringe yang berskala 100 ml, diusahakan tidak mengotori dinding syringe dan diinkubasi dengan 50 ml cairan rumen yang telah dicampur dengan buffer yang terdiri atas larutan saliva dan cairan rumen (4 : 1) dengan menggunakan dispenser melalui ujung syringe yang telah dilengkapi dengan slang berklip. Sebelum piston dimasukkan ke dalam syringe terlebih dahulu diolesi dengan vaselin. Tabung yang telah berisi substrat dan medium dialiri gas CO2, ditutup dengan karet penutup, volumenya dibaca (Vo) dan selanjutnya diinkubasikan dalam waterbath pada temperatur 39oC. Dibuat pula blank untuk koreksi dengan cara seperti di atas hanya tanpa penambahan substrat ke dalam syringe. Volume gas dicatat setelah inkubasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 24 dan 48 jam. Volume gas bersih pada setiap periode inkubasi dihitung dengan mengurangkan volume gas dalam syringe

29

yang mengandung substrat dan volume gas dari blank. Rumus : Gb = (Vt - V0 Gbo)FK. 3.6. Analisis Statistik Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dari Rancangan Acak Kelompok. Apabila dalam hasil sidik ragam menunjukkan terdapat pengaruh yang nyata atau sangat nyata maka untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (Soehono, 1996). 3.7. Batasan Istilah 1. In vitro: Metode mengukur daya cerna dengan menggunakan hewan/ternak percobaan, yang dilakukan di Laboratorium dengan menggunakan bahanbahan kimia dan cairan rumen yang diambil dari sapi berfistula. 2. Fermentasi pakan adalah Proses perombakan pakan secara an-aerobik yang dilakukan oleh mikroba di dalam rumen dengan hasil utama Volatile Fatty Acid (VFA). 3. Tannin adalah senyawa sekunder dari tanaman pohon yang fungsinya dapat menekan bakteri metanogenik penghasil gas methan. 4. Saponin adalah :senyawa sekunder yang terdapat dalam tanaman pohon yang mempunyai kandungan toksik yang dapat menekan protozoa dalam rumen. 5. Kecernaan nutrien pakan: Persentase bagian nutrien pakan yang tidak diekskresikan dalam feses atau konsumsi nutrien pakan setelah dikurangi

30

yang dikeluarkan di dalam feses dikalikan 100%, kecernaan yang diukur adalah KcBK dan KcBO.

31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Nutrien Bahan Pakan Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia pada Tabel 1, kandungan protein kasar yang tinggi pada daun termbesi dengan nilai 23,26% da diikuti dengan daun sengon laut dengan nilai 22,04%. Kedua tanaman tersebut berpotensi bisa dimanfaatkan sebagai pakan suplemen dalam meningkatkan kualitas pakan pada ternak ruminansia. Komponen nutrien suatu bahan pakan yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi adalah protein kasar (PK). Konsumsi pakan yang maksimum sangat tergantung pada keseimbangan nutrien dalam pencernaan. Ketidak seimbangan nutrien pakan akan mempengaruhi konsumsi pakan. Tabel 1. Komposisi Nutrien Dari Beberapa Bahan Pakan Nama Bahan BK BO PK SK LK BETN NDF ADF % % % % % % % % Daun Trembesi 41,26 96,24 23,26 37,94 5,51 29,63 52,25 43,14 (Samanea Saman) Daun Sengon (Albazia 31,82 93,66 22,04 22,37 3,66 45,60 43,00 39,75 Falcataria) Rumput Gajah (Penisetum purpureum 92,30 84,01 7,60 53,65 2,97 Schumacher) Susu PAP 87,64 91,42 15,85 8,32 4,15 Rumput Gajah :Susu 86,76 13,32 23,98 PAP (60:40)Keterangan: BK = bahan kering, BO = bahan organik, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, NDF = Neutral detergent fibre, ADF= Acid detergent, pemotongan tanaman pada bulan Juli 2010.Berdasarkan 100% BK, dianalisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brarwijaya Juli 2010.

Nilai komposisi anti Nutrien hasil ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2.

32

Tabel 2. Komposisi Anti Nutrisi Hasil Ekstrak TP Nama Daun Tanaman % Daun Trembesi (Samanea Saman) 26,77 Daun Sengon (Albazia Falcataria) 24,19

TT % 20,42 7,81

CT % 3,47 1,09

TS % 3,98 15,04

Keterangan:TP = total phenol (Asam tanic equivalent), TT = total tannin (leucocyanidin equivalent), CT = condensed tannin, TS = total saponin , pemotongan tanaman pada bulan Juli 2010.Berdasarkan 100% BK, dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Oktober 2010.

Bahan pakan sumber protein relatif mahal karena umumnya bahan pakan tersebut memiliki daya cerna tinggi akibat kandungan PK yang tinggi dan SK yang rendah. Tabel 1 dan 2 menyajikan data tentang daun tanaman trembesi dan sengon laut, serta rumput gajah hasil penelitian pendahuluan tentang penyajian secara in vitro pada beberapa macam tanaman pohon. 4.2. Kecernaan in vitro KcBK dan KcBO Rumen pada ternak ruminansia berperan sebagai tempat terjadinya proses fermentasi dalam jumlah besar yang dihuni oleh berbagai macam populasi mikroba dan dalam jumlah yang banyak (Church, 1979). Mikroba rumen mempunyai peranan yang penting dalam proses pencernaan pakan ternak ruminansia. Hal ini disebabkan karena pakan yang masuk dalam rumen akan didegradasi oleh mikroba menjadi produk metabolis yang lebih sederhana untuk dimanfaatkan oleh mikroba itu maupun induk semang (rskov and Ryle, 1990). Tingkat degradasi dari ekstrak CT dan saponin dilakukan menggunakan teknik in vitro. In vitro adalah metode mengukur daya cerna tanpa menggunakan hewan atau ternak percobaan, namun dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia dan cairan rumen. Persentase kecernaan bahan

33

kering (BK) ransum merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas dari suatu bahan pakan. Kecernaan Bahan Organik merupakan presentase Bahan Organik (BO) pakan yang dapat dicerna oleh ternak (Liman, 2006). Hasil KcBK dan KcBO dan dari penggunaan ektrak CT trembesi dan ekstrak saponin sengon laut, susu PAP dan rumput gajah secara in vitro. KcBK yang tinggi namun terjadi penurunan pada KcBO dari setiap perlakuan. BK terdiri dari BO dan Abu, artinya BO merupakan penyusun dari BK. Menurut Hartadi et al, (1986) koefisien cerna komponen nutrisi pakan seperti PK, SK, LK, dan BETN dapat diestimasi dari nilai KcBO. Nilai KcBK dan KcBO dari penggunaan ekstrak CT trembesi dan saponin dari sengon laut pada pakan basal rumput gajah dan susu PAP dalam waktu 48 jam dapat dilihat pada Tabel 3.

34

Tabel 3 .KcBK dan KcBO dari penggunaan ekstrak CT trembesi dan ekstrak saponin sengon laut pada pakan basal rumput gajah dan susu PAP secara in vitro 48 jam.Nilai Penggunaan Ektrak CT 3-4%dan Saponin 1% LO LA LB LC LD LE LF LG LH LI LJ % 77,021,68 75,564,4 77,501,82 75,531,91 78,790,82 75,774,69 78,670,76 74,364,41 78,371,55 75,712,84 78,792,95 KcBK Nilai KcBO % 73,081,03 72,733,06 74,621,11 73,490,76 76,432,12 74,033,18 75,842,13 72,324,28 75,802,76 74,042,53 76,502,25

Keterangan : Taraf signifikan tidak nyata Hasil statistik menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan campuran ekstarak tidak mempengaruhi proses keseimbangan mikroorganisme dalam rumen. Penambahan ekstrak tannin 3-4% dari trembesi dan saponin 1% dari ekstrak daun tanaman pohon sengon laut dilakukan pada setiap perlakuan. Pada pakan basal kontrol tidak terdapat perbedaan nilai presentase KcBO dengan pakan basal yang diberi tanin 3% pada level berbeda dengan nilai KcBO berkisar antara 72,32% hingga 76,50%. Turunnya KcBO kemungkinan dikarenakan tingginya kandungan serat

diantarannya komponen ADF khususnya lignoselulosa yang terdapat dalam daun

35

tanaman pohon trembesi (43,14%). Pemberian PEG pada perlakuan LB, LD, LF, LH dan LJ dengan pemberian level tanin berbeda dan saponin, kecernaannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan pakan yang tanpa PEG. Hal ini karena kapasitasnya yang spesifik dalam mengikat tanin, penambahan PEG dapat membebaskan ikatan makromolekul lainnya dengan tannin sehingga karbohidrat, protein dan lemak dapat didegradasi dalam rumen. PEG merupakan polimer sintetik non nutritif yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap senyawa fenolik khususnya tanin sehingga dapat menginaktivasi tannin dengan cara membentuk kompleks tanin-PEG (Garrido et al., 1991 Makkar et al 1995., Getachew et al 2001). Penambahan CT dengan level yang berbeda dari setiap perlakuan dengan saponin tanpa PEG memberikan nilai kecernaan yang lebih rendah hal ini disebabkan karena tannin yang kompleks berpengaruh terhadap fermentasi rumen, ini sesuai dengan pendapat Smith et al., (2005) bahwa ikatan tanin dapat menghambat dinding sel dan pertumbuhan mikroorganisme serta saponin yang menekan protozoa sehingga dapat dengan leluasa pakan yang mengandung protein yang tinggi akan dimanfaatkan oleh indung semang. Tannin dapat melindungi pakan dari proses degradasi rumen, sehingga lebih tersedia di dalam saluran pasca rumen. Nilai kecernaan (KcBK dan KcBO) penggunaan ekstrak 3-4% CT dari trembesi dan saponin dari sengon laut dengan PEG dan tanpa PEG terlihat pada Gambar 4 dan 5.

36

80 79 78 77 76 75 74 73 72 71 70 KcBK KCBO

Kecernaan (%)

LO 77,02 73,08

LB 77,5 74,62

LD 78,79 76,43

LF 78,67 75,84

LH 78,37 75,8

LJ 78,79 76,5

Gambar 4. Garfik KcBK dan KcBO penggunaan ekstrak 3-4% CT dari trembesi dan 1% saponin dari sengon laut dengan PEG78 77 76

Kecernaan (%)

75 74 73 72 71 70 69 KcBK KCBO L0 77,02 73,08 LA 75,56 72,73 LC 75,53 73,49 LE 75,77 74,03 LG 74,36 72,32 LI 75,71 74,04

Gambar 5. Grafik KcBK dan KcBO penggunaan ekstrak 3-4% CT dari trembesi dan 1% saponin dari sengon laut tanpa PEG

Pada Gambar 4 dan 5 nilai kecernaan Bahan kering dan bahan Organik pada masing-masing perlakuan, dimana nilai kecernaan bahan organik terendah terdapat pada perlakuan LG yang diberi ekstrak CT trembesi 3,75% dan ekstrak saponin dari sengon laut 1% dengan nilai 72,32% (pada Gambar 5), sedangkan nilai kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan LD dan LJ yang diberi PEG dengan masing-masing nilai 78,79% (pada Gambar 4).

37

Tinggi dan rendahnya KcBK dan KcBO diduga bahwa penggunaan ekstrak CT dari tanaman trembesi dan esktrak saponin dari tanaman sengon laut serta pakan yang diberikan PEG dapat menetralisir fungsi kerja tanin dan saponin serta menghambat prosese pertumbuhan mikroorganisme dalam rumen. Tingginya nilai kecernaan diduga menentukan banyaknya nutrien yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. 4.3. Pengukuran Produksi Gas 48 jam Produksi gas merupakan hasil proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen yang dapat menunjukkan aktivitas mikrobia di dalam rumen serta menggambarkan banyaknya bahan organik yang tercerna. Selain itu produksi gas yang dihasilkan dari pakan yang difermentasi dapat mencerminkan kualitas pakan tersebut (Ella, Hardjosoewignyo, dan Shea, 1997). Semakin banyak karbohidrat yang mudah terfermentasi oleh mikrobia rumen maka akan meningkatkan produksi gasnya. Sekitar 40% dari volume gas yang dihasilkan dari fermentasi terdiri dari CO2 dan CH4 (Blummer and rskov, 1993). Produksi gas terjadi secara langsung dari fermentasi karbohidrat dan secara tidak langsung dari proses buffering. Buffering yang diperlukan untuk menetralisir asam propionat akan menghasilkan gas yang lebih tinggi. Hubungan antara kecernaan in vivo dan dan produksi gas (CO2 dan CH4) secara in vitro pada saat pakan diinkubasi dengan menggunakan cairan rumen selama 48 jam dapat digunakan untuk memperkirakan kecernaan bahan organik dan energi metabolis yang terkandung dalam pakan. Gas yang dihasilkan dari

38

metode pengukuran gas ini secara langsung dihasilkan dari proses fernentasi, sedangkan gas yang dihasilkan secara tidak langsung berasal dari proses buffer dari VFA (Close and Menke, 1986). Hasil analisis statistik produksi gas dengan lama inkubasi 48 jam dapat dilihat pada tabel 4.

39

Dari Tabel 4. dari hasil analisis statistik produksi gas (lampiran 24-54) diketahui bahwa perlakuan LO, LA, LB, LC, LD, LE, LG, LH, LI dan LJ memberikan pengaruh yang sangat nyata (P0,05)

51

Lampiran 2. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai kecernaan BO in vitro pada 48 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT Trembesi dan Saponin dari sengon laut Perlakuan ekstrak daun tanaman Ulangan Total Rataan Sd1 0 ekstrak (L0) 3% ekstrak CT (LA) LA + PEG (LB) 3.25% ekstrak CT (LC) LC + PEG (LD) 3.5 % ektrak CT (LE) LE + PEG (LF) 3.75 % ektrak CT (LG) LG + PEG (LH) 4 % ektrak CT (LI) LI + PEG (LJ) Total ulangan Rataan ulangan 71,915 74,683 75,844 74,029 75,883 75,257 73,600 74,868 77,293 73,485 74,868 821,725 74,702 2 73,476 74,303 73,664 72,623 74.639 76,422 76,084 74,698 72,617 76,810 79,068 824,403 74,946 3 73,855 69,203 74,359 73,825 78,768 70,425 77,847 67,380 77,484 71,839 75,554 810,538 73,685 219,245 218,189 223,867 220,477 229,290 222,104 227,532 216,945 227,394 222,133 229,489 2456,666 73,082 72,730 74,622 73,492 76,430 74,035 75,844 72,315 75,798 74,044 76,496 1,03 3,06 1,11 0,76 2,12 3,18 2,13 4,28 2,76 2,53 2,25

Perhitungan Faktor Koreksi JK Total JK Perlakuan JK Kelompok JK Acak Analisis Ragam RAK Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan 10 67,626 6,763 Kelompok 2 9,836 4,918 Acak 20 127,674 6,384 Total 32 205,135 Kesimpulan : Antar Perlakuan tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05 F Hitung 1,059 0,770 F tab 5% 2,35 3,49 F tab 1% 3,37 5,85 182885,072 205,135208 67,626 9,836 127,674

52

Lampiran 3. Analisis ragam rancangan acak kelompok nilai produksi gas pada 2 jam masa inkubasi menggunakan ekstrak CT Trembesi dan saponin dari Sengon laut Perlakuan ekstrak daun tanaman Ulangan Total Rataan sd1 0 ekstrak (L0) 3% ekstrak CT (LA) LA + PEG (LB) 3.25% ekstrak CT (LC) LC + PEG (LD) 3.5 % ektrak CT (LE) LE + PEG (LF) 3.75 % ektrak CT (LG) LG + PEG (LH) 4 % ektrak CT (LI) LI + PEG (LJ) Total ulangan Rataan ulangan Perhitungan Faktor Koreksi JK Total JK Perlakuan JK Kelompok JK Acak 490,684 13,878788 9,504 0,027 4,348 4,00 4,00 4,75 5,00 4,50 3,50 3,75 3,75 2,75 3,50 3,25 42,750 3,886 2 4,75 4,00 3,50 5,50 4,25 4,00 4,50 2,75 2,75 3,00 3,50 42,500 3,864 3 4,00 3,50 4,25 4,00 4,50 3,25 4,25 3,50 3,25 4,00 3,50 42,000 3,818 12,750 11,500 12,500 14,500 13,250 10,750 12,500 10,000 8,750 10,500 10,250 127,250 4,250 3,833 4,167 4,833 4,417 3,583 4,167 3,333 2,917 3,500 3,417 0,43 0,29 0,63 0,76 0,14 0,38 0,38 0,52 0,29 0,50 0,14

Analisis Ragam RAK Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Perlakuan 10 9,504 0,950 4,371** Kelompok 2 0,027 0,013 0,061 Acak 20 4,348 0,217 Total 32 13,879 Kesimpulan : Antar Perlakuan terdapat perbedaan sangat nyata (P