Upload
riznaii
View
37
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hanging,doc
Citation preview
17
HANGING
ASFIKSIA GANTUNG DIRI
( HANGING )
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebab kematian pada kasus gantung diri sering oleh karena penekanan pada pembuluh
darah leher sehingga menyebabkan kurangnya darah yang membawa oksigen ke otak. Karena
asfiksia merupakan proses, maka secara menyeluruh dalam tubuh biasanya akan didapati tanda-
tanda umum yang hampir sama untuk semua kasus / penyebabnya.
Asfiksia adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan berhentinya respirasi
yang efektif (cessation of effective respiration) atau ketiadaan kembang kempis (absence of
pulsation) yang digunakan juga pada semua kasus gantung diri. Berdasarkan definisinya Asfiksia
adalah berkurangnya saturasi oksigen dalam darah dan jaringan sehingga menyebabkan
kematian. Definisi yang lain mengatakan asfiksia adalah kegagalan masuknya udara kedalam
alveoli paru atau sebab- sebab lain yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau
darah atau keduanya berkurang sampai suatu tingkat tertentu dimana kehidupan tidak mungkin
berlanjut.
Berdasarkan etiologinya asfiksia dapat dibagi menjadi :
1. Asfiksia mekanik
Asfiksia yang disebabkan karena kekurangan oksigen oleh berbagai kekerasan (yang
bersifat mekanik) pada jalan nafas, baik dari luar maupun dari dalam saluran pernafasan.
Seperti : pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan,penyumbatan, drowning.
2. Asfiksia non mekanik
Asfiksia yang disebabkan tidak ada atau tidak cukup O2 yang masuk untuk kebutuhan
hidup.Misalnya : bernafas dalam ruangan tertutup (ruangan tampa ventilasi), korban
yang jatuh ke sumur yang sangat dalam.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
BERDASARKAN PATOFISIOLOGINYA ASFIKSIA DIBAGI MENJADI :
1. Asfiksia Mekanik, terdiri atas ;
Anoksik anoksia, pada tipe ini oksigen tidak dapat masuk ke dalam paru- paru karena :
a. Tidak ada atau tidak cukup O2 (non traumatik) dan di kenal sebagai asfiksia murni.
b. Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas (traumatik).
2. Asfiksia Non mekanik yaitu asfiksia yang disebabkan oleh penyakit atau keracunan,
terdiri dari :
Anoksia anemik yaitu keadaan anoksia dimana darah tidak dapat menyerap oksigen
atau diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik,
seperti pada keracunan karbon monoksida (CO), dengan diikatnya Hb menjadi COHb
mengakibatkan Hb menjadi inaktif sehingga darah berkurang kemampuannya untuk
mengangkut oksigen.
Anoksia hambatan ( stagnant anoxia )
Keadaan anoksia yang disebabkan karena darah tidak mampu membawa oksigen
kejaringan. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi tetapi sirkulasi darah
tidak lancar, seperti gagal jantung, syok.
Anoksia jaringan ( histotoxic anoxia )
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif.
ANOKSIA JARINGAN (HISTOTOKSIK ANOKSIA) DI BEDAKAN ATAS:
Ekstra seluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan diluar sel, misalnya pada keracunan sianida.
Sianida yang telah diabsorbsi, masuk kedalam sirkulasi darah sebagai CN bebas
dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. Didalam tubuh
sianida akan menginaktifkan enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal terutama
sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang
dibawa oleh darah, selain itu sianida juga merangsang pernafasan dengan bekerja
pada ujung saraf sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernafasan bertambah cepat
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
dan menyebabkan gas racun yang diinhalasi makin banyak, menyebabkan oksi- Hb
tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan.
Intraseluler
Disini oksigen tidak dapat memasuki sel- sel tubuh karena penurunan permeabilitas
membrane sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti
kloroform, eter dan sebagainya.
Metabolik
Dalam keadaan ini hasil akhir (end product), dari pernafasan seluler tidak dapat di
eliminer, sehingga metabolisme berikutnya tidak dapat berlangsung; misalnya pada
keadaan uremia.
Substrat
Dalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya
pada keadaan yang hipoglikemi.
GEJALA-GEJALA KLINIK ASFIKSIA
Jika tubuh kekurangan oksigen maka gejala klinik yang akan terjadi bergantung pada
tingkat kekurangan zat tersebut, gejala klinik tersebut adalah :
1. Fase dispnoe
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga amplitude dan frekuensi
pernafasan akan meningkat. Nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda
tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat
sehingga terjadi konvulsi ( kejang ), yang mula - mula berupa kejang klonik tetap
kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul episode opistotonik. Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini
berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2.
3. Fase apnoe
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat berhenti.
Kesadaran menurun dan akibatnya relaksasi otot sfingter dapat terjadi dengan
pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah
pernafasan berhenti.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Suatu proses dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh
berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif,
sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.
Hanging sering disebabkan oleh karena penekanan pada pembuluh darah leher sehingga
menyebabkan kurangnya darah yang membawa oksigen ke otak. Tekanan pada saluran
pernafasan dapat juga terjadi pada trachea, sedangkan jeratan yang terletak diatas laring
menyebabkan lidah jatuh kebelakang sehingga anak lidah menutup saluran pernafasan. Hampir
semua kasus (hanging) sering di gunakan sebagai bunuh diri dibanding memakan racun dan
terjun dari tempat yang tinggi. Dan pada kebanyakan kasus jenis simpul yang di gunakan simpul
hidup.
Kasus hanging hampir sama dengan penjeratan perbedaannya terdapat pada asal tenaga
yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada kasus gantung tenaga tersebut berasal
dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat badan digunakan.
POSISI GANTUNG DIRI
Posisi korban pada kasus gantung diri bisa bermacam – macam, kemungkinan tersering :
1. Complete hanging (high hanging) yaitu Tubuh tergantung di atas permukaan atau dasar,
kedua kaki tidak menyentuh permukaan atau dasar.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
2. Partial hanging (low hanging) yaitu Bagian dari tubuh masih menyentuh permukaan atau
dasar. Misalnya pada korban yang tergantung dengan posisi duduk, melutut atau setengah
tertidur.
BERAT BEBAN YANG DAPAT MENYEBABKAN PENEKANAN PADA LEHER :
2,5 – 3,5 kg menyebabkan obstruksi vena jugularis
5 -7 kg menyebabkan obstruksi arteri karotis
15 kg menyebabkan fraktur trakhea
16,5- 30 kg menyebabkan obstruksi arteri vertebralis
C.J Polson pernah melakukan penelitian pada korban gantung diri bahwa tekanan kira-kira 3-
5 kg dapat menyebabkan obstruksi vena jugularis dan arteri carotis dan tekanan kira- kira 16,5-
30 kg dapat menyebabkan obstruksi arteri vertebralis sedang obstruksi pada trakea dapat terjadi
dengan tekanan kira- kira 15 kg.
GEJALA DAN TANDA
a. Kehilangan tenaga dan perasaan subyektif
b. Perasaan melihat kilatan cahaya
c. Kehilangan kesadaran, bisa disertai dengan kejang-kejang
d. Keadaan tersebut disertai dengan berhentinya fungsi jantung dan pernafasan
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
BERDASARKAN LETAK SIMPUL DIKELOMPOKKAN ATAS :
Typical hanging
Bila letak simpul tepat pada bagian belakang tengah leher (setentang pada garis tengah
tubuh) atau di bawah protuberantia ocipitalis.
Atypical hanging, letak simpul bisa di mana saja selain typical.
Letak simpul yang berada di samping leher dapat menyebabkan leher sangat miring atau
fleksi lateral, sehingga mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri
vertebralis. Bila yang terhambat pembuluh darah arteri, maka dapat menyebabkan korban
segera tidak sadarkan diri.
Typical Atypical
LETAK JEJAS PADA LEHER
Dari 80 % Hanging letak jejas ditemukan diatas kartilago tiroid, 15 % pada kartilago
tiroid, 5 % di bawah kartilago tiroid.
PENYEBAB KEMATIAN
1. Asfiksia :
Oleh karena tekanan pada pangkal lidah kearah dinding belakang paring dan pada lipatan
epiglotis sehingga menyebabkan sumbatan pada saluran nafas.
2. Pembendungan pada vena
Oleh karena terjadi tekanan pada pembuluh darah vena sehingga menyebabkan terjadinya
perbendungan atau kongesti sampai menyebabkan perdarahan atau ptekie yang bisa
dijumpai pada konjungtiva bulbi, okuli dan di otak serta pada permukaan kulit.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
3. Iskemik serebral
Oleh karena tekanan yang lebih besar sehingga menyebabkan pembuluh darah arteri
tertutup, sehingga menyebabkan otak tidak mendapatkan suplai oksigen dan zat makanan
yang dibutuhkan.
4. Inhibisi vagal refleks
Inhibisi vagal pada umumnya merupakan penyebab kematian segera (immediate death),
hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada karotid bodi menyebabkan terangsangnya
parasimpatis sehingga terjadinya fibrilasi jantung dan menyebabkan jantung berhenti
berdenyut.
5. Fraktur dan dislokasi vertebra servikalis
Biasanya di jumpai pada kasus judicial hanging (hukum gantung), dimana korban
dijatuhkan secara mendadak dari ketinggian 2 meter, sehingga dapat terjadi dislokasi
atau fraktur dari vertebra C2-C3. Hal ini menyebabkan Medulla spinalis bagian atas akan
tertarik / teregang atau terputar dan menyebabkan hilangnya kesadaran.
GAMBARAN POSTMORTEM PADA GANTUNG DIRI
Pemeriksaan luar :
Dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung- ujung jari tangan dan kaki hal ini
tergantung dari cepat lambatnya kematian, pada kasus judicial hanging dimana
kematian terjadi dengan sangat cepat sianosis tidak dapat dijumpai. Pada kematian
yang lambat disebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen sel darah merah,
sehingga Hb tereduksi (Hb yang telah melepaskan O2 pada tingkat jaringan)
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
berkurang hal inilah yang menyebabkan warna biru pada kulit. Jumlah Hb yang turun
yang dapat menimbulkan sianosis bila lebih besar dari 5 gr / 100 ml darah.
Wajah tampak edema, bila korban menggunakan alat jerat yang besar dan keras
sehingga terjadi hambatan total pada pembuluh darah arteri. Bila bahan jerat yang
digunakan lunak dan lebar maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernafasan dan
pada pembuluh darah vena, sehingga wajah akan tampak sembab.
Konjungtiva bulbi, palpebra dan kulit wajah dapat dijumpai bintik- bintik perdarahan
(ptekie) disebabkan karena hipoksia yang dapat merusak endotel kapiler yang terdiri
dari selapis sel, dimana kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan
ikat longgar.
Dapat dijumpai tetesan saliva dipinggir salah satu sudut mulut yaitu pada bagian yang
berlawanan dari letak simpul. Hal ini terjadi karena glandula saliva masih dapat
bekerja pada kematian somatik sehingga pada saat terjadinya penekanan
menyebabkan glandula saliva meningkatkan sekresinya.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
Pada korban gantung diri bisa ditemukan lidah terjulur bisa juga tidak terjulur. Lidah
terjulur apabila letak jeratan berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur
apabila letak jeratan berada diatas kartilago tiroidea.
Bentuk jejas pada leher korban gantung diri berbentuk V, ujung jejas tidak bertemu,
jejas jerat relative terletak dibagian atas leher yaitu diatas kartilago tiroidea, pada
perabaan kasar seperti kertas perkamen, berwarna coklat, pada pinggir jejas bagian
atas jeratan di jumpai ekimosis.
Distribusi lebam mayat pada kasus gantung diri, mengarah ke bawah mengikuti gaya
grafitasi yaitu pada tangan, kaki bila korban tergantung cukup lama. Bila segera
diturunkan lebam mayat bisa didapati dibagian depan atau belakang tubuh sesuai
dengan letak tubuh sesudah diturunkan.
Penis dapat tampak seolah mengalami ereksi akibat terjadinya perbendungan, dan
akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine dan tinja hal
ini terjadi pada fase apnoe .
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
Pemeriksaan Dalam :
Pada pembukaan kulit kepala dijumpai pembuluh darah otak melebar, hal ini
disebabkan terjadinya bendungan pada pembuluh darah akibat konstriksi dari leher,
sehingga perfusi darah balik pada leher dan kepala kurang mengandung
oxihemoglobin.
Pada leher, jaringan otot setentang jeratan didapati hematom, jaringan subkutan di
bawah bekas jeratan tampak putih, kering, keras dan mengkilap.
Dapat dijumpai fraktur tulang hyoid (patah tulang lidah), adapun faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur tulang hyoid antara lain jenis dari hanging apakah
tergantung total (complete/ high hanging) atau setengah tergantung ( partial/ low
hanging), beban tubuh (beban tubuh korban sebasar 15 kg sudah dapat menyebabkan
fraktur), letak jeratan yaitu bila jeratan berada pada kartilago tiroidea sehingga
menyebabkan tekanan atau kompresi langsung pada tulang lidah.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
Dapat di jumpai robekan melintang berupa garis berwarna merah (red line)
pada tunika intima dari arteri karotis interna.
Dapat dijumpai fraktur, dislokasi vertebra C2-3 atau C3-4 hal ini dijumpai pada kasus
JUDICIAL HANGING atau pada korban yang jatuh dari tempat tinggi sekitar 2-2,5
meter.
Terdapat busa halus pada saluran pernafasan, yang terjadi akibat peningkatan aktivitas
pernafasan karena tubuh kekurangan oksigen, menyebabkan mucus pada saluran
pernafasan terkocok sehingga menimbulkan busa yang kadang bercampur darah
akibat pecahnya pembuluh darah kapiler pada leher.
Terjadinya perbendungan sirkulasi pada organ dalam tubuh seperti jantung, paru- paru
dan otak sehingga darah berwarna lebih gelap dan lebih encer yang disebabkan
peningkatan kadar CO2 dan aktifitas fibrinolisin.
Perbedaan hanging Antemortem - Postmortem
No ANTEMORTEM POSTMORTEM
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
1 Tanda jejas berupa lingkaran
terputus (non-kontiniu) &
letaknya pd leher bag atas.
Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran utuh (kontiniu).
2 Simpul tali biasanya
tunggal,terdapat pd sisi leher.
Simpul tali biasanya lebih dari
satu,diikatkan dengan kuat dan diletakkan
pd bag depan leher.
3 Ekimosis tampak jelas pd salah
satu sisi dari jejas penjeratan.
Ekimosis pada salah satu sisi jejas
penjeratan tidak ada/tidak jelas.
4 Lebam mayat tampak diatas jejas
jerat dan pd tungkai bawah.
Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh
yang menggantung sesuai dengan posisi
mayat setelah meninggal.
5 Parchmentisasi (+). Parchmentisasi (-).
6 Sianosis sangat jelas terlihat
terutama jika kematian karena
asfiksia.
Sianosis tergantung dari penyebab
kematian.
7 Wajah membengkak dan mata
mengalami kongesti dan agak
menonjol.
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
ada.
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama
sekali.
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
kematian akibat pencekikan.
9 Ereksi penis (+), feses (+) Ereksi penis (+), feses (-)
10 Air liur ditemukan menetes dari
sudut mulut, dengan arah yang
vertikal menuju dada..
Air liur tidak ditemukan yang menetes
pada kasus selain kasus penggantungan.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
Aspek Medikolegal ;
1. Suicide ( Bunuh Diri )
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang direncanakan merusak diri sendiri yang berhasil.
Sedangkan (parasuicide) adalah perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan
keinginan destruktif, tetapi tidak nyata atau ragu – ragu ( sering disebut sebagai sikap
bunuh diri ). Penyebab parasuicide dan suicide yang sering dijumpai adalah :
Korban biasanya menderita penyakit depresi
Gangguan kepribadian atau ketergantungan obat
Korban menderita penyakit fisik yang tidak ada harapan untuk sembuh
Faktor sosial ekonomi
Kehilangan pekerjaan
Menderita konflik pribadi akut
2. Homicide ( Pembunuhan )
Pembunuhan dengan cara menggantung korbannya relatif jarang dijumpai, cara ini baru
dapat dilakukan bila korbannya dibuat tidak berdaya lebih dahulu. Pada kasus
pembunuhan dengan cara menggantungkan korbannnya biasanya korban yang sering di
jumpai adalah anak – anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh
karena menderita penyakit, dibawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban yang sedang
tidur.
3. Accident ( Kecelakaan )
Terjadi pada kasus deviasi seksual atau yang lebih dikenal dengan “auto- aerotic
hanging” yang menggunakan cara gantung atau jerat untuk mendapatkan
kepuasan, yang karena terlambat mengendurkan tali atau sukar melepaskan diri.
Biasanya kematian terjadi karena ikatannya terlalu keras atau hentakannya terlalu
keras hingga leher terjerat, korban biasanya lelaki dan ditemukan tanda
penyimpangan seksual lain seperti di jumpainya gambar porno di tempat kejadian
perkara.
Contoh lain pada penerjun yang tersangkut dipohon, sedangkan tali parasut
melingkar dileher.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
BAB III
PENUTUP
Gantung diri ( hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh
alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Pada kasus gantung
diri tidak harus seluruh tubuh tergantung diatas dasar atau permukaan, tekanan sebesar 2,5 – 3,5
kg saja sudah dapat menyebabkan terbendung nya vena jugularis sehingga O2 tidak dapat masuk
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
kedalam sirkulasi darah sehingga dapat menyebabkan kematian, biasanya pada korban dengan
posisi setengah tergantung (partial hanging).
Dari 80 % hanging letak jejas ditemukan diatas kartilago tiroid, 15 % pada kartilago
tiroid, 5 % di bawah kartilago tiroid. Pada kasus gantung diri perlu dilakukan penyelidikan yang
teliti mengenai sebab terjadinya gantung diri, apakah karena homicide, suicide atau accidental.
Dengan mengetahui sebab kematian tersebut kita dapat mengetahui apakah korban benar- benar
sudah mati atau belum pada saat tergantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amri A, Ilmu Kedokteran Forensik Edisi kelima, Ramadhan, Medan, 2006, hal 120-
141.
2. Budianto A dkk, Ilmu Kedokteran Forensik.Edisi Pertama. Cetakan kedua. FKUI.
1997. Hal 61- 63.
3. Diksit PC, Textbooks of Forensic Medicine and Toxicology.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM
17
HANGING
4. Knight B. Forensic pathology, Second Edition,Oxford University press, Inc, new
York 1996. Hal 379- 384.
5. Franklin C.A. Modi’s Textbook of Medical Jurisprudence and Toxicology. 21th. N.M.
Tripathi Private Limited. Bombay. 1988: 190- 195.
6. Dimaio J.V, Diamio D, Forensic Pathology Second Edition, CRC Press, New York,
Washington DC, 2001, hal 258-261.
7. Chadha V.P, Ilmu Forensik dan Toksikologi Edisi kelima, Widya medika, Jakarta,
1995, hal 105-123.
SMF Ilmu Kedokteran Kehakiman RSUPM