Berita Lan Implementasi Otonomi Daerah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

berita otonomi daerah

Citation preview

  • Kamis, 19 Desember 2013

    Implementasi Otonomi Daerah Belum Berjalan Sesuai Harapan

    Lembaga Administrasi Negara (LAN) c.q Pusat Kajian Kinerja Otonomi Dareah

    (PKKOD) memandang otonomi daerah dan desentralisasi perlu mendapat perhatian yang

    serius. Melalui Seminar Nasional bertajuk "Masa Depan Desentralisasi dan Otonomi

    Daerah : Kendala dan Tantangan Yang Dihadapi" yang dilaksanakan PKKOD pada hari

    Kamis (19/12) di Jakarta ingin mencari solusi yang tepat terhadap berbagai permasalahan

    otonomi daerah. Pemilihan tema ini tentunya masih relevan dengan isu-isu desentralisasi dan

    otonomi daerah di Indonesia. Otonomi daerah pada dasarnya mewujudkan kesejahteraan

    masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat,

    diharapkan juga mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

    pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman

    daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Pada kenyataannya, implementasi otonomi daerah belum sepenuhnya berjalan sesuai

    harapan, masih dijumpai kekurangan dan kelemahan dari kesalahan tafsir undang-undang

    pemerintahan daerah serta munculnya keinginan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah

    (PAD) berlebihan tanpa mempertimbangkan kemampuan masyarakat. Selain itu, masih

    suburnya orientasi kedaerahan yang sempit, semakin maraknya praktek korupsi, kolusi dan

    nepotisme di daerah juga masih mewarnai penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan

    otonomi daerah.

    Tantangan lain terkait pelaksanaan otonomi daerah adalah manajemen Pegawai

    Negeri Sipil (PNS) di daerah. Kebijakan pengelolaan/manajemen SDM aparatur memang

    diatur secara teintegrasi secara nasional (UU 43/1999), namun bukan berarti pemerintah

    daerah tidak memiliki kewenangan sama sekali. Dalam ketentuan UU No. 32/2004

    dinyatakan bahwa pembinaan kepegawaian daerah berada di tangan kepala daerah (gubernur,

    bupati, walikota), termasuk didalamnya kebijakan untuk melakukan promosi terbuka (open

    bidding) dalam pengisian jabatan. Provinsi DKI Jakarta dan Kota Samarinda merupakan

    contoh dari beberapa daerah yang telah melakukan promosi terbuka bagi para pejabat

    publiknya.

  • Untuk melaksanakan otonomi daerah, Kepala Daerah dituntut untuk melakukan

    berbagai inovasi. Seperti Pemerintah Kota Surakarta yang telah berhasil dalam inovasi di

    bidang pelayanan, serta Kabupaten Bantaeng dengan inovasi di bidang reformasi birokrasi

    dan bidang-bidang lain seperti pelayanan publik. Pemerintah daerah dituntut untuk mampu

    melakukan inovasi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, termasuk dalam hal

    pemberian pelayanan publik.

    Seminar nasional ini dihadiri oleh 200 orang peserta yang berasal dari berbagai

    kalangan seperti pemerintah daerah, kementerian dan lembaga serta asosiasi. Seminar di buka

    oleh Kepala LAN, Agus Dwiyanto dengan menyampaikan paparan "Pembaharuan Tata

    Kelola Pemerintah Daerah : a Mising Link?".

    Dalam paparannya Kepala LAN antara lain mengidentifikasi governance anomaly

    dengan kabar baik, hal ini ditandai dengan kualitas pelayanan publik yang lebih baik, inovasi

    dalam governance, dan pro-poor programs, angka partisipasi sekolah, penurunan jumlah

    penduduk miskin, angka kematian maternal dan balita, kepuasan warga terhadap pelayanan

    publik (GDS2002, GDS2007, GAS2007), pelayanan barbasis digital dan terpadu di beberapa

    daerah serta partisipasi warga dalam kegiatan publik meningkat. Namun disisi lain

    governance anomaly memuat berita-berita yang kurang baik, hal ini ditandai dengan kualitas

    birokrasi dan PNS di daerah menurun (etika publik, integritas, dan profesionalisme) seperti

    kasus korupsi meningkat (312 Kepala Daerah), nepotisme dan politisasi, mismatch, dan

    komoditisasi jabatan meluas, instabilitas birokrasi, dan membengkaknya organisasi

    pemerintah daerah dan semakin besarnya biaya operasional pemda.

    Menurut Kepala LAN, terjadinya governance anomaly disebabkan reformasi tata

    pemerintah daerah memperlakukan adminsitrasi reform secara taken for granted. Tidak

    banyak intervensi dilakukan untuk menyiapkan birokrasi dan aparatur di daerah mampu

    mengelola tata kelola yang baru, korupsi dan politisasi birokrasi sudah lama mengakar

    sebelum desentralisasi dan belum berhasil disembuhkan serta pemerintah memiliki kapasitas

    yang rendah untuk mengelola reformasi tata pemerintah daerah. Instrument untuk

    mengendalikan pemda (kepala daerah dan anggota DPRD) terbatas. Hal ini menimbulkan

    resiko jika governance anomaly terus berlanjut. Resiko tersebut antara lain banyak

    stakeholders mulai mempertanyakan manfaat dari reform seperti otonomi daerah, partisipasi

    politik, pilkada dll, kepercayaan publik pada pemerintah dan partai politik menurun, banyak

    adaerah mulai mengalami kesulitas mengurus dan membiayai pemerintahannya, serta

    instabilitas birokrasi bisa mengganggu kualitas dan keberlanjutan pelayanan publik.

    Untuk itu diperlukan agenda kebijakan antara lain reformasi administrasi untuk

    memperkuat kualitas birokrasi dalam menjalankan reformasi tata kelola pemerintahan daerah,

    membangun kepercayaan dan demand for reform (promosi inovasi dan best practice daerah),

    membangun birokrasi yang imparsial (RUU ASN, promosi terbuka), insentif kepada daerah

    yang berhasil melakukan right-sizing dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

    mengembangkan instrument untuk mengembangkan sistim multi-governance yang solid.

    (instrument untuk membangun sinergi dan mendisplinkan daerah dan meningkatkan

    efektifitas dari standar pengelolaan dan pelayanan publik). (alamsyah)

    DIAMBIL DARI LINK http://www.lan.go.id/index.php?module=detailberita&id=348