18
DETEKSI GANGGUAN PERKEMBANGAN OTAK DAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK DENGAN KEMAMPUAN DAN KEBUTUHAN KHUSUS UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Oleh: Prof. dr. Sunartini, Sp.A(K), Ph.D.

Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

DETEKSI GANGGUAN PERKEMBANGAN OTAK DAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK DENGAN

KEMAMPUAN DAN KEBUTUHAN KHUSUS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Oleh: Prof. dr. Sunartini, Sp.A(K), Ph.D.

Page 2: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

2

DETEKSI GANGGUAN PERKEMBANGAN OTAK DAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK DENGAN

KEMAMPUAN DAN KEBUTUHAN KHUSUS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada Pada tanggal 28 Mei 2009

Di Yogyakarta

Oleh Prof. dr. Sunartini, SpA(K), PhD

Page 3: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

3

DETEKSI GANGGUAN PERKEMBANGAN OTAK DAN PENGEMBANGAN POTENSI ANAK DENGAN

KEMAMPUAN DAN KEBUTUHAN KHUSUS

Judul ini saya pilih karena menyangkut hal-hal berikut: 1) Keinginan sebagian besar penyandang cacat dan masyarakat untuk tidak lagi menggunakan istilah cacat tetapi difabel atau dengan kemampuan khusus; 2) Adanya gambaran kenyataan bahwa anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus karena gangguan perkembangan otak mempunyai potensi yang bisa dikembangkan untuk mencapai harapan dan tujuan masa depan lebih baik; 3) Deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh kembang anak khususnya perkembangan otak anak sangat diperlukan untuk dapat dilakukan habilitasi dan rehabilitasi sedini mungkin guna mencegah akibat lebih lanjut dari ketunaan anak; 4) Adanya program-program bagi anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus yang memerlukan perhatian dan pelaksanaan terintegrasi dari berbagai macam profesi.

Estimasi Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR) menurut propinsi tahun 2000-2005 adalah 2,276 per tahun dan diproyeksikan akan menurun sampai mencapai Net Reproduction Rate (NRR) = 1 atau setara TFR = 2,1.

Tidak ada satu orang tuapun di dunia mengharapkan anaknya lahir dengan kelainan atau dalam perjalanan hidupnya anak mengalami gangguan sehingga menyebabkan anak mengalami penyimpangan tumbuh kembangnya lebih-lebih gangguan perkembangan otaknya. Orang tua, nenek, kakek, dan anggota keluarga yang menunggu kelahiran anak setelah mengetahui bayi telah lahir akan selalu bertanya, “Bagaimana Dok/bu bidan, anak/cucu saya, sehat, atau ada kelainan Dok?” Pertanyaan tersebut menunjukkan betapa besar harapan keluarga mendapatkan anak lahir dalam keadaan normal, tidak cacat, lucu, cerdas, akan menjadi penerus sejarah keluarga dan bangsanya. Karena itu dokter atau bidan atau penolong persalinan yang lain sebaiknya tidak mengatakan secara spontan bahwa bayi yang dilahirkan “NORMAL” atau mengatakan langsung kalau “Bayinya cacat”. Pernyataan demikian akan memberikan berbagai macam akibat dan konsekuensi, baik yang normal maupun yang ada kelainan. Kalau normal akan terlihat suasana gembira, sujud syukur, namun sebaliknya bila ada

Page 4: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

4

kelainan akan terjadi suasana menegangkan bahkan cekcok saling menyalahkan atau saling menuding antara pihak ayah dan pihak ibu sebagai kambing hitam kelainan atau kecacatan tersebut. Kesalahan sering kali ditimpakan kepada dokter kandungan atau bidan yang melakukan pemeriksaan antenatal mengapa dokter atau bidan tidak mau berterus terang kalau ada kelainan pada masih dalam kandungan.

Pengertian

Siapa yang termasuk anak dengan kemampuan khusus (special ability/different ability /difabel)? Anak dengan kemampuan khusus atau anak dengan kemampuan berbeda mempunyai arti luas meliputi: 1) Anak dengan kemampuan lebih dan 2) Anak dengan kemampuan kurang. Kedua kelompok dimasukkan kelompok anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Istilah anak dengan kebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk menerangkan tentang anak dan remaja secara fisik, psikologis, dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap (Mohon and Kibirige, 2004). Oleh karena itu untuk menghapuskan diskriminasi, kemudian digunakan istilah “anak dengan kemampuan khusus“ termasuk di dalamnya anak istimewa dan berbakat, seperti anak genius, anak gifted, anak talented, maupun anak indigo (punya indera keenam/supernatural).

Anak dengan kebutuhan khusus dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi: 1) Layanan kesehatan yang dibutuhkan; 2) kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan inklusi; 3) kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan sosial.

Menurut Pasal I UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak cacat adalah anak (usia < 18 tahun) yang mengalami hambatan fisik dan atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar. Anak-anak tersebut memerlukan pemenuhan kebutuhan, pengembangan dan penanganan secara khusus sesuai dengan kondisi dan derajat kecacatannya. Anak dengan

Page 5: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

5

kebutuhan kesehatan khusus adalah mereka yang mengalami atau beresiko tinggi terhadap terjadinya kondisi fisik kronis, perkembangan perilaku, kondisi emosional yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara kuantitas maupun intensitasnya lebih bila dibandingkan anak pada umumnya (Kastner 2004, Homer et al. 2008).

Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus (Newachech et al., 1998). Istilah retardasi mental (mental retardation) oleh WHO telah diubah menjadi ketidakmampuan intelektual (intellectual disabilities) (WHO 2007).

Beberapa indikator kependudukan Indonesia, masih menunjukkan angka-angka yang kurang menggembirakan. Angka kematian bayi (AKB) tahun 2007 = 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Estimasi penurunan angka kematian bayi di Indonesia dari 56 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1995 menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup menurut estimasi tahun 2003 (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). Ternyata pada tahun 2007 AKB di Indonesia masih tetap 35 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian balita menurut Susenas 1995 sebesar 73 per 1.000 kelahiran hidup turun menjadi 64 per 1.000 kelahiran hidup, tidak berubah sampai tahun 2001 disebabkan karena menurunnya akses pelayanan kesehatan akibat berbagai krisis. Angka kematian balita turun menjadi 36 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 (Profil Kesehatan Indonesia, 2007). Penurunan angka kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) jangan sampai diikuti dengan peningkatan angka kecacatan (disabilities). Sudah selayaknya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian diikuti peningkatan kualitas hidup anak.

Menurut Rehabilitasi Internasional (WHO, 2002), 1 (satu) dari setiap 10 (sepuluh) bayi lahir normal akan cacat. Jumlah ini cenderung akan meningkat terus akibat kemajuan teknologi life saving di mana bayi yang dulunya sakit atau cacat berat akan meninggal tetapi sekarang akan hidup dengan kecacatan atau kelainan yang menetap.

Data dari Departemen Sosial menunjukkan bahwa jumlah anak penyandang cacat sebanyak 358.728 anak, dengan rincian usia 0-4 tahun sekitar 57-58 anak dari setiap 10.000 penduduk. Sementara penyandang cacat sejak lahir sebanyak 34,9% akibat kecelakaan dan bencana sebanyak 15,2%. Jenis kecacatan tubuh 35,8%, cacat netra

Page 6: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

6

17%, cacat rungu 14,27% dan cacat mental 12,15% serta lainnya kurang dari 7% (RIP KPA, 2001). Secara global diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7% populasi dunia, 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi dan dari jumlah tersebut hanya 10% saja mempunyai akses ke pelayanan tersebut (WHO, 2002). Berdasarkan hal tersebut di Indonesia diperkirakan sekitar 3-7% atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata misalnya, jumlahnya akan lebih banyak lagi.

Menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan perkembangan otak langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang ada baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta masyarakat terutama orang tua dan keluarganya, kemudian diikuti penanganan atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif (Narendra et al, 2005).

Perkembangan otak anak

Ada tiga jenis perkembangan anak yang saling berhubungan dan mempengaruhi yaitu bidang kognitif, afektif (sosio-psikologik), dan fisik (motorik). Dua bidang perkembangan yaitu kognitif dan motorik sangat dipengaruhi oleh fungsi susunan saraf pusat (SSP) atau otak. Tumbuh kembang SSP atau otak sudah mulai pada minggu ke-3 setelah terjadi pembuahan. Perkembangan otak sebagaimana tumbuh kembang anak pada umumnya dipengaruhi oleh : 1) Faktor genetik; 2) Faktor lingkungan baik lingkungan internal (faktor-faktor yang terdapat dalam diri janin atau anak itu sendiri) maupun lingkungan eksternal (faktor di luar anak). Faktor eksternal misalnya kondisi ibu hamil, lingkungan tempat tinggal, pola asuh (otoriter, partipatif, demokratis atau permisif), pola makan, pemberian ASI yang adekuat, asupan nutrisi dan mikronutrien penting seperti iodium, zink, selenium, zat besi, serta kecukupan oksigen; 3) Faktor Rekayasa. Faktor-faktor tersebut sangat penting untuk perkembangan otak optimal. Efek defisiensi besi diduga menyebabkan gangguan

Page 7: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

7

pembentukan mielin, fungsi neurotransmiter, dan gangguan metabolisme otak (Sutaryo 2005, Volpe 2004, Menkes 2006).

Perkembangan otak dimulai dengan tahap pertambahan jumlah sel otak/pembentukan neuron atau fase hiperplasia kemudian diikuti dan bersamaan pula dengan terjadinya fase hipertrofi, yaitu fase pembesaran dan bertambahnya kematangan sel. Periode pesat laju tumbuh kembang otak ini terjadi pada waktu janin masih dalam kandungan, dan berlangsung terus sampai bayi berumur sekitar dua tahun (Volpe, 2004). Pada tahap hipertrofi, perbanyakan sel secara cepat berhenti tetapi besar dan fungsinya bertambah sampai mencapai kematangan. Selanjutnya terjadi penyempurnaan dari mielinisasi sel-sel otak yang berlangsung lambat sampai anak berumur 4-6 tahun, kemudian proses tumbuh kembang otak sangat lambat sampai dewasa (70 tahun). Oleh karena kualitas seorang anak sebagian besar ditentukan oleh hasil tumbuh kembang otaknya, maka dapat disimpulkan bahwa masa paling menentukan dalam proses tumbuh kembang seorang anak ialah masa di dalam kandungan sampai anak berumur sekitar 2 tahun. Pada tahap ini dendrit dan sinapsis bertambah banyak, proses mielinisasi serabut saraf sehingga terjadi peningkatan dan penyempurnaan hubungan antara sel-sel di dalam otak, menyebabkan anak bertambah lama bertambah matang dalam fungsinya sesuai pula dengan latihan dan pengalaman yang didapat. Apabila fungsi otak terus aktif, dendrit dan sinaps akan terus bertambah sampai umur 70 tahun. Mengingat perkembangan tempurung/batok kepala berlangsung sampai umur 18 tahun (pertumbuhan linier), penutupan ubun-ubun besar umur sekitar 18 bulan–2 tahun, maka besar dan volume otak akan dipengaruhi oleh besarnya kepala. Karena itu besarnya kepala menjadi salah satu indikator perkembangan otak (DeBort, 1997).

Gangguan dan penyimpangan perkembangan otak

Gangguan perkembangan otak dapat terjadi sejak tahappaling awal organogenesis janin. Pada saat ibu menyadari dirinya hamil kandungan sudah berisi janin umur 3-4 minggu sudah dalam proses pembentukan jaringan otak dan susunan saraf pusat. Proses ini terus

Page 8: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

8

berlangsung sampai dengan minggu ke-12 (Volpe 2004, Menkes 2006, Swaiman 2007).

Proses pembentukan dan perkembangan otak tidak semuanya berjalan dengan baik, mulus, dan sehat. Banyak faktor penyebab gangguan pembentukan dan perkembangan otak anak sejak saat pembuahan, lahir, masa bayi, masa anak, sampai remaja. Sebelum ibu menyadari bahwa dirinya hamil, sesudah pembuahan saat pembelahan sel berlangsung, sudah dapat terjadi penyimpangan yaitu aberasi kromosom seperti trisomi ataupun monosomi yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan jaringan otak dan susunan saraf pusat (SSP) antara lain sindroma Down (trisomi 21), trisomi 13, dan lainnya (Jones, 2006). Pada awal kehamilan terutama minggu ke-2 sampai ke-16 di saat pembentukan organ, kekurangan gizi dan mikronutrien seperti iodium, zink, selenium, kekurangan asam folat, obat-obat teratogenik seperti obat peluntur haid, obat penenang seperti talidomid, keracunan logam berat seperti Hg atau Pb, infeksi intra uterin seperti TORCH, kekerasan karena usaha pengguguran dengan pijatan, dapat menyebabkan pembentukan otak tidak sempurna atau rusak.

Gangguan pembentukan otak dan susunan saraf pusat pada trimester pertama dapat berakibat gangguan anatomis berat dan kompleks seperti anensefali, meningokel, spina bifida, hidrosefalus, mikrosefalus, dan beberapa kelainan yang baru akan kelihatan beberapa waktu kemudian (Moore, 1982). Meskipun pengaruh polusi bahan organik pada ibu hamil yang bekerja di pabrik terhadap janinnya secara uji univariat tidak menunjukkan perbedaan perkembangan kognitif bermakna namun secara uji multivariat menunjukkan adanya pengaruh kurang baik terhadap perkembangan motorik, tingkah laku, perhatian, dan hiperaktivitas (Laslo-Baker et al., 2004). Akibat persalinan bermasalah dan bayi berat lahir rendah terjadi peningkatan palsi serebral dari 3% menjadi 9%, gangguan sensoris dari 3% menjadi 25% dan anak harus sekolah khusus dari 30% menjadi 50%. Ketidakmampuan intelektual pada bayi berat lahir < 1.500 gram adalah 5% dan meningkat menjadi 22% pada BBLSR < 800 gram (York and Devoe, 2002).

Selain itu faktor ibu sesudah bayi lahir seperti ibu yang mengalami depresi dalam periode satu tahun pertama dapat

Page 9: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

9

mengakibatkan gangguan perkembangan kognitif sampai umur 18 bulan, gangguan tingkah laku, gangguan perkembangan sosial dan perilaku terutama pada anak laki-laki usia balita (Grace et al., 2003).

Secara garis besar gangguan perkembangan otak dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) Gangguan anatomi struktur otak antara lain anensefali, ensefalokel, meningokel, hidrosefali, atrofi serebri, plagiosefali, tidak terbentuknya beberapa bagian otak dan sebagainya; 2) Gangguan fungsi otak dan susunan saraf pusat (SSP) meliputi antara lain gangguan perkembangan motorik kasar, motorik halus, gangguan bicara, gangguan perilaku, epilepsi, autis, ketidakmampuan intelektual, palsi serebral maupun disfungsi otak, serta Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH); 3) Gangguan baik anatomis maupun fungsi yang kompleks seperti terjadinya gejala sisa pasca ensefalitis/meningo ensefalitis, ventrikulomegali, pasca hipoksik ensefalopati dan pasca cedera otak; 4) Dismorfisme antara lain sindroma Down, sindroma Neurokutan, sindroma Dunde Walker (Jones, 2006).

Melihat jenis gangguan perkembangan otak tersebut dapat diartikan bahwa gangguan perkembangan otak bisa terjadi: 1) Sejak dalam kandungan sampai dewasa; 2) Bisa berlangsung secara akut dan progresif; 3) Bisa kronis tidak progresif tetapi terjadi perubahan yang nyata atau subklinis diikuti munculnya gangguan fungsi tergantung penyebabnya.

Deteksi dan intervensi gangguan perkembangan otak

Deteksi dini merupakan upaya penjaringan atau penemuan anak berkelainan (penemuan kasus) dan penyaringan atau penemuan faktor risiko (Sunartini, 2005). Tujuan deteksi dini adalah untuk menemukan kelainan atau penyakit yang menyebabkan sesuatu kecacatan dan ketidakmampuan sedini mungkin. Deteksi dini harus diikuti dengan tindak lanjut sebagai upaya pencegahan munculnya gejala klinis (pencegahan sekunder) dan terjadinya komplikasi atau gejala klinis yang lebih berat/(pencegahan tersier) Bagaimana dan oleh siapa proses deteksi dini untuk mengetahui adanya gangguan perkembangan otak dapat dilakukan?

Page 10: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

10

Penjaringan atau kegiatan penemuan kasus dimulai dari yang sederhana sampai yang kompleks dengan jalan mengenali kelainan yang nampak dari luar kemudian melakukan wawancara yang mendalam kapan kelainan ditemukan. Penemuan kelainan secara sederhana dapat dilakukan oleh 1) Orang tua dan keluarganya; 2) Masyarakat melalui tetangga dalam dasa wisma, PKK, kader sehat; 3) Pengasuh TPA, PAUD, guru TK, SD, SMP; serta 4) Dukun bayi yang terlatih, 5) Petugas kesehatan di lapangan (Puskesdes, Polindes, Puskesmas)

Penemuan kelainan dapat dilakukan sesuai dengan kelainan dan tingkat kekhususannya. Kelainan anatomis otak dan dismorfi wajah atau kepala, seperti anensefali, ensefalokel, hidrosefali, mikrosefali, meningokel, kelainan bentuk kepala dan wajah yang aneh, mudah dikenali langsung setelah lahir terutama oleh dokter dan bidan penolong persalinan. Orang tua dan keluarga dari bayi akan segera mengetahui bahwa bayi tersebut mempunyai kelainan fisik nyata.

Di tingkat masyarakat atau pelayanan kesehatan dasar yang diperlukan adalah alat atau tes skrining sederhana tetapi cukup sensitif, dan dapat dilaksanakan oleh tenaga medis maupun bidan dan perawat atau tenaga lain yang sudah dilatih seperti dalam Program Bina Keluarga dan Balita (BKB).

Penyaringan atau skrining adalah pemeriksaan yang dilakukan pada bayi dan anak yang kelihatannya sehat untuk menilai ada atau tidak adanya faktor risiko terjadinya kelainan neurologis di kemudian hari. Penyaringan dilakukan melalui metoda skrining dengan cara yang mudah dapat dilakukan secara masal dengan teknologi yang canggih. Penyaringan dilakukan oleh para petugas dan profesional kesehatan. Beberapa kriteria untuk dilakukan skrining antara lain: 1) Keadaan atau kelainan yang mempunyai nilai penting bagi kesehatan masyarakat; 2) Terdapat obat atau tindakan lain untuk menanganinya; 3) Adanya fasilitas diagnostik dan pengobatan yang memadai dan terbukti bekerja efektif untuk mengatasi kondisi yang belum pasti; 4) Keadaan dalam fase laten atau tanda awal yang dapat dikenali oleh orang tuanya dan diketahui oleh profesional (dokter, perawat atau bidan); 5) Pemeriksaan yang dilakukan sedapat mungkin yang sederhana, mudah, dan valid untuk kelainan yang masih menjadi pertanyaan. Sindroma Down dan beberapa sindroma kelainan otak

Page 11: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

11

dapat dideteksi dengan pemeriksaan kromosom dari cairan amnion sehingga di negara maju hasil pemeriksaan cairan amnion yang menunjukkan adanya kelainan kromosom yang berat dapat dipertimbangkan apakah kehamilan akan diteruskan atau diterminasi (abortus). Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa janin dengan kadar testosteron yang tinggi, ternyata kemudian menunjukkan anak dengan ciri-ciri autis. Hal ini sedikit banyak dapat memberikan andil mengapa anak laki-laki lebih banyak yang autis daripada anak perempuan (Auyeung et al., 2009). Demikian juga pemeriksaan alfafetoprotein janin untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya spina bifida dan anensefali (Croen et al., 2008). Penyaringan untuk menemukan faktor resiko gangguan perkembangan otak dapat juga dilakukan dengan penyaringan pada bayi baru lahir dengan menggunakan tetes darah kering di atas kertas saring (dry blood spot on filter paper). Metode ini telah digunakan secara luas di dunia untuk menemukan inborn error of metabolism antara lain hipotiroidisme kongenital, phenylketonuria (PKU), biopterin defficiency, Maple Syrup Urine Disease (MSUD), dan lainnya. Skrining pada bayi baru lahir umur 4 sampai 14 hari maksimal usia 1 bulan telah saya lakukan pada 10.000 bayi di daerah kekurangan iodium endemis di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Sebagai hasil didapatkan 1 (satu) di antara 1.250 bayi lahir hidup dengan hipotiroidisme kongenital baik yang tanpa gejala atau yang mulai menunjukkan gejala klinis ringan. Hipotiroidisme kongenital maupun kretin merupakan gangguan perkembangan mental yang dapat dicegah. Intellectual disabilities dan gangguan perkembangan global ini dapat dicegah dengan pemberian hormon tiroid (Levothyroxin/LT-4) secepatnya. Karena keterlambatan pemberian substitusi hormon tiroid setiap 1 (satu) bulan akan mengakibatkan IQ (Intelligence Quotion) turun 1 poin demikian juga untuk DQ (Developmental Quotion) (Tang et al., 2007).

Penemuan kelainan perkembangan otak yang meliputi adanya palsi serebral, gangguan pemusatan perhatian, gangguan emosi, gangguan perilaku adaptif, gangguan perkembangan sosial dapat dilakukan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

Page 12: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

12

melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (PNBAI, 2004). Klinik Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Sardjito secara rutin melakukan tes psikomotorik dan tes perkembangan lain dengan berbagai macam instrumen atau alat ukur. Kemampuan spesifik dari Klinik Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Sardjito yaitu dapat melakukan deteksi kelainan dengan alat-alat canggih seperti pemeriksaan elektromedik antara lain BERA, EEG dan polysomnografi. Alat-alat tersebut digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran, gangguan fungsi otak sampai gangguan tidur.

Layanan Khusus, Habilitasi, dan Rehabilitasi

Sesuai dengan kesepakatan negara-negara anggota PBB pada pertemuan puncak membahas kesejahteraan anak bulan September 1990 di New York, maka upaya pembinaan kesejahteraan anak (child survival), perkembangan anak (child development) dan perlindungan anak (child protection), ditekankan pada upaya pembinaan perkembangan anak (Ismail, 2001). Upaya tersebut menitikberatkan pada perkembangan otak bayi. Selain itu sebagai pengejawantahan komitmen deklarasi A World Fit for Children (WCF) disusun program nasional bagi anak dengan 4 bidang pokok yang menjadi perhatian khusus yaitu promosi hidup sehat (promoting healthy lives), penyediaan pendidikan yang berkualitas (providing quality education), perlindungan terhadap perlakuan salah, eksploitasi dan kekerasan (protecting against abuse, exploitation and violence) dan penanggulangan HIV /AIDS (combating HIV/AIDS) (Pokja PNBAI 2004).

Pemberian ASI merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan otak bayi. Semua unsur kandungan susu yang sangat bermanfaat untuk perkembangan otak secara alamiah terdapat dalam ASI tanpa resiko alergi. Karena itu program ASI eksklusif sampai 6 bulan merupakan upaya yang sangat penting. Tidak hanya dari segi nutrisi yang tidak ada bandingannya, tetapi konsumsi emosional psikologis dan kasih sayang semua mengalir lewat ASI. Selain itu

Page 13: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

13

dengan memberikan ASI secara baik dan benar akan memungkinkan ibu untuk melakukan deteksi dini adanya kelainan pada anak sekaligus dapat segera mengupayakan intervensi.

Imunisasi atau vaksinasi merupakan pemenuhan hak anak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Soetjiningsih, 2003, Depkes 2006). Di negara maju Medical Home Care dilakukan oleh dokter spesialis anak yang terlatih dan akrab dengan keluarga (Kastner et al., 2004).

Rehabilitasi adalah upaya pemulihan dan pengembalian ke fungsi yang seharusnya agar anak tumbuh kembang optimal. Rehabilitasi harus dilakukan secepatnya sejak ditemukan kelainan atau kemunduran perkembangan otak anak. Fisioterapi dapat dilakukan sejak baru lahir dengan berbagai cara. Habilitasi merupakan upaya mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik pada anak yang dilahirkan normal dan yang ada kelainan sejak lahir. Stimulasi dini merupakan upaya habilitasi yang penting antara lain dengan melakukan pacuan, rangsangan dan sentuhan halus, pijat bayi, musik, dongeng, dan dialog secara lebih komunikatif dengan anak. Pemenuhan hak anak melalui berbagai upaya dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di luar rumah tanpa diskriminasi.

Resolusi PBB no. 58/4 tanggal 22 Mei 2002 dilanjutkan dengan kesepakatan di kota Otsu Shiga Jepang tanggal 25-28 Oktober 2002 tentang Aksi BIWAKO Millenium Framework dan kemudian di Indonesia disusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat 2004–2013. Aksi Biwako kemudian dikembangkan menjadi Aksi BIWAKO Plus dengan 8 aksi meliputi kegiatan: 1) Penguatan organisasi swadaya penyandang cacat serta asosiasi keluarga dan orang tua penyandang cacat; 2) Peningkatan Wanita dengan kecacatan; 3) Deteksi dini, intervensi dini, serta pemenuhan pendidikan; 4) Pelatihan dan penempatan kerja termasuk wiraswasta; 5) Peningkatan akses untuk lingkungan yang telah dibangun dan transportasi umum; 6) Peningkatan akses informasi dan komunikasi termasuk teknologi informasi, komunikasi, dan alat bantu; 7) Pengentasan kemiskinan melalui peningkatan kemampuan perlindungan sosial dan kelangsungan hidup; 8) Peningkatan Hubungan internasional dan HAM penyandang cacat.

Page 14: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

14

Kemajuan dan Perkembangan dalam Pemenuhan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan bagi mereka yang berkebutuhan khusus tidak dapat berjalan sendirian. Pendidikan tersebut harus menjadi bagian dari strategi pendidikan secara keseluruhan, dan tjuga merupakan bagian dari kebijakan sosial dan ekonomi baru. Ini memerlukan peninjauan kembali kebijakan dan pelaksanaan dalam setiap tingkatan pendidikan, dari pra-sekolah hingga universitas, untuk memastikan bahwa kurikulum, aktivitas, dan program dapat terjangkau oleh semua lapisan secara maksimal.

Deklarasi Bandung “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif” yang dihasilkan pada 8-14 Agustus 2004 menyatakan: a) Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus handal; b) Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya sebagai individu bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural.

Hambatan dalam pelaksanaan

Masalah anak dengan kebutuhan khusus di bidang kesehatan belum menjadi prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi dan berbagai keadaan kurang gizi. Keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kusi roda, jalan yang aman bagi anak dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus sehingga anak tuna netra bisa mandiri sampai tujuan. Pengguna jalan sering kali menyebabkan kesulitan bagi anak berkebutuhan khusus. Fasilitas kesehatan masih sukar dicapai para penyandang cacat dan petugas kurang tanggap. Wajib belajar 9 tahun belum bisa dinikmati oleh sebagian anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus.

Page 15: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

15

Prospek ke depan

Anak harus dikembangkan sejak bayi sampai dewasa dengan kemampuan dan potensi masing-masing, karena itu skrining pada bayi baru lahir dan pemantauan perkembangan otak pada masa bayi harus mendapatkan prioritas dalam pelayanan kesehatan. Program habilitasi dan rehabilitasi dikembangkan di semua lini, mulai dari keluarga, masyarakat luas, puskesdes, puskesmas, semua kelas rumah sakit dan lembaga-lembaga tumbuh kembang anak. Pada saat ini Depdiknas telah mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan melalui PK dan PLK, pengelompokan jenis pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus bagi anak dikembangkan sesuai kebutuhan khusus anak. Program akselerasi di sekolah-sekolah dapat memfasilitasi anak-anak cerdas dan berkemampuan lebih seperti anak jenius, gifted, talented, sehingga mereka dapat menyelesaikan sekolah lebih cepat. Kebijakan dunia tentang inclusion education memberikan kesempatan luas bagi anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus, mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi telah mulai dilaksanakan di sekolah umum. Harapan dan kesempatan pengembangan potensi anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus lebih terbuka dan tertata.

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya memberikan sedikit pesan kepada para mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dari Program Pendidikan Dokter dan Program Pendidikan Ners, bahwa kemajuan dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan tenaga kesehatan yang saudara jalani harus dilengkapi dengan perilaku profesional yang etis dan bermoral sehingga nantinya saudara-saudara sebagai dokter dan perawat, harus selalu bekerja sama menjaga mutu pelayanan kesehatan anak dan keselamatan pasien dengan etis dan manusiawi. Saudara harus tanggap dan teliti terhadap kelompok anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus.

Kemitraan dokter, perawat, tenaga kesehatan lain dan orang tua harus betul-betul dijaga agar anak yang kita rawat bisa selamat, tumbuh kembang optimal, dan menjadi generasi penerus yang handal. Bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak saya harap betul-betul melatih diri menjadi dokter spesialis anak yang berkepribadian luhur, yang disiplin, yang jujur dan bertanggung jawab

Page 16: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

16

seperti amanah alm. Prof. Dr. Ismangoen, Sp.A(K) kepada kita semua – Dokter spesialis anak harus memandang anak secara utuh dengan segala hak anak yang melekat pada dirinya. Adalah kewajiban kita semua untuk memenuhi hak anak tersebut, antara lain memberikan nama secepatnya pada setiap bayi baru lahir, menstimulasi dan memonitor tumbuh kembangnya. Jangan lupa bahwa dasar pelayanan yang kita berikan adalah perikemanusiaan, kasihilah pasien-pasien itu seperti kita mengasihi anak-anak atau adik-adik kita sendiri.

Page 17: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

17

DAFTAR PUSTAKA

Ahyeung B, Baron-Cohen S, Ashwin E, Knickmeyer R, Taylor K, Hackett G, 2009, Fetal Testosterone and autistic traits, Bristish Journal of Psychology, 100;1-22.

DeBort K, 1997, Brain Development, Distributed in furtherance of the Acts of Congress of May 8 and June 30, 1914, Published by North Carolina Cooperative Extension Service;65-68

Departemen Kesehatan RI, 2006, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi dini Tumbuh Kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar, Jakarta.

Departemen Sosial RI, 2004, Rencana Aksi Nasional Penyandang Cacat (2004-2013) Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Grace SL, Evindar A, Stewart DE., 2003, Review Article: The effect of postpartum depression on child cognitive development and behavior: A Review and critical analysis of the literature, Arch Women Ment Health 6:263-274.

Homer CJ, Klatka K, Romm D, Kuhlthau K, Bloom S, Newacheck P, et al., 2008, A Review of the Evidence for the Medical Home for Children With Special Health Care Needs, Pediatrics; 122:e922-e937.

Ismail D., 2001. Peranan deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dalam upaya meningkatkan kualias sumber sumber daya manusia. Naskah pidato pengukuhan pada penerimaan Jabatan Guru Bersar FK UGM di Yogyakarta tanggal 10 Nopember 2001.

Jones, KL, 2006, Smith’s Recognizable Patterns of Human Malformation1 11th ed, Elsevier Saunders, Pennsylvania.

Kastner TA, Committee on Children with Disabilities, 2004, Managed Care and Children With Special Health Care Needs, Pediatrics; 114:1693-1698.

Kelompok Kerja Penyusunan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015, 2004, Bapenas.

Laslo-Baker D, Barrera M, Knittel-Keren D Kozer E, Wolpin J, et al., 2004, Child neurodevelopment outcome and Maternal Occupational Exposure to solvents, Arch Pediatr Adoles Med, 158:956-961.

Page 18: Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Sunartini Sp.ak Ph.d

18

Mahon M, Kibrige MS, 2004, Patterns od admission for Children with special needs to the paediatric assessment unit, Arch Dis Child; 89:165-169

Menkes JH, 2006, Child Neurology, Williams and Wilkins, Lippincott, Philadelphia

Narendra BM, Sularyo T, Soetjiningsih, Suyitno H Gde Ranuh IGN, Wiradisuria, 2005, Tumbuh Kembang Anak, edisi 1, Penerbit Buku Sagung Seto, Jakarta.

Soetjiningsih, 2003, Tumbuh Kembang Anak, edisi 2, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta

Sunartini Hapsara, 2005, Neonatal Screening for Congenital Hypothyroidism: Prevention of Mental Retardation in Children. 17th Asian Conference on Mental Retardation. 19-23 Nopember 2005; Yogyakarta

Sutaryo, 2005. Peran Hematologi–Onkologi anak dalam mening-katkan kecerdasan dan kesehatan anak. Naskah pidato pengukuhan pada penerimaan Jabatan Guru Besar FK UGM di Yogyakarta tanggal 23 Juni 2005..

Swaiman KF, Ashwal A, Ferriero DM, 2006, Pediatric Neurology, Principles and Practice, 14th ed, Mosby–Elsevier, Vol. 2,Philadelphia.

Tanuwijaya S., 2006, Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, edisi 2, Sagung Seto, Jakarta.

Volpe JJ, 2008, Neurology of the Newborn, Saunder Elsevier, Philadelphia.

World Health Organization, 2002, Target Kesehatan Dalam Tujuan Pembangunan Milenium, Pembahasan terhadap indikator, Indonesia.

York J, Devoe M, 2002, Health Issues in Survivors of Prematurity, South Med Journal, 95(9):969-976.