Upload
shei-latiefah
View
428
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
Marketing: A Never Ending Definition
Shefti Latiefah
“Marketing is anywhere. Formally or informally, people and organization engage in a vast
number of activities that could be called marketing.” (Kotler, 2006)
Marketing (definisi pemasaran agak kurang meyakinkan, dan marketing kini sudah menjadi kata
serapan) di era sekarang tidak hanya asal memunculkan iklan menggoda atau iklan seruan untuk
menjual produk. Marketing kini lebih cerdas. Dengan mengusung tema-tema unik, display-
diplay nyeleneh dan terkadang diluar nalar (out of the box) sehingga makin meningkatkan
awareness khalayknya. Sehingga, jika Kotler bilang marketing adalah gabungan dari seni dan
teknologi, maka saya bilang, marketing adalah senjata mutakhir untuk menuju goal tertentu, baik
secara pribadi mapun organisasi, sosial maupun transaksional. Karena, ini berhubungan dengan
yang namanya keuntungan finansial. Bolehlah kita mengadopsi paham Smith untuk sekarang ini,
namun, kebutuhan finansial ini juga sebenarnya sejalan dengan konsep economic
determinismnya Marx. Bahwa, memang, landasan pokok kehidupan adalah perihal ekonomi,
karena melalui ekonomilah, manusia dapat mewujudkan kemanusiaannya, untuk memenuhi
kebutuhan dan penghidupan.
Kotler menekankan, bahwa, perusahaan tanpa marketing, mati aja! Bahkan, perusahaan sekelas
Microsoft, Kodak, dan perusahaan besar lainnya mengadopsi filosofi: change or die!
Mengkultuskan konsep marketing, karena, tanpanya, kekaisaran mereka akan berakhir dan
perusahaan tak akan menuai keuntungan optimal. Para ahli marketing mempunyai pekerjaan
rumah yang tak mudah, yakni, mengembangkan model marketing lagi dan lagi, hingga yang
paling mutakhir dan bisa bersaing. Marketing, tidak hanya diartikan sebagai kemampuan
menjual suatu produk, namun, bagaimana menempatkan dirinya untuk ‘terjual’ dengan
sendirinya. Itulah mengapa, Drucker (dalam Kotler, 2006) menyebutkan bahwa tujuan marketing
adalah untuk mengetahui apakah produk atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan
konsumen. Sehingga, marketing bertujuan untuk memetakan konsumen mana yang pas dan akan
membeli produk atau jasanya. Tidak lagi meraba-raba dan hanya menggantungkan nasib mujur
2
saja. Ini ada caranya! Untuk itulah mengapa manajer marketing tidak boleh berhenti berinovasi
karena, marketing, dalam perkembangannya, dirasa sangat cepat seirama dengan mutakhirnya
teknologi. Bayangkan saja, dulunya memasarkan produk dari mulut ke mulut, berjalan kaki
kesana-kemari sambil membawa barang, sekarang, cukup sediakan rekenening, ahli desain dan
seorang manajer marketing, kita dapat memetakan bagaimana strategi optimal agar produk atau
jasa kita laku dan menjangkau sasaran. Munculnya internet, menjadi tantangan sekaligus peluang
dalam praktek marketing kontemporer.
Yang menarik dari pembahasan Kotler mengenai marketing secara garis besar adalah bagiamana
ia memilah antara ‘pemaksaan, ‘pengibaan’, dan ‘pemenuhan secara rela’ akan suatu barang.
Lalu ia menjelaskan perbedaan menganai penukaran (exchange) dan transaksi.
Penukaran, istilah kata, lebih mirip barter. Dimana minimal ada dua belah pihak yang saling
menukar dan memperoleh keuntungan masing-masing. Sedangkan, trasaksi, lebih kearah
kerjasama dalam memperoleh keuntungan, dan dalam contoh klasik moneter, transaksi ini
biasanya dimaknai sebagai proses jual-beli (karena tidak menukarkan barang lagi, namun, lebih
kepada penyerahaan kuasa pada ‘alat tukar’). Marketing, dilain pihak, memiliki beberapa entitas
dimensi yang dapat dikategorikan sebagai berikut: barang, servis, kegiatan, pengalaman, orang,
tempat, properti, organisasi, informasi dan ide. Ranah ini tentu hanya terjadi jika ada pasar
(market), dan dalam pasar itu tentulah ada yang namanya konsumen. Disini, Kotler, membagi
jenis-jenis konsumen menjadi tiga, yakni: pasar konsumen, pasar bisnis, pasar global dan non-
profit atau pasar negara.
Selain itu, Kotler, juga menjelaskan adanya perkembangan pasar secara umum. Adanya
marketplace, marketspace dan metamarket menjadi varian baru dalam definisi pasar (market).
Apa yang membedakan marketplace dan marketspace adalah areal fisik, dimana, marketplace
lebih menekankan pada ranah tampak fisik bangunan (pasar, toko, gudang, dst) sedangkan
marketspace pada ranah tak tampak fisik (internet). Metamarket, disisi lain, merupakan sebutan
untuk mengkategorikan produk-produk atau jasa yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
Konsep ini diperkenalkan oleh Sawhney untuk memudahkan asosiasi produk atau jasa tertentu
dalam benak konsumen. Sebagai contoh, konsumen A memiliki mobil, maka, metamarket
untuknya adalah: salon mobil, bengkel, toko oderdil, dan hal-hal yang terkait dengan
kebutuhannya sebagai pemilik mobil.
3
Tidak dipungkiri, bagaimanapun canggihnya marketing, tapi, ilmu ini akan basi jika tidak
diperbaharui. Begitu pula dalam tataran praksisnya. Beberapa hal yang, menurut Kotler, menjadi
tantangan, termasuk, peluang bagi para professional yang bekerja di bidang marketing adalah:
kemutakhiran teknologi, globalisasi, deregulasi, privatisasi, pemberdayaan konsumen, kompetisi
yang semakin berat, konvergensi industri, transformasi retail, dan disintermediasi (tanpa mediasi,
produsen langsung melayani konsumen). Untuk itu, tiap perusahaan (bahkan individu) harus
mengembangkan konsep marketing secara progresif. Minimal, Kotler, member landasan berupa
konsep-konsep yang terlebih dahulu harus dikuasai, kemudian silakan dikembangkan sesuai
kebutuhan. Diantaranya adalah konsep produksi, konsep konsep produk, konsep penjualan, dan
konsep marketing, kemudian baru, konsep marketing holistik yang menyangkut ketergantungan
satu sama lain dalam menjalankan strategi marketing. Ada empat hal yang patut diperhatikan
dalam penerapannya, yakni, marketing hubungan, marketing terintegrasi, marketing internal, dan
marketing pelayanan sosial. Keempat elemen ini saling berhubungan dan harus dibina untuk
menjalankan strategi marketing holistik sehingga tercipta iklim organisasi yang baik dan
mempengaruhi profit optimal perusahaan tersebut.
Apapun, inovasi kemudian menjadi kata kunci. Dunia ini berputar, bung! Jika tidak ikut
bergerak, maka, tiap saat kita akan lebih tertinggal dari putaran jam. Tidak ada yang terbaru
dalam teori marketing, adanya adalah terakhir (latest concept) dan aka nada temuan-temuan baru
yang menhgharuskan kita untuk beradaptasi lagi dan lagi. Bahkan mungkin, jika ingin
memimpin pasar, kita harus ciptakan konsep baru itu.
Tidak akan pernah ada definisi spesifik tentang marketing. Definisi ini akan terus berkembang.
Tapi, apakah mendefinisikan sesuatu itu lebih penting ketimbang menghayatinya? Saya lebih
percaya pemahaman konseptual tentang segala hal, termasuk marketing, kemudian
mengimplementasikannya secara benar. Bagaimana dengan anda?