24
17 HANGING ASFIKSIA GANTUNG DIRI ( HANGING ) BAB I PENDAHULUAN Penyebab kematian pada kasus gantung diri sering oleh karena penekanan pada pembuluh darah leher sehingga menyebabkan kurangnya darah yang membawa oksigen ke otak. Karena asfiksia merupakan proses, maka secara menyeluruh dalam tubuh biasanya akan didapati tanda- tanda umum yang hampir sama untuk semua kasus / penyebabnya. Asfiksia adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan berhentinya respirasi yang efektif (cessation of effective respiration) atau ketiadaan kembang kempis (absence of pulsation) yang digunakan juga pada semua kasus gantung diri. Berdasarkan definisinya Asfiksia adalah berkurangnya saturasi oksigen dalam darah dan jaringan sehingga menyebabkan kematian. Definisi yang lain mengatakan asfiksia adalah kegagalan masuknya udara kedalam alveoli paru atau sebab- sebab lain yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau darah atau keduanya berkurang sampai suatu tingkat tertentu dimana kehidupan tidak mungkin berlanjut. Berdasarkan etiologinya asfiksia dapat dibagi menjadi : SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

hanging

  • Upload
    riznaii

  • View
    37

  • Download
    11

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hanging,doc

Citation preview

Page 1: hanging

17

HANGING

ASFIKSIA GANTUNG DIRI

( HANGING )

BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab kematian pada kasus gantung diri sering oleh karena penekanan pada pembuluh

darah leher sehingga menyebabkan kurangnya darah yang membawa oksigen ke otak. Karena

asfiksia merupakan proses, maka secara menyeluruh dalam tubuh biasanya akan didapati tanda-

tanda umum yang hampir sama untuk semua kasus / penyebabnya.

Asfiksia adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan berhentinya respirasi

yang efektif (cessation of effective respiration) atau ketiadaan kembang kempis (absence of

pulsation) yang digunakan juga pada semua kasus gantung diri. Berdasarkan definisinya Asfiksia

adalah berkurangnya saturasi oksigen dalam darah dan jaringan sehingga menyebabkan

kematian. Definisi yang lain mengatakan asfiksia adalah kegagalan masuknya udara kedalam

alveoli paru atau sebab- sebab lain yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau

darah atau keduanya berkurang sampai suatu tingkat tertentu dimana kehidupan tidak mungkin

berlanjut.

Berdasarkan etiologinya asfiksia dapat dibagi menjadi :

1. Asfiksia mekanik

Asfiksia yang disebabkan karena kekurangan oksigen oleh berbagai kekerasan (yang

bersifat mekanik) pada jalan nafas, baik dari luar maupun dari dalam saluran pernafasan.

Seperti : pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan,penyumbatan, drowning.

2. Asfiksia non mekanik

Asfiksia yang disebabkan tidak ada atau tidak cukup O2 yang masuk untuk kebutuhan

hidup.Misalnya : bernafas dalam ruangan tertutup (ruangan tampa ventilasi), korban

yang jatuh ke sumur yang sangat dalam.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 2: hanging

17

HANGING

BERDASARKAN PATOFISIOLOGINYA ASFIKSIA DIBAGI MENJADI :

1. Asfiksia Mekanik, terdiri atas ;

Anoksik anoksia, pada tipe ini oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru- paru karena :

a. Tidak ada atau tidak cukup O2 (non traumatik) dan di kenal sebagai asfiksia murni.

b. Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas (traumatik).

2. Asfiksia Non mekanik yaitu asfiksia yang disebabkan oleh penyakit atau keracunan,

terdiri dari :

Anoksia anemik yaitu keadaan anoksia dimana darah tidak dapat menyerap oksigen

atau diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik,

seperti pada keracunan karbon monoksida (CO), dengan diikatnya Hb menjadi COHb

mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuannya untuk

mengangkut oksigen.

Anoksia hambatan ( stagnant anoxia )

Keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak mampu membawa oksigen

kejaringan. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi tetapi sirkulasi darah

tidak lancar, seperti gagal jantung, syok.

Anoksia jaringan ( histotoxic anoxia )

Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat

menggunakan oksigen secara efektif.

ANOKSIA JARINGAN (HISTOTOKSIK ANOKSIA) DI BEDAKAN ATAS:

Ekstra seluler

Anoksia yang terjadi karena gangguan diluar sel, misalnya pada keracunan sianida.

Sianida yang telah diabsorbsi, masuk kedalam sirkulasi darah sebagai CN bebas

dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. Didalam tubuh

sianida akan menginaktifkan enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal terutama

sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang

dibawa oleh darah, selain itu sianida juga merangsang pernafasan dengan bekerja

pada ujung saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernafasan bertambah cepat

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 3: hanging

17

HANGING

dan menyebabkan gas racun yang diinhalasi makin banyak, menyebabkan oksi- Hb

tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan.

Intraseluler

Disini oksigen tidak dapat memasuki sel- sel tubuh karena penurunan permeabilitas

membrane sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti

kloroform, eter dan sebagainya.

Metabolik

Dalam keadaan ini hasil akhir (end product), dari pernafasan seluler tidak dapat di

eliminer, sehingga metabolisme berikutnya tidak dapat berlangsung; misalnya pada

keadaan uremia.

Substrat

Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya

pada keadaan yang hipoglikemi.

GEJALA-GEJALA KLINIK ASFIKSIA

Jika tubuh kekurangan oksigen maka gejala klinik yang akan terjadi bergantung pada

tingkat kekurangan zat tersebut, gejala klinik tersebut adalah :

1. Fase dispnoe

Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan

merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi

pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda

tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.

2. Fase konvulsi

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat

sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang mula - mula berupa kejang klonik tetap

kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul episode opistotonik. Pupil

mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini

berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.

3. Fase apnoe

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 4: hanging

17

HANGING

Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat berhenti.

Kesadaran menurun dan akibatnya relaksasi otot sfingter dapat terjadi dengan

pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.      

4. Fase akhir

Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi

otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah

pernafasan berhenti.  

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 5: hanging

17

HANGING

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Suatu proses dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh

berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif,

sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.

Hanging sering disebabkan oleh karena penekanan pada pembuluh darah leher sehingga

menyebabkan kurangnya darah yang membawa oksigen ke otak. Tekanan pada saluran

pernafasan dapat juga terjadi pada trachea, sedangkan jeratan yang terletak diatas laring

menyebabkan lidah jatuh kebelakang sehingga anak lidah menutup saluran pernafasan. Hampir

semua kasus (hanging) sering di gunakan sebagai bunuh diri dibanding memakan racun dan

terjun dari tempat yang tinggi. Dan pada kebanyakan kasus jenis simpul yang di gunakan simpul

hidup.

Kasus hanging hampir sama dengan penjeratan perbedaannya terdapat pada asal tenaga

yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada kasus gantung tenaga tersebut berasal

dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat badan digunakan.

POSISI GANTUNG DIRI

Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam – macam, kemungkinan tersering :

1. Complete hanging (high hanging) yaitu Tubuh tergantung di atas permukaan atau dasar,

kedua kaki tidak menyentuh permukaan atau dasar.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 6: hanging

17

HANGING

2. Partial hanging (low hanging) yaitu Bagian dari tubuh masih menyentuh permukaan atau

dasar. Misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi duduk, melutut atau setengah

tertidur.

BERAT BEBAN YANG DAPAT MENYEBABKAN PENEKANAN PADA LEHER :

2,5 – 3,5 kg menyebabkan obstruksi vena jugularis

5 -7 kg menyebabkan obstruksi arteri karotis

15 kg menyebabkan fraktur trakhea

16,5- 30 kg menyebabkan obstruksi arteri vertebralis

C.J Polson pernah melakukan penelitian pada korban gantung diri bahwa tekanan kira-kira 3-

5 kg dapat menyebabkan obstruksi vena jugularis dan arteri carotis dan tekanan kira- kira 16,5-

30 kg dapat menyebabkan obstruksi arteri vertebralis sedang obstruksi pada trakea dapat terjadi

dengan tekanan kira- kira 15 kg.

GEJALA DAN TANDA

a. Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif

b. Perasaan melihat kilatan cahaya

c. Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang

d. Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 7: hanging

17

HANGING

BERDASARKAN LETAK SIMPUL DIKELOMPOKKAN ATAS :

Typical hanging

Bila letak simpul tepat pada bagian belakang tengah leher (setentang pada garis tengah

tubuh) atau di bawah protuberantia ocipitalis.

Atypical hanging, letak simpul bisa di mana saja selain typical.

Letak simpul yang berada di samping leher dapat menyebabkan leher sangat miring atau

fleksi lateral, sehingga mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri

vertebralis. Bila yang terhambat pembuluh darah arteri, maka dapat menyebabkan korban

segera tidak sadarkan diri.

Typical Atypical

LETAK JEJAS PADA LEHER

Dari 80 % Hanging letak jejas ditemukan diatas kartilago tiroid, 15 % pada kartilago

tiroid, 5 % di bawah kartilago tiroid.

PENYEBAB KEMATIAN

1. Asfiksia :

Oleh karena tekanan pada pangkal lidah kearah dinding belakang paring dan pada lipatan

epiglotis sehingga menyebabkan sumbatan pada saluran nafas.

2. Pembendungan pada vena

Oleh karena terjadi tekanan pada pembuluh darah vena sehingga menyebabkan terjadinya

perbendungan atau kongesti sampai menyebabkan perdarahan atau ptekie yang bisa

dijumpai pada konjungtiva bulbi, okuli dan di otak serta pada permukaan kulit.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 8: hanging

17

HANGING

3. Iskemik serebral

Oleh karena tekanan yang lebih besar sehingga menyebabkan pembuluh darah arteri

tertutup, sehingga menyebabkan otak tidak mendapatkan suplai oksigen dan zat makanan

yang dibutuhkan.

4. Inhibisi vagal refleks

Inhibisi vagal pada umumnya merupakan penyebab kematian segera (immediate death),

hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada karotid bodi menyebabkan terangsangnya

parasimpatis sehingga terjadinya fibrilasi jantung dan menyebabkan jantung berhenti

berdenyut.

5. Fraktur dan dislokasi vertebra servikalis

Biasanya di jumpai pada kasus judicial hanging (hukum gantung), dimana korban

dijatuhkan secara mendadak dari ketinggian 2 meter, sehingga dapat terjadi dislokasi

atau fraktur dari vertebra C2-C3. Hal ini menyebabkan Medulla spinalis bagian atas akan

tertarik / teregang atau terputar dan menyebabkan hilangnya kesadaran.

GAMBARAN POSTMORTEM PADA GANTUNG DIRI

Pemeriksaan luar :

Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung- ujung jari tangan dan kaki hal ini

tergantung dari cepat lambatnya kematian, pada kasus judicial hanging dimana

kematian terjadi dengan sangat cepat sianosis tidak dapat dijumpai. Pada kematian

yang lambat disebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen sel darah merah,

sehingga Hb tereduksi (Hb yang telah melepaskan O2 pada tingkat jaringan)

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 9: hanging

17

HANGING

berkurang hal inilah yang menyebabkan warna biru pada kulit. Jumlah Hb yang turun

yang dapat menimbulkan sianosis bila lebih besar dari 5 gr / 100 ml darah.

Wajah tampak edema, bila korban menggunakan alat jerat yang besar dan keras

sehingga terjadi hambatan total pada pembuluh darah arteri. Bila bahan jerat yang

digunakan lunak dan lebar maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernafasan dan

pada pembuluh darah vena, sehingga wajah akan tampak sembab.

Konjungtiva bulbi, palpebra dan kulit wajah dapat dijumpai bintik- bintik perdarahan

(ptekie) disebabkan karena hipoksia yang dapat merusak endotel kapiler yang terdiri

dari selapis sel, dimana kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan

ikat longgar.

Dapat dijumpai tetesan saliva dipinggir salah satu sudut mulut yaitu pada bagian yang

berlawanan dari letak simpul. Hal ini terjadi karena glandula saliva masih dapat

bekerja pada kematian somatik sehingga pada saat terjadinya penekanan

menyebabkan glandula saliva meningkatkan sekresinya.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 10: hanging

17

HANGING

Pada korban gantung diri bisa ditemukan lidah terjulur bisa juga tidak terjulur. Lidah

terjulur apabila letak jeratan berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur

apabila letak jeratan berada diatas kartilago tiroidea.

Bentuk jejas pada leher korban gantung diri berbentuk V, ujung jejas tidak bertemu,

jejas jerat relative terletak dibagian atas leher yaitu diatas kartilago tiroidea, pada

perabaan kasar seperti kertas perkamen, berwarna coklat, pada pinggir jejas bagian

atas jeratan di jumpai ekimosis.

Distribusi lebam mayat pada kasus gantung diri, mengarah ke bawah mengikuti gaya

grafitasi yaitu pada tangan, kaki bila korban tergantung cukup lama. Bila segera

diturunkan lebam mayat bisa didapati dibagian depan atau belakang tubuh sesuai

dengan letak tubuh sesudah diturunkan.

Penis dapat tampak seolah mengalami ereksi akibat terjadinya perbendungan, dan

akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine dan tinja hal

ini terjadi pada fase apnoe .

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 11: hanging

17

HANGING

Pemeriksaan Dalam :

Pada pembukaan kulit kepala dijumpai pembuluh darah otak melebar, hal ini

disebabkan terjadinya bendungan pada pembuluh darah akibat konstriksi dari leher,

sehingga perfusi darah balik pada leher dan kepala kurang mengandung

oxihemoglobin.

Pada leher, jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, jaringan subkutan di

bawah bekas jeratan tampak putih, kering, keras dan mengkilap.

Dapat dijumpai fraktur tulang hyoid (patah tulang lidah), adapun faktor yang

mempengaruhi terjadinya fraktur tulang hyoid antara lain jenis dari hanging apakah

tergantung total (complete/ high hanging) atau setengah tergantung ( partial/ low

hanging), beban tubuh (beban tubuh korban sebasar 15 kg sudah dapat menyebabkan

fraktur), letak jeratan yaitu bila jeratan berada pada kartilago tiroidea sehingga

menyebabkan tekanan atau kompresi langsung pada tulang lidah.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 12: hanging

17

HANGING

Dapat di jumpai robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line)

pada tunika intima dari arteri karotis interna.

Dapat dijumpai fraktur, dislokasi vertebra C2-3 atau C3-4 hal ini dijumpai pada kasus

JUDICIAL HANGING atau pada korban yang jatuh dari tempat tinggi sekitar 2-2,5

meter.

Terdapat busa halus pada saluran pernafasan, yang terjadi akibat peningkatan aktivitas

pernafasan karena tubuh kekurangan oksigen, menyebabkan mucus pada saluran

pernafasan terkocok sehingga menimbulkan busa yang kadang bercampur darah

akibat pecahnya pembuluh darah kapiler pada leher.

Terjadinya perbendungan sirkulasi pada organ dalam tubuh seperti jantung, paru- paru

dan otak sehingga darah berwarna lebih gelap dan lebih encer yang disebabkan

peningkatan kadar CO2 dan aktifitas fibrinolisin.

Perbedaan hanging Antemortem - Postmortem

No ANTEMORTEM POSTMORTEM

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 13: hanging

17

HANGING

1 Tanda jejas berupa lingkaran

terputus (non-kontiniu) &

letaknya pd leher bag atas.

Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk

lingkaran utuh (kontiniu).

2 Simpul tali biasanya

tunggal,terdapat pd sisi leher.

Simpul tali biasanya lebih dari

satu,diikatkan dengan kuat dan diletakkan

pd bag depan leher.

3 Ekimosis tampak jelas pd salah

satu sisi dari jejas penjeratan.

Ekimosis pada salah satu sisi jejas

penjeratan tidak ada/tidak jelas.

4 Lebam mayat tampak diatas jejas

jerat dan pd tungkai bawah.

Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh

yang menggantung sesuai dengan posisi

mayat setelah meninggal.

5 Parchmentisasi (+). Parchmentisasi (-).

6 Sianosis sangat jelas terlihat

terutama jika kematian karena

asfiksia.

Sianosis tergantung dari penyebab

kematian.

7 Wajah membengkak dan mata

mengalami kongesti dan agak

menonjol.

Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak

ada.

8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama

sekali.

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus

kematian akibat pencekikan.

9 Ereksi penis (+), feses (+) Ereksi penis (+), feses (-)

10 Air liur ditemukan menetes dari

sudut mulut, dengan arah yang

vertikal menuju dada..

Air liur tidak ditemukan yang menetes

pada kasus selain kasus penggantungan.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 14: hanging

17

HANGING

Aspek Medikolegal ;

1. Suicide ( Bunuh Diri )

Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang direncanakan merusak diri sendiri yang berhasil.

Sedangkan (parasuicide) adalah perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan

keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu – ragu ( sering disebut sebagai sikap

bunuh diri ). Penyebab parasuicide dan suicide yang sering dijumpai adalah :

Korban biasanya menderita penyakit depresi

Gangguan kepribadian atau ketergantungan obat

Korban menderita penyakit fisik yang tidak ada harapan untuk sembuh

Faktor sosial ekonomi

Kehilangan pekerjaan

Menderita konflik pribadi akut

2. Homicide ( Pembunuhan )

Pembunuhan dengan cara menggantung korbannya relatif jarang dijumpai, cara ini baru

dapat dilakukan bila korbannya dibuat tidak berdaya lebih dahulu. Pada kasus

pembunuhan dengan cara menggantungkan korbannnya biasanya korban yang sering di

jumpai adalah anak – anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh

karena menderita penyakit, dibawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban yang sedang

tidur.

3. Accident ( Kecelakaan )

Terjadi pada kasus deviasi seksual atau yang lebih dikenal dengan “auto- aerotic

hanging” yang menggunakan cara gantung atau jerat untuk mendapatkan

kepuasan, yang karena terlambat mengendurkan tali atau sukar melepaskan diri.

Biasanya kematian terjadi karena ikatannya terlalu keras atau hentakannya terlalu

keras hingga leher terjerat, korban biasanya lelaki dan ditemukan tanda

penyimpangan seksual lain seperti di jumpainya gambar porno di tempat kejadian

perkara.

Contoh lain pada penerjun yang tersangkut dipohon, sedangkan tali parasut

melingkar dileher.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 15: hanging

17

HANGING

BAB III

PENUTUP

Gantung diri ( hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh

alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Pada kasus gantung

diri tidak harus seluruh tubuh tergantung diatas dasar atau permukaan, tekanan sebesar 2,5 – 3,5

kg saja sudah dapat menyebabkan terbendung nya vena jugularis sehingga O2 tidak dapat masuk

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 16: hanging

17

HANGING

kedalam sirkulasi darah sehingga dapat menyebabkan kematian, biasanya pada korban dengan

posisi setengah tergantung (partial hanging).

Dari 80 % hanging letak jejas ditemukan diatas kartilago tiroid, 15 % pada kartilago

tiroid, 5 % di bawah kartilago tiroid. Pada kasus gantung diri perlu dilakukan penyelidikan yang

teliti mengenai sebab terjadinya gantung diri, apakah karena homicide, suicide atau accidental.

Dengan mengetahui sebab kematian tersebut kita dapat mengetahui apakah korban benar- benar

sudah mati atau belum pada saat tergantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amri A, Ilmu Kedokteran Forensik Edisi kelima, Ramadhan, Medan, 2006, hal 120-

141.

2. Budianto A dkk, Ilmu Kedokteran Forensik.Edisi Pertama. Cetakan kedua. FKUI.

1997. Hal 61- 63.

3. Diksit PC, Textbooks of Forensic Medicine and Toxicology.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM

Page 17: hanging

17

HANGING

4. Knight B. Forensic pathology, Second Edition,Oxford University press, Inc, new

York 1996. Hal 379- 384.

5. Franklin C.A. Modi’s Textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology. 21th. N.M.

Tripathi Private Limited. Bombay. 1988: 190- 195.

6. Dimaio J.V, Diamio D, Forensic Pathology Second Edition, CRC Press, New York,

Washington DC, 2001, hal 258-261.

7. Chadha V.P, Ilmu Forensik dan Toksikologi Edisi kelima, Widya medika, Jakarta,

1995, hal 105-123.

SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM