18
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KLIEN DENGAN IMPAKSI SERUMEN DI POLI THT RSD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO Disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah Oleh: Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep NIM 082311101052

Lp Impaksi Serumen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan pendahuluan impaksi serumen

Citation preview

Page 1: Lp Impaksi Serumen

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KLIEN DENGAN IMPAKSI SERUMEN DI POLI THT

RSD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Ners

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:

Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep

NIM 082311101052

PROGRAM PENDIDIKAN NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Lp Impaksi Serumen

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHPADA KLIEN DENGAN IMPAKSI SERUMEN

Oleh: Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep

1. TEORI TENTANG PENYAKIT

1.1 Pengertian

Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat

penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang

menggangggu.

1.2 Penyebab

Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:

a. dermatitis telinga luar,

b. liang telinga sempit,

c. produksi serumen yang berlebih,

d. adanya benda asing diliang telinga

e. terdorongnya serumen kebagian yang lebih dalam.

1.3 Patofisiologi

Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit.

Sebagian orang menghasilkan sangat banyak serumen seperti halnya

sebagian orang lebih mudah berkeringat dibandingkan yang lain. Pada

sebagian orang,serumen dapat mengeras dan membentuk sumbatan yang

padat. Pada yang lain, mungkin merasakan telinganya tersumbat atau

tertekan. Bila suatu sumbatan serumen yang padat menjadi lembab,

misalnya setelah mandi, maka sumbatan tersebut dapat mengembang dan

menyebabkan gangguan pendengaran sementara.

Dermatitis kronik pada telinga luar, liang telinga sempit, produksi

serumen terlalu banyak dan kental, kebiasaan membersihkan telinga yang

salah yang menjadikan terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam pada

kanalis dapat menimbulkan impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia,

Page 3: Lp Impaksi Serumen

rasa penuh dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan

serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab

defisit pendengaran. Usaha membersihkan kanalis auditorius dengan

batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma

terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi.

1.4 Tanda dan Gejala

Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit

impaksi serumen, antara lain:

a. pendengaran berkurang,

b. rasa nyeri bila serumen mengeras,

c. tinnitus dan vertigo bila serumen menekan membrane timpani.

d. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar

(vertigo)

1.5 Kemungkinan komplikasi yang muncul

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita impaksi serumen antara

lain:

a. Penyumbatan

b. otitis externa,

c. perikondritias,

d. trauma gendang telinga.

1.6 Pemeriksaan Khusus dan Penunjang

a. CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan

tulang

b. Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yang akan kembali normal

dengan resolusi inf.

c. Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yang akan

kembali normal beberapa bulan setelah resolusi klinik

d. MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait

Page 4: Lp Impaksi Serumen

e. Tes Laboratorium, sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas

antibiotik

f. Ketajaman Auditorius.

Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif

dengan mengkaji:  

kemampuan pasien mendengarkan.

Bisikan kata atau detakan jam tangan.

Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah

melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing telinga diperiksa

bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar, pemeriksa

menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari

jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar

batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal dapat

menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan.

g. Uji Weber

Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi

suara. Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan

pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian

diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara

terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri.

Individu dengan pendengaran normal akan mende¬ngar suara

seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat

di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif

(otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi

yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang

suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila

terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi

ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna

untuk kasus kehilangan pende¬ngaran unilateral.

Page 5: Lp Impaksi Serumen

h. Uji Rinne

Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula

pada tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu

lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak

1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra).

Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara,

menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari

konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi

tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui

tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi

mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa.

Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan

suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang,

meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala

suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.

1.7 Penatalaksanaan atau Terapi yang Dilakukan

Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan

menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan

dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara menyemburnya

secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari

telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi

telinga yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa

masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi.

Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang

tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut

serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit

saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.

Page 6: Lp Impaksi Serumen

Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk

di liang telinga, antara lain:

a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan

pada aplikator (pelilit).

b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret

c. Serumen  yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih

dahulu dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5

hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila

perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai

dengan suhu tubuh.

d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani

dikeluarkan dengan cara mengirigasi liang telinga dengan

menggunakan air hangat bersuhu 37oC agar tidak menimbulkan

vertigo karena terangsangnya vestibuler.

Page 7: Lp Impaksi Serumen

2. CLINICAL PATHWAY

Dermatitis kronik pada telinga luar

Liang telinga sempit

Produksi serumen banyak dan kental

Kebiasaan membersihkan telinga yang salah

Impaksi Serumen (Penumpukan serumen)

Menekan dinding liang telinga

Menekan membrane timpani

Telinga tersumbat

Agen cedera biologi

usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain

Trauma kulit

Pendengaran Terganggu

Vertigo dan tinitus

Gangguan sensori persepsi (auditori)

Nyeri akut

Resiko Infeksi

Kurang pengetahuan

Gangguan harga diri

Stigma berkenaan dengan kondisi

Perubahan sensori dan persepsi

Page 8: Lp Impaksi Serumen

3. PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

a. Biodata pasien dan penanggung jawab

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama saat MRS

Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai

menurun, nyeri, telinga berdengung, dan pusing dimana pasien

merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).

2) Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit

impaksi serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang

tidak benar.

c. Pemeriksaan Fisik

Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung

sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan

otoskop dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop

pneumatic. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi dan perlu

dicatat adanya:

1) deformitas, lesi,

2) cairan begitu pula ukuran,

3) kesimetrisan dan sudut penempelan ke kepala.

4) Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis

auditorius eksternus

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver

ini terasa nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri

tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat menunjukkan

mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula posterior. Terkadang,

kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada

pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya

menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit

Page 9: Lp Impaksi Serumen

kepala dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius

eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari

pemeriksa.

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan

penerimaan rangsang

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan lubang

telinga

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan

tentang penyakit

3.3 Intervensi

a. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan rangsang

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan gangguan persepsi sensori berkurang/hilang.

Intervensi Keperawatan :

1) Memandang ketika sedang berbicara

R : Menunjukkan perhatian dan penghargaan

2) Kaji ketajaman pendengaran pasien

R : Untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan

untuk menentukan intervensi

3) Menggunakan tanda – tanda nonverbal (mis. Ekspresi wajah,

menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi lainnya.

R : Membantu klien untuk mempersepsikan informasi

4) Anjurkan kepada keluarga atau orang terdekat klien untuk tinggal

bersama klien

R : Untuk menghindari perasaan terisolasi pasien

5) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi program

terapi

Page 10: Lp Impaksi Serumen

R : Mematuhi program therapy akan mempercepat proses

penyembuhan

b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan lubang telinga.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan rasa nyeri

pasien berkurang dan pasien tampak rileks.

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji ulang keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan

intensitas.

R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan

pilihan atau keefektifan intervensi.

2) Berikan posisi yang nyaman pada pasien.

R : Untuk meningkatkan relaksasi.

3) Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

R : Dapat mengurangi rasa nyeri pasien

4) Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri, seperti nafas

dalam, distraksi.

R : Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri

5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (analgesik).

R : Diberikan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan

relaksasi mental dan fisik

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3X24 jam diharapkan

tidak terjadi tanda-tanda infeksi.

Kriteria hasil: tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti: kalor, dubor,

tumor, dolor, dan fungsionalasia. TTV dalam batas normal

Intervensi:

1) Kaji tanda – tanda infeksi

R: Untuk mengetahui apakah pasian mengalami infeksi dan untuk

menentukan tindakan keperawatan berikutnya.

2) Pantau TTV,terutama suhu tubuh.

Page 11: Lp Impaksi Serumen

R: Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan

umum pasien. Perubahan suhu menjadi tinggi merupakan salah

satu tanda – tanda infeksi.

3) Ajarkan teknik aseptik pada pasien

R: Meminimalisasi terjadinya infeksi

4) Cuci tangan sebelum memberi asuhan keperawatan ke pasien.

R: Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang

penyakit.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam

kebutuhan akan informasi terpenuhi dengan kriteria hasil:

1) pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan

pengobatan.

2) mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses

penyakit

3) melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan

tindakan.

Intervensi:

1) Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.

R: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran

kebutuhan belajar individu

2) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan

R:Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat

pilihan

3) Berikan informasi mengenai penanganan dan pengobatan,

interaksi,efek samping dan pentingnya ketaatan pada program

R: Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama

dalam proses penyembuhan

4) Berikan HE pada pasien

R: Diharapkan pasien memahami kondisi dan penanganan

penyakit yang dialami

Page 12: Lp Impaksi Serumen

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L.dkk.1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall.  2001.  Buku Saku Diagnosa Keperawatan; Edisi 8.  Jakarta: EGC. 

Doungoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan  Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3 : Jakarta. EGC

Mansjoer,Arief,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta: Mediaaesculapius

NANDA, 2005-2006. Nursing Diagnosis: Definitions and classification. USA: Philadelphia.