15
F I L A R I A S I S 1. Definisi Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis. Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009) 2. Klasifikasi Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu: a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai diangkat.

f i l a r i a s i s

Embed Size (px)

Citation preview

F I L A R I A S I S

1. Definisi

Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,

disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009)

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan

sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala

klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening,

edema dan gejala kronik berupa elefantiasis.

Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing

filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening,

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan

dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat

kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)

2. Klasifikasi

Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai.

Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:

a. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel)

bila tungkai diangkat.

b. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal

(irreversibel) bila tungkai diangkat.

c. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila

tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.

d. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit

(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009)

3. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti,

Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam

tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing

ini menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili

Filaroidea, family onchorcercidae. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah

bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa

betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah

terutama malam hari.

4. Faktor yang mempengaruhi :

- Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,

- Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan,

reservoir, vector

- lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat

Istiadat, Kebiasaan dsb,

Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb (Witagama,dedi.2009)

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem

limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh

reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam

proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan

limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun

dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium

ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi

menjadi:

1. Masa prepaten

Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya

mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya

sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik,

dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian

menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok

yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.

2. Masa inkubasi

Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala

klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.

3. Gejala klinik akut

Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai

panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita

dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.

4. Gejala menahun

Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.

Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis

masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang

mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.

(Witagama,dedi.2009

Menurut jenis tipe cacingnya:

1. Filariasis bancrofti

Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat

kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis.

Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis

retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan

biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun.

2. Filariasis brugia

Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis

paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras.

Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras

dan nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki.

Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi

12 kali dalam satu tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang

terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan

parut yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan.

3. Filariasis bancrofti

Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel

dapat ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh

tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran

pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat

terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan

penurunan berat badan dan kelelahan. Elefantiasis terjadi di tungkai bawah

di bawah lutut dan lengan bawah. Ukuran pembesaran ektremitas umumnya

tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya. (Witagama,dedi.2009)

6. Komplikasi

a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena

b. Elephantiasis tungkai

c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum,

penis,vulva vagina dan payudara,

d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis

berulang:

pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang

berlebihan di antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam

keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan

berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem

limfatik di sekitarnya.

e. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe

oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam

saluran kemih. (T.Pohan,Herdiman.2009)

7. Penatalaksanaan

Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk

filariasis bancrofti maupun brugia

8. Asuhan Keperawatan Filariasis

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.

Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang

mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-

ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi

setelah bekerja berat.

b. Aktifitas / Istirahat Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan

pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas

( Perubahan TD, frekuensi jantung)

c. Sirkulasi

Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan

pengisian kapiler.

d. Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan

penampilan, putus asa, dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.

e. Integumen

Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.

f. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan

Tanda : Turgor kulit buruk, edema.

g. Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

h. Neurosensoris

Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,

kelemahan otot.

Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.

i. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.

Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.

j. Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun,

demam berulang, berkeringat malam.

Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.

k. Seksualitas

Gejala : Menurunnya libido

Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis

l. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.

Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.

m. Pemeriksaan diagnostik

Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat

menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay.

Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik,

penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing

dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae wanita.

2. Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar

getah bening

2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe

3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik

4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada

anggota tubuh

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi

pada kulit

9. Intervensi

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah

bening Suhu tubuh pasien dalam batas normal.

1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial

2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh

3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan,

misalnya sediakan selimut yang tipis

4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih

5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika

panas tinggi

6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan

(anti piretik).

Rasional:

1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi

panas tubuh yang mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga

pengeluaran panas secara konduksi

2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital

3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh

pasien

4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi

5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi

penguapan

6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe Nyeri hilang

1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik

relaksasi.

2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).

3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat

anelgetik).

Rasional:

1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat

meningkatkan koping.

2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri

3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf

simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjutan

4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.

3. Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik

1. Akui kenormalan perasaan

2. Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai

keadaan yang dialami

3. Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan

penolakan atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual

4. Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara

normal (bercerita tentang keluarga)

5. Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai

individu

6. Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa

dengan jujur jika pasien sudah berada pada fase menerima

7. Kolaborasi : Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan

indikasi Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk

menerima dan mengatasinya secara efektif.

Rasional:

1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya

perubahan peran dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi

pada saat tahap penerimaan

2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.

3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak

berdaya, dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan

kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.

4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri

5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan

segera lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang

6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada

perubahan gambaran diri.

4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota

tubuh

1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)

2. Tingkatkan tirah baring / duduk

3. Berikan lingkungan yang tenang

4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas

Rasional

1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi

2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk

penyembuhan

3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan

4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan

intervensi

5. kelelahan dan membantu keseimbangan.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada

kulit Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.

1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam

sekali).

2. Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat

tidur dan pada waktu duduk di kursi.

3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.

4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.

5. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan

mencegah terjadinya dekubitus.

Rasional

1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat

menyebabkan kerusakan aliran darah seluler.

2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi

panas/ kelembaban.

3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang

beresiko terinfeksi dan nekrotik.

4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.

5. Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang

dialami.