2
Di Banyuwangi sebelum tahun 1996, komunitas waria dan gay belum mendapatkan perhatian dari Dinkes dan PKM. Gaya Laros dan KPA menginisiasi pertemuan dengan Dinas Kesehatan untuk mensosialisasikan keberadaan dan kebutuhan waria dan gay akan pelayanan kesehatan di daerah Banyuwangi. Bagi Titin Agustin, Rumah Sakit Blambangan ibarat tempat kerja kedua. Waria yang berprofesi sebagai perias ini kerap wara-wiri ke pusat kesehatan tersebut. Ia juga rajin mengantar teman- temannya untuk mendapat layanan medis. “Saya bahkan kenal dekat dengan tenaga medis di sini,” ujar Titin, 33 tahun. Kedekatan Titin dengan staf rumah sakit itu sangat kontras bila dibandingkan dengan kondisi sebelum 1996, ketika petugas kesehatan tak menaruh perhatian kepada komunitas gay, waria, dan lelaki seks dengan lelaki (GWL). “Dulu saya tak bisa mendapatkan layanan kesehatan, bahkan untuk memeriksa pun petugas kesehatan engan. Mereka hanya memberi obat tanpa diagnosa yang jelas, padahal saya ingin tahu penyakit yang saya derita,” ujarnya. Hal ini juga diperkuat cerita dan pengalaman Lalu seorang gay yang juga rekan Titin. Keadaan itu berubah setelah Titin dan Lalu menjadi relawan bergabung dengan Gaya laros sebuah organinsasi yang fokus terhadap masalah kesehatan khususnya maslah hiv/aids Di Banyuwangi sebelum tahun 1996, komunitas waria dan gay belum mendapatkan perhatian dari Dinkes (Dinas Kesehatan) dan PKM (Pusat Kesehatan Masyarakat). Gaya Laros dan KPA (Komisi Penanggulangan Aids) menginisiasi pertemuan dengan Dinas Kesehatan untuk mensosialisasikan keberadaan dan kebutuhan waria dan gay akan pelayanan kesehatan di daerrah Banyuwangi. Di Banyuwangi terdapat berbagai komunitas masyarakat. Salah satunya komunitas gay GAYA LAROS

Gaya laros gaya laros

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gaya laros   gaya laros

Di Banyuwangi sebelum tahun 1996, komunitas waria dan gay belum mendapatkan

perhatian dari Dinkes dan PKM. Gaya Laros dan KPA menginisiasi pertemuan dengan Dinas

Kesehatan untuk mensosialisasikan keberadaan dan kebutuhan waria dan gay akan pelayanan

kesehatan di daerah Banyuwangi.

Bagi Titin Agustin, Rumah Sakit

Blambangan ibarat tempat kerja kedua.

Waria yang berprofesi sebagai perias ini

kerap wara-wiri ke pusat kesehatan

tersebut. Ia juga rajin mengantar teman-

temannya untuk mendapat layanan medis.

“Saya bahkan kenal dekat dengan tenaga

medis di sini,” ujar Titin, 33 tahun.

Kedekatan Titin dengan staf rumah

sakit itu sangat kontras bila dibandingkan

dengan kondisi sebelum 1996, ketika

petugas kesehatan tak menaruh perhatian

kepada komunitas gay, waria, dan lelaki seks

dengan lelaki (GWL). “Dulu saya tak bisa

mendapatkan layanan kesehatan, bahkan

untuk memeriksa pun petugas kesehatan

engan.

Mereka hanya memberi obat tanpa

diagnosa yang jelas, padahal saya ingin tahu

penyakit yang saya derita,” ujarnya.

Hal ini juga diperkuat cerita dan pengalaman

Lalu seorang gay yang juga rekan Titin.

Keadaan itu berubah setelah Titin dan Lalu

menjadi relawan bergabung dengan Gaya

laros sebuah organinsasi yang fokus

terhadap masalah kesehatan khususnya

maslah hiv/aids

Di Banyuwangi sebelum tahun 1996,

komunitas waria dan gay belum

mendapatkan perhatian dari Dinkes (Dinas

Kesehatan) dan PKM (Pusat Kesehatan

Masyarakat). Gaya Laros dan KPA (Komisi

Penanggulangan Aids) menginisiasi

pertemuan dengan Dinas Kesehatan untuk

mensosialisasikan keberadaan dan

kebutuhan waria dan gay akan pelayanan

kesehatan di daerrah Banyuwangi.

Di Banyuwangi terdapat berbagai komunitas

masyarakat. Salah satunya komunitas gay

GAYA LAROS

Page 2: Gaya laros   gaya laros

dan waria,. Komunitas ini tergabung di

dalam LSM Gaya Laros dan Iwaba. Mereka

berperan aktif dalam bebagai kegiatan

sosial, seperti peran aktif mereka dalam

kegiatan penanggulangan HIV/AIDS yang ada

di Kabupaten Banyuwangi.

Dari tahun ke tahun jumlah ODHA di

Kabupaten Banyuwangi terus meningkat.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyuwangi, hingga Maret 2012

jumlah penderita HIV/AIDS tercatat sekitar

1400 orang, diantaranya adalah kelompok

gay dan waria.

Gaya Laros yang peduli akan komunitas Gay

dan Waria adalah organisasi yang tergabung

di GWL Ina. Menindaklanjuti hasil pelatihan

strategic planning dan leadership yg

diadakan oleh GWL Ina atas dukungan dana

dari ISEAN HIVOS, Gaya Laros mengadakan

acara diskusi pelayanan IMS dan HIV/AIDS.

Acara tersebut sangat diperlukan dalam

penanggulangan HIV/AIDS. Dengan adanya

acara ini, kami berharap seluruh komunitas

gay dan waria bisa mengetahui dan mengerti

bagaimana cara hidup yang sehat

dan terhindar dari HIV/AIDS. Karena

banyak dari komunitas gay dan

waria kurang mengetahui informasi

tentang HIV/AIDS dan IMS. Mereka

terkadang tidak menghiraukan

tentang adanya informasi ini.

Mereka mengungkapkan bahwa

dengan adanya acara diskusi ini,

mereka berharap agar sosialisasi ini

tidak berhenti sampai di sini.

Diharapkan diskusi ini dapat

berlanjut sampai ke pelosok-pelosok daerah

dimana komunitas gay dan waria.

Dari hasil diskusi, Gaya Laros bersedia

memfasilitasi mobile VCT dan pemeriksaan

ims, serta pembentukan peer educater ( PE)

atau relawan di masing – masing wilayah

yang ada di banyuwangi. Harapan dari Gaya

Laros terciptanya tatanan social yang sehat

dan dinamis pada komunitas GWL di

Banyuwangi.

GAYA LAROS Jl. Nuri No 30 Desa Genteng Kulon Kecamatan Genteng Kabupaten Banyuwangi

Jl. Adisucipto No. 84C Banyuwangi Contact person: Yudha Tri (Hp 082141042801)