Upload
mudana-shin
View
424
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul Kebudayaan
dan Persebaran Suku Bangsa di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu segala
kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini amat penulis
harapkan,dan tak lupa Penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, juni 2012
Penulis
PENUTUP
Demikianlah makalah ini penulis buat ,semoga bermanfaat bagi kita semua. Demi
untuk penyempurnaan makalah ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Indonesia sangat kaya akan seni dan budaya. Setiap suku di Indonesia memiliki
budaya, dan keseluruhan dari budaya tersebut berbeda-beda. Namun, banyak dari masyarakat
Indonesia sendiri yang tidak mengetahui bahkan tidak menyadarinya, sampai kebudayaan
dan hasil kebudayaan indonesia hampir diambil oleh Negara lain. Contohnya, kejadian yang
baru-baru ini terjadi mengenai lagu daerah, batik, bahkan pulau dari Indonesia sendiri yang
diklaim oleh Negara tetangga, hal ini membuktikan betapa masyarakat Indonesia tidak
menyadari bahwa pulau tersebut adalah milik Negara Indonesia sampai pulau tersebut
diklaim oleh Negara lain. Jadi, salah satu hal terkecil yang dapat dilakukan adalah dengan
mengenali satu-persatu kebudayaan termasuk pulau-pulau yang dimiliki indonesia, sehingga
tidak akan adanya pengklaiman dari Negara lain. Jadi, hal yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah mengenai kebudayaan di salah satu Provinsi di Indonesia yakni kebudayaan Nusa
Tenggara Timur dan persebaran suku bangsa di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. TUJUAN
1. Untuk menyadarkan masyarakat terhadap pentingnya untuk mengetahui kebudayaan
dan persebaran suku yang ada di Nusa Tenggara Timur.
2. Untuk membuat masyarakat Indonesia menjaga kebudayaan yang ada di Nusa
Tenggara Timur.
3. MANFAAT
1. Agar masyarakat mengetahui kebudayaan dan persebaran suku yang ada di Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
2. Agar budaya di Indonesia tidak mudah diklaim oleh Negara lain.
3. Mempermudah peneliti ketika ingin meneliti kebudayaan suatu suku bangsa di
Provinsi Nusa tenggara Timur dikarenakan adanya peta persebaran suku.
BAB II
PEMBAHASAN
NUSA TENGGARA TIMUR
1.LOKASI
1.1 Letak
Secara astronomis Nusa Tenggara Timur terletak antara 118055’ dan 12501’ bujur
timur, 803’ dan 1101’ Lintang Selatan. Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi
Indonesia yang terletak di tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau,
antara lain Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor,
Komodo dan Palue. Ibukota NTT adalah Kupang. Provinsi ini terdiri dari kurang lebih
550 pulau, tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah Flores, Sumba dan Timor
Barat. Provinsi ini menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian timur
pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur yang
merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.
1.2 Keadaan geografis
Daerah NTT yang terdiri dari kira-kira 100 buah pulau besar-kecil, dan hampir 70%
wilayah NTT terdiri dari bukit-bukit, pegunungan dan dataran tinggi dengan beraneka
ragam kemiringan tanahnya.
1.3 Wilayah
Kabupaten/kota Ibu kota Kabupaten/kota Ibu kota
Kabupaten Alor Kalabahi Kabupaten Sumba Barat Waikabubak
Kabupaten Belu Atambua Kabupaten Sumba Barat Daya Tambolaka
Kabupaten Ende Ende Kabupaten Sumba Tengah Waibakul
Kabupaten Flores Timur Larantuka Kabupaten Sumba Timur Waingapu
Kabupaten Kupang Kupang Kabupaten Timor Tengah
Selatan
Soe
Kabupaten Lembata Lewoleba Kabupaten Timor Tengah
Utara
Kefamenanu
Kabupaten Manggarai Ruteng Kota Kupang kupang
Kabupaten Manggarai
Barat
Labuan Bajo
Kabupaten Manggarai
Timur
Borong
Kabupaten Ngada Bajawa
Kabupaten Nagekeo Mbay
Kabupaten Rote Ndao Baa
Kabupaten Sabu Raijua Seba
Kabupaten Sikka Maumere
2. Penduduk
2.1 Bahasa
Untuk Pulau Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya
menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu,
Tetun, Bural:
Untuk Pulau Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo
kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang
Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso
Untuk Pulau Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu,
Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada,
Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo
Untuk Pulau Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan
Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi.
2.2 Suku bangsa
Suku Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan
KupangBarat serta Semau)
Suku Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur,
Kupang Tengah, Kab timor Tengah selatan, Timor Tengah Utara, Belu ( bagian
perbatasan dengan TTU)
Suku Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
Suku Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
Suku Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan
Negara Timor Leste
Suku Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan
pulau Semau
Suku Sabu / Do Hawu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba
Suku Sumba: Pulau Sumba
Suku Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan
Manggarai Barat
Suku Ngada: Sebagian besar Kab Ngada
Suku Ende Lio: Kabupaten Ende
Suku Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka
Suku Lamaholor: Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan
sebagian Pulau Lomblen
Suku Kedang: Ujung Timur Pulau Lomblen
Suku Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen
Suku Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.
BUDAYA FLORES TIMUR
Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan
kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut
Sawu.
Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang
digunakan bahasa suku Lamaholot.
Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah
adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang
menciptakan dan mempunyai bumi)
Pelapisan sosial masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama,
karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah
kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal
dan mengolah tanah dari suku Mehen. Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang
dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku
Ketawo.
Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai
berikut:
Ola tugu,here happen, lLua watana,
Gere Kiwan, Pau kewa heka ana,
Geleka lewo gewayan, toran murin laran.
Artinya:
Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung,
melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air,
menerima tamu asing.
BUDAYA SIKKA
Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan Laut Sabu, dan
sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat dengan kabupaten Ende. Luas
wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2.
Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut Flores. Konon
nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan Indocina. Sikka dan dari sinilah
kemungkinan bermula orang berimigrasi kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap
disebuah desa pantai selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama
penduduk asli Sikka di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di
wilayah ini.
Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar
yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah
memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta
warisa keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri
pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua
amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan
ketiga yakni Mepu atau Maha.
Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2)
ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata
Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura.
Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb:
Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun,
menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa
untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan
- Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan.
Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin
(Agustus - September).
BUDAYA ENDE
Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu adalah dibagian
timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan kabupaten Ngada, utara dengan laut
Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada
umumnya tropis dengan curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari
hujan terbanyak pada bulan November s/d Januari.
Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti kawasan
gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700 mm s/d 4000 mm/tahun.
Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam
literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin
sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang maleyu memperdagangkan
tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan
mereka ke Ende.
Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun
demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti : Jao Ata Ende atau Aku ata Lio
dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu.
Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang
jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur)
nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende.
Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga
batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah
menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk.
Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun
alang-alang.
Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah
disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende
bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata
Hoo dan budak dati Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu.
BUDAYA NGADA
Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di timur) dan
Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit kira-kira 1000 meter di atas
permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki
pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda.
Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa. Masing-masing
kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan mendukung semacam tanda
kesatuan mereka.
Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk
keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu
(satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu.
Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku,
terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah
adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.
Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap,
dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran).
Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu
Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda.
Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan
terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga,
Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi
atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan
ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat).
Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja
Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu
di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran.
Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat
Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani
dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo,
Riung, Soa dan Ngada.
BUDAYA MANGGARAI
Manggarai terletak di ujung barat pulau Flores, berbatasan sebelah timur dengan kabupaten
Ngada, barat dengan Sealat sapepulau Sumbawa/kabupaten Bima, utara dengan laut Flores
dan selatan dengan laut Sabu.
Luas wilayah 7136,14 km2, wilayah ini dapat dikatakan paling subur di NTT. Areal pertanian
amat luas dan subur, perkebunan kopi yang membentang disebahagian wilayahnya, curah
hujan yang tinggi yaitu dalam setahun mencapai 27,574 mm, sepertiga dari jumlah itu (lebih
dari 7000mm) turun pada bulan Januari.
Ibu kota Manggarai terletak kira-kira 1200 meter di atas permukaan laut, di bawa kaki
gunung Pocoranaka.
Pembentukan keluarga batih terdiri dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo.
Perluasan Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar
Wau.
Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan antara lain Wae Tua (turunan dari
kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina
(turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara
perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik
dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase
(adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).
Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng
(Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge
(rakyat jelata).
Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat
diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat
jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung
lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu
terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar
menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawah ke Bima dan sangat kecil sekali
dapat kembali melihat tempat kelahirannya.
3. Seni Budaya Nusa Tenggara Timur
Nilai Budaya
Pakaian tradisionil Nusa Tenggara Timur : Pakaian tradisionil Nusa Tenggara Timur
mengenal 2 (dua) jenis pakaian yaitu pakaian yang dikenakan kaum laki dan wanita. Pada
masyarakat Lama Holot pakaian wanita disebut Kwatek dan pria disebut Howing. Pakaian
wanita di Sumba, Sabu, Timor, Alor dan Manggarai, mengenakan mahkota dengan berbagai
bentuk. Sedangkan kaum prianya mengenakan destar, selain itu pakaian adat Rote untuk
kaum prianya memakai topi dengan bentuk Samrero yang disebut Tiilanga dan kaum
wanitanya memakai hiasan kepala yang berbentuk sabit, kain tenun yang menyelempang di
bahu, dan sebagai kelengkapannya dikenakan perhiasan subang, kalung, pending dan gelang
tangan. Kesenian : Masyarakat Nusa Tenggara Timur memiliki berbagai bentuk kesenian
antara lain yang menonjol : Tari Perang, tarian yang menunjukkan sifat-sifat perkotaan dan
kepedulian mempermainkan senjata. Tari Garong Lameng, sebuah tarian yang dipertunjukan
pada upacara Khitanan. Tari Cerana merupakan tarian upacara penyambutan tamu dengan
membawa tempat sirih. Tari Higimitan, sebuah tari yang menggambarkan rasa kasih sayang
antara dua ikatan pria dan wanita. Tari Kataga, merupakan tarian bagian dari upacara ritus,
yaitu upacara penyambutan terhadap arwah nenek moyang. Senjata Tradisional : Ciri khas
senjata tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur disebut Subdu atau Sudu, profilnya
seperti keris sebagai senjata tikam yang dianggap keramat. Kepercayaan: Penduduk Nusa
Tenggara Timur sebagian besar beragama Katholik dan selebihnya pemeluk agama Kristen,
Islam, Hindu dan Budha. Meskipun demikian penduduk yang sudah memeluk agama, masih
percaya kepada dewa-dewa. Dewa tersebut namanya berlainan di setiap daerah, misalnya di
Tetum dikenal dengan nama Hot Esen atau Maromak, di Manggarai dengan nama Mori
Kraeng, di Dawan dengan nama Uis Nemo, dan di Sikka dikenal dengan nama Niang Tana
Lero Wulan. Di daerah Sabu dewa tertinggi sesuai dengan fungsinya dibagi menjadi tiga
yaitu (1) Deo Wie yaitu Deo pengatur dan pemelihara segala yang diciptakan; (2) Deo Weru
atau Pamugi yaitu Deo pencipta alam; (3) Deo menggarru yaitu Deo pengatur keturunan
makhluk di dunia. Masyarakat daerah Nusa Tenggara Timur juga mengenal makhluk halus
yang baik dan bersifat jahat. Makhluk halus yang baik tentu dari nenek moyang antara lain
Embu Mamo di Ende, Naga Golo atau Peo di Manggarai sedangkan makhluk halus yang
bersifat jelek yang merugikan orang seperti Fenggeree di Ende, Wango Madera Ai di Sabu
dan sebagainya. Kepercayaan Dinamisme yang menganggap sesuatu benda mempunyai
kekuatan gaib. Upacara Adat. Upacara adat yang masih dilestarikan masyarakat Nusa
Tenggara Timur antara lain : Kelahiran Pada masa kehamilan di Tetum, merupakan upacara
yang bertujuan agar si ibu tetap sehat dan tidak dianggap roh jahat disebut upacara Keti
Kebas Metan (mengikat dengan tali benang kitan), peristiwa kelahiran, dukun beranak
memegang peranan penting pada peristiwa tersebut ada dua upcara yang penting yaitu
pengurusan ari-ari dan pemberian nama bayi. Masa Remaja Setelah anak menjelang dewasa
biasanya diadakan serangkaian upacara yaitu cukuran rambut pada masa anak-anak dan sunat
bagi laki dan potong gigi untuk wanita. Perkawinan Setelah ada pesuntingan kedua belah
pihak, dilanjutkan melalui beberapa tahap, yaitu penukaran, pembayaran belis, dan upacara
perkawinan. Pada waktu peminang petugas peminang yang disebut Wuna (Wunang) di
Sumba, di Sabu disebut Mone Opo Li atas Mone dan di dawan. Belis (maskawin) Setelah
pinangan diterima dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu Belis (maskawin). Hal ini
merupakan hal penting dari lembaga perkawinan, karena dianggap sebagai Na Buah Ma An
Mone (suatu simbul untuk menyerahkan laki dan perempuan sebagai suami istri) macam
Belis dapat berupa emas, perak, uang dan hewan. Di Alor belis biasanya berupa Moko
(makanan kecil), di Flores Timur dan Maumere (Sikka) berupa Gading Gajah. Upacara
perkawinan Setelah belis terbayar semua, lalu diadakan upacara perkawinan, yang di rate
disebut Natu Du Sasaok (terang kampung) pada malam biasanya diadakan upacara Nasasu
Kak, keduan tidur bersama diatas rumah yang dihiasi dengan selimut. Upacara Kematian
Menurut kepercayaan mereka kematian adalah berpindahnya dari dunia ramai kekehidupan
gaib. Untuk pesta kematian ini dikorbankan sajian berpuluh-puluh ekor sapi, kerbau dan babi
Rangkaian upacara meliputi beberapa tahap : Adat meratap, yaitu menangis dimuka mayat
yang dilakukan oleh wanita. Adat memakan mayat, yaitu memakan mayat selama beberapa
hari sebelum dikubur. Merawat mayat, sebelum dikubur mayat dimandikan terlebih dahulu,
kemudian diberi pakaian yang bagus atau pakaian kebesaran. Upacara waktu penguburan,
tempatnya didekat rumah, untuk laki disebelah barat dan perempuan disebelah timur.
Upacara setelah penguburan, malam harinya diadakan pesta besar-besaran dengan
membunyikan bunyi-bunyian dan tari-tarian.
3.1 alat musik
Sasando
Sasando adalah Sebuah alat musik petik asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Secara umum, bentuk sasando serupa dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola, dan
kecapi.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada
bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar
(dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas ke bawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan
ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini
ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat
seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.
Sasando memang punya banyak senar. Sasando dengan 28 senar ini diistilahkan dengan
Sasando Engkel. Jenis lain; Sasando Dobel namanya, punya 56 senar. Bahkan ada yang 84
senar. Cara memainkan sasando dengan dipetik. Mirip dengan gitar. Hanya saja sasando
tanpa chord (kunci) dan senarnya harus dipetik dengan dua tangan, sehingga lebih mirip
Harpa.
Bagian utama dari sasando berbentuk seperti harpa, dengan media pemantul suara
terbuat dari daun Pohon Gebang (sejenis Pohon Lontar yang banyak tumbuh di Pulau Timor
dan Pulau Rote) yang dilekuk menjadi setengah melingkar. Tempat senar-senar diikat terbuat
dari bambu yang keras, penahan senar yang sekaligus sebagai pengatur nada senar juga
terbuat dari bambu. Batang bambu itu lalu diikat menyatu dengan daun Gebang yang dibuat
melingkar tadi. Saat ini sasando sudah mulai di modifikasi. Pemantul bunyi dari daun gebang
sudah diganti dengan spul gitar listrik yang ditempelkan pada batang bambu ditengah
sasando. Tentu sasando model ini hanya bisa mengeluarkan bunyi keras dengan bantuan
sound system .
Pasola
Pasola adalah permainan perang dua kelompok pasukan berkuda yang saling
melempar lembing (tombak kayu) di sebuah padang savana.
Menurut cerita setempat tradisi ini laihir dari kisah percintaan janda cantik bernama Rabu
Kaba. Konon sebelum menerima status janda, Rabu Kaba adalah isteri sah dari Umbu Dula,
satu dari tiga bersaudara pemimpin warga Waiwuang. Rabu Kaba menjadi janda karena
mengira suami beserta dua saudaranya meninggal saat melaut.
Rabu Kabua kemudian menikah kembali dengan seorang pemuda tampan dari Kampung
Kodi bernama Teda Gaiparona. Suami dan dua saudara Rabu Kaba yang ternyata belum
meninggal mendapati isteri Umbu Dula sudah kawin lari dengan orang lain. Untuk mereka
bisa terus menikah bersama, Teda Gaiparona harus memberikan pertanggung jawaban. Seusai
menyelesaikan perselisihan, Teda Gaiparona berpesan supaya warga melaksanakan Pasola.
Dengan demikian diharapkan dendam kedua kampung dapat dilepaskan dengan permainan
perang-perangan dan adu ketangkasan melempar lembing di atas kuda.
Permainan Pasola biasanya diadakan sebagai puncak dari Pesta Adat Nyale, yaitu semacam
upacara untuk meminta restu dari para dewa dan leluhur supaya panen tahun itu berhasil.
Waktu penyelenggaraan Pasola bergantung pada perhitungan hari para tetua adat yang
rupanya tidak pernah meleset. Salah satu tanda ketepatan itu adalah pada setiap
penyelenggaraan Pasola, di pantai selalu sedang terdapat banyak cacing laut.
Pasola memiliki nilai sakral karena adanya ritual-ritual yang harus dilakukan oleh para tetua
adat terhadap para peserta sekaligus ritual permohonan restu. Selain nilai sakralnya, Pasola
juga merupakan elemen pemersatu masyarakat Sumba. Permainan Pasola diselenggarakan di
empat kampung di Kabupaten Sumba Barat yaitu Kampung Kodi, Laboya, Wanokaka, dan
Gaura.
3.2 Tarian Daerah
TARI HOPONG
Asal tarian : Helong
Hopong adalah sebuah upacara tradisional masyarakat Helong yang mengijinkan para petani
untuk menuai atau panen di ladang pertanian. Upacara Hopong adalah suatu aktivitas yang
dilakukan oleh para petani dalam bentuk doa bersama sebagai ungkapan rasa syukur dan
terima kasih kepada Tuhan dan nenek moyang. Upacara Hopong dilakukan pada masa panen
disuatu rumah yang ditentukan bersama dan dihadiri oleh tua-tua adat serta lapisan
masyarakat. Tarian ini juga menggambarkan kehidupan bersama nilai religius, gotong
royong.
TARI MANEKAT (TEMPAT SIRI)
Asal tarian : Kabupaten TTS
Menurut masyarakat Dawan dalam kehidupan adat istiadatnya sapaan selalu ditandai dengan
siri pinang. Siri pinang merupakan lambang penghormatan untuk memberikan harkat dan
martabat seseorang.
TARI PEMINANGAN
Asal tarian : Kabupaten TTU
Tarian ini menggambarkan bentuk peminangan ala orang dawan di Kabupaten Timor Tengah
Utara. Peminangan dapat juga diartikan sebagai suatu ungkapan perasaan cinta yang
tulus.ungkapan kepolosan hati antara sepasang kekasih yang hendak mengikat kasih.Suatu
ungkapan bahwa kehadiran dari seseorang diterima dengan sepenuh hati, dengan tangan
terbuka.
Tarian ini juga melambangkan penyambutan, penghormatan atas kehadiran seorang tamu
istimewa yang mendatangi tempat mereka.
TARI LIKURAI
Asal tarian : Kabupaten Belu
Dalam masyarakat Belu tari Likurai merupakan tari yang dibawakan oleh gadis-gadis / ibu-
ibu untuk menyambut tamu-tamu terhormat atau pahlawan yang pulang dari medan perang.
TARI DODAKADO
Asal tarian : Kabupaten Alor
Tarian yang berasal dari permainan rakyat ini Alor ini menggambarkan keceriaan muda-mudi
pada saat acara-acara pesta adat. Yang menarik dari tarian ini adalah ketangkasan muda-mudi
dalam berlompat-lompat diatas permainan bambu.
TARI TEOTONA
Asal tarian : Kabupaten Rote Ndao
Tarian ini berasal dari kerajaan Oenale di Rote. Tarian ini termasuk tarian sacral dalam
menyambut kaum pria yang kembali dari medan perang.
Pria dan wanita bersama-sama menunjukan kegembiraannya dengan menari secara ekspresif.
TARI LEDO HAWU
Asal tarian : Kabupaten Kupang/ Sabu
Tarian ini biasa dibawakan pada saat upacara kematian kepala adat, dengan maksud mengusir
setan ditengah jalan, agar perjalanan arwah kehadapan pencipta tidak dihalangi.
Istilah lain dari tari ini dapat dikatakn sebagai penyapu ranjau.
TARI LEKE
Asal tarian : Kabupaten Sikka
Tari ini mengambarkan pesta para masyarakat etnis Sikka Krowe sebagai ungkapan syukur
atas keberhasilan.
Biasanya ditarikan pada waktu malam hari yang diiringi musik gong waning dengan lantunan
syair-syair adat.
TARI POTO WOLO
Asal tarian : Kabupaten Ende
Fungsi tari ini biasa digunakan untuk menjemput para tamu agung, atau seorang kepala suku
yang diangkat secara adat. Poto artinya mengangkat atau menjunjung kebesarannya; Wolo
artinya gunung atau bukit.
WASA WOJORANA
Asal tarian : Kabupaten Manggarai
Tarian ini biasanya dilaksanakan pada upacara adat menjelang padi lading menguning.
Wasa Wojarana menggambarkan luapan rasa gembira , dengan meilhat bulir-bulir padi lading
yang menjanjikan dan sebagi ungkapan terimakasih kepada pencipta dan sekaligus memohon
agar panen tidak gagal akibat bencana alam dan ancaman hama. Tarian ini ditampilkan
ditampilkan dengan irama pelan dan cepat .
TARI TOGADU
Asal tarian : Kabupaten Ngada
Todagu menggambarkan keperkasaan pemuda Nage Keo dalam berperang dan
membangkitkan senmangat patriotisme. Tarian ini diiringi oleh bambu dan tambur.
TARI KANDINGANGU
Asal tarian : Kabupaten Sumba Timur
Pada zaman dahulu Kandingangu ditarikan pada upacara adata tradisional untuk memohon
kehadiran pencipta alam semesta (dewa-dewi). Namun masa kini tari ini biasa dipentaskan
saat menyambut tamu agung atau dalam acara ramah tamah.
TARI YAPPA IYA
Asal tarian : Kabupaten Sumba Barat
Tari ini menggambarkan kegiatan masyarakat Mbarambanja dalam kegiaatanya menangkap
ikan.
TARI HEDUNG BUHU LELU
Asal tarian : Kabupaten Lembata
Suatu kegiatan kekerabatan penghalusan kapas yang telah dipisahkan dari bijinya. Pekerjaan
ini biasanya dilakukan oleh perempuan, baik itu ibu-ibu maupun gadis-gadis dan aktivitas ini
merupakan suatu kerajinan rumah tangga.
Daftar Pustaka
Soh Z Andre, dkk.1985.Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Nusa Tenggara Timur. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan