12
PENEMUAN HUKUM DALAM KASUS PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN Oleh : Nim : Dosen : Prof.Dr. Suhaidi,SH.,M.Hum. I.PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tanggal 1 Agustus 2010 yang lalu telah diadakan Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Mayarakat Madani (PPHIMM) yang bertempat di Hotel Red Top Jakarta. Tema yang diangkat dalam seminar sehari ini adalah ”Problematika Hukum Keluarga dalam Sistem Hukum Nasional: Antara Realitas dan Kepastian Hukum”.Hasil kajian para pakar dalam seminar ini membuahkan suatu kesimpulan yang sangat mengejutkan, yakni: 1. Profesor Bagir Manan (mantan Ketua MA) menyimpulkan bahwa,”Pencatatan perkawinan adalah sesuatu yang penting saja untuk dilakukan, oleh karena itu tidak mengurangi keabsahan perkawinanitu sendiri”. 2. Profesor Machfud M.D., (Ketua MK) menyatakan, ”Perkawinan sirri tidak menlanggar konstitusi, karena dijalankan sesuai akidah agama yang dilindungi Undang-undang Dasar 1945”. 3. Doktor Harifin A. Tumpa (Ketua MA sekarang) berpandangan,”Perkawinan yang tidak dicatatkan merupakan gejala umum dan didasarkan atas iktikad baik atau ada faktor darurat, maka hakim harus mempertimbangkan”.Selain dari pendapat diatas ada juga sebuah kasus yang menarikyang telah diputuskan pada tingkat banding dan telah menjadi Yurisprudensi tidak tetap Mahkamah Agung Republlik Indonesia.Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1776 K/PDT/2007. Yangmemutuskan Pernikahan Tjia Mie Joeng dengan Lion Tjoeng Tjen yang dilakukan secara adat, dan tidak tercatat pada pencatatan sipil dipandang tetap sah secara hukum. Perkara ini telah diputus padatanggal 28

Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

PENEMUAN HUKUM DALAM KASUS PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN

Oleh :Nim :Dosen : Prof.Dr. Suhaidi,SH.,M.Hum.

I.PENDAHULUANLatar Belakang

Pada tanggal 1 Agustus 2010 yang lalu telah diadakan Seminar  Sehari yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Mayarakat Madani (PPHIMM) yang bertempat di Hotel Red Top Jakarta. Tema yang diangkat dalam seminar sehari ini adalah ”Problematika Hukum Keluarga dalam Sistem Hukum Nasional: Antara Realitas dan Kepastian Hukum”.Hasil kajian para pakar dalam seminar ini membuahkan suatu kesimpulan yang sangat mengejutkan, yakni:

1. Profesor Bagir Manan (mantan Ketua MA) menyimpulkan bahwa,”Pencatatan perkawinan adalah sesuatu yang penting saja untuk dilakukan, oleh karena itu tidak mengurangi keabsahan perkawinanitu sendiri”.

2. Profesor Machfud M.D., (Ketua MK) menyatakan, ”Perkawinan sirri tidak menlanggar konstitusi, karena dijalankan sesuai akidah agama yang dilindungi Undang-undang Dasar 1945”.

3. Doktor  Harifin A. Tumpa (Ketua MA sekarang)  berpandangan,”Perkawinan yang tidak dicatatkan merupakan gejala umum dan didasarkan atas iktikad baik atau ada faktor darurat, maka hakim harus mempertimbangkan”.Selain dari pendapat diatas ada juga sebuah kasus yang menarikyang  telah  diputuskan  pada  tingkat  banding  dan  telah  menjadi Yurisprudensi  tidak  tetap  Mahkamah  Agung  Republlik  Indonesia.Putusan  Mahkamah  Agung  RI  Nomor 1776  K/PDT/2007.  Yangmemutuskan Pernikahan Tjia Mie Joeng dengan Lion Tjoeng Tjen yang dilakukan  secara  adat,  dan  tidak  tercatat  pada  pencatatan  sipil dipandang tetap sah secara hukum. Perkara ini telah diputus pada tanggal 28 Juli 2008 oleh Tim Yudisial F yang beranggotakan M. Hatta Ali, Andar Purba, S.H. dan Harifin A. TumpaS.H., M.H.

Rumusan MasalahBagaimanakah Penemuan Hukum yang dilakukan oleh Hakim Agung pada

putusanMahkamah Agung RI Nomor 1776 K/PDT/2007.

II. PEMBAHASAN

  Perkawinan tidak tercatat yang dilakukan oleh Yulianto alias LiongTjoeng Tjen dengan

Mimi alias Tjia Mie Joeng. Yulianto dan Mimi telah melangsungkan pernikahan secara adat Cina pada hari Selasa tanggal26  September  1996,  yang  kemudian  dilanjutkan  dengan  upacaraseremonial di New Hong Kong Restaurant Malang. Setelah melangsungkan prosesi perkawinan secara adat Cina yang  kemudian  dilanjutkan  dengan  upacara  seremonial  resepsi perkawinan,

Page 2: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

pasangan suami istri ini kemudian hidup dan membina R u m a h T a n g g a d i s e b u a h r u m a h d i J l . S u l f a t A g u n g X I I / 1 9 R T / R W 02/21 Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Pada awalnya,  rumah  ini  dibeli  oleh  Yulianto  jauh sebelum  mereka melangsungkan  perkawinan.  Rumah  ini  dibeli  oleh  Yulianto  inidiperuntukkan sebagai mas kawin kepada istrinya Mimi.Pada hari Jum’at tanggal 31 Desember 2004, Yulianto alias LiongTjoeng Tjen meninggal dunia dan meninggalkan Mimi alias Tjia Mie Joeng sebagai  istri  dalam  perkawinan  secara  adat  dan  agama.Perkawinan ini tidak dikaruniai seorang keturunan pun.

MeninggalnyaYulianto  secara  langsung  membuat  Mimi  berstatus  janda  dengan konsekuensi pembagian persatuan harta bergerak ataupun benda tidak b e r g e r a k y a n g a d a . P a s c a m e n i n g g a l n y a Y u l i a n t o , t e r n y a t a t i m b u l masalah pembagian harta peninggalan antara Mimi selaku janda dari Yulianto  dengan  pihak  keluarga  Yulianto  sendiri.  Hal  ini  terjadi mengingat banyaknya harta yang ditinggalkan Yulianto. Guna  mempertahankan  haknya,  Mimi  alias  Tjia  Mie  Joeng membawa perkara ini ke Pengadilan Negeri Malang. Mimi alias Tjia MieJ o e n g m e l a l u i K u a s a H u k u m y a n g b e r n a m a H e r r y W i d j i a n t o , S . H . , berdasarkan Surat Kuasa Khusus mengajukan gugatannya terhadap pihak keluarga Yulianto yang dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Hukum y a n g b e r n a m a M u s o l i , S . H . , p a d a t a n g g a l 2 7 J a n u a r i 2 0 0 6 y a n g didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Malang pada tanggal 27F e b r u a r i   2 0 0 6   d i   b a w a h   R e g i s t e r   P e r k a r a   N o m o r : 24/Pdt.G/2006/PN.Mlg.

Selama menjalani prosesi persidangan, baik pihak Mimi alias TjiaMie Joeng melalui Kuasa Hukumnya selaku Penggugat dengan pihak keluarga Yulianto alias Liong Tjoeng Tjen yang juga melalui Kuasa Hukumnya, telah mengajukan berbagai alat bukti guna menguatkan dalil masing-masing. Setelah Majelis Hakim melakukan rapat musyawarah majelis  hakim  pada  tanggal 1  Agustus  2006,  kemudian  Putusan dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada tanggal 8Agustus  2006,  dengan  amar  putusan  yang  menyatakan  bahwa Penggugat (Mimi alias Tjia Mie Joeng) adalah janda dari Yulianto aliasL i o n g T j o e n g T j e n d a n b e r h a k a t a s h a r t a y a n g d i t i n g g a l k a n o l e h Yulianto alias Liong Tjoeng Tjen dan pihak keluarga Yulianto sendiri.

Hal ini terjadimengingat banyaknya harta yang ditinggalkan Yulianto. Guna mempertahankan haknya, Mimi alias Tjia Mie Joengmembawa perkara ini ke Pengadilan Negeri Malang. Mimi alias Tjia MieJ o e n g m e l a l u i K u a s a H u k u m y a n g b e r n a m a H e r r y W i d j i a n t o , S . H . , berdasarkan Surat Kuasa Khusus mengajukan gugatannya terhadappihak keluarga Yulianto yang dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Hukumy a n g b e r n a m a M u s o l i , S . H . , p a d a t a n g g a l 2 7 J a n u a r i 2 0 0 6 y a n g didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Malang pada tanggal 27F e b r u a r i 2 0 0 6 d i b a w a h R e g i s t e r P e r k a r a N o m o r : 24/Pdt.G/2006/PN.Mlg.

Tidak puas dengan Putusan Pengadilan Negeri Malang, pihak keluarga Yulianto melalui Kuasa Hukumnya kemudian mengajukan banding  kepada  Pengadilan Tinggi  Malang  melalui  Kepaniteraan Pengadilan Negeri Malang pada tanggal 16 Agustus 2006. Permohonan banding ini kemudian diberitahukan kepada Kuasa Hukum Mimi aliasTjia Mie Joeng pada tanggal 6 September 2006. Setelah menerima Memori Banding dan Kontra Memori Bandingdari kedua belah pihak, kemudian Majelis Hakim melakukan Rapat Musyawarah Majelis Hakim pada hari

Page 3: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

Kamis tanggal 15 Maret 2007 dan membacakan putusan tersebut pada sidang terbuka untuk umum pada hari  itu  juga.  Amar  putusan  Nomor  546/PDT/2006/PT.SBYmenerangkan  bahwa pihak  keluarga  Yulianto  berhak  atas  harta peninggalan Yulianto. Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya, perkawinan yangdilakukan antara Mimi dengan Yulianto dianggap tidak pernah terjadi karena pernikahan mereka tidak tercatat dalam Pencatatan sipil. Tidak puas dengan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya, Mimi alias Tjia Mie Tjoeng mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung RI. Pe rka ra i n i d i a jukan o l eh Pengad i l an Nege r i Ma lang dengan Su ra t Pengantar Nomor  :  W14.U2.1160.DA.01.01.VIII.07  tertanggal  28September 2007. Perkara ini telah diputus pada tanggal 28 Juli 2008.

Oleh Tim Yudisial F yang beranggotakan M. Hatta Ali, Andar Purba, S.H.dan Harifin A. TumpaS.H., M.H. Putusan ini kemudian dijadikan sebagai salah satu Yurisprudensi tidak tetap Mahkamah Agung RI. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1776K/PDT/2007, dalam amarnya dinyatakan bahwa; P e r n i k a h a n T j i a M i e J o e n g d e n g a n L i o n T j o e n g T j e n y a n g dilakukan secara  adat,  dan  tidak  tercatat  pada  pencatatan  sipil dipandang tetap sah dan Penggugat harus dinyatakan sebagai jandaLiong Tjoeng Tjen .

Analisis KasusDari  kasus  diatas  saya  akan  mencoba  mengalisis  putusan Mahkamah Agung yang

memutuskan sama dengan Pengadilan Negeri Malang. Putusan yang memenangkan Mimi alias Tjia Mie Joeng. Mimidipandang oleh sebagai istri sah dari Yulianto alias Liong TjoengTjen, sekalipun perkawinannya tidak dicatatkan pada kantor catatansipil setempat. Sehingga Mimi a l i a s T j i a Mie Joeng mendapatkanbagian harta bersama dan bagian harta warisan dari si pewaris.

Bila kita membaca Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa, Perkawinan adalah sah apabila  dilakukan  menurut  hukum  masing-masing  agamanya  dan kepercayaannya itu, pada ayat (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurutperaturan perundang-undangan yang berlaku.D a r i k l a u s u l p a s a l d i a t a s d e n g a n t e g a s d a n j e l a s s a h n y a s u a t u perkawinan  ditentukan  dengan  agama  dan  kepercayaan  masing-mas ing . Be ra r t i b i l a sua tu pe rkawinan t e l ah d i l aksanakan menuru t agama  dan kepercayaan  masing-masing,  maka  perkawinannyadianggap sah oleh hukum positif.Sedangkan Pada Pasal 2 ayat (2) hanya menyebutkan tiap-tiapperkawinan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yangberlaku.

Dalam ayat (2) ini tidak ada kata-kata yang menyatakan sahnya suatu perkawinan apabila dicatatkan menurut peraturanperudang-undangan yang berlaku. Pada ayat (2) juga tidak kata-kata yang mewajibkan / menharuskan / memberikan sanksi administratif kepada pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan. Maka  dari  itu  Hakim Agung pada  kasus  diatas  menggunakan interpretasi terhadap teks-teks Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-UndangPerkawinan. Hakim Agung pada kasus diatas memandang pasal 2 ayat(1) merupakan syarat mutlak sahnya suatu perkawinan. Berarti Pasal 2ayat  (1)  bersifat  imperatif, memaksa  setiap  orang  yang  inggin melaksanakan perkawinan mesti dilaksanakan menurut agama dan kepe rcayaan mas ing -mas ing .

Page 4: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

Sedangkan Pasa l 2 aya t ( 2 ) , Hak im Agung  hanya  melihat  ketentuan  itu  sebagai aturan  yang  bersifat fakultatif (tidak memaksa) dan tidak menjadi syarat sah atau tidaknyasuatu perkawinan.Didalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dinyatakanbahwa , Pe rkawinan ada l ah s ah apab i l a d i l akukan menuru t hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, pada ayat (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pada pa sa l d i a t a s t ak ada s a tu pun k l ausu l yang menya t akan perkawinan tidak sah bila tidak dicatatkan atau Perkawinan sah apabiladicatatkan. kita tak akan temukan kalimat ini pada pasal diatas.Dengan  tegas  pada  pasal  2  ayat  (1)  menyatakan sahnya perkawinan itu bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepe rcayaan .

J ad i s ah a t au t i daknya sua tu pe rkawinan bukan ditentukan  oleh pencatatan,  melainkan  disyaratkan  dengandilangsungkan secara hukum agama masing-masing.Seperti  yang  dinyatakan  oleh  Prof.  Bagir  Manan,  pencatatan merupakan sesuatu yang penting saja, tidak mengurangi keabsahan perkawinan bila tidak dicatatkan. Dari kata-kata beliau dapat ditarik kesimpulan bahwa, sahnya perkawinan tidak disangkut pautkan dengan pencatatan. Berarti hukum positif Indonesia memandang perkawinan yang tidak dicatatkan adalah sah (legal). Konsekuesi dari perkawinan yang sah ialah memiliki pasangan yang sah, anak-anak yang sah (bila dilahirkan sepanjang perkawinan yang sah), dan mereka bisa saling mewarisi satu sama lain.Namun demi keamanan dan mempermudah pembuktian, alangkah baiknya perkawinan yang dilangsungkan dicatatkan pula pada Kantor Urusan Agama (un tuk Mus l im) a t au D inas Ca t a t an S ip i l ( bag i Non Muslim).  Karena  ada  sebagian  praktisi  hukum_seperti  hakim  dan panitera_berpendapat,  sahnya  perkawinan  juga  ditentukan  degan dicatatkan atau tidak dicatatkan.

Metode InterpretasiDalam  kasus  ini  Hakim  Mahkamah  Agung  telah  melakukan penemuan hukum dengan metode interpretasi terhadap teks Undang-Undang yang d ipandang t i dak j e l a s . Me tode penemuan hukum i t u terbagi atas 3, yakni :1. Interpretasi : Menafsirkan terks peraturan-perundang-undanganyang ada, namun tidak secara jelas mengatur.2.Argumentasi  :  Metode  penemuan  hukum  dengan  caramelengkapi aturan yang telah ada namun tidak mengatur secaralengkap. Hanya ada aturan-aturan yang bersifat umum, sehinggaperlu ditemuakan aturan yang bersifat khusus mengatur sebuahperistiwa hukum.3.Eksposisi : Menemukan hukum yang pada awalnya sama sekali tidak ada diciptakan menjadi ada. Sehingga dibutuhkan kontruksi hukum untuk mengisinya. Sudikno mertokusumo mengemukakan dalam bukunya Penemuan Hukum Sebuah Pengantar: “Interpretasi adalah metode penemuan hukum dalam hal peraturan yang   tetatapi  tidak  jelas  untuk  diterapkan  pada peristiwannya. Sebaliknya dapat terjadi juga hakim harus memeriksa mengadili pekara yang tidak ada peraturannya yang khusus. Disitu hakim menghadapi ketidak lengkapan Undang-Undang yang harus diisi atau dilengkapi,sebab hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili pekara yang tidak ada peraturanya yang khusus. Di sini hakim menghadapi kekosongan atau ketidak lengkapan undang-undang yang harus

Page 5: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

diisi a t au d i l engkap i , s ebab hak im t i dak bo l eh meno l ak memer ik sa dan mengadili pekara dengan dalih tidak ada hukumnya atau tidak lengkap hukumnya…

Dalam hal ini apa yang harus dilakukan oleh hakim untuk menemukan hukumnya? Untuk mengisi kekosongan digunakan metode berpikir analogi, metode penyempitan hukum dan a contrario ”Achmad Ali membedakan metode penemuan hukum menjadi dua,yaitu metode interpretasi dan metode konstruksi. Pada interpretasi, penafsiran  terhadap teks Undang-Undang, masih tetap berpegangterhadap bunyi teks. Sedangkan dalam konstruksi hakim menggunakanpena l a r an l og i snya un tuk mengembangkan l eb ih l an ju t sua tu t eks Undang-Undang dimana hakim tidak lagi berpegang pada bunyi teks.Shidar ta j uga membedakan penemuan hukum men jad i dua , yakn i Interpretasi dan Konstruksi hukum, dan dalam hal ini argementasidisamakan dengan metode interpretasi.

Ada beberapa metode interpretasi yang dijelaskan oleh BamabangSutiyoso, Yaitu:1. Interpretasi Gramatikal Penafsiran menurut bahasa.2. Interpretasi OtentikPenafsiran menurut batasan yang dicantumkan dalam peraturan itusendiri yang biasanya diletakan pada bagian penjelasan, rumusan ketentuan umumnya, maupun dalam salah satu rumusan pasal lainya. 3.Interpretasi Teleologis (Sosiologis)Penafsiran berdasarkan tujuan kemasyarakatan. 4.Interpretasi Sistematis (logis).Penafsiran yang mengaitkan peraturan yang satu dengan peraturanlainnya.5. Interpretasi HistorisPenafsiran dengan menyimak latar belakang sejarah hukum atau sejarah perumusan suatu ketentuan tertentu.6.Interpretasi Komparatif Membandingkan aturan sistem hukum yang satu dengan aturanyang ada pada sistem hukum lainya.7. Interpretasi FuturistisPenafsiran  dengan  mengacu  pada  Rancangan  PeraturanPerundang-Undangan  atau rumusan  yang  dicita-citakan  (iusconstituendum).8. Interpretasi Reskriptif  Penafsiran dengan membatasi suatu ketentuan9. Interpretasi Ekstensif Penafsiran dengan memperluas cakupan suatu aturan.10.Interpretasi Interdisipliner Penafsiran dengan menggunakan dengan berbagai disiplin ilmuhukum.11. Interpretasi Multidisiplener.Penafsiran dengan mempergunakan berbagai ilmu lain di luar ilmu hukum. 12. Interpretasi KontrakPenentuan makna yang harus ditetapkan dari pernyataan yangdibuat oleh para pihak dalam kontrak dan akibat-akibat hukum yang timbul karenanya

Analisa saya, Hakim Agung telah menerapkan 2 metode penafsiran dalam menyelesaikan  permasalahan  status  sah  atau  ridaknya perkawinan yang dilangsungkan oleh Yulianto alias Liong TjoengTjen dengan Mimi alias Tjia Mie Joeng secara adat.

1. Interpretasi Gramatikal

Pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan 1974 sangat gamblang dinyatakan  bahwa sahnya suatu  perkawinan bila  dilaksanakan menurut agama dang kepercayaan masing-masing. Dari bunyikalimat pasal diatas jelas lah bahwa kata-kata “Perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Maka dari itu bisa ditafsirkan pasal diatas bersifat memaksa kepada tiap-tiap orang yang ingin melaksanakan perkawinannya  agar  lembaga  perkawinan  mereka  sah  secara hukum harus diselenggarakan sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

Page 6: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

Sedangkan Pada ayat (2) nya tidak ada klausul yang bisa di interpretasikan  menjadi ketentuan  yang  bersifat  imperatif  (memaksa). Menurut analisa kami Hakim menganggap ketentuantersebut bersifat vakultatif (tidak memaksa). Sehingga perkawinanantara Yulianto alias Liong Tjoeng Tjen dengan Mimi alias Tjia MieJoeng adalah sah sekalipun tidak didaftarkan pada kantor catatansipil setempat.2. Interpretasi Teleologis (Sosiologis)Kami melihat kasus diatas juga diinterpretasikan dengan metodeTeleologis. Karena menurut norma-norma yang ada dimasyarakat,perkawinan itu sudah bisa dikatakan sah sekalipun tidak dicatatkan.Apabila perkawinan tidak sah maka hubungan yang dilakukan oleh sepasang insan tersebut adalah perzinaan, dan akan melahirkan anakharam (zina).

Secara sosiologis Pasal 2 ayat (1) sudah sangat sesuai dengan  nilai-nilai,  kebiasaan  dan pemahaman  yang  ada  pada masyarakat.  Namun  Pasal  2  ayat  (2)  belum  bisa  dilaksanakan sepenuhya oleh masyarakat Indonesia.Yulianto dan Mimi telah melangsungkan pernikahan secara adat Cina pada hari Selasa tanggal 26 September 1996, yang kemudian dilanjutkan dengan upacara seremonial di New Hong Kong Restaurant Malang. Setelah melangsungkan prosesi perkawinan secara adat Cinayang  kemudian  dilanjutkan  dengan  upacara  seremonial  resepsi perkawinan, pasangan suami istri ini kemudian hidup dan membina Rumah Tangga d i s ebuah rumah d i J l . Su l f a t Agung XI I / 19 RT/RW 02/21 Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang.

  Prosedur Penemuan Hukum1.Hakim  harus  menemukan  peristiwa  kongkrit  dari  suatu problem. Peristiwa kongkrit dari kasus ini ialah menikahnyaYulianto alias Liong Tjoeng Tjen dengan Mimi alias Tjia MieJoeng telah melangsungkan pernikahan secara adat Cina pada  hari  Selasa  tanggal  26  September 1996,  yang kemudian dilanjutkan dengan upacara seremonial di New Hong Kong Restaurant Malang.

2.Peristiwa hukumnya adalah perbuatan hukum perkawinan.Perbuatan hukumnya tidak dicatatkan pada kantor catatansipil.3. Aturan hukumnya, Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.4. Putusannya,  perkawinan  tetap  sah sekalipun  tidak dicatatkan pada kantor cacatan sipil.  III.PENUTUPHakim  Agung  telah  melakukan  penemuan  hukum  dengan menggunakan  metode interpretasi.  Dari  sekian  banyak  metode interpretasi Hakim Agung menerapkan 2 metode penafsiran dalam menyelesaikan permasalahan status sah atau tidaknya perkawinanyang dilangsungkan oleh Yulianto alias Liong Tjoeng Tjen denganMimi alias Tjia Mie Joeng secara adat.

3. Interpretasi Gramatikal

Pada Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan 1974 sangat gamblang dinyatakan  bahwa sahnya suatu perkawinan bila  dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing.  Dari

Page 7: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

bunyi kalimat pasal diatas jelas lah bahwa kata-kata “Perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Maka dari itu bisa ditafsirkan pasal diatas bersifat memaksa kepada tiap-tiap orang yang ingin melaksanakan perkawinannya  agar  lembaga  perkawinan  mereka  sah  secara hukum harus diselenggarakan sesuai agama dan kepercayaanmasing-masing.

Sedangkan Pada ayat (2) nya tidak ada klausul yang bisa di interpretasikan menjadi  ketentuan  yang  bersifat  imperatif (memaksa). Menurut analisa saya Hakim menganggap ketentuan tersebut bersifat vakultatif (tidak memaksa). Sehingga perkawinan antara Yulianto alias Liong Tjoeng Tjen dengan Mimi alias Tjia MieJoeng adalah sah sekalipun tidak didaftarkan pada kantor catatan sipil setempat.

4. Interpretasi Teleologis (Sosiologis)Kami melihat kasus diatas juga diinterpretasikan dengan metode Teleologis. Karena

menurut norma-norma yang ada dimasyarakat,perkawinan itu sudah bisa dikatakan sah sekalipun tidak dicatatkan.Apabila perkawinan tidak sah maka hubungan yang dilakukan oleh sepasang insan tersebut adalah perzinaan, dan akan melahirkan anak haram (zina). Secara sosiologis Pasal 2 ayat (1) sudah sangat sesuai dengan  nilai-nilai,  kebiasaan  dan pemahaman  yang  ada  pada masyarakat.

 Namun  Pasal  2  ayat  (2)  belum  bisa  dilaksanakan sepenuhya oleh masyarakat Indonesia. Di dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dinyatakan bahwa , Pe rkawinan ada l ah s ah apab i l a d i l akukan menuru t hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, pada ayat (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada pa sa l d i a t a s t ak ada s a tu pun k l ausu l yang menya t akan perkawinan tidak sah bila tidak dicatatkan atau Perkawinan sah apabila dicatatkan. kita tak akan temukan kalimat ini pada pasal diatas.Dengan  tegas  pada  pasal  2  ayat  (1)  menyatakan sahnya perkawinan itu bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepe rcayaan .

J ad i s ah a t au t i daknya sua tu pe rkawinan bukan ditentukan  oleh pencatatan,  melainkan  disyaratkan  dengandilangsungkan secara hukum agama masing-masing.Seperti  yang  dinyatakan  oleh  Prof.  Bagir  Manan,  pencatatanmerupakan sesuatu yang penting saja, tidak mengurangi keabsahanperkawinan bila tidak dicatatkan. Dari kata-kata beliau dapat ditarik kesimpulan bahwa, sahnya perkawinan tidak disangkut pautkan dengan pencatatan. Berarti hukum positif Indonesia memandang perkawinan yang tidak dicatatkan adalah sah (legal). Konsekuesi dari perkawinan yang sah ialah memiliki pasangan yangsah, anak-anak yang sah (bila dilahirkan sepanjang perkawinan yangsah), dan mereka bisa saling mewarisi satu sama lain.

Namun demi keamanan dan mempermudah pembuktian, alangkah baiknya perkawinan yang dilangsungkan dicatatkan pula pada Kantor Urusan Agama (un tuk Mus l im) a t au D inas Ca t a t an S ip i l ( bag i Non Muslim).  Karena  ada  sebagian  praktisi  hukum_seperti  hakim dan panitera_berpendapat,  sahnya  perkawinan  juga  ditentukan  degan dicatatkan atau tidak dicatatkan.

Page 8: Penemuan Hukum Dalam Kasusperkawinan Yang Tidak Dicatatkan

DAFTAR PUSTAKA

Aulia  Rahmat, Legisme  Vs  Rechsvinding  di Indonesia,Perkawinan  Yang  Tidak  Tercatat Dalam  WajahHukum Indonesia,Catatan Facebook, 2010. Terakhir kalidiakses  Pada  tanggal  25  Januari  2011  melalui link:http://www.facebook.com/note.php? note_id=404362891869 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan HukumYang Pasti Dan Berkeadilan,UII Press Yogjakarta, Yogjakarta, 2009.