47
REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL PERBEDAAN INFANTISIDA DAN PEMBUNUHAN ANAK BIASA Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Disusun oleh: No Nama Universitas 1. Christy Imelda Margaretha M FK UKI 2. Ketut Suwadiaya FK UKI 3. Vania Petrina FK UNDIP 4. Febrina Ernawati FK UNDIP 5. Ketut Wida Komalasari FK UNDIP 6. Supri Suryadi FK UNDIP Dosen Penguji: dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM Residen Pembimbing: dr. Ricka Brillianty

infanticide dan non infanticide

  • Upload
    febrina

  • View
    193

  • Download
    10

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perbedaan kasus infanticide dengan pembunuhan bayi biasa

Citation preview

Page 1: infanticide dan non infanticide

REFERAT ILMU KEDOKTERAN

FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL

PERBEDAAN INFANTISIDA DAN PEMBUNUHAN ANAK BIASA

Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh:

No Nama Universitas1. Christy Imelda Margaretha M FK UKI2. Ketut Suwadiaya FK UKI3. Vania Petrina FK UNDIP4. Febrina Ernawati FK UNDIP5. Ketut Wida Komalasari FK UNDIP6. Supri Suryadi FK UNDIP

Dosen Penguji:dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM

Residen Pembimbing:

dr. Ricka Brillianty

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO

RSUP DR. KARIADI SEMARANG

PERIODE 4 MARET 2013 s.d 30 MARET 2013

Page 2: infanticide dan non infanticide

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui oleh dosen penguji, referat dari:

No Nama NIM Universitas

1. Christy Imelda Margaretha M 0861050007 FK UKI

2. Ketut Suwadiaya 0861050009 FK UKI

3. Vania Petrina 22010111200135 FK UNDIP

4. Febrina Ernawati 22010112210160 FK UNDIP

5. Ketut Wida Komalasari 22010112210175 FK UNDIP

6. Supri Suryadi 22010112210182 FK UNDIP

Fakultas : Kedokteran Umum

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal

Dosen Penguji : dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM

Residen Pembimbing : dr. Ricka Brillianty Zaluchu

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Semarang, 16 Maret 2013

Dosen Penguji, Residen Pembimbing

dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM dr. Ricka Brillianty Zaluchu

Page 3: infanticide dan non infanticide

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang

berjudul “ PERBEDAAN INFANTISIDA DAN PEMBUNUHAN ANAK BIASA ”. Tugas

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program Profesi dokter di

bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas

Diponogoro Semarang. Pada penulisan dan penyusunan referat ini, penulis banyak dibantu

oleh berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. dr. Arif Rahman S, Sp. F, Msi. Med, SH, DHM selaku dosen penguji

2. dr. Ricka Brillianty selaku residen pembimbing

Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis

berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam

perbaikan referat ini.

Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Semarang, 16 Maret 2013

Penulis

Page 4: infanticide dan non infanticide

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai pewaris dan

penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang,

apapun dikorbankan demi anak buah hatinya. Oleh karena itu seorang anak harus

mendapatkan perlindungan baik masih dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Tetapi

sekarang ini berita-berita tentang ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan

meninggal karena dibunuh oleh ibunya, seringkali dijumpai di media massa.1

Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak dahulu dan

terjadi dimana saja. Fir’aun di zamannya telah memerintahkan membunuh setiap bayi laki-

laki yang lahir, karena takut munculnya seorang raja baru. Masih banyak lagi alasan lain yang

mendorong seseorang sampai hati merampas nyawa seorang bayi yang baru dilahirkan.2

Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana

kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu

kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah

karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya

karena anak tersebut adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat

dilakukan tindakan menghilangkan nyawa anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama

kemudian. Patokannya yaitu dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-tanda

perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat atau diberikan pakaian.3

Akan tetapi, banyak negara yang menganut bahwa pembunuhan anak sendiri

bukanlah tindakan kriminal, tetapi merupakan tindakan akibat tuntutan sosial ekonomi. Di

Inggris dan Wales sejak 1922, infanticide tidak dimasukkan ke dalam undang-undang

kriminalitas. Di Indonesia, infanticida juga memiliki kekhususan dalam penanganan hukum,

dimana pembunuhan ini tidak dikategorikan dalam aturan pembunuhan yang bersifat umum

Page 5: infanticide dan non infanticide

( pasal 338 dan 340 KUHP). Pembunuhan bayi oleh ibu kandungnya ini didasarkan atas

motif takut ketahuan melahirkan anak, baik itu dilakukan tanpa rencana sebelumnya

(kinderdoodslag) ataupun telah direncanakan sebelumnya (kindermood). Motif ini dikaitkan

dengan kultur dalam masyarakat Indonesia yang masih tabu dan merupakan aib yang besar

jika melahirkan tanpa suami.4

Saat ini ada kecenderungan kejadian infantisida meningkat yang dipicu oleh berbagai

faktor. Perilaku seks bebas yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia yang

menghasilkan anak tidak sah mendorong ibu untuk membunuh bayinya demi menjaga

kehormatan dan harga dirinya. Keterpurukan ekonomi negara yang menyebabkan angka

penduduk miskin meningkat tajam turut menjadi pemicu kejadian ini.

Faktanya tingkat kekerasan pada anak meningkat setiap tahunnya. Sepanjang tahun

2007, berdasarkan hasil perhimpunan berbagai berita di 19 koran, dalam kurun waktu satu

tahun terdapat 470 kasus tindak kekerasan pada anak. Dari jumlah itu 67 diantaranya

terbunuh, sedangkan 23 kasus lainnya merupakan tindakan pemerkosaan yang umumnya

dilakukan oleh dilakukan oleh pihak terdekat

Oleh karena itu kami sebagai praktisi sebagai praktisi kesehatan ingin meninjau

apakah perbedaan mendasar antara infanticida dan pembunuhan anak biasa. Tidak hanya

dilihat dari segi hukum yang berlaku di Indonesia tetapi dari segi motif yang mendasari

tindakan tersebut dan data apa yang akan kita dapatkan di dalam pemeriksaan forensik.

I.2. RUMUSAN MASALAH.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam penulisan referat

dengan topik ” INFANTISIDA” ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah definisi dan batasan Infantisida?

2. Bagaimana dasar hukum yang mengatur infantisida?

3. Apakah definisi dan batasan pembunuhan anak biasa (non infantisida)?

4. Apakah motif yang mendasari kasus pembunuhan anak biasa (non infantisida)?

5. Bagaimana dasar hukum yang mengatur pembunuhan anak biasa (non

infantisida)?

6. Bagaimana pemeriksaan forensik yang dilakukan pada kasus infantisida dan

pembunuhan anak biasa (non infantisida)?

I.3. TUJUAN PENULISAN

Page 6: infanticide dan non infanticide

1. Untuk mengetahui tentang definisi dan batasan infantisida.

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang mengatur infantisida.

3. Untuk mengetahui definisi dan batasan pembunuhan anak biasa (non infantisida).

4. Untuk mengetahui motif yang mendasari pembunuhan anak biasa (non

infantisida).

5. Untuk mengetahui dasar hukum yang mengatur pembunuhan anak biasa (non

infantisida)

6. Untuk mengetahui pemeriksaan forensik yang dilakukan pada kasus infantisida

dan pembunuhan anak biasa (non infantisida).

I.4. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai dokter muda, ataupun saat setelah

berprofesi dokter.

2. Bagi Institusi Pendidikan

- Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi database

tinjauan ilmiah yang sudah ada.

- Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama terkait

kasus-kasus bidang Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang berkembang

di masyarakat.

3. Bagi Institusi Penegak Keadilan

Sebagai tambahan informasi tentang perbedaan infantisida dan pembunuhan anak

biasa.

Page 7: infanticide dan non infanticide

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh

seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut

ketahuan telah melahirkan anak.

Pengkhususan infantisida sebagai tindakan pidana yang hukumannya lebih ringan

tersebut didasarkan atas bahwa kondisi mental pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui

sangat labil dan mudah tergoncang akibat gangguan keseimbangan hormon.(sofwan dahlan)

Di Indonesia infantisida dikhususkan dalam dua bagian yaitu, kinderdooodslag dan

kindermoord yang didasarkan atas motif takut ketahuan melahirkan anaknya. Kinderdoodslag

adalah dilakukan tanpa perencanaan sedangkan kindermoord dilakukan dengan perencanaan.

Sehingga, hukuman kindermoord lebih berat dari kinderdoodslag.5

Dengan demikian berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi

dalam kasus pembunuhan anak (infanticide) yaitu:

1. Pelaku adalah ibu kandung

2. Korban adalah anak kandung

3. Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah melahirkan anak

4. Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa saat setelah

melahirkan.

Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu pembunuhan yang

tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak

(infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa.6

2.2. Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap

nyawa orang yang memiliki pasal khusus. Adapun bunyi pasalnya yaitu:

Page 8: infanticide dan non infanticide

Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat

anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,

diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut

akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama

kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling

lama sembilan tahun.

Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan

dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan berencana.

Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor penting

yaitu:5

Ibu yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan

anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau tidak, sedangkan bagi

orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena

pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15

tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur

hidup/hukuman mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).

Waktu yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat,

tetapi hanya dinyatakan “ pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian “. Sehingga

boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap

anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan

bukan membunuh anaknya.

Psikis yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan

diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut

didapatkan dari hubungan tidak sah.

2.3 Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Biasa ( Non Infantisida)

Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan pada anak diatas usia satu hari yang

dilakukan oleh ibu, ayah, atau orang tua tiri. Pembunuhan anak sendiri merupakan kejadian

yang relatif jarang. Berdasarkan penelitian di kanada pada tahun 2004 terdapat 27 anak yang

dibunuh oleh orang tuanya, termasuk orang tua tiri, dan 22% diantaranya melakukan bunuh

diri setelah dia membunuh anaknya.7

Page 9: infanticide dan non infanticide

Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan yang dilakukan oleh orang tuanya

sendiri dan tidak memenuhi syarat pembunuhan infanticide. Resnick mengklasifikasikan

pembunuhan terhadap anak berdasarkan motif dari pembunuhan, yang terdiri dari altruism,

acute psychosis, unwanted child, accidental, dan sposal revenge.7 Bourger and bradford

merupakan peneliti pertama yang mengungkapkan bahwa faktor gender merupakan faktor

yang penting dalam pembunuhan anak sendiri.7

Klasifikasi pembunuhan anak berdasarkan Resnick7

1. Altruism

Adalah pembunuhan anak yang dilakukan berdasarkan motif rasa tidak tahan melihat

atau membayangkan anaknya menderita. Jenis pembunuhan ini dilakukan dengan

tujuan menghilangkan penderitaan dari anaknya, biasanya pembunuhan dengan motif

ini akan disertai dengan bunuh diri dari pelaku. Misal anak yang dibunuh oleh ibunya

karena mempunyai penyakit yang tidak dapat sembuh atau anak yang dibunuh oleh

ibunya karena selalu disiksa oleh keadaan atau seseorang.

2. Acute Psychosis

Adalah pembunuhan anak sendiri yang dilakukan berdasarkan motif orang tua yang

mengalami gangguan kejiwaan.

3. Unwanted children

Adalah pembunuhan anak sendiri yang dilakukan karena orang tua tidak

mengharapkan anak tersebut. Pembunuhan anak berdasarkan motif ini biasanya sering

terjadi pada pernikahan yang tidak dinginkan atau pada kasus pemerkosaan.

4. Accidental

Adalah pembunuhan anak sendiri secara tidak sengaja. Pembunuhan jenis ini sering

berkaitan dengan penyiksaan terhadap anak yang berujung ke kematian anak tersebut.

Biasa pembunuhan dengan motif ini akan tampak tanda-tanda battered child

syndrome, cedera yang dihasilkan dari penyiksaan secara fisik bisa berupa bengkak,

luka bakar, patah tulang dan lain-lain.

5. Spousal Revange

Page 10: infanticide dan non infanticide

Adalah pembunuhan terhadap anak sendiri dengan tujuan untuk balas dendam

terhadap pasangannya atau untuk memberi hukuman terhadap pasangannya.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa pembunuhan anak sendiri dapat dilakukan oleh

ibu atau ayah korban. Tahun pertama kehidupan merupakan waktu kritikal terjadinya

pembunuhan anak sendiri.7 Dari beberapa penelitian mengatakan bahwa ibu lebih sering

melakukan pembunuhan anak sendiri dibandingkan ayah tetapi dari penelitian yang lain

mengatakan bahwa ayah lebih sering melakukan pembunuhan anak. Bourget dan Gagne

sebagai peneliti pertama yang memasukan faktor gender sebagai selah satu faktor yang

penting pada pembunuhan anak, mereka juga mengkategorikan kemungkinan pelaku

melakukan bunuh diri dan penyiksaan diri. Mereka mengklasifikasikan pembunuhan anak

menjadi.9

1. Mentally ill

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan gangguan pada axis

1, baik itu psikotik maupun non-psikotik. Pada pembunuhan karena motif ini pelaku bisa

mempunyai maksud tertentu pada pembunuhan atau tidak mempunyai maksud apapun.

2. Fatal abuse

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan motif penolakan

pada anaknya sendiri sehingga melakukan penyiksaan pada anaknya yang berujung pada

kematian dari anak tersebut. Tidak terdapat gangguan mental pada pelaku. Pada motif ini

pelaku secara tidak sengaja atau tidak mempunyai maksud tertentu pada pembunuhan.

3. Retaliating

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan motif balas dendam

atau kemarahan terhadap pasangannya. Tidak ditemukan gangguan mental pada pelaku.

Pelaku mempunyai maksud pada pembunuhan anaknya.

4. Mercy

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak yang diakibatkan anak yang

menderita penyakit yang berat atau yang menimbulkan kecacatan pada anaknya. Gangguan

mental tidak ditemukan.

5. Other or Insufficient information

Page 11: infanticide dan non infanticide

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak yang melibatkan banyak

faktor.

6. Unknown

Adalah seseorang yang melakukan pembunuhan anak dengan motif yang tidak

jelas, bisa terdapat gangguan mental maupun maksud tertentu.

Klasifikasinya

1. Grup A : Dapat disetai bunuh atau terdapat kemungkinan melakukan bunuh diri

2. Grup B : Dapat disertai penyiksaan atau dapat melakukan penyiksaan

3. Grup C : Terduga maupun tidak terduga

Pembunuhan anak sendiri yang dilakukan oleh ibu

Ibu yang melakukan pembunuhan terhadap anaknya sendiri cenderung mempunyai

stress yang tinggi dan tidak mendapatkan support baik mental maupun material. Banyak

faktor yang mempengaruhi pembunuhan anak sendiri yang dilakukan oleh ibu termasuk pada

saat ibu baru pertama kali mempunyai anak (post partum depression), mempunyai masalah

finansial, mempunyai konflik dengan salah satu anggota keluarga, dan mempunyai akses

sosial yang terbatas.

Post partum depression adalah suatu keadaan dimana ibu mengalami depresi setelah

melahirkan anaknya, biasanya ini terjadi pada ibu yang baru pertama kali mempunyai anak.8

Para peneliti telah membagi keadaan ini menjadi tiga jenis yaitu:10

1. Baby blue

Baby blue merupakan bentuk yang paling ringan dari post partum depression.

Biasanya ini terjadi pada hari pertama atau ketiga setelah melahirkan. Ibu yang

mengalami keadaan ini akan mengalami gangguan tidur, perubahan mood, mudah

tersinggung, dan marah. Diperkirakan bahwa 50% - 80% mengalami hal ini.

2. Postpartum depression

Postpartum depression merupakan bentuk yang lebih parah dibandingkan baby blue.

Wanita yang mengalami hal ini akan merasakan kesedihan, akan sering terlihat

menangis, merasakan rasa bersalah, cemas, dan merasa tidak mampu menjalani

kehidupan sebagai seorang ibu. Selain itu pada keadaan ini ibu juga akan mengalami

Page 12: infanticide dan non infanticide

gangguan fisik seperti sakit kepala, sakit dada dan hiperventilasi. Ibu akan

memperlakukan anaknya secara negatif dan menunjukan rasa ketidaktertarikan

terhadap anaknya sendiri. Hal ini akan berdampak pada hubungan antara ibu dan

anak. Pada keadaan seperti ini bukanlah hal yang aneh jika seorang ibu mempunyai

keinginan untuk mencelakakan anaknya sendiri.7 Salah satu penelitian menyimpulkan

bahwa 41% dari ibu yang mengalami postpartum depression mempunyai pikiran

untuk menyiksa anaknya dibandingkan dengan 7% dari yang digunakan sebagai

kontrol. Berdasarkan penelitian kejadian ini akan terjadi pada 3% - 20% dari total

kelahiran dan dapat terjadi dalam beberapa bulan bahkan bisa terjadi sampai satu

tahun.

3. Postpartum psychosis

Postpartum psychosis merupakan kajadian yang jarang terjadi. Ada kecenderungan

pada ibu yang mengalami postpartum depression dan tidak dirawat akan mengalami

hal ini. Gejala yang nampak yaitu pusing yang sangat parah, kelelahan, agitasi,

perubahan mood, merasa tidak berdaya dan malu. Hal ini dapat menimbulkan

halusinasi dan mania dari seorang ibu. Berdasarkan penelitian hal ini terjadi pada satu

dari seribu kelahiran.

Gangguan kepribadian dan gangguan psikososial merupakan kofaktor yang penting

pada ibu yang menyiksa anaknya. Hal ini dapat terjadi pada ibu yang mempunyai orang tua

yang bercerai sejak ia kecil dan mempunyai riwayat kekerasan pada saat ia kecil.

1Berdasarkan penelitian populasi ditemukan satu dari dua dari kematian anak yang

disebabkan karena accidental mempunyai riwayat penyiksaan sebelumnya.

Pembunuhan anak untuk balas dendam terhadap pasangan (retaliating) jarang

ditemukan. Ibu yang melakukan hal ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian dan

mempunyai resiko yang tinggi untuk melakukan bunuh diri.

Pembunuhan anak sendiri yang disebabkan gangguan kejiwaan mempumyai

prevalensi yang cukup tinggi dengan depresi dan psikotik sebagai penyebab utamanya. 7Resnick menemukan bahwa 67% dari 88 ibu yang melakukan pembunuhan pada anaknya

menderita depresi mayor dan schizophrenia.7 Bourget dan Gagne dalam penelitiannya

menemukan 67% dari 27 ibu yang melakukan pembunuhan pada anaknya didiagnosa

mengalami depresi mayor dan 15% didiagnosa menderita schizophrenia.7 Berdasarkan dari

penelitan Lewis dan Bunce, ibu yang mengalami gangguan kejiwaan cenderung mempunyai

Page 13: infanticide dan non infanticide

banyak korban dan akan melakukan bunuh diri setelahnya. Biasanya senjata yang digunakan

adalah pisau dan senjata api.7 Stanson menginvestigasi enam wanita yang mengalami

gangguan kejiwaan yang meliputi depresi mayor, schizophrenia, dan schizoafektif. Dia

menemukan bahwa keenam ibu tersebut membunuh anak tertuanya dengan pembunuhan

lebih dari satu korban pada beberapa kasus.

Pembunuhan anak biasa yang dilakukan oleh ayah

Bourget dan gagne menemukan 77 kasus pembunuhan anak sendiri yang dilakukan

oleh ayah di Quebec dalam 10 tahun terakhir.9 Penelitian ini memperlihatkan beberapa faktor

yang berhubungan dengan korban, cara pembunuhan, dan motif yang mendasari dari

pembunuhan tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembunuhan anak sendiri lebih

sering dilakukan oleh ayah dibandingkan ibu dari korban. Hal ini berdasarkan jumlah pelaku,

Bourget dan gagne di penelitiannya yang berbeda menemukan terdapat 34 kasus pembunuhan

anak sendiri yang dilakukan oleh ibu pasien.11 Pada penelitian 32 kasus pembunuhan anak di

U.S Air Force, Lucas et al. menemukan bahwa pembunuhan terhadap anak dan bunuh diri

meningkat ketika umur dari korban semakin bertambah; 13% korbannya adalah anak yang

lebih muda (1-4 tahun) dan diikuti dengan kasus bunuh diri dari pelaku sedangkan 50%

korbannya adalah anak yang lebih tua (4-15 tahun).9

Seorang ayah merupakan pelaku yang cukup sering melakukan pembunuhan anak

yang disebabkan fatal abuse (accidental pada klasifikasi Resnik), yang biasanya disebabkan

oleh battered child syndrome (suatu tanda luka yang diakibatkan dari penyiksaan secara fisik)

dan jarang diikuti dengan gangguan psikotik maupun kasus bunuh diri. Riwayat kekerasan

pada zaman dahulu merupakan faktor yang sering menyebabkan terjadinya pembunuhan anak

yang dilakukan oleh ayah yang disebabkan oleh fatal abuse.

Faktor stress yang berat juga dilaporkan menjadi penyebab terjadinya pembunuhan

anak oleh ayahnya, termasuk masalah finansial, pernikahan yang terancam, dan ketakutan

akan perpisahan. Beberapa pembunuhan anak yang dilakukan oleh ayahnya terjadi setelah

terjadinya argumentasi mengenai ketidaksetiaan pasangan.

Ketidakmampuan seorang ayah mengontrol kelakuan anaknya atau salah

menginterpretasikan kelakuan anak menjadi faktor yang memotivasi terjadinya pembunuhan

anak. Pada investigasi lima kasus pembunuhan anak oleh ayahnya di Palermo Italia,

Page 14: infanticide dan non infanticide

menemukan kelima laki-laki yang melakukan pembunuhan anak tidak mempunyai

kemampuan merawat anak yang baik.

Gangguan kejiwaan mempunyai peran yang penting pada kasus ini. Haters dan

friedman menemukan dari 20 laki-laki yang melakukan pembunuhan pada anak, 25%

ditemukan mempunyai gangguan psikotik dan 50% menderita gangguan depresif mayor7.

Bourqet dan Gagne mengungkapkan hal yang sama, pada 60 laki-laki yang melakukan

pembunuhan pada anak ditemukan 30% merupakan penderita psikotik, 52% merupakan

penderita depresi mayor7. Campion et al, menemukan bahwa 11 dari 12 kasus pembunuhan

anak yang dilakukan oleh ayah yang dijadikan sample mengalami gangguan psikiatri, dengan

7 (64%) dari laki-laki mengalami akut atau kronik psikotik pada saat terjadinya

pembunuhan.7

2.6 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Biasa ( Non Infanticide)

Dalam KUHP, belum terdapat pasal yang mengatur secara langsung pembunuhan

anak biasa (non infanticida). Oleh karena itu, pembunuhan anak biasa dapat dimasukkan

dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang. Selain itu, pada Undang-Undang juga terdapat

pasal yang mengatur mengenai perlindungan anak. Berikut merupakan isi-isi pasal tersebut.

Pasal 338

“ Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Pasal 339

“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau

untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap

tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan

hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling

lama dua puluh tahun.”

Pasal 340

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang

lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

Page 15: infanticide dan non infanticide

Pasal 344

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua

belas tahun.”

Undang-Undang Perlindungan Anak

Pasal 13

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang

bertanggung

jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan

sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,

got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak

sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang

(pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308).4

2. 5. PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Pemeriksaan kedokteran forensik berguna membantu penyidikan untuk memperoleh

kejelasan di dalam hal sebagai berikut:

1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?

2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?

3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian?3,4

Page 16: infanticide dan non infanticide

Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti barang

bukti. Oleh karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh

anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain ketiga kejelasan di atas, masih

ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VeR, yaitu:

4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?

5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat

mempengaruhi kelangsungan hidup bagi si anak?3,4

Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus dilahirkan

hidup setelah seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Selain itu,

viabilitas dan maturitas bayi juga perlu ditentukan untuk menerangkan sebab lahir mati. Bila

bayi tersebut lahir mati kemudian dibuang, maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan

anak sendiri, melainkan kasus lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran

dan kematian.2,4

2.5.1 Lahir hidup atau lahir mati

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang

setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan

usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.2

Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan

oleh ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan

berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas

atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat

atau gerakan otot rangka.4

Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan (paru

mengembang dan terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis, adanya pergerakan

otot, sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan

tali pusat.2

1. Pernapasan

Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi

plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru. Pernapasan

setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.2,4

a. Letak Diafragma

Page 17: infanticide dan non infanticide

Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6.

Sedangkan pada yang belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-4.4

b. Gambaran Makroskopik Paru

Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak homogen namun

berbercak-bercak (mottled). Konsistensinya adalah seperti spons dan berderik pada

perabaan. Sedangkan, pada paru-paru bayi yang belum bernapas berwarna merah

ungu tua seperti warna hati bayi dan homogen, dengan konsistensi kenyal seperti hati

atau limpa.4

c. Uji Apung Paru

Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru

tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan

histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.4

Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit

dengan pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak

palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang

perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan

trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di

bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada

manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir

ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.4

Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset

bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esophagus diikat

di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara

tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak

memberikan hasil meragukan.4

Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke

dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri

dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dilihat apakah

mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke

dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari

bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung

atau tenggelam.4

Page 18: infanticide dan non infanticide

Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena

kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di

antara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser

untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru,

lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau

tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak akan

keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang

telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil

uji apung paru negatif.4

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru

mengingat kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang dapat

bersifat buatan atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah

bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).4

Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi

dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut,

sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan

histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir

hidup.4

Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya,

sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.4

d. Mikroskopik paru-paru

Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan

larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan

cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam,

kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila

paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.4

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas,

tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda

khas untuk paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang

berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan

dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung

bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum

bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak

Page 19: infanticide dan non infanticide

serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti

rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar

dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).4

Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan

amnion yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat

atau solusio plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine

submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit,

berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari

atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik

dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.4

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin

terlihat dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel

epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh

sel-sel dinding alveoli.4

Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya

kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan

atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl

yang fatal seperti anensefalus.4

Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:2,6

nNo.

Paru belum bernapas Paru sudah bernapas

11.

Volume kecil, kolaps, menempel pada vertebra, konsistensi padat, tidak ada krepitasi

Volume 4-6x lebih besar, sebagian menutupi jantung, konsistensi seperti karet busa (ada krepitasi)

22.

Tepi paru tajam Tepi paru tumpul

33.

Warna homogen, merah kebiruan/ungu

Warna merah muda

54.

Kalau diperas di bawah permukaan air tidak keluar gelembung gas atau bila sudah ada pembusukan gelembungnya besar dan tidak rata.

Gelembung gas yang keluar halus dan rata ukurannya.

65.

Tidak tampak alveoli yang berkembang pada permukaan

Tampak alveoli, kadang-kadang terpisah sendiri

66.

Kalau diperas hanya keluar darah sedikit dan tidak berbuih (kecuali bila sudah ada pembusukan)

Bila diperas keluar banyak darah berbuih walaupun belum ada pembusukan (volume darah dua kali volume sebelum napas.

Page 20: infanticide dan non infanticide

87.

Berat paru kurang lebih 1/70 BB Berat paru kurang lebih 1/35 BB

88.

Seluruh bagian paru tenggelam dalam air

Bagian-bagian paru yang mengembang terapung dalam air.

2. Menangis

Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa

bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara

tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis

dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah

menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.2,6

3. Pergerakan Otot

Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat dibuktikan.

Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun yang lahir

mati.2,4

4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin

Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi mata)

dan bukti anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam duktus

arteriosus, foramen ovale dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilicalis yang

langsung masuk vena cava inferior).6

Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang

sudah terlahir lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale

tertutup bila telah terjadi pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu).

Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam)

Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.6

5. Isi Usus dan Lambung

Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat reflek

menelan, maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara dalam lambung dan

usus dapat terjadi akibat pernapasan wajar, pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-

keadaan tersebut tidak dapat dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat,

dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada jejunum lekuk pertama, kemudian

dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam usus, makin kuat dugaan

adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua seluruhnya

dari usus besar.2,6

6. Keadaan Tali Pusat

Page 21: infanticide dan non infanticide

Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali

pusat setelah kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua,

pengeringan tali pusat, letak dan sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di putus (secara

tajam atau tumpul).2,6

7. Keadaan Kulit

Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi

lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir

hidup yaitu maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa

hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi

tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu

dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.2,6

Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau

setelah terpisah sama sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:

a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan

b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:

Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).

Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.

Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.

Tidak ada gas, baunya khas.

Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.6

2.5.2 Tanda Perawatan

Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus pembunuhan

anak. Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi tersebut tidak

lama setelah dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang

baru dilahirkan dan belum dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir

dan tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak sendiri.4

Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui

dari tanda-tanda sebagai berikut:

Tubuh masih berlumuran darah.

Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan

pusat (umbilikus).

Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat

diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.

Page 22: infanticide dan non infanticide

Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang

mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian

belakang bokong.4

2.5.3 Viabilitas

Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar kandungan ibunya atau

sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate existence). Viabilitas mempunyai

beberapa syarat, yaitu:

a. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.

b. Panjang badan ≥ 35 cm.

c. Berat badan ≥ 2500 gram.

d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.

e. Lingkaran fronto-ocipital ≥ 32 cm.4

Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan

hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus), dan

saluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).3

2.5.4 Cukup Bulan dalam Kandungan

Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah dikandung selama 37

minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh. Pengukuran bayi cukup bulan dapat

dinilai dari:

Ciri-ciri eksternal

Daun telinga

Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan tulang

rawan yang sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada

bagian dorsokranialnya dan bila dilipat cepat kembali ke keadaan semula.3

Susu

Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas

permukaan kulit dan diameter tonjolan susu itu 7 milimeter atau lebih.3

Kuku jari tangan

Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan

relatif keras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku autopsi.

Kuku jari kaki masih relatif pendek. Pada bayi yang prematur kuku jari tangan

belum melampaui ujung jari dan relatif lebih lunak sehingga ujungnya mudah

dilipat.4

Page 23: infanticide dan non infanticide

Garis telapak kaki

Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan

hingga tumit. Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam. Dalam hal

kulit telapak kaki itu basah maka dapat juga tampak garis-garis yang halus dan

superfisial.4

Alat kelamin luar

Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni pada dasar

skrotum dan rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi perempuan yang

matur, labia minor sudah tertutup dengan baik oleh labia mayor.4

Rambut kepala

Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan

tampak mengkilat. Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang prematur rambut

kepala halus seperti bulu wol atau kapas, masing-masing helai sulit dibedakan satu

sama lain dan batas rambut pada dahi tidak jelas.4

Skin opacity

Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh

darah yang agak besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar.

Pada bayi prematur pembuluh-pembuluh tersebut tampak jelas.4

Processus xiphoideus

Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan

pada yang prematur membengkok ke ventral atau satu bidang dengan korpus

manubrium sterni.4

Alis mata

Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah

terdapat, sedangkan pada yang prematur bagian itu belum terdapat.4

Pusat penulangan

Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur) mempunyai arti yang

cukup penting. Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat

penulangan pada umur kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan

cuneiform. Sedangkan, talus dan calcaneus pusat penulangan akan tampak pada

umur kehamilan 28 minggu.

Penaksiran umur gestasi

Rumus De Haas

Page 24: infanticide dan non infanticide

Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit dalam

sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5 bulan terakhir,

panjang badan adalah sama dengan angka bulan dikalikan dengan angka 5.4

Rumus Arey

Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.

Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2

Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.4

Rumus Finnstrom

Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.

Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)4

2.5.5 Penyebab Kematian

Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab

kematiannya. Bila terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati

atau sebab mati antenatal atau sebab mati janin (fetal death).4

Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:

a. Kematian wajar

1. Kematian secara alami

Imaturitas

Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar

kandungan sehingga mati setelah beberapa saat sesudah lahir.

Penyakit kongenital

Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti

sifilis, tifus, campak sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan

kelainan pada organ internal seperti paru-paru, jantung dan otak.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.

3. Malformasi

Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti

anensefali. Jika kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.

4. Penyakit plasenta

Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan

dapat menyebabkan kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu

meninggal dan dilakukan pemeriksaan dalam.

Page 25: infanticide dan non infanticide

5. Spasme laring

Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat

pembesaran kelenjar timus.

6. Eritroblastosis fetalis

Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan

rhesus positif, sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel

darah merah anak dan menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga

menyebabkan kematian anak baik sebelum maupun setelah kelahiran.

b. Kematian akibat kecelakaan

1. Akibat persalinan yang lama

Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari darah ke

selaput otak atau hingga mencapai jaringan otak akibat kompresi kepala dengan

pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur tulang kepala.

2. Jeratan tali pusat

Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran. Hal ini dapat

menyebabkan bayi menjadi tercekik dan mati karena sufokasi.

3. Trauma

Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan senjata

tumpul, terjatuhnya ibu dari ketinggian juga merupakan penyebab kematian bayi

intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.

4. Kematian dari ibu

Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan, maka anak

tidak akan bertahan lama di dalam kandungan sehingga harus dilahirkan sesegera

mungkin. Jika kematian disebabkan oleh penyakit kronis, seperti perdarahan

kronis, maka kesempatan untuk menyelamatkan nyawa anak sangatlah kecil.

Sedangkan jika kematian disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan,

dimana ibu sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa

bayi lebih besar.

c. Kematian karena tindakan pembunuhan

1. Pembekapan (sufokasi)

Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir sangat

mudah dibekap dengan menggunakan handuk, sapu tangan atau dengan tangan.

Dapat juga ditemukan benda asing yang menyumbat jalan napas, seringkali karena

Page 26: infanticide dan non infanticide

ibu berusaha mencegah agar anak tidak menangis dan ini justru menyebabkan

kematian.

2. Penjeratan (strangulasi)

Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering ditemui.

Sering ditemukan tanda-tanda kekerasan yang sangat berlebihan dari yang

dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tanda-tanda bekas jeratan akan ditemukan

di daerah leher disertai dengan memar dan resapan darah. Kadang juga ditemukan

penjeratan dengan menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati

secara alami.

3. Penenggelaman (drowning)

Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air, sungai dan

bahkan toilet.

4. Kekerasan tumpul pada kepala

Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan

terhadap bayi. Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah

tulang.

5. Kekerasan tajam

Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi dengan senjata

tajam seperti gunting atau pisau dan menyebabkan luka yang fatal hingga

menembus organ dalam seperti hati, jantung dan otak.

6. Keracunan

Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium pada putting

susu ibu, yang kemudian menyusui bayinya dan menyebabkan bayi tersebut mati.

Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi anatomi

yang diambil dari jaringan tubuh mayat bayi.3

2.6 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri

Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi bersangkutan bertujuan

untuk menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu

dicatat keadaan jalan lahir untuk menjawab pertanyaan “Apakah mungkin wanita tersebut

mengalami partus presipitatus?”.4

1. Tanda telah melahirkan anak

a. Robekan baru pada alat kelamin

b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari

Page 27: infanticide dan non infanticide

c. keluar darah dari rahim

d. ukuran rahim saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum setinggi

tulang kemaluan

e. payudara mengeluarkan air susu

f. hiperpigmentasi aerola mamma

g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih3

2. Berapa lama telah melahirkan

a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu

b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah

4-9 hari post partum berwarna putih

10-14 hari post partum getah nifas habis

c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari3

3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus

a. robekan pada alat kelamin

b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebih-lebih

bila tali pusat pendek

c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali

pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis

d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan

di dalam tengkorak3

4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari rahim.3

Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang diperiksa

adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan, yaitu:

1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak

Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri, lochia,

kolostrum dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat dari usia pasca lahir

ditambah lama kematian.

2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak

Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya dapat

ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedang

individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila golongan AB

sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya. Penggunaan banyak jenis golongan

darah akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya

maka cara ini tidak merupakan prosedur rutin.

Page 28: infanticide dan non infanticide

3. Pemeriksaan DNA

Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang besar.3,4

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh

seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut

ketahuan telah melahirkan anak. Motif pembunuhan anak sendiri hanya satu, yaitu takut

ketahuan telah melahirkan anak. Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam

Page 29: infanticide dan non infanticide

bab kejahatan terhadap nyawa orang. Pasal yang mengatur mengenai pembunuhan anak

sendiri, terdiri dari pasal 341, pasal 342, dan pasal 343. Berdasarkan undang-undang, terdapat

tiga faktor penting mengenai pembunuhan anak sendiri, yaitu faktor ibu, waktu, dan psikis.

Pembunuhan anak biasa adalah pembunuhan pada anak diatas usia satu hari yang

dilakukan oleh ibu, ayah, atau orang tua tiri. Berbeda dengan pembunuhan anak sendiri,

pembunuhan anak biasa memiliki berbagai motif, antara lain altruism, acute psychosis,

unwanted child, accidental, dan sposal revenge. Dalam KUHP, belum terdapat pasal yang

mengatur secara langsung pembunuhan anak biasa (non infantisida). Oleh karena itu,

pembunuhan anak biasa dapat dimasukkan dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang, yaitu

pasal 338, 339, 340, dan 344, serta Undang-undang Perlindungan Anak pasal 13.

Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang diduga

kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan mengenai anak tersebut

dilahirkan hidup atau lahir mati, adanya tanda-tanda perawatan, luka-luka yang dapat

dikaitkan dengan penyebab kematian, anak tersebut dilahirkan cukup bulan dalam

kandungan, dan adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.

Pemeriksaan terhadap kasus pembunuhan anak sendiri dilakukan terhadap

pelaku/tertuduh (ibu kandung yang baru melahirkan) dan korban (bayi yang baru dilahirkan).

Pada ibu, diperiksa tanda telah melahirkan anak, berapa lama telah melahirkan, adanya tanda-

tanda partus precipitates, pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan histopatologi

terhadap sisa plasenta dalam darah yang berasal dari rahim. Sedangkan, pada korban

diperiksa viabilitas, penentuan umur, pernah atau tidak pernah bernapas, umur ekstrauterin,

dan sebab kematian. Sebab kematian dapat berupa akibat penyakit, kecelakaan, dan tindakan

kriminal. Salah satu contoh kematian akibat tindakan criminal adalah tindakan pembunuhan

berupa pembekapan.

2. Saran

Infantisida merupakan hal yang penting bagi kedokteran forensik karena infantisida

merupakan kasus istimewa dan berbeda dengan pembunuhan anak biasa. Oleh sebab itu

perlu pelajaran lebih dalam lagi tentang ilmu ini dan saling melengkapi terhadap ilmu-

ilmu yang telah ada.

Page 30: infanticide dan non infanticide

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadidjah, Susi. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Pembunuhan Bayi

Di Wilayah DIY.Universitas Diponegoro; Tesis. Semarang. c2008 [cited 2013 March

1]. Available from http://eprints.undip.ac.id/18734/1/SUSI_HADIDJAH.pdf

2. Hoediyanto. Pembunuhan Anak (infanticide) [serial online]. c2008 [cited 2013

February 24]. Availble from

Page 31: infanticide dan non infanticide

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/PEMBUNUHAN

%20ANAK.pdf

3. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.

4. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta:

Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997.

5. Abraham dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi II. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, 2010.

6. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.

Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga; 1997.