12

Edisi 4/Thn V/Maret 2009

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CENTANG YUK! Pemberian suara dalam Pemilu 2009 yang cukup sulit juga diakui Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan pemberian suara pada pemilu-pemilu yang lalu, surat suara pemilu kali ini lebih lebar. Untuk itu Menteri Komunikasi dan Informatika, Mohammad Nuh mengharapkan agar partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui sosialisasi yang lebih intensif lagi baik melalui pendekatan langsung pada masyarakat maupun kesenian tradisional seperti wayang. Partisipasi masyarakat berdasarkan Peraturan KPU No. 40 Tahun 2008 adalah peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu Tahun 2009 yang dilakukan secara individu (perorangan) maupun berkelompok.

Citation preview

Page 1: Edisi 4/Thn V/Maret 2009
Page 2: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

2w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Caleg Bersih dan Profesional

Alhamduli l lah, untuk caleg saya sudah punya pilihan, yaitu caleg yang profesional, peduli rakyat dan berjiwa muda. Dulu di SMA sudah sering terlibat dengan orang-orang parpol tersebut. Saya sudah paham

latar belakang beberapa caleg yang diajukan dari parpol tersebut. Insyallah tidak salah pilih. Buat saya, siapapun caleg yang akan dipilih parpol untuk duduk di legislatif saya percaya, karena saya percaya dengan partainya.

Iklan politik buat saya tidak begitu menarik, karena biasanya hanya mengumbar janji. Yang sudah-sudah janji itu tinggal janji, kita tidak bisa menangihnya. Karena itu perlu juga adanya kontrak politik, jadi kita bisa menagihnya dikemudian hari.

Leo Yudha, 22 tahun, Universitas Pembangunan Nasional,

Yogyakarta

Butuh Caleg Peduli Pendidikan

Iklan politik yang menarik adalah melalui televisi. Selain lebih jelas jangkauannya juga lebih luas. Selain itu membaca belum menjadi budaya bangsa kita, mereka pasti akan lebih menyukai informasi yang disajikan melalui media audio-visual atau media audio.

Saya lebih senang jika caleg dari orang-orang biasa saja, yang lebih bersih, berpendidikan dan mampu memperjuangkan pendidikan gratis.

Nur Ismi Wahyu Dianie, 17 tahun, SMA Widya Dharma, Surabaya

Diterbitkan oleh DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKAPengarah: Prof. Dr. Moh Nuh, DEA (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Dr. Suprawoto, SH. M.Si. (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Drs. Bambang Wiswalujo, M.P.A.(Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Drs. Supomo, M.M. (Sekretaris Badan Informasi Publik); Drs. Ismail Cawidu, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Drs. Isa Anshary, M.Sc. (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Dr. Gati Gayatri, MA. (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Mardianto Soemaryo. Redak-tur Pelaksana: M. Taufi q Hidayat. Redaksi: Drs. Lukman Hakim; Drs. Selamatta Sembiring, M.Si.; Drs. M. Abduh Sandiah; Dra. Asnah Sinaga. Reporter: Suminto Yuliarso; Fouri Gesang Sholeh, S.Sos; Lida Noor Meitania, SH, MH; Elpira Indasari N., S.Kom; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Leonard Rompas. Desain: D. Ananta Hari Soedibyo. Pracetak: Farida Dewi Maharani, Amd.Graf, S.E. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: [email protected] atau [email protected] menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.

Tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia akan me-nyelenggarakan pesta demokrasi berupa pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota legislatif atau yang biasa disebut dengan Pemilu Legislatif (Pileg). Pileg merupakan bagian dari rangkaian Pe-milu 2009 yang akan diikuti dengan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden atau Pilpres, yang dijadwalkan akan berlangsung bulan Juli dan September 2009 mendatang.

Pemilu 2009 merupakan pemilu ke 10 sejak tahun 1955, dan merupakan pemilu pertama yang menggunakan metode pemungutan suara ‘baru’ yakni dengan cara mencentang atau memberi tanda centang (√) pada surat suara.

Sebelumnya, sembilan kali pemilu di Indonesia dilaksanakan dengan mencoblos surat suara, meto-de konvensional yang kini tinggal dipakai oleh se-dikit negara di dunia, diantaranya Indonesia dan Kamerun.

Perubahan metode dilakukan bukan sekadar un-tuk mengejar ketertinggalan dari negara lain, akan tetapi juga dimaksudkan agar pemilu bisa berjalan lebih lancar, cepat, efi sien, serta terhindar dari ke-curangan dan penyelewengan.

Perubahan metode pemungutan suara dari men-coblos ke mencentang kertas suara sepintas tampak sederhana, akan tetapi pelaksanaannya di lapangan tidaklah semudah yang dibayangkan. Paradigma lama bahwa pemilu identik dengan mencoblos masih sulit dihapus dari ingatan bangsa Indonesia.

Kendati sosialisasi pemungutan suara dengan cara mencentang terus dilakukan, namun kenyataannya mengubah pandangan masyarakat tentang proses pemungutan suara tidaklah gampang. Hasil jajak pendapat berbagai media massa dan lembaga independen menunjukkan, masih banyak anggota masyarakat yang belum paham atau bahkan belum mengetahui perubahan metode pemungutan suara ini.

Faktor teknis persiapan dan pengiriman logistik pemilu hingga ke seluruh pelosok perdesaan juga menjadi kesulitan tersendiri. Seperti diketahui, mencetak surat suara puluhan juta lembar dalam waktu yang relatif singkat tentu bukan pekerjaan mudah. Akurasi, ketelitian dan kecermatan sangat diperlukan agar surat suara terbebas dari kesalahan dan cacat. Kesalahan kecil seperti tercoret tinta atau robek misalnya, akan membuat surat suara menjadi

Yang Pertama, Yang Utamatidak sah. Oleh karena itu, proses pencetakan, sortir dan pelipatan surat harus dilakukan secara hati-hati namun cepat tanpa melampaui tenggat waktu yang telah ditetapkan

Di sisi lain, wilayah Indonesia sangat luas, terdiri dari ribuan pulau, dan banyak wilayah yang belum terjangkau sarana transportasi memadai. Di beberapa daerah, logistik pemilu harus dikirim dengan cara dipikul melalui jalan setapak atau menggunakan perahu kecil tanpa mesin selama berjam-jam bahkan melewati hitungan hari.

Mengantarkan logisitik pemilu secara cepat dan selamat ke wilayah terpencil, lebih-lebih pada musim hujan seperti sekarang ini, tentu sangat menguras waktu, tenaga dan pikiran. Oleh karena itu, kita bisa memaklumi jika di beberapa daerah logistik pemilu baru sampai di alamat menjelang hari pemungutan suara.

Tantangan lain dari Pemilu 2009 adalah jumlah partai politik peserta pemilu yang mencapai 44 parpol, terdiri dari 38 parpol nasional dan enam parpol lokal di Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah parpol peserta pemilu 2009 ini terbanyak kedua setelah pemilu 1955 yang diikuti 172 parpol.

Dengan jumlah parpol sebanyak 44, konsekuen-sinya jumlah calon anggota legislatif untuk DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten pun menjadi sangat banyak. Bukan hal mudah bagi para pemilih, terutama yang berusia lanjut, untuk mencari foto ca-leg idamannya lalu menandainya di antara ratusan deretan foto yang ada di kertas suara.

Tak kalah penting adalah tantangan untuk menjaga ketertiban dan keamanan, baik sebelum, pada saat, maupun sesudah pemilu dilaksanakan. Saat-saat kampanye merupakan saat paling rawan terjadinya perselisihan antar massa pendukung, baik yang berupa perselisihan verbal maupun perselisihan fi sik. Black campaign atau kampanye hitam yang mendeskreditkan lawan politik harus diwaspadai dan dihindari, agar upaya merebut simpati calon pemilih bisa berlangsung secara jujur, terbuka dan sportif.

Saat pemungutan dan penghitungan suara juga perlu pengawasan ekstra dari berbagai kalangan agar prosesnya terhindar dari kecurangan dan penyelewengan. Demikian pula, saat setelah pemu-ngutan suara dilaksanakan juga harus dijaga untuk mengantisipasi kemungkinan adanya gelombang ketidakpuasan dari pihak-pihak yang kalah dalam

pemilu. Berbagai masalah di atas tentu menjadi tantangan

bagi kita semua. Seluruh anggota masyarakat se-yogyanya turut aktif memberikan penjelasan kepada calon pemilih tentang tata-cara pemungutan suara sesuai prosedur yang benar, menciptakan suasana kondusif bagi pelaksanaan pemilu, serta membantu kelancaran pengiriman logistik pemilu hingga ke daerah pedalaman.

Semua pihak perlu menyadari bahwa upaya menyukseskan Pemilu 2009 bukan hanya menjadi tanggungjawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah semata, akan tetapi juga menjadi tanggungjawab seluruh warganegara. Karena bagaimanapun, hajatan demokrasi lima tahunan ini tidak akan berjalan lancar, tertib dan aman tanpa partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahap penyelenggaraannya.

Sangat tepat jika beberapa waktu lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak segenap rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih untuk menggunakan hak pilihnya dengan baik. Presiden juga mengajak masyarakat untuk menjalani proses pemilihan umum dengan niat yang baik, agar dapat memberikan mandat yang tepat kepada putra-putri terbaik bangsa untuk menjalankan kehidupan bernegara dan roda pemerintahan lima tahun mendatang.

Menurut Presiden, pilihan dan partai politik bisa saja berbeda, akan tetapi persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap dijaga dan menjadi prioritas utama. Kompetisi dalam sebuah pemilihan umum, betapapun kerasnya, selalu memiliki batas kepatutan dan tetap memiliki etika dan tatakrama. Oleh karena itu, presiden mengimbau agar seluruh elemen masyarakat melaksanaan Pemilihan Umum 2009 ini dengan penuh tanggungjawab.

Kita berharap, pemilu pertama yang menggunakan metode centang ini dapat menjadi tonggak sejarah yang bisa dijadikan tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan pemilu di masa-masa yang akan datang. Berhasil dalam arti setiap tahapnya dapat dilaksanakan secara lancar, tertib dan aman, partisipasi rakyat dalam pemungutan suara tinggi, persentase suara sah tinggi, menghasilkan calon-calon wakil rakyat berkualitas dan memilih pemimpin yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia ke arah masa depan yang lebih baik.

(g)

desa

in:

ahas

/dw

fot

o: v

ivan

ews.

m, i

mag

eban

k

Belum Ada Caleg Yang Cocok

Kapan Pemilu? Tau dong, diselenggarakan tanggal 9 April 2009. Untuk pilihan legislatif atau parpol belum ada yang cocok. Sejauh ini saya sendiri memang kurang memperhatikan visi dan misi masing-masing parpol dan

caleg. Lagi pula sebagian besar spanduk atau media beriklan yang ditempel di jalan hanya mencantumkan nama caleg dan parpol saja. Sejauh ini informasi mengenai caleg dan parpol yang saya dapatkan hanya melalui spanduk, baliho dan pembicaraaan sekilas dari dosen.

Kalau buat saya caleg itu menarik jika wajahnya tampan atau cantik, dan tentunya ditunjang dengan sikap yang bijaksana dan cerdas. Dan yang terpenting yang membela kepentingan rakyat, karena mereka kan dipilih oleh rakyat.

Arini Dwi Wardani, 19 tahun, Universitas Negeri Malang, Jurusan Public Relation

Belum Tahu

Meskipun saya menyadari waktu pemilu tinggal sebentar lagi, namun hingga saat ini saya belum menemukan caleg yang tepat untuk saya pilih. Selain sibuk dengan urusan kuliah, saya juga kurang tertarik

dengan politik. Informasi dari televisi dan beberapa media cetak yang

ditempel di pinggir jalan cukup membuat kita tahu bahwa akan ada perhelatan besar tahun ini. Tapi disayangkan, informasi seperti bailho, spanduk dan tempelan leafl et tidak rapi, sehingga membuat beberapa tempat terlihat semakin kumuh.

Irfan Haris, 18 tahun, Tehnik Perminyakan ITB, Bandung

Kampanye Lewat Internet

Pilihan caleg saat ini banyak, tapi belum ada yang sreg dengan saya. Meskipun mereka banyak berkampanye di beberapa media tetap saja informasi yang diberikan tidak bisa membuat kita langsung membuat kita berkata, "Ya, ini caleg yang saya butuhkan".

Buat saya yang menarik adalah berkampanye melalui media internet, beberapa caleg mempergunakan fasilitas jaringan internet untuk berkampanye, selain itu kita bisa browsing-browsing lagi untuk mengumpulkan informasi caleg sebanyak-banyaknya.

Caleg idola saya adalah caleg yang bisa megang statement-nya, yaitu yang bisa memajukan masyarakat sesuai dengan statement. Misalnya seperti membangun sarana pendidikan, misalnya janjinya membangun dua tahun ya harus ditepati dua tahun.

Dimas Saputra, 19 tahun, sastra Inggris, Universitas Padjajaran, Bandung

Page 3: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

3komunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Siapa bilang teknologi monopoli orang kota?

Kurang satu bulan menjelang hari pemilihan umum (pemilu) legislatif, 9 April nanti, bisa jadi sangat menjengkelkan bagi sebagian orang. Bagaimana tidak, alih-alih ditawarkan program serta visi misi para calon anggota legislatif (caleg) yang akan memperjuangkan ”nasib” mereka di parlemen nanti, para caleg ini malah membuat masalah.

Bagaimana tidak dibilang masalah kalau di sepanjang jalan penuh spanduk, baliho, stiker, dan model publikasi kampanye lain yang berjejal dan merusak pemandangan. Dipasang di sembarang tempat tanpa mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan. Di pinggir jalan, pertigaan, perempatan, tembok bangunan, kendaraan, gedung

percayakan ”nasib” kita kepada para caleg itu, kalau apa dan bagaimananya tidak tahu,” ungkap Marwito (42), pedagang kaki lima di Malioboro, Yogyakarta.

Teknologi Tak Efektif?Tentu tak semua caleg berlaku demikian. Ada juga yang

mencoba cara-cara baru. Semisal menggunakan perangkat teknologi semisal sms dan situs jaringan di internet. Ya, coba-coba gaya kampanye Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama yang sukses melenggang ke jabatan presiden nagara adidaya itu.

Di Indonesia tak efektif? Eits, nanti dulu, soal pengguna perangkat telekomunikasi tampaknya bukan semata monopoli orang kota saja. Fenomena murahnya tarif dan perangkat telekomunikasi di negeri ini, telah menyebar bahkan sampai ke desa-desa. Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) sendiri mencatat perkembangan yang luar biasa.

Data 2008 menunjukkan, pengguna layanan PSTN sebanyak 8.686.872 sambungan, FWA 12.679.536 sambungan, dan selular 113.210.895 sambungan. Hingga total 134.577.303 pengguna dengan berbagai jenis sambungan. Bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia 2007 berdasarkan proyeksi BPS yang mencapai 224.904.900 orang atau jumlah pemilih pada Pemilu 2009 ini yang mencapai 174.410.453 orang. Tentu tidak bisa dianggap enteng.

Terlebih dengan diberlakukakannya Peraturan Menteri Kominfo perihal ”Kampanye Pemilihan Umum Melalui Sarana dan Prasarana Telekomunikasi” yang isinya secara umum adalah ”etika” penggunaan sms untuk kampanye. Di mana pesan tersebut antara lain: tak boleh menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Peserta Pemilu yang lain; menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; mengganggu ketertiban umum; menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye; bahkan sampai aturan tentang pesan sampah (spamming).

Lain lagi para caleg yang memanfaatkan media internet sebagai media kampanye. Walau diakui, penggunanya memang masih terbatas pada kalangan melek internet yang jumlahnya masih terbatas dan belum banyak merambah masyarakat pedesaan.

Kendati angkanya menurut catatan Depkominfo telah mencapai 25 juta orang. Dan diharapkan akan melonjak mencapai target 50 juta orang atau 25% dari total penduduk indonesia di 2010 mendatang.

Berbagai p r o g r a m s e m i s a l f a s i l i t a s internet gratis di tingkat SMA j uga t e l ah d iupayakan untuk men-capai target t e r s e b u t . Mengenalkan t e k n o l o g i internet kepada kawula muda sejak dini. Yang tentu saja, menjadi sasaran tersendiri dalam mengenalkan program serta visi misi para caleg. Kemajuan teknologi yang dapat menghadirkan audio visual semisal youtube.com ataupun situs pertemanan dan jejaring sosial yang menarik, bisa menambah gairah berinternet.

Kampanye Politik PlusDan tentu saja, bila kreatif dalam berkampanye,

tak lagi spanduk berjejal yang didapat. Bahkan, seperti yang dikatakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Muhammad Nuh, penggunaannya akan bernilai lebih, dengan ikut mengenalkan kepada masyarakat tentang teknologi informasi.

"Bagi peserta Pemilu hal ini dapat menghemat biaya dan tenaga. Sebab secara serentak informasi dapat diakses di mana-mana," ujarnya Sedangkan, masyarakat akan lebih mengenal teknologi dan sekaligus mengetahui seluk beluk calon yang akan dipilihnya lebih jauh tanpa perlu bertatap muka langsung,” ujarnya beberapa saat lalu.

Dan pemilu, kata Menteri, seharusnya dapat menjadi momentum untuk mengoptimalkan manfaat teknologi informasi dan komunikasi. Kampanye melalui pesan singkat (SMS), blog, dan semisalnya menjadi alternatif yang sangat disarankan.

Walau begitu, tetap saja, teknologi hanyalah cara. Intensitas dan sumbangsih para caleg kepada masyarakatlah yang utama. Pun komunikasi yang intensif dengan konstituen. Pesan yang baik dan isu krusial yang dibutuhkan masyarakat menjadi penentu.

Untuk para pemilih, ingat, nomor; foto diri, dan gambar parpol tentu tak berarti apa-apa tanpa program yang membela kepentingan anda. Ayo, pilih caleg berkualitas.

([email protected])

Apa saja yang tidak boleh dilakukan pada saat kampanye?

Agar tercipta rasa aman dan ketertiban, peserta kampanye wajib mematuhi peraturan waktu kampanye, yaitu, peserta dilarang keras:a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. menghina seseorang, agama, suku, ras, dan golongan;

d. menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat;

e. mengganggu ketertiban umum;f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau

menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat;

g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;

h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;

i. membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut parpol lain selain dari gambar dan/atau atribut parpol yang bersangkutan; dan

j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye.

Siapa saja yang tidak boleh mengikuti kampanye?a. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, hakim agung pada

Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;

b. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa

Keuangan;c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur

Bank Indonesia;d. Pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik

daerah;e. Pegawai negeri sipil;f. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia;g. Kepala desa;h. Perangkat desa;i. Anggota badan permusyawaratan desa; danj. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak

memilih.

Bagaimanakah prosedur pemberian suara di TPS?

Proses pemberian suara adalah sebagai berikut:(1) Pemilih yang telah menerima surat suara menuju bilik

pemberian suara(2) Sebelum memberi tanda, surat suara diletakkan

dalam keadaan terbuka lebar-lebar diatas meja yang disediakan, selanjutnya surat suara diberi tanda centang (√)

(3) Setelah menandai surat suara, pemilih melipat kembali surat suara seperti semula.

(4) Pemilih lalu menuju tempat kotak suara dan memperlihatkan kepada Ketua KPPS bahwa surat suara dalam keadaan terlipat dan terlihat tanda tangan KPPS, kemudian satu demi satu surat suara dimasukkan ke dalam masing-masing kotak suara, dimulai dari kotak suara untuk pemilihan umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan terakhir kotak suara untuk pemilihan umum Anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan dipandu oleh Anggota KPPS.

(5) Pemilih yang telah memasukkan surat suara kedalam masing-masing kotak, oleh Anggota KPPS diberi tanda khusus/tinta pada salah satu jari tangan kiri pemilih

Peraturan Menteri Kominfo peri-hal ”Kampanye Pemilihan Umum melalui Sarana dan Prasarana Telekomunikasi” secara umum mengatur ”etika” dan panduan penggunaan pesan singkat atau sms untuk kampanye.....

yang bersangkutan.Bagaimana dengan pemilih yang mempunyai

cacat tubuh sehingga kesulitan dalam memberikan suara?(1) Atas permintaan pemilih tunanetra, tuna daksa, atau

yang mempunyai halangan fi sik lain, Ketua KPPS menugaskan Anggota KPPS kelima dan keenam atau orang yang ditunjuk oleh pemilih yang bersangkutan untuk memberikan bantuan, menurut cara sebagai berikut:a. Bagi pemilih yang tidak dapat berjalan, Anggota

KPPS kelima dan keenam membantu pemilih menuju bilik pemberian suara, dan pemberian tanda dilakukan oleh pemilih sendiri;

b. Bagi pemilih yang tidak mempunyai keduabelah tangan dan tunanetra, Anggota KPPS kelima membantu melakukan pemberian tanda sesuai kehendak pemilih dengan disaksikan oleh anggota KPPS keenam;

(2) Selain itu diperbolehkan pula adanya bantuan orang lain atas permintaan pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunya halangan fi sik lain, pemberian tanda dilakukan oleh pemilih sendiri.

(3) Kemudian Anggota KPPS dan orang lain yang membantu pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fi sik, wajib merahasiakan pilihan pemilih yang bersangkutan, dan menandatangani surat pernyataan yang disediakan.

Bagaimana jika ballpoint saya macet?Tanda lain yang diperkenankan adalah:

a. dalam bentuk tanda coblos; ataub. karena keadaan tertentu, sehingga tanda centang

(√) atau sebutan lainnya menjadi sempurna, yaitu tinta pada ballpoint ternyata tidak dapat berfungsi sempurna.

Sumber: Peraturan KPU No.35 Tahun 2008

Kampanye Dengan TIK

Kreatif dan Interaktif

Kampanye dan Prosedur Pemberian Suara

kantor, mall, batang pohon, angkutan umum. Para caleg seakan berlomba mirip artis idola,

adu gaya dalam bingkai kampanye pemilu. ”Seperti kehabisan ide kreatif. Apa iya dengan pasang spanduk, akan dicontreng dalam pemilu nanti. Justru banyaknya spanduk yang isinya foto, nomor, dan partai bikin orang tertawa. Gak kenal gak apa, taruh foto di jalan. Siapa tuh,” usil Mediodecci (26), warga Palembang yang ditemui komunika beberapa saat lalu.

Politik bukanlah kerja sesaat. Tak bisa disamakan dengan jualan barang, asal ada iklan lantas masalah selesai. Sulit dipahami rasanya berharap dipilih, bila tak kenal dengan masyarakat yang akan diwakili dalam parlemen nanti. ”Bagaimana mau

Page 4: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

4w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Tahapan Pemilu 2009Masa Kampanye Terbatas>

Masa Tenang> 8April 2009

6April 2009

s.d.Pemungutan Suara>

Masa Kampanye Rapat Umum> 5April 2009

17 Maret 2009

s.d.

9April 2008

Pelaksanaan kampanye melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan elektronik, penyebaran bahan kampanye kepada umum.

5April 2009

12 Juli 2008

s.d.

Pelaksanaan kampanye melalui rapat umum. Dilaksanakan oleh peserta pemilu 2009

Pembersihan alat peraga kampanye oleh masing-masing peserta pemilu 2009

Pemungutan suara dan penghitungan suara oleh KPPS/KPPSLN di TPS/TPSLN dilaksanakan sescara serentak dan mengumumkan hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN serta mengirimkan hasilnya kepada PPK melalui PPS dan KPPSLN kepada PPLN

pukul dengan gagang bendera dan aksi lempar batu tak terhin-darkan. Korban berjatuhan dari kedua pihak.

Aksi tawuran antar pendu-kung parpol itu memang terjadi pada kampanye pemilu 1999 lalu, namun masih membekas di benak Sodik (46). Maklum, karya-wan Percetakan “PS” Surabaya ini harus mendapat enam jahitan di pelipis akibat lemparan batu massa yang nyasar ke kepalanya. “Sampai sekarang saya trauma kalau ada konvoi parpol melintas di jalanan,” ungkap bapak dua anak ini.

Syukurlah, kampanye mod-el pengerahan massa dengan pawai di jalanan tidak lagi diper-bolehkan pada pemilu 2009 ini.

“Memilih adalah hak, tapi bukan untuk Partai X

(menyebut nama salah satu partai)”. Tulisan di spanduk

berukuran 300 x 80 cm itu, hingga tanggal 9 Maret 2009

lalu masih terpampang di pinggir jalan antara kota

Kartasura hingga Prambanan, Jateng. Sementara itu, di sebuah tikungan jalan di perbatasan Purwokerto-

Purbalingga, Jateng, sebuah poster memuat gambar

seorang caleg dari partai tertentu, namun di bawahnya

ada tulisan besar-besar, “Jangan Pilih Saya, Karena

Saya Koruptor!”. Pengendara kendaraan

yang melintas dan melihat tulisan itu pasti bertanya-

tanya, mengapa hari genee masih ada ‘kampanye hitam’

semacam itu?

Pemasang spanduk tentu orang-orang yang tidak senang dengan Partai X. Demikian pula pemasang poster nyeleneh itu pastilah bukan caleg bersang-kutan, melainkan orang yang “sirik” kepadanya. Toh keduanya punya maksud sama: ingin membuat citra lawan jatuh di mata publik, tentu saja dengan cara-cara yang tidak sportif.

Dalam terminologi politik, memang ada yang disebut se-bagai kampanye hitam atau black campaign. Istilah ini bukan berarti kampanye yang dilakukan secara

gelap-gelapan di malam hari, atau kampanye yang dilakukan oleh (maaf) orang berkulit hitam, namun hanya istilah “prokem” yang diadaptasi dari bahasa Inggris, yang arti singkatnya adalah kampanye yang tidak benar.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwaki lan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwaki lan Rakyat Daerah, kampanye harus dilakukan dengan cara yang lurus, bersih dan terang. Kampanye tidak boleh dilakukan dengan menghina seseorang, ras, suku, ras, agama, golongan calon atau peserta pemilu yang lain, serta menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Model terakhir inilah yang oleh masyarakat sering disebut sebagai kampanye hitam atau black campaign.

Kampanye h i t am b iasa dilakukan melalui berbagai media seperti suratkabar, radio, televisi, iklan; melalui media luar ruang seperti poster, spanduk, baliho; melalui media baru seperti web, webblog dan email, juga melalui media tradisional dan komunikasi interpersonal. Meskipun secara hukum kampanye model ini dilarang, namun dalam praktek masih banyak terjadi, diantaranya adalah yang dicontohkan pada awal tulisan ini.

Gunakan Cara yang Baik Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono mengingatkan, banyak godaan dalam berdemokrasi,

dan yang paling mencemaskan adalah upaya mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara. "Banyak cara-cara yang baik untuk mencapai tujuan termasuk tujuan politik. Cara-cara seperti black campaign dan money politics bukan pilihan kita. Mari kita cegah bersama-sama," katanya dalam dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Provinsi Lampung, awal Maret lalu.

Kekhawatiran presiden cukup beralasan, karena dalam situasi politik yang sedang mengalami pasang naik menjelang pemilu seperti sekarang ini kecenderungan aktor polit ik untuk bermain kotor melalui kampanye hitam tetap ada. Modus operandinya bermacam-macam, mulai dari menjelek-jelekkan, menyerang pribadi dengan menampilkan fakta-fakta negatif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan k e b e n a r a n n y a , s a m p a i pembunuhan karakter (character assasination).

Sementara saat menyampaikan sambutan dalam acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Tahun 1430 H, di Istana Ne-gara, 10 Maret lalu, Presiden Yudhoyono mengingatkan, kompetisi dalam sebuah pemilihan umum, betapapun kerasnya, selalu memiliki batas kepatutan dan tetap memiliki etika dan tatakrama. “Marilah sukseskan bersama pelaksanaan Pemilihan Umum 2009 ini dengan penuh tanggungjawab demi membangun tradisi politik yang baik di negeri ini," kata Presiden.

Syukurlah, Ketua Dewan Pers,

Leo Batubara menilai, hingga kini belum ada satupun iklan politik yang mengandung black campaign. Meskipun demikian, menurut Leo, ber i ta-ber i ta negative campaign dengan mudah dapat ditemui di media massa. Ia menilai, kampanye negatif sejatinya sesuatu yang wajar saja sebagai pembelajaran politik di masyarakat.

"Kampanye nega t i f i t u memberikan informasi kepada masyarakat tentang parpol atau caleg tentang hal-hal negatif yang berdasarkan fakta seperti kehadiran anggota dewan, partai yang terlibat korupsi," ujar Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, di Balikpapan usai Diskusi tentang Posisi Pers dalam Pemilu 2009, beberapa waktu lalu.

Menurut Leo hingga kini belum ada satupun pers yang berani bersikap paling depan untuk membuat berita negative campa ign , padaha l ber i ta kampanye negatif dibenarkan sepanjang itu berdasarkan fakta-fakta di lapangan. "Yang tidak dibenarkan adalah black campaign seperti fi tnah, berita bohong dan lainnya," kata Leo.

Toh d i se luruh wi layah Indonesia, kampanye hitam tak seluruhnya bisa disetop. Salah satu yang paling marak

dilakukan adalah melalui poster dan spanduk, di samping melalui posting di web blog pribadi maupun website. Untuk kampanye model terakhir, kita dengan mudah dapat mendapatkan contohnya melalui mesin pencari laman web.

Padahal ancaman hukuman terhadap pelaku black campaign ini cukup berat lo. Pasal 270 UU No 10 Tahun 2008, misalnya, menyebut ancaman pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 24 bulan, dan denda paling sedikit Rp 6 juta dan paling banyak Rp 24 juta bagi pelaku kampanye hitam.

Tapi namanya orang terbakar emosi, mana takut dipenjara! Karena itu, kita semua patut waspada terhadap tulisan dan gambar bernada melecehkan dan atau menyudutkan caleg/partai tertentu yang banyak berseliweran di depan mata. Jangan mudah terpancing emosi, jangan reaktif, namun juga jangan panik.

Anggaplah semua sebagai bumbu demokrasi yang akan membuat dinamika pemilu kita menjadi penuh warna. Tapi jangan lupa, teruslah mengawal proses hukum bagi pelaku black campaign agar benar-benar menerima sanksi sesuai hukum yang berlaku, biar kapok! Setuju?

(gun)

waspadai

“black campaign”“black campaign”

pukul dengan gagang bendera

K a m p a n y e T a n p a M e n g g a n g g uAlasannya jelas, kampanye jenis ini rawan menimbulkan pertika-ian dan keresahan masyarakat. Evaluasi pelaksanaan pemilu 1999 dan 2004 menunjukkan, berbagai kasus pertikaian dan bahkan kerusuhan terjadi pada saat kampanye pengerahan mas-sa dilakukan.

Pada pemilu 2009 ini, kam-panye tahap pertama sudah di-laksanakan secara lebih santun dan bermartabat mulai 13 Juli 2008. “Kita patut bangga lah, karena hingga waktu kampanye terbatas berakhir tanggal 5 Maret 2009, tidak ada pertikaian berarti apalagi kerusuhan yang dipicu masalah kampanye,” kata Rina, karyawan sebuah departemen.

Toh bukan berarti masa kam-panye be-bas dari masalah. Hafi d, so-pir taksi misalnya, mengeluh k a r e n a beberapa waktu lalu saat me-lintas di Jalan Ga-tot Subro-to Jakarta s e m p a t mengala-mi macet

kampanye model pengera-

han massa dengan pawai di jalanan tidak lagi diper-

bolehkan pada pemilu 2009 ini.

total akibat iring-iringan massa parpol yang baru saja menghadi-ri rapat umum. “Emang gak ada pawai, rapat doang. Tapi kalau pulangnya bareng-bareng seribu orang ya sama saja bikin macet. Apalagi mereka juga suka me-langgar rambu lalu-lintas,” kata Hafi d, sopir taksi itu.

Ia menyayangkan rendahnya kesadaran para simpatisan parpol untuk mengutamakan kepentin-gan umum saat mereka berada dalam kelompok. “Contoh nyata, kalau sudah berada dalam kelom-pok, mana mau mereka berhenti saat lampu lalu-lintas menyala merah. Padahal kita semua kan punya hak memakai jalan, bukan hanya mereka,” kata Hafi d.

Kendati demikian, bukan be-rarti ia menganggap sistem kam-panye pemilu 2009 ini buruk. Ia justru menilai kampanye pemilu 2009 ini jauh lebih baik dari kampanye Pemilu tahun 2004, kendati perlu penyempurnan di sana-sini.

“Salah satunya adalah mengupayakan agar kampa-nye benar-benar dilaksanakan tanpa mengganggu kepentingan umum. Karena kalau kepentin-gan masyarakat terganggu justru akan timbul sikap antipati. Bun-tutnya, partisipasi masyarakat dalam pemilu jadi menurun,” pungkas Hafi d.

(Wahyu H)

ketika dua anggota kelompok mulai saling ejek dan saling lem-par botol dan gelas plastik air mineral. Hanya dalam hitungan menit, jalanan berubah menjadi medan tawuran hebat. Saling

Deru mesin motor menggele-gar memenuhi suasana, saat dua kelompok pendukung partai poli-tik yang berbeda saling bertemu di perempatan Jalan Blauran, Surabaya. Suasana mulai panas

Grafi

s: da

nang

Page 5: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

5komunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

"Kami tadi diminta aparat de-sa ikut acara ini," seru anak-anak berseragam SMA di kawasan ti-mur Indonesia. Sementara di tempat lain, anak-anak mendekat ke lokasi keramaian kampanye politik karena adanya pertunjuk-an musik yang jarang dinikmati di waktu siang.

Keterlibatan anak dalam ke-giatan kampanye partai politik mungkin bisa ditemui dalam ritu-al tahunan demokrasi di Indone-sia. Ada yang disengaja atau ada yang didorong oleh keinginan anak sendiri. Tapi ada juga yang terjadi karena sang anak tidak ada yang menjaga di rumah ke-tika ditinggal kampanye oleh orang tua.

Hal itu menuai keprihatinan tersendiri bagi pemerhati anak. Kak Seto, misalnya, masih me-nyampaikan keprihatinan terha-dap segala bentuk eksploitasi anak-anak saat penyelenggaraan Pemilu, terutama pada masa kampanye.

Keprihatinan itu muncul me-lihat fenomena keberadaan anak pada kampanye parpol, “Baik se-bagai ‘penikmat’ entertainment yang disajikan saat road show, bagian dari pawai pendukung parpol, hingga ke bintang iklan politik di televisi,” ungkapnya.

Iklan Politik RawanKini di masa pesta demokrasi,

partai politik juga mulai meman-faatkan kekuatan iklan; untuk memikat dan memenangkan hati pemilih. Tak sedikit parpol yang menggelontorkan dana ratusan juta untuk mengemas iklan mer-eka agar kreatif dan tertanam di benak khalayak.

Kontennya pun relatif bera-gam. Mulai dari ‘Program untuk Rakyat’, sampai kehadiran tokoh nasional maupun artis papan

atas sebagai ikon dalam iklan. Bahkan, mungkin jika tak ada semprit peringatan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), penggunaan anak-anak untuk iklan politik tentu akan sangat mungkin terjadi.

Hilangkan Eksploitasi Anak“Menampilkan anak dalam ik-

lan kampanye parpol adalah ben-tuk eksploitasi anak dan bisa di-jerat hukum pidana,” tegas Ketua Komisi Perlindungan Anak Indo-nesia, Masnah Sari. Pernyataan itu, disebut Masnah, bersandar pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindung-an Anak.

“Pasal 15 menyebutkan, seti-ap anak berhak untuk memper-oleh perlindungan dari penyalah-gunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa ber-senjata, pelibatan dalam keru-suhan sosial, pelibatan dalam pe-ristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan,” ujar Masnah.

Tidak tanggung-tanggung, pelanggar pasal ini bisa dipidana penjara hingga lima tahun atau denda hingga seratus juta rupi-ah. “Sanksinya bisa dibaca di pa-sal 87,” lanjutnya.

Kak Seto yang menjadi Ketua Komnas Perlindungan Anak juga melontarkan kritik terhadap pe-manfaatan anak pada kampanye dan iklan politik parpol. “Tidak

hanya UU Perlindungan Anak, pelaku juga bisa dijerat atas pe-langgaran UU Pemilu Pasal 82 Ayat (2j) dengan sanksi pidana kurungan 3 sampai 9 bulan,” te-gasnya.

Untuk itu, pihaknya menyata-kan akan meminta KPU bersikap tegas terhadap parpol yang me-langgar. “Karena melibatkan anak dalam kegiatan parpol sangat berisiko terhadap keselamatan mereka,” jelas Kak Seto.

Batasan Samar?Masih samarnya batasan ek-

sploitasi anak pada kampanye parpol menyebabkan KPU masih sangat sulit dalam bersikap, ter-masuk kemungkinan penerapan

hukumnya, di pengadilan. “Kare-na UU Pemilu belum menjabar-kan peraturan ini secara tegas,” kata Ketua KPU, Abdul Hafi z.

Hal yang tercantum, lanjut-nya, hanya pelarangan keikutser-taan warganegara yang belum memiliki hak pilih dalam kam-panye parpol. “Jadi aturan soal anak ikut kampanye belum te-gas,” kata Hafi z.

Untuk itu, ia menilai batasan eksploitasi anak dalam kampanye parpol menjadi sangat penting, sebab masalah menjadi mengam-bang ketika si anak ikut kampa-nye bersama orang tuanya. Atau, bagaimana jika anak datang ke lokasi kampanye karena mende-ngar keramaian musikdi lapang-an. Apakah ini termasuk ek-sploitasi? “Inilah sebabnya masih perlu penyamaan persepsi terkait pelibatan anak dalam kampanye,” kata Sri Nuryanti dari KPU.

Lebih lanjut, Hafi z menyebut-kan, masih ada kesulitan untuk menindak jika terjadi pelang-garan, “Karena Peraturan KPU No 19 tentang Pedoman Pelaksan-aan Kampanye, belum menyebut larangan tersebut.”

Untuk itu, KPAI berusaha merumuskan yang boleh dan tidak boleh dilakukan parpol ter-hadap anak-anak selama masa kampanye (Lihat Boks).

“Kalau batas-an jelas, pera-turan bisa lebih tegas” kata Mas-nah. Namun, leb-ih lanjut, Masnah juga mengung-kapkan, penggu-naan anak untuk kampanye parpol harus memper-hitungkan sub-stansi isi iklan. “Kalau iklan kam-

Ketika Buyung dan Upik Turut "Berpolitik"

panye menyatakan kepekaannya atas permasalahan anak, misal-nya, kemudahan akses pendidi-kan, kesehatan dan pangan, itu boleh-boleh saja”, ujarnya. Tapi kalau sifatnya memprovokasi le-wat anak-anak, itu sudah salah, tegas Masnah.

Pembelajaran Dini?Maraknya tudingan eksploita-

si anak pada iklan beberapa par-pol didukung data Banwaslu. Se-jak dimulainya kampanye pemilu 2009, Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) sudah melaporkan 5 jenis iklan politik di televisi yang dibuat 3 parpol ke KPU. ”Kare-na iklan tersebut menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan-

nya." ujar Anggota Badan Penga-was Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina. Namun, tudingan itu ditepis parpol dengan alasan misi iklan tersebut adalah mem-berikan pendidikan politik bagi anak sejak dini. Benarkah?

Untuk meluruskan hal ini, Direktur Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial, Harry Ich-mad menegaskan, masyarakat, terutama pimpinan parpol, se-harusnya dapat membedakan antara pendidikan politik untuk anak dengan pelibatan anak da-lam kampanye.

Pendidikan politik bagi anak, lanjutnya, dapat dilakukan, mi-salnya dengan mengajari anak berpikir kritis dan mengeluar-kan pendapat kepada orang tua, tanpa harus melibatkan mere-ka dalam kampanye. ”Atau bisa melalui pemilihan ketua kelas, atau pengurus OSIS di sekolah,” katanya.

Di sisi lain, Kak Seto men-jelaskan, pendidikan politik bagi anak-anak bisa dilakukan sambil bermain. “Misalnya si anak me-nyanyi, menggambar atau me-warnai gambar parpol”, katanya. Cara itu, lanjut Seto, justru lebih positif bagi anak-anak dari pada membiarkan anak dijemur ma-tahari dan menghirup udara ko-tor ikut pawai kendaraan di jalan

raya. Kelemahan peraturan menge-

nai eksploitasi anak dalam iklan politik terbentur pada masih be-ragamnya penafsiran atas batas-an eksploitasi tersebut. Undang-Undang sebagai payung hukum sudah mencakup permasalahan ini secara umum, sayangnya teknis pelaksanaannya belum bisa mencakup pokok permasala-han secara rinci.

Hingga saat ini, permasala-han eksploitasi masih menuding pihak “pengguna anak”. Padahal, sebelum 17 tahun, anak berada dibawah tanggung jawab orang tua. Menjadi bintang iklan pun harus atas ijin orang tua. Ba-gaimana UU bisa menjangkau

permasalahan tersebut? Apalagi, masalah ekonomi seringkali men-jadi alasan dan menjadi bintang iklan menyediakan kesempatan perbaikan ekonomi dengan cara relatif mudah.

Di Australia, meninggalkan anak di rumah sendiri tanpa pen-jagaan atau pengawasan sudah termasuk pelanggaran hukum. Suatu ketika, polisi menilang mobil di tempat parkir sebuah supermarket, hanya karena sang ibu meninggalkan anaknya yang berusia dua tahun di dalam mobil selama 15 menit untuk membeli sekilo apel.

Australia lebih tegas member-lakukan perlindungan anak bagi orang tua, dimulai dari bagaima-na memperlakukan anak, hingga pengamanan anak di mobil, jalan dan tempat umum.

Namun, Indonesia pun bisa belajar untuk mulai menerapkan hal itu. Apalagi pesta demokrasi memang tak kenal usia. Meski hanya warganegara yang memi-liki hak pilih yang bisa menentu-kan masa depan bangsa, namun kemeriahan pesta tetap bisa dinikmati segala usia. Apa salah jika anak mendapat baju atau bendera parpol tertentu, asalkan mereka tidak dipaksa untuk me-makai dan mengibarkannya?

(berbagai sumber/ides)

....eksploitasi anak dalam iklan dan

kampanye politik terbentur pada masih kebera-gaman penaf-

siran atas batasan eksploitasi

Tampak di layar televisi, reporter sibuk mengo-mentari tayangan gambar sekelompok bocah ber-

seragam mengikuti kampanye sebuah partai politik. Gambar pun beralih ke rangkaian pawai motor dan

mobil bak terbuka yang mengangkut beberapa anak di sela orang-orang dewasa dengan atribut partai politik. Stasiun televisi itu mengemasnya dalam

tajuk pelanggaran kampanye.

Untuk menjamin perlindungan anak, sesuai kewenangan yang diiliki, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan melakukan kegiatan pemantauan, evaluasi dan pengawasan pelibatan anak-anak berusia 16 tahun ke bawah atau anak yang belum kawin.

Pemantauan oleh seluruh komponen KPAI menggunakan indikator eksploitasi anak sebagai berikut:1. Menggunakan anak sebagai bintang utama, dari suatu iklan poli-

tik;2. Menampilkan anak di atas panggung kampanye partai politik da-

lam bentuk hiburan.3. Menggunakan anak sebagai penganjur untuk memilih partai atau

calon legislatif (caleg) tertentu (baik dengan bahasa, tulisan, ek-spresi, maupun akting) yang seakan-akan bertindak sebagai juru kampanye partai politik atau caleg.

4. Mobilisasi massa anak oleh partai politik atau caleg.5. Penggunaan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih

dewasa dalam praktek politik uang oleh partai politik atau caleg.6. Memprovokasi, memaksa, membujuk dan merayu anak-anak da-

lam kegiatan kampanye partai politik dengan melakukan per-buatan terlarang;

7. Memperalat anak dengan senjata atau benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain;

8. Menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut partai poli-tik atau calon presiden.

9. Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan se-bagai tindakan kekerasan terhadap anak dalam kampanye par-tai politik atau calon presiden (kepala anak digunduli, anak-anak disemprot air, dsb).

10. Menggunakan arena bermain anak untuk kegiatan kampanye Pemilu dan calon presiden.

11. Memanipulasi data anak untuk kemenangan partai politik atau caleg.

12. Membawa anak-anak berusia di bawah tujuh tahun ke arena kampanye terbuka.

13. Bentuk-bentuk eksploitasi lain oleh partai politik yang merugikan anak.

Indikator Kegiatan Eksploitasi Anak

Masyarakat luas yang menge-tahui, melihat, atau menyaksi-kan pelanggaran atas ketentu-an dengan indikator-indikator di samping, agar menyampaikan

pengaduan ke:Posko Pengaduan KPAI

Jalan Teuku Umar Nomor 12 Jakarta Pusat 10350,

Telepon (021) 31901446-31901556,

Faksimili: (021) 3900833. e-mail: www.kpai.go.id

Page 6: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

6w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Tak seperti biasanya. Hari itu, Filda (38) berangkat lebih pagi dari rumah. Sang anak sampai heran, biasanya acara pengajian di kampung berlangsung sore har. "Aduh lupa, undangannya tadi ketinggalan," kata Filda setengah berteriak. Bergegas ia kembali ke rumah dan mengambil selembar undangan. Sambil lewat depan kamar sang anak ia berkata, "Ibu ke Telanai, dulu!"

Di halaman Kantor Gubernur Jambi, tepat 07.28. Ia melihat be-gitu banyak orang yang datang. Puluhan bahkan mungkin ratusan orang telah duduk di tempat yang disediakan. Untung ia tidak terlalu terlambat, "Pak Gubernur baru saja memberikan suara," bisik teman Filda yang memberikan tempat duduk.

Hampir satu jam akhirnya giliran Filda datang. Bergegas ia menuju meja pemberian surat suara, lantas menuju ke bilik suara. Agak ternganga ia membuka su-rat suara yang cukup lebar. Tak sampai lima menit ia segera me-nutup kembali surat suara yang telah ditandai centang dan me-masukkan ke kotak suara.

Sukses sudah agenda Filda pagi ini mengikuti simulasi Pemilu Legislatif yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jambi, akhir Februari lalu.

"Sepertinya kalau melihat berita di media tentang cara mencentang itu cukup rumit, tapi ketika dijalani ya biasa saja. Yang penting kita sudah menentukan pilihan," kenang Filda ketika dite-mui komunika awal Maret lalu.

Pember ian suara da lam Pemilu 2009 yang cukup sulit juga diakui Gubernur Jambi, Zul-kifli Nurdin. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan pemberian suara pada pemilu-pemilu yang lalu, surat suara tidak selebar seperti saat ini. “Saat ini selain ukuran surat suaranya lebar, nama dan dari masing-masing calon dari partai peserta pemilu cukup banyak. Jadi selain cukup memakan waktu juga cukup sulit mencari nama caleg yang akan dipilih,” katanya.

Simulasi PentingBagaimanapun simulasi me-

mang perlu dilakukan. Dengan simulasi maka KPU langsung dihadapkan dengan berbagai

kenyataan yang mungkin akan timbul di hari pemungutan su-ara sesungguhnya. Masalah pe-nandaan menjadi hal yang sangat krusial dalam menentukan sah tidaknya surat suara dan berpotensi terjadinya kecurangan.

Anggo t a KPU P r ov i n s i Jambi, Kasrianto menyatakan pelaksanaan simulasi waktu itu diupayakan sebagaimana kea-daan nyata di lapangan. Hal itu dilakukan untuk mengetahui per-soalan apa yang dihadapi oleh KPPS pada pelaksanaan Pemilu 2009.

“Bagaimana dengan kondisi surat suara yang ukurannya men-capai 54 x 84 cm, kemudian berapa lama waktu yang diperlukan dalam pemberian suara di dalam bilik suara, dan apakah kotak suara yang ada bisa memuat jumlah kertas suara yang diperkirakan mencapai 500 orang, selanjutnya bagaimana cara pengisian lem-baran-lembaran penghitungan suara serta bagaimana kerumitan-kerumitan yang ditemui para anggota KPPS,”katanya.

Di samping itu pelaksanaan si-mulasi akan melihat sudah sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang tatacara pemberian suara mendatang, "Sesuai Peraturan

KPU Nomor 03/2009 tentang pe-doman teknis pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara, dengan me-nandai satu kali pada kolom nama partai kemudian nomor/nama calon," ungkapnya.

Tingkatkan PartisipasiPemilu tidak hanya merupakan

ritual demokrasi lima tahunan belaka. Makna pemilu lebih dari sekadar itu. Hasil dari pemilu akan menentukan kehidupan bangsa dan negara lima tahun yang akan datang.

Tingkat partisipasi masyarakat menentukan kualitas Pemilu 2009, karenanya kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya harus ditumbuhkan.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Mohammad Nuh mengharapkan agar partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui sosialisasi yang lebih in-tensif lagi baik melalui pendekatan langsung pada masyarakat mau-pun kesenian tradisional seperti wayang.

Partisipasi masyarakat ber-dasarkan Peraturan KPU No. 40 Tahun 2008 adalah pe-ran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu Tahun 2009 yang dilakukan secara individu (perorangan) maupun berkelompok.

Bentuk partisipasi masyarakat berupa sosialisasi pemilu, pen-didikan politik bagi pemilih, survei atau jejak pendapat tentang pe-milu, dan penghitungan cepat ha-sil pemilu atau yang biasa disebut quick count.

Partisipasi masyarakat tersebut dilakukan dengan ketentuan tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu, tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu, bertujuan mengikatkan partisipasi politik masyarakat secara luas dan meningkatkan kualitas demokrasi, serta mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi pe-nyelenggara Pemilu yang aman, damai, tertib, dan lancar.

Endang Sulastri, anggota KPU, optimis dengan memperkirakan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu Legislatif tahun ini bisa mencapai 80%. Sosialisasi terus dilakukan KPU bekerjasama dengan Depkominfo, Departemen Dalam Negeri dan organisasi masyarakat untuk menjangkau masyarakat pemilih hingga ke tingkat bawah.

Sosialisasi PentingJangkauan geografis dan

keberagaman khalayak juga mendorong Menkominfo M. Nuh mengajak semua pihak, baik media cetak, lembaga penyiaran, dan periklanan, untuk membantu

mensosialisasikan tahapan Pemilu karena waktu pelaksanaan pemilihan makin dekat, tinggal hitungan hari. "Sosialisasi Pemilu masuk dalam kategori emergency. Semua pihak harus berikhtiar membantu sosialisasi," katanya.

Menurut M. Nuh, indikasi darurat sosialisasi, misalnya, terkait dengan pengenalan partai-partai dan nomor urutnya. Selain itu persoalan teknis pemberian suara. "Sosialisasi tidak hanya Pemilu akan dilaksanakan 9 April, tapi juga bagaimana ca-ra nyontrengnya. Masyarakat masih banyak yang belum tahu nyontrengnya kayak apa?" kata M. Nuh lagi.

Menkominfo menegaskan Pemilu 2009 harus disukseskan. Kalau Pemilu 2009 tidak sukses, maka kehidupan bangsa dan negara lima tahun yang akan datang akan terpengaruh. "Bisnis anda bisa terkena dampaknya," kata M. Nuh.

Memutus KebingunganKetua Dewan Pers Ichlasul

Amal keberatan kalau pers disalahkan tidak mau membantu sosialisasi. "Jelaskan apa yang mau disosialisasi. Pers sendiri belum mengerti apa yang mau disosialisasi, seperti bagaimana nyontreng atau nyoblos. Ja-ngankan masyarakat yang ma-sih bingung, kita sendiri juga bingung," katanya di Jakarta beberapa waktu lalu.

Yang jelas, kata Ichlasul Amal, media sudah berusaha sesuai dengan perannya untuk men-sosialisasikan Pemilu. Sejumlah stasiun televisi menayangkan countdown pelaksanaan Pemilu dan surat kabar memberi porsi cukup besar untuk liputan tahapan Pemilu.

Akan tetapi jika dibandingkan dengan ungkapan Filda tentu hal ini akan bertolak belakang. "Bagaimana bisa media membe-ritakan caranya centang itu susah. Terus apalagi, banyak peraturan yang berubah. Tapi bagi pemilih seperti saya, dalam simulasi tadi relatif tidak ada masalah. Bahkan kebanyakan teman tidak mengalami kesulitan untuk mencentang pilihan di surat suara," ungkapnya.

Pemberitaan di media, me-nurut Filda selalu dikaitkan dengan pemahaman mencoblos dalam Pemlu. "Jadi kalau Pemliu ya pasti nyoblos, bukan centang. Sejak pemilu pertama 1955, mencobloslah yang rakyat tahu. Rakyat membahasakan hari pemilu sebagai hari pencoblosan. Memilih adalah mencoblos," cetusnya.

Namun Filda juga memahami kekhawatiran media melalui pemberitaan ini. Sebab sebenarnya tidak mudah mengubah apa yang telah tertanam puluhan tahun, terlebih lagi bila sosialisasi belum dilakukan dengan baik.

Akan tetapi Filda menyayangkan media massa yang membesar-besarkan persoalan ini. "Dengan berita yang macam-macam malah membuat masyarakat bi-ngung. Padahal saya yakin, kalau pelaksanaan nanti pasti tidak akan membingungkan," ungkapnya yakin.

Hal yang sama juga disam-paikan oleh Agus (65). Warga Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur ini bahkan tidak percaya de-ngan konfl ik yang akan terjadi sebagaimana diperkirakan oleh media massa. "Lha wong yang jadi KPPS, kemudian saksi dan para pemilih kan warga kita semua satu kampung. Masa se-sama warga akan sampai kisruh gara-gara Pemliu," tanyanya.

Agus mengakui, bahwa Pemilu 2004 lalu yang diperkirakan akan diwarnai keributan, menurutnya ber ja lan aman-aman saja. Terutama di kampungnya yang terletak di kawasan wisata Majapahit ini.

Butuh DukunganEndang Sulastri mengakui

banyak sekali PR yang harus dikerjakan oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Meskipun KPU merasa sudah bekerja keras melakukan sosialisasi, hasilnya dirasa belum optimal sehingga diperlukan bantuan semua pihak untuk ikut membantu.

Sebagai contoh, KPU me-nyurati Depdagri agar semua Pemda membantu paling tidak memasang satu spanduk di kantor yang mengingatkan Pemilu akan berlangsung 9 April 2009.

"Kalau mau PON atau Sea Games, perusahaan-perusahaan ramai pasang spanduk ucapkan

selain ukuran surat suaranya lebar, nama dan dari masing-mas-ing calon dari partai peserta pemilu cukup banyak.

Page 7: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

7komunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

selamat dan dukungan. Untuk Pemilu, kok kurang ya?" keluh Endang dalam sebuah pertemuan dengan media di akhir Februari lalu.

Begitu juga kepada TV swasta dan radio, KPU meminta bantuan tayangan iklan layanan masyarakat dan pemutaran Mars Pemilu. "Tapi sampai sekarang, Mars Pemilu kurang terdengar di radio atau televisi," katanya.

Endang lalu menyanyikan mars Pemilu zaman Orde Baru. Dimana-mana terdengar lirik lagu "Pemilihan umum telah memanggil kita...semua rakyat menyambut gembira...". Anak-anak menghafal dan menyanyikan lagu itu dengan baik.

"Ayo siapa sekarang yang hafal mars Pemi lu?" tanya Endang. Intinya, kata Endang, sosialisasi pemilu sangat penting dan mendesak.

KPU mengakui dana untuk sosialisasi terbatas, karenanya diperlukan skala prioritas. Inilah pentingnya partisipasi masyarakat, untuk mengurangi atau kalau bisa menghapus kecurangan yang timbul tersebut.

Endang be rha rap aga r masyarakat tidak hanya datang ke

TPS, mencentang, lalu pulang dan tidur namun juga turut mengawasi penghitungan suara.

Ini merupakan salah satu perbedaan Pemilu 2009 dengan Pemilu 2004, bahwa pengawasan masyarakat sampai ke tingkat TPS, sebelumnya hanya sampai di tingkat kecamatan.

"Sebagian masyarakat me-mang cenderung bosan dan apatis dengan penyelenggaraan pemilu karena seringnya Pilkada dan berbagai laporan kecurangan yang mungkin menyertai. Hal ini menjadi tantangan bagi KPU untuk mencerahkan publik karena sesungguhnya kecurangan itu hanya sebagian kecil dari penyelengaraan Pemilu," ungkap Endang.

Banyak Cara KreatifUntuk memperluas informasi

pemi l ihan umum legis lat i f, KPU Kota Bandung menggelar sosialisasi keliling kota. Dengan menggunakan tiga mobil pinjaman Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung, KPU mendatangi pusat keramaian sejak pukul 07.30. Mereka berkeliling dari Samsat ke Tegallega, Alun-Alun Kota Bandung, Lapangan Gasibu, dan diteruskan keliling kota hingga ke Kantor KPU Kota Bandung. "Pusat keramaian seperti pasar tumpah Gasibu menjadi tempat sosialisasi yang efektif," kata Ketua KPU Kota Bandung Heri Sapari.

Beberapa warga mengaku sangat terbantu dengan adanya sosialisasi tersebut. "Selama ini saya hanya tahu kalau mau ada pemilu. Tapi saya tidak tahu cara pencoblosan maupun tanggal pencoblosan. Setelah diberitahu KPU, saya jadi paham," kata Dedi Juardi (58), warga Kelurahan Sadang Serang, Kecamatan Coblong.

Heri menjelaskan, ini adalah sosialisasi keliling yang pertama. Nantinya, sosialisasi keliling akan ditingkatkan menjadi dua kali seminggu, setiap hari Sabtu dan Minggu.

Sementara itu, lanjut Heri, dana sosialisasi KPU Kota Bandung yang hanya Rp 145 juta dirasa masih sangat kurang. Untuk mengatasinya, KPU meminjam mobil operasional Satpol PP. KPU hanya mengeluarkan biaya untuk bensin dan konsumsi petugas sebesar Rp 1 juta untuk setiap kali sosialisasi.

Sementara di luar negeri ha l yang sama d i lakukan. PPLN Ottawa, Kanada misalnya melakukan Sosialisasi Pemilu 2009 di Ottawa pada tanggal 7 Desember 2008. Sosialisasi di Ruang Caraka Nusantara KBRI Ottawa, 55 Parkdale Avenua, Ottawa ON K1Y 1E5 dan dihadiri oleh segenap warga negara Indonesia di Ottawa.

Penting dan PerluPengajar Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, sebagaimana d i m u a t d a l a m K o m p a s , menyatakan pemilu hendaknya menjadi momentum bagi rakyat untuk melihat seperti apa janji politik dan kontrak politik caleg. Kontrak politik dari politisi harus dikawal ketat oleh publik agar tidak terjadi pengkhianatan mandat.

Airlangga menilai, pember-dayaan terhadap pemilih sangat penting agar masyarakat memiliki kesadaran bahwa suaranya menentukan ke mana arah bangsa nanti. "Yang penting adalah persoalan memberdayakan dan mendorong kesadaran para pemilih bahwa baik buruknya pemerintahan ke depan sangat

dipengaruhi oleh suara mereka," ujarnya.

Sinergi Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan pers diakui sangat diperlukan dalam rangka pengawasan Pemilu 2009 mendatang. Pers dengan keahlian khusus dan jaringannya yang luas dapat memiliki kekuatan besar

dalam mengungkap pelanggaran-pelanggaran sepanjang proses Pemilu.

Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardin i mengatakan media dikenal sebagai pilar keempat dari demokrasi. Oleh karena itu, media juga memiliki tanggung jawab untuk membangun Pemilu

yang bersih.Bawaslu dengan kewenangan

yang terbatas ingin menggandeng media massa untuk menyukseskan Pemilu karena media memiliki akses yang sangat luas. Apalagi dengan jumlah personal Bawaslu yang tak banyak di daerah yang masing-masing berjumlah tiga orang di provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan terutama untuk pengawasan terkait politik uang, penyalahgunaan jabatan dan black campaign. "Betapa terbatasnya kewenangan ini pun kemudian tidak menjadikan ini (pengawasan) menjadi loyo," ujar Nur Hidayat beberapa waktu lalu.

Ada kabar dari Maluku, pemuka agama dan aktivis perdamaian mengimbau agar masyarakat mempe r t ahankan kond i s i keamanan yang stabil. Abidin Wakano, aktivis perdamaian pada Lembaga Antar Iman Maluku, meni la i , se lama kampanye terbuka peserta pemilu akan menggunakan simbol identitas untuk penokohan dan penguatan dukungan. Penggunaan simbol primordial tak bisa dihindari di tengah pemilih tradisional. Namun, jangan sampai hal ini membuka konfl ik di masyarakat.

Namun ini proses yang harus dijalani bersama. Bagaimanapun, Pemilu Legislatif tinggal hitungan hari. Semua pihak harus bahu-membahu menyelamatkan ritual demokrasi lima tahunan itu. Semua pihak harus berupaya menyelamatkan suara rakyat yang ingin menentukan arah perjalanan bangsa lima tahun ke depan.

Hingga kalimat dalam siaran iklan televisi yang akhir-akhir ini akrab bisa terwujud tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Tuh, kan! Bisa!

(m/dirangkum dari laporan Lida, Taufi k dan berbagai sumber)

Endang SulastriAnggota KPU, Ketua Divisi Sosialisasi Pemilu 2009

Meski Coblos Sah, Tapi Utamakan Centang!

Beragam cara sosialisasi telah dilaku-kan sampai kepada elemen masyarakat. Tugas sosialisasi Komisi Pemilihan umum memamang harus menjangkau sampai ke tingkat KPS berdasarkan UU. Selanjutnya KPS memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Di Indonesia yang sangat luas wilayah dan masyarakat yang heterogen, tidak mungkin KPU bisa bekerja sendiri. KPU memang membutuhkan banyak bantuan termasuk lembaga pemerintah, pemerin-tah daerah dan organisasi massa.

“Sampai jelang pemilihan kami akan lebih intensif dan gencar lagi melakukan sosialisasi,” kata Ketua Divisi Sosialisasi Pemilu 2009 Endang Sulastri dalam per-temuan dengan wartawan di Media Center KPU pertengahan Februari lalu.

Materi sosialiasi yang disampikan pun terbilang cukup beragam. Mulai dari hak memilih hingga teknis pelaksanaan kam-panye dan pemberian serta penghitungan suara. “Kampanye dalam pemilu kali ini terbilang paling panjang dalam sejarah Pemilu di Indonesia,” ungkap Endang.

Apa saja strategi sosialisasi KPU? Ada tiga strategi yang kita lakukan.

Pertama komunikasi media, kedua tatap muka dan terakhir mobilisasi sosial.

Untuk komunikasi media, selain me-nayangkan iklan layanan masyarakat di media massa. KPU juga merevitalisasi Me-dia Center yang akan menyelenggarakan berbagai kegiatan komunikasi. Kegiatan lain adalah mencetak buku manual untuk PPK/PPS dan KPPS, memberikan informasi

secara reguler kepada media massa dalam bentuk konferensi pers, journalist workshop, serta coffe morning dengan pimpinan media massa serta memproduksi dan menyebarkan VCD tentang mekanismepemungutan dan penghitungan suara.

Kedua, tatap muka. Untuk strategi tatap muka, KPU telah menjalin kerjasama den-gan instansi pemerintah yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Komunikasi dan Informatika. Selain itu pemberian bimbingan teknis kepada KPU provinsi, kabupaten/kota di tujuh wilayah. Di Makasar, Manado, Balik-papan, Pekanbaru, Batam, Yogyakarta, dan Mataram. Kemudian peserta itu memberi-kan bimbingan teknis kepada PPK/PPS yang merupakan ujung tombak penyelenggaraan Pemilu.

Ketiga mobilisasi sosial kalangan pe-merintah serta mengintensifkan tatap muka dengan kalangan tokoh masyarakat, pemuda dan mahasiswa, perempuan,m pengusaha dan profesional.

Penggunaan teknologi informasi?Untuk sosialisasi Pemilu 2009 ini kita efek-

tifkan sosialisasi tatap muka. Sebagai ujung tompak adalah TPK dan TPS. TPK itu tingkat kecamatan, TPS itu tingkat kita, yang paling dekat dengan grassroot. Ada buku manual, yaitu buku pintar di TPS, apa yang harus di-lakukan termasuk sosialisasi. Anggarannya memang tidak besar tetapi ada anggaran un-tuk sosialisasi tatap muka.

Akan tetapi, KPU akan menjalin kerjasa-ma dengan provider untuk mengirimkan SMS tentang Pemilu. Ada beberapa tema yang kita rancang, yaitu: pentingnya pemilu, pen-andaan tanda centang, pemutakhiran data pemilih untuk Pilpres dan Imbauan datang pada 9 April 2009.

Sejauh ini bagaimana pelaksanaan sosialisasi?

Kita sudah upayakan untuk memberikan sosialisai kepada masyarakat luas. Memang yang kita sampaikan saat ini padat dan ban-

partisipasi masyarakat dapat diting-katkan melalui sosiali-sasi yang lebih intensif

yak. Yang pertama itu memang memo-tivasi masyakarat untuk datang ke TPS untuk ikut pemilu. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah ditangkap. Sehing-ga masyarakat atau peserta sosialisasi itu terdorong.

Kedua teknis memilih. Bagaimana memilih yang benar, apakah dengan tan-da-tanda, mana suara yang sah dan mana yang tidak sah. Apa saja pilihan-pilihan kita, surat suara itu seperti apa, dimana kita harus memberikan suara.

Kemudian yang terpenting adalah pemberian suara untuk Pemilu Legislatif dilakukan dengan memberikan tanda 1 kali pada surat suara. Pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama caleg. Beri tanda centang saja. Tan-da lain hanya khusus pada penghitungan suara, jika ditemukan centang tidak sem-purna, silang, garis maka dianggap sah. Yang disosialisasikan tetap tanda centang satu kali. Meski ada Perpu tetap saja kita sosialisasikan tanda centang.

Pelibatan organisasi massa?Beragam sosialisasi sampai kepada el-

emen masyarakat. Tugas sosialisasi, KPU mempunyai kewajiban sampai ke tingkat KPS berdasarkan UU, KPS memiliki tugas melakukan sosialisasi. Memang berdasar-kan besarnya wilayah, heterogenitas, tidak mungkin bahwa KPU bisa bekerja sendiri. KPU memang membutuhkan ban-yak bantuan termasuk Depkominfo, Dep-dagri, dan ormas. Mereka bisa membantu kita melakukan sosialisasi hingga ke ting-kat bawah.

Komunikasi tatap muka, sebagai ujung tombak adalah KPPS karena yang paling dekat dengan masyarakat pemilih, misal-nya dengan karang taruna, ibu-ibu PKK, ketua RT, ketua RW. Bantuan Kominfo misalnya dengan mengumpulkan stake holder, masyarakat, ormas, tokoh agama, sangat membantu juga. (m)

Sumber: Komisi Pemilihan Umum, 2009

Page 8: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

8w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Makin dekat dengan pelaksan-aan pemilihan legislatif tidak sedikit pihak mempertanyakan kesiapan pelaksanaan pemilu?

Alhamdulillah sejauh ini persiapan KPU menjelang Pemilu 9 April cukup maksimal. Meskipun masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan. Sisa-sisa waktu yang ada menurut hemat saya tetap dapat di-manfaatkan secara maksimal.

Komitmen kami, KPU akan bekerja maksimal agar tidak seorang pun warga negara yang punya hak pilih, tapi tidak terdaftar. Kedua, KPU berusaha agar tidak ada seorang pun yang sudah terdaf-tar tetapi tidak memilih. Ketiga, tidak ada pemilih yang suaranya tidak sah di TPS. Untuk itulah KPU akan terus melakukan upaya sosialisasi penandaan surat suara yang sah.

KPU dinilai belum maksimal melakukan sosialisasi?

Hal yang perlu dipahami bersama bahwa pemilu merupakan kerja bangsa dan masyarakat, serta seluruh komponen tidak hanya KPU dan pemerintah saja. Kalau terjadi kegagalan berarti kegagalan bangsa dan negara dalam melaksanakan

demokrasi. Apalagi Indonesia kini telah dinilai se-

bagai negara demokrasi terbesar ke em-pat di dunia. Beberapa negara juga sudah mendaftar hendak memantau pemilu di Indonesia. Selain pesta demokrasi yang besar, Pemilu di Indonesia ini juga ter-masuk yang terumit di dunia.

Soal sosialisasi memang KPU merasa belum maksimal. Kebanyakan hanya tatap muka dan pertemuan terbatas, sehingga tidak menjangkau semua lapisan. So-sialisasi yang efektif sebenarnya melalui media massa. Sementara kita tak bisa so-sialiasi lewat media karena terkait dengan anggaran. Sebab itu saya minta media un-tuk membantu sosialisasi oleh KPU.

Apa yang dimaksud dengan keru-mitan dalam Pemilu?

Ada beberapa hal. Untuk pemilu kali ini ada tiga kertas suara. Untuk DPD berwar-na merah, untuk DPDR provinsi biru, ka-bupaten/kota hijau. DKI hanya dua, tidak ada yang hijau, ukuran kertas suara be-sar sekali. Kertas pemungutan suara yang sangat lebar ini hanya ada di Indonesia. Di Malaysia ukurannya kecil, kertasnya pun tipis. Seperti kwitansi karena hanya ada dua partai. Itulah istimewanya Indonesia

tidak ada yang sebesar ini. Persoalan lain adalah

masalah ketentuan keabsa-han tergantung dari regulasi kita. Regulasi kita berubah-ubah. Tahun 2004 sebelum-nya dicoblos. Sekarang tidak dicoblos tapi dicontreng, maka KPU harus membuat Peraturan KPU Nomor 3 Ta-hun 2009 dengan cara cen-tang. Istilah ini kami ses-uaikan dengan kamus besar bahasa Indonesia. Di kamus tidak ada centrang. Hal ini adalah hal yang baru di In-donesia.

Masalah centang ini juga problem. Untuk masalah ke-absahan surat suara, ada klausula: Dalam hal penghi-tungan suara, tanda cob-los dan lainnya adalah sah. Tetapi tetap kita sosialisasi-kan centang saja. Membiasa-kan masyarakat untuk men-

centang. Ada yang mempermasalahkan orang buta huruf tidak bisa centang, pa-dahal pada pemilu sebelumnya orang buta juga sudah ada dan tidak ada masalah da-lam hal mencoblos atau mencentang.

Apakah tidak ada aturan yang mengikat?

Regulasi kedua tentang penandaan ini adalah UU No. 10 Tahun 2008. Undang-undang ini menyatakan bahwa penandaan hanya satu kali, yaitu kolom nama partai atau kolom nomor urut calon atau kolom nama partai. Satu kali saja.

Bedanya dengan pemilu lalu: yang lalu sah coblos dua kali (partai dan nama calon). Yang baru ini tidak sah centang nama dan parpol. Perpu telah disahkan, maka hal ini menjadi sah.

Apa tolok ukur sukses pemilu kali ini?

Pertama, semakin tinggi tingkat parti-sipasi pemilih maka semakin tinggi tingkat keberhasilan Pemilih. Tingkat keberhasilan pemilu yang kedua adalah setelah mem-berikan suara, tingkat keakuratan suara itu tinggi. Jumlah surat suara yang tidak sah itu rendah.

Ukuran kesuksesan yang ketiga ada-lah motivasi yang mendorong masyarakat

datang ke tempat pemungutan suara. Se-makin banyak yang datang ke TPS, maka semakin tinggi keberhasilannya. Ban-yaknya masyarakat yang datang karena ingin memilih calon pemimpin yang ter-baik bukan karena iming-iming apa pun, baik kaos atau apa pun.

Jadilah pemilih yang cerdas, demi memilih dan memilah caleg yang ada siapa yang dapat kita percaya dan layak untuk kita pilih. Ketiga ukuran kesuksesan pemilu yang disebutkan diatas adalah dari sudut masyarakat (pemilih).

Semua tadi sepertinya hanya di-lihat dari masyarakat saja? Adakah tolok ukur kelembagaan misalnya?

Memang, tidak cukup hanya melihat dari masyarakat saja. Tapi tingkat ke-berhasilan pemilu juga dilihat dari sudut penyelenggaranya, baik dari KPU pusat hingga KPPS.

Ukuran kesuksesan penyelenggara adalah yang pertama petugas bisa atau tidak menyelenggarakan pemilu. Kemu-dian yang kedua adalah membina mereka supaya melaksanakan asas-asas, jujur, tidak melakukan manipulasi, penggelem-bungan suara, tidak terpengaruh intimi-dasi, tidak tergoda. Bekerja sesuai dengan tugasnya. Syarat menjadi anggota KPPS (sama dengan KPU pusat) berdasarkan UU No 22 Tahun 2007, padahal honornya 300 ribu.

Berbagai macam godaan petugas di TPS, misalnya TPS di desa. Pada saat penghitungan suara, ada caleg datang bawa uang dan meminta digelembungkan. Hal ini merupakan godaan karena honor ketua KPPS seratus ribu sedangkan ang-gotanya delapan puluh ribu rupiah. Petu-gas tinggal menuliskan angkanya saja, saksi sudah pulang dan berita acara sudah ditandatangani. Selain itu ada juga yang menggoda dengan perempuan-perem-puan ataupun preman-preman, penghitun-gan suara sampai malam. Hal ini berlaku dimana-mana. Di daerah-daerah juga. Ada pula orang yang diupah untuk mencoblos sisa kertas suara. Sekarang tidak ada lagi penghitungan suara di desa karena sangat rawan.

Bagaimana mengindari hal itu?Penyelenggara harus memahami be-

nar dan ada keseragaman pemahaman. Hal ini untuk mengurangi konfl ik yang timbul dalam hal penghitungan suara. Mis-alnya tentang garis datar sah atau tidak. Petugas satu dengan lainnya dalam satu TPS juga bisa beda pendapat, begitu juga dengan parpol, antar TPS juga bisa beda pendapat.

Pemilu yang lalu timbul masalah ini. Sewaktu KPU menyatakan sah, belum tentu TPS mau menghitung ulang. Penye-lenggara bisa memahami secara utuh atau tidak. Formulir penghitungan ada 21 hala-man yang harus diisi. Tiap parpol harus mendapatkan kopinya. Regulasinya me-nyatakan demikian. Tugas penyelenggara setelah pemungutan suara adalah surat suara tersebut dilihat, diperlihatkan pada saksi, ditulis di papan, dihitung, lalu diisi formulirnya. Belum tentu proses ini selesai sampai jam 12 malam.

Di sinilah peran penting sosialisasi yang tidak hanya pada pemilih tapi pada petugas, semacam bimtek atau training untuk mental yang kuat.

Bagaimana peran parpol dan calon legislatif?

Tingkat keberhasilan pemilu juga dili-hat dari sudut peserta pemilu, yaitu par-pol dan perseorangan (caleg). Diharapkan parpol peserta pemilu untuk taat asas, jujur. Paling rawan pada saat kampanye, saat penyampaian visi dan misi program. Tidak mencaci maki orang lain dan mem-bunuh karakter orang lain. Mereka mesti dipilih karena memiliki program, visi dan misi yang jelas.

Berat mengharapkan mereka melaku-kan hal ini. Ada juru kampanye yang cuma teriak-teriak yel-yel merdeka merdeka saja, tidak jelas visi dan misinya. Hal ini sedang kita lakukan bagaimana mencip-takan suasasa pemilu yang tenang, tidak ada pertumpahan darah, tidak ada rumah yang dibakar, dan tidak ada anarki. Ukirlah sejarah dengan tinta emas keberhasilan.

(m)

Abdul Hafi z Anshary, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU):

Sukses Pemilu, Hasil Kerja Bersama

Prof. Dr. H. A. Hafi z Anshary AZ, MALahir di Banjarmasin, 14 Agustus 1956. Bapak dua anak ini mendap-atkan gelar doktor bidang sejarah peradaban Islam di IAIN Antasari. Mantan Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan (2003-2005) terpi-lih menjadi Ketua KPU (2007-2012) dalam rapat pleno pertama KPU pada 23 Oktober 2007.

Meski tinggal hitungan hari, persiapan Pemilu 9 April 2009 masih dipertanyakan sebagian

pihak. Di tengah rimba papan per-

aga dan materi kampanye para calon legislatif dan partai poli-tik, banyak pihak mensinyalir adanya indikasi berkurangnya antusiasme masyarakat dalam

menghadapi hajatan demokrasi lima tahunan itu.

Beberapa kerumitan dan ketidak-imbangan pemberitaan

media seolah membenamkan optimisme mereka yang beker-ja keras menyukseskan pelak-

sanaan pesta demokrasi di Indonesia.

Meskkii tinggagal hihitutungnganna hh hararii, pepersiapan n PeP miilulu 9 AAprp ilil 2 200009 9masisih h diperttananyay kakan n seebab gigianna

pipihahak.k Di tengagah rimba a papapan n pep r-r-

aga dan mateterir kampaanynye paarar calon legislatiff ddana partaaii pop li-tik, banyak pihak k mem nsinyayalil r adanya indikasi berkkuru angnyaa antusiasme masyarakat t dad lam

menghadapi hajatan demokkrarasi lima tahunan ituu.

Beberapa kerumitan dan ketitidadak-imbangan pemberitaan

medidia a seolah membenamkan optimisme e mereka yang beker-ja keras menenyuy kseskan pelak-

sanaan pesta ddeme okrasi di Indonnese ia.

Page 9: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

9komunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Saat ditanya tentang fenom-ena golput yang akhir-akhir ini banyak disorot media massa, para penumpang bilang bahwa itu hanya wacananya orang besar. Di tingkat bawah, faktanya tak seh-ebat yang dimuat di koran atau televisi.

“Yang ramai-ramai ngomong golput kan orang gede, orang-orang pinter. Kalau masyarakat bawah seperti kita-kita ini sih ja-rang yang golput. Memang ada juga kawan yang bilang malas datang ke TPS, tapi itu hanya segelintir saja. Kebanyakan sudah punya pilihan kok,” kata Siti (45), penjual jamu asal Purbalingga yang biasa jualan di terminal Ban-jarnegara, diamini penumpang yang lain.

Terus terang, jawaban para penumpang bus itu membuat saya lega. Tapi saya masih belum puas. Apakah jawaban itu benar-benar mewakili pandapat umum masyarakat, ataukah sekadar jawaban sambil lalu?

Oleh karena itu, begitu bus ngetem (berhenti untuk menung-gu calon penumpang) di terminal Banjarnegara selama kurang lebih setengah jam, saya langsung tu-run untuk “menginvestigasi” pe dagang asongan, penjual buah, mandor terminal, kuli panggul dan orang-orang yang lalu-lalang. Jawaban mereka membuat saya bangga, karena semua bilang akan memilih di pemilu menda-tang! Jadi, sinyalemen bahwa golput akan marak di Pemilu 2009 tidak benar?

Ah, nanti dulu, jangan-jangan mereka keder pada tongkrongan saya yang memakai jaket Tab-loid komunika? Orang kan bi-asanya rada-rada takut kalau di-tanya wartawan. Mereka bisa saja mengaku tidak golput agar tidak

ditanya macam-macam, begitu pikiran saya.

Sampai di kampung halaman, di lereng Dieng, Jateng, kebetu-lan sore harinya ada acara donor darah massal. Ketua panitianya—juga kebetulan—istri saya sendiri yang juga bidan desa setempat. Pucuk dicinta ulam tiba, kesempatan itupun saya pergunakan sebaik-bai-knya untuk melanjutkan “survei” saya tentang ‘fenomena golput’ di ka-langan masyarakat akar rumput.

Sambil membantu mendaftar mereka yang akan menyumbangkan darah, saya bertanya apakah mereka sudah punya pilihan dalam pemilu legislatif dan pemilu presi-den mendatang. Dari 59 orang yang calon donor, ternyata hanya satu orang yang mengaku akan golput, yakni Ardi (bukan nama sebenarnya, 28 th). Ketika saya kejar mengapa tidak memilih da-lam pemilu mendatang, sambil meringis Ardi bilang, “Karena hari itu saya sudah berangkat jadi TKI ke Malaysia.” Olala!

Mungkin apa yang saya da-patkan berbeda jauh dengan prediksi para cerdik-pandai yang mengatakan akan banyak golput pada Pemilu 2009 ini. Tapi sung-guh, ini fakta, nyata dan be-gitulah keadaannya di lapangan. Bagi masyarakat desa di lereng Dieng ini, pemilu bukan sekadar ditunggu, tapi juga diikuti pros-esnya dengan penuh antusias. “Pemilu 2004 lalu, keikutsertaan masyarakat di desa ini 99% dari seluruh pemilih yang terdaftar. Ada yang golput memang, tapi bukan golput beneran. Dia tidak datang ke TPS karena sakit,” kata

Bandi (33) warga setempat.Secara berseloroh Bandi me-

nyebut mereka yang golput seba-gai ‘pengecut’. “Pengecut mereka itu. Sudah disediakan begitu ban-yak partai kok nggak mau milih, apa partainya kurang banyak?” ujarnya sambil tergelak.

Petani sayuran jebolan SMA ini tahu bahwa memilih adalah hak, bukan kewajiban, dimana pemilih boleh memilih atau tidak memilih. Akan tetapi dengan memilih, setidaknya ia telah men-dukung keberlangsungan proses demokrasi dan menjadi wargane-gara yang baik. “Okelah, boleh saja mereka yang pro golput beranggapan memilih tidak akan mengubah apa-apa. Tapi apak-ah dengan tidak memilih juga akan mengubah keadaan men-jadi makin baik? Saya kira tidak!” sindirnya. Wah, hebat juga ya wa-wasan politik pak tani ini!

Well. Hari itu saya sudah mene-mukan kesimpulan sementara dari “survei” saya: bahwa golput tidak

populer di kalangan masyarakat akar rumput, setidak-nya di desa saya. Biar lebih valid, saya pun ra-jin bertukar informasi dengan ma-syarakat dari lapisan bawah untuk mengkonfi rmasi temuan sa-ya. Hasilnya, sejauh yang saya dapat-kan, mayori-tas anggota masyarakat yang saya t e m u i di jalan, l a d a n g , s a w a h , bukit, dan t e m p a t -tempat lain di sekitar desa saya, menyatakan akan memil-ih alias tidak golput.

G o l p u t yang disen-gaja tam-paknya me-

mang tidak perlu d ikhawat irkan akan menghebat di desa. Yang perlu diwaspadai justru “golput” yang tidak dis-engaja, misalnya karena kurang-nya pengetahuan cara memilih yang menyebab-kan surat suara menjadi tidak sah.

Hal ini seti-daknya tercermin dari perbincan-gan saya dengan Mbah Kyai Karso Utomo, tokoh masyarakat setem-pat yang secara terang-terangan menolak golput. “Saya justru khawatir, kurangnya pemahaman masyarakat tentang tata-cara pe-mungutan suara akan menyebab-kan mereka menjadi ‘golput’. Jangan-jangan golput semacam ini malah lebih banyak dari golput sesungguhnya,” ujarnya.

Mbah Karso mencontohkan, hingga saat ini masih banyak tetangga-tetangganya yang tidak tahu bahwa surat suara pada Pemilu 2009 ini tidak dicoblos, melainkan dicontreng. Keadaan ini berpotensi menyebabkan surat suara menjadi rusak.

“Coba saja, kalau balpoin di-gunakan untuk mencoblos, apa-lagi membuka surat suaranya tidak sempurna, hasilnya pasti berlubang-lubang dan banyak coretan,” imbuh imam masjid “Al-Ikhlas” yang sudah berusia 71 ta-hun namun masih gesit ini.

Karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah mempopulerkan slogan C-S, Contreng dan Satu

Golput, Tak Hebat di Akar RumputDi sela deru mesin bus mikro “Cebong Jaya”

jurusan Purwokerto-Wonosobo, saya iseng-iseng melakukan “survei” sederhana. Satu-persatu

penumpang bus saya tanya, apakah mereka sudah punya pillihan dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden

mendatang? Dari 28 penumpang—termasuk sopir dan kondektur—

sebanyak 24 orang mengaku sudah punya nama calon ang-gota legislatif dan calon presiden pilihan yang akan dicon-treng. Sementara empat orang lainnya belum menentukan

pilihan. “Masih bingung, tapi saya tetap akan memilih,” kata Purwoko, sopir bus.

Tiga penumpang lain menyampaikan jawaban serupa.

saja. “Sederhana dan pasti bisa mengurangi terjadinya golput tak sengaja ini,” tegasnya.

Menurut bapak tiga anak ini, anjuran untuk tidak memilih jus-tru membatasi masyarakat yang memang “dari sononya” sudah memiliki niat ingin memilih. Dan kalau itu dilakukan, demokrasi se-jatinya telah dilecehkan.

“Kalau ingin menjunjung ting-gi demokrasi, mestinya tidak me-nyarankan orang lain untuk tidak memilih. Anjuran itu melanggar prinsip demokrasi yang mestinya menghargai perbedaan penda-pat, termasuk kebebasan untuk memilih dan tidak memilih,” ung-kapnya. Setuju, Mbah!

Marilah tanggal 9 April 2009 ini kita berbondong-bondong ke TPS. Pilih sesuai hati nurani, lalu contreng satu kali. Jangan hanya menjadi penonton demokrasi. Buktikan bahwa anda pun memi-liki kemauan dan kemampuan un-tuk mengubah bangsa ini ke arah yang lebih baik!

(Wahyu H)

foto:

dok p

olhuk

am

Kalau ingin menjun-jung tinggi demokrasi, mestinya tidak menya-rankan orang lain untuk tidak memilih. Anjuran itu melanggar prinsip demokrasi yang mestinya menghargai perbedaan pendapat

Page 10: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

10w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Sumatera BaratSosialisasi Ke Sekolah

Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat menugaskan seluruh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) melakukan sosialisasi pemilu ke sekolah-sekolah. "Seluruh KPU Daerah diminta untuk melakukan sosialissasi pemilu ke sekolah-sekolah di daerah masing-masing, dengan sasaran pencapaian pengetahuan tatacara pemilihan sistem centang atau contreng ke pemilih pemula (pelajar)," kata Ketua KPU Sumbar melalui Divisi Sosialisasi Husni Kamil Manik.

(www.antara-sumbar.com)

Sulawesi TenggaraSosialisasi dan Pendidikan Pemilih Pemula

Sementara tu KPUD Wakatobi melalui Pokja Sosialisasi menyelengggarakan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Pemula. Kegiatan ini diselenggrakan di Aula SMA I Wangi-Wangi. Dengan sasaran pemilih pemula yang ada di sekolah itu, yang didominasi siswa kelas III.

Pokja Sosialisasi KPUD Wakatobi Ihwan Al Gasari SPdI mengatakan kegiatan semacam ini akan terus dilakukan hingga seluruh pemilih pemula mendapatkan pemahaman bagaimana tata cara melakukan penandaan pilihan dalam pemilihan legislatif mendatang.

Sementara itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Kendari secara khusus juga mengadakan sosialisasi tata cara mencontreng di Rumah Tahanan (Rutan) Punggolaka, Jumat (6/3). Sosialisasi diikuti sekitar 300 wajib pilih penghuni rutan.

Dari 15 orang sampel yang ditunjuk untuk mencontreng, hasil surat suara mereka dianggap sah. "Sosialisasi tentang tata cara contreng ini dimaksudkan agar para tahanan benar-benar paham dan tidak melakukan kesalahan pada pemungutan suara Pemilu mendatang. Apalagi dengan adanya Perpu baru tentang tata cara pencontrengan, " ujar Natsir. (www.kendariekspress.com)

BantenSosialisasi Pemilu Bagi Kaum Lansia

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Serang, Banten, menggelar sosialisasi teknis pemilihan umum kepada warga lanjut usia atau lansia, Kamis (5/3). Dalam kegiatan ini petugas KPU Serang menjelaskan sejumlah materi sosialisasi, di antaranya tentang waktu pemilu dan kategori surat suara untuk empat golongan anggota legislatif.

Petugas juga memperagakan tata cara pemilu yang benar. Ini dilakukan karena sistem pemilu berubah dari mencoblos menjadi mencontreng. Karena katerbatasan daya ingat para lansia, proses sosialisasi pemilu berlangsung lambat. KPU Kota Serang akan terus menggelar sosialiasi kepada para lansia agar mereka memahami tata cara yang benar dalam pemilu nanti. (www.liputan6.com)

Jawa TengahPendidikan Politik Bagi Pemula

Sebanyak 150 orang siswa-siswi dari SMA dan SMK Negeri Se-Kota Semarang dan guru pendamping mendapatkan pendidikan politik bagi pemula dalam rangka menyambut pemilu yang akan datang. “Pada prinsipnya kegiatan ini merupakan wujud perhatian dari pemerintah Kota Semarang dan berbagai unsur masyarakat terhadap pentingnya peningkatan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang politik” kata Ka. Kesbang, Pol dan Linmas Prop. Jateng saat membuka acara tersebut.

Kegiatan ini juga merupakan salah satu sarana pencerahan bagi para pemilih pemula agar mereka tahu cara bersikap dalam Pemilu mendatang sehingga tidak salah dalam menentukan pilihan. Karena pada dasarnya pendidikan politik bagi pemilih pemula merupakan salah satu upaya investasi guna mempersiapkan generasi yang cerdas dan kritis yang akan memimpin bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Bali"Nebeng" Disdikpora

Kejelian KPU Karangasem untuk menyebarluaskan informasi terkait teknis dan tata cara Pemilu 2009 kepada masyarakat patut ditiru. Ketua Pojka Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, I Nyoman Orta Susila, menyebut upaya yang dilakukan selain merancang jadwal kegiatan dengan target sasaran sendiri, yang telah ditentukan, KPU Karangasem juga selalu memanfaatkan kegiatan Pemerintah untuk ikut bersama-sama turun ke daerah (kecamatan).

Misalnya dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga. Mulai tanggal 4 Februari 2009, KPU Karangasem, telah mengikuti road show ke semua kecamatam dengan sasaran Kepala Sekolah, Pengawas, juga-guru-guru SD.

Orta juga menegaskan, selain turun langsung mengikuti kegiatan lapangan, KPU kerap mengikuti kegiatan-kegiatan formal lainnya untuk dapat menyajikan informasi tentang Pemilu kepada Masyarakat, seperti kegiatan rapat rutin, maupun rapat-rapat koordinasi. (http://kpud-baliprov.go.id)

Sulawesi Selatan1,133 Personil siap amankan Pemilu 2009

Kabag Ops Polres Sinjai, AKP Ardiansyah, S.Ik yang ditemui disela acara gelar pasukan Pam Pemilu 2009, Rabu (11/03) menuturkan kesiapan personil pengamanan jelang pelaksanaan Pemilu 2009 mendatang telah dilakukan secara optimal. “Saat ini personil pengamanan telah kami optimalkan, sebanyak 1,113 orang, yakni unsur kepolisian 212 personil, TNI 71 personil dan Linmas 850 personil telah menggelar simulasi pengamanan pemilu melalui Operasi mantap Brata. Ini sebagai bentuk kesiapan personil menghadapai berbagai kerawanan saat pelaksanaan pesta demokrasi pemilu 2009 ini,” katanya.(www.sinjai.go.id)

LINTAS DAERAH LINTAS LEMBAGABadan Pengkajian dan Penerapan TeknologiKerjasama Teknologi Informasi Pemilu

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjalin kerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengimplementasikan teknologi informasi Pemilu 2009. Kerjasama tersebut dituangkan dalam naskah kesepakatan yang ditandatangani Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar dan Ketua KPU Abdul Hafi z Anshori di Jakarta, Kamis (12/3).

Sesuai isi nota kerjasama, BPPT akan membantu KPU dalam menyusun rancangan teknis sistem yang terintegrasi, antara lain pengoperasian dan pemeliharaan data center, perangkat jaringan & keamanan serta jaringan komunikasi data. “Juga mengumpulkan hasil perhitungan suara dari kabupaten/kota, dan kemudian menayangkan hasil perhitungan suara kepada masyarakat melalui internet," kata Marzan Aziz Iskandar.

Menurut Marzan Aziz, sistem teknologi informasi ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa sistem ini memiliki kehandalan yang tinggi sehingga bisa dipercaya sebagai suatu sistem yang bisa dimanfaatkan secara sah dan legal dalam Pemilu di Indonesia pada masa-masa mendatang.

Sementara kepada para hecker yang keberadaannya sangat banyak, diharapkan untuk turut bekerjasama menjaga sistem teknologi informasi dan komunikasi KPU dengan tidak mengganggu dengan tujuan untuk menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2009. (Rmg)

PT Pos IndonesiaPerangko Pemilu 2009

Komisi Pemilihan Umum (KPU) meluncurkan perangko Pemilu 2009 dan Blog Calon Legislatif (Caleg). Peluncuran ini berlangsung di Kantor KPU (05/03) di depan wakil dari parpol peserta Pemilu 2009 dan peserta Rapat Kerja (Raker) dengan Ketua KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Perangko Pemilu 2009 diedarkan dalam empat desain yang masing-masing dicetak dalam jumlah 300.000 lembar.

Ketua KPU Abdul Hafi z Anshary mengemukakan bahwa peluncuran perangko Pemilu merupakan bagian dari upaya KPU dalam sosialisasi Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. “Sosialisasi ini juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam sosialisasi Pemilu 2009,” ujar Hafi z.

KPU telah merencanakan iklan layanan masyarakat di beberapa tempat, khususnya pada masing-masing daerah. ”Penayangan iklan diperkirakan bulan Maret sampai minggu tenang akan disampaikan ke pada masyarakat melalui media cetak dan elektronik,” ujar Hafi z.

Hafi z menyebutkan, ada tiga strategi pokok sosialisasi Pemilu 2009. Pertama, komunikasi media, seperti tayangan iklan layanan masyarakat tentang Pemilu 2009 dibeberapa media massa, cetak maupun elektronik. Media promosi lainnya yang dibuat KPU antara lain, pamplet, spanduk, stiker, poster, dan lain-lain.

Kedua, komunikasi tatap muka dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang berbentuk bimbingan teknis, pertemuan dengan Menkominfo, dengan para pemilih pemula, pemilih perempuan, dan lainnya. Ketiga, mobilisasi sosial, KPU melaksanakan simulasi pemungutan suara di berbagai daerah, termasuk di Papua. ”Kami juga mengimbau kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk membuat spanduk mengenai tanggal berlangsungnya pemilu pada 9 April 2009,” ujar Hafi z.

Sebagai sarana kegiatan sosialisasi Pemilu 2009, KPU meluncurkan layanan blog bagi para calon legislatif (caleg) Indonesia. Blog yang akan diisi oleh para caleg ini diharapkan bisa memberikan pendidikan politik yang baik. Di sisi lain, para caleg akan mendapatkan timbal balik positif dan lebih dikenal masyarakat. ”Publikasi parpol mempunyai tujuan untuk menarik perhatian masyarakat terhadap pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh masing-masing parpol,” kata Aziz. Pada dasarnya blog para caleg Indonesia merupakan catatan singkat para calon legislatif yang telah ditetapkan oleh KPU dapat untuk memaparkan visi dan misinya. Blog ini dapat dilihat di situs calegku.info. (www.kpu.go.id)

Komisi Pemilihan UmumVideo Pelatihan KPPS di Youtube

Bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) melalui Project Elections–MDP, KPU meluncurkan “Buku Pintar KPPS, Modul PPK, dan Video Pelatihan KPPS. Buku dan video ini akan menjadi paduan KPPS dalam melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2009.

Untuk memudahkan masyarakat memahami proses pemungutan dan penghitungan suara, saat ini video pelatihan KPPS sudah dapat dilihat di situs kumpulan video www.youtube.com. Untuk mengaksesnya, cukup mengetik kata kunci (key word) “video pelatihan KPPS”.

Dengan melihat video pelatihan ini diharapkan, baik penyelenggara, masyarakat, terutama pemilih, peserta Pemilu, dan stakeholder lainnya mempunyai pemahaman yang seragam dalaam mengikuti pelaksanaan dan pemungutan suara di TPS.

Untuk meningkatkan pemahaman penyelenggara Pemilu, KPU dan UNDP telah mencetak dan mendistribusikan sebanyak 650 ribu “Buku Pintar KPPS”, 8 ribu “Modul PPK”, serta memproduksi sebanyak 10 ribu buah Video Pelatihan KPPS yang akan didistribusikan ke setiap PPK di seluruh kecamatan di Indonesia. Produksi tiga materi sosialisasi ini menghabiskan dana sekitar Rp 4 miliar. (www.kpu.go.id)

Komisi Pemilihan UmumIkrar Damai Kampanye Pemilu

Ikrar kampanye damai dan tertib akan mengawali hari pertama pelaksanaan kampanye rapat umum. Ikrar ini akan dilangsungkan pada 16 Maret 2009 di Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran dan diikuti seluruh perwakilan peserta Pemilu 2009.

Anggota KPU yang membidangi divisi kampanye Sri Nuryanti mengatakan, ikrar melaksanakan kampanye secara damai dan tertib ini menjadi “kick off” atau pembuka pelaksanaan kampanye rapat umum. “Ikrar bersama dan orasi singkat masing-masing parpol. Acara ini merupakan pencanangan pelaksanaan kampanye rapat umum dengan damai dan tertib,” ujar Sri di Media Center KPU, Jakarta (13/3).

Sesuai jadwal, kampanye rapat umum akan berlangsung dari 16 Maret – 5 April 2009. Dengan ikrar bersama kampanye damai dan tertib, KPU meminta partai politik dapat memberi pemahaman kepada semua konstituennya untuk melaksanakan kampanye sesuai dengan undang-undang dan peraturan KPU.

KPU juga menghimbau para pejabat negara yang ikut berkampanye agar mematuhi tata cara bagi pejabat negara dalam melaksanakan kampanye seperti yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.14/2009.

Mengenai pengawasan pelaksanaan kampanye, Sri mengharapkan bantuan masyarakat dan media massa untuk ikut bersama-sama mengawasai pelaksanaan kampanye. “KPU mengharapkan media massa dan masyarakat juga ikut mengawasi pelaksanaan kampanye,” ujar Sri. (www.kpu.go.id)

foto:

www.

bawa

slu.go

.id

Page 11: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

s a

t u

k a

t a

i

n d

o n

e s

i a

11komunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

TandaTak lama lagi. Soal tanda

dan menandai menjadi makin penting, sebab banyak orang mengakui, pembuatan tanda dalam momen tertentu akan menentukan arah masa depan bangsa ini, selama beberapa tahun ke depan.

Kehadiran tanda dalam kehidupan sehari-hari memang memiliki nilai kepentingan yang berbeda. Bagi Pierce dan Saussure, perintis ilmu tentang tanda atau semiotik, tanda merupakan sesuatu yang bersifat fi sik atau bisa dipersepsikan oleh indera manusia. Selain mewakili sesuatu, entah pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan; sebuah tanda merupakan objek di dalam benda yang mewakili pikiran atau gagasan dari seorang, sesuatu dan apa tujuan itu diciptakan.

Tanda juga bisa mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri. Sehingga membutuhkan pengenalan oleh pengguna tanda. Misalnya; mangacungkan jempol kepada teman yang

berprestasi, tentu yang dimaksud-kan adalah pujian dari pemilik jempol.

Ini satu ciri khas tanda: mem-butuhkan kesamaan pemahaman dan pengertian. Tak heran jika kemudian, s e b u a h t a n d a sederhana b isa menjadi menjadi penentu bagi se-buah keabsahan d an l e g i t ima s i kekuasaan. Bahkan menentukan hidup matinya sebuah bangsa. Semen-tara sebuah tanda la innya mungkin tak jauh beda dengan kotoran yang tidak akan pernah diperhatikan siapapun juga, kecuali dikumpulkan oleh petugas kebersihan untuk diantar ke tempat pembuangan akhir.

Tapi bagi Umberto Eco, seorang novelis, tanda adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Penulis novel posmodern The Name of the Rose ini biasa memulai kuliah tentang

tanda dengan bertanya, "Apa yang digunakan manusia untuk berbohong?" Ada yang menjawab bahasa. Ya, karena sering orang berbohong dengan bahasa. Bahasa memang tergolong tanda, tapi tanda bukan hanya bahasa saja. Benda-benda lain pun bisa. Mobil mewah, misalnya, yang hanya mampu dibeli orang kaya. O l e h k a r e -

na itu, s e t i a p pengen-

dara mobil m e w a h

selalu di-anggap se-bagai orang

kaya. Padahal belum tentu. Bisa jadi mobil

m e w a h i t u buah pinjaman? Atau bisa jadi sang pengendara adalah sopir atau bahkan montir mobil.

Atau contoh lain, ketika seorang lelaki mengirim SMS berisi “sudah makan apa belum?” kepada seorang gadis. Di situ, kata Eco, ada kebohongan. Sejujurnya, dia tidak ingin bertanya, tapi dia hanya ingin menunjukkan perhatiannya. Di sinilah, penafsiran atas tanda menjadi bukti sebuah kebohongan.

Tapi jangan terburu-buru menganggap bahwa setiap tanda dibuat untuk berbohong. Itu hanya gurauan Eco. Kutipan pendapat menarik lelaki yang biasa tampil berewok ini: " Jika sesuatu gagal digunakan untuk menceritakan kebohongan, sebaliknya ia gagal digunakan untuk menceritakan ke-benaran— bahkan tentu mustahil ia bisa digunakan untuk bercerita apa pun.”

Tanda memang merupakan sesuatu yang kompleks dan su-lit. Kompleksitas tersebut bisa disebabkan oleh kesengajaan atau bahkan tanpa rencana atau spontanitas.

Kehadiran tanda bisa jadi merupakan sebuah lontaran ide sekilas. Namun, pada akhirnya proses alamiah spontan dapat mempengaruhi sistem sosial budaya yang kompleks.

Mungkin hal yang sama juga terjadi pada tanda dan proses pe-nandaan yang akan dilakukan oleh anak bangsa ini dalam beberapa waktu ke depan. Sebuah tanda akan menjadi penentu bagi kehadiran suara rakyat dalam perumusan kebijakan. Dalam demokrasi inilah yang ditafsirkan sebagai perwakilan oleh pemegang mandat.

Ketika pemegang tanda dan

mandat membincang nasib rakyat pemberi tanda, tentu ada harapan besar dari rakyat agar kepentingan mereka terwakili untuk menentukan warna-warni kehidupan bangsa ini.

Perubahan tanda, apalagi yang didukung oleh peraturan, bisa dimaknai sebagai sebu-ah harapan akan adanya perubahan. Tidak sekadar per-ubahan dalam proses saja, namun tafsir atas tanda juga membolehkan adanya harapan untuk perubahan atas hasil penandaan.

Upaya menyamakan sebuah tafsir dan persepsi adalah soal lain yang membutuhkan waktu dan proses. Namun, satu hal yang pasti, sebagai entitas penentu, tanda seperti sebuah alat yang bisa digunakan oleh pemakainya untuk berbuat apa saja. bahkan para penafsirnya.

Pilihan memang selalu ter-buka, mau dimaknai kebenaran atau kebohongan? Namun, di luar itu masih ada yang berkuasa: sang penafsir tanda yang pada akhirnya nanti akan memaknai setiap tanda yang akan dibuat. Di sinilah pentingnya sebuah kecerdasan, untuk memaknai tanda sebagaimana apa yang dibuat (m)

Para siswa memasukan surat suara yang sudah di-contrengnya ke dalam kotak suara saat pemilu sekolah

di SD Negeri 03 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (5/3).

HIDUP PCT... PCT.... hidup Gita... hidup Gita.... Begitulah teriakan yang membahana keluar dari para pendukung calon presiden dan wakil presiden SDN 03 Pagi Menteng Jakarta Pusat, Rabu (4/3). Murid-murid SD tersebut sedang melakukan simulasi pemili-han presiden dan wakil presiden.

Kegiatan simulasi pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut diselenggarakan guna mendidik anak-anak mengenai demokrasi. "Kegiatan ini kita selenggarakan agar siswa SD mengerti tata cara peraturan pemilihan presiden, walaupun hak suara mereka belum dapat diguna-kan saat ini," kata Amanda W Putri, Putri Indonesia Pendidikan.

Layaknya pemilu beneran, pada simulasi terse-but terdapat juga partai yang mengusung pasan-gan calon presiden dan wakil presiden. Suasana pemilihan presiden pun tidak kalah dengan pemilu sebenarnya. Masing-masing simpatisan membawa berbagai macam spanduk sambil meneriakkan yel-yel untuk pasangan yang diusung partainya.

Para kontestan pemilu juga menyampaikan visi-misi mereka. "Kalau saya terpilih, jam istirahat akan diperpanjang sampai 30 menit," kata Rafki, salah seorang capres yang diusung oleh Partai Siswa Cerdas.

Janji lain disampaikan Ramzy, salah seorang capres dari Partai Siswa Teladan. Jika ia terpilih, Ramzy berjanji akan menambahkan

kegiatan ekstrakurikuler yang ada. "Nanti akan ada ekstrakurikuler band," ujar Ramzy.

Pemungutan suara pun dilaksanakan di lapangan sekolah yang sudah disulap mirip tempat pemungutan suara, lengkap dengan tiga kotak suara di depan. Satu per satu siswa memasukkan surat suara yang sudah dicontrengnya.

Saat penghitungan suara tiba, suasana berubah menjadi tegang. Satu per satu su-rat suara dibuka dan dibaca keras-keras oleh guru yang menjadi pengawas pemilu.

Di akhir penghitungan suara, terpilihlah pasangan Rafky-Nabbilla yang diusung Par-tai Siswa Cerdas menjadi presiden dan wakil presiden. Sontak para pendukung Rafky dan Nabbiila semakin keras meneriakkan nama

mereka. "Rafky....Rafky...Nabilla...Nabilla..."Tak ada sakit hati atau pun kesal dari pihak yang

kalah. "Biasa aja, enggak kesel," ujar Hikmal, pendu-kung capres yang kalah dalam pemilu sekolah.

Menanggapi kegiatan yang dilakukan oleh para murid SD tersebut, Endang Sulastri yang datang se-bagai perwakilan Komisi Pemilihan Umum mengata-kan, simulasi tersebut mengandung nilai-nilai pem-belajaran yang cukup tinggi untuk anak-anak.

"Dengan simulasi yang telah dilakukan tadi, sebe-narnya keluar nilai pada diri anak-anak. Mereka be-rani menjadi pemimpin, berani mengeluarkan penda-pat, berani berbicara di depan publik," ujar Endang yang menjabat sebgai Ketua Pokja Bidang Sosialisasi dan Pendidikan Pemilu.

Menurut Endang, anak-anak juga telah belajar berdemokrasi dengan sesungguhnya. "Mereka telah menerapkan prinsip demokra-si, yaitu menghargai perbedaan yang ada," terang Endang. *

www,kpu.go.id

Dengan simulasi pemilu yang telah dilakukan, sebe-narnya keluar nilai pada diri

anak-anak. Mereka berani menjadi pemimpin, berani mengeluarkan pendapat, berani berbicara di depan

publik

Anak SD Pun Bisa Mencentang

Para penyandang cacat, khususnya tuna netra, mempunyai keterbatasan secara fi sik dalam melaksanakan hak pilihnya. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pusat Pemilu Ak-ses Penyandang Cacat akan me-nyediakan alat bantu kepada pemilih tuna netra berupa tem-plate braille. Alat bantu ini akan disediakan di seluruh TPS yang ada di Indonesia (519.920 TPS).

Anggota KPU Syamsul Bahri mengatakan, sesuai dengan peraturan KPU No.13/2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS, pemilih tuna netra dalam pemberian suara untuk anggota DPD dapat menggunakan alat bantu tuna netra yang disediakan.

“Di setiap TPS akan disediakan alat bantu atau template bagi pemilih tuna netra untuk memilih calon anggota DPD,” ujar Syamsul di Media Center KPU, Jakarta (17/03). Sementara untuk memilih anggota DPR dan DPRD, pemilih tuna netra dapat didampingi orang yang dipercayainya atau petugas KPPS.

“Anggota KPPS dan orang lain yang membantu pemilih tuna netra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fi sik lain wajib merahasiakan pilihan pemilih yang bersangkutan, dan menandatangani surat pernyataan dengan menggunakan formulir Model C5,” jelas Syamsul.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Pusat Pemilu Akses Penyandang Cacat Happy Sebayang mengatakan, saat ini organisasinya telah mendesain alat bantu menandai bagi pemilih tuna netra. “Kita telah mendesain alat bantu untuk digunakan (pemilih tuna netra) sebagai alat bantu contreng anggota DPD,” ujar Happy.

Menurut Happy, tulisan braille yang ada template sama dengan tulisan yang ada di surat suara calon anggota DPD. “Nantinya surat suara dimasukkan ke dalam

template, sehingga pemilih tuna netra bisa memilih calon DPD sesuai keinginannya. Setiap provinsi berbeda templatenya, disesuaikan dengan nama-nama anggota DPD di provinsi tersebut,” jelas Happy. Saat ini, ada sekitar 3,6 juta jumlah pemilih penyadang cacat yang akan mengikuti Pemilu 2009.

Lebih lanjut mengenai pemilih yang mempunyai keterbatasan fi sik, Syamsul mengatakan, telah diatur dalam Peraturan KPU No.13/2009 pasal 30 dan 31.

www.kpu.go.id

Alat Bantu Untuk Tuna Netra

Pera tu ran Komis i Pemi l i han Umum Nomor 13 Tahun 2009 tentang Perubahan Terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara dalam Pemil ihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota Tahun 2009.Pasal 30(1) D a l a m m e m b e r i k a n s u a r a

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 berlaku bagi pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fi sik lain.

(2) Pemilih tuna netra, tuna daksa, atau yang mempunyai halangan fi sik lain dalam memberikan suara Pemilu Anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota, apabila diperlukan

dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan pemilih yang bersangkutan.

(3) Pemilih tuna netra sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam memberikan suara pemilihan umum Anggota DPD dapat menggunakan alat bantu tuna netra yang disediakan.

Pasal 31(1) Atas permintaan pemilih tunanetra,

tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Ketua KPPS menugaskan Anggota KPPS kelima dan keenam atau orang yang ditunjuk oleh pemilih yang bersangkutan untuk memberikan bantuan, menurut cara sebagai berikut :a. bagi pemilih yang tidak dapat

berjalan, Anggota KPPS kelima dan keenam membantu pemilih menuju bilik pemberian suara, dan

pemberian tanda dilakukan oleh pemilih sendiri;

b. bagi pemilih yang tidak mempunyai keduabelah tangan dan tunanetra, Anggota KPPS kelima membantu melakukan pemberian tanda sesuai kehendak pemilih dengan disaksikan oleh anggota KPPS keenam;

(2) Bantuan orang lain atas permintaan pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fi sik lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, pemberian tanda dilakukan oleh pemilih sendiri.

(3) Anggota KPPS dan orang lain yang membantu pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib merahasiakan pilihan pemilih yang bersangkutan, dan menandatangani surat pernyataan dengan menggunakan formulir Model C5.*** (www.kpu.go.id)

Peraturan Pemberian Suara bagi Pemilih Penyandang Cacat

Page 12: Edisi 4/Thn V/Maret 2009

12w

ww

.bip

ne

ws

ro

om

.in

fokomunika Edisi 4/Tahun V/Maret 2009

Grafi

s: da

nang