12
1 Analisis Penerapan Teknologi Informasi dalam Otonomi Daerah Andino Maseleno, Nur Khamid, Pratama Budhi Nugraha, Hendra Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jalan SWK 104 (Lingkar Utara), Condong Catur, Yogyakarta 55283 [email protected], n [email protected] Abstrack Otonomi daerah yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 1 Januari 2001 merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya. Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kemajuan teknologi informasi saat ini juga berdampak pada pemerintah daerah dalam usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya. Beberapa konsep yang ditawarkan dengan menerapkan teknologi informasi di daerah, seperti Virtual Enterprise, “Daerah Incorprorated”, maupun pembentukan ekosistem teknologi informasi, harus benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam penerapannya. Karena dalam penerapan teknologi informasi pemerintah daerah harus memperhatikan masalah dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, dan sosial budaya yang ada di daerahnya. Kata kunci : Otonomi daerah, teknologi informasi, dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, sosial budaya. I. Problem Formulation

Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

  • View
    3.674

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Otonomi daerah yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 1 Januari 2001 merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya. Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kemajuan teknologi informasi saat ini juga berdampak pada pemerintah daerah dalam usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya. Beberapa konsep yang ditawarkan dengan menerapkan teknologi informasi di daerah, seperti Virtual Enterprise, “Daerah Incorprorated”, maupun pembentukan ekosistem teknologi informasi, harus benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam penerapannya.Karena dalam penerapan teknologi informasi pemerintah daerah harus memperhatikan masalah dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, dan sosial budaya yang ada di daerahnya.

Citation preview

Page 1: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

1

Analisis Penerapan Teknologi Informasi dalam Otonomi Daerah

Andino Maseleno, Nur Khamid, Pratama Budhi Nugraha, Hendra

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Jalan SWK 104 (Lingkar Utara), Condong Catur, Yogyakarta 55283

[email protected], n [email protected]

Abstrack

Otonomi daerah yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 1 Januari 2001 merupakan

kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat

hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya.

Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kemajuan teknologi informasi saat ini juga

berdampak pada pemerintah daerah dalam usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan

mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya.

Beberapa konsep yang ditawarkan dengan menerapkan teknologi informasi di daerah,

seperti Virtual Enterprise, “Daerah Incorprorated”, maupun pembentukan ekosistem

teknologi informasi, harus benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam

penerapannya.

Karena dalam penerapan teknologi informasi pemerintah daerah harus memperhatikan

masalah dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, dan sosial budaya yang ada di

daerahnya.

Kata kunci : Otonomi daerah, teknologi informasi, dana dan kesejahteraan, sumber daya

manusia, sosial budaya.

I. Problem Formulation

Page 2: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

2

Otonomi daerah telah membawa dampak terhadap proses dan paradigma pembangunan.

Hal ini berarti bahwa selain menjadi daerah otonom, pemerintah daerah juga dituntut untuk mampu

melaksanakan pembangunan daerah secara berkesinambungan. Proses pembangunan di Indonesia

berjalan seiring dengan globalisasi. Globalisasi yang berarti setiap wilayah di Indonesia bersaing

tidak hanya dengan sesamanya, namun dengan wilayah-wilayah lain di dunia. Era globalisasi yang

ditunjukkan oleh berbagai kemajuan teknologi khususnya di bidang informasi, komunikasi, dan

transportasi telah memperluas jangkauan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga tidak lagi terbatas

pada suatu negara. Perluasan jangkauan kegiatan ekonomi mendorong percepatan mobilitas

penduduk, arus barang dan jasa, serta informasi dalam jumlah yang makin besar, dengan kualitas

yang makin baik, dan dengan biaya yang makin murah (Dwijowijoto, 2000).

Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pengelolaan informasi yang memadai

menjadi salah satu kunci keberhasilan (key success factor) yang menjadi competitive advantage

dalam meningkatkan pembangunan daerah. Dalam otonomi daerah, daerah yang mampu menjaring

pendapatan dan mampu melakukan optimalisasi penerimaan daerah akan mampu memberikan

kontribusi pada percepatan pembangunan daerah. Selain itu dalam upaya meningkatkan investasi di

daerah dari sektor swasta, pemerintah yang mampu memaparkan kondisi daerah yang lengkap dan

komprehensif akan mempunyai potensi lebih besar dibandingkan dengan daerah yang belum

memaparkan kondisi daerah dengan baik (Mudiantoro, 2003).

Kemajuan teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) yang sedemikian pesatnya

menyebabkan informasi, dan pengetahuan dapat diciptakan dengan teramat sangat cepat dan dapat

segera disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dalam hitungan detik.

Hal ini berarti bahwa setiap individu di berbagai negara di dunia dapat saling berkomunikasi secara

langsung kepada siapapun yang dikehendaki tanpa dibutuhkan perantara (median) apapun. Tentu

saja buah dari teknologi ini akan sangat mempengaruhi bagaimana pemerintah di masa modern

harus bersikap dalam menjaring pendapatan dan melayani masyarakat di daerahnya.

Banyak berbagai konsep yang ditawarkan untuk menjadikan daerah lebih berkembang

dengan menempatkan teknologi informasi sebagai yang terdepan seperti menjadikan daerah sebagai

sebuah Virtual Enterprise (Promasanti, 2000), memasarkan daerah melalui mobile application

dalam sebuah “Daerah Incorprorated” (Maseleno, 2003), ataupun menciptakan sebuah ekosistem

yang kondusif untuk menjalankan kegiatan bisnis yang “high-tech” (Rahardjo, 2003) dengan

inisiatif-inisiatif seperti Bandung High Tech Valley (BHTV), Bali Camp, dan Cybercity.

Persiapan daerah dalam menghadapi tantangan era informasi serta penerapan konsep-

konsep yang ditawarkan dengan memanfaatkan teknologi komputer dan telekomunikasi terutama

Page 3: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

3

Internet sebagai platform utama, harus menghadapi beberapa kendala tidak hanya dari segi

teknologi, tetapi juga dari segi dana, sumber daya manusia serta dari segi sosial budaya.

Makalah ini akan membahas bagaimana cara pemecahan terhadap masalah yang dihadapi

oleh pemerintah daerah dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk kemajuan daerahnya dari

segi dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia serta dari segi sosial budaya.

II. Substance

II.1. Case

Otonomi daerah sebagai kewenangan daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah

daerah untuk lebih meningkatkan kemakmuran bagi daerahnya serta meningkatkan hubungan antara

pemerintah daerah dan masyarakat.

Kemakmuran daerah dan peningkatan hubungan antara pemerintah dan masyarakat dapat

diperoleh dengan memanfaatkan teknologi informasi yang saat ini berkembang dengan sangat pesat.

Perkembangan dari teknologi komputer dan telekomunikasi telah menghadirkan beberapa konsep

yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan serta menjalin hubungan

antara pemerintah daerah dan masyarakat di daerahnya.

Ada tiga hal yang sering menjadi permasalahan bila suatu daerah ingin menerapkan konsep-

konsep yang ditawarkan tersebut yaitu dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, dan sosial

budaya.

II.2. Analisis

II.2.1. Analisis Dana dan Kesejahteraan

Dana dan kesejahteraan merupakan permasalahan yang sangat penting dalam penerapan

teknologi informasi dalam otonomi daerah. Teknologi informasi yang identik dengan teknologi

biaya tinggi dan memerlukan modal yang besar dalam penerapannya memang tidak terlalu salah.

Berkaitan dengan biaya tinggi pada penerapan teknologi informasi biasanya berhubungan dengan

pengadaan infrastruktur telekomunikasi dan pengadaan perangkat lunak.

Infrastruktur informasi di Indonesia, seperti halnya di negara berkembang lainnya,

tergolong lemah dan masih perlu banyak penyempurnaan, baik dari sudut jangkauan jaringan

(coverage) maupun dari sudut kualitas komunikasi (kecepatan, bandwith, dsb). Keterbatasan dan

mahalnya infrastruktur telekomunikasi di Indonesia menghambat penetrasi pengembangan Internet

Page 4: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

4

sebagai media penyampai informasi serta sebagai media pemasaran potensi-potensi yang ada di

daerah.

Permasalahan pada infrastruktur informasi juga sama saja dengan kebutuhan perangkat

lunak untuk pengembangan aplikasi yang dirasa sangat mahal dan mewah bagi daerah-daerah yang

ada di Indonesia, sebagai gambaran suatu sistem operasi yang sangat terkenal dimasyarakat

Indonesia mempunyai harga $200 per mesin dan untuk Network Operating System akan seharga

$589. sehingga bila dibutuhkan instalasi terhadap 25 mesin, harga fantastis tersebut sudah tidak

dapat diabaikan lagi. Karena sebagian besar konsumen di daerah-daerah tidak mampu membayar

biaya sesungguhnya untuk sebuah perangkat lunak, maka terjadilah praktek pembajakan.

II.2.2. Analisis Sumber Daya Manusia

Pemanfaatan teknologi komputer dan telekomunikasi pada suatu daerah, menuntut daerah

untuk memperhatikan aspek sumber daya manusianya. Masyarakat di daerah yang sangat bervariasi

mulai dari masyarakat agraria, masyarakat industri, sampai masyarakat informasi, merupakan

tantangan yang berat dalam menuju suatu masyarakat yang benar-benar memahami teknologi

informasi serta memiliki keunggulan kompetitif.

Berdasarkan Human Development Index yang dipublikasikan oleh United Nations

Development Programme (UNDP) pada tahun 2002, Indonesia pada tahun 2001 berada pada

peringkat 110 dari 173 negara yang dianalisa, dengan nilai (value) 0,684. Peringkat ini tidak lebih

baik dibandingkan dengan tahun 2000 (104), tahun 1999 (105), tahun 1998 dan 1997 (99), dan

tahun 1996 (102). Ini menunjukkan betapa kinerja sumber daya pembangunan bukannya membaik,

bahkan sebaliknya memburuk. Mungkin kita tidak perlu terlalu terkejut akan kondisi empirik di

atas, karena pada dasarnya negara kita sendiri kurang memperhatikan aspek peningkatan sumber

daya manusia. Dalam publikasi tersebut, UNDP juga menunjukkan bahwa bila dilihat dari Human

Poverty Index, Indonesia berada pada peringkat 33 dari 88 developing countries yang dianalisa

(jauh di bawah Malayaia, Singapore, Thailand, Brunei, dan Philippines).

Kemajuan teknologi informasi yang ditandai oleh beberapa perubahan dalam sistem yaitu

perubahan manajemen, organisasi dan budaya kerja. Kemajuan teknologi informasi yang demikian

cepat juga mempercepat perubahan yang harus dihadapi dan diantisipasi. Teknologi informasi dan

komunikasi menjadi sektor yang paling mendekati ramalan Alfin Toffler dalam bukunya Future

Shock, bahwa perubahan yang terjadi begitu cepatnya sehingga perlu persiapan dalam

menghadapinya (Toffler, 1990). Pengembangan sektor teknologi informasi dan komunikasi yang

dinamis ini merupakan tantangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan strategi sukses dengan

melakukan pembenahan untuk memperoleh sumber daya manusia yang memiliki keunggulan

kompetitif.

Page 5: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

5

II.2.3. Analisis Sosial Budaya

Implikasi sosial dilihat dari seberapa jauh penerapan teknologi komputer dan

telekomunikasi di suatu daerah dipengaruhi oleh kualitas pendidikan, angka kemiskinan, kesehatan

masyarakat, kriminalitas, dan partisipasi masyarakat dalam aktivitas sosial (Roes Setiyadi, 2001).

Data yang ada di masing-masing daerah berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi kita dapat melihat

secara umum gambaran lingkungan sosial di Indonesia berdasarkan data hasil penelitian dari

lembaga internasional.

Menurut laporan Bank Dunia No. 1639-IND, riset IAEA (International Association for the

Evaluation of Educational Achievement) menemukan bahwa kemampuan membaca siswa kelas IV

sekolah dasar Indonesia berada pada peringkat terendah di antara negara-negara Asia Timur,

dengan indek sebesar 30%. Artinya, daya penguasaan materi bacaan hanyalah 30%, padahal di

Singapura sebesar 74%.

Berdasarkan pada survei Political Risk Consultancy (PERC), kondisi pendidikan Indonesia

berada dalam rangking paling bawah di antara 17 negara Asia, di bawah Vietnam. Selanjutnya, dari

83 perguruan tinggi besar di Asia Pasifik, perguruan tinggi seperti UI, UGM, UNAIR, berada

dalam rangking di atas 65.

Berdasarkan publikasi UNDP, rata-rata public education expenditure Indonesia sebagai

persentase dari total pengeluaran pemerintah hanya 7,9 %, sementara di Malaysia sekitar 15, 4 %, di

Philipines 15,7 %, di Thailand 20,1%, dan di Singapore 23,3 %.

Menurut data Balitbang Depdiknas tahun 2000, pada tahun 2000 ada 17 juta orang masih

buta aksara. Diramalkan, rata-rata tiap tahun ada 1 juta anak usia 7-12 tahun yang putus sekolah

dasar, dan rata-rata tiap tahun ada 2 juta anak tidak tertampung di sekolah dasar. Sedangkan data

balitbang Depdiknas 1999, tiap ada sekitar 3 juta anak putus sekolah, tidak melanjutkan sekolah dan

tidak mempunyai keterampilan hidup.

Gambaran kemiskinan tidak terlepas dari jumlah pengangguran dan setengah pengangguran

di Indonesia. Menurut Sakernas, pada tahun 2001 jumlah penganggur terbuka di Indonesia sekitar 8

juta orang, sementara jumlah setengah penganggur, yakni mereka yang bekerja kurang dari 35 jam

dalam seminggu, sekitar 27,7 juta orang.

Pada aspek kesehatan masyarakat, belum terbukti bahwa teknologi telekomunikasi dan

informatika telah memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kesehatan masyarakat, yang

sifatnya fisik dan nonfisik. Aplikasi teknologi informasi yang mendukung upaya peningkatan

kesehatan jasmani seperti telehealth belum banyak tersedia di Indonesia. Demikian pula untuk

kesehatan rohani, meski dalam kebijakan sudah dicantumkan perlunya membangun kesehatan

spiritual, namun aplikasi yang mendukung kebijakan ini belum banyak tersedia. Tetapi karena

Page 6: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

6

pengguna teknologi komputer dan telekomunikasi juga masih relatif sedikit, dampak negatif dari

Internet seperti penyimpangan perilaku sosial, misalnya, masih tergolong sedikit.

Bentuk kriminalitas baru yang menggunakan media Internet belum sebanyak kejahatan

konvensional. Meski demikian kecenderungan kejahatan di dunia maya (cyber crime) cenderung

meningkat. Yang perlu diwaspadai, kualitas kejahatan juga makin meningkat, sehingga

menimbulkan tantangan baru bagi aparat penegak hukum untuk mencari solusi dan pencegahan bagi

terjadinya kejahatan di bidang telematika yang memiliki dampak sosial ekonomi besar sekali.

Ketiadaan perangkat hukum yang mengatur dunia cyber sudah dirasakan menjadi kendala bagi

pencegahan dan penyidikan kasus-kasus kriminal di bidang telekomunikasi dan informatika.

Sedangkan implikasi budaya dilihat dari seberapa jauh penerapan teknologi komputer dan

telekomunikasi dipengaruhi oleh budaya bangsa. Terdapat perbedaan dalam satu daerah antara

masyarakat yang tinggal di kota dan masyarakat pedesaan. Masyarakat kota cenderung lebih cepat

beradaptasi dalam perkembangan teknologi informasi. Sebaliknya pada masyarakat yang tinggal di

kota kecil atau bahkan pedesaan, proses perubahan budaya berjalan sangat pelan dan dalam jangka

panjang cenderung tidak dapat dirasakan bila sudah ada pengaruhnya.

III. Pemecahan Masalah

III. 1. Pemecahan Masalah secara umum

Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam menerapkan teknologi

informasi di daerahnya perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan instansi yang ada di

daerah serta kerjasama dari segenap masyarakat. Pemerintah daerah memegang peranan utama

untuk melakukan koordinasi baik ke atas dengan pemerintah pusat maupun ke bawah dengan

masyarakat yang ada di daerahnya.

III. 2. Pemecahan Masalah Tiap sub Tema

III. 2. 1. Pemecahan Masalah Dana dan Kesejahteraan

Melihat permasalahan infrastruktur informasi yang ada pada suatu daerah, tentunya tidak

mungkin bagi daerah untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur informasi dengan membeli teknologi

yang cepat sekali berkembang. Sebaiknya daerah harus merubah cara pandang dan cara berpikir

bahwa sebenarnya ada peluang untuk membangun infrstruktur Internet dengan teknologi yang

murah tetapi handal (low cost and high reliability). Keterbatasan infrastruktur kabel dapat diatasi

dengan menggunakan teknologi stasiun bumi kecil (VSAT-Very Small Apperture Terminal) dan

teknologi Wireless LAN (2,4 Ghz dan 5,8 Ghz).

Pemanfaatan VSAT pada dasarnya sudah banyak digunakan oleh hampir semua ISP

(Internet Service Provider), dan terutama digunakan sebagai jalan bebas hambatan untuk keluar dan

Page 7: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

7

masuk (gateway) ke dunia Internet ke dunia luar. Teknologi VSAT sebenarnya relatif mahal, tetapi

teknologi ini reliable dan masih dimanfaatkan sampai beberapa tahun mendatang. Selain itu

teknologi ini masih akan menjadi tulang punggung jaringan Internet di Indonesia khususnya

digunakan sebagai backbone (jaringan tulang punggung atau dianalogikan seperti sebuah jalan raya

bebas hambatan menuju dunia maya).

Sedangkan berkaitan dengan teknologi Wireless LAN, teknologi ini menjadi primadona

untuk beberapa tahun mendatang. Ini terbukti dengan meluasnya penggunaan teknologi Wireless

LAN yang tidak hanya dipergunakan oleh Warung Internet (Warnet), tetapi juga digunakan oleh

berbagai instansi yang membutuhkan akses ke Internet. Untuk kondisi Indonesia, Wireless LAN

menjadi salah satu alternatif teknologi untuk membuat infrastruktur yang murah dan handal.

Sistem ini berkembang tidak hanya dengan menggunakan radio dan keturunannya seperti

Wireless LAN (2,4 Ghz dan 5,8 Ghz) tetapi juga menggunakan semua teknologi satelit, serat optik,

dan kabel tembaga (konvensional).

Berkaitan dengan penggunaan software pembangun aplikasi, saat ini dengan hadirnya

software open source memungkinkan kita untuk menggunakannya pada beragam aplikasi Open

source adalah model lisensi penggunaan software yang menekankan pada aspek keterbukaan

(openness) dan kebebasan (freedom) dalam menggunakan software

(www.opensource.org/docs/definition.html). Keterbukaan berarti tidak ada restriksi apapun yang

diterapkan untuk usaha-usaha melihat, mengamati, dan mempelajari setiap aspek desain dan

implementasi dari software tersebut. Kebebasan berarti keterbukaan di atas berlaku untuk setiap

orang. Pengertian kebebasan bahkan diperluas sampai pada aspek penggunaan, seseorang diijinkan

untuk menggunakan software tersebut untuk berbagai keperluan, bahkan diijinkan untuk melakukan

modifikasi atasnya. Besarnya pangsa pasar sebuah software menunjukkan tingkat keberhasilan

software open source. Beberapa data menunjukkan bahwa pangsa pasar software open source

semakin berkembang dengan pesat terutama pada pemakaian web server dan sistem operasi.

Web Server yang paling popular dari awal lahirnya Internet senantiasa merupakan web

server open source. Web server terpopuler pertama kali adalah NCSA, yang kemudian diikuti oleh

Apache yang merupakan turunan dari NCSA. Berdasarkan hasil survei dari

http://www.netcraft.com/survey, seperti yang terlihat pada Gambar 1, saat ini pangsa pasar Web

Server Apache sekitar 64.52%, diikuti oleh Microsoft IIS dengan pangsa pasar sekitar 23.54%,

SunONE sekitar 3.48% dan Zeus sebesar 1.72%.

Page 8: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

8

Gambar 1. Market Share for Top Servers Across All Domains

August 1995 - September 2003

Lisensi Apache sangat fleksibel sehingga banyak perusahaan besar membuat turunan web

server dari Apache. Misalnya IBM Web Sphere, Oracle Web Server, Yahoo, Google.com, dan

masih banyak lagi.

Berdasarkan survei dari zeobelin (http://www.leb.net/hzo/ioscount) Linux merupakan

sistem operasi yang paling banyak digunakan di Internet. Urutannya Linux 28.5%, Windows

24.4%, Solaris/SunOS 17.7%, BSD (FreeBSD, NetBSD, dsb) 15.0%, Irix 5.3%.

III. 2. 2. Pemecahan Masalah Sumber Daya Manusia

Sejak revolusi industri beberapa ratus tahun yang lalu hingga memasuki gelombang kedua,

ketiga, dan saat ini, dunia usaha mengalami perkembangan yang sangat pesat akibat tuntutan

perkembangan teknologi. Persaingan yang ketat juga membayangi dunia usaha. Anthony Carnevale

dan kawan-kawan dalam satu tulisannya yang terkenal menyusun suatu pola pikir tentang Realities

of Business and Industri Today, mengatakan bahwa dalam menghadapi persaingan dunia usaha

perlu memiliki tenaga kerja yang terampil/kompeten. Banyak cara dilakukan oleh dunia usaha

untuk itu, antara lain yang terpenting adalah melakukan program pelatihan. Hal ini diperlukan

karena perusahaan harus berkembang lebih baik (dapat memberikan nilai tambah terhadap barang

dan jasa yang diproduksinya); harus memperbaiki mutu produk, pelayanan pelangggan, penyerahan

(delivery) produk kepada pelanggan; harus mengembangkan keterampilan yang bersifat umum dan

khusus/spesialis; harus mengembangkan visi, tujuan, kepercayaan masyarakat, kepemimpinan yang

Page 9: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

9

dapat diterima oleh pekerja; dan harus membangun sikap positif diantara para pekerja. Dalam skala

makro, gambaran di atas dapat dikonversi menjadi hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Intisari dari penjelasan di atas adalah bahwa salah satu strategi untuk memperoleh sumber

daya manusia yang kompetitif dalam era otonomi daerah dan perdagangan bebas adalah melalui

pelatihan. Permasalahannya sekarang adalah, pelatihan seperti apa dan bagaimana yang harus

dilaksanakan. Dalam pelaksanaan program pelatihan bagi tenaga kerja, kita harus memperhatikan

beberapa aspek penting di bawah ini:

a. Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan bahan pertama dan utama dalam suatu system pelatihan. Bila kita

mengharapkan tenaga kerja yang memenuhi syarat kompetensi, maka kurikulum juga harus

berbasis kompetensi tertentu. Dalam pemikiran ini, kurikulum harus senantiasa

didinamisasi dalam kurun waktu tertentu yang tidak terlalu panjang.

b. Akreditasi Pelatihan

Agar pelatihan dapat menghasilkan lulusan yang memenuhi persyaratan kompentensi, maka

pelatihan harus diakreditasi. Melalui akreditasi, kompetensi tenaga kerja kita akan diakui

secara luas, dan memperoleh penghargaan yang sama dengan tenaga kerja pada kompetensi

yang sama.

c. Pemberdayaan Lembaga-lembaga Pelatihan Melalui Akreditasi

Lembaga-lembaga pelatihan harus senantiasa diberdayakan sebagai mitra pemerintah.

Untuk itu, perlu dilakukan akreditasi terhadap lembaga-lembaga pelatihan yang ada, agar

lulusan mereka benar-benar memenuhi persyaratan kompetensi tertentu.

d. Mendorong timbulnya lembaga-lembaga uji kompetensi berdasarkan standar yang

ditetapkan oleh Depnakertrans.

e. Mendorong timbulnya lembaga-lembaga pelatihan di daerah dalam penyediaan sumber

daya manusia yang memenuhi standar kompetensi.

111. 2. 3. Pemecahan Masalah Sosial Budaya

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam penerapan teknologi informasi pada suatu

daerah, karena teknologi informasi sangat padat dengan kepandaian manusia. Berdasarkan data

penelitian lembaga internasional yang menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat

rendah, memang merupakan masalah yang membutuhkan perhatian dari pemerintah pusat maupun

daerah. Permasalahan ini dapat ditangani dengan lebih memperbanyak pusat-pusat pendidikan

maupun pelatihan keterampilan yang berorientasi kepada masalah-masalah khusus, seperti lebih

mengutamakan pendidikan komputer dan keahlian pembuatan perangkat lunak sejak dini kepada

masyarakat, maupun sekadar pemahaman terhadap teknologi informasi itu sendiri.

Page 10: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

10

Pengangguran yang ada di Indonesia bisa ditekan dengan memperbaiki system pendidikan

yang bertujuan untuk menghasilkan seseorang yang memiliki sikap mental entrepreneur. Untuk

dapat menghasilkan seseorang yang memiliki sikap mental entrepreneur, sistem pendidikan yang

diterapkan harus memiliki tiga aspek, yaitu (Hadi, 2001) :

1. Aspek Kognitif, yaitu aspek yang berhubungan dengan pengetahuan termasuk didalamnya

science dan knowledge.

2. Aspek Psikomotorik, yaitu aspek yang berhubungan dengan kegiatan fisik misalnya

keterampilan (skill).

3. Aspek Afektif, yaitu aspek yang berhubungan dengan sikap (attitude), tanggungjawab,

jujur, sopan dan mampu berinteraksi.

Pada umumnya system pendidikan kita hanya mengacu pada aspek kognitif dan aspek psikomotorik

saja. Sementara aspek afektif lebih sedikit dilaksanakan. Aspek kognitif digunakan untuk memberi

knowledge seseorang. Sedangkan aspek psikomotorik banyak digunakan untuk melatih skill atau

keterampilan. Dari ketiga aspek tersebut seharusnya prosentase pelaksanaannya lebih banyak dititik

beratkan pada aspek afektif yang lebih mengarah pada pengembangan sikap.

Berkaitan dengan masalah kesehatan, penerapan teknologi informasi di daerah diharapkan

dapat memberikan kontribusi bagi pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Penerapannya dapat

dilakukan dengan memberikan informasi secara online melalui Internet maupun konsultasi kepada

pakar kesehatan atau dokter yang ada.

Bentuk kriminalitas baru yang menggunakan media Internet belum sebanyak kejahatan

konvensional. Meski demikian kecenderungan kejahatan di dunia maya (cyber crime) cenderung

meningkat. Yang perlu diwaspadai, kualitas kejahatan juga makin meningkat, sehingga

menimbulkan tantangan baru bagi aparat penegak hukum untuk mencari solusi dan pencegahan bagi

terjadinya kejahatan di bidang telematika yang memiliki dampak sosial ekonomi besar sekali.

Ketiadaan perangkat hukum yang mengatur dunia cyber sudah dirasakan menjadi kendala bagi

pencegahan dan penyidikan kasus-kasus kriminal di bidang telekomunikasi dan informatika.

Tersedianya perangkat hukum (peraturan dan perundangan yang dimaksudkan untuk

menghadapi kejahatan menggunakan Internet atau kejahatan yang menargetkan jaringan informasi,

sistem informasi, ataupun layanan informasi sebagai sasarannya mendapat perhatian dari

pemerintah pusat, oleh karena itu diperlukan kerjasama dari segenap pemerintah daerah di

Indonesia untuk terus memprovokasi terbentuknya Undang-Undang Cyberlaw.

Perbedaan tingkat adaptasi antara masyarakat kota dan masyarakat desa terhadap

teknologi informasi perlu diperkecil dengan sering melakukan pelatihan ataupun sosialisasi

mengenai teknologi informasi. Pelatihan dan sosialisasi ini memerlukan peran serta

Page 11: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

11

pemerintah daerah untuk dapat menjelaskan keuntungan penerapan teknologi informasi

bagi masyarakat desa.

IV. Kesimpulan

Penerapan konsep-konsep yang mengedepankan teknologi informasi sebagai penunjang

kemajuan daerah dalam rangka otonomi daerah harus dipertimbangkan terlebih dahulu dengan

memperhatikan aspek-aspek dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, serta sosial budaya dari

masyarakat di daerah. Permasalahan yang ditimbulkan oleh aspek-aspek tersebut tidaklah

sederhana, oleh karena itu diperlukan kerjasama dari pemerintah daerah dan segenap instansi yang

ada di daerah untuk memberikan solusi bagi permasalahan tersebut.

Penyelesaian terhadap permasalahan yang ada dapat lebih meningkatkan kesiapan daerah

dalam menerapkan teknologi informasi di daerahnya. Sehingga pemerintah daerah dapat

meningkatkan hubungan kerja antar instansi pemerintah serta dapat meyediakan pelayanan bagi

masyarakat dan dunia usaha secara efektif dan transparan. Pemerintah daerah juga dapat

menerapkan konsep-konsep pembangunan teknologi informasi yang ada bagi kemajuan daerahnya

dalam rangka otonomi daerah.

Daftar Pustaka

Carnevale, et.al., 1991. Research for the American Society for Training and Development and US

Departement Labor. Humber College.

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2000. Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi.

Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Hadi, Sugito. “Membangun Sikap Mental Enterpreneur dalam Menghadapi Perdagangan Bebas

ASEAN”. Economic Forum 2001, 10 Mei 2001, dilaksanakan oleh Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Yogyakarta.

Maseleno, Andino. 2003. “Pembangunan “Daerah Incorporated” Dengan Menggunakan

Aplikasi WAP Sebagai Penunjang Potensi Otonomi Daerah.” Seminar Nasional Teknik

Informatika : Penerapan dan Pemanfaatan Mobile Application dalam Dunia Bisnis,

Industri dan Pendidikan, 16 September 2003 dilaksanakan oleh Teknik Informatika

Universitas Atmajaya, Yogyakarta.

Mudiantoro, Bagus. “Peran Teknologi Informasi Sebagai Penunjang Potensi Otonomi

Page 12: Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi Daerah

12

Daerah.” Seminar Nasional Penggalian Potensi Daerah Dalam Mencari Sumber

Pembiayaan dan Investasi, 5-6 Maret 2003, dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.

Promasanti, Ira. 2001. “One-Stop Surfing Yogyakarta Dot Com Virtual Enterprise.” Seminar

Nasional E-Business : Application and Strategy for Small and Medium Business, 5 Mei

2001 dilaksanakan oleh Magister Manajemen Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Roes Setiyadi, Mas Wigrantoro. 2001. Implikasi Multidimensional dari kebijakan, Seminar Dies

Natalis Fisipol Universitas Gajah Mada Ke-46, 19 september 2001, dilaksanakan oleh

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Yogyakarta.

Raharjo, Budi. 2003. Memahami Teknologi Informasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Toffler, Alvin. 1990. Future Shock. Bantam Books.

United Nations Development Programme (UNDP). 2003. Human Development Report 2002.

Wahington DC