Proposal Contoh

Embed Size (px)

Citation preview

PERAN ELIT FORMAL (PEMERINTAH TINGKAT DESA) DI DALAM PENANGGULANGAN RESIKO BENCANA GUNUNG IJEN DI KABUPATEN BONDOWOSO

PROPOSAL PRAKTIKUM LAPANG KEBENCANAAN (Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Lapang Kebencanaan)

Oleh : GYSMA PRISTI NIM. 090910302006

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JEMBER 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tugas proposal yang berjudul Peran Elit Formal (Pemerintah Tingkat Desa) di Dalam Penanggulangan Resiko Bencana Gunung Ijen ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Proposal ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum lapangan kebencanaan. Terselesaikannya proposal ini tak lepas dari bantuan beberapa pihak. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:1. Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmatnya kepada

penulis, dengan rahmat-NYA penulis selalu dapat berpikir positif untuk dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.2. Terima kasih kepada Bapak Drs. Joko Mulyono, M.Si. selaku dosen

pembimbing mata kuliah Praktikum Lapang Kebencanaan. Dari beliau, penulis tidak hanya mendapatkan pengetahuan dalam perkuliahan, tetapi beliau juga tidak segan memberikan semangat dan inspirasi,baik mengenai persoalan nonperkuliahan dan tentunya bimbingan untuk penulisan proposal ini dalam setiap kesempatan dalam perkuliahan. 3. Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Sarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Jember. Selain sebagai teman yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi tetapi juga bersedia sebagai sumber informasi dalam penelitian. Semoga semua kebaikan yang telah Bapak, Ibu, dan rekan-rekan berikan kepada penulis mendapatkan kebaikan yang lebih besar dari Allah SWT. Mungkin proposal ini masih memiliki kekurangan dan belum dapat dikatakan sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak, agar dalam pembuatan proposal di waktu yang akan datang dapat lebih baik lagi.

Penulis berharap, semoga proposal ini dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya. Jember, Maret 2012 Gysma Pristi

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan tempat pertemuan antara dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteran. Sedangkan dilihat dari segi geografis, Indonesia berada pada posisi silang antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang membujur pada daerah tropis. Kondisi alam seperti inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia rawan terhadap berbagai jenis bencana alam. Letak Indonesia yang berada pada dua lempeng Litosphere dan lempeng Astinosphere, menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung aktif. Sekitar 13%-17% dari gunung berapi aktif yang ada di dunia, terdapat di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan indonesia rawan akan bencana gunung meletus yang menimbulkan banyak kerugian materi dan korban jiwa. Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi, ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (ISDR, 2004). Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Faktor faktor yang menyebabkan bencana antara lain: a. Faktor Alam Faktor alam dibagi menjadi dua yaitu bencana yang berasal dari luar (hazards of exogenic origin) yang meliputi: banjir, erosi, gerakan tanah, kekeringan, sedangkan

yang dari dalam (hazards of endogenic origin) meliputi:gempa bumi, gelombang pasang(tsunami), letusan gunung api. b. Faktor Manusia Antara lain degradasi lingkungan, penggundulan hutan, Penurunan tanah/lahan (amblesan/tanah terban), longsoran, dan akibat ulah manusia (dalam rangka pengembangan wilayah yang tidak berwawasan lingkungan). Penanggulangan resiko bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda. Dengan adaya penanggulangan resiko bencana dapat menekan dan mengurangi jumlah korban jiwa dan kerugian material warga sekitar daerah bencana. UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 36 ayat 4 menyatakan bahwa perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : (a) pengenalan dan pengkajian bencana; (b) pemahaman tentang kerentanan masyarakat; (c) analisis kemungkinan dampak bencana; (d) pilihan tidakan pengurangan risiko bencana; (e) penentuan mekanisme kesiapsiagaan dan penanggulangan dampak bencana; dan (f) alokasi tugas, kewenangan dan sumberdaya yang tersedia. Paradigma kebencanaan yang dahulu berfokus kepada penanganan kedaruratan sekarang sudah mengalami perubahan paradigma menjadi pengurangan resiko bencana yang diwujudkan dalam bentuk kesiapsiagaan pemerintah daerah dengan masyarakat. Pergeseran paradigma ini telah mendorong perubahan radikal cara pandang terhadap penanggulangan bencana. Jika sebelumnya penanggulangan bencana merupakan tindakan yang terbatas pada keadaan darurat saja, sekarang dan kedepan penanggulangan bencana dipandang sebagai salah satu upaya yang menitikberatkan kepada manajemen pengurangan resiko bencana. Seperti halnya pembangunan, upaya pengurangan bencana harus dilakukan secara komprehensif dan sisitematis, yang pada tahap implementasinya terkadang masih terkendala oleh respon penanggulangan bencana yang ditandai masih kurangnya perhatian terhadap pengintregasian pengurangan resiko bencana kedalam kebijakan dan perencanaan pembangnan di daerah. Padahal memperhatikan

besarnya potensi ancaman berbagai bencana di daerah perlu disikapi oleh pengambil kebijakan secara terintegrasi dan komperhensif. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong terimplementasinya prisip good governance dalam penanggulangan bencana sangan diperlukan kemitraan dan koordinasi yang baik dari pemerintah daerah dan masyarakat. Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan. Daerah-daerah yang rentan bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewasapadaan resiko bencana dan kecakapan manajemen bencanna. Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan berada di garis depan dalam manajemen bencana alam. Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan. Namun, kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal. Badan penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua provinsi namun baru didirikan di 18 daerah. Selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat. Disini peningkatan kapasitas elite formal (Pemerintah tingkat daerah) dalam usaha pengurangan resiko bencana diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pemerintah daerah sehingga penanggulangan bencana di daerah dapat berjalan secara optimal. Elit Formal merupakan orang perorangan atau aliansi yang mempuyai jabatan jabatan politis sehingga sacara langsung mempengaruhi pada pembuatan kebijakan di dalam masyarakat. Peran elit formal terutama di tingkat daerah penting adanya terhadap penanggulangan bencana, karena elit formal di anggap mampu dan mengetahui wawasan yang lebih luas dibandingkan masyarakat.

Indonesia yang rawan akan bencana membutuhkan elit formal yang handal dan tanggap darurat di daerah daerah rawan bencana untuk pengurangan resiko bencana yang sering dihadapi Indonesia sekarang ini. Hal tersebut juga tengah dirasakan oleh warga sekitar lereng gunung Ijen, Kab.Bondowoso. mereka tengah waspada dalam menghadapi kemungkinan meletusnya gunung Ijen. Dalam keadaan yang seperti ini, masyarakat tersebut sangat memerlukan adanya bantuan dari lembaga terkait untuk menanggulangi resiko bencana tersebut. Disini elite formal (Pemerintah tingkat desa) akan sangat berperan. Selain elite formal, pengurangan resiko bencana juga merupakan tanggung jawab lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan maupun lembaga bantuan kemanusiaan.

1.2 Rumusan masalah Berdasarkan paparan dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah: Bagaimana peran elit formal (pemerintah tingkat desa) di dalam penanggulangan resiko bencana di gunung ijen kabupaten bondowoso? 1.3 Manfaat dan Tujuan 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah

mengidentifikasikan peranan dari elit formal (pemerintah tingkat desa) di dalam penaggulangan resiko bencana gunung ijen kabupaten bondowoso. 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian penulis diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pembaca tentang arti pentingnya peranan elit formal (pemerintah tingkat desa) di dalam penanggulangan resiko bencana gunung ijen di kabupaten bondowoso.

BAB II KAJIAN TEORI Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (Maarif, 2007:3) Banyaknya gunung berapi aktif yang berada di Indonesia menjadikan Negara Indonesia rawan akan bencana gunung meletus dan gempa bumi. Gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah lapisan, atau tempat munculnya batuan lelehan (magma)/rempah lepas/gas yang berasal dari bagian dalam bumi. (Maarif, 2007:63) Bahaya besar yang mengancam akibat terjadinya bencana gunung meletus adalah timbulnya korban jiwa dan kerugian materi yang sangat besar bagi masyarakat sekitar area rawan bencana. Apabila tidak adanya penanggulangan bencana secara bertahap terhadap area rawan bencana meyebabkan resiko bencana yang semakin tinggi dan tentunya berdampak buruk bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitar area rawan bencana. Penanggulangan bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. (Maarif, 2007:3) Resiko bencana memiliki pengertian: potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. (albertushadi.blogspot.com). UU No. 24 Tahun 2007 Pasal 36 ayat 4 menyatakan bahwa perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : (a) pengenalan dan pengkajian bencana; (b) pemahaman tentang kerentanan

masyarakat; (c) analisis kemungkinan dampak bencana; (d) pilihan tidakan pengurangan risiko bencana; (e) penentuan mekanisme kesiapsiagaan dan penanggulangan dampak bencana; dan (f) alokasi tugas, kewenangan dan sumberdaya yang tersedia. Dalam hal ini pemerintah dan aparatur Negara berperan penting di dalam penanggulangan resiko bencana yang mengancam Negara Indonesia. Pemerintah harus siap siaga dan terdepan di dalam mengatasi dan menangulangi bahaya akan bencana. Peran elit formal (pemerintah tingkat desa) dianggap penting dalam menanggulangi daerah daerah. Elit Formal merupakan orang perorangan atau aliansi yang mempuyai jabatan jabatan politis sehingga sacara langsung mempengaruhi pada pembuatan kebijakan di dalam masyarakat.

BAB III

METODE PENELITIAN Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dngan cara cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara cara yang dilakukan dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah langkah tertentu yang bersifat logis. (Sugiyono, 1999:1) 3.1 Tipe Penelitian Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian, tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini dalah bentuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta fakta, sifat sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. (Nazir, 2003:54) Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2008:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:9) metode penelitian dalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositiveme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang ilmiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi.

Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti ingin menggambarkan bagaimana peran elit formal (pemerintah tingkat desa) di dalam penanggulangan resiko bencana gunung ijen di kabupaten bondowoso yang sekarang ini mengalami peningkatan aktivitas vulkaniknya dan menjelakan tentang hambatan hambatan yang dihadapi oleh elit formal (pemerintah tingkat desa) di dalam penanggulangan resiko bencana gunung ijen di kabupaten bondowoso. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat dimana melakukan segala aktivitas termasuk di dalamnya mencari data data obyektif yang menunjang penelitian yang digunakan menjawab semua permasalahan yang telah ditetapkan di dalam rumusan masalah. Adapun lokasi penelitiannya adalah camat sempol, dan kepala desa kalianyar kecamatan sempol kabupaten bondowoso. Penentuan lokasi tersebut didasarkan karena daerah tersebut rawan akan bencana gunung api ijen dan terkena dampak langsung dari letusan gunung api ijen. Sehingga peneliti mendapat data yang akurat dari obyek penelitian tersebut. 3.3 Penentuan Informan Informan merupakan orang yang memberikan informasi yang dibutuhkan tentang situasi dan kondisi yang akan diteliti. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim peneliti walaupun hanya bersifat informal. Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepad orang orang yang dipandang tahu tentng situasi sosial tersebut. Penntuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. (Sugiyono, 2008:216) Adapun informan yang akanditeliti oleh penulis antara lain; 1. 2. Camat pada Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso Kepala Desa kalianyar pada Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso

3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam tahap ini, penulis berusahan untuk memperoleh data data yang akurat sehingga dapat mendukung kegiatan penelitian yang dilakukan baik secara primer maupun sekunder. Data primer merupakan data langsung yang diperoleh peneliti dari obyek yang akan diteliti, sedangka data sekunder merupakan data yang tidak langsung diperoleh peneliti dari obyek misalkan dalam bentuk dokumen ataupun lewat perantara (orang lain). Dari segi teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara;1. Observasi (pengamatan), menurut Sanafiah Faisal dalam Sugiyono

(2008:226) mengklasifikasikan observasi menjadi tiga macam yaitu observasi partisipasi (participant observation), observasi secara terang terangan dan tersamar (overt observation and convert observation) dan observasi yang tidak berstruktur ( unstructured observation).2. Interview (wawancara), menurut Nazir (2003:193) wawancara adalah proses

memperoleh keterenagan untuk tujuan penelitian dengan Tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau peawancara dengan si penjawab atau responden. 3. Kuesioner (angket) merupakan daftar pertanyaan pertanyaan yang di ajukan oleh peneliti kepada responden dimana pertanyaan pertanyaan tersebut cukup terperinci dan lengkap. 4. Dokumentasi, file file atau dokumen dokumen yang dapat membantu peneliti dalam mencari data. 3.5 Metode Analisis Data Tahap analisis data merupan tahap penentu di dalam suatu penelitian. Nasution dalam Sugiyono (2008:245) mengatakan bahwa Analisis telah mulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus menerus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded.

Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difocuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif, analisis dat dilakukan secara terus menerus selama penelitian ini berlangsung. Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif. 1. Pengumpulan Data Dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasaryang muncul dari catatan catatan tertulis dilapangan. Data yang diperoleh peneliti dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. 2. Reduksi Data Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dirangkum, dipilih hal hal pokok, difokuskan pada hal hal penting yang kemudian dicari tema atau polanya. Reduksi data ini dilakukan secara terus menerus selama proses penelitian berlangsung. 3. Penyajian Data Untuk mempermudah peneliti di dalam melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian bagian tertentu dalam penelitian, penyajian dibatasi sebagai ekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Penarikan Kesimpulan Hasil akhir dari penyajian data ialah sebuah kesimpulan data itu sendiri. Dimana penarikan kesimpulan dilakukan setelah melakukan veriikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian sampai proses akhir pengumpulan data. Dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus, maka akan diperoleh kesimpulan yang senantiasa terus dilkukan selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA Ma,aif, Syamsul. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia, Direktorat Mitigasi, Lakhar Bakornas PB, Jakarta, 2007

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung, 2008

Nazir, Moh. Petode Penelitian, Ghalia Indonesia, Darussalam, 1983 Hadi, albertus.2011. Pengurangan Resiko Bencana. Download dari http://albertushadi.blogspot.com pada 15 Maret 2012http://id.wikipedia.org/wiki/Bencana_alam

http://fkpbkerjo.wordpress.com/bencana/faktor-penyebab-bencana/