Andreas Ardi Satya Aplikasi Ekotek

Embed Size (px)

Citation preview

RitelSupply Chain Management, Mudahkan Sistem Distribusi Barang Ke RitelGuna memberi jaminan ketersediaan berbagai produk bagi ribuan pelanggannya setiap hari, serta menciptakan efisiensi bagi dirinya dan para pemasok, Carrefour membenahi sistem rantai pasokannya. Bagaimana sistem SCM baru ini bekerja? Seorang ibu yang sedang berbelanja di sebuah supermarket tampak bersungut-sungut, karena beberapa produk yang dicari tidak tersedia. Maaf, Bu, barangnya sedang kosong. Stoknya habis, seorang SPG buru-buru menjelaskan. Barang tak tersedia memang kerap terjadi di gerai modern. Kalau pun ada, biasanya harga barang itu melonjak mengikuti tingginya permintaan. Apa penyebabnya? Salah satunya karena rantai pasokan (supply chain) ada yang terganggu. Bisa saja, barang yang dipasok telat dikirim. Atau, bisa jadi pemasok tidak mampu memenuhi service level yang disepakati dengan peritel. Misalnya, semula disepakati supplier bisa memasok 100 unit barang ke peritel setiap minggunya, tapi kenyataannya hanya sanggup memasok 50 unit. Di Carrefour, barang tidak ada atau langka sudah tidak pernah terjadi lagi. Sebab, jaminan pasokannya selalu ada, kata Irawan D. Kadarman, Direktur Corporate Affairs PT Carrefour Indonesia, mengklaim.

Contoh Aplikasi Manajemen Rantai Pasokan (Supply) Menurut Irawan, sistem rantai pasokan memang memegang peran penting dalam industri ritel. Terlebih bagi peritel besar sekelas Carrefour, yang memiliki 75 gerai dengan lokasi tersebar di berbagai tempat (30 gerai Carrefour di bawah PT Carrefour Indonesia dan 45 gerai Carrefour

Express di bawah PT Alfa Retailindo Tbk.) dan bekerja sama dengan lebih dari 4 ribu pemasok. Tanpa adanya rantai pasokan yang efisien, mengelola magnitude sebesar itu, sudah tidak mungkin. Jadi dengan adanya rantai pasokan yang efisien, maka jaminan pasokan barang selalu ada dan harga untuk konsumen akan selalu terkelola dengan baik, Irawan menerangkan. Seperti apa sistem supply chain management (SCM) yang dikembangkan Carrefour? Menurut Bayu A. Soedjarwo, Manajer Logistik Senior Carrefour, SCM sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika Carrefour baru memiliki beberapa gerai. Ketika itu, SCM yang dikembangkan masih sangat sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di gerai. Selain itu, fokusnya masih pada barang pangan siap saji. Kami mulai serius mengembangkan SCM ini sejak Juli 2007. Kami investasi di bidang teknologi informasi (TI) untuk mengembangkan model rantai pasokan yang berbeda, sehingga memudahkan pemasok dan gerai, tutur Bayu.

Sistem Distribusi Pemasok dalam Bidang Ritel Untuk tujuan itu, dibeli sebuah aplikasi ternama khusus untuk rantai pasokan dan sekaligus mampu menjalankan warehouse management system, yakni InfoLog. Dengan InfoLog, semua proses dalam rantai pasokan bisa diintegrasikan. Selain itu, sistem ini memudahkan kolaborasi Carrefour dengan para pemasok walaupun diakui Irawan, belum semua pemasok terintegrasi. Saat ini fokus kami pada efisiensi yang bisa diberikan, sehingga bisa dinikmati oleh pelanggan berupa keberadaan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif, kata Irawan.

Rantai pasokan yang dibangun Carrefour ini berdasarkan perhitungan tingkat optimasi dari pabrik atau pemasok sampai ke rak (shelf) gerai. Hal ini membutuhkan analisis dari setiap jenis produk dan supply chain pemasok. Metode yang dipakai Carrefour untuk SCM ini dengan menerapkan proses just-in-time (JIT) di pusat distribusi (Distribution Center/DC), yang disebut Cross Dock. Tujuannya untuk mengefisienkan proses sehingga tidak diperlukan adanya stok di pusat distribusi. Jadi ketika pemasok mengirim barang hari ini ke DC Carrefour di Pondok Ungu dan Lebak Bulus, maka keesokan harinya barang itu sudah terkirim ke gerai-gerai. Singkatnya, metode Cross Dock memungkinkan prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena tidak ada produk yang terdegradasi (tertinggal) di gudang. Pada dasarnya fungsi DC kan untuk meredistribusi produk, bukan untuk menyimpan produk. Jadi melalui Cross Dock kami mengembalikan DC ini ke fungsi sebenarnya, Bayu menjelaskan. Kami yang pertama kali menerapkan JIT di pusat distribusi, Irawan mengklaim. Keunikan cara tersebut dibanding bila pemasok mengirimkan langsung bahwa produkproduk tadi sudah dikonsolidasi ketika dikirim ke gerai. Misalnya, bila biasanya sebuah gerai menerima 30 truk yang berbeda, kini cukup menerima 5 truk saja. Pasalnya, para pemasok bisa mengirimkan ke DC Carrefour. Selanjutnya, barang dari berbagai pemasok itu akan dipilah-pilah sesuai dengan permintaan gerai. Sebagai contoh, kini sebuah truk yang datang ke gerai Carrefour Ratu Plaza, hanya perlu membawa produk-produk yang dibutuhkan khusus oleh gerai itu. Irawan juga menjelaskan, rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour ini bukan hanya berdasarkan proses pergerakan fisik produk, melainkan memperhatikan pula aliran informasi. Selain itu juga mempertimbangkan penyederhanaan dokumentasi untuk penagihan dari pemasok dan pembayaran oleh Carrefour. Maklum, keberhasilan rantai pasokan di peritel sangat ditentukan oleh aliran informasi dari gerai sampai ke pemasok, dan sebaliknya, disertai sinkronisasi data kedua pihak. Carrefour membangun rantai pasokan dengan mengandalkan dukungan pemasok terhadap efisiensi yang diciptakan dalam rantai pasokan ini, ujarnya memberi alasan. Dijelaskan Bayu, untuk kebutuhan dalam proses aliran order, pihaknya mengembangkan Central Order Pool (COP), di mana proses pengorderan dilakukan secara otomatis dan terpusat berdasarkan posisi stok di gerai dan parameter-parameter lain. Untuk melakukan pemesanan barang dengan seluruh pemasok, Carrefour menggunakan sistem Electronic Data Interchange (EDI). Jika order sudah diterima, pemasok bisa menerimanya melalui Web. Ada pula pemasok yang sudah mengintegrasikannya dengan sistem ERP mereka. Selanjutnya, mereka menyampaikan (submit) order itu ke pabriknya, lalu barang pun dikirim ke DC Carrefour. Nah, mengingat kunci sukses atau tulang punggung proses order tersentralisasi adalah akurasi data stok di gerai dan pusat distribusi Carrefour, pihak Carrefour menerapkan proses cycle count (alias penghitungan stok menggunakan sampling setiap hari). Dengan begitu, akurasi data di pusat distribusi diklaim hampir selalu 100%, walaupun mengelola puluhan ribu jenis produk.

Grafik Rantai Sistem Pasokan Ritel Menurut Frederic Fontaine, Penasihat Teknis Rantai Pasokan Carrefour, rantai pasokan yang tersentralisasi itu memberi beberapa keuntungan, baik bagi Carrefour maupun pemasok. Bagi Carrefour, keuntungan utamanya perbaikan ketersediaan produk di gerai. Menurutnya, hal itu sebenarnya juga merupakan keuntungan bagi pemasok, karena menghilangkan lost of sales yang diakibatkan produk tidak tersedia. Keuntungan lain bagi pemasok adalah proses yang lebih sederhana, karena hanya memproses satu order. Pemasok juga hanya perlu mengirim produk ke satu titik, sehingga lebih menghemat biaya dibanding mengirim produk ke seluruh gerai. Pemasok pun akan merasakan penghematan biaya pengiriman, ketersediaan produk yang lebih terjamin, dan terjaganya kinerja pemasok di Carrefour dalam hal service level. Toh, diakui Fontaine, tingkat partisipasi mereka untuk bergabung dengan sistem DC masih kurang. Padahal, service level para pemasok itu masih di bawah ekspektasi Carrefour. Saat ini, rata-rata pemasok yang mengantar langsung ke gerai Carrefour memiliki service level 50%. Misalnya, kalau pihak Carrefour memesan 100 unit, mereka hanya mampu memasok 50 unit. Sementara pemasok yang sudah menggunakan jasa logistik, service level-nya sudah 70%-75%. Pihak Carrefour sendiri memberi toleransi untuk service level ini minimum 85%. Keberadaan DC ini untuk membantu mereka. Dengan begitu, mereka hanya fokus untuk memproduksi barang. Karenanya, kami mengajak pemasok untuk bergabung ke pusat distribusi kami, Fontaine mengimbau. Fontaine menyebutkan, orientasi Carrefour ke depan bukan pada pengembangan sistem TI. Pasalnya, sistem TI yang ada diklaim sudah bisa memenuhi kebutuhan. Sasaran utamanya sekarang meningkatkan para pemasok yang masih memiliki service level rendah. Alasannya, kondisi itu menyebabkan lost of sales, baik bagi pemasok maupun Carrefour sendiri. Target kami meningkatkan service level sehingga bisa mengirim barang secara on time, dan tahu demand kami, ucap Fontaine. Salah satu pemasok yang sudah memanfaatkan sistem rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour adalah CV Mulyatama pemasok private label untuk tempat CD, tempat tisu di mobil,

dan sebagainya. Menurut Syritama Anas, pemilik Mulyatama, pihaknya bergabung menjadi pemasok Carrefour sejak Februari 2008. Rantai pasokan baru yang dijalankan Carrefour sangat bagus. Keunggulannya, sistem ini sangat efisien dari segi waktu dan tenaga kerja, katanya mengakui. Menurut Syritama, dibanding sistem terdahulu, pada sistem SCM sekarang ini penggunaan tenaga kerja lebih efisien. Dulu, pengiriman dilakukan langsung ke gerai sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Dalam satu hari satu mobil maksimum hanya bisa menuju tiga gerai. Sekarang pengiriman cukup dilakukan satu kali dan sudah mencakup seluruh gerai Carrefour. Unilever Indonesia, salah satu supplier besar yang menjadi pemasok Carrefour sejak 1998 (ketika peritel asal Prancis ini baru membuka gerainya di Cempaka Putih), juga merupakan pemasok pertama yang ikut serta dalam pengiriman terpusat (centralized delivery) Carrefour sejak pertama kali Carrefour menerapkan sistem rantai pasokan baru. Menurut Manghirim T. Tobing, Manajer Customer Service Perdagangan Modern PT Unilever Indonesia Tbk., dengan sistem pengiriman terpusat ini, Unilever sebagai pemasok tidak perlu lagi mengirim barang langsung ke gerai-gerai Carrefour, tapi cukup ke gudang Carrefour. Carrefour kemudian akan mengirim barang Unilever ke gerai bersama-sama dengan barang dari pemasok lain. Sistem pengiriman terpusat ini, lanjut Manghirim, merupakan kolaborasi yang baik antara Unilever dengan Carrefour. Apabila dilihat dari rantai pasokan secara keseluruhan, kolaborasi ini menghasilkan efisiensi yang bisa dinikmati bersama oleh Unilever dan Carrefour, ujar Manghirim. Dengan kapabilitas yang dimiliki Carrefour, sistem rantai pasokan yang baru ini bisa dikembangkan untuk menjangkau daerah yang lebih luas seperti Jawa Barat, ia menambahkan. Selain para pemasok, keunggulan sistem rantai pasokan Carrefour juga diakui konsultan TI Hadi Barko. Menurutnya, seluruh gerai Carrefour sudah tersambung ke DC Pondok Ungu dan menggunakan satu sistem ERP (single platform). Menurut Hadi, kalau software-nya berbedabeda, akan butuh waktu untuk transfer dan kolaborasi datanya tidak real time. Mekanisme kerjanya, sistem ERP yang digunakan Carrefour akan memicu ke pemasok melalui fasilitas ebusiness ataupun e-mail. Sebaiknya top ten suppliers atau para pemasok yang mewakili 80% nilai transaksi, memiliki koneksi langsung ke Carrefour, kata Hadi menyarankan. Pakar supply management yang sekarang bermukim di Singapura ini menyarankan, penerapan SCM ini bisa lebih dioptimalkan. Syaratnya, pihak Carrefour harus mengintegrasikan sistem SCM-nya itu lewat jaringan komunikasi online dengan gerai-gerai yang mempunyai nilai 80% dari seluruh nilai transaksi Carrefour. Selain itu, ia juga mengingatkan perlunya diperhatikan performance management tool di masing-masing gerai yang bisa dianalisis oleh manajer gerai untuk kepentingan forecast atau estimasi. Tim SCM dan manajer gerai harus bisa membaca dan menginterpretasi hasil performance management tool untuk keputusan berikutnya, katanya. Lalu, sistem penerimaan barang (good receipt) di gudang masing-masing gerai disarankan bisa menggunakan sistem barcoding untuk Top 20 gerai sebaiknya malah dengan teknologi radio

frequency identification (RFID) sehingga pergerakan barang/stok langsung termonitor (terdeteksi). Tingkat akurasi di masing-masing gerai minimum juga harus 95%, ujarnya menganjurkan. Swasembada A Mohammad BS 5 Hal yang menyebabkan pelanggan kabur (1) Dalam bisnis ritel, Customer service menjadi satu poin penting yang harus diperhatikan, agar pelanggan bisa kembali datang ke toko kita. Seperti, melatih SDM agar bisa memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Belajar memahami kemauan pelanggan, menciptakan loyalty program, sampai bagaimana menghadapi pelanggan yang tidak puas. Kita perlu memahami hal hal apa saja yang bisa menghancurkan bisnis, kalau kita ingin membesarkan sebuah bisnis ritel. Setidaknya ada lima hal yang bisa menyebabkan pelanggan kabur antara lain: 1.Salah menentukan harga Selain harga pokok produk, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan harga, yaitu pasar, rantai distribusi dan persaingan. Pastikan kita menghitung betul, berapa harga pokok produk kita. Pertimbangkan juga berapa pesaing kita menjual produk yang sama, apakah lebih mahal atau sebaliknya. Kita juga perlu memperhatikan rantai distribusi, tentunya kita bisa memberi harga yang lebih murah jika membeli langsung dari pabriknya, atau dari vendor ataupun dari distributor. Dan yang tidak kalah penting, sejauh mana pelanggan mau membeli produk kita, dengan harga yang kita patok. Penentuan harga yang salah, tentunya bisa membuat pelanggan malas untuk kembali datang ke toko kita. Meski, faktanya harga bukan menjadi satu satunya faktor penentu, apakah pelanggan akan loyal ataukah tidak. 2.Buruknya pelayanan Terkadang kita tidak bisa menghindari pelanggan yang rewel. Sebagus apapun produk yang kita jual, atau sebaik apapun kita memberikan pelayanan, masalah pelanggan yang rewel ini tetap akan muncul. Bagaimana menghadapinya? Setidaknya kita harus tetap tenang, biarkan pelanggan menyampaikan keluhannya, dengarkan baik baik, pastikan kita menanyakan apa yang membuat dia marah. Dengan mendengarkan keluhannya, setidaknya dia tahu bahwa kita peduli betul dengan masalah yang dia hadapi. Sehingga, dia bisa lebih tenang, dan kita bisa mencarikan solusi yang tepat dengan sikap yang tetap sopan. 3.Suasana toko yang kurang mendukung Image sebuah toko adalah segalanya. Kita perlu memperhatikan bagaimana keseluruhan penataan toko. Bayangkan saja ketika kita belanja di sebuah toko yang lantainya ataupun langit langit yang jelek, lorong yang sesak, musik yang terlalu keras, atau persediaan keranjang belanja kurang, dan masih banyak lagi. Pastikan kita menciptakan suasana belanja yang benar benar nyaman, sehingga membuat pelanggan kita betah. 4.Tidak mengetahui persaingan Selama proses perencanaan bisnis, kita perlu memahami bagaimana peta persaingan yang ada. Termasuk memahami strategi pemasaran, strategi penentuan harga, manajemen, serta tahu siapa yang menjadi pesaing kita. 5.Kurang memahami produk yang dijual Tentunya akan sangat susah bagi kita untuk menjual sebuah produk ataupun jasa, jika kita sendiri tidak menguasai produk tersebut. Kita tidak bisa menunjukkan apa manfaat produk tersebut untuk pelanggan. Bagaimana mungkin kita bisa membujuk pelanggan untuk beli, Salah salah malah pelanggankita jadi ragu ragu. (Translate by Rossy Prabowo)

Penjelasan lebih detail mengenal 5 hal diatas, akan dibahas lebih lanjut dalam postingan berikutnya. Bersambung ke bag 2 9 Mitos terbanyak mengenai usaha eceran Top 9 Myths of Retailing From Shari Waters, Your Guide to Retailing. In retail, there are many misconceptions about what it takes to be successful. Whether our understanding of customers, marketing or other retailing information came from bad advice, myths, or elsewhere, negative information can have a profound impact on our business decisions. The following examines common (and some not-so-common) retail myths. 1. If You Build It, They Will Come The right product mix, pricing strategy and store atmosphere will do no good if your customers dont know you exist. Many new retail stores fail to properly market their business. The lack of funds or the wrong advertising campaign can keep your message from being heard. Even during the hardest economic times, advertising can be an effective tool. 2. Small Stores Cant Compete With Chain Stores While it is true that smaller stores cannot generally compete strictly on price with the large chain stores, they can still compete. By maximizing the uniqueness of their business, exceptional customer service and cozy atmosphere, the small retailer can take a fair share of the market. 3. Your Best Customer Spends The Most You may have a customer who comes in occasionally and spends more than the average shopper in your store. Before declaring him or her as your best customer, stop to consider the customer who may spend little, but tells his friends and family about your business. Referrals and repeat customers are highly valuable and may add up to much more than the big-spending customer who shops with you twice a year. 4. Online Shopping Will Replace Retailing E-commerce is making big strides in the world of retail. But while it is important for brick and mortar retailers to have an online presence, there will always be consumers who want to try things on, feel and inspect the quality of the merchandise and some shoppers still prefer the security of paying for products in person. 5. Moving Your Store Will Hurt Your Business Relocating a business can be expensive and possibly disruptive, but with some planning it can be the best thing for your bottom line. Start early and make a checklist to keep the move organized. Be sure to plan your relocation marketing focus around retaining your existing customers, as

well as making new customers in the new location. 6. The Government Has Free Money For Your Business Television commercials, website ads and general false information has distorted the half-truth in this statement. There are grants available from the government for particular projects but these are generally for non-profits and educational business, not for individuals who will use the proceeds to start their own retail business. 7. The Customer Is Always Right No, the customer is not always right. Sometimes the customer is quite wrong. Customers make honest mistakes and sometimes they want something for nothing. While the customer isnt always right, its our job as retailers to make them feel like they are always important. 8. Good Help Is Hard To Find It may take a little longer, but it is possible to find excellent employees. Start by writing a thorough job description. Establish a review system to weed out candidates that dont fit the bill. Learn interviewing techniques and prepare a comprehensive training program. To keep good help once youve found it, learn how to motivate your employees through pay and promotion. Staffing your store is easy if you have a plan. 9. You Cant Make a Living in Retail This one is just completely untrue. The small profit margin for most retail items may prevent one from becoming rich, but good sales can generate a healthy income for someone operating their own retail business. And for those not interested in entrepreneurship, there are many, many positions in retail other than store manager or clerk. Some retail career fields include buyers, merchandisers, logistics and sales. Strategi Penentuan Harga Pengecer (Retail) Set the Right Price Retailers are in business to turn a profit. While there are many factors that affect the profitability of a business, setting the right price is a major step toward making that profit. The first step in determining which retail pricing strategies to use, is to understand the costs associated with your products. The cost of goods includes the amount paid for the product plus any shipping or handling costs. The cost of operating the business, or operating expense, includes overhead, payroll, marketing and office supplies. Regardless of the pricing strategy used, the price of your products should cover the cost of obtaining the goods plus the expenses related to operating the business. Retail Pricing Strategies Many pricing strategies exist and each is used based on particular a set of circumstances. Besides cost, some of the things to consider when setting prices for your retail business are the market, the channels of distribution and the competition. Here are a few of the more popular pricing strategies to consider:

Mark-up on cost is achieved by adding a pre-determined profit margin to the cost of the merchandise. The initial mark-up should be large enough to cover anticipated expenses and reductions and still produce a satisfactory profit. If you have a diverse selection of products, you can use different mark-ups on the product lines with different characteristics. Keystoning is not used as often as it once was. Doubling the cost paid for merchandise was once the rule of pricing products, but very few products these days allow a retailer to keystone the price. Suggested retail price is a common strategy used by smaller retail shops to avoid price wars and still maintain a stable level of profit. Some suppliers have minimum advertised prices but also suggest the retail pricing. By pricing products with the suggested retail prices supplied by the manufacturer, the retailer is out of the decision-making process. One problem with using pre-set prices is that it doesnt give you an advantage over the competition. Another way would be to price your products like your competitors. Be sure you are comparing prices with other retailers comparable in size and sales volume. Competitive pricing below competition simply means beating the competitors price. This strategy works well if the retailer follows an inventory plan, buys at the best prices and designs a marketing plan to concentrate on price specials. Competitive pricing above competition should only be considered when location, exclusivity or special service considerations can justify higher prices. For example, a retailer may stock merchandise of well-known brand names that are not available at any other location. This would allow the retailer to price above competitors. Psychological pricing is a strategy where price is based on popular price points and what the consumer perceives to be fair. The most common method is odd pricing using figures that end in 5, 7 and 9. It is believed that consumers tend to round down a price of $19.95 to $19, rather than $20. Multiple pricing is a method which involves selling a number of units for one price, such as three for $1.00. Retailers find this an attractive pricing strategy for encouraging larger commitments. It is also a desirable strategy for clearance sales. Discount pricing and price reductions are a natural part of retailing. Discounting can include coupons, rebates, buying clubs, markdowns or seasonal prices. The decision of when and what type of discounting will vary greatly with the type of merchandise, the amount of competition and the stock on hand. As you develop the best pricing model for your business, understand your optimal pricing strategy will depend on more than your costs. It is difficult to say which component of pricing is more important than another. Keep in mind, the right product price is the price the consumer is willing to pay.

Germanys hard discount model of supermarket retailing is spreading in Europe

Guardian News & Media IT IS as far from the charming ideal of French farmers markets and small family-owned shops as you could imagine: strip lights glare down on a narrow range of products in ugly packaging, displayed in cardboard boxes piled on the floor and on low shelves. But sales are booming at the new Lidl discount supermarket in south-west Paris. Previously, the German chain stuck to the suburbs, where poorer folk live, says Fatouh Mourad, the stores manager. But rising food prices and widespread concern about pouvoir dachat, or purchasing power, in France, has given Lidl the confidence to push inside the citys limits. As economic prospects worsen across Europe, discounters such as Lidland Aldi, another German chainare taking market share. They generally charge some 30-50% less for groceries than ordinary supermarkets. In France, according to TNS, a research firm, discounters increased their market share to 11.2% in the second quarter of this year, up from 10.5% a year ago, whereas the share fell at Carrefour, the worlds second-largest retailer. In Belgium a local discounter, Colruyt, is gaining share at the expense of Carrefour and other pricier chains. Dutch shoppers too are trading down to discounters, says TNS, and in Britain, where Aldi and Lidl struggled for years, they are now the fastest-growing grocers. Discounters affect prices well beyond their own stores. Theres a massive global price-war in food retailing, much of it provoked by the gains by Aldi and Lidl and other discounters, says James Amoroso, a food-industry consultant. Tesco, the worlds fourth-biggest retailer, is fighting an all-out price war against Lidl in Ireland, and Belgiums Delhaize recently slashed prices in response to discounters. Carrefour, too, is under pressure to cut prices. But can the discounters can hold onto their gains? Tescos finance director recently suggested that they were merely having a moment in the sun. He was quickly contradicted by the head of

buying for Aldi in Britain, who pledged to open a store a week and win a tenth of the market (it has 2.9% now). In Germany, the heartland of discounting, cut-price operators have some 30% of the market, according to Planet Retail, a consultancy (see chart), and shopping at Aldi and Lidl is the norm for rich and poor alike. The two firms doubtless reckon they have a shot at replicating that position elsewhere.

They may well succeed, at least in some markets. Its the best business model for retail in the world, says Philippe Suchet of Exane BNP Paribas in Paris. Discounters stock a fraction of the goods that a normal supermarket offers, resulting in fewer suppliers, a high volume of purchases and sales, and massive economies of scale. You would find 16 brands of tomato ketchup in a normal big supermarket, says Paul Foley, managing director of Aldi in Britain. In my store you will find a choice of one. Discounters mostly sell their own private-label goods, which are more profitable than branded goods, where the brand owner takes a big cut, and also more efficient having bar codes in exactly the same place on every product, for instance, says Mr Foley, means faster checkouts. Aldi and Lidl, which dominate the world of discounting, have annual sales estimated at 43 billion ($64 billion) and 35 billion respectively, compared with 102 billion for Carrefour. They are privately owned and can take a long-term approach to expanding abroad. New stores cost little to open and generate rapid sales, says Jrgen Elfers, retail analyst at Commerzbank in Frankfurt, so the discounters can expand during hard times more rapidly than any other kind of retailer. The two firms are intensely secretive and say little about their expansion plans, but new stores are opening all the time. They are expected to expand quickly in France now that a law designed to keep discounters out has been changed. Lidl is poised to go into Switzerland, and in a rare interview last year its chief executive said it wanted to tackle America. (Aldi is already present in both markets.) Lidl recently caused a fuss in Dublin, when it bid for a site on fashionable Grafton Street: critics complained it would lower the tone. But Lidl may not be so out of place, since middle-class

people are changing their shopping habits to buy at least basic items at hard-discount stores. Five years ago in Britain, says Mr Foley, a quarter of his customers were well-off shoppers; now half of them are. Economic worries are part of the reason for that, of course, but Aldi appeals to middle-class shoppers because it manages to produce goods of surprisingly high quality at a low price. What should perhaps worry conventional supermarkets most, in fact, is that the discounters have proven themselves adept at moving upmarket, even as they retain most of their efficiencies. In many markets, for instance, Lidl now stocks a limited range of branded goods alongside its cheaper own-label items. In Britain Aldi used to be known for tinned and packaged foods, but has introduced fresh and delicatessen products. In Germany Lidl even tried to buy a chain of organic supermarkets until an outcry scared it off. But there is a limit to the range of products discounters can stock while maintaining the efficiency of their model, cautions Mr Amoroso. In recent years the German discount model has experienced only one big setback. In March Lidl pulled out of Norway after four years of trying to establish itself. Rema 1000, a local discounter, will take over Lidls stores there. Executives at the posher kind of supermarket must be longing to know how the Norwegians did it.

Memilih lokasi tokoMemilih lokasi toko untuk sebuah bisnis ritel sangatlah penting. Salah memilih lokasi, bisa berakibat fatal. Sebelum memilih lokasi, pastikan terlebih dahulu, tujuan anda, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Seperti apa pelanggan anda? Seperti apa bangunan anda nanti? Apa yang ingin anda jual dan bisnis anda ingin dikenal seperti apa? Sudahkah anda menentukan berapa luas toko, tempat penyimpanan, dan berapa luas kantor yang anda butuhkan .

Tanpa mempertimbangan hal hal diatas, tentunya akan sulit menemukan lokasi yang tepat, untuk meraih keuntungan maksimal dari bisnis anda.

Jenis jenis barang Coba check, produk apa yang anda jual, karena jenis barang tertentu, membutuhkan tempat khusus. Apakah anda ingin toko anda dikategorikan kedalam convenience store, Convenience Goods, Atau Specialty GoodsProduk produk yang dijual di Convenience Store, membutuhkan akses yang mudah, sehingga pelanggan bisa dengan cepat mengambil dan membeli barang. Sebuah mall tidak akan menjadi tempat yang bagus untuk produk produk yang dijual dengan harga yang lebih murah dan menjangkau semua kalangan.

Specialty Goods, merupakan produk yang lebih unik lagi dibanding kebanyakan produk yang ada. Biasanya pelanggan tidak masalah meski harus mengunjungi tempat yang jauh, hanya untuk membeli produk ini. Jenis toko ini akan lebih baik jika lokasinya berdekatan dengan toko lain. Shopping Store, biasanya menjual beberapa item dengan harga yang lebih tinggi, untuk barang barang yang jarang dibeli oleh pelanggan. Furnitur, mobil, dan baju baju mahal adalah contoh contoh barang yang biasa dijual di pusat perbelanjaan. Karena harga barang barang ini lebih mahal, pelanggannya pun akan membandingkan harganya terlebih dahulu sebelum membeli. Karena itu, riteler akan menempatkan tokonya dekat dengan toko sejenis.

Populasi penduduk dan pelanggan andaKalau anda memilih sebuah kota atau negara untuk bisnis ritel, anda perlu melakukan riset terhadap daerah tersebut secara keseluruhan, sebelum mengambil keputusan akhir. Baca Koran lokal, dan tanyalah pada toko kecil lain di daerah tersebut. Temukan informasi kependudukan dari perpustakaan setempat, kamar dagang atau Biro statistik. Beberapa sumber ini tentunya memiliki informasi tentang populasi di daerah tersebut, berapa pendapatan penduduknya dan umurnya. Tentunya anda sudah tahu siapa pelanggan yang dibidik. Jadi pastikan anda menemukan lokasi dimana pelanggan anda tinggal, bekerja dan belanja.

Aksesibilitas, Visibilitas dan Tingkat KunjunganBanyaknya tingkat kunjungan, bisa berarti banyak pelanggan. Tentunya anda akan memilih lokasi dimana ada banyak pelanggan, yang menjadi target market mereka. Toko kecil bisa jadi diuntungkan dari tingkat kunjungan toko yang lebih besar, yang berada didekat anda.

Berapa banyak orang yang lewat ? Apakah daerah itu dilalui transportasi publik? Bisakah pelanggan dan truk pengirim barang dengan mudah keluar masuk area parkir? Apakah tempat parkirnya mencukupi?

Lebih baik jika anda memiliki sekitar 5 atau 8 area parkir untuk toko dengan luas 1000 meter persegi. Terkait visibilitas, perhatikan juga lokasi dari sudut pandang pelanggan. Bisakah toko anda terlihat jelas? Apakah papan nama toko anda terlihat dengan mudah? Dalam beberapa hal, semakin toko anda mudah terlihat, maka anda bisa mengurangi budget beriklan. Bayangkan, Toko yang terletak pada 6 mil di luar kota, tentunya akan lebih membutuhkan promosi ketimbang toko yang terletak didalam mall.

Papan nama, Zonasi dan PlanningSebelum menandatangani kontrak sewa, pastikan anda memahami semua aturan, kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan lokasi toko anda. Hubungi dinas tata kota setempat untuk informasi peraturan terkait papan nama. Tanyakan tentang hal hal apa saja yang dilarang, yang

mungkin bisa mempengaruhi operasional toko dan planning kedepan, barangkali ada perubahan jalur lalulintas, semisal karena pembangunan jalan raya.

PersainganBisnis lain didekat lokasi toko anda bisa saja bermanfaat atau sebaliknya. Anda harus tahu, tipe bisnis didekat toko anda, apakah sama dengan toko anda. Misalnya, butik fashion tidak akan sukses jika letaknya berhadapan langsung dengan toko yang sama. Carilah tempat misalnya berhadapan dengan salon rambut, tentunya salon rambaut akan lebih mendukung bisnis butik fashion.

Biaya lokasiDisamping biaya sewa dasar, perhatikan juga biaya biaya lain ketika memilih lokasi toko. Diantaranya :

Siapa yang membayar biaya perawatan, peralatan dan keamanan gedung? Siapa yang membayar pemeliharaan dan perbaikan AC Kalau lokasinya jauh, berapa banyak biaya tambahan untuk promosi, agar pelanggan bisa menemukan toko anda? Berapa rata rata tagihan peralatan? Apakah nantinya anda butuh perbaikan, pengecatan atau desain ulang toko sesuai dengan kebutuhan? Apakah anda bertanggung jawab terhadap pajak bangunan?

Lokasi yang bisa anda dapatkan sekarang, dan apa yang bisa anda hasilkan di masa mendatang, seharusnya berubah. Memang sulit membuat sebuah bisnis baru, tapi satu cara untuk membantu menentukan berapa banyak biaya sewa yang anda bayarkan, adalah dengan menemukan cara yang dipakai oleh bisnis sejenis dan berapa banyak biaya sewa yang mereka bayar.

Faktor Personal Kalau anda berencana untuk bekerja di toko anda, perhatikan juga hal hal yang bersifat pribadi, seperti jarak antara toko dan rumah, serta hal hal pribadi lainnya. Jika anda menghabiskan banyak waktu untuk pulang pergi dari rumah ke toko atau sebaliknya, maka anda akan kehilangan kesenangan menjadi seorang bos. Belum lagi termasuk larangan larangan yang diatur oleh pemilik tempat, manajemen perusahaan atau komunitas yang bisa menghambat kebebasan seorang riteler. Pertimbangan KhususToko anda mungkin membutuhkan pertimbangan khusus. Buat daftar karakteristik unik dari bisnis anda yang bisa di tanggapi.

Apakah toko anda butuh penerangan khusus, perangkat permanen, atau hardware yang harus diinstal? Adakah kamar kecil untuk staf dan pelanggan anda? Apakah ada alat pemadam kebakaran dan perlindungan asuransi? Adakah servis sanitasi? Apakah tempat parkirnya banyak, eksterior gedung punya penerangan yang cukup? Apakah gedung anda ada kanopi yang bisa menjadi pelindung ketika hujan. Bagaimana rata rata tingkat tindak kejahatan di daerah tersebut?

Jangan terburu buru membuat keputusan untuk memilih lokasi toko anda. Lakukan riset pada daerah yang akan anda tempati, dan bersabarlah. Jika anda harus merubah jadwal dan mempercepat pembukaan toko anda, maka lakukan hal hal tersebut terlebih dahulu. Menungggu mencari lokasi toko yang pas, lebih baik dari pada hanya menempati lokasi baru untuk jangka panjang. Karena bagaimanapun, pemilihan lokasi yang salah, justru akan menghancurkan bisnis anda. (By Rossy Prabowo) Manajemen HRD untuk Ritel Pengecer akan dapat mewujudkan tujuan memperoleh laba dengan memanage 5 aset berikut : 1. Lokasi Ritel 2. Persediaan Produk 3. Toko 4. Karyawan 5. Pelanggan DESAIN ORGANISASI Dalam Organisasi harus mendesain Organisasi, manager memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Spesialisasi SPECIALIZATION 2. Tanggungjawab & Otoritas RESPONSIBILITY & AUTHORITY

3. Jenjang Pelaporan REPORTING RELATIONSHIP 4. Menyesuaikan Struktur Organisasi dengan Strategi Ritel MATCHING PRGANIZATION STRUCTURE TO RETAIL STRATEGY DESAIN ORGANISASI 1. Spesialisasi SPECIALIZATION Spesialisasi merupakan upaya memfokuskan karyawan pada aktivitas kerja tertentu sehingga memungkinkan karyawan untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan produktivitas 2. Tanggungjawab & Otoritas RESPONSIBILITY & AUTHORITY Produktivitas meningkat saat karyawan diberi otoritas sehingga dengan efektif dapat mengambil keputusan secara kreatif 3. Jenjang Pelaporan REPORTING RELATIONSHIP Setelah menetapkan tugas untuk masing-masing karyawan, langkah akhir dalam mendesain struktur organisasi adalah menetapkan jenjang pelaporan. Produktivitas menurun jika supervisor menerima laporan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. Terlalu banyak manager yang disediakan untuk menerima laporan menyebabkan peningkatan biaya.

4. Menyesuaikan Struktur Organisasi dengan Strategi Ritel MATCHING PRGANIZATION STRUCTURE TO RETAIL STRATEGY BENTUK STRUKTUR ORGANISASI RITEL 1 Organisasi Ritel Perseorangan 2. Organisasi Ritel Kecil 3. Organisasi Ritel Jaringan 1. Organisasi Ritel Perseorangan Pemilik memanage toko secara perseorangan. Ketika mereka istirahat atau pulang, maka toko ditutup. Semua hal, mulai dari pembelian sampai dengan penetapan harga ditentukan oleh Pemilik. 2. Organisasi Ritel Kecil Ritel dibagi ke dalam beberapa bagian kelompok besar. Misal, dibagi tiga bagian: Manajer Pembelanjaan & Produk, Manajer Toko dan Manajer Keuangan 3. Organisasi Ritel Jaringan Ritel dimanage oleh manajemen secara terpusat. Setiap outlet ritel dikelola oleh manajer toko, sebatas pengelolaan toko. Untuk kebijakan harga, produk yang dijual, desain toko, biasanya ditetapkan oleh manajemen pusat STRATEGI MEMOTIVASI KARYAWAN RITEL 1. Menetapkan peraturan yang harus dilakukan oleh karyawan dan mengawasi pelaksanaannya 2. Memberikan insentif yang layak. Jika karyawan merasa senang karena memperoleh insentif yang layak, maka pelanggan akan terlayani dengan baik

3. Membangun Budaya Organisasi yang handal STRATEGI MEMBANGUN KOMITMEN KARYAWAN 1. Meningkatkan Keterampilan melalui Pelatihan; Karyawan yang terlatih akan memiliki komitmen yang tinggi 2. Memberikan wewenang kepada karyawan; pemberian wewenang merupakan pendistribusian kekuasaan dan wewenang pengambilan keputusan dari manajer ke setiap karyawan 3. Membentuk Hubungan Kesetaraan; Tidak ada gap antara atasan dan bawahan. Hubungan Kesetaraan akan: a) menghilangkan perbedaan status, b) promosi dari dalam, c) memungkinkan karyawan untuk membentuk keseimbangan antara karir dan keluarga