21
Pengantar Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta dalam proses pengelolaan negara. Sebagai lembaga politik, partai politik telah mengalami sejarah yang panjang meskipun belum cukup tua dan merupakan organisasi baru dalam kehidupan manusia terutama di negara modern. Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai partai politik dimulai. Sarjana-sarjana yang berjasa memelopori antara lain adalah M. Ostrogorsky (1902), Robert Michels (1911), Maurice Duverger (1951), dan Sigmund Neumann (1956). Setelah itu, beberapa sarjana behavioralis, seperti Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, secara khusus meneropong masalah partai dalam hubungannya dengan pembangunan politik. Kedua sarjana ini kemudian menuangkan pemikiran dan hasil studinya dalam buku berjudul Political Parties Political Development (1966). Di samping itu, G. Sartori dengan bukunya Parties and Party Systems: A Framework dor Analysis (1976) merupakan ahli lebih kontemporer yang terkenal. Sejarah Pekembangan Partai Politik Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupak faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secaha spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemarintah di pihak lain. Partai awal berkembangnya, pada akhir dekade 18-an di negara- negara Barat seperti Inggris dan Perancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan

partai politik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: partai politik

Pengantar

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta dalam proses

pengelolaan negara. Sebagai lembaga politik, partai politik telah mengalami sejarah yang panjang

meskipun belum cukup tua dan merupakan organisasi baru dalam kehidupan manusia terutama di

negara modern.

Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai partai politik dimulai. Sarjana-sarjana yang

berjasa memelopori antara lain adalah M. Ostrogorsky (1902), Robert Michels (1911), Maurice

Duverger (1951), dan Sigmund Neumann (1956). Setelah itu, beberapa sarjana behavioralis, seperti

Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, secara khusus meneropong masalah partai dalam

hubungannya dengan pembangunan politik. Kedua sarjana ini kemudian menuangkan pemikiran

dan hasil studinya dalam buku berjudul Political Parties Political Development (1966). Di samping

itu, G. Sartori dengan bukunya Parties and Party Systems: A Framework dor Analysis (1976)

merupakan ahli lebih kontemporer yang terkenal.

Sejarah Pekembangan Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan

bahwa rakyat merupak faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik,

maka partai politik telah lahir secaha spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di

satu pihak dan pemarintah di pihak lain.

Partai awal berkembangnya, pada akhir dekade 18-an di negara-negara Barat seperti Inggris

dan Perancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok dalam parlemen. Kegiatan ini

mula-mula bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap

tuntutan-tuntutan raja.

Dengan meluasnya hak pilih, legiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan

terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya

menjelang masa pemilu (kadang-kadang dinamakan caucus party). Pada akhir abad ke-19 lahirlah

partai politik, yang berkembang menjadi penghubung (link) antara rakyat si satu pihak dan

pemerintah di pihak lainnya.

Partai semacam ini dalam praktiknya hanya mengutamakan kemenangan dalam pemilu,

sedangkan pada masa antara dua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Partai ini dinamakan

patronage party (partai lindungan yang dapat dilihat dalam rangka patron-client relationship), yang

juga bertindak sebagai semacam broker. Partai mengutamakan keunggulan dalam jumlah anggota,

oleh karena itu, sering dinamakan partai massa, biasanya terdiri atas pendukung dari berbagai aliran

politik dalam masyarakat, yang sepalat bernaung di bawahnya untuk memperjuangkan suatu

Page 2: partai politik

program tertentu, biasanya programnya luas dan agak kabur karena terlali banyak memperjuangkan

kepentingan yang berbeda-beda. Contoh : Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat.

Dalam perkembangannya, di dunia Barat timbul pula partai di luar Parlemen, Partai-partai

ini kebanyakan bersandar pada suatu asas atau ideologi atau Weltanschauung tertentu seperti

Sosialisme, fasisme, Komunisme, Kristen Demokrat, dan sebagainya.

Pimpinan partai yang biasanya sangat sentralis menjaga kemurnian doktrin politik yang

dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang

meyimpang dari garis partai yang telah ditetapkan. Biasanya partai seperti ini disebut Partai Kader,

Partai Ideologi, atau Partai Asas(Sosialisme, Fasisme, Kmunisme, Sosial Demokrat). Ia mempunyai

padangan hidup yang digariskan dalam kebijakan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai

yang ketat dan mengikat.

Dalam setiap partai terdapat unsur lindunagn (patronage) serta perantara (brokerage) di

samping pandangan ideologi/asas/pandangan hidup.

Pada masa Perang Dunia I telah timbil klasifikasi partai berdasarkan ideologi dan ekonomi

yaitu partai “Kiri” dan partai “Kanan”. Pembagian ini berasal dari Revolusi Perancis waktu

parlemen mengadakan sidang pada tahun 1879. Para pendukung raja dan struktur tradisional duduk

di sebelah kanan panggung ketua, sedangkan yang menginginkan reformasi dan perubahan duduk di

sebela kiri.Jika digambarkan dalam spektrum linier, maka terdapat di satu ujung sikap “ekstrem

Kiri” (yaitu campur tangan negara dalam kehidupan sosial dan ekonomi secara total), dan di ujung

yang lain sikap “ekstrem kanan” (pasar bebas total).

Pembedaan Ideologi “Kanan” dan “Kiri”

“KIRI” “KANAN”

Perubahan, kemajuan

Kesetaraan (equality) untuk lapisan bawah

Campur tangan negara (dalam kehidupan

sosial/ekonomi)

Hak

Status quo, konservatif

Privilege (untuk lapisan atas)

Pasar bebas

Kewajiban

Setelah Perang Dunia II, partai-partai politik di dunia Barat cenderung meningglakan tradisi

membedakan antara berbagai jenis partai, (seperti patronage vs ideologi/Weltanschauung, massa vs

kader, dan “Kiri” vs “Kanan”). Hal ini disebabkan ada keiginan pada partai-partai kecil untuk

menjadi partai besar dan menang dalam pemilu.

Jadi, di negara Barat yang sudah mapan ada ecenderungan ideologi ekstrem “Kiri” bergeser

secara sentripetal ke sisi tengah (trend to the center), begitu juga ekstrem “Kanan”. Mulai tahun 60-

Page 3: partai politik

an terjadi semacam konvergensi anara “Kiri” dan “Kanan” yang oleh Otto Kircheimer dinamakan

“de-ideologisasi” partai-partai. Kovergensi ini berdampak pada jumlah pemilih, lebih banyak

konvergensi menghasilkan lebih banyak pemili da sebaliknya.

Karena perkembangan ini, timbul sejenis partai modern yang oleh Otto Kircheimer disebut

catch all party, yaitu partai yang ingin menghimpun semaksimal mungkin dukungan dari berbagai

macam kelompok masyarakat. Ciri khas dari partai semacam ini ialah terorganisasi secara

profesional dengan staf yang bekerja penuh waktu, dan memperjuangkan kepentingan umum.

Daniel Bell (1960)dalm bukunya The End of Ideology: On the Exhaustion of Political Ideas

in the Fifties, menguraikan bahwa:

Di Barat, ada knsensus di antara para intelektual tentang masalah politik, yaitu: diterimanya negara kesejahteraan (Welfare

State); diidamkanya desentralisasi kekuasaan; sebuah sistem ekonomi campuran (mixed economy) dan pluralisme politik

(political pluralism). Dengan demikian masa ideologi telah berakhir (In the Western word, therefore, there is a rough

consensus among intellectuals on olitical issue: the acceptance of a Welfare State; the desirability of decentralized power;

a system of mixed economy and of political pluralism, in the sense, too, the ideological has ended).

Definsi Partai Politik

Partai politik adala suatu kelompok terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

niali-nilai, dan cita-cita yang sama, Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan

politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan

programnya. Beberapa contoh definisi yang dibuat para ahli ilmu klasik dan kontemporer seperti:

Carl J. Frederich

Partai politik adalah sekumpulan manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujua merebut atau mempertahankan

penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota

partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil (A political party is a group of human beings, stably organized with

the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to

members of the party, though such control idea and material benefits and advantages).

Sigmun Neumann dalam bukunya Moder Political Parties mengemukakan bahwa:

Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk mengasai kekuasaan pemerintahan serta

merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang memuyai

pandangan yang berbeda (A political party is articulate organization of society’s active political agents; those who are

concerned with the control of governmental polity power, and who compete for popular support with other group or groups

holding divergent views).

Menurut Giovanni Sartori:

Partai politik adala suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan dan melalui pemilu itu mampu menempatkan calon-

calonnya untuk memduduki jabatan-jabatan politik (A party is any political groups that present at elections,a nd is capable

of placing through elections candidates for public office).

Fungsi Partai Politik

Page 4: partai politik

♦ Fungsi di Negara Demokrasi

◦ Sebagai Sarana Komunikasi Politik

Di masyarakat modern yang luas dan kmpleks bayak ragam endapat dan aspirasi yang

berkembang. Proses penampungan pendapat dan aspirasi dinamakan penggabungan kepentingan

(interest agregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi diolah dan dirumuskan dalam

bentuk yang lebih teratur yang dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Agregasi

dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik. Partai politik kemudian

merumuskan menjadi usul kebijakan yang dimasukkan dalam program atau platform partai (goal

for mulation) untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar

dijadikan kebijakan umum (public policy).

Partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan

kebijakan-kebijakan pemerintah. Partai politik memainkan peranan penting sebagai penghubung

antara pemerintah dan yang diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena di satu

pihak, kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, di pihak lain

pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.

Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai perantara (broker)

dalam suatuu bursa ide-ide (clearing house of idea). Menurut Sigmund Neumann dalam

hubungannya dengan komunikasi politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang

menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan

yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.

◦ Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Dalam partai politik diartikan sebagai suatu proses yang melauinya seseorang yang

memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam

masyarakat dimana ia berada, ia adalah bagian dari proses yang menentukanya sikap politik

seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan

kewajiban.

Sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat menyampaikan “budaya

politik” yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan

demikian, sosialisasi politik merupakan faktor penting dalm terbentuknya budaya politik (political

culture) suatu bangsa.

Letak partai memainkan peranan penting sebagai sarana sosialisasi politik, pelaksanaan

fingsi sosialisasi dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah, penerangan, kursus

kader, penataran dan sebagainya.

Page 5: partai politik

◦ Sebagai Sarana Rekrutmen Politik

Fungsi ini berkaitan erat dengan masalh seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal

partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Ada berbagai cara untuk melakukan

rekrutmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi, ataupun cara-cara lain.

◦ Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)

Dapat dikatakan bahwa partai politik dapat menjadi penghubung psikologis dan

organisasional antar warga negara dengan pemerintahnya. Selain itu, partai juga melakukan

konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai kelompok

masyarakat. Partai juga merekrut orang untuk diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil

rakyat dan menemukan orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi-posisi eksekutif.

Pelaksanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau

kegagalan partai politik di negara demokrasi.

♦ Fungsi di Negara Demokrasi

Menurut paham komunis, sifat dan tujuan partai politik bergantung pada situasi apakah

partai komunis berkuasa di negara dimana ia berada atau tidak. Partai komunis bertujuan mencapai

kedudukan kekuasaan yang dapat dijadikan batu loncatan suna menguasai semua partai poliyik

yang ada dan menghancurkan sistem politik yang demokratis. Partai ini menjadi paling efektif di

negara yang pemerinthannya lemah dan rakyatnya kurang bersatu.

Apabila partai komunis tidak menemukan jalan untuk merebut kekuasaan, partai akan

mencoba mencoba mencapai tujuannya melalui kerjasama dengan partai-partai lain dengan

mendirikan Front Rakyat atua Front Nasional (popular front tactics). Di sini partai berkedudukan

monopolistik, dan kebebasan bersaing ditiadakan. Dapat pula ia mementukan sebagai partai tunggal

atau partai dominan seperti yang terjadi di Uni Soviet, China, dan negara-negara komunis di Eropa

Timur. Tujuannya adalah membawa masyarakat ke arah tercapainya masyarakat yang modern

dengan ideologi komunis, dan partai berfungsi sebagai “pelopor revolusioner” untuk mencapai

tujuan. Partai komunis mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat melalui konsep jabatan

rangkap.

Partai juga melaksanakan beberapa fungsi, tetapi pelaksanaanya santa berbeda denagn ada

yang di negara demokrasi. Misalnya dalam rangka berfungsi sebagai sarana komunikasi politik

partai menyalurkan informasi untuk mendoktrinasikan masyarakat dengan informasi yang

menunjang usaha pimpinan partai. Arus informasi lebih bersifat dari atas ke bawah, daripada arus

dua arah.

Fungsi sebagai sarana sosialisasi politik lebih ditekankan pada aspek pembinaan warga

Page 6: partai politik

negara ke arah kehidupan dan cara berfikir yang sesuai pola yang ditentukan oleh partai. Partai juga

berfungsi sebagai rekrutmen politik. Akan tetapi, dalam hal ini mengutamakan orang yang

mempunyai kemampuan untuk mengabdi kepada partai, yang menguasai ideologi Marxisme-

Leninisme, dan yang kelak mampu menduduki pimpinan untuk mengawasi kegiatan dari berbagai

aspek kehidupan masyarakat.

Jadi, dapat dikatakan bahwa fungsi partai politik di negara komunis berbeda dengan negara

demokratis. Sigmund Neumann menjelaskan sebagai berikut: partai mengatur keinginan dan

aspirasi golongan-golongan dalam msyarakat, maka partai komunis berfungsi untuk mengendalikan

semua aspek kehidupan secara monopolistis. Jika dalam masyarakat demokratis partai berusaha

menyelenggarakan integrasi warga negara ke dalam masyarakat umum, peran partai komunis ialah

untuk memaksa individu agar menyesuaikan disi dengan suatu cara hidup yang sejalan dengan

kepentingan partai (enforcenent of conformity). Kedua fungsi ini diselenggarakan melalui

propaganda ke bawah.

♦ Fungsi di Negara-Negara Berkembang

Di negara-negara berkembang, partai politik berhadapan dengan berbagai masalah seperti

kemiskinan, terbatasnya lapangan kerja, pembagian pendapatan yang timpang dan tingkat buta

huruf yang tinggi. Di beberapa negara fungsi yang agak sukar dilaksanakan ialah sebagai jembatan

“yang memerintah” dan “yang diperintah”. Partai politik sering tidak mampu menengahi pertikaian

dalam masyarakat dan persaingan antar partai sering memperuncing situasi konflik, malah

menimbulkan pertikaian yang baru. satu peran yang sangat penting dari partai politik adalah sebagai

sarana untuk memperkembangkan integrasi nasional dan memupik identitas nasional.

Sekalipun mempunyai beberapa kelemahan, partai politik di negara berkembang masih

dianggap sebagai sarana yang penting dalam kehidupan politiknya. Usaha melibatkan partai politik

dan golongan-golongan politik lainnya dalam pembangunan merupakan hal yang sangat utama

dalam suatu negara yang ingin membangun suatu masyarakat atas dasar pemerataan dan keadilan

sosial.

Klasifikasi Sistem Kepartaian

Bagaimana partai politik berinteraksi satu sama lain dan berinteraksi senagn unsur-unsur

lain dalam sistem itu biasanya dinamakan istem kepartaian (party systems) pertama kali

dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties. Duverger

mengklasifikasikan sistem partai menjadi:

♦ Sistem Partai Tunggal

Page 7: partai politik

Ada beberapa pengamat berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal merupakan

istilah yang menyangkal diri sendiri (contradiction of terminis) sebab suatu sistem selalu

mengandung lebih dari satu bagian (pars). Namun demikian, istilah ini telah tersebar si kalangan

masyarakat luas dan dipakai baik untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai di

suatu negara atau mempunyai kedudukan dominan di antara partai-partai lain. Susunan kepartaina

dinamakan non kompetitif karena semua partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominan

dan tidak dibenarkan bersaing dengannya

Negara-negara yang baru lepas dari kolonialisme mempunyai kecenderungan kuat

untuk memakai pola sistem partai tunggal karena pemimpin dihadapkan pada masalah bagaimana

mengintegrasikan berbagai golongan, daerah serta suku bangsa yang bebbeda corak sosial serta

pandangan hidupnya.

♦ Sistem Partai Tunggal

Sistem partai dwi tunggal biasanya diartikan bahwa ada dua partai si antara beberapa

partai yang ebrhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilu secara bergiliran dan memiliki

kedudukan yang dominan. Hanya ada beberapa partai yang menganut sistem ini, yaitu Inggris,

Amerika Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Oleh Duverger dikatakan sistem ini adalah

khas Anglo Saxon.

Sistem dwi partai disebut a convenient system for contented people dan pada

kenyataanya sistem dua partai dapat memenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat bersifat

homogen (social homogenity), adanya kinsensus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan

sosial dan politik (political consensus), dan adanya kontinuitas sejarah (historical continuity).

Sistem dwi partai dianggap lebih kondusif untuk terpeliharanya stabilitas karena ada

perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi. Sistem dua partai umunya

diperkuat dengan digunkannya sistem pemilihan single-member constituency (Sistem Distrik)

dimanadalm setiap daerah pemilihan hanya daspat dipilih satu wakil saja.

♦ Sistem Multi-Partai

Keanekaragaman budaya politik suatu masyarakat mendoring pilihan ke arah multi

partai. Perbedaan tajam antar aras, agama dan suku bangs mendorong golongan-golongan

masyarakat lebih cenderung menyalurkan ikatan-ikatan terbatasnya (primordial) dalam satu wadah

yang sempit. Sistem ini lebih sesuai denagn pluralitas budaya dan politik daripada pola dwi partai.

Sistem ini ditemukan di Indonesia, Perancis, Malaysia, Australia, Parancis, Swedia, dan Federasi

Rusia.

Sistem multi partai bila dihubungan denagn sistem pemerintahan parlementer,

Page 8: partai politik

mempunyai kecenderungan menitikberatkan kekuasaan pada legislatif, badan eksekutif sering

lemah dan ragu-ragu. Pola multi partai diperkuat oleh sistem pemilihan Perwakilan Berimbang

(Proportional Representation) yang memberti kesempatan luas bagi pertumbuhan partai dan

golongan baru.

Benarkah Pengaruh Partai Turun?

Ada beberapa sebab mengapa hal ini terjadi, antara lain karena kehidupan politik modern

telah menjadi begitu kompleks dengan berkembangnya globalisasi di bidang ekonomi dan bidanf

lainnya, baik nasional mupun internasional.

Partai Politik di Indonesia

♦ Zaman Kolonial

Partai politik pertama lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkiynya

kesadaran nasional. Dalam suasana semua organissi baik yang bertujuan sosial (Bidi Utomo dan

Muhammadiyah) atau terang-terangan menganut asas politik/agama (Serekat Islam) atau asa politik

sekuler (PNI dan PKI) memainkan peranan penting dalam berkenbangnya pergerakan nasional. Pola

kepartaian pada zaman kolonial dilanjuykan dan menjadi landsan untuk terbentuknya pola sistem

multi-partai di zaman merdeka.

♦ Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)

Pada masa ini semua partai dibubarkan dan setiap kegiatna politik dilarang. Hanya

golongan Islam diperkenankan membentuk organisasi sosial yang dinamakn Masyumi, di samping

organisasi baru yang diprakarsai penguasa.

♦ Zaman Demokrasi Indonesia

¤ Masa Perjuangan Kemerdekaan (1945-1949)

Seiring dengan usaha untuk membentuk badan-badan aparatur negara seperti Badan

Keamanan Rakyat (BKR yang kemudian menjadi TNI) dan Komite Nasional Indonesia (KNI yang

kemudian dikembangkan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP), timbul juga hasrat

beberapa kalangan untuk mendobrak suasan apolitik otoriter dan repersif yang telah berjalan selama

masa pendudukan Jepang ke arah yang lebih demokratis. Hal ini terjadi dalam beberapa tahap.

Tahap pertama atas prakarsa beberapa politisi muda diusahakan gar kedudukan KNIP

yang tadinya pembantu presiden menjadi suatu badan yang mempunyai wewenang legislatif. Pada

tanggal 16 Oktober dalm sidang paripurna KNIP (resat) yang diketuai Mr. Kasman Singodimejo

dan dihadisri sebagian besar kabinet Wapres Moh. Hatta, ditetapkan bahwa selama MPR dan DPR

nelum dobentuk KNIP diberi wewenang legislatif dan wewenang untuk turut menetapkan GBHN

(Maklulamt No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang ditandatangani Wapres Moh. Hatta). Selanjutnya

Page 9: partai politik

diputuskan tugas KNIP sehari-hari dijlankan oleh suatu Bdan Pekerja yang bertanggung jawab

kepada KNIP.

Tahap kedua, Badan Pekerja mengusulkan agar para menteri bertanggungjawab

kepada KNIP yang telah berubah mejadi parlemen sementara (ministerial responsibility). Usul itu

disetujui presiden pada tanggal 14 November 1945 (Maklumat Pemerintah) dan selanjutnya

disetujui KNIP dalam siding plenonya tanggal 25-27 November 1945. Mulai 14 November 1945

sistem pemerintahan menjadi system pemerintahan parlementer sampai pada bulan Juli 1959 saat

Indonesia kembali ke UUD 1945.

Tahap ketiga, dalam rangka demokratisasi Badan Pekerja mengusulkan agar dibuka

kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik dan usul tersebut disetujui pemerintah dan

dikukuhkan dalam Maklumat Pemerintah 3 November. Ditentuakan juga pembatasan (restriksi)

bahwa partai-partai poitik hendaknya memperkuat perjuangan untuk mempertahnkan kemerdekaan

dan menjamin keamana rakyat.

Terjadinya pemberontakan Madiun merupakan titik balik dalam konstelasi politik di

Indonesia. Partai-partai seperti Masyumi dan PNI mendominasi panorama politik Indonesia, hal ini

tercermin dalam KNIP dan Badan Pekerja.

¤ Zaman Republik Indonesia Serikat (1949-1950)

Dalam masa ini partai politik secara aktif mendukung usaha menggabungkan

Negara-negara bagian ke dam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstelasi partai tidak banyak

berubah.

¤ Masa Pengakuan Kedaulatan (1949-1959)

Sesudah pengakuan kedaulatan de jure pada bulan Desember 1949 Indonesia

akhirnya diakui dunia luar dan sesudah berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara pada bulan

agustus 1950, pola kabinet koalisi terus berjalan. Akan tetapi stabilitas politik yang didambakan

tidak tercapai.

Kabinet pertama yang dipimpin oleh Masyumi (denagn Natsir sebagai pemimpinnya)

bangsa Indonesia mulai membangun suatu Negara modern (national building). Salah satu usaha

ialah menyusun suatu UU Pemilihan Umum sebagai symbol persepsi bangsa Indonesia mengenai

demokrasi. Pada 1955 dimana cabinet Bahrudin Harahap dari Masyumi berhasil melaksanakan

Pemilu untuk anggota DPR serta anggota Konstituante. Pemilu ini diharapkan akan mengakhiri

pertikaian antar partai dan membawa stabilitas politik yang lebih baik.

Kabinet pertama kali hasil pemilu merupakan koalisi antar dua partai besar, Masyumi

Page 10: partai politik

dan PNI, beserta beberapa partai kecil lainnya, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ali

Sastroamidjojo (II) dari PNI sedangkan PKI berada di luar kabinet. Kabinet Ali II hanya bertahan

selama dua belas bulan (Maret 1956-April 1957) dan selama cabinet ini berkuasa terjadi bermacam

masalah seperti Konsepsi Presiden dan pergolakan daerah.

Kabinet Ali digantikan Kabinet Djuanda. Kabinet ini disebut “Kabinet Kerja” atau

Zakenkabinet Ekstra-Parlementer. Kabinet Djuanda bertahan selama dua tahun (25 April 1957-Juli

1959). Seri krisis kabinet yang tiada hentinya (an uninterrupted series of crisis) pada umumnya

yang disalahkan adalahpartai politik. Kenyataan bahwa dua partai politik yang bersaing tidak dapat

memperolah mayoritas di parlemen serta tidak adanya loyalitas pada koalisi dan loyalitas angota

terhadap partainya.

Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pada masa ini adalah bangsa Indonesia

belum pernah mengalami democracy in action. Demokrasi tidka hanya berarti kebebasan, tetapi

juga menuntut etos dan perilaku yang bertanggungjawab.

Seaklipun sistem politik di masa Demokrasi Parlementer dianggap gagal, akan tetapi

perlu diakui terdapat banyak sumbangan untuk Negara kita. Di bidang legislasi misalnya, partai-

partai melalui badan legislative berhasil mencapai rekor dalam pembuatan undan-undang. Kinerja

parlemen juga patut dipuji. Sekalipun menghadapi perang dengan Belanda, semua hasil

perundingan dengan pihak sekutu dibawa ke KNIP dan diterima baik sekalipun melalui perdebatan

sengit.

¤ Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Zaman ini ditandai denagn diperkuatnya kekdudukan Presiden antara lain dengan

ditetapkannya Presiden seumur hidp melalui Tap MPR No.III/1963. Kedua, pengurangan peranan

partai politik kecuali PKI yang justru berkembang. Ketiga, peninkatan peranan militer sebagai

kekuatan social politik. Masa ini sering disebut periode Segi tiga Soekarno, TNI, dan PKI karena

merupakan perebuatn kekuasaan antara tiga kekuatan ini. Pada tahun 1956 gerakan Gestapu-PKI

meakhiri riwayat Demokrasi Terpimpinyang telah bertahan selama kira-kira enam tahun.

¤ Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Salah satu tindakan MPRS mencabut kembali Ketetapan No.III/1963 tentang

penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Tindakan lain yang dilakukan Orde

Baru adalah pembubaran PKI melalui Tap MPR No.XXV/1966, sedangkan Partindo yamg menjalin

hubungan erat dengan PKI dibekukan pada tahun yang sama.

Sebagai hasil perdebatan, baik dalam Seminar Angkatan Darat maupun di luar,

system distrik ditungakan dalam rancangan undang-undang pemilihan umum yang diajukan pada

Page 11: partai politik

parlemen pada tahun 1967 bersama dua RUU lain. Akan tetapi, ternyata RUU ini dikecam banyak

partai politik karena dianggap merugikan partai politik, seperti duduknya wakil ABRI dalam

anggota parlemen.

Presiden Soeharto mengemukakan konsep penyederhanaan partai denagn cara partai

politik mengelompokkan diri untuk mempermudah kampanye pemilu. Pengelompokkan ini

mencakup tiga kelompok, Golongan Nasional, Golongan Spritual dan Golongan Karya. Dengan

demikian, mulai pemilu tahun 1977 hanya ada tiga orsospol, yaitu PPP,PDI, dan Golkar.

Langkah berikutnya untuk menata system kepartaian adalah kosep Pancasila sebagai

satu-satunya asas. Dengan demikian, konsep penyederhanaan partai yang telah dimulai pada zaman

demokrasi terpimpin terlaksana secara efektif pada zaman Demokrasi Pancasila denagn tiga partai

yang berasaskan Pancasila.

Tidak dapak dipungkiri penyederhanaan partai banyak disesali oleh masyarakat,

karena dianggap ada unsur paksaan sebagai tindakan represif sehingga kurang memanfaatkan

peluang untuk mempersatukan berbagai unsure badannya sendiri. Di pihak lain, ada pendapat

penyederhanaan partai mengakibatkan suatu kekuatan politik yang bersifat mayoritas alm suasana

politik yang semi-kompetitif.

¤ Evaluasi Partai Politik 1945-1998 dan Rekomendasi

1. Mengurangi jumlah parati-partai politik untuk meningkatkan stabilitas politik.

2. Terbatasnya jumlah partai akan mempermudah partai untuk mencapai mayoritas atau

sekurang-kurangnya menyusun koalisi yang relatif kuat.

3. Terbatasnya jumlah partai akan mengurangi fragmentasi dan kecenderungan sentrifugal

dari parta-partai.

4. Partai-partai kecil sebaiknya bergabung atau sekurang-kurangnya kerjasama untuk

memperoleh kursi dalma parlemen.

5. Membatasi jumlah parta misalnya denagn menetukan syarat-syarat (electoral threshold).

6. Banyak kalangan masyarakat tidak menyetujui penggabungan partai-partai menjadi tuga

partai yang diadkan pada Orde Baru karena adanya unsur paksaan di dalamnya.

7. Massa mengambang (floting vote) pada masa Orde Baru dianggap tidak fair dan perlu

dihapuskan.

¤ Zaman Reformasi

Periode Reformasi bermula ketika Presiden Soeharto lengser dari jabatannya pada

tanggal 21 Mei 1998. Dalam konteks kepartaian, ada tuntutan agar masyarakat mendapat

kesempatan untuk mendirikan partai. Atas dasar itu pemerintahan yang dipimpin B.J. Habibie dan

Page 12: partai politik

Parlemen mengeluarkan UU No.2/1999 tentang Partai Politik. Perubahan yang diharapkan ialah

mendirikan suatu system dimana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik yang

berlebihan, akan tetapi juga tidak memberi peluang kepada eksekutif untuk menjadi terlalu kuat

(executive heavy). Sebaliknya kekuatan eksekutif diharapkan setara atau nevengeschikt sebagaimana

yang diamantkan dalam UUD 1945.

Dalam usaha mengurangi jumlah partai, ditentukan juga persyaratan yang dinamakan

Electoral Threshold (keadaan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik

yang boleh mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Pada pemilu tahun 2004 ada dua tahap

seleksi yang harus dilalui. Pertama, seleksi yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia. Kedua, seleksi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum.

♦ Rangkuman Partai Politik di Indonesia

Sejarah Perkembangan Partai Politik di Indonesia 1908-2006

Periode Pemerintahan Sistem Pemerintahan Sistem Partai

1908-1942 Zaman Kolonial Sistem multi partai

1942-1945 Zaman Pendudukan Jepang Partai politik dilarang

17 Agustus 1945-1959 Zaman Demokrasi

Parlementer

A. Masa Perjuangan

17 Agustus-14 November

1945

1. Sistem Presidensil; UUD

1945

Satu partai politik

14 November 1945-Agustus

1949

2. Sistem Parlementer; UUD

1945

Sistem multi-partai

1949-1950 3. Sistem Parlementer;

UUD RIS

Sistem multi-partai

1950-1955 B. Masa Pembangunan

(Building Nation)

4. Sistem Parlementer;

UUD 1950

Sistem multi-partai.

Pemilihan Umum 1955

menghasilkan 27 partai dan 1

perorangan yang memperoleh

kursi di DPR

1955-1959 5. Sistem Parlementer;

UUD 1950

Sistem multi-partai

1959-1965 Demokrasi terpimpin; UUD Maklumat Pemerintah 3

November 1945 dicabut.

Page 13: partai politik

1945

1. 1959

Diadakan penyederhanaan

partai sehingga hanya 10

partai yang diakui; PKI, PNI,

NU, Partai Katolik Partindo,

Parkindo, Partai Murba, PSII

Arujdi, IPKI, dan Partai

Islam Perti. Masyumi dan

PSI dibubarkan pada tahun

1960

2. 1960 Dibentuk Front Nasional

yang mewakili semua

kekuatan politik. PKI masuk

berdasarkan prinsik

Nasakom. ABRI masuk lewat

IPKI.

1965-1998 Demokrasi Pancasila; UUD

1945

1. 1966 PKI dan Partindo dibubarkan

2. 27 Juli 1967 Konsensus Nasional a.l 100

anggota DPR diangkat

3. 1967-1969 Eksperimen dwi-partai dan

dwi-group dilakukan di

beberapa kabupaten di Jawa

Barat, namun dihentikan

pada awal 1969

4. 1971 Pemilihan Umum dengan 10

partai

5. 1973 Penggabungan partai menjadi

3 partai yaitu Golkar, PDI,

dan PPP

6. 1977, 1982, 1987, 1992, dan

1997

Pemilu hanya diikutu 3

orsospol (system multi-patrai

terbatas) Golkar, PDI, dan

PPP

Page 14: partai politik

7. 1982 Pancasila satu-satunya asas

8. 1984 NU Khittah

9. 1996 PDI pecah

Reformasi UUD 1945 yang

diamandemen

1. 1999 (Juni)

2. 2004 (April)

Kembali ke system multi

partai.

Pemilu dengan 48 partai; 21

partai masuk DPR

Pemilu dengan 24 partai, 7

masuk DPR yaitu Golkar,

PDIP, PDIP, PKBm PPP,

Partai Demokrat, PKS, dan

PAN